Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

11

Click here to load reader

Transcript of Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

Page 1: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

1

POLITICAL MARKETING DAN KUALITAS DEMOKRASI

Oleh:

Oman Heryaman, S.IP, M.Si.

(Staf Pengajar FISIP Universitas Pasundan)

Political Marketing (selanjutnya disebut Marketing Politik) adalah ilmu baru yang

mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai cabang

ilmu, marketing politik memang bisa dikatakan masih bayi, tetapi kehadirannya telah menjadi

trend dalam ranah politik di negara maju yang menganut demokrasi.1 Partai politik dan

kandidat perseorangan berlomba memanfaatkan ilmu ini untuk strategi kampanye baik untuk

mendapatkan dukungan politik dalam pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) maupun

untuk memelihara citra sepanjang saat dalam jeda Pemilu.

Kajian marketing politik berkembang pesat di negara-negara benua Amerika, Eropa

dan Australia. Marketing politik yang awalnya dipelajari oleh bidang marketing, kini telah

juga dipelajari oleh bidang ilmu politik dan ilmu komunikasi di beberapa perguruan tinggi

terkemuka di dunia dan melahirkan para pakar dibidangnya.2 Bahkan secara rutin

diselenggarakan forum ilmiah internasional mengenai marketing politik.3

Sementara di negara-negara berkembang, khususnya di Asia dan Afrika, marketing

politik belum banyak dikenal luas baik dalam ranah praktek politik maupun kajian keilmuan.

Walaupun sebagian besar negara di kedua benua ini telah menjalankan praktek demokrasi dan

pemilu sistem multipartai yang kompetitif. Termasuk di negara Indonesia dan Malaysia, dua

negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, secara kajian akademik marketing politik

belum dikenal luas.4

Namun demikian, meskipun sampai saat ini penyelidikan dan publikasi yang

membahas tentang marketing politik di kedua negara masih tergolong minim, bukan berarti

selama ini aktivitas partai politik di masa lalu tidak melakukan aktivitas marketing politik.

Disadari atau tidak partai politik di kedua negara telah melakukan serangkaian aktivitas ini.

Di Indonesia misalnya, pengumpulan massa (temu kader, tabligh akbar dan deklarasi), pawai

di jalan-jalan, liputan media cetak (TV, Koran, majalah, radio) atas aktivitas sebuah partai

politik sampai ke kunjungan wakil-wakil partai politik ke komunitas konstituen maupun

komunitas tertentu telah biasa dilakukan.5 Hal yang sama juga juga dilakukan oleh partai-

partai politik di Malaysia.

Page 2: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

2

Hanya saja kalau dilihat dari intensitasnya, pelaksanaan marketing politik di kedua

negara lebih bersifat sporadis pada saat pelaksanaan kampanye Pemilu saja. Padahal menurut

Butler & Collins marketing politik tidak hanya dilihat selama periode kampanye Pemilu saja.6

Partai politik harus terus menerus memperhatikan, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat setiap saat bukan hanya pada Kampanye Pemilu saja. Sebab model kampanye itu

ada dua jenis. Pertama, kampanye pemilu yang bersifat jangka pendek dan biasanya dilakukan

menjelang Pemilu. Kedua, kampanye politik yang bersifat jangka panjang dan dilakukan

secara terus menerus.

Pendapat ini didukung Fritzs Plasser dan Gunda Plasser,7 yang menyatakan telah

terjadi pergeseran dalam bentuk kampanye dewasa ini, dari model kampanye modern ke mode

kampanye pasca modern. Kampanye modern menggunakan ”logika media” dan menempatkan

pemilih sebagai audiens, sedangkan kampanye pasca modern menerapkan logika ”pemasaran”

yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen. Dengan demikian marketing politik tepat

diterapkan dalam model kampanye politik.

Melalui logika pemasaran, kedekatan partai politik dengan konstituen dan massa

mengambang tetap terjaga setiap saat. Tercipta pendidikan politik masyarakat dengan

menempatkan masyarakat sebagai subyek politik. Bukan sekedar sebagai obyek politik yang

terjadi pada saat hingar bingar kampanye Pemilu saja, dimana setelah itu terputus hubungan

antara masyarakat dan partai politik yang dapat menyebabkan antipati dan apolitis masyarakat

terhadap politik.

Di negara-negara berkembang, seperti Malaysia yang sedang meniti jalan ke arah

demokrasi dan Indonesia yang sedang menjalani transisi dari otoriter menuju demokrasi,

implementasi marketing politik oleh partai politik merupakan fenomena baru dan masih

dilaksanakan secara parsial, --bahkan seringkali tanpa disadari partai-partai politik telah

melaksanakan praktek-praktek marketing politik dalam berkomunikasi dengan komunitas

konstituen dan masyarakat umum. Hal ini antara lain disebabkan oleh dua hal.

Pertama, intensitas interaksi partai politik dan masyarakat seringkali hanya terjadi

pada waktu menjelang Pemilu melalui pelaksanaan kampanye. Pada masa ini partai-partai

berlomba menawarkan produk-produk politik berupa ideologi, gagasan, kebijakan dan rekam

jejak. Masyarakat dijadikan ’pasar sesaat (pasar kaget)’ untuk mendengar, melihat dan

memilih dari produk-produk mereka. Di luar masa ini, komunikasi partai politik dengan

masyarakat seperti terputus dengan kesibukannya masing-masing. Disatu sisi partai politik

sibuk dengan agendanya masing-masing yang kerapkali tidak bersentuhan dengan

masyarakat, dan disisi lain masyarakat seringkali lupa dan apatis, apakah program-program

Page 3: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

3

yang dikampanyekan telah dilaksanakan atau belum. Masyarakat kehilangan daya kritisnya

untuk mengontrol partai politik dan pemerintahan. Dengan demikian partai politik

menempatkan marketing politik hanya pada kampanye Pemilu saja.

Kedua, dunia politik di negara berkembang seringkali salah memaknai kata marketing.

Marketing secara sempit diartikan sebatas memasarkan atau menjual. Dengan demikian

marketing politik berarti menjual atau memasarkan produk-produk politik saja. Bagi partai

politik waktu yang tepat untuk menjual dan memasarkan produk politik hanyalah waktu

kampanye Pemilu. Padahal makna marketing jauh lebih kompleks ketimbang menjual atau

memasarkan. Dalam marketing juga mengandung makna product inovation, new product

research, pengambilan keputusan, dan resources yang dilakukan setiap saat.8 Apabila hal

tersebut dimaknai dengan benar maka seharusnya partai politik melakukan kampanye

sepanjang masa (kampanye politik) dengan mengolah ide, gagasan dan program baru yang

inovatif, riset aspirasi, kebijakan rasional yang menguntungkan masyarakat, dan melahirkan

SDM dan leadership yang unggul untuk menjalankan roda pemerintahan dan kebijakan negara

yang berpihak pada kemajuan dan kepentingan masyarakat.

Selama ini konsep marketing lebih banyak dikenal dan diterapkan di dalam lembaga-

lembaga ekonomi dengan pendekatan bisnis. Tetapi dalam beberapa hal marketing tidak

hanya terbatas pada institusi bisnis.9 Konsep marketing juga diterapkan dalam bidang-bidang

lain non bisnis, misalnya bidang sosial dan politik, sehingga lahirlah kemudian konsep

marketing sosial (social marketing) dan marketing politik (political marketing).

Dalam bidang sosial, marketing digunakan oleh LSM, perpustakaan, rumah sakit

pemerintah, sekolah negeri, museum dan organisasi sosial non-profit lain dalam

mentransformasikan produk, service, norma, simbol dan ide ke masyarakat luas. Dalam

bidang politik konsep marketing digunakan oleh pemerintah demokratis ataupun rezim,

oposisi pemerintah, dan partai politik atau kandidat. Bagi pemerintahan demokratis marketing

politik digunakan untuk memasarkan kebijakan-kebijakan politik yang dianggap berhasil

sebagai investasi politik untuk merebut kekuasaan kembali sebagai incumbent. Bagi rezim

otoriter marketing digunakan sebagai alat pembenaran bagi kebijakan-kebijakannya dalam

rangka legitimasi dan mobilisasi dukungan kekuasaan. Bagi oposisi marketing digunakan

sebagai alat untuk mentransformasikan kebijakan, program, dan gagasan alternatif oposisi

sebagai alternatif pemerintahan baru yang layak dipilih. Serta bagi partai politik atau

kandidat, marketing digunakan sebagai alat strategi politik untuk mempengaruhi dan merebut

pemilih.

Page 4: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

4

Adapun pokok kajian marketing politik dalam penyelidikan ini, secara konseptual

sebagai ”Political marketing in simple terms is a marriage between two social science

disciplines – political science and marketing”10 atau ”It is referred to as the ‘adaptation’ of

commercial marketing concepts and techniques by political actors to organise, implement and

manage political activities to realise political goals.11

Sebagai kajian keilmuan baru yang masih dalam tataran embrionik, marketing politik

yang pertama kali dimulai di Amerika Serikat terus mengalami perkembangan definisi yang

beragam dan berubah.12 Baines et.al antara lain mengutip definisi-definisi sebagai berikut:

- Shama (1975) & Kotler (1982) memberikan penekanan pada proses transaksi yang

terjadi antara pemilih dan kandidat.

- O’Leay & Iradela (1976) menekankan penggunaan marketing-mix untuk

mempromosikan partai-partai politik.

- Lock & Harris (1996) mengusulkan agar political marketing memperhatikan proses

positioning.

- Wring (1997) menggunakan riset opini dan analisis lingkungan.

Sedangkan menurut Nursal yang pertama kali menerbitkan buku mengenai marketing

politik di Indonesia, mendefinisikan sebagai serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi

juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik

kepada pemilih. Sehingga political marketing bertujuan membentuk dan menanamkan

harapan, sikap, keyakinan, orientasi dan perilaku pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan

adalah secara umum mendukung dengan berbagai dimenasinya, khususnya menjatuhkan

pilihan pada partai atau kandidat tertentu.13

Bagi partai-partai politik maupun kandidat, sekurang-kurangnya konsep marketing

politik dapat dilakukan melalui beberapa metode:14

- Mengkomunikasikan pesan dan gagasan.

- Mengembangkan identitas jati diri, kredibilitas dan tranparansi.

- Interaksi dan respons dengan komunitas internal dan eksternal dengan melakukan

pencitraan partai politik.

- Menyediakan pelatihan, mengolah dan menganalisis data untuk kepentingan

kampanye.

- Secara terus menerus mempengaruhi dan mendorong komunitas untuk mendukung

partai politik.

Page 5: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

5

Ada empat hal utama yang melandasi pentingnya penggunaan marketing politik bagi

partai-partai politik.15 Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemilih dari ideologi ke

program kerja. Adanya de-idiologisasi pasca berakhirnya Perang Dingin secara global telah

merubah pula cara pandang dan preferensi para pemilih partai politik. Masyarakat cenderung

menggantikan ikatan-ikatan ideologis (tradisional) dengan hal-hal yang lebih pragmatis, yaitu

program kerja yang ditawarkan oleh konstestan. Masyarakat cenderung melihat apa yang bisa

dan apa yang ditawarkan oleh partai politik maupun kontestan dibandingkan dengan alasan-

alasan ideologis yang ada dibalik satu partai politik atau kontestan. Hal ini terlihat nyata

sekali dengan semakin membesarnya persentase pemilih non-partisan, yaitu para pemilih yang

menunggu partai politik mana yang kiranya menwarakan solusi paling baik ketimbang yang

lainnya. Partai politik macam inilah yang akan mereka pilih dalam Pemilu.

Kedua, meningkatnya pemilih non-partisan. Terdapat trend di sejumlah negara yang

memperlihatkan semakin meningkatnya proporsi non-partisan dalam Pemilu. Non-partisan

adalah sekelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara

ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan melihat pentingnya kemampuan

dan kapasitas orang atau program kerja partai politik mana yang dapat memberikan solusi atas

permasalahan bangsa dan negara ketika program-program itu dikomunikasikan selama

periode menjelang Pemilu.

Ketiga, meningkatnya massa mengambang (floating mass). Dengan meningkatnya

jumlah pemilih non partisan maka jumlah massa mengambang semakin besar. Massa

mengambang ini seringkali sangat menentukan menang tidaknya suatu partai politik dalam

Pemilu. Massa mengambang adalah kelompok masyarakat yang diperebutkan oleh partai-

partai dan kandidat yang bersaing dalam Pemilu. Massa mengambang ini semakin besar

seiring semakin kritisnya masyarakat.

Keempat, adanya persaingan politik. Sistem multipartai yang kini banyak dianut oleh

negara yang sedang meniti ke arah demokrasi ataupun baru saja melaksanakan transisi dari

otoriter menuju demokrasi, ditambah dengan semakin kritisnya masyarakat dalam memilih

partai politik telah menempatkan partai politik pada iklim kompetisi yang ketat untuk

memperebutkan pemilih. Dengan demikian partai politik atau kandidat semain dituntut untuk

menjadil lebih kreatif dalam melihat dan menganalisis permasalahan bangsa dan negara.

Konsekuensinya, partai politik yang paling bagus dalam menyusun program kerjanyalah yang

mempunyai peluang lebih besar untuk memenangkan Pemilu.

Melalui pertimbangan diatas, marketing politik menjadi penting dan strategis untuk

dijalankan oleh partai politik, mengingat marketing politik bertujuan untuk:

Page 6: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

6

- Menjadikan pemilih sebagai subyek dan bukan sebagai obyek politik. Dalam hal ini

pemilih tidak hanya sekedar suara yang diperebutkan partai dengan berbagai tawaran

produknya, tetapi pemilih ikut menentukan program dan produk-produk politik apa

yang seharus dilakukan partai politik

- Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih adalah langkah awal dalam

menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masing-masing ideologi

partai politik.16 Program kerja yang bersentuhan langsung dengan kepentingan para

pemilih akan membangkitkan simpati pemilih kepada partai politik.

- Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools

bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan

selanjutnya memperoleh dukungan suara.17

Perihal program kerja, dalam marketing politik adalah merupakan poin penting yang

dapat dilakukan dalam kampanye. Lebih penting lagi apabila program kerja atau produk

politik merupakan rekam jejak kinerja partai politik. Menurut Oman Heryaman, tipe demikian

disebut dengan marketing politik berbasis kinerja.18 Gagasan atau program politik yang telah

dikampanyekan, kemudian diperjuangkan dalam perumusan kebijakan serta dapat

diiplementasikan dalam kehidupan masyarakat, merupakan nilai bagi para pemilih bagi

pencitraan terhadap partai politik sebagai partai politik aspiratif, menepati janji, bekerja keras

dan memperjuangkan nasib masyarakat. Namun tidak mudah bagi partai politik melakukan

marketing berbasis kinerja ini. Diperlukan pusat dokumentasi dan analisis data di tiap jenjang

partai politik (nasional, regional dan lokal) yang dapat mengamati, mencatat dan

mendokumentasikan setiap langkah kinerja politik partai politik yang secara terus menerus di

up date. Setelah itu juga diperlukan media (website, bulletin, dan lainnya) yang bisa diakses

secara luas oleh konstituen dan masyarakat umum untuk mempublikasikan keberhasilan

kinerja partai politik secara terus menerus sebagai pencitraan sepanjang masa. Untuk hal ini

banyak partai politik di beberapa negara memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) sebagai media kampanye digital/online19

Dengan demikian partai politik melakukan Totally Political Marketing (marketing

politik secara total),20 yaitu partai politik memasarkan semua yang bisa dijual, baik potensi,

kelebihan dan performa partai politik. Semua unit dalam sistem kinerja partai politik layak

dan harus dijual. Antara lain yang sering dilupakan orang misalnya kinerja institusi partai

politik rapi tidak konflik negatif, anggota dan perilakunya, kinerja kandidat terpilih dalam

Pemilu sebelumnya, dan lainnya yang memiliki citra positif. Jadi praktisi political marketing

Page 7: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

7

yang canggih tidak hanya memfokuskan diri pada penggarapan isu dan program kerja saja,

meskipun program kerja itu penting dan harus menarik.

Pengertian Totally Political Marketing juga diartikan apabila partai politik mampu

melaksanakan dua model kampanye sekaligus secara konsisten dan berkesinambungan

(continuity), yaitu kampanye Pemilu dan Kampanye Politik. Karakteristik perbedaan dua

model ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel

Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik

Baik dalam kampanye pemilu maupun kampanye politik, marketing politik adalah

sebuah proses. Proses tersebut harus ditempuh melalui dua hal utama, yaitu marketing

program dan voters segmentation. Marketing program adalah penyampai produk politik yang

disebut dengan 4P (Product, Price, Promotion dan Place), dan voters segmentation adalah

menentukan para pemilih pada beberapa level kategori, sehingga pengemasan produk politik

dapat dilakukan sesuai kategori tersebut. Proses marketing tersebut tampak dalam diagram

dibawah ini:

Page 8: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

8

Diagram Proses Marketing Politik

Sumber: Niffenegger (1989) dikutip oleh Firmanzah (2007).

Baik bentuk kampanye maupun proses marketing dalam marketing politik

dilaksanakan untuk mencapai output marketing politik yang disebut makna politis. Sebab

pada dasarnya marketing politik adalah strategi kampanye politik untuk membentuk

serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para pemilih menjadi orientasi

perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih partai politik atau konstestan

tertentu. Makna inilah yang menjadi output penting marketing politik yang menentukan

pihak, pihak mana yang akan dicoblos para pemilih.21

Pembentukan makna-makna politis tersebut dapat dilaksanakan melalui metode 9P

(Positioning, policy, person, party, presentation, push marketing, pull marketing, pass

marketing dan polling). Positioning adalah strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak

pemilih agar konstestan mengandung arti tertentu yang mencerminkan keunggulannya

terhadap konstestan pesaing dalam bentuk hubungan asosiatif. Positioning efektif harus

dilakukan berdasarkan analaisis terhadap faktor eksternal dan internal organisasi, serta

preferensi segmen pemilih yang menjadi sasaran utama yang diketahui dari hasil segmentasi.

Positioning –agar kreatif dan kredibel- harus dijabarkan dalam bauran produk politik

yang meliputi 4P (policy, person, party, presentation). Policy adalah tawaran program kerja

jika terpilih kelak. Policy merupakan solusi yang ditawarkan kontestan untuk memecahkan

masalah kemasyarakatan berdasarkan isu-isu yang dianggap penting oleh para pemilih. Policy

Page 9: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

9

yang efektif harus memenuhi tiga syarat, yakni meraik perhatian, mudah terserap pemilih,

attributable.

Person adalah kandidat legislatif atau eksekutif yang akan dipilih melalui Pemilu.

Kualitas person dapat dilihat nelalui tiga dimensi, yakni kualitas instrumental, dimensi

simbolis, dan fenotipe optis. Ketiga dimenasi kualitas tersebut harus dikelola agar kandidat

attributable.

Party juga dilihat sebagai substansi produk politik. Partai politik mempunyai identitas

utama, asset reputasi, dan identitas estetis. Ketiga hal tersebut akan dioertimbangkan oleh para

pemilih dalam menetapkan pilihannya. Oleh karena itu, dalam political marketing, unsur-

unsur tersebut harus dikelola dengan baik.

Presentation adalah bagaimana ketiga substansi produk politik disajikan. Presentasi

sangat penting karena dapat mempengaruhi makna pemilih. Presentasi dasajikan dangan

medium presentasi.

Produk politik disampaikan kepada pasar politik (political market) melalui push

marketing (penyampaian produk langsung kepada masyarakat), pull marketing (penyampaian

produk melalui pemanfaatan media massa), dan pass marketing (penyampaian produk kepada

influencer group). Agar produk politik disampaikan tepat pada sasaran dilakukan polling dan

berbagai aktivitas riset lainnya. Riset ini merupakan kebutuhan penting untuk pemetaan isu,

pemetaan segmentasi dan pemetaan program.

Pada akhirnya implementasi marketing politik yang dilaksanakan sesuai metode dan

proses yang benar diharapkan mampu meningkatkan kualitas demokrasi, khususnya di

negara-negara berkembang (termasuk Indonesia dan Malaysia) yang secara terus-menerus

berusaha meningkatkan kulitas pelaksanaan demokrasi. Secara teoritis marketing politik

memiliki peran yang ikut menentukan dalam proses demokratisasi.22 Marketing politik dilihat

sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan daya kristis masyarakat dalam berpolitik. Agar

masyarakat tidak selalu menjadi korban dan obyek manipulasi para elit politik mayarakat

perlu diberdayakan dan perlu ada kondisi yang memungkinkan proses pembelajaran politik.

Ciri-ciri politik demokratis antara lain ditunjukkan dari beberapa indikator berikut: 1) adanya

distribusi informasi politik yang luas dan mudah diakses masyarakat; 2) adanya pendidikan

poltik bagi masyarakat, termasuk dari partai politik; 3) adanya kesadaran (hak dan kewajiban)

masyarakat dalam berolitik; dan 4) partisipasi dan keterlibatan politik dari masyarakat.

1 Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,

2007. Hal. 6; 21

Page 10: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

10

2 Perguruan tinggi terkemuka yang mempelajari marketing politik antara lain: (a) Bagian dari Ilmu

Politik adalah: Department of Political Science, University of Nebraska at Omaha; Graduate School of Political Management, George Washington University; Department of Political Science, Miami University; Department of Political Science, Boise State University; Department of Political Science, University of Arkansas; Department of Political Science, University of Bradford, United Kingdom; Department of Political Science, Louisiana State University; Department of Political Science, University of Wisconsin, Madison; Department of Political Science, University of Georgia; Department of Political Science, Florida State University; dan Department of Politics, New York University; (b) Bagian dari Ilmu Marketing/Manajemen adalah: The Department of Management, Marketing and Political Science University of Tennessee at Martin and of the College of Business and Public Affairs; University of Bath, Bath UK; School of Management, Cranfield University, UK; Ross School of Business, University of Michigan; Department of Marketing, University of Michigan; Birmingham Business School, The University of Birmingham, UK; Department of Marketing, Middlesex University, UK; Manchester Business School, The University of Manchester,UK; Department of Marketing, Budapest University, Hungary; Departemen Marketing Universitas Indonesia, Jakarta; dan (c) Bagian dari Ilmu Komunikasi adalah: School of Journalism, Media and Cultural Studies, Cardiff University, Wales; School of Politics and Communications Studies, The University of Liverpool, UK; Department of Communication, Cleveland State University; Department of Communication, Libvera Universita de Lingue e Communicazione, Milano, Italy; dan College of Communication, Boston University.

3 International Political Marketing Conference yang dimotori oleh Political Studies Association (PSA) Political Marketing Specialist Group, dan telah diselenggarakan sebanyak 5 kali di berbagai perguruan tinggi di dunia (terakhir Maret 2008 di Manchester Business School, The University of Manchester, UK). Lihat juga Annual Political Marketing Conference yang telah diselenggarakan sebanyak 7 kali (terakhir tahun 2007).

4 Dari penelusuran literatur ilmiah, baik manual maupun berbasis internet, masih sedikit ditemukan kajian mengenai marketing politik yang dipublikasikan. Di Malaysia yang terlacak adalah (1) Masalina Ujang (2004), Political Marketing: Is Market Orientation & Market Capabilities The Winning Formula? A Study on The 2004 General Election for The State of Pulau Pinang. Pulau Pinang: MBA Dissertation Universiti Sains Malaysia, 2004; (2) Lim Hong Hai dan Ong Kian Ming (2006), ”Electoral Campaigning in Malaysia” sebagai chapter dari buku Christian Schafferer, Election Campaigning in East And Southeast Asia: Globalization of Political Marketing. Ashgate Publishing, Ltd, 2006. Hal. 55-79;; dan Che Supian Mohamad Nor et al (2006). “Political Marketing vs. Commercial Marketing: Something in Common for Gains” yang dipresentasikan dalam 6th Global Conference on Business & Economics pada 15-17 Oktober 2006 di Gutman Conference Center, USA. Di Indonesia yang terlacak adalah (1) Adman Nursal (2004), Political Marketing: Startegi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia.; (2) Firmanzah (2004), “Peran Ilmu Marketing dalam Dunia Politik: Menuju Marketing Politik di Indonesia”, Management Usahawan Indonesia. No. 33 (1). Hal. 1-15; (3) Firmanzah (2005), “Menyoal Rasionalitas Pemilih: Antara Orientasi Ideologi dan ‘Policy Problem Solving’ “,Management Usahawan Indonesia. No. 34 (7). Hal. 8-16.; (4) Oman Heryaman (2007), “Memenangkan Pemilu dengan Political Marketing”, Makalah Presentasi dalam Rapat Kerja Badan Pemenangan Pemilu PKS Kabupaten Bandung, 17 Februari 2007 dalam http://digilib.unpas.ac.id.; (5) Firmanzah (2007), Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; dan (6) Beberapa tulisan opini di media massa.

5 Firmansyah, op.cit. Hal. 18-19. 6 P. Butler & N. Collin, “Payment on Delivery: Recognising Constituency Service as Political

Marketing. European Journal of Marketing. (35), 9-10, 2001. Hal. 1026-1037. 7 Fritzs Plasser dan Gunda Plasser, Global Political Campaigning: A Worldwide Analysis of Campaign

Professionals and Their Practices. Greenwood Pub Group, 2002. 8 “Firmanzah: Menyuguhkan Marketing Politik,” dalam Majalah Adil, Edisi 22, dalam

http://www.adilnews.com/?q=id/firmanzah-menyuguhkan-marketing-politik 9 Istilah ini pertama kali dikemukakan Philip Kotler & S.J. Levy. ”Broadening the Concept of

Marketing”. Journal of Marketing. 1969 (33) 1. Hal. 10-15. 10 J. Lees-Marshment, Political Marketing and British Political Parties: The Party’s Just Begun,

Manchester University Press, 2001. 11 Lihat dalam Patrick Butler & Neil Collins. (1999). “A Conceptual Framework for Political Marketing”. In B. I. Newman (Ed.), Handbook of Political Marketing. 55-72. Thousand Oaks, California: Sage.; M. Scammell, “Political Marketing: Lessons for Political Science”. Political Studies, XLVII (1999), Hal. 718-739; dan J. Lees-Marshment, ibid.

12 Paul Baines, Fritz Plasser & Christian Scheucher, “Operationalising Political Marketing: A Comparison of US and Western European Consultants and Managers”. Middlesex University Discussion Paper Series, No. 7, July 1999.

Page 11: Political Marketing dan Kualitas Demokrasi

11

13 Adman Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru

Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden . Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2004. Hal. 23-24. 14 Baines et al, loc.cit. 15 Firmansyah, op.cit. Hal. 57-58 16 J. Dermody & R. Scullion. “Delusión or Grander? Marketing’s Contribution to ‘meaningfull”

Western Political Consumption.” European Journal of Marketing. 35 Tahun 2001 (9-10). Hal. 1085-1098. 17 J. O’Shaughnessy, “The Marketing of Political Marketing”. European Journal of Marketing. 35

Tahun 2001 (9-10). Hal. 1047-1067. 18 Oman Heryaman, “Memenangkan Pemilu dengan Political Marketing”, makalah Orientasi

Pemenangan Pemilu DPD PKS Kabupaten Bandung, 2007 dalam http://digilib.unpas.ac.id. 19 Lihat contoh pemanfaatan TIK yang ditulis oleh Claus Leggewie dan Christoph Bieber, “Demokrasi

Interaktif: Komunikasi Politik Melalui Online dan Proses-Proses Politik Digital”, dalam situs www.forum-politisi.org

20 Oman Heryaman, loc.cit. 21 Nursal, op.cit. Hal. 295-298. 22 Firmanzah, op.cit. 313-325.