POLA KERUKUNAN DAN SIKAP TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI …
Transcript of POLA KERUKUNAN DAN SIKAP TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI …
i
POLA KERUKUNAN DAN SIKAP TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI
DESA WATU TOA KABUPATEN SOPPENG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
Nurul Hasanah
Nim. 105381106916
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2021
ii
iii
iv
v
vi
Motto
Kegagalan akan terjadi karena terlalu banyak berharap tapi sedikit
bertindak.
Persembahan
Kupersembahkan karya ini sebagai darma baktiku untuk ayahanda tercinta
dan ibunda tercinta serta saudari dan seluruh keluarga tersayang yang tak
henti-hentinya selalu memberikan doa dan dukungan
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Pertama dan yang paling utama tiada untaian kata yang paling indah yang
terucap dari lisan seorang hamba selain pujian syukur kehadirat Allah SWT.
Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya yang telah melimpahkan Taufiq
dan hidayah-Nya serta kenikmatan iman, Islam dan kesehatan jasmani
maupun rohani, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam yang penulis sanjung agungkan kepada Muhammad
SAW yang telah membawa ajaran yang paling sempurna, dan diantaranya
yaitu mengutamakan kepada manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan agar
dapat dimanfaatkan dalam segala aspek kehidupan, dan dari Ridha Allah
SWT serta Syafa‟at Rosulullah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pola Kerukunan Dan Sikap Toleransi Umat Beragama Di Desa Watu
Toa Kabupaten Soppeng”
Skripsi ini ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
terlaksana tanpa bantuan, bimbingan, petunjuk dari berbagai pihak, baik
berupa moril maupun materi.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan,
motivasi berseta doa kepada penulis dalam penyelesain proposal ini. Keberhasilan
dalam penyelesaian skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti semata
tetapi tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsi khususnya kepada
orang tua, ibunda tercinta Hj.Rosdiana dan ayahanda tercinta Syamsu yang selama
ini telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah putus dan hampir
tidak mungkin bisa dibalaskan oleh apapun serta kakak ku tercinta Mas Jaya,
Harta Jaya, Ramlan, Mashur, dan Ahmad As’ad yang selalu memberikan
viii
dukungan. Penulis juga ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
Bapak Prof. Dr.H.Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini. Erwin Akib, M.Pd., Ph.D.
selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Bapak Drs. H. Nurdin,M.Pd selaku pembimbing I
yang telah memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis
sehingga tersusunnya skripsi ini. Bapak Sam’un Mukramin,S.Pd,.M.Pd selaku
pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing
dalam menyelesaikan skripsi ini. Bagian akademik yang telah melayani kami
mahasiswa selama empat tahun menjadi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
Rizal sebagai seseorang yang selalu ada untuk membantu dan tak bosan-
bosannya mendengarkan keluh kesah peneliti. Riska, Kasmawati, Sry Wahyuni,
Firda Efrilia, Vivin Vitrina Asnur, Nur Annisa Sobrina sebagai sahabat yang
selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti. Semua pihak yang
tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian
proposal ini,terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Demikianlah mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah melimpahkan
pahala yang berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti
dalam menyelesaian skripsi ini, Amin Yarobbal Alamin.
Makassar,07 September 2021
Peneliti
Nurul Hasanah
ix
ABSTRAK
Nurul Hasanah 2021. Pola Kerukunan Dan Sikap Toleransi Umat
Beragama Di Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng. Skripsi Program Studi
Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Pembimbing I Nurdin, dan
Pembimbing II Sam'un Mukramin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan cara menjaga pola kerukunan
dan sikap toleransi umat beragama di desa Watu Toa Kabupaten Soppeng .Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif. Sumber data yang
diolah merupakan sumber data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian ini adalah pola kerukunan dan sikap toleransi umat
beragama di Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng sangatlah baik karena
masyarakat Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng selalu mewujudkan kerjasama di
bidang keagamaan, bidang ekonomi, dan bidang bakti sosial. Masyarakat Desa
Watu Toa Kabupaten Soppeng dalam menjada toleransi dan sikap kerukunan
dengan mewujudkan rasa saling menghormati dan dan menghargai sesama
manusia karena masyarakat Desa Watu Toa menyadari sebagai mahkluk tuhan
yang beraga maka pentinglah mereka saling menghargai walaupun berbeda ras,
suku, bahkan keyakinan.
Kata Kunci: Kerukunan, Sikap Toleransi, Agama
x
ABSTRACT
Nurul Hasanah 2020. Patterns of Harmony and Attitudes of Religious
Tolerance in Watu Toa Village, Soppeng Regency. Thesis of Sociology Education
Study Program, Teacher Training and Education Faculty, Muhammadiyah
University of Makassar. Supervised by Advisor I Nurdin, M.Pd and Advisor II
Sam'un Mukramin.
This study aims to determine and how to maintain harmony and
tolerance patterns of religious communities in the village of Watu Toa, Soppeng
Regency. The type of research used in this research is qualitative. The data
sources that are processed are primary data sources and secondary data.
The results of this study are the pattern of harmony and tolerance of religious
communities in Watu Toa Village, Soppeng Regency, which is very good because
the people of Watu Toa Village, Soppeng Regency, always create cooperation in
the fields of religion, economy, and social service. The people of Watu Toa
Village, Soppeng Regency, in maintaining tolerance and harmony by creating a
sense of mutual respect and respect for fellow humans because the people of Watu
Toa Village realize that as religious beings, it is important that they respect each
other even though they have different races, ethnicities, and even beliefs.
Keywords: Harmony, Tolerance, Religion
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
E. Defenisi Operasional ................................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ..................................................................................... 11
1. Perilaku Sosial………………………………………………
2. Solidaritas ............................................................................... 12
3. Pola Kerukunan Antar Umat Beragama ................................. 18
4. Toleransi Antar Umat Beragama ........................................... 26
B. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 35
C. Kerangka Pikir ..................................................................................... 37
D. Proposisi Penelitian ............................................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian .......................................................... 41
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................... 42
C. Fokus penelitian ................................................................................... 43
D. Informan Penelitian .............................................................................. 43
E. Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 43
F. Instrumen Penelitian ............................................................................ 45
xii
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 45
H. Teknik Analisis Data ............................................................................ 47
I. Uji Keabsahan Data .............................................................................. 49
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng ....................................... 50
B. Letak Geofrafi Waktu Toa .................................................................... 50
BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 53
1. Pola Kerukunan Dan Sikap Toleransi Umat Beragama
Desa Watu Toa Kecamatan Mariowawo Kabupaten
Soppeng ........................................................................................ 53
2. Upaya Masyarakat Dalam Menjaga Kerukunan Umat
Beragama Desa Watu Toa Kecamatan Mariwowao
Kabupaten SoppengKabupaten .................................................... 58
B. Kondisi Kehidupan Keagamaan di Desa Watu Toa Kabupaten
Soppeng ................................................................................................... 60
1. Pola Kerukunan Dan Sikap Toleransi Umat Beragama
Desa Watu Toa Kecamatan Mariowawo Kabuaten
Soppeng ........................................................................................ 60
2. Upaya Masyarakat Dalam Menjaga Kerukunan Umat
Beragama Desa Watu Toa Kecamatan Mariowawo
Kabupaten Soppeng ..................................................................... 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 65
B. Saran ..................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61
xiii
DAFTAR TABEL
No Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Desa Watu Toa Berdasarkan Jenis Kelamin.......... 51
4.2 Data Pekerjaan Penduduk Desa Watu Toa.......................................... 51
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
2.1 Bagan Kerang Pikir ............................................................................ 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Lampiran 1 Teks Wawancara................................................................... 68
Lampiran 2 Foto Wawancara ................................................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masyarakat Indonesia memiliki tradisi keberagamaan yang sangat
plural.Tidak hanya agama-agama besar saja yang terlembaga, tapi juga berbagai
aliran kepercayaan. Aliran-aliran kepercayaan ini jumlahnya sangat banyak.
Aliran kepercayaan dengan segala sistem ajaran dan tradisinya merupakan sesuatu
yang hidup dalam masyarakat, bahkan tidak sedikit di antaranya yang sudah eksis
jauh sebelum lahirnya negara Indonesia. Meski tidak sedikit pula yang lahir atau
muncul belakangan.
Karena pada umumnya kepercayaan-kepercayaan yang ada di Indonesia
dianut oleh komunitas yang terbatas dan lebih terfokus pada suatu tempat dalam
sebuah komunitas adat dan biasanya terkait dengan etnis tertentu sehingga
kepercayaan tersebut dikenal dengan sebutan kepercayaan lokal.
Secara ideal, agama merupakan rahmat bagi seluruh alam sebagai
bentuk cinta kasih Allah kepada makhluknya. Cinta kasih itulah yang
semestinya direfleksikan dalam kehidupan melalui hubungan sosial, agar
bisa saling mengenal.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 (Sekjen MPR RI, 2017:43) menyatakan
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan
itu. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa keanekaragaman pemeluk agama
yang ada di Indonesia diberi kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama sesuai
1
2
dengan keyakinannya masing-masing. Namun demikian kebebasan tersebut harus
dilakukan dengan tidak mengganggu dan merugikan umat beragama lain, karena
terganggunya hubungan antar pemeluk berbagai agama akan membawa akibat
yang dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama No. 9 dan 8 tahun 2006, Bab
1, Pasal 1, dalam (Imam Syaukani, 2008:5) kerukunan umat adalah keadaan
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling mengerti, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar RepublikIndonesia tahun 1945. Bahkan Pemerintah mengembangkan
kebijakan trilogi kerukunan, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan
antarumat beragama,dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan artinya adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara
semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, agama, ras dan golongan.
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidakrukunan serta kemampuan untuk hidup bersama. Toleransi
dinamis adalah toleransi aktif melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga
kerukunan umat beragama, bukan dalam bentuk teoritis, melainkan sebagai refleksi dari
kebersamaan umat beragama sebagai suatu bangsa (Suhasran, 2018:66).
Pemerintah Indonesia telah berupaya memberikan perhatian terhadap
pemeliharaan kerukunan umat beragama, dimana hubungan antarumat beragama
sering menimbulkan masalah dan konflik. Klimak dari hubungan yang kurang
baik antarumat beragama ditengarai adanya konflik SARA di Ambon dan Poso
3
yang dianggap sebagaian orang sebagai konflik berlatar belakang agama, antara
pemeluk Islam dan Kristen, karena masing-masing pihak menggunakan simbol-simbol
agama. Ketidakharmonisan hubungan umat beragama antara Islam dan Kristen diduga
sudah lama berlangsung. Dengan adanya hubungan baik dan saling pengertian
diantara umat beragama, terutama kesadaran para pemeluk agama untuk
membangun bangsa dan menyadari bahwa tindakan yang salah dan merugikan
dalam kaitannya dengan agama lain akan memunculkan masalah yang merugikan
bangsa. Tanpa niat yang kuat dari para penganut agama, harmoni antarumat dan
persatuan bangsa tidak akan bisa diciptakan (Turmudzi,2011:529).
Keberagaman dan perbedaan merupakan suatu hal yang wajar terjadi,
terlebih pada keberagaman agama yang didalamnya banyak perbedaan ajaran dan
kultur. Dengan adanya keberagaman dan perbedaan tersebut yang dimiliki
beberapa orang, keberadaan sikap dan cara hidup bertoleransi antar umat
beragama sangat diperlukan dalam menunjang berjalannya kehidupan sosial yang
ada di sekitar kita. Namun apabila sikap dan cara hidup bertoleransi antar umat
beragamaini tidak diterapkan, maka memungkinkan konflik-konflik sosial yang
berlatarbelakang agama akan banyak bermunculan disekitar kita. Konflik sosial
dengan berlatarbelakang agama seringkali terjadi karena sikap fanatisme yang
berlebihan dimiliki oleh suatu pemeluk agama, seperti yang pernah terjadi di
Poso. Konflik sosial ini biasa saja terjadi karena masyarakat menganggap agama
sebagai sesuatu yang sakral, sensitif dan patut untuk diperjuangkan secara
berlebihan. Sebenarnya, upaya melekatkan agama sebagai salah satu faktor
pemicu terjadinya sebuah tindak kekerasan yang terjadi disekitar kita adalah
4
upaya yang salah, karena kekerasan merupakan sifat atau keadaan yang
mengandung kekuatan, dan paksaan yang dapat merugikan diri sendiri ataupun
pihak lain. Selain itu, sebuah tindak kekerasan juga dapat menimbulkan
kerusakan, kehancuran, dan bahkan kematian.
Munculnya berbagai kasus terkait dengan persoalan keagamaan, yang
dipicu oleh beberapa hal antara lain :
1. Pelecehan atau penodaan agama melalui penggunaan simbol-
simbol, maupun istilah-istilah keagamaan dari suatu agama oleh pihak lain secara
tidak bertanggung jawab.
2. Fanatisme agama yang sempit. Fanatisme yang dimaksud adalah
suatu sikap yang mau menang sendiri serta mengabaikan kehadiran umat
beragama lainnya yang memiliki cara/ritual ibadah dan paham agama yang
berbeda.
Adanya diskomunikasi dan miskomunikasi antar umat beragama. Konflik
dapat terjadi karena adanya miskomunikasi (salah paham) dan dikomunikasi
(Pembodohan yang disengaja). (Riza Sihbudi dan Moch.Nurhasim,2006:23).
Situasi konflik agama juga dialami Indonesia dalam dasawarsa terakhir.
Berbagai kerusuhan terjadi di daerah, antara lain di Tasikmalaya, Situbondo,
Kupang, Sambas, Poso dan juga di Maluku. Padahal, Indonesia selama ini
dikenal sebagai bangsa yang plural, beradab, dan memiliki semangat teloransi
antara satu dengan yang lainnya dengan semangat kerukunan. Perbedaan
agama di Indoensia bukan merupakan hal baru, akan tapi sudah terpatri sejak
nenek moyang. Sayang sekali, suasana kerukunan kehidupan di masyarakat
5
itu diusik secara brutal oleh berbagai kepentingan sempit dari pihak-pihak
yang menginginkan Indonesia bercerai-berai melalui konflik sosial.
Upaya untuk membangun kerukunan agama kembali setelah terceraiberainya
masyarakat akibat dari konflik agama sangat diperlukan dalam
membangun harmoni kehidupan. Kerukunan umat beragama merupakan
bagian dari pilar pembangunan yang memberikan pengaruh besar pada
keberhasilan. Dengan semakin mantapnya kerukunan antar umat beragama
maupun intern umat beragama, akan semakin kokoh pula persatuan dan
kesatuan bangsa. Pada saat yang sama, upaya untuk memanfaatkan agama
untuk melegitimasi konflik sosial akan semakin sulit dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.
Kabupaten Soppeng adalah suatu daerah yang sangat menjunjung tinggi
nilai kerukunan, walaupun mereka hidup berbeda agama, namun mampu untuk
menghormati dan menghargai satu sama lain. Di Kabupaten Soppeng bahkan
rumah ibadah berdekatan tetapi mereka merasa tidak terganggu dengan perbedaan
itu, kondisi sosial seperti itulah menjadi salah satu ketertarikan penulis untuk
melakukan penelitian ‘Pola Kerukunan dan Sikap Toleransi Umat Beragama di
Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng’, dan salah satu yang unik di Desa tersebut
mereka yang beragama non muslim mereka satu rumpun dengan orang Muslim
yang membuat penulis untuk mengkaji dan meneliti apa faktor sehingga bisa
terjadi kerukunan umat beragama dan tidak pernah terjadi konflik di desa tersebut.
Namun yang menarik berdasarkan hasil observasi di Desa Watu Toa,
serangkian ketegangan maupun pertentangan sosial yang pernah terjadi di Desa
6
tersebut tidak menjurus ke arah kekerasan, tidak berlarut-larut dan tidak
mempengaruhi kehidupan sosial yang ada di Desa Watu Toa. Hal ini bisa terjadi
karena masyarakat di Desa Watu Toa mampu hidup rukun dan menerapkan sikap
toleransi antar umat beragama di kehidupan sosial sehari-hari yang dilandasi oleh
paham pluralisme. Paham pluralisme adalah cikal bakal dari terbentuknya sikap
dan cara hidup bertoleransi antar umat beragama di Desa Watu Toa. Paham
pluralisme yang diterapkan oleh masyarakat Desa Watu Toa di kehidupan sosial
sehari-hari, memiliki peranan penting dalam membentuk pola pikir dan kesadaran
masyarakat Desa Watu Toa dalam memaknai fenomena multiagama yang ada di
Desa Watu Toa melalui kebenaran obyektif dalam hal beragama yang diusungnya.
Sehingga, kemunculan sikap fanatisme yang berlebihan terhadap salah satu agama
tertentu bisa ditekan dan dibatasi oleh masyarakat Desa Watu Toa.Sehubungan
dengan diperlukannya tindakan secara nyata dalam menunjang berjalannya
kehidupan sosial, masyarakat Desa Watu Toa menerapkan hidup rukun dan
menerapkantoleransi antar umat beragama di kehidupan sosial sehari-hari. Sikap
bertoleransi antar umat beragama yang diterapkan oleh masyarakat Desa Watu
Toa di kehidupan sosial sehari-hari, tidak hanya mampu dilakukan oleh salah satu
individu saja, akan tetapi mampu dilakukan oleh seluruh individu-individu di
Desa Watu Toa secara bersama-sama. Tujuan masyarakat Desa Watu Toa
menerapkan sikap bertoleransi antar umat beragama adalah untuk mencapai
kehidupan sosial yang harmonis. Pencapaian kehidupan sosial yang harmonis
tersebut dapat dilihat dari kemampuan masyarakat Desa Watu Toa untuk hidup
berdampingan di lingkungan sosialnya yang multiagama.
7
Berdasarkan pada latar belakang yang dikemukakan diatas maka penulis
mencoba untuk meneliti pola kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di
Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng.
Didukung oleh peneliti yang lain, yaitu penelitian dari Henrikus Varian
Orlando Yang Berjudul Konstruksi Sosial Atas Sikap Dan Cara Hidup
Bertoleransi Antar Umat Beragama. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
Kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat Dusun Puhsarang untuk hidup
berdampingan di lingkungan sosial yang multiagama merupakan bentuk dari
realitas sosial yang ada di Dusun Puhsarang. Hal ini dikarenakan, kemampuan
tersebut sengaja diciptakan oleh masyarakat Dusun Puhsarang berdasarkan
pengalaman intersubyektif atas sikap dan cara hidup bertoleransi antar umat
beragama yang dilatarbelakngi dengan paham pluralisme dan berhasil diterapkan
secara subyektif maupun obyektif oleh masyarakat Dusun Puhsarang selama
menjalani kehidupan sosialnya.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan kajian ilmiah, oleh karena itu
penulis bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Pola Kerukunan dan
Sikap Toleransi Umat Beragama di Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam
penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi keracunan dalam
pelaksanaan penelitian.
8
Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok
penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pola kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di desa
Watu Toa Kab. Soppeng?
2. Upaya apa yang dilakukan masyarakat umat beragama di Desa Watu Toa
untuk menjaga kerukunan dan toleransi satu sama lain meskipun mereka beda
agama?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di
desa Watu Toa Kab. Soppeng
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan masyarakat umat beragama di
Desa Watu Toa menjaga kerukunan dan toleransi satu sama lain meskipun
mereka beda agama
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan tentang
pentingnya kerukunan umat beragama dan cara hidup toleransi dalam
menjalani kehidupan sosialnya.
9
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Dapat menjadi suatu pengalaman praktis yang berharga sebagai
realisasi dan teori-teori yang diperoleh. Serta menambah pemahaman
tentang sikap bertoleransi dan beragama.
b. Bagi Masyarakat
Memberi masukan kepada masyarakat tentang pentingnya kerukunan
umat beragama dan sikaptoleransi di Desa Watu Toa.
c. Bagi Pembaca
Agar pembaca termotivasi dan tertarik untuk mengetahui sikap
bertoleransi terhadap umat beragama.
E. Definisi Operasional
Untuk lebih konkrit dan jelasnya pembahasan dalam penelitian ini
maka akan didefinisikan istilah-istilah atau yang disebut dengan batasan konsep,
yaitu sebagai berikut:
1. Pola Kerukunan
Pola diartikan sebagaicara kerja yang terdiri dari unsur-unsur terhadap
perilaku dan dapat dipakai untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gejala
perilaku itu sendiri.
2. Kerukunan
Kerukukan antar umat beragama merupakan suatu kondisi dimana
semua golongan agama dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-
10
masing untuk melakukan kewajiban agamanya.Pemeluk agama yang baik
haruslah hidup damai dan rukun.
3. Toleransi
Toleransi merupakan sikap seseorang dimana mampu menanggapi
dengan lapang dada, menghargai, mengakui, menghormati, tidak dendam,
pengertian, terbuka terhadap pendapat, memahami perbedaan, pandangan,
menjaga kepercayaan, kebiasaan, sikap dan sebagainya yang lain atau yang
bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
4. Umat Beragama
Umat beragama adalah seseorang atau kelompok yang menganut atau
meyakini agama tertentu.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Menghindari terjadinya penafsiran yang keliru dalam memahami
variabel-variabel yang terkandung dalam judul pola kerukunan dan sikap
toleransi umat beragama di Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng, maka perlu
kajian konsep dalam penelitian ini.
Penelitian ini difokuskan pada pola kerukunan dan toleransi antar umat
beragama dimana keharmonisan umat beragama akan selalu menyesuaikan
kondisi dan akan mengalami terpaan yang kurang menguntungkan ketika
berhadapan dengan iklim sosial yang kurang kondusif bagi umat beragama. Hal
ini disebabkan karena sebuah budaya selalu berhadapan dengan situasi, kondisi
dan dinamika masyarakat yang berkembang. Tantangan terhadap kerukunan
ternyata tidak semakin berkurang seiring dengan kondusifnya suasana kerukunan
itu sendiri, melainkan justru makin bertambah. Selain permasalahan seputar
rumah ibadat, penyiaran agama, penodaan agama, secara nyata masyarakat dapat
menyaksikan maraknya berbagai paham keagamaan yang berpengaruh terhadap
wajah kerukunan. Seperti adanya beberapa kasus yang disebabkan karena
kecenderungan mementingkan kelompok agamanya, dan juga kurangnya
komunikasi baik antar tokoh agama setempat maupun dengan pemerintah.
Kurangnya pengetahuan mengenai aturan-aturan pemerintah seperti misalnya
pendirian bangunan ibadah, dapat menimbulkan kesalahpahaman dan akibatnya
12
umat Islam menyikapinya dengan adanya kristenisasi sehingga timbullah masalah
yang merusak kerukunan antar umat beragama.
Adanya kerusuhan atau konflik agama terjadi karena tidak ada dialog
dan komunikasi antar umat beragama atau antar tokoh agama. Sebenarnya agama
bukanlah pemicu masalah. Kerusuhan terjadi tidak berdiri sendiri karena faktor
kerukunan, tetapi karena adanya banyak faktor.
Dalam kondisi kehidupan umat beragama yang harmonis, memiliki
solidaritas yang baik, damai, rukun sejahtera dan bermartabat mewujudkan
toleransi dan kerukunan antar umat beragama yang sekaligus sebagai mitra
pemerintah dalam mewujudkan Indonesia kerukunan antar umat beragama.
1. Perilaku Sosial
Perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara
individu dan lingkungannya yang terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan
non sosial yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor
lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.
Teori yang tergabung adalah Teori Behavioral Sociology dan Teori
Exchange. Tokoh aliran ini antara lain: BF Skinner dan George Homans. Metode
penelitian empiris yang digunakan cenderung ke arah metode kuesioner, interview
dan observasi. Variabel penelitian lebih ke Individual. Fokus utama paradigma ini
pada hadiah atau penguatan (rewards) yang menimbulkan perilaku yang
diinginkan dan hukuman (punishment) yang mencegah perilaku yang tak
diinginkan.( Mustaqim,2020)
13
Teori Perilaku Sosial biasa juga disebut Teori belajar dalam Ilmu
Psikologi. Konsep dasar dari teori ini adalah penguat/ganjaran (reward). Teori ini
lebih menitikberatkan pada tingkah laku aktor dan lingkungan.
Bagi Skinner, respons muncul karena adanya penguatan. Ketika dia
mengeluarkan respons tertentu pada kondisi tertentu, maka ketika ada penguatan
atas hal itu, dia akan cenderung mengulangi respons tersebut hingga akhirnya dia
merespons pada situasi yang lebih luas. Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respons akan semakin kuat bila diberi
penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan
penguatannegatif. Penguatan tersebut akan berlangsung stabil dan menghasilkan
perilaku yang menetap. Asumsi dasar teori ini adalah: 1. Behavior is lawful
(perilaku memiliki hukum tertentu); 2. Behavior can be predicted (perilaku dapat
diramalkan);dan3.Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol). Menurut
Skinner,unsuryangterpenting dalam belajar adalah adanya penguatan
(reinforcement)dan hukuman(punishment). Penguatan (reinforcement) adalah
konsekuensiyang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.
Sebaliknya,hukuman(punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitasterjadinyasuatuperilaku.
Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua bagian, yakni penguatan positif dan
penguatannegatif. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
14
(rewarding).Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen,
kado,makanan,dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui,
bertepuktangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
Penguatannegatifadalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkatkarena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak
menyenangkan).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang(menggeleng,kening berkerut, muka kecewa dll).
Skinner mengajukan dua klasifikasi dasar dari perilaku: operants dan
respondents. Operant adalah sesuatu yang dihasilkan, dalam arti organisme
melakukan sesuatu untuk menghilangkan stimulus yang mendorong langsung.
Contohnya, seekor tikus lari keluar dari labirin, atau seseorang yang keluar dari
pintu. Respondent adalah sesuatu yang dimunculkan, di mana organisme
menghasilkan sebuah respondent sebagai hasil langsung dari stimulus spesifik.
Contohnya, seekor anjing yang mengeluarkan air liur ketika melihat dan mencium
bau makanan, atau seseorang yang mengedip ketika udara ditiupkan ke matanya.
Hal ini didasari pada asumsi-asumsi: Belajar itu adalah tingkah laku; Perubahan
tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
Dalam berbicara mengenai perilaku sosial, Skinner tidak membahas
mengenai personality traits atau karakteristik yang dimiliki seseorang. Bagi
15
Skinner, deskripsi kepribadian direduksi dalam kelompok atau respons spesifik
yang cenderung diasosiasikan dalam situasi tertentu. Sehingga untuk
memahaminya jelas dibutuhkan kemampuan untuk menguraikan dan menjelaskan
empat tingkat mendasar analisis sosial dalam satu kesatuan, yakni makro-
subyektif seperti nilai, makro-obyektif seperti birokrasi, mikro-obyektif seperti
pola interaksi dan mikro-subyektif seperti konstruksi sosial.6
Ada dua teori yang termasuk ke dalam paradigma perilaku sosial: 1).
Behavioral Sosiologi dan 2). Teori exchange. Teori Behavioral Sosiologi
dibangun dalam rangka menerapkan prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi.
Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari
tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.
Konsep dasar behavioral sosiologi yang menjadi pemahamannya adalah
reinforcement yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Perulangan tingkah
laku tak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri.
Perulangan dirumuskan dalam pengertiannya terhadap aktor.
2. Solidaritas
a. Teori Solidaritas Ibnu Kaldhun (Ashabiyah)
“Ashabiyah secara etimologis berasal dari kata “ashabah” yang berarti
mengikat kesukuan atau kelompok solidaritas untuk menghadapi pihak luar.
Secara terminologis, menurut Oesman Raliby (Cendekiawan Muslim
Indonesia) mengartikan “Ashabiyah dengan rasa golongan, Muhsin Mahdi
(sejahrawan dan pengamat politik Islam) mengartikannya sebagai social
16
Solidarity (solidaritas sosial), Frans Roshental (Orentalis/sejahrawan)
menerjemahkannya menjadi group feeling (perasaan golongan), Charles Issawi
(orentalis), mengalih bahasakannya dengan solidarity (solidaritas) dan Philip
K.Hitti (orentalis) mengartikannya sebagai tribal spirit (semangat kesukuan) atau
the spirit of the clan (semangat suku atau kaum).
Menurut Abd. al-Raziq al-Makki, dalam karyanya al-Fikr al-Falsafi
„inda Ibn Khaldun, kata “Ashabiyah erat kaitannya dengan kata “ashab yang
berarti hubungan dan kata “ishabah yang berarti ikatan. Awalnya kata “Ashabiyah
berarti ikatan mental, yang menghubungkan orang-orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan. Ini sesuai dengan perkataan orang Arab yang menyebut
keluarga dengan kata “ashabah. (Cyril Glase,1999:117)
Penulis menerjemahkan “Ashabiyah dengan keluarga, kelompok para
sahabat, semangat ras kelompok, patriotisme, nasionalisme, semangat nasional,
dan partai. Namun dalam pembahasan ini penulis memaknai “Ashabiyah dengan
Nasionalisme.
b. Latar Belakang Lahirnya Pemikiran (Ashabiyah).
“Ashabiyah tidak ada kecuali dikalangan orang-orang desa, sementara
bagi kalangan orang-orang kota kadar “Ashabiyah telah berkurang, sekalipun
solidaritas sosial masih kita temukan di kota. Mengapa demikian? Karena
kehidupan kota telah melemahkan “Ashabiyah, akibat terbuai dengan kemewahan
dan kelezatan hidup. Sementara di desa dengan kesederhanaannya ia akan tetap
memelihara kekuatan "Ashabiyah, dengan dan mempertahankan keluarganya serta
17
orang-orang yang tergabung di dalamnya dengan sekuat mungkin. Keluarga yang
dimaksud adalah orang yang berasal dari garis keturunan ayahnya, sebab mereka
inilah yang akan membela Klannya. “Ashabiyah dalam pengertian demikian
adalah terpuji. Sedangkan “Ashabiyah yang tidak terpuji adalah “Ashabiyah atau
solidaritas orang-orang sesuku untuk melawan suku-suku yang lain tanpa
landasan agama, terlepas orang-orang tersebut termasuk penindas atau yang
tertindas. yakni seseorang membenci seseorang yang lain karena orang tersebut
masuk dalam suku X atau suku Y. Perbuatan seperti ini sangat diharamkan,
sejalan dengan ini Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang menyeru pada
(Ashabiyah) tidak termasuk kita”. Oleh karena itu perbuatan ini tidak dibenarkan
dan persaksian pelakunya tidak dapat diterima. (Zainab al-Khudairi, 1995:147)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa “Ashabiyah yang baik
adalah „Ashabiyah yang meliputi satu keluarga dengan perasaan solidaritas yang
berlandaskan agama. Atau dengan kata lain agamalah yang menjadi motivasi satu-
satunya yang mendorong suatu suku memerangi suku Sudah merupakan kodrat
setiap manusia untuk membenci penindasan dan menolak penderitaan yang
mungkin menimpa kaumnya. Adanya hubungan kekeluargaan antara dua orang
yang saling bantu membantu, lebih disebabkan karena adanya hubungan nashab
mengikat pada manusia setiap ummat manusia, yang membuat mereka ikut
merasakan akan setiap penderitaan yang menimpa kaumnya.
c. Peran ‘Ashabiyah Dalam Sosial Politik.
“Ashabiyah merupakan kekuatan politik yang mendorong pembentukan
negara atau dinasti. “Ashabiyah mensyaratkan adanya pemimpin, yakni seorang
18
tokoh yang mendapat dukungan dari keluarganya dan pengikutnya. “Ashabiyah
merupakan kekuatan politik yang mendorong pembentukan negara atau dinasti.
“Ashabiyah mensyaratkan adanya pemimpin, yakni seorang tokoh yang mendapat
dukungan dari keluarga dan pengikutnya. Dalam konsep “Ashabiyah tidak semua
orang bisa menjadi pemimpin, sebab pimpinan diperoleh dengan kemenangan,
oleh karena itu “Ashabiyah pimpinan harus lebih kuat daripada “Ashabiyah
ashabiyah lain agar kemenangan tersebut dapat tewujud.
Menurut Ibnu Khaldun kepemimpinan bukan merupakan kekuasaan
“dejure” tetapi merupakan kekuasaan “de facto” dan kepemimpinan diperoleh
dengan kemenangan, yakni dengan penggunaan kekuatan.
d. Peranan ‘Ashabiyah Dalam Agama
Dalam kehidupan manusia, agama mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana agama mengontrol diri manusia,
sehingga mereka dengan mudah tunduk, patuh dan berkumpul (membentuk
kesatuan sosial). Agama dapat melenyapkan sifat kasar dan bengga diri, serta
melatih untuk menghilangkan perasaan iri dan cemburu. Agama yang dimaksud
Ibn Khaldun pada pembahasan ini mempunyai pengertian al-Din, yang erat
kaitannya dengan syariat. Ini juga mempunyai konotasi hubungan vertikal antara
manusia dengan Allah SWT.
Penyebaran agama pada mulanya memberi kepada dinasti kekuatan lain
disamping solidaritas sosial yang dimiliki sebagai cermin dari jumlah
penyokongnya. Ini disebabkan karena corak agama yang menghilangkan rasa
19
saling cemburu dan iri yang terjadi, sehingga dengan pertolongan Allah bisa
dihadirkan rasa kebersamaan dan mewujudkan pada konsentrasi kebenaran.
Jadi, persatuan itu bukan merupakan hasil usaha atau rekayasa manusia,
tetapi taufiq atau perkenaan dari Allah. Dalam hubungan antara “Ashabiyah dan
agama, menurut Ibnu Khaldun terdapat dampak timbal balik di antara keduanya.
Dalam sebuah pasal dengan judul “Agama memperkokoh kekuatan “Ashabiyah
yang telah dipupuk negara dan jumlah penduduknya”. Ia berkata sebagai berikut:
“semangat agama dapat meredakan pertentangan dan iri hati yang dirasakan oleh
satu anggota dari kelompok itu terhadap anggota lainnya dan menuntun mereka
kearah kebenaran”. Perhatian mereka telah terpusat pada kebenaran maka tidak
ada sesuatu yang dapat menghalangi mereka. Sebab pandangan mereka adalah
sama dan tujuan yang mereka kejar pun serupa dan satu untuk mereka, dan
mereka bersedia berjuang sampai mati.” (A.R. Zainuddin,1992:165).
Agama mempersatukan bahasa, fikiran, tujuan kehidupan mereka.
Dengan adanya unsur agama ini, seluruh perhatian ditumpukkan kepada
kebenaran saja. ”Ashabiyah menopang agama. Dan sebagian suku-suku semisal
suku arab, tidak akan meraih kekuasaan kecuali atas dasar agama. Sebab
“Ashabiyah mereka yang diwarnai kebiadaban, keliaran, dan kebebasan itu saja
tidak cukup. Ibnu Khaldun dalam sebuah pasal al-Muqaddimah dengan judul:
Bangsa Arab tidak mampu mendirikan suatu kerajaan kecuali atas dasar agama,
seperti wahyu seorang nabi atau ajaran seorang Wali. Sebabnya ialah karena
tabiatnya yang keras, sombong, kasar dan iri hati satu sama lainnya, terutama
20
dalam persoalan-persoalan politik. Semua itu menyebabkan mereka menjadi
manusia yang suka diatur, karena keinginan keinginannya sukar terpenuhi.
Tetapi bila mereka memeluk agama yang dibawa seorang Nabi atau
Wali, mereka memiliki prinsip-prinsip batin untuk menguasai hawa nafsu, dan
kesombongan sehingga iri hati mereka dapat ditahan, dengan demikian mudahlah
menyatukan dan membimbing mereka. Sebab agama meniadakan kekasaran dan
kesembongan dan meredakan iri hati dan persaingan.
Menurut Ibnu Khaldun, selain “Ashabiyah, yang menjadi faktor
pendukung bagi tegaknya suatu negara adalah agama (syariat Islam). Karena
kekuasaan dan wibawa politis yang sesuai dengan syariat akan mencegah
timbulnya keburukan-keburukan serta kejahatan-kejahatan yang mudah muncul
bersamaan dengan adanya kekuasaan, misalnya perbuatan sewenang-wenang,
ketidakadilan, dan keinginan bermandikan kesenangan lepas dari kepatuhan.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa agama dapat mengikat hati
manusia menjadi satu, sehingga dapat mewujudkan segala sesuatu yang
dikehendaki oleh ummat atau masyarakat, termasuk untuk mendirikan sebuah
negara ataupun dalam menciptakan ketentraman dan kedamaian dan untuk
melindungi masyarakat atau ummat dari serangan-serangan yang datang dari luar.
Dari ucapan Ibnu Khaldun di atas dapat disimpulkan bahwa solidaritas
sangat penting dala membangun suatu Negara seperti yang terjadi di Kab.
Soppeng di Desa Watu Toa kurangnya solidaritas yang menganggap bahwa
agama dan suku berdiri sendiri tanpa adanya salinng membantu antar umat
21
beragama padahal didalam solidaritas social terdapat suku-suku atau kelompok
yang bekerjasama untuk kepentingan bersama.
1. Pola Kerukunan Antar Umat Beragama
a. Pengertian Kerukunan
Kerukunan berasal dari kata rukun. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan Ketiga tahun 1990, artinya
rukun adalah perihal keadaan hidup rukun atau perkumpulan yang
berdasarkan tolong menolong dan persahabatan. Kata kerukunan berasal dari
kata dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruk nun (rukun) jamaknya arkan
berarti asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar agama
Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai
berikut: Rukun (nomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya
pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan
rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik,
tidak menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama
islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan:
kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat:
penduduk kampng itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan;
(2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa
rukun; kesepakatan: Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya adalah
dari Bahasa Arab, yakni ruknun yang berarti tiang, dasar, atau sila. Jamak
rukun adalah arkaan. Dari kata arkaan diperoleh pengertian, bahwa kerukunan
22
merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan
dari setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud
jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi. Sedangkan yang
dimaksud kehidupan beragama ialah terjadinya hubungan yang baik antara
penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam satu pergaulan dan
kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara, saling menjaga serta
saling menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau kerukunan
hidup bersama
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan
adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan
kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut
sebagai pengakuan hak- hak asasi manusia. Kerukunan diartikan adanya
suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang meskipun mereka
berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa
bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak
rukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai
dan tenteram.
b. Pola Kerukunan Umat Beragama
Departemen Agama (1997:3) menyatakan bahwa Kerukunan Antar
umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan
dinamis serta rukun dan damai diantara sesama umat beragama di Indonesia,
yaitu hubungan harmonis antara sesama umat seagama dan umat beragama
yang berbeda agama serta antara umat beragama dengan pemerintah dalam
23
usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa serta meningkatkan amal
untuk bersama-sama membangun masyarakat sejahtera lahir batin. Sedangkan
Frans (2001:39) menyatakan bahwa dibutuhkan pola bentuk atau model yang
biasa dipakai sebagai dasar untuk membuat atau untuk menghasilkan pola
suatu atau bagian dari sesuatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika
sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang jenis untuk pola
dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan
memamerkan pola.
Secara terminology, menurut Frans Magnis Suseno dalam suharsan
(2018:41) Pola Kerukunan diartikan berada dalam keadaan selaras, tenang
dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk
saling membantu dan kerjasama dalam aspek sosial, pengertian keadaan
rukun merupakan suatu keberadaan semua pihak berada dalam keaadaan
damai satu sama lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana
tenang dan sepakat.
Dalam konteks Indonesia kerukunan umat beragama bisa di bentuk
ketika budaya masyarakat mampu menciptakan sarana pertemuan di luar
konteks agama. Pada posisi inilah dibutuhkan pelestarian arena interkasi umat
dari berbagai agama secara alami. Ruang interkasi yang benar-benar tumbuh
dari kesadaran umat beragama untuk berbaur dengan kelompok agama lain,
bukan karena interkasi yang dipaksakan, pendekatan yang memunkinkan
secara rasional dilakukan untuk memulihkan kerukunan yaitu melalui
24
pendekatan budaya, lembaga dan pemerintah kerja sama tokoh agama dan
masyarakat dan kerja sama masyrakat antar umat beragama itu sendiri.
Kerukunan umat beragama yang menjadi pilar pembangunan nasional
sangat di butuhkan, akan tetapi persatuan nasional akan rentan ketika kondisi
ekonomi, politik dan keamanan tidak sehat. Oleh sebab itu dibutuhkan pola
untuk mewujudkan kerukunan dan persatuan nasional untuk memperbaiki
stimulant pada semua.
Pemerintah dalam hal Departemen agama, berusaha dengan segala dana
daya agar pengembangan dan penyiaran agama dapat memacu pelaksanaan
pembangunan semua sector sehingga pembangunan dibidang agama
merupakan bagian integral dalam Pembangunan Nasional Sesuai dengan arah
pembangunan jangka panjang, bahwa pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah memanfaatkan semaksimal mungkin modal dan potensi dalam negeri
maka pembangunan di bidang agama ialah memanfaatkan semaksimal
mungkin dana dan daya umat beragama Indonesia sendiri.
c. Tri Kerukunan Umat Beragama
Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh
pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar
umat beragama nan rukun. Istilah lainnya ialah ” tri kerukunan “.
1) Kerukunan intern umat beragama.
2) Kerukunan antar umat beragama.
3) Kerukunan antar umat beragama dan pemerintah.
25
Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa
hidup dalam kebersamaan, sekali pun banyak perbedaan. Konsep ini
dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau
pengurangan hak-hak manusia dalam. menjalankan kewajiban dari ajaran-
ajaran agama yang diyakininya.
d. Cara Membangun Kerukunan Umat Beragama
Cara membangun kerukunan dengan berbagai cara sebagai berikut:
1) Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama,
serta antar umat beragama dengan pemerintah.
2) Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya
mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun
dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan
dan sikap toleransi.
3) Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka
memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan
agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar
umat beragama.
4) Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya
dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip
berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan
memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
26
5) Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi
kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak
terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan
maupun sosial keagamaan.
6) Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan
cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama
lain,sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7) Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan
bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang
dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.
e. Strategi Memantapkan Kerukunan Hidup Umat Beragama
Ada beberapa strategi untuk memantapkan kerukunan umat beragama
yaitu sebagai berikut:
1) Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non
formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen
penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
2) Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu
ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta
tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
3) Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama
perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh
lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi
27
kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian
diantara sesama umat beragama. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap
wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani
kerukunan antar umat beragama.
f. Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Islam
Dalam kehidupan bermasyarakat tak jarang kita temu orang yang
berbeda dalam hal agama atau pun pandangan lainnya. Dan berbedaan agama
bukan menjadi alasan untuk kita terpecah belah. Dalam pandangan islam,
orang yang berbeda pandangan agama memiliki posisi yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat. Dan islam sangat menghormati dan menghargai
perbedaan tersebut, bukan dengan menyamakan dengan keyakinan islam
sendiri.
Baginda Nabi Muhammad pernah dibujuk halus oleh pemuka Quraisy
dengan cara menawarkan toleransi beragama, yaitu dengan kaum muslim
dalam sehari menyembah tuhannya para quraisy dan penganut agama pagan,
serta hari berikutnya seluruh kaum quraisy akan menyembah Allah ta’ala
Tuhannya Rasulullah dan kaum muslim. Pada saat itu juga turun wahyu surat
Al Kafirun, dan Rasulullah membacakannya didepan para pemuka
Quraisy Katakanlah:
ـ بسم حم حي ٱلل ٱلر ن ٱلر
28
فرون ) ـ أيہا ٱلڪ ـ بدون أنتم ول ( ٢) تعبدون ما أعبد ل ( ١قل ي ـ ا عابد أنا ول ( ٣ أعبد )ما ع ول ( ٤) عبدتم م
بدون أنتم ـ ( ٦) دين ولى دينكم لكم ( ٥) أعبد ما ع
Terjemahan:
“Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. (2)Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (3)
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4)
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6).”(Q.S
Al- Kafirun)
Dalam konsep toleransi yang ditawarkan orang Quraisy sangat lah salah
besar, karena dalam toleransi beragama berarti memberikan kebebasan orang
untuk menjalankan agama atau ibadahnya sesuai dengan kepercayaannya
masing masing tanpa adanya gangguan atau paksaan.
2. Toleransi Antar Umat Beragama
a. Pengertian Toleransi
Kata toleransi berasal dari bahasa latin “tolerare” yang artinya bertahan,
memikul. Toleran berarti saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak
disukai atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak
tidak sependapat. Pihak lain tidak dipaksa, pendapat pihak lain tidak
dicampuri. Itu berarti bahwa toleransi menunjuk pada adanya suatu kerelaan
untuk menerima kenyataan adanya orang yang lain disekitar dan disamping
kita. Walaupun itu tidak berarti pula kepercayaan masing-masing harus
diserahkan. Toleransi pun harus dibedakan dari konformisme, yaitu menerima
29
saja apa yang dikatakan orang lain, asal ada perdamaian dan kerukunan. Jadi
toleransi merupakan kerukunan umat beragama, yang dengan dasar dan titik
tolak yang berbeda-beda, saling memikul untuk mencapai satu tujuan
tertentu. Sikap toleransi diwujudkan dalam bentuk interaksi dan kerja sama
antara berbagai golongan. (Rina,2009:12).
Umat Islam Indonesia telah mewujudkan sikap toleransi kepada
pemeluk agama lain pada saat merumuskan piagam Jakarta yang merupakan
embrio untuk persiapan rumusan Pembukaan UUD 1945.
Jadi dapat disimpulkan toleransi adalah sikap-sikap toleran memang
ditujukan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang lain atau kelompok
yang berbeda pendapat, agama, budaya, dan ras. Dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, toleransi menjadi semacam sikap yang harus dimiliki oleh
setiap orang.
b. Tujuan Toleransi
Jurhanuddin dalam bukunya Amirullah Syarbini (2011:129)
berpendapat bahwa tujuan toleransi umat beragama adalah:
Pertama, meningkatkan keimanan dan ketakwaan masing- masing
agama. Masing-masing agama dengan kenyataan adanya agama lain, akan
semakin mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran
agamanya serta semakin berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran
agamanya.
30
Kedua, mewujudkan stabilitas nasional yang mantab. Dengan adanya
toleransi umat beragama, secara praktis ketegangan- ketegangan
yangditimbulkan karena perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan
keagamaan dapat dihindari. Apabila kehidupan beragama rukun dan saling
menghormati, maka stabilitas negara akan terjaga.
Ketiga, menunjung dan menyukseskan pembangunan. Usaha
pembangunan akan sukses apabila didukung dan ditopang oleh segenap
lapisan masyarakat. Sedangkan jika umat beragama selalu bertikai dan saling
menodai, tentu tidak dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta
mebangun pembangunan, bahkan dapat berakibat sebaliknya.
Keempat, memelihara dan mempererat persaudaraan. Rasa
kebersamaan dan kebangsaan akan terpelihara dan terbina dengan baik
apabila kepentingan pribadi dan golongan dapat dikurangi.
c. Jenis-jenis Toleransi
1) Toleransi terhadap sesama muslim merupakan suatu kewajiban, karena di
samping sebagai tuntutan sosial juga merupakan wujud persaudaraan yang
terikat oleh tali aqidah yang sama. Bahkan dalam hadis nabi dijelaskan
bahwa seseorang tidak sempurna imannya jika tidak memiliki rasa kasih
sayang dan tenggang rasa terhadap saudaranya yang lain.
2) Adapun toleransi terhadap non muslim mempunyai batasan tertentu
selama mereka mau menghargai kita, dan tidak mengusir kita dari
kampung halaman. Mereka pun harus kita hargai karena pada dasarnya
sama sebagai makhluk Allah.
31
d. Implementasi Sikap Toleransi
Pelaksanaan sikap toleransi harus didasari sikap kelapangan dada
terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang
sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. Jelas bahwa
toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan
menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip
sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaanya hanya pada aspek-aspek yang detail
dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil. Sebenarnya toleransi lahir
dari watak Islam, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an dapat dengan
mudah mendukung etika perbedaan dan toleransi. Al-Qur‟an tidak hanya
mengharapkan, tetapi juga menerima kenyataan perbedaan dan keragaman.
e. Toleransi Kehidupan Beragama
Keragaman beragama dalam segala segi kehidupan merupakan realitas
yang tidak mungkin untuk dihindari. Keragaman tersebut menyimpan potensi
yang dapat memperkaya warna hidup. Setiap pihak, baik individu maupun
komunitas dapat menunjukkan eksistensi dirinya dalam interaksi sosial yang
harmonis. Namun, dalam keragaman tersimpan juga potensi destruktif yang
meresahkan yang dapat menghilangkan kekayaan khazanah kehidupan yang
sarat keragaman. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan agar potensi
destruktif ini tidak meledak dan berkelanjutan. Salah satu cara yang banyak
dilakukan adalah memperkokoh nilai toleransi beragama.
Toleransi menurut KBBI (Alwi, et al., 2002:1478) adalah sifat atau
sikap toleran. Sikap toleran yang dimaksud adalah sikap menenggang
32
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakukan, dsb.) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri. Toleransi beragama dapat diartikan sebagai sikap
menenggang terhadap ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia dan
lingkungannya.
Pada masyarakat yang multiagama, Harold Howard (Saefullah dalam
Suryana,2011:133) mengatakan bahwa ada tiga prinsip umum dalam
merespon keanekaragaman agama: pertama, logika bersama, Yang satu yang
berwujud banyak. Kedua, agama sebagai alat, karenanya wahyu dan doktrin
dari agama- agama adalah jalan atau dalam tradisi Islam disebut syariat untuk
menuju Yang Satu. Ketiga, pengenaan kriteria yang mengabsahkan,
maksudnya mengenakan kriteria sendiri pada agama-agama lain.
Toleransi kehidupan beragama di masyarakat Indonesia perlu
ditingkatkan mengingat ada lima agama yang diakui resmi oleh pemerintah,
yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Suryana
(2011:133) menyatakan bahwa kerukunan beragama tidak berarti
merelatifkan agama-agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas
(sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai
unsur dari agama totalitas tersebut. Urgensi dari kerukunan adalah
mewujudkan kesatuan pandangan dan sikap guna melahirkan kesatuan
perbuatan dan tindakan serta tanggung jawab bersama sehingga tidak ada
33
pihak yang melepaskan diri dari tanggung jawab atau menyalahkan pihak
lain. Kerukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni istilah dalam
konteks sosial, budaya, dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang
melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda
atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya
toleransi beragama, yakni penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.
Dalam pengertian yang luas toleransi lebih terarah pada pemberian
tempat yang luas bagi keberagaman dan perbedaan yang ada pada individu
atau kelompok-kelompok lain. Oleh sebab itu, perlu ditekankan bahwa tidak
benar bilamana toleransi dimaknai sebagai pengebirian hak-hak individu atau
kelompok tertentu untuk disesuaikan dengan kondisi atau keadaan orang atau
kelompok lain, atau sebaliknya mengorbankan hak-hak orang lain untuk
dialihkan sesuai dengan keadaan atau kondisi kelompok tertentu. Toleransi
justru sangat menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada
pada masing-masing individu atau kelompok tersebut, namun di dalamnya
diikat dan disatukan dalam kerangka kebersamaan untuk kepentingan yang
sama. Toleransi adalah penghormatan, penerimaan dan penghargaan tentang
keragaman yang kaya akan kebudayaan dunia kita, bentuk ekspresi kita dan
tata cara sebagai manusia. Hal itu dipelihara oleh pengetahuan, keterbukaan,
komunikasi, dan kebebasan pemikiran, kata hati dan kepercayaan. Toleransi
adalah harmoni dalam perbedaan (UNESCO APNIEVE) dalam (Endang,
2013: 92)
34
Toleransi terhadap keragaman mengandung pengertian bahwa setiap
orang harus mampu melihat perbedaan pada diri orang lain atau kelompok
lain sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertentangkan. Sesuatu yang berbeda
pada orang lain hendaknya dipandang sebagai bagian yang dapat menjadi
kontribusi bagi kekayaan budaya sehingga perbedaan-perbedaan yang ada
akan memiliki nilai manfaat apabila digali dan dipahami dengan lebih arif.
Imron (2000: 95) mengatakan bahwa diperlukan keteladanan para pemimpin
agama (ulama, pastur, pendeta, dan lain sebagainya) dan pemimpin organisasi
keagamaan dalam kehidupan sosial masyarakat baik dalam berbicara,
bersikap, maupun berperilaku. Para pemimpin ini perlu menunjukkan sikap
dan tindakan yang bersahabat dengan individu maupun kelompok yang
menganut agama lain, atau agama yang sama tetapi berbeda faham. Suasana
sejuk yang jauh dari konflik perlu diusahakan oleh para pemimpin ini. Bukan
sebaliknya menjadi provokator dalam menghidupkan fanatisme buta pada
agama sehingga menganggap kelompok beragama lain sebagai musuhnya.
Selain itu, Imron (2000:95) menambahkan perlunya mengefektifkan dan
mengintensifkan forum komunikasi antar-pemimpin umat beragama secara
terprogram dan kontinyu. Dengan forum komunikasi itu, para pemimpin
agama dapat duduk semeja menjalin hubungan akrab di antara mereka
sehingga tercipta suasana psikologis dan politis yang kondusif.
f. Toleransi Beragama
Toleransi beragama memiliki arti sikap lapang dada seseorang untuk
menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah
35
mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini
tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun
dari keluarganya sekalipun.
Adapun kaitannya dengan agama, pengertian toleransi beragama adalah
toleransi yang mencakup masalah – masalah keyakinan pada diri manusia
yang berhubungan dengan akidah atau yang berhubungan dengan ke-Tuhanan
yang diyakininya.
Toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama, yang
didasarkan kepada setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu
sendiri dan mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan system dan cara
tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang
yang pemeluknya atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan hidup antar
umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah keagamaan,
melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu agama dalam
pergaulan hidup antara orang yang seagama, dalam masalah-masalah
kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.
g. Tindakan Intoleransi dalam Kehidupan Beragama
Tindakan intoleransi dalam kehidupan beragama sering menimbulkan
teror di masyarakat. Terorisme secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau
ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dalam
masyarakat (Hakim,2004). Dengan berdalih pada agama seseorang atau
sekelompok orang melakukan kekerasan terhadap orang lain sehingga orang
lain atau kelompok merasa takut atau terancam hidupnya.
36
Tindakan intoleransi sering mengarah pada radikalisme. Alwi, et al.
(2002:919) mengartikan radikalisme adalah paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis. Paham ini menganggap apa yang diyakini sebagai
suatu kebenaran yang harus disebarluaskan kepada masyarakat agar terjadi
perubahan dalam masyarakat sesuai dengan keyakinan yang dianut. Cara
yang dilakukan dengan memaksakan kehendak kepada orang lain atau
menimbulkan kekerasan dan teror menimbulkan konflik sosial.
Pembahasan radikalisme yang sering menimbulkan kerusuhan dan
konflik sosial sering dikaitkan dengan agama. Imron (2000: 86) menyebutkan
minimal ada dua alasan mengapa dimensi agama perlu ditekankan dalam
pembahasan mengenai kerusuhan ataupun konflik sosial. Pertama, adanya
indikasi bahwa modernisasi sosial-ekonomi di berbagai tempat yang
berpenduduk muslim, justru mendorong peningkatan religiusitas, bukan
sekularisme. Walaupun peningkatan religiusitas juga terjadi di kalangan
pemeluk agama lain, yang terjadi pada umat Islam sangat mencolok.
Persoalannya adalah bahwa proses itu ternyata memuat potensi yang dapat
mengganggu keselarasan dalam hubungan antarumat beragama. Dalam
masyarakat seperti itu, militansi cenderung meningkat, fundamentalisme
berkembang, toleransi antar pemeluk agama menurun. Kedua, adanya dugaan
bahwa proses yang sama menghasilkan pengenduran hubungan antara
sebagian pemeluk agama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang
melayaninya.
37
Tindakan radikalisme sering juga terjadi pada umat Islam. Arif (2010:
113) menyatakan bahwa radikalisme Islam sering muncul di “Islam Kota”
yang tidak berada pada rengkuhan budaya Islam. Dia menyatakan bahwa
pesantren adalah wujud “Islam desa” yang tidak terjadi radikalisme karena
Islam telah lama tumbuh dalam struktur budaya di pesantren. Berbeda dengan
itu, “Islam kota” sering terseret pada globalisasi Islam karena budaya Islam
kurang merengkuh dengan baik. Sebagian besar aktivis Islam tidak
mengenyam pendidikan kultural Islam seperti pesantren. Hal ini
menyebabkan pemahaman para aktivis terhadap agama sangat dangkal dan
tidak substansial. Aktivis yang semacam inilah yang sering bertindak secara
radikal karena mudah tersulut oleh provokasi dari lingkungannya.
B. Penelitian yang relevan
1. Suharsan. 2018.skripsi. Penelitian ini berjudul “Pola Kerukunan Umat
Beragama di Kabupaten Soppeng”. Hasil penelitian ini menunjukkan realitas
kehidupan umat beragama di Kabupaten Soppeng melihat kerja sama dan
kegiatan yang sering dilakukan bersama antar umat beragama di kabupaten
Soppeng, dan pola kerukunan umat beragama di kabupaten Soppeng bentuk
kerja sama yang sering dilakukan yaitu mengadakan pertemuan antar tokoh
umat beragama untuk membicarakan kerukunan dan meningkatkan
keharmonisan antar umat beragama, dan faktor pendukung terjadinya
kerukunan umat beragama di kabupaten Soppeng merupakan salah satu
pondasi untuk menjaga kerukunan umat beragama dan keharmonisan
masayarakat, adanya saling mengerti saling memahami satu sama lain
38
sehingga terjalinya komunikasi interaksi dan kerja sama bisa berjalan dengan
baik, kerukunan umat beragama bisa berjalan dengan semestinya harus saling
memahami, adanya pemahaman tentang kerukunan merupakan jalan
terjadinya kedamaian di antara masayrakat yang berbeda
keyakinan.Kerukunan umat beragama yaitu kesediaan menerima perbedaan
dengan menumbuhkan sikap saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam pengalaman ajaran agama dan kerjasama dalam
kehidupan bermasayrakat.
2. Umi Maftukhah 2014 dalam penelitianya “Kerukuan Antar Umat
Beragama dalam Masyarakat Plural Studi Kerukunan antar umat beragama
Islam, Kristen Protestan, Katolik dan Budha di dusun Losari, Kelurahan
Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang” tahun 2014 bahwa setelah
melakukan penelitian mendapatkan hasil bahwa adanya corak kerukunan
antar umat beragama dari semua umat beragama yang terlihat dari bentuk
kerukunan saat perayaan hari besar Keagamaan semua umat beragama yang
saling bertoleransi bekerja sama tanpa memandang perbedaan agama yang
ada. Adanya peran tokoh agama untuk membantu mempertahankan
kerukunan yang ada yaitu adanya rasa patuh yang diberikan masyarakat
kepada pemimpin yang berbeda agama, menetukan adanya sikap tunduk
untuk mencapai tujuan bersama (goal attainment) dengan adanya hubungan
yang satu dengan yang lainya, maka masyarakat dapat mengatasi terjadinya
konflik antar umat beragama. Dalam pergaulan dari masing-masing tetap ada
sesuatu yang dipertahankan yaitu prinsip agama dan diyakinya dan norma
39
budaya.
3. Penelitian yang ditulis oleh Amantun Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang yang berjudul Kerukunan Antar Umat Beragama studi
hubungan Islam dengan Kristen di Desa Losari, di Kecamatan Grabag,
Kabupaten Magelang. Skripsi ini membahas pola kerukunan umat Islam dan
Kristen di Desa Losari yaitu faktor- faktor yang mendukung dan
menghambat proses kerukunan antar umat beragama dalam umat Islam dan
Kristen, namun penelitian ini hanya membahas hubungan Islam dan Kristen
saja yang ada di Desa Losari, Bedanya dengan penelitian ini yaitu membahas
Kerukunan Antar Umat Beragama di Kecamatan Lalabata di Kabupaten
Soppeng dan penulis melihat faktor-faktor penyebab kerukunan umat
beragama dan bagaimana bentuk kerukunan umat beragama di Kecamatan
Lalabata, Kabupaten Soppeng.
Berbagai hasil studi dan penelitian terdahulu yang dikaji menurut
relevansi dengan masalah pokok yang diteliti, akan tetapi dilihat dari konteks
waktu dan tempat tidak ditemukan penelitian yang sama sebelumnya dengan
pola-pola kerukunan umat Beragama di Kabupaten Soppeng sehingga
penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya dan perlu
dilakukan.
C. Kerangka Pikir
Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia.
Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan
tenteram dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta
40
dalam menjalankan ibadahnya. Kerukunan umat beragama yaitu hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran
agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat
beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam
memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan
pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus
memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan
telah terdaftar di pemerintah daerah.
keanekaragaman pemeluk agama yang ada di Indonesia diberi
kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya
masing-masing. Namun demikian kebebasan tersebut harus dilakukan
dengan tidak mengganggu dan merugikan umat beragama lain, karena
terganggunya hubungan antar pemeluk berbagai agama akan membawa
akibat yang dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kerukunan umat beragama sangat diperlukan, agar bisa menjalani
kehidupan beragama dan bermasyarakat di bumi Indonesia ini dengan damai,
sejahtera, dan jauh dari kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Dengan
begitu, agenda- agenda kemanusiaan yang seharusnya dilakukan dengan
kerja sama antaragama, seperti memberantas kemiskinan, memerangi
kebodohan, mencegah korupsi, membentuk pemerintahan yang bersih, serta
memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya.
41
Agenda-agenda tersebut, jelas tidak dapat dilaksanakan dengan
optimal, jika masalah kerukunan umat beragama belum terselesaikan. Fakta
menjelaskan meskipun setiap agama mengajarkan tentang kedamaian dan
keselarasan hidup, realitas menunjukkan pluralisme agama bisa memicu
pemeluknya saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis ini
dapat mempunyai dampak yang amat mendalam dan cenderung meluas.
Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko sosial, politik
maupun ekonomi yang besar.
Melihat di Kabupaten Soppeng ini, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui secara mendalam, karena Kabupaten Soppeng adalah dearah
yang sangat menjunjung tinggi nilai kerukunan, walaupun mereka hidup
dalam berbeda agama, namun mereka mampu untuk menghormati satu sama
lain, saling menghargai dan menyayangi, bekerjasama dalam membangun
kerukunan di Kabupaten Soppeng, satu hal yang menarik dalam kerukunan
umat beragama di Kabupaten Soppeng yaitu semua rumah ibadah berdekatan
dan masyarakat yang berada di sekitar rumah ibadah tersebut tidak merasa
terganggu pada saat umat agama lain melaksanakan ibadahnya, masyarakat
di daerah tersebut tidak perna merasa terganggu adanya perbedahan.karena
Kerukunan dalam kehidupan akan dapat melahirkan karya-karya besar yang
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya konflik pertikaian
dapat menimbulkan kerusakan di bumi. Manusia sebagai mahkluk sosial
membutuhkan keberadaan orang lain dan hal ini akan dapat terpenuhi jika
nilai-nilai kerukunan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
42
Kerukunan dapat diklasifikan menjadi dua yaitu kerukunan antar umat islam
dan kerukunan antar umat baragama atau antar umat manusia pada
umumnya.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui Bagaimana pola
kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di desa watu toa Kabupaten
Soppeng. Berdasarkan kerangka pikir maka bagan kerangka pikir
digambarkan dibawah ini
Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2.1 kerangka pikir
D. Proposisi Penelitian
Proposisi adalah dugaan sementara dari sebuah penelitian terhadap
fenomena yang terjadi. Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka proposisi
penelitian adalah sebagai berikut:
Perbedaan
agama
Masyarakat
Kab.Soppeng
Kerukunan Toleransi
Pola kerukunan dan toleransi antar umat beragama
43
1. Pola kerukunan terbentuk karena kerja sama antara sesama umat dan
dengan saling menjaga dan menghormati penganut agama adanya
peran penting tokoh agama, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri
yang paham dan mengerti yang namanya perbedaan dan adanya lembaga
pemerintah sebagai penunjang terciptanya kerukunan umat beragama,
karena agama itu membawa kedamaian dan keselamatan bagi
penganutnya
2. Upaya toleransi sangat berperan penting demi tercipta salin pengertian,
saling menghormati, menghargai kesataraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
lapangan (Field research) dengan menggunakan jenis penelitian Deskriptif
Kualitatif, berupa deskripsi tentang Pola Kerukunan Umat Beragama di,
Kabupaten Soppeng.
Penelitian kualitatif dipilih agar hasil penelitian tidak bertolak dari teori
saja, melainkan dari fakta sebagaimana adanya di lapangan sehingga
menjamin keaslian sumber data. Metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan dengan teknik
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011).
2. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan Fenomenologi berasal dari kata Yunani Phainomena
(yang berakar kata Phanein yang berarti nampak). Pendekatan ini sering di
gunakan untuk merujuk ke semua obyek yang masih dianggap eksternal
42
dan secara paradigmatic harus di sebut obyektif (dalam arti belum menjadi
subyektifitas konseptual manusia). Menurut Tuffour (2017) Fenomenologi
adalah gejalah dalam situasi alamiah yang kompleks yang hanya mungkin
menjadi bagian dari alam kesadaran manusia.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi Penelitian ini di Desa Watu Toa Kecematan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng, permasalahan yang terjadi di
Kabupaten Soppeng mereka yang beragama non Muslim mereka satu
rumpun dengan orang Muslim yang ada di desa tersebut, mereka merasa
tidak terganggu dengan perbedaan itu maka dari itu peneliti tertarik untuk
mengetahui pola kerukunan dan toleransi antar umat beragama
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 2 bulan mulai bulan September
sampai dengan Oktober 2020
No. Jenis Kegiatan September 2020 Oktober 2020
I II III IV I II III IV
1 Penyusunan judul
2 Penyusunan proposal
3 Konsultasi pembimbing
4 Seminar proposal
5 Pengurusan izin penelitian
43
C. Fokus Penelitian
Untuk menjawab permasalahan diatas, penulis memfokuskan pada pola
kerukunan dan toleransi antar uamat beragama dengan menjabarkan sebagai
berikut:
1. Pola kerukunan umat beragama di desa watu toa Kabupaten
Soppeng.
2. Sikap toleransi umat beragama di desa watu toa Kabupaten Soppeng.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan informasi yang telah memberikan data
yang diperlukan oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara dengan
beberapa orang yang di anggap dapat memberikan data atau informasi yang
benar dan akurat terhadap yang diteliti. Oleh karena itu dalam penelitian
kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Informan dalam penenitian ini adalah:
1. Tokoh masyarakat Soppeng 10 orang informan.
2. Tokoh agama Islam dan Kristen masing-masing 2 orang informan.
E. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Apabila penelitian menggunakan lembar observasi atau wawancara
dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut disebut responden,
yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian,
baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Sumber data yang menjadi bahan baku
44
penelitian, untuk diolah merupakan data yang berwujud data primer dan
sekunder.
a. Data Primer
Sumber data primer, yaitu Data Primer Yaitu data empiris yang
diperoleh dari lapangan berdasarkan hasil wawancara bersama informan
penelitian dan hasil observasi.
Teknik penentuan Informan pada penelitian ini, yakni informan
dipilih dengan cara Purposive sampling. Penggunaan pendekatan ini
diharapkan dapat memberi informasi dari orang perindividu atau
kelompok masayrakat. Peneliti akan mendapatkan fakta-fakta dari
pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, ide-ide pengalaman-pengalaman
tentang implementasi Kerukunan umat Beragama di Kabupaten Soppeng
serta fenomena Sosial secara umum di Kabupaten Soppeng.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil tidak secara langsung
dari sumbernya, data sekunder diambil dari berbagai dokumen-dokumen
grafis (Tabel, catatan, notulen rapat, sms dan lain-lain) foto-foto, film ,
rekaman vidio, dan benda-benda yang dapat memperkaya data primer
seperti laporan,buku-buku, karya tulis atau majalah ataupun seseorang
yang mendapatkan informasi dari orang lain yang berkaitan dengan
penelitian.
45
F. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama dalam Human Instrumen.
Adapun alat bantu penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Pedoman wawancara, adalah alat yang digunakan dalam melakukan
wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari
informan yang berupa daftar pertanyaan.
b. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai alat untuk
mencatat informasi yang didapat pada saat wawancara.
c. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh penelitian pada
saat melakukan pengamatan langsung di lapangan.
d. Catatan dokumentasi, adalah data pendukung yang dikumpulkan sebagai
penguatan data observasi dan wawancara yang berupa gambar, data
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
e. Kamera ponsel, sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan peneliti.
G. Teknik Pengumpulan Data
Metode Proses Pengumpulan data pada penelitian ini, yakni peneliti
terlibat langsung di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang sebenarnya
dari masyarakat di desa watu toa Kabupaten Soppeng, untuk menghindari
46
terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam hasil penelitian yang akan diperoleh
nantinya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu.
1. Observasi
Teknik observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena
yang di lakukan secara sistematis. Observasi yang dipilih pada penelitian ini
yakni observasi partisipatif. Peneliti mengikuti kegiatan keseharian yang
dilakukan informan dalam waktu tertentu, memerhatikan apa yang terjadi,
mendengarkan apa yang dikatakan, mempertanyakan kepada informan yang
menarik dan mempelajari dokumen yang dimiliki.
2. Wawancara
Teknik Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data melalui
komunikasi, yakni proses Tanya jawab antara pengumpul data (pewawancara)
dengan sumber data (Narasumber). Penelitian ini menggunakan jenis
wawancara bebas terpimpin, yakni peneliti mengunjungi lansung kerumah
atau tempat tinggal tokoh masyarakat dan tokoh agama atau orang yang akan
diwawancarai untuk menanyakan secara lansung hal-hal yang perlu
ditanyakan.
Untuk memahami pola-pola kerukunan umat beragama di Kabupaten
Soppeng maka teknik yang di gunakan adalah teknik wawancara tidak
berstruktur atau wawancara mendalam (indepth interview), wawancara tidak
terstruktur terdiri dari wawancara terarah dan wawancara tidak terarah.
Melalui wawancara terarah diharapkan dapat mengumpulkan informasi
47
sebanyak mungkin dari Informan yang dipilih umtuk dijadikan pedoman
mewakili yang lain sehingga dapat diungkap berbagai persoalan yang
berkaitan dengan fokus studi yaitu Pola kerukunan umat beragama di
Kabupaten Soppeng.
3. Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi, Pengumpulan data pada penelitian ini yakni
penulis menggunakan kamera dan alat tulis untuk membantu mengumpulkan
data-data secara akurat untuk megnhindari kesalahan penyusunan dalam hasil
penelitian.
H. Teknik Analisis Data
Melakukan Data yang diperoleh dari responden melalui teknik
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang
pendapat, pengetahuan, pengalaman dan aspek lainnyan untuk dianalisa dan
disajikan memiliki makna.
Menurut Muhalammad Idrus (2009:147) untuk menggunakan analisis
data berdasarkan langlah-langkah berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data bertujuan untuk memudahkan membuat kesimpulan
terhadap data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian. Reduksi
data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan yang tertulis dilapangan. Apabila data sudah terkumpul, langkah
selanjutnya adalah mereduksi yaitu menggolongkan, mengarahkan,
48
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikannya sehingga
nantinya mudah dilakukan penarikan kesimpulan. Data yang direduksi
yaitu data yang diperoleh melalui wawancara yang meliputi penanaman
nilai karakter oleh guru sejarah. Setelah data diperoleh, kemudian
digolongkan berdasarkan sub-sub kajian yang dipelajari. Hal ini
dilakukan karena data yang didapat tidak urut. Jika data kurang lengkap
maka peneliti mencari kembali data yang diperlukan di lapangan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif, yang merupakan rangkaian
kalimat yang disusun secara sistematis. Penyajian data dalam penelitian
kualitatif dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga peneliti
lebih mudah dalam menarik kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan
Dalam penarika kesimpulan penelitian, semua hasil observasi,
wawancara, temuan dokumentasi harus diproses dan dianalisis, setelah
data disajikan maka proses selanjutnya adalah penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Data yang terkumpul melalui reduksi data kemudian
penyajian data sehingga menjadi data yang siap disajikan dan akhirnya
dapat ditarik menjadi suatu kesimpulan hasil penelitian.
49
I. Teknik Keabsahan data
Teknik keabsahan data adalah proses mentriangulasi tiga data yang
terdiri dari data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Adapun alat yang
digunakan untuk menguji keabsahan data yaitu :
1. Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber pengolahan data. Disini peneliti
melakukan wawancara tentang masjid dijadikan peningkatan spiritual
siswa secara mendalam dan observasi.
2. Triangulasi Metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi
atau data dengan cara yang berbeda.
3. Triangulasi Teknik, menurut Sugiyono (2011 : 330) triangulasi teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-
beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti
menggunakan observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi
untuk sumber data.
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng
Desa Watu Toa merupakan salah satu desa yang dibangun pada tahun
1991 dengan jumlah penduduk sebanyak 5.291 jiwa dengan luas wilayah 4.225
ha yang terdiri dari 4 dusun. Desa Watu Toa memiliki dua musim yaitu musim
hujan dan kemarau, dimana musim hujan biasanya terjadi di bulan April dan
musim kemarau di bulan Agustus.
Desa Watu Toa salah satu desa yang penduduknya terbagi atas dua
keyakinan agama yaitu agama Islam dan Kristen, namun penduduk Desa Watu
Toa mayoritas penduduknya beragama Islam. Keadaan ekonomi yang terbesar
ada di petani, namun ada juga yang berprofesi sebagai tambak ikan dan pekebun
jagung.
B. Letak Geografi dan Topografi Desa Watu Toa
Luas Wilayah Desa Watu Toa 4.762 ha dengan ketinggian tanah 52 m
yang berada di Kecamatan Marioriwawo. Adapun batasan wilayah Desa Watu
Toa iyalah Sebelah timur berbatasan dengan Desa Congko dan di sebelah barat
berbatasan dengan Desa Gattareng Toa. Adapun jumlah penduduk yang dimiliki
oleh Desa Watu Toa yang dibagi atas jenis kelamin adalah sebagai berikut:
51
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Desa Watu Toa berdasarkan Jenis Kelamin
No Jumlah Penduduk Laki-Laki Perempuan
1 5.291 2.289 3.002
Total 2.289 3.002
Sumber Data: Data Statistik Desa Watu Toa
Berdasarkan data di atas jumlah penduduk Desa Watu Toa sebanyak
5.291 jiwa yang dimana diantaranya laki-laki berjumlah 2.289 jiwa dan
perempuan berjumlah 3.002 jiwa.
Mayoritas penduduk Desa Watu Toa berprofesi sebagai petani, namun
ada juga yang berprofesi sebagai PNS, Wiraswasta dan masih banyak lagi.
Adapun rincian pekerjaan masyarakat Desa Watu Toa adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Data Pekerjaan Penduduk Desa Watu Toa
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 3.022
2 Pedagang 543
3 PNS 332
4 Buruh 187
Sumber Data: Data Statistik Desa Watu Toa
Berdasarkan data di atas mayoritas masyarakat Desa Watu Toa
bekerja sebagai petani yang berjumlah 3.022 jiwa, yang bekerja sebagai
52
pedagang sebanyak 543 jiwa, untuk yang bekerja sebagai PNS sebanyak 332
jiwa, sedangkan yang bekerja sebagai buruh sebanyak 187 jiwa.
53
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pola Kerukunan Dan Sikap Toleransi Umat Beragama di Desa Watu
Toa Kecamatan Mariowawo Kabupaten Soppeng
Desa Watu Toa merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk
yang cukup banyak di Kecamatan Marioriwawo sebanyak 5291 jiwa.
Adapun rincian jumlah penduduk berdasarkan agama.
Tabel 4.
Jumlah Penduduk Desa Watu Toa Berdasarkan Agama
No Jumlah Penduduk Agama Islam Agama Kristen
1 5291 5176 115
Sumber Data: Data Pemerintahan Desa Watu Toa
Berdasarkan data penduduk Desa Watu Toa di atas perbedaan
agama di Desa Watu Toa adalah total jumlah penduduk sebanyak 5.291 jiwa
dan yang beragama Islam sebanyak 5.176 jiwa dan yang beragama Kristen
sebanyak 115 Jiwa.
Pola kerukunan merupakan suatu sikap yang toleransi, sikap saling
menghormati dan menghargai, dan melakukan kerjasama dalam kehidupan
sosial. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada
Pak Noimbidi S.Th selaku pendeta Desa Watu Toa pad tanggal 12 Oktober
2020:
54
“Kerukunan merupakan suatu sikap yang saling menghargai
antara umat manusia baik itu berbeda suku, ras dan juga beda
agama karena sikap kerukunan itu bisa terjadi jika masyarakat
bisa tetap melakukan hal tersebut”.
Hasil wawancara di atas menjelaskan kerukunan merupakan suatu
sikap saling menghormti sesama umat manusia baik itu berbeda ras, suku,
dan juga agama. Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang
dilakukan kepada Pak Drs. Mustafa pada tanggal 22 Oktober 2020:
“kerukunan merupakan suatu sikap yang penuh dengan
toleransi, saling menghormati, saling menghargai, dan juga
melakukan kerjasama antara uamt beragama baik itu
berkeyakinan yang sama dan juga yang berbeda, karena dengan
melakukan semua sikap tersebut maka kerukunan akan dapat
terwujudkan”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas menjukkan pendapat
masyarakat terkait kerukunan, kerukunan merupakan siakp toleransi
terhadap setiap uamt manusia, sikap saling menghormati dan saling
menghasrgai serta melakukan kerjasama antara masyarakat di kehidupan
sosial.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Pak
Saenen selaku Ketua RT Desa Watu Toa Kecamatan Warioriwawo
Kabupaten Soppeng pada tanggal 12 Oktober 2020 :
“Pola atau kerukunan di Desa Watu Toa berjalan dengan baik,
masyarakat disini saling menghargai baik itu agama yang sama
dan juga yang beda, sedangkan saya juga punya keluarga yang
muslim dan kami saling menghargai wawalupun beda
keyakinan”.
Berdasarkan hasil penelitian kepada Ketua RT Desa Watu Toa
Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng kehidupan sosial di Desa
55
Watu Toa penuh kerukunan dan saling menghargai antara masyarakat
walaupun berbeda keyakinan, hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara
yang telah dilakukan kepada Ibu Hj. Darma Uleng S.Pd selaku masyarakat
Desa Watu Toa pada tanggal 22 Oktober 2020:
“Kalau soal pola hidup di desa kami ini berjalan sangat baik
yaitu saling menghargai antara masyarakat yang satu dan yang
lain, bahkan jika dilihat kehidupan bermasyarakat di desa ini
seakan-akan tidak ada yang berbeda agama karena masyarakat
disini tidak pernah memilih-milih untuk bergaul entah itu beda
agama sekalipun”.
Dari hasil wawancara di atas kehidupan bermasyarakat di Desa
Watu Toa berjalan sangat baik, masyarakat setempat tidak pernah
memandang agama dalam hal bergaul sehingga masyarakat Desa Watu Toa
penuh dengan kerukunan baik itu satu keyakinan maupun beda keyakinan.
Hidup dengan penuh toleransi maka akan menciptakan kehidupan
yang tentram dan damai sehingga dalam kehidupan sosial bermasyarakat
dapat berjalan dengan saling menghargai yang akan menghidarkan dari hal
yang negatif dalam hidup bermayarakat. Kehidupan di Desa Watu Toa juga
berjalan dengan damai karena sikap toleransi yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Watu Toa sangat baik, hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang
telah dilakukan kepada Drs. Mustafa M.Pd selaku pengurus mesjid Desa
Watu Toa pada tanggal 22 Oktober 2020:
56
“Sikap toleransi masyarakat disini sangatlah baik, contohnya
pemeluk agama kristen atau nasrani melakukan ibadah di
tempat suci mereka masyarakat agama islam tidak menggangu
malahan terkadang menegur kendaraan yang lewat dengan
suara keras karena akan menggangu ibadah agama nasrani atau
kristen, begitupuun dengan agama nasrani atau kristen jika
masyarakat agama islam melakukan kegiatan ibadah msyarakat
pemeluk agama kristen juga tidak menggangu”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas sikap toleransi yang dimiliki
oleh masyarakat Desa Watu Toa Kecamatan Marioriwawo sangatlah baik
dimana jika masyarakat pemeluk agama nasrani atau kristen melakukan
ibadah di tempat suci mereka masyarakat agama Islam tidak akan
menggangu kegiatan mereka, begitupun dengan masyarakat yang beraga ma
nasrani jika masyarakat agama Islam melakukan kegiatan ibadah di mesjid
masyarakat beragama Nasrani atau Kristen tidak menggangunya pula.
Sampai saat ini kehidupan di Desa Watu Toa tidak pernah tejadi
keributan atau percekcokan antara kehidupan sosial masyarakat di Desa
Watu Toa hal ini disebabkan karena besarnya sikap toleransi yang dimiliki
oleh masyarakat setempat. Adapun hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada Pak Ibnu Hajar S.Pd.i selaku Kepala Dusun Desa Watu Toa pada
tanggal 22 Oktober 2020:
“Dari dulu sampai sekarang di Desa ini tidak pernah terjadi
keributan atau percekcokan, ini disebabkan karena masyarakat
disini menyadari kita ini hidup serumpun yang berarti kita ini
semuanya bersaudara dan tidak akan menjadikan pembatas
hubungan jika keyakinan mereka berbeda”
Berdasarkan hasil wawancara di atas masyarakat Desa Wato Toa
Kecamatan Warioriwawo kerukunan kehidupan bermasyarakat selalu
terjalin dengan baik dan tidak pernah terjadi keributan diantara mereka, hal
57
ini disebabkan karena masyarakat Desa Watu Toa tidak menjadikan
perbedaan keyakinan sebagai pembatas untuk kerukunan mereka karena
mereka telah hidup serumpun sehingga dapat dikatakan bersaudara.
Sikap toleransi di Desa Watu Toa Kecamatan Mariowawo
Kabupaten Soppeng sangatlah baik, adapun bentuk-bentuk toleransi yang
dimiliki oleh masyarakat Desa Wato Toa adalahh sebagai berikut:
a. Kerjasama Dalam Kegiatan Keagamaan
Kerja sama dalam kegiatan agama merupakan hal yang
tidak mudah jika individu tidak menanamkan rasa toleransi yang
besar dalam kehidupannya. Mengenai kerja sama dalam kegiatan
agama di Desa Watu Toa berjalan sangat baik, hal ini sesuai
dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Pak
Noimbidi S.Th selaku Pendeta Desa Watu Toa pada tanggal 12
Oktober 2020:
“Kalau soal kerja sama di bidang agama saya rasa di
desa ini sangat baik yah kalau masalah itu, contohnya
saja acara besar islam tahun lalu masyarakat pemeluk
agama kristen menjaga sekaligus mengatur lalulintas
di depan mesjid agar proses kegiatan dapat berjalan
dengan lancar” begitupun dengan agama islam.
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui kerjasa
dalam kegiatan agama di Desa Wato Toa saling membantu dalam
hal agama contohnya tahun lalu masyarakat islam ada kegiatan
agama masyarakat pemeluk agama kristen ikut membantu di mana
mengatur lalulintas di depan mesjid agar kegiatan tersebut berjalan
dengan lancar.
58
b. Kerjasama Dalam Kegiatan Ekonomi
Kehidupan ekonomi merupakan hubungan interaksi
ekonomi antara indivu dengan individu atau kelompok dengan
kelompok, kerjasama dalam bidang ekonomi di Desa Watu Toa
juga berjalan dengan baik, hal ini sesuai dengan hasil wawancara
yang telah dilakukan kepada Ibu Evi Safitri selaku wiraswasta di
Desa Watu Toa pada tanggal 22 Oktober 2020:
“Untuk kerjasama dalam bidang ekonomi di desa ini
walaupun berbeda agama interaksi ekonomi tetap
berjalan dengan baik, karena di desa ini tidak pernah
memandang masalah agama dalam hal ekonomi,
contohnya saja saya, saya bekerja sebagai penyedia
stok ikan segar dan konsumen saya ada yang agama
islam dan juga agama kristen dan itu berjalan dengan
baik”
Berdasarkan hasil wawancara hubungan kerjasama di
bidang ekonomi Desa Watu Toa berjalan baik di mana interaksi
penyedia stok ikan memiliki konsumen yang beraga islam dan juga
kristen dan itu berjalan dengan lancar tanpa adanya pembatas
karena masalah perbedaan keyakinan.
c. Kerjasama Dalam Bakti Sosial
Seorang manusia dalam menjalani kehidupan tidak
terlepas dari interaksi antara manusia yang satu dan yang lainnya.
Begitupun dengan kehidupan bermasyarakat di Desa Watu Toa
kerjasama masyarakat walaupaun berbeda agama tetap berjalan
dengan baik seperti dalam kegiatan bakti sosial, hal ini sesuai
59
dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Pak Saenen
Selaku Ketau RT Desa Watu Toa pada tanggal 12 Oktober 2020:
“Kalau bakti sosial di desa ini sangatlah baik
contohnya saja jika ada masyarakat yang ada acara
pernikahan masyarakat akan saling membantu
walaupun itu berbeda agama, begitupun juga seperti
kegiatan ronda malam masyarakat akan saling
membantu walaupun berbeda agama”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas kerjasama
masyarakat di Desa Watu Toa sangatlah baik seperti jika ada
masyarakat yang ada kegiatan pernikahan masyarakat lain akan
membantu tanpa memandang pemeluk agama apa, begitupun
dengan kegiatan ronda malam masyarakat akan saling membantu
walalupun berbeda agama.
2. Upaya Masyarakat Dalam Menjaga Kerukunan Dan Sikap
Toleransi Antara Umat Beragama Desa Watu Toa
Kehidupan bermasyarakat pastinya membutuhkan kerukunan yang
sangat baik agar dalam kehidupan sehari-hari dapat berjalan dengan damai
dan tentram. Begitupun dengan kehidupan bermasyarakat yang berbeda
agama pastinya juga membutuhkan hidup dengan penuh kerukunan tanpa
memberikan batasan-batasan karena alasan beda agama. Hasil wawancara
yang telah di lakukan kepada Ibu Hj. Darma Uleng S.Pd selaku Masyarakat
Desa Watu Toa pada tanggal 22 Oktober 2020:
“yah sama saja baik itu di desa dan juga di tempat kerja ada
sebagian berbeda agama dan semua hidup penuh kerukunan
tanpa pernah membedakan atas dasar beda agama”
60
Berdasarkan hasil wawancara di atas kerukunan di Desa Watu Toa
berjalan baim baik itu di kehidupan sehari-hari dan juga di tempat kerja,
masyarakat saling menghargai satu sama lain tanpa memandang agama
mereka. Hasil wawancara ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang telah
dilakukan kepada Pak Drs. Mustafa M.Pd pada tanggal 22 Oktober 2020:
“kalau soal kerukunan di desa ini sangat rukun saya sebagai
pengurus mesjid di desa ini tidak pernah punya masalah
dengan pendeta di desa ini padahal kami ini berbeda agama.
Haal ini bisa terjadi karna kami sebagai umat yang beragama
harus hidup dengan penuh kerukunan agar kehidupan
bermasyarakat dapat berjalan dengan sangat baik”.
Hasil wawancara di atas bentuk kerukunan di Desa Watu Toa
sangat baik dimana pengurus mesjid dan seorang pendeta tidak pernah
terjadi keributan atau percekcokan karena masyarakat di Desa Watu Toa
menyadari sebagai mahkluk yang mempunyai agama kerukunan dalam
kehidupan bermasyarakat haruslah di jaga agar dalam kehidupan sehari0hari
dapat berjalan dengan baik.
B. Pembahasan Penelitian
1. Pola Kerukunan dan Sikap Toleransi Umat Beragama di Desa
Watu Toa Kecamatan Mariowawo Kabupaten Soppeng
Desa Watu Toa memiliki jumlah masyarakat sebesar 5.291 jiwa
dan yang beragama Islam sebanyak 5.176 jiwa sedangkan yang beragama
Kristen sebanyak 115 jiwa. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
pendapat masyarakat Desa Watu Toa dari segi umat islam terkait pola
kerukunan terhadap umat beragama adalah suatu perilaku yang didasari
dengan saling menghormati, saling menghargai, dan saling membantu
61
sesama umat beragama, dan berdasarkan pendapat dari masyarakat Desa
Watu Toa dari umat Kristen berpendapat perilaku kerukunan umat
beragama merupakan suatu sikap yang penuh dengan toleransi kepada setiap
umat manusia walaupun terdapat perbedaan keyakinan sehingga
menumbuhkan kehidupan yang penuh dengan kerukunan sesama umat
manusia.
Kerukunan dan sikap toleransi di Desa Watu Toa berjalan sangat
baik hal ini dapat dilihat dengan kehidupan sehari-hari di Desa Watu Toa
salling menghargai terhadap masyarakat yang lain tanpa melihat perbedaan
keyakinan. Begitupun dengan sikap toleransi dari yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Watu Toa dalam kegiatan ibadah masyarakat yang berbeda
keyakinan tidak pernah saling menggagu kegiatan ibadah mereka.
Perbedaan agama di Desa Watu Toa sudah lama terjadi dan sampai
saat ini tidak pernah terjadi keributan atau percekcokan di antara masyarakat
yang berbeda keyakinan, hal ini dapat terjadi karena masyarakat Desa Watu
Toa menyadari mereka hidup dalam serumpun dan dapat dikatakan sebagai
sudara sehingga mereka dapat hidup dengan tentram dan damai.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukkan
oleh Suharsan 2018 yang berjudul “Pola Kerukunan Umat Beragama di
Kabupaten Soppeng” hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
kerukunan umat beragama di kabupaten Soppeng merupakan salah satu
pondasi untuk menjaga kerukunan umat beragama dan keharmonisan
masayarakat, adanya saling mengerti saling memahami satu sama lain
62
sehingga terjalinya komunikasi interaksi dan kerja sama bisa berjalan
dengan baik.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Umi Maftukhah 2014 yang berjudul “Kerukuan Antar Umat
Beragama dalam Masyarakat Plural Studi Kerukunan antar umat beragama
Islam, Kristen Protestan, Katolik dan Budha di dusun Losari, Kelurahan
Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang”, hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan kerukunan antar umat beragama dari semua umat
beragama yang terlihat dari bentuk kerukunan saat perayaan hari besar
Keagamaan semua umat beragama yang saling bertoleransi bekerja sama
tanpa memandang perbedaan agama yang ada.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas kondisi kehidupan
keagamaan di Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng baik itu oleh umat islam
dan juga umat kristen didasari dengan sikap toleransi yang dibuktikan
dengan tidak adanya percekcokan yang terjadi kepaada masyarakat yang
berbeda agama, sikap menghormati dan menghargai yang dibuktikan
dengan tidak adanya perilaku untuk menggangu kegiatan ibadah masyarakat
yang berbeda agama, dan telah sesuai dengan pendapat mereka terkait pola
kerukunan umat beraga dengan melakukan sikap toleransi, menghormati
dan menghargai, maka dari itu dapat disimpulkan kondisi kehidupan umat
beragama di Desa Watu Toa Kecamatan Mariowawo Kabupaten Soppeng
sudah baik.
63
Sikap toleransi di Desa Watu Toa Kecamatan Marioriwawo
Kabupaten Soppeng sangatlah baik hal ini dapat dilihat dari bentuk toleransi
dalam kegiatan keagamaan, masyarakat yang beragama islam jika
mengadakan kegiataan keagamaan di mesjid masyarakat yang berkeyakinan
berbeda akan turut membantu begitupun dengan sebaliknya. Bentuk
toleransi yang lainnya adalah kerjasama dalam kegiatan ekonomi seperti
hubungan kerjasama antara pemasok ikan dengan para penjual ikan yang
berkeyakinan berbeda merekan tetap melakukan kerjasama dalam bidang
ekonomi tanpa melihat keyakinan mereka. Begitupun dengan sikap toleransi
kerjasama dalam kegiatan bakti sosial seperti jika masyarakat mengadakan
acara pernikahan masyarakat akan saling membantu atau gotong royong
dalam kegiatan tersebut sama juga halnya dengan kegiatan ronda malam
masyarakat Desa Watu Toa juga saling membantu tanpa melihat adanya
perbedaan keyakinan atau perbedaan agama.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Amantun yang berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama studi
hubungan Islam dengan Kristen di Desa Losari, di Kecamatan Grabag,
Kabupaten Magelang”, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
hubungan sikap toleransi oleh masyarakat sangatlah baik baik itu di bidang
ekonomi, dan juga dalam kegiatan keagamaan. Hasil penelitian ini juga
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh A. Nurhayati yang
berjudul “ Toleransi Antara Umat Beragama Di Desa Selama Kecamatan
Reok Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur”, hasil
64
penelitian yang dilakukan menunjukkan bentuk toleransi yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Selama dapat dilihat dalam bentuk kerjasama di bidang
keagamaan, bidang ekonomi , dan bidang bakti sosial.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas maka dapat
disimpulkan bentuk-bentuk sikap toleransi di Desa Watu Toa Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng sudah berjalan dengan baik, karena sikap
toleransi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Watu Toa dengan bentuk
saling membantu dalam hal keagamaan seperti jika umat islam melakukan
kegiatan keagamaan masyarakat umat kristen akan membantu menjaga
kelancaran kegiatan tersebut, saling membantu dalam hal ekonomi seperti
saling melakukan kerjasama dalam hal bidang ekonomi tanpa melihat
perbedaan agama, dan saling membantu dalam kegiatan sehari-hari seperti
dalam hal acara pernikahan dan ronda malam mereka melakukan kegiatan
gotong royong.
2. Upaya Menjaga Kerukunan Di Desa Watu Toa Kecamatan
Warioriwawo Kabupaten Soppeng
Hidup kerukunan masyarakat di Desa Watu Toa Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng sangat rukun hal ini dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja mereka akan sangat hidup rukun
tanpa melihat perbedaan agama yang dimiliki. Begitupun dengan petinggi-
tinggi agama seperti ustad dan pendeta tidak pernah terjadi keributan dan
percekcokan karena mereka sadar sebagai umat yang beragama mereka
65
harus hidup dengan penuh kerukunan agar kehidupan sehari-hari dapat
berjalan dengan baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh A. Nurhayati 2017 yang berjudul “ Toleransi Antara Umat
Beragama Di Desa Selama Kecamatan Reok Kabupaten Manggara Provinsi
Nusa Tenggara Timur”, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
hidup kerukunan di Desa Selama berjalan sangat baik hal ini di sebabkan
dengan menyadari sebagai mahkluk yang beragama yang menjunjung tinggi
rasa menghormati sebagai mahkluk tuhan. Hasil penelitin ini juga sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharsan 2018 yang berjudul
Pola Kerukunan Umat Beragama Di Kabupaten Soppeng”, hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan sikap kerukunan yang dimiliki oleh
masyarakat kabuaten soppeng sangatlah baik di karenakan masyarakat
Kabupaten soppeng memiliki keyakinan jika hidup dengan penuh
kerukunan maka akan menciptakan kehidupan yang damai.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat di simpulkan
kerukanan umat beragama agar tetap terjaga dengan didasari pengetahuan
tentang sesama umat beragama perilaku toleransi, menghormati,
menghargai sesama mahkluk tuhan sangat penting untuk dijaga sehingga
kerukunan dalam kehidupan sosial akan tetap ada dan terjaga.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh skinner mengenai perilaku
sosial yang mengemukakan bahwa Perilaku sosial memusatkan perhatiannya
kepada hubungan antara individu dan lingkungannya yang terdiri atas bermacam
66
macam obyek sosial dan non sosial yang menghasilkan akibat-akibat atau
perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap
tingkah laku.
Begitu pula yang terjadi di Desa tersebut dimana Desa Watu Toa dari umat
Kristen berpendapat perilaku kerukunan umat beragama merupakan suatu sikap
yang penuh dengan toleransi kepada setiap umat manusia walaupun terdapat
perbedaan keyakinan sehingga menumbuhkan kehidupan yang penuh dengan
kerukunan sesama umat manusia.
Kerukunan dan sikap toleransi di Desa Watu Toa berjalan sangat baik hal ini
dapat dilihat dengan kehidupan sehari-hari di Desa Watu Toa salling menghargai
terhadap masyarakat yang lain tanpa melihat perbedaan keyakinan. Begitupun
dengan sikap toleransi dari yang dimiliki oleh masyarakat Desa Watu Toa dalam
kegiatan ibadah masyarakat yang berbeda keyakinan tidak pernah saling
menggagu kegiatan ibadah mereka.
1. Cara Kerja Teori
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh skinner Teori ini memusatkan
perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di
dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Namun pada hakikatnya
terkadang dalam melakukan hubungan di lingkungannya, orang lain sering kali
memandang dari segi ekonomi dan status sosialnya. Hal inilah yang biasanya
memicu terjadinya perbedaan pendapat yang menyebabkan hubungan sosial
terhambat. Oleh karena itu hendaklah sikap toleransi tersebut ditanamkan dalam
67
diri seseorang agar hal seperti ini tidak terjadi dan hubungan antar individu bisa
berjalan baik.
Dalam penyesuaian diri terhadap suatu tempat baru seseorang perlu
menanamkan nilai soridaritas sosial pada diri masing-masing. Toleransi sangat
berpengaruh penting dalam menyesuaikan diri dengan orang lain. Misalnya
ketika bertemu dengan seseorang yang berbeda agama, suku dan budaya, tetap
diperlukan adanya Toleransi yaitu harus saling menghormati sesama meskipun
terdapat berbagai perbedaan. Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong-
menolong satu sama lain tanpa membedakan apapun. Begitu pula dengan
interaksi yang terjadi tidak diperlukan adanya perbedaan suku, budaya dan
agama. Kita adalah satu.
2. Nilai Kebaruan
Berdasarkan analisis diperoleh beberapa temuan akhir yang merupakan
nilai kebaharuan dari fokus penelitian, nilai kebaharuan tersebut yaitu bentuk-
bentuk sikap toleransi di Desa Watu Toa Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng sudah berjalan dengan baik, karena sikap toleransi yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Watu Toa dengan bentuk saling membantu dalam hal
keagamaan seperti jika umat islam melakukan kegiatan keagamaan masyarakat
umat kristen akan membantu menjaga kelancaran kegiatan tersebut, saling
membantu dalam hal ekonomi seperti saling melakukan kerjasama dalam hal
bidang ekonomi tanpa melihat perbedaan agama, dan saling membantu dalam
kegiatan sehari-hari seperti dalam hal acara pernikahan dan ronda malam mereka
melakukan kegiatan gotong royong.
68
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait pola
kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di Desa Watu Toa Kabupaten
Soppeng adalah sebagai berikut:
1. Pola kerukunan dan sikap toleransi umat beragama di Desa Watu Toa
Kabupaten Soppeng dengan mewujudkan kerjasama di bidang
keagamaan, bidang ekonomi, dan bidang bakti sosial.
2. Masyarakat Desa Watu Toa Kabupaten Soppeng dalam menjada
toleransi dan sikap kerukuan dengan mewujudkan rasa saling
menghormati dan dan menghargai sesama manusia.
B. Saran
1. Diharapkan kepada msyarakat Desa Watu Toa agar lebih menanamkan
rasa toleransi dan kerukunan kepada anak-anak mereka sehingga
kedepannya tetap terjalin dengan baik.
2. Diharapakan penelitian ini dapat dijadikan sumber ilmu bagi desa-desa
lain agar kehidupan bermasyarakat di desa lain dapat terjalin dengan
baik.
3. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan
sebagai sumber referensi yang berhubungan dalam peneltian ini.
69
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syaiful. 2010. Deradikalisasi Islam, Paradigma dan Strategi Islam Kultural.
Depok: Koekoesan bekerjasama dengan British Council.
A.R. Zainuddin, Kekuasaan dan Negara: Pemikiran Politik Ibn Khaldun (Jakarta:
P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h.165
Amirullah Syarbini, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama,
(Bandung: Quanta, 2011).
Alwi, Hasan, et al. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Cyril Glase, Ensiklopedi Islam (ringkas), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999), h. 117.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit
Jumanatul Ali, 1997.
Endang, Busri. 2013. Mengembangkan Sikap Toleransi dan Kebersamaan di
Kalangan Siswa.
Frans, Magnis.2001. Etika sebuah analisa falsafi kebijakan hidup
jawa.Kajarta:PT.Gramedia Pustaka Utama
Hakim, L. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta.
Halim, Abdillah. 2010. Telaah Politik Hukum dan Kebebasan Beragama terhadap
UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama. Tesis. UIN Sunan Kalijaga. http://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/6949. Diakses 14 April 2020. Jam 2.57 WIB.
http://warungempog.blogspot.co.id/2013/10/karya-karya-ibnu- haldun.html (Di
akses pada tanggal 10 agustus 2020).
Idrus, M. (2009). Metode penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: PT. Gelora Akasara
Pratama.
Imron, A. 2000. Budaya Kekerasan dalam Konflik Antaretnis dan Agama:
Perspektif Religius- Kultural. Jurnal Akademika, No. 01 Tahun XIX/2000.
Surakarta: MUP.
70
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP), vol. 10, no. 1, edisi Januari 2013, Jurusan
Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Tanjungpura.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta: PN. Balai Pustaka.
Maftukhah, Umi. 2014. Kerukunan antar Umat Beragama dalam Masyarakat
Plural (Studi Kerukunan antar Umat Islam, Kristen Protestan, Katolik dan
Buddha di Dusun Losari, Kalurahan Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten
Magelang). http://digilib.uin-suka.ac.id/, diakses 5 juni 2020.
Moleong, L.J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rina Rehayati, Kerukunan Horizontal ( Mengembangkan Potensi Positif dalam
Beragama), Jurnal, Vol.1, No.1, 2009.
Sekertaris jenderal MPR RI.2017.UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.cetakan keenambelas april 2017:Jakata
Suharsan. 2018. Penelitian ini berjudul “Pola Kerukunan Umat Beragama di
Kabupaten Soppeng”. skripsi. Makassar :UIN Alauddin Makassar.
http://repositiri.uin-alauddin.ac.id/, diakses 6 juni 2020.
Suryana, Toto. 2011. “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan antarumat Beragama”
dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim, vol. 9, no. 2, hlm. 127.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Shihbudi, Riza.2006. Menyandra Timur Tengah, Jakarta :Mizan,
Syaukani, Imam.2008. Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-
Undangan Kerukunan Umat Beragama, Jakarta:Puslitbang.
Turmudzi Endang. 2011. “Masalah Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”
dalam Jurnal Multikultura dan Multireligius, vol. 10, no. 3, hlm. 529.
Tuffour, Isaac. 2017. A Critical Overview of Interpretative Phenomenological
Analysis: A Contemporary Qualitative Research Approach. Journal of
Healthcare Communications. Vol. 2 No. 4, Juli 2017. DOI: 10.4172/2472-
1654.100093
Mustaqim.2020.Paradigma Perilaku Sosial dengan Pendekatam Behavioristik (Telaah Atas Teori Burrhusm Frederic Skinner),diakses pada tanggal 6
januari 2021.
71
Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun. Penerjemah Ahmad
Rafi(Bandung: Pustaka, 1995), h. 147
72
A. Lampiran 1 Teks Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Identifikasi Informan penelitian
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Pekerjaan :
4. Alamat :
5. No. HP :
Masalah Pertama (Pola Kerukunan dan Sikap Toleransi Umat Beragama
di Kabupaten Soppeng):
1. Bagaimana pola atau bentuk kerukunan umat beragama di Kabupaten
Soppeng?
2. Apa yang menyebabkan sehingga terjadi kerukunan umat Bergama?
3. Bagaimana sikap toleransi umat beragama di Kabupaten Soppeng?
4. Bagaimana pandangan masyarakat tentang perbedaan kepercayaan?
5. Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama di Kabupaten
Soppeng?
6. Apakah ada kegiatan yang sering dilakukan bersama antar pemeluk umat
beragama?
7. Kegiatan apa yang sering dilakukan bersama?
8. Bagaimana apabila upacara kegamaan bersamaan atau hari raya?
9. Apakah ada campur tangan pemerintah sehingga terjadinya kerukunan
umat beragama.
10. Apakah masyarakat ikut campur tangan dalam
membangun kerukunan umat beragama di Kabupaten
Soppeng?
73
B. Foto Wawancara
74
75
76
77
78
79
80
RIWAYAT HIDUP
Nurul Hasanah. Dilahirkan di Woddi Soppeng, Desa Watu
Toa Kabupaten Soppeng pada tanggal 12 Januari 1998. Dari
pasangan Ayahanda Syamsu dan Ibunda Hj.Rosdiana . Anak
ke 6 dari 6 bersaudara. Penulis masuk TK ,Kabuopaten
Soppeng pada tahun 2002 dan tamat 2003, tamat SDN 139
Tokebbeng tahun 2010, tamat MTsN Takalala tahun 2013,
tamat SMAN 1 MARIORIWAWO , pada tahun 2016 penulis melanjutkan
pendidikan Program Stara Satu (S1) Program Studi Pendidikan Sosiologi ,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan, Universitas Muhammadiyah Makassar.