Pneumonitis Radiasi

21
BAB II ISI A. Terminologi Pneumopathy radiasi merupakan terminologi untuk menggambarkan proses biologi yang terjadi setelah dilakukannya radioterapi (RT) 1 . Dalam termminologi ini menganung dua unsur keadaan patologi yang saling terkait. Pertama ialah Pneumonitis radiasi (PR) yang menggambarkan reaksi inflamasi awal diaman akan ditemukan banyak sel radang dan mediator inflamasi pada interstitial paru serta penurunan jumlah dari alveolus sebagai akibat kerusakan sel, yang terjadi pada 12 minggu pertama setelah dilakukannya RT 2 . Keadaan lanjutan dari keadaan patologi ini disebut fibrosis radiasi fase laten, dimana pada keadaan ini telah terbentuk jaringan fibrosis, akumulasi kolagen dan kerusakan struktur anatomis dari paru yang bersifat irreversibel 3 . Diantara kedua fase terebut 3

description

refrat pneumonitis radiasi

Transcript of Pneumonitis Radiasi

Page 1: Pneumonitis Radiasi

BAB II

ISI

A. Terminologi

Pneumopathy radiasi merupakan terminologi untuk

menggambarkan proses biologi yang terjadi setelah dilakukannya

radioterapi (RT)1. Dalam termminologi ini menganung dua unsur keadaan

patologi yang saling terkait. Pertama ialah Pneumonitis radiasi (PR) yang

menggambarkan reaksi inflamasi awal diaman akan ditemukan banyak

sel radang dan mediator inflamasi pada interstitial paru serta penurunan

jumlah dari alveolus sebagai akibat kerusakan sel, yang terjadi pada 12

minggu pertama setelah dilakukannya RT2. Keadaan lanjutan dari

keadaan patologi ini disebut fibrosis radiasi fase laten, dimana pada

keadaan ini telah terbentuk jaringan fibrosis, akumulasi kolagen dan

kerusakan struktur anatomis dari paru yang bersifat irreversibel3. Diantara

kedua fase terebut terdapat fase eksudatif intermediet yang akan terjadi

bila PR tidak mengalami proses penyembuhan.

Morgan dan Breit3 pada penelitiannya mengajukan suaru

terminlogi baru yaitu Pneumonitis Radiasi Sporadik, yang

menggambarkan limfositosis difus pada kelseluruhan parenkim paru.

Trminologi ini sendiri masih belum diterima secara luas, dan lebih

memfokuskan pada terminologi klasik sebelumnya1

3

Page 2: Pneumonitis Radiasi

B. Epidemiologi

Insidensi kejadian PR memilki variasi insidensi yang berbeda-

beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme RT, kesadaran

akan bahaya dari RT, perbedaan metode pelaporan, serta evaluasi dari

gejala dan tanda pada pasien. Penentuan diagnsosis dari PR juga masih

menjadi tantangan bagi klinisi dalam mengumpulkan data epidemiologi

sebagai akibat adanya faktor yang muncul bersamaan yang menyulitkan

penegakan diagnosis dari PR seperti kondisi medis pasien sebelumnya1.

Terdapat anggapan terdahulu bahwa kemoterapi yang

dikombinasikan dengan RT meningkatkan angka kejadian PR. Sampai

saat ini masih diragukan apakah pemberian obat-obatan kemoterapi

dapat meningkatkan angka kejadian dari PR. Pada penelitian terakhir

disebutkan bahwa pemberian agen kemoterapi dengan preparat taxane

yang sering digunakan pada kanker payudara meningkatkan resiko

kejadian PR hingga 35% bila dikombinasi dengan RT4.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi angak kejadian

PR, antara lain dosis RT, durasi RT, luasnya area paru yang menjalani

RT, serta penggunaan agn kemoterapi lainnnya5. Faktor lain yang turut

berpengaruh ialah kondisi paru yang buruk sebelum dilakukaknnya RT,

merokok, adanya penyakit paru lainnya6.. Faktor genetik juga turut

berperan dalam PR, seperti gangguan fungsi perbaikan dan pertumbuhan

DNA7.

4

Page 3: Pneumonitis Radiasi

Angka kejadian dari PR akan meningkat bila intensitas RT yang

diberikan > 50Gy dengan luas permukaan paru yang besar, dan akan

semakin meningkat bila dikombinasikan dengan kemoterapi1.

C. Manifestasi Klinis

Gejala akut dari PR bersifat non spesifik. Gejalanya menyerupai

infeksi saluran nafas seperti demam, batuk, sesak nafas dan akan

berkurang dengan pemberian antibiotik dan steroid. Gejala ini akan

muncul pada 12 mingu setelah RT dilakukan.Pada penelitian yang

dilakukan terhadap tes fungsi paru dan pemeriiksaan Rontgen thhorax

pada pasien yang menjalani RT pada 12 minggu awal menunjukan

abnormalitas hingga 50-90%8

Fibrosis paru akan muncul setealh dilakukan RT dalam jangka

waktu 1-2 tahun9. Gejala dari fibrosis ini tergantung dari luas area

parenkim paru yang mengalami fibrosis. Gejala yang dapat muncul pada

pasien antara lain dyspneu pada saat beraktifitas, orthopnea, sianosis,

gagal nafas dan cor pulmonale. Proses Fibrosis sendiri akan semakin

cepat terjadi pada tumor yang terdapat pada kaudal10

D. Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi terhadap kecurigaan PR dapat dibuktikan dengan

pemeriksaan penunjang dengan modalitas CT scan dengan resolusi

tinggi11. Evaluasi lain yang dapat dilakukan ialah dengan menggunakan

spirometri dimana pada pemeriksaan tersebut dapat melihat kapasitas

vital paru, volume ekspirasi paksa dan fungsi fisiologis paru lainnya. Pada

5

Page 4: Pneumonitis Radiasi

pemeriksaan tersebut didapatkan kelainan fungsi paru lebih kearah

resstriktif, walaupun kelainan obstruktif juga dapat muncul oleh faktor lain,

sepeti merokok1. Pemeriksaan lain ialah volume paru statis yang dapat

menentukan derajat keparahan dari fibrosis9.

Segala temuan klinis, fisik dan penunjang yang muncul yang

mengarah pada PR dapat diklasifikasikan dalam sistem skor Late Effects

on Normal Tissues–Subjective, Objective, Management, and Analytic

(LENT-SOMA)12. Pemeriksaan yang paling mudah dan aman dilakukan

pada pasien dengan kecurigaan PR ialah pemeriksaan tes berjalan

selama 6 menit yang kemudian akan dibandingkan dengan tes fungsi

paru pada orang normal13.

Pada pemeriksaan rontgen thorak pasien dengan pneumonitis

radiasi menunjukan hasil yang tidak spesifik. pada gambaran paru paling

sering muncul berupa rongga udara dengan radio lusen. Gambaran lain

berupa atelektasis dan efusi pleura dapat muncul14.

Gambar

1. Rontgen Thorax pasien dengan Pneumontis radiasi

6

Page 5: Pneumonitis Radiasi

Pada pemeriksaan CT scan, perubahan struktur anatomis

parenkim dapat terlihat dengan jelas. Gambaran pada daerah lesi radiasi

berupa restriksi parenkim. Bentukan paling umum yang muncul pada CT

scan ialah Ground-Glass Opacity disertai dengan konsolidasi15..

Gambar 2. Ground Glass appearence pada CT scan pasien penumonitsi radiasi

gambaran lain yang dapat muncul antara lain opasitas fokal/nodular,

atelektasis, efusi pleura, dan gambaranTree in Bud15.

Gambar 3. Gambaran Tree In bud pada pasein dengan pneumonitsi radiasi

7

Page 6: Pneumonitis Radiasi

E. Patofisiologi

Sampai saat ini mekanisme pasti dari PR masih belum

diktehaui.mekanisme yang diketahui sampai saat ini ialah radiasi yang

dihasilkan dri RT akan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada

parenkim paru, dimana akan terbentuk mediator inflamasi yang akan

menyebabkan metaplasia parenkim dan meyebabkan disfungsi parenkim.

Pada penelitian lebih lanjut, observasi terhadap fungsi genetik dan

biomolekuler turut berkontribusi dalam kejadian PR16. Terdapat beberapa

patomekanisme yang mencorong terbentuknya fibrosis pada parnkim paru,

antara lain berikut1 :

Interplaying Cells

Parenkim paru tersusun atas beberapa jaringan, bronkiolus,

alveolus dan duktus alveolaris. Alveolus tersusun atas lapisan

endotel dibagian dalam dan epitel di bagian luar. Diantara kedua

menbran tersebut dipisahkan oleh membrana basalis. Spasium

antar alveolar dibentuk oleh jaringan fibroblas, makrofag alveolus

dan membran ekstraseluler (ECM)17. Terdapat dua jenis epitel dari

alveols, yaitu epitel tipe I (squamos) dan II (kuboid). Epitel tipe I

melpisi >90% parenkim paru. Kerusakan pada epitel alveolus akan

menyebabkan apoptosis pada epitel I dan menyebabkan proses

pergantian menjadi epitel tipe II. Epitel tipe II memilki fungsi untuk

menghaslikan surfaktan. Jumlah surfaktan akan meningkat 2-6

minggu setelah dilakukan RT18. Pada lapisan membrana basalis

alveolus terdapat sel fibroblas yang dalam keadaan normal bersifat

tidak aktif. Makrofag alveolar berfungsi sebagai mekanisme

8

Page 7: Pneumonitis Radiasi

pertahanan dengan menghasilkan sitokin dan kemokin. ECM

tersusun atas mebran basali, jaringan fibroblast dan jaringan kapiler

pembuluh darah. Pada ECM juga terdapat jaringan fibronnectin,

proteoglikan, laminindan kolagen tipe IV dan VII19. Pada saat terjadi

paparan RT, akan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi ECM,

dimana akan dihasilkan jaringan kolagen oleh fibroblast. Hal ini

akan diikuti peningkatan jaringan fiber oleh fibronectin yang akan

muncul 8 minggu setelah dilakukan RT dosis letal.Peningkatan

paling dramatis terjadi pada kolagen tipe IV16

Gambaran Histologi pada PR

Data histologis yang didapatkan pada pasien yang menjali RT

sangat terbatas. Hal ini terjadi karna pada pasien yang meninggal

diduga PR tidak berkenan untuk dilakukan toarkotomi dan

pengambilan sampel jaringan. Penelitian terbatas pada model

hewan saja. Gambaran awal dari kerusakan alveolus setelah RT

ialah edema pada alveolus yang terjadi sebaai akibat kerusakan

regulasi nedotel pembuluh darah, diikuti dengan eksudasi protein

pada cavum alveolar20. Eksudasi juga dapat diikuti dengan

akumulasi eritrosit pada kavum alveolar diikuti dengan nekrosis

fokal. Hal ini juga akan diikuti dengan infiltrasi dari sel radang yang

akan meningkat seiring waktu21. Kerusakan dari epitel I alveolar

akan digantikan oleh epitel tipe II. Epitel ini mengalami

hiperplasia,diikuti dengan proliferasi jaringan fibroblast ECM pada

membran basalis, berserta peningkatan jaringan kolagen tipe IV.

Dalam beberapa minggu, membran basalis akan menebar dan akan

9

Page 8: Pneumonitis Radiasi

terjadi fibrosis jaringan1. Patomekanisme pembentukan jjaringan

fibrosis ini diikuti dengan infiltrasi dari leukosit22. Secara skematik,

patomekanisme jaringan fibrosis dapa dilihat pada gambar 41 :

Gambar 4. Patomekanisme fibrosis pasca RT

10

Page 9: Pneumonitis Radiasi

Hubungan RT dan Ekspresi gen

Pada beberapa penelitian, disimpulakn bahwa terjadi gangguan

secara kuantitatif dan kualitatif pada ekspresi gen setelah RT23.

Pasca RT, akan menyebabkan ekpresi gen lebih aktif dalam

mensintesis produk sitokin dan hormon pertumbuhan yang bekerja

secara autokin dan parakrin yang memunculkan manifestasi

perubahan histologis dan kondisi klinis pasien. Pada penelitian

terakhir, memnunjukan RT lebih mendorong terjadinya translasi

mRNA dibanding transkripsi24. Hal ini merupakan efek dari dari

translasi dan hormon pertumbuhan dan juga ekpresi berlebihan dari

sitokin sebagai respon dari RT.

Proses Stimulasi Inflamasi

Respon inflamasi terbukti memilki peran penting dalam terjadinya

PR. Sintesis sitokin dan kemokin menyebbakna translokasi sel-sel

imun menuju alveolar yang terkena RT25. Proses ini diawali oleh

perlekatan leukosit inflamasi pada molekul adheren endotel

pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan migrasi dari makrofag

dan limfosit dari interstitium. Reaksi inflamasi yang dihasilkan oleh

komponen sistem imun ini kemudian menstimulasi pembentukan

jaringan fibrosis pada parenkim paru. Pada penelitian immunologi

terkait, limfosit yang akan menyebabkan responinflamsi terdiri dari

limfosit T helper I dan T helper II. Limfosit T helper I akan

mengahsilkan Interferin alpha sedangkan T helper II akan

menghasilkan IL-2 dan IL-10. Mediator inflamasi ini diduga

menstimulasi proses fibrosis parenkim paru26

11

Page 10: Pneumonitis Radiasi

Sekresi Sitokin dan Faktor Pertumbuhan

Sitokin dan Faktor pertumbuhan memilki beragam jenis yang

masing-masingnya memili fungsi yang berbeda. Setiap sel yang

mengalami kerusakan akan menghasilkan kaskade untuk

mendorong stimulasi produksi dari sitokin dan faktor pertumbuhan

yang berfungsi untuk regenerasi sel. Secara lebih lanjut akan

dijelaskan beberpa faktor pertumbuhan dan sitokin yang berperan

pada PR berikut.

o Transforming Growth Factor B (TGF-B)

TGF-B merupakan mediator kunci yang mendoronng

terbentuknya jaringan fibrosis pada perinkim paru27. Produksi

TGF B akan meningkat secara darmatis 1-14 hari setelh RT

dilakukan. Produksi RT tidak hanya dihasilkan oleh sel imun

tetapi juga dihasilkan oleh Jaringan epitel alveolus. Proses

fibrosis dari parenkim paru juga didorong oleh sekresi kolagen

tipe IV dan fibronektin yang tinggi oleh TGF B. Pasien yang

menjalani RT akan meningkat kadar serum TGF B yang terdapat

pada orang tersebut28, kendati demikian progresifitas

perkembangan sel tumor juga akan menghasilkan TGF B dalam

jumlah yang signifikan untuk mendorong perkembangan sel

tumor. TGF B juga akan menurun jumlahnya ketika sel tumor

mengalami regresi29. TGF B dihasilkan dalam bentuk inaktif.

Aktivasi dari sitokin ini dihasilkan oleh matriks protein dan

proteasi yang disekresikan ketika terjadi kerusakan jaringan.

Produksi laten dari TGF B juga dapat terjadi sebagai akibat

12

Page 11: Pneumonitis Radiasi

mutasi DNA sebagai akibat paparan RT30. Fungsi utama dari

TGF B pada paomekanisme PR ialah mendorong terbentuknya

jaringan fibrosis pada parenkim paru dan mencegah degradasi

subtasis tersebut sebagai akibat inhibisi enzim protease oleh

enzim lain, yaitu protease inhibitor31

o Fibroblast Growth Factor (FGF)

Terdapat bebrapa jenis FGF yang terdapat pada lapisan epitel

dan endotel alveolus. Fungsi FGF ialah mencegah terjadinya

pembentukan jaringan fibrosa. Mekanisme ini terjadi melalui

pencegahan apoptosis sel seteralh terpapar RT dengan cara

memberiikan sinyal kepada reseptor protein C kinase32. Salah

satu bentuk dari FGF ialah Keratonosit Growth Factor (KGF).

KGF berfungsi dalam mendorong ssintesis epitel alveolus tipe II.

o Tumor Necotizing Factor Alpha (TNF-A)

Sitokin ini dihasilkan oleh makrofag sebagai reaksi dari stimulus

RT. TNF A berfungsi mendorong proliferasi dari jaringan

fibroblas, sekresi sitokin lain seperti IL-1 dan IL-6. Pada

penelitian hwan coba yang dipapar dengan RT, pemberian anti

TNF A mencegah terbentuknya jaringan fibrosa paru pasca RT

dan memperbaiki kondii parenkim paru33

F. Proteksi dan Prevensi PR post RT

Pemberian anti radikal bebas diduga berperan penting dalam

mencegah PR pasca dilakukannya RT. Pada pemberian SOD ( superoxide

dismutase) didapatkan material ini berefek protektif terhadap kejadian PR34.

SOD merupakan antioksidan ekstraseluler yang dihasilkan oleh epitel

13

Page 12: Pneumonitis Radiasi

alveolus tipe II. Mekanisme dasa dari fungsi SOD dalam mencegah fiborisis

jaringann iala dengan mengkatalisis metaloporpiran dan meningkatkan

tolerasan sel terhadap RT untuk berkembang menjadi PR35.

Kompone Thio seperti cystein, amifostin dan Cysteamin dikenal

sebagai komponen yang terbukti sebagai antiradikal bebas dengan mengikat

oksidan bebas yang penting dalam fungsi proteksi jaringan terhaap

kerusakan pasca RT36. Mekanisme dari amifostin dalam melindungi sel dari

radikal bebas paska RT ialah dengan cara memproteksi DNA, akselerasi

perbaikan sel, serta mengahncurkan radikal bebas. Pada penelitian

ekperimmnetal, penggunaan aminofestin terbukti menurunkan insidensi dan

keparahan dari PR pasca RT37. Pada studi yang dilakukan dengan meneliti

tentang sekresi TGF B dan makrofag pada parenkim paru paska RT,

didapatkan pemberian aminofestin sebelum dilakukan RT terbukti

menurunkan jumlah produksi TGF B dan akumulasi makrofag pada parenkim

paru38. Pada penelitian suplementasi aminfestin pada pasien yang

mendapatkan RT dan kemoterapi menunjukan bahwa tidak ada penurunan

yang bermakna terhadap kejadian PR pasca RT. Mekanisme ini diduga

sebagai akibat pemberian aminofesti dalam durasi yang singkat39

14

Page 13: Pneumonitis Radiasi

BAB III

KESIMPULAN

Pneumonitis Radiasi (RT) merupakan keadaan pasca Radioterapi

dalam rangka eradikasi kanker yang dapat menyebabkan penurunan kualitas

hidup pasien yang mengalaminya. Pasca dilakukaanya RT, akan terjadi

proses inflamasi yang menyebabkan serangkaian proses yang melibatkan

mediator inflamasi, sel imun , dan faktor pertumbuhan. Hal ini menyebabkan

terjadinya perubahan histologis jaringan pada epitel parenkim paru berupa

penebalan lapisan interstitial antara endotel dan epitel, serta mendorong

terbentuknya jaringan fibrosis pada parenkim paru. Patomekanisme ini akan

menyebabkan difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh kapiler serta

ekspansi dari paru ketika inspirasi menurun, sehingga akan memunculkan

gejala klinis berupa dyspneu, orthopneu dan manfestasi respirasi lainnya.

Penegakan diagnosis dari PR cukup sulit dilakukan. Perlu penggalian

riwayat RT dan riwayat penyakit paru lainnya yang dapat memunculkan

gangguan restriktif paru berupa fibrosis seperti pada kasus TBC.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada asien dengan kecurgaan

PR ialah spirometri, Rontgen thorax dan CT Scan. Pada pemeriksaan

spirometri akan didapatkan keluhan pasien yang bersifat restriktif. Keluhan

dapat berupa kombinasi dengan keluhan obstruktif bila tedapat penyebab

organik lainnya, sepeti Asma. Pada pemeriksaan Radiologis berupa Rontgen

thorax tidak memberikan gambaran yang spesifik. gambaran yang dapat

diperhatikan ialah gambaran perselubungan radiopak dengan bagian tengah

radiolusen. Pada Pemeriksaan CT scan dengan resolusi tinggi, gambaran

15

Page 14: Pneumonitis Radiasi

fibrosis paru dapat terlihat dengan jelas. Gambaran khas pada paru dengan

PR ialah Ground Glass Appearnce dan three in bud appearenc.

Terapi dan pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

RT agar tidak berkembang menjadi PR ialah dengan pemberian antioksidan.

Antioksidan golongan thiol terbukti menurunkan inidensi dan keparahan dari

PR. Contoh golongan thiol yang telah diuji cobakan pada ialah aminofestin.

Aminfesti dapat bekerja sebagai antioksidan dengan cara mengikat radikal

bebas dan mengativasinya, melindungi DNA dan mempercepaat perbaikan

sel. Beberapa penelitian telah menunjukan pemberian aminofestin dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien dengan PR.

16