Pmasyarakat Indonesia atas maraknya -...

12
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA 13 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011 nasional idato yang disampaikan Presiden SBY di atas seolah merefleksikan kegeraman masyarakat Indonesia atas maraknya Pperistiwa penyerangan dan kekerasan yang dilakukan organisasi massa anarkis di awal 2011. Tahun ini diawali dengan terjadinya Peristiwa Cikeusik,Pandeglang, Banten. Ratusan massa anarkis menyerang dan melakukan kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah di sana, pada Minggu 6 Februari 2011. Diawali dengan berkumpulnya Jamaah Ahmadiyah di rumah salah seorang pimpinan Ahmadiyah Cikeusik yang mulai berdatangan sejak Sabtu 5 Februari 2011. Sehari berikutnya ratusan massa yang diduga dari luar kampung Cikeusik, dengan menggunakan pita, berpakaian hitam, dan membawa senjata tajam, meminta Jamaah Ahmadiyah untuk membubarkan diri. Namun, jamaah menolak. Seolah tak terima dengan penolakan dari jamaah, ratusan massa secara membabi buta melakukan penyerangan. Akibatnya, tiga orang Jamaah Ahmadiyah meninggal secara mengenaskan, lima orang mengalami luka-luka. Selain itu, rumah-rumah dan kendaraan bermotor juga rusak dan dibakar massa. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 8 Februari 2011, peristiwa serupa juga terjadi di Temanggung. Peristiwa ini terjadi pada saat sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Antonius Richmond Bawengan, penduduk Jakarta yang didakwa melakukan penistaan agama di Temanggung pada 3 Oktober 2010 dengan membagikan buku dan selebaran berisi tulisan yang dianggap menghina umat Islam. Peristiwa berawal pada saat Antonius memasuki ruang sidang. Pada saat yang bersamaan seorang pengunjung mencoba mendekati Antonius dan mencoba memukul. Aksi provokatif tersebut dapat dihentikan polisi yang berjaga di dalam ruang sidang. Pengunjung itu diamankan. Penangkapan tersebut memancing anggota massa yang lain mengejar polisi dan mencoba membebaskan rekan mereka. Sidang dibatalkan karena ricuh. Antonius dievakuasi dan coba dikeluarkan ke luar lokasi Pengadilan Negeri Temanggung. Ketika terdakwa hendak dikeluarkan dari Pengadilan Negeri Temanggung massa mencoba menghalang-halangi. Terjadi bentrokan antara massa dengan polisi. Selanjutnya massa pun bergerak meninggalkan Pengadilan Negeri Temanggung. Dalam perjalanan, massa merusak Gereja Katolik Santo Petrus dan Santo Paulus yang terletak 2 kilometer dari pengadilan; Gereja Pantekosta Di Indonesia yang berjarak 3 kilometer; dan Sekolah Sekolah Kristen Graha Shekinah yang berjarak sama dengan Gereja Pantekosta. Peristiwa di atas hanyalah sebagian kecil dari peristiwa-peristiwa kekerasan yang melibatkan ormas anarkis. Sebelum dua peristiwa tersebut, telah terjadi berbagai kekerasan yang dilakukan ormas anarkis: Peristiwa Parung 2005; Peristiwa Cianjur 2005; Peristiwa Ketapang, Lombok Barat; Peristiwa Praya, Lombok Tengah; Peristiwa Bulukumba, Sulsel; Manislor, Kuningan Peristiwa Monas Juni 2008; Peristiwa Cisalada 2010, Peristiwa Ciketing 2010, Peristiwa Tanjung Priok 2010, merupakan bukti-bukti dari keberingasan ormas anarkis. Peluang Pembubaran Organisasi Massa Anarkis Oleh Wahyu Wagiman (Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan) "Jika ada kelompok atau organisasi resmi yang selama ini terus melakukan aksi-aksi kekerasan, yang bukan hanya meresahkan masyarakat luas, tapi nyata-nyata telah banyak menimbulkan korban, pada para penegak 1 hukum agar mencarikan jalan yang sah dan legal untuk bisa perlu dilakukan pembubaran atau perubahan"

Transcript of Pmasyarakat Indonesia atas maraknya -...

Page 1: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

13ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

nasional

idato yang disampaikan Presiden SBY di atas seolah merefleksikan kegeraman masyarakat Indonesia atas maraknya Pperistiwa penyerangan dan kekerasan yang

dilakukan organisasi massa anarkis di awal 2011. Tahun ini diawali dengan terjadinya Peristiwa Cikeusik,Pandeglang, Banten. Ratusan massa anarkis menyerang dan melakukan kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah di sana, pada Minggu 6 Februari 2011. Diawali dengan berkumpulnya Jamaah Ahmadiyah di rumah salah seorang pimpinan Ahmadiyah Cikeusik yang mulai berdatangan sejak Sabtu 5 Februari 2011. Sehari berikutnya ratusan massa yang diduga dari luar kampung Cikeusik, dengan menggunakan pita, berpakaian hitam, dan membawa senjata tajam, meminta Jamaah Ahmadiyah untuk membubarkan diri. Namun, jamaah menolak. Seolah tak terima dengan penolakan dari jamaah, ratusan massa secara membabi buta

melakukan penyerangan. Akibatnya, tiga orang J a m a a h A h m a d i y a h m e n i n g g a l s e c a r a mengenaskan, lima orang mengalami luka-luka. Selain itu, rumah-rumah dan kendaraan bermotor juga rusak dan dibakar massa.

Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 8 Februari 2011, peristiwa serupa juga terjadi di Temanggung. Peristiwa ini terjadi pada saat sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Antonius Richmond Bawengan, penduduk Jakarta yang didakwa melakukan penistaan agama di Temanggung pada 3 Oktober 2010 dengan membagikan buku dan selebaran berisi tulisan yang dianggap menghina umat Islam.

Peristiwa berawal pada saat Antonius memasuki ruang sidang. Pada saat yang bersamaan seorang pengunjung mencoba mendekati Antonius dan mencoba memukul. Aksi provokatif tersebut dapat dihentikan polisi yang berjaga di dalam ruang sidang. Pengunjung itu diamankan. Penangkapan tersebut memancing anggota massa yang lain mengejar polisi dan mencoba membebaskan rekan mereka. Sidang dibatalkan karena ricuh. Antonius dievakuasi dan coba dikeluarkan ke luar lokasi Pengadilan Negeri Temanggung. Ketika terdakwa hendak dikeluarkan dari Pengadilan Negeri Temanggung massa mencoba menghalang-halangi. Terjadi bentrokan antara massa dengan polisi.

Se lan ju tnya massa pun be rge rak meninggalkan Pengadilan Negeri Temanggung. Dalam perjalanan, massa merusak Gereja Katolik Santo Petrus dan Santo Paulus yang terletak 2 kilometer dari pengadilan; Gereja Pantekosta Di Indonesia yang berjarak 3 kilometer; dan Sekolah Sekolah Kristen Graha Shekinah yang berjarak sama dengan Gereja Pantekosta.

Peristiwa di atas hanyalah sebagian kecil dari peristiwa-peristiwa kekerasan yang melibatkan ormas anarkis. Sebelum dua peristiwa tersebut, telah terjadi berbagai kekerasan yang dilakukan ormas anarkis: Peristiwa Parung 2005; Peristiwa Cianjur 2005; Peristiwa Ketapang, Lombok Barat; Peristiwa Praya, Lombok Tengah; Peristiwa Bulukumba, Sulsel; Manislor, Kuningan Peristiwa Monas Juni 2008; Peristiwa Cisalada 2010, Peristiwa Ciketing 2010, Peristiwa Tanjung Priok 2010, merupakan bukti-bukti dari keberingasan ormas anarkis.

Peluang Pembubaran OrganisasiMassa Anarkis

Oleh Wahyu Wagiman (Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan)

"Jika ada kelompok atau organisasi resmi yang selama ini terus melakukan aksi-aksi kekerasan, yang bukan hanya meresahkan masyarakat luas, tapi nyata-nyata telah banyak menimbulkan korban, pada para penegak

1hukum agar mencarikan jalan yang sah dan legal untuk bisa perlu dilakukan pembubaran atau perubahan"

Page 2: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

14 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

nasional

Kekerasan yang dilakukan organisasi massa anarkis ini mulai marak terjadi sejak awal 2000-an dan semakin menjadi setelah 2005. Sepanjang 2007-2010 Markas Besar Kepolisian Indonesia mencatat paling tidak terjadi 107 kekerasan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan maupun primordialisme etnis. Pada 2007 ada 10 tindak kekerasan. Pada 2008 ada 8 kali. Pada

22009 ada 40 kali, sementara pada 2010 ada 29 kali. Data Mabes Polri ini diperkuat dengan data yang dikeluarkan Setara Institute, yang menunjukkan sepanjang 2009-2010 terjadi sebanyak 183 kekerasan atas nama agama dilakukan aktor non-negara, termasuk ormas anarkis.

Berdasarkan catatan Mabes Polri tersebut, FPI merupakan ormas yang paling banyak melakukan tindakan kekerasan. Selain FPI, ormas-ormas anarkis lain yang sering melakukan tindakan anarkis antara lain GUI, LPPI, FUI, HTI, FBR dan Forkabi.

Mengapa harus dibubarkan?

Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini perlu untuk dibubarkan, mengingat dalam setiap tindakannya, kekerasan merupakan sarana dan cara organisasi-organisasi massa ini menyampaikan pendapat dan eksistensinya. Setiap kali ada kelompok lain atau kebijakan Pemerintah yang dianggap bertentangan dengan visi misinya, ormas-ormas ini selalu menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai alat perjuangannya.

Intimidasi, penyerangan, dan kekerasan seolah menjadi “trademark” ormas-ormas ini. Akibatnya masyarakat merasa resah dengan aksi-aksi penyerangan terhadap kelompok tertentu. Demikian juga apabila masyarakat melihat ormas

melakukan demonstrasi dengan kekerasan, melakukan penyisiran terhadap pihak yang berbeda pendapat, ataupun melakukan penutupan tempat

3ibadah milik kelompok lain.Keresahan masyarakat tersebut dipicu oleh

kekhawatiran tindakan kekerasan yang kerap ditunjukkan itu akan menjadi pemecah belah pe rsa tuan bangsa . Penggerebekan dan penggusuran terhadap mereka yang secara ekonomi dan sosial terpinggirkan, juga terhadap pemeluk agama lain, bisa berujung pada pelanggaran hak warga negara atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak, serta hak untuk bebas memeluk agama dan beribadah yang semuanya dijamin oleh Konstitusi UUD 1945.

Hal yang paling membahayakan dari adanya ormas-ormas anarkis ini adalah melemahnya peran dan fungsi aparat pemerintah dan penegak hukum. Masyarakat akan melihat pemerintah dan penegak hukum tidak dapat menangani keberadaan ormas-ormas anarkis ini. Pembiaran dan tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah mengesankan bahwa Pemerintah bersama jajaran aparat penegak hukum tidak berdaya menghadapi berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan ormas. Apalagi untuk menangkap dan menghukum anggota-anggota dan pimpinan ormas anarkis. Sehingga, akan semakin mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum.

Apakah Pembubaran Ormas Anarkis Melanggar HAM?

Secara jelas dan komprehensif Konstitusi Indonesia dan berbagai instrumen hak asasi manusia telah melindungi hak dan kebebasan setiap orang untuk berserikat dan berkumpul. Aspirasi masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan memang harus dilindungi dan dihormati. Namun, o r g a n i s a s i k e m a s y a r a k a t a n - o r g a n i s a s i kemasyarakatan ini juga harus tetap menghormati dan mempromosikan hak-hak asasi warga masyarakat lainnya.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah pembubaran terhadap ormas-ormas anarkis pengusung intoleransi merupakan pelanggaran hak asasi manusia?

Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 memang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Demikian juga dengan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi : “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”. Dua regulasi ini diperkuat dengan Pasal 21 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 tahun 2005, yang menjamin “hak untuk berkumpul secara damai”.

Berdasarkan instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak-hak

Page 3: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

1. SBY: Bubarkan Ormas Bermasalah, 9 February 2011 - Tribunnews.com

2. Kapolri: Ormas Anarkis Harus Dibekukan, Beberapa Ormas Anarkis Versi Kapolri, August 30, 2010, sekilasindonesia.com.

3. Menggerus Noda Aksi Kekerasan Ormas, 6 September 2010 | 03.20 WIB, http://m.kompas.com/news/read/data/2010.09.06.

03203337

4. Lengkapnya lihat Pasal 21 Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik

5. Aturan perundangan-undangan ini merupakan peninggalan Orde Baru, yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dasar demokrasi, di mana setelah amandemen konstitusi, kebebasan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat dijamin sebagai hak asasi manusia oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945. Namun, apabila pelaksanaannya dilakukan melalui mekanisme pengadilan yang adil dan tidak memihak, tentulah masih relevan dengan konstitusi dan standar-standar hak asasi manusia internasional

untuk berserikat dan berkumpul tersebut merupakan suatu hak yang dilindungi. Tetapi hak-hak tersebut haruslah dilakukan dalam kerangka dan tujuan yang “damai”. Terlebih lagi, Kovenan Hak Sipil dan Politik juga telah menggarisbawahi bahwa “pembatasan terhadap hak untuk berserikat dan berkumpul (melalui ormas, misalnya) dapat dibatasi berdasarkan UU dan yang diperlukan dalam masyarakat nasional atau keamanan umum, ketertiban umum, (public order), serta untuk menjaga kesehatan atau kesusilaan umum atau melindungi

4hak dan kebebasan orang lain”.Oleh karenanya, berdasarkan fakta-fakta,

regulasi dan instrumen hak asasi manusia, pembubaran terhadap ormas anarkis yang didirikan tidak dimaksudkan untuk membuat kedamaian dapat dlakukan sepanjang berdasarkan UU atau keamanan umum, ketertiban umum, serta untuk menjaga kesehatan atau kesusilaan umum atau melindungi hak dan kebebasan orang lain, dan yang paling penting adalah, dilakukan melalui mekanisme pengadilan yang adil dan tidak memihak.

Cara Pembubaran Ormas Anarkis

Secara yuridis pembubaran ormas anarkis dimungkinkan. Sarana yang dapat digunakan adalah melalui UU No 8 tahun 1985 tentang Ormas dan PP

5No 18 tahun 1986 , yakni dengan melakukan pembekuan terhadap suatu organisasi, terutama terhadap suatu organisasi yang nyata melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum (pasal 13 ayat (a) UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan).

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 PP 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, kegiatan-kegiatan yang dikualifikasi mengganggu keamanan dan ketertiban umum meliputi:

a. menyebarluaskan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan;

b. memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa;

c. merongrong kewibawaan dan/atau mendiskreditkan Pemerintah;

d. menghambat pelaksanaan program pembangunan;

e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan.

Memang aturan ini belum pernah dicabut dalam arti masih berlaku hingga sekarang. Namun mengingat konteks kelahiran aturan ini yang digunakan oleh rezim otoriter Orde Baru untuk membungkam kebebasan berserikat dan berekspresi, maka penggunaan dua aturan ini mengandung legitimasi yang lemah.Cara lain yang efektif dan masih dalam koridor negara hukum yakni melalui pengajuan pembubaran organisasi ke pengadilan. Ada due process of law di sini. Putusan menyetujui atau

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

15

ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

menolak berada di tangan majelis hakim, tidak di tangan rezim berkuasa.

Kita tentu masih ingat, permohonan pembubaran Partai Golkar beberapa tahun setelah Soeharto tumbang. Pada pertengahan 2001, sejumlah perwakilan masyarakat menggugat pembubaran partai berlabang beringin ini karena dianggap melanggar UU Pemilu 1999 mengenai batas maksimum penerimaan sumbangan partai, selain diduga menerima dana aliran kasus korupsi Bank Bali. Kasusnya memang lain dengan ormas anarkis. Jika ormas anarkis dituntut karena aksi kekerasan yang mengancam hak atas rasa aman dan kebebasan berkeyakinan, maka Partai Golkar dituntut pembubarannya karena korup. Pada waktu itu Mahkamah Agung yang menyidangkan gugatan ini menolak pembubaran.

Terlepas dari putusan MA yang menolak permohonan penggugat, namun belajar dari kasus Partai Golkar, tampaknya gugatan pembubaran organisasi sangat dimungkinkan. Dengan memilih jalur pengadilan maka kita masih mengedepankan due process of law. Mempercayakan proses hukum pembubaran organisasi melalui pengadilan adalah cara yang legal dan legitimasinya kuat. Sekarang tinggal siapa yang akan melakukannya terhadap organisasi-organisasi massa anarkis.

Keterangan

nasional

Page 4: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

16 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

monitoring sidang

sekitarnya dan berujung pada penghancuran dan pembakaran rumah serta harta benda warga Cisalada.

Situasi Persidangan

Meskipun penyerangan terhadap Kampung Cisalada dilakukan oleh jumlah pelaku yang banyak, anehnya persidangan hanya memeriksa tiga orang terdakwa saja. Selain Akbar Ramanda, terdakwa lainnya adalah Aldi Afriansyah (21 tahun) dan Dede Novi (19 tahun). Ketiganya didampingi kuasa hukum San Alauddin S.H. Bertindak selaku penuntut umum adalah Jaksa Aji, S., S.H. dan Suprapti, S.H. Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri dari: Astriwati, S.H., Sri Sulastri, S.H., dan Alfon, S.H., M.H.

Persidangan kasus penyerangan kampung Cisalada digelar dalam dua bagian. Persidangan tertutup untuk umum dilakukan terhadap terdakwa yang masih di bawah umur, yakni Akbar Ramanda. Sedangkan persidangan terbuka untuk umum diperuntukkan para terdakwa yang sudah dewasa, yakni Aldi Afriansyah dan Dede Novi. Mereka didakwa oleh Penuntut Umum Pasal 170 jo. Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau melakukan kekerasan bersama-sama terhadap barang yang ancaman hukumannya mencapai 5 tahun 6 bulan penjara.

Dalam persidangan tersebut juga dihadirkan saksi-saksi, baik yang memberatkan para terdakwa maupun yang meringankan. Beberapa warga Cisalada dihadirkan oleh Penuntut Umum sebagai saksi yang memberatkan. Sementara untuk saksi yang meringankan dihadirkan dari warga sekitar Cisalada. Sidang juga menghadirkan korban insiden penusukan saat penyerangan pertama ke Kampung Cisalada terjadi. Yang agak janggal, sidang juga menghadirkan saksi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), padahal semestinya tidak ada relevansi saksi dengan perkara penyerangan ini, kecuali saksi ada pada saat penyerangan terjadi.

Hakim terkesan tidak imparsial dalam menyidangkan perkara tersebut. Dalam pemeriksaan saksi korban, hakim tampak menekan saksi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tertuju pada keyakinan saksi. Pertanyaan demikian membuat saksi menjadi gugup. Belum lagi, ditambah tekanan dari massa yang menghadiri persidangan sambil meneriakkan ancaman dan hujatan terhadap keyakinan saksi.

idang kasus penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah di Kampung Cisalada pada 1 Oktober 2010 lalu akhirnya digelar di SPengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong

Kabupaten Bogor sejak 17 Januari 2011. Penyerangan dilakukan ratusan warga Kampung Kebon Kopi dan Pasar Salasa Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor terhadap warga Kampung Cisalada yang terletak di desa yang sama.

Dalam penyerangan ini setidaknya satu buah masjid, madrasah, empat unit rumah, satu unit mobil, dan dua unit motor habis dibakar. Sementara 24 unit rumah rusak, dan harta benda lainnya dijarah. Penyerangan yang dilakukan sekitar pukul delapan malam merupakan penyerangan kali kedua, dimana satu jam sebelumnya, telah terjadi penyerangan dalam skala kecil.

Salah seorang terdakwa, Akbar Ramanda, termasuk dalam penyerangan pertama. Pada penyerangan pertama ini diduga terjadi insiden penusukan terhadap salah seorang penyerang yang bernama Rendi. Tapi kemudian tersiar isu bahwa ia tertusuk hingga tewas oleh pihak Ahmadiyah. Isu ini yang kemudian menyulut reaksi meluas warga

Perkembangan Sidang1Kasus Penyerangan Ahmadiyah Cisalada

Oleh Atika Yuanita dan F. Yonesta(Asisten Pengacara Publik dan Pengacara Publik LBH Jakarta)

suasana diluar persidangan penyerangan terhadap Ahmadiyah dok: suara-islam.com

Page 5: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

17ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

monitoring sidang

Aksi Massa Anarkis

Persidangan kasus ini kerap diwarnai oleh aksi massa pendukung para terdakwa sejak awal. Massa yang menggelar aksinya di depan Pengadilan Negeri Cibinong, menuntut majel is hakim untuk membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan. Terlihat keterlibatan beberapa ormas radikal seperti Gerakan Reformasi Islam (GARIS) dan Persatuan Umat Islam (PUI) di dalam aksi tersebut. Salah seorang massa aksi mengaku bahwa kegiatan aksi mereka dibiayai oleh Kepala Desa Ciaruteun.

Pada persidangan kedua, 26 Januari 2011, bahkan sempat terjadi kericuhan yang dilakukan oleh massa aksi. Sempat terjadi aksi saling dorong dengan aparat yang berjaga karena massa memaksa masuk. Setelah bernegosiasi, akhirnya aparat mengijinkan perwakilan massa untuk masuk mengikuti persidangan. Massa yang berada di luar terus membuat kerusuhan. Mereka meneriakkan ancaman dan kecaman terhadap saksi dari pihak Ahmadiyah. Terdengar teriakan massa yang bernada ancaman bahwa mereka mengetahui dimana anak saksi sekolah. Massa juga menuduh bahwa sidang tersebut merupakan rekayasa Ahmadiyah. Massa menuntut pembubaran Ahmadiyah, serta menuntut agar para terdakwa dibebaskan. Massa sempat mengejar sebuah mobil di pelataran parkir pengadilan, akan tetapi ternyata yang berada dalam mobil tersebut adalah jaksa.

Begitu pula pada persidangan tanggal 2 Februari 2011. Meskipun jauh berkurang dari sidang sebelumnya, namun massa masih melakukan kericuhan dan intimidasi. Massa bahkan sempat melakukan sweeping saksi dari pihak korban. Massa masih tetap meneriakkan berbagai ancaman dan intimidasi. Ancaman serius terjadi pada sidang tanggal 9 Februari 2011, dimana terdengar teriakan bahwa orang Ahmadiyah boleh dibunuh, dan mayatnya tidak perlu dikubur.

Penjagaan Aparat

Selama persidangan berlangsung, aparat kepolisian dan tentara terlihat melakukan penjagaan. Jumlah aparat kepolisian yang berjaga mencapai ratusan personel, lebih banyak dari pada personel tentara yang hanya berjumlah puluhan saja.

Aparat berjaga di luar gedung pengadilan untuk mengendalikan massa. Sementara belasan anggota kepolisian terlihat berjaga pas di depan pintu masuk ruang sidang. Hal ini dilakukan untuk membatasi jumlah massa yang berusaha memadati ruang sidangyang dapat mengganggu jalannya persidangan.

Tuntutan

Meskipun ancaman hukuman perbuatan para terdakwa sebagaimana didakwakan mencapai 5

tahun 6 bulan penjara, anehnya Penuntut Umum hanya menuntut para terdakwa dengan hukuman penjara yang begitu rendah. Untuk para terdakwa dewasa, Penuntut Umum hanya menuntut hukuman selama 10 bulan penjara dengan 1 tahun masa percobaan. Sedangkan, untuk terdakwa anak, penuntut umum menuntut hukuman 5 bulan penjara dengan 8 bulan masa percobaan.

Tu n t u t a n d e m i k i a n m e n u n j u k k a n ketidakseriusan penuntut umum dalam penegakan hukum, jika dibandingkan dengan besarnya kerusakan dan kerugian yang dialami warga Cisalada atas penyerangan yang terjadi. Begitu rendahnya tuntutan itu tidak akan membuat para pelaku jera ataupun shock therapy bagi kelompok yang melakukan aksi anarkis. Rendahnya tuntutan jaksa pula sangat potensia l mendorong penyerangan-penyerangan serupa di masa mendatang.

1. Disarikan dari hasil pemantauan lapangan sidang penyerangan Kampung Cisalada di Pengadilan Negeri Cibinong Bogor, yang nama para pemantaunya tidak dapat disebutkan dalam tulisan ini.

Keterangan

Masjid Ahmadiyah yang dibakar dan dirusak masa dijaga pihak kepolisian dok: gresnews.com.com

Page 6: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

18 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

omersialisasi sawit sebagai salah satu komoditas di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1911 oleh kolonial Belanda. Mula-Kmula sawit didatangkan dari Afrika Barat

dan mulai ditanam di dua daerah perkebunan, yaitu Pulo Raja dan Tanah Itam, Sumatera Utara. Seiring waktu berjalan, perkebunan sawit di Indonesia berkembang makin luas dan menyebar. Hingga ini total luas kebun sawit sudah mencapai lebih dari 9,4

1juta Ha. Perusahaan nasional dan Malaysia mendominasi pasar dan telah memproduksi sekitar 90% dari total produsi sawit se-dunia. Sejak awal tahun 1990an, tingkat produksi tahunan Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan yang dimiliki oleh Malaysia sehingga tak heran jika pada tahun 2006 Mentan Anton Apriyanto menyatakan bahwa Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia.

Massifnya ekspansi perkebunan sawit di Indonesia tentu memiliki dampak. Perkebunan sawit telah nyata melahirkan konflik agraria terutama konflik lahan yang merupakan warisan kolonial di perkebunan dan hingga sekarang terus berlanjut melalui UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang menjamin masa waktu 95 tahun bagi perusahaan untuk menguasai lahan dengan tidak ada pembatasan yang jelas. Hal ini perlu dilihat sebagai kebangkitan kembali kebijakan zaman kolonial, yaitu onderneeming ordonantie dan agrarische wet 1870 yang menjamin penguasaan lahan selama 75 tahun. Sebenarnya kebijakan kolonial sudah dikoreksi UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Akibatnya kini tak hanya kondisi kolonialisme kembali muncul, petani yang memperjuangkan tanah dan penghidupannya pun tergusur, bahkan mereka menjadi sasaran kriminalisasi.

Menandingi GAPKI

Pada tahun 2011 ekspansi perkebunan sawit genap berusia 100 tahun. Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) merayakannya melalui acara “Peringatan Seratus Tahun Komersialisasi Sawit di Indonesia” yang diadakan di Tiara Convention Hall, Medan, Sumatera Utara pada 28-30 Maret 2011. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk meluruskan kampanye negatif terhadap

2industri Perkebunan sawit.

Perayaan oleh GAPKI sebagai sebuah keberhasilan ekonomi dalam sektor sawit telah mengaburkan realitas konflik yang menjadi gambaran sesungguhnya bagi industr i perkebunan. Keuntungan besar yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya didasari pada ketersediaannya lahan dari petani skala kecil, masyarakat adat, dan eksploitasi buruh.

Menanggapi perayaan GAPKI tersebut, sejumlah organisasi nonpemerintah mengadakan acara yang bisa disebut “tandingan” demi mengimbangi informasi yang akan dikonsumsi masyarakat tentang perkebunan sawit. Acara tersebut dinamakan Konferensi Alternatif Peringatan 100 Tahun Sawit di Indonesia, diselenggarakan pada 27-29 Maret 2011 yang juga dilaksanakan di Medan. Konferensi ini diorganisir sebagai sebuah forum di mana masyarakat, pers, pembuat kebijakan, konsumen dan pengusaha dapat memiliki kesempatan yang sama dalam melihat gambaran utuh dari eksistensi perkebunan sawit, juga untuk meningkatkan kesadaran bersama-sama akan hubungan sawit dengan isu-isu penebangan hutan, perubahan iklim, kedaulatan pangan, dan pelanggaran HAM. Selain itu, dalam acara tersebut juga terdapat kesempatan bertukar pikiran dan ide, serta mencari solusi atas keadaan tersebut.

Dari Seminar sampai Aksi Massa Menentang Ekpansi Sawit

Acara ini dibuka pada Minggu, 27 Maret 2011 oleh Ketua Komnas HAM Republik Indonesia, Ifdhal Kasim yang memukul gong sebagai simbol pembukaan di Balai Rasa Sayang, Hotel Polonia, Medan. Kemudian acara dilanjutkan dengan seminar pembuka dengan tema “Kejahatan dan Pelanggaran Hak Asasi Yang Melibatkan Korporasi Perkebunan Sawit: Kelemahan Kerangka Kerja Akuntabilitas Hukum dan Dampaknya Terhadap Hak-hak Korban”. Hadir sebagai narasumber, yaitu George Junus Aditjondro, Ifdhal Kasim, Abetnego Tarigan (Sawit Watch), Septer Manufandu (Fokker LSM Papua), dan Emerson Juntho (ICW) dengan moderator Wahyu Wagiman dari ELSAM.

Sessi berikutnya juga seminar yang kemudian dibagi menjadi tiga paralel. Pada satu seminar yang bertema “Realitas Perburuhan & Marginalisasi di Sektor Perkebunan” hadir sebagai

Seabad (Kejahatan) Perkebunan SawitOleh Andi Muttaqien(Staf Program ELSAM)

nasional

Page 7: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

19

pembicara yaitu: Manginar Situmorang (KPS), Dr. Oliver Pye (Uni Bonn, Jerman) dan Indriaswati Dyah Saptaningrum (ELSAM). Kemudian malam hari para peserta konferensi diajak menonton film-film bertema ekspansi sawit, hutan dan lingkungan di Asrama Haji Medan.

Hari kedua konferensi, Senin 28 Maret 2011, dilaksanakan dua seminar bertema “Laju Deforestasi Implikasi Dari Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit” dan “Krisis Pangan dan Ekspansi Perkebunan Sawit” masing-masing di ruangan berbeda di Hotel Tiara Medan yang juga berlangsung perayaan seratus tahun sawit oleh GAPKI. Saat itu sempat terjadi ketegangan antara peserta dengan pihak hotel, karena atas desakan GAPKI, pihak hotel berencana menurunkan spanduk milik Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), meskipun akhirnya batal diturunkan.

Pada hari kedua juga peserta konferensi alternatif tersebut mendeklarasikan “Satu Abad Kejahatan Korporasi Sawit di Indonesia” yang dibacakan masing-masing perwakilan lembaga.

Pasca deklarasi pada hari ketiga, Selasa, 29 Maret 2011, masih dalam rangkaian acara konferensi alternatif peringatan 100 tahun sawit di Indonesia, p e s e r t a m e l a k u k a n a k s i m a s s a u n t u k mengkampanyekan bersama-sama kejahatan yang telah disebabkan karena adanya perkebunan sawit. Dimulai dari Gedung DPRD Sumut menuju Hotel Tiara dimana terdapat perayaan yang dilaksanakan GAPKI.

Sesampai di depan Hotel Tiara, peserta aksi bergantian berorasi tentang kejahatan sawit, sontak aksi ini membuat pihak GAPKI terkejut, bahkan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti yang menjadi salah seorang narasumber di acara GAPKI sempat meninggalkan ruangan dan tak kembali karena

3adanya aksi massa tersebut. Sempat terjadi ketegangan antara pihak keamanan GAPKI dengan demonstran, karena saat itu massa membakar replika bola bumi sebagai simbol terbakarnya dunia akibat ekspansi sawit yang merusak hutan. Peserta aksi juga menampilkan sebuah opera singkat yang menceritakan tentang kongkalikong antara pengusaha dan pejabat dalam usaha penerbitan izin beroperasinya perusahaan perkebunan sawit.

Dengan membacakan naskah Deklarasi di depan Hotel Tiara tempat dilaksanakannya “Peringatan Seratus Tahun Komersialisasi Sawit di Indonesia” oleh GAPKI, para peserta aksi massa diwakili Saurlin Siagian, Koordinator Komite Eksekutif menyikapi kejahatan korporasi perkebunan sawit,

dengan menuntut dihentikannya ekspansi perkebunan sawit kepada Pemerintah. Selain itu demonstran juga menuntut pencabutan UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Massa juga mendesak pemerintah untuk mengembalikan tanah rakyat yang dirampas serta menyediakan lahan untuk pertanian pangan. Kepada Bank Internasional, Bank Nasional, dan Bank Asing massa menuntut agar menghentikan kredit kepada korporasi dalam rangka ekspansi sawit. Perusahaan sawit juga dituntut untuk menghentikan sistem perbudakan modern yaitu buruh murah dalam bentuk Buruh Kontrak, Buruh Harial Lepas di industri perkebunan kelapa sawit.

Selesai menyampaikan deklarasi di depan Hotel Tiara, Medan, peserta aksi melanjutkan long march ke Kantor Gubernur Sumatera Utara dan aksi berakhir di sana. Acara yang telah digagas 6 (enam) bulan sebelumnya ini diselenggarakan oleh 35 Organisasi Non Pemerintah (Ornop) se-Indonesia, yaitu: Perserikatan KPS, Lentera, Perkumpulan KOTIB, Walhi Sumut, ELSAM, Bitra Indonesia, Sawit Watch, ELSAKA, Serikat Petani Indonesia, Sintesa, Kontras Sumut, HAPSARI, PBHI Sumut, KSPPM, SPKS, Petra, LBH Medan, KPA, BPRPI, Jala, Gemawan Kalbar, Walhi Kaltim, Setara Jambi, JKMA Aceh, Jikalahari Riau, Fokker LSM Papua, YPMP, Formatsu, WABPIS, Bakumsu, JPIC MSC, UEM, Green Peace dan ADS

ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

1. Abetnego Tarigan, Pelanggaran HAM Korporasi: Dampak Terhadap Masyarakat Lokal, makalah disampaikan pada Konferensi Alternatif Peringatan 100 Tahun Sawit di Indonesia, Medan, 27 Maret 2011, hal.3.

2. Industri Sawit Masih Terhambat Black Campaign, Senin 28 Mare t 2011 , l i ha t :h t tp : / /www.medanb isn isda i l y. com/news/read/2011/03/28/26160/industri_sawit_masih_terhambat_black_campaign/.

3. Pembukaan Konferensi Seabad Sawit Didemo, Selasa, 29 Maret 2011, l ihat:http://regional.kompas.com/read/ 2011/03/29/15231450/Pembukaan%20Konferensi%20Seabad%20Sawit%20Didemo.

Keterangan

nasional

Page 8: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

Mengurangi Pelanggaran HAM1dengan Pendokumentasian

anusia yang hidup pada akhir abad 20 d i t a n t a n g o l e h s e r a n g k a i a n kecenderungan yang unik: dunia Mberubah total menuju kesungguhan

yang global dan sekaligus juga pecah berkeping-keping; teknologi informasi yang canggih melintasi batas-batas dunia melalui komunikasi; dan pelanggaran HAM berlangsung terus-menerus menimpa individu maupun komunal di banyak

1kawasan. Bersamaan dengan itu, sebuah badan dunia bernama PBB terus mengembangkan sejumlah badan yang bernorma dan berstandar internasional. Lalu berbagai negara berbondong-bondong mengesahkan berbagai permufakatan (konvensi) HAM.

Meskipun kemajuan telah dirasakan pada aras politik yang mantap, namun catatan buruk mengenai pelanggaran HAM berlangsung terus. Berbagai negara bertekad menjunjung tinggi HAM, namun di sisi lain pelanggaran HAM juga memperlihatkan peningkatan. Hal demikian menimbulkan keprihatinan bagi para pegiat HAM. Mereka meyakini jurang pemisah antara tekad dan praktek hanya dapat dikurangi jika pelanggaran HAM didokumentasikan.

Ide-ide pendokumentasian yang dimaksud di sini dilaksanakan dengan itikad baik, dilaporkan, diperiksa dengan teliti, dan dianalisis dengan cermat. Sehingga tak bisa dibantah lagi sebuah informasi berdasarkan fakta guna menggiring para pelaku pelanggar HAM untuk dapat diadili dan dihukum.

Pendokumentasian Pelanggaran HAM

Pada 1982an, para pegiat HAM menginginkan sebuah bentuk informasi HAM dan sistem dokumentasi internasional yang—kini dikenal dengan Huridocs—hanya sebagai jaringan global organisasi HAM. Martin Ennals sebagai pendiri Huridocs, memandang perlu mekanisme guna mengupayakan terwujudnya sistem komunikasi

universal untuk HAM. Kemudian dalam prakteknya, Huridocs memusatkan perhatiannya pada peningkatan cara memperoleh informasi HAM oleh publik dan menyebarluaskan informasi HAM kepada publik pula. Ketika itu, kerja-kerja Huridocs sendiri tidak mengumpulkan dokumen, melainkan menghubungkan para peserta dalam jaringan, yang tujuannya adalah mempermudah pencatatan dan arus informasi HAM . Dengan demikian jelas bahwa pada saat itu para pegiat HAM telah menempatkan sebuah "informasi" dalam sistem pendokumentasian pelanggaran HAM di tempat yang sangat penting.

Kemudian Huridocs membentuk format informasi baku HAM yang sebelumnya melalui pembicaran dan konsultasi yang mendalam dengan melibatkan para pegiat HAM dari berbagai organisasi HAM di seluruh dunia. Bentuk format baku itu terdiri dari lima format yang dipakai untuk mencatat informasi mengenai peristiwa HAM dengan cara yang sistematis dan ditetapkan sebelumnya. Ringkasnya, Huridocs menyarankan organisasi HAM untuk dapat mendokumentasikan informasi berkaitan dengan pelanggaran HAM menggunakan lima macam format bakunya. Lima format lengkap yang disarankan itu, masing-masing dimaksudkan untuk berbagai segi dari peristiwa pelanggaran HAM, yang meliputi:

a. Kejadian. Format informasi peristiwa ini mencatat rincian utama suatu peristiwa yang telah terjadi. Suatu peristiwa bisa berupa suatu kejadian atau sekelompok kejadian. Peristiwa mengacu kepada semua dokumen dan catatan yang bertalian dengan peristiwanya.

b. Korban. Format informasi korban mencatat informasi yang rinci mengenai korban perorangan.

c. Sumber. Format informasi sumber mencatat secara rinci informasi mengenai sumber. Catatan: menemu-kenali sumber dalam situasi khusus ini dapat membahayakan bagi si

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

20 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

Oleh Paijo(Staf Program ELSAM)

"Kekuatan sebuah Lembaga Studi & Advokasi yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia terletak pada Informasi & Pengetahuan" (alm. Asmara Nababan, 2009)

laporan kegiatan

Page 9: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

21ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

sumber. Bahkan informasi tidak langsung dapat dipakai untuk melacak laporan sampai orang tertentu, dan orang tersebut mungkin akan terancam jiwanya. Hal ini penting diperhatikan bagi kerja-kerja pencarian fakta.

d. Pelanggar yang dituduh. Format informasi pelanggar mencatat informasi mengenai para pelaku pelanggaran HAM yang dituduh. Dikatakan "dituduh" karena selalu ada kemungkinan bahwa seorang pelanggar yang dituduh ternyata bukan pelanggar sebenarnya.

e. Campur Tangan (intervensi). Format informasi campur tangan guna melacak tindakan yang telah diambil sebagai tanggapan terhadap pelanggaran HAM. Format ini juga untuk mencatat bantuan yang diberikan kepada korban.

Pendokumentasian di Organisasi HAM

Organisasi HAM menggunakan istilah dokumentasi untuk merujuk pada makna pengumpulan fakta, termasuk kumpulan dokumen dan mengembangkan sistem untuk retrival. Dokumentasi didefinisikan sebagai berikut: suatu proses merekam secara sistematis hasil pencarian fakta atau investigasi, dimulai dengan kegiatan mengumpulkan fakta apapun bentuk isinya. Yang menjadi pekerjaan utama di sini adalah melakukan pengelompokan informasi. Yang dimaksud pencarian fakta (investigasi) adalah proses mengidentifikasi adanya pelanggaran dalam suatu perist iwa, dan mengumpulkan fakta-fakta yang relevan tentang

2pelanggaran tersebut. Dari perspektif tertentu, kita bisa melihat

bahwa pencarian fakta atau dokumentasi sebagai salah satu komponen saja, yaitu, pencarian fakta adalah bagian pengumpulan data dari dokumentasi, atau dokumentasi hanyalah bagian perekaman dari pencarian fakta. Sekalipun mungkin perspektif begitu ada benarnya juga, tetapi pendekatan terbaik adalah memandang kedua proses itu terkait secara organis, suatu proses yang tunggal bersinambung.

Telah disinggung di muka bahwa pencarian fakta tidak hanya sekedar mengumpulkan data, tetapi juga mengandung kerja-kerja lain seperti pembobotan bukti-bukti, dan mengidentifikasi standar-standar atau tolok ukur yang akan diterapkan. Demikian pula dokumentasi tentu lebih dari sekedar merekam dan mencatat. Oleh sebab itu mazhab ini menegaskan bahwa kerja-kerja investigasi untuk mempelajari data-data yang sudah terkumpul, tidak mungkin dapat mempelajari jika dokumen-dokumen itu bercampur dengan

guntingan koran atau hasil notulensi rapat. Hingga mazhab ini menegaskan, "bahwa pengumpulan data dan penyimpanan atau dokumentasi adalah dua kawan yang seiring, tidak dapat diabaikan satu sama lainnya. Kerja-kerja dokumentasi dan pengumpulan data lebih baik dikerjakan orang yang berbeda hal ini untuk mengantisipasi jika informasi yang terkumpul

3berlimpah dan beranekaragam."

Mengaitkan Data, Fakta, dan Informasi

Masih banyak kerancuan di kalangan pegiat HAM yang melakukan kerja-kerja pendokumentasian. Rancu membedakan antara data, fakta dan informasi sehingga terjadi pencampurbauran antara ketiganya. Soejono Trimo dalam bukunya,

4mendefinisikan sebuah "informasi" sebagai berikut:

Esensi sebuah 'informasi' itu merupakan suatu produk atau hasil suatu proses. Proses itu terdiri a t a s k e g i a t a n - k e g i a t a n m u l a i d a r i mengumpulkan data , meyusun ser ta menghubung-hubungkan mereka, meringkas, m e n g a m b i l i n t i s a r i n y a d a n mengintepretasikannya sesuai dengan persepsi yang menerima.

Ringkasnya, sebuah "informasi" didefinisikan sebagai secercah pengetahuan yang berisi suatu unsur surprise. Di samping itu, sebagaimana yang tersirat dalam istilah informasi itu terdapat sebuah konsep arus, artinya ia mengalir dari satu orang k e p a d a o r a n g y a n g l a i n , b a i k d a l a m organisasi/korporasi maupun dari dan keluar organisasi (Mart ino,1968); Lukas (1979) mendefinisikan informasi sebagai berikut "suatu kesatuan yang tampak maupun tidak tampak yang fungsinya untuk mengurangi ketidakpastian suatu keadaan atau peristiwa masa depan. Informasi bukanlah data mentah, melainkan berasal dari data (dalam artian majemuk) yang telah diproses menurut suatu cara tertentu. Misalnya, dihimpun, dan diringkas untuk menghasilkan keluaran yang diintepretasikan sebagai informasi oleh si pengguna atau si pengambil keputusan.; Davis (1974) mendefinisikan "informasi" sebagai berikut: informasi merupakan data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang memberikan arti kepada yang menerimanya dan mengandung nilai yang benar-benar tampak bagi pengambilan putusan-putusan pada masa kini maupun yang akan datang.

Sementara definisi ”informasi” menurut Agung Putri & Sri Palupi (2001). “data yang telah diolah, dan dianalisis hingga menjadi sebuah rangkaian data

5(serpihan-serpihan informasi) yang dapat dibaca". Dan Manual Guzman (2001) mendefinisikan

laporan kegiatan

Page 10: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

22 ASASI EDISI MARET- APRIL 2011

informasi sbb: "sepotong data atau gabungan beberapa potongan data, yang ditampilkan sedemikain rupa, sehingga membuatnya dapat menyampaikan makna. Bisa disebut juga data yang sudah diolah."

Dengan demikian jika kita menyimpulkan pendapat-pendapat dari semua definisi "informasi":

a. sekumpulan data yang telah diproses;b. diproses dalam format tertentu;c. memberikan arti kepada yang menerima;d. mengandung unsur kejutan (surprise) bagi

yang menerima;e. bersifat tidak statis;f. dalam proses pengambilan putusan;

Jadi jika digambarkan jalannya proses terbentuknya "informasi" akan menampakan gambar 1 seperti di bawah ini:

Gambar 1.

Sumber: Soejono Trimo, "Dari dokumentasi ke sistem informasi manajemen", hal. 3, yang merupakan modifikasi dari skema Sistem informasi karya Lukas (1979)

Dari gambar tersebut di atas, akan nampak bahwa petak empat persegi panjang itu merupakan wilayah kegiatan layanan unit/pusat dokumentasi dalam sistem computer-based information system (CBIS). Dan keluaran (output) yang dihasilkan oleh suatu unit pusat dokumentasi, dan sistem CBIS diterima oleh individu (pemakai tertentu) lalu mengintepretasikan sesuai dengan persepsi yang ada padanya (kemampuan cognitive map/style seseorang), mengevaluasinya menurut tingkat manfaat/artinya, dan kemudian baru memanfaatkannya untuk kepentingan pengambilan putusan.

Oleh sebab itu Soejono Trimo menganjurkan seorang petugas dokumentasi atau disebut dokumentalis secara khusus mengetahui mengapa terjadi perbedaan penginterpretasian informasi. Sehingga ia dapat mengantisipasi dalam membina sumber-sumber informasi, jenis serta karakteristik informasi yang bagaimana yang dibutuhkan oleh organisasinya. Ketepatan dan kecermatan dalam memberikan informasi kepada para pemakai jasa layanan informasi akan menentukan tingkat justifikasi eksistensi suatu unit/pusat dokumentasi yang memanfaatkan jasa layanan komputer.

Berangkat dari data menjadi informasi

Sebelum kita membahas lebih jauh proses "data menjadi informasi", kita telah membahas "hakekat informasi" tersebut di atas. Sejatinya, secara ringkas ia memberi arti yang samar-samar mengatakan: "informasi adalah data yang telah diproses". Meskipun demikian, kita masih belum banyak mengetahui "apa sebenarnya data itu, serta apa dan bagaimana pemrosesannya hingga menjadi informasi yang benar-benar diperlukan oleh para pengguna informasi. Jika kita mau mengakui justru aspek-aspek inilah yang paling penting dari semua d o k u m e n t a l i s d a l a m m e m b i n a d a n mengembangkan sistem informasinya.

Jika demikian, kita berangkat dari beberapa pertanyaan. "Apa bedanya data dan fakta?" dan, "Apa sebenarnya data itu? Dalam percakapan sehari-hari kerap kali kata "data" dan "fakta" itu digunakan secara berselang-seling sehingga tampak seakan-akan data itu identik dengan fakta. Oleh karena itu kita coba kutip pendapat-pendapat orang tentang fakta, sebagai berikut:

a. Soejono Trimo mendefinisikan "fakta" sebagai: ”sebuah fakta itu baru terbentuk bila ia ditunjang oleh data (dalam arti majemuk) secukupnya yang memang relevan. Fakta merupakan produk dari pengamatan orang yang dapat dibuktikan secara empiris”.

b. Agung Putri & Sri Palupi mengatakan "fakta" dalam konteks investigasi HAM adalah: "Sebuah bentuk fakta meliputi: (1) ada l okas inya , ada pe r i s t iwanya , ada masalahnya, dan ada kejadiannya; (2) terekam dan tercatat apa yang telihat: kondisi fisik bangunan, fisik masyarakat, kondisi geografis (3) teridentifikasinya para korban; (4) teridentifikasinya para saksi (5) terkumpulnya bukti-bukti; (6) terdapat

laporan kegiatan

Page 11: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

kronologi awal; (7) teridentifikasi para pelaku terlibat/diduga terlibat".

Namun, kita perlu untuk memahami "data" dalam pengertian ilmiah sebagai patokan. Definisi "data" dalam pengertian ilmiah diartikan sebagai figur (atau angka-angka) yang sejatinya tidak memberi arti apa-apa sebelum ia diproses dalam suatu bentuk yang terstruktur. Sejumlah data yang relevan, yang disusun menurut suatu sistem tertentu, akan membentuk suatu fakta, dan sejumlah fakta tertentu yang tersusun secara sistematis akan menciptakan suatu teori yang mudah dipahami. Teori itu sendiri akan menunjukkan hubungan-hubungan yang ada di antara fakta-fakta tadi. Dengan kata lain, "data" merupakan suatu elemen yang terkecil dari suatu teori dalam bidang pengetahuan.

Alangkah baiknya, untuk memudahkan kita menangkap apa yang telah diuraikan di atas kita tengok saja sebentar yang nampak pada gambar 2 di bawah ini. .

Gambar 2.

Sumber: Soejono Trimo: "Dari Dokumentasi Ke Sistem Informasi Manajemen", hal. 3, yang merupakan modifikasi dari skema sistem informasi karya Lukas (1979).

Menurut Soejono Trimo kerja-kerja seorang dokumentalis untuk mendapatkan data dapat melalui: wawancara, angket, observasi atas pemakai dalam kesempatan-kesempatan rapat kerja, seminar, dan sebagainya, bahkan melalui pertemuan (berbincang-bincang) sehari-hari dengan individu yang bersangkutan.

Daftar Pustaka:

Agung Putri & Sri Palupi, Menyelusuri Menyingkap Fakta. Jakarta: Elsam 2001Soejono Trimo, Dari Dokumentasi ke Sistem Informasi Manajemen, Bandung: Remadja Karya, 1987Burhanudin, Analisa Data Penelitian Kualitatif .Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003Sulistyo-Basuki, Pengantar Dokumentasi. Bandung: Rekayasa Sains, 2004Herbert F. Spirer & Louise Spire, Analisis Data Untuk Memantau HAM, Bandung: ITB, 1993D J R a v i n d r a n , P e n c a r i a n F a k t a d a n Pendokumentasian Pelanggaran HAM, Canadian Human Rights Foundation, Jakarta: Pustaka Nusa, 2001Manuel Guzman, Mendaratkan Fakta-Fakta Mendokumentasikan Pelanggaran HAM, Pustaka Nusa Publisher, 2002Rohana Yusof, 2004, Penyelidikan Sains Sosial, 2004. http://www.scribd.com/doc/18003036/data-sekunder-dan-primer

Keterangan

1. Diringkas oleh Triana Dyah, .

2. Lih., Herbert F. Spirer & Louise Spirer:1993, "Analisa Data Untuk Memantau HAM", Terjemahan; ITB, Bandung, hal., 11a.

3. Lih., Manual Guzman, "Mendaratkan Fakta-fakta Medokumentasikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia", Pustaka Nusa Publiser, Cetakan Pertama 2002, hal. 7-9 d a n , D J R a v i n d a rn , "Pe n ca r i a n Fa k ta d a n Pendokumentasian Pelanggaran HAM", Pustaka Nusa, Cetakan pertama 2001, hal. 10. Atau lihat, Agung Putri & Sri Palupi, "Menelusuri Jejak Menyingkap Fakta," Elsam, 2001, cetakan pertama, hal. 64-71

4. Op.cit., Agung Putri & Sri Palupi, 2001, "Menelusuri Jejak Menyingkap Fakta", Elsam, Cetakan kedua, hal.64.5.Lihat, Trimo, Soejono, Dari dokumentasi ke sistem informasi manajemen", Bandung: Remaja Karya, 1977, hal., 2.

5. Agung Putri & Sri Palupi, Menelusuri jejak menyingkap fakta, Jakarta: Elsam,2001.

laporan kegiatan

Page 12: Pmasyarakat Indonesia atas maraknya - lama.elsam.or.idlama.elsam.or.id/downloads/1305700476_Copy_of_Asasi_Maret-April... · e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Institute for Policy Research and Advocacy), disingkat ELSAM, adalah organisasi advokasi kebijakan, berbentuk Perkumpulan, yang berdiri sejak Agustus 1993 di Jakarta. Tujuannya turut berpartisipasi dalam usaha menumbuhkembangkan, memajukan dan melindungi hak-hak sipil dan politik serta hak-hak asasi manusia pada umumnya – sebagaimana

diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak awal, semangat perjuangan ELSAM adalah membangun tatanan politik demokratis di Indonesia melalui pemberdayaan masyarakat sipil lewat advokasi dan promosi hak asasi manusia (HAM).

VISITerciptanya masyarakat dan negara Indonesia yang demokratis, berkeadilan, dan menghormati hak asasi manusia.

MISISebagai sebuah organisasi non pemerintah (Ornop) yang memperjuangkan hak asasi manusia, baik hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya secara tak terpisahkan.

KEGIATAN UTAMA:1. Studi kebijakan dan hukum yang berdampak pada hak asasi manusia;2. Advokasi hak asasi manusia dalam berbagai bentuknya; 3. Pendidikan dan pelatihan hak asasi manusia; dan4. Penerbitan dan penyebaran informasi hak asasi manusia

PROGRAM KERJA:1. Meniadakan kekerasan atas HAM, termasuk kekerasan atas HAM yang terjadi di masa lalu dengan aktivitas

dan kegiatan yang berkelanjutan bersama lembaga-lembaga seperjuangan lainnya.2. Penguatan Perlindungan HAM dari Ancaman Fundamentalisme Pasar, Fundamentalisme Agama, dan

Komunalisme dalam Berbagai Bentuknya.3. Pembangunan Organisasi ELSAM melalui Pengembangan Kelembagaan, Penguatan Kapasitas dan

Akuntabilitas Lembaga.

STRUKTUR ORGANISASI:

Badan Pengurus:Ketua : Sandra Moniaga, SH.Wakil Ketua: Ifdhal Kasim, SH.Sekretaris: Roichatul Aswidah, Msc.Bendahara I: Ir. Suraiya Kamaruzzaman, LLMBendahara II : Abdul Haris Semendawai SH, LLM

Anggota Perkumpulan:Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM; Asmara Nababan; I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, MA; Ir. Agustinus Rumansara, M.Sc.; Hadimulyo; Lies Marcoes, MA; Johni Simanjuntak, SH; Kamala Chandrakirana, MA; Maria Hartiningsih; E. Rini Pratsnawati; Ir. Yosep Adi Prasetyo; Francisia Saveria Sika Ery Seda, PhD; Raharja Waluya Jati; Sentot Setyasiswanto S.Sos; Tugiran S.Pd; Herlambang Perdana SH, MA

Badan Pelaksana:Direktur Eksekutif : Indriaswati Dyah Saptaningrum, S.H. LLM;Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan , dan Plt Kepala Divisi Advokasi Hukum: Wahyu Wagiman, SH.Deputi Direktur Pengembangan sumber daya HAM ( PSDHAM), dan Plt Kepala Divisi Monitoring Kebijakan dan Pengembangan Jaringan: Zainal Abidin, SH.Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Kelembagaan: Otto Adi Yulianto, SE;

Staf: Ahmad Muzani; Andi Muttaqien SH; Betty Yolanda, SH, L.LM; Elisabet Maria Sagala, SE; Elly F. Pangemanan; Ester Rini Pratsnawati; Ikhana Indah Barnasaputri, SH; Khumaedy; Kosim; Maria Ririhena, SE; Paijo; Rina Erayanti; Triana Dyah, SS; Siti Mariatul Qibtiyah; Sukadi; Wahyudi Djafar; Yohanna Kuncup Yanuar Prastiwi Alamat Jl. Siaga II No.31, Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan, INDONESIA - 12510Tel: +62 21 7972662, 79192564, Fax: +62 21 79192519E-mail : [email protected], Web page: www.elsam.or.id

PROFIL ELSAM