Pleuritis Tuberkulosa

5
1 Pleuritis Tuberkulosa Pendahuluan Pleuritis tuberkulosa sering ditemukan di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan hampir sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Micobacterium tuberculosis, dimana TB ekstraparu terjadi antara 9,7- 46% dari semua kasus TB. 1 Organ-organ ekstraparu yang sering terlibat yaitu kelenjar limfa, pleura, hati dan organ gastrointestinal, organ genitourinarius, peritoneum, pericardium, serta berbagai organ tubuh lainnya. Pleuritis tuberkulosa merupakan TB ekstraparu yang mengenai pleura dan yang paling sering terjadi dibandingkan TB ekstraparu lainnya. 1,2 Di Amerika Serikat angka kejadian Pleuritis TB sekitar 3-5% dari seluruh kasus TB, sedangkan di Spanyol 23%, dan angka kejadian Pleuritis TB terus meningkat seiring dengan meningkatnya kasus HIV. Di afrika dilaporkan terjadi peningkatan pleuritis TB mencapai 60% pada penderita TB yang disertai HIV. 2 Definisi Pleuritis TB adalah peradangan yang terjadi pada pleura, baik pleura visceral maupun pleura parietal, yang disebabkan oleh kuman M Tuberculosis yang bermanifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga pleura. 2,3 Pada keadaan normal pembentukan cairan pleura sekitar 0,01 ml/kgBB /jam, dan penyerapan cairan pleura melalui kelenjar getah bening dapat mencapai sampai 0,20 ml/kgBB /jam. 3,4 Patogenesis Pleuritis TB terjadi akibat pecahnya fokus ghon subpleural ke dalam ruang pleura. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga memainkan peran penting dalam patogenesis pleuritis TB. Protein tuberkulin atau antigen M Tuberculosa menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang merangsang limfosit T melepaskan sejumlah limfokin sehingga terjadi perubahan permeabilitas pembuluh darah pleura, meningkatkan efek aktivitas fagosit nomonuklear dan fibrosis pleura. 2 Peningkatkan permeabilitas dari kapiler pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura dan menghambat drainase limfatik dari rongga pleura sehingga terjadi

Transcript of Pleuritis Tuberkulosa

Page 1: Pleuritis Tuberkulosa

1

Pleuritis Tuberkulosa

Pendahuluan

Pleuritis tuberkulosa sering ditemukan di negara-negara berkembang

termasuk di Indonesia. Diperkirakan hampir sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman Micobacterium tuberculosis, dimana TB ekstraparu terjadi antara

9,7- 46% dari semua kasus TB.1 Organ-organ ekstraparu yang sering terlibat yaitu

kelenjar limfa, pleura, hati dan organ gastrointestinal, organ genitourinarius,

peritoneum, pericardium, serta berbagai organ tubuh lainnya. Pleuritis tuberkulosa

merupakan TB ekstraparu yang mengenai pleura dan yang paling sering terjadi

dibandingkan TB ekstraparu lainnya.1,2

Di Amerika Serikat angka kejadian Pleuritis TB sekitar 3-5% dari seluruh

kasus TB, sedangkan di Spanyol 23%, dan angka kejadian Pleuritis TB terus

meningkat seiring dengan meningkatnya kasus HIV. Di afrika dilaporkan terjadi

peningkatan pleuritis TB mencapai 60% pada penderita TB yang disertai HIV.2

Definisi

Pleuritis TB adalah peradangan yang terjadi pada pleura, baik pleura visceral

maupun pleura parietal, yang disebabkan oleh kuman M Tuberculosis yang

bermanifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga pleura.2,3 Pada keadaan

normal pembentukan cairan pleura sekitar 0,01 ml/kgBB /jam, dan penyerapan

cairan pleura melalui kelenjar getah bening dapat mencapai sampai 0,20 ml/kgBB

/jam.3,4

Patogenesis

Pleuritis TB terjadi akibat pecahnya fokus ghon subpleural ke dalam ruang

pleura. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga memainkan peran penting dalam

patogenesis pleuritis TB. Protein tuberkulin atau antigen M Tuberculosa

menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang merangsang limfosit T

melepaskan sejumlah limfokin sehingga terjadi perubahan permeabilitas pembuluh

darah pleura, meningkatkan efek aktivitas fagosit nomonuklear dan fibrosis pleura.2

Peningkatkan permeabilitas dari kapiler pleura meningkatkan pembentukan

cairan pleura dan menghambat drainase limfatik dari rongga pleura sehingga terjadi

Page 2: Pleuritis Tuberkulosa

2

akumulasi cairan di dalam rongga pleura. Umumnya cairan yang terakumulasi di

rongga pleura memiliki kadar protein yang tinggi.2,5

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis riwayat penyakit. Pada umumnya

gejala-gejala penyakit TB juga dapat ditemukan pada penderita pleuritis TB. Gejala

yang sering terjadi pada pleuritis TB adalah :

Nyeri dada : Ini adalah yang paling umum. Rasa sakit bersifat tajam menusuk,

tetapi juga dapat menjadi tumpul atau seperti rasa terbakar. Rasa sakit akan

bertambah ketika pasien menarik napas dalam, batuk, atau bergerak. Oleh

karenanya pasien akan bernapas pendek atau berbaring di sisi yang sakit.

Batuk: Umumnya pasien mengalami batuk kering, tetapi dapat juga batuk

berdahak atau berdarah jika disertai lesi di paru.

Sesak napas: Sesak napas yang terkait dengan pleuritis TB tergantung

banyaknya cairan yang terakumulasi pada rongga pleura. Umumnya gejala

sesak napas akan dirasakan pasien seperti rasa berat di dada dan pasien akan

mengambil posisi tidur miring kearah lesi dan sesak napas dapat di toleransi oleh

pasien karena akumulasi cairan pleura mencapai kadar yang massif dalam waktu

sekitar 3 minggu.2,5

Selain itu, kelainan yang didapat pada pemeriksaan fisik pada pleuritis TB

tergantung banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Adanya cairan di rongga

pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit dengan pergerakan

pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang melebar dan mendatar,

getaran napas pada perabaan melemah, trakea yang terdorong, suara ketuk yang

meredup dan suara napas melemah sampai menghilang pada pemeriksaan

auskultasi. Suara gesekan pleura dapat didengar jika akumulasi cairan minimal atau

pada batas atas cairan yang terakumulasi .5,6

Page 3: Pleuritis Tuberkulosa

3

Pemeriksaan radiologis

Umumnya pleuritis TB terjadi unilateral. Pada foto toraks posisi tegak dapat

dilihat gambaran sudut sinus frenikokostalis yang menghilang, serta gambaran

meniscus sign yang menandakan terdapatnya cairan di rongga pleura.7

Pemeriksaan cairan pleura

Spesimen diagnostik utama pada pleuritis TB adalah ditemukan kuman TB

pada cairan pleura dan jaringan pleura. Umumnya kuman TB pada cairan pleura

sangat sulit ditemukan secara langsung, sedangkan dari hasil biakan kuman TB dari

cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi positif sekitar 54%.2

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura dilakukan

untuk membantu menegakkan diagnosis. Pleuritis TB mempunyai karakteristik

cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >3,0 g/dL, rasio

LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200 U.

Cairan pleura mengandung dominan sel-sel mononuklear limfosit dan sering diikuti

dengan kadar glukosa cairan yang rendah.2,7

Pemeriksaan aktivitas adenosine deaminase (ADA) dapat juga dilakukan

untuk mendukung diagnosis pleuritis TB. Disebutkan bahwa kadar ADA > 70 IU/L

dalam cairan pleura sangat menyokong ke arah TB, sedangkan kadar < 40 IU/L

dapat di diagnosis sebagai bukan TB. Pemeriksaan ADA di daerah yang endemis

TB memiliki sensitivitas 95% dan spesifisitas 90%, sedangkan di daerah yang bukan

endemis Tb sensitifitas dan spesifisitasnya rendah. Selanjutnya dapat juga dilakukan

pemeriksaan Interferon-gamma yang dihasilkan oleh limfosit CD4+ pada cairan

pleura. Pemeriksaan interferon-gamma memiliki cutoff point 3,7 IU/mL dengan

sensitivitas 98% dan spesifisitas 98%, sangat mendukung penegakan diagnosis

pleuritis TB.2

Page 4: Pleuritis Tuberkulosa

4

Pengambilan spesimen jaringan pleura dapat juga dilakukan untuk

menegakkan diagnostik pleuritis TB. Biopsi jaringan pleura dapat dilakukan dengan

jarum biopsi atau dengan torakoskopi medik. Pemeriksaan biakan jaringan yang

diperoleh dengan jarum biopsi 51% akan menunjukkan positif, dan 94% jika jaringan

yang diperoleh melalui torakoskopi. Secara makroskopis pada pleura dapat terlihat

adanya penebalan pleura, pada beberapa kasus bisa terlihat perlengketan-

perlengketan jaringan fibrin di pleura serta gambaran nodul-nodul granuloma TB

yang menyebar secara merata pada pleura yang disebut “sagolike” yang merupakan

patognomonis pada penderita pleuritis TB.8

Gambaran nodul-nodul milier sagolike di permukaan pleura yang tersebar merata.8

Penatalaksanaan

Sesuai dengan panduan yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia 2011, pengobatan pleuritis TB dimasukkan pada kategori pengobatan TB

pada keadaan khusus dan menggunakan panduan pengobatan 2 bulan fase intensif

dengan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambuthol, dilanjutkan 4 bulan

fase lanjutan dengan rifampisin dan isoniazid. Melakukan evakuasi cairan seoptimal

mungkin dan pemberian kortikosteroid pada kasus pleuritis eksudativa TB tanpa lesi

paru dengan cara tappering off.6

Page 5: Pleuritis Tuberkulosa

5

Daftar Pustaka

1. Montoro E, Rodriguez R. Global Burden of Tuberculosis. In Palomino JC,

Leao SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care.

1st ed; 2007:263-81

2. Ferrer J. Pleural tuberculosis. Eur Respir J 1997; 10: 942–7

3. Sahn AS, The Pleura. Am Rev Respir Dis 1988;138:184-234

4. Astowo P. Efusi Pleura. Kumpulan Makalah Kuliah Ilmu Penyakit Paru FKUI

5. Efusi Pleura Tuberculosis. J Respirol Indo, 1997: 17; 4

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. 2011

7. Kritski A, Fiuza FA. Tuberculosis in Adults. In Palomino JC, Leao SC, Ritacco

V. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care. 1st ed; 2007: 487-

523

8. Loddenkemper R, Mathur PN, Noppen M, Lee P. Medical Thoracoscopy/

Pleuroscopy: Manual and Atlas. Thieme Publishing Group New York 2011;

29-31,125