PLASENTA PREVIA fix.doc
-
Upload
luckyriadi -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of PLASENTA PREVIA fix.doc
PLASENTA PREVIA
A. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostrium uteri interernum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
rahim ke arah proksimal memumngkinkan plasenta yang berimplamentasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah
plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas
dalam persalinan kala satu bisa menubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa
ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam massa antenatal maupun dalam massa
intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu,
pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal
ataupun intranatal. Sarwono 2010
B. Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadian. Pada beberpa
Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1.7% sampai dengan
2.9%. Di Negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin
disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang memungkinkan deteksi lebih tinggi,
insiden plasenta previa bias lebih tinggi. Sarwono 2010
C. Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berbeda pada pinggir
ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplementasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berbeda pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri inernum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Sarwono 2010
D. Etiologi
Penyebab blastokista berimplementasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua
di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak menandai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi,
usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainnya berperen dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Cacat bekas bedah sesar berperan menaikan insiden dua sampai tiga kali.
Hipoksemia akibat karbon mono – oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar
seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum. Sarwono 2010
E. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ke – 3 dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua blasis yang bertumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,
maka plasenta yang berimplementasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar ( effacement ) dan membuka ( dilatation ) ada bagian tampak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi ini akan terjadi perdarahan yang berasal
darisirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahn pada plasenta previa
betapun pasti akan terjadi ( unavoidable bleeding ). Perdarahan di tempat itu relatif
dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak
mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhentikarena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plaasenta pada mana pendarahan akan
berlangsung lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (
causeess ). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri ( painless ).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau
pendarahan berikutnya. Untuk berjaga – jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30
minggu tatapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atras.
Berhubungan tempat pendarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplsenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin
ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi kogulopati pada
plasenta previa.
Hal ini yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya bedah sesar, segmen bawah rahim dan serviks
yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna ( retentio placentae ), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi dengan baik. Sarwono 2010
F. Gambaran Klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trismester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti
sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa
waktu kemudian, jadi berulang. Pada tiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih
banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi
pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada
solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa
berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan
serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah
mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta
dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa
nyeri dan perut tidak tegang. Sarwono 2010
G. Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut
biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang
kalsik sangat menolong antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada
kasus dengan perdarahan banyak, pasien disiapkan di dalam kamar bedah demikian
rupa segala sesuatu termasuk staf dan perlengkapan anesthesia semua siap untuk
tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi diatas meja operasi
dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
secara hati-hati dengan dua jari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior
untuk mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan antar jari dengan bagian terbawah
janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan
plasenta.kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk
mengetahui derajat atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis
dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat
persalianan jika tidak terjadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien dikembalikan
ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis,
langsung dilanjutkan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada
indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set-
up examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontra indikasi
dilakukan diluar persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun yang
dilakukan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan meyebabkan
perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak diluar persiapan akan
berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bias fatal.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah
jarang dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal
ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi
kepastian diagnosis plasenta previadengan ketepatan tinggi sampai 96%-98%.
Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk
mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli pemakaian
transvaginal bias memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di tangan yang ahli dengan
transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive predictive value dan 100%
negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa. Transperineal
sonografi dapat mendeteksi ostium uteri internum dan segmen bawah lahir, danteknik
ini dilaporkan 90% positive predictive value dan 100% negative predictive value
dalam diagnosis plasenta previa. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.
MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebuh dalam suasana mendesak.
Sarwono 2010
H. Penanganan
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
• Keadaan umum pasien, kadar hb.
• Jumlah perdarahan yang terjadi.
• Umur kehamilan/taksiran BB janin.
• Jenis plasenta previa.
• Paritas clan kemajuan persalinan.
1. Penanganan Ekspektatif
Kriteria pada penanganan ekspektatif yaitu :
1) Usia kehamilan <34 minggu
2) Belum ada tanda-tanda inpartu
3) Keadaan umum baik
4) Perdarahan <200 cc
5) Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana penanganan ekspektatif :
1) Istirahat tirah baring
2) Pemeriksaan darah lengkap
3) Pemeriksaan USG
4) Infuse D5% atau elektrolit
5) Pemberian spasmolitik, kotolitik, raboransia dan plasentrotofik
6) Observasi perdarahan, tanda-tanda vital dan denyut jantung janin
7) Transfusi darah jika diperlukan
2. Penanganan Aktif
Kriteria untuk penanganan aktif yaitu :
1) Usia kehamilan >34minggu
2) Perdarahan >200 cc
3) Keadaan umum ibu dan janin tidak baik
4) Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Rencana penanganan aktif yaitu :
Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk dilakukan tindakan secsio sesaria.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan
pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
1. Plasenta previa totalis.
2. Plasenta previa pada primigravida.
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. fetal distres
5. Plasenta previa lateralis jika :
• Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
• Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
• Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
Partus per vaginam.
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi)
jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan
(kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya
dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada
fasilitas untuk melakukan operasi.
I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak dan fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat meletaknya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari terjadi plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miomertium. Walaupun biasanya tidak
seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan
tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini
sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta
aktera terjadi 10% sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu
kali, naik menjadi 60% sampai 65% bila telah seksio sesarea tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati hati pada semua tindakan manual di tempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun pada waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria ovarika,
pemasanngan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
total.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan
amniosentesias untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
6. Komplokasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan
selain masa rawatan yang lebih lama, adalah beresiko tinggi untuk solusio
plasenta (Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin
(RR 2,8), perdarahan pascapersalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) 15,9%.
Sarwono 2010
J. Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif
denga USG disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir
semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi
kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari
fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil denga paritas tinggi dan usia
tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden
plasenta previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat
dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi saksio sesarea. Karenanya
kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif
diberlakukan. Pada suatu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan
kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan
pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.
K. Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan diman pembuluh darah janin berada di dalam
selaput ketuban dan melewati ostrium uteri internum untuk kemudian sampai ke
dalam insersinya di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati
pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskuler janin itu pun ikut terputus.
Perdarahan antepartum pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang
tinggi (33% sampai 100%)
Faktor resiko anrtara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata,
plasenta letak rendah, kehamilan pada fertilisasi in virto, dan kehamilan ganda
terutama triplet. Semua keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vaskuler janin
dalam selaput ketuban melewati ostium uteri. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan
pada dua situasi yaitu pada insersio velamentosa dan plasenta suksenriata. Pembuluh
darah janin yang melewati pembukaan serviks tidak terlindungi dari bahaya terputus
ketika ketuban pecah dalam persalinan dan janin mengalami akut yang banyak.
Keadaan ini sangat jarang kira kira 1 dalam 1000 sampai 5000
kehamilan. Untuk berjaga jaga ada baiknya bila dalam asuhan prenatal ketika
pemeriksaan USG dilakukan, perhatian diperluas kepada keadaan ini dengan
pemeriksaan transvaginal Color Dopler ultrasonografi. Bila terduga telah terjadi
perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat pemeriksaan yang bisa memastikan darah
tersebut berasal dari tubuh janin dengan pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke.
Pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan terhadap suasana alkali. Pemeriksaan
yang terbaik adalah dengan elektroforesis. Bila doagnosis dapat ditegakkan sebelum
persalinan, maka tindakan terpilih untuk menyelamatkan janin adalah melalui bedah
sesar. Sarwono 2010
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, 2010, ilmu kebidanan, Edisi IX, Jakarta: PT Bina Pustaka.