Plasenta Previa

12
A. PLASENTA PREVIA a. Definisi Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (Cunningham et al., 2005). Sejalan dengan bertambah membesarnya janin dan meluasnya segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi di bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala 1 bisa mengubah luas serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasent previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intrantal, baik dengan USG maupun digital. Oleh karena itu pemeriksaan USG perlu diulang secara berkala (Kay, 2003). b. Klasifikasi Menurut Kay (2003), plasenta previa digolongkan menjadi 3 yaitu : a) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.

description

plasenta previa

Transcript of Plasenta Previa

Page 1: Plasenta Previa

A. PLASENTA PREVIA

a. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum

(Cunningham et al., 2005).

Sejalan dengan bertambah membesarnya janin dan meluasnya segmen bawah

rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi di bawah rahim

ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut

bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan

kala 1 bisa mengubah luas serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini

berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasent previa ketika pemeriksaan

dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intrantal, baik dengan

USG maupun digital. Oleh karena itu pemeriksaan USG perlu diulang secara berkala

(Kay, 2003).

b. Klasifikasi

Menurut Kay (2003), plasenta previa digolongkan menjadi 3 yaitu :

a) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh

ostium uteri internum

b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri

internum.

c) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir

ostium uteri internum.

d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pda segmen bawah

rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih 2 cm dari

ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak

normal

c. Insiden

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia

di atas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan

Page 2: Plasenta Previa

tunggal. Uterus abnormal juga mempertinggi angka kejadian. Pada beberapa rumah

sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar antara 1,7% sampai dengan

2,9%. Di Negara maju insiden plasenta previa berkisar kurang dari 1 % mungkin

disebabkan berkurangnya wanita hamil dengan paritas tinggi. Dengan meluasnya

penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang memungkinkan deteksi lebih dini,

insiden plasenta previa bias lebih tinggi (Kay, 2003).

d. Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi di bawah rahim belum diketahui secara pasti.

Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah

rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai

salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin

sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas yang tinggii, usia lanjut, cacat

rahim misalnya bekas bedah sesar, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam

proses peradangan dan kejadian atrofi dalam endometrium yang semuanya dapat

dipandang sebagai factor resiko terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar

berperan menaikkan insidensi dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok

dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat

karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi

hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada

kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta

melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian dan seluruh ostium

uteri internum.

e. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut,umumnya pada trimester ketiga dan mungkin

juga lebih awal tapak plasenta akan mengalami pelepasan karena sudah mulai

terbentuk segmen bawah rahim. Sebagaimana diketahui bahwa tapak plasenta

dinentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi

bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,

maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi

Page 3: Plasenta Previa

akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu

serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta

yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari

sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena itu fenomena

pembentukan segmen bawah rahim pada perdarahan plasenta previa akan terjadi

sedemikian rupa (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat tersebut disebabkan

oleh segmen bawah rahim dan serviks yang tidak mampu berkontraksi dengan kuat

karena elemen otot yang dimiliki sangat minimal dan pembuluh darah pada tempat

itu tidak menutup sempurna. Perdarahan akan berhenti jika ada pembekuan kecuali

jika ada laserasi yang mengenai sinus besar dari plasenta sehingga perdarahan akan

berlangsung lama dan dalam jumlah yang banyak. Pembentukan segmen bawah

rahim terjadi secara bertahap, jika ada laserasi akan terjadi perdarahan berulang.

Darah yang keluar akan berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless)

(Cunningham et al., 2005).

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi

lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk terlebih dahulu

pada bagian terbawah yaitu di ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta

previa parsialis atau letak rendah , perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati

atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih

banyak pada perdarahan berikutnya. Perlu diperhatikan juga jika terjadi syok.

Perdarahan awalnya tejadi pada usia kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih dari

separuh kejadian terjadi pada umur 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan

terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir

keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak

jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.

Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa

(Cunningham et al., 2005).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis

akan mudah terinvasi oleh vili trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada

dinding uterus. Hal ini lebih sering terjadi pada plasenta akreta dan plasenta inkreta,

bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa menembus ke vesica

Page 4: Plasenta Previa

urinaria dan rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering

terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah mengalami bedah sesar (Hayashi,RH

and Gambone., JC, 2004). Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh akan mudah

sobek karena kekurangan elemen otot. Kondisi ini akan meningkatkan kejadian

perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena

plasenta sukar terlepas dengan sempurna (retention placentae), atau kontraksi rahim

yang tidak baik (Cunningham et al., 2005).

f. Gambaran klinis

Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui

vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trimester kedua ke

atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan

kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian terjadi

berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahn yang lebih banyak bahkan

seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu

mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit atau banyak mirip pada solusio plasenta.

Perdarahan semakin parah karena berhubungan dengan segmen bawah rahim tidak

mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan dapat

berlangsung pasca persalinan. Perdarahan juga dapat bertambah karena serviks dan

segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami

robekan. Robekan lebih mudah terjadi saat upaya pengeluaran plasenta dengan

tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta

(Cunningham et al., 2005).

Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen

sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin

tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa

nyeri dan perut tidak tegang (Cunningham et al., 2005).

g. Diagnosis

Wanita hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya

menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat

Page 5: Plasenta Previa

membantu untuk membedakan keduanya. Dahulu, untuk kepastian diagnosis pada

kasus dengan perdarahan yang banyak, pasien disiapkan di dalam kamar bedah

untuk dilakukan bedah sesar. Pasien dalam posisi litotomi diatas meja operasi

dilakukan pemeriksaan dalam dengan dua jari sehingga teraba forniks posterior

untuk mendapat kesan ada tidaknya bantalan antara jari dengan bagian terbawah

janin. Perlahan jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba plasenta.

Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan serviks untuk

menegtahui derajat atau klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis

dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat

persalinan jika tidak terjadi perdarahan yang banyak dan pasien dikembalikan ke

kamar bersalin. Jika perdatahan banyak dilanjutkan dengan section caesarea.

Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan.

Persiapan yang demikian disebut double set up examination (Cunningham et al.,

2005). Pemeriksaan dalam yang dilakukan dengan hati-hati tidak menjamin

terjadinya perdarahan yang minimal. Jika terjadi perdarahan banyk di luar persiapan

akan berdampak pada prognosis yang buruk (Kay, 2003).

h. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi utama yang biasa terjadi pad aibu hamil yang menderita

plasenta previa, diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Pembentukan segmen bawah rahim yang terjadi secraa ritmik menyebabkan

pelepasan plasenta dari tempat perlekatannya di uterus terjadi berulang dan

semakin banyak, dan perdarahan itu tidak dapat dicegah sehingga penderita

menjadi anemia bahkan syok.

b) Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim mengeakibatkan SBR

menjadi tipis dan invasi trofoblas menerobos miometrium bahkan sampai ke

perimetrium dan menyebabkan terjadinya plasenta inkreta atau plasenta

perkreta. Yang paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih

kuat tetapi vilinya masih belum bisa masuk ke miometrium. Meskipun

biasanya tidak seluruh permukaan maternal dari plasenta akreta maupun

inkreta, hal ini dapat menyebabkan terjadinya retensio plasenta dan timbul

Page 6: Plasenta Previa

perdarahan pada kala 3. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus bekas

SC. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10-35% pada pasien yg pernah SC

sebanyak 1 kali, naik menjadi 60-65% bila sudah SC sebanyak 3 kali (Hayashi

and Gambone, 2004).

c) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah

sangat potensial untuk terjadinya perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,

harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya

pada waktu mengeluarkan bayi melalui insisi segmen bawah rahim ataupun

waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila

oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan

cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi

arteria uterine, ligasi arteria ovarica, pemasangan tampon, atau ligasi arteria

hipogastrica, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini solusinya

adalah histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini merupakan

komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

d) Kelainan letak bayi pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa

lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya

(Cunningham et al., 2005).

e) Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh

karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam

kehamilan belum aterm (Benson, RC., Pernoll,ML, 1994)

f) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan selain masa perawatan

yang lebih lama adalah beresiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio caesaria,

kelainan letak janin, perdarahan pasca persalinan, kematian maternal akibat

perdarahan, dan disseminated intravascular coagulation (DIC).

i. Penatalaksanaan

Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau

ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan

dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh.

Jika Rh negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah

Page 7: Plasenta Previa

mengalami sensistisasi. Jika kemudian ternyata pasien perdarahan tidak banyak

dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan

pulang dilanjutkan dengan rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi

yang cukup dengan pihak keluarga agar segera kembali ke RS jika perdarahan

berulang walaupun terlihat tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak

ada keberatan pasien dirawat di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat

dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang memperoleh tidak ada perbedaan

pada morbiditas ibu dan janin bila pada masing-masing kelompok diberlakukan

rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu

diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin (Kay,

2003).

Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik wanita hamil

yang memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda vital dan hasil

pemeriksaan laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan

keadaan yang sebenarnya. Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu

diwaspadai karena perdarahan berulang yang lebih banyak. Jika ada gejala

hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi, pasien tersebut mungkin telah

mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih dari penampakan secara klinisnya.

Transfusi darah perlu diberikan. Pada keadaan yang stabil pasien dilarang

melakukan hubungan suami istri dan kerja berat.

B. SOLUSIO PLASENTA

C. RUPTUR UTERI