Plasenta Previa
-
Upload
maulan-saputra -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
description
Transcript of Plasenta Previa
A. PLASENTA PREVIA
a. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
(Cunningham et al., 2005).
Sejalan dengan bertambah membesarnya janin dan meluasnya segmen bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi di bawah rahim
ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala 1 bisa mengubah luas serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini
berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasent previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intrantal, baik dengan
USG maupun digital. Oleh karena itu pemeriksaan USG perlu diulang secara berkala
(Kay, 2003).
b. Klasifikasi
Menurut Kay (2003), plasenta previa digolongkan menjadi 3 yaitu :
a) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum
b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.
d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pda segmen bawah
rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih 2 cm dari
ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal
c. Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia
di atas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan
tunggal. Uterus abnormal juga mempertinggi angka kejadian. Pada beberapa rumah
sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar antara 1,7% sampai dengan
2,9%. Di Negara maju insiden plasenta previa berkisar kurang dari 1 % mungkin
disebabkan berkurangnya wanita hamil dengan paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang memungkinkan deteksi lebih dini,
insiden plasenta previa bias lebih tinggi (Kay, 2003).
d. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi di bawah rahim belum diketahui secara pasti.
Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas yang tinggii, usia lanjut, cacat
rahim misalnya bekas bedah sesar, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam
proses peradangan dan kejadian atrofi dalam endometrium yang semuanya dapat
dipandang sebagai factor resiko terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar
berperan menaikkan insidensi dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat
karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi
hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian dan seluruh ostium
uteri internum.
e. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut,umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal tapak plasenta akan mengalami pelepasan karena sudah mulai
terbentuk segmen bawah rahim. Sebagaimana diketahui bahwa tapak plasenta
dinentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,
maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta
yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena itu fenomena
pembentukan segmen bawah rahim pada perdarahan plasenta previa akan terjadi
sedemikian rupa (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat tersebut disebabkan
oleh segmen bawah rahim dan serviks yang tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimiliki sangat minimal dan pembuluh darah pada tempat
itu tidak menutup sempurna. Perdarahan akan berhenti jika ada pembekuan kecuali
jika ada laserasi yang mengenai sinus besar dari plasenta sehingga perdarahan akan
berlangsung lama dan dalam jumlah yang banyak. Pembentukan segmen bawah
rahim terjadi secara bertahap, jika ada laserasi akan terjadi perdarahan berulang.
Darah yang keluar akan berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless)
(Cunningham et al., 2005).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk terlebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu di ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah , perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih
banyak pada perdarahan berikutnya. Perlu diperhatikan juga jika terjadi syok.
Perdarahan awalnya tejadi pada usia kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih dari
separuh kejadian terjadi pada umur 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak
jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa
(Cunningham et al., 2005).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
akan mudah terinvasi oleh vili trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Hal ini lebih sering terjadi pada plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa menembus ke vesica
urinaria dan rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah mengalami bedah sesar (Hayashi,RH
and Gambone., JC, 2004). Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh akan mudah
sobek karena kekurangan elemen otot. Kondisi ini akan meningkatkan kejadian
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena
plasenta sukar terlepas dengan sempurna (retention placentae), atau kontraksi rahim
yang tidak baik (Cunningham et al., 2005).
f. Gambaran klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian terjadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahn yang lebih banyak bahkan
seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu
mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit atau banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan semakin parah karena berhubungan dengan segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan dapat
berlangsung pasca persalinan. Perdarahan juga dapat bertambah karena serviks dan
segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami
robekan. Robekan lebih mudah terjadi saat upaya pengeluaran plasenta dengan
tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta
(Cunningham et al., 2005).
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa
nyeri dan perut tidak tegang (Cunningham et al., 2005).
g. Diagnosis
Wanita hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya
menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat
membantu untuk membedakan keduanya. Dahulu, untuk kepastian diagnosis pada
kasus dengan perdarahan yang banyak, pasien disiapkan di dalam kamar bedah
untuk dilakukan bedah sesar. Pasien dalam posisi litotomi diatas meja operasi
dilakukan pemeriksaan dalam dengan dua jari sehingga teraba forniks posterior
untuk mendapat kesan ada tidaknya bantalan antara jari dengan bagian terbawah
janin. Perlahan jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba plasenta.
Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan serviks untuk
menegtahui derajat atau klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis
dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat
persalinan jika tidak terjadi perdarahan yang banyak dan pasien dikembalikan ke
kamar bersalin. Jika perdatahan banyak dilanjutkan dengan section caesarea.
Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan.
Persiapan yang demikian disebut double set up examination (Cunningham et al.,
2005). Pemeriksaan dalam yang dilakukan dengan hati-hati tidak menjamin
terjadinya perdarahan yang minimal. Jika terjadi perdarahan banyk di luar persiapan
akan berdampak pada prognosis yang buruk (Kay, 2003).
h. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang biasa terjadi pad aibu hamil yang menderita
plasenta previa, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Pembentukan segmen bawah rahim yang terjadi secraa ritmik menyebabkan
pelepasan plasenta dari tempat perlekatannya di uterus terjadi berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan itu tidak dapat dicegah sehingga penderita
menjadi anemia bahkan syok.
b) Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim mengeakibatkan SBR
menjadi tipis dan invasi trofoblas menerobos miometrium bahkan sampai ke
perimetrium dan menyebabkan terjadinya plasenta inkreta atau plasenta
perkreta. Yang paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih
kuat tetapi vilinya masih belum bisa masuk ke miometrium. Meskipun
biasanya tidak seluruh permukaan maternal dari plasenta akreta maupun
inkreta, hal ini dapat menyebabkan terjadinya retensio plasenta dan timbul
perdarahan pada kala 3. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus bekas
SC. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10-35% pada pasien yg pernah SC
sebanyak 1 kali, naik menjadi 60-65% bila sudah SC sebanyak 3 kali (Hayashi
and Gambone, 2004).
c) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk terjadinya perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya
pada waktu mengeluarkan bayi melalui insisi segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila
oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan
cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
arteria uterine, ligasi arteria ovarica, pemasangan tampon, atau ligasi arteria
hipogastrica, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini solusinya
adalah histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
d) Kelainan letak bayi pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya
(Cunningham et al., 2005).
e) Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm (Benson, RC., Pernoll,ML, 1994)
f) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan selain masa perawatan
yang lebih lama adalah beresiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio caesaria,
kelainan letak janin, perdarahan pasca persalinan, kematian maternal akibat
perdarahan, dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
i. Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau
ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh.
Jika Rh negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah
mengalami sensistisasi. Jika kemudian ternyata pasien perdarahan tidak banyak
dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan
pulang dilanjutkan dengan rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi
yang cukup dengan pihak keluarga agar segera kembali ke RS jika perdarahan
berulang walaupun terlihat tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak
ada keberatan pasien dirawat di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat
dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang memperoleh tidak ada perbedaan
pada morbiditas ibu dan janin bila pada masing-masing kelompok diberlakukan
rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu
diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin (Kay,
2003).
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik wanita hamil
yang memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda vital dan hasil
pemeriksaan laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu
diwaspadai karena perdarahan berulang yang lebih banyak. Jika ada gejala
hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi, pasien tersebut mungkin telah
mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih dari penampakan secara klinisnya.
Transfusi darah perlu diberikan. Pada keadaan yang stabil pasien dilarang
melakukan hubungan suami istri dan kerja berat.
B. SOLUSIO PLASENTA
C. RUPTUR UTERI