PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ...Cronbach dan diperoleh hasil 0,928 dari 42 item dengan...

149
PERBEDAAN TINGKAT EMPATI PADA ORANG DEWASA YANG MEMELIHARA HEWAN DI MASA KECIL DENGAN ORANG DEWASA YANG TIDAK PERNAH MEMELIHARA HEWAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Ikma Edewelma NIM: 139114145 Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ...Cronbach dan diperoleh hasil 0,928 dari 42 item dengan...

  • PERBEDAAN TINGKAT EMPATI PADA ORANG DEWASA YANG

    MEMELIHARA HEWAN DI MASA KECIL DENGAN ORANG DEWASA

    YANG TIDAK PERNAH MEMELIHARA HEWAN

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Oleh:

    Ikma Edewelma

    NIM: 139114145

    Program Studi Psikologi

    Fakultas Psikologi

    Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta

    2018

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • MOTTO

    Good Things, Take Time

    iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERSEMBAHAN

    Karya ini saya persembahkan untuk:

    Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberkati, menyertai dan

    menjadi sumber kekuatanku.

    Keluarga, saudara, anjingku dan sugar gliderku tersayang yang sudah

    memberikanku semangat untuk melalui hal-hal yang sulit untuk kuhadapi.

    Sahabat-sahabatku yang senantiasa menghiburku dan mendengarkan keluh

    kesahku.

    iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERBEDAAN TINGKAT EMPATI PADA ORANG DEWASA YANG

    MEMELIHARA HEWAN DI MASA KECIL DENGAN ORANG DEWASA

    YANG TIDAK PERNAH MEMELIHARA HEWAN

    Ikma Edewelma

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat empati antara

    orang dewasa yang memelihara hewan di masa kecil dengan orang dewasa yang

    tidak pernah memelihara hewan. Hipotesis yang diajukan yaitu tingkat empati

    pada orang dewasa yang memelihara hewan di masa kecil lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak pernah memelihara hewan. Subjek

    penelitian ini berjumlah 322 orang yang terdiri dari 161 orang dewasa yang

    memelihara hewan di masa kecil dan 161 orang dewasa yang tidak pernah

    memelihara hewan. Data diperoleh dengan menggunakan skala empati. Pengujian

    realibilitas skala empati dengan menggunakan koefisien realibilitas Alpha

    Cronbach dan diperoleh hasil 0,928 dari 42 item dengan rentang indeks

    diskriminasi aitem total antara 0,306 hingga 0,714. Data dianalisis menggunakan

    Uji Mann-Whitney. Hasil menyatakan nilai p < 0,05 yaitu 0,003 < 0,05. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat empati yang signifikan

    pada orang dewasa yang memelihara hewan di masa kecil bila dibandingkan

    dengan orang yang tidak pernah memelihara hewan, dimana orang dewasa yang

    memelihara hewan di masa kecil memiliki tingkat empati yang lebih tinggi, dilihat

    dari perbandingan dengan nilai meanorang dewasa yang tidak pernah memelihara

    hewan (125,80 > 122,38).

    Kata kunci: empati, memelihara hewan, tidak memelihara hewan.

    vi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • THE DIFFERENCE OF EMPATHY DEGREE BETWEEN ADULT WHO

    HAVE A PET AT CHILDHOOD AND ADULT WHO NEVER HAVE A

    PET

    Ikma Edewelma

    ABSTRACT

    This research was aimed to seek for the difference of empathy degree

    between adult who have a pet at childhood and adult who never have a pet. The

    hypothesis that proposed was that the empathy degree between adult who have a

    pet at childhood was higher than who never have a pet. Subject of this research

    was 322 people which consist of 161 adult who have a pet at childhood and 161

    adult who never have a pet. Empathy scale was used as the data collection of this

    research. The reliability of the empathy scale was verified by using reliability

    coefficient method Alpha Cronbach and the result found was 0,928 from 42 items

    with total index discrimination item range was 0,306 until 0,714. Data was

    analyzed using Mann-Whitney test. The result found that p

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

    berkat dan menyertai sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi

    ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

    Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti juga

    menyadari bahwa banyak pihak lain yang memberikan kontribusi membantu

    penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan

    terima kasih kepada:

    1. Dr. Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Monica Eviandaru M., M.App.Psych., Ph.D. selaku Kepala Program Studi

    Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

    menyediakan waktu untuk membimbimbing dan mengarahkan penulis

    untuk mengerjakan skripsi ini.

    4. Dosen Penguji yang telah memberikan waktunya untuk membimbing

    penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    5. Robertus Landung Eko Prihatmoko M.Psi dan Drs. Hadrianus Wahyudi

    M.Si yang telah menjadi dosen pembimbing akademik semasa

    perkuliahan.

    ix

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

    yang telah mengajar serta mendidik penulis selaku mahasiswa Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    7. Ibu Nanik, Mas Gandung dan Mas Muji selaku staff Psikologi yang telah

    memberikan banyak bantuan selama masa perkuliahan.

    8. Kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menyertai dan

    memberkatiku.

    9. Kepada kedua orang tua, om, tante, pakdhe, budhe, seluruh saudara, terima

    kasih sudah memotivasi dan memberikan dukungan serta menjadi sumber

    semangat, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

    10. Kepada para 5 CM / 5 Poin, yaitu Samuel, Randy, Fena dan Zerlinda,

    terima kasih sudah memberikan banyak bantuan terkait dalam bidang

    akademis maupun non akademis. Terima kasih sudah memberikan banyak

    penghiburan dan menjadi tempat untuk berbagi kisah selama ini.

    11. Kepada Rosario Wendy, sahabat baikku yang sudah membantu banyak hal

    dalam pembuatan skripsi ini dan juga Syane yang sudah membantu untuk

    menyebarkan kuisioner.

    12. Untuk Karina, Dewi, Peni, Devina, Estu, Hans, Claudia, Putri (VOC),serta

    seluruh angkatan 2013 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta, yang sudah banyak membantu dalam proses pengerjaan

    skripsi dan juga memberikan semangat agar skripsi cepat selesai.

    x

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13. Untuk Erlinda yang menemani dan mengantarku untuk memenuhi keperluan

    pendaftaran ujian, serta hanifa, shela & dila yang memberikanku semangat

    dan dukungan.

    14. Untuk Dhila ichi yang sudah membantu menyebarkan kuisioner dan

    mengajakku refreshing selama di Jogja.

    15. Untuk saudaraku Mas Timot, yang sudah memotivasiku agar segera

    menyelesaikan skripsi dan telah membantu menyebarkan kuesioner.

    16. Untuk UNSecret yang menjadi media penyebaran kuesioner online.

    17. Untuk teman-teman yang telah berbaik hati untuk membantu menyebarkan

    dan mengisi kuesioner.

    18. Untuk Dog Lovers Solo dan Golden RetrieverGroup Indonesia yang telah

    memberikan ijin untuk penyebaran kuesioner.

    19. Untuk KPSGI (Komunitas Pecinta Sugar Glider Solo) yang telah

    memberikan dukungan dalam penulisan skripsi.

    20. Untuk dedek Toshi dan Mas Asus yang telah membantu dalam proses

    penyelesaian skripsi.

    \

    xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING....................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI................................................................. ii

    HALAMAN MOTTO............................................................................................ iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................................. v

    ABSTRAK............................................................................................................. vi

    ABSTRACT...........................................................................................................vii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................ viii

    KATA PENGANTAR........................................................................................... ix

    DAFTAR ISI......................................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL............................................................................................... xvii

    DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xviii

    DAFTAR GRAFIK.............................................................................................. xix

    DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xx

    BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1

    A. Latar Belakang...................................................................................... 1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    B. Rumusan Masalah............................................................................... 12

    C. Tujuan Penelitian................................................................................ 12

    D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 13

    1. Manfaat Teoritis............................................................................13

    2. Manfaat Praktis.............................................................................13

    BAB II. LANDASAN TEORI.............................................................................. 14

    A. Empati................................................................................................ 14

    1. Definisi.......................................................................................... 14

    2. Aspek Empati................................................................................ 16

    3. Perkembangan Empati................................................................... 18

    4. Faktor yang Mempengaruhi Empati.............................................. 19

    5. Keterkaitan antara Empati yang Dimiliki oleh Anak dengan

    Masa Dewasanya........................................................................... 26

    6. Empati pada Hewan........................................................................27

    B. Memelihara Hewan............................................................................ 28

    1. Definisi.......................................................................................... 28

    2. Anjing............................................................................................ 30

    3. Pengaruh Memelihara Hewan terhadap Perkembangan

    pada Anak...................................................................................... 31

    C. Dewasa...................................................................................................... 34

    1. Definisi dan Batasan........................................................................... 34

    2. Perkembangan pada Masa Dewasa..................................................... 35

    D. Dinamika Pemeliharaan Hewan terhadap Perkembangan Empati............ 37

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    E. Skema Empati pada Pemelihara Hewan................................................... 44

    F. Hipotesis.................................................................................................... 45

    BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 46

    A. Jenis Penelitian.......................................................................................... 46

    B. Identifikasi Variabel Penelitian................................................................. 46

    C. Definisi Operasional.................................................................................. 46

    1. Empati................................................................................................. 46

    2. Memelihara Hewan............................................................................. 47

    D. Subjek Penelitian....................................................................................... 48

    E. Metode dan Alat Pengumpulan Data........................................................ 49

    F. Kredibilitas Alat Ukur............................................................................... 51

    1. Validitas.............................................................................................. 51

    2. Seleksi item.........................................................................................52

    3. Reliabilitas........................................................................................... 55

    G. Metode Analisis Data................................................................................ 56

    1. Uji Asumsi.......................................................................................... 56

    a. Uji Normalitas............................................................................... 56

    b. Uji Homogenitas............................................................................ 57

    2. Uji Hipotesis........................................................................................ 57

    BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................... 58

    A. Pelaksanaan Penelitian.............................................................................. 58

    B. Deskripsi Subjek Penelitian...................................................................... 59

    C. Hasil Penelitian......................................................................................... 60

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    1. Deskripsi Data Penelitian.................................................................... 60

    2. Uji Asumsi.......................................................................................... 65

    a. Uji Normalitas............................................................................... 65

    b. Uji Homogenitas........................................................................... 68

    3. Uji Hipotesis........................................................................................ 69

    D. Pembahasan............................................................................................... 71

    BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 76

    A. Kesimpulan............................................................................................... 76

    B. Keterbatasan Penelitian..............................................................................76

    C. Saran.......................................................................................................... 78

    1. Terkait dengan Manfaat Penelitian.....................................................78

    2. Terkait dengan Kelanjutan Penelitian................................................. 78

    DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 78

    LAMPIRAN.......................................................................................................... 84

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1.Blue Print Skala Empati (uji coba)...................................................... 49

    Tabel 3.2.Distribusi Item Skala Empati (Uji coba).............................................. 50

    Tabel 3.3.Penafsiran Indeks Diskriminasi Item................................................... 53

    Tabel 3.4.Penyebaran item yang layak dan yang gugur pada Skala Empati........ 54

    Tabel 4.1.Deskripsi Pembagian Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin................... 59

    Tabel 4.2.Deskripsi Pembagian Subjek Berdasarkan Usia.................................. 60

    Tabel 4.3.Mean Empiris Empati Subjek yang Memelihara

    Hewan................................................................................................................... 61

    Tabel 4.4.Mean Empiris Empati Subjek yang Tidak Memelihara

    Hewan................................................................................................................... 61

    Tabel 4.5.Mean Empiris Empati Subjek yang Memelihara Hewan & Tidak

    Memelihara Hewan............................................................................................... 62

    Tabel 4.6.Perbandingan Mean Empiris dan Mean Teoritis.................................. 62

    Tabel 4.7.Acuan Kategori Data............................................................................ 63

    Tabel 4.8.Data Skala Empati................................................................................ 64

    Tabel 4.9.Kategori Skala Empati......................................................................... 64

    Tabel 4.10.Kategori Tingkat Empati Pada Pemelihara Hewan dan Bukan

    Pemelihara Hewan................................................................................................ 64

    Tabel 4.11.Hasil Uji Normalitas Subjek yang Memelihara Hewan..................... 67

    Tabel 4.12.Hasil Uji Normalitas Subjek yang Tidak Memelihara Hewan.......... 68

    Tabel 4.13.Hasil Uji Homogenitas....................................................................... 69

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xviii

    Tabel 4.14.Hasil Uji hipotesis (Mann-Whitney).................................................. 70

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Skema Empati pada Pemelihara Hewan.............................................. 44

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xx

    DAFTAR GRAFIK

    Grafik 4.1. Hasil Uji Normalitas Subjek yang Memelihara Hewan..................... 66

    Grafik 4.2. Hasil Uji Normalitas Subjek yang Tidak Memelihara Hewan........... 67

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xxi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran A. Skala Penelitian............................................................................... 85

    Lampiran B. Hasil Reliabilitas........................................................................... 110

    Lampiran C. Hasil Uji Normalitas...................................................................... 115

    Lampiran D. Hasil Uji Homogenitas.................................................................. 124

    Lampiran E. Hasil Uji Hipotesis (Mann-Whitney).............................................. 126

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Manusia merupakan mahkluk sosial yang akan melakukan

    interaksi dengan orang lain (Walgito, 2010). Ketika berinteraksi dengan

    orang lain, empati dibutuhkan karena merupakan kualitas utama dalam

    berinteraksi (Zuchdi, 2003). Rogers (dalam Taufik, 2012) pada penelitian

    dan riset yang telah dilakukan diperoleh bahwa empati telah menjadi pusat

    dalam interaksi antar pribadi yang efektif. Empati sendiri merupakan

    kapasitas untuk berbagi dan mengerti sebagian dari pikiran atau emosi

    yang dialami oleh orang lain (Ioannidou & Konstantikaki, 2008).

    Empati juga dapat digambarkan sebagai perasaan yang menyatu

    dengan keadaan emosional yang sedang dialami oleh orang lain (King,

    2010).Howe (2015) mengungkapkan empati adalah hasil pemikiran dan

    perasaan yang terdiri dari respon afektif berupa mampu merasakan

    perasaan orang lain dan respon kognitif dimana seseorang mampu

    memahami mengapa orang lain tersebut merasakannya. Dapat disimpulkan

    bahwa empati terdiri dari 2 aspek yaitu aspek afektif dan kognitif. Aspek

    afektif berupa kemampuan untuk merasakan perasaan yang sedang dialami

    oleh orang lain dan aspek kognitif berupa kemampuan untuk mengetahui

    serta memahami alasan mengapa orang lain mampu merasakan perasaan

    tersebut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Menurut McDonald & Messinger (in press) pembentukan empati

    terbaik diperoleh ketika bayi hingga masa-masa anak bersekolah. Seorang

    anak mulai memasuki masa sekolah ketika berada pada masa anak

    pertengahan, dimana anak berusia 6 hingga 11 tahun (Berk, 2012). Selman

    (dalam Taufik, 2012) menemukan bahwa anak yang berusia 7-12 tahun

    berada dalam tahap perspective-taking dimana dalam usia ini anak-anak

    mampu masuk ke dalam diri orang lain dan mampu memandang perasaan,

    pikiran, serta perilaku mereka sendiri melalui perspektif orang lain. Pada

    masa tersebut dirasa merupakan usia yang tepat dimana anak mulai

    mampu untuk merealisasikan empati, karena mereka telah mampu

    memahami sekaligus merasakan kondisi orang lain dengan cara masuk ke

    dalam alam pikiran dan perasaan orang lain tersebut (Taufik, 2012).

    Meskipun pembentukan empati pada seseorang terjadi pada bayi

    hingga masa anak pertengahan, namun empati memiliki peran penting

    dalam kehidupan di masa dewasanya. Orang yang sedang berada dalam

    masa dewasa yaitu seseorang yang berada dalam rentang usia 20 hingga 30

    tahun (King, 2010). Empati memiliki peran penting dalam kehidupan

    individu dewasa karena orang dewasa awal sedang berada dalam tahap

    intimasi dan isolasi (Erikson dalam Feist & Feist, 2010). Pada tahap

    tersebut seorang dewasa awal sedang berusaha untuk menjalin hubungan

    intim dengan orang lain atau akan terisolasi secara sosial (King, 2010).

    Selain itu Rubin (dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000)

    mengungkapkan bahwa rasa empati dan percaya datang dari komunikasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    yang dekat dan kedekatan hubungan antara satu sama lain dibutuhkan

    untuk membentuk keintiman. Selain itu, menurut Ridzal (2017)

    mendengarkan dengan penuh empati dan kesediaan menerima pesan dari

    pasangan merupakan hal vital untuk berkomunikasi dengan baik antar

    pasangan. Sehingga dalam pemaparan tersebut empati dirasa menjadi

    modal penting dalam membentuk keintiman dengan pasangan.

    Warneken & Tomasello (dalam Taufik, 2012) menyatakan dampak

    yang paling jelas terlihat dari adanya empati adalah perilaku tolong

    menolong (altruisme). Perilaku nyata altruisme yang ditunjukkan dalam

    interaksi setiap hari yang dilakukan oleh para usia dewasa, khususnya pada

    mereka yang telah menjadi orang tuayaitu ketika mereka mampu

    memberikan pengajaran yang baik mengenai altruisme kepada anaknya

    (Zahn-Waxler, Hollenbeck & Radke-Yarrow, 1984). Berdasarkan hal

    tersebut maka dapat diketahui bahwa empati sangat dibutuhkan oleh para

    orang dewasa dalam membentuk keintiman dan perilaku tolong menolong.

    Howe (2015) menyatakan bahwa banyak studi yang mendukung

    ungkapan bahwa empati, perilaku-perilaku sosial dan pertimbangan moral

    yang berorientasi kepedulian dapat saling terkait.Beberapa penelitian yang

    dilakukan di Indonesia mampu mendukung pernyataan tersebut. Sari,

    Ramdhani & Eliza (2003) menemukan dalam penelitiannya yang

    menyertakan 150 subjek dengan usia 15-22, menggunakan Empathy Scale

    (ES) dan Smoking Behavior Scale (SBS), memiliki hasil korelasi yang

    negatif antara empati dan perilaku merokok di tempat umum. Hal tersebut

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    memiliki arti bahwa semakin tinggi tingkat empati seseorang maka

    semakin jarang seorang perokok merokok di tempat umum. Dimana

    mereka mengurangi perilaku merokok ditempat umum karena lebih

    toleran, menghargai perasaan orang lain serta peduli pada orang-orang di

    sekelilingnya (Sari, Ramdhani & Eliza, 2003).

    Penelitian mengenai empati juga dilakukan oleh Mawarni,

    Hardjono & Handayani (2013). Penelitian dilakukan untuk mengetahui

    hubungan mencari sensasi dan empati dengan school bullying pada 101

    siswa remaja putra kelas X dan XI di Madrasah Mu’allimin

    Muhammadiyah Yogyakarta. Pengukuran empati menggunakan skala

    empati yang merupakan adaptasi dari Interpersonal Reactivity Index,

    memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan

    antara tingkat empati dengan school bullying pada subjek. Hal ini

    menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat empati yang dimiliki para

    siswa maka akan semakin rendah tingkat bullying.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Elvinawanty dan Mailani

    (2016) yang melibatkan 60 pasangan di Kelurahan Binjai, Kecamatan

    Medan Denai, menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

    tingkat empati dengan tingkat pengampunan yang dimiliki subjek.

    Semakin tinggi tingkat empati yang dimiliki maka akan semakin tinggi

    pula tingkat pengampunan yang dimiliki terhadap pasangan.

    Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat ditarik sebuah

    kesimpulan bahwa ketika seseorang memiliki tingkat empati yang tinggi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    maka seseorang akan berperilaku baik sesuai dengan prinsip moral yang

    diterima oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya, ketika seseorang

    memiliki tingkat empati yang rendah maka seseorang akan berperilaku

    kurang baik yang ternyata kurang sesuai dengan prinsip moral masyarakat.

    Empati dipercaya memiliki kekuatan untuk mengaktifkan prinsip-prinsip

    moral (Howe, 2015). Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat usaha untuk

    hidup dengan baik di tengah masyarakat, maka muncul perilaku yang

    disebut perilaku bermoral (Howe, 2015). Kehidupan sosial yang dianggap

    berhasil membutuhkan adanya aturan-aturan dan nilai moral (Howe,

    2015).

    Selain itu, banyak riset yang telah dilakukan dalam bidang

    keperawatan, khususnya mengenai peran empati untuk mempercepat

    kesembuhan pasien (Taufik, 2012). Banyak psikolog kesehatan yang

    menyatakan bahwa dukungan, pemahaman, dan perhatian yang diberikan

    oleh keluarga serta orang-orang yang terdekatnya memiliki pengaruh besar

    terhadap kesembuhan pasien, sehingga hal tersebut menunjukkan betapa

    pentingnya empati yang mampu berfungsi sebagai obat, dimana para ahli

    menyatakan empati dari para keluarga dan orang-orang terdekatnya

    mampu memberikan pengaruh yang lebih besar dari obat-obatan medis

    (Taufik, 2012). Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat

    disimpulkan bahwa empati sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

    Goleman (1995) menyebutkan jika seseorang kurang memiliki

    empati dapat menimbulkan berbagai masalah ketika berinteraksi di dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    kehidupan bermasyarakat. Gordon (dalam Howe, 2015) meyakini bahwa

    terhadap hubungan negatif yang nyata antara empati dan agresi, dimana

    kegagalan empati mampu menyebabkan ketidakacuhan, kekejaman dan

    kekerasan. Gordon (dalam Howe, 2015) menyebutkan bahwa semakin

    rendah empati, maka akan semakin mudah orang untuk melakukan tindak

    kekerasan. Sedangkan semakin besar empati yang dimiliki oleh seseorang

    maka semakin besar kemungkinannya untuk membantu dan menolong

    orang lain (Howe, 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanpa adanya

    empati maka hubungan sosial dan perilaku menolong sulit terbentuk.

    Kasus nyata yang terjadi di Indonesia perihal rendahnya perilaku

    menolong sebagai bentuk kurangnya empati terjadi pada 10 Februari 2018.

    Sebuah kecelakaan bus terjadi di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat.

    Kecelakaan bus ini menewaskan 27 anggota Koperasi Simpan Pinjam

    (KSP) Permata, Ciputat, Tangerang Selatan. Seorang anggota KSP

    Permata yang selamat dalam kecelakaan, Karmila mengaku bahwa warga

    sekitar tidak mau menolong para korban. Mereka sibuk merekam situasi di

    lokasi kejadian pasca kecelakaan terjadi dengan menggunakan ponsel

    mereka masing-masing. Ketika Karmila meminta tolong untuk meminjam

    ponsel para warga karena ponselnya sendiri berada di dalam bus yang

    telah ringsek, para warga tidak mau meminjamkan dengan alasan tidak

    memiliki pulsa atau baterai ponsel mereka habis, namun banyak dari

    warga tetep merekam kejadian sekitar dengan ponsel mereka. Setelah itu,

    Karmila yang lemas karena harus berjuang keluar dari bus bergegas

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    mencoba menyelamatkan rekan-rekannya yang masih bisa diselamatkan di

    dalam bus(https://megapolitan.kompas.com, 14 Februari 2018).

    Kasus lain yang berkaitan dengan empati juga terjadi ketika

    munculnya kasus pembunuhan berencana pemilik toko air soft gun yang

    bernama Indra Gunawan karena dendam pribadi. Psikolog Irna Mauli

    memaparkan bahwa pelaku kriminal dalam aksi tersebut umumnya

    memiliki karakteristik yang ditandai dengan kecenderungan sikap

    manipulatif dan kurangnya rasa empati (www.analisadaily.com, 24 Januari

    2017).

    Selain kasus pembunuhan terhadap manusia, terdapat pula kasus

    penganiayaan dan pembunuhan terhadap hewan yang dilakukan oleh

    seorang mahasiswa jurusan hukum salah satu universitas swasta di Kota

    Surabaya. Dimana pemuda tersebut memukuli berkali-berkali seekor

    anjing dalam sebuah jaring hijau.. Meskipun anjing tersebut mendengking

    lemah ketika dipukuli, pemuda tersebut tidak menghentikan pukulannya.

    Aksinya tersebut terekam dalam sebuah video yang kemudian diunggah ke

    salah satu media sosial dan mendapat banyak kecaman dari warga.

    (surabaya.tribunnews.com, 26 Desember 2017). Miller (dalam Petersen &

    Farrington, 2007) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap hewan

    merupakan salah satu tanda dari kurangnya empati. Sehingga kasus

    kekerasan terhadap hewan juga merupakan akibat dari kurangnya empati

    dalam diri seseorang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    http://www.analisadaily.com/

  • 8

    Berbagai berita tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kasus

    yang diakibatkan kurangnya rasa empati dalam diri individu yang terlibat.

    maka dirasa penting jika seseorang memiliki tingkat empati yang tinggi

    agar hal tersebut tak terulang kembali.Peningkatan empati sangat

    diperlukan dalam hal ini. Howe (2015) menyebutkan bahwa salah satu

    faktor dalam perkembangan empati yaitu adanya pengalaman. Sullivan

    (dalam Taufik, 2012) mengungkapkan bahwa anak dan ibu memiliki

    ikatan hubungan empatik. Pengalaman interaksi antar anak dengan orang

    tuanya yang berkualitas baik di masa awal dapat mengembangkan

    hubungan yang akrab dan empatik. Sehingga dapat disimpulkan interaksi

    sosial yang dilakukan, mampu meningkatkan empati yang dimiliki

    (Howe,2015).

    Di sisi lain, empati tidak hanya dapat dimunculkan dengan

    berinteraksi pada sesama manusia, namun juga interaksi dengan hewan.

    Hal ini disebabkan empati mampu dibentuk dengan baik pada masa kanak-

    kanak awal karena telah mampu memahami perspektif orang lain, dimana

    memahami perspektif orang lain merupakan modal untuk berempati dan

    pada usia 10-12 tahun, anak telah mampu membentuk empati pada orang

    lain yang kurang beruntung (Santrock, 2007).

    Selain itu diketahui sekitar 90% pemilik hewan percaya bahwa

    hewan memiliki peran penting dalam kehidupan anak-anak (Horn & Meer

    dalam Rothgerber & Mican, 2014). Hal tersebut dapat menunjukkan

    sebuah keterkaitan bahwa berinteraksi dengan hewan peliharaan pada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    masa kanak-kanak mampu meningkatkan empati. Dimana anak-anak yang

    berkomunikasi dengan mahkluk non verbal (salah satunya adalah

    binatang) mampu meningkatkan empati, karena berkaitan dengan

    kemampuan untuk membayangkan apa yang orang lain pikirkan dan

    rasakan (Levinson, 1978).

    Melson (2003) mengemukakan bahwa alasan yang memungkinkan

    mengapa memelihara hewan dapat diasosiasikan dengan besarnya empati

    yaitu adanya peran hewan peliharaan tersebut pada interaksi dalam

    keluarga. Melson, Peet dan Sparks (1991) menemukan bahwa anak yang

    memiliki kelekatan lebih banyak kepada hewan peliharaannya akan lebih

    berempati terhadap teman sebayanya. Di sisi lain kelekatan pada binatang

    peliharaan mampu memberikan dukungan secara psikologi dan sosial

    (Chandler, dkk. 2015).

    Dally & Suggs (2010) menemukan mayoritas guru yang telah

    disurvey mengatakan bahwa adanya hewan peliharaan dalam kegiatan

    mengajar di kelas mampu meningkatkan empati.Sebuah penelitian yang

    lain menunjukkan bahwa hewan peliharaan mampu memberikan hasil

    positif terhadap perkembangan pada empati dan perasaan kasihan pada

    anak-anak (Levinson 1978). Temuan tersebut menunjukkan bahwa empati

    pada anak mampu ditingkatkan dengan pemeliharaan hewan.Sehingga

    dapat disimpulkan bahwa selain menjadi hobi yang berfungsi sebagai

    teman bermain pemilik, memelihara hewan dapat memberikan manfaat

    lain karena mampu meningkatkan empati pemiliknya. Hal ini dapat sangat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    menguntungkan karena pemilik tidak perlu melakukan hal-hal khusus

    untuk meningkatkan empati, namun sudah dapat meningkatkan empatinya

    cukup dengan berinteraksi dengan hewan peliharaan atau berinteraksi

    dengan orang-orang yang terkait dalam pemeliharaan hewan tersebut.

    Ada berbagai alasan mengapa seseorang memelihara hewan.

    Menurut Rahmiati & Pribadi (2014), terdapat dua tujuan memelihara

    hewan yaitu sebagai ternak dan sebagai companion animal dimana pemilik

    menjadikan hewan sebagai teman bermain. Manusia telah menjadikan

    hewan sebagai teman sudah dimulai sejak masa prahistoris (Levinson,

    1978).Tujuan memelihara hewan ini disebabkan hobi yang mampu

    mengurangi kesepian dengan berinteraksi dan merawat hewan tersebut

    (Birsa, Marinsek & Tunsak dalam Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012).

    Staats (dalam Chandler, dkk. 2015) mengungkapkan bahwa pada studi

    yang mengeksplorasi alasan memelihara hewan, ditemukan jika

    menghindari rasa kesepian adalah alasan yang paling sering muncul.

    Sehingga dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini tujuan memelihara

    hewan yang dimaksud sebagai companion animal karena membahas

    interaksi anak dengan hewan peliharannya.

    Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Cutt, Rijken & van Beek

    (dalam Utz, 2014) mengungkapkan bahwa efek positif yang dikaitkan

    antara memelihara hewan dengan interaksi manusia-hewan dapat berbeda

    bergantung pada jenis hewan yang dipelihara. Sanders (1993) menemukan

    bahwa berdasarkan hasil autoetnografi dan observasi yang ia lakukan, ia

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    menyimpulkan meski anjing tidak memiliki bahasa verbal, namun anjing

    mampu berkomunikasi dengan manusia dan hubungan antara anjing

    dengan manusia mampu memberikan perbedaan dari hubungan antar

    manusia karena lebih berlandaskan pada afeksi dan mampu memberikan

    interaksi yang bebas kritikan. Wood, et al (2015) menemukan bahwa

    orang yang memelihara anjing menerima dukungan sosial lebih besar

    dibandingkan pemilik hewan peliharaan lain, dimana dukungan sosial

    sendiri mengandung unsur empati di dalamnya. Sehingga dapat diketahui

    bahwa para pemilik anjing memiliki interaksi empati yang lebih tinggi

    dibandingkan pemilik hewan peliharaan selain anjing. Pernyataan tersebut

    yang menjadi alasan mengapa anjing dipilih dalam penelitian ini.

    Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utz (2012)

    menemukan bahwa pemilik hewan memiliki kesehatan fisik yang lebih

    baik dibandingkan orang yang tidak memelihara hewan, namun tidak

    meneliti perbedaan yang dapat ditimbulkan dari segi empati. Sedangkan

    Rothgeber & Mican (2001) mengungkapkan bahwa individu dewasa yang

    memelihara hewan di masa kecil akan lebih berempati dengan hewan

    dibandingkan individu dewasa yang tidak memelihara hewan. Namun

    tidak diteliti lebih lanjut apakah individu dewasa yang memelihara hewan

    sewaktu kecil tersebut juga memiliki empati yang lebih tinggi kepada

    sesama manusia jika dibandingkan dengan individu yang tidak pernah

    memelihara hewan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mencari tahu

    apakah individu dewasa yang memelihara hewan sewaktu kecil memiliki

    empati yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang tidak

    pernah memelihara hewan. Mengingat empati juga diperlukan pada masa

    dewasa seseorang meskipun pembentukan empati berada pada masa

    kanak-kanak pertengahan. Diharapkan hasil penelitian nantinya dapat

    menyumbang informasi lain mengenai empati sebagai dampak dari

    pemeliharaan hewan.

    B. Rumusan Masalah

    Rendahnya tingkat empati pada orang dewasa menjadi masalah

    karena dapat menyebabkan perilaku kekerasan, kurangnya perilaku tolong-

    menolong dan sulitnya untuk menjalin hubungan intim. Sehingga empati

    perlu ditingkatkan untuk menghindari hal tersebut. Di sisi lain banyak

    studi yang menenukan bahwa memelihara hewan mampu meningkatkan

    empati pada anak. Untuk mengetahui hal tersebut maka pertanyaan

    penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan tingkat empati antara

    orang dewasa yang memiliki hewan peliharaan di masa kecil dengan orang

    yang tidak pernah memelihara hewan peliharaan?

    C. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui perbedaan tingkat empati pada pemelihara

    hewan peliharaan dengan orang yang tidak memelihara hewan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

    1. Manfaat Teoritis

    Diharapkan bahwa hasil penelitian ini mampu memberikan

    kontribusi baru dalam bidang psikologi, terutama pada topik empati.

    Dimana menambah pembahasan mengenai empati yang dikaitkan

    dengan pemeliharaan hewan. Khususnya keterkaitan pemeliharaan

    hewan pada masa kanak-kanak terhadap tingkat empati pada masa

    dewasanya.

    2. Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

    pemilik hewan peliharaan maupun orang yang akan memelihara hewan

    mengenai dampak yang ditimbulkan dari memelihara hewan

    peliharaan khususnya pada aspek empati.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Empati

    1. Definisi

    Berdasarkan Kamus Psikologi APA (2006: 327), empati diartikan

    sebagai memahami seseorang dari kerangka pada keterangan yang

    cukup dimiliki pada seseorang, sehingga pengalaman orang lain berupa

    perasaan, persepsi dan pemikiran seolah dialami sendiri. Empati tidak

    digambarkan untuk menjadi sebuah bentuk pertolongan, di samping itu

    hal tersebut akan berubah menjadi simpati atau distres pribadi, dimana

    menghasilkan sebuah aksi nyata.

    Menurut Zahn-Waxler, Hollenbeck & Radke-Yarrow (1984)

    empati adalah kapasitas untuk merasakan perasaan orang lain. Lipps

    (dalam Ioannidou & Konstantikaki, 2008) mengungkapkan kata

    einfuhlung sebagai kata awal dari empati yang memiliki makna yang

    menggambarkan apresiasi emosional terhadap perasaan orang lain.

    Levenson & Ruef (1992) menyatakan empati adalah bagian

    fundamental dari emosi struktur sosial, menyediakan jembatan antara

    perasaan pada satu orang dengan orang lainnya.

    Definisi empati yang diungkapkan oleh Goleman (dalam Rachmah,

    2014) menyatakan bahwa empati merupakan suatu keadaan berupa

    membagi perasaan dengan orang lain secara emosional. Hurlock

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    (dalam Mawarni, Hardjono & Andayani, 2013) mendefiniskan empati

    sebagai kemampuan seseorang untuk menempatkan diri sendiri dalam

    keadaan psikologis orang lain dan untuk melihat suatu situasi dari

    sudut pandang orang lain. Sedangkan menurut Hoffman (dalam Zahn-

    Waxler, Hollenbeck & Radke-Yarrow, 1984) empati memiliki

    komponen kognitif dan afektif, dimana komponen afektif merupakan

    pengalaman emosional atau merasakan pengalaman orang lain,

    sedangkan komponen kognitif berupa pengertian intelektual atau

    interpretasi dari bagaimana sebuah pengalaman memiliki arti. Selain

    itu menurut Howe (2015) empati merupakan hasil pemikiran dan

    perasaan yang terdiri dari respon afektif dan kognitif dimana seseorang

    mampu merasakan perasaan orang lain dan memahami mengapa orang

    lain tersebut merasakannya.

    Dapat disimpulkan dari berbagai definisi di atas, empati merupakan

    hasil pemikiran dan perasaan untuk mampu merasakan apa yang

    dirasakan oleh orang lain dengan menggunakan kesadaran kognitif

    serta ikut merasakan kondisi yang dialami dan perasaan yang tengah

    dirasakan oleh orang lain sebagai sebuah respon afektif.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    2. Aspek Empati

    Howe (2015) mengungkapkan bahwa empati dapat merupakan

    hasil dari pikiran maupun perasaan. Empati terdiri dari respon afektif

    dan kognitif, merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan

    memahami mengapa orang lain tersebut merasakannya.

    a. Empati secara afektif

    Empati secara afektif ditandai ketika seseorang mampu

    merasakan kesusahan yang dialami oleh orang lain, mampu melihat

    dan memahami kesedihan orang lain (Howe, 2015). Secara pasti

    kesusahan dan kesedihan dialami oleh orang lain, namun hal itu

    mampu mempengaruhi secara emosional pada orang tersebut

    (Howe, 2015). Di dalam empati emosional atau afektif, kita dapat

    merasakan perasaan orang lain yang dan yang mendukung adanya

    proses kerja sama, altruism, kekompakan dan keamanan (Howe,

    2015).

    b. Empati secara kognitif

    Empati kognitif didasarkan pada kemampuan melihat,

    berimajinasi dan memikirkan sebuah situasi dari sudut pandang

    yang dimiliki oleh orang lain (Howe, 2015). Selain itu dalam

    empati kognitif dibutuhkan kemampuan untuk membaca,

    mengenali dan menegoisasikan perilaku & maksud-maksud dari

    orang lain (Howe, 2015). Empati kognitif melibatkan sebuah

    proses reflektif yang lebih berbasis kognitif untuk memahami

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    perspektif orang lain (Howe, 2015). Diperlukan adanya sebagian

    pengetahuan mengenai riwayat, kepribadian, keadaan dan situasi

    orang lain, sebelum kita mampu menggerakkan otak kita untuk

    membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang lain tersebut

    (Howe, 2015).

    Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diperoleh beberapa ciri

    orang berempati yang dapat dikembangkan menjadi indikator dari

    aspek empati yang diungkapkan oleh Howe (2015).

    a. Aspek empati secara afektif

    1) Kemampuan merasakan perasaan orang lain.

    Empati ditandai ketika seseorang mampu merasakan

    kesusahan yang dialami oleh orang lain, mampu melihat

    dan memahami kesedihan orang lain.

    b. Aspek empati secara kognitif

    1) Mampu mengerti dan mengenali perilaku & maksud-

    maksud dari orang lain.

    Seseorang yang memiliki tingkat empati yang tinggi

    akan cenderung menganalisis tujuan atau maksud yang

    dimiliki oleh seseorang.

    2) Mampu memahami perspektif orang lain

    Seseorang yang empatik akan mampu memahami

    pandangan orang lain.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    3) Mampu berimajinasi dan memikirkan sebuah situasi dari

    sudut pandang orang lain.

    Seseorang yang memiliki tingkat empati yang tinggi

    akan semakin mampu untuk membayangkan bagaimana

    menjadi orang lain.

    3. Perkembangan Empati

    Menurut Damon (dalam Santrock, 2007), terdapat beberapa proses

    perkembangan empati sebagai berikut:

    Pada masa bayi, empati yang dimunculkan masih secara global.

    Respon individu pada usia bayi bercirikan pengertian akan perasaan

    dan kebutuhan orang lain.

    Di usia 1-2 tahun, individu mulai mampu merasakan

    ketidaknyamanan yang dialami oleh orang lain dan mulai

    memperhatikannya meskipun belum dapat memahaminya dengan jelas.

    Namun individu pada usia ini belum mampu menerjemahkan perasaan

    tersebut dalam tingkat laku yang efektif.

    Memasuki masa kanak-kanak awal, anak menjadi lebih sadar akan

    adanya perspektif orang lain yang berbeda dan mampu memahami

    bahwa orang lain mungkin saja bereaksi berbeda terhadap suatu

    situasi. Kesadaran ini memungkinkan anak untuk berespon lebih wajar

    terhadap kesusahan orang lain.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Pada usia 10-12 tahun, anak telah mampu membentuk empati

    terhadap orang lain yang hidup dalam kondisi yang tidak

    menguntungkan. Bahkan saat remaja, individu sudah memiliki

    kesensitifan yang memberi pandangan humanistik pada ideologi dan

    pemahamannya mengenai politik.

    4. Faktor yang mempengaruhi empati

    a. Kebudayaan

    Semakin beragam etnis dan budaya dalam sebuah

    masyarakat maka dapat terjadi peningkatan ketertarikan terhadap

    empati dalam kaitannya dengan perbedaan kebudayaan dan

    terkadang dideskripsikan sebagai ‘empati etnokultural’ (Wang,

    dalam Howe, 2015). Rasoal et al. (dalam Howe, 2015)

    mendefinisikan empati etnokultural sebagai ‘memahami,

    merasakan dan peduli terhadap apa yang dirasakan oleh orang yang

    yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dari dirinya. Sebuah

    studi yang dilakukan oleh Marthur et al. (dalam Howe, 2015)

    menemukan bahwa pada individu-individu Amerika-Afrika dan

    Amerika kaukasian memiliki level empati yang lebih tinggi ketika

    mereka melihat kesusahan dari kelompok kebudayaan mereka

    sendiri. Ridle dan Lingle (dalam Howe, 2015) mengungkapkan

    bahwa empati kultural ‘melibatkan penguatan respons empatik

    manusia yang mampu memunculkan rasa mutualis dan pemahaman

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    di tengah perbedaan yang besar dalam nilai dan pengharapan yang

    sering terjadi dalam interaksi lintas kultural.’ Hingga saat ini pokok

    bahasan mengenai hal tersebut masih terbatas.

    b. Person, Situasi dan Perilaku Sosial

    Keragaman tingkat pada sifat dan kecenderungan manusia

    seperti kecerdasaan atau kekuatan, rasa malu atau humor, juga

    terjadi pada level empati (Howe, 2015). Penyebab dari berbagai

    perbedaan tersebut mungkin bersifat bawaan dan biologis atau

    hasil dari pengasuhan dan pengalaman (Howe, 2015). Kualitas

    individu atau sifat kepribadian yang dimiliki seseorang, seringkali

    merupakan hasil dari hubungan dinamis antara gen dan

    lingkungan, bawaan dan pengasuhan, biologi dan pengalaman

    (Howe, 2015). Pada intinya faktor-faktor lain selain jenis kelamin

    atau gender, seperti kepribadian, temparemen dan kebudayaan

    mampu memiliki pengaruh pada kemampuan untuk berempati.

    c. Pengaruh Jenis Kelamin

    Secara jelas jika semua jumlah laki-laki dibandingkan

    dengan semua jumlah perempuan, maka laki-laki sedikit kurang

    berbakat dalam hal membaca ekspresi emosi orang lain dan kurang

    tertarik pada apa yang mereka pikirkan atau mereka rasakan

    (Mehrabian & Trobst dalam Howe, 2015). Pada pertemanan

    perempuan akan melibatkan lebih banyak keterbukaan dan empati,

    sementara pertemanan laki-laki lebih sering berdasarkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    kebersamaan, seperti melakukan pekerjaan atau kegiatan secara

    bersama-sama (Vernon dalam Howe, 2015), meskipun diduga

    bahwa karena ada anggapan di masyarakat bahwa perempuan lebih

    empatik daripada laki-laki, mereka sering mendapati diri mereka

    untuk sesuai dengan anggapan ini (Ickes dalam Howe, 2015).

    d. Empatisan dan Sistematisan

    Simon &Baron-Cohen (dalam Howe, 2015) menyatakan

    bahwa otak perempuanlebih kuat dalam empati sedangkan otak

    laki-laki lebih kuat dalam pemahaman dan pembangunan sistem-

    sistem. Terdapat perbedaan secara umum antara jenis-jenis kelamin

    di mana kelompok perempuan, secara umum, memiliki

    kemampuan empati yang lebih baik dibandingkan laki-laki (Howe,

    2015). Dalam hal ini, dan merefleksikan bias jenis kelamin, para

    empatisan dikatakan memiliki ‘otak perempuan’ (Howe, 2015).

    Di sisi lain, laki-laki cenderung menjadi ‘sistematisan’ yang

    lebih baik (Howe, 2015). Sistematis adalah kecenderungan untuk

    menganalisis, mengeksplorasi, dan menggambarkan bagaimana

    segala sesuatunya berjalan dengan baik, menemukan berbagai

    aturan dan prinsip dasar yang mengatur kerja sistem-sistem, seperti

    misalnya mesin-mesin, organisme-organisme, program-program

    komputer atau fenomena fisik (Howe, 2015).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    e. Kepribadian dan Temparemen

    Respon empati dalam tiap orang akan berbeda tergantung

    sebagian kepribadian dan temparemen mereka (Howe, 2015). Sifat

    menyenangkan (agreeableness) yang dimiliki seseorang

    berkolerasi positif dengan emosi-emosi prososial seperti empati

    dan kemauan untuk menolong orang lain (Grasiono dalam Howe,

    2015). Mereka yang memiliki sifat kurang menyenangkan

    cenderung memperlihatkan tingkat empati yang lebih rendah dan

    kurangnya kemauan untuk menolong (Howe, 2015). Selain itu

    orang-orang yang memiliki skor tinggi dalam skala yang

    digunakan untuk mengukur keinginan untuk diterima dan dimiliki

    memiliki jaringan sosial yang luas dan cenderung lebih empatik

    (Howe, 2015). Sedangkan mereka yang memiliki neurotikisme

    tinggi, memiliki perasaan empati yang rendah dan perasaan

    kesendirian yang tinggi (Beadle dalam Howe, 2015).

    f. Keterampilan Sosial dan Gender

    Anak perempuan memperlihatkan empati yang lebih

    banyak dibandingkan anak laki-laki (Howe, 2015). Bayi

    perempuan melakukan kontak mata lebih banyak daripada anak

    laki-laki (Howe, 2015). Ketika telah berusia satu tahun, anak

    perempuan tampak lebih peduli dibandingkan anak laki-laki dalam

    menolong orang lain yang sedang kesusahan (Bloom dalam Howe,

    2015). Saat remaja, para gadis memiliki kemampuan empati dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    pemikiran-pemikiran prososial yang lebih baik dibandingkan para

    remaja laki-laki (Dolan & Fullam dalam Howe, 2015)

    g. Perkembangan Otak dan Janin

    Otak perempuan diketahui memiliki kemampuan empatik

    yang lebih baik ketika menafsirkan keadaan emosional orang lain

    dan respon emosional mereka pada perasaan yang dimiliki orang

    lain (Schulte-Ruther, dalam Howe, 2015). Penanda munculnya bias

    otak yang sistematis atau otak yang empatis adalah level hormon-

    hormon yang mengalir dalam tubuh bayi selama tahap-tahap

    tertentu dari perkembangan janin (Howe, 2015). Kadar testoteron

    mampu memengaruhi perkembangan otak janin, terutama selama

    trimester kedua (Howe, 2015). Bayi laki-laki cenderung

    memproduksi testoteron lebih banyak dibandingkan bayi

    perempuan, meskipun kadar tersebut juga dapat lebih tinggi atau

    lebih rendah dari kadar testosteron alami yang mengalir dalam

    darah ibu (Howe, 2015). Kadar testosteron dapat memuncak

    kembali sekitar lima bulan setelah kelahiran atau selama pubertas

    (Howe, 2015).

    Kadar testosteron yang rendah (umumnya pada perempuan)

    mengantar kepada level yang lebih baik dalam keterampilan

    bahasa, keterampilan komunikasi, kontak mata dan berbagai

    keterampilan sosial, yang merupakan tanda dari empatisan yang

    baik (Baron-Cohen dalam Howe, 2015). Jika ketertarikan yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    terbatas menjadi salah satu indikator dari karakter sistematisan

    yang mendalam, maka hasil ini akan memperlihatkan dengan jelas

    bahwa kemampuan sistematisasi yang baik terkait dengan level

    testosteron janin yang tinggi (Baron-Cohen dalam Howe, 2015).

    h. Pengalaman

    Selain sifat bawaan, biologis, dan hasil dari pengasuhan

    yang menyebabkan perbedaan empati antar individu, pengalaman

    dirasa juga dapat mempengaruhi perbedaan tersebut (Howe, 2015).

    Pengalaman-pengalaman anak-orangtua yang berkualitas baik di

    masa permulaan memberi anak adiksi pada hubungan-hubungan

    yang akrab dan empatik (Howe, 2015). Orang tua yang pengertian

    mampu memantulkan kembali apa yang mereka pahami mengenai

    keadaan emosi anak mereka (Howe, 2015). Ini lebih dikenal

    sebagai ‘pencerminan emosi’ (Fonagy & Winnicot dalam Howe,

    2015). Pencerminan emosi merupakan deskripsi dari pengasuh

    yang merespon bayi mereka dengan emosi yang diyakini sesuai

    dengan perilaku sang anak (Howe, 2015). Pengalaman ini sangat

    penting bagi anak agar dapat mengembangkan empati (Howe,

    2015).

    Diprogram untuk memahami pengalaman, otak bayi

    pertama membutuhkan sentuhan dengan pengalaman sebelum

    mampu memahaminya (Howe, 2015). Tatanan yang sangat indah

    memiliki arti bahwa otak tersebut belajar untuk memroses dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    memahami dunia dimana ia berada dan untuk mengatasi dunia

    tersebut untuk bertahan hidup (Howe, 2015). Sebagaimana ilmu

    saraf membantu memahami kemampuan untuk berempati, begitu

    pula pengalaman hidup kita dalam berempati memberikan banyak

    petunjuk kreatif kepada para ilmuwan otak tentang bagaimana kita

    mempelajari kerumitan dan kecanggihan otak sosial kita yang

    mengagumkan (Howe, 2015). Dengan bertambahnya pengalaman,

    dunia menjadi semakin jelas dan mulai dipahami (Howe, 2015).

    Selain pengalaman berinteraksi dengan manusia,

    pengalaman berinteraksi dengan hewan dipercaya mampu

    meningkatkan empati. Zahn-Waxler, Hollenbeck & Radke-Yarrow

    (1984) mengungkapkan bahwa hewan terkadang dapat menjadi

    penerima dari ekspresi empati pertama dari anak. Selain itu dalam

    berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki

    hewan peliharaan memiliki skor yang lebih tinggi pada skala

    empati jika dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki hewan

    peliharaan (Endenburg & Lith, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa

    pengalaman berinteraksi dengan hewan peliharaan secara akurat

    mampu memberikan perbedaan tingkat empati pada anak, dimana

    anak yang memelihara hewan memiliki tingkat empati yang lebih

    tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman dalam

    berinteraksi dengan orang lain maupun dengan hewan peliharaan

    mampu mempengaruhi tingkat empati yang dimiliki seseorang.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    5. Keterkaitan antara Empati yang Dimiliki oleh Anak dengan Masa

    Dewasanya

    Kecerdasan emosional dan empati membantu menyiapkan anak-

    anak menghadapi kehidupan sosial yang sulit dan keras (Howe, 2015).

    Mereka yang disiapkan dengan baik akan dapat menjadi pemain sosial

    yang terampil (Howe, 2015). Agar anak-anak dapat memaknai

    berbagai hubungan dan dunia sosial, mereka perlu berinteraksi dengan

    orang lain (Howe, 2015). Perkembangan pemahaman sosial yang

    dimiliki anak didapatkan dari adanya interaksi sosial (Howe, 2015).

    Anak-anak yang menderita penolakan akan kehilangan hubungan

    yang mendalampadahubungan timbal balik (Howe, 2015).

    Menyebabkan mereka tidak memiliki empati dalam dirinya (Howe,

    2015). Anak-anak yang yang kekurangan interaksi sosial menghadapi

    risiko tidak mampu memaknai dirinya sendiri atau kehidupan sosial

    yang dimiliki (Howe, 2015).

    Selain itu kemampuan empatik dapat bergantung pada seberapa

    baik proses-proses fisiologis dan emosional antara ibu dan bayi

    terkoordinasi, atau ‘tersambung’ (Woodruff dalam Howe, 2015).

    Interaksi antara temparemen dan pola pengasuhan orang tua secara

    umum dianggap sebagai faktor-faktor penting dalam perkembangan

    empati (Woodruff dalam Howe, 2015).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Para pengasuh yang sensitif dan responsif membantu anak untuk

    mengembangkan kelekatan yang aman (Bowlby dalam Howe, 2015).

    Baron-Cohen (dalam Howe, 2015) mengungkapkan bahwa para orang

    tua empatik, ketika membantu anak-anak untuk mengembangkan

    kelekatan aman, memberikan mereka sebuah harapan, impian dan

    kebahagiaan. Sumber daya ini memberikan mereka keterampilan sosial

    dan emosional untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam

    kehidupan dan juga menfasilitasi empati anak itu sendiri (Howe,

    2015). Dapat disimpulkan bahwa ketika anak mendapatkan cukup

    banyak empati dan perhatian maka ia dapat berempati dan lebih sosial

    di masa mendatang.

    6. Empati pada Hewan

    Meminjam dari definisi dasar empati, empati pada hewan memiliki

    komponen afektif dan kognitif dimana berkaitan dengan menyadari

    dan mengerti emosi dari hewan dan berbagi atau memiliki respon

    emosional pada emosi yang ditunjukkan oleh hewan (Rothgeber &

    Mican, 2014). Dimana tidak dibatasi pada emosi yang khusus, empati

    secara umum mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa

    menyedihkan yang dialami oleh mahkluk hidup (Zahn-Waxler,

    Hollenbeck, & Radke-Yarrow, 1985). Terkhusus pada vegetarian,

    empati yang tinggi membuat mereka secara kognitif dan emosional

    menjadi alasan mengapa kesulitan untuk memakan hewan (Foer dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    Rothgeber & Mican, 2014). Para peneliti mengidentifikasikan bahwa

    hubungan dan pertemanan antar spesies menyebabkan pembentukan

    empati tidak hanya pada hewan peliharaan namun kepada hewan yang

    lainnya juga (Foer dalam Rothgeber & Mican, 2014). Mereka

    beralasan bahwa hewan memiliki keterbatasan komunikasi secara

    verbal kepada manusia, manusia harus membangun kemampuan untuk

    berkomunikasi dengan mereka dimana tanpa kesiagaan empati akan

    sulit untuk mengetahui keinginan, suasaana hati dan segala hal yang

    menjadi kebutuhan hewan tersebut (Rothgeber & Mican, 2014).

    B. Memelihara Hewan

    1. Definisi

    Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), hewan

    memiliki arti sebagai makhluk bernyawa yang mampu bergerak

    (berpindah tempat) dan mampu bereaksi terhadap rangsangan, tetapi

    tidak berakal budi (seperti anjing, kerbau, semut). Sedangkan hewan

    peliharaan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) memiliki arti

    sebagai hewan yang biasa dipiara untuk kesenangan (seperti anjing,

    kucing, dan burung). Menurut Rahmiati & Pribadi (2014) hewan

    peliharaan adalah hewan yang kehidupannya secara sebagian atau

    bahkan seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.

    Memelihara hewan yaitu kegiatan manusia yang memiliki

    konsekuensi berupa adanya kewajiban untuk bertanggung jawab

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    terhadap keberlangsungan hidup hewan peliharaannya (Rahmiati &

    Pribadi, 2014). Selain itu para pemilik memiliki beban dalam

    memelihara hewan seperti beban waktu, materi, dan moril (Rahmiati &

    Pribadi, 2014).

    Beban waktu berupa pemilik harus meluangkan waktunya untuk

    berinteraksi dengan hewan yang dipelihara seperti mengajak bermain,

    jalan-jalan, memandikan dan mengecek kesehatan hewan

    peliharaannya (Rahmiati & Pribadi, 2014). Beban materi dapat berupa

    menyediakan kebutuhan hewan peliharaan seperti memberikan pakan,

    minum, kandang, kesehatan dan lain sebagainya yang membutuhkan

    biaya tertentu (Rahmiati & Pribadi, 2014). Sedangkan beban moril

    yang ditanggung para pemilik hewan peliharaan yaitu dibutuhkannya

    pemberian kasih sayang dan perhatian pada hewan yang dipelihara

    karena hewan mampu memproses kognitif dan perasaan (Knight &

    Barnett, dalam Rahmiati & Pribadi, 2014). Herzog & Galvin (dalam

    Knight & Barnett, 2008) menyatakan bahwa pengalaman yang

    melibatkan perasaan dan kemampuan kognitif pada hewan meliputi

    perasaan siaga dan kemampuan untuk memecahkan masalah seperti

    melakukan trik yang diberikan oleh pemilik agar dapat memperoleh

    imbalan berupa makanan.

    Smolkovic, Fajfar & Mlinaric (2012) menemukan bahwa pemilik

    yang memelihara hewannya lebih dari tiga tahun, memiliki kelekatan

    yang lebih kuat pada hewan peliharaannya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    2. Anjing

    Anjing merupakan hewan pertama yang di domestikasikan,

    dimulai sekitar 15.000 tahun yang lalu di Asia Timur (Savolainen,

    Zhang, Luo, Lundeberg, & Leitner, dalam Podberscek, 2009). Menurut

    Clutton-Brock (dalam Podberscek, 2009) beberapa teori mengatakan

    bahwa alasan mendomestikasi anjing dengan tujuan untuk membantu

    berburu dan menjaga keamanan.

    Valentincic (dalam Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012)

    menyatakan bahwa anjing lebih menuntut perawatan secara individual

    dibandingkan hewan peliharaan yang lain. Kelekatan antara pemilik

    dengan anjingnya mampu dipengaruhi oleh semakin mahalnya harga

    anjing dan besarnya rencana pengeluaran yang lebih panjang,

    perawatan yang baik, perhatian serta keterlibatan dalam aktivitas

    bersama anjing, kelekatan yang lebih tinggi ditemui pada pemilik

    terhadap anjing ras (Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012).

    Berinteraksi dengan anjing yang telah memiliki ikatan dengan

    baik dapat meningkatkan relaksasi, ditandai dengan berkurangnya

    tekanan darah, menaikkan temperatur pada kulit periphal (Baun,

    Oetting & Bergstrom, dalam Velde, Cipriani, & Fisher, 2014). Dalam

    penelitian ini anjing dipilih karena memiliki popularitas yang tinggi

    dan lebih interaktif secara alami dibandingkan hewan lain. (Rost,

    Hartman, Paul & Serpell dalam Hergovich, dkk., 2002).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    3. Pengaruh Memelihara Hewan terhadap Perkembangan pada Anak

    Banyak orang tua yang memberikan pengakuan bahwa memelihara

    hewan mampu membantu anak mereka untuk menjadi lebih

    bertanggung jawab (Raupp Dalam Jalongo, 2015), menjadi lebih

    sosial, dan membangun karakter mereka (Endenburg, dalam

    Endenburg & Lith, 2011). Anak yang besar dalam keluarga yang

    memelihara anjing memperlihatkan kompetensi sosial yang lebih besar

    (Guttman, Melson, Endenburg & Baarda, dalam Endenburg &Lith,

    2011).

    Chandler, dkk (2015) menemukan bahwa hewan peliharaan

    mampu membuat para pemilik untuk sering berinteraksi dalam sebuah

    pertemuan, seperti ketika mengajak jalan-jalan hewan

    peliharaannya.Selain itu hewan peliharaan mampu menyatukan

    keluarga ketika menghabiskan waktu bersama dengan hewan

    peliharaan mereka atau sekedar menceritakan kejadian yang dialami

    bersama hewan peliharaannya, hal tersebut mampu membuat

    hubungan dalam keluarga semakin kuat (Chandler, dkk. 2015).

    Hubungan dalam keluarga juga dapat tumbuh semakin kuat sebagai

    konsekuensi dari kerja keras untuk memenuhi keperluan sehari-hari

    dari hewan peliharaan mereka, hal tersebut merupakan efek positif dari

    memelihara hewan peliharaan yang dinyatakan oleh Smolkovic, Fajfar

    & Mlinaric (2012).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    Kelekatan dengan hewan peliharaan yang dihasilkan dari

    pemberian kasih sayang dari pemilik kepada hewan peliharaannya

    mampu memberikan dukungan secara psikologis dan sosial (Beck &

    Madresh, dalam Chandler, dkk., 2015). Hal ini sesuai dengan

    Hirschman (dalam Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012) yang

    menemukan bahwa seseorang memutuskan memelihara hewan sebagai

    teman untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka. Pada anak-anak yang

    berada pada daerah yang terisolasi dengan sedikitnya teman sebaya,

    hubungan dengan hewan peliharaan mampu menggantikan pertemanan

    dengan manusia (Levinson, 1978). Hewan peliharaan dapat berperan

    sebagai teman, mampu memberikan kesenangan tanpa syarat dan tidak

    menghakimi kepada pemiliknya (Hill, Gaines & Wilson, dalam

    Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012).

    Nebbe (dalam Smolkovic, Fajfar & Mlinaric, 2012)

    mengungkapkan hewan peliharaan mampu menerima, memberikan

    afeksi secara terbuka, jujur, setia dan konsisten, dimana semua hal

    tersebut merupakan kebutuhan dasar seseorang untuk dicintai dan

    merasa berharga. Hal ini disebabkan karena hewan peliharaan

    merupakan mahkluk yang mampu menerima apa adanya dimana secara

    tidak terbatas memberikan penerimaan dan afeksi tanpa mengikat

    (Levinson, 1978). Penerimaan penuh yang diberikan oleh hewan

    peliharaan dapat membuat anak merasa berharga dan merasa disayangi

    dimana mungkin saja hal tersebut tidak mampu ia dapatkan dari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    lingkungannya (Levinson, 1978). Selain itu ketika anak-anak mampu

    melatih hewan peliharaannya bersikap menerima atau bahkan mampu

    menunjukkan sebuah trik, dapat membuat anak merasa lebih

    berkompeten yang dapat menaikkan tingkat harga diri anak tersebut

    (Levinson, 1978).

    Banyak dari pemilik yang menganggap hewan peliharaan mereka

    sebagai bagian dari keluarga, memperlakukan hewan peliharaannya

    sebagai anak dan berbicara kepadanya (Wells dalam Endenburg &

    Lith, 2011). Selain itu anak-anak yang menjadi “orang tua” dari hewan

    peliharaannya mampu memiliki pandangan yang lebih realistik dari

    orang tua mereka dan fungsi pola asuhnya (Levinson, 1978). Dimana

    anak seringkali bermain peran dan berlaku sebagai orang tua dari

    hewan peliharaan mereka, dengan adanya hal tersebut, anak mampu

    untuk memiliki pandangan berada di posisi sebagai orang tua.

    Dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai dampak memelihara

    hewan pada anak sebagai konsekuensi hasil interaksi dengan hewan

    peliharaannya yaitu:

    a. Meningkatkan interaksi dan hubungan dalam keluarga sebagai

    konsekuensi karena adanya pemenuhan kebutuhan hewan

    peliharaan seperti memberi makan, mengajak bermain,

    memandikan, dsb.

    b. Dapat memperoleh afeksi sehingga kebutuhan dasar seseorang

    untuk dicintai dan merasa berharga mampu terpenuhi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    c. Pemilik hewan peliharaan mampu memiliki peran sebagai

    orang tua dari hewan peliharaannya

    d. Pemilik hewan peliharaan dapat menjadi lebih bertanggung

    jawab

    e. Pemilik hewan peliharaan menjadi lebih sosial.

    C. Dewasa

    1. Definisi dan Batasan

    Menurut Arnett (dalam King, 2010) tumbuh dewasa merupakan

    transisi dari remaja ke dewasa. Berdasarkan King (2010), seseorang

    yang telah memasuki tahap dewasa, memiliki rentang usia 20-30

    tahun.

    Beberapa psikolog menyatakan bahwa pada masa dewasa telah

    ditandai oleh indikator dari dalam sebagai bentuk otonomi, kontrol

    diri, dan tanggung jawab personal, hal tersebut sebagai bentuk pikiran

    dibanding peristiwa yang berlainan (Shanahan, Porfeli, & Mortimer,

    dalam Papalia & Feldman, 2014).

    Menurut Arnett (dalam Papalia & Feldman, 2014) terdapat tiga

    kriteria untuk mendefinisikan masa dewasa; (1) Mampu menerima

    tanggung jawab pada diri sendiri, (2) Sanggup membuat keputusan

    mandiri, (3) Dapat mandiri secara finansial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    Berdasarkan Papalia & Feldman (2014), banyak ilmuwan dalam

    bidang perkembangan menyatakan bahwa banyak orang muda dalam

    kelompok sosial industri, remaja akhir melalui pertengahan hingga

    akhir usia 20-an menjadi periode kehidupan yang berbeda, dari

    keseluruhan proses kehidupan peralihan masa dewasa. Pada fase ini,

    seseorang dinilai berada pada titik dalam rentang ketika kehidupan

    dewasa muda dapat mencari tahu siapa diri mereka dan memiliki

    kesempatan untuk mencoba hal-hal baru dan cara hidup yang berbeda

    (Papalia & Feldman, 2014).

    2. Perkembangan pada Masa Dewasa

    a. Perkembangan Kognitif

    Kapasitas untuk berfikir secara reflektif tampaknya muncul

    pada usia 20-25 tahun (Papalia & Feldman, 2014). Menurut

    Papalia & Feldman (2014), meskipun hampir semua orang dewasa

    mampu mengembangkan kapasitas untuk menjadi pemikir yang

    reflektif, namun lebih sedikit yang dapat mencapai kecakapan yang

    optimal dalam ketrampilan tersebut, bahkan lebih sedikit lagi yang

    dapat menggunakannya secara konsisten untuk menghadapi

    beragam masalah. Bagi kebanyakan individu dewasa, pendidikan

    di perguruan tinggi menstimulasi kemajuan berfikir reflektif

    (Papalia & Feldman, 2014).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    Tingkat perkembangan kognisi yang lebih tinggi pada masa

    dewasa sering disebut pemikiran pascaformal dan pada umumnya

    dimulai di peralihan masa dewasa, sering kali melalui ekspos dari

    pendidikan tinggi (Labouvie-Vief, dalam Papalia & Feldman,

    2014). Pemikiran pascaformal bersifat fleksibel, terbuka adaptif

    dan individualistik, menggambarkan intuisi dan emosi begitu juga

    dengan logika untuk membantu individu mengatasi dunia yang

    tampak kacau (Papalia & Feldman, 2014).

    b. Perkembangan Psikososial

    Jalan individu menuju masa dewasa di pengaruhi oleh

    beberapa faktor seperti gender, kemampuan akademis, sikap awal

    terhadap pendidikan, ras dan etnisitas, harapan di akhir masa

    remaja, dan kelas sosial (Papalia & Feldman, 2014). Erikson

    mengemukakan bahwa orang dewasa muda berada pada tahap

    intimasi dan isolasi (Feist & Feist, 2010). Dalam tahap tersebut

    seorang dewasa muda sedang berusaha untuk menjalin hubungan

    intim (King, 2010). Dalam membentuk keintiman, Rubin (dalam

    Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000) mengungkapkan bahwa rasa

    empati dan percaya sangat dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa

    empati dibutuhkan orang dewasa dalam membangun sebuah relasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    D. Dinamika Memelihara Hewan dalam Pembentukan Empati

    Rothgerber & Mican (2014) menyatakan bahwa hubungan dengan

    hewan peliharaan mampu menunjukkan peluang untuk membangun

    empati. Hal tersebut diwujudkan dalam banyaknya kegiatan yang dapat

    dilakukan ketika memelihara hewan peliharaan. Dalam memelihara

    hewan, pemilik mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar

    dalam memelihara hewan peliharaannya agar dapat menjaga kesejahteraan

    hewan tersebut dan membuat hewan peliharaannya mampu bertahan

    hidup, yaitu beban waktu, beban materi dan beban moril.

    Beban waktu yang dimiliki oleh pemilik berupa kegiatan mengajak

    bermain, mengajak berjalan-jalan, memandikan, mengecek kesehatan, dsb.

    Mengajak hewan bermain mampu meningkatkan interaksi dan hubungan

    dalam keluarga karena seringkali aktivitas bermain dengan hewan

    peliharaan dilakukan bersama-sama dengan sebagian besar anggota

    keluarga. Hal ini sesuai dengan temuan Chandler, dkk (2015) dimana

    hewan peliharaan mampu membuat keluarga berkumpul bersama dengan

    meluangkan waktu bersama hewan peliharaan atau berbagi cerita

    mengenai hewan peliharaan sehingga mampu membuat hubungan keluarga

    semakin erat.

    Selain itu meningkatnya interaksi dalam keluarga dapat membantu

    seseorang dalam merasakan perasaan orang lain. Berdasarkan informasi

    verbal dan nonverbal yang kita terima dari orang lain, kita mampu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    mendapat kesan apakah orang lain yang kita temui ramah, baik hati, judes,

    pelit, pemarah, pintar, dan sebagainya (Sarwono & Meinarno, 2009).

    Terkadang ketika meniru ekspresi wajah orang lain, kita mampu

    merasakan perasaan orang lain dalam ekspresi wajah kita sendiri (Howe,

    2015). Hal tersebut merupakan salah satu aksi empati emosional atau

    afektif (Howe, 2105).

    Guttman (dalam Endenburg & Lith, 2011) menemukan bahwa anak

    laki-laki yang memiliki hewan peliharaan mempunyai performa yang lebih

    baik dalam mengukur kapasitas mereka saat memberikan kode pada

    informasi non-verbal, berpotensi membuat mereka baik dalam

    berkomunikasi, dibandingkan anak laki-laki yang tidak memelihara

    binatang. Dapat disimpulkan semakin mudah seseorang menyadari kesan

    seseorang, semakin mudah pula seseorang merasakan perasaan orang lain.

    Howe (2015) mengungkapkan bahwa orang berempati maka orang

    tersebut akan memiliki kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain,

    ditandai dengan ketika seseorang mampu merasakan kesusahan yang

    dialami oleh orang lain, mampu melihat dan memahami kesedihan orang

    lain (Howe, 2015)

    Ketika interaksi dalam keluarga meningkat, hal tersebut juga dapat

    memudahkan seseorang untuk memiliki kemampuan dalam mengevaluasi

    maksud atau tujuan yang dimiliki seseorang. Hal ini sesuai dengan

    ungkapan King (2010), dimana ketika kita berinteraksi dengan orang lain,

    kita dapat mengamati perilaku orang dan mendengarkan apa yang mereka

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    katakan, namun untuk menentukan penyebab dasar perilaku orang lain,

    seringkali harus membuat kesimpulan dari pengamatan ini, selanjutnya

    kita harus dapat mengambil informasi yang kita punya dan menghasilkan

    tebakan yang bagus mengenai siapa mereka dan apa yang mungkin

    dilakukan di kemudian hari. Howe (2015) mengungkapkan semakin

    mudah seseorang dalam membaca, mengenali dan menegoisasikan

    perilaku & maksud-maksud dari orang lain maka semakin berempati orang

    tersebut.

    Kegiatan bersama hewan peliharaan berupa mengajak berjalan-

    jalan,mampu membuat pemilik menjadi lebih sosial. Hal ini disebabkan

    ketika mengajak berjalan-jalan hewan peliharaan (dalam hal ini anjing)

    seringkali pemilik akan bertemu dengan pemilik yang lain sehingga

    mampu memunculkan interaksi di dalamnya. Hal ini sesuai dengan temuan

    Chandler, dkk. (2015) yang menemukan bahwa hewan peliharaan mampu

    membuat para pemilik untuk saling bertemu, sehingga mampu

    meningkatkan ikatan pada para pemilik. Para pemilik akan saling

    berinteraksi dengan saling berbagi atau bercerita mengenai hewan

    peliharaan mereka (Chandler, dkk., 2015).

    Meningkatnya interaksi akan mampu membuat pemilik menjadi lebih

    sosial. Semakin sosialnya seseorang, dapat dikaitkan dengan perspektif

    sosial. Dimana ketika seseorang semakin sosial maka orang tersebut akan

    cenderung memiliki perspektif sosial. Ketika anak-anak terlibat dengan

    orang lain, mereka belajar untuk memperhitungkan perspektif orang lain

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    (Howe, 2015). Kualitas-kualitas hubungan yang dimiliki oleh anak

    memberikan peranan penting, bagaimana sebaiknya mereka untuk

    menangani dunia sosial tersebut (Howe, 2015). Dalam hubungan semacam

    ini anak secara bertahap belajar untuk mendestralisasi pandangan dunia

    mereka (Piaget dalam Howe, 2015). Mereka menjadi lebih mengerti

    bagaimana mengenali dan meniru perspektif yang dimiliki oleh orang lain

    secara perseptual, kognitif dan emosional (Eisenberg dalam Howe, 2015).

    Howe (2015) menyebutkan dalam berempati secara kognitif melibatkan

    sebuah proses reflektif yang lebih berbasis kognitif untuk memahami

    perspektif orang lain. Dapat disimpulkan semakin sosial seseorang

    semakin berempati orang tersebut.

    Selain beban waktu, pemilik juga mengalami beban materi, dimana

    pemilik akan melakukan kegiatan untuk menunjang kehidupan

    peliharaannya seperti memberi pakan, memberi minum, memberi kandang,

    merawat kesehatan, dsb. Dengan adanya berbagai kegiatan tersebut,

    pemilik akan menjadi lebih bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena

    pemilik telah memenuhi kewajibannya dengan mencukupi kebutuhan

    secara materi untuk hewan peliharaannya. Hal tersebut sesuai dengan

    sebagian arti dari bertanggung jawab yang dikemukakan Susanti (2015)

    yaitu mengerti kewajiban yang harus dipenuhi olehnya. Perilaku tanggung

    jawab sendiri juga dapat berkembang melalui proses sosialisasi pada

    keluarga (Apriani & Wangid, 2015). Maka dapat disimpulkan bahwa

    tanggung jawab dalam memelihara hewan dapat melibatkan peran serta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    anggota keluarga lain seperti pada kasus anak memelihara binatang, orang

    tua akan membantu anak untuk bertanggung jawab pada hewan

    peliharaannya. Dengan adanya proses tersebut, penanaman rasa tanggung

    jawab juga dapat menimbulkan interaksi sosial antara anak dengan orang

    tua. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, dengan

    semakin sosialnya individu tersebut maka akan semakin berempati orang

    tersebut.

    Beban moril juga merupakan sebuah konsekuensi yang harus

    ditanggung oleh pemilik. Pada beban moril pemilik dituntut untuk

    mampu memberikan kasih sayang kepada hewan peliharaannya.

    Dampak dari hal tersebut yaitu pemilik mampu memperoleh afeksi

    sehingga kebutuhan dasar seseorang untuk dicintai dan merasa

    berharga mampu terpenuhi (Nebbe dalam Smolkovic, Fajfar &

    Mlinaric, 2012). Ketika anak-anak mampu melatih hewan

    peliharaannya bersikap menerima atau bahkan mampu menunjukkan

    sebuah trik, dapat membuat anak merasa lebih berkompeten yang

    dapat menaikkan tingkat harga diri anak tersebut (Levinson, 1978).

    Lupitazari & Fauziah (2017) menemukan bahwa semakin tinggi

    tingkat harga diri seseorang maka makin tinggi pula tingkat prososial

    orang tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika

    semakin sosial seseorang, maka orang tersebut akan memiliki tingkat

    empati yang lebih tinggi. Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang

    memiliki tingkat harga diri yang tinggi sebagai dampak dari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    memelihara hewan maka orang tersebut akan memiliki tingkat empati

    yang lebih tinggi pula.

    Dampak lain dari pemenuhan beban moril adalah pemilik dapat

    memiliki peran sebagai orang tua dari hewan peliharaannya. Hal ini

    disebabkan karena banyak dari pemilik menganggap hewan peliharaan

    mereka sebagai bagian dari keluarga, memperlakukan hewan

    peliharaannya sebagai anak dan berbicara kepadanya (Wells dalam

    Endenburg & Lith, 2011). Pemilik akan menghabiskan waktu dengan

    bermain serta berinteraksi bersama hewan peliharaan mereka. Mereka

    berlaku seolah-olah mereka adalah orang tua dari hewan yang mereka

    pelihara, sedangkan hewan peliharaan mereka adalah anak mereka

    sendiri. Adanya permainan tersebut maka seseorang mampu

    berimajinasi mengenai apa yang tengah ia perankan dan mengetahui

    apa yang harus dilakukan. Bermain melibatkan aksi untuk berpura-

    pura, pengambilan peran dan penggunaan imajinasi yang dimiliki

    (Howe, 2015). Sedangkan dalam empati kognitif dibutuhkan

    kemampuan melihat, berimajinasi dan memikirkan sebuah situasi dari

    sudut pandang yang dimiliki oleh orang lain (Howe, 2015). Sehingga

    hal ini dapat sesuai bahwa semakin orang mampu berimajinasi dari

    sudut pandang orang lain maka makin berempati orang tersebut.

    Banyak dari studi yang mampu menemukan bahwa memelihara

    hewan mampu meningkatkan empati. Berbagai studi menemukan

    bahwa anak muda dengan ikatan yang kuat atau hubungan yang dekat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    dengan hewan peliharaannya memiliki skor yang tinggi pada empati

    dibandingkan dengan anak yang memiliki ikatan lemah maupun anak

    yang tidak memiliki hewan peliharaan (Poresky & Vidovic, dalam

    Endenburg & Lith, 2011).

    Penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki sikap

    positif pada binatang lebih empatik jika dibandingkan mereka yang

    memiliki sikap negatif, atau kurang positif (Daly & Morton, dalam

    Endenburg & Lith, 2011). Empati kepada hewan tampaknya mampu

    memiliki efek memindah empati pada orang lain (Ascione dalam

    Endenburg & Lith, 2011). Ascione (1992) menjelaskan bahwa ketika

    anak mampu memperlakukan hewan dengan baik dan peduli maka

    dapat memperlakukan teman sebayanya dengan baik pula sehingga

    mampu menumbuhkan empati.

    Konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Vidovic, penelitian yang

    dilakukan oleh Daly & Mortin (dalam Endenburg & Lith, 2011)

    menemukan bahwa anak yang memiliki kelekatan kuat dengan hewan

    peliharaannya, tidak hanya memiliki skor yang tinggi pada empati dan

    skala perilaku prososial namun juga menilai suasana keluarga mereka

    lebih menyenangkan dibandingkan anak yang memiliki kelekatan lebih

    rendah dengan hewan peliharaannya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    E. Skema Empati pada Pemelihara Hewan

    Gambar 1.

    Skema Empati pada Pemelihara Hewan

    Memelihara

    Hewan Beban

    Materi

    Beban

    Moril

    Beban

    Waktu

    Mengajak

    bermain

    Mengecek

    kesehatan

    Memandikan

    Mengajak

    berjalan

    jalan

    Memberi

    minum

    Merawat

    kesehatan

    Memberi

    kandang

    Memberi

    pakan

    Memberikan

    kasih

    sayang

    Meningkatkan

    interaksi dan

    hubungan

    dalam

    keluarga

    Mampu

    menjadi

    lebih

    sosial

    Pemilik

    hewan

    mampu lebih

    bertanggung

    jawab

    Pemilik

    hewan

    mampu

    memiliki

    peran

    sebagai

    orang tua

    dari hewan

    peliharaan

    Dapat memperoleh afeksi

    sehingga kebutuhan dasar

    seseorang untuk dicintai

    dan merasa berharga

    mampu terpenuhi

    Kemampuan

    merasakanpe

    rasaan orang

    lain.

    Mampu

    mengerti dan

    mengenali

    perilaku &

    maksud-

    maksud dari

    orang lain.

    Mampu

    memahami

    perspektif

    orang lain

    Mampu

    berimajinasi

    dan

    memikirkan

    sebuah

    situasi dari

    sudut

    pandang

    orang lain.

    Afektif

    Kognitif

    Empati

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    F. Hipotesis

    Berdasarkan pada penjabaran teori di atas maka peneliti memiliki

    hipotesis bahwa terdapat perbedaan tingkat empati kepada sesama pada

    orang dewasa yang memelihara hewan jika dibandingkan dengan orang

    dewasa yang tidak pernah memelihara hewan, dimana empati kepada

    sesama pada orang dewasa yang memelihara hewan lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan orang dewasa tidak pernah memelihara hewan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian komparatif

    adalah penelitian yang membandingkan kedua sampel yang berbeda dalam

    satu variabel yang sama (Sugiyono, 2014). Penelitian ini akan

    membandingkan antara pemilik hewan peliharaan dan bukan pemilik

    hewan peliharaan.

    B. Identifikasi Variabel Penelitian

    Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

    1. Variabel Dependen: Empati

    2. Variabel Independen: Memelihara hewan peliharaan

    C. Definisi Operasional

    1. Empati

    Empati merupakan hasil pemikiran dan perasaan untuk mampu

    merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan menggunakan

    kesadaran kognitif serta ikut merasakan kondisi yang dialami dan

    perasaan yang tengah dirasakan oleh orang lain sebagai sebuah respon

    afektif. Empati diukur dengan skala empati. Skala empati dibuat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    menggunakan konsep Howe (2015). Peneliti menggunakan aspek

    empati secara afektif dan kognitif. Dalam aspek afektif memiliki satu

    indikator yaitu kemampuan merasakan perasaan orang lain. Sedangkan

    aspek kognitif memiliki 3 indikator yaitu mampu mengerti dan

    mengenali perilaku & maksud-maksud dari orang lain,mampu

    memahami perspektif orang laindan mampu berimajinasi dan

    memikirkan sebuah situasi dari sudut pandang orang lain.

    Semakin tinggi skor yang diperoleh akan menunjukkan