PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · untuk meraih gelar Sarjana Farmasi...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · untuk meraih gelar Sarjana Farmasi...
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK -APOTEK KABUPATEN KULON PROGO
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ignasius Totok Tri Prasetyo
NIM : 038114025
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ojo rumongso,
ning ngrumangsanono…!!!
Semuanya aku serahkan ke dalam tanganMu,
semoga menjadi berkat melimpah bagiku.
Kupersembahkan buat :
Jesus Christ
Keluargaku (Ibu-Bapak, mas Didik, Danu)
No’e
almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Berdasarkan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek – Apotek Kabupaten Kulon
Progo”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan
saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing II yang juga telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan
saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini dan
selaku dosen penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji. Terima kasih atas
kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang telah memberikan izin sehingga
penelitian ini dapat terlaksana.
7. Seluruh Apoteker Kabupaten Kulon Progo yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
8. Ibu dan Bapak, inilah anakmu!
9. Mefta, terima kasih Tuhan atas kasih yang Kau berikan melalui dia. You are
the best I ever had.
10. Rm. Ant. Budi Wihandono, Pr., atas segala doa dan Berkah Dalem.
11. Teman – teman kost: Adit dan Yuda, kebersamaan selama kost; Basil, cartride
dan printernya; Mamat, ayo wisuda; Fetzo, atas servis virusnya.
12. Sahabat terbaik: Ratih, Wati, Nella, Tina, Bambang, Bangun; kita bukan
gerombolan yang tidak berpendidikan!
13. Rekan seperjuangan : Monika, atas semangatnya; Adi, revisiannya, Bambang
dan Bangun, akhirnya kita lulus.
14. Teman - teman senasib : Vian, Rosa, Tata, Syu, Ratih, Andi, Vera; terima
kasih atas solidaritas, sharing dan kebersamaannya.
15. Teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma angkatan 2003 kelas A
terutama kelompok B; Nella, Mita, Bambang, Vera, Ana, Angger, Sari, Obe,
Rosa, Andika; kapan kita ngrumpi sambil praktikum lagi?
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah
memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak
atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu
dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang
membangun.
Yogyakarta, 31 November 2007
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) bekerjasama dengan Departemen kesehatan Republik Indonesia mencoba menanggapi hal tersebut dengan cara merumuskan suatu standar pelayanan kefarmasian di apotek seperti termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Kulon Progo dan sedikit mengkaji pemahaman apoteker mengenai pengertian medication record dan konseling. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner yang merupakan instrumen penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apotek.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pharmaceutical care orientation has changed from drug oriented to patient
oriented which refers to pharmaceutical care. The Pharmaceutical care activities has, which previously only focused on the drugs management as a commodity, become more focused in to a comprehensive care that aimed at increasing the quality of patient’s life. Indonesian Pharmacist Graduated Assosiation( ISFI) work along with Health Department of Indonesia try to answer the mentioned by the way of formulating an pharmaceutical care in dispensary like included in Kepmenkes RI number 1027/MENKES/SK/IX/2004. The standard is expected serve the purpose of guidance of Pharmacist’s practice in implementing profession, to protect public from unprofessional service, and protect profession in implementing practice of pharmacy
This research aimed at knowing the description of the implementation of Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Kulon Progo and briefly studying the pharmacist’s comprehension concerning the definition of medication record and counseling. This respondent’s were Administrator Pharmacist or Co-Pharmacist who willing to fills the questionnaire, which was instruments of the research. The analysis performed was descriptive statistic.
Result of the study suggesting that the Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Kulon Progo was not well performed yet by pharmacists in dispensaries in Kulon Progo.
Key words : Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004, Dispensary.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………...…... i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………...…... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………........... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………... v
PRAKATA…………………………………………...…………………. vi
INTISARI…………………………………………...………………....... ix
ABSTRACT………………………………………………...……………. x
DAFTAR ISI…………………………………………………...……….. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………...………….. xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………...………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………...……………………….. xix
BAB I PENGANTAR………………………...……...………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………...………………….. 1
1. Rumusan Masalah………………………………………...……… 4
2. Keaslian penelitian……………………………………………….. 4
3. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 6
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………...……....... 8
A. Tinjauan Umum Tentang Apotek………………………….………… 8
B. Tinjauan Umum Tentang Apoteker………………………...………... 10
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Menurut Peraturan Perundang – undangan……………………..... 10
2.Apoteker Sebagai Profesi dan Perannya………………………..… 13
C. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek………………………..... 17
D. Sumpah Apoteker…………………………………………………..... 21
E. Kode Etik Apoteker………………………………………………….. 22
F. Etika Bisnis…………………………………………………………... 22
G. Keterangan Empiris………………………………………………….. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………. 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………....... 26
B. Definisi Operasional Penelitian……………………………………… 26
C. Instrumen Penelitian……………………………………………….... 27
D. Populasi dan Sampel……………………………………………….... 27
1. Popoulasi…………………………………………………………. 27
2. Sampel…………………………………………………………..... 28
E. Tata Cara Penelitian………………………………………………….. 29
1. Pembuatan kuisioner……………………………………………... 29
2. Pengujian kuisioner………………………………………………. 29
3. Penyebaran kuisioner…………………………………………….. 31
4. Pengumpulan kuisioner…………………………………………... 32
5. Wawancara……………………………………………………….. 32
F. Tata Cara Analisis Data…………………………………………….... 32
G. Kesulitan Penelitian…………………………………………………. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………..……...... 34
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Data Deskripsi Responden…………………………………………... 34
1. Umur responden……………………...…………………………... 34
2. Posisi responden di apotek..……………………………………… 35
3. Pengalaman kerja responden di apotek……………………...…… 35
4. Adanya pekerjaan lain dari responden…………………………… 36
5. Waktu kerja responden…………………………………………… 37
B. Pengelolaan Sumber Daya…………………………………………… 38
1. Sumber daya manusia……………………………………………. 38
2. Sarana dan prasarana……………………………………………... 44
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya……………. 50
4. Administrasi…………………………………………………….... 56
C. Pelayanan………………………………………………………...…... 61
1. Skrining resep……………………………………………………. 61
2. Penyiapan obat…………………………………………………… 63
3. Promosi, Edukasi dan Tindak lnajut Terapi……………………… 69
D. Evaluasi Mutu Pelayanan…………………………………………..... 71
1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………... 71
2. Dimensi waktu………………………………………………….... 72
3. Prosedur tetap…………………………………………………….. 73
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kabupaten Kulon Progo………………………………………………....
75
F. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Karakteristik Responden………..
77
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Umur responden………………………………………………….. 77
2. Pengalaman kerja sebagai apoteker……………………………… 80
3. Adanya pekerjaan lain……………………………………………. 83
4. Waktu kerja responden selama satu minggu……………………... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………..………………… 89
A. Kesimpulan………………………………………………………..… 89
B. Saran…………………………………………………………...…….. 90
DAFTAR PUSTAKA…………………………...…………………...… 91
LAMPIRAN…………...……………………………………………..… 95
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………… 111
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel I Posisi Responden di Apotek……………………………….. 35
Tabel II Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Seminggu……... 38
Tabel III Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan
Persetujuan APA…………………………………………...
39
Tabel IV Informasi Obat yang Diberikan Apoteker……………......... 41
Tabel V Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi…….. 46
Tabel VI Adanya Ruang Racikan di Apotek…………………............ 47
Tabel VII Tersedianya Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien…… 48
Tabel VIII Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi
di Apotek…………………………………….......................
51
Tabel IX Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah
Lain…………………………………………………………
52
Tabel X Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ………......... 53
Tabel XI Apoteker yang Memberikan Konseling Secara
Berkelanjutan………………………………………………
67
Tabel XII Apoteker yang Melakukan Tindak Lanjut Terapi ………… 70
Tabel XIII Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan………………… 72
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Umur Responden………...………………………………… 34
Gambar 2. Pengalaman Kerja Responden sebagai Apoteker di Apotek
. 36
Gambar 3. Ada Tidaknya Pekerjaan Lain dari
Responden…………….……………………………………. 36
Gambar 4. Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter
Apabila Ada Ketidakjelasan pada Resep…………………... 42
Gambar 5. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Sumber Daya Manusia…………………….. 43
Gambar 6. Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien………….…………….. 45
Gambar 7. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Sumber Daya Manusia…………………….. 49
Gambar 8. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Sediaan Lainnya……………………………… 55
Gambar 9. Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur atatu Nota
Penjualan…………………………………………………… 57
Gambar 10. Apotek Yang Selalu Melakukan Pengisian Medication
Record…………………………………………………………….. 58
Gambar 11. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Administrasi…..…………………………. 60
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 12. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Skrining Resep…….……………………… 63
Gambar 13. Apotek yang Pernah Menerima keluhan Tentang Etiket…... 64
Gambar 14. Apoteker yang Selalu Menyediakan jam Konseling Setiap
Hari di
Apotek…………………………….………………... 67
Gambar 15. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian Penyiapan Obat….….……………………… 68
Gambar 16. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi
Obat………………………………………………………… 69
Gambat 17. Penatalaksanaan Promosi, Edukasi, dan Tidak Lanjut
Terapi………………………………………………………. 71
Gambar 18. Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap……. 73
Gambar 19. Penatalaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan………………... 74
Gambar 20. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Kulon Progo……………………...….… 75
Gambar 21 Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan Umur Responden..……………………...….… 78
Gambar 22 Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Umur
Responden..……………..……………………...….… 79
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 23 Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan Pengalaman Kerja Responden…..……...….… 80
Gambar 24 Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Pengalaman
Kerja Responden …………..…………….…………...….… 82
Gambar 25 Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan Adanya Pekerjaan Lain Responden….............. 83
Gambar 26 Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Adanya
Pekerjaan Lain Responden..……………..…………....….… 85
Gambar 27 Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan Waktu Kerja Responden Dalam Satu Minggu. 87
Gambar 28 Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Waktu Kerja
Responden Dalam Satu Minggu …………………......….… 88
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 95
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 96
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 102
Lampiran 4. Tabulasi Data………………………………………………. 103
Lampiran 5. Sumpah/Janji Apoteker Indonesia……………………..…… 106
Lampiran 6. Kode Etik Apoteker ….......................................................... 107
Lampiran 7. Contoh Alur Pelayanan Resep …………………………….. 109
Lampiran 8. Hasil Wawancara……………….…………………………. 110
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama – sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, dalam
bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat
(Sirait, 2001)
Dimensi pelayanan farmasi sebagai bagian dari sebagian pelayanan
kesehatan terdiri dari 2 kegiatan utama, yaitu dimensi pelayanan kefarmasian oleh
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan, yaitu tenaga kefarmasian dan
dimensi pengelolaan obat sebagai produk barang kesehatan (Anief, 1995).
Pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker.
Saat ini terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari drug
oriented menjadi patient oriented. Apoteker yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang
komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam
hal ini Apoteker dituntut mampu berkomunikasi dengan pasien untuk memberi
informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhir sesuai
harapan, serta harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadi kesalahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
pengobatan (medication error). Disamping itu juga Apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk
mendukung pengobatan yang rasional (Anonim, 2004a). Dengan demikian terjadi
pelayanan informasi obat dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi
tentang obat yang merupakan salah satu fungsi pekerjaan kefarmasian.
Meningkatnya arus globalisasi, semakin canggihnya teknologi farmasi
dan kedokteran, pasar terbuka, perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian di apotek yang tidak lagi
hanya berorientasi pada obat tetapi lebih berorientasi kepada pasien, sehingga
apotek diharapkan memberi pelayanan sesuai standar pelayanan kefarmasian.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) sebagai satu – satunya organisasi
profesi Apoteker di Indonesia bersama dengan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia mencoba untuk menanggapi perubahan peran apoteker dengan cara
merumuskan suatu standar pelayanan kefarmasian di apotek seperti termuat dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 (Anonim, 2004a).
Apoteker di apotek dalam menjalankan praktek kefarmasian mendapatkan
perlindungan hukum bila praktek kefarmasian tersebut dijalankan sesuai standar
yang berlaku, yaitu Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Menurut pasal 24 ayat 1
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan,
perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 1996 pasal 21,
yang dimaksud standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus
dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesinya secara baik. Standar tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai
pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefarmasian. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan
farmasi yang berasaskan pharmaceutical care di apotek dibutuhkan Apoteker
yang profesional. Dengan ditetapkannya Standar Pelayanan Kefarmasian di
apotek ini diharapkan tujuan pelayanan kefarmasian dapat dicapai secara
maksimal (Anonim, 2004a).
Demikian juga, konsumen mendapatkan perlindungan dari pelaku usaha
yang bekerja tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; sesuai yang
tercantum dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen.
Kabupaten Kulon Progo, menurut pokok-pokok pikiran DPRD Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam rangka penyusunan arah dan kebijakan
umum APBD Propinsi DIY Tahun 2006, merupakan kabupaten di Propinsi DIY
yang memiliki status kesehatan paling rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih
rendahnya status gizi yang ditandai dengan tingginya penderita anemia gizi besi
atau kurang darah pada ibu hamil yang mencapai 73,9 %; gizi kurang pada balita
14%; anemia pada balita 20-30 %; kekurangan energi kronis pada wanita hamil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dan menyusui 26,9 % dan juga masih tingginya angka KLB seperti demam
berdarah dan malaria ditambah problem sanitasi yang masih buruk.
Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan status kesehatan. Apotek akan memberi pengarahan kepada
masyarakat tentang pemilihan obat, konseling kesehatan dan sanitasi lingkungan.
Melihat hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pelayanan kefarmasian Apoteker di apotek menurut
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, terutama apotek - apotek di
Kabupaten Kulon Progo, yang disesuaikan dengan perlindungan konsumen.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah apotek-apotek di Kabupaten Kulon Progo telah memenuhi Standar
Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 ?
b. Parameter manakah dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah terlaksana dengan
baik, cukup dan kurang sesuai dengan persentase masing - masing ?
c. Parameter manakah dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang hasilnya berbeda
berdasarkan karakteristik responden, pada pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di apotek?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan penelitian mengenai
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Kulon
Progo. Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :
a. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta
(Sukmajati, 2007)
Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah :
1) Daerah penelitian Sukmajati (2007) berada di Kota Yogyakarta
dengan periode September-November 2006, sedangkan pada
penelitian ini daerah penelitian di Kabupaten Kulon Progo dengan
periode Juli-November 2007.
2) Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan hasil
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan
karakteristik responden, sedangkan penelitian ini mencantumkan
hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek
berdasarkan karakteristik responden berikut dengan
pembahasanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
b. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman
(Soedarsono, 2007)
Perbedaan penelitian Soedarsono dengan penelitian ini adalah :
1) Daerah penelitian Soedarsono (2007) berada di Kabupaten Sleman
dengan periode Oktober-Desember 2006, sedangkan pada
penelitian ini daerah penelitian di Kabupaten Kulon Progo dengan
periode Juli-November 2007.
2) Penelitian Soedarsono (2007) tidak mencantumkan hasil
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan
karakteristik responden, sedangkan penelitian ini mencantumkan
hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek
berdasarkan karakteristik responden berikut dengan
pembahasanannya.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberi gambaran mengenai Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek – Apotek Kabupaten Kulon
Progo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1) Bahan evaluasi bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam
pengelolaan apotek
2) Bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang
tertarik dalam pelayanan perapotekkan.
3) Bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui apakah apotek-apotek di Kabupaten Kulon Progo telah
memenuhi Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
2. Untuk mengetahui parameter manakah dari Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah terlaksana
dengan baik, cukup dan kurang sesuai dengan persentase masing – masing.
3. Untuk mengetahui parameter manakah dari Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang hasilnya
berbeda pada pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek
berdasarkan karakteristik responden.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Apotek
Peraturan perundang-undangan yang penting mengenai apotek adalah
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 yang kemudian diubah dengan Peraturan
Pemerintah nomor 25 tahun 1980. Apabila Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun
1980 ditelaah secara seksama, maka apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat
(pasal 1). Tugas dan fungsi apotek (pasal 2) adalah
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat;
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. (Anonim, 1980)
Menurut KepMenKes RI nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, maka izin
apotek diberikan oleh Menteri. Menteri melimpahkaan wewenang pemberian izin
apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
kepada menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan (pasal
4).
Persyaratan apotik menurut KepMenKes di atas adalah (pasal 6) :
(1) Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain
(2) Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi
(3) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. (Anonim,2002)
Selanjutnya Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/MENKES/PER/1993
pasal 10 menyebutkan, yang dimaksud dengan pengelolaan apotek adalah
pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. Selanjutnya pengelolaannya
adalah pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi merupakan juga
pengelolaan apotik. Kemudian pasal 11 menyebutkan yang dimaksud dengan
pelayanan informasi , meliputi :
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat, danperbekalan farmasi lainnya.
(Anonim, 1993b)
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apotek adalah
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
B. Tinjauan Umum Tentang Apoteker
1. Menurut peraturan perundang-undangan
Menurut KepMenKes RI nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 1
menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia (Anonim, 2002).
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/MENKES/PER/X/1993
menyebutkan syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker
(pasal 5) adalah :
a. Ijazah telah terdaftar pada Departemen kesehatan. b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker. c. Memiliki Surat Ijin Kerja dari Menteri. d. Memenuhi syarat-sayarat kesehatan fisik dan mental untuk
melaksakan tugasnya, sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi
apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain. Menurut KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a).
Di Indonesia pemberian izin menjalankan pekerjaan apoteker
pendamping, diatur oleh KepMenKes RI nomor 279/MENKES/SK/V/1981.
Surat persetujuan sebagai Apoteker Pendamping dapat dicabut apabila, apabila
(pasal 31) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
a. apoteker yang berkepentingan melakukan atau telah melakukan suatu perbuatan pidana
b. melakukan atau telah melakukan perbuatan yang melanggar susila kefarmasian
c. kesehatan fisik maupun mental terganggu sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik
d. membuat kesalahan-kesalahan teknis dalm bidang tugas/pekerjaan yang berbahaya
e. melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan umum. (Anonim, 1981a)
Menurut KepMenKes RI nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, maka
apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sedian
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Sediaan Farmasi
yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan,
harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau, dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan Apoteker Pengelola
Apotek atau Apoteker Pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang
karyawan Apotek. (Anonim, 2002)
Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat
Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotik atai SIA adalah Surat izin yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik
sarana untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu. Apabila
apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping.
Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu
pada hari buka apotek. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker
pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti
adalah apoteker yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama
apoteker pengelola apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan
secara terus-menerus dan telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak
sebagai apoteker pengelola apotek di apotek lain (Anonim, 2002).
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/MENKES/PER/X/1993
menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi (pasal 15) :
a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Dalam Kode Etik apoteker Indonesia pasal 7 juga menyatakan bahwa
seorang apoteker hendaknya menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan
kesehatan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa salah
satu tugas apoteker adalah memberikan informasi kepada pasien yang datang
ke apotek, sehingga kewajiban apoteker, baik apoteker pengelola apotek atau
apoteker pendamping atau apoteker pengganti adalah berada di apotek selama
jam buka apotek dan memberikan informasi kepada pasien yang datang ke
apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 35 (d) menyatakan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pada pasal 86 yaitu barang siapa dengan sengaja tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1,
dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2. Apoteker sebagai profesi dan perannya
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan
dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang
bersifat teoritis dan praktek dan diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan kepada
yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan konsumen atau
kliennya (Harding, 1993).
Menurut ISFI (2004) profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.
2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.
3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian.
4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.
5. memberlakukan kode etik keprofesian.
6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.
7. proses pembelajaran seumur hidup.
8. mendapat jasa profesi.
Mengacu pada definisi apoteker di Kepmenkes no. 1027 tahun 2004
maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan
diperguruan tinggi farmasi baik dijenjang S-1 maupun jenjang pendidikan
profesi. Lulusan perguruan tinggi farmasi ini tentunya akan memenuhi ciri
profesi yang pertama dan kedua. Ciri ketiga terpenuhi ketika seorang apoteker
melakukan praktek profesi dalam arti kemudian melakukan pelayanan kepada
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Berdasarkan Kepmenkes no. 41846/KB/121 tanggal 16 September
1965, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) merupakan satu – satunya
organisasi sarjana farmasi / apoteker yang bersifat otonom yang menghimpun
seluruh tenaga kesehatan sarjana dibidang farmasi.
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai
rambu-rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan
keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker
dan organisasi profesi. Berdasarkan Permenkes Nomor 184 tahun 1995 pasal 18
disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar
Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu memahami isi dari
Kode Etik Apoteker. Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil
Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal
18 Juni 2005.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka proses
pembelajaran seumur hidup merupakan tuntutan bagi Apoteker, hal ini
mendukung ciri profesi yang pertama dan kedua sehingga tujuan profesionalnya
dapat tercapai karena tanpa belajar terus menerus maka tidak akan dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.
Satu – satunya ciri yang belum terpenuhi oleh apoteker di Indonesia
adalah mendapat jasa profesi. Hal ini dikarenakan balas jasa pelayanan
berdasarkan kemampuan apotek “menggaji” apoteker. Dalam hal ini apoteker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
masih bekerja sebagai seorang yang bekerja bagi kehidupan apotek untuk
mendapatkan imbal baliknya (Hartini dan Sulasmono,2006).
Di tingkat dunia, International Pharmaceutical Federation
mengidentifikasi bahwa profesi adalah kemauan individu farmasis untuk
melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimun yang berlaku
serta mematuhi standar profesi dan etik kefarmasian. Peran Apoteker yang
digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “Seven Stars of
Pharmacist” meliputi :
1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan
dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh
penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan
kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai
tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk
kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan
pelatihan yang diperlukan.
3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam
berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar
dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan
kebutuhan.
4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,
fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date)
dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara
belajar yang efektif.
7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan
melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam
berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan
memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.
(Anonim, 2004b)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
C. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun dengan tujuan sebagai
pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional serta melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefamasian (Anonim, 2004a)
Adapun Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menurut KepMenKes No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 antara lain:
a. Pengelolaan sumber daya 1) Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional . Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2) Sarana dan prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan :
a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat. 3.2 Pengadaan.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4) Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1. Administrasi umum.
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.2. Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
b. Pelayanan 1) Pelayanan resep.
1.1. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1. Persyaratan administratif :
- Nama,SIP dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2. Penyiapan obat.
1.2.1. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5. Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes ,TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2) Promosi dan edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi . Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3) Pelayanan residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
c. Evaluasi mutu pelayanan
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1) Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket
atau wawancara langsung. 2) Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan). 3) Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang
telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan
lain yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
• Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang
dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan
dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk
penerapan standar. • Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
(Anonim, 2004a)
D. Sumpah Apoteker
Sumpah adalah ikrar yang diucapkan dengan sungguh-sungguh dan
akan melaksanakannya sesuai dengan yang telah diucapkan (Salim, 1991). Selain
terikat secara horizontal dengan masyarakat, Profesi Apoteker terikat pula secara
vertikal dengan Tuhan.
Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan
bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau
pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,
sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan
membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun
akhirat (Budiharjo, 1981).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
E. Kode Etik Apoteker
Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh
atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya
(Anonim, 2003). Kode etik merupakan salah satu pedoman untuk membatasi,
mengatur dan sebagai petunjuk bagi profesi secara baik dan benar serta tidak
melakukan perbuatan tercela dan juiga sebagai aturan – aturan norma yang
menjadi ikatan moral profesi..
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-
rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan
keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker
dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184
tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan
yang melanggar Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu
memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).
F. Etika Bisnis
Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan
prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang
kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul
konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan
penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses
pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap
tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Etika bisnis mengajari para pelaku bisnis untuk melakukan refleksi tentang
dunia bisnis dari sudut etika karena keberhasilan suatu bisnis tidak semata – mata
dilihat dari sudut keuntungan yang dapat diraih tetapi dari nilai – nilai luhur yang
dilakukan para pelaku bisnis. Ciri – ciri bisnis beretika adalah:
a. memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen untuk mendapatkan laba
yang wajar dan tidak meneksploitasi konsumen.
b. memberikan barang dan jasa kepada konsumen dengan cara yang
bertanggung jawab dan jujur.
c. peduli pada kepentingan pekerjaannya, pemegang saham dan pihak –
pihak lain yang terlibat didalamnya.
d. berproduksi dengan cara yang paling aman.
e. memberi sumbangan terhadap pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial, berperan aktif dalam membentuk kepuasan dan kesejahteraan
masyarakat.
Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis adalah :
1. prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai dengan
tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada pemilik
perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan mayarakat
yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2. prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,
mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.
3. prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).
Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,
minimal tidak merugikan orang lain.
4. prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan
sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.
5. prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan
orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi lain.
(Isdaryadi, 2005)
Apotek merupakan bagian dari bisnis, selayaknya apotek menerapkan pula
prinsip – prinsip etika dalam bisnis. Terlebih pelayanan di apotek menerapkan
pelayanan yang berhubungan langsung dengan manusia sehingga aspek moral dan
kemanusiaan benar – benar dijunjung tinggi. Pasien menghendaki pelayanan yang
cepat, tepat dan benar. Kejujuran, keramahan dan rasa kekeluargaan dengan
pasien dapat memperkuat hubungan pihak apotek dan pasien. Pelayanan yang
terbaik sejak awal hingga akhir proses akan meningkatkan kepuasan pasien
sehingga aspek loyal terhadap apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
G. Keterangan Empiris
Standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mempunyai tiga parameter utama yaitu :
pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Dari hasil
penelitian diharapkan dapat diperleh gambaran mengenai pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Kulon Progo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang
observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subjek menurut keadaan apa
adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001).
Sedangkan rancangan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada
perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kontour, 2003).
Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah ukuran tertentu yang digunakan
sebagai patokan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, dalam penelitian
ini berdasarkan pada Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
2. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan telah dilaksanakan apabila
persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka
dikatakan belum dilaksanakan.
4. Apotek adalah delapan apotek yang berada di wilayah Kabupaten Kulon
Progo.
5. Responden adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping
yang bersedia mengisi kuisioner.
6. Periode adalah periode penelitian untuk pengambilan data, yaitu dilakukan
selama bulan Juli 2007.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang :
1. Karakteristik responden.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dari penelitian ini adalah semua
apotek yang ada di Kabupaten Kulon Progo.
Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Kulon Progo, diketahui bahwa jumlah apotek di Kabupaten Kulon Progo pada
bulan Juni 2007 berdasarkan data terakhir bulan Agustus 2006 adalah
sebanyak 8 apotek. Sampel
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data
sebenarnya dalam penelitian. Menurut Gay (1976), penelitian deskriptif
ukuran minimum yang dapat diterima adalah 10 persen dari populasi. Untuk
populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen (Sevilla, dkk,
1993). Namun demikian tidak ada satu formula pun yang dapat digunakan
secara umum untuk semua penelitian (Pratiknya, 2001).
Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu
pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan
representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum
sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi.
Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum
sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil
penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan kuesioner
Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam
penelitian sosial. Dengan kuesioner tersebut peneliti menggali informasi dari
responden (orang yang menjadi subjek penelitian) (Adi, 2004).
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang
di dalamnya memuat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis
oleh responden. Kuesioner terbagi menjadi empat bagian yaitu : deskripsi
responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan.
2. Pengujian kuesioner
a. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana
bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner
dapat dipahami oleh responden, termasuk di dalamnya kesalahan
pengetikan, pengejaan kata-kata dan susunan kalimat. Uji pemahaman
bahasa dilakukan dengan cara menyebar kuesioner tersebut kepada lima
apotek di luar populasi penelitian.
b. Uji validitas isi
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003).
Suatu alat ukur dikatakan valid (benar/sahih) jika alat ukur tersebut jitu
untuk mengukur konsep/variabel yang diukur (Adi, 2004).
Validitas yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi
pengukuran terhadap konsep (pengertian) variabel sebagaimana
dirumuskan (Praktiknya, 1991). Validitas isi kuesioner ini diuji dengan
analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi
validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan
hanya dengan analisis teoritik. Maka tidaklah diharapkan setiap orang
akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana validitas isi kuesioner
akan tercapai.
c. Uji reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) jika alat ukur
tersebut mantap, tepat dan homogen. Suatu alat ukur dikatakan mantap
apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut
memberikan hasil yang sama, dengan syarat kondisi pengukuran tidak
berubah. Suatu pertanyaan (alat ukur) dikatakan tepat apabila pertanyaan
tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu alat ukur dikatakan
homogen apabila pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur
suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena
pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung
terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas
data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden
menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan
asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subjek merupakan orang yang
mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi
reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran kuesioner
Kuesioner langsung disebarkan kepada responden dan peneliti akan
mendampingi dalam pengisian kuesioner agar dapat menjelaskan kepada
responden jika responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner
tersebut. Peneliti harus bertemu langsung dengan responden untuk
memastikan bahwa yang menerima kuisioner adalah apoteker. Jika responden
berhalangan mengisi saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan ditinggal
selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah diisi oleh
responden. Periode penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Juli 2007.
Pada penelitian ini ada satu apotek yang apotekernya tidak bisa ditemui
secara langsung dalam beberapa kali rencana pertemuan karena suatu hal
sehingga peneliti tidak dapat meninggalkan kuisioner di apotek. Dengan
demikian pada penelitian ini, apotek yang menjadi objek penelitian hanya
tujuh apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
4. Pengumpulan kuesioner
Kuesioner langsung dikumpulkan saat itu juga dan ada yang diambil
setelah ditinggal selama beberapa waktu. Jumlah kuesioner yang
dikembalikan sama dengan jumlah kuesioner yang disebarkan yaitu sebanyak
tujuh apotek.
5. Wawancara
Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula (Nawawi, 1985).
Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh (Mardalis,
2006). Pada penelitian ini, wawancara yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui kesesuaian pemahaman apoteker dengan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
Wawancara yang dilakukan mengenai pengertian konseling, pengertian
medication record dan alasan tidak adanya ruang konseling. Wawancara
dilakukan terhadap beberapa responden yang bersedia untuk diwawancarai,
hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 8.
F. Tata Cara Analisis Data
Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada
penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik
(Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif
dalam bentuk persentase dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik/diagram.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga
parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 kemudian
menghitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Dikatakan telah
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apabila persentasenya lebih dari 50% dan
jika kurang dari 50% maka dikatakan belum melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2007 tersebut.
G. Kesulitan Penelitian
Terdapat beberapa kesulitan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Peneliti dan responden sulit menentukan waktu bertatap muka secara
langsung dalam pengisian kuisioner.
2. Tidak dilakukannya wawancara kepada responden berkaitan dengan alasan
responden terhadap tiap jawaban yang diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Deskripsi Responden
Karakteristik responden yang ditanyakan meliputi : umur, posisi di apotek,
pengalaman kerja sebagai apoteker di apotek yang sekarang, adanya pekerjaan
lain, waktu kerja di apotek dalam seminggu dan waktu kerja di apotek dalam
sehari.
1. Usia responden
Gambaran mengenai rentang usia responden dapat dilihat pada Gambar
1 berikut.
UMUR RESPONDEN
21-35 th57%
> 50 th29%
36-50 th14%
Gambar 1. Diagram Umur Respoden
Gambar 1 di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden,
yaitu sebanyak 57% berada dalam rentang usia antara 21-35 tahun yang mana
rentang usia tersebut merupakan usia produktif untuk masa kerja seseorang.
Berdasarkan keterangan tersebut diharapkan responden dapat memahami dan
mengisi kuesioner dengan lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
2. Posisi responden di apotek
Tabel I. Posisi Responden di Apotek
No Posisi responden di apotek Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Apoteker Pengelola Apotek 6 86
2 Apoteker Pendamping 1 14 Total 7 100
Tabel I di atas memperlihatkan bahwa seluruh responden merupakan
apoteker, baik Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker Pendamping.
Hal ini sesuai dengan yang diharapkan peneliti karena apoteker sangat paham
mengenai semua sistem dan pengelolaan kinerja apotek dibandingkan dengan
staf lainnya.
3. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki pengalaman
kerja sebagai apoteker di apotek yang sekarang selama kurang dari 1 tahun
sebesar 14%, 1-5 tahun sebesar 43%, 6-10 tahun sebesar 14% dan yang
bekerja lebih dari 10 tahun sebesar 29%.
LAMA BEKERJA DI APOTEK
< 1 th14%
1-5 th43%
> 10 th29%
6-10 th14%
Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Dari data tersebut, yang telah memiliki pengalaman kerja sebagai
apoteker di apotek yang sekarang selama lebih dari 1 tahun sebesar 86%, di
diharapkan bahwa responden telah memahami sistem dan pengelolaan kinerja
apotek mereka yang sekarang dan dapat mengisi kuesioner dengan baik
sehingga dapat diketahui mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek mereka.
4. Adanya pekerjaan lain dari responden
Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
A D A T ID A KN YA P EKER JA A N LA IN
TIDAK71%
YA29%
Gambar 3. Ada Tidaknya Pekerjaan Lain dari Responden
Adanya pekerjaan lain, apapun jenisnya dan berapapun frekuensi
pekerjaan tersebut, akan mengganggu kehadiran dan kinerja apoteker di
apotek. Menurut Permenkes No. 26 tahun 1981 pasal 18, yang ditegaskan
dalam KepMenKes No. 1332 tahun 2002, menyatakan bahwa selama apotek
tersebut buka maka Apoteker Pengelola Apotek harus berada di apotek.
Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan, maka ia dapat digantikan
oleh Apoteker Pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Menurut Surat Kepmenkes RI Nomor 831/Ph/64/b apotek-apotek yang
didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah
tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja
penuh (full-time). Demikian juga dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Berdasarkan keterangan tersebut, apoteker
diharapkan dapat tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya
sebagai apoteker di apotek walaupun memiliki pekerjaan lainnya.
5. Waktu kerja responden di apotek
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden bekerja di apotek
selama 4 – 6 jam dalam sehari, sedangkan waktu kerja dalam seminggu
ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel II. Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Seminggu
No Waktu kerja di apotek dalam seminggu Jumlah Persentase (%)
n = 7 1 < 40 jam 7 100 2 40 jam 0 0 3 > 40 jam 0 0
Total 7 100
Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Hasil
penelitian tersebut menujukkan bahwa waktu kerja apoteker dalam satu hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
belum sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Hasil yang sama
didapatkan dari perhitungan waktu kerja dalam satu minggu disesuaikan
dengan jam kerja dalam satu hari.
Bila apotek buka dari pukul 8.00 sampai 22.00 (Permenkes nomer 244
tahun 1990), maka untuk enam hari kerja dalam seminggu apotek buka 84
jam; sehingga setiap apotek harus mempunyai lebih dari dua apoteker.
B. Pengelolaan Sumber Daya
1. a. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia di apotek meliputi apoteker, asisten apoteker,
pemilik sarana apotek dan juru resep. Dalam struktur organisasi apotek,
Apoteker Pengelola Apotek menempati posisi tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab
penuh dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja
Asisten Apoteker dan karyawan lainnya (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai
leader, dimana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemapuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Hal ini diperkuat
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang
menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang
profesional. Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi
dan menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
Karena itulah sudah seharusnya keputusan yang diambil di apotek selalu
berdasarkan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
Tabel III menunjukkan persentase pengambilan keputusan di Apotek
berdasarkan persetujuan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan
persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan
dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA
No Berdasarkan persetujuan APA Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Ya 5 71
2 Tidak 2 29
Total 7 100
b. Penyerahan obat dan informasi obat
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien. Hal ini juga tertera pada
Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan kefarmasian yang
menyebutkan bahwa salah satu standar prosedur operasional apoteker di
apotek adalah memberikan pelayanan informasi obat dan memberikan
konsultasi obat. Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyebutkan
bahwa seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
profesinya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
salah satu kewajiban apoteker adalah memberikan informasi mengenai
obat kepada pasien, yang berinteraksi secara langsung dengan pasien
untuk memberikan bentuk pelayanan klinis, analitis sesuai peraturan
perundangan, untuk mewujudkan salah satu perannya yaitu sebagai care
giver. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 juga menyebutkan
bahwa jika apoteker tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan
informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Namun dari hasil penelitian tidak ada satupun apoteker yang selalu
terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien. Selama peneliti
mengamati, yang menyerahkan obat ke pasien adalah karyawan apotek
selain Apoteker. Sehingga dalam hal ini apoteker tidak bisa menjalankan
kewajibannya untuk memberikan informasi kepada pasien.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-
kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan
aktivitas yang harus dihindari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker
No Informasi Obat yang diberikan Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu pengobatan
4 43
2
Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu pengobatan+ makanan dan minuman yang harus dihindari+aktivitas yang harus dihindari
3 57
Total 7 100
Tabel IV menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan informasi
kepada pasien meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari
dan aktivitas yang harus dihindari sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 57%, selebihnya belum memberikan
informasi secara menyeluruh kepada pasien.
Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh apoteker
karena melalui pemberian informasi apoteker dapat meminimalisasi
terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada saat
pasien mengkonsumsi obat.
c. Konsultasi dengan dokter penulis resep
Permenkes Nomor 26 tahun 1981 pasal 10 menyebutkan bahwa
resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyatakan bahwa jika ada keraguan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Konsultasi dengan dokter
penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pasal 13 Kode Etik Apoteker Indonesia dan juga perannya
sebagai communicator antara pasien dengan profesi kesehatan lainnya.
KONSULTASI DOKTER
TIDAK14%
YA86%
Gambar 4. Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan
Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sumber daya manusia.
71.00%57.00%
86.00%
0.00%0%
50%
100%
Pengambilan keputusan di apotek selalu berdasarkan persetujuan APA
Informasi obat yang diberikan
Konsultasi dengan dokter penulis resep
Penyerahan obat
Gambar 5. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Bagian Sumber Daya Manusia
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sumber daya
manusia sebagian besar telah dilaksanakan dengan cukup baik. Bagian
pengelolaan sumber daya manusia yang telah dilaksanakan adalah
pengambilan keputusan di apotek selalau berdasarakan persetujuan APA
sebesar 71%, informasi obat yang diberikan sebesar 57% dan konsultasi
dengan dokter penulis resep sebesar 86%. Sedangkan bagian yang belum
dilaksanakan adalah penyerahan obat yang selalu dilakukan oleh apoteker,
yaitu sebesar 0%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2. Sarana dan prasarana
a. Papan petunjuk apotek
Dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pemudahan akses ini ditunjukkan dengan adanya papan nama.
Peraturan lebih detail mengenai papan nama disebutkan dalam lampiran
Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 antara lain bahwa papan
nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam
di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Selanjutnya
pasal 6 ayat 3 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 tentang persyaratan
apotek menyebutkan bahwa papan nama harus memuat : nama apotek,
nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor surat izin apotek dan nomor
telepon, kalau ada.
Namun penelitian ini mengacu pada Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang hanya menyebutkan bahwa pada
halaman apotek terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
apotek dan tidak membahas lebih lanjut mengenai syarat-syarat lainnya
seperti yang tersebut diatas.
Hasil penelitian menujukkan bahwa semua apotek (100%)
mempunyai papan yang tertulis kata apotek pada halaman depan apotek
mereka sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah
dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna
untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan. Contoh produk noin kefarmasian yang dijual
diapotek adalah makanan bayi, susu, alat kesehatan dan food supplement.
Hasil penelitian menunjukkan bahawa tidak ada satupun apotek (0%)
yang menempatkan produk kefarmasian terpisah dari produk lainnya
sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
c. Ruang tunggu bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien,
yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Hal ini
juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 yang pada
salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang
tunggu.
Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini: RUANG TUNGGU
YA57%
TIDAK43%
Gambar 6. Adanya Ruang Tunggu Bagi Pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
d. Tempat untuk display informasi bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplay informasi bagi
pasien, termasuk penempatan materi informasi tersebut. Informasi disini
contohnya berupa brosur, leaflet atau poster.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%)
menyediakan informasi mengenai kesehatan kepada pasien. Namun
demikian tidak semua apotek menyediakan tempat khusus untuk display
informasi.
Tabel V. Ketersediaan Tempat Khusus untuk Display Informasi
No Tempat khusus untuk display Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Ada 6 86
2 Tidak Ada 1 14
Total 7 100
Tabel V menunjukkan persentase dari apotek yang menyediakan dan
tidak menyediakan tempat khusus untuk display informasi.
e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi
pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun apotek (0%)
yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Ruang
tertutup ini berfungsi untuk menjaga privacy dan kenyamanan pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
selama konseling berlangsung sehingga konseling dapat berjalan dengan
baik.
Dari hasil wawancara, diperoleh alasan mengapa mereka tidak
menyediakan ruang konseling. Sebagian besar dari mereka berpendapat
bahwa ruang konseling yang telah mereka sediakan sebelumnya tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan tidak ada pasien
yang konseling dalam kurun waktu tertentu. Dengan pertimbangan
tertentu, akhirnya mereka mengubah ruangan tersebut menjadi ruang lain
yang lebih berfungsi. Salah satu dari responden mengubah ruang konseling
menjadi ruang kerja pribadi dan juga ruang konseling.
f. Ruang racikan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang peracikan.
Hasil penelitian ditunjukkan dalam tabel VI:
Tabel VI. Ketersediaan Ruang Racikan di Apotek
No Ruang racikan Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Kering saja 2 28 2 Basah saja 1 14 3 Kering+Basah 3 42 4 Tidak punya 1 14
Total 7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf
maupun pasien. Persyaratan lain tercantum dalam lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene
lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga
sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik.
Hasil penelitian untuk tersedianya keranjang sampah untuk staf dan
pasien ditunjukkan dalam tabel VII berikut ini:
Tabel VII. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien
No Keranjang sampah Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Staf saja 4 57 2 Pasien saja 1 14 3 Staf +pasien 2 28
Total 7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sarana dan prasarana
100%
0.00%
57%
86.00%
0.00%
86.00%100.00%
0%
50%
100%
papan petunjuk apotektempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnyaruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutupruang racikankeranjang sampah untuk staf+pasien
Gambar 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan
prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan
sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki
persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi adanya papan petunjuk
apotek (100%), tersedianya ruang tunggu (57%), tersedianya tempat
display informasi (86%), dan tersedianya keranjang sampah untuk staf dan
pasien (100%) Namun demikian masih terdapat pengelolaan sarana dan
prasarana yang tidak dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase
pelaksanaan di bawah 50%, meliputi tersedianya ruang konseling tertutup
(0%) dan penempatan produk kefarmasian yang terpisah dengan produk
lainnya (0%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari
kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dalam
membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang perlu diperhatikan
adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.
a) Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit
yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk penyakit tersebut.
b) Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat di
sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-
obatan.
c) Budaya masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-
obatan khususnya obat-obat tanpa resep.
(Hartini dan Sulasmono, 2006)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Hasil penelitian mengenai latar belakang apotek dalam perencanaan
pengadaan sediaan farmasi yang memperhatikan pola penyakit,
kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat ditunjukkan dalam tabel
VIII berikut ini:
Tabel VIII. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek
No Latar Belakang Perencanaan Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Pola penyakit 0 0
2 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat 0 0
3 Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat 2 28
4 Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat
5 72
Total 7 100
b. Pengadaan
Persediaan barang di apotek diadakan berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada.
Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan penerimaan
barang (Hartini dan Sulasmono, 2006). Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
melalui jalur resmi.
Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan
obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika
dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (pasal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi) maupun apotek lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pengadaan sediaan
farmasi yang resmi hanya melalui pabrik farmasi, PBF dan apotek lain.
Bagan jalur distribusi dapat dilihat pada lampiran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%) dalam
pengadaan sediaan farmasi melalui jalur resmi dan tidak ada satupun
apotek yang membeli di swalayan (tidak resmi).
c. Penyimpanan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Tabel IX. Pemindahkan Isi Obat ke Wadah Lain
No Pernah memindahkan isi ke wadah lain Jumlah Persentase (%)
n = 7 1 Ya 4 57
2 Tidak 3 43
Total 7 100
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
Apotek memindahkan obat ke dalam wadah baru dengan alasan
untuk mempercepat proses pelayanan. Pemindahan ke dalam wadah baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
tersebut berdasarkan kebiasaan dokter meresepkan obat dalam jumlah
tertentu. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat dalam jumlah
yang dibutuhkan dengan waktu yang cepat dan tidak harus membeli
seluruh obat dalam wadah asli.
Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah
baru dapat dilihat pada Tabel X berikut.
Tabel X. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru
No Informasi yang disertakan Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Tidak ada informasi 4 58 2 Nomor batch+tanggal kadaluarsa 1 14 3 Tanggal kadaluarsa+aturan pakai 1 14 4 Aturan pakai 1 14
Total 7 100
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus
dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch
dan tanggal kadaluwarsa. Tabel X menunjukkan bahwa apotek yang
mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sesuai Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 hanya satu apotek (14%),
selebihnya tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
seperti yang telah ditentukan.
Pencantuman ini dimaksudkan bilamana terjadi penarikan suatu obat
karena sub standard dan bila apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang
keabsahannya terjamin, maka Surat Izin Apotek yang bersangkutan akan
dicabut. Hal ini sesuai dengan pasal 25 Permenkes Nomor 922 tahun 1993.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 juga
menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278
tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang
penyimpan obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%) memiliki
tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Tempat
penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya
adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika (pasal 7 Kepmenkes
Nomor 278 tahun 1981) dan lemari pendingin yang digunakan untuk
menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu
kamar seperti suppositoria, serum dan vaksin (pasal 9 Kepmenkes RI
Nomor 278 tahun 1981). Dengan mengetahui adanya tempat penyimpanan
khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan
apakah apotek tersebut memperhatikan kesesuaian dan kelayakan tempat
dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
72.00%100.00%
57.00% 43.00%
0.00%
50.00%
100.00%
150.00%
perencanaan meliputi : pola penyakit+kemampuan masyarakat+budayamasyarakatpengadaan melalui jalur resmi
penyimpanan dalam wadah asli pabrik
informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi : tgl kadaluwarsa+nmrbatch
Gambar 8. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan
baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang
telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas
50%, meliputi perencanaan (72%), penyimpanan dalam wadah asli pabrik
(57%) dan pengadaan (100%). Namun demikian masih terdapat
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang belum
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%,
meliputi penyertaan informasi pada wadah baru (43%) sehingga perlu
ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
4. Administrasi
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan
administrasi pelayanan.
1) Administrasi umum
Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
Pencatatan ini bertujuan untuk memperudah proses pengecekan jika
terjadi keraguan terhadap obat yang telah dibeli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%)
selalu menyertakan bukti/faktur pembelian untuk setiap obat yang
mereka pesan/beli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan.
b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan
Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan
bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13
(d) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur
dan blangko nota penjualan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
PENJUALAN DENGAN NOTA
TIDAK43%
YA57%
Gambar 9. Penyertaan Faktur/Nota Penjualan
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan bahwa
dalam apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak setiap transaksi penjualan
selalu dicatat dalam buku penjualan.
Namun demikian, walaupun dalam setiap penjualan tidak disertai
faktur/nota penjualan, semua apotek (100%) selalu mencatat setiap
transaksi penjualan yang terjadi.
Adanya faktur/nota penjualan bisa menjadi bukti bagi
konsumen/pembeli terhadap penjual bila suatu saat ada ketidakcocokan
dengan barang yang dibeli. Sedangkan catatan penjualan sangat
berguna bagi penjual sebagai laporan terhadap manajemen keuangan
dan juga perdagangan dalam apotek tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan
psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 juga
menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada
pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa
apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran
narkotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%)
selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan
psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika.
2) Administrasi pelayanan
Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan
obat.
a. Pengarsipan resep
Pasal 7 Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan
menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus
disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua apotek (100%) selalu menyimpan resep
menurut urutan tanggal dan nomor resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. Medication record
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
CATATAN PENGOBATAN PASIEN
TIDAK71%
YA29%
Gambar 10. Ketersediaan Medication Record
Melalui wawancara lepas kepada beberapa responden, responden
mempunyai persepsi yang hampir sama mengenai pengisian
medication record, yaitu catatan pengobatan setiap pasien yang
memuat antara lain data pribadi pasien (nama, usia, jenis kelamin,
alamat), nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah
digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Berdasarkan hasil
wawancara pada salah satu responden yang menyatakan tidak selalu
melakukan pengisian medication record, diketahui bahwa pelaksanaan
pengisian medication record hanya dilakukan pada pasien tertentu,
yaitu pasien yang lansia dan pasien dengan penyakit tertentu seperti
TBC dan diabetes. Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat
bahwa pemahaman apoteker mengenai medication record sudah sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dengan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, tetapi
belum dalam pelaksanaannya.
3) Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
administrasi
100% 100.00%
57.00%
100% 100%
29.00%
0%
50%
100%
pencatatan&pengarsipan pembelianpenyertaan bukti/faktur penjualanpencatatan penjualanpencatatan narkotika&psikotropikapengarsipan reseppelaksanaan pengisian medication record
Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi
administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah
dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan,
yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi
pencatatan dan pengarsipan pembelian (100%), pencatatan narkotika dan
psikotropika (100%), pengarsipan resep (100%), pencatatan penjualan
(95,65%), penyertaan bukti/faktur penjualan (57%). Namun demikian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
masih terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan, yaitu yang
memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi pengisian
medication record (29%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan
1. Skrining resep
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker
melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep dilakukan dengan tujuan
untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang berusaha
diminimalisir melalui skrining resep ini adalah dispensing error yang
merupakan lingkup tanggung jawab farmasis.
a. Persyaratan administratif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%) selalu
melakukan skrining resep persyaratan administratif.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter; tanggal
penulisan resep (inscriptio); tanda tangan/paraf dokter penulis resep
(subsciptio); nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
nama obat (invocatio), potensi, dosis, jumlah yang minta; cara pemakaian
yang jelas (signature) dan informasi lainnya.
Pada penelitian ini tidak dijabarkan mengenai persyaratan
administratif yang dilakukan karena responden dianggap sudah
mengetahui dan memahami mengenai persyaratan administratif beserta
cakupannya.
b. Kesesuaian farmasetik
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek melakukan
skrining resep sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
sehingga kemungkinan terjadinya medication error relatif kecil.
c. Pertimbangan klinis
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan
jumlah obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek melakukan
skrining resep pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi,
durasi dan jumlah obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sehingga kemungkinan terjadinya medication
error relatif kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
skrining resep.
100.00% 100.00% 100.00%
0.00%
50.00%
100.00%
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberianpertimbangan klinis meliputi : alergi, efek samping, interaksi, durasi danjumlah obat
Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep semuanya telah
dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining resep yang telah
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%,
meliputi skrining resep persyaratan administratif (100%), konsultasi
dengan dokter penulis resep (86%) skrining resep kesesuaian farmasetik
(100%) dan skrining resep pertimbangan klinis (100%).
2. Penyiapan obat
a. Etiket
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 bahwa
etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
menyebabkan terjadinya medication error karena pasien salah
membaca/mengartikan apa yang tertulis di etiket, karena itulah maka etiket
harus jelas dan dapat dibaca.
KELUHAN PASIEN TENTANG ETIKET
TIDAK71%
YA 29%
Gambar 13. Penerima Keluhan Tentang Etiket Oleh Pasien
Gambar menunjukkan bahwa terdapat 71% apotek yang tidak
pernah menerima keluhan tentang etiket oleh pasien dan 29% sisanya
pernah menerima keluhan tentang etiket oleh pasien karena tidak jelas atau
sulit dibaca sehingga dapat menyebabkan terjadinya medication error.
b. Pengecekan kesesuaian resep dengan obat
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Menurut UU RI nomer 8
tahun 1999 pasal 7, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah menjamin
mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek (100%) selalu
melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien. Pemeriksaan akhir (medication review)
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya medication error
terutama dispensing error yang merupakan tanggung jawab pihak
apoteker.
c. Konseling
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah
yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 juga menyebutkan bahwa apoteker harus
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
Dalam penelitian ini, peneliti sengaja tidak memberikan batasan
mengenai pengertian konseling karena peneliti bermaksud mengetahui
kesesuaian antara pemahaman apoteker dengan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mengenai pengertian konseling. Melalui
wawancara lepas kepada beberapa responden, sebagian besar dari mereka
mempunyai pemahaman yang hampir sama mengenai pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
konseling yaitu konseling adalah proses tanya jawab searah antara pasien
dengan apoteker, dimana apoteker hanya menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh pasien, yang dating kepada mereka. Responden juga
berpendapat bahwa konseling dan konsultasi itu mempunyai pengertian
yang sama, padahal konseling dan konsultasi mempunyai pengertian yang
berbeda. Jika konseling merupakan proses dua arah, konsultasi merupakan
proses satu arah dan ada perbedaan status, baik dalam hal pengalaman
maupun pengetahuan. Dari sini terlihat bahwa apoteker mempunyai
pemahaman yang berbeda/tidak sesuai dengan yang tertera pada
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Namun demikian,
walaupun mempunyai pemahaman yang berbeda namun dalam
pelaksanaannya apoteker sering melakukan apa yang disebut konseling
karena mereka juga menerima masukan dari pasien yang lebih mengetahui
keadaan dirinya sendiri dan dari dokter yang menangani pasien tersebut,
terutama tentang obat-obatan yang sering mereka konsumsi.
Menurut Undang – Undang no. 23 tahun 1992 pasal 53 (2)
menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien. Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 9 menyebutkan bahwa
seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi
penderita dan melindungi makhluk hidup insani. Peraturan Pemerintah no.
32 tahun 1996 pasal 22 (1) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
melaksanakan tugasnya berkewajiban menghormati hak pasien; menjaga
kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien; memberikan
informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan; dan meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilangsungkan.
JAM KONSELING SETIAP HARI
TIDAK14%
YA86%
Ganbar 14. Penyediaan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes,
TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan. Gambaran mengenai pelaksanaan
pemberian konseling secara berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel XI
berikut.
Tabel XI. Pemberian Konseling Secara Berkelanjutan oleh Apoteker
No Memberikan konseling secara berkelanjutan Jumlah Persentase (%)
n = 7 1 Ya 3 43
2 Tidak 4 57
Total 7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Penderita penyakit tertentu seperti yang telah disebutkan
membutuhkan jangka waktu pengobatan yang tidak sebentar untuk dapat
sembuh dan harus teratur meminum obat yang telah diberikan, karena
itulah apoteker seharusnya memberikan perhatian khusus kepada mereka,
salah satunya adalah dengan memberikan konseling secara berkelanjutan
guna mendukung proses penyembuhan.
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
penyiapan obat
71,00%
100% 86,00%
43,00%
0,00%
50,00%
100,00%
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
Gambar 15. Pelaksanaan Penyiapan Obat
Berdasarkan keterangan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki
persentase pelaksanaan di atas 50%, maliputi pengecekan resep sebelum
diserahkan kepada pasien (100%), penulisan etiket yang jelas dan dapat
dibaca (71%), adanya jam konseling setiap hari (86%), dan pemberian
informasi oleh apoteker kepada pasien (57%). Namun demikian hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mendasar yang belum terlaksana justru keterlibatan apoteker secara
langsung dalam penyerahan obat (0%) dan juga adanya konseling secara
berkelanjutan (43%).
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
a. Diseminasi informasi kesehatan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, dalam
rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lainnya. Sumber informasi tersebut berasal dari
pabrik atau distributor obat, sehingga dalam hal ini apotek hanya sebagai
perantara pemberi informasi kepada pasien.
Hasil penelitian ditunjukkan dalam gambar 15 berikut ini
DISEMINASI KESEHATAN
YA 29%
TIDAK71%
Gambar 16. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi
Informasi Kesehatan.
b. Tindak lanjut terapi
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 setelah
penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(pelayanan residensial), khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Hasil penelitian ditunjukkan dalam Tabel XII berikut:
Tabel XII. Adanya Tindak Lanjut Terapi
No Melakukan tindak lanjut terapi Jumlah Persentase (%)
n = 7 1 Ya 3 43
2 Tidak 4 57
Total 7 100
Selain melakukan konseling secara berkelanjutan, tindak lanjut
terapi dengan kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon
merupakan salah satu bentuk perhatian khusus yang seharusnya dilakukan
apoteker guna mendukung proses penyembuhan pasien, terutama bagi
pasien lansia atau pasien yang karena penyakit yang dideritanya tidak
memungkinkan untuk datang dan melakukan konseling secara langsung ke
apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
29.00%43.00%
0.00%
50.00%
100.00%
diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi
Gambar 17. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut
Terapi
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak
lanjut terapi belum dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase
dibawah 50% yaitu meliputi diseminasi informasi kesehatan (29%) dan
pelayanan tindak lanjut terapi (43,48%) sehingga perlu ditingkatkan lagi
pelaksanaannya.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket atau
wawancara langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek yang pernah melakukan
survey mengenai tingkat kepuasan konsumen hanya sebanyak 29%, sedangkan
sebanyak 71% apotek tidak pernah melakukan survey mengenai tingkat
kepuasan konsumen. Survey ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat
pasien/pengunjung apotek mengenai kinerja di apotek dan dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi oleh APA agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di
apotek mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari apotek yang
pernah melakukan survey tersebut, semuanya dilakukan dengan wawancara
lisan.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
Penetapan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien)
bertujuan agar apoteker cepat tanggap dalam melayani pasien sehingga pasien
tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat. Salah satu caranya
adalah dengan menetapkan lama waktu untuk tiap pembuatan dan
pengambilan setiap sediaan, misalnya salep, puyer, kapsul, sirup, baik dalam
sediaan tunggal maupun campuran sehingga pasien mendapatkan kepastian
waktu.
Hasil penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel XIII. Penetapan Lama Pelayanan
No Menetapkan lama pelayanan Jumlah Persentase (%) n = 7
1 Ya 1 14
2 Tidak 6 86
Total 7 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
3. Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 prosedur
tetap ini antara lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik
dapat tercapai setiap saat dan adanya pembagian tugas dan wewenang di
apotek. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya alur pelayanan resep di apotek
sehingga pelayanan dapat berjalan dengan baik karena tidak terjadi tumpang
tindih tugas dan wewenang. Contoh alur pelayanan resep dapat dilihat pada
lampiran 8.
Hasil penelitian pada gambar berikut ini
PROSEDUR PELAYANAN
TIDAK71%
YA29%
Gambar 18. Ketersediaan Prosedur Tertulis dan Tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
4. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi
mutu pelayanan
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum
dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di bawah
50%, yaitu untuk pelaksanaan survey tingkat kepuasan konsumen sebesar
29%, penetapan waktu pelayanan per pasien sebesar 14% dan untuk penetapan
prosedur tetap sebesar 29%, sehingga perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
29,00%14,00%
29,00%
0,00%
50,00%
100,00%
Gambar 19. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan
prosedur tetapwaktu pelayanan per pasiensurvey tingkat kepuasan konsumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek - Apotek Kabupaten Kulon Progo
0,00%
50,00%
100,00%
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek (71%)konsultasi dengan dokter (86%)keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (0%)informasi yg diberikan pada pasien (100%)papan petunjuk apotek (100%)penempatan produk yg terpisah (0%)ruang tunggu (57%)tempat display informasi (86%)ruang konseling tertutup (0%)ruang racikan (86%)keranjang sampah (100%)perencanaan (72%)pengadaan (100%)penyimpanan (57%)informasi pada wadah baru 43%)pencatatan&pengarsipan pembelian (100%)penyertaan bukti/faktur penjualan (100%)pencatatan penjualan (57%)pencatatan narkotika&psikotropika (100%)pengarsipan resep (100%)pengisian medication record (29%)persyaratan administratif (100%)kesesuaian farmasetik (100%)pertimbangan klinis (100%)etiket jelas&dapat dibaca (71%)pengecekan resep sebelum diserahkan (100%)jam konseling setiap hari (86%)konseling secara berkelanjutan (43%)diseminasi informasi kesehatan (29%)tindak lanjut terapi (43%)survey tingkat kepuasan konsumen (29%)waktu pelayanan per pasien (14%)prosedur tetap (29%)
Gambar 20. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek - Apotek Kabupaten Kulon Progo
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Berdasarkan hasil penelitian, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek yang paling rendah tingkat pelaksanaannya berdasarkan tiga parameter
utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tersebut adalah bagian
evaluasi mutu pelayanan. Pada parameter ini hanya 24% apotek di Kabupaten
Kulon Progo yang sudah melaksanakannya, sehingga perlu perhatian yang lebih
agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Parameter kedua yang masih perlu
ditingkatkan lagi pelaksanaannya yaitu pengelolaan sumber daya, dimana hanya
57,39% apotek yang sudah melaksanakannya. Sedangkan pada parameter
pelayanan, 72% apotek sudah melaksanakannya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara
menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.
Melihat hasil penelitian tersebut dan juga pengalaman peneliti di lokasi
penelitian, diharapkan adanya sosialisasi dan juga pembinaan mengenai standar
pelayanan kefarmasian oleh pihak – pihak terkait yaitu Departemen dan atau
Dinas Kesehatan, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan; dengan harapan adanya peningkatan pelaksanaan
pharmaceutical care yang sesuai standar untuk menghindari medication error
yang merugikan semua pihak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
F. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek - Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Karakteristik Responden
1. Umur responden
Umur seseorang akan mempengaruhi kemampuannya dalam bekerja
sesuai dengan fisik dan mentalnya. Menurut penelitian yang dilakukan Harvard
Growth Study, proses pertumbuhan dan perkembangan intelegensi diawali pada
usia remaja dan mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Pada usia tersebut
seseorang mampu berpikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik
berbagai penjelasan mengenai kejadian-kejadian tertentu dan dapat memahami
prinsip-prinsip abstrak yang berlaku (Azwar, 1999). Usia diatas 60 tahun
merupakan masa orang mengundurkan diri dari tahun – tahun yang kreatif dan
berguna dengan melihat kemunduran dari kemampuan fisik dan mentalnya.
Individu akan melihat ke belakang, masa kejayaannya (Sadli, 1991).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia 35 sampai
dengan 60 tahun melaksanakan standar pelayanan kefarmasian dengan
persentase yang paling tinggi diantara usia yang lainnya. Hal itu terlihat pada
parameter pengelolaan sumber daya dan pelayanan, sedangkan pada parameter
evaluasi mutu pelayanan tidak ada satupun responden yang sudah
melaksanakannya. Rata – rata hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
berdasarkan umur responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
UMUR RESPONDEN
45,8%
70,8%
55,2% 53,0%
75,0%
60,0%
25,0%
33,3%
16,7%
0,00%
50,00%
100,00%
21 s.d. 35(n=4)
35 sd 60(n=1)
> 60 (n=2)
21 s.d. 35(n=4)
35 sd 60(n=1)
> 60 (n=2)
21 s.d. 35(n=4)
35 sd 60(n=1)
> 60 (n=2)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 21. Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefamasian
di Apotek – Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Umur Responden
Standar pelayanan kefarmasian pada parameter sumber daya yang tidak
pernah dilaksanakan (0%) adalah keterlibatan apoteker pada setiap penyerahan
obat, penempatan produk yang terpisah, adanya ruang konseling tertutup dan
pengisian medication record. Pada parameter pelayanan, jam konseling setiap
hari dan diseminasi informasi belum dilaksanakan responden yang berusia 21
sampai dengan 35 tahun. Responden yang berusia lebih dari 60 tahun belum
melaksanakan konseling secara berkelanjutan dan tindak lanjut terapi.
Responden yang berusia 21 sampai 35 tahun belum melaksanakan
parameter evaluasi mutu pelayanan (25%), sedangkan responden dengan usia
35 sampai 60 tahun tidak pernah menetapkan waktu pelayanan per pasien dan
prosedur tetap tetapi telah melaksanakan survey mengenai tingkat kepuasan
konsumen (100%). Responden yang berusia lebih dari enam puluh tahun baru
melaksanakan prosedur tetap (50%). Hasil pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian berdasarkan umur responden dapat dilihat pada gambar 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
UMUR REPONDEN
0,00%
50,00%
100,00%
21 s.d. 35 35 sd 60 > 60 21 s.d. 35 35 sd 60 > 60 21 s.d. 35 35 sd 60 > 60
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
konsultasi dengan dokter
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap Gambar 22. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Umur
Responden
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker
Hasil penelitian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek
berdasarkan pengalaman kerja responden pada parameter pengelolaan sumber
daya, pengalaman kerja lebih dari enam tahun terlaksana paling baik
dibandingkan dengan yang lainnya. Pada parameter pelayanan, pengalaman
kerja satu sampai dengan lima tahun terlaksana paling baik dibandingkan yang
lainnya, sedangkan pada parameter evaluasi mutu pelayanan, pengalaman satu
sampai dengan sepuluh tahun. Rata – rata hasil pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian berdasarkan pengalaman kerja dapat dilihat pada gambar 23
berikut ini.
PENGALAMAN KERJA
50,0%56,7%
75,0%
60,4%55,6%
81,2%
66,7%72,2%
0,0%
33,0% 33,3%
16,7%
0,00%
50,00%
100,00%
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 23. Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefamasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Pengalaman Kerja Responden.
Hal tersebut dikarenakan pada pengalaman lebih dari enam tahun,
responden dalam tahap menjaga dan mengembangkan relasi yang telah
dibangun dengan lingkungannya pada tahun – tahun sebelumnya. Sehingga
kemampuan responden untuk mengelola dirinya dan apoteknya benar – benar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dikembangkan. Sedangkan pada parameter pelayanan, pengalaman satu sampai
dengan lima tahun menunjukkan bahwa responden harus melakukan banyak hal
untuk menambah pengalaman disesuaikan dengan semangat bekerja yang
masih tinggi dan juga ketentuan yang berlaku.
Keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, penempatan produk yang
terpisah, ruang konseling tertutup, informasi pada wadah baru dan pengisian
medication record merupakan parameter pengelolaan sumber daya yang tidak
pernah dilaksanakan dengan baik oleh semua responden; sedangkan pada
parameter pelayanan, pengalaman kerja kurang dari satu tahun belum
melaksanakan penulisan etiket yang jelas, konseling secara berkelanjutan,
diseminasi dan tindak lanjut terapi. Pengalaman enam sampai sepuluh tahun
belum melaksanakan penulisan etiket yang jelas, diseminasi dan tindak lanjut
terapi, sedangkan pengalaman lebih sepuluh tahun belum melaksanakan
konseling secara berkelanjutan dan tindak lanjut terapi.
Tidak adanya pengalaman (<1 tahun) menyebabkan responden tidak
melaksanakan parameter evaluasi mutu pelayanan. Minimnya pengalaman (1-5
tahun) menyebabkan belum terlaksananya evaluasi dengan baik (33%). Survey
kepuasan konsumen telah dilaksanakan pada pengalaman 6 sampai 10 tahun
dan prosedur tetap pada pengalaman lebih dari sepuluh tahun, lainnya tidak
pernah dilaksanakan. Hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
berdasarkan pengalaman dapat dilihat pada gambar 24 berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGALAMAN KERJA
0%
50%
100%
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
< 1 th(n=1)
1~5 th(n=3)
6~10 th(n=1)
>10 th(n=2)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
konsultasi dengan dokter
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap Gambar 24. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan
Pengalaman Kerja Responden.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
3. Adanya pekerjaan lain dari responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada parameter pengelolaan
sumber daya dan evaluasi mutu pelayanan, responden yang tidak mempunyai
pekerjaan lain pelaksanaan standar pelayanan kefarmasiannya lebih baik
daripada responden yang mempunyai pekerjaan lain. Sedangkan pada
parameter pelayanan, responden yang memiliki pekerjaan lain, pelaksanaan
standar pelayanan lebih baik daripada responden yang tidak memiliki
pekerjaan lain. Hal ini dikarenakan, dengan tidak adanya pekerjaan lain, fokus
perhatian responden terpusat pada satu objek yaitu apotek dan segala aspek
didalamnya. Tetapi, dengan adanya pekerjaan lain, responden akan banyak
belajar dari tempat ia bekerja dan juga relasi. Hal ini nantinya akan dipilh
mana yang kiranya cocok buat pengembangan apoteknya dan mana yang
tidak.
Rata – rata hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
berdasarkan adanya pekerjaan lain dapat dilihat pada gambar 25.
ADANYA PEKERJAAN LAIN
46,9%
70,0%77,8%
47,0%
0,0%
33,3%
0,00%
50,00%
100,00%
ya (n=2) tidak (n=5) ya (n=2) tidak (n=5) ya (n=2) tidak (n=5)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 25. Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefamasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Adanya Pekerjaan Lain Responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Parameter pengelolaan sumber daya manusia yang tidak pernah
dilaksanakan oleh semua responden adalah keterlibatan apoteker dalam
penyerahan obat, penempatan produk yang terpisah, dan ruang konseling
tertutup. Responden yang mempunyai pekerjaan lain juga belum
melaksanakan pencatatan penjualan, pemberian informasi pada wadah baru
dan pengadaan obat melalui jalur resmi.
Jam konseling setiap hari, konseling secara berkelanjutan, diseminasi
informasi dan tindak lanjut terapi merupakan standar yang tidak pernah
dilaksanakan oleh responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain, sedangkan
yang mempunyai pekerjaan lain adalah diseminasi informasi kesehatan.
Responden yang mempunyai pekerjaan lain tidak pernah
melaksanakan evaluasi mutu pelayanan (0%) sedangkan responden yang tidak
mempunyai pekerjaan lain sudah melakukan standar pelayanan namun
persentasenya masih dibawah 50%. Hasil pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian berdasarkan adanya pekerjaan lain dari responden dapat dilihat
pada gambar 26 berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEKERJAAN LAIN
0,00%
50,00%
100,00%
ya (n=2) tidak (n=5) ya (n=2) tidak (n=5) ya (n=2) tidak (n=5)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
konsultasi dengan dokter
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap Gambar 26. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Adanya
Pekerjaan Lain Responden
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
4. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu
Pelaksanaan standar kefarmasian berdasarkan waktu kerja dalam satu
minggu, waktu kerja enam sampai tujuh hari pada parameter pengelolaan
sumber daya dilaksanakan lebih baik daripada waktu kerja tiga sampai
dengan lima hari. Sedangkan pada parameter pelayanan dan evaluasi mutu
pelayanan waktu kerja tiga sampai lima hari dilaksakan lebih baik daripada
waktu kerja enam sampai tujuh hari. Hal ini dikarenakan waktu kerja enam
sampai tujuh hari dalam satu minggu, responden dapat melihat perkembangan
apoteknya setiap saat sehingga perubahan sedikitpun dapat diamati. Namun
demikian, dalam waktu tersebut responden mempunyai keterbatasan sebagai
seorang manusia yang membutuhkan istirahat. Dengan adanya istirahat dan
juga penenangan diri, responden dapat bekerja dengan lebih segar dalam
pelayanan dan mutunya. Sehingga dalam hal ini, apoteker dituntut untuk
bekerja professional dalam mengembangkan pelayananan kefarmasian.
Rata – rata hasil pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
berdasarkan waktu kerja dalam satu minggu dapat dilihat pada gambar 27.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU
45,8%
73,8% 74,0%
52,8%
33,3%25,0%
0,00%
50,00%
100,00%
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 27. Rata – Rata Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefamasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Waktu Kerja Responden Dalam Satu Minggu
Semua responden belum melaksanakan parameter pengelolaan
sumber daya pada bagian keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat,
penempatan produk yang terpisah, dan ruang konseling tertutup. Responden
dengan waktu kerja tiga sampai lima hari juga belum melaksanakan
pemberian informasi pada wadah baru, pencatatan penjualan dan pengisian
medication record.
Responden dengan waktu kerja tiga sampai lima hari belum
melaksanakan tindak lanjut terapi, sedangkan responden ynag bekerja enam
sampai tujuh hari belum melaksanakan konseling secara berkelanjutan,
diseminasi obat dan tindak lanjut terapi pada parameter pelayanan.
Semua responden telah melksanakan evaluasi mutu pelayanan
walaupun persentasenya masih dibawah lima puluh persen. Hasil pelaksanaan
standar pelayanan kefarmasian berdasarkan waktu kerja dalam satu minggu
dapat dilihat pada gambar 28 berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU
0%
50%
100%
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
3 sd 5 hari(n=3)
6 sd 7 hari(n=4)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
konsultasi dengan dokter
keterlibatan apoteker dalampenyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelumdiserahkan jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap
Gambar 28. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Kulon Progo Berdasarkan Waktu
Kerja Responden Dalam Satu Minggu
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Apoteker di apotek-apotek di Kabupaten Kulon Progo belum melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh.
2. Parameter dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah terlaksana dengan baik, cukup dan
kurang secara berurutan adalah parameter pelayanan (72%), pengelolaan
sumber daya (57%) dan evaluasi mutu dan pelayanan (24%).
3. Karakteristik responden memberikan hasil yang berbeda (persentase
pelaksanaan >50%) pada parameter pengelolaan sumber daya dan pelayanan
standar pelayanan kefarmasian di apotek - apotek Kabupaten Kulon Progo,
sedangkan parameter evaluasi mutu pelayanan pada semua karakteristik
responden memberikan persentase hasil kurang dari 50%.
4. Standar pelayanan kefarmasian yang sudah terlaksana (100%) adalah
pemberian informasi kepada pasien, papan petunjuk apotek, keranjang
sampah, pencatatan dan pengarsipan pembelian, penyertaan bukti / faktur
penjualan, pencatatan narkotika dan psikotropika, pengarsipan resep, skrining
resep, dan pengecekan resep; sedangkan standar yang belum terlaksana (0%)
adalah keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, penempatan produk
terpisah, dan ruang konseling tertutup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
B. Saran
1. Dalam rangka menindak lanjuti hasil penelitian ini, diharapkan adanya respon
positif dari pihak Departemen Kesehatan, ISFI dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Kulon Progo untuk mensosialisasikan pelaksanaan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan mengadakan pelatihan, bimbingan,
penyuluhan dan seminar sehingga apoteker di apotek – apotek Kabupaten
Kulon Progo mendapatkan persepsi dan pemahaman yang sama.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan dan atau ISFI ,sebagai organisasi profesi, melakukan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004.
3. Perguruan Tinggi hendaknya memberikan pengetahuan dasar kepada calon
apoteker untuk mempersiapkan pelayanan kefarmasian, antara lain home care
dan medication record.
4. Perlu peningkatan kesadaran Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Kulon
Progo akan pentingnya pemahaman dan pelaksanaan perundang-undangan
terutama Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, ruang konseling, evaluasi
mutu pelayanan dan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat.
5. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan responden pengguna jasa apotek
(pasien) dan atau karyawan apotek (kasir, asisten apoteker) untuk
mendapatkan hasil penelitian yang lebih objektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/ PER/I/1981, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, Balai Pustaka, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti da Izin Kerja Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2002, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
Anonim, 2006, Pokok-pokok Pikiran DPRD Provinsi DIY Dalam Rangka Penyusunan Arah & Kebijakan Umum APBD Provinsi DIY Tahun 2006
http://www.dprd-diy.go.id/index.cfm?x=artikel, diakses tanggal 13 Desember 2007
Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Hadi, S., 2004, Metodologi Research untuk Penulisan Laporan, Skripsi, Thesis
dan Desertasi, Penerbit Andi, Yogyakarta
Harding, 1993, Sociology for Pharmacists; an Introduction, The Macmillan, London
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
ISFI, 2001, Draft Hasil Rapat Kerja Nasional I, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Semarang
Isdaryadi, F.W., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11
Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105, PPM, Yogyakarta
Mardalis, 2006, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, 24-69, Bumi Aksara, Jakarta.
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 67-68, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sadli, S., 1991, Di Atas 40 tahun, Kondisi Problematik Pria Wanita, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Salim, P. dan Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi
III, Modern English Press, Jakarta
Sirait, M., 2001, Tiga Dimensi Farmasi: Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan dan Potensi Ekonomi, Institut Darma Mahardika, Jakarta
Sevilla, C.G., 1993, Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu, edisi pertama, 160-163, UI-Press, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Soedarsono, A.K., Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Sukmajati, M.A., Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Trisna, Y., 2007, Mencegah Medication Error, Makalah Seminar Patient Safety and Drug Information, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Kepada Yth
Apoteker Pengelola Apotek
Kabupaten Kulon Progo
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Kulon Progo”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk
menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga
kerahasiannya demi kepentingan ilmiah.
Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Ignasius Totok Tri Prasetyo
NIM: 038114025
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN SLEMAN
I. Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar
No Pertanyaan Jawaban
1. Berapakah umur Anda? a. 21-35 tahun
b. 36-50 tahun
c. >50 tahun
2. Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA
b. Apoteker Pendamping
c. Apoteker Pengganti
3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
Apoteker di apotek yang sekarang?
a. <1 tahun
b. 1-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >10 tahun
4. Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya
b. Tidak
5. Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam seminggu?
a. <3 hari
b. 3-5 hari
c. 6-7 hari
6. Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam satu hari?
a. <4 jam
b. 4-6 jam
c. >6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat
papan yang tertulis kata apotek?
2 Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi
pasien?
a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa
brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan
(misalnya obat-obat baru)?
3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk
mendisplay informasi tersebut (misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)?
4 Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien?
Apakah apotek Anda memiliki :
a. ruang racikan kering? 5
b. ruang racikan basah?
6 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk staf?
7 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk pasien?
Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan
farmasi Anda memperhatikan :
a. pola penyakit?
b. kemampuan masyarakat?
8
c. budaya masyarakat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan?
a. PBF
b. Pabrik farmasi
c. Apotek lain
d. Toko obat
e. Swalayan
2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
disertai bukti/faktur pembelian?
9
3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
dicatat dalam buku penerimaan?
10
Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum,
vaksin)?
1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat
dari wadah asli ke wadah lain?
2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan
pada wadah baru tersebut?
a.Produsen (pabrik)
b.Nomor batch
c.Tanggal kadaluarsa
d.Aturan pakai
11
e.Cara penyimpanan
12
Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya
obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan
produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
kontrasepsi, popok bayi)?
13 Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan
faktur atau nota penjualan?
14 Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku
penjualan?
15
Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan
psikotropika?
16 Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
tanggal dan nomor urut resep?
17 Apakah Anda selalu melakukan medication record?
III. Kuesioner Tentang Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi :
1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF
2. KESESUAIAN FARMASETIK :
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
3. PERTIMBANGAN KLINIS :
18
a. Alergi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
b. Efek samping
c. Interaksi
e. Durasi
f. Jumlah obat
19
Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam
penulisan resep?
20
Apakah anda selalu melakukan pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien?
21 Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
penyerahan obat kepada pasien?
Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai:
a. Cara pemakaian obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Makanan dan minuman yang harus dihindari
22
e. Aktivitas yang harus dihindari
23 Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai
etiket (tidak jelas/sulit dibaca)?
24
Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup
perencanaan, pegadaan dan penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu
berdasarkan persetujuan APA ?
25 Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari
bagi pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
26
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara
berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit
tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya?
27
Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau
mengunjungi pasien)?
28
Apakah Anda pernah melakukan diseminasi
(penyebaran) informasi kesehatan (misalnya
penyebaran brosur dan poster, melakukan
penyuluhan)?
IV. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
29 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
kepuasan konsumen?
2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa:
a.Angket
b.Wawancara
30 Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu
pelayanan maksimal per pasien)?
31 Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam
pelayanan pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4 Tabulasi DataDATA RESPONDEN
apotikumur (thn) lama bekerja (thn) posisi pekerjaan
lainkerja dlm 1 minggu
(hari)kerja dlm 1 hari
(jam)
21-35 36-50 > 50 <1 1~5 6~10 > 10 APA Pend Pengg ya tdk < 3 3~5 6~7 <4 4~6 > 6
nanggulan farma √ √ √ √ √ √
enggal saras √ √ √ √ √ √
tri farma √ √ √ √ √ √
rachmat √ √ √ √ √ √
pengasih √ √ √ √ √ √
hidayat √ √ √ √ √ √
asy-syfa √ √ √ √ √ √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DATA QUISIONERNo. urut
Quision
Nama Apotik jml
"ya" persenNanggulan Enggal Tri Farma Rachmat Pengasih Hidayat Asy-Syfa
ya tdk ya tdk ya tdk ya tdk ya tdk ya tdk ya tdk t1 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2 √ √ √ √ √ √ √ 4 57%3 a √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
b √ √ √ √ √ √ √ 6 86%4 √ √ √ √ √ √ √ 0 0%5 a √ √ √ √ √ √ √ 6 86%
b √ √ √ √ √ √ √ 3 43%6 √ √ √ √ √ √ 6 86%7 √ √ √ √ √ √ √ 3 43%8 a √ √ √ √ √ √ √ 5 71%
b √ √ √ √ √ √ √ 7 100%c √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
9 1a √ √ √ √ √ √ √ 6 86%1b √ √ √ √ √ √ √ 3 43%1c √ √ √ √ √ √ √ 7 100%1d √ √ √ √ √ √ √ 5 71%1e √ √ √ √ √ √ √ 0 0%2 √ √ √ √ √ √ √ 6 86%3 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
10 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%11 1 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
2 √ √ √ √ √ √ √ 4 57%3a √ √ √ √ √ √ √ 0 0%3b √ √ √ √ √ √ √ 1 14%3c √ √ √ √ √ √ √ 2 29%3d √ √ √ √ √ √ √ 2 29%3e √ √ √ √ √ √ √ 0 0%
12 √ √ √ √ √ √ √ 0 0%13 √ √ √ √ √ √ √ 4 57%14 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%15 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%16 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%17 √ √ √ √ √ √ √ 2 29%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II18 1 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
2a √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2b √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2c √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2d √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2e √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2f √ √ √ √ √ √ √ 7 100%2g √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3a √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3b √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3c √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3d √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3e √ √ √ √ √ √ √ 7 100%3f √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
19 √ √ √ √ √ √ √ 6 86%20 √ √ √ √ √ √ √ 7 100%21 √ √ √ √ √ √ √ 0 0%22 a √ √ √ √ √ √ √ 7 100%
b √ √ √ √ √ √ √ 7 100%c √ √ √ √ √ √ √ 7 100%d √ √ √ √ √ √ √ 3 43%e √ √ √ √ √ √ √ 4 57%
23 √ √ √ √ √ √ √ 2 29%24 √ √ √ √ √ √ √ 5 71%25 √ √ √ √ √ √ √ 6 86%26 √ √ √ √ √ √ √ 3 43%27 √ √ √ √ √ √ √ 3 43%28 √ √ √ √ √ √ √ 2 29%
BAB III29 √ √ √ √ √ √ √ 2 29%
a √ √ √ √ √ √ √ 0 0%b √ √ √ √ √ √ √ 2 29%
30 √ √ √ √ √ √ √ 1 14%31 √ √ √ √ √ √ √ 2 29%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 5. Sumpah/Janji Apoteker
Lafal Sumpah/Janji Apoteker berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun
1962 pasal 1 :
(1) Sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus
mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah”
bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian
kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-
masing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.
(Anonim, 1962)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Lampiran 6. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
Mukadimah
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
Kewajiban Umum
Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
BAB II
Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita
Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani.
BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
Pasal 10 Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan
Lainnya
Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V Penutup Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 7. Contoh Alur Pelayanan Resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8. Hasil Wawancara
TOPIK NANGGULAN FARMA
ENGGAL SARAS TRI FARMA RACHMAT PENGASIH HIDAYAT ASY-SYFA
1. Pengertian - perbedaan konseling dan konsultasi
Konseling : komunikasi dua arah Konsultasi : komunikasi satu arah
Tidak ada bedanya, yaitu pasien tanya; apoteker jawab
Tidak ada bedanya, yaitu komunikasi
Tidak ada bedanya; komunikasi
Tidak ada bedanya; komunikasi
Konseling : komunikasi. Konsultasi : tanya jawab.
Tidak ada bedanya; komunikasi dan tanya jawab
2. Ada – tidaknya ruang konseling dan alasan
Tidak ada; ruang terbatas
Tidak ada; ruang terbatas
Awalnya ada, sekarang tidak karena tidak ada yang konseling.
Ada, merangkap ruang kerja pribadi apoteker.
Tidak ada; ruang terbatas.
Tidak ada; konseling cukup diatas etalase
Tidak ada; ruang terbatas.
3. Pengertian medication record
Catatan riwayat penyakit pasien
Catatan pasien Riwayat sakit pasien
Catatan riwayat sakit pasien
Catatan pasien Catatan riwayat sakit pasien
Riwayat sakit pasien
4. Pelaksanaan medication record dan alasan
Tidak; karena SDM terbatas
Tidak; SDM dan SDA terbatas
Pasien langganan saja.
Tidak, pasien banyak, tenaga sedikit.
Tidak; SDM terbatas
Tidak; SDM terbatas
Pasien yang sering datang saja.
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
BIOGRAFI PENULIS
Ignasius Totok Tri Prasetyo, lahir di Kendal pada 9 Mei
1984. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan
Agustinus Ngaderi dan Christiana Musinem. Pendidikan
yang pernah ditempuh oleh penulis adalah SDN I
Banyuringin Kendal, SLTP Pangudi Luhur Moyudan
Sleman, SMU Seminari Menengah Mertoyudan
kemudian pindah ke SMU Pangudi Luhur Sedayu
Bantul, dan melanjutkan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI