PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · ANALISIS STRUKTURAL NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH....
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · ANALISIS STRUKTURAL NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH....
ANALISIS STRUKTURAL
NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA KELAS XI
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh: Febrilia Kustiansari 061224011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Moto
Tak ada manusia Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali Segala yang telah terjadi
Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada Hidup adalah anugerah Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti kan menunjukkan Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar Dan tak kenal putus asa
(Lirik lagu D Masiv, Jangan Menyerah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan kepada:
Allah SWT, karena Dia-lah petunjuk jalan hidupku.
Kedua orang tuaku yang penuh cinta,
Bapak Slamet Kus Widodo dan Ibu Siti Wuryaningsih
yang senantiasa memberikan kasih sayang dan doa yang tak putus-putus,
yang tidak pernah habis memberikan semangat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK Kustiansari, Febrilia. 2011. Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan Karya
Nh. Dini. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji sktuktur novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan unsur instrinsik dalam novel Jalan Bandungan dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif yang menitikberatkan pada unsur instrinsik karya sastra yang terdiri dari tokoh, alur, latar, dan tema. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. Dengan metode tersebut peneliti membagi dua bagian. Pertama, menganalisis novel Jalan Bandungan secara struktural yang terdiri dari tokoh, alur, latar dan tema. Kedua, implementasi hasil analisis novel Jalan Bandungan secara struktural sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Berdasarkan analisis intrinsik dapat disimpulkan bahwa tokoh sentral dalam novel Jalan Bandungan adalah Muryati dan Widodo. Untuk tokoh Muryati berperan sebagai protagonist atau tokoh utama. Widodo berperan sebagai tokoh antagonis. Sedangkan Handoko, Sri, Sisiwi, Ganik dan Murniyah berperan sebagai tokoh tambahan. Alur dalam cerita ini adalah alur campuran karena dalam pengaluran cerita, peristiwa-peristiwa yang terjadi di beberapa bagian terdapat sorot balik. Cerita diawali dengan paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan berakhir dengan selesaian. Latar peristiwa dalam novel Jalan Bandungan ini meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat secara umum terdapat di Jawa Tengah, Semarang. Latar waktunya terjadi ketika zaman perang revolusi terhadap Belanda. Latar sosial yang digunakan pengarang adalah masyarakat yang masih masih kolot dan berusaha bangkit pasca perang ditambah belum terorganisirnya Negara pasca perang revolusi dengan Belanda tapi tidak lepas dari adat dan kebudayaannya. Dalam novel Jalan Bandungan, ditemukan adanya tema pokok dan tema tambahan. Tema pokok (tema mayor) yang terkandung yaitu menggambarkan perjuangan seorang wanita bernama Muryati sebagai tokoh utama yang menyimbulkan kekuatan seorang yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapinya.Tema tambahan (tema minor) dalam novel ini adalah secara umum bertemakan kemanusian. Novel ini bertema kemanusiaan karena mengungkapkan berbagai persoalan kemanusiaan, seperti keikhlasan, cinta kasih, kejujuran, persahabatan, kemunafikan, kesewenang-wenangan dan keterpaksaan. Berdasarkan analisis unsur-unsur instrinsik dapat disimpulkan adanya hubungan anatarunsur intrinsik di dalam novel Jalan Bandungan. Kisah novel Jalan Bandungan dan struktur penceritaan timbul karena masalah dan karakter tokohnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
Novel Jalan Bandungan ini menggunakan bahasa sederhana dengan ragam bahasa sehari-hari yang mudah dipahami birapun ada beberapa menggunakan istilah bahasa Jawa dan bahasa figuratif digunakan dalam cerita tersebut. Jika dikaitkan dengan pembelajaran sastra di SMA, skripsi ini menunjukkan bahwa novel Jalan Bandungan dapat diimplementasikan sebagai bahan pembelajaran kelas XI semester I. Hal ini dibuktikan dengan kesesuaian analisis unsur intrinsik novel Jalan Bandungan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar kompetensinya adalah siswa mampu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi dasarnya yaitu siswa mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT Kustiansari, Febrilla. 2011. Structural Analysis of Nh. Dini’s Novel Jalan Bandungan. Minithesis of Graduate School. Yogyakarta: Education of Indonesian and Regional Language and Letter, Sanata Dharma University. This research studied on the structure of Nh. Dini’s novel Jalan Bandungan. The purpose of this research was to describe intrinsic element in novel Jalan Bandungan and its implementation as learning material. The approach used in this research was objective approach of which emphasize on the intrinsic element of letter work comprised of character, plot, setting, and theme. Meanwhile the method used in this research was descriptive method. By this method the author divided it into two parts. First, structurally analyze the novel Jalan Bandungan comprising of the character, plot, setting, and theme. Second, structurally implement of the result of analysis of novel Jalan Bandungan as learning material of letter in Senior High School. Based on the intrinsic analysis it can be concluded that the central characters in novel Jalan Bandungan are Muryati and Widodo. The character Muryati takes the role as protagonist or main character. Widodo takes the role as antagonist character. Meanwhile Handoko, Sri, Sisiwi, Ganik and Murniyah take the role as figurant. The plot in this story is fused plot by reason in plotting the story; the incidents happened in various parts, there are ordinary plot and flashback plot. The story begins by the description, stimulation, conflict, clash, complexity, resolvability, and ends with the conclusion. The incident setting in novel Jalan Bandungan included the place, time, and social setting. The place setting was generally in Central Java, Semarang and Nederland. The time setting happened during the revolution war period to against the Nederland and post-war governmental period. The social setting used by the author was the society which still conservative and strived to stand up in the post-war period added by the unorganized condition of the state in post revolution war period with the Nederland related to its custom and culture. In novel Jalan Bandungan, it found the primary theme and additional theme. The primary theme (major theme) contains is describing the struggle of a woman named Muryati as main character who concludes an individual power of which is not easily to surrender towards the complicatedness of life she faces. The additional themes (minor theme/partial theme) in this novel are humanism, social, and politic. It is called as humanism by reason this express various humanism problem, such as the sincerity, affection, honesty, friendship, hypocrisy, despotism, and forcedness. The novel Jalan Bandungan uses simple language by daily language style of which is easily comprehended although it used many language style of Javanese and figurative language used in this story. If it is related to the letter learning in Senior High School, this minithesis shows that novel Jalan Bandungan can be implemented as learning material in XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
grade of Semester I. It is proven by the appropriateness of analysis of intrinsic element of novel Jalan Bandungan by Curriculum of Educative Unit Level. The standard of competence is the student able to comprehend various tale, Indonesian/ translation novel. Its basic competence is the student able to analyze the intrinsic and extrinsic element of Indonesian/translation novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Skripsi ini dapat
terwujud berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena Dia-lah penuntun hidupku.
2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Kaprodi PBSID Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Setya Tri Nugraha S.Pd. M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang
dengan sabar selalu membimbing dan memberikan masukan kepada
penulis dalam menyusun skripsi.
4. Drs. G. Sukadi, selaku dosen II yang dengan sabar selalu membimbing
dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi.
5. Para dosen PBSID yang telah mendidik dan bersedia membagikan
ilmunya kepada penulis.
6. Para karyawan dan karyawati sekertariat FKIP, PBSID, MKDK, dan
BAAK yang telah melayani segala urusan administrasi sehingga dapat
membantu lancarnya tugas penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii
MOTO…………………………………………………………………………….iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………..v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………….vi
ABSTRAK…………………………………………………………………….…vii
ABSTRAK…………………………………………………………………………ix
KATA PENGANTAR……………………………………………………………xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….4
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...4
1.5 Batasan Istilah……………………………………………………..5
1.6 Sistematika Penyajian……………………………………………..6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan…………………………………………...7
2.2 Landasan Teori…………………………………………………...12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.2.1 Struktur Sastra……………………………………………12
2.2.2 Hakikat Novel……………………………………………14
2.2.3 Unsur Intrinsik Novel……………………………………15
A. Tokoh dan Penokohan……………………………16
B. Alur………………………………………………18
C. Latar……………………………………………...21
D. Tema……………………………………………...23
E. Amanat …………………………………………..26
F. Bahasa…………………………………………....27
2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Pembentuk Novel………………28
2.2.5 Implementasi Pembelajaran Novel di SMA……………..29
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan…………...29
B. Silabus……………………………………………34.
C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………………39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian…………………………………………………..41
3.2 Subjek Penelitian…………………………………………………41
3.3 Metode Penelitian………………………………………………...42
3.4 Pendekatan……………………………………………………….42
3.5 Sumber Data Penelitian…………………………………………..43
3.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………………….43
3.7 Instrumen Penelitian……………………………………………...43
3.8 Teknik Analisis Data……………………………………………..43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
BAB IV STRUKTUR NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI
4.1 Unsur Instrinsik…………………………………………………..45
4.1.1 Tokoh dan Penokohan……………………………………45
a. Tokoh Sentral dan Penokohan……………………46
1. Tokoh Protagonis dan Penokohan ……….46
2. Tokoh Antagonis dan Penokohan ……….49
b. Tokoh Tambahan dan Penokohan………………...51
4.1.2 Alur………………………………………………………59
a. Paparan……………………………………………59
b. Rangsangan ………………………………………61
c. Gawatan………………………………………..….62
d. Tikaian…………………………………………….63
e. Rumitan…………………………………………...65
f. Klimaks…………………………………………..66
4.1.3 Latar……………………………………………………...69
4.1.4 Tema……………………………………………………..86
4.1.5 Amanat …………………………………………………..95
4.2 Keterkaitan Antar Unsur…………………………………………97
4.2.3 Tokoh dan Alur………………………………….97
4.2.4 Tokoh dan Latar………………………………...101
4.2.5 Tokoh dan Tema………………………………..103
4.2.6 Latar dan Tema…………………………………104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
4.2.7 Alur dan Tema…………………………………105
4.2.8 Tokoh, Alur, Latar, dan Tema…………………109
BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS STRUKTURAL NOVEL
JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI DALAM
PEMBELAJARAN DI SMA
5.1 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Bahasa…………..111
5.2 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Psikologi………..113
5.3 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Latar Belakang
Budaya………………………………………………………….114
5.4 Novel Jalan Bandungan Ditinjau sebagai Bahan Pembelajaran
Sastra di SMA ………………………………………………….115
5.5 Silabus…………………………………………………………..117
5.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ……………………121
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………………………………………………….….147
6.2 Implikasi………………………………………………….……..150
6.3 Saran…………………………………………………………….150
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………152
LAMPIRAN……………………………………………………………………154
BIODATA……………………………………………………………………...166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan produk dari masyarakat. Sastra berada di tengah
masyarakat berdasarkan pada desakan-desakan emosional dan rasional dari
masyarakat. Sastra berupa ungkapan pengalaman manusia yang diolah dalam bentuk
bahasa yang ekspresif dan mengesankan (Sumardjo, 1984:25). Bila seseorang
membaca karya sastra, baik cerpen, novel, maupun roman, si pembaca akan terbawa
oleh jalan cerita.
Karya sastra ada kalanya menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan hal
kemanusiaan. Sifat-sifat luhur kemanusiaan itu pada hakikatnya bersifat universal,
artinya sifat-sifat itu dimiliki dan dijalani oleh manusia di seluruh dunia
(Nurgiantoro,1995: 32).
Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Novel merupakan hasil pengamatan
sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya (Sumardjo, 1984:64). Nh. Dini sebagai
pengarang berupaya melukiskan ketidak-adilan yang dialami wanita, sedangkan
tokoh-tokoh dalam karya sastra digunakan sebagai corong ide untuk menyuarakan
hati nurani wanita. Dengan kata lain untuk menguatkan ketimpangan bidang sosial,
cinta, rumah tangga, budaya bahkan juga pendidikan. Fenomena tersebut oleh Nh.
Dini diungkapkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Jalan Bandungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Muryati, tokoh utama dalam buku ini melambangkan kekuatan seorang
perempuan yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapainya.
Kondisi keluarga yang harmonis, orang tua yang penuh perhatian, cara didik orang
tua yang terbuka dan demokratis, ternyata tidak menjamin kehidupan masa depan
Mur menjadi lebih baik. Suami pilihan orang tuanya yang kemudian diterimanya
dengan sepenuh hati tanpa paksaan ternyata bukanlah seorang suami yang baik bagi
Mur dan ketiga anaknya. Widodo ternyata terjerat oleh idealisme sayap kiri yang
membawanya ke penjara selama 14 tahun.
Inilah saat Mur untuk kembali menata kehidupannya. Ia mulai kembali bekerja
sebagai guru bahkan menerima tawaran untuk sekolah lagi di Belanda. NH Dini
mengungkapkan betapa persahabatan yang kuat, pertalian kekeluargaan yang erat,
kepedulian dan perhatian yang kental merupakan topangan utama bagi Mur dalam
mengahdapi permasalahan kehidupannya. Ia menjadi semakin kuat karena dukungan
yang diperoleh dari orang-orang yang setia memperhatikannya dengan tulus dan
sungguh-sungguh.
Melalui Muryati, nampaknya NH Dini ingin mengungkap betapa kayanya
kehidupan perempuan melalui badai kehidupan yang dihadapinya. Mulai dari tokoh
Ibu Mur, wanita yang penuh perhatian dan cinta terhadap suami dan anak-anaknya,
yang tetap kuat dan bertahan saat suaminya meninggal dengan tiba-tiba. Kemudian
sahabat Mur, Garnis yang akhirnya harus menyerah kalah terhadap penyakit kanker
yang dideritanya. Sri, yang merasakan kepahitan saat suaminya mempunya seorang
wanita simpanan, bahkan belakangan dinikahi dan diberikan sebuah rumah. Kisah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
cinta Mur juga tidak kalah menarik, saat kemudian ia memutuskan untuk menikahi
adik Widodo, Handoko.
Ada beberapa alasan peneliti menganalisis novel karya Nh. Dini. Alasan pertama,
Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini merupakan novel yang menarik. Novel ini
berlatar belakang sosial dan kemanusiaan karena menampilkan permasalahan sosial
yang sampai sekarang masih menjadi permasalahan dan sering terjadi pada
masyarakat. Alasan yang kedua, novel ini mengandung amanat yang mendalam bagi
pembaca. Amanat yang mendalam bagi pembaca yaitu dalam kehidupan kita tidak
menyerah dengan keadaan, harus kuat berjalan dan menapaki liku kehidupan, boleh
memutuskan sesuatu secara gegabah, harus berpikir apakah akibat dibalik itu semua.
Kekerasan bukanlah suatu jalan keluar yang jitu dan hendaklah menjadi manusia
yang bertanggung jawab, tegas dan berjiwa besar.
Alasan yang ketiga, dalam novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini terdapat
hubungan yang kuat anatar norma-norma budaya yang tersirat di dalamnya dengan
proses globalisasi. Salah satu norma budaya yang sangat kentara adalah norma
budaya Jawa, yaitu prinsip Toto Urip, Toto Kromo dan Toto Urip.
Alasan yang keempat, unsur-unsur instrinsik terdapat dalam novel diacu pada
kurikulum (KTSP). Di dalam kurikulum khususnya pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia, terdapat butir yang lebih menekankan bahwa siswa mampu menjelaskan
unsur-unsur instrinsik dari pembacaan penggalan novel yang terdapat pada
kompetensi dasar 7.2 yaitu menganalisis unsur-unsur instrinsik novel Indonesia
maupun terjemahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Penulis memilih analisis struktural untuk menganalisis novel yang berjudul Jalan
Bandungan karya Nh. Dini Analisis struktural adalah analisis yang melihat unsur-
unsur struktur karya sastra saling berhubungan erat, saling menentukan artinya.
(Pradopo. 1978:118). Teori dan metode struktural ini diharapkan dapat digunakan
untuk mengkaji novel secara mendalam dan mengungkapkan makna novel secara
keseluruhan melalui tokoh, alur, latar, dan tema.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai
berikut:
1.2.1 Bagaimana unsur intrinsik novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang
terdiri dari alur, tokoh, tema, latar dan amanat?
1.2.2 Bagaimana implementasi unsur instrinsik novel dalam novel Jalan
Bandungan karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendeskripsikan unsur intrinsik Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang
terdiri dari alur, tokoh, tema, latar dan amanat.
1.3.2 Mendeskripsikan implementasi unsur instrinsik novel dalam novel Jalan
Bandungan karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian terhadap permasalahan di atas diharapkan dapat bermanfaat:
1.4.1 Bagi pemahaman teori struktural sastra, sehingga dapat memperluas
pengetahuan kita dalam proses pemahaman karya sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4.2 Bagi pengembangan studi structural sastra, terutama dalam menerapkan
pendekatan struktural.
1.4.3 Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan
bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang masih memiliki kaitan dengan
metode maupun objeknya, serta bermanfaat bagi pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia.
1.5 Batasan Istilah
Untuk menghindari salah tafsir dan salah pengertian, maka di bawah ini akan
dijelaskan beberapa pengertian sebagai berikut.
1.5.1 Struktur
Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan suatu susunan
unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan
yang timbal balik, saling menentukan (Pradopo, 2005:118). Jadi kesatuan
unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-
hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling
terkait. Saling berkaitan dan bergantung.
1.5.2 Unsur Instrinsik
Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut
serta membangun cerita. (Nurgiyantoro, 2007: 23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.5.3 Novel
Salah satu hasil karya sastra yang merupakan bangunan yang berstruktur.
Novel merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya
(Sumardjo, 1984:64)
1.5.4 Pembelajaran
Proses menerima suatu bahan atau materi oleh siswa dalam proses belajar
mengajar.
1.5.5 Implementasi
Pelaksanaan atau penerapan (Depdiknas, 2005:427)
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penelitian ini sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.
BAB II Landasan Teori
BAB III Metodologi Penelitian
BAB IV Diskripsi struktur novel ”Jalan Bandungan” karya Nh. Dini yang
meliputi tokoh, alur, latar dan tema.
BAB V Diskripsi implementasi hasil analisis struktural novel ”Jalan
Bandungan” karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA
BAB VI Penutup yang meliputi kesimpulan, implikasi, dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas landasan teori yang akan digunakan untuk memecahkan
masalah dalam penelitian. Landasan teori ini terdiri dari A) Penelitian terdahulu; B)
Kerangka teori meliputi: (1), Pendekatan struktural (2), Hakikat novel, (3) Unsur
pembentuk novel; C) Pembelajaran sastra Di SMA meliputi (1) Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), (2) Silabus, dan (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
2.1 Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian serupa yang dilakukan banyak peneliti. Berikut
dipaparkan empat penelitian terdahulu. Pertama, penelitian dilakukan oleh Wiwin
Tumariyana (2003). Penelitian ini berjudul Analisis Struktural Novel Perawan Karya
Korrie Layun Rampan dan Implementasi Aspek Tokoh dan Penokohannya sebagai
Bahan Pembelajaran Sastra di SMU.
Penelitian ini menganalisis struktur novel Perawan karya Korrie Layun
Rampan. Pendekatan yang dipergunakan dalam novel ini adalah pendekatan
struktural yang menitikberatkan pada unsur instrinsik karya sastra yang terdiri dari
tokoh dan penokohan, alur, latar dan tema.
Berdasarkan hasil analisis struktur maka dapat diketahui bahwa tokoh
sentral dalam novel ini adalah Dengkeh Bawe. Analisis penokohannya dilukiskan
pengarang menggunakan metode analitik dan dramatik. Tokoh Dengkeh Baweh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
dilukiskan oleh pengarang sebagai gadis yang cantik, cerdas, memiliki semangat
belajar yang tinggi, taat pada tradisi, dan berwawasan luas. Tokoh tambahannya
adalah Beliur Nempur, Belikar Tana, Datu Jomu, Tiong Goma, Belian, Kakek
Kerewaw, dan Dokter. Beliur Nempur dilukiskan dilukiskan sebagai seorang pria
yang tampan, cerdas, dan berpendidikan tinggi. Belikar Tana dilukiskan sebagai
seorang ayah yang sangat sabar, penyayang, dan selalu menghormati upacara adat.
Datu Jomu dilukiskan sebagai seorang ibu yang sabar, selalu melindungi anaknya,
penyayang dan senantiasa selalu mendukung suaminya. Tiong Goma dilukiskan
sebagai seorang ayah yang berwatak keras, penyayang dan sabar. Belian dilukiskan
sebagai seorang yang tampan, masih muda, memiliki kekuatan magis dan mampu
mengusir roh-roh jahat. Kakek Kerewaw dilukiskan sebagai seorang yang dituakan di
Lou, paling senior, arief, bijaksana, dihormati, disegani, dan ditakuti oleh warganya.
Dokter dilukiskan sebagai seorang wanita muda, cantik, menawan, dan sabar.
Latar dalam novel Perawan ada tiga macam yaitu latar tempat, waktu, dan
sosial. Latar tempat yaitu Desa Mut, Barong Tongkok dan tering di Kalimantan
Timur. Latar waktu tahun 1988 meliputi pagi, siang, sore dan malam. Adapun latar
sosialnya yaitu keadaan masyarakat, sikap masyarakat, tradisi, budaya Dayak, dan
bahasa para tokohnya.
Alur yang terdapat dalam novel Perawan adalah alur sorot balik. Alur ini
menggambarkan ingatan dan kenangan masa lampau Beliur Nempur, Dengkeh Bawe
dan tokoh-tokoh lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Tema yang terkandung dalam novel Perawan adalah kekuatan batin
seorang istri dalam mempertahankan kesucian, harga diri, dan keutuhan perkawinan.
Dalam novel ini Dengkeh Bawe sebagai seoarang keturunan kaum dayak yang tinggal
di pedalaman daerah Kalimantan berusaha untuk tetap mempertahankan kesucianya,
melaksanakan upacara adat yaitu berupa nyenteau dan tutukng sarap demi mencari
sebuah kebenaran dan harga diri yang tercampakan ketika bahtera rumah tangganya
hampir saja hancur.
Kedua, penelitian dilakukan oleh Indah Mulasari (2009). Penelitian ini
berjudul Analisis Struktural Novel Ayat Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy
dan Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA.
Penelitian ini mengkaji struktur novel Ayat Ayat Cinta Karya
Habiburrahman El Shirazy. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan unsur
instrinsik dalam novel Ayat Ayat Cinta dan implementasinya sebagai bahan
pembelajaran sastra di SMA.
Berdasarkan analisis instrinsik dapat disimpulkan bahwa tokoh sentral
dalam novel Ayat-ayat Cinta adalah Fahri, Aisha, Maria, Nurul, Noura, dan Bahadur.
Untuk tokoh Fahri yang lebih cocok berperan sebagai tokoh utama atau protagonis.
Tokoh Aisha, Maria, Nurul berperan sebagai tokoh wirawati. Sedangkan tokoh
Bahadur dan noura yang berperan sebagai tokoh antagonis. Di samping tokoh sentral
di dalam novel Ayat-ayat Cinta terdapat pula beberapa tokoh tambahan.
Alur dalam cerita ini adalah alur campuran karena dalam pengaluran cerita,
peristiwa-peristiwa yang terjadi di beberapa bagian terdapat sorot balik. Cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
diawali dengan paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan
berakhir dengan selesaian.
Latar peristiwa dalam novel Ayat-ayat Cinta ini meliputi latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Latar tempat terdapat di negara Mesir, tepatnya di kota Cairo.
Latar waktu terjadi sekitar tahun 2001-2003. Latar sosial yang digunakan pengarang
adalah masyarakat modern di negara Mesir terutama di kota Cairo yaitu cara
kehidupan masyarakat Mesir yang selalu mengikuti perkembangan zaman tapi tidak
terlepas dari adat dan kebudayaannya.
Dalam novel Ayat-ayat Cinta ditemukan adanya tema yaitu tentang
kesetiaan cinta suami istri. Hal ini dapat dilihat dalam sosok Fahri dan Aisah yang
memelihara cinta disertai kesabaran, usaha keras dan kekuatan doa yang akan
mengantarkan pada kebahagiaan abadi.
Novel Ayat-ayat Cinta ini menggunakan bahasa sederhana dengan ragam
bahasa sehari-hari yang mudah dipahami biarpun ada beberapa menggunakan istilah
bahasa asing seperti Arab, Inggris, Jerman, dan Jawa. Pilihan kata, kalimat, maupun
bahasa figuratif digunakan dalam cerita tersebut.
Ketiga, penelitian dilakukan oleh Dwi Prihantoro (2008). Penelitian ini
berjudul Analisis Struktural Novel Towards Zero karya Agatha Christie dan
Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMK
Penelitian ini bertujuan menganalisis secara struktural novel Towards Zero
karya Agatha Christie yang terdiri dari penokohan, alur, latar, tema, bahasa dan
amanat. Penulis menyimpulkna bahwa hasil analisis secara struktural unsur instrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel Toward Zero dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMK terutama untuk kelas XII
semster II. Hal ini dapat dibuktikan adanya hubungan antara unsur instrinsik novel
Toward Zero dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), untuk siswa
kelas XII semster II, standar kompetensi mampu menyimak untuk memahamisecara
kreatif suatu karya sastra antara lain cerpen, novel atau puisi.
Keempat, penelitian dilakukan oleh Mei Nurrita Sari (2009). Penelitian ini
berjudul Analisis Struktural Novel Catatan Buat Emak karya Ahmat Tohari serta
Implementasinya Aspek Tokoh dan Aspek Tema sebagai Bahan Pembelajaran Sastra
di SMA.
Penelitian ini mengkaji struktur novel Catatan Buat Emak karya Ahmad
Tohari. Berdasarkan hasil analisis struktur maka dapat diketahui bahwa tokoh sentral
dalam novel Catatan Buat Emak adalah Rasus, Srintil, dan semua warga Dukuh
Paruk yang bertentangan dengan tokoh utama sedangakan tokoh Srintil berperan
sebagai tokoh wirawati. Tokoh antagonisnya adalah warga Dukuh Paruk atau siapa
saja yang menganggap Srintil adalah wewenangnya. Tokoh tambahan dalam novel ini
adalah Warta, Darsun, Ki Secamenggala, Sakarya, Nyai Sakarya, Kartareja, Nyai
Kartareja, Sakum, Santayib, istri Santayib, Nenek Rasus, Sulam, dan Dower.
Latar peristiwa dalam novel Catatan Buat Emak ini meliputi latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial. Latar tempatnya di sebuah desa terpencil bernama
Dukuh Paruk. Latar waktu terjadi sekitar tahun 1960-an. Latar sosialnya, ketika itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
masyarakatnya miskin, terbelakang, tidak berpendidikan, dan masih memegang teguh
adat istiadat yang sudah turun menurun.
Alur novel ini melalui delapan tahapan. Diawali dengan paparan,
rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan berakhir dengan
selesaian. Novel ini beralur sorot balik. Dapat diketahui bahwa peristiwa-peristiwa
dalam novel Catatan Buat Emak menunjukkan adanya gejala sebab akibat, artinya
peistiwa-peristiwa yang terjadi merupakan akibat dari adanya peristiwa sebelumnya.
Hal ini menunjukkan bahwa cerita dalam novel Catatan Buat Emak beralur sorot
balik karena dalam pengaluran tersebut, peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak begitu
saja tersusun secara linear sederhana, tetapi di beberapa bagian terdapat sorot balik.
Sampai saat ini penelitian tentang novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini
dengan pendekatan Objektif belum ditemukan oleh peneliti. Oleh karena itu penulis
meneliti novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini ini dengan pendekatan objektif.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Struktural Sastra
Struktur dalam pembahasan ini berarti bahwa karya sastra itu merupakan
suatu susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi
hubungan yang timbal balik, saling menentukan (Pradopo, 2005: 118).
Bicara tentang struktur karya sastra bila dikaitkan dengan novel, Pradopo
mengatakan bahwa, novel merupakan sebuah struktur. Struktur disini dalam arti
bahwa novel itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang anatara
unsurnya terjadi hubungan timbal-balik, saling menentukan, oleh karena itu unsur-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
unsur dalam novel bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-
benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu saling terkait. Saling terkait dan
bergantung (Pradopo, 1990: 118).
Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan
gambaran semua bahan dan bagian komponennya yang secara bersama membentuk
kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 36)
Dengan pengertian seperti ini, maka analisis struktural novel adalah analisis
novel ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam novel dan penguraian bahwa
tiap unsur mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainya,
bukan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Penerapan tinjauan struktural ini
difokuskan untuk menganalisis Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Unsur-unsur
instrinsik seperti tokoh, alur, latar dan tema yang ada dalam novel ini akan diulas
secara mendalam dengan dianalisis secara struktural.
Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur
tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar atau yang lain.
Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu
(Nurgiyantoro, 2007: 37).
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa unsur-unsur instrinsik karya
sastra itu terjalin antara satu dengan yang lain. Keterjalinan itu saling kait mengait.
Pendapat itu telah diperkuat oleh pendapat dari Sudjiman yang mengatakan bahwa
antara tokoh, alur, latar, dan tema itu saling kait mengait. Unsur-unsur itu tidak bisa
berdiri sendiri. Ada interaksi antara unsur-unsur itu. Dalam hal ini misalnya sulitlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
mengatakan dengan pasti yang mana yang dulu ada: tokoh atau alur (Sudjiman, 1988:
40).
Teeuw (via Zaidan, 2002: 22) menyatakan bahwa analisis struktural
bertujuan membongkar dan memaparkan secermat dan semendalam mungkin
keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek suatu karya sastra yang secara
bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Dalam penelitian analisis
struktural tiap unsur karya sastra diletakkan dan diposisikan dalam keterkaitannya
dan keterjalinannya dengan unsur yang lain.
Dengan demikian dibawah ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur
instrinsik dari karya sastra dalam hal ini berupa novel. Unsur-unsur itu adalah tokoh,
alur, latar, dan tema. Penulis sengaja membatasi keempat unsur instrinsik itu karena
dalam penelitian ini hanya keempat itu menjadi kajian penulis.
2.2.2 Hakikat Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelakunya (Depdiknas, 1990: 618). Sedangkan Hendy (1988: 57)
mengatakan bahwa novel ialah cerita yang panjang yang isinya menceritakan tokoh-
tokoh dalam rangkaian peristiwa dengan latar yang tersusun dan teratur.
Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas.
Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks,
karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam pula, dan
setting cerita yang beragam pula. Namun, ukuran ’luas’ di sini juga tidak mutlak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fisiknya saja, misalnya temanya,
sedangkan karakter, setting dan lain-lainnya hanya satu saja (Sumardjo, 1986: 29)
2.2.3 Unsur Intrinsik Novel
Nurgiyantoro (2007: 23) mengemukakan bahwa unsur-unsur pembangun
sebuah novel secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar
pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Intrinsik berarti hakiki, benar, yang benar atau yang sesungguhnya.
Ekstrinsik ialah sisi luar yang tidak merupakan sifat atau bagian dasar (Hendy, 1988:
212). Intrinsik adalah sesuatu yang terkandung di dalamnya (Depdiknas, 1990: 337).
Dalam Nurgiyantoro (2007: 23) dikemukakan bahwa unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual
akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah
unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun serita. Unsur-unsur yang
dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
pencerita, bahasa atau gaya bahasa dan lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi tidak secara langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra. Unsur-usnur yang dimaksud antara lain biografi pengarang, psikologi
pembaca, keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial,
pandangan hidup suatu bangsa juga berpengaruh terhadap karya sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Sumardjo (1984: 54) mengemukakan bahwa unsur-unsur pembentuk novel
adalah (1) Plot (alur cerita), (2) karakter (perwatakan), (3) tema (pokok pembicaraan),
(4) setting (tempat terjadinya cerita), (5) suasana cerita, (6) gaya cerita, (7) sudut
pandang pencerita.
Dalam penelitian ini lebih fokus menganalisis secara struktural unsur
intrinsik berdasarkan teori Sumardjo yaitu alur, tokoh dan penokohan, tema dan latar.
Zaidan (2002: 19) Penelitian aspek intrinsik sastra menempatkan kayra sastra sebagai
objek langsung tanpa mengkaitkannya dengan hal-hal diluarnya. Penelitian aspek
intrinsik terkait dengan unsur-unsur internal sastra. Unsur internal ini biasanya juga
disebut unsur formal sastra sebagai wujud sistem formal sastra itu. Penelitian dengan
objek unsur internal atau unsur formal sering juga disebut penelitian struktur,
penelitian yang memumpunkan perhatian pada struktur dalam karya sastra.
A. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(Abrams via Nurgiantoro, 2007: 165). Tokoh cerita menempati posisi strategis
sebagai pembawa dan penyampaian pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja
ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2007: 167).
Sumardjo (1984: 56) mengemukakan bahwa seluruh pengalaman yang
dituturkan dalam cerita kita ikuti berdasarkan tingkahlaku dan pengalaman yang
dijalani pelakunya. Melalui pelaku inilah pembaca mengikuti jalanya seluruh cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Pembaca ikut mengalami apa yang dialami oleh pelakunya. Pelaku cerita inilah
merupakan unsur karakter. Mengenal watak pelaku cerita lebih memperjelas kita
mengenal maksud cerita.
Menurut Sudjiman (1988: 16), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami
peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia atau binatang
diinsankan. Berdasarkan fungsinya didalam cerita, tokoh dapat digolongkan menjadi
tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang paling sering muncul, yang menjadi
pusat perhatian pembaca, yang menjadi peran dalam cerita disebut tokoh utama.
Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita. Kriterium yang
digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di
dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita (Sudjiman, 1988: 17). Disamping tokoh protagonis atau tokoh
utama ada juga yang merupakan penantang utama dari protagonis. Tokoh itu disebut
tokoh antagonis atau tokoh lawan. Tokoh antagonis dan tokoh wirawan/wirawati juga
termasuk tokoh sentral karena juga menjadi pusat perhatian bagi pembaca. Tokoh
wirawan/wirawati pada umumnya punya keagungan pikiran dan keluhuran budi yang
tercermin di dalam maksud dan tindakan mulia. Sebaliknya, antiwirawan adalah
tokoh yang tidak memiliki nilai-nilai tokoh wirawan dan berlaku sebagai tokoh
kegagalan (Sudjiman, 18-19).
Adapun yang dimaksud tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk
menunjang atau mendukung tokoh utama (Grimes via Sudjiman, 1988: 19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Penyajian watak tokoh dari pencipta cerita tokoh disebut penokohan
(Sudjiman, 1988: 23). Ada beberapa metode penokohan yaitu metode diskursif dan
metode dramatik. Metode diskursif adalah metode yang penceritaan menyebut secara
langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. Metode dramatik adalah metode
yang penceritaan membiarkan tokoh-tokoh untuk menyatakan diri mereka sendiri
melalui kata-kata, tindakan-tindakan atau perbuatan mereka sendiri (Sayuti, 2000: 90-
91).
B. Alur
Menurut Nurgiyantoro (2007: 112-113), alur atau plot merupakan unsur fiksi
yang penting di dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa yang disajikan dengan
urutan tertentu. Staton (1965) mengelompokkan latar, bersa,a dengan tokoh, plot, ke
dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi
oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau ketiga hal inilah yang
secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan
penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, dimanadan
kapan (Nurgiyantoro, 2007: 216).
Sudjiman (1988:29) mengemukakan bahwa alur ialah peristiwa-peristiwa
yang diurutkan yang membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak
hanya meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan, tetapi juga termasuk
sikap tokoh yang merubah jalan nasib. Suatu cerita yang mengandung urutan
kronologis peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam karya sastra yang disela dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah apa yang disebut sorot
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
balik. Sorot balik ditampilkan dalam dialog, dalam bentuk mimpi, atau sebagai
lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya, atau yang teringat kembali
kepada sesuatu peristiwa di masa lalu.
Sudjiman (1998: 30) menyebutkan bahwa struktur alur biasanya meliputi
awal, yang terdiri dari paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan
gawatan (rising action). Struktur alur tengah meliputi tikaian (conflict), rumitan
(comlication), dan klimaks. Sedangkan struktur alur bagian akhir meliputi leraian
(falling action) dan selesaian (denovement). Paparan adalah penyampaian informasi
awal kepada pembaca. Paparan disebut juga eksposisi, merupakan fungsi utama awal
suatu cerita. Disini pengarang memberikan keterangan sekedarnya untuk
memudahkan pembaca mengikuti cerita selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada
awal cerita harus membuka kemungkinan cerita untuk berkembang (Sudjiman, 1988:
32). Rangsangan merupakan peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku
sebagai katalisator (Sudjiman, 1988: 35). Gawatan adalah ketidakpastian yang
berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi. Adanya gawatan menyebabkan pembaca
terpancing keingintahuan akan kelanjutan cerita serta akan penyelesaian masalah
yang dihadapi.
Tikaian adalah perselisihan yang timbul karena adanya dua kekuatan yang
bertegangan. Satu diantaranya diawali oleh manusia sebagai pribadi yang biasanya
menjadi tokoh protagonis dalam cerita, tikaian ini dapat merupakan pertentangan
antara dirinya dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
ataupun pertentangan antar dua usnur dalam diri satu tokoh itu (Sudjiman, 1988: 35).
Perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks cerita disebut rumitan.
Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Rumitan ini
mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman,
1988: 35).
Bagian struktur alur setelah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan
perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian yang dimaksud disini bukanlah
penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh cerita, tetapi bagian akhir atau penutup
cerita (Sudjiman, 1988: 36).
Nurgiyantoro (2007: 157) pembedaan alur berdasarkan kriteria jumlah, terdiri
atas alur tunggal dan alur sub-sub alur atau plot tunggal dan plot sub-sub plot. Alur
tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang
tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti
perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan-permasalahan dan
konflik yang dialaminya. Cerita demikian mirip dengan biografi seseorang atau
bahkan memang berupa novel biografi. Tentu saja dalam novel ini pun ditampilkan
berbagai tokoh lain yang juga memiliki dan dapat membuat konflik. Namun,
permasalahan dan konflik mereka dimasukkan ke dalam bagian alur cerita sepanjang
ada kaitannya dengan tokoh utma. Alur cerita tunggal sering dipergunakan jika
pengarang ingin memfokuskan ”dominasi” seorang tokoh tertentu sebagai hero atau
permasalahan tertentu yang ditokoh utamai seorang yang tertentu pula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Plot sub-subplot atau alur sub-sub alur merupakan sebuah karya fiksi dapat
saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari
seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang
dihadapinya. Struktur alur yang demikian dalam sebuah karya barangkali berupa
adanya sebuah alur utama (Main plot) dan alur tambahan (sub-plot). Dilihat dari segi
keutamaan atau perannya dalam cerita secara keseluruhan alur utama lebih berperan
dan penting daripada sub-subplot itu.
C. Latar
Sumardjo (1984: 59) setting dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai
latar. Yang dimaksud setting atau latar adalah tempat dan masa terjadinya peristiwa
cerita. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 216). Latar
memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk
memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2007: 217).
Elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-
kejadian dalam cerita berlangsung disebut setting atau latar. Ada pula yang
menyebutnya Landas tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Dengan
demikian, yang termasuk di dalam latar ini ialah tempat dan ruang yang dapat
diamati, seperti di sebuah desa, di kampus, di dalam penjara, dan seterusnya; waktu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
hari, tahun, musim atau periode sejarah, seperti di zaman revolusi fisik, di saat upaca
sekaten dan sebagainya (Sayuti, 2000: 126).
Sudjiman (1988: 46), latar secara sederhana adalah segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya
peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Latar yang membangun
suatu cerita dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik atau material (Hudson
via Sudjiman, 1988:44). Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa yang
melatari peristiwa. Sedangkan yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam
wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar berfungsi
menghidupkan cerita. Dengan adanya latar, segala peristiwa, keadaan dan suasana
yang dialami oleh pelaku dapat dirasakan oleh pembaca. Sudjiman (1988: 44)
menambahkan bahwa latar dibedakan menjadi latar fisik, latar waktu, dan latar sosial.
Latar fisik meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi,
pemandangan, sampai kepada perlengkapan sebuah ruang. Latar waktu meliputi
gambaran waktu, masa terjadinya suatu peristiwa cerita. Sedangkan latar sosial
meliputi pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, lingkungan agama, moral,
intelektual sosial, dan emosional para tokoh.
Latar yang demikian memberikan informasi situasi (ruang dan tempat)
sebagaimana adanya. Ada juga latar yang berfungsi sebagai tokoh dan spiritual.
Selain itu latar tempat merupakan faktor yang paling penting. Di dalam cerita itu
dijajagi pengaruh suatu latar geografis dalam arti fisik maupun spiritual tokoh;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
misalnya pengaruh daerah kelahiran atau tempat seseorang dibesarkan. Meskipun
dalam suatu cerita rekaan boleh jadi latar merupakan unsur yang dominan,
sebenarnya latar pernah berdiri sendiri. Latar merupakan unsur, bagian dari suatu
keutuhan artistik yang harus dipahami dalam hubunganya dengan unsur-unsur lain
dalam cerita. Latar mendukung penokohan, latar dapat menentukan tipe tokoh cerita;
sebaliknya juga tipe tokoh tertentu menghendaki latar yang tertentu pula. Latar dapat
juga menentukan watak tokoh. Penggambaran keadaan kamar tokoh yang selalu acak-
acakan misalnya, mengesankan bahwa penghuninya bukan pecinta kerapian
(Sudjiman, 1988: 47-48).
D. Tema
Tema adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita. Tema dalam karya
sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya (Sumardjo,
1986: 57). Tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Saton dan
Kenny via Nurgiyantoro, 2007: 67). Tema merupakan gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur
semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan
(Hartoko&Rahmanto via Nurgiyantoro, 2007: 68). Tema menjadi dasar
pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu
(Nurgiyantoro, 2007: 68).
Sayuti(2000: 191) mengatakan bahwa tema adalah makna yang dilepaskan
oleh suatu cerita atau makna yang ditemukan oleh dan dalam suatu cerita. Ia
merpakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara keseluruhan, bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan. Dalam kaitanya dengan pengalaman
pengarang, tema adalah sesuatu yang diciptakan oleh pengarang sehubungan dengan
pengalaman total yang dinyatakan.
Tema adalah pokok pengisahan dalam sebuah cerita. Cerita atau karya sastra
yang baik, yaitu dapat mengubah pandangan dan pelaku yang negatif menjadi positif
(Hendy, 1988: 31).
Tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari dalam suatu
karya sastra. Tema kadang-kadang didukung oleh pelukisan latar, dalam karya sastra
yang lain tersirat dalam lakuan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan dapat
menjadi faktor yang menikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur. Ada kalanya
gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan
pelbagai unsur yang bersama-sama membangun karya sastra, dan motif tindakan
tokoh. Tema sebuah cerita adakalanya dinyatakan secara jelas, artinya dinyatakan
secara eksplisit. Adapula tema yang dinyatakan secara implisit atau tersirat
(Sudjiman, 1988: 50-51).
Dalam karya sastra besar, sering ditemukan adanya tema pokok dan tema
tambahan. Tema pokok (tema mayor) yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar
atau gagasan umum karya sastra tersebut bukan hanya terdapat pada bagian tertentu
saja. Tema tambahan (tema minor/ tema bagian) yaitu maknanya hanya terdapat pada
bagian-bagian tertentu saja dalam sebuah cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 80-82), ditemukan adanya lima tingkatan tema
berdasarkan tingkatan-tingkatan pengalaman jiwa manusia yaitu tingkat fisik, tingkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
organik, tingkat sosial, tingkat individu, tingkat divine. Pertama, Tema tingkat fisik,
manusia sebagai (atau: dalam tingkat kejiwaan). Tema karya sastra pada tingkat ini
lebih banyak menyaran atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada
kejiwaan. Ia lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita
yang bersangkutan. Kedua, tema tingkat organik (atau dalam tingkat kejiwaan). Tema
ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas-suatu
aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan
kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema tingkat
ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya berupa
penyelewengan dan penghianatan suami-istri, atau skandal-skandal seksual yang lain.
Ketiga, tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat
yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan
lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-lain yang
menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah
ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda,
hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang
biasa muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. Keempat, tema tingkatan egoik,
manusia sebagai individu. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia
pun mempunyai banyak permasalahandan konflik, misalnya yang berwujud rekasi
manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas
itu antara lain berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap
tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang bersangkutan. Dan yang terakhir, yang kelima yaitu tingkat divine, manusia
sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau
mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah
hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah
yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi dan keyakinan.
E. Amanat
Menurut Sudjiman (1988: 57), amanat merupakan ajaran moral atau pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat di dalam karya sastra
secara implisit maupun eksplisit. Amanat bersifat implisit jika jalan kluar atau ajaran
moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Sedangkan
bersifat eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan,
saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya yang berkaitan dengan
gagasan yang mendasari cerita. KBBI (via Nurgiyantoro, 2007: 320), secara umum
moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebaginya: akhlak, budi, pekerti, susila.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah
yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita menurut Kenny (via
Nurgiyantoro, 2007: 321), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil
(ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan ”petunjuk”
yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan.
Ia bersifat praktis sebab ”petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya,
dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat
sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
amanat adalah pesan yang terkandung di dalam karya sastra yang ingin disampaikan
penulis kepada pembaca.
F. Bahasa
Menurut Nurgiyantoro (2007: 272), bahasa merupakan sarana pengungkapan
sastra. Sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur kelebihannya
hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam sastra pun
mengemban fungsi utama sebagai alat komunikasi.
Jika berbicara mengenai bahasa, terutama dalam karya sastra tentu kita tidak
akan lepas dari gaya bahasa. Setiap karya sastra selalu mempunyai gaya bahasanya
sendiri dengan bertujuan mendapatkan suatu efek keindahan.
Abrams (via Nurgiyantoro, 2007: 276) mengungkapkan gaya bahasa adalah
cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang
mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.
Penggunaan bahasa dengan sendirinya ditentukan oleh pengarangnya. Gaya
bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti:
1. pilihan kata
2. Struktur kalimat
3. Bentuk-bentuk bahasa figuratif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Ketiga unsur inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini untuk memahami
aspek bahasa yang terdapat dalam novel Jalan Bandungan.
2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Pembentuk Novel
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, sesuatu kemenyeluruhan yang
bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-
unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling
menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas, unsur kata, bahasa,
misalnya, merupakan salah satu bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun
cerita itu, salah satu subsistem organisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel,
juga sastra pada umumnya, menjadi berwujud (Nurgiyantoro, 2007: 22-23).
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-
unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur
intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat
sebuah novel berwujud. Atau, sebaliknya jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-
unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang
dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, alur, latar, sudut pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa
dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2007: 23).
Sebuah cerita secara keseluruhan harus mempunyai semua unsur fiksi tadi.
Sebuah cerita harus ada pelakunya, ada kejadian di dalamnya, tempat terjadinya, apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
yang hendak dipermasalahkan pengarangnya. Semua itu tidak akan terasa perincianya
oleh pembaca waktu ia membaca cerita. Semua unsur tadi menyatu padu dalam
beberan pengalaman yang dikisahkan secara mengasyikkan oleh pengarang. Semua
unsur fiksi tadi berjalan begitu saja dengan mulusnya (Sumardjo, 1984: 54). Unsur-
unsur dalam sebuah cerita tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tetapi untuk
memahami nilai cerita itu lebih dalam, perlu diadakan pembedaan unsur-unsurnya.
Jadi, unsur-unsur dalam cerita tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi dapat dibeda-
bedakan (Sumardjo, 1984: 81).
2.2.5 Tahap Pembelajaran Sastra di SMA
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pengajaran sastra termasuk ke dalam pengajaran yang sudah tua umurnya,
dan hingga sekarang tetap bertahan dalam kurikulum pengajaran disekolah.
Bertahanya pengajaran sastra dalam kurikulum sekolah, tentulah disebabkan oleh
nilai pengajaran sastra untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran sastra
mempunyai peranan dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan
pengajaran, seperti aspek pendidikan susila, sosial, perasaan, sikap penilaian, dan
keagamaan (Rusyana, 1982: 6).
Pengajaran sastra memiliki manfaat untuk membantu ketrampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).
Rahmanto (1988: 26) berpendapat bahwa pemilihan bahan pengajaran harus
sesuai dengan kemampuan siswa pada tahapan pengajaran tertentu. Karya sastra yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dipilih sebagai materi harus diklasifikasi tingkat kesukaranya dengan kriteria tertentu.
Dalam memilih materi pengajaran ada beberpa hal penting yang harus
dipertimbangkan yaitu tersedianya buku-buku diperpustakaan, kurikulum, kesesuaian
dengan tes akhir, dan lingkungan siswa.
Tujuan pengajaran sastra ditegaskan Rosenblatt (via Gani, 1988: 1) bahwa
pengajaran sastra itu melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap etik. Hampir
mustahil membicarakan cipta sastra seperti novel, puisi, atau drama tanpa
menghadapi masalah etik tanpa menyentuh dalam konteks filosofi sosial, tanpa
menghadapkan siswa pada masalah kehidupan sosial yang digelutinya sepanjang hari
di tengah-tengah masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya. Oleh karena itu
pengajaran sastra di sekolah khususnya SMA perlu dilakukan untuk membimbing
siswa agar semakin trampil berbahasa, mengetahui kebudayaan bangsanya dan
mampu mengekspresikan diri melalui karya sastra di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Rusyana (1982: 6) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran sastra adalah
untuk beroleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Pengetahuan dapat
diajarkan oleh seseorang kepada yang lain. Beroleh pengalaman tentang sastra, tidak
boleh tidak murid harus langsung mengalaminya sendiri. Oleh karena itu, dalam
pengajaran sastra, kita harus menyediakan kesempatan agar murid mengalami
kegiatan membaca atau mendengarkan hasil sastra, dan mengalami kegiatan menulis
karangan. Dengan itu, kita mendorong murid untuk berbuat kreatif, dan mendorong
agar mereka mampu menikmati indahnya dalam kehidupannya. Kemudian untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mengembangkan pengalaman yang telah diperoleh murid itu, kita dapat memberikan
pengetahuan tentang sastra, seperti menerangkan istilah, bentuk dan sejarah sastra.
Menurut Jabrohim (1994: 144) tujuan pokok pengajaran sastra ialah
membina apresiasi sastra anak didik, yaitu membina agar anak memiliki kesanggupan
untuk memahami, menikmati, dan menghargai suatu sipta sastra. Sedangkan, tujuan
pendidikan nasional memberi corak tujuan umum yang hendak kita capai seseuai
dengan dasarpandangan hidup bangsa kita (Jabrohim, 1994: 145).
Selanjutnya diuraikan 3 aspek yang penting dalam pemilihan bahan
pengajaran sastra (Rahmanto, 1988: 27-33). Aspek-aspek itu adalah pertama dari segi
bahasa, dari segi bahasa pemilihan bahan berdasarkan wawasan ilmiah yaitu kosa
kata yang baru, ketatabahasaan, situasi dan keseluruhan pengertian isi wacana. Selain
itu, penguasaan bahasa siswa juga perlu diperhatikan karena hal itu sangat
berpengaruh pada siswa. Siswa akan merasa kesulitan jika diberikan bahan yang
menggunakan bahasa yang berada di luar jangkauan pengetahuannya.
Kedua, dari segi psikologi. Hal ini berpengaruh terhadap minat para siswa,
daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan pemecahan
problem yang mungkin. Untuk itu guru harus memahami tingkatan psikologi
siswanya. Terdapat empat tingkatan psikologi. Anak SD dan menengah yaitu tahap
pengkhayal, romatik, realistik, dan generalisasi. Tahap pengkhayal dialami oleh anak
umur 8-9 tahun dengan ciri-ciri imajinasi anak dipenuhi dengan fantasi kekanakan.
Pada tahap romantik, (10-12 tahun) anak mulai meninggalkan fantasi dan mengarah
ke realitas. Pada tahap realistis (13-16) maka berusaha mengetahui dan mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
fakta-fakta untuk memahami masalah dan kehidupan nyata, pada tahap generalisasi
(16 tahun ke atas) anak berminat untuk menemukan konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena.
Aspek pemilihan bahan perlu diperhatikan yang ketiga adalah latar
belakang budaya. Pemilihan bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan karya
sastra dan latar belakang budaya sendiri yang dikenal siswa. Selain itu keluasan
wawasan guru dapat mempengaruhi penambahan pengetahuan siswa misalnya
tentang budaya daerah lain. Dalam novel Jalan Bandungan berlatar belakang budaya
Jawa yang menceritakan kehidupan seorang perempuan di kota Semarang.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Rosenblatt (via Gani, 1988: 1-2) juga
menganjurkan beberapa prinsip yang memungkinkan pengajaran sastra mengemban
fungsinya dengan baik, antara lain: (1) siswa harus diberi kebebasan untuk
menampilkan respons dan reaksinya, (2) siswa harus diberi kesempatan untuk
mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap citra sastra yang
dibaca dan dipelajarinya, (3) guru harus berusaha untuk menentukan butir-butir
kontak diantaranya pendapat para siswa, (4) peranan dan pengaruh guru harus
merupakan daya dorong terhadap penjelajahan pengaruh vital yang inheren di dalam
sastra sendiri.
Berkaitan dengan usaha untuk mencapai pengajaran sastra, maka hasil
analisis struktur novel Jalan Bandungan harus dapat diimplementasikan dalam proses
pengajaran sastra di SMA. Untuk mengimplementasikan hasil analisis yang berupa
tokoh, alur, latar dan tema dalam novel ini. Maka perlu dikaitkan dengan sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
pengajaran bahasa dan satra Indonesia di SMA sesuai dengan kurikulum yang
berlaku. Dalam penelitian ini menggunakan kurikulum KTSP.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006: 11).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum oprasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan, dimana
(KTSP) terdiri dari tujuan pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan, kalender
pendidikan dan silabus (Muslikh, 2008: 1). Landasan hukum kurikulum ini yaitu
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tenteng perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
KTSP untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dikembangkan oleh
sekolah bersama komite sekolah dengan berpedoman pada standar isi dan standar
kompetensi lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang diterbitkan oleh
Badan Standar Nasiona Pendidikan (BSNP) bertujuan agar kurikulum tersebut dapat
disesuaikan dengan karakter dan tingkat kemampuan sekolah masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
B. Silabus
Salim (via Muslich 2007: 23) mengemukakan bahwa silabus dapat
didefinisikan sebagai ”garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau
mareti pelajaran”. Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk
pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu
dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Silabus adalah seperangkat rencana dan pelaksanaan pembelajaran, beserta
penilaianya, yang disusun secara sistematis dan berisikan komponen-komponen yang
saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian Kompetensi Dasar (BSNP, 2007:
440).
Muslich (2007: 24) mengemukakan bahwa silabus bermanfaat sebagai
pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana
pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Penyusunan silabus dilaksanakan
bersama-sama oleh guru kelas/mata pelajaran, kelompok guru kelas/mata pelajaran,
atau kelompok kerja guru (PKG/MGMP) pada tingkat satuan pendidikan untuk satu
sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-
masing sekolah (Muslich 2007: 25).
Komponen silabus terdiri dari Standar Kompetensi, Kemampuan Dasar,
Indikator, Materi Pelajaran, Pengalaman Belajar (langkah pembelajaran), Alokasi
Waktu, Sarana dan Sumber Belajar dan Penilai (BSNP, 2007: 440).
1. Standar Kompetensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Penetapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam silabus
sangat disarankan, hal ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa
jauh tuntutan target Kompetensi yang harus dicapai.
2. Indikator
Indikator yang ada sebagai hasil pengembangan dari Kompetensi Dasar,
merupakan ukuran karakteristik, ciri-ciri, perbuatan atau proses yang
berkontribusi atau menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar.
3. Materi Pokok
Agar penjabaran dan penyesuaian kompetensi dasar tidak meluas dan
melebar maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Sahid (Valid)
Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah
teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan
keaktualan.
b. Tingkat Kepentingan
Dalam memilih materi perlu dipertimbangkan pertanyaan berikut;
sejauh mana materi tersebut penting dipelajari? Penting untuk siapa di
mana dan mengapa penting? Dengan demikian materi-materi yang
dipilih untuk diajarkan benar-benar diperlukan oleh siswa.
c. Kebermanfaatan
Manfaat harus dilihat dari semua sisi baik secara akademis maupun
non akademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan ketrampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Bermanfaat secara non akademis
maksudnya adalah bahwa materi yang diajarkan dapat
mengembangkan kecakapan hidup (lifeskills) dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Layak Dipelajari
Materi yang memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitan (tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit) maupun aspek
kelayakan terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.
e. Menarik Minat
Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan memotifasi siswa
untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan
kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu,
sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
4. Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang
dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar
melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan
peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar juga mencerminkan
pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.
5. Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap,
penilaian hasil karya berupa proyek atau produk penggunaan portopolio
dan penilaian diri.
6. Alokasi Waktu
Menentukan alokasi waktu sesuai dengan kompetensi dasar didasarkan
pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran
perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan dan tingkat kepentingan
kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
menguasai kompetensi dasar,
7. Alat dan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak,
elektronik, narasumber serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Muslich (2007: 25). Mengungkapkan bahwa beberapa prinsip yang
mendasari pengembangan silabus antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. Untuk
mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus selayaknya
dilibatkan para pakar di bidang keilmuan masing-masing mata pelajaran. Hal
ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam silabus sahih
(valid).
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai atau ada keterkaitan dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi.
d. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajek, atas asas) antara kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan
sistem penilaian.
e. Memadahi
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar
dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
f. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponensilabus dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan
tuntutan masyarakat.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,
afektif, psikomotor).
C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Muslich (2007: 45) mengemukakan bahwa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang
akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang
guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Oleh karena itu,
RPP harus mempunyai daya terap yang tinggi. Melalui RPP pun dapat diketahui
kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.
Mulyasa (2008:153) mengemukakan bahwa rencana pembelajaran
merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta
didik. RPP menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan dan menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya manusia (SDM), baik di masa
sekarang maupun di masa depan.
RPP yang baik adalah yang dapat dilaksanakan secara optimal dalam kegiatan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. RPP yang baik
memberikan petunjuk yang oprasional tenteng apa-apa yang harus dilakukan guru
dalam pembelajaran, dari awal guru masuk kelas sampai akhir pembelajaran. RPP
merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan
tentang apa yang akan dilakukan guru dalam pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik. RPP merupakan upaya tindakan yang akan dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk
mengoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, yaitu kompetensi dasar,
materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).
Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan potensi peserta didik; materi standar
berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar; indikator hasil belajar
berfungsi menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi. Sedangkan PBK
berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan tindakan yang harus
dilakukan apabila kompetensi dasar belum terbentuk atau belum tercapai Mulyasa
(2008:154-155).
Mulyasa (2008:155) juga dijelaskan bahwa dalam RPP harus jelas kompetensi
dasar yang dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus
dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa
peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan sumber bahan yang digunakan, jenis penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan atau kajian pustaka. Penelitian kepustakaan artinya
mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada
dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain)
untuk menunjang penelitian (Hasan, 2002: 45). Penelitian studi pustaka adalah
penelitian yang mengkaji objek kajian berupa bahan-bahan tertulis (Koenjaraningrat,
1990: 44). Sumber bahan tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel
Jalan Bandungan karya Nh. Dini.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Teori dan metodenya diharapkan
dapat digunakan untuk mengkaji novel secara maksimal sehingga dapat mengungkap
unsur-unsur instrinsik novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang memfokuskan
perhatian pada tokoh, alur, latar dan tema. Penelitian ini hanya sampai pada tahap
pembuatan silabus dan RPP, tidak meneliti pengajaran di kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3.3 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, untuk menjawab masalah pertama, yaitu bagaimana
unsur instrinsik novel Jalan Bandungan maka digunakan metode penelitian kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah metode yang memiliki tujuan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan diskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa (Moleong, 2006:6).
Selanjutnya untuk menjawab masalah yang kedua, yaitu implementasi
pengajaran unsur instrinsik dalam silabus dan RPP digunakan metode penelitian
Reaseach and Developing atau penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan
adalah penelitian yang didalamnya dilakukan telaah terkendali dalam arti bahwa
logika proses berpikir dinyatakan secara eksplisit, kemudian informasi yang diperoleh
dikumpulkan secara sistematisdan objektif untuk dijadikan pertimbangan dalam
pengembangan materi, media, dan sebagainya dalam pendidikan (Joni, 1984: 1-2)
3.4 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif.
Pendekatan objektif memusatkan perhatian pada unsur-unsurnya.Pemahaman
dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan
keterjalinan antarunsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
3.5 Sumber Data Penelitian
Subjek penelitian ini adalah novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Novel ini
diterbitkan kali pertama pada tahun 1989 melalui penerbit Djambatan. Novel ini
berisikan 437 halaman dan berukur 21 x 14 cm. Novel Jalan Bandungan karya Nh.
Dini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Dalam empat bagian tersebut hanya bagian dua dan tiga yang memiliki lebih dari satu
bab, bagian dua terdapat lima bab dan bagian tiga terdapat dua bab. Novel ini
merupakan novel dari sekian yang di tulis oleh salah satu pengarang wanita yang
produktif, dengan berbagai segudang prestasi dan lebih dari 20 judul novel yang ia
tulis dan telah diterbitkan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah taknik baca dan teknik
catat, teknik baca dipergunakan untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam
teks novel. Data-data yang diperoleh selanjutnya dicatat pada kartu data dan
klasifikasi. Kegiatan pencatatan data ini disebut teknik catat (Sudaryanto, 1993: 135).
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
3.8 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif. Hasil
penelitian berupa deskripsi mengenai unsur-unsur instrinsik (tokoh, alur, latar, dan
tema) novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini serta implementasinya sebagai bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pembelajaran sastra di SMA. Dengan tahap-tahap menganalisis tiap-tiap unsurnya
instrinsik (tokoh, alur, latar, dan tema) adalah sebagi berikut.
1. Analisis dimulai dengan mendefinisikan masing-masing unsur instrinsik
(tokoh, alur, latar, dan tema) dalam novel Jalan Bandungan.
2. Analisis kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi masing-masing unsur
instrinsik di dalam novel Jalan Bandungan yang ditemukan.
3. Mengklasifikasi masing-masing unsur instrinsik dalam novel Jalan
Bandungan
4. Analisis kemudian dilanjutkan dengan mendeskripsikan unsur-unsur instrinsik
agar kebulatan makna novel Jalan Bandungan ditemukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR NOVEL JALAN BANDUNGAN
KARYA NH. DINI
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan analisis unsur-unsur intrinsik yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai isi novel Jalan Bandungan secara
menyeluruh. Analaisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan
unsur-unsur intrinsik agar kebulatan makna novel Jalan Bandungan dapat
ditemukan. Unsur-unsur intrinsik yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tokoh,
alur, latar, dan tema. Dalam analisis unsur instrinsik peneliti memberikan masing-
masing dua kutipan sebagai bukti analisis. Apabila dalam novel hanya terdapat satu
kutipan, analisis disesuaikan dengan isi novel.
4.1 Unsur Intrinsik
4.1.1 Tokoh dan Penokohan
Di bawah ini akan dibahas tokoh-tokoh yang ada dalam novel Jalan
Bandungan. Adapun tokoh-tokoh itu adalah: Muryati, Widodo, Bapak Muryati, Ibu
Muryati, Yu Dinem, Mas Sardi, Mas Yoga, Kakek, Bude, Pakde, Gunardi (Mas
Gun), Murgiyani (Ganik), Murniyah, Sriyati (Sri) , Siswiah (Siswi), Dokter Liantoro,
istri Dokter Liantoro, Ibunya Siswi, Eko, Simbok, Widowati, Winarno (Winar),
Wijanarko, Wibisono, Supir Dokter Liantoro, Irawan, Ibu mertua Klaten, Bapak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mertua Klaten, Adik pertama, Adik kedua, Ali Sadikin, Guru, Mas Tom, Profesor, Yu
Kartini, Anneke, Notaris.
a. Tokoh Sentral dan Penokohan
1. Tokoh Protagonis dan Penokohan
Tokoh Muryati atau Mur menjadi fokus cerita, menjadi sentral pengisahan,
menjadi sorotan pembaca dalam keseluruhan isi novel ini. Hal itu bisa dilihat
keterlibatan Mur dalam setiap tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut:
(1) “Jaga adikmu baik-baik. Aku akan membantu di gubuk palang merah,” katanya. Dan kepada adikku yang besar Ibu berpesan, “Tidak boleh bermain-main terlalu jauh dari gudang!” (hlm. 27).
(2) Bapak menahanku, “Duduk sebentar menemui mas-mas ini.” “Aku bikinkan teh dulu,” sahutku dan langsung pergi. (hm. 45). “Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.” (hlm. 46).
(3) “Mbak Mur memang hebat,” Handoko menyambung. “Anda berbiacara lancar dan tidak menjemukan.” (hlm. 219).
Dari kutipan di atas tokoh Aku merupakan tokoh Muryati yang setiap
tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Lika-liku kehidupannya dijelaskan secara
runtut. Novel Jalan Bandungan digambarkan sebagi anak tertua. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(4) “Aku sebagi anak tertua tidak pernah mempunyai waktu senggang. Sebegitu menyelesaikan tugas yang diberikan ibuku, ayahku memanggil untuk mengerjakan sesuatu yang lain.” (hlm. 21)
(5) “....Aku semakin dijadikan teladan. Kasihan adik-adikku. Mereka harus mengikutiku. Sekurang-kurangnya adikku yang besar. Sulung dan satu-satunya anak perempuan, aku merasa mempunyai tugas cukup berat karena harus merintis semua yang serba paling baik bagi adik-adikku.” (hlm. 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Selain itu juga digambarkan bahwa Muryati bercita-cita ingin menjadi guru.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(6) “Sejak kecil, orang tuaku sudah mengetahui bahwa menjadi guru adalah cita-citaku.....” (hlm. 43).
(7) “Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.
“Calon guru,” sambung temannya entah siapa namanya. “Itu kemauannya sejak dulu masih kecil sekali,” Ibu memberi penjelasan.....”Barangkali Dik Mur suka kepada anak-anak, karena itu ingin menjadi guru,”Mas Wid berkata lagi. “Saya ingin menjadi guru karena saya senang mengajar. Saya suka sekali memberitahukan apa yang saya ketahui kepada orang lain.” (hlm. 46). Dalam novel Jalan Bandungan juga digambarkan bahwa Muryati adalah anak
yang penurut dan patuh pada orang tua. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
(8) “Tanpa ragu-ragu, aku berkata, “Baiklah Aku serahkan keputusan menerima atau tidak lamaran ini kepada Bapak dan Ibu. Kalau menurut Bapak dan Ibu, Mas Wid cocok menjadi suamiku, aku patuh....” (hlm.52).
(9) “Apakah selama ini Bapak dan Ibu mendidikmu demikian? Membuntuti orang lain tanpa mempunyai pendapatmu sendiri?” ayahku ganti bertanya. “Tidak,” sahutku. Dan memang orangtua kami mendidik aku dan adik-adikku agar mandiri,mampu mempertahankan pendapat masing-masing meskipun menerima pikiran dan gagasan orang lain. Namun selama ini kami masih muda dan hidup di bawah naungan orangtua, kami harus taat dan patuh pada peraturan orang tua.” (hlm. 65).
Dijelaskan juga bahwa Mur adalah anak yang cerdas dan berprestasi. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(10) “....Kamu anak cerdas. Boleh dikatakan ijazah sudah di depanmu. Kamu tinggal mengulurkan tangan dan melangkah setapak. Ibu harus menjaga supaya kamu tidak menyalahkan dirimu maupun Ibu kelak.” (hlm. 90).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
(11) “....Hari itu aku juga mendapatkan kepuasan: seorang dari profesorku mengatakan bahwa kertasku excellent.... Masa belajarku di negeri itu telah usai. Aku akan membawa kertas buktinya yang bercatatan bagus sekali untuk institut almamaterku....” (hlm. 286).
Muryati juga digambarkan sebagai seorang wanita yang kuat, tegar dan
tangguh dalam menghadapi lika-liku kehidupan ketika Widodo difonis dipenjara
karena bersekutu dengan komunis. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
(12) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).
(13) “Ku tambahkan dengan suara lebih tenang, “Anda tidak bisa membayangkan bahwa yang sesungguhnya bukanlah hanya makanan yang menjadi satu-satunya masalah bagi saya, bagi istri-istri seperti saya. Siksaan berat kami juga berupa tekanan batin yang sangat menyakitkan. Anak-anak dan saudara-saudara saya, bahkan Ibu pun terlibat pula. Menjadi lingkungan terdekat tahanan Pulau Buru selalu dijauhi orang. Seolah-olah kami mengidap penyakit menular. Harus dihindari. Kalau tidak karena pertolongan orang-orang tertentu, mana mungkin saya berhasil mendapatkan kesempatan seperti yang saya punya sekarang!....” (hlm.267).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh laki-laki, Widodo suami
pertama Muryati tidak bertanggung jawab. Hal itu membuat Muryati lebih kuat
menjalani hidup. Semenjak Widodo masuk penjara, Muryati mampu bertahan hidup
sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Jadi dalam novel Jalan Bandungan yang
menjadi tokoh utama atau protagonis adalah Muryati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Metode penokohan atau pelukisan Muryati yang digunakan pengarang dalam
novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif. Hal tersebut
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(14) “....Kulitku menjadi semakin kering. Dengan warna coklat yang kumiliki, bagian kaki serta tangan selalu tampak bergurat putih-putih dan berkeriput.Itu mengesankan ketuaan dan kotor....” (hlm.236)
(15) “....Kamu anak cerdas. Boleh dikatakan ijazah sudah di depanmu. Kamu tinggal mengulurkan tangan dan melangkah setapak....” (hlm. 90)
2. Tokoh Antagonis dan Penokohan
Tokoh Widodo merupakan tokoh antagonis (lawan) dari tokoh protagonis.
Tokoh Widodo berperan sebagai penyebab awal permasalahan. Widodo digambarkan
sebagai anak sulung dari empat berasudara. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut:
(16) “Oh, iya? Di Klaten? Apakah bisa mendapat kabar dari sana? Sejak kapan Nak Wid meninggalkan rumah?” Ibu masih bertanya.
“Adiknya berapa? “ Bapak turut menyambung. “Empat, Pak. Saya sudah lama pergi dari rumah. Beritanya, hidup di pedalaman lebih baik. Apalagi orang tua saya petani.” “Nak Wid anak yang sulung?” “Ya, Bu. Kami lima laki-laki semua....” (hlm. 39) Widodo juga digambarkan berumur dua puluh liam tahun. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(17) “....Setelah lamaran itu datang, kami baru mengetahui bahwa umur Mas Wid dua puluh lima tahun....” (hlm. 53).
Digambarkan dalam cerita tokoh Widodo memiliki sifat keras kepala dan
suka memaksakan kehendak. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(18) “.... Kalau dia sudah mengira bahwa sesuatu itu betul, dia akan berkeras kepala meneguhinya....” (hlm.74)
(19) “Belum menjadi istrinya saja dia sudah mau mendiktekan keinginannya. Nanti bagaimana nasibku kalau sudah kawin?!” (hlm. 69).
Selain itu, tokoh Widodo juga mempunyai sifat yang tidak bertanggung
jawab, Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(20) “....Kita kawin hampir lima tahun, Mas Wid. Kok selama ini amplop yang diberikan kepadaku tidak juga ada tambahannya....Mas Wid sendiri tidak mau menolong seperti tetangga-tetangga lelaki lainya itu. Mereka sore hari mau mengangkuti air untuk rumah mereka masing- masing....” (hlm.102-103).
(21) “Jadi Mas Wid tidak malu ibuku selalu memberi bermacam-macam bahan makanan, dan sekarang gaji tukang cuci? Mas Wid betul-betul mau menerima lagi pemberian mertua, janda yang dulu hampir Mas Wid suruh berhenti sebagai pedagang kecil?” (hlm. 105).
Adapun akibat yang ditimbulkan akibat sifat kesewenang-wenangannya. Hal
ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(22) Maka dengan kebiasaan baru yang berupa kedatangan Widodo pagi, siang, dan petang tanpa mengikuti tatacara bertamu yang sopan, pembantu- pembantu kami bertambah pekerjaan.” (hlm. 371).
(23) “Seperti yang telah kukatirkan, lima bulan setelah kedatangan Widodo, anakku tidak naik kelas. Kalau ini dianggap sebagai akibat, ya itulah akibat yang ditanggung Seto....” (hlm. 372).
Metode penokohan atau pelukisan Widodo yang digunakan pengarang dalam
novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif. Hal tersebut
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(24) “....Setelah lamaran itu datang, kami baru mengetahui bahwa umur Mas Wid dua puluh lima tahun...” (hlm.53)
(25) “....Aku lega sekali mendengar kata-kata ibuku. Tetapi disamping itu, aku seperti mendapat firasat bahwa Mas Wid mempunyai pikiran sempit. Dia tidak akan memiliki wawasan luas. Kalau dia sudah mengira bahwa sesuatu itu betul, dia akan berkeras kepala meneguhinya....” (hlm. 74)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(26) “....Adik-adikku termasuk sering datang menengokku. Kata-kata ini benarlah demikian, karena mereka hanya nyaman berbicara dengan aku, bahkan dengan Simbok. Mas Wid bersikap menyendiri. Gurau dan kelakar yang dulu terdengar di saat-saat mereka bersama, tidak terjadi lagi sejak aku kawin....” (hlm. 109).
b. Tokoh Tambahan dan Penokohan
Dalam novel Jalan Bandungan selain terdapat tokoh antagonis dan tokoh
protagonis juga terdapat tokoh bawahan, tokoh bawahan ini kemunculannya
cenderung hanya sebagai penguat cerita.
1. Ibu Muryati
Ibu Muryati adalah tokoh bawahan yang digambarkan memiliki sifat berani
dan gigih. Dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(27) “....Ibu tidak begitu. Apapun yang terjadi, rumahnya yang terjadi, rumahnya selalu terbuka untuk menjadi pelindung anaknya. Walaupun tampaknya dia bukan pendidik yang berdisiplin, ibuku mempunyai kekuatan sifat lain. Dia berani dan gigih....” (hlm. 9).
Selain itu ibu Muryati juga memiliki pekerja keras. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan sebagai berikut:
(28) “....Sambil mengawasi rumah tangganya, dia ingin mengerjakan sesuatu yang bisa menambah penghasilan. Maka jadilah warung itu. Dan ibu bekerja keras....” (hlm.10).
2. Bapak Muryati
Bapak Muryati digambarkan sebagai kepala polisi pada jaman peperangan.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(29) “Pekerjaan ayahku ialah polisi di salah satu seksi kota Semarang ketika perang meletus....” (hlm. 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(30) “.... Ayahnya dokter terpandang di kota kami. Ayahku termasuk pejabat, kepala polisi berpengalaman yang sangat dekat dengan Walikota....” (hlm. 62).
3. Yu Dinem
Yu Dinem digambarkan sebagai pamong keluarga Muryati. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(31) “....Adikku yang paling kecil sudah tertidur di gerobak, dipangku Yu Dinem, pamongnya....” (hlm. 23)
(32) “Sejak kami pulang dari pengungsian, pembantu kami yang lama datang nemenui kami. Ibu langsung menerimanya. Pengasuh adikku, Yu Dinem, juga ikut ke kota kami....” (hlm. 44).
4. Mas Sardi
Mas Sardi digambarkan sebagai pengawal keluarga Muryati di waktu zaman
perang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(33) “Lha ini Muryati! Sini menyalami tamu-tamu kita, “Bapak gembira melihat aku aku datang mendekat.” Ingat kamu siapa mereka? Ini Mas-Mas yang mengawal kalian dulu di Gunung Slamet.”
5. Mas Yoga
Mas Yoga digambarkan sebagai pengawal keluarga Muryati di waktu zaman
perang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(34) “Lha ini Muryati! Sini menyalami tamu-tamu kita, “Bapak gembira melihat aku aku datang mendekat.” Ingat kamu siapa mereka? Ini Mas-Mas yang mengawal kalian dulu di Gunung Slamet.” (hlm. 45).
6. Gunardi (Mas Gun)
Gunardi (Mas Gun) digambarkan sebagai anak buah terdekat ayah Muryati.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(35) “Bapak selalu berusaha agar keluarganya benar-benar santai. Dia meminjam kendaraan tambahan dari kantornya yang dikendarai oleh anak buahnya terdekat, namanya Gunardi....” (hlm. 59).
7. Murgiyani (Ganik)
Murgiyani (Ganik) digambarkan sebagai teman sekelas Muryati di Sekolah
Rakyat. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(36) “....Sejak pulang dari mengungsi, aku mempunyai dua teman dekat: Murgiyani dan Murniyah. Mereka teman sekolahku di Sekolah Rakyat...” (hlm. 60).
Ganik digambarkan sebagai anak tunggal, yang berbakat di bidang bahasa dan
anak seoarng dokter terpandang yaitu Dokter Liantoro. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan sebagai berikut:
(37) “....Ganik lain. Dia juga anak tunggal, bapaknya dokter. Dia lebih berbakat di bidang bahasa.... Sedari permulaan persahabatnku dengan dia, orangtua kami sudah saling berkenalan. Dokter Liantoro dan Istrinya adalah keluarga terpandang di kota kami....” (hlm. 61).
8. Murniyah
Murniyah digambarkan sebagai teman sekelas Muryati di Sekolah Rakyat.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(38) “....Sejak pulang dari mengungsi, aku mempunyai dua teman dekat: Murgiyani dan Murniyah. Mereka teman sekolahku di Sekolah Rakyat...” (hlm. 60).
9. Sriati (Sri)
Sriati (Sri) digambarkan sebagai murid Sekolah Kepandaian Putri atau SKP,
teman dalam kegiatan berpadu . Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(39) “.... Dalam kegiatan berpadu, kami mendapat tambahan teman Sriati, murid Sekolah Kepandaian Putri atau SKP....” (hlm. 60).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Digambarkan pula bahwa Sriati adalah anak dari keluarga pedagang. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(40) “Sriati berasal dari keluarga pedagang, juragan....” (hlm. 62).
10. Siswiah (Siswi)
Siswiah (Siswi) digambarkan sebagai teman paling akrab di SPG. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(41) “....Di SPG aku bertambah teman, namun aku merasa paling akrab dengan Siswiah....” (hlm. 60).
11. Dokter Liantoro
Dokter Liantoro digambarkan sebagai ayah Ganik dan Dokter Liantoro adalah
dokter terpandang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(42) “Ganik lain. Dia juga ank tunggal, bapaknya dokter.... Dokter Liantoro dan istrinya adalah keluarga terpandang di kota kami” (hlm. 61).
(43) “.... Dalam kedudukan, kami hampir seimbang. Ayahnya adalah dokter terpandang di kota kami. Ayahku termasuk pejabat, kepala polisi berpengalaman yang sangat dekat dengan Walikota....” (hlm. 62).
12. Istri Dokter Liantoro
Istri Dokter Liantoro digambarkan sebagai istri yang penuh pengertian . Hal
ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(44) “.... Sebagai orang dewasa mereka hidup saling mengisi. Dokter Liantorobiasa sibuk dirumah, menyiram kebun sendiri atau memperbaiki bagian rumah yang rusak. Istrinya mendukung keberhasilan suaminya. Dia mengetik dan merapikan kertas dan catatan suaminy, karena mengerti dan menyelami bidang suaminya berkat bacaan dan pergaulan dengan para ahli....” (hlm. 100).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
13. Ibunya Siswi
Ibunya Siswi digambarkan sebagai janda yang dengan giat masih bekerja
sebagai guru lulusan zaman dahulu . Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
(45) “.... Temanku Siswi sama dengan Mur. Mereka berdua anak janda yang dengan giat masih bekerja. Ibunya Mur menjadi bidan. Ibunya Siswi adalah guru zaman dahulu....” (hlm. 62).
14. Ibunya Mur
Ibunya Mur digambarkan sebagai sebagai janda yang dengan giat masih
bekerja sebagai bidan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(46) “.... Temanku Siswi sama dengan Mur. Mereka berdua anak janda yang dengan giat masih bekerja. Ibunya Mur menjadi bidan. Ibunya Siswi adalah guru zaman dahulu....” (hlm. 62).
15. Eko
Eko digambarkan sebagai sebagai anak pertama Muryati. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(47) “Hampir setahun kawin, bayiku yang pertama lahir. Laki-laki. Kami memanggilnya Eko....” (hlm. 98).
16. Simbok
Simbok digambarkan sebagai pembantu dalam rumah tangga Muryati dan
Widodo. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(48) “Dalam hal ini aku mengagumi kemampuan Simbok. Dia selalu mengambil alih tugas memberikan makan. Sebagai gantinya, aku mengalah mengerjakan cucian, memasak, atau bahkan mengepel lantai....” (hlm. 99).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
17. Widowati
Widowati digambarkan sebagai sebagai anak kedua dari penikahan Muryati
dan Widodo. Widowati adalah adik perempuan Eko berantara dua tahun. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(49) “Kelahiran Eko dan Widowati berantara dua tahun....” (hlm. 100).
18. Seto
Seto digambarkan sebagai sebagai anak ketiga dari penikahan Muryati dan
Widodo. Jarak antara dia dan kakaknya ada empat tahun.. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan sebagai berikut:
(50) “....Ketika Seto lahir, jarak yang terentang antara dia dan kakaknya ada empat tahun. Perkawinan tujuh tahun telah memberiku tiga anak....”(hlm. 113).
19. Handoko
Handoko digambarkan sebagai adik Widodo yang merupakan suami kedua
Muryati. Handoko memiliki sifat yang mudah dipengaruhi dan tidak punya pendirian.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(51) “.... Kepedihan hati telah kutanggung sendirian karena memikirkan perubahan-perubahan Handoko yang ternyata merupakan akibat hasutan kakaknya....”(hlm. 428).
(52) “....Sedangkan sikap handoko yang meremehkan aku ketika dia dengan mudah melahap aduan kakaknya mengenai aku berpacaran dengan beberapa laki-laki lain, yang kupandang sebagai tusukan berbisa terhadap harga diriku, dia anggap sebagai hal yang lumrah....” (433)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Selain itu Handoko juga memiliki sifat pencemburu. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(53) “....Tadi Siswi berpesan supaya aku mengingatkanmu. Handoko selalu cemburu ....” (hlm. 11)
(54) “....Sekarang dia sedang berhasil mengacau kerukunan kita berdua. Sifat cemburuanmu dijadikan alat....” (hlm. 417).
20. Winarno (Winar)
Winarno (Winar) digambarkan sebagai suami Siswi. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(55) “....Diantara sahabat-sahabatku, hanya Siswi yang tinggal sekota setelah pindah dari Pekalongan. Winarno, suaminya, banyak membantuku di berbagai bidang....” (hlm. 137).
21. Irawan
Irawan digambarkan sebagai adek ipar Muryati. Ia adalah dokter yang disukai,
guru yang berhasil, dan ilmuan yang maju.. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut:
(56) “....Sikap dan kata-katanya memikat membikin orang semakin ingin mendengarkan pembicaraannya. Tidak mengherankan jika Irawan adalah dokter yang disukai, guru yang berhasil , dan ilmuan yang maju....” (hlm. 133)
(57) “Kata ayah Ganik kepada ibuku ketika kami makan bersama di Restoran Oen, konon adik suamiku itu akan segera dipercaya memegang pimpinan rumah sakit di Makasar....” (hlm. 133)
22. Adik pertama
Adik pertama digambarkan sebagai adik pertama Muryati. Adik pertama juga
digambarkan sebagai seseorang yang pintar. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(58) “....Adikku pertama hanya dua tahun duduk di SMA. Karena kemampuannya yang luar biasa di bidang ilmu pasti dan alam, ia diizinkan mengikuti ujian akhir bersama kelas tertinggi. Dia lulus gemilang, berhasil masuk ke Universitas Gadjah mada dengan beasiswa....” (hlm. 109).
23. Adik kedua
Adik kedua Muryati digambarkan sebagai seorang yang bersekolah di STM
yang mengambil jurusan listrik. Tapi kegemaranya adalah pertukangan kayu.. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(59) “....Adikku yang kedua di STM, mengambil jurusan listrik. Tapi kegemaranya ialah pertukangan kayu....” (hlm. 109).
24. Bungsu
Adik Bungsu Muryati digambarkan sebagai seorang yang berkeiinginan
masuk SPG seperti Muryati tapi Ibu Muryati mengarahkan ke SMP. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(60) “....Yang bungsu sebenarnya ingin masuk SPG seperti aku dulu. Tetapi ibu kami mengarahkan ke SMP. Katanya, kelak jika masih berminat, bisa meneruskan ke SGA....” (hlm. 109).
25. Yu Kartini
Yu Kartini digambarkan sebagai seorang kenalan baik Ganik. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(61) “....Aku yakin, selama sepuluh hari berada di Paris tidak akan pergi jauh jika tidak ditemani Yu Kartini, kenalan baik Ganik....” (hlm. 252).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
26. Anneke
Anneke digambarkan sebagai seorang sahabat Muryati dari Belanda.Ia
sebagai pekerja sosial di sebuah yayasan untuk anak-anak bisu dan tuli. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(62) “....Dua hari sebelum tanggal yang ditentukan, aku berangkat ke Arnhem untuk tinggal bersama kenalan baikku sejak aku datang di negeri ini. Dia wanita Belanda yang tidak kawin, pekerja sosial disebuah yayasan buat anak-anak bisu dan tuli. Anneke, teman baruku itu lahir di kota Jawa Timur tersebut....” (hlm. 253).
Dalam tokoh tambahan, tokoh yang paling sering banyak muncul adalah
Handoko, Mas Gun, Ganik, Sri, Murniyah dan Siswi.
4.1.2 Alur
Menurut Nurgiyantoro (2007: 112-113), alur atau plot merupakan unsur fiksi
yang penting di dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa yang disajikan dengan
urutan tertentu.
Sudjiman (1991: 30) menyebutkan bahwa struktur umum alur meliputi awal, yang
terdiri dari paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising
action). Tengah meliputi tikaian (conflict), rumitan (comlication), dan klimaks.
Sedang bagian akhir meliputi leraian (falling action) dan selesaian (denouement).
a. Paparan
Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal cerita yang memberikan
keterangan sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya.
Situasi yang digambarkan pada awal cerita harus membuka kemungkinan cerita untuk
berkembang. Cerita diawali dengan pemaparan berupa gambaran perkenalan tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
atau lokasi cerita. Dalam novel ini digambarkan pada masa revolusi perang. Hal ini
ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(63) “....Pertemuanku dengan lelaki yang kemudian menjadi bapak anak-anakku penuh gelora api. Dua pengertiannya. Api revolusi dan api dalam arti kata yang sesungguhnya....” (hlm. 17).
(64) “....Setiap kali kulihat ayah kami tergopoh-gopoh mendekati tempat bermalam kami atau perhentian sementara, itu tandanya bahwa kami harus siap untuk berangkat. Bulan berganti bulan, kami anak-anak tidak begitu sadar bahwa waktu itu negara dalam keadaan perang...Rombongan kami juga dikawal oleh beberapa orang Tentara Rakyat atau pejuang. Dari satu tempat ke tempat lain, pengawal ini diganti. Pakaian mereka tidak selalu seragam. Paling sering pada pemuda dan lelaki dewasa itu mengenakan celana dan baju warna hitam. Kata ibuku, itu warna yang paling bagus untuk menyatu atau menghilang dalam hutan. Juga karena tidak perlu terlalu sering dicuci.” (hlm. 18-19).
Paparan dilanjutkan dengan pengenalan tokohnya. Tokoh bapak Mur. Seperti
pada kutipan sebagai berikut:
(65) “Pekerjaan ayahku adalah polisi disalah satu seksi di kota Semarang ketika perang meletus....” (hlm. 17).
(66) “....Menurut keterangan singkat yang kudapat dari Ibu, Bapak sedang mengawal pejabat kotapraja tingkat provinsi. Dia bersama keluarganya harus selamat sampai di ibu kota RI.” (hlm. 18).
Selain itu dipaparan juga memaparkan tokoh Widodo. Seperti pada kutipan sebagai berikut:
(67) “Dik Mur tentu pantas pakai yang biru itu, Bu” seseorang menyambung. Aku menoleh kearahnya. Seorang pemuda tersenyum kepadaku. Dia berada di dekat ayahku. Aku belum pernah melihat di antara mereka yang bergilir berpatroli ataupun berjaga di desa...Widodo, itulah namanya... Aku menoleh sebentar ke arahnya. Ah, jadi inilah si pemuda itu. Biasa saja dia. Seumpama bertemu di suatu tempat, sendirian atau bergerombol dengan pejuang lain, tidak akan aku bisa mengenalinya....” (hlm. 37).
(68) “Oh, iya? Di Klaten? Apakah bisa mendapat kabar dari sana? Sejak kapan Nak Wid meninggalkan rumah?” Ibu masih bertanya.
“Adiknya berapa? “ Bapak turut menyambung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
“Empat, Pak. Saya sudah lama pergi dari rumah. Beritanya, hidup di pedalaman lebih baik. Apalagi orang tua saya petani.” “Nak Wid anak yang sulung?” “Ya, Bu. Kami lima laki-laki semua....” (hlm. 39)
b. Rangsangan
Kemudian cerita dilanjutkan dengan tahap rangsangan. Rangsangan, yaitu
peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Hal ini ditandai dengan munculnya
tokoh baru atau dapat juga ditandai dengan munculnya suatu peristiwa yang merusak
keadaan. Tahap rangsangan dalam novel ini terjadi ketika Widodo mulai sering
menginap di rumah Muryati walaupun tanpa kehadirang Bapak dan Ibu Muryati. Hal
ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(69) “Mulai dari waktu itulah Mas Wid sering datang. Dia dianggap bukan orang lain, bisa kluar masuk di rumah kami tanpa kehadiran orangtua kami. Kalau dia tiba sedangkan di rumah hanya ada pembantu, dia berhak langsung menempatkan barang-barangnya di kamar adikku....Mas Wid benar-benar menjadi anggota keluarga kami” (hlm. 47).
Rangsangan dilanjutkan ketika Widodo melamar Muryati, Ibu dan bapak Mur pun
mendukung lamaran tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai
berikut:
(70) “Ini tadi Mas Wid melamarmu,” begitulah Bapak memulai. Lalu meneruskan, “Bagaimana kamu?” Aku tercengang-cengang, tidak menjawab. Ibu menambahkan, “Buat melestarikan hubungan kita kan baik,” nada suaranya menginginkan persetujuan dari pihakku....” (hlm. 48).
Rangsangan dilanjutkan ketika Mur yang merasa didekte, dan tidak sepaham
dengan Widodo. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(71) “ Belum menjadi istrinya saja dia sudah mau mediktekan keinginannya. Nanti bagaimana nasibku kalau sudah kawin?” (hlm. 69).
(72) “Kalau untuk hiburan, untuk makan, diteruskan untuk idealisme, kan berbahaya bagiku, Pak. Tidak. Aku tidak bisa hidup begitu. Bapak sendiri mengatakan bahwa kami tidak didik untuk membuntuti orang lain. Kecuali jika memang kami menyetujui dia.”(hlm. 70).
c. Gawatan
Gawatan adalah ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi.
Adanya gawatan menyebabkan pembaca terpancing keingintahuannya akan
kelanjutan cerita serta akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Gawatan novel ini
diawali dengan keributan antara Mur dengan Widodo setelah menikah karena Mur
dianggap tidak patuh pada suami. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan
sebagai berikut:
(73) “....Sebegitu satu tahun pengalaman mengajar dilunasi, Mas Wid tidak tawar-menawar lagi. Pernikahan dilangsungkan. Aku mengenang malam pertama yang memedihkan, yang disusul oleh malam-malam lain yang menyebabkan aku tidak haid sebegitu menikah.... Dengan alasan menunggu surat pemberhentian yang resmi, aku masih mengajar....Perdebatan dengan Mas Wid mengenai hal ini terjadi hampir setiap hari. Dia tidak senang mempunyai istri yang tidak pernah ada di rumah, katanya ....” (hlm. 96).
(74) “Kalau ada kekurangan atau kejadian di rumah sewaktu aku berada di tempat kerjaku, Mas Wid menyambar kesempatan itu untuk menonjolkannya sebagai akibat buruk yang disebabkan oleh ketidak hadiranku....” (hlm. 97).
Gawatan berikutnya ketika keributan antara Mur dengan Widodo setelah menikah
karena Widodo tidak bertanggung jawab. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam
kutipan sebagai berikut:
(75) “....Kita kawin hampir lima tahun, Mas Wid. Kok selama ini amplop yang diberikan kepadaku tidak juga ada tambahannya....Mas Wid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
sendiri tidak mau menolong seperti tetangga-tetangga lelaki lainya itu. Mereka sore hari mau mengangkuti air untuk rumah mereka masing-masing....” (hlm.102-103).
(76) “Kalau Mas Wid tidak mau membayari upah tukang cuci itu, Ibu yang akan memberikan uang kepadaku. Dia tidak rela melihat aku atau Simbok yang tua mengusir air....” (hlm. 104).
Gawatan berlanjut ketika keributan antara Mur dengan Widodo setelah menikah
karena keangkuhan, sikap tertutup dan menyendiri Widodo yang ternyata
menghantarkan dirinya terlibat partai komunis dan akhirnya Widodo dipenjara. Hal
ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(77) “Sejak pernikahan kami, konon Mas Wid pindah bagian di kantornya. Pada suatu pagi, aku memperhatikan bahwa dia tidak menggunakan seragam lagi. Ketika kutanya, barulah dia memberitahu tentang kepindahanya. Pertanyaan mengapa diriku tidak menyenangkan hatinya; katanya semua tugasnya di kantor adalah urusanya. Istri tidak perlu tau....” (hlm. 98).
(78) “Adik-adikku termasuk sering datang menengokku. Kata-kata ini benarlah demikian, karena mereka hanya nyaman berbicara dengan aku, bahkan dengan Simbok. Mas Wid bersikap menyendiri...” (hlm. 109).
d. Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang
bertentangan, satu di antaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya
menjadi protagonis di dalam cerita. Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya
dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pun
pertentangan antara dua unsur di dalam diri satu tokoh itu. Tikaian dalam novel ini
berawal ketika Widodo ditahan karena terbukti anggota Partai Komunis. Hal ini
ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
(79) “Suatu sore, Ibu diantar Mas Gun untuk mengatakan bahwa Mas Wid di tahan di sebuah tempat. Ada bukti-bukti suamiku anggota Partai Komunis....” (hlm. 119).
Tikaian berlanjut dengan penderitaan Muryati sebagai akibat Widodo terbukti
sebagai anggota Partai Komunis. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan
sebagai berikut:
(80) “....Pada akhir tahun. Dia dipindahkan ke Nusakambangan. Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa rumah belum ku lunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
(81) “....Kebanyakan kerabat, saudara serta kenalan berpaling muka karena mereka takutdicurigai terlibat. Suara-suara seperti: “Dia istrinya; mustahil tidak tahu apa-apa!” Atau: “Siapa tahu, dia juga anggota Gerwani!....” (hlm. 124).
Tikaian dilanjutkan dengan terpilihnya Mur sebagai penerima beasiswa
melanjutkan kuliah di negeri Belanda. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan
sebagai berikut:
(82) “....Kata Dokter Liantoro, institut tempatku dulu kuliah dikirimi surat pemberitahuan yang juga berupa undangan. Kedutaan Belanda memberi jatah tiga beasiswa kepada guru-guru sekolah percobaan untuk melanjutkan kuliah beberapa tempat di negara itu. Satu nama sudah ditunjuk, ialah aku....” (hlm. 141).
Kepergian Muryati ke Belanda memeprtemukannya dengan Handoko adik
iparnya yang merupakan awal hidup baru Muryati. Kemudian akhirnya mereka
menikah. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(83) “....Yang paling depan langsung mengulurkan tangan memanggil namaku. “Mbak Mur, saya Handoko.” Dan dia langsung memperkenalkan teman-temanya kepadaku....Entah mengapa, aku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
tidak merasa heran maupun kaget melihat adik iparku berada di hadapanku. Sikapnya yang biasa dan sederhana membikinku seolah-olah telah lama mengenalnya....” (hlm. 218).
(84) “Dan Handoko memang telah berhasil menyihirku. Sejak malam kami berjalan bersama di dunia cinta itu, tak akan aku bisa melewati hari-hariku selanjutnya tanpa memikirkan dia....” (hlm. 324).
(85) “....Sekarang aku kawin lagi, dan dengan Handoko, karena aku menganggap meneruskan tindakan yang ditunjukkan Tuhan kepadaku.” (hlm. 347) e. Rumitan
Perkembangan dari gejala tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan.
Dalam cerita rekaan rumitan sangat penting. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk
menerima seluruh dampak dari klimaks. Dalam novel ini rumitan diawali ketika
Widodo keluar dari penjara. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai
berikut:
(86) “Winar mendapat kabar bahwa tahanan Pulau Buru akan dikeluarkan semua. Widowati tentu akan menelepon jika dia menerima surat dari bapaknya.” (hlm. 362)
(87) “Kata Winar, dalam waktu sebulan, mungkin semua sudah keluar. Kecuali mereka sukarela memilih tinggal di sana...Tentu Widodo akan kemari buat menengok Seto. Kita harus siap. Cepat atau lambat, dia pasti muncul.” (hlm. 362-363)
Rumitan dilanjutkan ketika Handoko diasut oleh kakaknya, Widodo suami
pertama Muryati. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(88) “....Handoko telah mendapat pengaruh dari kakak yang dulu dia benci....” (hlm. 411)
(89) “Kau berubah karena aku yakin bahwa kau bergaul dengan Widodo,” akulah kini yang menuduhnya. Keras dan pasti, segera kulanjutnya, “Ya, aku tahu dia telah mengunjungimu beberapa kali.” (hlm. 412).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
f. Klimaks
Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini tahapan ketika pertentangan yang
terjadi mencapai titik puncaknya. Klimaks dalam novel Jalan Bandungan berawal
hasutan Widodo memberikan ujung akhir dari kisah hidup Mur yang kedua bersama
adiknya yaitu Handoko. Mur dan Handoko akhirnya berpisah namun mereka tidak
bercerai. Bagi mereka terlalu banyak pengalaman dan masa kebersamaan tidak akan
mudah menguap begitu saja dari kenangan. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam
kutipan sebagai berikut:
(90) “....Berkali-kali dia menelpon dan ditelpon. Hingga pada suatu hari dia berkata bahwa bulan berikutnya dia akan mulai bekerja di Eropa Utara. Aku menerima berita dengan perasaan yang tenang sekali. Seolah-olah telah lama aku mengetahui bahwa dia akan segera pergi jauh. Bahwa kami memang akan berpisah...” (hlm. 431).
(91) “Kami berpisah sebagai dua orang sahabat. Hubungan kami sudah sampai taraf yang berbeda. Aku tidak tahu apakah aku akan menyusulnya ketempat kerja. Perpisahan ini pastilah ada baiknya bagi kami berdua....” (hlm. 433).
(92) “Kali ini suamiku tidak menghilang, melainkan kuketahui dengan jelas pergi ke mana dan untuk keperluan apa. Aku melepasnya tidak dengan kesedihan, tetapi juga tidak dengan kelegaan. Setelah berbulan-bulan kami tidak pernah menyepakati sesuatu pun secara bersama, pada saat keberangkatan itu kami saling setuju, bahwa kami akan membiarkan waktu mengalir menuruti alurnya. Kami berpisah, namun kami tidak bercerai....” (hlm. 433).
Secara keseluruhan dalam pemaparan alur, pada novel Jalan Bandungan hanya
sampai klimaks sedangkan leraian dan selesaian tidak ada karena akhir cerita tidak
jelas.
Alur dalam novel Jalan Bandungan menggunakan alur campuran karena dalam
pengaluran cerita, peristiwa-peristiwa yang terjadi di beberapa bagian terdapat alur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
biasa dan alur sorot balik. Alur sorot balik karena urutan kronologis peristiwa-
peristiwa yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi
sebelumnya. Sorot balik dalam novel Jalan Bandungan ditampilkan dalam bentuk
lamunan tokoh yang menyelusuri kembali jalan hidupnya dan teringat kembali
kepada suatu peristiwa masa yang lalu yaitu pada masa perang revolusi. Alu sorot
balik dalam novel Jalan Bandungan terletak pada bagian ke dua tahap alur paparan.
Nurgiyantoro (2007: 157) pembedaan alur berdasarkan kriteria jumlah yaitu
alur tunggal dan alur sub-subalur. Dalam novel Jalan Bandungan, alur yang
digunakan adalah alur sub-sub alur. Novel Jalan Bandungan memiliki lebih dari satu
tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahannya, dan konflik yang
dihadapinya. Plot sub-subplot atau alur sub-sub alur merupakan sebuah karya fiksi
dapat saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih
dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang
dihadapinya. Struktur alur yang demikian dalam sebuah karya barangkali berupa
adanya sebuah alur utama (Main plot) dan alur tambahan (sub-plot). Dilihat dari segi
keutamaan atau perannya dalam cerita secara keseluruhan alur utama lebih berperan
dan penting daripada sub-subplot itu.
Alur utama (Main plot) novel Jalan Bandungan yaitu perjuangan Muryati
dalam menjalani pergolakan hidup, baik dari masa kecil hingga akhirnya Muryati
menikah lagi dengan adik iparnya. Perjuangan Muryati terdapat pada seluruh bagian
novel Jalan Bandungan yaitu bagian I, bagian II, bagian III, bagian IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Alur tambahan (sub-plot) novel Jalan Bandungan yaitu alur cerita Widodo, alur
cerita Ganik dan alur cerita Handoko. Alur tambahan yang pertama adalah alur cerita
Widodo, dari awal masa muda pada zaman perang kemudian berpacaran dengan
Muryati, akhirnya menikah dan masuk penjara karena berkomplot dengan aliran
komunis terdapat pada bagian II. Bagian I, menceritakan akan dibebaskannya
Widodo dari penjara pada gelombang pertama sampai di Jakarta pada pertengahan
bulan. Bagian IV, menceritakan tentang kembalinya Widodo yang mengusik
kehidupan Muryati yang menyebabkan perpisahan Muryati dengan Handoko, adik
kandungnya.
Alur yang kedua adalah alur cerita Ganik. Dari awal pertemanan dengan
Muryati pada bagian II. Bagian III Ganik bertemu dengan Muryati di negeri Belanda,
menceritakan tentang hubungan nya dengan laki-laki, dia menderita kanker rahim,
Ganik menjalani program anti kanker, Ganik terkena musibah yaitu kehilangan kedua
orang tuanya karena kecelakaan pesawat, Ganik masuk rumah sakit di Amsterdam,
Ganik dibawa pulang ke Semarang, pulang ke Jalan Bandungan, Ganik masuk rumah
sakit, Ganik membagikan hartanya kepada sahabat-sahabatnya dan akhirnya
meninggal dunia.
Alur yang ketiga adalah alur cerita Handoko. Bagian II menceritakan tentang
pemaparan sosok seorang Handoko yang merupakan adik iparnya. Bagian III
menceritakan awal pertemuan Muryati dengan Handoko, Handoko menemani
Muryati berlibur ke Paris, Handoko kembali ke Indonesia untuk menikahi Muryati.
Bagian IV mencritakan rumah tangga Handoko dengan Muryati, Handoko dihasut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
oleh Widodo, Handoko berubah karena kecemburuannya yang berlebihan, Handoko
memutuskan untun berpisah dengan Muryati tanpa bercerai dan mentap di Venezuela
menerima tawaran kerja dari temannya.
4.1.3 Latar
Sumardjo (1984: 59) setting dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
sebagai latar. Yang dimaksud setting atau latar adalah tempat dan masa terjadinya
peristiwa cerita.
Latar yang membangun suatu cerita dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar
fisik atau material (Hudson via Sudjiman, 1991: 44). Latar dibedakan menjadi latar
fisik, latar waktu, dan latar sosial. Latar fisik/tempat meliputi penggambaran, lokasi
geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perlengkapan sebuah
ruang. Latar waktu meliputi gambaran waktu, masa terjadinya suatu peristiwa cerita.
Sedangkan latar sosial meliputi pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh,
lingkungan agama, moral, intelektual sosial, dan emosional para tokoh.
Latar peristiwa dalam novel Jalan Bandungan ini meliputi latar tempat, latar
waktu dan latar sosial. Pelukisan latar ini membuat cerita yang terdapat di dalam
karya sastra ini mejadi hidup. Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Novel Jalan Bandungan karya
Nh. Dini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Dalam empat bagian tersebut hanya bagian dua dan tiga yang memiliki lebih dari satu
bab. Setiap bagian maupun setiap bab yang terdapat dalam novel memiliki latar
berbeda-beda, diantaranya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Bagian pertama
Pada bagian pertama secara umum berlatar di Indonesia yang diungkapkan
pengarang secara implisit dan secara khusus berlatar di kantor, di pinggiran yang
beratap di samping bangsal pertemuan-pertemuan besar dan di kantin. Hal itu
ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
a. Latar Tempat
1. Secara Umum Latar tempat pada bagian pertama secara umum berlatar di Indonesia tetapi
tidak dijelaskan latar secara eksplist.
2. Secara Khusus Di Kantor
(93) “....Di dalam kantor aku meneruskan percakapan dengan dosen-dosen
lain mengenai sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting…” (hal 3). (94) “Winar berjalan menjauhi kantor dan aku terpaksa mengikutinya….”
(hlm. 3).
Di pinggiran yang beratap di samping bangsal pertemuan- pertemuan besar
(95) “….Kukira dia akan menunjukkan sesuatu kepadaku. Tetapi dia berhenti setelah berada beberapa jauh dari kantor, pinggiran yang beratap di samping bangsal tempat pertemuan-pertemuan besar….” (hlm.3 ).
Di Kantin
(96) “….Aku merasa sesak, sukar bernafas. Berlawanan dengan rasa
kebakaran dalam diriku, peluh yang menggerayangi kulit di bawah blusku meninggalkan kebekuan tajam. Aku meminggir dan bersandar pada dinding.” (hlm.7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(97) “Tiba-tiba kurasakan sentuhan di lenganku. Winar menarikku. “Kita ke kantin saja,” katanya. Aku menurut, kami berjalan bedampingan menuju kantin …..” (hlm.11).
Latar di kantor, di pinggiran yang beratap di samping bangsal pertemuan-
pertemuan besar, dan dikantin digambarkan pada sebuah Universitas. Hal itu
ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
(98) “Dari ruang terdekat, siswa-siswa mulai keluar. Kuliah yang diberikan pada jam paling pagi telah selesai. Berombongan mereka berjalan menjauh. Dua atau tiga orang mengelompok, berdiri disamping….” (hlm. 5).
b. Latar Waktu
(99) “....Matahari jam sepuluh pagi sudah membikin halaman sekolah silau
menguning....” (hlm. 4). (100) “Di kantin siang itu aku memanfaatkan waktu guna menarik sebanyak
mungkin pendapat Winar sebagai laki-laki, sebagai suami….” (hlm. 14).
c. Latar Sosial
Adat dan Budaya
(101) “....Tanpa menunggu selamatan seratus hari meninggalnya Bapak, Ibu sudah mendatangkan tukang. Dia menyuruh orang membikin warung di samping rumah. Sampai sekarang aku ingat betapa itu merupakan peristiwa besardi jalan tempat kami tinggal. Daerah itu tergolong pemukiman para priyayi yang disebut orang-orang terpandang.” (hlm. 9).
Bagian kedua
Pada bagian kedua terdiri dari empat bab. Bagian kedua berisi penggambaran
cerita flash back dari tokoh Mur. Tidak digambarkan secara jelas dimana latar si
pencerita, namun di bagian ini terdapat beberapa latar yang diceritakan oleh tokoh
Mur. latar itu adalah, bagian pertama: di Pekalongan, di Desa Guci, di sekolah, di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Semarang, di rumah, di SPG (Sekolah Pendidikan Guru), dan di asrama; pada bab
kedua: di asrama dan di rumah sakit Elisabeth; pada bab ketiga: di rumah Mur dan
Widodo; bab keempat: di kantor, di tahanan, di Klaten, dan di kantor polisi,
kemudian pada bagian kelima: di sekolah, di Borobudur, di bagian administrasi, di
kantor polisi, dan di Klaten. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai
berikut:
Bab pertama.
a. Latar Tempat
Bab pertama berisi penceritaan Mur berlatar zaman perang Indonesia
di jajah Belanda yaitu antara tahun 1942 yang dikemukakan secara implisit
oleh pengarang. Selain itu juga digambarkan beberapa latar lain dalam
penceritaan Mur. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
Pekalongan
(102) “Aku bahkan mengetahui bahwa kami melewati Pekalongan” (hlm. 17).
Gunung Slamet
(103) “....Kami tidak pernah sampai di sana. Selama tiga tahun lebih mengembara. Kaki, lereng, dan punggung Gunung Slamet kami jajah konon untuk mencari terobosan yang aman ke arah selatan....” (hlm.18).
Desa Guci
(104) “.... Untunglah kami menetap di desa Guci. Tiga kali kami pergi dan kembali lagi ke desa itu....” (hlm. 19).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Di Sekolah
(105) “Pagi itu kami sedang berada di sekolah....” (hlm. 35).
Semarang
(106) “Keesokannya kami berangkat ke kota Semarang....” (hlm. 42) Rumah (107) “Petang kami sudah sampai, pulang ke rumah sendiri....” (hlm. 42).
SPG (Sekolah Pendidikan Guru)
(108) “Satu tahun di SPG aku puas....” (hlm. 43). Di Asrama
(109) “Aku tinggal di asrama mulai besok siang....” (hlm. 51).
Selain itu juga berlatar tahun 1942 yang digambarkan secara implisit.
Hal itu ditunjukkan pengarang sebagai berikut:
(110) “Berita lain yang kemudian lebih mengambil tempat ialah mengatakan, bahwa Belanda telah mengundurkan diri ke utara…” (hal 34).
b. Latar Waktu
(111) “....Pada waktu itu pula, karena lebih dari tiga bulan kami tidak berpindah tempat, ayah kami mengumpulkan anak-anak desa dan anggota rombongan.” (hlm. 21).
(112) “.... Tiba-tiba disuatu pagi kami diberitahu bahwa pelajaran dihentikan dan kami harus pulang mengemasi baju untuk dibawa pergi....” (hlm. 22).
c. Latar Sosial
Pada bagian kedua bab kedua, berlatar sosialkan masa perang revolusi. Hal itu
ditunjukkan pengarang pada kutipan berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(113) “Pada waktu terakhir kalinya kami menetap di desa itu, barulah paceklik terasa mengancam. Jatah nasi hanya diberikan satu kali sehari....” (hlm. 20).
(114) “....Makan seadanya dan bertahan jangan terlalu mengeluh supaya orang-orang dewasa bisa meneruskan pengawalan dan perjuangan dengan hati yang kuat. Dengan menerima keadaan yang sederhana, kami diberitahu bahwa itu juga sudah berarti turut berjuang. Nasi tidak akan selalu ada menurut kata orang-orang dewasa menunggui kami. Tetapi makanan lain seperti kacang hijau, kedelai, kentang, singkong dan ubi jalar masih tersimpan berkarung-karung. Itu cukup buat makan selama bertahan di tengah-tengah hutan.” (hlm. 28).
Karena perang latar pendidikan tidak jelas.
(115) “....Waktu itu tidak ada peraturan ketat mengenai batasan umur. Kalau anak sudah bisa membaca dan menulis, pasti diterima di kelas yang pantas. Umur dan tinggi anak tidak dipersoalkan. Kekacauan perang menjungkirbalikkan runtutan pendidikan formal di sebagian besar kotadi Tanah Air....” (hlm. 43).
(116) “....Sementara menunggu sistem pendidikan RI yang lebih sempurna, aku akan dapat mencari mencari pengalaman dulu selama mengajar....” (hlm. 43).
Sifat masyarakat yang kolot
(117) “....Seandainya waktu itu aku menolak, dan di kemudian hari aku lama sekali tidak menemukan laki-laki yang cocok hingga umurku semakin bertambah, pastilah nasibku akan dihubung-hubungkan dengan kejadian sebelumnya. Wanita selalu dijadikan pusat perhatian. Demikian dalam keluarga. Aku anak sulung dan satu-satunya perempuan dari empat bersaudara. Dalam hidup berkarier, perempuan tetap diteropong....” (hlm. 54).
Gaya hidup mewah
(118) “ ....Sedari kecil sering bepergian ke luar negeri. Zaman Revolusi tidak dia kenal, karena dia berada di Amerika....” (hlm. 61).
(119) “....Seringkali mereka dijemput atau diantar naik mobil. Barang-barang dan pakaian kelihatan mahal....” (hlm. 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Bab kedua
a. Latar Tempat
Bab kedua berisi penceritaan Mur ketika di asrama menyiapkan ulangan akhir
tahun ajaran. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
(120) “Waktu itu aku sedang tinggal di asrama untuk menyiapkan ulangan akhir tahun ajaran….” (hlm. 78).
(121) “Pada hari ketiga ulangan, siang sesudah makan, ibu asrama masuk ke kamarku dan menyuruhku segera pulang....” (hlm. 79).
Juga menceritakan tentang pesakitan bapaknya di Rumah Sakit
Elisabeth yang akhirnya meninggal dunia. Hal itu ditunjukkan pengarang
dalam kutipan berikut ini:
(122) “….Secara singkat dia mengatakan bahwa ayahku akan dioperasi. Sekarang mondok di rumah sakit....” (hlm. 79).
(123) “....Mobil tidak membawaku pulang, melainkan langsung ke Rumah Sakit Elisabeth.” (hlm. 79).
b. Latar Waktu
(124) “Pada hari ketiga ulangan, siang sesudah makan, ibu asrama masuk ke kamarku dan menyuruhku segera pulang....” (hlm. 79).
(125) “Siang itu kebetulan ibuku baru pulang mengganti bekal pakaian. Aku tinggal di kamar ayahku sampai sore....” (hlm. 80).
c. Latar Sosial
Adat Istiadat yang masih kental
(126) “....Selama pasrah itu orang Jawa memperkaya batin dengan laku dan doa, menghubungkan diri dengan Yang Maha Kuasa....” (hlm. 78-79).
(127) “....Orangtuaku tidak bersembahyang secara agama Islam. Tetapi keduanya menjalankan “laku” seperti kebanyakan orang jawa. Puasa dan tirakatnya tidak pernah terputus sejak masa pengungsian hingga waktu itu. Mengurangi tidur dan mengurangi makan sudah merupakan kebiasaan rutin yang biasa kami lihat dan kami tiru.” (hlm. 80-81).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Sifat masyarakat yang masih kolot
(128) “Daerah tempat kami tinggal adalah pemukiman campuran dari berbagai golongan memengah. Jalan kami sendiri hanya dihuni orang-orang yang disebut priyayi. Hampir semua kepala keluarga berkedudukan yang disegani. Guru, kepala kantor listrik, kepala kantor telepon, bahkan di ujung jalan ada seorang notaris dan panitera pengadilan negeri. Warung ibuku yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah pulau kepriyayian itu tentulah dianggap sebagai pencemaran.” (hlm. 84)
Bab ketiga
a. Latar Tempat Bab ketiga berisi penceritaan Mur ketika di rumah setelah menikah dengan
Widodo. Latar di rumah yang dimaksud adalah rumah dimana tempat Widodo
dan Muryati tinggal. Rumah itu terletak di sebelah barat kota. Hal itu
ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
(129) “Perdebatan dengan Mas Wid mengenai hal ini terjadi hampir setiap hari. Dia tidak senang mempunyai istri yang tidak pernah ada di rumah katanya ....” (hlm. 96).
(130) “....Sering kali permintaan makanan dari luar harus kumasak ketika suamiku ada di rumah. Mau tidak mau seluruh rumah menjadi bau....” (hlm. 113).
b. Latar Waktu
(131) “....Pada suatu pagi, aku memperhatikan bahwa dia tidak mengenakan seragam lagi....” (hlm. 98).
(132) “....Ketika pulang dari rumah sakit karena melahirkan. Ibuku datang menolong tiap hari....” (hlm. 108).
c. Latar Sosial
(133) “....Pada zaman itu pemerintahan belum mencantumkan program keluarga berencana....” (hlm. 113).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Bab keempat
a. Latar Tempat
Bab keempat berisi penceritaan Mur ketika Widodo mulai
menghilang. Berlatar dari kantor Widodo, di tahanan kemudian di Klaten. Hal
itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
Di Kantor (134) “Hari ketiga suamiku tidak pulang, pagi-pagi aku pergi ke kantor. Di
sana aku mendapat keterangan bahwa Mas Wid sudah lama tidak bekerja. Kata mereka, akhir bulan Agustus dia mengambil cuti tahunan….” (hlm. 116-117).
(135) “....Aku tidak kuasa menahan kegugupanku, menangis penuh kecemasan, di depan pegawai-pegawai kantor suamiku....” (hlm. 117).
Di Tahanan (136) “Mas Gun menambahkan, bahwa selagi suamiku berada dalam
tahanan sementara itu, meskipun kasusnya sudah masuk ke tangan yang lebih berwenang, dia masih bisa menolongku..... Surat izin menengok kuterima keesokan harinya. Dan hari berikutnya aku bertemu dengan Mas Wid setelah antre bersama pengunjung lainya ....” (hlm. 120).
(137) “Ruangan setengah terbuka yang sempit tempat kami bertemu penuh sesak. Suara percakapan dan tangis sangat gaduh, membikinku semakin tidak betah....” (hlm. 120).
Di Klaten (138) “Setelah aku mapan bekerja tiga bulan, ibuku memberi gagasan yang
kuanggap luar biasa. Pada suatu hari minggu, dia membekaliku dengan uang bis dan menyuruhku pergi ke klaten dengan membawa eko….” (125).
(139) “....Selama kunjungan dua jam itu aku mengetahui banyak hal....” (hlm. 126).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Di Kantor Polisi
(140) “….Setiap bulan aku harus lapor, seolah-olah aku ini seorang kriminal….” (hlm. 122).
Selain itu juga berlatar diatas tahun 1942-1945 yang digambarkan
secara implisit, terlihat pada kutipan zaman pendudukan Jepang. Hal itu
ditunjukkan pengarang sebagai berikut:
(141) “Cara hidup yang kotor, pakaian compang-camping serta lusuh yang tampak di zaman pendudukan Jepang, kembali tersuguh dalam kehidupan yang dikatakan modern dan merdeka…” (hal 115).
b. Latar Waktu
(142) “....Pagi, dia seperti biasa berangkat ke kantor. Sampai saat aku akan menutup pintu halaman jam sepuluh malam, dia belum pulang. Demikianlah dua hari tidak ada berita....Kutunggu sehari lagi untuk mencari kabar ke kantornya.” (hlm. 116)
(143) “....Terakhir kali aku ke pasar ialah lima hari sebelum tanggal yang disebutkan tetanggaku....” (hlm. 116).
c. Latar Sosial
Kehidupan zaman modern
(144) “ Tahun itu kehidupan bagi rakyat bertambah keras. Harga bahan pokok serta terus meningkat. Meskipun pemerintah menganut kebijaksanaan membatasi pemasukan barang mewah dari luar negeri, hasil dalam negeri juga tetap mahal harganya. Kemiskinan yang mencolok kelihatan di mana-mana. Yang menonjol ialah di pedesaan dan di kampung-kampung,” (hlm. 115).
(145) “ Cara hidup yang kotor, pakaian compang-camping serta lusuh yang tampak di zaman pendudukan Jepang, kembali tersuguh dalam kehidupan yang dikatakan modern dan merdeka....” (hlm. 115).
Adat Istiadat.
(146) “Hari itu aku bahkan mengatakan pula bahwa tiga bulan adalah batasnya. Kalau istri tidak lagi menerima nafkah lahir dan batin selama itu, proses perceraian sudah bisa dimulai...” (hlm. 130).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Bab kelima
a. Latar Tempat Sekolah (147) “Kembali ke sekolah membikinku tampak lebih muda....” (hlm. 137).
Borobudur
(148) “Kami berangkat pagi-pagi sekali supaya dapat sampai di Borobudur untuk berpiknik sarapan....” (hlm. 140).
(149) “....Lebih dari satu setengah jam kami santai semaunya, berjalan-jalan atau mengelilingi candi yang megah itu....” (hlm. 140).
Bagian Administrasi
(150) “....Beberapa hari sekali, aku menyempatkan singgah ke Bagian Administrasi dan coba-coba bertanya kalau ada berita baru....” (hlm. 142).
Kantor Polisi
(151) “...Untuk mengurus paspor, diperlukan antara lain surat berkelakuan baik. Aku ke kantor polisi....” (hlm. 155).
Klaten
(152) “....Kami tidak pulang ke Semarang, melainkan ke Klaten....” (hlm. 160).
b. Latar Waktu
(153) “...Maka pada hari-hari tertentu aku bekerja di sekolah laboratorium
dan mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak pra-remaja....” (hlm. 138)
(154) “Kami berangkat pagi-pagi sekali supaya dapat sampai di Borobudur untuk berpiknik sarapan....” (hlm. 140).
c. Latar Sosial Adat dan Budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
(155) “....Memang itu tergolong pemukiman priyayi. Meskipun yang
sesungguhnya zaman telah berubah, dan penghuni di sana tidak lagi merupakan kekuatan feodal yang bisa meruntuhkan sesuatu sistem pemerintahan. Penduduknya sudah tua, kebanyakan janda. Anak-anak mereka tersebar bekerja atau bersekolah di kota-kota lain....” (hlm. 145).
Bagian ketiga
Bab pertama.
Pada bagian ketiga diungkapkan secara umum pada bab pertama digambarkan
Mur berlatar di Belanda dan pada bab kedua digambarkan Mur berlatar di Indonesia.
Secara umum pada bab pertama Mur digambarkan berlatar di Universitas, di pasar, di
perpustakaan, di toko, di dapur, di apartemen, di kamar, di Denhaag, di telepon pojok
jalan, di kamar mandi, di Arnhem, di Paris, dan di Amersfoort dan pada bab kedua
digambarkan berlatar di sekolah pagi, di sekolah laboratorium, di rumah Ganik, di
rumah Jalan Bandungan, di rumah sakit, di meja makan, di rumah Sri di Jatiwaringin,
dan di Jawa Tengah. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
a. Latar Tempat
1. Secara Umum
Bab pertama secara umum pada bab pertama digambarkan Mur
berlatar di Belanda. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
Negara Belanda
(156) “Kesan pertama yang kutemukan ketika sampai di negeri Belanda ialah kebersihan ....“(hlm. 197).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
2. Secara Khusus
Universitas (157) “....Kuliah hanya kuikuti empat kali sepekan; ada dua yang diberikan
satu hari, pagi dan sore....” (hlm. 200).
Di Pasar
(158) “....Sejak kunjunganku pertama kalinya ke pasar, aku sudah dibentak oleh seorang penjual buah dan sayuran....” (hlm. 202).
Di Perpustakaan (159) “….Tidak selalu dua hari berturut-turut, sehingga aku tetap memiliki
kesantain meneruskan riset di perpustakaan….” (217). Di Toko (160) “….Di took aku membeli tahu dan kecambah sebagai tambahan laik
untuk makan petang itu….” (217). Di Dapur (161) “Sore itu kami sibuk di dapur….” (hlm. 219). Di Apartemen (162) “Tiba kembali di pondokanku, kami masih sempat membenahi
apartemen yang telah kutinggali selama tiga hari….” (hlm. 235). Di Kamar
(163) “….Dan siang itu ketika aku bersendirian di dalam kamar untuk beristirahat, aku pun mengucap syukur pula karena turut merasakan kenyamanan tiduran di atas kasur berbau wangi, di kamar yang disejuki alat pendingin….” (hlm. 245)
Di Denhaag (164) “Hari itu aku mengurus bermacam-macam surat penting di
Denhaag.….” (hlm. 246).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Telepon umum di pojok jalan (165) “….Karena pada waktu aku memerlukan menelpon, aku pergi ke
telepon umum di pojok jalan.….” (hlm. 248). Kamar mandi (166) “….Kira-kira setengah enam, ketika aku baru keluar dari kamar mandi,
kudengar bel pintu berbunyi….” (hlm. 249). Arnhem
(167) “Dua hari sebelum tanggal yang ditentukan, aku berangkat ke Arnhem
untuk tinggal bersama kenalan baikku sejak aku datang di negeri ini….” (hlm. 253).
Paris (168) “Ya, aku sedang dalam perjalanan ke paris, kota keindahan, kota yang
sejak masa mudaku disebut sebagai pusat mode dan kebudayaan oleh ayah-ibu kami….” (hlm. 254).
Amersfoort (169) “Dan ternyata memang aku merasa lebih tenang bepergian sendirian
menuju pondokanku di Amersfoort….” (hlm. 280). (170) “Ketenangan hatiku hampir rontok lagi ketika dua malam setibaku
kembali di Amersfoort….” (hlm. 280). b. Latar Waktu
(171) “....Kuliah hanya kuikuti empat kali sepekan; ada dua yang diberikan satu hari, pagi dan sore....” (hlm. 200).
(172) “....Sejak kunjunganku pertama kalinya ke pasar, aku sudah dibentak oleh seorang penjual buah dan sayuran....” (hlm. 202).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Bab kedua.
b. Latar Tempat
1. Secara Umum Bab kedua secara umum pada bab pertama digambarkan Mur berlatar di
Indonesia. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kutipan berikut ini:
Tanah Air
(173) “Kembali ke Tanah Air, aku memerlukan waktu untuk beradaptasi lagi....” (hlm. 295).
2. Secara Khusus
Di Sekolah Pagi
(174) “....Disekolah pagi aku tetap memegang kelas lima....” (hlm. 296). (175) “Handoko tiba, aku sudah berangkat ke sekolah pagi....” (hlm. 322).
Di Sekolah Laboratorium
(176) “....Disekolah laboratorium di mana aku mengajar bahasa Inggris, aku
memegang kelas lima dan enam....” (hlm. 296).
Di Rumah Ganik
(177) “Dua bulan berada di rumah Ganik, aku sudah menerima telepon tiga kali dari Handoko....” (hlm. 309).
Di Rumah Jalan Bandungan (178) “Di rumah Jalan Bandungan aku sudah mapan benar....” (hlm. 313). (179) “….Setelah berkangenan selama beberapa hari di rumah Sri di
Jatiwaringin, kami pulang ke Jawa Tengah untuk memulai hidup sebagai suami-istri di Jalan Bandungan.” (hlm. 354).
Di Rumah Sakit
(180) “Ketika Handoko menelepon, aku sedang mendapat giliran tidur di rumah sakit....” (hlm. 321).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
(181) “….Siangnya, kukatakan kepada Handoko bahwa aku akan ke rumah sakit lagi…” (hlm. 339).
Di Meja Makan
(182) “Selama berada di meja makan, aku kewalahan menghindari pandangan Handoko....” (hlm. 322).
Di Rumah Sri di Jatiwaringin
(183) “….Setelah berkangenan selama beberapa hari di rumah Sri di Jatiwaringin, kami pulang ke Jawa Tengah untuk memulai hidup sebagai suami-istri di Jalan Bandungan.” (hlm. 354).
Jawa Tengah
(184) “….Setelah berkangenan selama beberapa hari di rumah Sri di Jatiwaringin, kami pulang ke Jawa Tengah untuk memulai hidup sebagai suami-istri di Jalan Bandungan.” (hlm. 354).
b. Latar Waktu
(185) “....Untunglah hari-hari pertama, seperti yang kurenacanakan, aku
hanya lapor ke tempatku mengajar serta almamater yang merupakan lembaga hubungan dengan Kedutaan Belanda....” (hlm. 295).
(186) “Aku meneruskan mengajar pagi dan sore....” (hlm. 347) c. Latar Sosial
Adat dan Budaya
(187) “….Kedudukan janda dalam masyarakat hampir sama rapuhnya
dengan kedudukan sebagai istri tahanan Pulau Buru….” (hlm. 346). (188) “….Aku tidak kuat menghadapi pandangan umum yang biasanya
gegabah, menganggap semua janda adalah obyek pergunjingan. Kalau orang membicarakan janda, langsung saja si pembicara sampai pada soal biologis, masalah penyampaian nafsu atau pelampiasan kepuasan semetara. Kalau laki-laki tergoda, yang disalahkan kebanyakan kali pihak wanita….” (hlm. 346).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Bagian keempat
Pada bagian keempat diungkapkan secara umum Mur berlatar di Indonesia,
Semarang, Jalan Bandungan. Secara khusus digambarkan di sekolah lanjutan atas
swasta, di halaman depan rumah, dan di meja makan. Hal itu ditunjukkan pengarang
dalam kutipan berikut ini:
c. Latar Tempat
1. Secara umum
(189) “Ternyata aku terpaksa menjelaskan lebih dari satu kali bagaimana pendirianku, karena anakku perempuan yang kukira mengertiku selama ini, tidak bisa menerima mengapa aku menolak dia mengajak ayahnya ke rumahku. Ketika aku bertanya di mana bapaknya akan menginap selama tinggal di Semarang, dengan suara pasti dia menjawab: di rumah kita. Seolah-oleh sudah sepatutnya Widodo bermalam di Jalan Bandungan....” (hlm. 364)
2. Secara khusus Sekolah Lanjutan Atas Swasta
(190) “….Setelah melengkapi gelarku, aku menambah pengalaman mengajar di Sekolah Lanjutan Atas swasta….” (hlm. 361).
Di Halaman depan rumah
(191) “....Setelah makan, seperti biasa kami berdua berjalan-jalan di halaman depan rumah selama sepuluh atau lima belas menit...” (hlm. 362)
(192) “….Di siang hari, ketika aku memasuki halaman depan, sambil membawa kendaraan ke samping rumah, aku selintas melihat suamiku telah duduk santai di serambi….” (hlm. 400).
Di Meja Makan
(193) “....Seandainya meleset hari ini, keesokannya harus diusahakan agar kami bertemu selama paling sedikit lima belas menit di meja makan....” (hlm. 368)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
b. Latar Waktu (194) “....Dua tahun terakhir itu aku sibuk memajukan tesis, lalu ujian
akhir....” (hlm. 361). (195) “Kuatur sedemikian rupa sehingga sejak sore aku sudah berada di
rumah supaya dapat menyambut Handoko ketika pulang….” (hlm. 361).
c. Latar Sosial
Dalam bagian keempat tidak ditemukan latar sosial.
Latar peristiwa novel Jalan Bandungan sebagian besar latar terjadi di
Semarang dan di Belanda.
4.1.4 Tema
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra (Sudjiman, 1991: 50). Di lain pihak, Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyanto
(2007: 68) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang
sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan
yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Dalam novel Jalan Bandungan ditemukan adanya tema pokok dan tema
tambahan. Tema pokok (tema mayor) menggambarkan perjuangan seorang wanita
bernama Muryati sebagai tokoh utama dalam novel Jalan Bandungan. Tokoh Mur
menyimbulkan kekuatan seorang perempuan yang tidak mudah menyerah terhadap
lika-liku hidup yang dihadapainya. Kondisi keluarga yang harmonis, orang tua yang
penuh perhatian, cara didik orang tua yang terbuka serta demokratis ternyata tidak
menjamin kehidupan masa depan Mur menjadi lebih baik. Suami pilihan orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
tuanya diterimanya dengan sepenuh hati tanpa paksaan, ternyata bukanlah seorang
suami yang baik bagi Mur dan ketiga anaknya. Widodo, suami Mur ternyata terjerat
oleh idealisme sayap kiri yang membawanya ke penjara selama 14 tahun. Inilah saat
Mur untuk kembali menata kehidupannya. Ia mulai bekerja sebagai guru bahkan
menerima tawaran untuk sekolah lagi di Belanda. Perjuangan Mur ketika Widodo
masuk penjara ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(196) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).
(197) “....Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa belum kulunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh laki-laki, Widodo suami
pertama Muryati tidak bertanggung jawab. Hal itu membuat Muryati lebih kuat
menjalani hidup. Semenjak Widodo masuk penjara, Muryati mampu bertahan hidup
sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri.
Perjuangan Mur ketika akan berangkat ke belanda ditunjukkan pengarang
dalam kutipan:
(198) “....Gajiku yang sedikit aku harus hemat sebagai tabunganku keluar negeri....” (hlm. 150).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
(199) “....Hampir semua saudara tahu waktu itu bahwa aku harus negbut belajar bahasa Belanda guna kuliah tambahan di negeri itu....(hlm. 160).
Perjuangan Mur ketika di Belanda ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(200) “....Dalam kelompok mahasiswa, perpustakaan, yayasan dan sekolah-sekolah praktek kubicarakan pengalaman beserta kesimpulanku yang berupa patokan atau pegangan yang mungkin bisa dipergunakan pendidik lain. Kesemuanya itu aku bagi dalam dua pekan....dalam dua pekan itu aku berpindah-pindah tempat, menghadapi hadirin yang berbeda-beda, menututi giliran kelompok. Pemaparan kertas dan wawancara memakan waktu dua setengah jam, kadangkala sampai tiga jam. Setiap hari aku berjalan ke stasiun atau ke pemberhentian bis, ganti kereta satu atau dua kali, kemudian naik bis lagi, dan setelah turun berjalan lagi. Ulang-alik demikian, tiba di rumah di waktu sore, badan serta pikiranku sudah capek....” (hlm. 217).
(201) “Hujan semakin sering datang. Suhu udara selalu di bawah angka lima derajat Celcius. Kulitku semakin kering. Dengan warna coklat yang kumiliki, bagian kaki serta tangan selalu tampak bergurat putih-putih dan berkeriput....” (hlm. 236).
Perjuangan Mur dalam mendidik dan menjaga anak-anaknya ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
(202) “....Aku hanya meminta pengertiannya bahwa aku ingin bersama anak-anak kulengkap selama setengah jam dalam sehari. Kalau Eko bisa menuruti keinginanku tiga kali seminggu saja, aku tidak akan merasa diremehkan, karena selama bersama setengah jam sehari itu aku dapat mendengarkan apa pikiran mereka, bagaimana keadaan sekolah mereka....” (hlm. 159).
(203) “....Tetapi aku tidak ingin anak bungsuku yang belum cukup berpendidikan ataupun jiwanya masih mencari keteguhan, terpengaruh oleh jalan pikiran bekas suami dan bekas musuh pemerintah itu. (hlm. 377)
Perjuangan Mur dalam meningkatkan ilmu ditunjukkan pengarang dalam
kutipan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
(204) “....Dua tahun terakhir itu aku sibuk memajukan tesis, lalu ujian akhir...Setelah melengkapi gelarku, aku menambah pengalaman mengajar di Sekolah Lanjutan Atas Swasta.... (hlm. 361)
Tema tambahan (tema minor/ tema bagian) dalam novel ini adalah
kemanusiaan, sosial, dan politik. Dikatakan bertema kemanusiaan, seperti keikhlasan,
cinta kasih, kejujuran, kemunafikan, kesewenang-wenangan, persahabatan dan
keterpaksaan. Hal keikhlasan terlihat ketika Mur ikhlas berusaha menjadi istri yang
baik. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(205) “….Mengapa Mas Wid mencari-cari kesalahan atau kekuranganku. Mengapa Mas Wid menjadi begini? Tapi kalau memang membutuhkan jawaban, kalau dicari-cari mengapa aku lebih suka mendidik anak orang lain, sebabnya ialah karena aku dibayar! Sedangkan kalau tinggal di rumah, aku tidak mendapat gaji, malahan disesali terus. Padahal, tinggal dirumah pun, aku tidak pernah berhenti bekerja!”, “Itu kewajiban seorang istri.” (hlm. 106).
(206) “ …Kadang-kadang aku mulai meragukan apakah aku masih memiliki kepribadian. Buktinya, sering aku mendengarkan suamiku mengatakan sesuatu gagasan yang tidak sepenuhnya aku setujui, namun aku tidak menyanggahnya….” (hlm. 106).
Selain itu keikhlasan juga digambarkan ketika Mur melepas Handoko ke
Venezuela karena hasutan kakaknya, yaitu Widodo. Hal tersebut ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
(207) “….Kuarasakan ada kekerasan dan kepahitan dalam hatiku. Meskipun demikian, aku tidak merasa sedih. Kuterima kejadian dan perubahan yang ku alami sebagaimana adanya. Aku bahkan tidak lagi mengaitkan semua ini sebagai cobaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dengan sadar aku mengikuti aliran kehidupan. Aku sudah membuat pilihan. Kalau Tuhan menyodorkan lagi jenis kehidupan yang lain, mengapa tidak meraihnya dengan kepastian serta keyakinan bahwa itulah yang paling tepat untukku.” (hlm. 432).
(208) “Kali ini suamiku tidak menghilang, melainkan kuketahui dengan jelas pergi ke mana dan untuk keperluan apa. Aku melepasnya tidak dengan kesedihan, tetapi juga tidak dengan kelegaan. Setelah berbulan-bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
kami tidak pernah menyepakati sesuatu pun secara bersama, pada saat keberangkatan itu kami saling setuju, bahwa kami akan membiarkan waktu mengalir menuruti alurnya….” (hlm. 433).
Hal tentang cinta kasih terlihat ketika Mur dan Handoko saling mencintai.
Mur jatuh cinta dengan Handoko sebagai adik iparnya dan sebaliknya. Hal tersebut
ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(209) “….Sejak mengetahui bahwa dia ada di Negeri Belanda, sejak kemarin malam menunggu teleponnya, sejak melihat dia berdiri di depan pintu; bahkan kini melihatnya setengah bersandar di tempat cucian piring pun aku kebingungan karena detak jantungku yang terlalu cepat” (hlm. 250).
(210) “Selama berada di meja makan, aku kewalahan menghindari pandangan Handoko. Rasa-rasa debaran jantungku sedemikian keras sehingga setiap kali baju diarah dadaku turut bergetar….” (hlm. 322-323).
Hal tentang kemunafikan terlihat dari kenyataan sikap Widodo yang tidak seperti
pejuang terbaik ketika zaman perang dengan ayah Mur. Hal tersebut ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
(211) “….Jangan anda kira lagi bahwa kami memaksa kehendak kami, keluarganya Mur, pada anda. Anda seharusnya memperkenalkan calon istri anda kepada orangtua yang bersangkutan. Ini contoh kelembekan anda yang tidak saya mengerti. Dulu ketika kita berjuang bersama-sama, kok anda lebih giat, lebih aktif?” ….” (hlm.76).
(212) “….Dalam pembicaraan yang serba kaku dan tegang itu dia mengatakan telah memberitahu orangtuanya mengenai nasibnya. Dia menganjurkan, kalau aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan, lebih baik ke Klaten. Turut hidup bersama mertuaku. Untuk kesekian kalinya aku tidak tahan mengekang ketajaman mulutku. “Apa Mas Wid kira aku punya muka untuk berbuat semacam itu? Sejak kita kawin, tidak satu kali pun kita mengunjungi mereka. Kalau aku mengusulkan, Mas Wid selalu bilang ‘nanti saja, nanti saja’ sampai anak kita tiga! Sekarang, kita dalam kesusahan, tiba-tiba Mas Wid ingat kepada mereka! Alangkah nistanya!....” (hlm.122)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Hal tentang kemunafikan terlihat pula pada tokoh Handoko. Hal tersebut
ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(213) “…Tawaran pekerjaan kepada Hndoko di luar negeri bertambah lagi. Bekas rekannya di Finlandia dua kali menelpon. Kemudian suratnya datang, berisi keterangan yang lebih lengkap. Meskipun suamiku tampak tidak bersemangat, tetapi aku tahu bahwa dia membaca informasi teman tersebut berkali-kali….” (hlm. 395).
Hal tentang kesewenang-wenangan juga terlihat pada sifat kesewenang-
wenangan Widodo. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(214) “....Maka dengan kebiasaan baru yang berupa kedatangan Widodo pagi, siang, dan petang tanpa mengikuti tatacara bertamu yang sopan, pembantu-pembantu kami bertambah pekerjaan.” (hlm. 371).
(215) “Seperti yang telah kukatirkan, lima bulan setelah kedatangan Widodo, anakku tidak naik kelas. Kalau ini dianggap sebagai akibat, ya itulah akibat yang ditanggung Seto....” (hlm. 372).
Hal tentang persahabatan terlihat dalam hubungan antara Mur dengan sahabat-
sahabatnya yaitu Siswi, Ganik, Murniyah dan Sri. Hal tersebut ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
(216) “Aku mendengarkan temanku dengan penuh keharuan. Kami menangis bersama-sama. Kalau anak seperti Mur, yang tidak pernah berkesempatan mengenal bapaknya kini tumbuh memiliki tekad sekuat baja untuk merenggut cita-citanya, apakah aku yang selama hampir tujuh belas tahun dicinta, bahkan dimanja ayahnya berhak menjadi orang tanpa kegigihan karena tiba-tiba menjadi anak yatim? Akhirnya, didukung oleh persahabatku dengan Murniyah, semangatnya adalah semangatku....” (hlm. 94)
(217) “Meskipun dengan susah payah, berangsur-angsur kesedihan dapat kuatasi. Selama berbulan-bulan teman-teman merengkuhku. Aku diundang tidur di rumah mereka, atau mereka datang bermakam di rumah kami....” (hlm. 95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tema sosial terlihat pada penceritaan betapa besar perhatian di negeri Belanda
terhadap warganya yang cacat sejak lahir dan yang cacat karena kecelakaan atau
kelanjutan dari penyakit. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(218) “....Pemerintah Belanda terkenal berperhatian besar terhadap warganya yang cacat sejak lahir maupun yang cacat karena kecelakaan atau kelanjutan dari penyakit. Anak-anak yang ketahuan mempunyai kelainan segera mendapat penanganan semestinya. Di jalan dan tempat-tempat umum kelihatan nyata, bahwa orang cacat mempunyai hak sebagaimana warga negara lain yang tumbuh dengan kelengkapan anggota badan mereka....” (hlm. 200-201).
Tema politik karena di dalam novel menceritakan keadaan perekonomian,
pendidikan, dan masyarakatnya pascaperang. Hal tersebut ditunjukkan pengarang
dalam kutipan:
(219) “....Waktu itu tidak ada peraturan ketat mengenai batasan umur. Kalau anak sudah bisa membacadan menulis, pasti diterima di kelas yang pantas. Umur dan tinggi anak tidak dipersoalkan. Kekacauan perang menjungkir balikkan runtutan pendidikan formal di sebagian besar kota di Tanah Air....” (hlm. 43).
(220) “Tahun itu kehidupan bagi rakyat bertambah keras. Harga bahan pokok terus meningkat. Meskipun pemerintahan mangenaut kebijaksanaan membatasi pemasukan barang mewah dari luar negeri, hasil dalam negeri juga tetap mahal harganya. Kemiskinan yang mencolok kelihatan di mana-mana. Yang menonjol ialah di pedesaan dan di kampung-kampung” (hlm. 115).
Selain itu, dalam novel diceritakan politik di negeri Belanda. Hal tersebut
ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(221) “....Lepasnya dari politik yang dulu sangat menindas dan membodohkan rakyat Indonesia, orang Belanda adalah bangsa yang gigih dan pekerja keras” (hlm. 198).
(222) “....Negeri Belanda menganut politik tangan terbuka. Selalu siap menampung penduduk bekas-bekas jajahannya....” (hlm. 203).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Berdasarkan tingkatan-tingkatan pengalaman jiwa manusia, tema novel ini
termasuk dalam tema tingkat sosial dan tema tingkat egoik. Novel Jalan Bandungan
termasuk dalam tema tingkat sosial karena mengandung banyak permasalahan,
konflik, dan masalah-masalah sosial, antara lain masalah ekonomi, politik,
pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, persahabatan,
hubungan atasan-bawahan. Novel itu juga termasuk dalam tema tingkat egoik karena
mengandung masalah individualitas antara lain sifat kecemburuan, sifat kesewenang-
wenangan, keegoisan, kemunafikan dan keikhlasan.
Hal tentang hubungan atasan-bawahan terlihat dalam hubungan antara ayah
Mur dan pengawalnya serta anak buahnya, dan Mur, dan pembantunya. Hal tersebut
ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(223) “ Lha ini Muryati! Sini menyalami tamu-tamu kita, “ Bapak gembira melihat aku datang mendekat. “ Iangat kamu siapa mereka? Ini Mas-mas yang mengawal kalian dulu di Gunung Selamet.” (hlm. 45).
(224) “....Bapak selalu berusaha agar keluarganya benar-benar santai. Dia meminjam kendaraan tambahan dari kantornya yang dikendarai oleh seseorang anak buahnya terdekat, namanya Gunardi....´(hlm. 59).
Hal tentang propaganda terlihat dalam keterlibatan Widodo dengan partai
Komunis. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(225) “....Suatu sore, Ibu datang diantar Mas Gun untuk mengatakan bahwa Mas Wid di tahan di sebuah tempat. Ada bukti-bukti bahwa suamiku anggota Partai Komunis.... Terlibat dalam sebuah intrik politik, apalagi dia komunis! ” (hlm. 119).
Hal tentang perjuangan terlihat dalam Komunis. Hal itu ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
(226) “....Anak-anak diberitahu bahwa selama beberapa hari kami harus lebih prihatin.” (hlm. 27).
(227) “....Makan seadanya dan bertahan jangan terlalu mengeluh supaya orang-orang dewasa bisa meneruskan pengawalan dan perjuangan dengan hati yang kuat. Dengan menerima keadaan yang sederhana, kami diberitahu bahwa itu juga sudah berarti turut berjuang. Nasi tidak akan selalu ada menurut kata orang-orang dewasa menunggui kami. Tetapi makanan lain seperti kacang hijau, kedelai, kentang, singkong dan ubi jalar masih tersimpan berkarung-karung. Itu cukup buat makan selama bertahan di tengah-tengah hutan.” (hlm. 28).
(228) “Saya tahu di Guci banyak anak lelaki. Kain-kain jendela dan pintu di rumah-rumah itu masih bagus. Saya suruh kawan-kawan menurunkannya. Itu baik untuk dibikin celana. Kasihan anak-anak lelaki kalau iri, karena yang kami temukan di gudang hanya sisa pembagian kain-kain berkembang buat wanita. Itu tentu simpanan sejak zaman pendudukan Jepang, Bu....” (hlm. 38).
Hal tentang keegoisan terlihat dalam sifat Widodo yang melakukan segalan
cara demi tercapai tujuannya. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(229) “.... Orang seperti Widodo tidak mungkin berbuat sesuatu tanpa mempunyai rencana tertentu. Ya mengacau itu maunya! Seto tidak naik kelas! Itulah hasilnya. Karena dengan kenyataan ini, Dik Mur menjadi gelisah. Ini suatu bentuk peneroran.” (hlm. 382).
(230) “Kuperhatikan wajah Widodo setengah menunduk melihat ke arah makanan di piringnya. Aku tidak melihat bayangan rasa terkejut. Kuteruskan, “Sudah saatnya aku beritahukan bahwa kedatangan anda yang tidak mengenal waktu, pagi-siang-sore-petang ini mengganggu Handoko dan aku. Anda juga merebut waktu Seto, mondar-mandir ke tempat anda sehingga pelajarannya terganggu. Buktinya dia tidak naik kelas tahun ini!.” (hlm. 386).
Hal tentang kecemburuan terlihat dalam sifat Handoko yang dijadikan alat
untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Mur. Hal tersebut ditunjukkan
pengarang dalam kutipan:
(231) “....Tadi Siswi berpesan supaya aku mengingatkanmu. Handoko selalu cemburu ....” (hlm. 11)
(232) “....Sekarang dia sedang berhasil mengacau kerukunan kita berdua. Sifat cemburuanmu dijadikan alat....” (hlm. 417).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Dari analisis tema di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui tema ini siswa
dapat mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang ada dalam novel ini dan dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini cocok untuk
pembelajaran SMA. Agar lebih mudah mempelajari materi ini, antisipasinya siswa
diperkenalkan lebih dahulu dengan hal-hal yang berhubungan dengan tema, serta
memberi contoh dari karya sastra yang lain.
4.1.5 Amanat
Menurut Sudjiman (1991: 57), dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat
diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang;
itulah yang disebut amanat. Dalam novel Jalan Bandungan amanat yang dapat
dipetik yaitu sebagai seseorang (dalam novel adalah wanita/ Muryati) harus kuat,
tegar dan tangguh dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Hal tersebut terlihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(233) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).
(234) “Ku tambahkan dengan suara lebih tenang, “Anda tidak bisa membayangkan bahwa yang sesungguhnya bukanlah hanya makanan yang menjadi satu-satunya masalah bagi saya, bagi istri-istri seperti saya. Siksaan berat kami juga berupa tekanan batin yang sangat menyakitkan. Anak-anak dan saudara-saudara saya, bahkan Ibu pun terlibat pula. Menjadi lingkungan terdekat tahanan Pulau Buru selalu dijauhi orang. Seolah-olah kami mengidap penyakit menular. Harus dihindari. Kalau tidak karena pertolongan orang-orang tertentu, mana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
mungkin saya berhasil mendapatkan kesempatan seperti yang saya punya sekarang!....” (hlm.267).
Amanat yang bisa dipetik lainya adalah sifat pantang menyerah dan
tidak gegabah (penuh pertimbangan dalam memutuskan sesuatu hal) yang
tecermin dalam usahanya untuk memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi
ke Belanda. Hal tersebut terlihat dalam kutipan:
(235) “Lama aku menunggu panggilan atau pemberitahuan dari Institut mengenai undangan itu. Tak satu surat pun kuterima. Dan tak seorang pun membicarakannya. Beberapa hari sekali, aku menyempatkan singgah ke Bagian Administrasi dan coba-coba bertanya kalau-kalau ada berita baru. Mereka hanya bilang “biasa-biasa saja”. Bahkan dua kali aku bertemu sendiri dengan dekanku dulu, tapi dia hanya berkabar berbasa-basi...Ada dua jalan yang bisa kutempuh kata ayah Ganik. Aku nekat, berangkat mengikuti tes. Kalau lulus, dapat keluar negeri atas dasar undangan secara perorangan. Jalan satunya ialah terang-terangan aku bertanya kepada Rektor atau kepala bagianku dulu. Baik yang pertama maupun yang kedua tidak kusukai. Kalau nekat jalan sendiri, kelak jika pulang lagi, aku tidak yakin akan masih diterima bekerja di sekolah percobaan itu. Resikonya besar, karena aku akan kehilangan pekerjaan. Padahal pada waktu ini kedudukanku masih sangat rapuh.” (hlm. 142-143).
(236) “....Aku tidak merasa bersalah, jadi tidak perlu memperdulikan mereka yang iri hati ataupun tidak tahu-menahu duduk perkaranya. Tapi jika rasa ini atau tidak tahu-menahu duduk perkaranya itu menyebabkan aku kehilangan kesempatan ke luar negeri kali itu, alangkah rugiku... Kusampaikan praduga dan kecemasanku kepada ayahnya Ganik dan kepada Winar. Dokter Liantoro memutuskan akan menemui Rektor sendiri...Entah apa yang Dia katakan kepada pimpinan Institut, aku segera menerima panggilan....” (hlm. 149)
Sifat gigih dan pekerja keras tercermin dalam usahanya untuk
memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi ke Belanda. Hal tersebut terlihat
dalam kutipan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
(237) “....Kesemuanya itu aku bagi dalam jangka waktu dua pekan. Tidak selalu dua hari berturut-turut sehingga aku tetap memiliki kesantaian meneruskan riset di perpustakaan. Dalam dua pekan itu aku berpindah-pindah tempat, menghadapi hadirin yang berbeda-beda, menuruti giliran kelompok. Pemaparan kertas dan wawancara memakan waktu dua setengah jam, kadangkala sampai tiga jam. Setiap hari aku berjalan ke stasiun atau perhentian bis, ganti kereta satu atau dua kali. Kemudian naik bis lagi, dan setelah turun berjalan lagi. Ulang-alik demikian, tida di rumah di waktu sore, badan serta pikiranku sudah capek. Malamnya aku lebih mudah tertidur.....” (hlm. 217)
4.2 Keterkaitan Antarunsur Instrinsik Pembentuk Novel Jalan Bandungan
Karya Nh. Dini
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,
unsure-unsur yang secara factual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta
membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat
sebuah novel berwujud atau sebaliknya jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-
unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang
dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa, atau gaya bahasa
(Nurgiyantoro, 2007: 23).
4.2.1 Tokoh dan Alur
Tokoh dan alur merupakan dua fakta yang saling mempengaruhi dan
menguntungkan satu dengan yang lain. Tokoh merupakan pelaku kejadian yang ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
dalam cerita. Kejadian demi kejadian berkembang seiring dengan perjalanan
kehidupan tokoh baik dalam cara berpikir, maupun bertindak.
Tokoh sentral dalam novel Jalan Bandungan adalah Muryati dan Widodo.
Tokoh tamhannya adalah Handoko, Mas Gun, Siswi, Murniyah, Sri dan Ganik. Hal
ini terlihat dari kemunculannya yang dominan. Sifat Mur yang penurut, patuh pada
orang tua, cerdas, berprestasi, kuat, tegar dan tangguh dalam menghadapi lika-liku
kehidupan dan intensitas kemunculan Mur juga menjadikannya sebagai tokoh
protagonis. Sifat yang ia miliki sangat berguna dalam menjalani kehidupannya
dengan Widodo dan Handoko. Tokoh antagonisnya adalah Widodo. Dari awal
berpacaran, menikah, sampai terpenjara karena tertangkap bersekongkol dengan
komunis dan akhirnya bercerai dan ketika Mur menikah lagi dengan adik iparnya
yaitu Handoko, bayang-bayang Widodo tetap melekat. Bahkan penyebab utama
perpisahan Handoko dengan Mur dikarenakan oleh hasutan Widodo
Lakuan para tokoh dalam novel Jalan Bandungan sangat berperan
penting dalam menentukan alur cerita. Seperti pada kutipan:
(238) “....Tidak terpikir sama sekali aku akan berpacaran dengan Mas Wid. Meskipun sudah berbulan-bulan dia sering bermalam di rumah kami, tetapi aku tidak mempunyai rasa tertarik yang lain, yang menggetarkan, seperti yang sering kami bicarakan secara intim di antara kawan sekolahku.
“Kita sudah lama kenal dia,” sekali lagi bapak berkata. Lalu meneruskan,” Berkali-kali dia mengawal rongmongan kita”
Aku hanya teringat peristiwa pengungsian di dalam hanggar di malam kebakaran gudang mesiu Kaligua....” (hlm. 49-50)
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada keterkaitan antara tokoh dan
alur. Perkembangan alur ditentukan oleh konflik yang terus berkembang melibatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
tokoh. Tokoh sebagai pelaku sekaligus penderita. Pertemuan dan kedekatan Mur
kembali dengan Widodo meruapakan awal berlanjutnya hubungan mereka yang
nantinya berujung pada pernikahan, konflik ini yang mempengaruhi perkembangan
alur.
Dalam pengaluran novel Jalan Bandungan terdapat alur sorot balik. Alur
sorot balik sangat membantu pengungkapan tokoh Mur sebagai tokoh protagonist
yaitu dalam keterlibatan Mur dalam setiap tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Hal
ini terdapat dalam kutipan berikut:
(239) “Jaga adikmu baik-baik. Aku akan membantu di gubuk palang merah,” katanya. Dan kepada adikku yang besar Ibu berpesan, “Tidak boleh bermain-main terlalu jauh dari gudang!” (hlm. 27).
(240) “Bapak menahanku, “Duduk sebentar menemui mas-mas ini.” “Aku bikinkan teh dulu,” sahutku dan langsung pergi. (hm. 45). “Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.” (hlm. 46).
Dari kutipan di atas tokoh Aku merupakan tokoh Muryati yang setiap
tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Lika-liku kehidupannya dijelaskan secara
runtut. Novel Jalan Bandungan digambarkan sebagi anak tertua. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(241) “Aku sebagi anak tertua tidak pernah mempunyai waktu senggang. Sebegitu menyelesaikan tugas yang diberikan ibuku, ayahku memanggil untuk mengerjakan sesuatu yang lain.” (hlm. 21)
(242) “....Aku semakin dijadikan teladan. Kasihan adik-adikku. Mereka harus mengikutiku. Sekurang-kurangnya adikku yang besar. Sulung dan satu-satunya anak perempuan, aku merasa mempunyai tugas cukup berat karena harus merintis semua yang serba paling baik bagi adik-adikku.” (hlm. 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Selain itu juga digambarkan bahwa Muryati bercita-cita ingin menjadi guru.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(243) “Sejak kecil, orang tuaku sudah mengetahui bahwa menjadi guru adalah cita-citaku.....” (hlm. 43).
(244) “Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.
“Calon guru,” sambung temannya entah siapa namanya. “Itu kemauannya sejak dulu masih kecil sekali,” Ibu memberi penjelasan.....”Barangkali Dik Mur suka kepada anak-anak, karena itu ingin menjadi guru,”Mas Wid berkata lagi. “Saya ingin menjadi guru karena saya senang mengajar. Saya suka sekali memberitahukan apa yang saya ketahui kepada orang lain.” (hlm. 46). Dalam novel Jalan Bandungan juga digambarkan bahwa Muryati adalah anak
yang penurut dan patuh pada orang tua. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
(245) “Tanpa ragu-ragu, aku berkata, “Baiklah Aku serahkan keputusan menerima atau tidak lamaran ini kepada Bapak dan Ibu. Kalau menurut Bapak dan Ibu, Mas Wid cocok menjadi suamiku, aku patuh....” (hlm.52).
(246) “Apakah selama ini Bapak dan Ibu mendidikmu demikian? Membuntuti orang lain tanpa mempunyai pendapatmu sendiri?” ayahku ganti bertanya. “Tidak,” sahutku. Dan memang orangtua kami mendidik aku dan adik-adikku agar mandiri,mampu mempertahankan pendapat masing-masing meskipun menerima pikiran dan gagasan orang lain. Namun selama ini kami masih muda dan hidup di bawah naungan orangtua, kami harus taat dan patuh pada peraturan orang tua.” (hlm. 65).
Dijelaskan juga bahwa Mur adalah anak yang cerdas dan berprestasi. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(247) “....Kamu anak cerdas. Boleh dikatakan ijazah sudah di depanmu. Kamu tinggal mengulurkan tangan dan melangkah setapak. Ibu harus menjaga supaya kamu tidak menyalahkan dirimu maupun Ibu kelak.” (hlm. 90).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
(248) “....Hari itu aku juga mendapatkan kepuasan: seorang dari profesorku mengatakan bahwa kertasku excellent.... Masa belajarku di negeri itu telah usai. Aku akan membawa kertas buktinya yang bercatatan bagus sekali untuk institut almamaterku....” (hlm. 286).
4.2.2 Tokoh dan Latar
Tokoh dan latar mempunyai hubungan erat dan bersifat timbal balik. Sifat-
sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh (Nurgiyantoro,
2007: 225).
Pelukisan latar tempat, latar waktu, dan latar sosial ternyata dapat mendukung
pelukisan sifat tokoh protagonis antara lain Muryati. Pengarang melukiskan latar
tempat di kota Semarang. Setlah perang usai dan kondisi mulai membaik Mur dan
keluarganya memutuskan kembali ke rumahnya di kota Semarang. Hal itu terlihat
dalam kutipan sebagai berikut:
(249) “Keesokannya kami berangkat ke kota Semarang. Petang kami sudah sampai, pulang ke rumah sendiri....” (hlm. 42).
Latar waktu digunakan pengarang untuk menunjukkan kehidupan manusia
yang nyata. Mereka menjalankan aktivitas kehidupan mereka dalam layaknya
kehidupan nyata, seperti dalam kutipan sebagai berikut:
(250) “....Matahari jam sepuluh pagi sudah membikin halaman sekolah silau menguning....” (hlm. 4).
(251) “Keesokannya kami berangkat ke kota Semarang. Petang kami sudah sampai, pulang ke rumah sendiri....” (hlm. 42).
Latar sosial yang digambarkan pengarang menggunakan masyarakat paska
perang revolusi dengan keadaan pendidikan yang belum kondusif, di kota Semarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
tempat Muryati tinggal juga merupakan daerah pemukiman priyayi yang disebut
orang-orang terpandang. Seperti dalam kutipan sebagai berikut:
(252) “....Tanpa menunggu selamatan seratus hari meninggalnya Bapak, Ibu sudah mendatangkan tukang. Dia menyuruh orang membikin warung di samping rumah. Sampai sekarang aku ingat betapa itu merupakan peristiwa besardi jalan tempat kami tinggal. Daerah itu tergolong pemukiman para priyayi yang disebut orang-orang terpandang.” (hlm. 9).
Latar sosial digunakan pengarang untuk menunjukkan keterangan dan adat
budaya di kota Semarang yang mempengaruhi tokoh. Seperti dalam kutipan sebagai
berikut:
(253) “....Tanpa menunggu selamatan seratus hari meninggalnya Bapak, Ibu sudah mendatangkan tukang. Dia menyuruh orang membikin warung di samping rumah. Sampai sekarang aku ingat betapa itu merupakan peristiwa besar di jalan tempat kami tinggal. Daerah itu tergolong pemukiman para priyayi yang disebut orang-orang terpandang.” (hlm. 9).
(254) “Tidak baik dilihat tetangga, Mur. Serambi kita terbuka. Apa yang terjadi di situ jelas terlihat dari jalan. Anak muda duduk berdampingan di tempat yang gelap hingga larut malam akan mengundang omongan usil!” (hlm. 91).
Dari penjelasan hubungan antarunsur tokoh dan latar di atas dapat
disimpulkan bahwa beberapa sifat yang dimiliki Muryati menjadi jelas.
Penggambaran latar dapat membantu memperjelas sifat tokoh utama atau protagonis
yaitu Muryati. Latar akan mempengaruhi sikap tokoh. Kebudayaan akan terlibat di
dalam cerita satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
4.2.3 Tokoh dan Tema
Tema merupakan dasar cerita, gagasan sentral, atau makna cerita. Dengan
demikian, dalam sebuah fiksi, tema bersifat mengikat dan menyatukan keseluruhan
unsure fiksi tersebut. Sebagai unsure utama fiksi, penokohan erat hubungannya
dengan tema. Tokoh-tokoh cerita itulah, terutama, yang sebagai pelaku-penyampai
tema. Secara terselubung ataupun terang-terangan. Adanya perbedaan tema akan
menyebabkan perbedaan pemerlakuan tokoh cerita yang “ditugasi”
menyampaikannya (Nurgiyantoro, 2007: 173) Hal tersebut ditunjukkan pengarang
dalam kutipan:
Perjuangan Mur ketika Widodo masuk penjara ditunjukkan pengarang dalam
kutipan:
(255) “....Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa belum kulunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
(256) “....Setelah keluarga Mas Wid memperhatikan kami, keyakinan terhadap diriku sendiri menambah kekebalanku untuk menanggulangi sindiran, cemooh, hinaan. Baik yang diucapkan secara terang-terangan di depan ku maupun yang kudengar diucapkan terang-terangan di balik punggungku. Keyakinan itu mengantarkan aku untuk mendaftarkan diri kembali belajar sambil meneruskan bekerja. Institut Pendidikan di kota kami menawarkan kesempatan bagi guru-guru Sekolah Dasar yang ingin menambah pengetahuan. Aku masuk untuk belajar bahasa Inggris. Konon jika rencana berjalan lancar, akan dibuka kelas-kelas percobaan di Sekolah Dasar yang ditunjuk sebagai laboratorium. Murid-murid disitu akan diajar bahasa Inggris. Aku mendaftarkan nama sebagai calon guru pengajar bahasa asing itu.” (hlm. 134).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kutipan di atas merupakan keterkaitan tokoh dengan alur yang merupakan
tema utama dalam analisis novel Jalan Bandungan yaitu bertemakan perjuangan
seorang wanita. Dapat dilihat juga bahwa tokoh laki-laki, Widodo suami pertama
Muryati tidak bertanggung jawab. Hal itu membuat Muryati lebih kuat menjalani
hidup. Semenjak Widodo masuk penjara, Muryati mampu bertahan hidup sebagai
satu keluarga yang berdiri sendiri.
4.2.4 Latar dan Tema
Latar merupakan tempat, waktu dan keadaan sosial yang menjadi wadah
tempat tokoh melakukan dan dikenai kejadian. Latar yang mempengaruhi sikap tokoh
akan mempengaruhi juga dalam pemilihan tema. Latar tempat yang berada di kota
Semarang dan latar sosial masyarakatnya yang masih belum kondusif paska perang
revolusi dan kental akan adat budaya Jawa. Latar itu memberikan gambaran
perwatakannya dan adat budayanya mendukung penyampaian tema seperti yang
dimaksud pengarang.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa latar tempat dan latar sosial
dapat mendukung tema yang dimaksudkan yaitu tema politik karena di dalam novel
menceritakan keadaan perekonomian, pendidikan dan masyarakatnya pascaperang.
Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(257) “....Waktu itu tidak ada peraturan ketat mengenai batasan umur. Kalau anak sudah bisa membacadan menulis, pasti diterima di kelas yang pantas. Umur dan tinggi anak tidak dipersoalkan. Kekacauan perang menjungkir balikkan runtutan pendidikan formal di sebagian besar kota di Tanah Air....” (hlm. 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
(258) “ ....Sementara menunggu sistem pendidikan RI yang lebih sempurna, aku akan dapat mencari pengalaman dulu selama mengajar....” (hlm. 43).
4.2.5 Alur dan Tema
Alur merupakan penyajian secara linear tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan tokoh, maka pemahaman kita terhadap cerita amat ditentukan
oleh alur. Oleh karena itu, penafsiran terhadap tema pun akan banyak memerlukan
informasi dari alur.
Dalam novel Jalan Bandungan alur cerita diawali dengan pemaparan berupa
gambaran perkenalan tempat atau lokasi cerita. Dalam novel ini digambarkan pada
masa revolusi perang. Dilanjutkan dengan pengenalan tokohnya yaitu Mur. Tahap
alur yang kedua yaitu rangsangan. Tahap rangsangan dalam novel ini terjadi ketika
Widodo bertamu bersama Mas Sardi dan Mas Yoga. Rangsangan dilanjutkan ketika
Widodo mulai sering menginap di rumah Muryati walaupun tanpa kehadirang Bapak
dan Ibu Muryati dan dilanjutkan ketika Widodo melamar Muryati, Ibu dan bapak
Mur pun mendukung lamaran tersebut. Kemudian yang tahapan alur ketiga
dilanjutkan dengan gawatan. Gawatan novel ini diawali dengan keributan yang terjadi
Widodo dipaksa menonton film padahal dia tidak menyukai menonton film. Tahapan
alur keempat adalah tikaian. Tikaian dalam novel ini berawal ketika Widodo yang
mengirim surat sebagai imbas merasa dipaksa menonton film. Widodo menekankan
siapa yang berkuasa dalam sebuah rumah tangga. Suami atau istri ? dilanjutkan ketika
Mur yang merasa didekte, dan tidak sepaham dengan Widodo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Tahapan alur kelima adalah rumitan. Dalam novel ini rumitan diawali dengan
keributan antara Mur dengan Widodo setelah menikah karena Mur dianggap tidak
patuh pada suami dan rumitan berikutnya ketika keributan antara Mur dengan
Widodo setelah menikah karena Widodo tidak bertanggung jawab. Selanjutnya,
rumitan dalam novel Jalan Bandungan ketika keributan antara Mur dengan Widodo
setelah menikah karena keangkuhan, sikap tertutup dan menyendiri Widodo yang
ternyata menghantarkan dirinya terlibat partai komunis.
Tahapan alur yang keenam adalah klimaks. Klimaks dalam novel Jalan
Bandungan berawal ketika Widodo ditahan karena terbukti anggota Partai Komunis
dan berlanjut dengan penderitaan Muryati sebagai akibat Widodo terbukti sebagai
anggota Partai Komunis. Kemudian dilanjutkan dengan tahap leraian. Leraian dalam
novel ini ditandai dengan terpilihnya Mur sebagai penerima beasiswa melanjutkan
kuliah di negeri Belanda. Kepergian Muryati ke Belanda memeprtemukannya dengan
Handoko adik iparnya yang merupakan awal hidup baru Muryati. Kemudian akhirnya
mereka menikah.
Selesaian novel Jalan Bandungan ini ditandai ketika Handoko dihasut oleh
kakaknya, Widodo suami pertama Muryati. Hasutan Widodo memberikan ujung
akhir dari kisah hidup Mur yang kedua bersama adiknya yaitu Handoko. Mur dan
Handoko akhirnya berpisah namun mereka tidak bercerai.
Dari pemaparan alur pada bahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa tema juga
berperan penting dalam menentukan jalan cerita. Novel Jalan Bandungan memiliki
tema utama tentang penggambaran perjuangan seorang wanita dan beberapa tema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
tambahan, yaitu kemanusiaan, sosial, politik, kemanusiaan, keikhlasan, cinta kasih,
kejujran, kemunafikan, kesewenang-wenangan, keterpaksaan, propaganda, hubungan
atasan-bawahan, perjuangan, keegoisan dan kecemburuan.
Alur sangat berkaitan dengan tema, karena melalui pemaparan alur dari
paparan hingga selesaian dapat diketahui tema novel tersebut. Ditampilkan secara
runtut dari kejadian paparan hingga selesaian. Hal itu terlihat pada kutipan:
(259) “….Kuarasakan ada kekerasan dan kepahitan dalam hatiku. Meskipun demikian, aku tidak merasa sedih. Kuterima kejadian dan perubahan yang ku alami sebagaimana adanya. Aku bahkan tidak lagi mengaitkan semua ini sebagai cobaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dengan sadar aku mengikuti aliran kehidupan. Aku sudah membuat pilihan. Kalau Tuhan menyodorkan lagi jenis kehidupan yang lain, mengapa tidak meraihnya dengan kepastian serta keyakinan bahwa itulah yang paling tepat untukku.” (hlm. 432).
Kutipan di atas merupakan tema keikhlasan dan juga merupakan seleseaian alur
cerita novel Jalan Bandungan. Digambarkan ketika Mur melepas Handoko ke
Venezuela karena hasutan kakaknya, yaitu Widodo.
Selain itu tahapan alur dalam sorot balik memiliki keterkaitan dengan tema.
Karena dalam alur sorot balik diungkapkan kejadia masa lalu melalui lamunan
Muryati yang menyelusuri kembali jalan hidupnya sewaktu masa kecil atau masa
perang revolusi. Dalam aluran sorot balik yang berupa lamunan merupakan
pengungkapan nilai-nilai luhur yang terkain dengan tema utama novel Jalan
Bandungan yaitu menggambarkan perjuangan seorang wanita bernama Muryati
sebagai tokoh utama dalam novel Jalan Bandungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Tokoh Mur menyimbulkan kekuatan seorang perempuan yang tidak mudah
menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapainya. Kondisi keluarga yang
harmonis, orang tua yang penuh perhatian, cara didik orang tua yang terbuka serta
demokratis ternyata tidak menjamin kehidupan masa depan Mur menjadi lebih baik.
Suami pilihan orang tuanya diterimanya dengan sepenuh hati tanpa paksaan, ternyata
bukanlah seorang suami yang baik bagi Mur dan ketiga anaknya. Widodo, suami
Mur ternyata terjerat oleh idealisme sayap kiri yang membawanya ke penjara selama
14 tahun. Inilah saat Mur untuk kembali menata kehidupannya. Ia mulai bekerja
sebagai guru bahkan menerima tawaran untuk sekolah lagi di Belanda. Perjuangan
Mur ketika Widodo masuk penjara ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(260) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).
(261) “....Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa belum kulunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh laki-laki, Widodo suami
pertama Muryati tidak bertanggung jawab. Hal itu membuat Muryati lebih kuat
menjalani hidup. Semenjak Widodo masuk penjara, Muryati mampu bertahan hidup
sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
4.2.6 Tokoh, Alur, Latar, dan Tema
Tema bergantung pada berbagai unsur lain, yaitu tokoh, alur, latar, dan tema.
Tokoh, alur, dan latar. Tokoh, alur, dan latar merupakan sarana untuk menyampaikan
tema. Keseluruhan cerita dalam novel Jalan Bandungan merupakan sarana
penyampaian tema yang dilakukan pengarang kepada pembacanya.
Dalam novel Jalan Bandungan, melalui Tokoh Mur menyimbulkan kekuatan
seorang perempuan yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang
dihadapainya. Kondisi keluarga yang harmonis, orang tua yang penuh perhatian, cara
didik orang tua yang terbuka serta demokratis ternyata tidak menjamin kehidupan
masa depan Mur menjadi lebih baik. Suami pilihan orang tuanya diterimanya dengan
sepenuh hati tanpa paksaan, ternyata bukanlah seorang suami yang baik bagi Mur
dan ketiga anaknya. Widodo, suami Mur ternyata terjerat oleh idealisme sayap kiri
yang membawanya ke penjara selama 14 tahun. Inilah saat Mur untuk kembali
menata kehidupannya. Ia mulai bekerja sebagai guru bahkan menerima tawaran untuk
sekolah lagi di Belanda. Ketika bersekolah di Belanda ia bertemu dengan adik
iparnya yang jauh dari sifat kakaknya. Mereka kemudian menikah. Namun akhirnya
mereka berpisah tanpa perceraian karena hasutan Widodo, kakanya sendiri.
Berdasarkan analisis unsur-unsur instrinsik dapat disimpulkan adanya
hubungan antarunsur instrinsik seperti unsur tokoh, alur, latar, dan tema dalam novel
Jalan Bandungan. Kisah Jalan Bandungan dan struktur penceritaan timbul karena
masalah dan karakter tokohnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
BAB V
IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS STRUKTURAL
NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI
DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan
memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan dan silabus.
Dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru dapat
memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi kesastraan peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan apresiasi sastra dan sumber belajar. Guru juga
lebih mandiri dan diberikan kebebasan untuk menentukan bahan dan metode
pengajaran sastra tetapi tetap mengacu pada kurikulum dan tentu saja sesuai dengan
lingkungan sekolah dan pada tingkat kemampuan siswa. Guru dapat memilih novel
dapat memilih novel atau cerpen atau bentuk karya sastra yang lain sebagai
alternative bahan pembelajaran.
Dalam konteks pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, pengajaran
dikembalikan pada kedudukan yang sebenarnya yaitu melatih siswa membaca,
menulis, berbicara, mendengar, dan mengapresiasi sastra. Tujuan pengajaran sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
pada intinya meliputi tujuan untuk memperoleh pengalaman apresiasi dan ekspresi
sastra, untuk memperoleh pengetahuan tentang sastra, dan untuk memperoleh sikap
yang menghargai nilai-nilai yang baik. Untuk memperoleh pengalaman apresiasi,
ditempuh kegiatan mendengarkan dan membaca hasil sastra, dan uraian yang sifatnya
apresiasi. Untuk memperoleh pengalaman ekspresi, ditempuh kegiatan
mengungkapkan pengalaman secara lisan, tulisan, dan peragaan. Pengalaman yang
diungkapkan itu ada yang berasal dari pengalaman sendiri, ada pula yang berasal dari
hasil sastra yang dibaca atau didengar. Untuk memperoleh sikap, berdasarkan
apresiasi dan pengetahuan yang dimiliki itu, siswa dilatih untuk bisa menimbang
mana karya yang bermutu dan mana yang tidak, dan berdasarkan pertimbangan itu
diharapkan ia mampu menghargai karya yang bernilai. Diharapkan pula ia akan
mampu menggali hal yang bermanfaat dari karya sastra, dan menjadikan sastra
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari (Rusyana, 1982: 16-17).
Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang dianalisis dengan pendekatan
struktural ini diharapkan dapat diimplementasikan bahan pembelajaran sastra di
SMA. Moody (dalam Rahmanto, 1988: 27) mengatakan bahwa untuk mengetahui
novel ini cocol sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA, digunakan tiga kriteria
pemilihan bahan pembelajaran sastra yaitu aspek bahasa, aspek psikologi, dan aspek
latar belakang budaya siswa.
5.1 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Bahasa
Ditinjau dari segi bahasa, novel Jalan Bandungan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa karena menggunakan ragam bahasa sehari-hari. Ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
beberapa kosakata yang menggunakan bahasa Jawa, tetapi kosakata yang digunakan
sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai
berikut:
(262) “Itulah sebabnya ibuku mengambil keputusan yang berani untuk menjadi bakul, pedagang kecil bumbu-bumbu....” (hlm. 10).
(263) “Nak Wid anak sulung?” “Ya, Bu. Kami berlima laki-laki semua.” “Wah, Pandawa Lima kalau begitu.” (hlm. 39)
(264) “Daerah tempat kami tinggal adalah pemukiman campuran dari berbagai golongan menengah. Jalan kami sendiri hanya dihuni orang-orang yang disebut Priyayi....” (hlm. 84).
Novel Jalan Bandungan menggunakan bahasa komunikasi sehari-hari yang
didasarkan pada penggunaan bahasa lisan sehingga menghasilkan bentuk kalimat
yang sederhana dan mudah dipahami. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat-kalimat
yang digunakan sudah sesuai menurut kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia. Hal ini
ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(265) “....Di dalam ruang kantor aku meneruskan percakapan dengan dosen-dosen lain mengenai sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting....” (hlm. 3).
(266) “....Sekali-sekali kulihat Winar melongok ke arah kami....” (hlm. 3). (267) ”Mestinya Jumat sore atau petang,” kemudian diam lagi. Sambil
mengeluh dia menambahkan, “Masih tiga hari penuh....”(hlm. 4). Bahasa figuratif yang berupa kiasan juga digunakan pengarang untuk
menuangkan idenya kepada pembaca sehingga membuat novel Jalan Bandungan
karya Nh. Dini ini terlihat unik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:
(268) “....Matahari jam sepuluh pagi sudah membikin halaman sekolah silau menguning. Dahan-dahan angsana yang ditaman sebagai ganti akasia tahun lalu bersusah payah menjulur dan merentang guna memberikan lindungannya disana-sini. Tak sesilir angin pun mengirim kesejukan. Mataku kutambatkan pada salah satu cabang pohon itu sambil hatiku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
lembut membisikkan nama Handoko. Dan sekilas ada perasaan yang menusuk, seolah-olah memperingatkan aku agar waspada akan datangnya sesuatu bahaya ....” (hlm. 4).
(269) “....Pikiranku terakhir ini mendadak membikin keringat dingin mengalir deras di punggung dan pelipisku. Aku merasa sesak, sukar bernafas. Berlawanan dengan rasa kebakaran dalam diriku, peluh yang menggerayangi kulit fi bawah blusku meninggalkan kebekuan tajam....” (hlm. 7).
(270) “....Suamiku kelihatan seperti hewan yang terluka. Tampaknya diam, namun mengandung reaksi yang meragukan....” (hlm. 413).
Dari analisis di atas, novel Jalan Bandungan dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran sastra di SMA. Hal ini berdasarkan pada penggunaan bahasa yang
lugas, sederhana, serta mudah dipahami siswa baik pilihan kata, kalimat, dan bentuk
bahasa figuratif yang digunakan.
5.2 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Psikologi
Tahap perkembangan psikologi juga berpengaruh pada daya ingat, kemauan
untuk mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan pemahaman
situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini anak sudah berminat
menemukan konsep-konsep dengan menganalisis suatu fenomena.
Novel Jalan Bandungan sesuai dengan tahap perkembangan psikologi siswa
SMA karena pada usia rata-rata siswa SMA berusia 15-18 tahun mulai tertarik
dengan karya sastra, khususnya novel. Mereka juga mulai mencari jati dirinya dengan
mencari tokoh-tokoh yang dapat diteladani. Dalam novel Jalan Bandungan terdapat
nilai-nilai moral yang tercermin melalui watak dari para tokohnya, anatara lain:
sederhana, pintar, bijak, disiplin, setia, romantis, bertanggung jawab, jujur, sopan,
percaya diri, rendah hati, tegar, perhatian, dan sabar. Sehingga diharapkan setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
membaca novel Jalan Bandungan, siswa dapat meneladani tokoh-tokohnya dan dapat
mengambil hikmah dari nilai-nilai moral tersebut yang berguna bagi kehidupan
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, novel Jalan Bandungan dapat digunakan sebagai
bahan pembelajaran sastra di SMA karena banyak nilai-nilai moral yang sejalan
dengan tahap perkembangan psikologi siswa.
5.3 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Latar Belakang Budaya
Dari sudut latar belakang budaya siswa, novel Jalan Bandungan sebagian
besar menggunakan latar belakang budaya Jawa. Hal ini terlihat dari adanya budaya
tradisi, hokum dan adapt Jawa. Dalam kebudayaan Jawa, khususnya kosakata bahasa
Jawa juga terdapat dalam novel Jalan Bandungan. Dengan demikian novel Jalan
Bandungan dapat dipergunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA yang
berlatar belakang budaya Jawa maupun untuk siswa yang tidak berlatar belakang
budaya Jawa. Bagi siswa yang berlatar belakang budaya Jawa dapat mengambil nilai
yang baik dan berguna bagi hidupnya, sedangkan bagi siswa yang bukan berlatar
belakang budaya Jawa dapat semakin memperluas wawasan tentang budaya Jawa
terutama dari segi latar sosialnya yaitu tentang sikap dan filososfi hidup masayarakat
Jawa yang sangat menghargai budaya mereka.
Siswa lebih mudah tertarik terhadap karya sastra yang mempunyai hubungan
erat dengan latar belakang hidupnya, terutama bila menghadirkan tokoh-tokoh yang
berasal dari lingkungannya dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-
orang disekitar mereka. Oleh karena itu, dalam hal ini guru sangat diharapkan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
memilih pengajaran dan pembelajaran sastra sesuai dengan latar belakang budaya
siswa atau kondisi yang relevan dengan yang dialami siswa. Guru sebaiknya
memahami apa yang diminati siswa. Guru diharapkan tidak menyuguhkan materi
diluar jangkauan kemampuan bayangan siswa sehingga siswa mampu menangkap dan
membayangkan karya sastra tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka novel Jalan Bandungan akan menarik bagi
siswa kelas XI semester I, karena cerita yang ada dalam novel ini sangat sederhana
dan mudah dipahami. Bahasa yang digunakan pun tidak terlalu sulit. Bahasa yang
digunakan ragam bahasa sehari-hari dan bahasa baku.
5.4 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Bahan Pembelajaran Sastra di
SMA
Ditunjau dari segi bahasa dan psikologi siswa novel Jalan Bandungan hanya
memenuhi kriteria untuk diterapkan pada siswa SMA. Hal ini tampak dari cakupan
ketiga kriteria tersebut. Dari segi bahasa, sesuai dengan tingkat kebahasaan yang
dikuasai siswa. Dari segi psikologi sangat sesuai diterapkan karena mampu
menggugah rasa kepekaan siswa terhadap sesama. Dari segi latar belakang budaya
siswa dapat lebih jauh mendalami budaya masyarakat Jawa.
Dari kesimpulan di atas, dapat dikatakan bahwa novel Jalan Bandungan karya
Nh. Dini ini sesuai diterapkan di SMA. Novel Jalan Bandungan mengandung nilai-
nilai pendidikan khususnya nilai suatu tradisi dan adat istiadat Jawa. Oleh karena itu,
novel Jalan Bandungan dapat dijadikan bahan pembelajaran siswa untuk siswa kelas
XI semester I. Tujuan pembelajarannya adalah siswa mampu memahami berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan. Butir pembelajarannya adalah mampu
menganalisis unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan. Dari
tujuan dan butir pembelajaran tersebut disusun tujuan pembelajarn khusus yaitu (1)
Siswa dapat menjelaskan pengertian novel, (2) Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur
instrinsik (tokoh, alur, latar, dan tema (3) Siswa dapat memberikan beberapa contoh
kutipan berkaitan dengan unusur-unsur instrinsik (4) Siswa dapat menceritakan
kembali isi novel Jalan Bandungan yang dibaca dalam bentuk synopsis dengan
bahasa sendiri ke dalam beberapa paragraf (5) Siswa dapat menemukan nilai-nilai
moral dalam novel yang dapat diteladani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Silabus Sekolah Menengah Atas
Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini
Sesuai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Nama Sekolah : SMA/MA…
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI/I
Tahun Pelajaran : 2009/2010
Standar Kompetensi : Membaca
7. Siswa mampu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan.
Kompetensi
Dasar
Materi
pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian
Alokasi
Waktu Sumber/Bahan
7.2. Siswa mampu
menganalisis
unsur-unsur
instrinsik dan
ekstrinsik novel
Indonesia/
terjemahan.
1. Definisi
novel
2. Definisi
unsur
instrinsik
dan
ekstrinsik
A. Pertemuan Pertama
Kegiatan Awal:
1. Guru memberikan salam dan
mengabsen siswa/ kehadiran
siswa.
2. Guru memberitahukan tujuan
pembelajaran (KD) yang akan
dicapai.
7.2. 1 Siswa mampu
menjelaskan
pengertian novel.
7.2.2 Siswa mampu
menjelaskan
Tugas
kelompok
dan tugas
individu.
2 x 45
menit
(2 JP)
• Dini, N. H.
1961. Jalan
Bandungan.
Jakarta:
Pustaka Jaya.
• Hendy,
Zaidan. 1988.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
novel.
3. Macam-
macam
unsur
instrinsik
dan
ekstrinsik
novel.
Kegiatan Inti:
1. Guru menjelaskan unsur
instrinsik dan ekstrinsik novel
dan macam-macamnya.
2. Siswa dibagi menjadi empat
kelompok secara acak. 2
kelompok untuk menganalisis
unsur instrinsik dan 2 kelompok
untuk menganalisis unsur
ekstrinsik.
3. Guru membagikan empat contoh
cerita singkat untuk dianalisis
masing-masing kelompok.
4. Masing-masing kelompok
menganalisis unsur-unsur
ekstrinsik dan instrinsik dalam
cerita yang telah dibagikan.
5. Masing-masing kelompok
menunjuk wakilnya untuk
membacakan hasil analisisnya.
6. Kelompok lain diminta
unsur-unsur
instrinsik (tokoh,
alur, latar, dan
tema).
7.2.3 Siswa mampu
menganalisis
unsur-unsur
instrinsik (tokoh,
alur, latar, dan
tema).
7.2. 4 Siswa mampu
menceritakan
kembali isi novel
Jalan
Bandungan yang
dibaca dalam
Pelajaran
Sastra I.
Jakarta:
Gramedia
• Nurgiyantoro,
Burhan. 2007.
Teori
Pengkajian
Fiksi.
Yogyakarta:
Universitas
Gajah Mada.
• Sudjiman,
Patuti. 1991.
Memahami
Cerita
Rekaan.
Jakarta:
Pustaka Jaya.
• Sumardjo,
Jacob. 1984.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
menanggapi hasil analisis yang
telah dibacakan.
Kegiatan Akhir:
1. Guru menyimpulkan hasil
diskusi.
B. Pertemuan Kedua
Kegiatan Awal:
1. Guru memberikan salam dan
mengabsen siswa/ kehadiran
siswa.
2. Guru mengulang kembali
penjelasan pada pertemuan
sebelumnya.
Kegiatan Inti:
3. Guru membagikan lembar kerja
kepada siswa di dalam kelas
untuk dianalisis di dalam
kelompok.
4. Siswa mulai membaca dan
mendiskusikan bersama teman
dalam kelompok untuk
bentuk synopsis
dengan bahasa
sendiri ke dalam
beberapa
paragraf.
7.2. 5 Siswa mampu
menemukan
nilai-nilai moral
dalam novel
yang dapat
diteladani.
2 x 45
menit
(2 JP)
Memahami
Kesusastraan.
Bandung:
Alumni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
menganalisis macam-macam
unsur instrinsik dan ekstrinsik
novel.
5. Siswa diminta menceritakan
kembali isi ringkasan cerita
novel Jalan Bandungan yang
dibaca dalam bentuk synopsis
dan menemukan nilai-nilai
moral yang bisa diteladani.
6. Siswa diminta menyampaikan
hasil analisisnya di depan kelas.
7. Kelompok lain diminta
menanggapi hasil analisis yang
telah dibacakan.
8. Siswa diminta mengumpulkan
lembar kerja.
Kegiatan Akhir:
1. Guru menyimpulkan hasil
pembelajaran dari pertemuan
pertama hingga pertemuan
kedua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI/I
Tahun Pelajaran : 2010/2011
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (2 JP)
I. Standar Kompetensi
Membaca
7. Siswa mampu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel
terjemahan.
II. Kompetensi Dasar
7.2. Siswa mampu menganalisis unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik novel
Indonesia/ terjemahan.
III. Tujuan
7.2. 1 Siswa dapat menjelaskan pengertian novel.
7.2.2 Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur instrinsik (tokoh, alur, latar, dan
tema).
7.2.3 Siswa dapat memberikan beberapa contoh kutipan berkaitan dengan
unusur-unsur instrinsik.
7.2. 4 Siswa dapat menceritakan kembali isi novel Jalan Bandungan yang
dibaca dalam bentuk synopsis dengan bahasa sendiri ke dalam beberapa
paragraf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
7.2. 5 Siswa dapat menemukan nilai-nilai moral dalam novel yang dapat
diteladani.
IV. Indikator
7.2. 1 Siswa mampu menjelaskan pengertian novel.
7.2.2 Siswa mampu menjelaskan unsur-unsur instrinsik (tokoh, alur, latar, dan
tema).
7.2.3 Siswa mampu memberikan beberapa contoh kutipan berkaitan dengan
unusur-unsur instrinsik.
7.2. 4 Siswa mampu menceritakan kembali isi novel Jalan Bandungan yang
dibaca dalam bentuk synopsis dengan bahasa sendiri ke dalam beberapa
paragraf.
7.2. 5 Siswa mampu menemukan nilai-nilai moral dalam novel yang dapat
diteladani.
V. Materi Pokok
1. Naskah Novel Jalan Bandungan dan
2. Pengertian Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelakunya (Depdiknas, 1990: 618).
3. Pengertian unsur instrinsik dan ekstrinsik
Dalam Nurgiyantoro (2007: 23) dikemukakan bahwa unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun serita. Unsur-unsur
yang dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang pencerita, bahasa atau gaya bahasa dan lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi tidak secara langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra. Unsur-usnur yang dimaksud antara lain biografi pengarang, psikologi
pembaca, keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial,
pandangan hidup suatu bangsa juga berpengaruh terhadap karya sastra.
4. Unsur intrinsik
a. Alur
Menurut Nurgiyantoro (2007: 112-113), alur atau plot merupakan unsur fiksi
yang penting di dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa yang disajikan dengan
urutan tertentu.
Struktur umum alur meliputi:
1. Bagian awal
• Paparan (exposition) paparan adalah penyampaian informasi awal
kepada pembaca. Disini pengarang memberikan keterangan
sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti cerita selanjutnya.
Situasi yang digambarkan pada awal cerita harus membuka
kemungkinan cerita untuk berkembang (Sudjiman, 1988: 32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
• Rangsangan (inciting moment) rangsangan merupakan peristiwa yang
mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh
masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator
(Sudjiman, 1988: 35).
• Gawatan (rising action) adalah ketidakpastian yang berkepanjangan
dan semakin menjadi-jadi. Adanya gawatan menyebabkan pembaca
terpancing keingintahuan akan kelanjutan cerita serta akan
penyelesaian masalah yang dihadapi.
2. Bagian tengah
• Tikaian (conflict) adalah perselisihan yang timbul karena adanya dua
kekuatan yang bertegangan. Satu diantaranya diawali oleh manusia
sebagai pribadi yang biasanya menjadi tokoh protagonis dalam cerita,
tikaian ini dapat merupakan pertentangan antara dirinya dengan
kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, ataupun
pertentangan antar dua usnur dalam diri satu tokoh itu (Sudjiman,
1988: 35).
• Rumitan (comlication) merupakan perkembangan dari gejala mulai
tikaian menuju klimaks cerita disebut rumitan.
• Klimaks, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak
kehebatannya. Rumitan ini mempersiapkan pembaca untuk menerima
seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1988: 35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
3. Bagian akhir
• Leraian, yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah
selesaian.
• Selesaian, yang dimaksud disini bukanlah penyelesaian masalah yang
dihadapi tokoh cerita, tetapi bagian akhir atau penutup cerita
(Sudjiman, 1988: 36).
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(Abrams via Nurgiantoro, 2007: 165).
Berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita:
1. Tokoh Sentral
• Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang paling sering muncul, yang menjadi
pusat perhatian pembaca, yang menjadi peran dalam cerita. (Sudjiman,
1988: 17).
• Tokoh Antagonis
Disamping tokoh protagonis atau tokoh utama ada juga yang merupakan
penantang utama dari protagonis. Tokoh itu disebut tokoh antagonis atau
tokoh lawan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
• Tokoh wirawan/wirawati
Tokoh wirawan/wirawati pada umumnya punya keagungan pikiran dan
keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan tindakan mulia.
2. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam
cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung kedudukan
tokoh utama (Sudjiman, 1991: 19).
c. Tema
Menurut Tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari dalam
suatu karya sastra. Tema sebuah cerita adakalanya dinyatakan secara jelas, artinya
dinyatakan secara eksplisit. Adapula tema yang dinyatakan secara implisit atau
tersirat (Sudjiman, 1988: 50-51).
d. Latar
Yang dimaksud setting atau latar adalah tempat dan masa terjadinya peristiwa
cerita. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 216).
Macam-macam latar meliputi: latar fisik/tempat meliputi penggambaran
lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perlengkapan
sebuah ruang. Latar waktu meliputi gambaran waktu, masa terjadinya suatu peristiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
cerita. Latar sosial meliputi pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh,
lingkungan agama, moral, intelektual sosial, dan emosional para tokoh.
VI. Metode Pembelajaran
Jigsaw (diskusi dan presentasi)
VII. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan
Alokasi
waktu
Media
Keterangan
A. Pertemuan Pertama
Kegiatan Awal:
1. Guru memberikan salam dan
mengabsen siswa/ kehadiran
siswa.
2. Guru memberitahukan tujuan
pembelajaran (KD) yang akan
dicapai.
Kegiatan Inti:
1. Guru menjelaskan unsur
instrinsik dan ekstrinsik novel
dan macam-macamnya.
2. Siswa dibagi menjadi empat
kelompok secara acak. 2
3’
2’
25’
5’
Penggalan
novel Hati
yang
Damai
Kegiatan
pembelajaran
dilakukan di
dalam kelas
dan dirumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
kelompok untuk menganalisis
unsur instrinsik dan 2 kelompok
untuk menganalisis unsur
ekstrinsik.
3. Guru membagikan empat contoh
cerita singkat untuk dianalisis
masing-masing kelompok.
4. Masing-masing kelompok
menganalisis unsur-unsur
ekstrinsik dan instrinsik dalam
cerita yang telah dibagikan.
5. Masing-masing kelompok
menunjuk wakilnya untuk
membacakan hasil analisisnya.
6. Kelompok lain diminta
menanggapi hasil analisis yang
telah dibacakan.
Kegiatan Akhir:
1. Guru menyimpulkan hasil
diskusi.
B. Pertemuan Kedua
5’
20’
10’
10’
10’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Kegiatan Awal:
1. Guru memberikan salam dan
mengabsen siswa/ kehadiran
siswa.
2. Guru mengulang kembali
penjelasan pada pertemuan
sebelumnya.
Kegiatan Inti:
3. Guru membagikan lembar kerja
kepada siswa di dalam kelas
untuk dianalisis di dalam
kelompok.
4. Siswa mulai membaca dan
mendiskusikan bersama teman
dalam kelompok untuk
menganalisis macam-macam
unsur instrinsik dan ekstrinsik
novel.
5. Siswa diminta menceritakan
kembali isi ringkasan cerita
novel Jalan Bandungan yang
3’
7’
3’
25’
20’
Naskah
novel
Jalan
Bandungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
dibaca dalam bentuk synopsis
dan menemukan nilai-nilai
moral yang bisa diteladani.
6. Siswa diminta menyampaikan
hasil analisisnya di depan kelas.
7. Kelompok lain diminta
menanggapi hasil analisis yang
telah dibacakan.
8. Siswa diminta mengumpulkan
lembar kerja.
Kegiatan Akhir:
Guru menyimpulkan hasil
pembelajaran dari pertemuan
pertama hingga pertemuan
kedua.
10’
7’
5’
10’
VIII. Alat/Bahan/Sumber Belajar
Dini, N. H. 1961. Jalan Bandungan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra I. Jakarta: Gramedia
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sudjiman, Patuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Sumardjo, Jacob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
IX. Penilaian
Jenis tagihan : Tugas kelompok dan tugas individu
Bentuk : Unjuk kerja dan uraian singkat
Instrumen :
A. Tugas kelompok pertemuan pertama (Skor maksimal: 40 )
Setelah membaca novel Jalan Bandungan, kemudian jawablah pertanyaan di
bawah ini dengan tepat!
1. Jelaskan pengertian novel!
2. Jelaskan pengertian unsur intrinsik!
3. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur intrinsik suatu karya sastra!
4. Tentukan tokoh sentral (protagonis, antagonis) dan tokoh tambahan
dalam novel Jalan Bandungan?
5. Bagaimana penokohan dari tokoh sentral (protagonist, antagonis)
dalam novel Jalan Bandungan dengan menunjukkan kutipan yang
mendukung?
6. Bagaimana latar dalam novel Jalan Bandungan dengan menunjukkan
kutipan yang mendukung?
7. Apa tema dalam novel Jalan Bandungan dengan menunjukkan kutipan
yang mendukung?
8. Bagaimana alur dalam novel Jalan Bandungan dengan menunjukkan
kutipan yang mendukung?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Kunci Jawaban
1. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelakunya (Depdiknas, 1990: 618).
2. Dalam Nurgiyantoro (2007: 23) dikemukakan bahwa unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
3. Unsur intrinsik
a. Alur
Menurut Nurgiyantoro (2007: 112-113), alur atau plot merupakan unsur fiksi
yang penting di dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa yang disajikan dengan
urutan tertentu. Struktur umum alur meliputi: bagian awal yaitu paparan (exposition),
rangsangan (inciting moment), gawatan (rising action); bagian tengah yaitu tikaian
(conflict), rumitan (comlication), klimaks, dan bagian akhir yaitu leraian, selesaian.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(Abrams via Nurgiantoro, 2007: 165).
Berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita:
1 Tokoh Sentral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
• Tokoh Protagonis, antagonis dan Tokoh wirawan/wirawati adalah
tokoh yang paling sering muncul, yang menjadi pusat perhatian pembaca,
yang menjadi peran dalam cerita. (Sudjiman, 1988: 17).
• Tokoh Tambahan Adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya
dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung
kedudukan tokoh utama (Sudjiman, 1991: 19).
a. Tema
Menurut Tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari dalam
suatu karya sastra. Tema sebuah cerita adakalanya dinyatakan secara jelas, artinya
dinyatakan secara eksplisit. Adapula tema yang dinyatakan secara implisit atau
tersirat (Sudjiman, 1988: 50-51).
b. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 216). Macam-
macam latar meliputi: latar fisik/tempat meliputi penggambaran lokasi geografis,
termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perlengkapan sebuah ruang. Latar
waktu meliputi gambaran waktu, masa terjadinya suatu peristiwa cerita. Latar sosial
meliputi pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, lingkungan agama, moral,
intelektual sosial, dan emosional para tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
4. Tokoh sentral (protagonis, antagonis) dan tokoh tambahan dalam novel
Jalan Bandungan yaitu tokoh protagonis adalah Muryati, dan tokoh antagonis adalam
Widodo. Contoh kutipan tokoh protagonist (Muryati). Tokoh Muryati atau Mur
menjadi fokus cerita, menjadi sentral pengisahan, menjadi sorotan pembaca dalam
keseluruhan isi novel ini. Hal itu bisa dilihat keterlibatan Mur dalam setiap
tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
(1) “Kapan dia pulang? Tanya Winar sambil tetap memandangiku.” (hlm. 4) (2) “Jaga adikmu baik-baik. Aku akan membantu di gubuk palang
merah,” katanya. Dan kepada adikku yang besar Ibu berpesan, “Tidak boleh bermain-main terlalu jauh dari gudang!” (hlm. 27).
Tokoh Widodo merupakan tokoh antagonis (lawan) dari tokoh protagonis.
Tokoh Widodo berperan sebagai penyebab awal permasalahan. Widodo digambarkan
sebagai anak sulung dari empat berasudara. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut:
(3) “Oh, iya? Di Klaten? Apakah bisa mendapat kabar dari sana? Sejak kapan Nak Wid meninggalkan rumah?” Ibu masih bertanya.
“Adiknya berapa? “ Bapak turut menyambung. “Empat, Pak. Saya sudah lama pergi dari rumah. Beritanya, hidup di pedalaman lebih baik. Apalagi orang tua saya petani.” “Nak Wid anak yang sulung?” “Ya, Bu. Kami lima laki-laki semua....” (hlm. 39) Tokoh bawahan dalam novel Jalan Bandungan yaitu: Gunardi (Mas Gun),
Murgiyani (Ganik), Murniyah, Sriati (Sri), Siswiah (Siswi), dan Handoko. Contoh
kutipan tokoh bawahan Handoko yaitu: Handoko memiliki sifat yang mudah
dipengaruhi dan tidak punya pendirian. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
(4) “.... Kepedihan hati telah kutanggung sendirian karena memikirkan perubahan-perubahan Handoko yang ternyata merupakan akibat hasutan kakaknya....”(hlm. 428).
5. Penokohan dari tokoh sentral (protagonist, antagonis) dalam novel Jalan
Bandungan yaitu:
• Penokohan Tokoh Protagonis
Metode penokohan atau pelukisan Muryati yang digunakan pengarang dalam
novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif. Hal
tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(5) “....Kulitku menjadi semakin kering. Dengan warna coklat yang kumiliki, bagian kaki serta tangan selalu tampak bergurat putih-putih dan berkeriput.Itu mengesankan ketuaan dan kotor....” (hlm.236)
(6) “....Kamu anak cerdas. Boleh dikatakan ijazah sudah di depanmu. Kamu tinggal mengulurkan tangan dan melangkah setapak....” (hlm. 90)
• Penokohan Tokoh Antagonis
Metode penokohan atau pelukisan Widodo yang digunakan pengarang
dalam novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif.
Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
(7) “....Setelah lamaran itu datang, kami baru mengetahui bahwa umur Mas Wid dua puluh lima tahun...” (hlm.53)
(8) “....Aku lega sekali mendengar kata-kata ibuku. Tetapi disamping itu, aku seperti mendapat firasat bahwa Mas Wid mempunyai pikiran sempit. Dia tidak akan memiliki wawasan luas. Kalau dia sudah mengira bahwa sesuatu itu betul, dia akan berkeras kepala meneguhinya....” (hlm. 74)
6. Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
bagian pertama, kedua, ketiga dan keempat. Dalam empat bagian tersebut hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
bagian dua dan tiga yang memiliki lebih dari satu bab. Setiap bagian maupun setiap
bab yang terdapat dalam novel memiliki latar berbeda-beda, diantaranya berlatar : di
Pekalongan, di Desa Guci, di sekolah, di Semarang, di rumah, di SPG (Sekolah
Pendidikan Guru), di sekolah, di Borobudur, di bagian administrasi, di kantor polisi,
dan di Klaten, dan sebagainya. Contoh kutipan adalah sebagai berikut:
Pekalongan (9) “Aku bahkan mengetahui bahwa kami melewati Pekalongan” (hlm. 17). Desa Guci (10) “.... Untunglah kami menetap di desa Guci. Tiga kali kami pergi dan kembali lagi ke desa itu....” (hlm. 19).
7. Dalam novel Jalan Bandungan ditemukan adanya tema pokok dan tema
tambahan. Tema pokok (tema mayor) menggambarkan perjuangan seorang wanita
bernama Muryati. Tokoh Mur menyimbulkan kekuatan seorang perempuan yang
tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapainya.
Perjuangan Mur ketika Widodo masuk penjara ditunjukkan pengarang
dalam kutipan:
(11) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).
(12) “....Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa belum kulunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Tema tambahan (tema minor/ tema bagian) dalam novel ini adalah
kemanusiaan, sosial, dan politik. Dikatakan bertema kemanusiaan, seperti keikhlasan,
cinta kasih, kejujuran, kemunafikan, kesewenang-wenangan, persahabatan dan
keterpaksaan. Hal keikhlasan terlihat ketika Mur ikhlas berusaha menjadi istri yang
baik. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(13) “ …Kadang-kadang aku mulai meragukan apakah aku masih memiliki kepribadian. Buktinya, sering aku mendengarkan suamiku mengatakan sesuatu gagasan yang tidak sepenuhnya aku setujui, namun aku tidak menyanggahnya….” (hlm. 106).
(14) “….Karena selama ini aku hanya memasak apa yang disukai suamiku…. Citarasa suamiku menjadi citarasaku meskipun tanpa kehendakku….” (hlm. 107).
Tema sosial terlihat pada penceritaan betapa besar perhatian di negeri Belanda
terhadap warganya yang cacat sejak lahir dan yang cacat karena kecelakaan atau
kelanjutan dari penyakit. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dalam kutipan:
(15) “....Pemerintah Belanda terkenal berperhatian besar terhadap warganya yang cacat sejak lahir maupun yang cacat karena kecelakaan atau kelanjutan dari penyakit. Anak-anak yang ketahuan mempunyai kelainan segera mendapat penanganan semestinya. Di jalan dan tempat-tempat umum kelihatan nyata, bahwa orang cacat mempunyai hak sebagaimana warga negara lain yang tumbuh dengan kelengkapan anggota badan mereka....” (hlm. 200-201).
Tema politik karena di dalam novel menceritakan keadaan perekonomian,
pendidikan dan masyarakatnya pasca perang. Hal tersebut ditunjukkan pengarang
dalam kutipan:
(16) “....Waktu itu tidak ada peraturan ketat mengenai batasan umur. Kalau anak sudah bisa membacadan menulis, pasti diterima di kelas yang pantas. Umur dan tinggi anak tidak dipersoalkan. Kekacauan perang menjungkir balikkan runtutan pendidikan formal di sebagian besar kota di Tanah Air....” (hlm. 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
(17) “ ....Sementara menunggu sistem pendidikan RI yang lebih sempurna, aku akan dapat mencari pengalaman dulu selama mengajar....” (hlm. 43).
8. Sudjiman (1991: 30) menyebutkan bahwa struktur umum alur meliputi
awal, yang terdiri dari paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan
gawatan (rising action). Tengah meliputi tikaian (conflict), rumitan (comlication),
dan klimaks. Sedang bagian akhir meliputi leraian (falling action) dan selesaian
(denouement).
a. Paparan
Cerita diawali dengan pemaparan berupa gambaran perkenalan tempat atau lokasi
cerita. Dalam novel ini digambarkan pada masa revolusi perang. Hal ini ditunjukkan
pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(18) “....Pertemuanku dengan lelaki yang kemudian menjadi bapak anak-anakku penuh gelora api. Dua pengertiannya. Api revolusi dan api dalam arti kata yang sesungguhnya....” (hlm. 17).
(19) “....Setiap kali kulihat ayah kami tergopoh-gopoh mendekati tempat bermalam kami atau perhentian sementara, itu tandanya bahwa kami harus siap untuk berangkat. Bulan berganti bulan, kami anak-anak tidak begitu sadar bahwa waktu itu negara dalam keadaan perang...Rombongan kami juga dikawal oleh beberapa orang Tentara Rakyat atau pejuang. Dari satu tempat ke tempat lain, pengawal ini diganti. Pakaian mereka tidak selalu seragam. Paling sering pada pemuda dan lelaki dewasa itu mengenakan celana dan baju warna hitam. Kata ibuku, itu warna yang paling bagus untuk menyatu atau menghilang dalam hutan. Juga karena tidak perlu terlalu sering dicuci.” (hlm. 18-19).
Selain itu dipaparan juga memaparkan tokoh Widodo. Seperti pada kutipan sebagai berikut:
(20) “Dik Mur tentu pantas pakai yang biru itu, Bu” seseorang menyambung. Aku menoleh kearahnya. Seorang pemuda tersenyum kepadaku. Dia berada di dekat ayahku. Aku belum pernah melihat di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
antara mereka yang bergilir berpatroli ataupun berjaga di desa...Widodo, itulah namanya... Aku menoleh sebentar ke arahnya. Ah, jadi inilah si pemuda itu. Biasa saja dia. Seumpama bertemu di suatu tempat, sendirian atau bergerombol dengan pejuang lain, tidak akan aku bisa mengenalinya....” (hlm. 37).
(21) “Oh, iya? Di Klaten? Apakah bisa mendapat kabar dari sana? Sejak kapan Nak Wid meninggalkan rumah?” Ibu masih bertanya.
“Adiknya berapa? “ Bapak turut menyambung. “Empat, Pak. Saya sudah lama pergi dari rumah. Beritanya, hidup di pedalaman lebih baik. Apalagi orang tua saya petani.” “Nak Wid anak yang sulung?” “Ya, Bu. Kami lima laki-laki semua....” (hlm. 39)
b. Rangsangan
Tahap rangsangan dalam novel ini terjadi ketika Widodo mulai sering menginap
di rumah Muryati walaupun tanpa kehadirang Bapak dan Ibu Muryati. Hal ini
ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(22) “Mulai dari waktu itulah Mas Wid sering datang. Dia dianggap bukan orang lain, bisa kluar masuk di rumah kami tanpa kehadiran orangtua kami. Kalau dia tiba sedangkan di rumah hanya ada pembantu, dia berhak langsung menempatkan barang-barangnya di kamar adikku....Mas Wid benar-benar menjadi anggota keluarga kami” (hlm. 47).
Rangsangan dilanjutkan ketika Mur yang merasa didekte, dan tidak sepaham
dengan Widodo. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(23) “ Belum menjadi istrinya saja dia sudah mau mediktekan keinginannya. Nanti bagaimana nasibku kalau sudah kawin?” (hlm. 69).
(24) “Kalau untuk hiburan, untuk makan, diteruskan untuk idealisme, kan berbahaya bagiku, Pak. Tidak. Aku tidak bisa hidup begitu. Bapak sendiri mengatakan bahwa kami tidak didik untuk membuntuti orang lain. Kecuali jika memang kami menyetujui dia.”(hlm. 70).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
c. Gawatan
Gawatan novel ini diawali dengan keributan antara Mur dengan Widodo setelah
menikah karena Mur dianggap tidak patuh pada suami. Hal ini ditunjukkan pengarang
dalam kutipan sebagai berikut:
(25) “....Sebegitu satu tahun pengalaman mengajar dilunasi, Mas Wid tidak tawar-menawar lagi. Pernikahan dilangsungkan. Aku mengenang malam pertama yang memedihkan, yang disusul oleh malam-malam lain yang menyebabkan aku tidak haid sebegitu menikah.... Dengan alasan menunggu surat pemberhentian yang resmi, aku masih mengajar....Perdebatan dengan Mas Wid mengenai hal ini terjadi hampir setiap hari. Dia tidak senang mempunyai istri yang tidak pernah ada di rumah, katanya ....” (hlm. 96).
(26) “Kalau ada kekurangan atau kejadian di rumah sewaktu aku berada di tempat kerjaku, Mas Wid menyambar kesempatan itu untuk menonjolkannya sebagai akibat buruk yang disebabkan oleh ketidak hadiranku....” (hlm. 97).
Gawatan berlanjut ketika keributan antara Mur dengan Widodo setelah menikah
karena keangkuhan, sikap tertutup dan menyendiri Widodo yang ternyata
menghantarkan dirinya terlibat partai komunis dan akhirnya Widodo dipenjara. Hal
ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(27) “Sejak pernikahan kami, konon Mas Wid pindah bagian di kantornya. Pada suatu pagi, aku memperhatikan bahwa dia tidak menggunakan seragam lagi. Ketika kutanya, barulah dia memberitahu tentang kepindahanya. Pertanyaan mengapa diriku tidak menyenangkan hatinya; katanya semua tugasnya di kantor adalah urusanya. Istri tidak perlu tau....” (hlm. 98).
(28) “Adik-adikku termasuk sering datang menengokku. Kata-kata ini benarlah demikian, karena mereka hanya nyaman berbicara dengan aku, bahkan dengan Simbok. Mas Wid bersikap menyendiri...” (hlm. 109).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
d. Tikaian
Tikaian berlanjut dengan penderitaan Muryati sebagai akibat Widodo terbukti
sebagai anggota Partai Komunis. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan
sebagai berikut:
(29) “....Pada akhir tahun. Dia dipindahkan ke Nusakambangan. Hingga di masa itulah aku mampu bertahan hidup sebagai satu keluarga yang berdiri sendiri. Keuanganku tandas. Lamaran untuk mengajar lagi tidak ada kabar beritanya. Untuk makan serta keperluan sehari-hari, aku sudah mengorbankan perhiasan yang dulu kukumpulkan dengan gajiku sendiri. Tunggakan sewa rumah belum ku lunasi seluruhnya....” (hlm. 123).
(30) “....Kebanyakan kerabat, saudara serta kenalan berpaling muka karena mereka takutdicurigai terlibat. Suara-suara seperti: “Dia istrinya; mustahil tidak tahu apa-apa!” Atau: “Siapa tahu, dia juga anggota Gerwani!....” (hlm. 124).
Kepergian Muryati ke Belanda memeprtemukannya dengan Handoko adik
iparnya yang merupakan awal hidup baru Muryati. Kemudian akhirnya mereka
menikah. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(31) “....Yang paling depan langsung mengulurkan tangan memanggil namaku. “Mbak Mur, saya Handoko.” Dan dia langsung memperkenalkan teman-temanya kepadaku....Entah mengapa, aku tidak merasa heran maupun kaget melihat adik iparku berada di hadapanku. Sikapnya yang biasa dan sederhana membikinku seolah-olah telah lama mengenalnya....” (hlm. 218).
(32) “Dan Handoko memang telah berhasil menyihirku. Sejak malam kami berjalan bersama di dunia cinta itu, tak akan aku bisa melewati hari-hariku selanjutnya tanpa memikirkan dia....” (hlm. 324).
(33) “....Sekarang aku kawin lagi, dan dengan Handoko, karena aku menganggap meneruskan tindakan yang ditunjukkan Tuhan kepadaku.” (hlm. 347)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
e. Rumitan
Perkembangan dari gejala tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan.
Dalam cerita rekaan rumitan sangat penting. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk
menerima seluruh dampak dari klimaks. Dalam novel ini rumitan diawali ketika
Widodo keluar dari penjara. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai
berikut:
(34) “Winar mendapat kabar bahwa tahanan Pulau Buru akan dikeluarkan semua. Widowati tentu akan menelepon jika dia menerima surat dari bapaknya.” (hlm. 362)
(35) “Kata Winar, dalam waktu sebulan, mungkin semua sudah keluar. Kecuali mereka sukarela memilih tinggal di sana...Tentu Widodo akan kemari buat menengok Seto. Kita harus siap. Cepat atau lambat, dia pasti muncul.” (hlm. 362-363)
Rumitan dilanjutkan ketika Handoko diasut oleh kakaknya, Widodo suami
pertama Muryati. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
(36) “....Handoko telah mendapat pengaruh dari kakak yang dulu dia benci....” (hlm. 411)
(37) “Kau berubah karena aku yakin bahwa kau bergaul dengan Widodo,” akulah kini yang menuduhnya. Keras dan pasti, segera kulanjutnya, “Ya, aku tahu dia telah mengunjungimu beberapa kali.” (hlm. 412).
f. Klimaks
Klimaks dalam novel Jalan Bandungan berawal hasutan Widodo memberikan
ujung akhir dari kisah hidup Mur yang kedua bersama adiknya yaitu Handoko. Mur
dan Handoko akhirnya berpisah namun mereka tidak bercerai. Bagi mereka terlalu
banyak pengalaman dan masa kebersamaan tidak akan mudah menguap begitu saja
dari kenangan. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
(38) “....Berkali-kali dia menelpon dan ditelpon. Hingga pada suatu hari dia berkata bahwa bulan berikutnya dia akan mulai bekerja di Eropa Utara. Aku menerima berita dengan perasaan yang tenang sekali. Seolah-olah telah lama aku mengetahui bahwa dia akan segera pergi jauh. Bahwa kami memang akan berpisah...” (hlm. 431).
(39) “Kami berpisah sebagai dua orang sahabat. Hubungan kami sudah sampai taraf yang berbeda. Aku tidak tahu apakah aku akan menyusulnya ketempat kerja. Perpisahan ini pastilah ada baiknya bagi kami berdua....” (hlm. 433).
(40) “Kali ini suamiku tidak menghilang, melainkan kuketahui dengan jelas pergi ke mana dan untuk keperluan apa. Aku melepasnya tidak dengan kesedihan, tetapi juga tidak dengan kelegaan. Setelah berbulan-bulan kami tidak pernah menyepakati sesuatu pun secara bersama, pada saat keberangkatan itu kami saling setuju, bahwa kami akan membiarkan waktu mengalir menuruti alurnya. Kami berpisah, namun kami tidak bercerai....” (hlm. 433).
Secara keseluruhan dalam pemaparan alur, pada novel Jalan Bandungan hanya
sampai klimaks sedangkan leraian dan selesaian tidak ada karena akhir cerita tidak
jelas.
Pedoman Penilaian untuk Soal No. 1 dan 2
Soal No. Kriteria Skor
1
a. Siswa mamapu menjelaskan definisi novel dengan
lengkap dan benar. 3
2 a. Siswa mampu menjelaskan definisi unsur instrinsik
dengan lengkap.
3
Pedoman penilaian untuk Soal No. 3
Soal No. Kriteria Skor
3
a. Siswa mampu menyebutkan dan menjelaskan unsur-
unsur intrinsik dengan lengkap dan benar (Alur, tokoh,
tema dan latar)
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
b. Siswa mampu menyebutkan atau menjelaskan unsur-
unsur intrinsik dengan benar, tetapi tidak lengkap.
2
Pedoman penilaian untuk Soal No. 4
Soal No. Kriteria Skor
4
a. Siswa mampu menyebutkan tokoh sentral dan tokoh
tambahan ( minimal 2 tokoh) dengan benar dan lengkap.
b. Siswa mampu menyebutkan tokoh sentral (tokoh
antagonis dan protagonis)
c. Siswa mampu menyebutkan tokoh tambahan (minimal 2
tokoh)
4
2
2
Pedoman penilaian untuk Soal No. 5
Soal No. Kriteria Skor
5
a. Siswa mampu menjelaskan penokohan dari tokoh
sentral dengan menunjukkan kutipan yang mendukung
dengan lenkap.
b. Siswa mampu menjelaskan penokohan dari tokoh
sentral tanpa menunjukkan kutipan yang mendukung.
c. Siswa mampu menjelaskan penokohan dari tokoh
sentral tidak lengkap dan tidak disertai kutipan yang
mendukung
6
4
2
Pedoman penilaian untuk Soal No. 6, 7, 8
Soal No. Kriteria Skor
6 a. Siswa mampu menemukan latar dan menunjukkan
kutipan yang mendukung dengan lengkap. 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
b. Siswa mampu menemukan latar tanpa menunjukkan
kutipan.
c. Siswa mampu menemukan latar tidak lengkap dan tidak
disertai kutipan yang mendukung.
4
2
7
a. Siswa mampu menemukan tema dan menunjukkan
kutipan yang mendukung dengan lengkap.
b. Siswa mampu menemukan tema tanpa menunjukkan
kutipan yang mendukung.
c. Siswa tidak mampu menemukan tema dan tidak
menunjukkan kutipan yang mendukung.
4
2
1
8
a. Siswa mampu menemukan alur dan menunjukkan
kutipan yang mendukung dengan lengkap (paparan,
rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian,
selesaian).
b. Siswa mampu menemukan alur tidak lengkap dan
menunjukkan kutipan yang mendukung.
c. Siswa mampu menemukan alur tidak lengkap dan tidak
menunjukkan kutipan yang mendukung .
8
4
2
B. Tugas individu (Skor maksimal: 10 )
Buatlah sinopsis novel Jalan Bandungan dengan bahasa Anda sendiri
kedalam beberapa paragraph dan temukan nilai-nilai yang dapat diteladani oleh Anda
beserta alasannya!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Pedoman Penilaian untuk Tugas Individu
Kriteria Skor
a. Siswa mampu membuat sinopsis novel dengan bahasa sendiri ke
dalam beberapa paragraf minimal 3 paragraf.
b. Siswa mampu membuat sinopsis novel dengan bahasa sendiri ke
dalam 2 paragraf.
c. Siswa mampu membuat sinopsis novel dengan bahasa sendiri ke
dalam 1 paragraf .
10
7
5
Perhitungan nilai akhir dalam sekala 0-100 adalah sebagai berikut:
Nilai akhir = Skor Pemerolehan x 100 Skor Maksimal
Yogyakarta, 2011
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
Nama Nama
(NIP: ) (NIP: )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
BAB VI
PENUTUP
Bab VI membahas tentang tiga hal, yaitu (1) kesimpulan hasil analisis, (2)
implikasi, dan (3) saran untuk mengadakan penelitian terhadap novel Jalan
Bandungan.
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Dasar analisis penulis
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan objektif. Subjek penelitian ini adalah
novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Dalam pendekatan struktural, unsur intrinsik
sangat diperhatikan sebagai upaya membangun sebuah karya sastra. Pendekatan
objektif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis tema, alur, latar, dan
tokoh novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Hasil analisis ini dapat disimpulkan
sebagai berikut.
Alur dalam novel ini ada delapan tahapan. Diawali dengan pemaparan
(exposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising action). Struktur alur
tengah meliputi tikaian (conflict), rumitan (comlication), dan klimaks. Sedangkan
struktur alur bagian akhir meliputi leraian (falling action) dan selesaian (denovement).
Pembedaan alur berdasarkan kriteria jumlah novel Jalan Bandungan termasuk beralur
sub-sub alur.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa alur yang digunakan novel Jalan
Bandungan karya Nh. Dini alur sorot balik. Peristiwa-peristiwa dalam novel Jalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Bandungan menunjukkan adanya gejalan sebab-akibat. Artinya peristiwa-peristiwa
yang terjadi merupakan akibat dari adanya peristiwa sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa cerita dalam novel Jalan Bandungan beralur sorot balik karena
dalam pengaluran tersebut, peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak begitu saja tersusun
secara linear sederhana, tetapi dibeberapa bagian terdapat sorot balik.
Tokoh sentral dalam novel Jalan Bandungan adalah Widodo, Muryati. Tokoh
Muryati berperan sebagai tokoh utama. Tokoh antagonisnya adalah Widodo. Dan
tokoh tambahannya adalah Handoko, Ganik, Sri, Murniyah, dan Siswi. Tokoh
Muryati menjadi fokus cerita, menjadi sentral pengisahan, menjadi sorotan pembaca
dalam keseluruhan novel Jalan Bandungan. Pertemuan yang berawal pada masa
perang revolusi dengan latar belakang ayah Muryati sebagai pejabat di kepolisian
kemudian berlanjut kepertunangan dan berujung pada pernikahan. Setelah menikah
tiba-tiba diketahui bagaimana sifat asli Widodo yang ternyata mengikuti aliran sayap
kiri atau komunis. Dengan tegar dan pantang menyerah Muryati dapat melewati
segala rintangan yang menimpanya pasca suaminya yang berakhir di jeruji penjara
berkat bantuan para sahabatnya yaitu Ganik, Sri, Murniyah dan Siswi. Dalam
keberhasilan Mur, ia bertemu dengan Handoko yang merupakan adip iparnya.
Mereka berakhir di pelaminan namun imbas dibebaskannya Widodo mereka berpisah
tanpa perceraian.
Dalam novel Jalan Bandungan ditemukan adanya tema pokok dan tema
tambahan. Tema pokok (tema mayor) yang terkandung yaitu menggambarkan
perjuangan seorang wanita bernama Muryati sebagai tokoh utama yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
menyimbulkan kekuatan seorang yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku
hidup yang dihadapinya. Tema tambahan (tema minor/ tema bagian) dalam novel ini
adalah kemanusian, social, politik. Dikatakan bertemakan kemanusiaan karena novel
ini mengungkapkan berbagai persoalan kemanusiaan, seperti keikhlasan, cinta kasih,
kejujuran, persahabatan, kemunavikan, kesewenang-wenangan dan keterpaksaan.
Latar peristiwa novel Jalan Bandungan ini meliputi latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial. Latar tempatnya secara umum berada di Jawa tengah. Latar waktunya
terjadi ketika revolusi perang. Latar sosialnya ketika masyarakat masih tertinggal
pascaperang Negara belum terorganisir dengan baik, terbelakang, dan masih
memegang teguh adat istiadat yang turun-tenurun.
Berdasarkan kesimpulan di atas dilihat dari segi struktural sastra, segi bahasa,
segi psikologi, maupun dari segi latar belakang budaya siswa, novel ini merupakan
materi yang dapat digemari untuk dipelajari siswa. Novel Jalan Bandungan
khususnya tokoh dan tema dapat diterapkan sebagai bahan pembelajaran sasatra di
SMA khususnya kelas XI semester I. Tujuan pembelajarannya adalah siswa mampu
memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan. Butir
pembelajarannya adalah mampu menganalisis unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik
novel Indonesia/ terjemahan. Dari tujuan dan butir pembelajaran itu disusun tujuan
pembelajarn khusus yaitu (1) Siswa dapat menjelaskan pengertian novel, (2) Siswa
dapat menjelaskan unsur-unsur instrinsik (tokoh, alur, latar, dan tema (3) Siswa dapat
memberikan beberapa contoh kutipan berkaitan dengan unusur-unsur instrinsik (4)
Siswa dapat menceritakan kembali isi novel Jalan Bandungan yang dibaca dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
bentuk synopsis dengan bahasa sendiri ke dalam beberapa paragraf (5) Siswa dapat
menemukan nilai-nilai moral dalam novel yang dapat diteladani.
6.2 Implikasi
Penelitian terhadap novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini ini membuktikan
bahwa dalam novel ini terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan pedoman
hidup. Nilai pendidikan tersebut tercermin dalam pesan moral yang disampaikan
melalui amanat yang tersirat dalam novel tersebut.
Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam bidang sastra dan pendidikan.
Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini menambah khasanah kajian sastra tentang
analisis struktural dalam karya sastra. Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA khususnya kelas XI
semester I.
6.3 Saran
Saran ini terutama untuk para guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia di
sekolah-sekolah dan mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan
Daerah. Guru dan mahasiswa dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa-
siswinya dalam menganalisis karya sastra terutama menganalisis unsur instrinsik
karya sastra dengan menggunakan novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini sebagai
alternative bahan pembelajaran sastra di sekolah. Selain itu, guru dan mahasiswa juga
dapat memperkenalkan kepada siswa hasil karya baru para sastawan di bidang sastra.
Silabus yang dihasilkan dari peneliti ini hanya satu silabus. Silabus dalam
penelitian ini hendaklah dapat menjadi sumber kreativitas guru untuk menyususn
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) lebih baik lagi. RPP dalam penelitian
ini belom diuji coba pada siswa, maka peneliti lain yang sejenis diharapkan dapat
melakukan uji coba RPP yang dibuat dengan menyesuaikan kurikulum yang dipakai.
Masih ada kemungkinan untuk mengkaji novel ini dengan pendekatan
sosiologi. Pendekatan yang berkaitan dengan interaksi tokoh dengan lingkungannya.
Oleh karena itu peneliti lain disarankan untuk meneliti novel ini dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Dini, N. H. 1961. Jalan Bandungan. Jakarta: Pustaka Jaya. Dwi Prihantoro, AG. 2008. “Analisis Struktural Novel Towards Zero karya Agatha
Christie serta Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMKI”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia Respons dan Analisis. Jakarta:
Depdiknas. Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta:Ghalia Indonesia Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra I. Jakarta: Gramedia Jabrohim.1994. Pengajaran Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Joni Raka T. 1984. Penelitian Pengembangan dalam Pembaharuan Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Mulasari, Indah. 2009. “Analisis Struktural Novel Ayat Ayat Cinta karya
Habiburrahman El Shirazy dan Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran di SMAI”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Muslikh. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: 2008. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang. Sari, Mei Nurita. 2009. “Analisis Struktural Novel Catatan Buat Emak Karya Ahmad
Tohari serta Implementasi Aspek Tokoh dan Aspek Tema sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP,Universitas Sanata Dharma.
Sayuti, Sumitro A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media Sudjiman, Patuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jacob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni. Tumariyana, Wiwin. 2003. “Analisis Struktural Novel Perawan Karya Korrie Layun
Rampan dan Implementasi Aspek Tokoh dan Penokohannya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMUI”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Zaidan, Abdul Razak. 2002. Pedoman Peneliti Sastra Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SINOPSIS NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI
Sinopsis novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yaitu, Jalan Bandungan adalah sebuah
jalan di kota Semarang di mana terletak sebuah rumah yang menjadi saksi bisu cinta kasih
yang murni seorang sahabat, cinta kasih dan keraguan suami, serta kebusukan hati mantan
suami. Di dalam rumah di jalan Bandungan ini hidup tokoh utama wanita, Muryati,
diperkaya dan dimatangkan. Membaca novel ini, pembaca akan merasakan kemarahan Nh.
Dini, sang penulis, yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh wanitanya terhadap laki-laki, baik
individu maupun tradisi yang berorientasi pada kepentingan laki-laki. Kemarahan terhadap
individu ditampilkan lewat tokoh utama wanita, yaitu: Muryati dan ditujukan kepada
Widodo, tokoh utama laki-laki, yang selalu merendahkan dan menindas dirinya. Lewat tokoh
utama wanita dan tokoh-tokoh wanita lainnya, Nh. Dini menunjukkan kemarahannya
terhadap tradisi yang merugikan kaum wanita dimana wanita diposisikan sebagai objek.
Kemarahan Muryati muncul karena sebagai istri, dia diperlakukan Widodo dengan
semena-mena. Pernikahan yang seharusnya menjadi tempat suami istri mencurahkan dan
menikmati cinta, dalam novel ini justru menjadi sumber penderitaan bagi sang istri. Sebagai
suami, Widodo, memperlakukan Muryati hanya sebagai objek. Akibatnya, Muryati
kehilangan kepribadiannya sendiri. Keinginan suaminya menjadi keinginannya. Hal itu
terjadi karena Muryati tidak leluasa mengatur hidupnya sendiri. Widodo selalu mengatur dan
memaksakan kehendaknya. Sebagai suami, Widodo selalu ingin dilayani dan dituruti semua
kehendaknya termasuk di dalam berhubungan intim.
Dalam hal keuangan Widodo begitu pelit sehingga Muryati harus membanting tulang dan
menerima bantuan dari ibunya yang sudah menjanda untuk memenuhi kebutuhan rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tangganya. Usaha Muryati untuk mengkomunikasikan kebutuhan rumah tangganya tersebut
selalu kandas karena Widodo tidak pernah meresponsnya. Komunikasi yang coba dibangun
Muryati selalu dirobohkan dengan palu emosi. Kebutuhan mendesak yang ada di depan mata
tidak membuat nalar Widodo bekerja. Sebagai contoh, dalam keadaan hamil tua, Mutyati
harus mengangkat ember air. Widodo tidak berusaha untuk membantu ataupun mencari
pembantu yang dapat melakukan pekerjaan tersebut. Contoh yang lain, uang gaji Widodo
yang diberikan kepada Muryati guna memenuhi kebutuhan rumah tangga tidak bertambah
jumlahnya selama lima tahun meskipun kebutuhan semakin bertambah dan harga-harga
semakin naik. Widodo tidak berusaha untuk mencari tambahan penghasilan. Dapat
dikatakan, tidak ada komunikasi yang baik diantara mereka berdua. Setiap kali masalah
keuangan datang, Muryati harus menghadapinya sendiri dan mencari solusi untuk dapat
menyelesaikannya. Dia harus membanting tulang untuk mencari tambahan uang guna
memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Kemesraan, perlindungan, pengertian dan perhatian seakan haram diberikan
Widodo kepada Muryati. Perlakuan tersebut tentu saja menibulkan kemarahan pada diri
Muryati dan akhirnya kemarahan tersebut menjelma menjadi dendam; dendam yang
bercampur dengan keputusasaan karena dia tidak mampu mengubah keadaan. Apa yang
dilakukannya hanyalah memenuhi kewajibannya sebagai istri, tidak lebih dari itu. Karena
Muryati tidak mempunyai keberanian untuk menentang, maka dendam tersebut hanya dapat
disimpan di hati saja. Bukit dendam terus meninggi ketika rahasia keterlibatan Widodo
dengan PKI terbongkar karena di mata Muryati, Widodo telah berkhianat terhadap keluarga
karena telah mempunyai kegiatan yang disembunyikan, yang merampasnya dari istri dan
anak-anakknya. Widodo telah mengorbankan keluarga demi kepentingan partainya. Widodo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
telah mengabaikan kesejahteraan dan keselamatan istri serta anak-anaknya demi kepentingan
partainya. Muryati menganggap bahwa pengabdiannya selama ini ternyata sia-sia belaka.
Karena kekecewaan yang begitu dalam dan dendam yang tidak dapat dihapuskan, Muryati
akhirnya memutuskan untuk mengambil sikap menentang Widodo.
Sementara itu, penahanan dan pembuangan Widodo ke pulau Buru semakin
melengkapi penderitaan Muryati dan anak-anaknya. Uang dari Widodo untuk keperluan
sehari-hari, meskipun tidak mencukupi, berhenti datang. Sementara itu, cemooh dari berbagai
pelosok datang bertubi-tubi. Meskipun dalam kondisi seperti itu, Muryati tidak berniat
mengajukan perceraian, seperti yang dilakukan istri-istri tahanan yang lainnya karena dia
yakin bahwa perceraian tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Perceraian dapat
menggoncangkan jiwa anak-anaknya. Prinsipnya, cukup dia saja yang menderita.
Dalam novel ini digambarkan bahwa segala cobaan dan kesulitan hidup dapat
Muryati lalui dengan baik karena kedekatannya dengan Tuhan, Dia percaya bahwa Tuhan
menyuruh manusia memilih, kemudian mengolah nasibnya sendiri. Jika dia sekarang
menderita itu disebabkan kesalahannya dalam menentukan pilihan, bukan kesalahan Tuhan.
Dia yakin bahwa meskipun dia telah melakukan kesalahan dalam memilih, Tuhan tidak akan
meninggalkannya sendirian menanggung penderitaan, Dia akan memberi penghiburan dalam
kesusahan.
Sebagai buktinya, dalam kesendiriannya tanpa suami ternyata Muryati tidak
kesepian. Orang tua, saudara dan sahabat-sahabatnya baik laki-laki maupun wanita tidak
pernah meninggalkannya. Mereka bahu-membahu menolongnya setiap kali dia
membutuhkan bantuan. Dukungan yang tanpa pamrih tersebut membuat kepercayaan diri
Muryati tumbuh semakin kuat sehingga dia semakin cepat dapat bangkit dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterpurukannya untuk memulai hidup yang baru. Hidup mandiri untuk menciptakan
kebahagiaan buat anak-anak dan dirinya sendiri. Dia selalu berjuang untuk meningkatkan
potensi dirinya. Salah satu bukti kerja kerasnya adalah diterimanya bea siswa untuk
menempuh pendidikan di negara Belanda. Usaha Muryati untuk meningkatkan kemampuan
dirinya tidak berhenti sampai di situ. Dia pun meneruskan pendidikannya di Perguruan
Tinggi.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Muryati memutuskan untuk mengajukan
perceraian. Dia sadar bahwa perceraian merupakan jalan terbaik untuk benar-benar lepas dari
bayang-bayang Widodo. Tekadnya untuk menguasai dan mengatur sepenuhnya
kehidupannya sendiri tak terbendungkan lagi. Pertimbangan lainnya adalah status sebagai
istri tahanan pulau Buru menghalangi langkahnya untuk maju.
Seiring dengan berjalannya waktu, Muryati dapat membuka hatinya kembali untuk
seorang pria, Handoko, yang tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Widodo sendiri.
Meskipun mereka bersaudara, kepribadian mereka sangat berbeda. Handoko yang berusia
jauh lebih muda, tahu betul bagaimana membuat Muryati bahagia. Komunikasi di antara
mereka berdua terjalin dengan sangat baik. Apa yang tidak diperoleh Muryati dari Widodo,
seperti kemesraan, perlindungan, pengertian, perhatian, dan kepuasan seks, dapat
diperolehnya dari Handoko. Mereka hidup berbahagia sebagai suami istri selama lebih
kurang lima tahun.
Perkawinan tersebut akhirnya mendapat ujian. Widodo yang kembali ingin
memanfaatkan Muryati berusaha mengintimidasi Handoko dan, seperti masa muda dahulu,
dia berhasil. Handoko meragukan kesetiaan Muryati. Perkawinan mereka pun berada di
ujung tanduk. Mereka sepakat berpisah namun tidak bercerai. Kembali Muryati harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyiapkan mentalnya untuk menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri dan sendiri lagi.
Tantangan hidup Muryati memang semakin bertambah tetapi, tidak diragukan lagi, kekuatan
pun semakin meningkat. Selain kedekatannya dengan Tuhan, kekuatannya pun meningkat
akibat pemahamannya yang semakin dalam akan Toto Urip, Toto Kromo and Toto Laku,
nilai-nilai hidup yang selalu menjiwai tindakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
SINOPSIS NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI
Sinopsis novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yaitu, Jalan Bandungan
adalah sebuah jalan di kota Semarang di mana terletak sebuah rumah yang
menjadi saksi bisu cinta kasih yang murni seorang sahabat, cinta kasih dan
keraguan suami, serta kebusukan hati mantan suami. Di dalam rumah di jalan
Bandungan ini hidup tokoh utama wanita, Muryati, diperkaya dan dimatangkan.
Membaca novel ini, pembaca akan merasakan kemarahan Nh. Dini, sang penulis,
yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh wanitanya terhadap laki-laki, baik individu
maupun tradisi yang berorientasi pada kepentingan laki-laki. Kemarahan terhadap
individu ditampilkan lewat tokoh utama wanita, yaitu: Muryati dan ditujukan
kepada Widodo, tokoh utama laki-laki, yang selalu merendahkan dan menindas
dirinya. Lewat tokoh utama wanita dan tokoh-tokoh wanita lainnya, Nh. Dini
menunjukkan kemarahannya terhadap tradisi yang merugikan kaum wanita
dimana wanita diposisikan sebagai objek.
Kemarahan Muryati muncul karena sebagai istri, dia diperlakukan Widodo
dengan semena-mena. Pernikahan yang seharusnya menjadi tempat suami istri
mencurahkan dan menikmati cinta, dalam novel ini justru menjadi sumber
penderitaan bagi sang istri. Sebagai suami, Widodo, memperlakukan Muryati
hanya sebagai objek. Akibatnya, Muryati kehilangan kepribadiannya sendiri.
Keinginan suaminya menjadi keinginannya. Hal itu terjadi karena Muryati tidak
leluasa mengatur hidupnya sendiri. Widodo selalu mengatur dan memaksakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
kehendaknya. Sebagai suami, Widodo selalu ingin dilayani dan dituruti semua
kehendaknya termasuk di dalam berhubungan intim.
Dalam hal keuangan Widodo begitu pelit sehingga Muryati harus membanting
tulang dan menerima bantuan dari ibunya yang sudah menjanda untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya. Usaha Muryati untuk mengkomunikasikan
kebutuhan rumah tangganya tersebut selalu kandas karena Widodo tidak pernah
meresponsnya. Komunikasi yang coba dibangun Muryati selalu dirobohkan
dengan palu emosi. Kebutuhan mendesak yang ada di depan mata tidak membuat
nalar Widodo bekerja. Sebagai contoh, dalam keadaan hamil tua, Mutyati harus
mengangkat ember air. Widodo tidak berusaha untuk membantu ataupun mencari
pembantu yang dapat melakukan pekerjaan tersebut. Contoh yang lain, uang gaji
Widodo yang diberikan kepada Muryati guna memenuhi kebutuhan rumah tangga
tidak bertambah jumlahnya selama lima tahun meskipun kebutuhan semakin
bertambah dan harga-harga semakin naik. Widodo tidak berusaha untuk mencari
tambahan penghasilan. Dapat dikatakan, tidak ada komunikasi yang baik diantara
mereka berdua. Setiap kali masalah keuangan datang, Muryati harus
menghadapinya sendiri dan mencari solusi untuk dapat menyelesaikannya. Dia
harus membanting tulang untuk mencari tambahan uang guna memenuhi
kebutuhan rumah tangganya.
Kemesraan, perlindungan, pengertian dan perhatian seakan haram
diberikan Widodo kepada Muryati. Perlakuan tersebut tentu saja menibulkan
kemarahan pada diri Muryati dan akhirnya kemarahan tersebut menjelma menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
dendam; dendam yang bercampur dengan keputusasaan karena dia tidak mampu
mengubah keadaan. Apa yang dilakukannya hanyalah memenuhi kewajibannya
sebagai istri, tidak lebih dari itu. Karena Muryati tidak mempunyai keberanian
untuk menentang, maka dendam tersebut hanya dapat disimpan di hati saja. Bukit
dendam terus meninggi ketika rahasia keterlibatan Widodo dengan PKI
terbongkar karena di mata Muryati, Widodo telah berkhianat terhadap keluarga
karena telah mempunyai kegiatan yang disembunyikan, yang merampasnya dari
istri dan anak-anakknya. Widodo telah mengorbankan keluarga demi kepentingan
partainya. Widodo telah mengabaikan kesejahteraan dan keselamatan istri serta
anak-anaknya demi kepentingan partainya. Muryati menganggap bahwa
pengabdiannya selama ini ternyata sia-sia belaka. Karena kekecewaan yang
begitu dalam dan dendam yang tidak dapat dihapuskan, Muryati akhirnya
memutuskan untuk mengambil sikap menentang Widodo.
Sementara itu, penahanan dan pembuangan Widodo ke pulau Buru
semakin melengkapi penderitaan Muryati dan anak-anaknya. Uang dari Widodo
untuk keperluan sehari-hari, meskipun tidak mencukupi, berhenti datang.
Sementara itu, cemooh dari berbagai pelosok datang bertubi-tubi. Meskipun
dalam kondisi seperti itu, Muryati tidak berniat mengajukan perceraian, seperti
yang dilakukan istri-istri tahanan yang lainnya karena dia yakin bahwa perceraian
tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Perceraian dapat
menggoncangkan jiwa anak-anaknya. Prinsipnya, cukup dia saja yang menderita.
Dalam novel ini digambarkan bahwa segala cobaan dan kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
hidup dapat Muryati lalui dengan baik karena kedekatannya dengan Tuhan, Dia
percaya bahwa Tuhan menyuruh manusia memilih, kemudian mengolah nasibnya
sendiri. Jika dia sekarang menderita itu disebabkan kesalahannya dalam
menentukan pilihan, bukan kesalahan Tuhan. Dia yakin bahwa meskipun dia telah
melakukan kesalahan dalam memilih, Tuhan tidak akan meninggalkannya
sendirian menanggung penderitaan, Dia akan memberi penghiburan dalam
kesusahan.
Sebagai buktinya, dalam kesendiriannya tanpa suami ternyata Muryati
tidak kesepian. Orang tua, saudara dan sahabat-sahabatnya baik laki-laki maupun
wanita tidak pernah meninggalkannya. Mereka bahu-membahu menolongnya
setiap kali dia membutuhkan bantuan. Dukungan yang tanpa pamrih tersebut
membuat kepercayaan diri Muryati tumbuh semakin kuat sehingga dia semakin
cepat dapat bangkit dari keterpurukannya untuk memulai hidup yang baru. Hidup
mandiri untuk menciptakan kebahagiaan buat anak-anak dan dirinya sendiri. Dia
selalu berjuang untuk meningkatkan potensi dirinya. Salah satu bukti kerja
kerasnya adalah diterimanya bea siswa untuk menempuh pendidikan di negara
Belanda. Usaha Muryati untuk meningkatkan kemampuan dirinya tidak berhenti
sampai di situ. Dia pun meneruskan pendidikannya di Perguruan Tinggi.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Muryati memutuskan untuk
mengajukan perceraian. Dia sadar bahwa perceraian merupakan jalan terbaik
untuk benar-benar lepas dari bayang-bayang Widodo. Tekadnya untuk menguasai
dan mengatur sepenuhnya kehidupannya sendiri tak terbendungkan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Pertimbangan lainnya adalah status sebagai istri tahanan pulau Buru menghalangi
langkahnya untuk maju.
Seiring dengan berjalannya waktu, Muryati dapat membuka hatinya kembali
untuk seorang pria, Handoko, yang tak lain dan tak bukan adalah adik kandung
Widodo sendiri. Meskipun mereka bersaudara, kepribadian mereka sangat
berbeda. Handoko yang berusia jauh lebih muda, tahu betul bagaimana membuat
Muryati bahagia. Komunikasi di antara mereka berdua terjalin dengan sangat
baik. Apa yang tidak diperoleh Muryati dari Widodo, seperti kemesraan,
perlindungan, pengertian, perhatian, dan kepuasan seks, dapat diperolehnya dari
Handoko. Mereka hidup berbahagia sebagai suami istri selama lebih kurang lima
tahun.
Perkawinan tersebut akhirnya mendapat ujian. Widodo yang kembali ingin
memanfaatkan Muryati berusaha mengintimidasi Handoko dan, seperti masa
muda dahulu, dia berhasil. Handoko meragukan kesetiaan Muryati. Perkawinan
mereka pun berada di ujung tanduk. Mereka sepakat berpisah namun tidak
bercerai. Kembali Muryati harus menyiapkan mentalnya untuk menghadapi
tantangan dalam hidupnya sendiri dan sendiri lagi. Tantangan hidup Muryati
memang semakin bertambah tetapi, tidak diragukan lagi, kekuatan pun semakin
meningkat. Selain kedekatannya dengan Tuhan, kekuatannya pun meningkat
akibat pemahamannya yang semakin dalam akan Toto Urip, Toto Kromo and
Toto Laku, nilai-nilai hidup yang selalu menjiwai tindakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Hati yang Damai
Novel Nh. Dini
Suamiku berangkat. Keadaan yang sebenarnya di sana aku tidak pernah tau.
Aku hanya membaca berita yang juga dibaca orang-orang lain di surat kabar. Aku
hanya bisa membayangkan betapa keadaan yang kulihat sendiri zaman revolusi, di
tengah api mesiu dan hutan belukar yang lembab, panas atau pegunungan yang
membekukan, sedangkan yang bercampuh dan berperang sekarang tidak akan bisa
memilih musuh.
Aku tidak bisa mengerti. Aku hanya bisa mengerti pikiran orang yang
menghendaki ketenangan, pikiran pihak yang mengerti bahwa kedamaian adalah
bekal dari kehidupan yang menyenangkan. Pemberontakan di Sumatra terhadap
pemerintah pusat menghendaki pemisahan tanpa memikirkan korban. Apakah yang
tenang bagiku sekarang? Pagi, siang, dan sore aku disibuki jahitan dan kenakalan
anak-anakku. Suamiku tentara. Aku tahu. Dia disiplin dan menutur perintah. Tetapi
aku tahu juga dia manusia berhari lembut. Aku tidak peduli lagi hal lainnya. Aku
ingin dia kembali kepadaku dengan keadaan yang sebenarnya: utuh dan hidup.
“Kau mengerti menjadi sitri tentara, bukan?” aku ingat dia mengatakan ini
pada malam pertama dia dating kepadaku. Dia baru pulang dari Bali. Tangannya yang
berat memegang mukaku. “Aku tidak hendak menyembunyikan kesialan-kesialan
orang menjadi tentara. Lebih-lebih seperti aku. Pesawat terbang yang ada dalam
reguku semua tua-tua. Tetapi kami harus menggunakannya. Aku bisa mati sewaktu-
waktu. Aku tahu itu. Dan aku harap kau juga tahu hal ini. Sebab itu aku mau
memiliki kau sepenuhnya dank au memiliki aku sepenuhnya. Kau satu-satunya
milikku. Aku tidak mempunyai kekayaan lain.”
Waktu itu aku senang pada kejujurannya. Aku mengerti maksudnya. Tetapi
kini setelah dia pergi, aku tinggal dengan segala ketakutanku. Kun hilang. Dia tidak
memakai pesawat tua. Dia mengemudikan pesawat baru: salah satu yang baru dating
dari pabrik luar negeri. Tapi dia hilang. Reruntuhan pesawatnya ditemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
mengambang di lautan lepas pantai arah Sumatra Barat. Kun tidak ada. Kematian
yang selama ini ditertawakannya telah dating kepadanya.
“Aku tidak punya gadis, Dati, aku lebih suka tidak punya gadis sebagai
kekasih. Kekasih yang sebenarnya adalah pesawatku.”
Dia biasa mengatakan itu kepadaku dengan gerak tangannya yang khusus.
Aku mengerti apa sebenernya yang ada di dalam hatinya. Dia selalu gagal mendekati
gadis yang dicintainya. Lalu dia menjadi penyindir terhadap hidup dan cinta. Tetapi
dia mencintai anak-anakku. Dan aku merasakan sayangnyapula kepadaku.”Aku laki-
laki,” katanya. “Aku juga ingin mempunyai rumah yang tenang, istri yang mengerti
dan anak-anak yang sehat. Tetapi, aku tidak pernah mendapat kesempatan untuk
mencinta. Gadis-gadis hanya menyanjungku jika aku ada di dalam pesawatku.
Mukaku tebal, badanku terlalu gemuk. Aku bukan potongan orang yang bisa
dicintai.”
“Tetapi kau memberikan cinta kepada anak-anakku.”
“Memang!” jawabnya. “Mereka itu sahabat-sahabat yang baik. Mereka
memberiku perasaan yang tidak pernah aku terima dari orang lain. Mereka pantas
menjadi anak-anakmu.”
Aku tersenyum sedih mengingat semuanya itu.
***
Aku sedang memandikan Anto ketika penjaga telepon memanggilku. Ada
interlokal. Aku tergesa keluar. Dengan gugup aku memegang pesawat telepon.
“Dati?”
“Ya.”
Bukan suara Wija!Hatiku semakin bergetar kecemasan.
“Siapa di situ?”
“Mas Jat?.”
Ah, aku menarik nafas.
“Ada apa Mas Jat?”
“Asti ada?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
“Tidak ada”.
“Dia tidur di tempatmu, bukan?
“Ya.” Sebentar aku tertegun. Lalu kuteruskan, “Dua hari yang lalu dia tidur
disini. Kemudian, kawannya mengundangnya. Jadi, dia dirumah temannya sekarang.
Dia akan kembali sebab kulihat barang-barangnya masih di sini”.
Aku dengar Mas Jat mengeluh perlahan.
“ Ada perlu Mas Jat?”
“ Tidak. Aku hanya ingin berbicara.”
“ Rindu?”
Aku dengar dia mengeluh lagi.
“ Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan dia.”
“ Kau mau supaya dia menelponmu? Kau di mana?”
“ Aku di Yogya.”
Dia diam.
“ Nomor berapa?”
“Ah, tidak usah saja.”
Dia diam saja kemudian bertanya tentang, aku.
“ Bagaimana kau? Anak-anak? Wija baik-baik?”
“ Baik semua. Wija tugas.
“ Ke mana?”
“ Ke Barat.”
“ Ke Barat? Ke Tanjungpinang?”
“ Tidak. Keliling katanya,” aku tiba-tiba takut menyebutkan Sumatra, tempat
sebenarnya suamiku bertugas. Aku seperti dikekang oleh kekuasaan aneh.
“ Sudah lama?”
“ Sudah kira-kira delapan hari, mungkin lama lagi.”
Kami diam. Aku menunggu suaranya. Tapi, dia tidak berkata apa-apa.
“ Kau kapan kemari?” tanyaku akhirnya.
“ Belum tahu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
“ Kalau kemari tidur di sini aja. Aku sendirian.”
“ Kau kesepian?”
Aku tidak menjawab. Aku tidak kesepian karena aku mempunyai Atni dan
Anto. Tetapi, berbagai ragam rasa takut dan cemas sering membangunkan aku di
malam senyap. Lalu aku berbaring menentang lagit-langit rumah dengan pikiran
kosong. Aku kembali ke serambi. Kudapati Wardi, kawan suamiku, sudah ada di sana
ditemani Atni.
“Ada apa Dati? Penting?”
“Tidak. Kakakku mencari istrinya.” Lalu aku berpaling kepada anakku.
“Atni belum mandi?”
“Mandi dulu, “ kataku kemudian.
“Aku mau sama-sama Paman,” katanya sambil memegangi lengan Wardi.
Aku diam. Kulihat anakku amat rindu padanya. Wardi memang sudah lama
tidak muncul ke rumah kami.
“Kau dari sana?”
“Aku seminggu di sana. Sebentar mampir akan terus ke Malang.”
Dia memberikan surat kepadaku.
“Wija?”
“Baik-baik. Baca saja suratnya. Dia crash, tetapi tidak apa-apa.”
Aku menatapnya dengan curiga. Tapi dia sudah kembali asyik berbicara
dengan anakku. Ketika aku mengantarnya sampai pagar aku bertanya lagi.
“Kau yakin Wija tidak apa-apa?”
Dia merangkulku. Tubuhnya tinggi dan kuat.
“Kau lihat aku? Aku tidak apa-apa bukan? Aku crash bersama dia. Roda-roda
kami tidak mau keluar. Kami mendarat darurat. Kami selamat. Ia terkulai
memandangi langit seperti orang keheranan. Dia tidak mau cepat-cepat keluar dari
pesawat. Aku terpaksa menariknya, karena takut pesawat akan meledak.
Dia memandangiku, kepalanya terpaksa ditundukkan sedikit karena
ketinggian badannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
“Sebentar lagi dia pulang.” Bujuknya.
Aku tersenyum dengan terima kasih.
Sekali lagi aku merasa tersendiri setelah kesepian yang takam melingkupi
daerah asrama kami di lapangan udara itu. Surat suamiku kubaca berulang-ulang.
“Aku crash-landing hari ini.” Surat Wija yang pertama menceritakan
keonaran perang yang membungai tanah air. Suratnya penuh kerinduan akan damai ,
yang menjadi kecintaan setiap ibu, istri, dan kekasih. “Aku terbang bersama Wardi.
Empat jam lamanya kami berpisah dari kawan-kawan. Perintah untuk kembali ke
pangkalan mengawang di alat penerima dengan terputus-putus tidak jelas. Kilatan
putih-putih dari bawah menyibukkan kami dengan tangkisan-tangkisan kesigapan
orang muda yang berbekalkan keberanian. Dan akhirnya kami sadar bahwa dari
bawah semuanya Cuma tertuju kami. Secepatnya kami membuat dive dan tanganku
meraba sebuah kenop.
Singkarak manis dan bening mengacai dengung pesawat. Amat sejuh dan
hijau. Kau pasti juga menyukai kalau melihatnya. Aku tertegun. Hatiku terpukul oleh
suatu perasaan yang tidak kuketahui dari mana datangnya: ini tanahku juga, tanah
ibuku. Dengan memejamkan mata kualihkan arah pesawat. Terus naik dan lepas
dengan kecepatan maksimal kea rah utara menuju pangkalan kami. Di bawah kami
meninggalkan gundukan asap memerahdi sela-sela kehijauan.aku menoleh ke plosok
langit yang luas. Tak ada kawan-kawan yang lainnya. Wardi mencoba radio. Rupanya
radio kami rusak. Dalam deru mesin dan timpahan angina yang keras, kami sia-sia
menangkap kode-kode yang sampai pada alat radio yang macet itu. Aku menengok ke
bumi yang menyanyup di bawah. Semuanya diam. Semuanya seperti tak ada yang
memedulikan kami, aku dan Wardi. Awan-awan yang menghalang bergantungan
seperti menetap pada suatu tempat. Wardi terus mencoba radionya. Tak ada yang
menyahut. Sebentar-sebentar kami berpandangan. Apa yang telah kuperbuat? Hatiku
berbisik menggangguku. Berapa yang mati dan berapa yang menangis karena
perbuatanku?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Aku mulai tidak bisa mengendalikan ketenanganku. Tanganku erat memagang
kemudi. Resah dan perasaan-perasaan yang aneh mencengkamku. Beginilah perasaan
orang yang akan mati? Apakah ibuku juga telah aku bunuh? Apakah perempuan
yang mengandung dan telah membawaku ke dunia itu ada di dalam gumpalan asap
yang kami tinggalkan? Dati, maafkan aku telah menjadi pembunuh dan perusak
tanahku sendiri tanpa kuhendaki.
Mataku menengadah menatap langit-langit rumah. Hatiku bergetar merasakan
satu kesakitan yang dalam. Aku tahu suamiku. Aku mengerti hati laki-laki yang
selama lima tahun ini merebut perhatian dan setiaku. Ia terkulai memandangi langit
seperti orang yang keheranan, aku mengulang cerita Wardi. Tidak. Suamiku tidak
terkulai memandangi langit, aku pasti benar akan hal ini. Ia masih membawa
kesedihan tersendiri yang ia sendiri tidak menyadarinya. Dia tidak mencintai ibunya
karena ia tidak mengenalnya, katanya. Tetapi hati manusianya yang lembut
memberinya perasaan berdosa yang tajam.
Ia ditumbuhkan dengan cinta dan semangat laki-laki dari bapaknya. Sampai
ke masa dewasanya tak pernah ia bisa melepaskan diri dari suatu gambaran
kemesraan yang diberikan ibu kepada anaknya. Empat bulan setelah kami nikah,
bapaknya meninggal. Pada penguburan itulah seorang perempuan manis tiba-tiba
muncul mendekati suamiku dan tersenyum. Tersenyum pada hari yang duka pada
suamiku.
“Kau tidak diberi tahu tentang aku, bukan?”
Wija memandangnya dengan heran. Dan aku juga terdiam keheranan.
“Kau hanya diberi tahu bahwa aku sudah mati. Tapi, ah, kau sudah besar
sekarang, lebih tinggi dari ayahmu.”
Aku memandang perempuan itu tanpa berkejab. Aku tiba-tiba mendapati
sesuatu yang sama dengan suamiku. Garis bibirnya adalah garis bibir suamiku.
Perempuan itu masih tersenyum. Wija memandangnya dengan pandangan
asing.
“Kau tidak seharusnya mendiamkan aku begini.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Tapi Wija tetap diam. Dia tidak berakata apa-apa berjalan menuruti bukit
tanah penguburan. Tanganku dipegangnya erat. Kelompok-kelompok orang yang
mengantar sudah terpisah berbondongan, dan rumput-rumput kuburan yang tinggi
terayun bergerisik oleh angina yang turun dari gunung di sebalh selatan.
“Aku, yang terakhir melihatmu adalah sewaktu kau sakit keras kira-kira
sembilan belas tahun yang lalu. Aku ingat, kau waktu itu juga diam saja
memandangku. Kau sakit, kelihatan lemas dan kurus. Tapi sekarang kau sehat. Kau
bisa berkata sesuatu kepadaku.”
Aaku menoleh pada suamiku. Dia sehat? Benarkan ia tidak sakit waktu itu?
Aku melihat mukanya kaku. Di sana aku menemukan pengucapak kesakitan yang
tidak terperikan. Ada sesuatu yang hancur dalam dirinya. Dia pasrah. Dia pasrah. Dia
berjalan dengan langkahnya yang berat untuk pulang kembali ke rumah tua di ujung
jalan kampungnya. Di sana ia tidak lagi akan menjumpai laki-laki berambut putih
yang biasa duduk di teras. Ia tidak akan lagi mendengar ketawa parau yang ria dari
bapaknya yang selama ini menyambut kedatangannya kalau berlibur. Ia hanya akan
menjumpai bayangan daun dan pucuk kelapa yang jatuh tepat di kaki kursi yang
terletak di pojok serambi. Dan ini sudah cukup baginya untuk mengerti, bahwa laki-
laki itu tidak akan duduk lagi di sana.
Aku melihat Wija menengadah mukanya. Matanya kabur oleh air mata yang
mengambang. Itu semua telah berlalu. Dan itu semua telah mengisi seluruh waktu
hidupnya. Ia perlahan menarik napasnya panjang-panjang. Aku pun tahu, dia diam-
diam menahan tangisnya.
“Aku kebetulan ada urusan di sini beberapa hari. Dan aku mendengar tentang
meninggalnya. Kupikir, lebih baik menemuimu. Mungkin ada sesuatu yang bisa
kukerjakan untukmu.”
“Kau tidak perlu berbuat apa-apa untukku,” suara Wija kaku.
Aku terkejut. Begitu pula kulihat perempuan itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Febrilia Kustiansari lahir di Yogyakarta, 12 Juli 1988. Saat
ini tinggal di Desa Janten DK VIII Ngestiharjo Kasihan
Bantul. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara
dari pasangan Bapak Slamet Kus Widodo dan Siti
Wuryaningsih. Tahun 2006 diawali dengan menempuh
pendidikan Taman Kana-kanak nol kecil di TK Aba Pandeyan Umbulharjo,
berakhir tahun 1998. Tahun 1998-2000 melanjutkan sekolah di SD Keputran XII,
Jalan Patehan Tengah no: 9. Kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri
7Yogyakarta tahun 2000- 2003. Melanjutkan SMA Katolik Sang Timur
Yogyakarta, jalan Batikan no: 7 Kalimambu Umbulharjo Yogyakarta pada tahun
2003-2006. Kemudian tahun 2006memulai pendidikan di Universitas Sanata
Dharma dan mengambil program studi PBSID (Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah). Untuk menempuh gelar sarjana. Ia menempuh jalur
skripsi yang berjudul Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini
dan Implementasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA kelas XI dan
berakhir pada tahun 2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI