Plagiat

3

Click here to load reader

Transcript of Plagiat

Page 1: Plagiat

Bilawa Ade Respati133 05 035

Plagiat dan Budaya Hukum

Plagiat berdasarkan peraturan menteri ini, didefinisikan sebagai perbuatan secara sengaja atau tidak

sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah,

dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai

karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai. Dari definisi ini, dapat

disimpulkan plagiat sangat erat kaitannya dengan ‘kepemilikan’ dan hak cipta.

Maraknya plagiat belakangan ini menunjukkan bahwa plagiat dapat menjadi budaya. Kecendrungan ini

akibat lemahnya kesadaran hukum serta penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindakan ini.

Dampaknya, masyarakat menganggap plagiat sebagai tindakan yang cukup aman dilakukan, dengan

menganggapnya sebagai sebuah kelaziman baru di masyarakat.

Budaya didefinisikan oleh Franciss Meril sebagai pola perilaku akibat interaksi sosial. Budaya plagiat,

dalam konteks definisi ini, menunjukan bahwa ia adalah perilaku yang timbul akibat respon sosial

terhadapnya. Seringkali kita temui kebanyakan orang memaklumi tindakan plagiat, menganggapnya

sebagai suatu kelaziman baru, serta tidak diberikan sanksi yang sesuai. Respon semacam ini seolah

memberikan satu “izin” untuk melahirkan budaya plagiat.

Dalam KUHP, istilah plagiat memang belum dikenal. Namun, secara hukum, plagiat dapat dikaitkan

dengan Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta ("UU Hak Cipta") dan Undang-undang

Sistem Pendidikan Nasional ("UU Sisdiknas"). Berdasar Sanksi bagi sarjana yang terbukti melakukan

plagiat ini adalah gelar akademiknya dicabut dan dapat dikenakan pidana selama 2 (dua tahun) penjara.

Plagiat, secara hukum, dikategorikan sebagai delik aduan. Delik jenis ini hanya akan diproses oleh hukum

jika terdapat aduan dari pihak yang merasa dirugikan. Berbeda dari delik lain yang dapat dikenai

tindakan hukum oleh penegak hukum tanpa aduan dari para pihak. Hal ini disebabkan yang mengetahui

terjadinya pelanggaran hak atau tidak adalah pemilik hak yang karya intelektualnya dilindungi.

Untuk itu, selain dengan membiasakan untuk tidak melakukan tindakan plagiat, perlu juga sebagai

seorang pencipta karya (terutama dalam hal ini karya akademik) mengetahui segala sesuatu yang terkait

karyanya secara hukum: apa saja hak – hak yang dimiliki oleh seorang pemilik karya dan bagaimana

Page 2: Plagiat

untuk menjaga hak tersebut. Hanya dengan sinergi dua arah seperti ini, pencegahan terhadap plagiat

dapat dicapai dengan baik.

Dengan adanya Permendiknas tentang Plagiat ini, diharapkan penegakan sanksi hukum terhadap

plagiator menjadi budaya hukum yang kuat. Budaya hukum ini akan berdampak membentuk masyarakat

yang lebih sadar hukum serta mendidik tentang hubungan sebab-akibat dari tindakan (terutama di

lingkungan mahasiswa). Selain itu, hal ini membentuk budaya menghargai hasil karya orang lain (sebuah

budaya yang mulai luntur).

Bagaimanapun, sebuah hukum atau peraturan tidak akan berdampak apa – apa jika ia tidak

dilaksanakan. Demikian juga dalam hal melawan budaya plagiat ini, hanya dapat dilakukan dengan

menciptakan budaya hukum yang baik dan kesadaran akan menghargai karya orang lain. Alih – alih

budaya plagiat, tentu saja akan lebih membanggakan jika yang tercipta adalah budaya kreatif yang

orisinil.

Sumber:

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat Perguruan Tinggi

Hukum Pidana Plagiat (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2503) Defining Culture (http://courses.ed.asu.edu/margolis/spf301/definitions_of_culture.html)