PIROLISIS
-
Upload
andriani-asarah-bantjin -
Category
Documents
-
view
686 -
download
5
Transcript of PIROLISIS
PEMANFAATAN DAN IDENTIFIKASI PADATAN SISA PROSES BIOGAS UNTUK BRIKET
DENGAN PIROLISIS
THE USAGE AND IDENTIFICATION OF BIOGAS PROCESS SLURRY FOR BRIQUET
BY PYROLYSIS
Iman Kurniawan Wicaksono dan Abdu Fadli Assomadi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
email: [email protected] ; [email protected]
Abstrak
Salah Satu dampak dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan kebutuhan pangan
(pertanian dan peternakan), sehingga meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan faeces sapi yang selama ini
dijadikan pupuk kandang.
Telah dilakukan penelitian menggunakan teknologi biogas, yang menghasilkan energi berupa gas methan. Lalu
padatan sisa proses biogas dicampur dengan tempurung kelapa dibakar secara pirolisis, yaitu pembakaran tanpa atau
sedikit oksigen. Adapun variasi komposisi sampel antara lain: 100 % sisa biogas, 75 % sisa biogas + 25 % tempurung
kelapa, 50 % sisa biogas + 50 % tempurung kelapa dan 25 % sisa biogas + 75 % tempurung kelapa. Sedangkan
perlakuan yang diberikan yaitu, sampel dikeringkan, tanpa pengeringan, penambahan HCl dan tanpa penambahan HCl.
Dari penelitian diperoleh nilai kalor tertinggi terdapat pada sampel komposisi 75 % sisa biogas + 25 %
tempurung kelapa dengan perlakuan tanpa pengeringan dan tanpa penambahan HCL, nilai kalornya sebesar 9728,66
kal/gr.
Kata kunci: Faeces sapi, tempurung kelapa, biogas, pirolisis.
Abstract
The consequence of rising inhabitant is increasing demands of foods (agricultura and livestock) as well as their
waste. The research was aimed to find the solution to recycle the biodigester slurry of cow dung mixed by the coconut
shells.
The slurry from biogás process was burned by pyrolysis in the varied sample composition of 100 % slurry, 75
% slurry + 25 % coconut shells, 50 % slurry + 50 % coconut shells, 25 % slurry + 75 % coconut shells. Several
treatment procedures were caried out. Such as: simple was dried, without drying, simple was added by HCl, and without
HCl addition. The greatest value calories of 9728.66 cal/gr was obtained in 75 % slurry + 25 % coconut shells.
Key words: Cow dung, coconut shell, biogas, pyrolysis.
1
1. Pendahuluan
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat, menuntut
tersedianya persediaan pangan yang mencukupi kebutuhan penduduk. Dari kondisi tersebut
secara otomatis terjadi perkembangan produksi pangan, baik sektor peternakan maupun sektor
pertanian.
Setiap peningkatan hasil produksi mengakibatkan peningkatan jumlah limbah yang
dihasilkan dari proses produksi tersebut. Seiring dengan perkembangan sektor peternakan dan
pertanian yang terus ditingkatkan, maka kuantitas limbah hasil peternakan dan pertanian yang
dihasilkan juga akan meningkat.
Dari sektor peternakan, khususnya peternakan sapi menghasilkan limbah faeces sapi
yang cukup banyak. Setiap ekor sapi rata-rata dapat menghasilkan faeces sebanyak 30
kg/ekor/hari (Simamora, dkk. 2006). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
potensi dari peternakan sapi cukup besar. Oleh karena itu, perlu dicari upaya penanganan dan
pemanfaatannya. Di samping sebagai pupuk kandang, faeces sapi dapat dimanfaatkan menjadi
sumber energi untuk bahan bakar dengan terlebih dahulu dibuat briket.
Kelapa adalah salah satu hasil pertanian yang cukup banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Salah satu limbah yang dihasilkan dari kelapa adalah tempurung kelapa. Di
samping dijadikan sebagai bahan baku kerajinan, tempurung kelapa dapat dimanfaatkan
menjadi sumber energi untuk bahan bakar dengan terlebih dahulu dijadikan arang/briket.
Biomassa adalah sampah kota, limbah pertanian, peternakan, dan industri yang terkait
dengannya. Itu dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif bagi rumah tangga maupun industri,
kata Peneliti Teknologi Pengolahan Limbah Pustekling-BPPT Sri Wahyono kepada Investor
Daily di Jakarta, (Bukit, 2006).
Biomassa, sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi energi terbarukan.
Pengembangan energi terbarukan tersebut di atas dapat dilakukan melalui Clean Development
Mecanism (CDM). CDM ini mengembangkan konversi biomassa manjadi bahan bakar atau
sumber energi dan pembersihan lingkungan. (Nurachman, 2005). Adapun Tujuan Penelitian ini
adalah mengukur volume gas methan yang dihasilkan oleh faeces sapi dari proses anaerobik dan
menentukan nilai kalor pada sisa proses biogas yang dibakar secara pirolisis
1.1 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari Penelitian ini adalah :
1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2
¤ Kotoran sapi perah, yang berasal dari Jemur Sari.
¤ Tempurung kelapa, yang berasal dari Pasar Pucang.
2. Proses biogas dilakukan dengan menggunakan metode anaerobik yaitu hanya pada kotoran
sapi/faeces.
3. Pembuatan briket dilakukan dengan menggunakan metode pambakaran secara pirolisis.
4. Parameter penelitian yang dianalisis :
Volume gas methan
Nilai kalor
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Karakteristik Kotoran Sapi
Pengelolaan limbah kotoran sapi maupun dari rumah potong hewan perlu diperhatikan
apalagi dalam usaha skala besar. Pada masa mendatang bisa saja terjadi, bila suatu peternakan sapi
memelihara sapi sampai 50.000 ekor sapi, sehingga menimbulkan masalah dalam penanganan
limbahnya. Sebagai contoh seekor sapi muda menghasilkan 30 kg kotoran/faeces setiap hari
(Simamora, dkk. 2006). Berikut ini adalah tabel 2.1 mengenai susunan kimia faeces sapi
Tabel 2.1 Susunan kimia Faeces Sapi
Unsur%
Berat
Bahan
kering21,24
Protein 6,74
Serat Kasar 36,64
Lemak 2,45
Abu 22,11
Kalsium 0,43
Phospor 2,25
Lain-lain 8,14
Sumber: Widarto dan Suryana, 1995
3
2.2. Karakteristik Tempurung kelapa
Kelapa merupakan tumbuhan asli daerah yang beriklim tropis di sepanjang katulistiwa.
Indonesia berdasarkan letak geografisnya merupakan daerah yang cocok bagi pertumbuhan kelapa.
Dalam dunia tumbuhan, kelapa bisa digolongkan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyte
Klas : Monocotyledonae
Ordo : Palmae
Genus : Cocus
Species : Cocos nucifera
Hampir seluruh bagian tubuh kelapa dapat dimanfaatkan.Tempurung kelapa merupakan
bagian dari buah kelapa. Prosentase tempurung kelapa adalah ± 12 – 15 % dari buah kelapa.
Tempurung kelapa pada dasarnya mengandung unsur-unsur kimia seperti karbon (C), hidrogen
(H), nitrogen (N) dan unsur mineral seperti K, Ca dan Mg.
Unsur-unsur kimia (C,H dan N) tergabung dalam bentuk senyawa organik yang merupakan
kandungan pokok dari tempurung kelapa. Berikut tabel 2.2 adalah komposisi tempurung kelapa:
Tabel 2.2 Komposisi tempurung kelapa
Unsur % Berat
Air 8,0
Abu 0,6
Lignin 29,4
Selulosa 26,6
Pentosa 27,7
Lain-lain 7,7
Sumber: Warnijati dan Agra, 1980
Pembakaran tempurung kelapa dari kelapa tua dengan cara pirolisis akan menghasilkan
karbon (arang) dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi. Rendemen arang yang dihasilkan
adalah 30 % dari berat basah tempurung. Arang tempurung termasuk bahan bakar dengan nilai
kalor tinggi
4
2.3. Biogas
2.3.1. Pengertian Biogas
Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik
oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik (Sahidu, 1983).
2.3.2. Komposisi Biogas
Menurut Polprasert (1989), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor seperti
komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta
temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan
biogas, dapat diperkirakan bahwa kandungan berkisar pada nilai-nilai di bawah ini :
Metana (CH4) = (55 - 65%)
Karbondioksida (CO2)= (35 - 45%)
Nitrogen (N2) = (0 - 3%)
Hidrogen Sulfida (H2S) = (0 - 1%)
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas
Kondisi lingkungan yang mempengaruhi produksi biogas, antara lain (Balsam, 2002) :
1. Suhu
Suhu berpengaruh pada kecepatan pembentukan gas. Suhu kerja yang lebih tinggi akan
memberikan biogas yang banyak pula. Namun pada suhu yang terlalu tinggi, bakteri-bakteri
mudah mati oleh perubahan suhu. Suhu yang harus dipertimbangkan dalam pembentukan gas
methan adalah kondisi mesofilik (25- 40°) C dan kondisi termofilik (50-65°) C.
2. pH
Pada awal proses, pH bahan yang terisi dalam tangki anaerobik dapat turun menjadi 6 atau lebih
rendah. Ini merupakan akibat dari dihasilkannya asam-asam organik sederhana. Sesudah 2
sampai 3 minggu, pH mulai naik disertai dengan perkembangbiakan bakteri pembentuk metan.
Bakteri anaerobik bekerja paling giat pada keadaan pH antara 6,8 - 8, pada kisaran tersebut akan
diberikan hasil dekomposisis yang optimum (artinya laju produksi biogas yang optimum). Pada
saat penurunan pH menjadi kurang dari 4,5 yang dapat menyebabkan terhentinya proses
pembentukan gas metan dari hidrogen dan karbonmonoksida maka perlu penambahan
basa/kapur.
5
3. Kadar air
Dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme tergantung kadar air. Perbandingan air dan
padatan/ lumpur kurang lebih 1:1. Pada keadaan ini proses pencernaan anaerobik berjalan paling
baik. Kelembaban (36-99) % akan menaikkan produksi gas 67%. Kenaikan terbesar dicatat pada
range kelembaban (60-78)%.
4. C/N
Hubungan antara karbon dan nitrogen pada proses dekomposisi bahan organik ditunjukkan
dengan rasio C/N. Rasio C/N untuk pembentukan biogas berada pada rentang 20 – 30
(Verma, 2002). Rasio C/N yang tinggi, mengindikasikan bahwa konsumsi nitrogen oleh bakteri
methanogen berlangsung sangat cepat sehingga nilai N kecil dan menghasilkan produksi biogas
yang kecil. Pada sisi lain, rasio C/N yang kecil mengakibatkan terjadi akumulasi ammonia dan
nilai pH melebihi 8,5, dimana keadaan ini menjadi beracun bagi bakteri methanogen.
5. Nutrien/inokulum
Beberapa organisme yang berada dalam digester juga ditemukan pada kotoran manusia dan
hewan. Kecepatan pertumbuhan dari gas akan cepat dengan menambahkan lumpur yang
mengandung bakteri tersebut.
2.3.4 Proses Pembentukan Biogas
Proses pengolahan limbah secara anaerobik merupakan metoda yang efektif untuk
pengolahan berbagai limbah organik. Pengolahan jenis ini memanfaatkan peran bakteri anaerobik
dan fakultatif dalam kondisi tanpa oksigen untuk menguraikan bahan organik menjadi produk yang
stabil dan produk berupa gas seperti karbondioksida dan metana.
Menurut Polprasert (1996), reaksi yang terjadi pada pembentukan biogas didalam suatu
digester secara umum dapat digambarkan pada reaksi 2.1 sebagai berikut:
Bahan organik Mikroorganisme anaerobik CH4 +CO2 +H2S +N2+NH3
Pada umumnya penguraian bahan-bahan organik menjadi biogas dibagi menjadi empat
tahap yaitu:
1. Tahap Hidrolisa
Grup mikroorganisme hidrolytic mengurai senyawa organik kompleks menjadi molekul-
molekul sederhana, dengan rantai pendek termasuk glukosa, asam amino, asam organik,
6
ethanol, karbondioksida dan hidrokarbon yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi
bagi bakteri yang melakukan fermentasi.
Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri seperti selullase,
protase, dan lipase. Rumus kimia untuk bahan organik adalah C6H10O4 (Themelis and Verma,
2004 dalam Ostream 2004). Reaksi yang terjadi selama proses hidrolisis dimana bahan organik
dipecah menjadi molekul gula sederhana, dapat dilihat pada reaksi 2.2 berikut (Ostream,2004) :
C6H10O4 + 2H2O C6H12O6 + 2H2 (2.2)
2. Tahap Acidogenesis
Tahap hidrolisis segera dilanjutkan oleh pembentukan asam pada proses acidogenesis.
Dalam proses ini, bakteri acidogenesis mengubah hasil dari tahap hidrolisis menjadi bahan
organik sederhana (kebanyakan dari rantai pendek, keton, dan alkohol).
3. Tahap Acetogenis (Tahap Pembentukan Asam)
Pada tahap ini terjadi pembentukan senyawa asetat, CO2 dan hidrogen dari molekul-molekul
sederhana yang tersedia oleh bakteri aceton penghasil hidrogen. Tetapi pertumbuhan
mikroorganisme ini justru akan terhambat jika terjadi akumulasi hidrogen.
4. Tahap Methanogenesis (Tahap Pembentukan Methan)
Pada tahap ini terjadi pembentukan gas methan dari senyawa asetat, ataupun hidrogen dan
CO2 oleh bakteri methanogen. Bakteri methanogen adalah bakteri anaerob yang
pertumbuhannya lebih lambat dari pada bakteri yang ada pada tahap satu dan dua. Bakteri ini
sangat tergantung pada bakteri lainnya pada tahap sebelumya untuk menghasilkan nutrient
dalam bentuk yang sesuai.
Fungsi dari bakteri methanogen antara lain mengurangi akumulasi hidrogen seminimal
mungkin di dalam medium dengan jalan menggunakan hidrogen untuk mereduksi CO2 menjadi
produk yang inert (gas yang tidak dapat bereaksi secara kimia dengan benda lain) yaitu CH 4.
Proses ini oleh methanogen pengguna hidrogen. Reaksi yang terjadi pada tahap methagenesis
(Polprasert, 1989) adalah pada reaksi 2.3 berikut ini :
CH3COO- + H2O CH4 + HCO3- (2.3)
(asetat)
7
2.4 Pirolisis
Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau
sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur
kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang hanya
meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi (Vesilind, 2002). Pembakaran pirolisis
akan menghasilkan sejumlah energi, salah satunya adalah panas/kalor. Adapun penjelasan mengenai
kalor dan nilai kalor akan dijelaskan pada bab 2.5.
Sebagai contohnya, jika material yang terdiri dari selulusa dibakar secara pirolisis.
Persamaan reaksinya Seperti pada reaksi 2.4 berikut, (Vassilind, 2002):
C6H10O5 + Panas CH4 + H2 + CO2+C2H4 (ethylene)+C+H2O
Berikut ini adalah klasifikasi hasil yang diperoleh dari proses pirolisis, yakni (Vasilind,
2002):
1. Zat padat
Zat padat hasil pirolisis biasanya berupa Karbon/arang
2. Zat Cair
Zat cair yang dihasilkan biasanya berupa ethelene
3. Zat Gas
Gas yang dihasilkan proses pirolisis biasanya adalah methan, CO2, hydrogen
8
3. Metodologi Penelitian
3.1.Bahan dan Alat
Adapun Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Reaktor Biogas
Reaktor Pirolisis
Faeces Sapi
Tempurung kelapa
Gambar 3.6 Reaktor Biogas dan Rangkaian reaktor Pirolisis
Adapun langkah-langkah pengoperasian reaktor pirolisis adalah sebagai berikut:1. Persiapan sampel (sisa proses biogas yang telah dikeringkan, sisa proses biogas yang masih
berupa lumpur, dan tempurung kelapa).2. Setelah itu sampel (sisa proses biogas yang telah dikeringkan dan tempurung kelapa) di
hancurkan kecil-kecil.3. Sampel ditimbang sesuai dengan variasi komposisi sampel.4. Sampel dimasukkan ke dalam wadah pembakaran.5. Nyalakan kompor minyak tanah, sampai nyala api stabil.6. Kunci rapat wadah pembakaran dan hubungkan dengan kondensor ( pipa PVC no 5), selang
juga sudah terhubung dengan pompa air.7. Hidupkan pompa, sampai sirkulasi air dari pompa ke kondensor dan dari kondensor ke bak
penampung (no 10) berjalan lancar.8. Taruh wadah pembakaran yang sudah dirangkai dengan kondensor diatas kompor.9. Siapkan botol destilat dan taruh tepat dibawah pipa outlet10. Cairan hasil kondensasi akan keluar dan masuk kedalam botol destilat.11. Setelah asap dan cairan tidak keluar lagi, matikan kompor.12. Dinginkan sampai 30 menit13. Ambil arang yang terbentuk.14. Cairan dan arang siap di analisa
Setelah sampel dicampur sesuai dengan komposisi diatas, maka diberi 2 perlakuan berbeda, yaitu: Penambahan HCl dan tanpa penambahan HCl. Penambahan HCl diberi 15-20 tetes.
3.1 Kerangka penelitian
9
4.Analisa Dan Pembahasan
10
4.1 .Analisa Produksi Gas Methan
Dalam penelitian ini, pengukuran gas dilakukan dengan pengamatan secara visual terhadap
penurunan muka air pada tabung penangkap gas methan. Apabila terjadi penurunan muka air pada
tabung penangkap gas, hal ini menunjukkan terbentuknya gas methan dan besarnya ditentukan
dengan melihat selisih antara muka air awal dengan muka air akhir. Grafik hasil produksi gas
methan dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar Produksi Gas Methan
Berdasarkan gambar diatas gas methan mulai terbentuk pada hari ke-10. Hal ini menunjukkan
bakteri methana dalam proses pertumbuhannya memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi
dan memerlukan kondisi lingkungan yang benar-benar anaerobik (Wijjayanti, 1993). Pada hari ke-
10 tahap methanogenesis mulai terjadi, bakteri methanogen mulai menghasilkan gas methan. Hasil
produksi gas methan per hari dapat dilihat pada lampiran. Adapun reaksi dari proses
methanogenesis adalah sebagai berikut, (Polprasert, 1989):
CH3COO- + H2O CH4 + HCO3-
(asetat)
Adanya fluktuasi pada gambar 4.1 hal ini dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu adalah parameter
yang krusial (Ostream, 2004).
Dalam percobaan kali ini, waktu tinggal yang digunakan adalah 35 hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Chynoweth and Legrand 1993, dimana materi organik didekomposis terutama menjadi
methan, karbondioksida dan kompos dengan waktu tinggal sekitar 10 – 30 hari. Berdasarkan
percobaan Polprasert, 1989, produksi gas methan paling banyak diproduksi dengan waktu tinggal
30 hari dibandingkan dengan waktu tinggal setelah 50 dan 70 hari.
4.2 Proses Pembakaran Secara Pirolisis
11
Ke-16 sampel dengan komposisi berbeda dibakar satu per satu dengan metode pirolisis, yaitu
dibakar dalam keadaan tanpa atau sedikit oksigen. Rangkaian alat pirolisis juga dilengkapi dengan
kondensor, hal ini bertujuan untuk mengubah fasa gas menjadi zat cair. Dimana zat cair nantinya
akan diidentifikasi kandungan C, N dan P. Proses pembakaran akan dihentikan bila sudah tidak ada
asap dan cairan yang keluar dari pipa reaktor. Setiap sampel memiliki waktu yang berbeda dalam
proses pembakaran secara pirolisis, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Waktu pembakaran
No Komposisi sampel PerlakuanLama
Pembakaran (menit)
1100 % sisa proses
biogas Pengeringan 40
275 % sisa proses
biogas 25 % tempurung kelapa
Pengeringan 35
350 % sisa proses
biogas 50 % tempurung kelapa
Pengeringan 24
425 % sisa proses
biogas 75 % tempurung kelapa
Pengeringan 19
5100 % sisa proses
biogas Pengeringan
+ HCl40
675 % sisa proses
biogas 25 % tempurung kelapa
Pengeringan + HCl
31
750 % sisa proses
biogas 50 % tempurung kelapa
Pengeringan + HCl
30
825 % sisa proses
biogas 75 % tempurung kelapa
Pengeringan + HCl
28
9100 % sisa proses
biogas Tanpa
Pengeringan 12
1075 % sisa proses
biogas 25 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
13
1150 % sisa proses
biogas 50 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
15
Lanjutan Tabel 4.1No Komposisi sampel Perlakuan Lama
12
1225 % sisa proses
biogas 75 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
25
13100 % sisa proses
biogas
Tanpa Pengeringan
+ HCl17
1475 % sisa biogas 25 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
+ HCl20
1550 % sisa proses
biogas 50 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
+ HCl23
1625 % sisa proses
biogas 75 % tempurung kelapa
Tanpa Pengeringan
+ HCl26
Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan, sampel yang dikeringkan terlebih dahulu memiliki
waktu pembakaran yang lebih lama dalam sedangkan sampel yang tidak dikeringkan memiliki waktu
yang lebih cepat dalam proses pembakaran. Sampel yang telah dibakar akan menjadi arang yang
kemudian akan dianalisa kandungan nilai kalor.
Sedangkan asap yang telah mengalami kondensasi akan menjadi cairan yang kemudian akan
dianalisa kandungan C, N dan P. Adapun berat/volume sampel sebelum pembakaran dan sesudah
pembakaran, baik hasil akhir berupa arang maupun yang berupa cairan dapat dilihat pada lampiran.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan yaitu :
Volume gas methan yang dihasilkan oleh 10 kg faeces sapi yang mengalami proses
anaerobik selama 35 hari adalah sebesar 11,589 ml.
Nilai kalor pada briket hasil pembakaran secara pirolisis padatan sisa proses biogas terbesar
adalah pada komposisi 67,5 % air+7,5 % sisa biogas + 25 % tempurung kelapa dengan perlakuan
tanpa pengeringan yaitu sebesar 9728,66 kalori/gr.
6. Daftar Pustaka
13
Alaerts, G, dan Sumestri, Sri. 1987. Metode Penenelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
APHA, AWWA, WPCF. 2000. Standart Method for the Examination of Water and Wastewater. 15th edition. Washington.
Balsam, J. 2002. Anaerobic Digestion of Animal Wastes: Factors to consider. NCAT Agricultural Energy Specialist, California.
Corbit, 1990. Standart Handbook of Environmental Engineering, edited by Robert Corbit, McGraw-Hill, New York, 1990.URL://http//www.epa.com
Pelczar, M.J.Jr., dan Chan, E.C.S 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI – Press), Jakarta
Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley & Sons, Singapore.
Tchobanoclus, Thiessen, Vigil, 1993. Integrated Solid Wastes Management Engineering, Principles and Management Issue. Mc Graw Hill International Edition, Singapore
Warnijati dan Agra, 1980. Limbah pertanian Sebagai Sumber energi di Indonesia. Bagian teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gajad mada.
Widarto, L dan Suryana, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
14