PIROLISIS

20
PEMANFAATAN DAN IDENTIFIKASI PADATAN SISA PROSES BIOGAS UNTUK BRIKET DENGAN PIROLISIS THE USAGE AND IDENTIFICATION OF BIOGAS PROCESS SLURRY FOR BRIQUET BY PYROLYSIS Iman Kurniawan Wicaksono dan Abdu Fadli Assomadi Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected] ; [email protected] Abstrak Salah Satu dampak dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan kebutuhan pangan (pertanian dan peternakan), sehingga meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan faeces sapi yang selama ini dijadikan pupuk kandang. Telah dilakukan penelitian menggunakan teknologi biogas, yang menghasilkan energi berupa gas methan. Lalu padatan sisa proses biogas dicampur dengan tempurung kelapa dibakar secara pirolisis, yaitu pembakaran tanpa atau sedikit oksigen. Adapun variasi komposisi sampel antara lain: 100 % sisa biogas, 75 % sisa biogas + 25 % tempurung kelapa, 50 % sisa biogas + 50 % tempurung kelapa dan 25 % sisa biogas + 75 % tempurung kelapa. Sedangkan perlakuan yang diberikan yaitu, sampel dikeringkan, tanpa pengeringan, penambahan HCl dan tanpa penambahan HCl. Dari penelitian diperoleh nilai kalor tertinggi terdapat pada sampel komposisi 75 % sisa biogas + 25 % tempurung kelapa dengan perlakuan tanpa pengeringan dan tanpa penambahan HCL, nilai kalornya sebesar 9728,66 kal/gr. Kata kunci: Faeces sapi, tempurung kelapa, biogas, pirolisis. Abstract 1

Transcript of PIROLISIS

Page 1: PIROLISIS

PEMANFAATAN DAN IDENTIFIKASI PADATAN SISA PROSES BIOGAS UNTUK BRIKET

DENGAN PIROLISIS

THE USAGE AND IDENTIFICATION OF BIOGAS PROCESS SLURRY FOR BRIQUET

BY PYROLYSIS

Iman Kurniawan Wicaksono dan Abdu Fadli Assomadi

Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

email: [email protected] ; [email protected]

Abstrak

Salah Satu dampak dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan kebutuhan pangan

(pertanian dan peternakan), sehingga meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan faeces sapi yang selama ini

dijadikan pupuk kandang.

Telah dilakukan penelitian menggunakan teknologi biogas, yang menghasilkan energi berupa gas methan. Lalu

padatan sisa proses biogas dicampur dengan tempurung kelapa dibakar secara pirolisis, yaitu pembakaran tanpa atau

sedikit oksigen. Adapun variasi komposisi sampel antara lain: 100 % sisa biogas, 75 % sisa biogas + 25 % tempurung

kelapa, 50 % sisa biogas + 50 % tempurung kelapa dan 25 % sisa biogas + 75 % tempurung kelapa. Sedangkan

perlakuan yang diberikan yaitu, sampel dikeringkan, tanpa pengeringan, penambahan HCl dan tanpa penambahan HCl.

Dari penelitian diperoleh nilai kalor tertinggi terdapat pada sampel komposisi 75 % sisa biogas + 25 %

tempurung kelapa dengan perlakuan tanpa pengeringan dan tanpa penambahan HCL, nilai kalornya sebesar 9728,66

kal/gr.

Kata kunci: Faeces sapi, tempurung kelapa, biogas, pirolisis.

Abstract

The consequence of rising inhabitant is increasing demands of foods (agricultura and livestock) as well as their

waste. The research was aimed to find the solution to recycle the biodigester slurry of cow dung mixed by the coconut

shells.

The slurry from biogás process was burned by pyrolysis in the varied sample composition of 100 % slurry, 75

% slurry + 25 % coconut shells, 50 % slurry + 50 % coconut shells, 25 % slurry + 75 % coconut shells. Several

treatment procedures were caried out. Such as: simple was dried, without drying, simple was added by HCl, and without

HCl addition. The greatest value calories of 9728.66 cal/gr was obtained in 75 % slurry + 25 % coconut shells.

Key words: Cow dung, coconut shell, biogas, pyrolysis.

1

Page 2: PIROLISIS

1. Pendahuluan

Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat, menuntut

tersedianya persediaan pangan yang mencukupi kebutuhan penduduk. Dari kondisi tersebut

secara otomatis terjadi perkembangan produksi pangan, baik sektor peternakan maupun sektor

pertanian.

Setiap peningkatan hasil produksi mengakibatkan peningkatan jumlah limbah yang

dihasilkan dari proses produksi tersebut. Seiring dengan perkembangan sektor peternakan dan

pertanian yang terus ditingkatkan, maka kuantitas limbah hasil peternakan dan pertanian yang

dihasilkan juga akan meningkat.

Dari sektor peternakan, khususnya peternakan sapi menghasilkan limbah faeces sapi

yang cukup banyak. Setiap ekor sapi rata-rata dapat menghasilkan faeces sebanyak 30

kg/ekor/hari (Simamora, dkk. 2006). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa

potensi dari peternakan sapi cukup besar. Oleh karena itu, perlu dicari upaya penanganan dan

pemanfaatannya. Di samping sebagai pupuk kandang, faeces sapi dapat dimanfaatkan menjadi

sumber energi untuk bahan bakar dengan terlebih dahulu dibuat briket.

Kelapa adalah salah satu hasil pertanian yang cukup banyak dikonsumsi oleh

masyarakat. Salah satu limbah yang dihasilkan dari kelapa adalah tempurung kelapa. Di

samping dijadikan sebagai bahan baku kerajinan, tempurung kelapa dapat dimanfaatkan

menjadi sumber energi untuk bahan bakar dengan terlebih dahulu dijadikan arang/briket.

Biomassa adalah sampah kota, limbah pertanian, peternakan, dan industri yang terkait

dengannya. Itu dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif bagi rumah tangga maupun industri,

kata Peneliti Teknologi Pengolahan Limbah Pustekling-BPPT Sri Wahyono kepada Investor

Daily di Jakarta, (Bukit, 2006).

Biomassa, sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi energi terbarukan.

Pengembangan energi terbarukan tersebut di atas dapat dilakukan melalui Clean Development

Mecanism (CDM). CDM ini mengembangkan konversi biomassa manjadi bahan bakar atau

sumber energi dan pembersihan lingkungan. (Nurachman, 2005). Adapun Tujuan Penelitian ini

adalah mengukur volume gas methan yang dihasilkan oleh faeces sapi dari proses anaerobik dan

menentukan nilai kalor pada sisa proses biogas yang dibakar secara pirolisis

1.1 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari Penelitian ini adalah :

1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2

Page 3: PIROLISIS

¤ Kotoran sapi perah, yang berasal dari Jemur Sari.

¤ Tempurung kelapa, yang berasal dari Pasar Pucang.

2. Proses biogas dilakukan dengan menggunakan metode anaerobik yaitu hanya pada kotoran

sapi/faeces.

3. Pembuatan briket dilakukan dengan menggunakan metode pambakaran secara pirolisis.

4. Parameter penelitian yang dianalisis :

Volume gas methan

Nilai kalor

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Karakteristik Kotoran Sapi

Pengelolaan limbah kotoran sapi maupun dari rumah potong hewan perlu diperhatikan

apalagi dalam usaha skala besar. Pada masa mendatang bisa saja terjadi, bila suatu peternakan sapi

memelihara sapi sampai 50.000 ekor sapi, sehingga menimbulkan masalah dalam penanganan

limbahnya. Sebagai contoh seekor sapi muda menghasilkan 30 kg kotoran/faeces setiap hari

(Simamora, dkk. 2006). Berikut ini adalah tabel 2.1 mengenai susunan kimia faeces sapi

Tabel 2.1 Susunan kimia Faeces Sapi

Unsur%

Berat

Bahan

kering21,24

Protein 6,74

Serat Kasar 36,64

Lemak 2,45

Abu 22,11

Kalsium 0,43

Phospor 2,25

Lain-lain 8,14

Sumber: Widarto dan Suryana, 1995

3

Page 4: PIROLISIS

2.2. Karakteristik Tempurung kelapa

Kelapa merupakan tumbuhan asli daerah yang beriklim tropis di sepanjang katulistiwa.

Indonesia berdasarkan letak geografisnya merupakan daerah yang cocok bagi pertumbuhan kelapa.

Dalam dunia tumbuhan, kelapa bisa digolongkan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyte

Klas : Monocotyledonae

Ordo : Palmae

Genus : Cocus

Species : Cocos nucifera

Hampir seluruh bagian tubuh kelapa dapat dimanfaatkan.Tempurung kelapa merupakan

bagian dari buah kelapa. Prosentase tempurung kelapa adalah ± 12 – 15 % dari buah kelapa.

Tempurung kelapa pada dasarnya mengandung unsur-unsur kimia seperti karbon (C), hidrogen

(H), nitrogen (N) dan unsur mineral seperti K, Ca dan Mg.

Unsur-unsur kimia (C,H dan N) tergabung dalam bentuk senyawa organik yang merupakan

kandungan pokok dari tempurung kelapa. Berikut tabel 2.2 adalah komposisi tempurung kelapa:

Tabel 2.2 Komposisi tempurung kelapa

Unsur % Berat

Air 8,0

Abu 0,6

Lignin 29,4

Selulosa 26,6

Pentosa 27,7

Lain-lain 7,7

Sumber: Warnijati dan Agra, 1980

Pembakaran tempurung kelapa dari kelapa tua dengan cara pirolisis akan menghasilkan

karbon (arang) dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi. Rendemen arang yang dihasilkan

adalah 30 % dari berat basah tempurung. Arang tempurung termasuk bahan bakar dengan nilai

kalor tinggi

4

Page 5: PIROLISIS

2.3. Biogas

2.3.1. Pengertian Biogas

Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik

oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik (Sahidu, 1983).

2.3.2. Komposisi Biogas

Menurut Polprasert (1989), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor seperti

komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta

temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan

biogas, dapat diperkirakan bahwa kandungan berkisar pada nilai-nilai di bawah ini :

Metana (CH4) = (55 - 65%)

Karbondioksida (CO2)= (35 - 45%)

Nitrogen (N2) = (0 - 3%)

Hidrogen Sulfida (H2S) = (0 - 1%)

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas

Kondisi lingkungan yang mempengaruhi produksi biogas, antara lain (Balsam, 2002) :

1. Suhu

Suhu berpengaruh pada kecepatan pembentukan gas. Suhu kerja yang lebih tinggi akan

memberikan biogas yang banyak pula. Namun pada suhu yang terlalu tinggi, bakteri-bakteri

mudah mati oleh perubahan suhu. Suhu yang harus dipertimbangkan dalam pembentukan gas

methan adalah kondisi mesofilik (25- 40°) C dan kondisi termofilik (50-65°) C.

2. pH

Pada awal proses, pH bahan yang terisi dalam tangki anaerobik dapat turun menjadi 6 atau lebih

rendah. Ini merupakan akibat dari dihasilkannya asam-asam organik sederhana. Sesudah 2

sampai 3 minggu, pH mulai naik disertai dengan perkembangbiakan bakteri pembentuk metan.

Bakteri anaerobik bekerja paling giat pada keadaan pH antara 6,8 - 8, pada kisaran tersebut akan

diberikan hasil dekomposisis yang optimum (artinya laju produksi biogas yang optimum). Pada

saat penurunan pH menjadi kurang dari 4,5 yang dapat menyebabkan terhentinya proses

pembentukan gas metan dari hidrogen dan karbonmonoksida maka perlu penambahan

basa/kapur.

5

Page 6: PIROLISIS

3. Kadar air

Dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme tergantung kadar air. Perbandingan air dan

padatan/ lumpur kurang lebih 1:1. Pada keadaan ini proses pencernaan anaerobik berjalan paling

baik. Kelembaban (36-99) % akan menaikkan produksi gas 67%. Kenaikan terbesar dicatat pada

range kelembaban (60-78)%.

4. C/N

Hubungan antara karbon dan nitrogen pada proses dekomposisi bahan organik ditunjukkan

dengan rasio C/N. Rasio C/N untuk pembentukan biogas berada pada rentang 20 – 30

(Verma, 2002). Rasio C/N yang tinggi, mengindikasikan bahwa konsumsi nitrogen oleh bakteri

methanogen berlangsung sangat cepat sehingga nilai N kecil dan menghasilkan produksi biogas

yang kecil. Pada sisi lain, rasio C/N yang kecil mengakibatkan terjadi akumulasi ammonia dan

nilai pH melebihi 8,5, dimana keadaan ini menjadi beracun bagi bakteri methanogen.

5. Nutrien/inokulum

Beberapa organisme yang berada dalam digester juga ditemukan pada kotoran manusia dan

hewan. Kecepatan pertumbuhan dari gas akan cepat dengan menambahkan lumpur yang

mengandung bakteri tersebut.

2.3.4 Proses Pembentukan Biogas

Proses pengolahan limbah secara anaerobik merupakan metoda yang efektif untuk

pengolahan berbagai limbah organik. Pengolahan jenis ini memanfaatkan peran bakteri anaerobik

dan fakultatif dalam kondisi tanpa oksigen untuk menguraikan bahan organik menjadi produk yang

stabil dan produk berupa gas seperti karbondioksida dan metana.

Menurut Polprasert (1996), reaksi yang terjadi pada pembentukan biogas didalam suatu

digester secara umum dapat digambarkan pada reaksi 2.1 sebagai berikut:

Bahan organik Mikroorganisme anaerobik CH4 +CO2 +H2S +N2+NH3

Pada umumnya penguraian bahan-bahan organik menjadi biogas dibagi menjadi empat

tahap yaitu:

1. Tahap Hidrolisa

Grup mikroorganisme hidrolytic mengurai senyawa organik kompleks menjadi molekul-

molekul sederhana, dengan rantai pendek termasuk glukosa, asam amino, asam organik,

6

Page 7: PIROLISIS

ethanol, karbondioksida dan hidrokarbon yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi

bagi bakteri yang melakukan fermentasi.

Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri seperti selullase,

protase, dan lipase. Rumus kimia untuk bahan organik adalah C6H10O4 (Themelis and Verma,

2004 dalam Ostream 2004). Reaksi yang terjadi selama proses hidrolisis dimana bahan organik

dipecah menjadi molekul gula sederhana, dapat dilihat pada reaksi 2.2 berikut (Ostream,2004) :

C6H10O4 + 2H2O C6H12O6 + 2H2 (2.2)

2. Tahap Acidogenesis

Tahap hidrolisis segera dilanjutkan oleh pembentukan asam pada proses acidogenesis.

Dalam proses ini, bakteri acidogenesis mengubah hasil dari tahap hidrolisis menjadi bahan

organik sederhana (kebanyakan dari rantai pendek, keton, dan alkohol).

3. Tahap Acetogenis (Tahap Pembentukan Asam)

Pada tahap ini terjadi pembentukan senyawa asetat, CO2 dan hidrogen dari molekul-molekul

sederhana yang tersedia oleh bakteri aceton penghasil hidrogen. Tetapi pertumbuhan

mikroorganisme ini justru akan terhambat jika terjadi akumulasi hidrogen.

4. Tahap Methanogenesis (Tahap Pembentukan Methan)

Pada tahap ini terjadi pembentukan gas methan dari senyawa asetat, ataupun hidrogen dan

CO2 oleh bakteri methanogen. Bakteri methanogen adalah bakteri anaerob yang

pertumbuhannya lebih lambat dari pada bakteri yang ada pada tahap satu dan dua. Bakteri ini

sangat tergantung pada bakteri lainnya pada tahap sebelumya untuk menghasilkan nutrient

dalam bentuk yang sesuai.

Fungsi dari bakteri methanogen antara lain mengurangi akumulasi hidrogen seminimal

mungkin di dalam medium dengan jalan menggunakan hidrogen untuk mereduksi CO2 menjadi

produk yang inert (gas yang tidak dapat bereaksi secara kimia dengan benda lain) yaitu CH 4.

Proses ini oleh methanogen pengguna hidrogen. Reaksi yang terjadi pada tahap methagenesis

(Polprasert, 1989) adalah pada reaksi 2.3 berikut ini :

CH3COO- + H2O CH4 + HCO3- (2.3)

(asetat)

7

Page 8: PIROLISIS

2.4 Pirolisis

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau

sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur

kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang hanya

meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi (Vesilind, 2002). Pembakaran pirolisis

akan menghasilkan sejumlah energi, salah satunya adalah panas/kalor. Adapun penjelasan mengenai

kalor dan nilai kalor akan dijelaskan pada bab 2.5.

Sebagai contohnya, jika material yang terdiri dari selulusa dibakar secara pirolisis.

Persamaan reaksinya Seperti pada reaksi 2.4 berikut, (Vassilind, 2002):

C6H10O5 + Panas CH4 + H2 + CO2+C2H4 (ethylene)+C+H2O

Berikut ini adalah klasifikasi hasil yang diperoleh dari proses pirolisis, yakni (Vasilind,

2002):

1. Zat padat

Zat padat hasil pirolisis biasanya berupa Karbon/arang

2. Zat Cair

Zat cair yang dihasilkan biasanya berupa ethelene

3. Zat Gas

Gas yang dihasilkan proses pirolisis biasanya adalah methan, CO2, hydrogen

8

Page 9: PIROLISIS

3. Metodologi Penelitian

3.1.Bahan dan Alat

Adapun Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Reaktor Biogas

Reaktor Pirolisis

Faeces Sapi

Tempurung kelapa

Gambar 3.6 Reaktor Biogas dan Rangkaian reaktor Pirolisis

Adapun langkah-langkah pengoperasian reaktor pirolisis adalah sebagai berikut:1. Persiapan sampel (sisa proses biogas yang telah dikeringkan, sisa proses biogas yang masih

berupa lumpur, dan tempurung kelapa).2. Setelah itu sampel (sisa proses biogas yang telah dikeringkan dan tempurung kelapa) di

hancurkan kecil-kecil.3. Sampel ditimbang sesuai dengan variasi komposisi sampel.4. Sampel dimasukkan ke dalam wadah pembakaran.5. Nyalakan kompor minyak tanah, sampai nyala api stabil.6. Kunci rapat wadah pembakaran dan hubungkan dengan kondensor ( pipa PVC no 5), selang

juga sudah terhubung dengan pompa air.7. Hidupkan pompa, sampai sirkulasi air dari pompa ke kondensor dan dari kondensor ke bak

penampung (no 10) berjalan lancar.8. Taruh wadah pembakaran yang sudah dirangkai dengan kondensor diatas kompor.9. Siapkan botol destilat dan taruh tepat dibawah pipa outlet10. Cairan hasil kondensasi akan keluar dan masuk kedalam botol destilat.11. Setelah asap dan cairan tidak keluar lagi, matikan kompor.12. Dinginkan sampai 30 menit13. Ambil arang yang terbentuk.14. Cairan dan arang siap di analisa

Setelah sampel dicampur sesuai dengan komposisi diatas, maka diberi 2 perlakuan berbeda, yaitu: Penambahan HCl dan tanpa penambahan HCl. Penambahan HCl diberi 15-20 tetes.

3.1 Kerangka penelitian

9

Page 10: PIROLISIS

4.Analisa Dan Pembahasan

10

Page 11: PIROLISIS

4.1 .Analisa Produksi Gas Methan

Dalam penelitian ini, pengukuran gas dilakukan dengan pengamatan secara visual terhadap

penurunan muka air pada tabung penangkap gas methan. Apabila terjadi penurunan muka air pada

tabung penangkap gas, hal ini menunjukkan terbentuknya gas methan dan besarnya ditentukan

dengan melihat selisih antara muka air awal dengan muka air akhir. Grafik hasil produksi gas

methan dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar Produksi Gas Methan

Berdasarkan gambar diatas gas methan mulai terbentuk pada hari ke-10. Hal ini menunjukkan

bakteri methana dalam proses pertumbuhannya memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi

dan memerlukan kondisi lingkungan yang benar-benar anaerobik (Wijjayanti, 1993). Pada hari ke-

10 tahap methanogenesis mulai terjadi, bakteri methanogen mulai menghasilkan gas methan. Hasil

produksi gas methan per hari dapat dilihat pada lampiran. Adapun reaksi dari proses

methanogenesis adalah sebagai berikut, (Polprasert, 1989):

CH3COO- + H2O CH4 + HCO3-

(asetat)

Adanya fluktuasi pada gambar 4.1 hal ini dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu adalah parameter

yang krusial (Ostream, 2004).

Dalam percobaan kali ini, waktu tinggal yang digunakan adalah 35 hari. Hal ini sesuai dengan

pendapat Chynoweth and Legrand 1993, dimana materi organik didekomposis terutama menjadi

methan, karbondioksida dan kompos dengan waktu tinggal sekitar 10 – 30 hari. Berdasarkan

percobaan Polprasert, 1989, produksi gas methan paling banyak diproduksi dengan waktu tinggal

30 hari dibandingkan dengan waktu tinggal setelah 50 dan 70 hari.

4.2 Proses Pembakaran Secara Pirolisis

11

Page 12: PIROLISIS

Ke-16 sampel dengan komposisi berbeda dibakar satu per satu dengan metode pirolisis, yaitu

dibakar dalam keadaan tanpa atau sedikit oksigen. Rangkaian alat pirolisis juga dilengkapi dengan

kondensor, hal ini bertujuan untuk mengubah fasa gas menjadi zat cair. Dimana zat cair nantinya

akan diidentifikasi kandungan C, N dan P. Proses pembakaran akan dihentikan bila sudah tidak ada

asap dan cairan yang keluar dari pipa reaktor. Setiap sampel memiliki waktu yang berbeda dalam

proses pembakaran secara pirolisis, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Waktu pembakaran

No Komposisi sampel PerlakuanLama

Pembakaran (menit)

1100 % sisa proses

biogas Pengeringan 40

275 % sisa proses

biogas 25 % tempurung kelapa

Pengeringan 35

350 % sisa proses

biogas 50 % tempurung kelapa

Pengeringan 24

425 % sisa proses

biogas 75 % tempurung kelapa

Pengeringan 19

5100 % sisa proses

biogas Pengeringan

+ HCl40

675 % sisa proses

biogas 25 % tempurung kelapa

Pengeringan + HCl

31

750 % sisa proses

biogas 50 % tempurung kelapa

Pengeringan + HCl

30

825 % sisa proses

biogas 75 % tempurung kelapa

Pengeringan + HCl

28

9100 % sisa proses

biogas Tanpa

Pengeringan 12

1075 % sisa proses

biogas 25 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

13

1150 % sisa proses

biogas 50 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

15

Lanjutan Tabel 4.1No Komposisi sampel Perlakuan Lama

12

Page 13: PIROLISIS

1225 % sisa proses

biogas 75 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

25

13100 % sisa proses

biogas

Tanpa Pengeringan

+ HCl17

1475 % sisa biogas 25 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

+ HCl20

1550 % sisa proses

biogas 50 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

+ HCl23

1625 % sisa proses

biogas 75 % tempurung kelapa

Tanpa Pengeringan

+ HCl26

Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan, sampel yang dikeringkan terlebih dahulu memiliki

waktu pembakaran yang lebih lama dalam sedangkan sampel yang tidak dikeringkan memiliki waktu

yang lebih cepat dalam proses pembakaran. Sampel yang telah dibakar akan menjadi arang yang

kemudian akan dianalisa kandungan nilai kalor.

Sedangkan asap yang telah mengalami kondensasi akan menjadi cairan yang kemudian akan

dianalisa kandungan C, N dan P. Adapun berat/volume sampel sebelum pembakaran dan sesudah

pembakaran, baik hasil akhir berupa arang maupun yang berupa cairan dapat dilihat pada lampiran.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan yaitu :

Volume gas methan yang dihasilkan oleh 10 kg faeces sapi yang mengalami proses

anaerobik selama 35 hari adalah sebesar 11,589 ml.

Nilai kalor pada briket hasil pembakaran secara pirolisis padatan sisa proses biogas terbesar

adalah pada komposisi 67,5 % air+7,5 % sisa biogas + 25 % tempurung kelapa dengan perlakuan

tanpa pengeringan yaitu sebesar 9728,66 kalori/gr.

6. Daftar Pustaka

13

Page 14: PIROLISIS

Alaerts, G, dan Sumestri, Sri. 1987. Metode Penenelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

APHA, AWWA, WPCF. 2000. Standart Method for the Examination of Water and Wastewater. 15th edition. Washington.

Balsam, J. 2002. Anaerobic Digestion of Animal Wastes: Factors to consider. NCAT Agricultural Energy Specialist, California.

Corbit, 1990. Standart Handbook of Environmental Engineering, edited by Robert Corbit, McGraw-Hill, New York, 1990.URL://http//www.epa.com

Pelczar, M.J.Jr., dan Chan, E.C.S 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI – Press), Jakarta

Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley & Sons, Singapore.

Tchobanoclus, Thiessen, Vigil, 1993. Integrated Solid Wastes Management Engineering, Principles and Management Issue. Mc Graw Hill International Edition, Singapore

Warnijati dan Agra, 1980. Limbah pertanian Sebagai Sumber energi di Indonesia. Bagian teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gajad mada.

Widarto, L dan Suryana, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

14