pip-semarang.ac.id 2087-3050 . Volume 9 . Nomor 2 . Edisi Mei 2019 . Halaman 2273 - 2376 . JURNAL ....

106
ISSN 2087-3050 Volume 9 Nomor 2 Edisi Mei 2019 Halaman 2273 - 2376 JURNAL DINAMIKA BAHARI DAFTAR ISI 1. Arya Widiatmaja (Asisten Dosen PIP Semarang) ........................................................... 2273 “Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen” 2. Awel Suryadi (Asisten Dosen PIP Semarang), Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Ruly Samratulangi (Taruna Program Studi Nautika STIP Jakarta) ............................................................................................................................. 2283 “Optimalisasi Perawatan Deepwell Cargo Pumps Guna Memperlancar Kegiatan Bongkar Muat di Atas Kapal MT. Coral Rigida” 3. Yustina Sapan (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) ....................................... 2287 “Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Motivasi (Studi Pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang)” 4. Ardiansyah, Dirhamsyah dan Yohan Wibisono (Dosen Program Studi Teknika Poltekpel Surabaya) .......................................................................................................................... 2295 “Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary System Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina MT. Pelita” 5. Willem Thobias Fofid (Asisten Dosen PIP Semarang) ................................................... 2307 “Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisis SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut dan Indonesia Sebagai Poros Maritim” 6. Fajar Transelasi (Asisten Dosen PIP Semarang), Najmi Kamariah dan Frida Chairunisa (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara, Makassar) ............. 2317 “Analisis Kemampuan dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong”

Transcript of pip-semarang.ac.id 2087-3050 . Volume 9 . Nomor 2 . Edisi Mei 2019 . Halaman 2273 - 2376 . JURNAL ....

ISSN 2087-3050 Volume 9 Nomor 2 Edisi Mei 2019 Halaman 2273 - 2376

JURNAL

DINAMIKA BAHARI

DAFTAR ISI

1. Arya Widiatmaja (Asisten Dosen PIP Semarang) ........................................................... 2273 “Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen”

2. Awel Suryadi (Asisten Dosen PIP Semarang), Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Ruly Samratulangi (Taruna Program Studi Nautika STIP Jakarta) ............................................................................................................................. 2283 “Optimalisasi Perawatan Deepwell Cargo Pumps Guna Memperlancar Kegiatan Bongkar Muat di Atas Kapal MT. Coral Rigida”

3. Yustina Sapan (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) ....................................... 2287 “Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Motivasi (Studi Pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang)”

4. Ardiansyah, Dirhamsyah dan Yohan Wibisono (Dosen Program Studi Teknika Poltekpel Surabaya) .......................................................................................................................... 2295 “Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary System Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina MT. Pelita”

5. Willem Thobias Fofid (Asisten Dosen PIP Semarang) ................................................... 2307 “Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisis SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut dan Indonesia Sebagai Poros Maritim”

6. Fajar Transelasi (Asisten Dosen PIP Semarang), Najmi Kamariah dan Frida Chairunisa (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara, Makassar) ............. 2317 “Analisis Kemampuan dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong”

7. Erika Dyah Savitri (Taruni Program Studi KALK PIP Semarang) dan Andy Wahyu Hermanto (Dosen Program Studi KALK PIP Semarang) ................................................ 2325 “Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna Menunjang Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban)”

8. Desi Aryani (Asisten Dosen PIP Semarang) .................................................................... 2337 “Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang)”

9. Rudy Sugiharto dan Daviq Wiratno (Politeknik Pelayaran Surabaya) ............................ 2349 “Analisa Penambahan Berat Simulator Terhadap Stabilitas Kapal Latih Bung Tomo”

10. Priyangga Aji Nugroho (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Moh. Aziz Rohman (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Nur Rohmah (Dosen Program Studi KALK PIP Semarang) ..................................................................................................... 2359 “Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap”

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN DISIPLIN KERJA UNTUK PENINGKATAN KINERJA DOSEN

Arya Widiatmaja

Asisten Dosen PIP Semarang

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kompetensi profesional dan disiplin

kerja terhadap kinerja Dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Populasi penelitian ini adalah 93 Dosen dari Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

Analisis data menggunakan regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui kompetensi profesional tidak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja dosen. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen. Keywords : kompetensi profesional, disiplin kerja, peningkatan kinerja

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dosen sebagai ujung tombak Perguruan Tinggi adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dosen adalah pendidik profesional dari ilmuwan denga tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Faktor utama penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah kondisi pengajar yaitu kualifikasinya tidak layak atau mengajar tidak sesuai bidang keahliannya. Tantangan yang terkait dengan mutu pendidik mencakup tantangan pribadi, kompetensional pribadi maupun ketrampilan pendidik dalam melaksanakan tugasnya.

Kinerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetensi profesional dan disiplin kerja. Penelitian mengenai pengaruh kompetensi profesional dan disiplin kerja terhadap kinerja akan dilakukan pada Dosen

Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Pada saat ini Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang sedang mengalami masalah yakni kurang maksimalnya kinerja dosen, hal ini dapat dilihat dari fenomena yang muncul, antara lain pada masalah kompetensi pada dosen antara lain kurangnya ketrampilan dosen dalam memecahkan masalah yang berorientasi pada efisiensi, produktivitas, mutu dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya, pelayaan terhadap anak didik yang kurang optimal dan kurang mengkuti perkembangan teknologi yang berkaitan dengan pendidikan pelayaran. Masalah pada kedisiplinan kerja masih adanya dosen yang kurang memperhatikan peraturan kerja (mangkir, terlambat mengajar dan tidak hadir dalam kelas). Hal tersebut mengakibatkan kinerja dosen kurang maksimal sehingga akan membawa dampak pada anak didiknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang menujukkan permasalahan penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Pengaruh kompetensi profesional dan disiplin kerja terhadap kinerja dosen pada Politeknik Ilmu

2273

Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen Arya Widiatmaja

Pelayaran Semarang”. Agar pembahasan masalah dalam penelitian lebih jelas, maka perlu adanya perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh kompetensi

profesional terhadap kinerja Dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang?

2. Bagaimana pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang ?

Dengan kompetensi profesional, disiplin kerja yang tinggi akan dapat mendukung tercapainya kinerja yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disusun kerangka teoritis sebagai berikut:

Gambar 1 : Kerangka penelitian

II. LANDASAN TEORI A. Kompetensi Profesional

Richard (2008) mengemukakan kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol. Menurut Sinnott et.al (2002) kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti: a) mengenali kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan dimasa depan sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis dan b) memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia.

Menurut Antariksa (2007) secara umum kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut

personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dalam Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

Lebih lanjut Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Guru dan Dosen pasal 10 ayat 1, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai dosen profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam

Kompetensi Profesional (X1)

Disiplin Kerja (X2)

Kinerja Dosen (Y)

H1

2274

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat dosen lainnya.

B. Disiplin Kerja

Disiplin merupakan bentuk ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Hasibuan (2003) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Pendapat lain mengenai disiplin kerja menurut Heidjrachman dan Husnan, (2002) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah” dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Menurut Davis (2002: 112) “Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan- pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”.

Kedisiplinan di dalam prakteknya mengandung pengertian dua unsur yaitu: 1. Unsur positif, yaitu jika di dalam

menjalankan tugas oknum bersangkutan ikhlas menerima tugas tersebut dan ikut bertanggung jawab atas penyelesaian dan sukses tugas itu;

2. Unsur negatif, yaitu disiplin yang mati atau tidak berjiwa, disiplin yang dipunyai oleh orang yang tidak jujur jiwanya. Bilamana suatu tugas dijalankan oleh orang seperti ini, sukar dapat berkembang dan bertanggung jawabnya tidak akan baik.

C. Kinerja Dosen Hasibuan (2003) menyatakan

kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang.

Depdiknas (2004), menyatakan kinerja dosen adalah kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas yang dimiliki dosen dalam menyelesaikan suatu pekerjaannya. Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance). Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai presentasi kerja,pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja (LAN, 2004).

Untuk lebih memahami tentang kinerja dosen, berkaitan dengan kinerja dosen, ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Aparatur Negara No.38/KEP/MK WASPAN/8/1999, tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Dalam Kepmen tersebut dinyatakan bahwa tugas pokok dosen adalah melaksanakan pendidikan dan pengajaran pada perguruan tinggi, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya unsur utama kinerja dosen dinyatakan dalam Bab II pasal 4 ayat (2), yaitu: “... b) melaksanakan penelitian dan pengembangan serta menghasilkan karya ilmiah, karya teknologi, karya seni monumental/seni, pertunjukkan dan karya sastra.

Dari beberapa uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan

2275

Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen Arya Widiatmaja

kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.

D. Pengembangan Hipotesis

1. Kompetensi profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Dosen tidak hanya memiliki predikat profesional saja dalam menjalankan fungsinya, tetapi harus juga memiliki kompetensi yang melekat pada dirinya. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 bahwa pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh dosen dalam melaksanakan tugas ke profesionalannya. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Kompetensi profesional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang

2. Disiplin kerja berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja Disiplin yang baik

mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Seseorang dikatakan mempunyai disiplin kcrja yang tinggi jika yang bcrsangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya. Disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkornunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah prilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan

disiplin kerja yang tinggi akan dapat membantu meningkatkan kinerja.

Penelitian mengenai pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pernah dilakukan oleh Sulastri (2007), Hetami (2008) dan Siwantara (2009) yang menghasilkan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H2 : Disiplin kerja berpengaruh

signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang

III. METODE PENELITIAN

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi menurut Ferdinand (2006) adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang mewakili karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah objek penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang yang berjumlah 93 orang.

2. Definisi Konsep, Operasional Dan

Pengukuran Variabel Definisi konsep, operasional dan

pengukuran variabel sebagai berikut : a. Kompetensi professional

Kompetensi Profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam” (Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen), indikatornya: 1) Menguasi karakteristik masing-

masing Taruna; 2) Menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran; 3) Ikut mengembangkan kurikulum

pendidikan; 4) Mampu mengembangkan potensi

secara maksimal;

2276

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

5) Mampu menilai dan mengevaluasi;

6) Bertindak sesuai dengan norma; 7) Mampu menjadi teladan; 8) Memiliki etos kerja, tanggung

jawab yang tinggi; 9) Mampu berkomunikasi dengan

taruna; 10) Mampu berkomunikasi dengan

sesama dosen; 11) Mampu bertindak objektif serta

tidak diskriminatif; 12) Mampu mendidik di kampus.

b. Disiplin kerja (X2)

Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan: 2003), indikatornya: 1) Frekuensi kehadiran dalam

mengajar yang baik; 2) Tepat waktu dalam pelaksanaan

kuliah; 3) Menyesesuaikan materi ajar

dengan SAP; 4) Merevisi buku ajar/hand out

setiap tahun; 5) Melaksanakan penelitian

minimal satu kali dalam setahun; 6) Melaksanakan pengabdian pada

masyarakat minimal satu kali dalam setahun;

7) Berpartisipasi dalam kepanitiaan untuk kegiatan yang dilakukan oleh lembaga.

c. Kinerja dosen (Y) Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi (Hasibuan, 2003), indikatornya : 1) Menyelenggarakan kegiatan

pendidikan di laboratorium, praktik keguruan dan praktek teknologi pengajaran;

2) Membimbing seminar mahasiswa;

3) Membimbing Kuliah Kerja Nyata (KKN), Praktek Kerja Nyata (PKN) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL);

4) Membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa;

5) Penguji pada ujian akhir; 6) Membina kegiatan mahasiswa di

bidang akademik dan kemahasiswaan;

7) Mengembangkan program perkuliahan;

8) Mengembangkan bahan pengajaran;

9) Menyampaikan orasi ilmiah; 10) Membimbing dosen yang lebih

rendah jabatannya; 11) Menghasilkan karya penelitian; 12) Menerjemahkan/menyadur buku

ilmiah; 13) Mengedit/menyuting karya

ilmiah; 14) Membuat rancangan dan karya

teknologi; 15) Membuat rancangan karya seni; 16) Menduduki jabatan pimpinan

dalam lembaga pemerintahan/pejabat Negara;

17) Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat;

18) Memberi latihan/penyuluhan/ penataran pada masyarakat;

19) Memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang menunjang pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan;

20) Membuat/menulis karya pengabdian kepada masyarakat.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data primer merupakan data yang bersumber dari tangan pertama, data yang diambil menggunakan cara kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang dipakai sebagai pedoman untuk

2277

Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen Arya Widiatmaja

mengadakan tanya jawab dengan responden mengenai pengaruh kompetensi profesional dan disiplin kerja terhadap kinerja dosen di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

4. Tahap Pengolahan Data

Tahap pengolahan data meliputi : a. Editing : proses yang dilakukan

setelah data terkumpul melihat apakah jawaban pada kuesioner telah lengkap.

b. Coding : proses pemberian kode tertentu terhadap aneka ragam jawaban di kuesioner untuk dikelompokkan dalam kategori yang sama.

c. Pemberian Skor : menggunakan skala Likert (J. Supranto, 1997) dengan menggunakan tujuh kategori dengan rincian 1 – 7.

d. Tabulasi : pengelompokkan atas jawaban yang diteliti dan teratur kemudian dihitung dan dijumlahkan sampai terwujud dalam bentuk tabel yang berguna.

5. Uji Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk

mengukur valid tidaknya suatu indikator yang berbentuk kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini, uji validitas menggunakan analisis faktor yaitu dengan menguji apakah butir-butir indikator atau kuesioner yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah faktor atau konstruk. Jika masing-masing pertanyaan merupakan indikator pengukur maka memiliki KMO di atas 0,5 dan signifikansi dibawah 0,05 serta memiliki nilai kriteria loading faktor pengujian sebagai berikut (Singgih Santoso, 2000) :

- Loading faktor > rule of tumb (0,4) berarti valid

- Loading faktor < rule of tumb (0,4) berarti tidak valid

b. Uji Reliabilitas Suatu alat ukur instrumen disebut

reliabel, jika alat tersebut dalam mengukur segala sesuatu pada waktu berlainan, menunjukkan hasil yang relatif sama. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan koefisien Alpha Cronbach menggunakan SPSS For Windows (Singgih Santoso, 2000) dengan kriteria : - Bila nilai alpha > 0,6 maka

instrumen reliabel - Bila nilai alpha < 0,6 maka

instrumen tidak reliabel

6. Uji Model Uji model data dalam penelitian ini menggunakan : a. Analisis Regresi Berganda

Suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui persamaan regresi yang menunjukkan persamaan antara variabel dependent dan variabel independent dengan rumus sebagai berikut : Y = a + β1 X1 + β2 X2 + e Keterangan : a = Konstanta Y = Kinerja Pegawai X1 = Kompetensi Profesional X2 = Disiplin Kerja β = Koefisien regresi e = Error

b. Koefisien determinasi Koefisien determinasi digunakan

untuk mengetahui besarnya persentase goodness of fit dari variabel independent terhadap variabel dependent (Singgih Santoso, 2000). Rumus : KD = R2 x 100 % Keterangan : KD = Koefisien Determinasi R2 = Koefisien Korelasi

2278

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

c. Uji Hipotesis Uji hipotesis menggunakan uji t

dengan model regresi linier berganda yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan

menggunakan SPSS (Singgih Santoso, 2000). Adapun kriteria hipotesis dengan taraf signifikan (α) < 0,05. Hipotesis diterima jika β > 0 dan hipotesis ditolak jika β < 0.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengujian Hipotesis

Tabel Hasil Hipotesis Pengaruh Kompetensi Profesional (X1) dan Disiplin Kerja (X2) Terhadap Kinerja Dosen (Y)

Sumber : Data primer yang diolah, 2018.

a. Pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja dosen

Kompetensi profesional (X1) menghasilkan tingkat signifikan 0,125 > 0,05 sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap kinerja dosen (Y). Dengan demikian hipotesis pertama (H1) “Kompetensi profesional berpengaruh terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang” ditolak.

b. Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja dosen

Disiplin kerja (X2) menghasilkan tingkat signifikan 0,000 < 0,05 sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh dan signifikan terhadap kinerja dosen (Y). Dengan demikian hipotesis ketiga (H2) “Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang” dapat diterima.

2. Pembahasan Penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui pengaruh kompetensi profesional, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja dosen

Kompetensi profesional (X1) menghasilkan tingkat signifikan 0,125 > 0,05 sehingga secara parsial (individu) tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap kinerja dosen (Y). Dengan demikian hipotesis pertama (H1) “Kompetensi profesional berpengaruh terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang” ditolak. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2006) yang menghasilkan kompetensi profesional tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Sedangkan penelitian

Coefficients a

.000 .059 .000 1.000

.094 .061 .094 1.550 .125

.743 .063 .743 11.873 .000

(Constant) Kompetensi profesional disiplin

Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta

Standardized Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: kinerja dosen a.

2279

Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen Arya Widiatmaja

yang berlawanan dilakukan oleh Hetami (2008) dan Siwantara (2009) yang menghasilkan kompetensi profesional berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja.

Dengan kompetensi profesional dosen yang tinggi akan dapat membantu meningkatkan kinerja dosen, tetapi pada penelitian ini menunjukkan kompetensi profesional dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang tidak mempengaruhi kinerja dosen. Hal ini menunjukkan dengan kompetensi profesional yang tinggi dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang belum tentu mempunyai kinerja yang tinggi pula.

b. Pengaruh disiplin kerja terhadap

kinerja dosen Disiplin kerja (X2) menghasilkan

tingkat signifikan 0,000 < 0,05 sehingga terdapat pengaruh dan signifikan terhadap kinerja dosen (Y). Dengan demikian hipotesis ketiga (H3) “Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang “diterima”. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2007), Hetami (2008) dan Siwantara (2009) yang menghasilkan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Seseorang dikatakan mempunyai disiplin kcrja yang tinggi jika yang bcrsangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya. Disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkornunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati

semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan disiplin kerja yang tinggi akan dapat membantu meningkatkan kinerja.

V. PENUTUP

1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data mengenai

pengaruh kompetensi profesional dan disiplin kerja terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Kompetensi profesional tidak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen;

b. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen.

2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini antara lain : a. Waktu penelitian yang terbatas

sehingga penelitian hanya terbatas pada Dosen Politeknik Ilmu Pelayaran;

b. Sampel penelitian hanya terbatas pada Dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang masih ada pegawai lain yang belum diikutsertakan sebagai sampel.

3. Saran Berdasarkan dari hasil penelitian

mengenai pengaruh kompetensi profesional dan disiplin terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, maka dapat dikemukakan beberapa saran : a. Variabel disiplin kerja mempunyai

pengaruh terbesar terhadap kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, oleh sebab itu pihak Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang perlu meningkatkan lagi kedisiplinan dosen dengan memperbaiki indikator

2280

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

dilihat dari jawaban responden yang masih rendah;

b. Memasukkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja dosen selain kedua variabel di atas seperti kompensasi, kepemimpinan dan lingkungan kerja;

c. Pengambilan sampel dapat diperluas lagi tidak hanya dosen yang ada di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

4. Implikasi

Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan pendidikan maka kesimpulan yang ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang pendidikan dan juga penelitian-penelitian selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka implikasinya adalah sebagai berikut : a. Selama ini masalah Kinerja Dosen

kurang mendapat perhatian yang serius baik dari pihak lembaga maupun dari pihak Dosen. Maka dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya usaha dan upaya dari pihak lembaga dan dari pihak pimpinan, dalam rangka meningkatkan Kinerja Dosen dengan cara mengadakan perbaikan pada variabel kompetensi perofesional dan disiplin yang dijalankan di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Dengan mengadakan perbaikan pada variabel tersebut diharapkan Kinerja Dosen akan semakin meningkat;

b. Aspek-aspek yang diteliti dan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, maka untuk lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang turut berpengaruh terhadap Kinerja Dosen tersebut. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan kualitatif.

5. Rekomendasi penelitian yang akan datang

Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai pengaruh kompetensi profesional dan disiplin kerja terhadap

kinerja dosen Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, maka dapat ditindak lanjuti oleh peneliti yang aakan datang : a. Memasukkan variabel-variabel lain

yang mempengaruhi kinerja pegawai selain kedua variabel di atas seperti gaya kepemimpinan, pomosi jabatan dan lingkungan kerja;

b. Pengambilan sampel dapat diperluas lagi tidak hanya pegawai yang ada di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

DAFTAR PUSTAKA Hetami, Adietya Arie. 2009. Pengaruh

Motivasi, Kemampuan dan Disiplin Terhadap Kinerja Karyawan Pada Sebuah Persero Asuransi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6 No. 2, September 2009, ISSN

Tjahjono, Binawan Nur dan Tri Gunarsih. 2007. Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, Jurnal Manajemen SDM, Vol. 4 Edisi 2 tahun 2007

Boyatzis. 2008. Manajemen Personalia Modern. Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga

Buhler. 2004. Human Resource Management. Sixth Edition. USA : Allyn & Bacon Ic

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pengembangan Perangkat Penilaian Kinerja Guru, Ditjen Dikti, Bagian Proyek P2RK, Jakarta

Sudjana, Dharma. 2005. Dasar-dasar Proses Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru

Suparno, Edi. 2005. Pengaruh Kompetensi, Motivasi Kerja dan Kecerdasan Emosional Guru Terhadap Kinerja Guru di SMP N Se Rayon Barat Kab. Sragen, Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. 2 Edisi 4 tahun 2005

2281

Analisis Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Disiplin Kerja Untuk Peningkatan Kinerja Dosen Arya Widiatmaja Malayu, Hasibuan, S. P. 2003. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Siwantara, I Wayan. 2009. Pengaruh Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja Serta Iklim Organisasi Terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Dosen Politeknik Negeri Bali, Ragam Vol. 9 No. 2 Agustus 2009, 224 – 241

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Jonathan, et al. 2000. The Effects of Profesional Development on Science Teaching Practices and Classroom Culture, Journal of Reasearch in Science Teaching, Vol. 37 No. 9. pp. 963 – 980

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2001. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : Refika Aditama

Maslow, Abraham H. 1954. Motivation And Personality. New York : Harper & Row Publiser

Messa Media Gusti. 2012. Pengaruh Kedisiplinan, Motivasi Kerja dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMKN 1 Purworejo Pasca Sertifikasi, Jurnal Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta

Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetesi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya

Ololube . 2006. Teachers Job Satisfaction and Motivation for School Effectiveness : An Assessment University of Helsinki Firlandia, International Journal

Boyatzis, Richard E. 2008. Kompetensi Diri. Jakarta : PT. Handal Niaga Pustaka

Robbins, Stephen P. 2006 Organization Behavior. New Jersey : Prentice Hall International

Santrock. 2001. Slf Afficacy. Jakarta : Ghalia Indonesia

Sinnott, et.al, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bima Aksara

Hadi, Sutrisno. 2001. Metode Penelitian Riset. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Biologi UGM

Sulastri, Tuti. 2007. Hubungan Motivasi Berprestasi dan Disiplin Dengan Kinerja Dosen, Jurnal Optimal, Vol. 1 No. 1 Maret 2007

Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Tamita Utama

Indrawati, Yuliani. 2006. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pada Sekolah Menengah Atas Kota Pemalang, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol. 4 No. 7 Juni 2006

2282

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

OPTIMALISASI PERAWATAN DEEPWELL CARGO PUMPS GUNA MEMPERLANCAR KEGIATAN BONGKAR MUAT

DI ATAS KAPAL MT. CORAL RIGIDA

Awel Suryadia, Darul Prayogob dan Ruly Samratulangic

aAsisten Dosen PIP Semarang

bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang cTaruna Program Studi Nautika STIP Jakarta

ABSTRAK

Pelabuhan merupakan tempat kapal berlabuh dan bersandar, naik atau turun

penumpang dan bongkar/muat barang. Sebagai bagian dari mata rantai transportasi laut, fungsi pelabuhan adalah tempat pertemuan (interface) dua moda angkutan atau lebih serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Dalam aktivitasnya pelabuhan merupakan sarana yang penting dan strategis untuk pertumbuhan perekonomian suatu negara, itu terbukti dari banyaknya kapal yang berkunjung di Pelabuhan negara tersebut.

Kegiatan bongkar muat dilaksanakan pada waktu 23.00 waktu setempat dikarenakan pihak terminal mengadakan pendinginan cargo line di darat. Dengan cargo line menanjak keatas bukit mengakibatkan rasio cargo tiap jamnya hanya sedikit. Setelah beberapa jam mengadakan kegiatan bongkar muatan, pada jam jaga Thrird Officer yang dimana cadet ikut serta dalam kegiatan jaga cargo dan Chief Officer sedang mengadakan pengecekan muatan dan pada saat itu juga deepwell cargo pumps mengeluarkan asap dan suara yang keras.

Faktor penyebab terlambatnya kegiatan bongkar muatan diatas kapal akibat kurangnya atau tidak adanya pemeliharaan dan perawatan terhadap peralatan deepwell cargo pumps. Perusahaan pelayaran harus melakukan penyeleksian terhadap pelaut yang ingin bergabung atau mengadakan pelatihan kepada pelaut sebelum mereka bergabung diatas kapal, agar sesuai dengan criteria yang diinginkan.

Mualim I di atas kapal hendaknya selalu memeriksa pekerjaan perwira lainnya agar sesuai dengan yang dikehendaki dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Kata kunci: perawatan, deepwell cargo pumps, bongkar muat

I. PENDAHULUAN Untuk menunjang kebutuhan

masyarakat di bumi akan kebutuhan gas bumi maka diperlukan pelayanan transportasi yang baik dan efisien. Jepang menjadi salah satu penghasil gas bumi yang berupa LPG (Liquid Petroleum Gas), mempunyai kerjasama dalam pengangkutan gas bumi tersebut dengan perusahaan Anthony Veder Rederijzaken B.V. yang dalam pelaksanaan operasionalnya menggunakan MT. Coral Rigida melayani dan memenuhi kebutuhan transportasi gas bumi untuk didistribusikan

ke Negara lain. Kebutuhan tersebut diambil dari pelabuhan Kawasaki (JAPAN), pelabuhan Chiba (JAPAN), dan pelabuhan Oita (JAPAN).

II. KAJIAN PUSTAKA Perawatan pencegahan dilakukan untuk

mencegah terjadinya kerusakan atau bertambahnya kerusakan serta untuk menemukan kerusakan.

Tujuan dari pemantauan kondisi adalah untuk menemukan kembali informasi tentang kondisi dan perkembangannya,

2283

Optimalisasi Perawatan Deepwell Cargo Pumps Guna Memperlancar Kegiatan Bongkar Muat Di Atas Kapal Mt. Coral Rigida Awel Suryadia, Darul Prayogob dan Ruly Samratulangic

sehingga tindakan korektif dapat diambil sebelum terjadi kerusakan.

Deepwell pupms adalah tipe pompa yang pada umumnya digunakan di kapal gas tanker. Deepwell pumps adalah pompa sentrifugal dengan shaft yang panjang yang panjangnya diantara motor penggerak dan pompa. Shaft tersebut berada di dalam tanhki dan membongkar muatan melalui pipa dan dari lalu dipompa dibawa ke atas melewati tank dome.

III. METODE PENELITIAN Metode analisa data yang penulis

gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana data data yang diperoleh disusun secara sistematis dan teratur, kemudian penulis membuat analisa kualitatif agar diperoleh kejelasan tentang masalah yang dilakukan dalam penelitian ini. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa terhadap perawatan deepwell cargo pumps guna memperlancar kegiatan bongkar muat. Dari penjelasan tersebut diharapkan mampu menggambarkan secara keseluruhan pokok bahasan serta pemecahan masalah penelitian ini.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kejadian pertama pada tanggal 14

November 2008 kapal melakukan pelayaran dari Kawasaki (JAPAN) menuju Ulsan (KOREA). Memuat muatan Ethylene dengan temperatur -100 derajat celcius dan harus dibongkar di pelabuhan Ulsan (KOREA) dengan temperatur -104 derajat celcius. Tiba di pelabuhan Ulsan pada pukul 09.15 waktu setempat dan dengan bantuan Pilot kita menyandarkan kapal. Setelah sandar kapal telah siap untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat. Kegiatan bongkar muat dilaksanakan pada waktu 23.00 waktu setempat dikarenakan pihak terminal mengadakan pendinginan cargo line di

darat. Dengan cargo line menanjak ke atas bukit mengakibatkan rasio kargo tiap jamnya hanya sedikit. Setelah beberapa jam mengadakan kegiatan bongkar muatan, pada jam jaga Third Officer yang dimana cadet ikut serta dalam kegiatan jaga cargo dan Chief Officer sedang mengadakan pengecekan muatan dan pada saat itu juga deepwell cargo pumps mengeluarkan asap dan suara yang keras. AB jaga melaporkan langsung kejadian tersebut dan Chief Officer langsung bergegas ke deck dan langsung mematikan deepwell cargo pump nomor satu dan juga Chief Officer langsung menghubungi pihak terminal untuk memberitahu kasus tersebut. Beberapa saat kemudian pihak terminal pun datang ke atas kapal dan berdiskusi dengan Chief Officer, dengan demikian kegiatan bongkar muatan hanya dapat dilakukan dengan satu pompa dan hanya satu tangki saja yang dapat dibongkar muatannya. Setelah Chief Officer berdiskusi dengan pihak terminal untuk memperbaiki deepwell cargo pump dan kapal pun disarankan untuk melakukan labuh jangkar di luar pelabuhan untuk menghindari membengkaknya biaya pelabuhan. Setelah delapan jam melaksanakan perbaikan deepwell cargo pump dan pompa tersebut siap digunakan walaupun tidak maksimal, kapalpun siap masuk pelabuhan kembali untuk melakukan kegiatan bongkar muatan kembali. Dan kegiatan bongkar muatan dijalankan dengan tidak memakai deepwell cargo pump secara maksimal dengan waktu tiga jam bekerjanya pompa dan satu jam pompa diistirahatkan untuk menghindari keluarnya asap kembali pada deepwell cargo pump. Kegiatan bongkar muat dapat selesai dalam waktu 20 (dua puluh) jam.

Kejadian kedua pada tanggal 24 Desember 2008 kapal melakukan pelayaran dari Chiba (JAPAN) menuju Tianjin (CHINA). Di pelabuhan Chiba kapal melakukan kegiatan memuat muatan untuk dibongkar di pelabuhan Tianjin.

2284

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Perjalanan memakan waktu lima hari untuk menuju pelabuhan tujuan, kapal tiba pada hari minggu pada pukul 10.25 waktu setempat dan langsung memakai Pilot untuk sandar di pelabuhan. Setelah kapal sandar pihak terminal langsung melakukan persiapan bongkar muatan dengan langsung menyambungkan cargo arm (lengan muatan) yang berada di darat ke atas kapal dengan dilakukan pengawasan oleh mualim jaga yang pada saat itu jam jaga mualim tiga. Kegiatan bongkar muatan yang dilakukan di pelabuhan mengalami masalah lagi pada deepwell cargo pumps, yang dimana pompa tidak dapat melakukan pembongkaran muatan. Cuaca pada saat itu musim dingin dan turun hujan salju pula. Kegiatan bongkar muatan yang pada siang hari berjalan dengan lancar dan selang waktu sepuluh jam pada waktu malam hari pompa tiba berhenti dan kapal pun mendapatkan alarm. Mualim jaga pada saat itu mualim tiga langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Chief Officer dan Chief officer langsung bergegas ke deck dan mematikan deepwell cargo pump nomor satu. Chief officer langsung menghubungi pihak terminal untuk mengkonfirmasi kejadian tersebut. Saat itu kedua deepwell cargo pumps sedang berjalan dan dengan masalah tersebut akhirnya deepwell cargo pump hanya berjalan satu buah dan kegiatan bongkar muatan berjalan dengan rasio muatan yang kecil. Chief office dan Gas engineer dengan dibantu oleh Chief engineer memperbaiki deepwell cargo pump nomor dua agar kejadian di pelabuhan sebelumnya tidak terjadi lagi. Dalam dua jam pekerjaan dan dibantu oleh AB akhirnya pompa tersebut dapat berjalan kembali dan kegiatan bongkar muatan kembali lancar. Chief Officer langsung menghubungi pihak terminal dan pihak terminal langsung memberikan pemberitahuan untuk menaikkan rasio muatan dan Chief officer pun menyetujui hal tersebut dengan penggunaan pompa tidak dengan kekuatan penuh. Kegiatan bongkar muatan dapat terselesaikan dalam waktu delapan belas jam.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Faktor penyebab terlambatnya

kegiatan bongkar muatan di atas kapal adalah kurangnya atau tidak adanya pemeliharaan dan perawatan terhadap peralatan deepwell cargo pumps;

2. Kurangnya kedisiplinan perwira dalam melakukan perawatan sehingga perawatan menjadi terabaikan dan tidak berjalan sesuai prosedur yang ditetapkan sebagaimana mestinya;

3. Untuk memperkecil atau menekan kerusakan dan menekan biaya yang besar keluar maka kapal/perusahaan menggunakan strategi perawatan berencana.

B. Saran

1. Perusahaan pelayaran harus melakukan penyeleksian terhadap pelaut yang ingin bergabung atau mengadakan pelatihan kepada pelaut sebelum mereka bergabung di atas kapal, agar sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

2. Mualim I di atas kapal hendaknya selalu memeriksa pekerjaan perwira lainnya agar sesuai dengan yang dikehendaki dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

3. Engineer di atas kapal agar selalu melakukan perawatan peralatan deepwell cargo pumps untuk menunjang kegiatan bongkar muatan di atas kapal.

DAFTAR PUSTAKA

H. I. Lavery. 1999. Ship Board Operation.

2nd Edition. London: BH. Uk

IMO. 2002. International Safety Management Code. London : BH. Uk

2285

Optimalisasi Perawatan Deepwell Cargo Pumps Guna Memperlancar Kegiatan Bongkar Muat Di Atas Kapal Mt. Coral Rigida Awel Suryadia, Darul Prayogob dan Ruly Samratulangic

Lasse. 2004. Manajemen Kepelabuhanan. Jakarta: Rajawali

NSOS. Managemen Perawatan dan Perbaikan. Dirjen Hubla

Pelabuhan Tanjung Priok. 2007. Jakarta: PT. Pelindo II

Sea Gull Training. 2008. Gas Tanker Familiarisation Ang Advance

Simanjuntak, Marihot. 2001. Teknik Perbaikan Dan perawatan Kapal Program D IV. Jakarta : STIP Jakarta

Suyono, R. P. 2007. Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta: Argya Putra

Triatmodjo, Bambang. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Jakarta: Beta

UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

2286

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP MOTIVASI

(STUDI PADA PEGAWAI POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG)

Yustina Sapan

Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerja terhadap motivasi di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

Penelitian mengenai apakah karakteristik individu mempengaruhi intervensi dan karakteristik pekerjaan terhadap kapasitas tenaga kerja dengan mengambil populasi pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang berjumlah 218 orang. Pengambilan sampel dengan teknik pengambilan sampel acak merupakan teknik pengambilan sampel secara acak dengan penentuan jumlah sampel yang digunakan dengan rumus slovin yang diperoleh 142 responden. Adapun data diperoleh dengan kuesioner dengan analisis data menggunakan regresi linier.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut adalah adanya pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik kerja terhadap motivasi. Kata kunci: Karakteristik kerja, dan motivasi

I. PENDAHULUAN Motivasi pegawai dalam melakukan

suatu pekerjaan, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah karakteristik suatu pekerjaan. Pada dasarnya, karyawan menghendaki karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan harapannya, yaitu pekerjaan yang menyediakan kesempatan bagi terpenuhinya kebutuhan untuk mengembangkan diri, pengakuan akan tugas bagi diri sendiri maupun rekan kerja, umpan balik yang diterima dari pengerjaan tugas. Tidak semua bidang pekerjaan yang para karyawan hadapi sesuai dengan orientasi pemenuhan kebutuhan mereka. Hal ini disebabkan karena setiap bidang pekerjaan secara tipikal mempunyai karakteristik pekerjaan yang akan dipersepsikan dengan cara yang berbeda oleh masing-masing karyawan. Pekerjaan dapat dikatakan menyenangkan, bernilai dan memberikan arti pada karyawan yang

bersangkutan apabila pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan pengalaman, penghasilan serta penghargaan kepada karyawan yang mengerjakannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karakteristik pekerjaan merupakan faktor penting dalam pembentukan motivasi pegawai.

Motivasi merupakan faktor yang penting untuk meningatkan kinerja pegawai. Untuk itu sumber daya manusia yang siap dan mampu untuk maju bersama organisasi demi mencapai tujuan bersama yang diinginkan, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.

Dengan karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan dan keahlian pegawai akan dapat meningkatkan motivasi pegawai.

Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap motivasi pegawai pernah dilakukan oleh Riefka Ghezanda, Bambang Swasto

2287

Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Motivasi (Studi Pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang) Yustina Sapan Sunuharyo dan Heru Susilo (2013) serta Destia Aktarina (2015) yang menghasilkan karaktaristik pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Berbeda hasil penelitian yang dilakukan oleh Elind Sekar Indah (2012) yang menghasilkan karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja.

Kajian penelitian mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap motivasi akan dilakukan pada pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang adalah salah satu Lembaga Pendidikan Maritim negeri dibawah naungan Kementerian Perhubungan dan satu-satunya yang berada di Jawa Tengah, yang berlokasi di Jalan Singosari 2a Semarang dengan tugas pokok membina dan mencetak lulusan perwira-perwira kapal niaga, baik kapal-kapal milik Negara maupun kapal-kapal swasta.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti akan menguji tentang pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap

motivasi (Studi pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang).

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan berdasarkan permasalah yang ada dan tujuan dari penelitian ini, maka Hipotesis dari penelitian ini bahwa dari setiap karakteristik pekerjaan yang ada di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang dapat mempengaruhi motivasi dari setiap pegawai yang melakukan pekerjaan tersebut.

Kerangka Penelitian Hal yang penting dalam pengelolaan sumber daya manusia adalah mengenai prestasi kerja pegawai. Prestasi kerja pegawai sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hal yang mendukung motivasi kerja pegawai tersebut adalah karakteristik individu, karakteristik pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disusun kerangka teoritis sebagai berikut :

Gambar Kerangka penelitian

II. METODE PENELITIAN Populasi menurut Sutrisno Hadi (2006)

adalah sekumpulan dari seluruh elemen-elemen yang dalam hal ini diartikan sebagai obyek penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang yang berjumlah 218 orang. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Sutrisno Hadi, 2006). Sampel dalam penelitian ini

adalah pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel secara acak. Untuk penentuan jumlah sampel berdasarkan pendapat Umar (2009) yang menyatakan jumlah sampel minimal 30 pada kebanyakan penelitian sudah terwakili. Oleh sebab itu penentuan jumlah sampel digunakan rumus slovin dihasilkan 142 responden.

Karakteristik Pekerjaan (X)

Motivasi (Y)

H

2288

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Definisi Konsep, Operasional Dan Pengukuran Variabel

Tabel Definisi Konsep, Operasional dan Pengukan Variabel

No Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Dimensi Indikator

1 Karakteristik Pekerjaan (X)

Model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) merupakan suatu pendekatan terhadap pemerkayaan pekerjaan (job enrichment). Program pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) berusaha merancang pekerjaan dengan cara membantu para pemangku jabatan memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan dan tanggung jawab (Simamora ,2004).

a. Keanekaragaman keterampilan

b. Identitas tugas

c. Pentingnya tugas

d. Otonomi

e. Umpan balik

1) Banyaknya pekerjaan 2) Keahlian yang berbeda 3) Tuntutan mengikuti

perkembangan teknologi

1) Mengerti akan tugas yang dikerjakan

2) Tanggung jawab pekerjaan yang dilaksanakan

1) Dampak tugas yang dilaksanakan bagi diri sendiri

2) Dampak tugas yang dilaksanakan bagi instansi

1) Kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan

2) Tidak tergantung pada pegawai lain

1) Dapat mengetahui informasi dari kinerjanya

2) Mendapatkan mafaat dari pekrjaan yang dilaksanakan

3) Mendapatkan bonus 2 Motivasi (Y) Motivasi adalah proses

yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006)

a) Kebutuhan akan prestasi

b) Kebutuhan akan

kekuasaan c) Kebutuhan akan

afiliasi

1) Memiliki kesempatan untuk berprestasi

2) Kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan

3) Bangga hasil kerja menjadi acuan bagi teman sejawat

1. Memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap keberhasilan belajar peserta didik

2. Mempunyai wewenang untuk memilih sumber belajar, metode dan media pembelajaran yang tepat

3. Mendapatkan kedudukan yang lebih baik dengan cara bersaing secara sehat

1) Menjalin hubungan dengan

peserta didik, teman sejawat, atasan dan orang tua.

2) Memiliki kesempatan membantu teman sejawat

3) Mendapat penggakuan dari masyarakat atas profesi sebagai dosen

2289

Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Motivasi (Studi Pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang) Yustina Sapan Uji Instrumen Penelitian a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu indikator yang berbentuk kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini, uji validitas menggunakan analisis faktor yaitu dengan menguji apakah butir-butir indikator atau kuesioner yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah faktor atau konstruk. Jika masing-masing pertanyaan merupakan indikator pengukur maka memiliki KMO di atas 0,5 dan signifikansi dibawah 0,05 serta memiliki nilai kriteria loading faktor pengujian sebagai berikut (Ghozali, 2006) :

- Loading faktor > rule of tumb (0,4) berarti valid

- Loading faktor < rule of tumb (0,4) berarti tidak valid

b. Uji Reliabilitas Suatu alat ukur instrumen disebut

reliabel, jika alat tersebut dalam mengukur segala sesuatu pada waktu berlainan, menunjukkan hasil yang relatif sama. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan koefisien Alpha Cronbach menggunakan SPSS For Windows (Ghozali, 2006) dengan kriteria :

- Bila nilai alpha > 0,7 maka instrumen reliabel

- Bila nilai alpha < 0,7 maka instrumen tidak reliabel

Analisis Regresi Berganda Suatu analisa yang digunakan untuk

mengetahui persamaan regresi yang menunjukkan persamaan antara variabel dependent dan variabel independent dengan rumus sebagai berikut :

Y = a + β1 X1 + e (1)

Keterangan : a = Konstanta Y = Motivasi X = Karakteristik Pekerjaan β = Koefisien regresi e = Error Uji Goodness of Fit (Uji Model) a. Koefisien determinasi

Koefisien Determinasi (Goodness of fit), yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi (R2) mencerminkan kemampuan variabel dependen. Tujuan analisis ini adalah untuk menghitung besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar proporsi dari total variasi variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelasnya. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin besar proporsi dari total variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (Ghozali, 2006).

b. Uji Signifikan F

Uji signifikan yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan SPSS (Ghozali, 2006). Adapun kriterianya apabila taraf signifikan (α) < 0,05. Pengambilan keputusan :

- Jika tingkat signifikan < 0,05, maka seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

- Jika tingkat signifikan > 0,05, maka seluruh variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

Uji Hipotesis Uji hipotesis menggunakan uji parsial

(uji t) dengan model regresi linier berganda yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent secara parsial dengan

2290

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

menggunakan SPSS (Ghozali, 2006). Adapun kriteria hipotesis diterima bila taraf signifikan (α) < 0,05. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

Ho : β = 0, Artinya tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial;

Ha : β ≠ 0, Artinya terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

Pengambilan keputusan : a. Jika tingkat signifikan < 0,05, maka

seluruh variabel independen secara parsial (individual) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen;

b. Jika tingkat signifikan > 0,05, maka seluruh variabel independen secara parsial (individual) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

III. HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi ganda dengan variabel bebas Pengaruh karakteristik pekerjaan dengan variabel terikat adalah motivasi. Dalam analysis ini diperoleh standardized coefisien yang menunjukkan koefisien jalurnya.

Tabel Hasil Regresi Persamaan

Pengaruh karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan terhadap motivasi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. B Std.

Error Beta

1 (Constant) 9.749 4.501 2.166 .032 Karakteristik Pekerjaan .198 .048 .255 4.135 .000

a. Dependent Variable: Motivasi

Sumber: data primer yang diolah, 2016 Pada tabel di atas hasil analisis regresi

persamaan I pengaruh karakteristik

individu dan karakteristik pekerjaan terhadap motivasi dapat diketahui persamaan regresi sebagai berikut : Y = 0,255 X Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui hasil hipotesis : “Hasil koefisien regresi karakteristik pekerjaan 0,255 dan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengujian tersebut mampu menerima H, sehingga dugaan adanya pengaruh antara karakteristik pekerjaan terhadap motivasi terbukti atau dapat diterima”.

Uji Goodness of Fit (Uji Model) Analisis Koefisien Determinasi

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, dimana ditunjukkan dengan nilai R Square. Berikut hasil pengujian yang dibantu dengan program SPSS sebagai berikut :

Tabel Koefisien Determinasi Persamaan

Pengaruh karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan terhadap motivasi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .693a .480 .473 4.956 a. Predictors: (Constant), Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu

Sumber: Data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan tampilan output pada tabel hasil koefisien determinasi persamaan di atas menunjukkan bahwa besarnya prosentase variabel motivasi mampu dijelaskan oleh variabel karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan ditunjukkan dengan nilai R Square (R2) yaitu sebesar 0,480 Dipilihnya R Square agar data tidak bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R square pasti meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena

2291

Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Motivasi (Studi Pada Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang) Yustina Sapan itu banyak peneliti untuk menggunakan nilai Adjusted R Square pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik (Ghozali, 2006). Dalam hal ini dapat diartikan bahwa motivasi mampu dijelaskan oleh variabel karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan dengan nilai sebesar 48%, sedangkan sisanya sebesar 52 % dari (100% - 48%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Uji Model (uji F)

Uji F digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama dan dapat juga untuk menunjukkan kelayakan model persamaan regresi.

Tabel Hasil Pengujian Model (Uji F) Persamaan

Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap motivasi

ANOVAb

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression 3156.002 2 1578.001 64.233 .000a

Residual 3414.794 139 24.567 Total 6570.796 141

a. Predictors: (Constant), Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu

b. Dependent Variable: Motivasi

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas hasil pengujian model (Uji F) pengaruh karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan terhadap motivasi dapat diketahui hasil F hitung 64,233 dan tingkat signifikan 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan terhadap motivasi dan regresi tersebut layak digunakan dalam penelitian.

Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap motivasi pada pegawai

Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang adalah sebagai berikut :

Hasil koefisien regresi karakteristik pekerjaan 0,198 dan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengujian tersebut mampu menerima H, sehingga dugaan adanya pengaruh antara karakteristik pekerjaan terhadap motivasi terbukti atau dapat diterima. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Riefka Ghezanda, Bambang Swasto Sunuharyo dan Heru Susilo (2013) serta Destia Aktarina (2015) yang menghasilkan karaktaristik pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai.

Karakteristik pekerjaan merupakan sifat dan tugas yang meliputi tanggung jawab, macam tugas dan tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri (Gunastri, 2009). Pekerjaan yang secara intrinsik memberikan kepuasan akan lebih memotivasi bagi kebanyakan orang daripada pekerjaan yang tidak memuaskan. Semakin karakteristik pekerjaan tepat pada pekerjaannya, maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai.

IV. PENUTUP

Berdasarkan penelitian mengenai

pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap motivasi pada pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : “Karakteristik pekerjaan berpengaruh positif dan segnifikan terhadap motivasi kerja. Dengan demikian semakin tepat karakteristik pekerjaan pada keahlian pegawai, maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai”.

Literatur-literatur yang menjelaskan tentang faktor-faktor karakteristik pekerjaan dan motivasi pada beberapa hal penting sebagai berikut : Motivasi dipengaruhi secara positif dan signifikan dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh faktor karakteristik

2292

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

pekerjaan. Karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja pegawai pada Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Dengan demikian bahwa semakin baik karakteristik pekerjaan pegawai pada Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, maka akan semakin tinggi pula tingkat motivasi kerja pegawai pada Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunastri (2009) “pekerjaan yang secara intrinsik memberikan kepuasan akan lebih memotivasi bagi kebanyakan orang daripada pekerjaan yang tidak memuaskan”. Semakin karakteristik pekerjaan tepat pada pekerjaannya, maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai.

Motivasi pegawai merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Untuk itu, agar motivasi pegawai dalam bekerja tinggi, maka beberapa kebijakan manajerial yang dapat disarankan: 1. Karakteristik pekerjaan mempengaruhi

motivasi, karena itu adanya pemberian tugas yang jelas kepada setiap pegawai, adanya peningkatan keahlian/ kompetensi yang diberikan kepada setiap pegawai;

2. Variabel motivasi itu sendiri mempengaruhi kinerja pegawai karena itu, motivasi pegawai perlu ditingkatkan dengan memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang tegas kepada setiap pegawai terhadap keberhasilan pekerjaan. Dengan adanya keberhasilan dari pekerjaan tersebut, pegawai mendapatkan reward.

DAFTAR PUSTAKA

Tella, Adeyinka. 2007. Work Motivation,

Job Satisfation and Organisational Commmitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State. Nigeria : Library Philosopy and Practice

Dessler, Gary. 2000. Manajemen Personalia Teknik dan Konsep

Modern. Alih Bahasa : Agus Dharma. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Hasibuan, S.P. Malayu. 2009. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Simamora, Henry. 2004. Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : Refika Aditama

Maryoto. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen Kepegawaian). Cetakan ke 8. Bandung : Mandar Maju

Maslow, Abraham H. 1954. Motivation And Personality. New York : Harper & Row Publiser

Munandar. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jurnal Manajemen. Desember 2007

Notoatmojo, K. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bima Aksara

Arifin, Noor. 2012. Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, Dan Kepuasan Kerja Pada CV. Duta Senenan Jepara, Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012

Robbins, S. P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. (Alih Bahasa oleh Halida dan Dewi Sartika), Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Suprihantono. 2008. Pengaruh Kompensasi dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja, Wacana, Vol. 4 No. 1 Juli 2000, Surabaya

Hadi, Sutrisno. 2006. Metode Penelitian Riset. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Biologi UGM

2293

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

RISK ASSESSMENT TERHADAP PENGOPERASIAN AUXILIARY

STEAM BOILER PADA KAPAL TANKER PERTAMINA MT. PELITA

Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

a,b,c Dosen Program Studi Teknika, Politeknik Pelayaran Surabaya

*[email protected]

ABSTRAK

Auxiliary steam boiler adalah sebuah pesawat bantu dalam sistem permesinan kapal yang berfungsi sebagai pesawat penunjang untuk kerja dari mesin penggerak utama kapal dan operasi kapal secara berkesinambungan secara terus menerus dengan aman dan selamat. Uap yang dihasilkan digunakan sebagai pemanas, baik pemanas bahan bakar, minyak lumas, minyak kotor dan keperluan akomodasi, pemanas muatan kapal dan kegagalan auxiliary steam boiler dapat mengancam keselamatan operator (masinis/oiler kapal) maupun seluruh Anak Buah Kapal (ABK) diatas kapal. Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi risiko adalah penilaian berdasarkan dokumen dan wawancara, juga pengidentifikasian risiko dan penilaian risiko pada auxiliary steam boiler dengan menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOP). Dari pengamatan yang dilakukan selama di atas kapal ditemukan adanya Jilatan api yang tidak konsisten sehingga menyebabkan sistem penyalaan bermasalah, kurangnya pemahaman terhadap pengoperasian boiler, kurangnya kesadaran terhadap bahaya dari auxiliary steam boiler serta kurangnya pemahaman akan standar keselamatan kerja bagi awak kamar mesin. Dengan menggunakan teori HAZOP dapat diidentifikasi masalah-masalah dari penyebab kegagalan dalam sistem penyalaan pada ruang pembakaran yaitu kurangnya pemahaman terhadap pengoperasian boiler dengan terkait langkah-langkah prosedur pengoperasian auxiliary steam boiler berdasarkan intructional manual book, kurangnya pemahaman crew terhadap standar keselamatan kerja auxiliary steam boiler dengan memberikan langkah-langkah standar keselamatan kerja auxiliary steam boiler secara konstruksi para awak kapal dan awak kapal wajib mengetahui secara pasti hal-hal mengenai pengetahuan teknis praktis bejana tekan. Kata kunci: risk assessment, auxiliary steam boiler, kapal tanker

I. PENDAHULUAN Pertamina sebagai sebuah perusahaan

minyak negara yang memiliki banyak kapal tanker diantaranya kapal MT. Pelita, kapal tersebut membawa muatan bahan bakar yang akan didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia terutama wilayah-wilayah bagian timur Indonesia. pada umumnya di kapal-kapal tangker untuk menunjang kelancaran pelayanan dan pelayaran dibutuhkan pesawat-pesawat bantu diantaranya adalah auxiliary boiler di mana berfungsi sebagai penghasil uap panas yang akan di gunakan untuk

memanaskan muatan, memompa keluar muatan, memanaskan bahan bakar, sebagai pengontrol suhu udara bila kita berlayar di daerah dingin dan di gunakan untuk keperluan lainnya. Boiler atau boleh juga kita sebut juga dengan ketel uap adalah sebuah bejana tertutup yang dapat membentuk uap dengan tekanan lebih besar dari sari atmosfer dengan jalan memanaskan air boiler yang berada didalamnya dengan gas-gas panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Namun dalam kegiatan operasional pada umumnya di atas kapal secara rutinitas pengawasan dan pemeliharaan terhadap boiler tersebut

2295

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

kurang maksimal dilakukan, sehingga peneliti merasa perlu melakukan suatu analisa resiko yang akan dihadapi oleh para operator boiler kapal sebagai salah satu metode dalam pemeliharaan dan bagaimana cara mengurangi risiko atau menghindari risiko bahayanya ketika terjadi kendala dalam operasional boiler.

Steam boiler didesain mengikuti peraturan keselamatan kerja baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh badan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), sehingga boiler aman untuk dioperasikan di atas kapal. Boiler dilengkapi dengan peralatan safety device sehingga terhindar dari bahaya kebakaran maupun peledakan.

Pada saat pengoperasian boiler diperlukan prosedur yang aman sesuai petunjuk manual book. Begitu juga menyangkut perawatan atau maintenanace boiler harus dilakukan dengan baik sesuai dengan jadwal perawatan boiler di kapal. Ada kalanya pengoperasian dan perawatan boiler dilakukan tidak dengan benar, hal ini terjadi akibat ketidaktahuan atau kurang pemahaman operator dalam penanganan boiler. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengoperasian kendala yang dihadapi dalam pengoperasian auxiliary sistem boiler serta penanggulangan terjadinya resiko kegagalan dalam pengoperasian auxiliary sistem boiler. Steam Boiler

Sebuah steam boiler harus cukup kuat supaya dapat bekerja dengan aman pada tekanan tertentu dan karenanya juga harus diperlengkapi dengan alat-alat/pesawat-pesawat keamanan yang dikenal dengan appendasi steam boiler. Sebuah Steam boiler harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Dalam waktu tertentu harus dapat

menghasilkan uap dengan berat tertentu dan tekanan lebih besar dari 1 (ATM) Atmosfer;

2. Uap yang dihasilkan harus dengan kadar air yang sedikit mungkin;

3. Kalau dipakai alat pemanas lanjut, maka pada pernakaian uap yang tidak teratur suhu uap tidak boleh berubah banyak dan harus dapat diatur dengan mudah.

Klasifikasi Steam boiler Secara garis besar pembagian-pembagian steam boiler yaitu : 1. Pembagian menurut undang-undang uap

Karena tempat penggunaannya berbeda-beda, maka menurut Undang-Undang Uap pasal 9, Steam boiler dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : a. Steam boiler tetap atau Steam boiler

darat, yaitu steam boiler yang dipakai di darat seperti pabrik-pabrik, PLTU dan lain-lain yang mempunyai pondasi yang tetap.

b. Steam boiler kapal, yaitu steam boiler yang dipakai di kapal. Di sini perlengkapan alat-alat keselamatan steam boiler biasanya mempunyai konstruksi yang sedikit berbeda dengan steam boiler lainnya, mengingat keadaan kapal-kapal yang selalu oleng selama berlayar.

c. Steam boiler yang dapat bergerak, yaitu steam boiler yang tidak termasuk dalam kedua golongan steam boiler tersebut di atas, seperti steam boiler kereta api, steam boiler tiang pancang dan lain-lain.

2. Pembagian menurut konstruksinya Dilihat dari zat yang mengalir di dalam pipanya, steam boiler dibagi menjadi tiga golongan yaitu : a. Steam boiler Pipa Api

Pada steam boiler ini gas-gas panas mengalir di dalam pipa, sedangkan air yang dipanasi berada di luar pipa. Contohnya adalah assessment Schots dan assessment Cochran .

b. Steam boiler Pipa Air Pada steam boiler ini yang mengalir di dalam pipa adalah air steam boiler, sedangkan gas-gas pemanasnya berada di luar pipa. Pada masa kini steam boiler pipa air ini lebih pesat perkembangannya. Contohnya adalah

2296

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

assessment Babcock dan Wilcox, Assessment Foster Wheeler dan Steam boiler Yarrow.

c. Steam boiler Gabungan Pipa Api dan Pipa Air Pada steam boiler ini terdapat dua macam jenis pipa : yaitu pipa api dan pipa air. Konstruksinya pada umumnya seperti Assessment Schots. Dan nampaknya dibuatnya steam boiler ini adalah untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada assessment Schots, seperti kurang baiknya sirkulasi air di dalam steam boiler. Contohnya adalah Assessment Werkspoor, Assessment Howden and Johnson dan assessment Proudhon and Capus, dan lain sebagainya.

3. Pembagian menurut fungsinya di kapal Pada suatu instalasi uap, mutlak harus ada suatu pesawat yang akan mempergunakan uap hasil dari steam boiler. Penggunaan uap di kapal tergantung juga pada jenis mesin penggerak dari kapal, apakah kapal uap ataukah kapal motor. Pada kapal-kapal motor penggunaan uap sudah barang tentu hanya untuk pesawat bantu saja. Sedangkan pada kapal-kapal uap, penggunaan utama dari uap adalah untuk menggerekkan mesin induk, sedangkan penggunaan lain adalah untuk keperluan pesawat-pesawat bantu. Maka dari itu menurut fungsinya di kapal, steam boiler dibagi menjadi dua golongan yaitu: a. Steam boiler Induk

Yaitu steam boiler yang menghasilkan uap yang dipergunakan untuk menggerakkan mesih induk. Pada masa kini steam boiler yang dipergunakan sebagai steam boiler induk pada umumnya steam boiler pipa air, seperti Foster Wheeler, Babcock dan Wilcok dan lain-lain.

b. Steam boiler Bantu Yaitu steam boiler yang menghasilkan uap yang dipergunakan untuk keperluan pesawat bantu, seperti pompa-pompa, pemanas dan lain-lain. Jenis-jenis steam boiler

yang. Biasanya dipergunakan sebagai steam boiler bantu misalnya Steam boiler Schots, Steam boiler Cochran dan lain-lain.

Pada kapal Motor Besar pada umumnya mempunyai steam boiler bantu. Manfaat steam boiler bantu adalah untuk pemanasan di kapal, seperti pemanas ruangan, dapur, bahan bakar serta untuk menggerakkan pesawat-pesawat bantu. Steam boiler semacam ini pada umumnya selain diopak dengan bahan bakar minyak, biasanya juga dikombinasi dengan memanfaatkan panas dari gas buang yang keluar dari motor induk.

Risiko Risiko didiskripsikan sebagai suatu

kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan suatu aktivitas atau obyek. Risiko tersebut diukur dalam consequences dan likelihood. Beberapa contoh konsekuensi yang dapat terjadi, yaitu : 1. Kegagalan dalam meraih kesempatan; 2. Kerusakan dari peralatan atau mesin-

mesin produksi; 3. Kebakaran dan kecelakaan kerja; 4. Kerusakan dari peralatan kantor atau

sistem komputer; 5. Pelanggaran terhadap keamanan.

Risiko memiliki beberapa jenis, jenis risiko tersebut antara lain : 1. Operational risk adalah kejadian risiko

yang berhubungan dengan operasi organisasi perusahaan, mencakup risiko yang berhubungan dengan sistem organisasi, proses kerja, teknologi dan sumber daya manusia.

2. Financial risk adalah risiko yang berdampak pada kinerja keuangan perusahaan, seperti kejadian risiko akibat dari tingkat fluktuasi mata uang, tingkat suku bunga, teramsuk risiko pembelian kredit, likuidasi dan pasar.

2297

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

3. Hazard risiko adalah risiko yang

berhubungan dengan kecelakaan fisik, seperti kejadian risiko sebagai akibat bencana alam, berbagai kejadian/kerusakan yang menimpa harta perusahaan, dan adanya ancaman perusakan.

4. Strategic risk mencakup kejadian risiko yang berhubungan dengan strategis perusahaan, politik ekonomi, peraturan dan perundangan, pasar bebas, risiko yang berkaitan dengan reputasi perusahaan, kepemimpinan, dan termasuk perubahan keinginan perusahaan. (Veritas, N,Det 92001)

Risk Assessment

Menurut pendapat Veritas, N.Det (2001) Risk assessment adalah aplikasi khusus sama dengan bantuan untuk proses membuat keputusan. Sama seperti kebebasan yang dievaluasi, risk assessment adalah kritik untuk analisa level dari risiko yang diperkenalkan dengan macam-macam pilihan. Analisa dapat ditujukan pada risiko-risiko keuangan, risiko-risiko kesehatan, risiko-risiko keamanan, risiko-risiko lingkungan dan risiko-risiko lainnya. Analisa yang sesuai atau cocok untuk risiko-risiko ini akan memberikan informasi dimana merupakan kritik yang baik untuk membuat keputusan, dan akan mengklarifikasi keputusan tersebut.

Risk assessment bukan merupakani bidang yang baru. Teknik risk assessment yang resmi merupakan dasar dari industri asuransi. Seperti halnya umur perusahaan yang diprogram dan bisnis-bisnis yang diawali dengan investasi modal besar, risk assessment menjadi bisnis yang diperlukan untuk memahami risiko yang dihubungkan dengan menjalankan perusaham dan untuk dapat mengatur risiko menggunakan ukuran control dan asuransi. Untuk industri asuransi agar dapat bertahan, risk assessment menjadi penting sekali untuk dapat menghitung risiko yang dihubungkan dengan kegiatan yang diasuransikan.

Seperti perusahaan-perusahaan menjadi lebih lazim dengan teknik risk assessment, teknik ini diaplikasikan lebih banyak untuk proses mernbuat keputusan, terjadi ketika tidak ada persyaratan yang berkaitan dengan aturan yang harus dikerjakan. Untuk mengakses data dan teknik menganalisa untuk memperbaiki, risk assessment akan menjadi lebih mudah untuk membentuk dan aplikasi-aplikasi lainnya, keduanya perintah dan sukarela, dapat diperkirakan. Dengan risk assessment, sebuah perusahaan akan dapat mengontrol prioritas dan frekuensi program inspeksi yang dilakukan, sehingga berdampak pada meningkatnya waktu operasi atau dengan kata lain dapat mengurangi waktu tidak pakai dari sebuah perusahaan atau unit kerja.

Risk assessment merupakan proses keseluruhan dari analisa risiko dan evaluasi risiko serta sebuah pengujian yang hati-hati dari apa yang ada dipekerjaan kita yang dapat menyebabkan bahaya terhadap orang, sehingga kita dapat menimbang apakah kita telah mengambil langkah pencegahan atau sesuatu yang seharusnya dikerjakan untuk mencegah bahaya tersebut. Sedangkan tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang yang mendapat kecelakaan. Hazard and Operability Study (HAZOP)

Menurut viana J. Anda. Handoko Lukman. Firmansyah C. Ardie (2007), Implementasi Metode Hazop (Hazard and Operability Study). Dalam proses identifikasi bahaya dan analisa resiko pada feedwater system di unit pembangkitan Paiton, PT. PJB. Pembelajaran HAZOP untuk mengidentifikasi masalah risiko dan pengoperasian. Konsepnya meliputi investigasi dari desain tujuan. Dalam proses mengidentifikasi masalah selama pembelajaran HAZOP, pemecahannya terekam sebagai bagian dari hasil HAZOP dan bagaimanapun juga, harus ada kepedulian untuk menghindari percobaan demi menemukan kenyataan, karena tujuan

2298

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

utama dari HAZOP adalah untuk mengidentifikasi masalah.

Definisi dan Tujuan HAZOP

The Hazard and Operability Study, dikenal sebagai HAZOP adalah standar teknik analisis bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan keamanan dalam sistem baru atau modifikasi untuk suatu keberadaan potensi bahaya atau masalah operabilitasnya. Studi HAZOP adalah pengujian yang teliti oleh group spesialis, dalam bagian sebuah sistem mengenai apakah yang akan terjadi jika komponen tersebut dioperasikan melebihi dari normal model desain komponen yang telah ada.

Tujuan penggunaan HAZOP adalah untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis, untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan.

Karakteristik HAZOP

Sebagai suatu teknik yang digunakan untuk mempelajari kemungkinan penyimpangan dari operasi normal, HAZOP memiliki karakteristik sebagai berikut : • Sistematik, menggunakan struktur atau

susunan yang tinggi dengan mengandalkan pada guide words dan gagasan tim untuk melanjutkan dan memastikan safe guards sesuai atau tidak dengan tempat dan objek yang sedang diuji;

• Pengkhususan bentuk oleh berbagai macam disiplin ilmu yang dimiliki oleh anggota tim;

• Dapat digunakan untuk berbagai macam sistem atau prosedur;

• Penggunaanya lebih sebagai sistem pada teknik penafsiran bahaya;

• Perkiraan awal, sehingga mampu menghasilkan kualitas yang baik meskipun kuantitas adalah juga mempengaruhi. HAZOP dapat digunakan secara

bersamaan dalam proses identifikasi safety hazard dan juga pada sistem operasi secara berkelanjutan, khususnya pada fluida dan juga digunakan secara bersamaan untuk review prosedur serta rangkaian operasi

Teknik HAZOP merupakan teknik kualitatif yang mudah dipelajari yang teliti, sistematis, logis, dan menuntut untuk memperoleh hasil yang teliti. Keunggulan metode HAZOP diantaranya: mudah dipelajari, memacu kreatifitas dan membangkitkan ide-ide, sistematis, telah diterima secara luas sebagai salah satu metode untuk identifikasi bahaya, tidak hanya fokus pada masalah safety, karena merupakan identifikasi bahaya (Hazard) untuk pencegahan terjadinya kecelakaan serta operasi (Operability) yang berguna agar proses dapat berjalan lancar sehingga meningkatkan plant performance (Product quality, production rate, profit).

Konsep HAZOP

Istilah-istilah terminologi (key words) yang dipakai untuk mempermudah pelaksanaan HAZOP antara lain sebagai berikut: • Deviation (Penyimpangan). Adalah kata

kunci kombinasi yang sedang diterapkan. (merupakan gabungan dari guide words dan parameters).

• Cause (Penyebab). Adalah penyebab yang kemungkinan besar akan mengakibat kan terjadinya penyimpangan.

• Consequence (Akibat/konsekuensi). Dalam menentukan consequence tidak boleh melakukan batasan kerena hal tersebut bisa merugikan pelaksanaan penelitian.

• Safeguards (Usaha Perlindungan). Adanya perlengkapan pencegahan yang mencegah penyebab atau usaha perlindungan terhadap konsekuensi kerugian akan didokumentasikan pada kolom ini. Safeguards juga memberikan informasi pada operator tentang pemyimpangan yang terjadi dan juga untuk memperkecil akibat.

2299

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

• Action (Tindakan yang Dilakukan).

Apabila suatu penyebab dipercaya akan mengakibatkan konsekuensi negatif, harus diputuskan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan.

• Node (Titik Studi). Merupakan pemisahan suatu unit proses menjadi beberapa bagian agar studi dapat dilakukan lebih terorganisir. Titik studi bertujuan untuk membantu dalam menguraikan dan mempelajari suatu bagian proses.

• Severity. Merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat terjadi.

• Likelihood. Adalah kemungkinan terjadinya consequence dengan sistem pengaman yang ada.

• Risk atau risiko merupakan kombinasi kemungkinan likelihood dan consequence.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini adalah

termasuk ke dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang akan mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. 1. Objek Penelitian

Yang menjadi objek di dalam kegiatan penelitian ini adalah sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan yaitu meliputi: a. Kendala operasional dalam auxiliary

sistem boiler di Kapal MT. Pelita; b. Penanggulangan jika terjadi kendala

dalam pengoperasian auxiliary sistem boiler di kapal.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini lokasinya dilakukan dan dilaksanakan di kapal MT. Pelita.

3. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 1 Maret 2018 sampai dengan 30 Desember 2018.

4. Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Observasi

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, studi dokumentasi dari operasional steam boiler di kapal MT. Pelita.

b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan pihak pihak terkait maupun yang ahli dalam hubungannya dengan steam boiler.

c. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan menuliskan hasil penelitian ke dalam suatu laporan yang tersusun secara jelas berdasarkan data dan hasil pengamatan.

5. Analisa Data Analisa data dilakukan dengan menuliskan dan menganalisis hasil kerja pengoperasian auxiliary steam boiler serta menguji kinerja komponen dan penggunaannya.

2300

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data Data-data boiler pada kapal MT. Pelita milik pertamina sebagai berikut :

TECHNICAL DATA FOR WATER TUBE BOILER MODEL MISSIONTM OC-TCI 1. GENERAL DATA Request No./Order No............................................104230-01-2,104230-02-2 Hull No./Nos...............................................................................H2423,h2424 Maker ..................................................................................AAlborg Indutries

2. DIMENSION FOR BOILER UNIT Height to top of smoke oulet box.....................................................5,206 mm Diameter including insulation..........................................................2,670 mm Weight of boiler unit exel.water...................................................(*) 17.1 mm Weight of boiler unit encl.water......................................................... 26.2 ton

3. WATER/STEAM PROCESS DATA Steam Output, simultaneous operation ...........................................2.550 kg/h Steam output, oil field section.........................................................1.800 kg/h Steam output, exhaust section ............................................................750 kg/h Working pressure ..................................................................................7.0 bar Working temperature ...........................................................................170 0C Max.allowable working pressure ......................................................... 9.0 bar Feed water operation .....................................................................Modulating Feed water temperature, layout ..............................................................80 0C

4. DATA FOR PRESSURE PART Boiler type .................................Vertical, composite smoke/water tube boiler Boiler model ..................................................................MISSIONTM OC-TCI Test temperature .....................................................1,5 x Design Pressure bar Protection of boiler body .....................................................silver (RAL9006) Insulation thickness ..............................................................................75 mm Cladding type ........................................................................................Trapez Color of insulation plates ......................................................Blue (RAL5002)

2301

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

Gambar 1. Layout water tube boiler MT. Pelita

Dalam pembahasan ini langkah-langkah yang dilakukan oleh awak kapal terutama awak kamar mesin melakukan tindakan dalam proses penyalaan yang tidak sesuai dengan prosedur pengoperasian auxiliary steam boiler, oleh karena itu menjadi penyebab permasalahan dalam bahasan pokok permasalahan makalah ini. Dalam hal ini diambil salah satu dari identifikasi masalah ini. Dalam masalah ini penulis mengambil suatu teori dalam menentukan permasalahan ini yaitu menggunakan Hazard And Operability Study (HAZOP).

Prosedur keselatan kerja menjadi sangat penting dalam melakukan tindakan dalam operasional terhadap suatu pesawat apalagi pesawat tersebut diketahui memiliki risiko kecelakan yang sangat tinggi, oleh kerana itu ini menjadi pokok masalah kedua sehingga akan dibahas lebih lanjut berdasarkan analisa dan pembahasan di bawah ini: 1) Sistem penyalaan bermasalah

a. Jilatan api pertama kali tidak konsisten Pada penyebab permasalahn ini diakibatkan kurang sampainya api ke dalam tube (lubang pipa) sehingga tidak tercapai penyalaan awal, hal ini bisa diidentifikasikan dengan menggunakan Hazop dan dikoreksi melalui Piping and Instrumented Diagram (P&ID’s) dari kapal MT.

Pelita yang bersangkutan dengan P&ID’s ditentukan 11 titik studi (study node) untuk mempermudah dan memfokuskan pengerjaan HAZOP. Pembuatan identifikasi Hazop berdasarkan study node yang telah ditentukan oleh tim Hazop, sehinga terdapat beberapa nilai kriteria likelihood, severity dan risk dan terdapat 11 (sebelas) titik studi dan nilai kriteria. Setelah study node ditetapkan pengerjaan Hazop mulai dilaksanakan untuk dilakukan identifikasi potensi bahaya. Penilaian kategori severity dan likelihood pada identifikasi Hazop mengacu pada data kegagalan 15 Agustus 2016 beserta pengalaman operator dan pihak-pihak terkait/engineer pada kapal MT. Pelita.

b. Kurangnya pemahaman terhadap pengoperasian boiler Ada beberapa faktor terjadinya sehingga awak kamar mesin belum sepenuhnya memahami tentang operasional auxiliary steam boiler antara lain : 1. Kurangnya pengalaman dalam

pengoperasian auxiliary steam boiler;

2302

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

2. Tidak adanya petunjuk yang pasti

sehingga terkadang awak kapal melakukan hanya berdasarkan pengalaman yang sedikit;

3. Tidak diberikannya petunjuk-petunjuk pengoperasian atau Kepala Kamar Mesin kurang memberikan kepahaman yang berlanjut terhadap awak kamar mesin.

2) Kurangnya pemahaman crew terhadap standar operasional auxiliary steam boiler a. Kurangnya kesadaran terhadap

bahaya dari auxiliary steam boiler Dalam hal ini prosedur merupakan hal yang paling utama dalam rangka pelaksanaan pengoperasian auxiliary steam boiler, karena kurangnya kesadaran dalam pelaksanaan pengoperasian dapat berakibat fatal terhadap awak kapal terutama yang berhubungan langsung terhadap pesawat-pesawat yang ada di kamar mesin terutama auxiliary steam boiler, oleh karena itu perlu beberapa langkah dalam mengantisipasi dan menghindari penyebab kecelakaan kerja.

b. Kurangnya pemahaman crew

terhadap standar keselamatan kerja auxiliary steam boiler Dalam rangka pelaksanan kegiatan operasional di kamar mesin perlu dipandang suatu hal yang paling utama sehingga ada slogan mengatakan “safety first” hal ini bertujuan agar setiap kegiatan yang berhubungan terhadap resiko kecelakaan sebaiknya kita memikirkan apa saja yang dapat menimbulkan kecelakaan terhadap diri sendiri maupun lingkungan karena hal ini dapat mempengaruhi kinerja dari sebuah sumber daya manusia, di dalam standar keselamatan kerja boiler yang disebut

dengan appendasi ketel, appendasi ketel terbagi 2 yaitu : • Appendasi ketel yang

berhubungan dengan uap Peralatan apa saja yang terdapat pada auxiliary steam boiler yang berhubungan dengan uap diantaranya adalah katub keselamatan, manometer.

• Appendasi ketel yang berhubungan dengan air Peralatan apa saja yang terdapat pada auxiliary steam boiler yang berhubungan dengan air antara lain adalah glass duga, feedwater pump.

Pemecahan Masalah a. Jilatan api pertama kali tidak

konsisten Pemecahan masalah tersebut di atas adalah: 1) Dengan mengunakan metode

pengukuran Hazop Teori Hazop digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dari penyebab kegagalan dalam sistem penyalaan pada ruang pembakaran antara lain : Lakukan identifikasi peralatan penyalaan ada ruang pembakaran Periksa apakah proses blowdown belum sempurna sehingga masih terdapat kandungan air sehingga titik bakar pada ruang pembakaran belum tercapai.

2) Syarat-syarat air ketel agar bekerja dengan baik adalah sebagai berikut : a) Tidak boleh mengandung

kekerasan sementara maupun kekerasan tetap;

b) Kadar SI O2 harus rendah (larut dengan uap bertekanan tinggi dan bahaya pengendapan / karat pada sudu-sudu turbin uap);

c) Kadar zat-zat lain yang terlarut harus ditahan rendah;

d) Menjaga supaya PH air ketel baik (antara 9.6 s/d 11);

2303

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

e) Tidak boleh adanya udara atau

gas-gas lain terlarut dalam air ketel;

b. Kurangnya pemahaman terhadap pengoperasian boiler Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut: Melaksanakan langkah-langkah prosedur pengoperasian auxiliary steam boiler dengan benar

Prosedur pengoperasian auxiliary steam boiler harus berdasarkan intructional manual book yang terdapat pada auxiliary steam boiler manual book, adapun langkah-langkah proses penyalaan pada auxiliary steam boiler adalah sebagai berikut : • Pemeriksaan pendahuluan

Tahap pemeriksaan pendahuluan ini sangat penting dilakukan karena untuk memastikan semua perangkat pendukung sistem berjalan dengan baik, ini termasuk kinerja safety device untuk sisi keamanannya.

a) Pemeriksaan katub-katub sebelum menjalankan, semua katub harus dalam keadaan tertutup, kecuali untuk katub superheater drain dan katub feedwater.

b) Pemeriksaan fisik, fisik disini lebih ke pemeriksaan mekanikal seperti pemeriksaan casing, bearing, van belt, baut-baut dan lain-lain.

c) Pemeriksaan level air memastikan level air di Gauge Glass sekitar level setengah, jika perlu dilakukan pembersihan pada glass dan kerangka agar pemantauan lanjutan lebih jelas.

d) Pemeriksaan Manometer (pressure gauge) Perlu pemantauan adakah tekanan awal atau tidak pada manometer.

Gambar 2. Penampang ketel uap

c. Kurangnya kesadaran terhadap

bahaya dari auxiliary steam boiler Pemecahan masalah tersebut di atas adalah: Memberikan pemahaman akan kesadaran dan prosedur keselamatan kerja

• Keselamatan kerja terhadap lingkungan Lingkungan kerja yang baik dan produktif dapat mempengaruhi keselamatan kerja sebagai contoh suhu ruangan yang baik, penerangan yang memadai, pada kasus ini banyaknya pengaruh lingkungan

2304

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

sehingga ruang kerja yang buruk sehingga tidak dapat melihat dengan jelas kondisi di sekitar auxiliary steam boiler. Diantara sebagai berikut: 1) Sepatu Pengaman/Selubung Kaki

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban-beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lainnya yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam, dan sebagainya.

2) Sarung Tangan Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari tusukan dan sayatan benda tajam, terkena bahan kimia, benda panas dan sebagainya.

3) Topi Pengaman Topi pengaman digunakan untuk melindungi kepala tenaga kerja dari benda-benda yang jatuh atau melayang. Topi yang digunakan harus keras dan kokoh, tetapi tetap ringan.

4) Perlindungan Telinga/Tutup Telinga Jika perlu, telinga harus dilindungi dari suara bising yang dapat merusak pendengaran telinga.

5) Perlindungan Keseluruhan Tubuh Tubuh juga harus dilindungi dari atmosfer yang berbahaya (uap beracun/debu radioaktif), dan sebagainya, seperti pakaian bertekanan udara yang dapat melindungi tubuh tenaga kerja pada saat bekerja.

IV. PENUTUP

Berdasarkan hasil data yang telah

terkumpul, pengolahan data dan analisa pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Jilatan api yang tidak konsisten maka

menyebabkan sistem penyalaan bermasalah;

2. Karena kurang pemahaman terhadap pengoperasian boiler dapat menyebabkan sistem penyalaan bermasalah;

3. Karena kurangnya kesadaran terhadap bahaya dari auxiliary steam boiler mengakibatkan ledakan pada ruang pembakaran;

4. Karena kurangnya pemahaman akan standar keselamatan kerja bagi awak kamar mesin dapat memgakibatkan kecelakan pada awak kapal.

Saran Beberapa saran yang dapat diberikan

oleh peneliti berdasarkan hasil dari analisa yang telah dilakukan serta kesimpulan sebagai bahan pertimbangan perbaikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk perusahaan agar dapat

menggunakan Hazard and Operability study (Hazop) dapat menemukan secara cepat indikasi penyebab-penyebab dari kegagalan dalam operasi boiler;

2. Pihak manajemen perusahaan agar melaksanakan langkah-langkah dan prosedur peoperasian auxiliary steam boiler yang benar sehingga proses operasi auxiliary steam boiler menjadi baik;

3. Untuk pihak kapal terutama Kepala Kamar Mesin (KKM) agar memberikan pemahaman akan kesadaran akan bahaya terhadap operasi auxiliary steam boiler sehingga prosedur keselamatan kerja dapat dilaksanakan;

4. Untuk pihak manajemen perusahaan agar memberikan langkah-langkah standar keselamatan kerja auxiliary steam boiler.

DAFTAR PUSTAKA

British Gas Plc Electrical power

generation Family To Family Citations

GB2253407A *1991-03-061992-09-09

2305

Risk Assessment Terhadap Pengoperasian Auxiliary Steam Boiler Pada Kapal Tanker Pertamina Mt. Pelita Ardiansyaha*, Dirhamsyahb, Yohan Wibisonoc

Bbc Brown Boveri & CieCombined-cycle

turbine power station with fluidised-bed coal gasification DE3642619A1 *1986-12-131988-06-23 *Cited by examiner, † Cited by third party

Engineering, 1992; Guidelines for Hazard`Evaluation Procedure., 1992) Aspects of understanding risk (American Institute of Chemical Hazard

Mannesmann AgMeans for vertical, discontinuous continuous casting of metals, particularly of steel DE3542518A1 *1985-12-021987-06-04

Metall gesell schaft Aktiengesell schaft Combined gas and steam turbine

process US4996836A *1986-04-171991-03-05

Klaus Knizia Process for controlling the power output of a combination coal-fired unit with integrated coal gasification and a coal power station operating according to the process US4896498A *1987-09-191990-01-30

Kraftwerk Union Aktien gesell schaft Gas turbine and steam power-generating plant with integrated coal gasification plant US4631915A *1984-04-211986-12-30

Switzer Jr George W Coal-fueled combined cycle power generating system US3986348A *1973-04-251976-10-19

2306

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

STRATEGI PENGEMBANGAN PELAYARAN PERINTIS DENGAN ANALISA SWOT MENUJU PENGUATAN PROGRAM TOL LAUT DAN

INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM

Willem Thobias Fofid

Asisten Dosen PIP Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk pengembangan pelayaran perintis Dermaga APO di pelabuhan Jayapura adalam rangka meningkatkan kinerja pelabuhan menuju penguatan program tol laut. Dermaga Apo sebagai pelayaran perintis pelabuhan Jayapura memiliki kelemahan-kelemahan yang telah diidentifikasi secara observasi dan studi data primer. Kelemahan-kelemahan Pelayaran Perintis ini berakibat pada disparitas harga untuk provinsi Papua sebagaimana fungsi pelabuhan sebagai fungsi logistik. Berdasarkan hasil analisis SWOT disimpulkan bahwa kinerja Dermaga Apo sebagai Pelayaran Perintis Pelabuhan Jayapura berada pada kuadan I dengan posisi (0,83; 1,44). Strategi yang digunakan Pelayaran Perintis pelabuhan Jayapura guna mengembangkan pelayaran perintis agar lebih efisien sesuai fungsinya adalah adalah strategi SO (strength-opportunity). Strategi SO tersebut yaitu penguatan fungsi pelayaran perintis sebagai pendukung pengembanagn pusat kegiatan ekonomi dan pendukung pemerintah dalam MP3EI, pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perintis agar dapat menunjang segala aktivitas dan efisiensi pelabuhan, pengembangan wilayah hinterland untuk memaksimalkan fungsi pelayaran perintis yang sibuk dan padat.

Keywords : pelayaran perintis, dermaga APO, SWOT analysis

I. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara dengan status Achipelago Island atau negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki batas wilayah perairan yang sangat luas (lebih dari 67% adalah perairan) yang eksitensinya telah diakui berdasarkan ketentuan Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982), yang bahkan diteliti ternyata luas laut keseluruhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 6.315.222 Km2 (Luas Laut seluruh dunia: 361 juta km2), terdiri dari luas wilayah laut teritorial 282.583 Km2 (80% perairan) dan darat 20%, dengan luas laut nasional/perairan wilayah pedalaman dan kepulauan 3.092.085 Km2, dengan Zona Ekonomi Eksklusif / ZEE seluas 2.936.345 km2, panjang garis pantai kepulauan

Indonesia 99.093 Km2, serta memiliki lebih dari 17.504 pulau yang membentang di antara pulau-pulau besar seperti Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Sebagai negara Kepulauan tentu sangat dibutuhkan sebuah sistem pelayaran yang terintegrasi dan proposional untuk dapat memenuhi kebutuhan perekonomian dan kewilayahan nasional. Sebagai anggota resmi Internasional Maritime Organization yang dikenal dengan IMO sejak tanggal 18 Januari 1961, Indonesia harus meratifikasi dan mengimplementasikan aturan internasional yang diturunkan lewat regulasi perundangan-undangan nasional. Salah satunya Konvensi mengenai keselamatan yaitu adanya Convention SOLAS (Safety of Lifwe At Sea) yang mana menuntut setiap pelabuhan dalam melayani kapal-kapal niaga harus memberlakukan

2307

Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisa SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut Dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Willem Thobias Fofid penerapannya dalam pelayanan bagi kapal-kapal yang sandar yang akan melakukan arus bongkar muat muatan barang dan manusia. Sehingga sudah saatnya pelabuhan harus dibangun dan dirancang guna melayani kapal dengan melihat kebutuhan-kebutuhan suatu daerah sesuai dengan jenis kapal yang akan sandar dan masuk untuk melayani arus bongkar muat muatan. Salah satu daerah yang menjadi fokus untuk pengembangan pelabuhan Indonesia yaitu daerah T3P (Terpencil, Terluar, Tertinggal dan Perbatasan) dalam menunjang konektivitas, sebagai contoh pengembangan system pelayaran khusus di daerah T3P (Terpencil, Terluar, Tertinggal dan Perbatasan) yaitu pelayaran perintis dan perencanaan pengembangan pelabuhan di Jayapura, Provinsi Papua, yang merupakan daerah ujung timur Indonesia.

Pengaruh dan dampak permasalahan tersebut bagi rakyat Indonesia di kawasan Indonesia Timur tentu tidak seberuntung saudara mereka di kawasan Indonesia Barat. Minimnya pembangunan diperburuk mahalnya harga komoditas membuat jurang pemisah perekonomian melebar. Oleh karena mahalnya komoditas salah satunya dipicu mahalnya biaya logistik. Mahalnya harga komoditas telah terkonfirmasi. Sebagai contoh kasus yang terjadi pada tahun 2013 (dimuat di harian Kompas) salah satu warga Jayapura yang ditelepon dari Jakarta Senin (18/2/2013), Harga ayam kampung di Jayapura juga Rp 200.000 per ekor. Ayam kampung merupakan salah satu makanan wajib dalam sebuah keluargan sebab disukai oleh berbagai kalangan. Di Jakarta, harga ayam kampung hanya Rp 75.000 per ekor. Tingginya harga komoditas di Papua, salah satunya dipicu ketidakmampuan Papua berswasembada, untuk memproduksi sendiri kebutuhan penduduknya. Upaya untuk mendatangkan komoditas dari pulau lain pun tidak mudah. Inefisiensi pelabuhan membuatnya sulit. Inefisiensi pelabuhan, yang dipicu rendahnya produktivitas bongkar muat di Pelabuhan Jayapura, telah memaksa kapal

sandar lebih lama. Penggunaan kapal tidak maksimal pada akhirnya melambungkan tarif pelayaran. Konsumen di Jayapura, juga kawasan lain di Indonesia bagian timur, akhirnya harus membeli barang-barang dengan harga lebih mahal. Sebagai perbandingan, Pelabuhan Jayapura membongkar muat kapal ukuran 500 unit peti kemas ukuran 20 kaki (twenty-foot equivalent units/ TEUs) selama tiga hari. Terminal Peti Kemas Internasional Jakarta (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, mampu membongkar kapal sejenis dalam 14 jam.

Rendahnya arus kunjungan kapal dan muatan di Pelabuhan Jayapura, hal ini disebabkan masih terdapatnya kapal-kapal niaga yang masuk tidak sesuai dengan jenis-jenis muatan yang tersedia sehingga kapal-kapal yang beroperasi di pelabuhan Jayapura tidak dapat memaksimalkan ruang-ruang muat yang ada, hal ini tentu berdampak pada beban operasional sebuah kapal yang tidak sebanding dengan biaya/cost dari sebuah voyage perjalanan dengan rute liners/tetap maupun tidak tetap/tramper, dengan demikian masih terdapatnya ruang muat yang kosong pada kapal-kapal yang melayani di pelabuhan Jayapura setelah bongkar muat dan akan berangkat ke pelabuhan selanjutnya dan atau bahkan sering terjadi penumpukan muatan di gudang, depo kontainer dan penyimpanan barang atau di pelabuhan.

Kebijakan Pemerintah Pusat dalam program visi dan misi Nawa Cita lewat Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Kota Jayapura dalam program tol laut dan poros maritim khususnya bagi pelayaran perintis untuk dalam pengembangan kawasan pelabuhan Jayapura, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan Kota Jayapura sebagai Ibu Kota Provinsi Papua dan juga terlebih khusus dapat melayani kapal-kapal niaga yang akan beroperasi pada pelayaran perintis dengan rute terpencil, terluar, tertinggal dan perbatasan dalam menunjang konektivitas. Arus

2308

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

muatan yang menjadi tolok ukur keberhasilan program tersebut diharapkan mampu menekan disparitas harga dan dapat menyetarakan harga-harga di seluruh pelosok Indonesia khsusunya di Indonesia timur. Revitalisasi pelabuhan diperlukan agar mampu memperbaiki keadaan. Dalam rangka revitalisasi pelabuhan pelayaran perintis perlu ditetapkan strategi kebijakan yang terintegrasi yaitu secara terpadu yang menghubungkan keunggulan-keunggulan guna mengatasi persoalan yang sedang dihadapi maupun ancaman yang akan datang.

Informasi-informasi internal maupun eksternal mengenai pelayaran perintis tersebut telah dimanfaatkan dan dianalisis untuk perumusan strategi dalam model-model kualitatif, sehingga diperoleh formulasi strategi yang dapat diberikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan kepada pihak yang berwenang dalam rangka pengembangan pelayaran perintis. Perumusan strategi kebijakan pengembangan pelayaran perintis tersebut difokuskan dengan menggunakan model-model kualitatif, seperti matriks Internal Factors Analysis Summary (IFAS), matriks External Factors Analysis Summary (EFAS), dan matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT). Metode pengumpulan data melalui kuesioner untuk meminta informasi yang dibutuhkan.

II. METODE PENELITIAN

Data pada penelitian ini diperoleh dari

hasil pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil penyebaran kuesioner kepada para pengguna jasa kepelabuhanan dan pihak stakeholder di Pelabuhan Jayapura. Pengambilan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur. Data yang diperoleh digunakan untuk menganalisa rencana strategi pengembangan dermaga Apo sebagai pelayaran perintis.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kondisi Dermaga APO sebagai Pelayaran Perintis pada Pelabuhan Jayapura

Dermaga APO merupakan dermaga yang diperuntukkan untuk kapal perintis. Secara legalitas dituangkan juga dalam SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan No. 194 B/KM 69 tanggal 26 Nopember 1996.

DERMAGA APO : 346,5 m2 Panjang : 33 m Elevasi lantai dermaga : +3.2 mLWS Daya dukung : 1 ton/m2 Tahun Pembuatan : 1960 Kolam tambat : 3.200 m2 Kedalaman kolam : - 6 s/d -7 Mlws

Kinerja Fasilitas Pelabuhan

Kinerja pelayanan general cargo dari 2014-2018 18 ton/gang/jam; pada tahun 2011 terjadi penurunan dikarenakan kinerja pelayanan bagged cargo dari 2014-2018, 20 ton/gang/jam; pada tahun 2017 terjadi penurunan menjadi 18 ton/gang/jam. Kinerja pelayanan petikemas dari 2014-2018, 9 ton/gang/jam terjadi penurunan juga karena alat bongkar muat tidak bisa berada di atas dermaga karena akses jalan yang sudah rusak dan area pengoperasian yang sangat sempit dan terbatas dan juga tidak terdapat fasilitas terminal dan gudang sementara di area dermaga. Kinerja pelayanan dermaga APO khusus melayani pelayaran perintis selama 2014-2018 berfluktuasi dari 72,16% sampai 72,86%; pada tahun 2011 terjadi penurunan menjadi 319 ton/m2/kapal dikarenakan keadaan dermaga yang sudah retak dan hancur.

Dengan keadaan yang sekarang ini, dermaga APO dimana beton dermaga buatan tahun 1960 pada zaman pemerintah Hindia Belanda kondisinya yang sudah retak dan akses jalan yang rusak ditambah dengan area yang begitu sempit hanya memiliki luas 346,5 m2, membuat fasilitas

2309

Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisa SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut Dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Willem Thobias Fofid pendukung seperti forklift tidak dapat beroperasi dengan maksimal dan keberadaan terminal penumpang dan gudang serta ruang trasit (embarkasi/debarkasi) penumpang harus segera dibangun dan dikembangkan.

Results of the SWOT Analysis

Analisis SWOT berkaitan dengan analisis proses internal dan lingkungan eksternal dengan tujuan mengidentifikasi kekuatan internal agar dapat memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari ancaman eksternal, sambil mengatasi kelemahan internal. Metode ini diperkenalkan oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek penelitian di Stanford University pada 1960-an dan 1970-an abad lalu. Metode SWOT digunakan untuk menganalisa Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats. Hasil dari strategi pengembangan pelayaran perintis dengan menggunakan analisa SWOT dirinci sabagai berikut:

Analisis Faktor Internal (Internal Factors Analysis Summary)

Analisis terhadap faktor internal pengelolaan pelayaran perintis di pelabuhan Jayapura sebagai upaya untuk penetapan strategi pengembangan pelayaran perintis meliputi 2 komponen yaitu komponen (Strength) dan komponen kelemahan (Weakness). 1. Komponen kekuatan (Strength)

Faktor-faktor yang dianggap sebagai kekuatan pada pengelolaan pelayaran perintis di pelabuhan Jayapura, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sebagai pusat Ibu Kota provinsi

Papua, Pelabuhan Jayapura memiliki peranan penting dalam arus kunjungan kapal, sehingga tentunya pelayaran perintis yang beroperasi dari Indonesia barat sampai Jayapura dan daerah sekitarnya juga memiliki peranan penting;

b. Keberadaan Pelayaran Perintis tentu memiliki peranan penting bagi kota Jayapura yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan Negara, dan kepentingan ekonomi;

c. Pelabuhan Jayapura khususnya Pelayaran Perintis memberikan dampak bagi tatanan sistim jaringan transportasi secara umum di wilayah Provinsi Papua, yang mana berkembang seiring dengan pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Papua, dalam transportasi di Provinsi Papua menggambarkan intergrasi dari sub sistim transportasi;

d. Tingkat kepadatan dan kesibukan pelabuhan sebagai pelayaran perintis pelabuhan Jayapura;

e. Pengetahuan pengelola pelabuhan tentang peraturan pengoperasian kapal perintis;

f. Pengetahuan pengelola pelabuhan tentang jenis dan tipe kapal yang sesuai dan diperbolehkan bagi pelayanan perintis;

g. Pengetahuan pengelola tentang jenis muatan kapal.

2. Komponen Kelemahan (Weakness) Selain faktor kekuatan yang dimiliki, pengelolaan pelayaran perintis sebagai upaya pengembangan fasilitas pelayaran perintis juga terdapat faktor-faktor yang merupakan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Ketidaksesuaian antara arus

kunjungan kapal dan muatan barang;

b. Sarana dan prasarana tidak menunjang kegiatan pelabuhan sebagai pelayaran perintis;

c. Rute trayek pelayaran perintis di Pelabuhan Jayapura belum dapat melayani dengan maksimal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah;

d. Kurang integrasi antara pelabuhan Jayapura sebagai pelabuhan induk

2310

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ke pengembangan pelabuhan perintis;

e. Kebutuhan alat bantu bongkar muat; f. Pelayanan bongkar muat barang

muatan tidak sesuai; g. Kurangnya perhatian lembaga

instansi/stakeholders yang berwenang terhadap kebutuhan untuk menunjang efektifitas pelayaran perintis;

h. Ketidaksesuaian antara jumlah dan jenis kapal yang masuk dan keluar;

i. Dermaga APO untuk pelayaran perintis memiliki kondisi bangunan yang sudah retak dengan umur bangunan berkisar 58 tahun dan memiliki akses jalan yang rusak ditambah dengan area yang begitu sempit hanya memiliki luas 346,5 m2.

Analisis Faktor Eksternal (External Factors Analysis Summary)

Analisis eksternal dilakukan terhadap komponen dari luar yaitu Peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari rencana pengembangan pengelolaan pelayaran perintis 1. Komponen Peluang (Opportunities)

Faktor-faktor yang dianggap sebagai peluang dari pengelolaan pelayaran perintis di pelabuhan Jayapura, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Rencana pemerintah pusat dan daerah

untuk mengembangkan pusat kegiatan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama perekonomian wilayah; sehingga pelabuhan perintis sebagai pendukung pelabuhan Jayapura sangat penting sebagai integrasi transportasi.

b. Rencana pemerintah meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi karena Kabupaten dan Kota Jayapura, termasuk dalam kawasan strategis nasional.

c. Papua dengan ibukota Jayapura

masuk kedalam percepatan dan perluasan pembangunan indonesia (MP3EI).

d. Provinsi Papua memiliki Kawasan berfungsi lindung meliputi: Kawasan hutan lindung, kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional, kwasan rawan bencana, dan sebagainya. Kawasan berfungsi budidaya di Provinsi Papua Barat meliputi kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata.

e. Pengembangan wilayah hinterland. f. Pengembangan fasilitas pelabuhan

seperti terminal penumpang.

2. Komponen Ancaman (Threats) Selain faktor peluang yang dimiliki, pengelolaan pelayaran perintis sebagai upaya pengembangan fasilitas pelayaran perintis juga terdapat faktor-faktor yang merupakan ancaman diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kepadatan pengunjung dan

penumpang selama proses bongkat muat yang menghambat efektifitas pelabuhan;

b. Ketidaksesuaian lama waktu yang dibutuhkan untuk proses bongkar muat;

c. fasilitas pendukung seperti forklift tidak dapat beroperasi dengan maksimal dan keberadaan terminal penumpang dan gudang;

d. penumpukan jumlah kapal yang antri untuk proses bongkar muat dan masuk pelabuhan;

e. Robohnya bangunan pelabuhan akibat kondisi kelebihan muatan massa dibandingkan dengan umur bangunan.

Secara lengkap strategi pada Matriks SWOT ditunjukkan pada tabel IFAS dan EFAS di bawah ini:

2311

Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisa SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut Dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Willem Thobias Fofid

Tabel 1. Matrik IFAS Pengembangan pengembangan pelayaran perintis pelabuhan Jayapura

No. FAKTOR INTERNAL BOBOT ITEM RATING SKOR Kekuatan

1. Sebagai pusat Ibu Kota provinsi Papua, Pelabuhan Jayapura dan pelayaran perintis peranan penting

0.07 4 0.28

2. Kota Jayapura yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan Negara, dan kepentingan ekonomi

0.07 4 0.28

3. Pelayaran Perintis bagian dari intergrasi dari sub sistim transportasi

0.06 4 0.24

4. Tingkat kepadatan dan kesibukan pelayaran perintis 0.07 4 0.21

5. Pengetahuan pengelola pelabuhan tentang peraturan pengoperasian kapal perintis

0.06 3 0.18

6. Pengetahuan pengelola pelabuhan tentang jenis dan tipe kapal yang sesuai dan diperbolehkan bagi pelayanan perintis

0.07 3 0.21

7. Pengetahuan pengelola tentang jenis muatan kapal 0.07 3 0.21 Total 1.61

Kelemahan

1. Ketidaksesuaian antara arus kunjungan kapal dan muatan barang

0.06 2 0.12

2. Sarana dan prasarana tidak menunjang kegiatan pelabuhan sebagai pelayaran perintis

0.05 1 0.05

3. Rute trayek pelayaran perintis di Pelabuhan Jayapura belum dapat melayani dengan maksimal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah

0.05

2 0.10

4. Kurang integrasi antara pelabuhan Jayapura sebagai pelabuhan induk ke pengembangan pelabuhan perintis

0.06 2 0.12

5. Kebutuhan alat bantu bongkar muat 0.07 1 0.07

6. Pelayanan bongkar muat barang muatan tidak sesuai

0.05 1 0.05

7. Kurangnya perhatian lembaga instansi/stakeholders yang berwenang terhadap kebutuhan untuk menunjang efektifitas pelayaran perintis

0.05 2 0.10

8. Ketidaksesuaian antara jumlah dan jenis kapal yang masuk dan keluar

0.05 2 0.10

9.

Dermaga APO untuk pelayaran perintis memiliki kondisi bangunan yang sudah retak dengan umur bangunan berkisar 58 tahun dan memiliki akses jalan yang rusak ditambah dengan area yang begitu sempit hanya memiliki luas 346,5 m2

0.07 1 0.07

Total 0.78

2312

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Tabel 2. Matrik EFAS Pengembangan pengembangan pelayaran perintis pelabuhan Jayapura

No. FAKTOR INTERNAL BOBOT ITEM RATING SKOR

Peluang

1. Rencana pemerintah pusat dan daerah untuk mengembangkan pusat kegiatan berbasis potensi sumber daya alam

0.10 4 0.4

2. Rencana pemerintah meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi

0.10 4 0.4

3. Papua dengan ibukota Jayapura masuk kedalam (MP3EI).

0.08 4 0.32

4.

Provinsi Papua memiliki Kawasan berfungsi, kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata.

0.09 4 0.36

5. Pengembangan wilayah hinterland 0.08 3 0.27

6. Pengembangan fasilitas pelabuhan seperti terminal penumpang

0.09 3 0.27

Total 2.0

Ancaman

1. Kepadatan pengunjung dan penumpang selama proses bongkat muat yang menghambat efektifitas pelabuhan

0.09 1 0.10

2. Ketidaksesuaian lama waktu yang dibutuhkan untuk proses bongkar muat

0.09 1 0.09

3.

Fasilitas pendukung seperti forklift tidak dapat beroperasi dengan maksimal dan keberadaan terminal penumpang dan gudang serta ruang trasit (embarkasi/debarkasi)

0.10 1 0.10

4. penumpukan jumlah kapal yang antri untuk proses bongkar muat dan masuk pelabuhan

0.09 1 0.09

5. Robohnya bangunan pelabuhan akibat kondisi kelebihan muatan massa dibandingkan dengan tuanya bangu]\lp Op’nan

0.09 2 0.18

Total 0.56

Berdasarkan nilai total skor matrik IFAS (0,83) dan EFAS (1,44) dapat dipetakan dalam bentuk diagram analisis SWOT (space matric). Diagram ini dapat mengetahui posisi Strategi kebijakan pengelolaan pelayaran perintis di pelabuhan Jayapura. Dengan diketahuinya posisi strategi berdasarkan analisis matriks space dan penggambarannya dalam garis vektor, maka hasil pemetaan posisi strategi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Diagram Analisis SWOT

Hasil diagram analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang cocok digunakan dalam analisis kebijakan pengelolaan pelayaran perintis di pelabuhan Jayapura adalah strategi SO (strength-

2313

Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisa SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut Dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Willem Thobias Fofid opportunity). Strategi SO tersebut yaitu penguatan fungsi pelayaran perintis sebagai pendukung pengembanagn pusat kegiatan ekonomi dan pendukung pemerintah dalam MP3EI, pengembanagn sarana dan prasarana pelabuhan perintis agar dapat menunjang segala aktivitas dan efisiensi pelabuhan, pengembangan wilayah hinterland untuk memaksimalkan fungsi pelayaran perintis yang sibuk dan padat.

IV. PENUTUP

Aspek-aspek yang menjadi kelemahan dari dermaga APO sebagai Pelayaran Perintis di Pelabuhan Jayapura antara lain terkait masalah ketidaksesuaian antara arus kunjungan kapal dan bongkar muat, masalah prasarana dan sarana di dalam pelabuhan, masalah umur bangunan pelabuhan. Hasil analisis SWOT menunjukan kinerja Pelayaran Perintis pelabuhan Jayapura berada pada kuadan I dengan posisi (0,83; 1,44) Strategi yang digunakan Pelayaran Perintis pelabuhan Jayapura guna mengembangkan pelayaran perintis agar lebih efisien sesuai fungsinya adalah adalah strategi SO (strength-opportunity) dengan menggunakan kelebihan yang dimiliki serta potensi yang ada untuk penerapan implementasinya dan mampu menutupi kelemahan-kelemahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Perhubungan. 2007. Studi Kebutuhan Jaringan Angkutan Laut Perintis Jangka Menengah dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan Sektor Lain. Jakarta : Badan LITBANG Perhubungan

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Pengembangan Tol laut dalam RPJMN 2015-2019 dan Implementasi 2015. retrieved from https://www.bappenas.go.id/files/Pengembangan%20Tol%20Laut%20Dalam%20RPJMN%202015-

2019%20Dan%20Implementasi%202015.pdf

Indriastiwi F. 2017. The Requirements of Additional Pioneers Vessel in Area of Banyuwangi. Warta Penelitian Perhubungan. 29 (2): 303-316

Kadarisman M, Yuliantini, Majid SA. 2016. Formulasi Kebijakan Sistem Transportasi Laut”. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik. 3(2): 161-183

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2017. Maritim Indonesia, Kemewahan Yang Luar Biasa. retrieved from https://kkp.go.id/artikel/2233-maritim-indonesia-kemewahan-yang-luar-biasa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan

Triatmodjo, B. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta : Beta Offset

UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982 Article 46

Wang K A. 2007. Process View of SWOT Analysis, The 51st Annual Meeting of the International Society for the Systems Sciences. Tokyo

Oktarina, Merry. 2012. Competitiveness of Indonesian Officers A Comparative Study with Filipino Officers Under Analytical Hierarcy Process. Kingdom of Netherland : STC - Netherland Maritime University

Rangkuti, R.S., Mardiyono, dan Riyanto. 2012. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi Konsep Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta : PT. Gramedia

2314

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : CV. Alfabet

Supriyono, Hadi, Capt, Sp.I, M.M, M.Mar. 2010. Comprehensive review to the STCW. Diplomatic Conference, Manila, Philippines

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, sebagaimana telah diubah dengan PP. No. 22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan

Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Yang Berkaitan Dengan Distribusi Pangan Dan Logistik

Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional

Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019

Peraturan Presiden No. 106 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Publik Untuk Angkutan Barang di Laut

Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Publik Kapal Perintis Milik Negara

Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Publik Untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan

Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2017 Tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga

Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KM. 41 tahun 2003, 5/U/KB/2003. Kep.208-A/Men/2003 tentang Quality Standard System (QSS)/Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia

Keputusan Menteri Perhubungan No. PM. 51 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut

Keputusan Menteri Perhubungan No. PM. 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Perhubungan

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 4 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut

Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 901 Tahun 2016 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional

Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun 2017 Perubahan atas Permenhub No. 10 Tahun 2016 Tentang Tarif Angkutan Barang di Laut Dalam Rangka Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO)

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-DAG/PER/5/2017 Tahun 2017 Tentang Perdagangan Antar Pulau

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 35 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Publik Kapal Perintis Milik Negara

Peraturan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi

2315

Strategi Pengembangan Pelayaran Perintis Dengan Analisa SWOT Menuju Penguatan Program Tol Laut Dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Willem Thobias Fofid Peraturan Menteri Perhubungan No. 4

Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut

Peraturan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 2018 Tentang Komponen Penghasilan Dan Biaya Yang Diperhitungkan Dalam Kegiatan Subsidi Penyelenggaraan Angkutan Barang di Laut

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 30 Tahun 2018 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 182 Tahun 2015 Tentang Tarif Muatan Untuk Kegiatan Subsidi Pengoperasian Kapal Ternak

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 38 Tahun 2018 Tentang Penetapan Jenis Barang Dari Dan Ke Daerah Tertinggal, Terluar, dan Perbatasan

Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut SK. Jaringan Tarayek AL. 108/7/8/DJPL-15 Tahun 2015 Tentang Jaringan Trayek Pelayaran Tol Laut Tahun Anggaran 2016 Dan Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaannya Tanggal 21 Desember 2015

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. AL. 108/3/1/DJPL-2017

Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Dirjen Laut No. AL. 108/1/1/DJPL-17 Tentang Jaringan Trayek Penyelenggaraan Angkutan Barang di Laut Tahun Anggaran 2017

Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PR. 101/139/14/DA-2017 Tanggal 3 Oktober 2017 Tentang Penggunaan Ruang Muat Kapal Tol Laut

Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM. 002/84/9/DJPL-17 Tanggal 27 Oktober 2017 Tentang Prosedur Pengaturan Ruang Muat Kapal Tol Laut

Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.003/100/11/DJPL-17 Tanggal 28 Desember 2017 Tentang Persyaratan Penyelenggaraan PSO Penumpang Kelas Ekonomi, Angkutan Laut Perintis, PSO Angkutan Barang di Laut (Tol Laut) dan Angkutan Ternak

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. AL. 108/5/20/DJPL-17 Tentang Perubahan atas Keputusan Dirjen Laut No. AL. 108/5/11/DJPL-17 Tentang Jaringan Trayek Angkutan Laut Perintis Tahun Anggaran 2018.

2316

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ANALISIS KEMAMPUAN DAN MOTIVASI UNTUK MENDUKUNG KINERJA INSTRUKTUR NAUTIKA BALAI PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN ILMU PELAYARAN (BP2IP) BAROMBONG

Fajar Transelasia, Najmi Kamariahb dan Frida Chairunisac

aAsisten Dosen PIP Semarang b dan cSekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara Makassar

ABSTRAK

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan dan

motivasi untuk mendukung kinerja instruktur nautika Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Barombong dari aspek pendekatan sumber, pendekatan proses dan pendekatan sasaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode rancangan deskriptif dengan jumlah informan sebanyak 6 orang yang dianggap mengetahui tentang kemampuan dan motivasi instruktur nautika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari aspek pendekatan sumber untuk indikator kemampua dalam pembuatan bahan ajar/modul sudah efektif dengan pelatihan workshop, keterampilan instruktur nautika meningkat setelah dilakukan diklat khusus dan diklat profesi kepelautan. Aspek pendekatan proses sudah sesuai dengan standar dimana peserta diklat dapat menerima ilmu yang diberikan oleh instruktur dengan baik, dan pendekatan sasaran terciptanya output yang dapat memenuhi kebutuhan tenaga pelaut untuk kapal-kapal niaga baik nasional maupun internasional.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pimpinan untuk lebih meningkatkan kemampuan instruktur nautika dari segi pengetahuan, keterampilan dan sikap/prilaku dengan cara memberikan kesempatan kepada instruktur nautika untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, workshop, seminar, bimtek dan pendidikan lainnya yang berhubungan dengan tugas pokok instruktur nautika. Serta disarankan kepada pimpinan untuk lebih meningkatkan motivasi instruktur nautika, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik diantaranya pemberian insentif, lingkungan kerja yang nyaman dan memberikan pengakuan terhadap hasil pekerjaannya.

Kata kunci : kemampuan, motivasi, kinerja instruktur nautika BP2IP Barombong

I. PENDAHULUAN Animo masyarakat khususnya di wilayah

Indonesia di bagian tengah dan timur terhadap Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan yang notabene masyarakatnya yang bekerja pada sektor laut (nelayan) yang memang telah diwariskan oleh nenek moyang sebagai seorang pelaut, membuat Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Barombong di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Kementerian Perhubungan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pelaut yang berdaya saing tinggi, yang prima, profesional dan beretika sesuai

standar nasional dan internasional, menjadikan lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pelaut sebagai sektor strategis yang diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu. Keadaan persaingan yang cukup kompetitif menuntut lembaga pendidikan memperhatikan mutu pendidikan dan kelembagaan sehingga mampu serta unggul dalam persaingan tersebut.

Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Barombong adalah lembaga pendidikan yang mempunyai visi lembaga pendidikan dan pelatihan pelaut yang menghasilkan pelaut berdaya saing tinggi, yang prima, profesional dan beretika sesuai

2317

Analisis Kemampuan Dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong Fajar Transelasia, Najmi Kamariahb dan Frida Chairunisac

standar nasional dan internasional. Sebagai salah satu lembaga pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas, harus menerapkan konsep mengutamakan kepuasan peserta pendidikan dan pelatihan sebagai pelanggan dengan menghasilkan pelaut terbaik.

Dharma (2003), mengemukakan bahwa tujuan penilaian kinerja pada dasarnya adalah untuk mengukur tanggung jawab karyawan dan sebagai dasar bagi peningkatan dan pengembangan karyawan. Kinerja Instruktur merupakan suatu hal yang penting bagi keberhasilan pencapaian tujuan tugas pokok dan fungsi organisasi dalam hal ini BP2IP Barombong. Dari pengamatan awal di lapangan diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja instruktur pada BP2IP Barombong antara lain : kemampuan instruktur, motivasi instruktur, budaya kerja instruktur, budaya kerja organisasi, jenis kelamin, sarana dan prasarana kerja, dan lain-lain. Namun secara garis besarnya berdasarkan pengamatan penulis faktor kemampuan dan motivasilah yang menonjol dan dominan, sehingga dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis faktor kemampuan dan faktor motivasi dalam meningkatkan kinerja instruktur yang ada pada BP2IP Barombong.

Fenomena yang terjadi saat ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Dari Kemampuan Instruktur

Pada BP2IP Barombong, sebagai instruktur ada sebagian tidak bisa mengoperasikan alat laboratorium dan simulator di mana terdapat 19 laboratorium dan 9 simulator. Contohnya : Simulator Integreted Navigation Simulator System (INSS) di mana terdapat beberapa ruang simulator antara lain Bridge Resource Management (BRM), Radar Simulator, Arpa Simulator, Electric Chart Display Information System (ECDIS), dan Engine Resource Management (ERM), data diambil dari daftar hadir instruktur praktek laboratorium dan simulator

tahun 2015 jumlah instruktur nautika 37 orang, rutinitas penggunaan alat simulator dalam satu minggu kurang lebih 3 (tiga) kali, hanya 13 instruktur yang bisa mengoperasikannya, sedangkan 24 instruktur kurang bisa.

Pada BP2IP Barombong, sebagian instruktur belum mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik disebabkan karena faktor pengetahuan yang dimiliki. Seperti pengetahuan dalam menyusun bahan ajar dan modul. Hal ini disebabkan rata-rata instruktur pada BP2IP Barombong adalah instruktur teknis, sehingga mereka memang ahli dalam bidang praktek di kapal, namun masih kurangnya ilmu tentang pendidikan. Sehingga pemberian materi dalam pembelajaran kadang tidak terarah karena kurangnya pengetahuan tersebut. Maka dari itu di tahun 2015 sesuai dengan Keputusan Kepala BP2IP Barombong Nomor : KP.004/25/3/BP2IP.B-15 Tentang Penunjukan dan Pengangkatan Panitia Pelaksana Diklat Peningkatan Kompetensi Bagi Para Instruktur (Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar/Modul) Pada BP2IP Barombong Tahun Anggaran 2015.

Pada BP2IP Barombong, sebagian instruktur belum optimal dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya, hal ini disebabkan karena disamping tugasnya sebagai instruktur namun masih adanya rangkap jabatan, di mana selain mengajar para instruktur juga mengerjakan kegiatan administratif. Contohnya : dikarenakan rangkap jabatan instruktur melaksanakan kegiatan administratif misal tentang konsinyering yang dilakukan di luar kota, sehingga para peserta didik terjadi kekosongan dalam pembelajaran dan hanya diberikan tugas saja. Ini dikarenakan adanya SK Pengangkatan Sebagai Fungsional Instruktur dari pusat dan Surat Pelaksana Tugas Internal dari

2318

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

BP2IP Barombong sebagai tugas tambahan.

Pada BP2IP Barombong, sebagian instruktur belum bisa bekerja secara optimal disebabkan oleh sikap/perilaku instruktur masih sering diabaikan. Contohnya, dalam hal mematuhi tata tertib yang ada di kantor seperti kehadiran. Masih ada instruktur yang datang terlambat masuk kantor, pulang belum pada waktu jam pulang serta ada instruktur yang tidak masuk dan sama sekali tidak memberi keterangan. Hal tersebut akan berdampak pada sikap dan prilaku instruktur yang akan berpengaruh terhadap kemampuan instruktur dalam bekerja yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja instruktur.

2. Dari Motivasi Instruktur

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja berdasarkan pengamatan langsung penulis yaitu motivasi. Motivasi kerja instruktur masih kurang, baik motivasi yang timbul dari dalam diri instruktur maupun motivasi yang timbul dari luar diri instruktur. Contoh motivasi yang timbul dari dalam diri instruktur yaitu pengembangan pengetahuan untuk instruktur lebih diutamakan kepada instruktur yang lebih senior yang di maksud adalah instruktur yang telah mendapatkan pangkat dan golongan yang lebih tinggi dahulu sehingga terjadi kesenjangan di antara instruktur karena ada yang lebih berpotensi untuk dikembangkan namun tidak diusulkan untuk itu, tahun 2015 dari jumlah diklat untuk instruktur nautika berjumlah 6 jenis diklat, yang mengikuti dari golongan III/c 4 orang dan dari golongan III/b 2 orang dari 6 orang tersebut diambil dari instruktur senior hal inilah yang membuat motivasi instruktur dapat menurun sehingga kinerja instruktur juga tidak sesuai yang diharapkan yaitu mendidik peserta didik yang handal dan propesional.

Sedangkan contoh motivasi yang timbul dari luar diri instruktur yaitu perbedaan yang cukup jauh antara gaji sebagian pelaut dan honor sebagai instruktur, gaji pelaut untuk tahap awal sesuai standard International Maritime Organization (IMO) antara USD 1.800 sampai USD 2.500 per bulan atau setara dengan Rp.32,5 juta dengan kurs Rp.13.000 per Dolar AS. Dan jika sudah Master atau Nahkoda bisa mencapai minimal USD 15.000 per bulan, sedangkan menurut Keputusan Kepala BP2IP Barombong Nomor : KP.004/15/3/BP2IP.B-15 Tentang Pembentukan dan Penetapan Tim Penyelenggara dan Pelaksana Program Diklat Pelaut Peningkatan Pada BP2IP Barombong Tahun Anggaran 2015 menyebutkan bahwa honorarium untuk pengajar teori dan praktek sebesar Rp.220,000,-/jam/kegiatan. Semua instruktur nautika pada BP2IP Barombong sebelum menjadi seorang PNS mereka terlebih dahulu bekerja pada kapal-kapal niaga baik nasional maupun internasional, sehingga instruktur merasa kurang termotivasi dengan pendapatan yang berbeda jauh dengan yang diterima pada waktu bekerja di kapal, ini akan mengakibatkan tingkat tanggung jawab seorang pelaut di dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada peserta diklat kurang maksimal.

II. METODE PENELITIAN

a. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran, situasi dan fenomena realitas terhadap kaitannya dengan kemampuan dan motivasi untuk mendukung instruktur nautika Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong dan berupaya menarik realitas tersebut ke

2319

Analisis Kemampuan Dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong Fajar Transelasia, Najmi Kamariahb dan Frida Chairunisac

permukaan sebagai gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tersebut.

b. Sumber dan Teknik Pengumpulan

Data Sumber data dalam penelitian ini

adalah dokumen BP2IP Barombong dan informan yang dianggap mengetahui tentang intruktur nautika BP2IP Barombong yaitu Kepala BP2IP Barombong, Kepala Seksi Penyelenggaraan Diklat, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Diklat, Ketua Jurusan Nautika, dan peserta diklat BP2IP Barombong.

c. Teknik Pengolahan dan Analisis

Data Pengolahan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah dengan mengklasifikasi materi data berdasarkan gejala yang diteliti kemudian mengolahnya berdasarkan keterkaitan antar komponen, satuan gejala dalam konteks permasalahan dan mendeskripsikan secara keseluruhan dan sistematik keterkaitan antar satuan-satuan gejala tersebut. Analisis data dengan cara reduksi data, menyajikan data, dan membuat kesimpulan.

III. HASIL PENELITIAN

Sumber daya manusia (SDM) pada

BP2IP Barombong adalah tersedianya instruktur yang dibutuhkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepelautan, berpikir dan melakukan pengembangan diklat. SDM tersebut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta motivasi yang dapat mendukung kinerja instruktur tersebut khususnya jurusan nautika sehingga akan tercipta pelaut-pelaut handal, bermartabat, profesional dan beretika.

Dengan banyaknya jenis diklat pelaut dan jenis sertifikat keahlian pelaut yang diselenggarakan di BP2IP Barombong hanya memiliki SDM instruktur nautika sebanyak 40 orang, sedangkan ada 32 kelas yang dibuka. Standar yang harus dipenuhi

untuk setiap kelasnya adalah 2 instruktur dalam satu kelasnya, melihat data SDM yang ada instruktur nautika BP2IP Barombong masih kurang, sehingga instruktur nautika ada yang over jam pembelajarannya. Sedangkan untuk tingkat pendidikan instruktur nautika sudah cukup baik, karena BP2IP Barombong adalah level tingkat operasional seperti dapat dilihat pada lampiran Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah instuktur Diklat pada BP2IP Barombong Makassar sebanyak 72 orang yang terdiri dari jurusan Nautika dan Teknika. Instuktur Diklat rata-rata berijazah pelaut dan jumlah instruktur yang berijazah S2 untuk Nautika sebanyak 9 orang, S1 sebanyak 8 orang, D-IV/D-III sebanyak 14 orang, SMA dan SMP masing-masing 1 orang. Sedangkan jumlah instruktur yang berijazah S2 untuk Teknika sebanyak 6 orang, S1 sebanyak 12 orang, D-IV/D-III sebanyak 6 orang, SMA dan SMP masing-masing 1 orang. Dengan jumlah instruktur tersebut bisa dirata-rata per instruktur mengajar 3 (tiga) kelas dalam sehari karena terdapat 21 kelas, sehingga masih belum memenuhi standar untuk SDM instruktur.

Moenir (1992), mengemukakan bahwa kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungannya dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Kata kemampuan dengan sendirinya juga kata sifat/keadaan yang ditujukan pada sifat atau keadaan seseorang yang dapat melaksanakan tugas/pekerjaan atas dasar ketentuan yang ada.

Melihat teori tentang kemampuan, salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan instruktur nautika BP2IP Barombong maka dilaksanakannya pelatihan-pelatihan khusus dan teknis guna menunjang proses pendidikan dan pelatihan di BP2IP Barombong. Instruktur nautika tidak bisa melaksanakan tugasnya apabila diklat keterampilan khusus pelaut tidak

2320

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

mereka kuasai, sehingga BP2IP Barombong mewajibkan setiap instruktur nautika mendapatkan sekali dalam setahun untuk didiklatkan.

Pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh SDM instruktur nautika BP2IP Barombong dilakukan setiap tahun dan memiliki anggaran khusus. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha BP2IP Barombong mengakomodir semuan instruktur nautika untuk mengikuti pelatihan secara bergantian sehingga keseluruhan instruktur nautika dipastikan mendapat informasi yang merata.

IV. PEMBAHASAN

Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa

Kecakapan individu dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecakapan potensial (potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achievement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan di uji sekarang. Sedangkan kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan bisa diartikan sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh masing-masing individu dan itu harus dimiliki oleh instruktur nautika, beberapa kecelakaan di kapal merupakan faktor kecakapan dalam pengoperasian kapal tersebut sehingga keselamatan adalah yang utama (safety fesh) dalam pelayaran.

Siagian (1993) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan adalah Kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Usaha-usaha pengembangan keterampilan adalah bagian dari kegiatan pendidikan yang dilakukan secara prognitis dan sistematis. Khususnya dalam penerapannya lebih lanjut kegiatan-kegiatan operasional. Usaha pengembangan keterampilan biasa dilakukan melalui latihan-latihan. Dalam peningkatan keahlian pelaut, instruktur diwajibkan mendapatkan pelatihan minimal sekali dalam setahun.

Menurut Winardi (2002) motivasi mengemukakan bahwa suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkan sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar moneter, dan imbalan non-moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Untuk memberikan rangsangan dalam bekerja dibutuhkan dorongan-dorongan motivasi yang dapat menambah kinerja semakin meningkat.

Irawan (2002), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dari teori tentang kemampuan dan motivasi apabila sudah direalisasikan dengan benar maka tujuan organisasi akan tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pekerjaan sebagai seorang instruktur juga akan terasa ringan karena kemampuan ada serta didukung dengan dorongan motivasi sehingga kinerja meningkat.

Adapun hasil analisis yang didapat dalam penelitian ini dimana kemampuan dan motivasi dapat mendukung kinerja instruktur nautika Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Barombong dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Hasil Analisis Kemampuan dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja

Instruktur Nautika

Analisis data dan pembahasan pada faktor kemampuan dapat dikatakan cukup baik

No Faktor Kemampuan Hasil 1 Pengetahuan Baik 2 Ketermpilan Kurang Baik 3 Sikap/Perilaku Baik

2321

Analisis Kemampuan Dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong Fajar Transelasia, Najmi Kamariahb dan Frida Chairunisac

Analisis data dan pembahasan pada faktor

motivasi dapat dikatakan cukup baik

No Faktor Motivasi Hasil Motivasi Instrinsik

1 Prestasi Baik 2 Pengakuan Baik 3 Tanggung Jawab Baik 4 Pengembangan Karir Baik 5 Kepuasan Kerja Baik

Motivasi Ekstrinsik 1 Gaji Baik 2 Kondisi Kerja Baik 3 Kebijakan Baik 4 Hubungan Kerja Baik 5 Perilaku Supervisor Baik

a. Aspek Pendekatan Sumber

Kemampuan merupakan salah satu faktor yang paling penting untuk meningkatkan SDM instruktur nautika BP2IP Barombong. Adanya ketidakmampuan instruktur nautika BP2IP Barombong belum memenuhi standar sehingga masih adanya beberapa pelatihan yang dilakukan oleh instruktur nautika yang sama. Sebagai contoh bahwa instruktur nautika yang melakukan pelatihan pada praktek laboratorium dan simulator BST (Basic Safety Training) juga melaksanakan praktek pada BRM (Bridge Resource Managemen) ini akan terkendala apabila diklat tersebut atau pelatihan tersebut dilakukan dalam waktu yang sama. Kecenderungan ini dikarenakan keterampilan instruktur nautika yang kurang sehingga SDM instruktur yang ada tidak bisa mengakomodir kegiatan pelatihan.

Observasi pada bulan Juni 2016 memperlihatkan sarana laboratorium dan simulator yang digunakan pada BP2IP Barombong sudah memadai. Ada beberapa sarana lama yang masih digunakan tetapi masih berfungsi dengan baik. Adapun sarana yang lama yang sudah tidah berfungsi digantikan dengan sarana yang baru. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketersediaan sarana dalam BP2IP Barombong akan menimbulkan efek yang sangat besar. Terbukti dari sarana yang

digunakan sebelumnya tidak memberikan keefektifan dari penggunaan sarana tersebut. Instruktur nautika sudah melakukan tugasnya dengan maksimal tetapi karena tidak didukung dengan keterampilan yang dimiliki maka hasilnya pun akan tidak sesuai dengan harapan.

Berdasarkan observasi, sarana dimaksud disini adalah laboratorium dan simulator yang berfungsi untuk memberikan pelatihan bagi calon pelaut. Perlu diketahui bahwa proses pendidikan dan pelatihan pada BP2IP Barombong adalah 30% teori dan & 70% praktek. Dengan peralatan laboratorium dan simulator yang cukup memadai pada BP2IP Barombong dapat meningkatkan kualitas peserta diklat, namun harus dibarengi dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap instruktur nautika dengan melakukan pelatihan.

Motivasi untuk mendukung kinerja instruktur dapat dibagi menjadi dua yakni motivasi yang timbul dari dalam instruktur itu sendiri dan motivasi yang timbul dari luar instruktur sendiri sehingga dapat mendukung kinerja instruktur nautika BP2IP Barombong.

b. Aspek Pendekatan Proses

Kemampuan dan motivasi instruktur BP2IP Barombong merupakan faktor pendukung agar kinerja instruktur nautika dapat meningkat. Kinerja meningkat dapat dilihat dari output yang dihasilkan setelah selesai melaksanakan kegiatan pelatihan. Instruktur nautika harus benar-benar mengetahui tentang penyusunan modul/bahan ajar agar supaya dalam menyampaikan proses belajar mengajar tidak keluar dari silabus yang telah ditentukan. Pelatihan instruktur merupakan modal agar instruktur nautika semakin terampil dalam melaksanakan pelatihan pada laboratorium dan simulator.

Sesuatu yang tidak bisa diukur adalah tentang motivasi yang timbul dari dalam dan luar instruktur, namun motivasi tersebut sama pentingnya untuk mendukung kinerja instruktur menjadi lebih baik lagi.

2322

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

c. Aspek Pendekatan Sasaran Hasil yang diperoleh untuk mendukung

kinerja instruktur nautika BP2IP Barombong adalah bagaimana kemampuan instruktur dalam membuat bahan ajar/modul, meningkatkan keterampilan pada masing-masing instruktur nautika, sikap/prilaku instruktur nautika pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar serta didukung dengan motivasi instruktur nautika.

Belum adanya standar yang diperoleh oleh peneliti setelah melakukan telaah dokumen dan wawancara dari semua narasumber untuk mengetahui kinerja instruktur nautika. Hal ini sedikit memberikan anggapan bahwa kemampuan dan keterampilan instruktur nautika yan dimiliki melalui pelatihan hanya sebatas mempunyai sertifikat pelatihan saja, namun terlihat dalam observasi masih terlihat ketidakmampuan instruktur nautika itu sendiri dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan terdapat peserta diklat.

Seperti observasi yang dilakukan oleh peneliti awal tahun 2015 bahwa kemampuan instruktur untuk membuat modul/bahan ajar, pengoperasian laboratorium dan simulator, serta sikap/perilaku instruktur masih kurang dari yang diharapkan, namun berjalannya waktu akhir tahun 2015 instruktur nautika dalam pembuatan modul/bahan ajar, pengoperasian laboratorium dan simulator, serta sikap/perilaku intruktur nautika cukup baik ini dikarenakan diadakannya pelatihan-pelatihan yang menunjang kegiatan instruktur nautika tersebut, sehingga kinerja instruktur nautika meningkat.

V. PENUTUP

a. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari aspek kemampuan untuk mendukung kinerja instruktur nautika BP2IP Barombong dapat dilihat dari aspek pengetahuan instruktur telah dilakukan upaya untuk mendukung

kinerja instruktur nautika dengan pelatihan dalam membuat bahan ajar/modul, beberapa kerja sama dengan perguruan tinggi juga telah dilakukan. Dari aspek keterampilan instruktur telah dilakukan beberapa diklat untuk instruktur nautika guna menambah keterampilan dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis keterampilan pelaut. Dari aspek sikap/perilaku instruktur nautika dapat dilihat dengan kehadiran absensi instruktur dalam proses belajar mengajar diatas 75 % pertemuan. Dengan demikian proses belajar mengajar dapat maksimal diterima oleh peserta didik.

Motivasi untuk mendukung kinerja instruktur nautika BP2IP Barombong ini dapat dilihat dari aspek motivasi intrinsik yang terdiri dari : prestasi, pengakuan, tanggungjawab, pengembangan karir dan pekerjaan ini terbukti dengan adanya dorongan dari dalam diri instruktur itu sendiri prestasi semakin meningkat dalam kegiatan pelayaran untuk sosialisasi hingga tahun 2015 telah dilakukan sebanyak 4 kali yakni Makassar ke Pare-pare, Makassar ke Kendari, Makassar ke Pantoloan dan Makassar ke Batam, daya serap dari perusahaan pelayaran tahun 2015 mencapai 82,9% dari jumlah lulusan, pengembangan karir instruktur selain untuk kepangkatan juga untuk keterampilan instruktur itu sendiri dengan diikutkan diklat keterampilan khusus pelaut, dari motivasi instriksik ini sangat mendukung kinerja instruktur nautika untuk lebih baik lagi. Motivasi ekstrinsik yang terdiri dari : gaji, kondisi kerja, kebijakan, hubungan kerja dan perilaku supervisor telah diupayakan tepat waktu dalam penggajian, tunjangan kinerja serta honor berjalan lancar, sehingga instruktur sangat termotivasi untuk bekerja lebih baik lagi. Kondisi kerja juga telah diberikan ruangan khusus instruktur sehingga dapat bertukar pikiran apabila sedang tidak ada jam pembelajaran.

2323

Analisis Kemampuan Dan Motivasi Untuk Mendukung Kinerja Instruktur Nautika Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong Fajar Transelasia, Najmi Kamariahb dan Frida Chairunisac

b. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan bahwa diharapkan kepada pimpinan untuk senantiasa meningkatkan kemampuan instrukturnya dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan cara memberikan kesempatan kepada pegawai untuk melanjutkan pendidikan formal, mengikuti workshop tentang penyusunan bahan ajar/modul diklat atau pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan tugas pokok instruktur nautika. Aspek motivasi untuk pimpinan, perlunya perhatian untuk meningkatkan motivasi kerja instruktur, baik motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik antara lain pemberian gaji/insentif termasuk honor yang disesuaikan dengan SBU, bukan berdasarkan ijasah ataupun kompetensi yang dimiliki, lingkungan kerja yang nyaman, memberikan pengakuan terhadap hasil kerjanya. Untuk instruktur, diharapkan memberikan pelayanan dengan baik, menjalankan aturan tata tertib dengan baik, meningkatkan prestasi kerja, serta

melaksanakan tanggungjawab dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA Dharma, Agus. 2003. Manajemen

Supervisi: Petunjuk Praktis bagi para Supervisor. Cet-5. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Handi, Irawan. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Elex Media Komputindo

Moenir, A.S.1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bina Aksara

Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo

Siagian, S.P. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta

Winardi. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

2324

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

OPTIMALISASI PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA BONGKAR MUAT GUNA

MENUNJANG PROSES BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SEMEN INDONESIA TUBAN

Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

aTaruni Program Studi KALK PIP Semarang bDosen Program Studi KALK PIP Semarang

ABSTRAK

Bongkar muat adalah salah satu aktivitas penting di pelabuhan. Bahkan, ada banyak kegiatan pelabuhan seperti bongkar muat, cargodoring, penerimaan atau pengiriman. Pelabuhan Semen Indonesia Tuban adalah spesialis dalam bongkar muat semen. Masalah yang dihadapi oleh Pelabuhan Semen Indonesia Tuban adalah tidak optimalnya penggunaan peralatan keselamatan. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menggunakan peralatan keselamatan bagi karyawan bongkar muat, dampak kurang optimal penggunaan peralatan keselamatan dan upaya Pelabuhan Semen Indonesia untuk mengoptimalkan penggunaan peralatan keselamatan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menggambarkan objek. Metode ini digunakan untuk mendapatkan semua deskripsi jelas tentang menggunakan peralatan keselamatan bagi karyawan bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban. Untuk menentukan prioritas masalah dalam penyelesaiannya, penulis menggunakan metode pendekatan seperti fishbone analysis dan fault tree analysis.

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan peralatan keselamatan bagi karyawan bongkar muat dalam rangka mendukung proses pemuatan bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban tidak optimal. Masih ditemukan karyawan bongkar muat tidak memakai peralatan keselamatan. Efek yang kurang optimal menggunakan peralatan keselamatan itu berarti tidak terjamin kesehatan dan keselamatan karyawan, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, kehilangan penghasilan karyawan, mengubah jadwal bongkar muat di pelabuhan, perlahan-lahan pada proses penggantian karyawan baru, dan menghambat proses produksi semen di pelabuhan. Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan koordinasi dan komunikasi terkait pekerjaan karyawan dalam bongkar muat, mengingat peraturan dalam menggunakan peralatan keselamatan, melakukan praktik tentang peralatan kesehatan dan keselamatan, dan mengadakan rapat keselamatan untuk karyawan bongkar muat. Kata kunci: optimalisasi, peralatan keselamatan, karyawan bongkar muat, Pelabuhan Semen Tuban

I. PENDAHULUAN

Seiring perkembangannya teknologi dan semakin pesatnya perkembangan dunia pelayaran maka banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan jasa transportasi darat, transportasi udara, dan terutama menggunakan transportasi laut.

Berdasarkan fakta di atas maka aktivitas di pelabuhan semakin meningkat seperti bongkar muat barang dari kapal ke dermaga (stevedoring), bongkar muat barang dari dermaga ke kapal (cargodoring), atau perpindahan barang dari dermaga pelabuhan ke gudang (receiving atau delivey). Tetapi untuk memperlancar dan mempermudah proses

2325

Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna MenunjangProses Bongkar Muat Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

bongkar muat tersebut diperlukan tenaga kerja bongkar muat. Hal ini merupakan faktor pokok dari penunjang aktivitas proses bongkar muat di pelabuhan. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2002 disebutkan bahwa tenaga kerja bongkar muat adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan.

Penerapan keselamatan kerja memiliki dasar hukum yaitu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, dan Undang-Udang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang mutlak harus dipenuhi agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan maksimal sesuai dengan tugas tenaga kerja, dengan sikap yang hati-hati dan tidak ceroboh dalam bertindak akan membuat pihak lain tidak mengalami kekhawatiran. Tetapi banyak tenaga kerja yang bekerja hanya sekedar memenuhi kewajiban sesuai tanggung jawabnya, tanpa memiliki kepedulian terhadap keselamatan orang lain, lingkungan sekitar, dan bahkan diri sendiri. Tingkat penggunaan alat keselamatan sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. Semakin rendah frekuensi penggunaan alat keselamatan maka semakin besar terjadinya kecelakaan kerja dan berdampak pada kelancaran aktivitas proses bongkar muat. Di dalam proses bongkar muat penggunaan alat keselamatan sangatlah diperlukan, karena alat keselamatan kerja merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya resiko kecelakaan kerja.

Masalah yang paling menonjol adalah tingkat penggunaan alat keselamatan kerja yang belum terlaksana secara optimal pada saat kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Khusus PT. Semen Indonesia Tuban, masih ditemukan tenaga kerja bongkar muat yang tidak menggunakan alat keselamatan pada saat proses bongkar muat.

II. METODOLOGI

Metode yang digunakan pada pelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah tulisan yang berisi pemaparan, uraian dan penjelasan tentang suatu objek sebagaimana adanya pada waktu tertentu dan mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum dengan tujuannya untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyajikan apa yang terjadi, melakukan pengamatan terhadap permasalahan, kemudian dijabarkan secara terperinci dan dianalisa penyebab dan pemecahan masalahnya. Untuk mendapatkan sumber data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi, dan juga metode kepustakaan.

Menurut Sarwono (2008:239), prinsip pokok teknik analisis ialah mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur, dan mempunyai makna. Teknik analisis data yang akan digunakan oleh peneliti yaitu analisis Fishbone dan Fault Tree Analysis. Pengertian analisis fishbone adalah teknik analisa data dengan diagram tulang ikan yang menunjukan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan dengan berbagai penyebabnya, kemudian efek atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala ikan sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Teknik analisa data Fault Tree Analysis adalah suatu analisis data untuk mengidentifikasikan permasalahan yang dilakukan dengan pendekatan bersifat top down, diawali asumsi permasalahan (top event) kemudian merinci sebab top event sampai pada permasalahan dasar (root cause).

2326

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

III. HASIL DAN DISKUSI

1. Bagaimana pelaksanaan penggunaan alat keselamatan kerja terhadap tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban?

Penulis mengadakan observasi langsung ke Pelabuhan Khusus Semen Indonesia Tuban dan kemudian melakukan wawancara dengan pihak pelabuhan yaitu pengawas keselamatan pelabuhan dan beberapa tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Dari hasil wawancara penulis mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat saat proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

Dari keterangan pengawas Pelabuhan Semen Indonesia Tuban dan tenaga kerja bongkar muat dapat disimpulkan bahwa pihak Pelabuhan memberikan tindakan preventif membagikan alat keselamatan kepada tenaga kerja dan memasang rambu-rambu pemakaian alat keselamatan pada gate pelabuhan. Tetapi tenaga kerja dalam melaksanakan bongkar muat sering tidak menggunakan alat keselamatan dikarenakan anggapan alat keselamatan menghalangi pekerjaan, kemudian karena tidak ada tindakan tegas dari pihak Pelabuhan Semen Indonesia Tuban menyebabkan tenaga kerja bongkar muat tidak melaksanakan aturan yang sudah ada, dan karena rendahnya tingkat kesadaran tenaga kerja tentang risiko bahaya yang ditimbulkan apabila tidak menggunakan alat keselamatan kerja pada saat bekerja.

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan

dari kurangnya penggunaan alat keselamatan kerja tenaga kerja bongkar muat pada proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban?

Dalam menentukan dampak terlebih dahulu menentukan faktor yang menyebabkan kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan. Dalam hal

ini menggunakan fishbone analysis untuk menjabarkan faktor penyebab, yaitu: a. Manusia (Man); b. Peralatan (Equipment); c. Aturan (Rule); d. Lingkungan (Environment).

Gambar Diagram Fishbone Analysis

a) Manusia (Man)

Salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat adalah rendahnya tingkat kesadaran tenaga kerja bongkar muat dalam menggunakan alat keselamatan kerja serta kurangnya pelatihan tentang keselamatan dan kecelakaan kerja. Kesadaran adalah sikap secara sukarela menaati peraturan dan sadar tugas serta tanggung jawabnya.

Setelah melakukan observasi langsung masih ditemukan tenaga kerja tidak menggunakan alat keselamatan kerja, hal ini menimbulkan terjadi kecelakaan kerja mengakibatkan tenaga kerja tidak dapat bekerja sementara waktu, maka menyebabkan berkurang penghasilan bagi tenaga kerja tersebut. Dalam hal ini membuat berkurangnya tenaga kerja untuk kegiatan bongkar muat tersebut, maka perlu pengganti bagi tenaga kerja yang mengalami

2327

Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna MenunjangProses Bongkar Muat Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

kecelakaan. Dalam proses penggantian tenaga kerja memerlukan waktu, karena adanya insiden kecelakaan kerja maka menyebabkan keterlambatan dalam hal bongkar muat semen di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

b) Peralatan (Equipment)

Tenaga kerja bongkar muat adalah salah satu faktor penting dalam menunjang proses bongkar muat di pelabuhan. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang bekerja semakin berjalan cepat proses bongkar muat tersebut. Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban menerapkan sistem dimana setelah pemakaian alat keselamatan tenaga kerja bongkar muat diharuskan merawat dan menjaga alat keselamatan kerja yang telah dibagikan pihak pengawas pelabuhan agar dapat bertahan lama dan berfungsi dengan baik. Namun di lapangan setelah dibagikan alat keselamatan kerja dirasa masih belum berjalan optimal sejauh pengamatan penulis. Pentingnya alat keselamatan diabaikan tenaga kerja bongkar muat saat bekerja. Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban ketersediaan jumlah alat keselamatan belum sesuai dengan jumlah tenaga kerja bongkar muat, sehingga penggunaan alat keselamatan masih belum optimal. Alat keselamatan yang sudah tidak layak pakai atau rusak juga merupakan faktor penyebab masih ditemukan tenaga kerja yang tidak menggunakan alat keselamatan kerja lengkap pada saat melaksanakan proses bongkar muat. Tidak optimalnya penggunaan alat kesematan kerja pada tenaga kerja dapat menimbulkan risiko bahaya kecelakaaan kerja, seperti contoh yaitu tenaga kerja tertimpa semen atau tergelincir jatuh. Hal ini dibuktikan dengan observasi disertai dokumen gambar yang penulis ambil

langsung dari Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

c) Aturan (Rule)

Faktor selanjutnya yang menyebabkan kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Semen Indoneisa Tuban adalah tidak adanya sanksi yang diberikan bagi tenaga kerja bongkar muat yang tidak menggunakan alat keselamatan kerja. Penggunaan alat keselamatan kerja merupakan hal penting bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan. Aturan penggunaan alat keselamatan kerja dibuat untuk mengatur dan mengarahkan para pekerja untuk selalu memperhatikan kesehatan dan keselamatannya saat melaksanakan pekerjaan. Dengan adanya peraturan yang ditetapkan diharapkan para pekerja dapat mengindahkannya sehingga angka kecelakaan kerja dapat diminimalisir oleh pihak pelabuhan.

Peraturan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja terdapat pada UU No. 1 Tahun 1970 tentang Kselamatan Kerja, UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di Pelabuhan Semen Indonesia belum terdapat peraturan yang tegas mengatur penggunaan alat keselamatan kerja, sehingga belum ada sanksi bagi yang melanggar. Hal ini dilakukan supaya merasa jera apabila melanggar peraturan, sehingga mereka akan tetap terdorong untuk menggunakan alat keselamatan kerja dan mematuhi peraturan yang dibuat. Tidak hanya dengan pemberian sanksi bagi tenaga kerja bongkar muat yang melakukan pelanggaran, tetapi juga dengan pemberian reward kepada mereka yang patuh terhadap peraturan yang

2328

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

sudah ditentukan dengan menggunakan alat keselamatan kerja.

d) Lingkungan (Environment)

Penyebab kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan adalah faktor lingkungan. Lingkungan merupakan faktor yang memengaruhi penggunaan alat keselamatan pada tenaga kerja di pelabuhan. Selama melaksanakan observasi di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban, menemukan tenaga kerja yang tidak menggunakan alat keselamatan. Alasan tidak mengunakan alat keselamatan adalah cuaca di pelabuhan yang panas pada saat siang saat mereka melakukan proses bongkar muat, hal itu membuat tidak nyaman tenaga kerja dalam menggunakan alat keselamatan dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja, yang dapat mempengaruhi jadwal bongkar muat. Jadwal bongkar muat berubah karena seharusnya bongkar muat dapat diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan namun terjadinya kecelakaan menyebabkan perubahan pula pada jadwal proses bongkar muat di pelabuhan. Perubahan jadwal juga dapat menimbulkan dampak lain yaitu terhambat proses produksi semen di pelabuhan. Terjadinya keterlambatan dalam proses produksi semen yang merupakan akibat dari adanya kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat yang tidak menggunakan alat keselamatan kerja.

3. Bagaimana upaya yang dilakukan

untuk mengatasi kurangnya penggunaan alat keselamatan kerja tenaga kerja bongkar muat pada proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban?

Dalam mengoptimalkan penggunaan alat keselamatan terhadap tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban, maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan, peneliti menganalisa kembali penyebab

permasalahan yang sudah didapat melalui metode fishbone analysis dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA). Tujuannya adalah untuk mendapatkan akar penyebab permasalahan tersebut, sehingga nantinya dapat diketahui upaya yang harus dilakukan mengatasi kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja. a. Manusia (Man)

Gambar Pohon Kesalahan 1

Dari gambar di atas, kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja terhadap kerja tenaga kerja bongkar muat pada proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban disebabkan oleh kurangnya pelatihan kerja prosedur penggunaan alat keselamatan kerja maupun pelatihan bahaya kecelakaan kerja, pelatihan merupakan penunjang untuk optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja. Selain kurangnya pelatihan, kurangnya pengawasan dari pihak pelabuhan dan tidak adanya pengecekan secara berkala pada saat proses bongkar muat menjadi faktor penyebab berikutnya. Pengawasan dilakukan pada saat kegiatan kerja sehingga semua kegiatan dapat dikontrol dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada. Selain kurangnya pelatihan, kurangnya pengawasan dari pihak pelabuhan dan tidak adanya pengecekan secara berkala pada saat proses bongkar muat menjadi faktor penyebab berikutnya. Pengawasan dilakukan pada saat kegiatan kerja

2329

Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna MenunjangProses Bongkar Muat Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

sehingga semua kegiatan dapat dikontrol dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada. Tindakan kontrol lebih baik dilakukan sebelum terjadi penyimpangan sehingga bersifat mencegah (preventif) dibandingkan tindakan sesudah terjadi penyimpangan (repressive).

Berdasarkan kesimpulan kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja yang disebabkan karena rendahnya tingkat kesadaran tenaga kerja, maka upaya yang dilakukan adalah pihak Pelabuhan Semen Indonesia Tuban mengadakan penyuluhan sekaligus pelatihan tentang bahaya kecelakaan kerja di tempat bongkar muat dan keselamatan kecelakaan kerja bagi tenaga kerja bongkar muat.

b. Peralatan (Equipment)

Gambar Pohon Kesalahan 2

Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang mutlak yang harus dipenuhi agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan dapat bekerja dengan maksimal. Banyak tenaga kerja yang bekerja hanya sekedar memenuhi kewajiban sesuai tanggung jawabnya, tanpa memiliki kepedulian terhadap keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tingkat penggunaan alat keselamatan kerja sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. Semakin rendah frekuensi penggunaan alat keselamatan kerja maka semakin

besar kesempatan terjadinya kecelakaan kerja dan berdampak pada kelancaran kegiatan kerja di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

Berdasarkan observasi, faktor lain dari kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan adalah ketidaksesuain jumlah tenaga kerja dengan jumlah alat keselamatan yang disediaan oleh pihak Pelabuhan Semen Indonesia Tuban. Penggunaan alat keselamatan tidak sesuai prosedur, misalnya adalah tenaga kerja menggunakan safety shoes tetapi mereka tidak menggunakan safety helm serta tidak menggunakan masker wajah sesuai prosedur alat keselamatan tetapi menggunakan kaos yang diikatkan pada wajah mereka untuk menutupi wajah dari panas dan menghindari debu dari muatan yang di bongkar. Penambahan jumlah alat keselamatan kerja oleh pihak pelabuhan menjadi salah satu upaya untuk mengoptimalkan penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat. Dengan tersedianya jumlah alat keselamatan kerja yang sesuai dengan jumlah tenaga kerja maka tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan tidak perlu berebut dalam menggunakan alat keselamatan kerja tersebut.

c. Aturan (Rule)

Gambar Pohon Kesalahan 3 Peraturan mempunyai pengaruh

sebagai penyebab kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di

2330

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Pelabuhan Semen Indonesia Tuban. Dengan adanya peraturan yang ditetapkan diharapkan para pekerja dapat melaksanakannya sehingga angka kecelakaan kerja dapat diminimalisir.

Dari penelitian, faktor penyebab adalah tidak adanya sanksi yang tegas bagi tenaga kerja bongkar muat yang tidak menggunakan alat keselamatan kerja. Seharusnya sanksi digunakan untuk membuat efek jera pada pelanggar peraturan. Dan juga faktor lain dari tidak adanya sanksi bagi pelanggar adalah kurangnya sosialisasi tentang peraturan alat keselamatan kerja merupakan faktor lain dari tidak optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja terhadap tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban. Maka, pihak pelabuhan harus melakukan penyuluhan tentang keselamatan dan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengenalkan tenaga kerja kepada peraturan penggunaan alat keselamatan kerja di pelabuhan Semen Indonesia Tuban guna menunjang bongkar muat.

d. Lingkungan (Environment)

Gambar Pohon Kesalahan 4

Salah satu faktor penyebab kurang

optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat adalah ketidaknyamanan dalam menggunakan alat keselamatan pada

saat bekerja dengan kondisi cuaca di pelabuhan yang panas. Cuaca di pelabuhan yang panas membuat tenaga kerja bongkar muat memilih untuk tidak menggunakan alat keselamatan tersebut, hal ini dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Upaya yang harus dilakukan oleh pihak pelabuhan adalah dengan memberikan pengarahan kepada tenaga kerja setiap harinya pada saat sebelum memulai kegiatan proses bongkar muat. Pengarahan ini bertujuan untuk mengarahkan tenaga kerja untuk menggunakan alat keselamatan kerja selama proses bongkar muat untuk melindungi diri dari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.

Faktor penyebab berikutnya adalah dari faktor lingkungan. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pekerja untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja diartikan sebagai kekuatan yang memengaruhi. Lingkungan kerja merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Tetapi ternyata rata-rata tenaga kerja lama bukannya menjadi contoh tetapi malah menjadi kurang disiplin dalam penggunaan alat keselamatan kerja pada saat proses bongkat muat berlangsung di pelabuhan. Tenaga kerja sudah lama bekerja lebih susah untuk diatur, karena menganggap hal-hal yang dilakukan mereka biasanya itu benar karena belum terjadi kecelakaan kerja, padahal yang terjadi saat ini adalah kebiasaan salah yang dilakukan secara terus-menerus. Sehingga mereka sering tidak melakukan yang sudah diinstruksikan oleh pihak pengawas pelabuhan tentang kewajiban penggunaan alat keselamatan kerja pada saat bekerja dan mereka memilih untuk melakukan proses bongkar muat

2331

Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna MenunjangProses Bongkar Muat Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

tanpa menggunakan alat keselamatan kerja.

PEMBAHASAN MASALAH

1. Bagaimana pelaksanaan

penggunaan alat keselamatan kerja terhadap tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban?

Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor mutlak yang harus dipenuhi agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan maksimal. Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban masalah yang menonjol adalah penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat saat proses bongkar muat belum terlaksana dengan optimal. Tingkat penggunaan alat keselamatan kerja berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. Semakin rendah frekuensi penggunaan alat keselamatan maka semakin besar kesempatan terjadinya kecelakaan kerja dan akan berdampak pada kelancaran proses bongkar muat di Pelabuhan Khusus Semen Indonesia Tuban. Selama kegiatan bongkar muat penggunaan alat keselamatan kerja yang wajib digunakan oleh tenaga kerja bongkar muat adalah safety helmet, safety shoes, masker, rompi, dan sarung tangan.

2. Bagaimana dampak yang

ditimbulkan dari kurangnya penggunaan alat keselamatan kerja tenaga kerja bongkar muat pada proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban? a. Bagi (TKBM)

1) Tidak terjaminnya kesehatan dan keselamatan kerja

Tenaga kerja bongkar muat yang tidak mengunakan alat keselamatan menyebabkan kecelakaan kerja, baik cidera ringan atau berat memerlukan

biaya perawatan, tetapi pihak pelabuhan hanya memberikan pertolongan pertama kecelakaan kerja pada proses bongkar muat. Maka dampak yang ditimbulkan adalah tidak ada jaminan pihak pelabuhan akan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja bongkat muat tersebut.

2) Meningkatnya risiko kecelakaan kerja

Rendah tingkat kesadaran tenaga kerja bongkar muat dalam menggunakan alat keselamatan kerja pada saat proses bongkar muat, hal ini menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya kecelakaan kerja dan hal ini memiliki dampak langsung terhadap kelancaran dari proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

3) Berkurangnya sumber pendapatan tenaga kerja

Dengan terjadinya kasus kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tenaga kerja bongkar muat tidak menggunakan alat keselamatan ketika berada di pelabuhan yang mengakibatkan tenaga kerja bongkar muat tersebut tidak dapat bekerja untuk sementara waktu, maka menyebabkan berkurangnya penghasilan atau hilangnya sumber pendapatan dari tenaga kerja tersebut.

b. Bagi pihak pelabuhan

1) Berubah jadwal bongkar muat Kecelakaan kerja yang

terjadi pada tenaga kerja bongkar muat akan berdampak pada jadwal bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban. Dengan adanya kecelakaan kerja

2332

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

mengakibatkan cidera pada tenaga kerja bongkar muat, otomatis berkurangnya tenaga kerja yang melakukan aktivitas bongkar muat maka hal ini bisa menggangu kegiatan bongkar muat dan bahkan menghambat proses bongkar muat. Hal ini menyebabkan kemunduran waktu proses bongkar muat semen atau terjadi penambahan waktu untuk proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

2) Lambatnya dalam replacement

tenaga kerja baru Kecelakaan kerja terjadi

pada tenaga kerja yang tidak menggunakan alat keselamatan, mengakibatkan tenaga kerja tersebut tidak dapat melaksanakan bongkar muat. Dalam hal ini, maka perlu ada pengganti untuk tenaga kerja yang mengalami kecelakaan. Proses penggantian tenaga kerja tidak dapat dilaksanakan dengan cepat memerlukan waktu. Hal ini menghambat dan memperlambat dalam proses bongkar muat semen di pelabuhan.

3) Terhambat dalam proses

produksi semen Kerugian yang dialami

pihak pelabuhan adalah terhambatnya produksi semen dikarenakan terlambatnya bongkar muat. Adanya kecelakaan membuat berkurang tenaga kerja untuk bongkar muat. Dengan berkurangnya tenaga kerja menimbulkan kesulitan pihak pelabuhan mencari pengganti tenaga kerja bongkar muat, karena adanya insiden ini menyebabkan keterlambatan bongkar muat di

Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

3. Bagaimana upaya yang dilakukan

untuk mengatasi kurangnya penggunaan alat keselamatan kerja tenaga kerja bongkar muat pada proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban? a. Melakukan koordinasi dalam

mengawasi dan mengontrol aktifitas tenaga kerja bongkar muat

Pihak keamanan pelabuhan harus melakukan koordinasi yang baik dalam mengawasi dan mengontrol aktifitas tenaga kerja, agar pelanggaran dalam penggunaan alat keselamatan kerja dapat diminimalisir. Apabila terjadi pelanggaran oleh tenaga kerja bongkar muat dengan tidak menggunakan alat keselamatan kerja, maka pihak pengawas pelabuhan dapat memberikan sanksi sesuai dengan prosedur aturan yang telah ditetapkan oleh pelabuhan. Melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja bongkar muat pada saat proses bongkar muat berlangsung di pelabuhan merupakan salah satu cara efektif untuk mengoptimalkan penggunaan alat keselamatan pada tenaga kerja bongkar muat guna menunjang proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

b. Memasang rambu-rambu

peringatan dan penambahan alat keselamatan kerja di pelabuhan

Pelabuhan Semen Indonesia Tuban harus menjalankan usaha preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu memasang rambu peringatan penggunaan alat keselamatan kerja yang dipasang di tempat yang mudah dilihat seperti di gate masuk pelabuhan. Dan juga upaya

2333

Optimalisasi Penggunaan Alat Keselamatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Bongkar Muat Guna MenunjangProses Bongkar Muat Di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban Erika Dyah Savitria dan Andy Wahyu Hermantob

yang harus dilakukan oleh pihak Pelabuhan Semen Indonesia Tuban dalam mengoptimalkan penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja adalah dengan penambahan alat keselamatan kerja untuk tenaga kerja bongkar muat. Dimana dalam penambahan alat keselamatan harus ada kesesuaian antara jumlah alat keselamatan yang digunakan tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban.

c. Melakukan pelatihan tentang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan penyuluhan peraturan bagi para tenaga kerja bongkar muat

Yang dimaksudkan adalah pihak Pelabuhan Semen Indonesia Tuban melakukan pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan penyuluhan peraturan bagi para tenaga kerja bongkar muat dengan mengundang narasumber yang ahli. Pelatihan penyuluhan dimaksudkan agar tenaga kerja mengerti kaidah dan meningkatkan kesadaran tenaga kerja bahaya yang timbul dari kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan kerja. Dengan diberikannya pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja akan lebih memahami mengenai bahaya kecelakaan kerja serta pentingnya keselamatan kerja dan pelatihan tersebut mempengaruhi perilaku tenaga kerja bongkar muat. Selain diberikan pelatihan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, pihak pelabuhan juga harus memberikan penyuluhan kepada tenaga kerja mengenai peraturan penggunaan alat keselamatan kerja.

d. Melaksanakan safety meeting sebelum kegiatan bongkar muat

Yang dimaksudkan adalah pihak pengawas memberikan pengarahan tenaga kerja bongkar muat yang akan melaksanakan proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban dan emberikan alat keselamatan kerja seperti safety helmet, safety shoes, sarung tangan dan masker wajah. Hal ini menghindari kecelakaan kerja dengan memberikan pengetahuan tentang risiko bahaya yang mungkin terjadi saat proses bongkar muat tersebut. Untuk itu diperlukan pencegahan dan penanggulangan risiko bahaya dari kecelakaan kerja dengan melaksanakan pengarahan atau (safety meeting) kepada tenaga kerja bongkar muat sebelum kegiatan proses bongkar muat di pelabuhan berlangsung, hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan alat keselamatan kerja pada tenaga kerja bongkar muat pada saat proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian mengenai

penggunaan alat keselamatan terhadap tenaga kerja di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban, maka penulis mengambil kesimpulan, yaitu: 1. Penggunaan alat keselamatan kerja

terhadap tenaga kerja bongkar muat guna menunjang proses bongkar muat di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban belum terlaksana dengan optimal. Masih terdapat tenaga kerja tidak menggunakan alat keselamatan pada saat bongkar muat. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu rendahnya tingkat kesadaran tenaga kerja bongkar muat, ketidaksesuaian jumlah alat keselamatan

2334

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

yang disediakan pihak pelabuhan, tidak ada sanksi karena kurang tegasnya peraturan, dan rasa ketidaknyamanan tenaga kerja dalam menggunakan alat keselamatan kerja.

2. Dampak yang ditimbulkan dari kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan sebagai berikut yaitu: a. Bagi TKBM

1) Tidak terjaminnya kesehatan dan keselamatan tenaga kerja;

2) Meningkatnya risiko terjadi kecelakaan kerja;

3) Berkurangnya sumber pendapatan tenaga kerja.

b. Bagi pihak pelabuhan 1) Adanya perubahan jadwal proses

bongkar muat di pelabuhan; 2) Lambatnya pada proses

replacement tenaga kerja yang baru;

3) Terhambatnya proses produksi semen di pelabuhan.

3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kurang optimalnya penggunaan alat keselamatan di Pelabuhan Semen Indonesia Tuban adalah sebagai berikut, yaitu: a. Melaksanakan koordinasi dan

komunikasi terhadap pengawasan aktifitas tenaga kerja bongkar muat;

b. Memasang rambu peringatan dalam menggunakan alat keselamatan;

c. Melakukan pelatihan tentang kesehatan dan keselamatan kerja;

d. Melaksanakan pengarahan safety meeting kepada tenaga kerja.

DAFTAR PUSTAKA Keputusan Menteri Perhubungan. Nomor

KM 25 tahun 2002 tentang Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal di Pelabuhan

Mardalis. 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara

Margono S. 2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Peraturan Menteri Perhubungan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010

Priyanta, Dwi. 2000. Keandalan Dan Perawatan. Surabaya : Institut Teknologi Surabaya

Ridley, Jhon. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Erlangga

Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sarwono, Jonathan. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id

http://wardanasl.blogspot.co.id/2012/07/pengertian-alat-pelindung-diri-apd.html

2335

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ANALISIS PENGARUH FINANCIAL LITERACY TERHADAP

MATERIALISME DAN PERILAKU MEMBELANJAKAN UANG (STUDI PADA TARUNA POLITEKNIK ILMU PELAYARAN (PIP)

SEMARANG)

Desi Aryani

Asisten Dosen PIP Semarang

ABSTRAK

Penelitian mengenai pembelian kompulsif merupakan tema yang masih menarik untuk diteliti karena masih adanya perbedaan hasil-hasil penelitian terdahulu (research gap) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi. Mengacu pada temuan mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian mengenai “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif?”.

Model penelitian yang dikembangkan dalam studi ini meliputi tiga variabel penelitian, yaitu financial literacy, materialisme dan perilaku pembelian kompulsif. Studi ini dilakukan kepada 160 Taruna Tingkat III Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa hanya financial literacy yang secara statistik terbukti berpengaruh terhadap materialisme. Sedangkan materialisme dan financial literacy tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif.

Kata kunci: financial literacy, materialisme, perilaku pembelian kompulsif

I. PENDAHULUAN

Perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja ataupun orang dewasa pada saat ini merupakan suatu realita yang ada. Menurut Afrizal (2012), gaya hidup konsumtif mendorong seseorang untuk menginginkan sesuatu secara instan dan cepat. Konsumerisme tanpa disadari sudah menjadi budaya dan menjurus menjadi penyakit sosial yang berpotensi menciptakan masyarakat individualis dan materialistis bahkan mengarah ke hedonisme. Hal ini ditandai dengan adanya sekelompok masyarakat yang aktif mengkonsumsi produk-produk mewah sebagai sebuah prestige dan kehormatan sekedar sebagai pemenuhan hasrat (Imawati dkk, 2013).

Lebih lanjut Imawati, dkk (2013) menyatakan bahwa perilaku konsumtif dapat terus mengakar di dalam gaya hidup remaja dan jika tidak dikendalikan dalam

perkembangannya mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus selalu didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat, mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi.

Penelitian mengenai financial literacy masih menarik untuk diteliti karena masih adanya perbedaan hasil-hasil penelitian terdahulu (research gap) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian kompulsif. Penelitian Dittmar (1996), Mowen dan Spears (1999), O’Guinn dan Faber (1989), Yurchisin dan Johnson (2004) dalam Johnson dan Attman (2009), Naomi dan Mayasari (2012), Quoquab, Yasin, dan Banu (2013) pada variabel materialism dan pembelian kompulsif

2337

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani menunjukkan bahwa materialism terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian kompulsif. Berbeda dengan hasil-hasil penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Jalees, Amen, dan Kazmi (2014) menunjukkan bahwa materialisme berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pembelian kompulsif.

Pengujian pada variabel financial literacy dan materialisme yang dilakukan oleh Utami (2011) menunjukkan bahwa financial literacy yang dimiliki seseorang dapat mengarahkan seseorang untuk menjadi pembeli yang cerdas sedangkan pada penelitian Nababan dan Sadalia (2013) menyimpulkan bahwa peningkatan praktek perilaku keuangan (financial behavior) tidak berbanding lurus dengan peningkatan pengetahuan keuangan (financial literacy).

Mengacu pada fenomena empiris serta perbedaan dari hasil-hasil penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian mengenai “Bagaiman menurunkan perilaku pembelian kompulsif?”

II. TELAAH PUSTAKA DAN

PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN

Perilaku Penggunaan Uang Menurut hasil penelitian yang

dilakukanoleh Foster (2001), perilaku terhadap penggunaan uang sering diartikan sebagai motivasi terhadap uang yang dimilikinya. Uang yang berada di tangan seseorang akan mempunyai perlakuan berbeda antara satu dengan yang lain Dapat dikatakan bahwa perilaku terhadap penggunaan uang berarti akan dipergunakan untuk apakah uang yang dimiliki. Lebih lanjut penggunaan uang yang dimiliki oleh setiap individu dipengaruhi oleh berbagai hal seperti jenis kelamin yang melekat, pengalaman hidup, gaya hidup, rencana jangka panjang dan kebutuhan yang harus dipenuhi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Perilaku Konsumsi Menurut Swasta dan Handoko (1999),

perilaku konsumsi merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku Pembelian Kompulsif

Perilaku pembelian kompulsif merupakan komponen perilaku negatif konsumen. Menurut O’Quinn dan Faber (1989) pembelian kompulsif merupakan salah satu bentuk konsumsi kompulsif yaitu pembelian yang kronik dan repetitif yang terjadi sebagai respon dari perasaan atau kejadian yang negatif. Dalam melakukan proses pembelian, motivasi pembeli kompulsif adalah sebagai sarana untuk meningkatkan harga dirinya dari pada untuk mengambil manfaat dan nilai-nilai ekonomis dari pembelian tersebut (O’Quinn dan Faber, 1989).

Konsep dasar perilaku pembelian kompulsif adalah konsumsi yang berlebihan pada suatu barang (Stones IV, 2001 dalam Shoham dan Brencic, 2003). Banyak peneliti yang mengkategorikan perilaku pembelian kompulsif sebagai gangguan terhadap kontrol pembelian impulsif (Black, dkk., 1998; Christenson, dkk, 1992; Faber, 1992; McElroy dkk, 1991; O’Guinn dan Faber, 1989; Schlosser, dkk, 1994 dalam Yang, 2006). Financial Literacy

Pengetahuan yang berhubungan dengan keuangan dinamakan financial literacy. Financial literacy berkaitan dengan kompetensi seseorang untuk mengelola keuangan.

Financial Literacy menurut PISA (2012) adalah pengetahuan dan pemahaman atas konsep keuangan yang digunakan untuk membuat pilihan keuangan yang efektif, meningkatkan financial well being dari individu dan kelompok serta untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi.

2338

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Financial literacy terjadi ketika individu

memiliki sekumpulan keahlian dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan.

Materialisme

Materialisme adalah salah satu komponen konsep diri yang penting adalah hubungan seseorang dengan dunia material. Materialisme mengacu pada orientasi konsumsi berbasis pencapaian kebahagiaan (Inglehart, 1981 dalam Hung, dkk, 2007). Pada suatu kondisi, harta diasumsikan menjadi posisi sentral dalam kehidupan seorang, dan merupakan sumber kepuasan dan ketidakpuasan (Belk, 1984 dalam Hung, dkk, 2007). Menurut Richin dan Dawson (1994 dalam Schiffman dan Kanuk, 2007), materialisme dibagi menjadi tiga dimensi yaitu: Dimensi pentingnya harta dalam hidup seseorang (acquisition centrallity) bertujuan untuk mengukur derajat keyakinan seseorang yang menganggap bahwa harta dan kepemilikan sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dimensi kepemilikian merupakan ukuran kesuksesan hidup (possession defined success) untuk mengukur keyakinan seseorang tentang kesuksesan berdasarkan pada jumlah dan kualitas kepemilikannya, sedangkan dimensi kepemilikan dan harta benda merupakan sumber kebahagiaan (acquisition as the pursuit of happiness) untuk mengukur keyakinan apakah seseorang memandang kepemilikan dan harta merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup.

Pengaruh Financial Literacy terhadap Materialisme

Menurut Richins dan Dawson (1997) yang dimaksud dengan materialisme ialah sekumpulan keyakinan tentang pentingnya kepemilikan di dalam kehidupan seseorang. Keyakinan ini merupakan manifestasi dari tingkat dimana kepemilikan materi merupakan sumber utama dari kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dalam

hidupnya (Rindfleisch et al., 1997). Menurut Belk (1985) materialisme berhubungan erat dengan tiga dimensi yaitu: kepemilikan (possessiveness), ketidakdermawanan (nongenerosity) dan kecemburuan (invy). Sedangkan Richins dan Dawson (1997) menilai bahwa nilai-nilai material dihubungkan dengan kepercayaan diri yang rendah, ketidakpuasan dengan kehidupan, dan ketidakpuasan dengan penghasilan yang tinggi. Jadi materialisme merupakan keyakinan utama individu bahwa uang, kepemilikan, dan kekayaan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang relatif tinggi dan menonjol dalam kehidupan seseorang dibandingkan dengan penerimaan diri, persahabatan serta rasa kemanusiaan.

Sedangkan financial literacy memiliki makna sebagai kemampuan untuk secara efektif mengevaluasi dan mengelola keuangan seseorang dalam rangka untuk membuat keputusan hemat untuk mencapai tujuan hidup dan mencapai kesejahteraan finansial. Melalui financial literacy yang baik diharapkan dapat menurunkan perilaku materialisme. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2011) menunjukkan bahwa financial literacy yang dimiliki seseorang dapat mengarahkan seseorang untuk menjadi pembeli yang cerdas.

Penelitian yang dilakukan oleh Nababan dan Sadalia (2013) menyimpulkan bahwa peningkatan praktek perilaku keuangan (financial behavior) tidak berbanding lurus dengan peningkatan pengetahuan keuangan (financial literacy).

Mengacu pada uraian di atas maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H1: Financial literacy berpengaruh

negatif terhadap materialisme Pengaruh Financial Literacy terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif

Salah satu kecerdasan yang harus dimiliki oleh manusia modern adalah kecerdasan finansial, yaitu kecerdasan dalam mengelola aset keuangan pribadi.

2339

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani Dengan menerapkan cara pengelolaan keuangan yang benar, maka seseorang diharapkan bisa mendapatkan manfaat yang maksimal dari uang yang dimilikinya. Dalam kehidupan pribadi seseorang, pada dasarnya sebuah keputusan keuangan yang diambil ada tiga: (1) berapa jumlah yang harus dikonsumsi tiap periode; (2) apakah ada kelebihan penghasilan dan bagaimana kelebihan tersebut diinvestasikan; dan (3) bagaimana mendanai konsumsi dan investasi tersebut. Dalam rangka mencapai kesejahteraan keuangan, seseorang perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan implementasi keuangan pribadi yang sehat. Sejauh mana pengetahuan, sikap dan implementasi seseorang dalam mengelola keuangan, dikenal dengan literasi finansial.

Mahasiswa sebagai generasi muda tidak hanya akan menghadapi kompleksitas yang semakin meningkat dalam produk-produk keuangan, jasa, dan pasar, tetapi mereka lebih cenderung harus menanggung resiko keuangan di masa depan yang lebih dari orang tua mereka. Mahasiswa dihadapkan pada permasalahan apakah mereka secara finansial sudah siap untuk hidup mandiri, dan memulai sebuah keluarga. Chen dan Volpe (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat literasi finansial rendah cenderung berpendapat negatif tentang keuangan dan membuat keputusan yang salah. Dengan memiliki literasi finansial, mahasiswa mampu membuat keputusan untuk kehidupan mereka dan menerima tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

Sina (2012) dalam publikasinya menyatakan bahwa untuk menciptakan nilai yang terkristal dalam perilaku dibutuhkan financial literacy karena pada prinsipnya financial literacy merupakan alat yang berguna untuk merubah perilaku dari tidak cerdas menjadi cerdas.

Peningkatan praktek perilaku keuangan (financial behavior) tidak berbanding lurus dengan peningkatan pengetahuan keuangan (financial literacy). Artinya, perilaku

keuangan seseorang tidak selalu dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimilikinya tetapi juga dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor lain seperti faktor psikologis dan emosi.

Penelitian yang dilakukan oleh Imawati, Susilaningsih dan Ivada (2013) pada variabel financial literacy dan perilaku konsumtif menunjukkan bahwa financial literacy terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku konsumtif. Artinya, seseorang yang memiliki financial literacy yang baik akan memiliki kemampuan untuk membatasi diri terhadap pembelian barang-barang yang tidak memiliki manfaat yang besar dan akan lebih mementingkan untuk menyimpan uangnya dalam rangka memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.

Mengacu pada uraian di atas maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H2: Financial literacy berpengaruh

negatif terhadap perilaku pembelian kompulsif

Pengaruh Materialisme terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif

Konsep nilai materialisme dan pembelian kompulsif perlu dipelajari karena menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap kesejahteraan psikologis (well - being) individu seperti: menurunnya tingkat kepuasan hidup (Richins dan Dawson, 1992 dalam Burroughs dan Rindfleisch, 2002), menurunnya tingkat kebahagiaan (Belk,1985 dalam Burroughs dalam Rindfleisch, 2002), serta meningkatnya tingkat depresi (Kasser dan Ryan, 1993 dalam Burroughs dan Rindfleisch, 2002). Materialisme juga dapat mempengaruhi perilaku konsumsi, penggunaan kartu kredit dan berhutang. Seseorang dengan derajat materalisme yang tinggi akan diikuti pula oleh pengeluaran dan keinginan berhutang yang tinggi (Watson, 1998 dalam Yang, 2006).

Konsumen dengan tendensi materialistik yang kuat akan menggunakan fashion

2340

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

untuk membuat suatu kesan, hal ini akan lebih mengarah pada keterlibatan yang lebih tinggi. Semakin seseorang menganggap suatu kepemilikan sebagai suatu yang berharga maka orang tersebut semakin materialistik, demikian juga sebaliknya (Browne dan Kaldenberg, 1997 dalam O’Cass, 2004).

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa seseorang yang materialistis cenderung untuk menjadi pembeli yang kompulsif (Dittmar, 1996; Mowen dan Spears, 1999; O’Guinn dan Faber, 1989; Yurchisin dan Johnson, 2004 dalam Johnson dan Attman, 2009). Sebagai tambahan, para peneliti juga menemukan bahwa seseorang yang materialis memiliki keterlibatan yang tinggi pada produk pakaian (Browne dan Kaldenberg, 1997; Yurchisin dan Johnson, 2004 dalam Johnson dan Attman, 2009). Oleh karenanya, sangatlah beralasan bahwa seseorang dengan nilai materialistik yang tinggi akan memiliki tingkat pembelian kompulsif pakaian yang tinggi. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Quoquab, Yasin, dan Banu (2013) pada variabel materialisme dan pembelian kompulsif menunjukkan bahwa materialisme terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian kompulsif.

Penelitian Naomi dan Mayasari (2012) melakukan pengujian terhadap variabel materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif. Dimana variabel materialisme yang diteliti tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu materialisme kesuksesan, materialisme sentralitas, dan materialisme kebahagiaan. Dari ketiga kategori materialisme tersebut, hanya dua kategori materialisme, yaitu materialisme sentralitas dan materialisme kebahagiaan yang terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif sedangkan materialisme kesuksesan tidak mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif.

Berbeda dengan hasil-hasil penelitian lainnya, penelitian yang dilakukan oleh

Jalees, Amen, dan Kazmi (2014) menunjukkan bahwa materialisme berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pembelian kompulsif.

Mengacu pada uraian di atas maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H3: Materialisme berpengaruh positif

terhadap perilaku pembelian kompulsif

III. METODE PENELITIAN

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel financial literacy adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh responden mengenai konsep keuangan yang digunakan untuk membuat pilihan keuangan yang efektif, meningkatkan financial well being dari individu dan kelompok serta untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi. Pengukuran pada variabel financial literacy dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut (Nababan dan Sadalia, 2013): 1. Pengetahuan dasar tentang keuangan

pribadi (X1); 2. Pengetahuan dasar tentang manajemen

uang (X2); 3. Pengetahuan mengenai kredit atau

hutang (X3); 4. Pengetahuan mengenai tabungan atau

investasi (X4); 5. Pengetahuan tentang pengelolaan resiko

(X5). Materialisme yang diteliti dalam

penelitian ini adalah suatu tendesi atau kecenderungan responden penelitian mencapai kebahagiaan melalui kepemilikan benda tertentu disebut materialisme. Pengukuran variabel materialisme diukur melalui indikator-indikator berikut ini (Schiffman dan Kanuk, 2007): 1. Mengutamakan kepemilikan (X6); 2. Egois atau terpusat pada diri sendiri

(X7); 3. Senantiasi mencari gaya hidup yang

penuh dengan kepemilikan (X8);

2341

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani 4. Selalu mengharapkan kepemilikan yang

lebih tinggi agar mendapatkan kebahagian yang lebih besar (X9). Variabel perilaku pembelian kompulsif

didefinisikan sebagai suatu kegiatan pembelian yang kronik dan repetitif yang hanya didorong lebih pada keinginan untuk meningkatkan harga dirinya dari pada untuk mengambil manfaat dan nilai-nilai ekonomis dari pembelian tersebut. Pengukuran variabel perilaku kompulsif diukur melalui beberapa indikator sebagai berikut (Mayasari dan Naomi, 2008): 1. Tidak ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan utama (X10); 2. Membeli secara terus menerus (X11); 3. Tidak mempertimbangkan dampak

pembelian (X12); 4. Mempengaruhi harmonisasi (keluarga

atau dengan lingkungan sosial) (X13); 5. Individu tidak memiliki kontrol atas

perilaku pembelian (X14); 6. Pembelian lebih ditujukan untuk

menghilangkan kekhawatiran atau ketakutan (X15);

7. Sebagai bentuk kompensasi misalnya karena kurang perhatian keluarga (X16).

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Taruna Tingkat III Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang yang berjumlah 401. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Singarimbun, 1991). Penentuan jumlah sampel untuk analisis Structural Equation Modeling menggunakan rumus (Ferdinand, 2005) jumlah indikator x 5 sampai 10. Karena dalam penelitian ini terdapat 16 indikator, maka jumlah sampel yang digunakan adalah 80-160 responden. Selanjutnya Hair, dkk dalam Ferdinand (2005) menyatakan bahwa ukuran yang sampel sesuai untuk SEM adalah antara 100 – 200 sampel. Dengan mengacu pada

pendapat Hair maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 160 responden. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian, kuesioner dipilih sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini. Tipe pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup. Pada pertanyaan tertutup, responden diminta untuk membuat pilihan diantara serangkaian alternatif yang diberikan oleh peneliti (Sekaran, 2006). Skala data jawaban responden atas pertanyaan penelitian dengan menggunakan Agree-Disagree Scale yang menghasilkan jawaban sangat tidak setuju – jawaban sangat setuju dalam rentang nilai 1 s/d 10 (Ferdinand, 2006). Teknik Analisis

Untuk menguji model dan hubungan yang dikembangkan dalam penelitian ini diperlukan suatu teknik analisis. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM) yang dioperasikan melalui progam AMOS.

IV. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pengujian Asumsi SEM Setelah melakukan analisis measurement

model melalui analisis faktor konfirmatori dan dilihat bahwa masing-masing indikator dapat digunakan untuk mendefinisikan sebuah konstruk laten, maka tahap yang kedua adalah melakukan pengujian asumsi SEM. Berikut ini dijelaskan hasil evaluasi asumsi dalam pemodelan SEM sebagai berikut : 1. Evaluasi Normalitas Data

Asumsi ini merupakan syarat dalam penggunaan SEM. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasikasi normalitas sebaran data dengan menggunakan nilai pada tabel normalitas yang dihasilkan dari program

2342

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Amos terhadap skewness value (nilai Z) yang setara dengan Critical Ratio (CR) pada level signifikansi 0,01 (1%) yaitu sebesar ± 2,58. Jika nilai Critical Ratio

yang dihasilkan dari setiap variabel penelitian lebih kecil dari 2,58 maka distribusi data adalah normal. Tabel 1 menunjukkan hasil uji normalitas data.

Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Data

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r. X14 1,000 10,000 -,720 -3,720 -,340 -,878 X13 1,000 10,000 -,604 -3,119 -,419 -1,083 X12 1,000 10,000 -,601 -3,102 -,059 -,151 X11 1,000 10,000 -,645 -3,330 -,329 -,851 X10 1,000 10,000 -,954 -4,926 ,814 2,101 X9 1,000 10,000 -,266 -1,374 -,439 -1,132 X8 1,000 10,000 -,261 -1,348 -,849 -2,192 X7 1,000 10,000 -,563 -2,908 -,206 -,531 X6 1,000 10,000 -,127 -,658 -,570 -1,471 X5 1,000 10,000 ,237 1,224 -,906 -2,339 X4 1,000 10,000 ,303 1,567 -,748 -1,931 X3 1,000 10,000 ,443 2,288 -,128 -,330 X2 1,000 10,000 ,180 ,932 -,625 -1,614 X1 1,000 10,000 ,285 1,474 -,723 -1,866 Multivariate 6,955 2,078

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Dari hasil perhitungan normalitas univariate yang disajikan di atas ditunjukkan bahwa nilai CR multivariate tidak lebih besar dari 2,58 yaitu sebesar 2,078 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data penelitian adalah normal.

2. Evaluasi atas Outliers

Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim secara multivariate yaitu muncul karena kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari variabel-variabel lainnya.

Deteksi multivatiate outliers dilakukan dengan membandingkan tabel output hasil komputasi SEM yang ditunjukkan melalui nilai Mahalanobis distance pada level signifikansi (p< 0,001) terhadap nilai Chi-Square (χ²) pada degree of freedom (df) sebesar jumlah indikator. Jika di observasi memiliki nilai Mahalanobis distance > χ², maka diidentifikasi sebagai multivariate outliers. Hasil uji multivariate outliers secara lengkap ditunjukkan pada print out Structural Equation Modelling. Tabel 2 hanya menampilkan 5 observasi teratas hasil pengujian multivariate outliers.

Tabel 2

Pengujian Univariate Outliers

Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2 128 32,260 ,004 ,446 49 31,763 ,004 ,153 45 27,441 ,017 ,507

105 26,589 ,022 ,461 39 26,339 ,023 ,322

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

2343

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani

Hasil uji terhadap ke-16 indikator variabel penelitian menghasilkan nilai χ² (16; 0,001) adalah sebesar 39.252 (dilihat pada tabel Chi-Square). Sedangkan dalam tabel di atas terlihat bahwa nilai Mahalanobis Disctance maksimal adalah 32.260. Oleh karena nilai Mahalanobis Disctance maksimal < nilai χ² tabel, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini memenuhi asumsi bebas multivariate outliers.

3. Evaluasi atas Multicollinearity dan

Singularity Pengujian asumsi ini dapat

diidentifikasikan melalui nilai determinant of sample covariance matrix. Jika nilai determinan lebih besar atau jauh dari 0 (nol) maka dapat diindikasikan tidak terdapat multicollinearity dan singularity. Hasil dari pengolahan menunjukkan bahwa nilai determinand of sample covariance matrix sebesar 37532226,824 yang lebih besar dari nol. Ini berarti bahwa keseluruhan data yang digunakan pada penelitian ini layak digunakan karena tidak terdapat multicollinearity dan singularity.

4. AnalisisResidual Dalam pengujian dengan SEM nilai

residualnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual haruslah bersifat simetrik. Jika suatu model memiliki nilai kovarians residual yang tinggi (>2,58) maka sebuah modifikasi perlu dipertimbangkan dengan landasan teori yang kuat.

Dari hasil analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak ditemukan nilai standardized residual kovarians yang lebih dari 2,58 sehingga dapat dikatakan bahwa syarat residual terpenuhi.

Pengujian Model Penelitian

Setelah dilakukan evaluasi terhadap asumsi-asumsi SEM, selanjutnya adalah evaluasi terhadap kesesuaian model yang diajukan dalam penelitian ini dengan berbagai kriteria goodness-of-fit yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Dari model yang diajukan dan dihubungkan dengan data akan diketahui bagaimana hubungan kausal antara financial literacy, materialisme dan perilaku pembelian kompulsif. Hasil pengolahan terhadap model yang diajukan diuraikan berikut ini.

Gambar Hasil Pengujian SEM pada Model Penelitian

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

2344

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Untuk mengetahui ketepatan model

dengan data penelitian, maka dilakukan pengujian goodness-of-fit. Indeks hasil pengujian dibandingkan dengan nilai kritis

untuk menentukan baik atau tidaknya model tersebut, yang diringkas dalam tabel berikut ini.

Tabel 3

Penilaian Goodness of Fit Model Penelitian

Goodness of Fit Indeks Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi-Square (df = 74) Kecil (< 95.081) 68.058 Baik Probability ≥ 0,05 0.673 Baik GFI ≥ 0,90 0.947 Baik AGFI ≥ 0,90 0.924 Baik CMIN/DF ≤ 2,00 0.920 Baik TLI ≥ 0,95 1.011 Baik CFI ≥ 0,95 1.000 Baik RMSEA ≤ 0,08 0.000 Baik

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan hasil pengujian kelayakan model yang disajikan dalam Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan kriteria pengujian dalam kategori baik atau memenuhi kriteria penilaian yang dipersyaratkan. Pada uji Chi-Square, sebuah model akan dianggap baik jika hasilnya menunjukkan nilai Chi-Squarehitung yang lebih kecil dari nilai ChiSquare tabel. Semakin Chi Square hitung yang lebih kecil dari nilai Chi Square tabel menunjukkan bahwa semakin baik model tersebut berarti tidak ada perbedaan antara estimasi populasi dengan sampel yang diuji. Model penelitian ini menunjukkan bahwa nilai Chi Square hitung adalah 68.058, sedangkan nilai kritis/tabel Chi Square dengan df = 74 adalah 95.081. Ini berarti bahwa model penelitian ini tidak berbeda dengan populasi yang diestimasi/model dianggap baik (diterima) karena Chi-Square dalam penelitian ini lebih kecil dari nilai kritis/tabelnya. Komponen yang lain probability (P), RMSEA, CMIN/DF, GFI, AGFI, TLI, CFI juga berada dalam rentang nilai yang diharapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan model baik.

Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi SEM dan

kesesuaian model (model fit) maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis hubungan kausalitas variabel penelitian. Hasil uji hipotesis hubungan antara variabel ditunjukkan dari nilai RegressionWeight pada kolom CR (identik dengan t-hitung) yang di bandingkan dengan nilai kritisnya (identik dengan t-tabel). Nilai kritis untuk level signifikansi 0,05 (5%) adalah 1,998 (lihat pada t-tabel), sedangkan nilai kritis untuk level signifikansi 0,1 (10%) adalah 1,66 (lihat pada t-tabel). Jika nilai CR > nilai kritis, maka hipotesa penelitian akan diterima, sebaliknya jika nilai CR < nilai kritis, maka penelitian ditolak. Nilai regression weight hubungan antara variabel ditunjukkan dalam tabel 4.

2345

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani

Tabel 4 Regression Weight

Std Estimate Estimat

e S.E. C.R. P

Materialisme <--- Financial_ Literacy -,795 -,872 ,142 -6,140 ***

Perilaku_Pembelian_Kompulsif <--- Materialisme -,390 -,286 ,164 -1,737 ,082

Perilaku_Pembelian_Kompulsif <--- Financial_

Literacy -,320 -,257 ,179 -1,435 ,151

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan data dalam tabel 4 maka dapat disajikan hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis penelitian :

1. Pengujian Pengaruh Financial

Literacy - Materialisme Parameter estimasi untuk pengujian

pengaruh financial literacy terhadap materialisme menunjukkan nilai CR sebesar -6,140 dengan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena nilai CR yang dihasilkan dari perhitungan lebih besar dari nilai kritis pada level signifikansi 0,05 (5%) yaitu 1,998 serta nilai probabilitas yang dihasilkan (0,000) adalah <0,05maka dapat disimpulkan bahwa variabel financial literacy secara statistik terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap materialisme.

2. Pengujian Pengaruh Financial

Literacy-Perilaku Pembelian Kompulsif

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh financial literacy terhadap perilaku pembelian kompulsif menunjukkan nilai CR sebesar-1,435 dengan probabilitas sebesar 0,151. Oleh karena nilai CR yang dihasilkan dari perhitungan lebih kecil dari nilai kritis pada level signifikansi 0,05 (5%) yaitu 1,998 serta nilai probabilitas yang dihasilkan (0,151) adalah >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel financial literacy secara statistik terbukti

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif.

3. Pengujian Pengaruh Materialisme -

Perilaku Pembelian Kompulsif Parameter estimasi untuk pengujian

pengaruh materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif menunjukkan nilai CR sebesar -1,737 dengan probabilitas sebesar 0,082. Oleh karena nilai CR yang dihasilkan dari perhitungan lebih kecil dari nilai kritis pada level signifikansi 0,05 (5%) yaitu 1,998 serta nilai probabilitas yang dihasilkan (0,082) adalah >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel materialisme secara statistik terbukti berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif.

Berdasarkan hasil pengujian model yang dikembangkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa financial literacy terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap materialisme, artinya ketika financial literacy yang dimiliki oleh mahasiswa meningkat maka hal tersebut akan menekan atau menurunkan perilaku materialisme mahasiswa.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengujian yang dilakukan pada variabel financial literacy dan materialisme menunjukkan bahwa secara statistik financial literacy

2346

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap materialisme. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa jika financial literacy yang dimiliki semakin baik maka hal ini akan menurunkan sikap materialisme.

2. Pengujian yang dilakukan pada variabel materialisme dan perilaku pembelian kompulsif menunjukkan bahwa secara statistik materialisme terbukti berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa sikap materialisme yang dimiliki tidak serta merta menyebabkan munculnya perilaku pembelian kompulsif.

3. Pengujian yang dilakukan pada variabel financial literacy dan perilaku pembelian kompulsif menunjukkan bahwa secara statistik financial literacy terbukti berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa financial literacy yang dimiliki tidak serta merta menyebabkan munculnya perilaku pembelian kompulsif.

B. Saran

Berpijak pada keterbatasan penelitian yang ditemukan pada studi ini maka pendekatan variabel lain yang diduga dapat mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif adalah personality traits dan income.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2012. Perilaku Konsumtif Picu

Kriminalitas. Haluan. Diperoleh 5 Februari 2014, dari www.haluanmedia.com/padang

Belk, Russel W. 1985. Materialism: Trait aspects of living in the material

world. Journal of Consumer Research, 12 (December), 265-280

Black, D. W. 1998. A Review of Compulsive Buying Disorder, Journal of Psychiatry, 6 (1), 14-18

Browne, B dan D. Kaldenberg. 1997. Conseptualizing Self-Monitoring: Links to Materialism and Product Involvement, Journal of Consumer Marketing, 14(1), 31-44

Burroughs, J. E., dan Aric Rindfleisch. 2002. Materialism and Well-Being:A Conflicting Values Perspective, Journal of Consumer Research, (29),348-370

Chen, H dan R.P Volpe. 1998. An Analysis of Personal Financial Literacy Among College Student, Financial Services Review, 7(2), 107-128

Christenson, Gary A et al. 1992. Compulsive Buying: Descriptive Characteristics and Psychiatric Comorbidity. Journal of Clinical Psychiatry, 55, 5-11

Dittmar, H. 2005. Compulsive Buying-A Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorsement of Materialistic Values As Predictors. British Journal of Psychology, Vol.96, pp. 467-491

Faber, R.J. and T.C O'Guinn. 1992. Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration. Journal of Consumer Research, Vol. 16, pp. 147-157

Faber, RJ. 1992. Money Changes Everythings. American Behavioral Scientist, 35, 809-819

Gilarso, T. 1992. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta : Kanisius

Huston, S. J. 2010. Measuring Financial Literacy, Journal of Consumer Affairs, Volume 44 Issue 2

Imawati, Indah., Susilaningsih, Elvia Ivada. 2013. Pengaruh Financial Literacy

2347

Analisis Pengaruh Financial Literacy Terhadap Materialisme Dan Perilaku Membelanjakan Uang (Studi Pada Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang) Desy Aryani

terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada Program IPS SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013, Jupe UNS, 2 (1), 48-58

Jalees, Tariq, Ume Amen, Qurat ul Ain Kazmi. 2014. A Structural Approach on Compulsive Buying Behavior. Institute of Business Administration Karachi

Kwak, H., G. M Zinkhan, and M. R Crask. 2003. Diagnostic Screener for Compulsive Buying: Applicationsto the USA and South Korea, Vol. 37, No. 1, pp. 161-169

Lina dan H. F Rosyid. 1997. Perilaku Konsumtif Berdasarkan Locus of Control pada Remaja Putri,Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, No.4 Tahun XI, halaman 5-13

Mayasari, I dan Naomi, P. 2008. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Siswa SMA dalam Perilaku Pembelian Kompulsif: Perspektif Psikologi. Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 3, No. 2

Mowen, John C dan Nancy Spears. 1999. Compulsive Buying Among College Students: A Hierarchical Model Approach. Journal of Consumer Psychology, 8 (4), 407-430

Nababan, Darman dan Isfenti Sadelia. 2013. Analisis Personal Financial

Literacy dan Financial Behavior. Mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Naomi, Prima dan Iin Mayasari. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa SMA Dalam Perilaku Pembelian Kompulsif: Perspektif Psikologi

O’Guinn, Thomas C dan Ronald J Faber. 1989. Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration, Journal of Consumer Research, 16 (September), 147-157

PISA. 2012. Financial Literacy Framework. Australia

Quoquab, Farzana., Norjana Mohd Yasin dan Shamsiah Banu. 2013. Compulsive Buying Behavior Among Young Malaysian Consumer. World Review of Business Research, 3 (2)

Richins, Marsha L dan Scott Dawson. 1992. A Consumer Values Orientation For Materialism And Its Measurement: Scale Development And Validation, Journal of Consumer Research, 19 (December), 303-316

Sina, Peter Garlans. 2012. Analisis Literasi Ekonomi. Jurnal Economia, 8 (2), 135-143

2348

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

ANALISA PENAMBAHAN BERAT SIMULATOR TERHADAP STABILITAS KAPAL LATIH BUNG TOMO

Rudy Sugihartoa dan Daviq Wiratnob

Politeknik Pelayaran Surabaya

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa penambahan simulator pada KL.

Bung Tomo terhadap stabilitas kapal dan juga keselamatan kapal. Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode proaktif dimana metode tersebut merupakan analisa yang dilakukan sebelum hal tersebut dilaksanakan.Setelah melakukan pengumpulan data kemudian menganalisa diperoleh Penambahan simulator pada KL Bung Tomo seberat 2 ton yang diletakkan pada belakang wheel house akan menghasilkan nilai LCG = 25,95 dan KG = 3,697.Yang artinya, penambahan simulator tersebut masih dapat dilakukan dan kapal masih dalam kondisi aman dilihat dari segi stabilitas dan IMO regulation.

Kata kunci : stabilitas, simulator, keselamatan, deskriptif

I. PENDAHULUAN

Pada awal tahun 2018 ini Politeknik Pelayaran Surabaya mempunyai kapal latih sendiri yang cukup mumpuni dalam rangka laboratorium maupun workshop riil berjalan untuk meningkatkan kompetensi bagi para tarunanya. Kapal yang diberi nama KL. Bung Tomo dengan panjang keseluruhan (Length Over All) 63 meter, lebar (Breadht Moulded) 12 meter, kecepatan 12 knot, tenaga mesin 2 X 1000 HP, dimana mampu menampung 100 orang taruna dalam setiap pelayarannya.

Dalam desainnya, KL Bung tomo mempunyai 2 buah anjungan, dimana pada bagian depan terdapat anjungan sebenarnya yang digunakan untuk para perwira kapal membawa kapal dan di belakangnya terdapat anjungan latihan sebagai tempat para taruna berlatih membawa kapal. Pada saat ini anjungan latihan belum dilengkapi peralatan simulator yang dapat dipakai para taruna untuk belajar membawa kapal.

Dalam waktu yang akan datang dimungkinkan adanya penambahan peralatan simulator pada anjungan latihan yang mana akan berimbas pada adanya penambahan berat pada kapal. Dengan

adanya penambahan berat maka terdapat perubahan stabilitas kapal.

Stabilitas adalah keseimbangan dari kapal, merupakan sifat atau kecenderungan dari sebuah kapal untuk kembali kepada kedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan) yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar (Rubianto, 1996). Stabilitas statis adalah stabilitas kapal pada saat diam yang terdiri dari stabilitas melintang, tegak, membujur. Untuk mempelajari stabilitas maka harus memahami titik-titik penting pada stabilitas. Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur. Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu mengalami senget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar, stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami senget dalam arah yang membujur.

Letak titik berat kapal sangat tergantung pada penempatan bobot-bobot di atas kapal. Pada kapal kosong letak titik berat sudah dapat diketahui dari percobaan stabilitas namun dengan adanya pemuatan, pembongkaran, pergeseran muatan, pemakaian bahan bakar, pemakaian air

2349

Analisa Penambahan Berat Simulator Terhadap Stabilitas Kapal Latih Bung Tomo Rudy Sugihartoa dan Daviq Wiratnob

tawar dan kegiatan lain di atas kapal maka letak titik berat kapal akan berubah kedudukannya sehingga kita perlu mengetahui dengan pasti letak titik berat kapal selesai kegiatan. Kapal juga dapat diibaratkan sebagai timbangan secara tegak dengan titik tumpunya adalah titik berat kapal. Perhatikan percobaan di bawah ini:

Apabila sebuah balok yang homogen dengan berat W maka letak titik beratnya (G) adalah pada setengah panjangnya, sehingga apabila diberi tuas pada titik beratnya maka akan dalam keadaan seimbang.

Gambar 1 : Perumpamaan Pergeseran

Titik Berat Kapal Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan data stabilitas KL. Bung

Tomo setelah adanya penambahan simulator;

2. Mendapatkan data stabilitas penambahan simulator pada KL. Bung Tomo terhadap keselamatan kapal. II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang menggambarkan sejumlah data yang kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalah yang ada supaya memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penelitian ini memusatkan perhatian pada analisa penambahan simulator pada KL. Bung Tomo yang akan mempengaruhi perubahan stabilitas kapal. Metode pendekatan penelitian yang dapat dilakukan yaitu metode proaktif dimana metode tersebut merupakan analisa yang dilakukan sebelum tersebut dilaksanakan.Hal ini dapat dilaksanakan dengan membandingkan perencanaan penambahan simulator yang

sudah diadakan dari lembaga lain yang mempunyai kapal latih sejenis.

Subjek Penelitian berfokus pada analisa penambahan simulator pada kapal latih Bung Tomo yang berakibat adanya penambahan bobot sehingga merubah stabilitas kapal. Sedangkan lokasi penelitian pada satu tempat (objek) yaitu Kapal Latih Bung Tomo yang dioperasikan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi survei pendahuluan, studi literatur, identifikasi masalah, perumusan masalah,penetuan tujuan penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, analisa data, rekomendasi perbaikan, kesimpulan. Pada tahap survei pendahuluan dilakukan survei untuk mendapatkan gambaran dari kondisi sebenarnya obyek yang diteliti yaitu data stabilitas awal pada KL. Bung Tomo sebelum ditambahkan simulator serta mencari data dari lembaga lain yang dalam proses penambahan simulator di atas kapal latih yang sejenis. Tahap studi literatur yaitu mempelajari teori dan ilmu pengetahuan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Sumber literatur diperoleh dari buku cetak, jurnal ilmiah, maupun sumber tulisan lainnya. Pada tahap identifikasi masalah dilakukan untuk mencari kekurangan-kekurangan yang ada dalam proses analisa perubahan stabilitas pada kapal latih Bung Tomo. Untuk tahap perumusan masalah mengenai hal-hal yang dapat menghambat proses analisa. Tahap penentuan tujuan Penelitian diperlukan untuk dapat merencanakan langkah yang dapat diambil pada penelitian sehingga penelitian dapat lebih terfokus dan dapat dijalankan dengan lancar. Tahap terakhir yaitu pengumpulan dan pengolahan data yang, meliputi identifikasi peralatan-peralatan yang direncanakan untuk dipasang pada anjungan latih KL. Bung Tomo dengan spek dan analisa berat, Memetakan identifikasi yang ada dalam data awal dan peralatan yang dipasang sehingga dapat dianalisa perubahan stabilitas yang akan ada, Selanjutnya tahap Analisis dan Pembahasan, yaitu

2350

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

menganalisa penambahan bobot dari dipasangnya peralatan simulator baru di anjungan latih sehingga merubah stabilitas awal dari KL. Bung Tomo. Tahap Rekomendasi Perbaikan, dilakukan analisis mengenai perancangan perbaikan yang dapat diterapkan pada perencanaan pengadaan simulator di KL. Bung Tomo. Dan yang terakhir adalah Kesimpulan.Pada tahap ini ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Berdasarkan hasil pengambilan kesimpulan maka dapat diberikan beberapa saran ataupun usulan–usulan perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja dan produktifitas instansi dan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Di dalam pelaksanaan penelitian ini, kami menggunakan data penambahan simulasi yang telah dilaksanakan pada kapal latih Malahayati miklik BP2IP Aceh. Dimana pekerjaan penambahan simulator telah selesai dilaksanakan pada awal tahun anggran 2018. Berikut ini merupakan data nama-nama peralatan simulator Full Mission Ship Maneuvering Simulator 180˚ yang telah dipasang:

Berikut merupakan pengecekan stabilitas pada kondisi 2 dengan kondisi Departure, 100% Cadet & Passengers, 100% Cargo. Diketahui bahwa nilai KN pada booklet sesuai dengan perhitungan di bawah ini.

2351

Analisa Penambahan Berat Simulator Terhadap Stabilitas Kapal Latih Bung Tomo Rudy Sugihartoa dan Daviq Wiratnob

2352

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

2353

Analisa Penambahan Berat Simulator Terhadap Stabilitas Kapal Latih Bung Tomo Rudy Sugihartoa dan Daviq Wiratnob

Dari grafik di atas diketahui bahwa perhitungan KN di booklet dengan perhitungan manual hampir sama.

Pada gambar 1 memperlihatkan kondisi ruangan simulator KL. Bung Tomo yang belum terpasang simulator. Dan pada gambar 2 memperlihatkan simulator Full Mission Ship Maneuvering Simulator 180˚ yang telah terpasang pada sister ship KL. Bung Tomo yaitu KL. Malahayati.

Gambar 1. Simulator (1)

Gambar 2. Simulator (2)

Simulator ini didesain sebagai anjungan

latih yang dilengkapi berbagai peralatan navigasi seperti Radar, AIS, ECDIS, GPS, Navtex, Steering, Telegraph dimana dapat dipergunakan berlatih pada saat praktek berlayar diatas KL. Bung Tomo.

Berikut merupakan kondisi kapal setelah dilakukan penambahan alat berupa simulator.

2354

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Untuk menentukan stabilitas Kapal Latih Bung Tomo telah memenuhi kriteria atau tidak maka dilakukan pengecekan perhitungan stabilitas menggunakan ”Intact

2355

Analisa Penambahan Berat Simulator Terhadap Stabilitas Kapal Latih Bung Tomo Rudy Sugihartoa dan Daviq Wiratnob

Stability Code, IMO” Regulasi A.749 (18), yang isinya adalah sebagai berikut: Kriteria stabilitas untuk semua jenis kapal : 1. e0.30

o≥ 0.055 m.rad. Luas gambar di bawah kurva dengan lengan penegak GZ pada sudut 30o≥ 0.055 meter rad;

2. e0.40o≥ 0.09 m.rad. Luas gambar di

bawah kurva dengan lengan penegak GZ pada sudut 40o≥ 0.09 meter rad;

3. e30,40o≥ 0.03 m.rad. Luas gambar di

bawah kurva dengan lengan penegak GZ pada sudut 30o ~ 40o≥ 0.03 meter;

4. h30o≥ 0.2 m. Lengan penegak GZ

paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 30o atau lebih; hmax pada φmax≥ 25o. Lengan penegak maksimum harus terletak pada sudut oleng lebih dari 25o;

5. GM0≥ 0.15 m. Tinggi Metasenter awal (GM0) tidak boleh kurang dari 0.15 meter;

Gambar 3. Batasan Stabiitas pada Kondisi 2 (Tanpa Simulator)

Berdasarkan Gambar 3. stabilitas pada

kondisi 2 (tanpa simulator) memenuhi kriteria IMO Regulation dengan roll period 6 detik.

Gambar 4. Batasan Stabilitas (dengan Penambahan Alat Simulator)

Berdasarkan Gambar 4. Stabilitas pada

kondisi dengan penambahan alat simulator memenuhi kriteria IMO Regulation dengan roll period 6 detik.

Dari hasil penelitian didapatkan dengan adanya penambahan berat berupa penambahan simulator di belakang anjungan masih dapat dilakukan dan kapal masih dalam kondisi aman dilihat dari segi stabilitas dan IMO regulation.

DAFTAR PUSTAKA

Istopo. 1972. Stabilitas Kapal untuk

Perwira Kapal Niaga

Lewis, E. V. 1988. Principles of Naval Architecture Second Revision Volume I: Stability and Strength. New Jersey: The Society of Naval Architects and Marine Engineers 601 Pavonia Avenue Jersey City, NJ

Stokoe, E. 1975. Ship Construction for Marine Students. Principle Lecture in Naval Architecture at South Shields Marine and Technical College. Thomas Reed Publications Limited Sunderland and London

Wakidjo, P. 1972. Stabilitas Kapal Jilid II. Penuntun dalam Menyelesaikan Masalah

2356

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

Young, & Kemp. 1976. Ship Construction Sketches & Notes. A Kandy Paperback Stokoe, E. A. 1975

Young, & Kemp. 2001. Ship Stability Notes & Examples Third Edition. Great Britain: Athenaeum Press Ltd, Gateshead, Tyne & Wear

2357

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

TERLEPASNYA JANGKAR KIRI PADA SAAT BERLABUH JANGKAR DI ANCHORAGE AREA PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP

Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

aTaruna Program Studi Nautika PIP Semarang bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang

ABSTRAK

Jangkar kiri MV. DK 01 terlepas pada saat berlabuh jangkar di anchorage area

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar dan upaya yang perlu dilakukan setelah terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake tersebut agar proses berlabuh jangkar dapat dilaksanakan dengan baik.

Metode yang digunakan adalah fishbone analysis untuk mencari faktor-faktor permasalahan dan USG analysis untuk menghasilkan perioritas masalah. Faktor-faktor penyebab yaitu kurangnya kesadaran crew kapal akan pentingnya proses berlabuh jangkar, pemilihan metode berlabuh jangkar yang kurang efektif, kurangnya perawatan dan pengecekan windlass, kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Upaya yang perlu dilakukan adalah Second Officer langsung memplotting posisi jangkar kiri yang terjatuh untuk menghindari jangkar kiri tersebut hilang dan Nahkoda sebagai pemimpin kapal langsung mengambil kebijakan untuk menggunakan jangkar kanan dengan metode walk back ship anchoring method dimana jangkar kanan diturunkan dengan hati-hati menggunakan rem untuk menghindari kejadian yang sama.

Kata kunci: analisis, jangkar, open brake

I. PENDAHULUAN

MV. DK 01 merupakan salah satu jenis kapal curah (bulk carrier) yang mengangkut muatan batu bara dengan route pelayaran tetap (liner) dari Pulau Kalimantan menuju Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap. Muatan curah merupakan muatan yang dimuat tanpa menggunakan kemasan atau pembungkus. Batu bara itu sendiri merupakan salah satu jenis muatan curah yang termasuk ke dalam golongan muatan berbahaya sehingga membutuhkan penanganan dan pengaturan khusus.

Pada saat akan masuk wilayah Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, MV. DK 01 kadang-kadang harus berlabuh jangkar terlebih dahulu sebelum sandar. Berlabuh jangkar merupakan suatu keadaan saat kapal terapung tanpa berolah gerak terhadap air. Berlabuh jangkar dilakukan di

daerah tertentu pada setiap pelabuhan atau di luar daerah pelabuhan, dengan memperhitungkan kedalaman air laut dan keadaan sekitar. Berlabuh jangkar dilaksanakan pada saat menunggu waktu masuk ke pelabuhan, menunggu penyelesaian berkas untuk masuk atau keluar suatu pelabuhan, untuk menghindari penumpukan kapal di dalam pelabuhan, dan dapat juga karena kapal sedang mengalami perbaikan di atas permukaan air. Menurut Agus Hadi Purwantomo (2018:75), berlabuh jangkar adalah mengikat kapal pada dasar perairan agar kapal tidak hanyut karena arus atau angin untuk melaksanakan suatu kegiatan, seperti: menunggu clearance memasuki pelabuhan, menunggu pandu, maupun menunggu dermaga yang kosong agar dapat melaksanakan proses bongkar. Sering terjadi keadaan arus yang kuat maupun hujan lebat membuat proses

2359

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

sandar tersebut menjadi tertunda, sehingga membuat kapal harus berlabuh jangkar terlebih dahulu.

Mualim sebagai top management keselamatan dan keamanan kapal dituntut harus menguasai setiap keadaan saat kapal sandar, berlabuh jangkar maupun ketika sedang berlayar. Selain kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang Mualim dalam mengetahui setiap keadaan pada saat kapal sedang berlabuh jangkar, perawatan serta kelengkapan anchor (jangkar) juga menjadi faktor penting yang sangat menunjang keselamatan dan keamanan kapal.

Keadaan darurat yang terjadi pada saat kapal sedang berlabuh jangkar pun bermacam-macam, seperti tubrukan, kandas, maupun jangkar larat. Menurut Agus Hadi Purwantomo (2018:3), tubrukan yaitu suatu keadaan darurat yang disebabkan karena terjadinya tubrukan kapal dengan kapal, kapal dengan dermaga, maupun kapal dengan benda terapung lainnya yang dapat membahayakan keselamatan jiwa manusia, harta benda di atas kapal, dan lingkungan dimana kapal itu berada. Kandas merupakan suatu keadaan darurat yang disebabkan karena kandasnya suatu kapal pada dasar perairan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Jangkar larat (dragging anchor) adalah suatu keadaan di saat berlabuh jangkar, dimana jangkar kapal larat/menggaruk akibat dari gaya eksternal (arus, angin, cuaca, jenis dasar laut, dan pasang surut) terhadap jangkar yang mempengaruhi kekuatan cengkraman jangkar dan rantai jangkar, serta adanya pengaruh dari faktor internal (jangkar, rantai jangkar, mesin jangkar, draft, sumber daya manusia).

Tanggal 16 Februari 2017 pada saat MV. DK 01 sedang berolah gerak untuk persiapan berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, kapal tersebut kehilangan jangkar sebelah kiri setelah melaksanakan proses drop anchor dengan cara open brake yang mengakibatkan jangkar kiri tersebut terlepas berikut semua rantai jangkarnya.

Akibatnya MV. DK 01 kehilangan jangkar sebelah kiri dan pelaksanaan berlabuh jangkar terganggu. Metode berlabuh jangkar dengan cara open brake atau juga dapat disebut sebagai letting go ship anchoring method merupakan metode menurunkan jangkar kapal dengan membiarkan jangkar tersebut tergelincir jatuh ke dalam air, berbeda dengan metode walk back dimana jangkar diturunkan dengan hati-hati sampai berapa banyak jumlah segel pada rantai jangkar yang diinginkan.

Dengan mencermati latar belakang dan judul yang sudah ada, peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan

terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap?

2. Apakah upaya yang perlu dilakukan setelah terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake tersebut agar proses berlabuh jangkar dapat dilaksanakan dengan baik?

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Analisis Menurut Komaruddin (2001:53),

analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. [4] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002:43), analisis merupakan penguraian suatu pokok dari berbagai bagian atas penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. [5] Menurut Jimmy L. Goal (2008:73), analisis adalah sebagai penguraian suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya

2360

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikannya.

2. Jangkar

Jangkar merupakan alat labuh yang mempunyai bentuk dan berat khusus yang akan diturunkan ke kedalaman air sampai dengan dasar sehingga pada saat jangkar diturunkan maka kapal sangat terbatas pergerakannya dengan posisi jangkar dan panjang rantai yang diturunkan.

Jenis-jenis jangkar disesuaikan dengan penempatannya pada kapal dan kegunaannya. Kapal-kapal niaga (ocean going ship) dilengkapi dengan 3 tipe jangkar, yaitu: a. Jangkar Utama atau Jangkar

Haluan (Bow Anchor) Jangkar ini digunakan pada saat berlabuh di daerah labuh (anchorage area). Kedua jangkar ini memiliki berat yang sama dimana beratnya diatur sesuai dengan ketentuan klasifikasi.

b. Jangkar Arus (Steam Anchor) Jangkar ini digunakan untuk membantu jangkar haluan pada saat berlabuh di daerah yang memiliki arus sangat kuat dan untuk menahan posisi kapal di bagian buritan supaya tetap dalam posisinya.

c. Jangkar Cemat (Kedges Anchor) Pada sebagian kapal dilengkapi dengan jangkar cemat yang digunakan untuk membebaskan kapal pada saat kapal kandas di dasar yang berpasir. Jangkar kapal juga dibedakan

menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk dan fungsinya, diantaranya:

a. Stockless Anchor Jangkar tipe ini bekerja sangat

efektif dan memiliki tiang jangkar yang dapat bergerak. Pada saat diturunkan maka bagian lengan akan bergerak ke bawah karena adanya engsel pada bagian mahkota jangkar (crown) dan lengan dapat bergerak dengan sudut 45˚. Dengan posisi demikian maka bagian lengan jangkar akan menancap ke dasar laut dan pada saat tertarik oleh rantai jangkar dengan posisi tiang jangkar sejajar dasar laut maka jangkar akan semakin menancap. Untuk melepas dan mengangkat jangkar ini posisi rantai jangkar ditarik tegak dan pada saat tiang jangkar pada posisi tegak maka lengan jangkar akan terungkit sehingga cengkeraman jangkar lepas dan jangkar dapat ditarik ke atas.

Berikut adalah tipe-tipe jangkar yang termasuk ke dalam stockless anchor: 1) Jangkar Hall

Jangkar tipe hall adalah jenis jangkar stockless bow, yaitu stockless anchor yang dipasang pada bagian haluan kapal. Pada umumnya jangkar ini digunakan pada kapal konvensional.

2) Jangkar Spek Jangkar tipe spek adalah jangkar yang didesain sesuai dengan ukuran tempat penyimpanan jangkar pada kapal. Jangkar jenis ini dulu paling umum digunakan, khususnya pada kapal konvensional.

3) Jangkar Byers Jangkar tipe byers umumnya digunakan pada kapal konvensional. Berat jangkar ini biasa tersedia dari ukuran 20 kg sampai dengan 20 ton.

2361

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

4) Jangkar Union

Jangkar tipe ini memiliki fungsi dan berat yang sama dengan jangkar byers.

5) Jangkar Baldh Jangkar ini dibuat pertama kali pada tahun 1901 dan pada tahun 1954 jangkar ini mulai didistribusikan untuk industri offshore.

b. Danforth Stockless Anchor Merupakan jenis jangkar yang

memiliki daya cengkeram lebih baik dibanding dengan stockless anchor, namun karena adanya tongkat jangkar maka kedua jangkar tidak dapat menancap ke dasar laut. Tiang jangkar tidak dapat langsung masuk ke hawse pipe (ulup jangkar) di kapal. Jangkar yang termasuk ke dalam jangkar jenis ini adalah: 1) Jangkar AC14

Jangkar tipe AC14 adalah jenis jangkar stockless high holding power, artinya dapat dikurangi 25% dari berat biasanya yang diperlukan untuk jangkar konvensional.

2) Jangkar Stevin Jangkar stevin merupkan salah satu jangkar yang termasuk ke dalam high holding power anchor karena memiliki kemampuan menahan beban yang tinggi.

3) Jangkar Flipper Delta Jangkar ini adalah jangkar tipe high holding power anchor. Jangkar ini didesain untuk kebutuhan industri offshore karena memiliki high power capacity.

c. Mushroom Anchor Jangkar jenis ini hanya

digunakan untuk kapal-kapal yang banyak beroperasi di daerah

sungai atau di daerah perairan yang memiliki dasar berlumpur.

Di MV. DK 01 jangkar yang digunakan adalah tipe jangkar stockless anchor dimana jangar tersebut sangat cocok untuk kapal berukuran besar dan sangat efektif karena memiliki tiang jangkar yang dapat bergerak.

3. Bagian-Bagian Jangkar

Berikut adalah gambar bagian-bagian jangkar pada umumnya: a. Arm (lengan), merupakan bagian

dari jangkar yang membentang dari ujung jangkar (crown) akhir, batang jangkar (shank) dan menghubungkan ke telapak jangkar (palm).

b. Band, adalah logam melingkar yang mengamankan dua bagian dari stok kayu secara bersama-sama dengan batang jangkar (shank).

c. Bill, adalah akhir dari lengan jangkar (palm).

d. Crown (mahkota), merupakan ujung runcing akhir dari jangkar yang menghubungkan batang jangkar (shank) dengan lengan.

e. Eye (mata), merupakan lubang di akhir batang jangkar (shank) tempat cincin terpasang.

f. Fluke, adalah bentuk sekop bagian dari lengan jangkar (arm) yang digunakan untuk menggali dasar laut dalam mengamankan kapal.

g. Palm, merupakan bagian datar paling atas dari sekop (fluke).

h. Ring, adalah bagian jangkar dimana tali atau rantai melekat dan menghubungkan jangkar ke kapal.

i. Shank, adalah batang tegak dari jangkar.

j. Stock, merupakan lintas bar jangkar yang memungkinkan sekop pada jangkar (fluke) dapat menggali dasar laut.

2362

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

4. Perlengkapan Pada Sistem Jangkar Kapal a. Kabel Baja (Wire Ropes)

Wire rope adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja. Tali baja terdiri dari beberapa serat baja yang dipintal hingga menjadi satu jalinan (strand), kemudian beberapa strand dijalin pada suatu inti (core) sehingga membentuk tali.

b. Tabung Jangkar (Hawse Pipe) Tabung jangkar merupakan tabung yang dilalui rantai jangkar yang konstruksinya terletak di lambung kapal sebelah kiri dan kanan haluan kapal hingga geladak depan (forecastle deck).

c. Tabung Rantai Jangkar (Chain Pipe) Tabung rantai jangkar merupakan tabung posisi vertikal/tegak yang dilalui rantai jangkar yang konstruksinya terletak antara dek haluan kapal (forecastle deck) dan bak rantai (chain locker).

d. Bak Rantai Jangkar (Chain Locker) Bak rantai jangkar adalah tempat penyimpanan rantai jangkar.

e. Mesin Jangkar (Anchor Windlass) Mesin jangkar merupakan sebuah mesin derek jangkar yang dipasang di kapal untuk keperluan mengangkat dan mengulur jangkar dan rantai jangkar melalui tabung jangkar (hawse pipe)..

f. Chain Stopper Chain stopper pada umumnya dipasang antara mesin jangkar dengan hawse pipe untuk menahan tarikan rantai dan jangkar saat kapal sedang berlabuh.

5. Open Brake

“Let Go: This method is used in over a wide range of vessels including smaller crafts and pleasure yachts to larger vessels with tonnage

varying up to 1,00,000 GT. The principle followed in this method is to let go or let the anchor slip with cable under its own weight from the hawse pipe. The weight on the cable, windlass brake holding power and momentum of the vessel are factors to be controlled by the vessel to ensure the anchor digs in and the cable is subsequently laid to extend backwards. While approaching the anchoring position the speed of the vessel over ground is brought to zero using engines and helm and at the same point anchor along with the cable is allowed to run out under its own weight”. “Metode ini digunakan di berbagai macam kapal termasuk kapal kecil dan kapal pesiar sampai ke kapal yang lebih besar dengan tonase bervariasi hingga 1,00,000 GT. Prinsip yang diikuti dalam metode ini adalah melepaskan atau membiarkan jangkar tergelincir dengan kabel di bawah beratnya sendiri dari pipa hawse. Bobot pada kabel, daya pengereman alat pengangkat rem angin dan momentum kapal adalah faktor yang harus dikontrol oleh kapal untuk memastikan jangkar menggali dan kabel kemudian diletakkan untuk memperpanjang dengan bergerak mundur. Sementara mendekati posisi berlabuh jangkar, kecepatan kapal dibawa ke nol menggunakan mesin dan kemudi dan pada titik yang sama jangkar bersama dengan kabel dibiarkan habis di bawah beratnya sendiri.

6. Pengertian Hilangnya Jangkar

(Anchor loss) a. Arti Anchor Loss

Dalam buku Anchoring System and Procedures for Large Tankers OCIMF (1982:1), menyatakan bahwa: It is because experienced seamen are losing anchors and or cable,

2363

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

or experiencing windlass damage when anchoring vessels. This indicates that there is a need to consider the anchoring sytems and the application of techniques to assist Master and Owners in a better understanding of the factors involved. Yang memiliki arti bahwa pelaut yang berpengalaman dalam hal kehilangan jangkar dan rantai jangkar atau mengalami kerusakan mesin jangkar ketika akan berlabuh jangkar. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk mempertimbangkan sistem berlabuh jangkar dan menerapkan teknik untuk membantu Nahkoda dan pemilik kapal dalam pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang terlibat. Hilangnya jangkar dapat menyebabkan banyak kerugian, diantaranya kapal tidak dapat berolah gerak dengan baik, tertundanya proses berlabuh jangkar, dan kerugian finansial dalam pencarian maupun penggantian jangkar yang hilang.

b. Sebab-Sebab Hilangnya Jangkar Hilangnya jangkar dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran crew kapal akan pentingnya proses berlabuh jangkar, kurangnya perawatan terhadap peralatan berlabuh jangkar, serta kondisi lingkungan yang tidak memadai dalam kegiatan berlabuh jangkar.

B. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI

A. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah rangkaian cara terstruktur atau sistematis yang digunakan oleh para peneliti dengan tujuan mendapatkan jawaban yang tepat atas apa yang menjadi pertanyaan pada objek penelitian. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menceritakan perincian-perincian data berdasarkan fakta yang ada.

Menurut Sukmadinata (2006), penelitian deksriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada baik fenomena alamiah, ataupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu dapat berupa bentuk, aktivitas karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lain. Penelitian deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dari sifat populasi tertentu dan

2364

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

mempunyai kekhususan untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang menggambarkan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang, mengumpulkan data-data atau informasi untuk disusun kemudian dijelaskan dan dianalisis.

B. Sumber Data

Sumber data yang penulis pergunakan pada penyusunan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumbernya. Data ini dapat berupa opini subyek (orang) secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

2. Sumber Data Sekunder Data sekunder bersifat mendukung dan melengkapi data primer. Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari arsip-arsip atau data-data dari buku-buku yang ada di kapal dan perpustakaan kampus Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang (PIP) yang mempunyai kaitan dengan objek yang diteliti.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang relevan, akurat dan nyata. Masing-masing data memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Oleh karena itu penulis mempergunakan metode pengumpulan data lebih dari satu sehingga data-data yang diperlukan dapat saling melengkapi satu sama lain. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain: 1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Penulis

mengamati dan melihat kemudian mencatat secara langsung pelaksanaan kerja, aktivitas-aktivitas serta masalah-masalah yang terjadi di atas kapal MV. DK 01 untuk memperoleh gambaran-gambaran yang jelas, otentik dan akurat tentang terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake.

2. Wawancara J. Moleong, MA (2004:135),

mendefinisikan bahwa interview sebagai percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dengan metode tersebut penulis mencoba memperoleh data melalui wawancara langsung dengan Perwira kapal dan awak kapal tentang penyebab-penyebab terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake di MV. DK 01.

3. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan metode

pengumpulan berbagai data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam sumber yang terdapat di ruang perpustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen dan lain-lain.

D. Teknis Analisis data

Metode analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penyampaian masalah adalah metode fishbone untuk menggambarkan dan menguraikan objek yang diteliti dan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) untuk menghasilkan perioritas masalah dalam objek yang diteliti. 1. Metode Fishbone Analysis

Teknik dalam penulisan penelitian ini salah satunya peneliti menggunakan teknik analisa fishbone analysis untuk menggambarkan dan menguraikan objek yang diteliti yang dijabarkan dengan menggunakan fishbone diagram (diagram tulang

2365

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

ikan karena bentuknya seperti tulang ikan).

Gambar 2. Fishbone Analysis

2. Metode USG (Urgency, Seriousness, Growth)

Untuk mengetahui prioritas masalah penulis akan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan, caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan perkembangan isu. Isu yang dimiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas, untuk lebih jelasnya: a. Urgency

Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tersebut.

b. Seriousness Seberapa serius isu tersebut

harus dibahas dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dapat dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah yang berdiri sendiri.

c. Growth Seberapa kemungkinan-

kemungkinan isu tersebut menjadi

berkembang dikaitkan dengan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk apabila tidak diatasi akan menimbulkan masalah yang baru dalam jangka panjang.

IV. PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Yang Diteliti

PT. Karya Sumber Energy Shipping Management adalah salah satu perusahaan pelayaran yang sedang berkembang di Indonesia dan memiliki kapal-kapal bertipe bulk carriers dengan ukuran handysize sampai dengan panamax. Dalam operasinya kapal-kapal di perusahan ini mengangkut muatan batu bara (coal) dan klinker (clincer) dalam bentuk curah. MV. DK 01 merupakan kapal tipe bulk carrier dengan ukuran handy-size bulkers yang memiliki 6 palka sebagai ruang muat dan 3 crane yang digunakan untuk memuat dan membongkar muatan di pelabuhan. Kapal milik PT. KYK LINE PTE LTD ini dikelola oleh perusahaan PT. Karya Sumber Energy (KSE). MV. DK 01 memiliki route pelayaran tetap (liner) dalam operasinya mengangkut muatan batu bara (coal) yang dimuat dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagai pelabuhan muat (anchorage area) dan dikirim ke Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jawa Tengah. MV. DK 01 mempunyai 28 orang awak kapal termasuk Nahkoda dan Chief Engineer. Awak kapal terdiri dari 3 orang Officer, 3 orang Engineer, 1 orang Bosun, 3 orang Juru Mudi atau (Quarter Master), 1 orang Mandor (Foreman), 1 orang ahli listrik (Electrician), 3 orang Oiler, 1 orang Koki (Chief Cook) dan 10 orang Cadet (6 deck dan 4 engine). Data kapal secara lengkap (Ship’s Particular) dapat dilihat pada lampiran tabel 4.1 Ship’s Particular.

Jangkar yang digunakan di MV. DK 01 adalah jangkar bertipe stockless

2366

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

anchor dimana jangar tersebut sangat cocok untuk kapal berukuran besar. Jangkar tipe ini sangat efektif karena memiliki tiang jangkar yang dapat bergerak. Rantai jangkar yang digunakan di MV. DK 01 memiliki jumlah total 12 segel dimana panjang setiap segelnya adalah 27,5 meter.

B. Analisa Masalah

Dalam kegiatan berlabuh jangkar terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan agar berjalan dengan baik, yaitu: 1. Persiapan Awal

Berdasarkan pengamatan, persiapan-persiapan berlabuh jangkar yang harus dilaksanakan oleh crew adalah sebagai berikut: a. Memilih tempat untuk berlabuh

jangkar Dalam memilih tempat

berlabuh jangkar terdapat faktor-faktor yang harus diperhitungkan/dipertimbangkan antara lain adalah: 1) Kedalaman perairan; 2) Kebebasan berputarnya kapal; 3) Kondisi perairan; 4) Komunikasi dengan darat.

b. Menentukan jangkar mana yang akan digunakan dan berapa banyaknya rantai jangkar yang akan dikeluarkan

Nahkoda adalah orang yang menentukan jangkar mana yang akan digunakan pada waktu berlabuh jangkar, apakah jangkar kanan (starboard anchor) atau jangkar kiri (port anchor). Untuk menentukan banyaknya rantai jangkar yang akan dikeluarkan tergantung dari keadaan cuaca, jenis dasar laut, kekuatan arus atau angin, lamanya waktu singgah, dan kedalaman air.

c. Memperhatikan kondisi lingkungan sekitar tempat berlabuh jangkar

Observasi harus dilaksanakan dengan menggunakan visual maupun radar dan alat navigasi lainnya untuk mengamati keadaan lingkungan di sekitar tempat yang akan digunakan untuk berlabuh jangkar agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan tidak menganggu lingkaran putar kapal terhadap kapal lain.

d. Menentukan metode berlabuh jangkar yang akan digunakan

Metode berlabuh jangkar ditentukan setelah tim anjungan mempertimbangkan faktor-faktor internal, seperti kondisi mesin jangkar (windlass) dan faktor-faktor eksternal seperti keadaan arus, pasang surut, dll.

e. Persiapan crew kapal dalam bertugas dengan menggunakan alat keselamatan diri (personal protective equipment)

Dalam melaksanakan setiap pekerjaan di atas kapal, seluruh crew kapal harus menggunakan alat-alat keselamatan guna melindungi diri mereka sewaktu melaksanakan pekerjaan, termasuk kegiatan berlabuh jangkar. Alat-alat yang digunakan seperti wearpack, safety shoes, safety helmet, savety gloves, dll.

f. Komunikasi antara crew yang ada di haluan dan di anjungan dengan cara melakukan pengetesan radio

Seorang Perwira kapal khususnya Chief Mate yang mendapatkan mandat atau berwenang dalam standby depan harus benar-benar membiasakan prosedur dalam pelaporan sesuai dengan SMCP (Standard Marine Communition Phrase). Ketika proses penurunan jangkar, Chief Mate memberikan perintah yang jelas kepada tim haluan sesuai dengan perintah Nahkoda di anjungan dan menginformasikan segara kondisi di haluan termasuk

2367

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

posisi dan arah jangkar beserta rantai jangkar saat berlangsungnya proses berlabuh jangkar kepada anjungan.

2. Persiapan Peralatan

a. Mempersiapkan kerja operasi windlass

Mesin jangkar (windlass) merupakan peralatan utama yang digunakan pada saat proses berlabuh jangkar, maka dari itu windlass harus dipersiapkan dengan baik. Karena di MV. DK 01 masih menggunakan sistem pompa hydraulic, maka harus menunggu lubrication oil melakukan sirkulasi di dalam mesin tersebut.

b. Mempersiapkan peralatan windlass

Officer yang bertugas di haluan dan crew kapal harus bekerja sama untuk melepaskan lashing dan bow stopper pada rantai jangkar sebelum dapat dioperasikan, kemudian memeriksa kondisi pipeline mesin windlass tipe hydraulic agar dapat ditindaklanjuti apabila terdapat suatu kebocoran. Selanjutnya adalah memeriksaan rem (brake cleaning) pada saat akan melaksanakan penurunan, brake harus diperiksa terlebih dahulu dan dilakukan uji coba agar brake bisa melakukan pengereman dengan baik.

c. Mempersiapkan anchor day signal Setelah kapal berlabuh jangkar

diwajibkan menaikan sosok benda berbentuk bola hitam di haluan sebagai tanda isyarat visual bahwa kapal sedang berlabuh jangkar.

3. Pelaksanaan Labuh Jangkar

Pelaksanaan berlabuh jangkar dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu

metode letting go ship anchoring method (open brake) dan walk back anchoring method. Pelaksanaan proses berlabuh jangkar pada kedua metode ini sangat bergantung kepada kemampuan mesin jangkar dalam mengontrol laju rantai jangkar. Kapal harus dihentikan lajunya sebelum berlabuh jangkar.

MV. DK 01 mengalami suatu keadaan darurat di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, yaitu jangkar kirinya MV. DK 01 terlepas pada saat berlabuh jangkar dengan cara open brake. Faktor-faktor yang menyebabkan

terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap:

Faktor-faktor yang menyebabkan terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap diteliti dengan menggunakan tiga metode, yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. a. Bedasarkan observasi

1) Faktor internal Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam kapal itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa sumber daya manusia, peralatan mesin jangkar (windlass), dan metode berlabuh jangkar yang digunakan. a) Sumber daya manusia

Manusia sebagai operator pelaksanaan kegiatan berlabuh jangkar mempunyai banyak pengaruh terhadap masalah yang sedang dihadapi. Pengetahuan dan kepedulian sumber daya manusia terhadap

2368

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

peralatan dalam kegiatan berlabuh jangkar merupakan hal yang harus dibenahi. Apabila pengetahuan crew kapal terhadap pentingnya prosedur berlabuh jangkar kurang, akan dapat menimbulkan kesalahan atau bahkan kegagalan proses berlabuh jangkar.

b) Peralatan mesin jangkar (windlass) Kondisi peralatan mesin jangkar yang kurang baik dapat mengakibatkan pengoperasian peralatan yang digunakan tidak berjalan dengan lancar dan bahkan mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena kurangnya perawatan dan pengecekan terhadap peralatan berlabuh jangkar sebelum digunakan. Perawatan rutin bagi setiap peralatan di atas kapal wajib dilakukan guna mengaja kinerja peralatan tersebut agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan prosedur. Setelah dilaksanakan perawatan rutin, perlu adanya pengecekan peralatan setiap akan digunakan agar pada saat dipergunakan peralatan ini dapat bekerja dengan lancar.

c) Metode berlabuh jangkar Permasalahan yang terjadi ketika proses berlabuh jangkar sedang berlangsung juga disebabkan oleh kesalahan operasional, yaitu pelaksanaan proses

berlabuh jangkar yang tidak sesuai dengan prosedur dengan mempertimbangkan segala faktor dan kondisi lingkungan yang cocok terhadap metode berlabuh jangkar yang digunakan, seperti keadaan arus, kedalaman laut, jenis dasar laut, dan kecepatan kapal pada saat proses berlabuh jangkar sedang dilaksanakan. Apabila kecepatan yang digunakan terlalu besar akan membuat jangkar yang diturunkan dengan menggunakan metode letting go ship anchoring method (open brake) di MV. DK 01 tertarik oleh arus dan menyebabkan jangkar terus tergelincir sampai semua rantai jangkar habis dan pada akhirnya rantai jangkar pun terlepas dan keluar dari ulup jangkar.

2) Faktor eksternal Faktor eksternal merupakan semua faktor penyebab terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap yang berasal dari luar kapal, seperti: a) Keadaan arus

Apabila arus terlalu kuat lebih baik menghindari berlabuh jangkar dengan menggunakan metode open brake karena jangkar yang seharusnya bisa menahan kapal tidak akan kuat melawan arus dan dapat menyebabkan jangkar terlepas.

2369

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

b) Kedalaman laut

Apabila jangkar dilabuhkan tepat pada laut yang dalam, maka jangkar tidak akan sampai ke dasar laut dan hal ini dapat menimbulkan resiko jangkar beserta rantainya tidak akan kuat menahan beban jangkar itu sendiri beserta rantainya karena terlalu banyak diturunkan sehingga dapat menyebabkan jangkar terlepas.

c) Jenis dasar laut Untuk mencapai kekuatan terbaik dalam kegiatan berlabuh jangkar perlu dipastikan bahwa rantai jangkar dan arah jangkar tetap dalam posisi horizontal di dasar laut dengan kondisi keadaan tanah yang cukup baik. Jenis dasar laut mempengaruhi daya cengkeram jangkar pada saat jangkar menggaruk dasar perairan.

b. Berdasarkan wawancara Penulis membandingkan

hasil observasi dengan wawancara bersama narasumber, yaitu Nahkoda sebagai pemimpin dan penanggung jawab di atas kapal, Mualim I sebagai perwira yang bertanggung jawab di haluan, serta Mualim II sebagai perwira yang bertugas di anjungan bersama dengan Nahkoda.

Upaya yang perlu dilakukan setelah

terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake agar proses berlabuh

jangkar dapat dilaksanakan dengan baik a. Tindakan pencegahan oleh crew

kapal Tindakan awal yang dilakukan

oleh crew kapal khususnya Second Officer setelah jangkar kiri terlepas adalah segera memplotting posisi jatuhnya jangkar kiri tersebut pada peta untuk mencegah hilangnya jangkar kiri yang terlepas itu. Setelah kapal benar-benar berhenti melaju, Nahkoda segera memberikan perintah untuk menurunkan jangkar kanan menggunakan metode walk back secara perlahan menggunakan rem agar tidak terjadi hal yang sama dengan jangkar kiri.

b. Bantuan dari pihak luar Bantuan yang diberikan dari

pihak luar berupa pengiriman tim penyelam untuk mencari jangkar yang hilang. Pencarian jangkar yang terlepas dilaksanakan selama 4 hari dengan menggunakan perahu dan ceruk besi yang dijatuhkan ke laut dan kemudian diseret dengan perahu. Jika dalam pengerukan tersebut terdapat benda yang tersangkut oleh ceruk, maka penyelam akan terjun ke laut untuk memastikan apakah benda yang tersangkut itu adalah jangkar kiri MV. DK 01 yang terlepas.

c. Upaya dan strategi yang dilakukan agar proses berlabuh jangkar dengan cara open brake dapat berjalan dengan aman sesuai dengan prosedur

Upaya yang dilakukan oleh crew kapal agar proses berlabuh jangkar dengan cara open brake dapat berjalan dengan aman adalah dengan mengevaluasi faktor-faktor penyebab terlepasnya jangkar kiri pada saat

2370

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

open brake, melaksanakan perawatan rutin dan pengecekan terhadap peralatan berlabuh jangkar sebelum digunakan, serta selalu memperhatikan dan menjalankan prosedur kerja yang sesuai sehingga kejadian terlepasnya jangkar kiri tidak akan terulang kembali.

C. Pembahasan Masalah

Penulis menggunakan dua metode/teknik analisis data yang terdiri dari metode fishbone analysis (metode analisa tulang ikan) untuk mencari faktor-faktor penyebab terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap dan metode Urgent, Seriously, and Growth (USG) sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dengan menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.

Tabel 1. Garis besar isi permasalahan dalam

diagram fishbone analysis

Tabel tersebut menunjukan bahwa

penyebab terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap yaitu faktor man (manusia), method (metode), machine (mesin) dan environmental (lingkungan).

1. Man (manusia) a. Kurangnya kesadaran dan

pengetahuan crew kapal tentang kegiatan berlabuh jangkar

Semua crew kapal wajib mengetahui tugas yang harus dilaksanakan dalam kegiatan berlabuh jangkar agar persiapan yang dilaksanakan matang dan sesuai dengan prosedur yang ada. Namun pada kenyataannya, masih terdapat crew di MV. DK 01 yang kurang mengetahui persiapan yang dilakukan sehingga kegiatan berlabuh jangkar tidak maksimal.

b. Kurang teliti dalam pelaksanaan kegiatan berlabuh jangkar

Nahkoda yang tidak memperhatikan kecepatan kapal pada saat memberikan perintah untuk melego jangkar kiri. Kecepatan kapal harus dibuat seminimal mungkin bahkan harus berhenti melaju agar pada saat jangkar diturunkan, rantai jangkar tersebut tidak terbawa oleh kapal dan apabila stopper dan canvas brake tidak kuat menahan laju turunnya rantai jangkar maka akan berakibat rantai jangkar terlepas dari kapal.

c. Kelalaian saat berjaga Mualim I sebagai

penanggungjawab dan komando tim haluan tidak berada di haluan pada saat kejadian. Hal tersebut merupakan sebuah kesalahan. Tugas dan tanggung jawab Mualim I pada saat itu dibebankan kepada Bosun, ABK, dan cadet deck yang berada di haluan, sehingga pelaksanaan proses berlabuh jangkar tidak mendapat perhatian dan prosedur yang baik dari seorang Perwira kapal.

2. Method (metode)

Pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, MV. DK 01

Faktor yang diamati Masalah yang terjadi

Man (manusia)

1. Kurangnya kesadaran crew kapal

2. Kurang teliti dalam pelaksanaan

3. Kelalaian saat berjaga

Method (metode)

1. Pelaksanaan metode tidak efektif

2. Pelaksanaan tidak sesuai prosedur yang ada

Machine (mesin) 1. Kinerja dari mesin windlass

Environtment (lingkungan)

1. Keadaan laut 2. Kedalaman laut 3. Jenis dasar laut

2371

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

menggunakan metode open brake atau letting go ship anchoring method, jangkar diturunkan dan dibiarkan tergelincir tanpa rem sampai jangkar tersebut menyentuh dasar perairan. Tetapi jangkar kiri yang dilego MV. DK 01 terlepas karena pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur yang ada sehingga tidak efektif. a. Pemilihan metode yang tidak

efektif Metode yang digunakan dinilai

tidak efektif karena pada saat berlangsungnya kegiatan labuh jangkar, tidak memperhatikan faktor yang mendukungnya, seperti dalamnya perairan melebihi syarat kedalaman dimana suatu kapal bisa menggunakan metode open brake (25 meter), keadaan arus dimana kekuatan dan kecepatan arus sangat besar, serta jenis dasar laut yang tidak cocok dengan tipe jangkar di MV. DK 01 (stockless anchor).

b. Pelaksanaan kegiatan berlabuh jangkar tidak sesuai dengan prosedur yang ada

Jangkar kiri dilego pada saat kapal masih dalam kecepatan 4 knots. Hal ini mengakibatkan rantai jangkar tertarik arus yang kuat. Kecepatan kapal yang bergerak melawan arus membuat jangkar tergelincir sangat cepat sehingga canvas brake tidak dapat menahan laju rantai jangkar dan akhirnya jangkar kiri tersebut terlepas.

3. Machine (mesin)

Kinerja sebuah mesin ditentukan oleh perawatan dan pengecekan yang dilakukan sebelum mesin tersebut bekerja. Mesin jangkar (windlass) di atas MV. DK 01 jarang mendapatkan perawatan dan jarang dilakukan pengecekan sebelum digunakan.

a. Kurangnya perawatan terhadap mesin jangkar (windlass)

Mesin jangkar di atas MV. DK 01 jarang mendapatkan perawatan sehingga kinerjanya pun terpengaruhi oleh masalah-masalah yang ada, seperti kondisi canvas brake yang sudah tipis sehingga kemampuan pengereman mesin jangkar menjadi sangat kurang.

b. Tidak adanya pengecekan sebelum pelaksanaan lego jangkar

Pengecekan terhadap mesin jangkar sebelum mesin tersebut digunakan harus dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa mesin jangkar dapat bekerja dengan baik sehingga pada saat pelaksanaan lego jangkar tidak terjadi suatu maslaah (trouble). Pada saat persiapan proses belabuh jangkar, Chief Officer sebagai pemimpin tim haluan tidak memerintahkan crew kapal yang bertugas di haluan untuk melaksanakan pengecekan mesin jangkar terlebih dahulu.

4. Environtment (lingkungan)

Kondisi lingungan tidak dapat diatur sedemikian rupa, akan tetapi Nahkoda sebagai pemimpin di atas kapal dapat memprediksi dan mempertimbangkan keadaan lingkungan di sekitar tempat berlabuh jangkar sebelum melaksanakan proses berlabuh jangkar. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain: a. Keadaan arus

Semakin besar kekuatan arus dan kecepatan arus maka rantai jangkar yang diturunkan akan semakin cepat tertarik oleh arus. Akibatnya jangkar akan tergelincir lebih cepat dan dapat menyebabkan jangkar terlepas.

2372

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

b. Kedalaman laut Semakin dalam laut maka akan semakin panjang rantai jangkar yang harus diarea. Dalamnya lautan menyebabkan canvas brake tidak dapat menahan beban berat jangkar beserta rantainya sehingga jangkar akan terus terjatuh menuju ke dasar perairan sampai pada jumlah rantai jangkar yang dapat digunakan.

c. Jenis dasar laut Dasar laut yang landai akan memperkecil kekuatan cengkram sebuah jangkar. Daya cengkram jangkar yang tidak optimal akan mengaibatkan jangkar tidak dapat menggaruk permukaan dan menyebabkan laju kapal tidak dapat tertahan oleh jangkar, sehingga rantai jangkar akan terus tergelincir.

Setelah mengetahui faktor penyebab dari terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, selanjutnya dilakukan analisa terhadap permasalahan-permasalahan yang telah digambarkan pada kronologis diagram fishbone menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) untuk mengetahui tingkat berbahayanya suatu kejadian sebagai berikut: Masalah A : Kurangnya kesadaran

crew kapal akan pentingnya proses berlabuh jangkar, crew kapal kurang teliti dan sering lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya pada waktu berdinas jaga.

Masalah B : Pemilihan metode yang kurang efektif dan pelaksanaan proses yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada sehingga mengakibatkan proses berlabuh jangkar

tidak dapat berjalan dengan baik.

Masalah C : Kurangnya perawatan dan pengecekan terhadap peralatan berlabuh jangkar/mesin jangkar (windlass) sehingga dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada saat pengoperasiannya.

Masalah D : Kondisi lingkungan yang tidak mendukung dalam pelaksanaan proses berlabuh jangkar dapat mempersulit jalannya kegiatan tersebut bahkan dapat mengakibatkan suatu kegagalan.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, selanjutnya masalah tersebut dianalisa dengan menggunakan metode USG sehingga didapatkan prioritas masalah yang harus mendapatkan perhatian secara khusus dalam pelaksanaan proses berlabuh jangkar dengan cara open brake agar dapat berjalan secara efektif.

Tabel 2. Penilaian Prioritas Masalah

2373

Terlepasnya Jangkar Kiri Pada Saat Berlabuh Jangkar Di Anchorage Area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Priyangga Aji Nugrohoa, Moh. Aziz Rohmanb dan Nur Rohmahc

Dari tabel di atas didapatkan skala

perbandingan dari tiap-tiap masalah yang dianggap prioritas yang harus segera dipecahkan. Berdasarkan tingkat bahaya suatu kejadian yang pernah dialami yaitu: Masalah A : Kurangnya kesadaran crew

kapal akan pentingnya proses berlabuh jangkar, crew kapal kurang teliti dan sering lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya pada waktu berdinas jaga.

Upaya yang dilaksanakan setelah

terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake di MV. DK 01 agar proses berlabuh jangkar dapat dilaksanakan dengan baik adalah sebagai berikut: a. Second Officer sebagai perwira yang

bertanggungjawab terhadap navigasi di MV. DK 01 langsung memplotting posisi jangkar kiri yang terjatuh untuk menghindari jangkar kiri tersebut hilang.

b. Nahkoda sebagai pemimpin kapal langsung mengambil kebijakan untuk menggunakan jangkar kanan dalam proses labuh jangkar dengan metode yang berbeda, yaitu walk back ship anchoring method dimana jangkar kanan diturunkan dengan hati-hati menggunakan rem untuk menghindari kejadian yang sama.

c. Setelah proses berlabuh jangkar selesai, pihak kapal langsung memberitahukan kejadian tersebut kepada perusahaan dengan menerbitkan laporan hilangnya jangkar kiri. Pihak perusahaan mengirimkan regu penyelam untuk mencari jangkar kiri yang hilang tersebut. Pencarian jangkar dilaksanakan dalam waktu 4 hari dengan menggunakan sebuah ceruk besi yang ditarik oleh sebuah perahu. Pada saat ceruk besi tersebut menggaruk benda pada dasar perairan

maka tim penyelam akan terjun ke bawah untuk memastikan bahwa benda tersebut adalah jangkar kiri yang hilang. Setelah ditemukan, rantai jangkar dikaitkan dengan menggunakan tali tross dan ditarik oleh mesin jangkar (windlass). Mandor bersama dengan Chief Engineer masuk ke dalam chain locker dan mengelas rumah keong untuk mengikat ujung rantai jangkar. Jangkar dipasang dengan posisi seperti semula.

Gambar 3. Proses Pencarian dan Pemasangan Jangkar Kiri MV. DK 01

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, yaitu kurangnya kesadaran crew kapal akan pentingnya proses berlabuh jangkar, pemilihan metode berlabuh jangkar yang kurang efektif dan pelaksanaan proses berlabuh jangkar yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada, kurangnya perawatan dan pengecekan terhadap peralatan berlabuh jangkar/mesin jangkar (windlass), kondisi lingkungan yang tidak mendukung dalam pelaksanaan proses berlabuh jangkar.

2374

Jurnal Dinamika Bahari Vol. 9 No. 2 Edisi Mei 2019

2. Upaya yang perlu dilakukan setelah terlepasnya jangkar kiri pada saat open brake agar proses berlabuh jangkar dapat dilaksanakan dengan baik adalah Second Officer sebagai perwira yang bertanggungjawab terhadap navigasi di MV. DK 01 langsung memplotting posisi jangkar kiri yang terjatuh untuk menghindari jangkar kiri tersebut hilang dan Nahkoda sebagai pemimpin kapal langsung mengambil kebijakan untuk menggunakan jangkar kanan dalam proses labuh jangkar dengan metode yang berbeda, yaitu walk back ship anchoring method dimana jangkar kanan diturunkan dengan hati-hati menggunakan rem untuk menghindari kejadian yang sama.

B. Saran

1. Untuk mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan terlepasnya jangkar kiri pada saat berlabuh jangkar di anchorage area Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap sebaiknya Nahkoda memberikan pemahaman dan pengawasan tentang tugas dan tanggung jawab masing-masing crew dalam kegiatan labuh jangkar, menentukan metode berlabuh jangkar yang efektif dan pelaksanaan labuh jangkar harus sesuai dengan prosedur agar proses berlabuh jangkar dapat berjalan dengan baik, memerintahkan seluruh crew kapal untuk melaksanakan perawatan rutin dan pengecekan terhadap peralatan berlabuh jangkar tersebut secara berkala serta selalu memperhitungkan kondisi lingkungan terlebih dahulu sebelum melaksanakan proses berlabuh jangkar agar dapat disesuaikan dengan metode labuh jangkar yang akan digunakan.

2. Pada saat Second Officer mem-plotting posisi jangkar yang terjatuh sebaiknya dilakukan secara cepat untuk mencegah jangkar kiri tersebut hilang dan untuk pelaksanaan labuh

jangkar di kemudian hari sebaiknya Nahkoda memperhatikan kembali kecepatan kapal pada saat melaksanakan proses labuh jangkar.

DAFTAR PUSTAKA

Purwantomo, Agus Hadi. 2018. Mengolah Gerak Kapal. Semarang: Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang

______________. 2018. Prosedur Darurat dan SAR. Semarang: Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang

Komarudin. 2001. Ensiklopedia Manajemen Edisi IX. Jakarta: Bumi Aksara

Hasan, Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka

L. Gaol, Jimmy. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: PT Gramedia

OCIMF. 1982. Anchoring Systems and Procedures Large Tankers 1st Edition, Witherby & Co. Ltd for and on behalf of OCIMF

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Graha Aksara

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

2375