Pikiran Rakyat -...

3
27 OSep Pikiran Rakyat . Selasa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat 4 5 6 7 8 9 10 11 20 21 22 23 24 25 26 o Mar OApr o Me; OJun OJul 0 Ags o Sabtu 0 Minggu 13 14 15 16 28 29 30 31 o Okt ONov ODes PasarKueBuahbatu - -, P UKUL lima pagi, ketika jalan masih lengang, buaya- buaya mungil berwarna kuning itu mulai berda- tangan ke Buahbatu, Kota Bandung. Kemudian, me- reka berbaris rapi dan "mengambil sikap" serupa: i ekor melingkar nyaris me- nyentuh moncong. Segera saja, orang-orang meriung. Ada yang sekadar melihat- lihat, ada pula yang meme- gang --bahkan membolak- balik-- tubuh buaya-buaya itu. Mereka yang benar-benar berminat boleh mengambil dan membawanya pulang. Lbo? Jangan salah sangka dulu. Buaya-buaya di Buahbatu itu tidak seganas buaya rawa. Mereka juga tidak serakus buaya-buaya lain yang kabarnya banyak berkeliaran di negeri kita ini. Buaya di pinggir jalan itu tidak menerkam manusia. Justru sebaliknya, mereka diburu banyak orang untuk kemudian dimakan. "Rasanya? Mmm," begitu kata salah se-, orangpembelisambilmenyapukan lidahdanmenyipitkanmata. ' Buaya adalah salah satu nama roti. Bentuknya memang menjiplak binatang melata itu. Roti buaya bukan jenis roti empuk. Ia sedikit kenyal dengan bagian perut yang diisi coklat atau keju. Menurut sang pembuat, Retfa Satriani (42), kombinasi itulah yang membuat roti buaya lezat disantap, apalagi ditemani secangkir kopi atau teh manis. Roti buaya hanyalah salah satu jenis roti yang dijajakan di Pasar Kue Buahbatu. Retfa menjajakannya sejak dua tahun lalu. Enam bulan belakangan, roti itu laris manis. Ba- rangkali, pamomya ikut terangkat seiring kasus perseteruan antara dua institusi hukum di Indonesia yang membawa-bawa nama binatang ini. Alasan lain yang bisa diterima adalah harganya yang amat murah. Seekor buaya dijual Rp 5.000 saja. Selain Retfa, ada puluhan pembuat roti lain yang beIjualan di pasar kue tersebut. Roti dan kue yang dijajakan di sana beratus jenis. Ada roti kura-kura, kue lumpur, kue mar- mer, pastel, pisang keju, bolu, brownies, dan sebagainya. Harga satuannya, mulaidari Rp 800 hingga Rp 60.000. Oh iya, bermacamjenis "hutan hitam" alias blackforestun- tuk keperluan ulang tahun pun tersedia di sana. Hampir semua pembuat roti di pasar kue itu juga merupakan pemasok di berbagai toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis de- ngan roti yang merekajajakan di pinggir Jalan Buahbatu. Yang berbeda, tentu saja harganya. Kue marmer, misalnya. Ketika dipajang di etalase toko, kue itu dijual de- ngan harga Rp 60.000. Padahal, di Pasar Kue Buahbatu, kue itu dijual dengan harga hanya Rp 40.000. Boleh dikata, para pedagang di pasar kue itu menjual kue-kue kelas bintang lima dengan harga kaki lima. Itulah mengapa kian harijumlah pengunjung pasar itu kian banyak, apalagi pada akhir pekan. ** - -

Transcript of Pikiran Rakyat -...

Page 1: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/pikiranrakyat...toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis

27

OSep

Pikiran Rakyat. Selasa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat

4 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26

oMar OApr o Me; OJun OJul 0 Ags

o Sabtu 0 Minggu13 14 15 16

28 29 30 31

o Okt ONov ODes

PasarKueBuahbatu

- -,

P UKUL lima pagi,ketika jalan masihlengang, buaya-

buaya mungil berwarnakuning itu mulai berda-tangan ke Buahbatu, KotaBandung. Kemudian, me-reka berbaris rapi dan"mengambil sikap" serupa: i

ekor melingkar nyaris me-nyentuh moncong. Segerasaja, orang-orang meriung.Ada yang sekadar melihat-lihat, ada pula yang meme-gang --bahkan membolak-

balik-- tubuh buaya-buaya itu. Mereka yang benar-benar berminat boleh mengambildan membawanya pulang. Lbo?

Jangan salah sangka dulu. Buaya-buaya di Buahbatu itu tidak seganas buaya rawa.Mereka juga tidak serakus buaya-buaya lain yang kabarnya banyak berkeliaran di negerikita ini. Buaya di pinggir jalan itu tidak menerkam manusia. Justru sebaliknya, merekadiburu banyak orang untuk kemudian dimakan. "Rasanya? Mmm," begitu kata salah se-,orangpembelisambilmenyapukanlidahdanmenyipitkanmata. '

Buaya adalah salah satu nama roti. Bentuknya memang menjiplak binatang melataitu. Roti buaya bukan jenis roti empuk. Ia sedikit kenyal dengan bagian perut yang diisicoklat atau keju. Menurut sang pembuat, Retfa Satriani (42), kombinasi itulah yangmembuat roti buaya lezat disantap, apalagi ditemani secangkir kopi atau teh manis.

Roti buaya hanyalah salah satu jenis roti yang dijajakan di Pasar Kue Buahbatu. Retfamenjajakannya sejak dua tahun lalu. Enam bulan belakangan, roti itu laris manis. Ba-rangkali, pamomya ikut terangkat seiring kasus perseteruan antara dua institusi hukumdi Indonesia yang membawa-bawa nama binatang ini. Alasan lain yang bisa diterimaadalah harganya yang amat murah. Seekor buaya dijual Rp 5.000 saja.

Selain Retfa, ada puluhan pembuat roti lain yang beIjualan di pasar kue tersebut. Rotidan kue yang dijajakan di sana beratus jenis. Ada roti kura-kura, kue lumpur, kue mar-mer, pastel, pisang keju, bolu, brownies, dan sebagainya. Harga satuannya, mulaidariRp 800 hingga Rp 60.000. Oh iya, bermacamjenis "hutan hitam" alias blackforestun-tuk keperluan ulang tahun pun tersedia di sana.

Hampir semua pembuat roti di pasar kue itu juga merupakan pemasok di berbagaitoko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis de-ngan roti yang merekajajakan di pinggir Jalan Buahbatu. Yang berbeda, tentu sajaharganya. Kue marmer, misalnya. Ketika dipajang di etalase toko, kue itu dijual de-ngan harga Rp 60.000. Padahal, di Pasar Kue Buahbatu, kue itu dijual dengan hargahanya Rp 40.000.

Boleh dikata, para pedagang di pasar kue itu menjual kue-kue kelas bintang limadengan harga kaki lima. Itulah mengapa kian harijumlah pengunjung pasar itu kianbanyak, apalagi pada akhir pekan. **

--

Page 2: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/pikiranrakyat...toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis

PASAR kue itu berlokasi di areal sepanjang tujuh puluh meter, di halaman be-kas toko swalayan "Trina". Sekujur bangunan itu, kini, tak lagi berpenghuni, ke-cuali satu bidang keeil di ujung utara yang ditempati gerai makanan cepat saji asalAmerika. Setelah "Trina" mati, bangunan itu ditempati oleh "Top" kemudian "He-ro". Swalayan terakhir itu pun terpaksa tutup sejak lebih dari setahun lalu.

Orang paling tepat untuk diajak bicara mengenai kelahiran pasar kue itu ada-lah Trie Sumarno (48). Betapa tidak, pembuat kue asal Babakan Ciparay, KotaBandung itu memang salah seorang bidannya. Pada 2004, bersama dua pembu-at kue lainnya, ia meminta izin pada manajemen swalayan Top untuk memin-jam halaman mereka pada pagi hari saja. Mulanya, hanya dijadikan tempatkencan. 'Waktu itu, barn ada tiga pembuat kue dan belasan pengecer yangmembeli untuk kemudian menjualnya lagi," ungkap Trie ketika ditemui, Jumat(8/1) lalu.

Belakangan, tidak hanya pengeeer yang datang membeli. Warga sekitaryang tahu keberadaan pasar anyar itu mulai rajin datang. Tak membutuhkanwaktu yang lama, berita tentang murahnya harga roti-roti lezat di Buahbatuitu menyebar dari mulut ke mulut. Pengunjung berdatangan dari segenappenjuru Kota Bandung. Ada yang datang untuk membeli beberapa biji kuesaja, ada pula yang berkunjung untuk benar-benar berbelanja.

Ada gula ada semut. Jumlah pedagang pun terns membengkak. Kini, seti-daknya terdapat enam puluh pedagang yang berjualan di ~ana. Dari seka-dar lesehan, kini terdapat meja-meja kayu tempat memajang roti dan kue.Produknya pun meluas. Tak hanya roti atau kue. Tercatat setidaknya tiga

~g~g -;enjajakan nas~uk-pauknya. "Para pembuatkue di sini kan juga butuh sarapan. Kita saling melengkapi sa-ja. Mengalir," ucap Trie, enteng.

Keramaian pasar kue itu agaknya menarik minat banyakpembuat kue yang belum bergabung. Dalam seminggu, Trie(yang dipercayai rekan-rekannya menjadi koordinator) bisamenerima tiga tamu yang meminta izin membuka 1apak barn.Memang, masih ada ruang kosong yang bisa digunakan duahingga tiga pedagang barn. Namun, Trie tidak mau gegabahmemberi izin.

Ada aturan main yang harus dipatuhi. Pembuat roti yang in-gin berjualan di pasar itu harus memiliki produk berbeda darisemua roti dan kue yang sudah ada. Hal ini dilakukan untukmenjaga keberlangsungan usaha produsen produk serupayang te1ah ter1ebih dulu ada di pasar. "Sebagai pedagang ber-modal menengah ke bawah, kesepakatan semacam ini pentingartinya," ujar Trie. **

MFSKI terlihat tumbuh pesat dalam enam tahun usianya,para pedagang di pasar kue itu sesungguhnya menyimpan ke-gelisahan. Lokasi berjualan yang masih berstatus pinjamanmembuat para penghuni waswas. "Selama ini, kami bisa ber-tahan semata karena kebaikan hati penge101agedung. Sewak-tu-waktu, kalau memang halaman dibutuhkan yang punya, yakami harus pergi," kata Waway Agustaman (50), pengurns pa-guyuban pedagang.

Atas nama pedagang, pengurus te1ah beberapa kali me-nyampaikan kekhawatiran tersebut

kepadapemerintah kota. Mereka ingin mempero1eh jaminan lokasiberjualan sehingga dapat beraktivitas dengan tenang. Kalau-pun tidak bisa di tempat yang sekarang mereka gunakan, me-reka ingin lokasi barn itu ada di sepanjang Jalan Buahbatu.Jalan ini dipandang strategis dan sudah dikenal masyarakat1uas. Namun hingga hari ini, aspirasi itu be1um bero1eh tang-gapan.

Pakar ekonomi Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti ber-pendapat, kehadiran Pasar Kue Buahbatu mewakili keinginanprodusen kelas menengah ke bawah di masyarakat yang mem-butuhkan ruang luas untuk berekspresi. Oleh karena itu, pe-merintah wajib memberikan dukungan. Bisa dalam bentukyang sederhana, seperti penataan desain pasar, atau yang Ie-bih serius dengan menggaransi lokasi berjualan. Saran yangdia sodorkan adalah mempromosikan pusat aktivitas parapembuat kue itu sebagai keunikan kota.

"Bandung itu kota kuliner. Banyak tempat menarik di siangdan malam hari. Akan tetapi, masih sedikit kan tempat mena-rik saat subuh? Pasar ini bisajadi andalan karena berbeda daripasar-pasar lainnya," tutur Rina. (Ag. Tri Joko Her Ria-

diCPR")*:: ~ _ = _

Page 3: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/pikiranrakyat...toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis

OiPasarKue,MerekaMe/awan

"p ERlAWANAN" bisa tumbuh di mana saja. Di pa-

sar kue sekalipun. Menyimak sejarah kelahiran Pa-sar Kue Buahbatu, aroma "perlawanan" amat kental

terasa. Dengan membuat pasar, para pembuat kue bermodalmenengah ke bawah berhasil memotong ketergantunganpenghasilan mereJ<aterhadap toka-toko besar yang menjual-kan produk-produk mereka.

Selama ini, toka-toko besar hanya mau menggunakan sistemkonsinyasi (titipan) dalam menjualkan kue dan roti para pema-sok. Artihya, toko hanya membayar barang yang terjual. Se-mentara, barang yang tak laku dikembalikan ke pembuatnya.Sistem itu acap kali merugikan produsen.

Asep Kurnia (45), salah.seorang pembuat kue, mengaku, de-ngan sistem konsinyasi, dirinya selalu kesulitan memperhitung-kan untung-rugi. Apalagi untuk kue-kue yang berumur pendek.'Tak jarang, banyak kue yang tak laku. Saat dikembalikan, roti-roti itu sudah basi. Tak bisa diapa-apakan lagi kan?" ujar-nya.

Persoalan lain adalah ketidakkon-sistenan beberapa toko