Pikiran Rakyat -...

2
o Sabtu o Selasa • Rabu Pikiran Rakyat o Kamis o Jumat o Minggu 4 5~ 20 CW 7 22 8 23 10 11 24 25 26 12 13 27 28 14 15 29 30 ONov o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt Oleh DJASEPUDIN T AJUK rencana Pikiran Rakyat (19/12) berha- rap, konferensi intern a- sional (KIBS II) akan mampu menyusun acuan (roadmap) kebudayaan yang lebih realistis dalam memetakan strategi revi- talisasi kebudayaan Sunda. Kita tahu, tajuk rencana adalah inti pesan dalam suatu media yang disampaikan redaksi majalah atau koran. Pelbagai sudut pan- dang dengan penuh perhitung- an terus disuarakan. Dalam ta- juk rencana, fakta dan pendapat diadumaniskeun sebagai salah satu cara mencari jalan keluar untuk kemaslahatan bersama. Jelas, keberpihakan media kepada kebudayaan Sunda tam- pak nyata. Di tengah dinamika ideologi,politik,ekonomi, sosial, pertahanan, dan keamanan na- sional sedang memanas, Pikir- an Rakyat dengan gagah me- milih isu kesundaan sebagai pu- sat bahasa'n. Masih di hari yang sama (19/12), dalam rubrikopi- ni, Atep Kurnia menegaskan hal yang sama dengan judul Global- isasi Sunda, melanjutkan ba- hasan Chaedar Alwasilah (14/12) Menyongsong KIBS 2. Sebagaimasyarakat yang tinggal di tatar Sunda, saya hendakja- bung tumalapung alias hendak sumbang cerita berdasarkan temuan di lapangan dan kepus- takaan dari pelbagai buku dan se'umlah media. =~~~-~= Pendokumentasian . data kesundaan dari media massa dan fenomena di masya- rakat merupakan salah satu upaya dalam melawan penyakit lupa bu[1aya. Kearifan Sunda mengatakan uyah mah tara tl~~Ska luhur (laku tidak patut anak karena teladan orang tua yang buruk), Ada pula cai di hilir mah kuma- ha ti girangna (sikap masya- rakat bergantung pada pe- mimpinnya). Dengan kata lain,jika menga- takan kaum muda Sunda me- ninggalkan kebudayaan Sunda, yang pertama untuk mengkaji diri sendiri adalah generasi tua. Mungkin ada yang salah dalam melangkah. Jika pun sudah ada usaha pewarisan mungkin ada yang mandek di tengah jalan. Mungkin pula rupa warna pe- warisan tu tidak diberikan den- gan cara-cara yang menarik dan elegan. Sebab, yang biasa terja- di, jika ada anak muda yang melakukan sedikit saja revital- isasi secepat kilat dicarawad-di- naha-naha atau dipermasa- lahkan oleh generasi konser- vatif. Jurang dalam generasi muda dan generasi tua memang kerap jadi pangkal persoalan, Mem- bincangkan muda tua memang kurang elegan. Usia mungkin muda tetapi cara memandang . kebudayaan kerap pakai cara- cara zaman purba. Sebaliknya, meskipun kulit kian mengerut dan rambut penuh dengan uban, tetapi cara melihat per- soalan selalu mengikuti perkem- bangan zaman. Polemik hak hidup undak-usuk basa Sunda, wayang golekmodem, kelahiran Kllplng Humas Onpad 2011 Sunda Memhutuhl~an D ta .----~----.:......::. sajak Sunda, atau yang teranyar banjirnya fiksimini Sunda da- lam Facebook dapat dijadikan cermin melihat hal tersebut. Dalam tataran ini, meles- tarikan dan menumbuhkem- bangkan kesundaan itu mesti hati-hati, teliti, dan melarapkan strategi. Tak elok pula buru-bu- ru menuduh kaum muda Sunda meninggalkan jati diri Sunda. Tidak bijak juga menganggap urang Sunda bila berada di kota dan di desa meninggalkan ba- hasa dan budaya Sunda. Dan yang mesti selalu diingat, baha- sa, kesenian, atau kebudayaan dalam arti luas mesti berjalan beIjalin-berkelindan dengan pelbagai bidang. Ekonomi Tak percaya? Beberapa ming- gu yang lalu saya berknnjung ke wilayah .Parung dan Ciseeng, Bogor. Di sana saya didampingi Andi Taufan Garuda Putra. Pe- muda berdarah Makassar alum- nus SBM-ITBini adalah pendiri sekaligus pemimpin Amartha Microfinance, lembaga yang membantu masyarakat prase- jahtera, khususnya perempuan desa. Wilayah kerja yang di- garap adalah Kecamatan Ci- seeng. Di pelosok desa yang umumnya berprofesi petani, pedagang, dan buruh serabutan itu, Amartha Microfinance mengembangkan ekonomi ke- rakyatan yang sangat terjangkau dan disukai masyarakat. Ang- gota Amartha Microfinance le- bih dari seribu orang. Di bank konvensional dan syariah mana pun saya'belum menyaksikan nasabaJi: mena- bung dengan jurnlah lima ratus rupiah. Akan tetapi, di Amartha Microfinance, ibu-ibu yang me- nabung Rp 500, Rp 1.000, atau Rp 2.500 bukanlah barang lang- ka. Nasabah desa itu kini bisa menghindari jeratan rentenir yang sebelumnya melilit warga di pakulonan Bogor. Komunikasi yang digunakan mereka adalah basa Sunda khas Bogor.Untuk menghormati me- reka, saya menggunakan basa Sunda khas Bandung dengan undak usuk basa Sunda. Saya mengatakan, "Abdi mah teu ga-

Transcript of Pikiran Rakyat -...

Page 1: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/pikiranrakyat... · duh nanaon, Bu. Dongkapna kadieu oge seja manjangkeun duduluran." Sontak Eful,

o Sabtuo Selasa • Rabu

Pikiran Rakyato Kamis o Jumat o Minggu

4 5~20 CW

722

823

10 1124 25 26

12 1327 28

14 1529 30

ONovoMar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt

Oleh DJASEPUDIN

TAJUK rencana PikiranRakyat (19/12) berha-rap, konferensi intern a-

sional (KIBS II) akan mampumenyusun acuan (roadmap)kebudayaan yang lebih realistisdalam memetakan strategi revi-talisasi kebudayaan Sunda. Kitatahu, tajuk rencana adalah intipesan dalam suatu media yangdisampaikan redaksi majalahatau koran. Pelbagai sudut pan-dang dengan penuh perhitung-an terus disuarakan. Dalam ta-juk rencana, fakta dan pendapatdiadumaniskeun sebagai salahsatu cara mencari jalan keluaruntuk kemaslahatan bersama.J elas, keberpihakan media

kepada kebudayaan Sunda tam-pak nyata. Di tengah dinamikaideologi, politik, ekonomi, sosial,pertahanan, dan keamanan na-sional sedang memanas, Pikir-an Rakyat dengan gagah me-milih isu kesundaan sebagai pu-sat bahasa'n. Masih di hari yangsama (19/12), dalam rubrikopi-ni, Atep Kurnia menegaskan halyang sama dengan judul Global-isasi Sunda, melanjutkan ba-hasan Chaedar Alwasilah(14/12) Menyongsong KIBS 2.Sebagaimasyarakat yang tinggaldi tatar Sunda, saya hendakja-bung tumalapung alias hendaksumbang cerita berdasarkantemuan di lapangan dan kepus-takaan dari pelbagai buku danse'umlah media.=~~~-~=

Pendokumentasian. data kesundaan darimedia massa danfenomena di masya-rakat merupakan salahsatu upaya dalammelawan penyakit lupabu[1aya.

Kearifan Sunda mengatakanuyah mah tara tl~~Ska luhur(laku tidak patut anak karenateladan orang tua yang buruk),Ada pula cai di hilir mah kuma-ha ti girangna (sikap masya-rakat bergantung pada pe-mimpinnya).Dengan kata lain, jika menga-

takan kaum muda Sunda me-ninggalkan kebudayaan Sunda,yang pertama untuk mengkajidiri sendiri adalah generasi tua.Mungkin ada yang salah dalammelangkah. Jika pun sudah adausaha pewarisan mungkin adayang mandek di tengah jalan.Mungkin pula rupa warna pe-warisan tu tidak diberikan den-gan cara-cara yang menarik danelegan. Sebab, yang biasa terja-di, jika ada anak muda yangmelakukan sedikit saja revital-isasi secepat kilat dicarawad-di-naha-naha atau dipermasa-lahkan oleh generasi konser-vatif.Jurang dalam generasi muda

dan generasi tua memang kerapjadi pangkal persoalan, Mem-bincangkan muda tua memangkurang elegan. Usia mungkinmuda tetapi cara memandang .kebudayaan kerap pakai cara-cara zaman purba. Sebaliknya,meskipun kulit kian mengerutdan rambut penuh denganuban, tetapi cara melihat per-soalan selalu mengikuti perkem-bangan zaman. Polemik hakhidup undak-usuk basa Sunda,wayang golekmodem, kelahiran

Kllplng Humas Onpad 2011

SundaMemhutuhl~anD ta.----~----.:......::.

sajak Sunda, atau yang teranyarbanjirnya fiksimini Sunda da-lam Facebook dapat dijadikancermin melihat hal tersebut.Dalam tataran ini, meles-

tarikan dan menumbuhkem-bangkan kesundaan itu mestihati-hati, teliti, dan melarapkanstrategi. Tak elok pula buru-bu-ru menuduh kaum muda Sundameninggalkan jati diri Sunda.Tidak bijak juga menganggapurang Sunda bila berada di kotadan di desa meninggalkan ba-hasa dan budaya Sunda. Danyang mesti selalu diingat, baha-sa, kesenian, atau kebudayaandalam arti luas mesti berjalanbeIjalin-berkelindan denganpelbagai bidang.

EkonomiTak percaya? Beberapa ming-

gu yang lalu saya berknnjung kewilayah .Parung dan Ciseeng,Bogor. Di sana saya didampingiAndi Taufan Garuda Putra. Pe-muda berdarah Makassar alum-nus SBM-ITBini adalah pendirisekaligus pemimpin AmarthaMicrofinance, lembaga yangmembantu masyarakat prase-jahtera, khususnya perempuandesa. Wilayah kerja yang di-garap adalah Kecamatan Ci-seeng. Di pelosok desa yangumumnya berprofesi petani,pedagang, dan buruh serabutanitu, Amartha Microfinancemengembangkan ekonomi ke-rakyatan yang sangat terjangkaudan disukai masyarakat. Ang-gota Amartha Microfinance le-bih dari seribu orang.Di bank konvensional dan

syariah mana pun saya'belummenyaksikan nasabaJi: mena-bung dengan jurnlah lima ratusrupiah. Akan tetapi, di AmarthaMicrofinance, ibu-ibu yang me-nabung Rp 500, Rp 1.000, atauRp 2.500 bukanlah barang lang-ka. Nasabah desa itu kini bisamenghindari jeratan renteniryang sebelumnya melilit wargadi pakulonan Bogor.Komunikasi yang digunakan

mereka adalah basa Sunda khasBogor.Untuk menghormati me-reka, saya menggunakan basaSunda khas Bandung denganundak usuk basa Sunda. Sayamengatakan, "Abdi mah teu ga-

Page 2: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/pikiranrakyat... · duh nanaon, Bu. Dongkapna kadieu oge seja manjangkeun duduluran." Sontak Eful,

duh nanaon, Bu. Dongkapnakadieu oge seja manjangkeunduduluran."

Sontak Eful, aktivis AmarthaMicrofinance, berseloroh, "Wah,moal ngalartieun di dieu mah.Lemes teuing nu kitu mah."

"Heueuh, kalasar Sunda didieu mah," timpal seorang war-ga desa yang menjadi nasabahAmartha Microfinance.

Fenomena itu tentu mengun-tungkan sebagai modal awalpengembangan basa Sunda.Ekonomi dan kebudayaan bisaberjalan beriringan. Disadariatau tidak, Andi Taufan, Eful,dan kawan-kawan adalah dutabudaya Sunda yang nyata dandirasakan masyarakat desa.

Urban transportasiBahasa Sundajuga berdenyut

di kota-kota. Mahasiswa pas-casarjana UIN Bandung Juru-san Sosiologi Agama, Idim Mu-majad Adimyathi terharu. Ditengah hiruk-pikuk kegiatanwarga Jakarta yang sangat si-buk, di saat bus Transjakartamelintasi busway, Idim mende-ngar lagu pop Sunda diputarsopir Transjakarta. Idim punmerasa sedang berada di kam-pungnya, di Banyusari, Malaus-ma, Majalengka. Pilihan memu-tar lagu Sunda tentu bukan ke-betulan. Ada kebanggaan dankenikmatan yang dirasakan su-pir Transjakarta. Dengan me-mutar lagu Sunda identitas se-bagai orang Sunda sengajadikedepankan di tengah NegaraKesatuan Republik Indonesiayang berbhinneka tunggal ika.

Bagi saya, hal itu bukan kalipertama. Sudah jadi kelazimanmenyaksikan sopir dan kondek-tur Mayasaribakti atau bis PPDbersenda gurau menggunakan

. basa Sunda. Hal itu dapat dili-hat di beberapa warung makanSunda di terminal KampungRarnbutan, misalnya.

Basa Sunda banyak digu-nakanjuga oleh perantau yangberdagang di wilayah Serangdan Cilegon Banten. Sejumlahpedagang cuanki, cireng, ataubaso yang berasal dari Tasik-malaya, .Garut, dan Bandungbangga menggunakan basaSunda sebagai bahasa pergaulan

di antara pedagang. Semakinmencair ketika pembeli meng-gunakan bahasa yang sama.

Tentu saja fenomena yanglebih beragam terjaring di duniamaya. Masyarakat urban kotamenggunakan kecanggihan tek-nologi sebagai sarana komu-nikasi, ekspresi seni, dan jualbeli dengan menggunakan ba-hasa Sunda. Belum lagi ke-kreatifan masyarakat yangbergiat di dunia otomotif.Dalam istilah Dhipa Galuh Pur-ba, basa Sunda "Ekor Motor."

Itulah beberapa fenomenayang berkembang di masyara-kat. Menjadikan bahasa Sundadengan standardisasi sepertiyang terjadi 1912 oleh Pemerin-tah Kolonial Belanda denganmelarapkan basa Sunda luluguBandung (Uhlenbeck, 1971;Djajasudarma, 1986) adalah ke-munduran dan menjadikan ba-hasa Sunda mengalami degra-dasi. Sebab sesuai dengan khi-tah dan fitrah basa Sunda itukaya dan beragam di setiap wi-layah. Apalagijika mempertim-bangkan lintas profesi dan gene-rasi kekayaan ini mesti diapresi-asi dengan cara-cara yang bijak.Muhun, seperti regenerasi pe-nyanyi tembang dan pop Sunda,fanatisme bobotoh Persib yanglazim gogorowokan denganbasa Sunda, atau perjuanganajengan dan santri di pesantren-pesantren yang masih ngagu-gulung kitab kuning denganbasa Jawa dan Sunda.

MediamassaBeruntung, masih banyak

tokoh dan lembaga yang mem-perhatikan keadaan ini. Merekasebisa mungkin dapat melaku-kan perubahan. Semangat per-ubahan dan kemajuan itulahyang masih menyala dijiwa in-san media massa yang layak di-sebut pahlawan bahasa Sunda.Menyebut beberapa nama, dimajalah Mangle ada OedjangDaradjatoen, Abdullah Mustap-pa, dan Karno Kartadibrata,SKM Galura ada Eddy D. Is-kandar dan Rosyid E.Ahby, ma-jalah Cupumanik ada MamatSasmita dan Atep Kurnia, ma-jalah Seni Budaya ada DhipaGaluh Purba, majalah Balebatada Hendra M. Astari, tabloidSunda Urang ada Mang Yabu,di Bandung 1V ada Us Tiarsa,Dian Hendrayana, dan Mugi-ana. Pun begitu di Pikiran Rak-yat yang kerap mengangkat ke-sundaan, ada Budhiana dan ka-wan-kawan. Demikian pula Tri-bun Jabar yang diawaki CecepBurdansyah dan kawan-kawan.

Dalam kendali awak redaksidan pengusaha medialah ba-hasa Sunda terus dikembang-kan dengan pelbagai cara dangayanya. Mereka sadar, bahasaSunda pun layak midang di ha-dapan balarea. Dengan demi-kian, mitos bahasa Sunda hanyamilik para sepuh jadi terban-tahkan. Mitos bahasa Sunda ha-

nya berputar di kampung baulisung mulai bisa tereliminasi.Media massa ayeuna lazim me-nyiarkan berita dan artike keseluruh dunia via situs online ..

Berbeda dengan kongres,konferensi, atau diskusi besaryang lazim diadakan di aula be-sar atau di hotel, kampanye ke-sundaan di media massa mahbisa langsung dirasakan masya-rakat luas. Adanya lahan kesun-daan dalam pelbagai mediamassa sedikit banyak mewujud-kan harapan untuk mendoku-mentasikan kesundaan. Peristi-wa, harapan, dan ekspresi ma-syarakat Sunda dapat terwadahidi media massa melalui rubrikberita atau karya sastra secaraberkesinambungan.

Namun, itu saja tidak cukup.Agar tidak terserak, beragamdata kesundaan di pelbagai me-dia massa dan fenomena di ma-syarakat sepatutnya disatukan.Tentu saja setelah dipilih dandipilah dengan penuh kejuju-ran, tanggung jawab, dan ke-teIitian. Pendokumentasian da-ta kesundaan dari media massadan fenomena di masyarakatmerupakan salah satu upaya

. dalam melawan penyakit lupabudaya. Sebab, bangsa yang lu-pa budaya, saya berkeyakinan,akan limbung dalam meng-hadapi perubahan zaman.

Celakanya, sungguh sedikitorang yang menyadari, mau,dan mampu melakukan kerjabudaya dalam bentuk pendoku-mentasian. Akan tetapi, terpak-sa saya mesti merepetisi ung-kapan usang: kalau bukan kitayang melakukan lantas siapa la-gi? Cag! ***

Penulis, alumnus SastraSunda Unpad, warga Kel.Nanggewer, Cibinong, Bogor.