PIELONEFRITIS.doc

22
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS OLEH : KELOMPOK II 1. LILYAN NURMAYA DEWI 13. RISKA DESTRIANA P 2. MEILINA LUZYANY 14. RIZKI FITRIYANI 3. MUHAMMAD YUDHA SANJAYA 15. ROBBY ARGO WENANG S 4. NATALIA TRI KURNIASARI 16. ROHMAN 5. NURING WIDYAWATI 17. ROSITA AGUS SETIARINI 6. NURKHOLIS AL ROSYID 18. SANTI NIRMAWATI 7. PAHLEVI BETSYTIFANI 19. SIDIQ JATI MULYO 8. RENDRA BAGUS SUBANDONO 20. SINTA DEWI ANGGRAENI 9. RENSA MAULANA A 21. ULFA AGUSVIA PUTERI U 10. RETNO WIJAYANTI 22. WUNGU MUSTIKA JINGGA 11. RIAN ARIF NUR AZIS 23. YULIANTI SAGITA W 12. RINA KARTIKASARI 24. YULISKA ISDAYANTI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

description

asuhan keperawatan pada pasien pielonefritis

Transcript of PIELONEFRITIS.doc

Page 1: PIELONEFRITIS.doc

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS

OLEH :

KELOMPOK II

1. LILYAN NURMAYA DEWI 13. RISKA DESTRIANA P2. MEILINA LUZYANY 14. RIZKI FITRIYANI3. MUHAMMAD YUDHA SANJAYA 15. ROBBY ARGO WENANG S4. NATALIA TRI KURNIASARI 16. ROHMAN5. NURING WIDYAWATI 17. ROSITA AGUS SETIARINI6. NURKHOLIS AL ROSYID 18. SANTI NIRMAWATI7. PAHLEVI BETSYTIFANI 19. SIDIQ JATI MULYO8. RENDRA BAGUS SUBANDONO 20. SINTA DEWI ANGGRAENI9. RENSA MAULANA A 21. ULFA AGUSVIA PUTERI U10. RETNO WIJAYANTI 22. WUNGU MUSTIKA JINGGA11. RIAN ARIF NUR AZIS 23. YULIANTI SAGITA W12. RINA KARTIKASARI 24. YULISKA ISDAYANTI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2012/2013

Page 2: PIELONEFRITIS.doc

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIANPielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut

maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2

minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat

menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan

interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara

hematogen atauretrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668).

B. ETIOLOGI1.      Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll).

Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi

2.      Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat

3.      Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali

ke dalam ureter.

4.      Kehamilan

5.      Kencing Manis

6.      Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. PATHOFISIOLOGIBakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan

uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas

aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan

pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak

lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal

juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring.

Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal

Page 3: PIELONEFRITIS.doc

mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi

nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

D. PATHWAYE. MANIFESTASI KLINIS

Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil,

nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah

putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering

berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut

antibodi bakteri dalam urin.

Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial sel-

sel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko

medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.

Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi

dan tidak berfungsi

Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.

Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus

yang berlebihan, dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh

dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada

akhirnya.

F. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun

2007:

a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti

trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau

tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa

nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat

farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin

(Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)

c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal

secara progresif.

Page 4: PIELONEFRITIS.doc

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith

tahun 2007:

a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

b. Monitor Vital Sign

c. Melakukan pemeriksaan fisik

d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

f. Memantau input dan output cairan.

g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)

h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur

pengobatan. 

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Urinalisis

a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.

Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar

(LPB) sediment air kemih

b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air

kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa

kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2.     Bakteriologis

a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103

organisme koliform / mL urin plus piuria

b. Biakan bakteri

c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik

3.     Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

4.     Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin

tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria

utama adanya infeksi.

5.     Metode tes

a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess

untuk pengurangan nitrat).

b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.

Page 5: PIELONEFRITIS.doc

c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi

nitrat urin normal menjadi nitrit.

6.     Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular

secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes

simplek).

7.     Tes- tes tambahan :

a. Urogram intravena (IVU).

b. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk

menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya

batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.

c. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

H. KOMPLIKASIAda tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut

1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area

medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada

penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali

dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami

supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam

jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari

hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi,

dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea,

yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

I. PENGOBATANa.     Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.

b.     Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka

diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.

c.     Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas

mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari

Page 6: PIELONEFRITIS.doc

depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri

faeces.

Page 7: PIELONEFRITIS.doc

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan

pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

1. Data biologis meliputi :

a. Identitas Klien

b. Identitas penanggung

2. Riwayat kesehatan :

a. Riwayat infeksi saluran kemih

b. Riwayat pernah menderita batu ginjal

c. Riwayat penyakit DM, Jantung

3. Pengkajian fisik :

a. Palpasi kandung kemih

b. Infeksi darah meatus

Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine

Pengkajian pada costovertebralis

4. Riwayat psikososial

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit

mekanisme kopin dan system pendukung

5. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga

a. Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit

b. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

B. DIAGNOSA

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan

membran mukosa, kurang nafsu makan

2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi

3. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

4. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan

pengobatan

Page 8: PIELONEFRITIS.doc

5. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri

6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

7. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

C. INTERVENSI

Dx. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi,

perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

nafsu makan bertambah.

Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

3

4

Mandiri

Pantau / catat permasukan diet

Tawarkan perawatan mulut sering/cuci

dengan larutan (25%) cairan asam

asetat. Berikan permen karet, permen

keras, penyegar mulut diantara makan

Berikan makanan sedikit tapi sering

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung

Membantu dan mengidentifikasi

defisiensi dan kebutuhan diet.

Kondisi fisik umum, gajala uremik

(contoh : mual, anoreksia, gangguan

rasa) dan pembatasan diet multiple

mempengaruhi pemasukan makanan

.

Mambran mukosa menjadi kering

dan pecah. Perawatan mulut

menyejukkan, meminyaki dan

membantu menyegarkan rasa mulut

yang sering tidak nyaman pada

uremia dan membatasi pemasukan

oral. Pencucian dengan asam asetat

membantu menetralkan amonea

yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual

sehubungan dengan status

uremik/menurunnya paristaltik

Page 9: PIELONEFRITIS.doc

5

6

nutrisi

Batasi kalium, natrium dan pemasukan

fosat sesuai indikasi

Awasi pemeriksaan labiratorium,

contoh; BUN, albumin serum,

transferin, natrium dan kalium.

Menentukan kalori individu dan

kebutuhan nutrisi dalam

pembatasan, dan mengidentifikasi

rute paling efektif dan produknya,

contoh tambahan oral, makanan

selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan

untuk mencegah kerusakan ginjal

lebih lanjut, khususnya bila dialisis

tidak menjadi bagian pengobatan,

dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi,

pembatasan, dan kebutuhan /

efektivitas terapi.

Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

3

4

Mandiri :

Pantau intensitas, lokasi, dan factor

yang memperberat atau meringankan

nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup

dan tingkat aktivitas yang dapat di

toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika

tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap

perubahan warna, bau dan pola

berkemih, masukan dan haluaran

Rasa sakit yang hebat menandakan

adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang

dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam

berkemih

Untuk mengidentifikasi indikasi

kemajuan atau penyimpangan dari

hasil yang di harapkan

Page 10: PIELONEFRITIS.doc

5

6

7

8

9

setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis

ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti

pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :

Konsul dokter bila : sebelumnya

kuning gading urine kuning, jingga

gelap, berkabut atau keruh. Pla

berkemih berubah, sering berkemih

dengan jumlah sedikit, perasaan ingin

kencing, menetes setelah berkemih.

Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan

dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi

variasi sediaan minum, termasuk air

segar. Pemberian air sampai 2400

ml/hari

Meningkatkan relaksasi,

menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra

Temuan – temuan ini dapat memberi

tanda kerusakan jaringan lanjut dan

perlu pemeriksaan luas

Analgesic memblok lintasan nyeri

sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin

memudahkan berkemih sering dan

membantu membilas saluran

berkemih

Dx. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam

pasien berkurang

Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal

dan suhu kulit lembab

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

Mandiri :

Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ;

perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi /

tambahkan linen tempat tidur, sesuai

indikasi

Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan

proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut harus

diubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

Page 11: PIELONEFRITIS.doc

3

4

5

Berikan kompres mandi hangat;

hindari penggunaan alkohol

Berikan selimut pendingin

Kolaborasi :

Berikan antipiretik, misalnya ASA

(aspirin), asetaminofen (tylenol)

Dapat membantu mengurangi

demam. Catatan : penggunaan air

es/alkohol mungkin menyebabakan

kedinginan, peningkatan suhu secara

aktual. Selain itu alkohol dapat

mengeringkan kulit.

Digunakan untuk mengurangi

demam umumnya lebih besar dari

39,50-400 C pada waktu terjadi

kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi

demam dengan aksi sentralnya pada

hipotelamus. Meskipun demam

mungkin dapat berguna dalam

membatasi pertumbuhan organisme.

Dan meningkatkan autodestruksi

dari sel-sel yang terinfeksi

Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan

tujuan pengobatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien

Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa

Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat,

frekuensi nafas 12-24/menit

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

3

Beri kesempatan klien untuk

mengungkapkan perasaannya

Pantau tingkat kecemasan

Beri dorongan spiritual

Agar klien mempunyai semangat

dan mau empati terhadap perawatan

dan pengobatan

Untuk mengetahui berat ringannya

kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan

Page 12: PIELONEFRITIS.doc

4 Beri penjelasan tentang penyakitnya

sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya

dengan penyakit yang di alaminya.

Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

tidur dengan nyenyak.

Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur

atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

3

4

5

Mandiri :

Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin,

mis : membangun untuk obat atau

terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan

perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam

megubah posisi

Kolaborasi :

Berikan sedatif, hipnotik, sesuai

indikasi

Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien

mungkin tidak mampu kembali tidur

bila terbangun

Mengkaji perlunya mengidentifikasi

intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area

tekanan dan meningkatkan istirahat

Mungkin di berikan untuk

membantu pasien tidur/istirahat

selama periode dari rumah ke

lingkungan baru. Catatan : hindari

penggunaan kebiasaan, karena ini

menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran

aktifitas.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan

kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.

Page 13: PIELONEFRITIS.doc

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

Mandiri :

Bantu aktivitas perawatan diri yang di

perlukan. Berikan kemajuan peningkatan

aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap

aktifitas. Catat laporan dispnea,

peningkatan kelemahan/kelelahan dan

perubahan tanda vital selama dan setelah

aktivitas

Meminimalkan kelelahan dan

membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan/kebutuhan

pasien dan memudahkan pemilihan

intervensi.

Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat

mempertahankan pola eliminasi secara adekuat

Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki

keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

3

4

Mandiri :

Ukur dan catat urine setiap kali

berkemih

Pastikan kontinuitas kateter pirau/

akses

Tempatkan pasien pada posisi

telentang/tredelenburg sesui

kebutuhan

Pantau mambran mukosa kering,

torgor kulit yang kurang baik, dan rasa

haus

Kolaborasi :

Awasi pemeriksaan laboratorium

Untuk mengetahui adanya

perubahan warna dan untuk

mengetahui input/output

Terputusnya pirau/ akses terbuka

akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena

bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga

akan memperkuat tanda-tanda

dehidrasi

~   Menurun karena anemia, hemodilusi

Page 14: PIELONEFRITIS.doc

5

6

sesuai indikasi

~   Hb/Ht, ektrolit serum dan Ph

~    Waktu pembekuan, contoh ACT,

PT/PTT, dan Jumlah trombosit

Berikan cariran IV (contoh, garam

faal)/ volume ekspender (contoh

albumin)selama dialisa sesuai idikasi

atau kehilangan darah aktual.

~   Ketidak seimbangan dapat

memerlukan perubahan dalam cairan

dialisa atau tambahan pengganti

untuk mencapai keseimbangan

~   Penggunaan heparin untuk mencegah

pembekuan pada aliran darah dan

hemofilter mengubah koagulasi dan

potensial darah aktif.

Cairan garam faal/dekstrosa,

elektrolit, dan NaHCO3 mungkin

diinfuskan dalam sisi vena

hemofelter Cav bila kecepatan

ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk

membuang cairan ekstraseluler dan

cairan toksik. Volume ekspender

mungkin dibutuhkan selama/setelah

hemodialisa bila terjadi hipotensi

tiba-tiba nya!!

Page 15: PIELONEFRITIS.doc

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

http://askep-ebook.blogspot.com

http://cnennisa.files.wordpress.com

http://harnawatiaj.wordpress.com

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC

www.google.com

Read more: http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-

ginjal.html#ixzz1IFGem58B

http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-ginjal.html