Pidato Pengukuhan Prof Hikmahanto Juwana

27
HUKUM INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DALAM KONFLIK KEPENTINGAN EK ALAM KONFLIK KEPENTINGAN EK ALAM KONFLIK KEPENTINGAN EK ALAM KONFLIK KEPENTINGAN EK ALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKONOMI ONOMI ONOMI ONOMI ONOMI NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU Hikmahanto Juwana PIDATO UPACARA PENGUKUHAN SEBAGAI GURU BESAR TETAP DALAM ILMU HUKUM INTERNASIONAL PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Depok, 10 November 2001

description

Pidato Pengukuhan Prof.Hikmahanto Juwana

Transcript of Pidato Pengukuhan Prof Hikmahanto Juwana

  • HUKUM INTERNASIONALHUKUM INTERNASIONALHUKUM INTERNASIONALHUKUM INTERNASIONALHUKUM INTERNASIONALDDDDDALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKALAM KONFLIK KEPENTINGAN EKONOMIONOMIONOMIONOMIONOMINEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJUNEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJUNEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJUNEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJUNEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU

    Hikmahanto Juwana

    PIDATO UPACARA PENGUKUHAN SEBAGAIGURU BESAR TETAP DALAM ILMU HUKUM INTERNASIONAL

    PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIADepok, 10 November 2001

  • Yang terhormat,

    Rektor Universitas IndonesiaKetua Senat Akademik Universitas IndonesiaPara Wakil Rektor Universitas IndonesiaDekan Fakultas Hukum Universitas IndonesiaPara Dekan dan Wakil Dekan di lingkungan Universitas IndonesiaPara Guru BesarPara Pejabat Tinggi NegaraRekan-rekan PengajarPara MahasiswaSanak saudara dan para sahabat sekalian

    Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    Pertama-tama perkenankanlah saya mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sekaligus amanahkepada saya untuk mengemban jabatan mulia sebagai guru besar tetappada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam ilmu hukuminternasional. Hanya karena perkenan-Nya jualah saya dapat berdiri dimimbar ini.

    Hadirin sekalian

    Berbicara tentang masyarakat internasional apabila dikaitkandengan kepentingan ekonomi maka masyarakat internasional terbagidalam kategori negara-negara berkembang (selanjutnya disebut NegaraBerkembang) dan negara-negara maju (selanjutnya disebut Negara

    Maju).1 Negara Berkembang yang tergabung dalam Kelompok-77(Group-77) dapat dicirikan sebagai negara yang memperolehkemerdekaan setelah tahun 1945, sedang dalam proses membangun,dan kebanyakan berada di Benua Asia, Afrika dan sebagian BenuaAmerika (Amerika Latin). Sementara Negara Maju yang tergabungdalam Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD) dapat dicirikan sebagai negara yang telah berdiri sebelumtahun 1945, memiliki industri yang kuat dan kebanyakan berada diBenua Eropa atau memiliki tradisi Eropa seperti Amerika Serikat,Kanada dan Australia. Negara Maju, kecuali Jepang, juga diistilahkansebagai negara Barat (Western states).

    Hukum Internasional yang Lebih Mengakomodasi KepentinganEkonomi Negara Maju

    Negara Berkembang kerap mengargumentasikan bahwa hukuminternasional merupakan produk dari negara Barat yang saat ini menjadiNegara Maju. Argumentasi ini didasarkan pada fakta bahwa hukuminternasional pada awalnya merupakan hukum yang berlaku antarnegara di Benua Eropa.2 Oleh karenanya tidak heran apabila hukum

    1 Istilah yang juga sering digunakan, antara lain, adalah Utara (North) dan Selatan (South),Negara Ketiga (Third World) dan Negara Pertama (First World). Lihat: Clarence ClydeFerguson, Jr., Redressing Global Injustices: The Role of Law, Dalam: Frederick E.Snyder dan Surakiart Sathiratai (eds.), Third World Attitudes Toward International LawAn Intoduction, (The Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 1987), 365. Stephen Gilldan David Law mengatakan, The terms North and South are crude and contestablelabels. By the North is usually meant the industrialised countries of the West, Japan andthe Soviet bloc. By the South is usually meant the countries of Asia (except Japan) Africaand Latin America. Australia and New Zealand may be southern in location but arecounted as part of the affluent West. Lihat: Stephen Gill dan David Law, The GlobalPolitical Economy: Perspectives, Problems, and Policies, (Baltimore: The John HopkinsUniversity Press, 1988), 280.2 Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dan ditandatanganinya perjanjian perdamaianWestphalia, raja-raja di Benua Eropa mengklaim kedaulatan negara mereka. Sebagaikonsekuensi hubungan antarnegara tidak dapat lagi dilakukan berdasarkan hukum administrasi

    1 2

  • internasional sangat terpusat pada apa yang terjadi di Eropa (Euro-centric).3 Merekalah yang menentukan bentuk dan jalannya hukuminternasional.

    Munculnya Negara Berkembang setelah Perang Dunia II telahmembawa perubahan. Keinginan Negara Berkembang untuk terbebassecara politik dan ketergantungan ekonomi dari mantan negara jajahanmereka telah membawa pengaruh pada hukum internasional padaumumnya. Dalam menyikapi eksistensi hukum internasional, merekamenganggap bahwa hukum internasional yang ada tidak mencerminkannilai-nilai yang mereka anut. Negara Berkembang mengargumentasikanbahwa pembentukan hukum internasional sebelum Perang Dunia IIsama sekali tidak melibatkan mereka.4 Bahkan berbagai lembagainternasional yang dibentuk setelah berakhirnya Perang Dunia II lebih

    banyak diperuntukkan bagi kepentingan Negara Maju.5 NegaraBerkembang berpendapat bahwa hukum internasional lebih banyakmengakomodasi kepentingan Negara Maju daripada kepentinganmereka.

    Kepentingan ekonomi Negara Maju lebih dominan dan mewarnaiwajah hukum internasional. Perjanjian-perjanjian internasional yangterkait dengan masalah ekonomi lebih banyak mengakomodasi prinsip-prinsip yang dianut oleh Negara Maju. Bahkan para pelaku usahaNegara Maju banyak mendapat perlindungan dari perjanjian internasionalyang dinegosiasikan antara Negara Maju dan Negara Berkembang.

    Perbedaan Sikap Negara Maju dan Negara Berkembangterhadap Hukum Internasional

    Seorang ahli hukum internasional, Antonio Cassase, dalam bukunyayang berjudul International Law in a Divided World menulis bahwanegara Barat memiliki sikap (attitude) yang berbeda dengan NegaraBerkembang dalam memandang hukum internasional. Berdasarkantradisi hukum yang mereka miliki, negara Barat memiliki sikap sangatmenghormati hukum internasional dan menjadikannya aturan yang harusdipatuhi dalam interaksi antarnegara.6 Hanya saja Cassase mengingat-

    negara melainkan hukum antarnegara yang saat ini dikenal sebagai hukum internasional.Oleh karenanya Verzijl mengatakan, (I)nternational Law as it stands is essentially theproduct of the European mind and has been received lock, stock and barrel by Americanand Asiatic States. Lihat: JH Verzijl, International Law in Historical Perspective, (Ley-den: Sijthoff, 1968), 442. Untuk pengetahuan mendalam tentang awal mula hukuminternasional baca: Arthur Nussbaum, A Concise History of the Law of Nations, edisirevisi, (New York: The MacMillan Co., 1958).3 Sebagai contoh dalam textbook standar hukum internasional ketika membicarakan tentangtopik wilayah negara selalu disebutkan cara-cara mendapatkan wilayah berupa pendudukan(occupation), penaklukan (conquest), aneksasi (annexation), akresi (accretion), daluwarsa(prescription) dan sesi (cession). Cara perolehan wilayah ini hanya berlaku pada masakerajaan di Eropa dan tidak begitu relevan dalam membicarakan perolehan wilayah olehNegara Berkembang. Lihat: JG Starke, Introduction to International Law, 11th ed.(dipersiapkan oleh IA Shearer), (London: Butterworth & Co. Ltd., 1994), 144-154;Rebecca MM Wallace, International Law, 2nd ed. (London: Sweet & Maxwell, 1992), 89-97; Werner Levi, Contemporary International Law, 2nd ed. (Boulder: Westview Press1991),129-132;MN Shaw, International Law, 3rd ed. (Cambridge: Grotius Publications Ltd., 1991),284-294.4 Henkin et. al mengatakan , criticisms were leveled at the traditional law of stateresponsibility by representatives of a variety of developing states that objected to beingbound by rules formulated without their participation, in many cases, before they emergedas independent states. Lihat: Louis Henkin et. al., International Law: Cases and Mate-rials, 3rd. ed. (Minnesota: West Publishing Co., 1993) 683.

    5 Abdulqawi mengatakan, The network of international organizations created at the endof the Second World War were mainly concerned, during the early years of their exist-ence, with the economic interests of the developed countries, and their functions weregeared towards the solution of their problem. The developed countries who mostly con-tributed to the drafting of the charters of these organizations took little account of theproblems of the developing countries. This was particularly true of the GATT, IMF andIBRD. Lihat: Abdulqawi Yusuf, Legal Aspects of Trade Preferences for DevelopingStates: A Study in the Influence of Development Needs on the Evolution of InternationalLaw, (The Hague: Martinus Nijhoff Publishers, 1982), 10.6 Cassese berpendapat, There are several reasons why in the West law was regarded as ahighly esteemed value to be cherished and respected per se. Law was among the drivingforces behind the moulding of modern States in Europe in the fourteenth and fifteenthcenturies. Furthermore, the two primary unifying factors leading to the creation of theState in England and France between the late 1200s and the fourteenth century, were the

    3 4

  • kan agar kita tidak berlebihan (overemphasize) dalam melihat sikapnegara Barat terhadap hukum internasional karena dalam kata-kataCassese,

    law was moulded by Western countries in such a way as to suittheir interests; it was therefore only natural for them to preach law-abidance and to attempt to live up to legal imperatives which hadbeen forges precisely to reflect and protect their interests.7

    Di sisi lain, Cassese mengungkapkan bahwa bagi Negara Ber-kembang,

    international law is relevant to the extent that it protects themfrom undue interference by powerful States and is instrumental inbringing about social change, with more equitable conditionsstimulating economic development (kursif dari penulis).8

    Pengamatan Cassese ini sungguh sangat tepat dalam mencermatikeberadaan hukum internasional dalam konflik kepentingan ekonomiantara Negara Berkembang dan Negara Maju.

    Untuk melindungi kepentingan ekonominya, Negara Maju meng-hendaki agar hukum internasional tidak dikutak-katik. Mereka cenderungmempertahankan apa yang sudah ada dalam hukum internasional (sta-tus quo). Sementara Negara Berkembang mempunyai sikap reformis,

    menghendaki adanya perubahan-perubahan mendasar dalam hukuminternasional sehingga betul-betul mencerminkan nilai-nilai yang dianutoleh mayoritas penduduk dunia.

    Critical Legal Studies: Teori untuk Memahami Sikap NegaraBerkembang untuk Mengubah Wajah Hukum Internasional

    Teori dikemukakan oleh para ahli untuk mempermudah kitamemahami gejala yang ada dalam masyarakat. Demikian juga untukmemahami masyarakat internasional dan hukum internasional parapemikir telah mengungkapkan berbagai teori. Teori yang saat ini dikenal,antara lain, adalah hukum alam, teori positivis, functionalism, realisme,teori yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach),dan lain-lain.9

    Salah satu fenomena masyarakat internasional yang banyakdibicarakan para ahli adalah keinginan Negara Berkembang untukmengubah wajah hukum internasional. Dalam membicarakan fenomenaini, masalah yang terkait tidak semata-mata hukum tetapi juga politik.Sayangnya berbagai teori yang telah diungkap oleh para ahli banyakyang tidak memadai apabila politik bercampur dengan hukum. Teori-teori yang ada tersebut dianggap sangat statis dan a-politik.

    Dari berbagai teori yang ada, menurut saya ada satu teori yangdapat digunakan. Teori yang saya maksud adalah Critical Legal Stud-ies (selanjutnya disingkat CLS). CLS merupakan aliran modern dalamteori hukum. Teori ini diperkenalkan pada tahun 1970-an di Amerika

    administration of justice by central courts and the levying of taxes by national authori-ties. Another significant consideration is that law played an important role in the birthof capitalism. The economic system evolving in the fourteenth and fifteenth centurieswas based on free enterprise and free competition. One of the social mechanisms neces-sary for the new system was a body of predictable and ascertainable standards of behaviourallowing each economic factor to maintain a set of relatively safe expectations as to theconduct of other social actors. Thus law became one of the devices permitting economicactivities and consolidating and protecting the fruits of such action. A further consid-eration is that a large section of law in Western States was the fruit of political strugglesbetween contending groups. Lihat: Antonio Cassese, International Law in a DividedWorld, (Oxford: Oxford University Press, 1986), 106-107.7 Ibid., hlm. 108.8 Ibid., hlm. 119.

    9 Oleh Chen dikatakan bahwa, (I)nternational law has its origin in the natural law schooland has been influenced in varying degrees by all major school of jurisprudence. Lihat:Lung-Chu Chen, An Introduction to Contemporary International Law: A Policy OrientedPerspective, 2nd.ed (New Haven: Yale University Press, 2000), 11. Lebih lanjut Chenyang mengklaim dirinya sebagai pengikut dari aliran policy oriented approach mengatakantentang aliran ini sebagai, (I)t seeks not only to demolish the traditional approaches torigid rule orientation, unrealistic as they often are, but also to provide a constructivejurisprudence of problem solving. Lihat: ibid., 13.

    5 6

  • Serikat.10 Esensi pemikiran CLS terletak pada kenyataan bahwa hukumadalah politik.11 Doktrin hukum yang selama ini terbentuk sebenarnyalebih berpihak pada mereka yang mempunyai kekuatan (power).12

    Teori yang dikemukakan oleh para pemikir CLS sungguh sangattepat untuk menjelaskan upaya Negara Berkembang dalam mengubahwajah hukum internasional. Hukum internasional adalah produk politikdan sebagian merupakan hasil tarik ulur Negara Berkembang denganNegara Maju. Kekuatan sering digunakan oleh Negara Maju. BahkanNegara Maju kerap menggunakan kekuatan yang dimilikinya tanpasadar sebagaimana dikatakan oleh White,

    Domination of the system, , by the rich and powerful States is notnecessary carried out in a conscious fashion by the representativesof those Statesthey simply assume that the imposition of West-ern values and the extension of the market philosophy to the inter-national plane is a natural and perfectly legitimate exercise. Indeed,since the Western way claims to be the only true path to follow, allothers deemed to be wrong hence illegitimate.13

    Oleh karenanya White mengatakan, (I)t is the aim of the criticallawyers to delegitimate this claim to the truth, to reveal it as an exer-cise of power and domination, and to reveal a fairer and more equi-

    table system.14 Sehingga doktrin-doktrin hukum yang telah terbentukdapat direkonstruksi untuk mencerminkan pluralisme nilai yang ada.Untuk melakukan proses de-legitimasi terhadap doktrin hukum yangtelah terbentuk, aliran CLS menggunakan metode trashing,deconstruction dan genealogy. Trashing adalah teknik untuk mema-tahkan atau menolak pemikiran hukum yang telah terbentuk.15 Tekniktrashing dilakukan untuk menunjukkan kontradiksi dan kesimpulan yangbersifat sepihak berdasarkan asumsi yang meragukan.16 Deconstructionadalah membongkar pemikiran hukum yang telah terbentuk.17 Denganmelakukan pembongkaran maka dapat dilakukan rekonstruksi pemikirinhukum. Sementara genealogy adalah penggunaan sejarah dalammenyampaikan argumentasi.18 Genealogy digunakan karena inter-pretasi sejarah kerap didominasi oleh mereka yang memiliki kekuatan.Interpretasi sejarah ini yang kemudian digunakan untuk memperkuatsuatu konstruksi hukum.

    10 Howard Davies dan David Holdcroft, Jurisprudence: Texts and Commentary, (London:Butterworth & Co., 1991), 471.11 Sebagaimana diungkapkan oleh Hari Chand dalam menggambarkan CLS denganmengatakan bahwa bagi aliran CLS, Law is simply politics, dress in different garb.Lihat: Hari Chand, Modern Jurisprudence, (Kuala Lumpur: International Law Book Se-ries, 1994), 240.12 Sebagai akibat dari cara berpikir yang demikian, para sarjana yang masuk dalam aliranCLS banyak ditentang dan dianggap sebagai kekiri-kirian, bahkan para pengkritik aliranini menganggap pemikiran CLS sebagai a form of class treachery. Lihat: John Arthurdan William H. Shaw (eds.), Reading in the Philosophy of Law, 2nd ed., (New Jersey:Prentice-Hall, Inc, 1984), 184.13 N.D. White, The Law of International Organisations, (Manchester: Manchester Uni-versity Press, 1996), 20.

    14 Ibid.15 Dalam kata-kata Arthur dan Shaw, a big miscellaneous grab bag of techniquesdesigned to dent the complacent message embedded in legal discourse, that the system hasfigured out the arrangements that are going to make social life about as free, just, andefficient as it ever can be. Lihat: John Arthur dan William H. Shaw (eds.), Reading inthe Philosophy of Law, 179.16 Ibid.17 Dalam kaitan ini Arthur dan Shaw mengatakan The Crits do not believe, however,that their trashing reveals a random chaos or that what lies behind the seeming order oflegal decisions is just pure power (or personal whim). There is patterned chaos, and theaim of Critical scholarship is in part to uncover the patterns. Some of their best work isa familiar kind of left-wing scholarship, unmasking the often unconscious ideological biasbehind legal structures and procedures, which regularly makes it easy for business groupsto organize collectively to pursue their economic and political interests but which makesit much more difficult for labor, poor people, or civil rights group to pursue theirs.Lihat: Ibid., 180.18 Arthur dan Shaw mengatakan, Still another way to heighten awareness of the transi-tory, problematic, and manipulable ways legal discourses divide the world is to write theirhistory. The Crits have turned out a lot of history of legal categories. Lihat: Ibid., hlm.180-181.

    7 8

  • Dengan menggunakan teori CLS, berikut akan dipaparkan keber-hasilan, pengupayaan dan kegagalan dari Negara Berkembang dalammengubah wajah hukum internasional, utamanya agar kepentinganekonomi mereka terakomodasi.

    Keberhasilan Negara Berkembang dalam Mengubah WajahHukum Internasional: Prinsip Common Heritage of All Mankind

    Dalam hukum internasional ada suatu wilayah yang merupakanwilayah yang berada di luar yurisdiksi negara, yang dalam bahasaInggris disebut sebagai commonage (selanjutnya disebut WilayahBersama). Wilayah Bersama pada dimensi laut terletak pada sea-bed dan ocean floor yang dikenal dengan istilah Area,19 sementarapada dimensi ruang angkasa, ruang angkasa secara keseluruhandinyatakan sebagai Wilayah Bersama. Di Wilayah Bersama negaradilarang mengklaim kedaulatan walaupun tidak menutup kemungkinanbagi mereka untuk mengambil keuntungan.

    Dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi Wilayah Bersamasecara tradisional prinsip yang berlaku adalah prinsip res communis.Prinsip res communis harus dibedakan dengan res nullius. Perbedaanmendasar terletak pada tidak diakuinya pemilikan pada Wilayah Bersamadalam res communis. Res communis hanya memperkenankan proseseksploitasi bagi siapa saja tanpa didahului dengan klaim kedaulatan.20

    Hanya saja prinsip res communis mengasumsikan bahwa semua pihakmempunyai kemampuan yang sama, baik dibidang teknologi, modaldan keahlian. Dalam prakteknya prinsip res communis akan memberikeuntungan bagi mereka yang memiliki kemampuan bila dibandingkandengan mereka yang tidak memiliki kemampuan. Pada akhirnya firstcome first serve akan berlaku pada Wilayah Bersama.

    Bagi Negara Berkembang, menggunakan prinsip res communissama saja dengan tidak dapat menikmati keuntungan (benefit) apa pundari Wilayah Bersama. Negara Berkembang yang tidak mempunyaikemampuan dari segi teknologi, modal dan keahlian tidak akan mungkinmengeksploitasi Wilayah Bersama. Padahal Negara Berkembangmenghendaki agar keuntungan yang didapat dari Wilayah Bersamadapat dirasakan juga oleh mereka. Untuk itu Negara Berkembangmemperkenalkan prinsip common heritage of all mankind atau warisanumat manusia bersama sebagai pengganti dari prinsip res communis.21

    Dalam prinsip common heritage of all mankind yang berlaku adalahsiapa yang dapat mengeksploitasi Wilayah Bersama maka ia wajibuntuk membagi keuntungan yang didapat kepada yang lain.22

    19 Area didefinisikan dalam Pasal 1 angka (1) paragraf (1) Konvensi Hukum Laut 1982sebagai the sea-bed and ocean floor and subsoil thereof, beyond the limits of nationaljurisdiction.20 Henkin menerangkan kedua konsep ini sebagai berikut, For some, the seas were resnullius, nobodys. In principle, therefore, the seas were subject to occupation and acqui-sition, like land that was nobodys. The resources of the sea, too, were res nullius andtherefore available for the taking so that all states were free to fish at will. For others,the seas were not res nullius but res communis, not nobodys but everybodys. Beringeverybodys, they were not open to appropriation by any state, but being everybodys,they were open to common use. Lihat: Louis Henkin, International Law: Politics andValues, (Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers, 1995), 79.

    21 Prinsip ini disampaikan untuk pertama kali oleh Duta Besar dari Malta, Dr. Avid Pardo,pada tahun 1967 pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengusulkanuntuk dibuat Declaration and Treaty concerning the reservation exclusively for peacefulpurposes of the sea-bed and ocean floor underlying the seas beyond the limits of nationaljurisdiction, and the use of their resources in the interests of mankind. Usulan inikemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Resolusi Majelis Umum 2574 pada tahun1969 yang didukung oleh mayoritas Negara Berkembang dimana untuk wilayah sea-beddan dasar laut diadakan moratorium untuk tidak dieksplorasi dan eksploitasi. Pada tahun1970 dikeluarkan Resolusi Majelis Umum 2749 yang berjudul Declaration of PrinciplesGoverning the Sea Bed and Ocean Floor, and the Subsoil Thereof, beyond the Limits ofNational Jurisdiction. dan diadopsi dengan komposisi 108 mendukung, tidak ada yangmenentang dan 14 abstain. Dalam resolusi tersebut diungkapkan bahwa, (1) The sea bedand ocean floor, and the subsoil thereof, beyond the limits of national jurisdiction , aswell as the reources of the Area, are the common heritage of all mankind. 22 Williams mencirikan CHM sebagai berikut, (a) that the areas constituting CHM arenot subject to appropriation; (b) that such areas call for a managemnt system where allStates participate, (c) that the concept in question implies an active sharing of the

    9 10

  • Dengan menyatakan keuntungan yang didapat dari WilayahBersama sebagai warisan umat manusia bersama maka NegaraBerkembang akan ikut merasakan apa pun keuntungan yang didapat.Di sini terlihat bahwa Negara Berkembang lebih menginginkanpemanfaatan Wilayah Bersama untuk kepentingan sosial (social inter-est) daripada kepentingan komersial (commercial interest). KeinginanNegara Berkembang untuk mengubah prinsip res communis menjadicommon heritage of all mankind telah diakomodasi dalam perjanjianinternasional, seperti Agreement Governing the Activities of Stateson the Moon and Other Celestial Bodies (selanjutnya disebutPerjanjian tentang Bulan)23 dan United Nations Convention onthe Law of the Sea (selanjutnya disebut Konvensi Hukum Laut1982).24

    Sayangnya keberhasilan Negara Berkembang dalam mengubahwajah hukum internasional di atas masih dalam tataran konsep, tidakpada tataran implementasinya.25

    Secara tidak sadar apa yang dilakukan oleh Negara Berkembangdalam mengubah prinsip res communis menjadi common heritage ofall mankind telah menggunakan tiga metode yang diperkenalkan olehpara pemikir CLS. Pertama, Negara Berkembang telah melakukantrashing dengan mengatakan bahwa prinsip res communis bukanlahprinsip yang universal yang diikuti oleh masyarakat internasional mo-

    dern. Prinsip res communis hanya berpihak pada Negara Maju yangnotabene adalah negara yang memiliki modal, keahlian dan teknologi.26

    Selanjutnya Negara Berkembang melakukan deconstructionterhadap prinsip res communis dengan mengatakan bahwa prinsiptersebut hanya menguntungkan Negara Maju saja. Dalam argumentasiNegara Berkembang manfaat dari Wilayah Bersama seharusnya tidakdinikmati terbatas pada mereka yang mempunyai kemampuan untukmengeksploitasi saja, melainkan oleh seluruh umat manusia. Olehkarenanya prinsip res communis sudah selayaknya ditinggalkan.

    Teknik genealogy juga diterapkan dengan mengungkapkan bahwaNegara Maju dalam sejarah telah banyak mengeksploitasi sumber dayaalam yang terdapat dalam Wilayah Bersama tanpa memperhatikankepentingan dari negara lain di dunia. Oleh karenanya sudah saatnyaprinsip tradisional tersebut diganti sehingga tidak diskriminatif terhadapnegara yang tidak memiliki teknologi, modal dan keahlian.

    Pengupayaan Negara Berkembang dalam Mengubah WajahHukum Internasional: Pengaturan di Bidang PerdaganganInternasional

    Dalam tiga dekade terakhir ini konflik kepentingan ekonomi antaraNegara Berkembang dan Negara Maju telah terpusat pada masalahperdagangan antarnegara. Konflik ini dipicu oleh pandangan yangberbeda antara Negara Berkembang dan Negara Maju.

    Di satu sisi Negara Berkembang cenderung mengambil kebijakanyang menghambat masuknya barang dan jasa dari pelaku usaha asing,utamanya dari Negara Maju. Sebagai negara berdaulat Negara

    benefits derived from the exploration and exploitation of those areas; (d) that these areasbe used exclusively for peaceful purposes. Lihat: Sylvia Maureen Williams, The Law ofOuter Space and Natural Resources, 36 International and Comparative Law Quarterly,(1987): hlm. 144.23 Dalam Pasal 11 ayat (1) Moon Agreement disebutkan bahwa, The moon and itsnatural resources are the common heritage of all mankind, 24 Dalam Pasal 136 Konvensi Hukum Laut 1982 disebutkan bahwa, The Area and itsresources are the common heritage of mankind.25 Henkin mengatakan, Exploitation of the seabed is an unlikely prospect for decadesahead, and the economic political institutions that had been negotiated are not likely tomaterialize as planned. Lihat: Louis Henkin, International Law: Politics and Values, 155.

    26 Dalam bukunya Churchill dan Lowe mengatakan bahwa, (A)s soon as it was realisedthat sea-bed mining was a commercial possibility, , it was recognised that as interna-tional law then stood the main benefit of mining, would accrue to handful of developedStates. Lihat: R.R. Churcuill and AV Lowe, The Law of the Sea, 3rd ed. (Manchester:Manchester University Press, 1999), 224.

    11 12

  • Berkembang, tentunya, sah-sah saja apabila menerapkan berbagaihambatan tersebut. Alasan yang sering dikemukakan adalah untukmelindungi lapangan kerja, sebagai sarana untuk memproteksi industribayi, dalam rangka memperkuat pelaku usaha nasional, hinggamendapatkan devisa.

    Disisi lain, Negara Maju menghendaki agar tidak ada hambatanyang diberlakukan oleh Negara, termasuk yang diberlakukan olehNegara Berkembang. Tidak adanya hambatan diidentikkan denganperdagangan bebas (free trade) yang berarti tidak adanya diskriminasidari mana barang atau jasa berasal.27 Pasar menjadi penting karenaproduk yang dihasilkan oleh pelaku usaha dari Negara Maju harusdibeli. Pasar yang potensial bagi barang dan jasa dari pelaku usahaNegara Maju ada di Negara Berkembang. Ada beberapa alasanmengapa demikian. Pertama konsumen di Negara Berkembangbiasanya belum terbentuk.28 Konsumen di Negara Berkembang sangatsenang dengan barang-barang yang berasal dari Negara Maju. Keduadari segi jumlah penduduk, Negara Berkembang sangat potensial. Jumlahpenduduk Negara Berkembang sangat fantastis bila dibandingkan denganjumlah penduduk di Negara Maju. Hanya saja kelemahan konsumen diNegara Berkembang adalah rendahnya daya beli mereka.

    Dari dua perspektif di atas, terjadi tarik ulur kepentingan. BagiNegara Berkembang mereka dengan mudah menentukan hambatandengan cara memberlakukan perundangan nasional. Sementara bagiNegara Maju, pertanyaan muncul bagaimana cara mereka dapatmenghapuskan berbagai hambatan yang dibuat oleh Negara

    Berkembang? Sudah pasti Negara Maju tidak mungkin memerintahkanNegara Berkembang untuk mencabut berbagai hambatan tersebutlayaknya hubungan antara negara penjajah dan negara jajahan. Alternatifyang paling mungkin adalah dengan membuat kesepakatan-kesepakatanyang untuk kemudian dituangkan dalam perjanjian internasional. ApabilaNegara Berkembang turut serta dalam perjanjian internasional dimaksudmaka mereka akan terikat untuk melaksanakannya yang pada gilirannyamereka akan menghapuskan berbagai hambatan atas barang dan jasadari luar negeri. Negara Maju tidak jarang memberi pemanis berupahibah, pinjaman dan lain sebagainya bagi Negara Berkembang agarmereka mau ikut dalam suatu perjanjian internasional.29

    Perjanjian internasional di bidang perdagangan internasional yangtelah diupayakan oleh Negara Maju di antaranya adalah General Agree-ment on Tariffs and Trade (GATT), Agreement Establishing theWorld Trade Organisation (WTO), Agreement on Agriculture, Agree-ment on Trade-Related Investment Measures (TRIMs), dan Agree-ment on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights(TRIPs), dan lain-lain.

    27Esensi dari perdagangan bebas adalah perdagangan antarnegara diharapkan bisa samaseperti perdagangan antarpropinsi dimana tidak dipermasalahkan dari mana suatu barangatau jasa berasal.28 Maksud terbentuk disini adalah taste atau preferensi dari konsumen atau masyarakat.Pada konsumen atau masyarakat Negara Maju mereka biasanya sudah memiliki tastemaupun preferensi tersendiri sehingga sulit untuk memenetrasi barang atau jasa yangdiproduksi oleh Negara Maju lainnya.

    29 Dalam tulisan Tony Clarke disebutkan bahwa, In the 1980s, the World Bank and theIMF used debt renegotiations as a club to force the developing nations into implementingstructural adjustment programs (SAPs) in their economies. Each SAP package called forsweeping economic and social changes designed to channel the countrys resources andproductivity into debt repayments and to enhance transnational competition. In effectthe SAPs have become instruments for the recolonization of many developing countriesin the South in the interests of TNCs and banks. Lihat: Tony Clarke, Mechanisms ofCorporate Rule, Dalam: Jerry Mander dan Edward Goldsmith, The Case Against theGlobal Economy and for a Turn Toward the Local, (New York: Sierra Club Books, 1996),301. Goldsmith juga mengatakan bahwa, Lending large sums of money to the compliantelite of a nonindustrial country is the most effective method of controlling it and therebyobtaining access to its market and natural resources. Once in debt, they inevitablybecome hooked on further and further borrowing rather than cutting down on expenditureand thus fall under the power of the lending countries. Lihat: Edward Goldsmith, De-velopment as Colonialism, Dalam: Jerry Mander dan Edward Goldsmith, The CaseAgainst the Global Economy and for a Turn Toward the Local, (New York: Sierra ClubBooks, 1996), 261.

    13 14

  • Upaya Negara Maju untuk meneguhkan prinsip perdaganganinternasional yang mereka yakini mendapat reaksi dari NegaraBerkembang. Sudah sejak lama Negara Berkembang memperjuangkandiubahnya prinsip tradisional perdagangan internasional. Bagi NegaraBerkembang yang umumnya sedang bergulat dengan masalahpertumbuhan ekonomi, mereka tidak setuju apabila ekonomi pasardiberlakukan begitu saja dalam perdagangan internasionl.30 Untuk itupada sidang United Nations Conference on Trade and Develop-ment (UNCTAD) pertama tahun 1964, dikemukakan tentang perlunyaprinsip perlakuan preferensi (preferential treatment) dan non-resiprositas untuk diberlakukan.31 Sebenarnya apa yang dikehendakioleh Negara Berkembang telah dibicarakan dalam perundingan GATTpada tahun 1954-55. Ketika itu dibicarakan dan disetujui amandementerhadap Pasal XVIII yang dianggap sebagai permulaan dari differ-ential treatment bagi Negara Berkembang.32 Perlakuan yang berbedauntuk Negara Berkembang ditindaklanjuti pada tahun 1965 denganmemasukkan pasal-pasal yang dikelompokkan dalam Bagian IVGATT.33

    Upaya Negara Berkembang untuk mengubah wajah hukuminternasional di bidang perdagangan internasional, disadari atau tidak,telah menggunakan metode CLS. Pertama Negara Berkembangmelakukan trashing dengan mengatakan bahwa prinsip perdaganganinternasional yang dianut, seperti Most Favoured Nations (MFN)yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) GATT,34 mengasumsikan bahwasetiap negara mempunyai kesetaraan.35 Fakta menunjukkan bahwa diantara negara-negara tidak ada kesetaraan.36 Sehingga apabila prinsipMFN tetap diberlakukan hal ini akan bertentangan dengan tujuan GATT

    30 Hans van Houtte, The Law of International Trade, (London:Sweet & Maxwell, 1995),51.31 Dalam prinsip ini disebutkan bahwa Developed countries should grant concessionsto all developing countries and extend to developing countries all concessions they grantto one another and should not, in granting these or other concessions, require anyconcessions from developing countries. Bahkan disebutkan bahwa, New preferentialconcessions, both tariff and non-tariff, should be made to developing countries as a wholeand such preferences should not be extended to developed countries.32 Dalam Pasal XVIII ayat (2) disebutkan bahwa, The contracting parties recognizefurther that it may be necessary for those contracting parties, in order to implementprogrammes and policies of economic development designed to raise the general standardof living of their people, to take protective or other measures affecting imports, (garismiring dari penulis).33 Bagian IV memuat ketentuan prinsip non-resiprositas dalam negosiasi perdaganganantara Negara Maju dan Negara Berkembang. Bagian IV kemudian dirinci lebih lanjut padatahun 1979 yang kemudian dikenal dengan nama Enabling Clause. Ada empat katagoriperlakuan yang berbeda, yaitu (a) Preferential tariff treatment accorded by developed

    contracting parties to products originating in developing countries in accordance with theGeneralized System of Preferences; (b) Differential and more favourable treatment withrespect to the provisions of the GATT concerning non-tariff measures governed by theprovisions of instruments multilaterally negotiated under GATT (now WTO) auspices; (c)Regional and global arrangements entered into amongst less-developed contracting partiesfor the mutual reduction or elimination of tariffs and, in accordance with criteria orconditions which may be prescribed by the GATT contracting parties (now the WTOMinisterial Conference), for the mutual reduction or elimination of non-tariff measures,on products imported from one another; (d) Special treatment of the least-developedamong the developing countries in the context of any general or specific measures infavour of developing countries. Lihat: Special and Differential Treatment http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/eol/e/wto01/wto01/wto1_17.htm diakses padatanggal 25 Oktober 2001.34 Esensi dari prinsip MFN adalah sebuah negara tidak boleh membuat kebijakan yangdiskriminatif terhadap pelaku usaha yang berasal dari negara yang berbeda.35 Ketentuan tentang MFN dan Prinsip Resiprositas yang dikenal dalam GATT, sebagaimanadikatakan oleh Abdulqawi Yusuf, have come under attack from the developing coun-tries because, in their view, although such rules might serve the expansion and liberaliza-tion of trade among the developed countries, they were frustating the efforts of thedeveloping countries to use international trade as a means of economic development.Lihat: Abdulqawi Yusuf, Legal Aspects of Trade Preferences for Developing States: AStudy in the Influence of Development Needs on the Evolution of International Law, , 4.36 Hal ini tercermin dalam laporan untuk persiapan sidang UNCTAD pertama dimanadikatakan bahwa, By the very nature of its philosophy, which is based on liberalism,GATT inevitably shows a marked lack of understanding of the interest of the underdevel-oped and developing countries. This is primarily due to the inequality between the indus-trialized and developing countries in the matter of bargaining power. Article I of theGeneral Agreement is based on the fiction that there is complete equality among Con-tracting Parties. There is however no equality treatment except among equals.Sebagaimana dikutip oleh Abdulqawi, dalam: Ibid., 14.

    15 16

  • itu sendiri, yaitu tercapainya mutually advantageous arrange-ments.37 Negara Berkembang bahkan menunjukkan ketidaksetujuan-nya mereka atas perluasan masalah perdagangan internasional yangdiusulkan oleh beberapa Negara Maju pada Pertemuan Para MenteriWTO di Doha, seperti perburuhan, eco-labelling, dan transparansidalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.38

    Selanjutnya Negara Berkembang melakukan deconstructiondengan mengargumentasikan bahwa prinsip perdagangan internasionalyang ada saat ini merupakan ciptaan, dan hanya berpihak pada,Negara Maju. Prinsip tersebut sangat menguntungkan pelaku usahadari Negara Maju, tetapi tidak bagi Negara Berkembang. Keinginanuntuk memberlakukan preferential treatment, differential treatment,non-resiprositas, enabling clause merupakan upaya untuk mere-konstruksi prinsip perdagangan internasional dalam hukum interna-sional.39

    Metode genealogy juga digunakan oleh Negara Berkembang.Mereka mengemukakan berbagai prinsip perdagangan internasional yangdiformulasikan oleh para pemimpin negara Barat pada KonferensiBretton Woods tahun 1944, dirasakan sebagai tidak mencerminkanaspirasi Negara Berkembang. Hal ini karena pada saat itu banyak diantara Negara Berkembang belum memperoleh kemerdekaan. Harusdiakui banyak prinsip-prinsip perdagangan internasional yang berawaldari Eropa dan mulai dipraktekkan sejak abad ke-12.40

    Kegagalan Negara Berkembang dalam Mengubah Wajah HukumInternasional: Membatasi Gerak Multinational Corporation

    Dalam konflik kepentingan ekonomi Negara Berkembang danNegara Maju, masalah lain yang mengemuka adalah kegiatan yangdilakukan oleh Transnational Corporation (TNC) atau MultinationalCorporation (selanjutnya disingkat MNC). MNC adalah perusahaanyang mempunyai jaringan kerja yang mendunia. Keberadaan MNCsebenarnya bukan hal baru. Pada masa Negara Berkembang masihmenjadi negara jajahan MNC sudah melakukan kegiatan.41

    Salah satu masalah yang muncul sehubungan dengan keberadaanMNC adalah kekhawatiran Negara Berkembang atas kekuatan dominanMNC yang dapat mengancam kedaulatan dan eksistensi Negara

    37 Ada dua paragraf yang terdapat dalam Preambul GATT. Paragraf pertama secara lengkapberbunyi, Recognizing, that their relations in the field of trade and economic endeavourshould be conducted with a view to raising standards of living, ensuring full employmentand a large and steadily growing volume of real income and effective demand, developingthe full use of the resources of the world and expanding the production and exchange ofgoods. Paragraf kedua berbunyi, Being desirous of contributing to these objectives byentering into reciprocal and mutually advantageous arrangements directed to the substan-tial reduction of tariffs and other barriers to trade and to the elimination of discrimina-tory treatment in international commerce.38 Dalam masalah perburuhan, misalnya, pemerintahan Negara Berkembang beranggapanbahwa, attempts to introduce this issue into the WTO represent a thinly veiled formof protectionism which is designed to undermine the comparative advantage of the lower-wage developing countries. Lihat: Doha WTO Ministerial 2001: Briefing NotesTradeand Labor StandardsA Difficult Issue for many Governments. http://www-svca.wto-ministerial.org/english/thewto_e/minist_e/min01_e/brief16_e.html diakses pada tanggal 25Oktober 2001.39 Secara tepat Bulajic menggambarkan argumentasi Negara Berkembang sebagai berikut,, if we accept that the main purpose of the NIEO is to reequlibrate internationaleconomic relations, or rather the international economic system, in order to make it amore congenial environment for, and more conducive in its mechanism, to the develop-ment of Third World countries, then positive discrimination or preferential treatment for

    developing countries would in one way or another be at the bass of all corrective action,whether remedial or affirmative Lihat: Milan Bulajic, Principles of InternationalDevelopment Law, 2nd ed., (Dordrecht: Martinus Nijhoff, 1992), 287.40 John Jackson mengatakan bahwa, The MFN obligation has a long history which iseasily traced back to the twelfth century, although the phrase seems to have first ap-peared in the seventeenth century. John Jackson, The World Trading System and thePolicy of International Economic Relations, (Cambridge: The MIT Press, 1991), 104;Di bagian lain Jackson mengatakan, A national treatment obligation can be found insome treaties, dating back to earlier centuries. Ibid., 120.41 Menurut Muchilinski MNC sudah ada sejak tahun 1850. Lihat: Peter Muchilinski,Multinational Enterprises and the Law, (Oxford: Blackwell Publishers Ltd., 1995), 20.

    17 18

  • Berkembang.42 Sebagai contoh, MNC kerap memaksa NegaraBerkembang agar peraturan perundang-undangan yang dibuat berpihakdan menguntungkan mereka.43 Untuk mencapai tujuan ini tidak segan-segan MNC mengancam akan memindahkan usaha mereka.44 BahkanMNC dapat mempengaruhi pemerintah negaranya, termasuk jugalembaga-lembaga internasional, untuk melakukan suatu tindakanterhadap pemerintah Negara Berkembang yang merugikan mereka.45

    Disamping itu MNC dapat meminta pemerintahnya untuk mem-perjuangkan kepentingan mereka dalam forum internasional. Salahsatunya adalah dalam pembentukan perjanjian internasional.

    Perjanjian internasional yang dibuat untuk melindungi kepentinganMNC dapat dikelompokkan paling tidak menjadi tiga kategori. Pertama,perjanjian-perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi MNCdari tindakan sepihak pemerintah setempat.46 Selanjutnya, perjanjian-perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi produk,termasuk hak atas kekayaan intelektual, yang dihasilkan oleh MNC.47

    Ketiga, perjanjian-perjanjian internasional yang memberi jalan keluar(remedy) bagi perselisihan yang terjadi antara MNC dengan pemerintahNegara Berkembang.48

    Menghadapi kekuatan besar yang dimiliki oleh MNC, NegaraBerkembang telah lama mengupayakan agar hukum internasional dapatmembatasi aktivitas MNC. Hasil maksimal yang dapat dicapai olehNegara Berkembang adalah pembentukan UN-Draft Code of Con-duct on Transnational Corporations (selanjutnya disebut Code of

    42 Muchilinski menggambarkan sebagai berikut, The MNC began to be described as achallenge to the national state, a creature with no loyalties except to itself, an entity thatcaused economic, social and political disruption in both the host and home countries, andaimed at global dominance. Lihat: Ibid., hlm. 7. Demikian juga Sornarajah yangmengatakan, Multinational corporations, became the principal instruments of foreigndirect investment and exerted power and influence akin to and sometimes exceedingthose of states. Lihat: M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment,(Cambridge: Cambridge University Press, 1994), 2.43 Hal ini sangat bergantung pada posisi tawar (bargaining position) antara MNC dengannegara penerima (host state). Muchilinski mengatakan, The relationship between thehost state and a MNC will be the outcome of a bargaining process between them. In thisregard the formal content of the host states law and regulations should be viewed as astarting point for negotiation, as an initial statement of the hosts regulatory goals. Howfar that system is actually applied in a given case will depend on the outcome of bargain-ing at the stage of entry. This, in turn, depends on the relative bargainning strength ofthe host state and the MNE. Lihat: Peter Muchilinski, 104; Bahkan Goldsmithmengatakan, TNCs will now have the power to force national governments to defendcorporate interests whenever such interests are in conflict with those of the people whoseinterest the government have been elected to protect. Lihat: Edward Goldsmith, De-velopment as Colonialism, Dalam: Jerry Mander dan Edward Goldsmith, The CaseAgainst the Global Economy and for a Turn Toward the Local, (New York: Sierra ClubBooks, 1996), 266. Demikian juga Sornarajah mengatakan, Multinational corporationswild significant power to shape the law on foreign investment to their advantage.Lihat:: M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, 52.44 Goldsmith mengatakan, If a country passes a law that TNCs regard as hindrance totheir further expansion, they merely threaten to leave and establish themselves else-where, which under the new conditions, they can do at the drop of a hat. Lihat: EdwardGoldsmith, Development as Colonialism, Dalam: Jerry Mander dan Edward Goldsmith,The Case Against the Global Economy and for a Turn Toward the Local, 265.45 Sornarajah mengungkapkan, Back by its own immense financial resources as well asthe power of its home state, it may influence the political course of the host states inwhich it seeks to invest. Lihat: M. Sornarajah, The International Law on ForeignInvestment, 51. Lebih lanjut ia mengatakan, The power of multinational corporation to

    ensure that their home states maintain stance favourable to the protection of their globalinvestments is very clear. they are also helped by their home states through interna-tional agencies which they control to ensure that states which are hostile to multinationalcorporations are denied priviliges conferred by the agencies. The examples given in theliterature are of the International Monetary Fund and the World Bank. Lihat: Ibid., 53.46 Contoh perjanjian internasional yang masuk dalam katagori ini adalah ConventionEstablishing the Multilateral Investment Guarantee Agency, dan Agreement on TradeRelated Investment Measures.47 Contoh perjanjian internasional yang masuk dalam katagori ini adalah Convention forthe Protection of Industrial Property, Agreement concerning International Registration ofMarks, Agreement for Protection of Appellations of Origin and their International Regis-tration, Convention concerning International Deposit of Industrial Designs, Agreementon Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in CounterfeitGoods.48 Contoh perjanjian internasional yang masuk dalam katagori ini adalah Convention onthe Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States.

    19 20

  • Conduct).49 Code of Conduct hingga sekarang tidak pernah di-tetapkan menjadi resolusi PBB, apalagi perjanjian internasional. Olehkarenanya saya berpendapat, Negara Berkembang mengalamikegagalan dalam usahanya membatasi kegiatan MNC. Ada paling tidakempat alasan mengapa demikian. Pertama, bagaimanapun tidak disukaikegiatan yang dilakukan oleh MNC, Negara Berkembang membutuhkankehadirannya, baik dalam rangka pemasukan devisa, alih teknologi,penyerapan tenaga kerja dan lain-lain. Kedua, pembatasan aktivitasMNC bukan sekedar perdebatan dalam tataran konsep, melainkanharus berhadapan dengan kenyataan dan praktek yang sudah lamaterbentuk. Ketiga, dengan kekuatan yang dimiliki oleh MNC, merekadapat memastikan bahwa ide untuk membatasi mereka akan gagal.Terakhir, suka atau tidak suka, krisis ekonomi yang melanda berbagainegara di Asia dan resesi ekonomi dunia, membuat ketergantunganNegara Berkembang terhadap MNC semakin tinggi.

    Upaya Negara Berkembang untuk membatasi gerak MNC telahmenggunakan metode trashing, deconstruction dan geneality. NegaraBerkembang melakukan trashing terhadap asumsi Negara Maju bahwaNegara Berkembang melakukan tindakan sepihak terhadap kepentinganMNC. Pertanyaannya adalah apakah memang Negara Berkembangmelakukan tindakan sepihak secara semena-mena? Negara Berkembangmerasa bahwa tindakan sepihak dilakukan karena ada kebutuhan yangmendasar untuk itu.50 Tanpa tindakan sepihak, Negara Berkembang

    tidak mungkin melakukan pembangunan segera setelah mendapatkemerdekaannya dan terbebas dari masalah-masalah ekonomi yangdihadapinya.

    Selanjutnya, Negara berkembang melakukan deconstructionterhadap pemikiran Negara Maju untuk melindungi MNC. Dalampemikiran Negara Maju perlindungan diberikan karena seolah MNCtidak berdaya dalam menghadapi tindakan Negara Berkembang.Padahal, menurut Negara Berkembang, justru MNC yang abusiveterhadap Negara Berkembang.51 Pendapat demikian menjadi dasaruntuk mengatakan bahwa, Transnational corporation shall notintervene in the internal affairs of a host State, sebagaimanatertuang dalam Charter of Economic Rights and Duties of States.52

    Dengan demikian perlindungan yang diberikan oleh hukum internasionalseharusnya tidak diberikan kepada MNC melainkan kepada mereka.53

    49 Pembatasan ruang gerak dari MNC yang tercantum dalam Code of Conduct tersebut, diantaranya, respect for national sovereignty and observance of domestic laws, regulationsand administrative practices, adherence to economic goals and development objectives,policies and priorities, adherence to socio-cultural objectives and values, respect forhuman rights and fundamental freedoms, non-interference in internal affairs of hostcountries. Lihat: UN Doc. E/1988/39/Add. 1 tertanggal 1 Februari 1988.50 Dalam laporan UN Center and Commission on Transnational Corporations pada tahun1985 terungkap bahwa Negara Berkembang (the emergence of new States) tidak menyetujuikonsep tradisional yang berlaku untuk tanggung jawab negara terhadap nasionalisasi karena,

    the application of those principles to the newly independent States was seen asperpetuating an exploitative system beneficial to the developed market economies.Lihat: Henkin, Louis et. al., International Law: Cases and Materials, 686.51 Misalnya sebagaimana diungkap oleh Samuel Asante, sebagaimana dikutip oleh SidneyDell, Under the concession, the transnational corporation made a direct equity invest-ment for the purpose of exploiting a particular natural resource. In many cases, theconcession amounted to a virtual assumption of sovereignty by transnational corpora-tions over the host countrys natural resourcesan example of the old internationaleconomic order, (kursip dari penulis) Lihat: Sidney Dell, The United Nations andInternational Business, (Durham: Duke University Press, 1990), 38.52 Pasal 2 ayat (2) huruf (b) kalimat ke-2 Charter of Economic Rights and Duties.Charter of Economic Rights and Duties terdapat dalam Resolusi Majelis Umum PBB A/3281 (XXIX) tertanggal 12 Desember 1976. Dalam: 28 Year Book of United Nations(1974), 403.53 Schacter, misalnya, ketika mendiskusikan tentang tindakan Negara Berkembangmelakukan tindakan pengambilalihan aset MNC mengatakan, Pervading the politicalatmosphere in these cases were ideological and emotional reactions to foreign domina-tion. Memories of past abuses by colonial rulers had not disappeared. The sense ofcontinued dependency of foreign sources of capital and on foreign markets intensified thedesire for greater economic independence. The strongly worded resolutions in the UnitedNations demanding full sovereign rights over resources and foreign business were a politi-cal reflection of these sentiments. Lihat: Oscar Schachter, International Law in Theoryand Practice, (Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers, 1991), 303.

    21 22

  • Pemikiran inilah yang dipakai dalam Code of Conduct yang esensinyaadalah merekonstruksi prinsip-prinsip dan pemikiran tradisional. Tidakheran apabila ketentuan yang terdapat dalam Code of Conduct sangatberpihak pada kepentingan Negara Berkembang.54

    Teknik geneality digunakan oleh Negara Berkembang denganmengatakan bahwa pemberian perlindungan bagi MNC oleh NegaraMaju didasarkan pada fakta sejarah yang menunjukkan NegaraBerkembang kerap melakukan tindakan sepihak terhadap kepentinganMNC.55 Sementara sejarah yang menunjukkan bahwa NegaraBerkembang justru dieksploitasi oleh MNC seolah diabaikan, kalautidak dapat dikatakan dihilangkan. Apabila sejarah ini yang diungkapmaka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Negara Berkembang

    sudah sepantasnya mendapat perlindungan hukum internasional dariaktivitas dan tindakan MNC.

    Demikianlah telah saya utarakan bagaimana eksistensi hukuminternasional dalam konflik kepentingan antara Negara Berkembangdan Negara Maju. Kalau di permulaan pidato ini saya kemukakanpengelompokan Negara Berkembang dan Negara Maju, saat ini sayaingin mengatakan bahwa negara yang masuk dalam kelompok NegaraBerkembang apabila kelak masuk dalam kelompok Negara Maju makanegara tersebut akan menghadapi pilihan yang dilematis. Apakah negaratersebut akan bertindak sebagaimana layaknya Negara Maju ataumemperjuangkan idealisme semasa negara tersebut masih menjadiNegara Berkembang. Biarlah waktu yang menjawabnya.

    Perancang dan Negosiator Perjanjian Internasional yang Handal:Tantangan Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia

    Untuk memperkuat Negara Berkembang, termasuk Indonesia,dalam mengubah wajah hukum internasional maka diperlukan perancangdan negosiator yang handal. Kelihaian para juru runding dan perancangtidak bisa lain selain dihadapi dengan kelihaian pula. Kelihaian di sinimemegang peran yang penting mengingat dalam alam pikiran CLS,

    Law is not, of couse uniquely the tool of the powerful. Everyoneinvokes the authority of law in everyday interactions, and the con-tent of laws registers many concessions to groups struggling forchange from below, as well as to the wishes of the politically andeconomically dominant. But to be able to wield legal discourseswith facility and authority or to pay others (lawyers, legislatiors,lobbyists, etc.) to wield them on your behalf is a large part of whatit means to possess power in society.56

    54 Sebagai contoh ketentuan angka (7) dari Code of Conduct disebutkan bahwaTransnational corporations shall respect national sovereignty of the countries in whichthey operate mengingat aktivitas MNC yang kerap mengancam kedaulatan NegaraBerkembang; Kemudian ketentuan angka (8) menentukan bahwa, An entity of atransnational corporation is subject to the laws, regulations and established administrativepractices of the country in which it operates karena aktivitas MNC justru banyak yangtidak menghormati peraturan perundang-undangan Negara; Ketentuan angka (10)menyebutkan bahwa, Transnational corporations should carry out their activities inconformity with the development policies, objectives and priorities set out by theGovernments of the countries in which they operate Transnational corporationsshould co-operate with the Governments of the countries in which they operate with aview to contributing to the development process , thereby establishing mutually benefi-cial relations with this countries mengingat kerap terjadi pemerintahan Negara Berkembangjustru yang mengikuti apa yang dikehendaki oleh MNC; Ketentuan dalam angka (16)menentukan bahwa, transnational corporation shall not interfere in the internalaffairs of host countries karena MNC seringkali mempengaruhi jalannya pemerintahanNegara Berkembang; Bahkan ketentuan angka (17) menyebutkan bahwa, Transnationalcorporations shall not interfere in intergovernmental relations mengingat MNC tidaksegan-segan memanfaatkan negara asalnya yang notabene adalah Negara Maju untukberhadapan dengan Negara Berkembang demi kepentingannya.55 Sejarah yang menunjukkan hal ini lebih banyak terjadi setelah berakhirnya PerangDunia II, kecuali di negara-negara Amerika Latin. Padahal keberadaan MNC sudah lamaada, jauh sebelum Negara Berkembang memperoleh kemerdekaannya. Alasan NegaraBerkembang melakukan tindakan sepihak, seperti nasionalisasi, lebih dikarenakan kondisiekonomi mereka yang menuntut demikian.

    56 Robert W. Gordon, Critical Legal Studies, Dalam: John Arthur dan William H. Shaw(eds.), 177-178.

    23 24

  • Oleh karenanya pendidikan hukum di Indonesia perlu dirancanguntuk menghasilkan para sarjana hukum yang tidak saja paham dalammasalah teori tetapi mampu mempraktekkan pengetahuan mereka.57

    Kelemahan para juru runding dan perancang perjanjian internasionaldari Indonesia adalah kelihaian untuk melakukan perundingan danperancangan itu sendiri. Apabila dibandingkan dengan rekan-rekanmereka dari luar negeri, jelas mereka jauh tertinggal. Di sinilah artipenting memotivasi dan menekankan pada para mahasiswa untukmemiliki kelihaian yang dibutuhkan. Selanjutnya, kurikulum pendidikanhukum di Indonesia harus diorientasikan untuk menghasilkan sarjanahukum yang memiliki percaya diri yang tinggi. Pengajar harusmeninggalkan proses belajar mengajar dengan metode hapalan danmenggantinya dengan metode legal reasoning yang didasarkan padapenelitian. Dari pengalaman saya mengajar perancangan kontrak,sungguh sangat memprihatinkan lulusan sarjana hukum dalammenerapkan ilmunya ke dalam pembuatan kontrak. Mereka kurangmampu dalam menerapkan ilmu yang didapat dibangku kuliah, apalagimelakukan riset sebelum kontrak dibuat.

    Lebih lanjut saya ingin menekankan pentingnya penguasaan bahasaInggris. Bagi para mahasiswa, bahasa Inggris merupakan suatukeharusan. Penguasaan bahasa Inggris dewasa ini tidak cukup sekedar

    digunakan untuk membuka wawasan tetapi harus sudah berada dalamtahap digunakan untuk mengartikulasi pendapat dalam bernegosiasidan membuat perjanjian internasional. Penguasaan bahasa Inggris yangdemikian bukan hal yang mustahil. Dengan adanya kemajuan teknologi,seperti satelit dan internet para mahasiswa dapat membiasakan diriuntuk menggunakan bahasa Inggris layaknya native speaker. Peranuniversitas dan fakultas adalah memfasilitasi para mahasiswa agardiberi kesempatan dalam menggunakan bahasa Inggris yang merekakuasai. Contohnya adalah apa yang telah dirintis oleh Fakultas HukumUI dengan mengadakan kuliah bersama melalui video conferencingdengan University of South Carolina di Amerika Serikat. FakultasHukum UI juga telah merintis dan kemudian menjadikannya kegiatantetap untuk mengirim mahasiswa ke forum-forum kompetisi peradilansemu (moot court competition) di luar negeri. Para mahasiswa sudahtiga kali berpartisipasi dalam Asia Cup di Jepang dan satu kali mengikutiPhillip Jessup Moot Court Competition di Amerika Serikat.

    Para Undangan yang Terhormat

    Sampailah saya pada penghujung pidato saya. Dalam kesempatanini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih ke berbagai pihak.Pertama tentunya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada paraguru sejak saya mulai menjalani taman kanak-kanak hingga ke jenjangperguruan tinggi yang telah membukakan wawasan saya terhadapberbagai hal. Terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada IbuSri Rahayu guru Kimia saya pada waktu di SMA yang melihat potensisaya yang tidak sesuai dengan penjurusan saya namun terus mendorongsaya walaupun tahu bahwa nilai yang saya dapatkan selalu jelek. Harussaya akui secara jujur bahwa pada masa menjalani SMA di Jakartanilai yang saya peroleh pasti merah dan bagi mereka yang mengenalsaya di SMA tentunya tidak akan percaya dengan apa yang saya

    57 Sebenarnya hal ini disebabkan perbedaan pendidikan hukum yang mendasar antaraIndonesia dengan Amerika Serikat. Di Amerika, pendidikan hukum disebut sebagai schoolkarena di sana pendidikan hukum dianggap sebagai professional school. Sebagai profes-sional school maka pendidikan ditujukan untuk melahirkan lulusan yang mahirmenggunakan hukum. Persyaratan untuk masuk ke law school adalah calon mahasiswaharus memiliki ilmu yang dipelajari di universitas, seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmuteknik (biasanya lulus dengan bachelor degree). Sementara di Indonesia seperti kebanyakannegara di Eropa memperlakukan pendidikan hukum sebagai ilmu sehingga yangmenyelenggarakan pendidikan hukum disebut fakultas atau faculty. Lulusan fakultashukum tidak diharuskan untuk memasuki profesi-profesi tradisional hukum. Menurut hematsaya pendidikan hukum di Indonesia sedang berada di dalam persimpangan. Apakah akanmejadi professional school atau tempat untuk mendalami ilmu hukum.

    25 26

  • capai hari ini. Apa yang saya alami sebenarnya merupakan kelemahanterhadap sistem pendidikan di Indonesia. Pertama adalah murid terlalucepat untuk dijuruskan (mengingat saya murid pindahan dari luar negeri).Kedua sistem pengajaran yang sangat menekankan pada pemberianmateri secara sepihak oleh guru. Murid tidak dirangsang dan dimotivasiuntuk menyukai pengetahuan yang diajarkan.

    Selanjutnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada parapihak yang telah mendorong karier saya sebagai dosen di FakultasHukum UI. Saya sungguh bersyukur karena selama meniti karier diFakultas Hukum saya bertemu dengan banyak pihak yang sangatmemperhatikan dan mau mengeksploitasi potensi yang saya miliki. Tanpamereka potensi yang saya miliki hanyalah potensi. Untuk itu perkenankansaya mengenang dan mengucapkan terima kasih kepada almarhum IbuEstiana Hermina atau yang lebih dikenal dengan Ibu Dhenok. Beliauadalah pendorong saya diawal karier sebagai pengajar. Saya belajarbanyak dari Ibu Dhenok, utamanya disiplin Belandanya dalam bekerjadan melakukan pekerjaan.

    Saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepadaProf. Erman Rajagukguk yang saya biasa panggil dengan sebutanAbang. Pertama kali saya bertemu dengan Bang Erman adalahsewaktu beliau kembali dari belajar di Amerika Serikat pada tahun1988. Bang Erman-lah yang tidak henti-hentinya mengingatkan untukmengutamakan penyelesaian pendidikan akademis dalam berkariersebagai pengajar. Sewaktu saya berada di Jepang, Abang yang satu inisempat berkunjung dan meminta saya untuk meneruskan studi ke jenjangyang lebih tinggi, walaupun dari saya ada kekhawatiran perkuliahan diIndonesia akan terganggu. Kekhawatiran itu beliau sanggah denganmengatakan, fakultas hukum tidak akan runtuh dengan tidak adanyakamu. Selanjutnya, Bang Erman pula yang mengingatkan saya agarsegera menyelesaikan program S-3 saya dengan kata-kata yang selalu

    saya ingat, anyone can be a lawyer, but not every lawyer can be aDoctor. Setelah akhirnya mendapatkan gelar Doktor, kembali BangErman memanas-manasi saya dengan mengatakan anyone can be aDoctor, but not every Doctor can be a professor. Bahkan ketikasaya ragu dan hampir putus asa untuk dicalonkan sebagai guru besar,beliau mengatakan bahwa, jangan pikir guru besar untuk dirimu sendiritetapi pikir untuk institusi. Memang benar ungkapan beliau itu, kitamenjadi guru besar selain ada kebanggaan bagi diri sendiri tetapi jauhlebih penting adalah bagi institusi. Sebagai institusi, Fakultas Hukum UIakan dilihat dari berapa jumlah dosen yang berpendidikan S-2, S-3 danjumlah pengajar dengan jabatan guru besar. Apalagi kalau kita mene-tapkan fakultas hukum di luar negeri sebagai saingan UI. Prof. Ermantidak saja mendorong dan memotivasi saya, tetapi lebih dari itu, beliaumemberi kesempatan bagi saya untuk tampil sebagai pembicara dalamberbagai seminar, meminta saya untuk menjadi pengajar dan instrukturdalam berbagai perguruan tinggi dan lembaga pendidikan, sehinggaselain kum (angka kredit) terkumpul, dapur pun mengepul. BahkanProf. Erman memantau karier saya secara langsung dan dekat hinggasaya sampai pada mimbar yang terhormat ini. Untuk segala yang telahAbang berikan, saya tidak mungkin bisa membalas budi Abang, kecualiberjanji untuk ikut dalam ajakan Abang untuk menghasilkan gihik (namakecil saya)-gihik baru.

    Perkenankanlah saya di sini mengucapkan terima kasih sayakepada Prof. Mochtar Kusuma Atmadja yang pada suatu ketika sayadiberi kesempatan untuk berhubungan secara dekat dengan beliau.Beliaulah yang menasehati saya untuk mempunyai rencana hidup karenamanusia hidup hanya sekali.

    Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaankepada Bapak Rektor, Prof A. Budi Santoso yang telah membantu danmendorong penyelesaian studi S-3 saya dan memberi kesempatan yang

    27 28

  • luas kepada saya dalam berbagai hal. Demikian pula dengan paramantan rektor, Prof. Sujudi dan Prof. M.K. Tadjudin yang telah memberikesempatan kepada saya untuk melanjutkan studi S-2 di Jepang.

    Saya ingin menyampaikan terima kasih saya kepada Prof. SidikSuraputra, Prof Sri Setianingsih Suwardi dan Bapak Suwardi, senior-senior saya di bagian hukum internasional.

    Selanjutnya saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepadapara mantan dekan, Prof. Mardjono Reksodiputro, Prof. CharlesHimawan, dan Prof. Girindro Pringodigdo. Kepada dekan, Bapak AbdulBari Azed, saya tak lupa menyampaikan penghargaan saya karenatelah berani mengusulkan saya sebagai guru besar semoga sayatidak mengecewakan Bapak. Beliau-beliau sangat membantu kemajuankarier saya di fakultas. Bahkan sebagai staf Prof. Mardjono sewaktubeliau mejadi dekan, saya mendapat pengalaman untuk bekerja secarateliti dan memahami rumitnya mengelola fakultas. Beliau juga yangmengirim saya belajar ke Jepang, kata beliau ketika itusehingga stafkita tidak berorientasi hanya pada Amerika dan Eropa. SementaraProf. Charles telah banyak memberi pandangan-pandangan beliau padasaya sebagai akademisi sejati.

    Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih sayakepada Prof. Tahir Azhary yang secara diam-diam mengikutiperkembangan saya dan memberi kesempatan bagi kemajuan kariersaya di fakultas.

    Kepada Dr. Harkristuti Harkrisnowo, Dr. Jufrina Rizal, Mas AdijayaYusuf, Bang Akhiar Salmi dan Adik saya Melda Kamil ucapan terimakasih saya tujukan kepada mereka. Melalui diskusi dan hubungan kakak-adik, saya telah mendapat berbagai keuntungan dari mereka hinggasaya bisa berada di mimbar yang terhormat ini. Demikian pula dengansenior saya yang dahulu pernah menjadi penasehat akademis sayaketika mahasiswa, Mbak Retno Murniati, dan senior yang mendorong

    saya untuk berkarier sebagai dosen, Ibu Sri Mamudji, saya sampaikanpenghargaan dan ucapan terima kasih. Tak lupa saya ucapkan terimakasih secara khusus kepada rekan Kurnia Toha yang mempunyai visijangka panjang dalam mengembangkan Fakultas Hukum UI.

    Saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihakyang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mendalami duniapraktek. Kepada Bapak Kaligis saya sungguh berterima kasih ataskesempatan yang diberikan untuk menyelami kehidupan pengacara.Kepada para senior partners Lubis, Ganie, Surowidjojo Law Firmsaya juga ingin menyampaikan terima kasih, utamanya kepada MasArief T. Surowidjojo yang ketika saya bekerja di situ, beliau menjadiatasan langsung saya. Kelihaian dan profesionalisme beliau sebagailawyer menjadi teladan bagi saya untuk menyelami kehidupan sebagaikonsultan hukum. Selanjutnya perkenankanlah saya mengenang danmenyampaikan terima kasih kepada Bapak Parulian Sidabutar, mantanSekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang telahmembuka kesempatan dan memberikan kepercayaan pada saya untukmenduduki jabatan penting dalam birokrasi.

    Selanjutnya saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih sayakepada para sahabat dekat saya. Kepada rekan saya Gatot Subagio,Mirza Karim, Hendri DS Budiono, Heri Fuad dan Ahmad Fikri Assegafsaya mengucapkan terima kasih anda atas persahabatan selama inidan di masa yang akan datang.

    Terakhir saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluargasaya. Pertama tentunya kepada kedua orang tua saya, Juwana dan SitiAisjah Juwana. Kepada Ibu yang telah melahirkan saya dan kepadaayah yang telah meyakinkan pentingnya makna pendidikan. Di suatumalam saya masih teringat akan cerita ayah saya bahwa jangan sampaiputaran roda berlaku di keluarga. Anak-anak diminta untukmempertahankan apa yang telah dicapai oleh generasi pendahulu.

    29 20

  • Memang dalam keluarga yang sudah mapan, mempertahankan apayang sudah ada lebih sulit. Apabila tidak hati-hati kemapanan cenderungmengarah pada kejatuhan. Beliau juga yang mengarahkan secarapersuasif agar saya mengambil ilmu hukum sebagai ilmu yang sayageluti dan ternyata arahan tersebut tidak salah. Bahkan, beliau tidakterlalu antusias dengan keinginan saya bekerja di Departemen LuarNegeri, karena kalau baik akan dikira karena ada Bapak di situ, tapikalau jelek akan merusak nama Bapak. Ternyata saran beliau benar,justru saya dengan menjadi dosen dapat mengekspresikan diri sayatanpa beban ketergantungan pada nama besar beliau.

    Hidup sederhana juga menjadi pelajaran yang sangat berharga.Sebagai anak seorang diplomat, bahkan duta besar, status tersebuttidak berdampak pada cara hidup anak-anaknya. Ayah selalu memantausetiap kemajuan hidup yang dicapai oleh anak-anaknya. Ia tidak pernahjemu-jemu berperan sebagai lawan diskusi. Bahkan pada saat penulisanpidato pengukuhan ini, beliau masih sempat mengatakan, bawa sinibiar saya periksa dulu, suatu pernyataan dari seorang ayah yang tidakmenghendaki kegagalan dari anaknya. Terus terang saya mendambakanprosesi ini untuk terjadi, karena bagi saya tidak ada barang di dunia iniyang mampu saya beli yang ayah saya tidak mampu membelinya.Perkenankanlah saya mempersembahkan upacara kebesaran ini untukAyah saya sebagai ungkapan rasa terima kasih saya. Pak, terimakasih.

    Selanjutnya, ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepadakedua mertua saya Bapak Soemarno dan Ibu Iim Halimah. Demikianpula kepada para kakek dan nenek saya. Bapak Soedjalmo yang padausia 97 tahun menyempatkan datang ke Jakarta walaupun tidak dapatmenghadiri upacara hari ini dan almarhum Ibu Suripni. Demikian puladengan almarhum Bapak Roeslan Tjakraningrat, yang pernah menjadiGubernur pertama untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Ibu

    Hatimah. Sungguh saya bangga mempunyai mereka semua.Kepada istri tercinta, Nenden Esty Nurhayati, saya mengucap

    syukur ke hadirat illahi karena mempertemukan saya dengan dia. Sayaucapkan terima kasih atas kesabarannya dan kepercayaannya agarsuaminya dapat menjalani profesi sebagai pengajar. Pengorbanan istrisaya tidak hanya terbatas pada kesabaran tetapi secara nyata telahmenggantikan peran saya sebagai pencari nafkah di kala saya tidakmempunyai penghasilan yang berarti karena menjalani sekolah di luarnegeri. Istri saya dapat diibaratkan sebagai penambang. Pada waktubertemu untuk pertama kali dengan saya dan kemudian melanjutkan kejenjang pernikahan ia saya anggap telah mengambil risiko yang sangatbesar. Sebagai dosen banyak gadis yang tidak melihat suatu kehidupanyang menjanjikan. Sekarang saya telah membuktikan padanya bahwarisiko yang diambil ternyata tidak sia-sia. Demikian juga kepada anak-anakku, Ogi Pratama Juwana, Tannia Meisa Juwana dan Afira DiaraJuwana, Papa sangat berterima kasih atas pengertian kalian karenawaktu kalian sering Papa ambil untuk mengajar, menulis dan melakukanpenelitian. Pernah Ogi, si sulung, pada usia 3 tahun bertanya padasaya, Papa ngapain kok sibuk banget? Jawaban saya ketika ituMencari uang. Lalu ia jawab, Memangnya hilang dimana Pa?seolah ingin ikut membantu mencarikan karena tidak rela ditinggalayahnya. Kepada anak-anakku Papa dan Mama tentunya berharapkalian bertiga dapat menjadi anak-anak yang saleh, taat pada agamadan berguna bagi bangsa dan negara. Semoga papa dan mama berhasilmendidik kalian seperti Grandpa dan Meme.

    Para Hadirin sekalian

    Akhirul kata, tidak lupa saya mengucapkan beribu terima kasihatas kehadiran para hadirin sekalian dalam prosesi ini. Apa yang sayacapai di sini bukanlan life time achievement bagi saya. Saya harus

    31 32

  • membuktikan pada para hadirin dan masyarakat luas bahwa saya mampumengemban jabatan mulia ini dengan terus mengajar, meneliti danmenghasilkan karya-karya ilmiah saya. Untuk itu saya mohon doa danrestu para hadirin sekalian.Wabillahi al-Taufiq wal-HidayahWassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    DAFTAR PUSTAKA

    I. Buku dan Jurnal

    Arthur, John dan William H. Shaw (eds.), Reading in the Philosophy ofLaw, 2nd ed. (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 1984).

    Bulajic, Milan, Principles of International Development Law, 2nd ed.(Dordrecht: Martinus Nijhoff, 1992).

    Allot, Philip, Theory and International Law: An Introduction (London:The British Institute of International and Comperative Law).

    Cassese, Antonio, International Law in a Divided World (Oxford:Oxford University Press, 1986).

    Chand, Hari, Modern Jurisprudence (Kuala Lumpur: International LawBook Series, 1994).

    Chen, Lung-Chu, An Introduction to Contemporary International Law:A Policy Oriented Perspective, 2nd.ed. (New Haven: Yale Univer-sity Press, 2000).

    Churchill, R.R. dan AV Lowe, The Law of the Sea, 3rd ed. (Manches-ter: Manchester University Press, 1999).

    Davies, Howard dan David Holdcroft, Jurisprudence: Texts and Com-mentary (London: Butterworth & Co., 1991).

    33 34

  • Dell, Sidney, The United Nations and International Business (Durham:Duke University Press, 1990).

    Gill, Stephen dan David Law, The Global Political Economy: Perspec-tives, Problems, and Policies (Baltimore: The John Hopkins Uni-versity Press, 1988).

    Henkin, Louis et. al., International Law: Cases and Materials, 3rd ed.(Minnesota: West Publishing Co., 1993).

    ____________, International Law: Politics and Values (Dordrecht:Martinus Nijhoff Publishers, 1995).

    Houtte, Hans van, The Law of International Trade (London: Sweet &Maxwell, 1995).

    John Jackson, The World Trading System and the Policy of Interna-tional Economic Relations (Cambridge: The MIT Press, 1991).

    Levi, Werner, Contemporary International Law, 2nd ed. (Boulder:Westview Press, 1991).

    Mander, Jerry dan Edward Goldsmith, The Case Against the GlobalEconomy and for a Turn Toward the Local (New York: SierraClub Books, 1996).

    Muchilinski, Peter, Multinational Enterprises and the Law, (Oxford:Blackwell Publishers Ltd., 1995).

    Nussbaum, Arthur, A Concise History of the Law of Nations, edisirevisi (New York: The MacMillan Co., 1958).

    Shaw, MN, International Law, 3rd ed. (Cambridge: Grotius PublicationsLtd., 1991).

    Snyder, Frederick E. dan Surakiart Sathiratai (eds.), Third World Atti-tudes Toward International LawAn Introduction, (The Nether-lands: Martinus Nijhoff Publishers, 1987).

    Sornarajah, M., The International Law on Foreign Investment (Cam-bridge: Cambridge University Press, 1994).

    Starke, JG, Introduction to International Law, 11th ed. (dipersiapkanoleh IA Shearer), (London: Butterworth & Co. Ltd., 1994).

    Trebilcock, Michael J. dan Robert Howse, The Regulation of Interna-tional Trade, 2nd ed., (New York: Routledge, 1999).

    Verzijl, JH, International Law in Historical Perspective (Leyden: Sijthoff,1968).

    Wallace, Rebecca MM, International Law, 2nd ed. (London: Sweet &Maxwell, 1992).

    White, N.D., The Law of International Organisations, (Manchester:Manchester University Press, 1996).

    Williams, Sylvia Maureen, The Law of Outer Space and NaturalResources, 36 International and Comparative Law Quarterly,(1987).

    Yusuf, Abdulqawi, Legal Aspects of Trade Preferences for Develop-

    35 36

  • ing States: A Study in the Influence of Development Needs on theEvolution of International Law (The Hague: Martinus Nijhoff Pub-lishers, 1982).

    Bahan Internet

    Doha Ministerial Meeting 2001: Trade and Labour StandardsADifficult Issue for many WTO Governments http://www-svca.wto-ministerial.org/english/thewto_e/minist_e/min01_e/brief16_e.html

    Doha Ministerial Meeting 2001: Transparency in Government Pro-curement, http://www-scva.wto-ministerial.org/English/thewto_e/minist_e/min01/brief14_htm

    Doha Ministerial Meeting 2001: Trade and Services, http://www-scva.wto-ministerial.org/English/thewto_e/minist_e/min01/brief106_htm

    Doha Ministerial Meeting 2001: Transparency in Government Pro-curement, http://www-scva.wto-ministerial.org/English/thewto_e/minist_e/min01/brief14_htm

    Special and Differential Treatment, http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/eol/e/wto01/wto01/wto1_17.htm

    Dokumen

    Agreement Establishing the World Trade Organisation

    Agreement on Agriculture

    Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs)Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights(TRIPs)

    Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights,including Trade in Counterfeit Goods

    Agreement for Protection of Appellations of Origin and their Interna-tional Registration

    Agreement Governing the Activities of States on the Moon and OtherCelestial Bodies.

    Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency,dan Agreement on Trade Related Investment Measures

    Convention for the Protection of Industrial Property, Agreement con-cerning International Registration of Marks

    Convention concerning International Deposit of Industrial Designs

    Convention on the Settlement of Investment Disputes between Statesand Nationals of Other States

    General Agreement on Tariffs and Trade

    United Nations Convention on the Law of the Sea

    Charter of Economic Rights and Duties terdapat dalam Resolusi MajelisUmum PBB A/3281 (XXIX) tertanggal 12 Desember 1976

    Declaration of Principles Governing the Sea Bed and Ocean Floor, andthe Subsoil Thereof, beyond the Limits of National Jurisdiction, ResolusiMajelis Umum PBB No. 2749

    UN-Draft Code of Conduct on Transnational Corporations dalam UNDoc. E/1988/39/Add. 1 tertanggal 1 Februari 1988.

    37 38

  • RIWAYAT HIDUP

    I. Data Pribadi

    Nama : Hikmahanto JuwanaTempat dan Tangal Lahir: Jakarta, 23 November 1965Nomor Induk Pegawai : 131 796 086Jabatan : Guru Besar Fakultas Hukum UIPangkat : Penata Tingkat IGolongan : III/dIstri : Nenden H. JuwanaAnak : 1. Ogi Pratama Juwana

    2. Tannia Meisa Juwana3. Afira Diara Juwana

    Alamat : Perumahan Graha MutiaraBlok I No. 7 Pengasinan,Bekasi Timur (17115)

    II. Latar Belakang Pendidikan1. Pendidikan Dasar dan Menengah

    a. SD Sekolah Indonesia di Phnom Penh, Kamboja (1971-

    1973). Sekolah Indonesia di Bangkok, Thailand (1973-1974). SD Katholik Krida Dharma, Blora, Jawa Tengah

    (1974-1975). SD Tegal Parang Pagi, Jakarta (1975-1976).

    b. SMP Sekolah Indonesia Singapura, Singapura (1976-1978). Russel Sage Junior High School, New York (1978-

    1980).

    c. SMA Hillcrest High School, New York (1980-1981). SMA VI, Jakarta (1981-1983).

    2. Pendidikan Tinggia. Sarjana Hukum (SH) dari Fakultas Hukum Universitas

    Indonesia (1983-1987).b. Master of Law (LL.M) dari Keio University, Jepang

    (1990-1992).c. Mengikuti satu semester pada Program Pascasarjana

    S-3 Universitas Indonesia (1992).d. Doctor of Philosophy (Ph.D) dari University of Not-

    tingham, Inggris (1993-1997).e. Mengikuti satu semester dari tiga Semester Master in

    Public Policy pada National University of Singapore,Singapura (1998).

    3. Pendidikan Tambahana. Pendidikan Bahasa Jepang pada International Center, Keio

    University, Jepang (April 1989-April 1990).b. Pendidikan dan Pelatihan bagi Profesi Penunjang untuk

    Konsultan Hukum Pasar Modal Angkatan V (Juni 1996).c. Pelatihan Legislative Drafting yang diselenggarakan oleh

    International Legislative Institute, The Public Law Cen-ter, New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat, Juni 2000.

    d. Workshop on Competition Law yang diselenggarakan olehUSAID, Juni 1998.

    e. Workshop on Competition Law and Policy: Cross Coun-try Approaches and Experiences yang diselenggarakanoleh World Bank Institute dan Singapore CooperationProgramme, Ministry of Foreign Affairs, Singapore diSingapura 14-20 Mei 2000.

    39 40

  • III. Pengalaman Kerja

    Akademis

    1. Jenjang S-1

    Pengajar pada Fakultas Hukum UI untuk mata kuliah (a)Hukum Internasional dan (b) Hukum Udara dan Angkasadengan jenjang jabatan sebagai berikut:a. Asisten Ahli (1988-1992)b. Asisten Ahli Madya (1992-1994)c. Lektor Muda (1996-1998)d. Lektor (loncat jabatan) (1998- 2001)e. Lektor Kepala (inpassing) (1 Januari 2001)f. Guru Besar (loncat jabatan) (Juli 2001- )

    Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIuntuk mata kuliah Hukum Internasional.

    Ko-Pengajar dengan Prof. David Linnan dalam kuliahbersama melalui video conference pada University ofSouth Carolina Law School, Amerika Serikat untuk matakuliah Public International Law.

    Pengajar pada Akademi Ilmu Imigrasi untuk mata kuliahHukum Internasional.

    Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uni-versitas Moestopo untuk mata kuliah Hukum Internasional.

    2. Jenjang S-2

    Program Ilmu Hukum Pengajar pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum

    UI untuk mata kuliah (a) Teori Hukum, (b) HukumPerdagangan Internasional dan (c) Perancangan KontrakBisnis.

    Pengajar pada Program Pascasarjana UniversitasDiponegoro (Kelas Khusus Departemen Kehakiman)untuk mata kuliah Perbandingan Hukum Acara ArbitraseInternasional (UNCITRAL, ICC, AAA, LCIA Rules).

    Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Pro-gram Pascasarjana Universitas Jayabaya untuk matakuliah (a) Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi(sampai dengan 2000) dan (b) Hukum Dagang Interna-sional.

    Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Pro-gram Pascasarjana Universitas Islam Indonesia untukmata kuliah Hukum Perdagangan Internasional.

    Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Pro-gram Pascasarjana Universitas Surabaya untuk matakuliah Kontrak Bisnis Internasional.

    Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Pro-gram Pascasarjana Universitas Pancasila untuk matakuliah Teori Hukum.

    Pembimbing dan Penguji pada Program Studi MagisterIlmu Hukum Program Pascasarjana Universitas SumateraUtara.

    Program Non-Ilmu Hukum Pengajar pada Program Studi Ilmu Administrasi Program

    Pascasarjana Universitas Indonesia untuk mata kuliahHukum Bisnis dan Hukum Perdagangan Internasional.

    Pengajar pada Program Studi Ilmu Teknik ProgramPascasarjana Universitas Indonesia untuk mata kuliah (a)Hukum dalam Manajemen Proyek dan (b) HukumKonstruksi dan Hukum Kontrak.

    Pengajar pada Program Studi MM Program Pascasarjanauntuk Universitas Bina Nusantara untuk mata kuliahLegal Environment dan Corporation Law.

    41 42

  • 3. Jenjang S-3

    Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum ProgramPascasarjana Universitas Indonesia untuk mata kuliahTeori Hukum pada Program Pascasarjana S-3 Universi-tas Indonesia.

    Ko-promotor dan penguji pada Program S-3 PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara.

    Salah satu Pengajar untuk mata kuliah Teori Hukum padaProgram Pascasarjana S-3 Universitas Islam Indonesia.

    4. Pendidikan Lanjutan/Pelatihan

    Instruktur untuk Perancangan Kontrak (Contract Draft-ing) pada berbagai lembaga pendidikan lanjutan dilingkungan universitas maupun lembaga pendidikanswasta.

    Narasumber Hukum Persaingan pada berbagai lembagayang terkait dengan hukum persaingan.

    Non-Akademis

    1. Asisten Pengacara pada Kantor Pengacara OC Kaligis,SH & Associates (1986-1987).

    2. Staf pada Sekretariat Pimpinan Fakultas Hukum UI (1987-1988).

    3. Guru SMP dan SMA (paruh waktu) pada SekolahRepublik Indonesia Tokyo (SRIT) (1991-1992).

    4. Staf Peneliti pada Pusat Studi Wawasan Nusantara (Mei1992-September 1993).

    5. Anggota Dewan Redaksi Majalah Hukum danPembangunan (1992-2000).

    6. Konsultan Hukum pada Law Firm Lubis, Ganie,Surowidjojo (Oktober 1994-Januari 1997).

    7. Pembantu Asisten (eselon II/a) urusan Hak AtasKekayaan Intelektual pada Asisten Menko Ekuin III,Kantor Menko Ekuin (16 Agustus 1999-Juli 2000).

    8. Staf Ahli Menteri (eselon I/b) Menteri Koordinator BidangPerekonomian Bidang Hukum dan Kelembagaan (Juli2000- Februari 2001).

    9. Ketua Program Kekhususan Pascasarjana FakultasHukum UI (2001-sekarang).

    10. Wakil Ketua Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi (1999-sekarang).

    11. Ketua Partnership for Business Competition (PBC)(1999-sekarang).

    12. Anggota Dewan Pakar Departemen Kehakiman (2001-sekarang).

    III. Penguasaan Bahasa Asing1. Inggris2. Jepang

    IV. Tulisan yang Dipublikasikan

    Dalam Bentuk Buku1. The Liberalization of Foreign Trade and Investment, and the

    Competition Law and Policy in Indonesia, dalam Competi-tion Law and Policy in Indonesia and Japan, Joint ResearchProject on Supporting Economic Structural Reforms in Asian

    43 44

  • Countries, Institute of Developing Economies Japan ExternalTrade Organization, Maret 2001.

    2. A Survey on the Influence of International Economic Policyon Indonesian Laws: Implementation and Problems, dalamNaoyuki Sakumoto dan Koesnadi Hardjasomantri (ed.) Cur-rent Development of Laws in Indonesia, Institute of Develop-ing Economies Japan External Trade Organization, 1999.

    3. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indo-nesia, editor bersama Ayudha D. Prayoga, Hamid Chalid,Laode Syarif, Syarifuddin dan Ningrum Natasya Sirait, 2000.

    4. Pertahanan Negara dalam Perspektif Hukum Internasionalditerbitkan oleh Badan Penerbit Fakultas Hukum UI (segeraterbit).

    Dalam Bentuk Jurnal/Majalah/Koran

    Jurnal Internasional

    1. Japans Defence Conception and Its Implication for South-east Asia, dimuat dalam majalah The Indonesian Quarterly,Vol. XXI. No. 4, Fourth Quarter, Centre for Strategic andInternational Studies, 1993.

    2. Intelectual Property Protection in Asia, bersama AstiSoekanto dimuat dalam Asia Business Law Review, No. 10,Oktober 1995.

    3. An Overview of Indonesias Antimonopoly Law dalamJurnal Hukum Washington University at St. Louis, AmerikaSerikat (segera terbit).

    4. Foreign Intervention dalam Jurnal Hukum Transnational Lawand Business University, Korea (segera terbit).

    Jurnal/Majalah Nasional

    1. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam PembentukanHukum Angkasa, dimuat dalam Majalah Hukum danPembangunan, No. 5 Tahun XVIII, Oktober 1988.

    2. Masalah Penafsiran terhadap Pasal 9 Konstitusi Jepang,dimuat dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, Nomor 3Tahun XXII, Juni 1992.

    3. Tinjauan Hukum Organisasi Internasional terhadap PerbedaanStatus Subsidiary Organs dan Specialized Agencies Perseri-katan Bangsa-Bangsa, Majalah Pro Justitia, Tahun X Nomor4, Oktober 1992.

    4. Studi Awal tentang Perjanjian Internasional yang Berten-tangan, dimuat dalam Majalah Hukum dan Pembangunan,Nomor 6 Tahun XXII, Desember 1992.

    5. Perilaku Pengusaha Jepang terhadap Hukum, dimuat dalamMajalah Newsletter, No. 11/III, Desember 1992.

    6. Perluasan Ruang Lingkup Hukum Angkasa, dimuat dalamMajalah UNISA, Nomor 18, Tahun XIII Triwulan 3, 1993.

    45 46

  • 7. Dampak dari Konflik Perdagangan antara Amerika Serikatdan Jepang terhadap Tatanan Perdagangan Internasional:Analisa Hukum Berdasarkan Kesepakatan GATT/WTO,dimuat dalam Majalah Newsletter, No. 22/VI, September 1995.

    8. Masalah Status BUMN pada Persero yang telah Go Pub-lic, dimuat dalam Majalah Newsletter, Nomor 31/Tahun VIII,Desember 1997.

    9. Analisa Ekonomi atas Hukum Perbankan, dimuat dalamMajalah Hukum dan Pembangunan, Nomor 1-3 Tahun XXVIII,Januari-Juni 1998.

    10. Sekilas tentang Hukum Persaingan dan Undang-undang No.5/1999, dimuat dalam Jurnal Magister Hukum, Vol. 1 No. 1,September 1999.

    11. Mahkamah Pidana Internasional, dimuat dalam JurnalHukum, Nomor 11 Vol. 6/1999.

    12. Menyambut Berlakunya UU No. 5 Tahun 1999: BeberapaHarapan dalam Penerapannya oleh Komisi PengawasPersaingan Usaha, dimuat dalam Majalah Hukum danPembangunan, No. 4 Tahun XXXIX, Oktober-Desember 1999.

    13. Merjer, Konsolidasi dan Akuisisi dalam Perspektif HukumPersaingan dan UU No. 5 Tahun 1999, dimuat dalam MajalahNewsletter, No. 38/X, September 1999.

    14. Beberapa Masalah Hukum Internasional dari Dugaan

    Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor-Timur, dimuatdalam Majalah Mimbar Hukum, No. 34/II/2000.

    15. Kontrak Bisnis yang berdimensi Publik, dimuat dalam JurnalMagister Hukum, Vol. 2 No. 1, Februari 2000.

    16. Hukum Telematika dan Perkembangan E-Commerce di In-donesia, dimuat dalam Majalah Newsletter, No. 44, Maret2001.

    Majalah Populer/Koran

    1. Masyarakat Jepang Tak Perlu Hukum? dimuat dalamMajalah Forum Keadilan, Nomor 28, Maret 1991.

    2. Renungan terhadap Eksistensi Hukum Kita, dimuat dalamKoran Media Indonesia, 24 Juni 1992.

    3. Eksklusivitas vs Persaingan dalam UU Telekomunikasi,dimuat dalam Majalah dotNET, Edisi 2, 25 Juli 7 Agustus2000.

    4. Memorandum of Understanding, dimuat dalam Majalah Fo-rum Keadilan, No. 38, 24 Desember 2000.

    5. Menolak Peradilan Internasional, dimuat dalam MajalahGARDA, No. 47/Th. II, 24-30 Januari 2000.

    6. Intervensi Pihak Asing, dimuat dalam Harian SuaraPembaharuan, 8 Maret 2000.

    47 48

  • 7. Peradilan Nasional bagi Pelaku Kejahatan Internasional,dimuat dalam Harian Kompas, 17 Februari 2000.

    8. Urgensi Pengaturan Arbitrase dalam UU Pasar Modaldimuat dalam Jurnal Hukum Bisnis, vol. 15, September 2001.

    9. Aspek Penting Pembentukan Hukum Teknologi Informasi,dimuat dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17, November 2001.

    V. Pertemuan Ilmiah (selaku pembicara)

    Internasional1. The Ideal Philosophy of Education in Indonesia and The

    Present Situation, disampaikan pada