PHENYLBUTAZONUM

download PHENYLBUTAZONUM

of 10

Transcript of PHENYLBUTAZONUM

TUGAS KIMIA FARMASI INDIVIDUKELOMPOK 1 ANALGETIK DAN ANTIPIRETIKPHENYLBUTAZON

DISUSUN OLEH ANITA RUSLI II A 10.005

2011/2012 AKADEMI FARMASI JAMBI

DAFTAR ISI1. DAFTAR ISI 2. KATA PENGANTAR 3. PENDAHULUAN 4. SIFAT DASAR OBAT ANTI-INFLAMASI NON STEROID 5. PEMBAHASAN OBAT 6. DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTARPuji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nyalah Tugas Individu Kimia Farmasi ini dapat saya selesaikan. Dalam tugas ini saya mebahas mengenai obat-obatan analgetik dan antipiretik. Obat-obat inimerupakan obat yang paling banyak penggunaan di kalangan masyarakat.Hampir di setiap rumah tangga menyediakan obat-obat ini. Obat analgetik dan antipiretik pun dapat dengan mudah dibeli di apotek maupun took obat tanpa perlu menggunakan resep dokter. Obat analgetik adalah obat yang digunakan untu menghilangkan rasa nyeri sedangkan antipiretik adalah obat yang digunakan untuk menurunkan panas. Oleh karena luasnya penggunaan obat ini, kadang masyarakat tidak memahami sepenuhnya bagaiman penggunaan obat yang baik dan benar,Oleh karena itu dengan tugas ini, saya akn menjelaskan mengenai obat analgetik dan antipiretik dan salah satu onatnya yaitu Phenylbutazon. Akhirnya, saya sampaikan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu saya dalam menyusun tugas saya ini. Semoga tugas kimia farmasi saya ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jambi, 28 Oktober 2011 Penulis

Anita Rusli

1.PENDAHULUANObat analgesic antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan satu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Akan diuraikan dahulu mekanisme dan sifat dasar obat mirip aspirin sebelum membahas masingmasing subgolongan.

2 . S I F AT D A S A R O B A T A N T I - I NF L AM A S I N O N- S T E R O I D2.1. MEKANISME KERJA Mekanisme jerja berhubungan dengan system biosintesis PG mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in vitrobahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Penelitian lanjutan membuktikan bahwa produksi PG akan meningkatkan bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat reaksi biokimia lainnya, hubungannya dengan efek analgesic, antipiretikdan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien , malah pada beberapa orang sintesis meningkatkan dan dikaitkan dengan reaksi hipersensitivita yang bukan berdasarkan pembentukan antibody. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidobat menjadi PGG2 Terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat alam 2 isoform disebut COX-1` dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di

berbagai jaringan khususnya ginjal, hati, dan saluran cerna. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sito protektif. Sikloooksigenase02 semula diduga diinduksi berbagai stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan factor pertumbuhan. Ternyata sekarang COX- juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, saluran vascular daqn pada proses perbaikan jaringan. Trombisat A2 , yang disintesis trombosit oleh COX-1 , menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot plos. Sebaiknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2di endotel makrovaskular melawan efek terserbut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit , vasodilatasi dan efek anti proliferatif. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX2. Pnghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cernadan perdarahan. Anti inflamasi nonsteroid yang tidak selektif dinamakan AINS tradisional (AINSt) Khusus parasetamol, hambatan biosintesis Pg hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi parasetamol praktis tidak ada. NYERI PG hanya berperan paa nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Obat mirip aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG dihambat oleh golongan obat ini, bukannnya blockade langsung pada reseptor PG. DEMAM Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan keseimbangan ini terganggu tapi dapat dikembalikn ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keaadan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen endigen atau sitokin,misalnya interleukin-1yang memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preotik hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebra; atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endigen dengan menghambat sintesis PG. Demam ynag timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik.

2.2 EFEK FARMAKODINAMIK Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya;parasetamol(asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi efek anti inflamasinya lemah sekali EFEK ANALGESIK sebagai analgesik obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integemun, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari efek analgesic opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, obat mirip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensor lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen tidak teratasi dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya nyeri kronis pasca bedah dapat diatasi dengan obat mirip aspirin. EFEK ANTIPIRETIK Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memeperlihatkan efek antipiretik in vitro tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengn hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan atas antipiretik atas alasan tersebut. EFEK ANTI-INFLAMASI Kebanyakan obat antiinflamasi, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagi antiinflamasi terutama pada pengobatan kelainan muskolusketel, misalnya arthritis rematoid, osteoarthritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan , memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskolesketel ini.

2.3. EFEK SAMPINGSelain menimbukan efek terapi yang sama AINS juga memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada biosintesis PG.Selain tu kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung,ginjal, dan jaringan inflamasi. Jelas bahwa efek obat

maupun efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan kadar yang lebih tinggi. Secara umum obat dapat menyebabkan efek samping pada 3 sisitem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Klinisi sering lupa bahwa AINS dapat menyebabkan kerusakan hati. Efek samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini paling sering membutuhkan AINS dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita banyak penyakit. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda antar obat. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin. Reaksi ini umumnya berupa rintis vasomotor, edema angioneurotik, urtiksri luas, asma bronchial, hipotensi sampai keadaan presyok dan syok. Di antara aspirin dan obat mirip aspirin dapat terjadi hipersensitif silang. Menurut hipotesis terakhir, mekanisme reaksi ini bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakidonat ke arah jalur liposigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan produksi leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut.

3. PEMBAHASAN OBATPHENYLBUTAZONUM Fenilbutazon

4-butil-1,2-difenilpirazolidina-3,5-dion C19H20N2O2 BM 308,38

Fenilbutazon mengandung tidak kurang dari 98,0 % C19H20N2O2 , dan tidak lebih dari 100,5% C19H20N2O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Serbuk hablur; putih atau putih kuning gading; tidak berbau Kelarutan Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol ( 95 % ) P; mudah latut dalam eter P dan dalam aseton P Baku Pembanding Fenilbutazon BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara di bawah tekana 30 mmHg 10 mmHg pada suhu 80selama 4 jam, sebelum digunakan Identifikasi A. Spektrum serapan inframerah larutan 5 % b/v dalam karbondiosulfida P setebal 0,1 mm menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seprti pada fenilbutazon PK; penetapan diukur pada 7 um sampai 15 um. B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,001 % b/v dalam larutan natrium hidroksida p 0,04 5 b/v menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti pada fenilbutazon PK. Serapan masing-masing dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 264nm berbeda tidak lebih dari 2 %. Jarak lebur Antara 1040 dan 1070. Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1%; lakukan penetapan menggunakan 2,0 g.

Klorida Tidak lebih dari 0,007%; laukan penetapan menggunakan 2,0 g,didihkan dengan 60 ml air selama 5 menit, dinginkan, saring. Pada 30 ml filtrat tambahkan 1 ml asam nitrat 2 N dan 1 ml larutan perak nitrat LP; filtrat tidak lebih keruh dari kekeruhan yang diberikan oleh 0,10 ml asam klorida 0,002 N Sulfat Tidak lebih dari 0,01%; lakukan penetapan meggunakan 30 ml filtrat yang diperoleh dari Uji Batas Klorida, yang ditambah 2 ml barium klorida LP; filtrat tidak lebih keruh dari kekeruhan yang diberikan oleh 0,10 ml asam sulfat 0,02 N. Logam berat Metode III Tidak lebih dari 10 bpj. Susut pengeringan Tidak lebih dari0,5 %; pengeringan dilakukan pada suhu 800 dalam tekanan udara 20 1mmHg selama 4 jam. Sisa pemijaran Tidaklebih dari 0,1 %; penetapan dilakukan dengan menggunakan 2,0 g. Cemaran senyawa organik mudah menguap Metode V Memenuhi syarat. Pelarut gunakan dimetil sulfoksida P Penetapan kadar Lakukan penetapan dengan cara krematografi cair kinerja tinggi seperti yang tertera pada krematografi Dapar asetat larutkan dengan 2,72 g natrium asetat P, dalam gelas piala 1000 ml menggunakan lebih kurang 700 ml air. Atur pH hingga 4,1 dengan asam asetat glasial P, saring melalui penyaring 0,5 m, encerkan dengan air yang telah disaring hiongga 1000 ml Fase gerak Campur 440 ml asetonitril P dengan 560 ml dapar asetat dan awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut Kesesuaian sistem menurut Krematografi. Larutan baku internal Timbang lebih kurang 300mg desoksikortikosteron astat, larutkan dalam 200 ml asetonitril P, campur. Larutan baku Timbang seksama sejumlah fenilbutazon BPFI larutkan dalam asetonitril P, sonikasi sampai larut, encerkan secara kuantitatif dan bertingkat dengan asetonitril P hingga kadar lebih kurang 1,4mg per ml. Pipet 10 ml larutan ini ke dalam labutentukur 50 ml, tambahkan 10 ml Larutan baku internal, encerkan dengan asetonitril P sampai tanda [Catatan Gunakan larutan ini dalam waktu 8 jam setelah pembuatan] Larutan uji Timbang seksama lebih kurang 140 mg zat, larutkan dengan 75 ml asetonitril P dalam labu tentukur 100 ml, sonikasi sampai larut, encerkan degan asetonitril P sampai tanda.Pipet 10ml larutan ini ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml Larutan baku internal encerkan dengan aseronitril P Sampai tanda dan campur. [Catatan Gunakan larutan ini dalam waktu 8 jam setelah pembuatan] Sistem krematografi Lkukan seperti yang tertera pada krematografi. Krematograf kinerja tinggi dilengkapi dengan detector 254 nm dan kolom 4,6 mm x 25 cm berisi bahan pengisi L7 dan pra kolom berisi bahan pengisi L2. Laju aliran lebih kurang 2,4 ml per menit. Lakukan krematografi terhadap larutan baku, rekam respons puncak seperti yang

tertera pada prosedur; resolusi, R, antara puncak Larutan uji dan Larutan baku internal tidak kurang dari 3,5 dan simpangan baku relative pada penyuntikan ulang tidaklebih dari 2,0%. Prosedur Suntikkan secara terpish sejumlah volume sama ( lebih kurang 25 l) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam krematograf, ukuir respons puncak utama. Waktu retensi relative desoksikortikosteron asetat dan fenilbutazon masing masing adalah 1,0 dan 0,7. Hitung jumlah dalam mg, C19H20N2O2,dengan rumus: Ru 500 C ( Rs ) C adalah kadar fenilbutazon BPFI dalam mg per ml Larutan baku; Ru dan Rs berturut turut adalah perbnadingan respon puncak fenilbutazon terjadap baku imternal dari Lrutan uji dan Larutan baku Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan Antipiretikum ; analgetikum. Dosis maksimum Sekali 200 mg sehari 600 mg

DAFTAR P US TAKA2. 1. De Brac ME, Elseviers MM. Analgesic nephropathy. NEJM 1998;338(7):446-52 Roberts II LJ, Morrow JD. Analgesic-antypyretik and antiinflamatorry agents and drugs employed in the treatment of gout. In Hardman JG, Limbird LE, eds. Goodman & GillmansThe Pharmalcological basis of therapeutic 10thed. New York:McGraw Hill;2001. p.687-731 Farmakope Indonesia Edisi III .1971. Farmakope Indonesia Edisi IV .1995 Farmakologi dan terapi. Edisi 5.2007

3. 4. 5.