PESISIR BATU LAYAR

14

Click here to load reader

Transcript of PESISIR BATU LAYAR

Page 1: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

1

PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT ISLAM (Studi Kasus Tentang Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Muslim Pesisir Melase Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok

Barat)

Winengan∗

Abstrak: Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu menjadi hal yang menarik untuk dibincangkan karena selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi. Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam, maka akan sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Kondisi inilah yang juga dialami oleh masyarakat pesisir yang ada di Melase Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat yang menjadi sasaran penelitian ini. Hampir 90 persen masyarakatnya hidup sebagai nelayan, sehingga dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-harinya, mereka hanya mengandalkan hasil penjualan ikan yang mereka dapatkan dari ngerakat (menangkap ikan di laut). Namun berdasarkan hasil analisis lingkungan strategis masyarakat muslim Pesisir Melase, terdapat beberapa potensi (keunggulan dan peluang) yang dimiliki untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat, di antaranya; ikan yang cukup banyak, letak geografis yang cukup strategis sebagai daerah tujuan wisata maupun jalur transportasi pusat kota Mataram dengan daerah tujuan wisata Senggigi. Sebaliknya terdapat juga beberapa kelemahan yang dapat menjadi hambatan pemberdayaan ekonomi mereka, di antaranya; sumber daya manusia yang lemah, mereka tidak memiliki ketrampilan hidup, tidak ada alternatif mata pencaharian selain sebagai nelayan, dan mereka masih hidup di bawah kemiskinan. Berdasarkan data tersebut, maka strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat muslim Pesisir Melase dapat dilakukan dengan menerapkan strategi penciptaan life skill pengelolaan ikan laut dan pengembangan sektor jasa wisata. Kata Kunci: Masyarakat Pesisir, Kemiskinan, Pemberdayaan, Life Skill

∗Penulis (email: [email protected]) saat ini menjabat sebagai

Sekretaris Jurnal Ulumuna dan dosen tetap Fakultas Dakwah IAIN Mataram, Jl. Pendidikan No. 35 Mataram.

Page 2: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

2

PENDAHULUAN

Terjadinya krisis moneter yang berdampak pada krisis ekonomi sejak tahun 1997 serta pertumbuhan jumlah penduduk usia produktif yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja ternyata meninggalkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat. Selain berdampak pada peningkatan jumlah angka pengangguran juga berdampak pada peningkatan jumlah angka kemiskinan masyarakat. Fenomena inilah yang terjadi di negeri tercinta Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Jika persoalan kemiskinan ini dibiarkan terus-menerus dan tidak segera dicarikan solusi penyelesaiannya, maka lambat laun sebagai damapak kemiskinan ini akan memunculkan persoalan sosial baru di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Ada tiga sumber kerawanan yang secara umum dijumpai pada masyarakat miskin pedesaan, termasuk masyarakat miskin yang tinggal di pinggiran pantai; Pertama, kerawanan yang disebabkan oleh keadaan alam dan ekologis yang menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu mempertahankan tingkat hidupnya yang layak; Kedua, kerawanan yang disebabkan oleh bekerjanya sistem harga, sehingga masyarakat miskin tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi; Ketiga, kerawanan monokultural yang menyebabkan masyarakat miskin menjadi tidak berdaya untuk berkembang.1

Masyarakat pesisir (masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pantai) yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu menjadi hal yang menarik untuk dibincangkan karena selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi. Fenomena ini bukan merupakan klain semata, tetapi memang begitulah adanya. Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam, maka akan sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik.

Kondisi inilah yang juga dialami oleh masyarakat pesisir yang ada di Melase Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Berdasarkan data statistik desa setempat hampir 90% masyarakatnya

1Nasruddin Harahap, Dakwah Pembangunan (Yogyakarta: DPD Golkar DI

Yogyakarta, 1999), 122.

Page 3: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

3

hidup sebagai nelayan,2 sehingga dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-harinya, mereka hanya mengandalkan hasil penjualan ikan yang mereka dapatkan dari aktivitas sebagai nelayan (pengerakat). Hasil tangkapan ikan mereka juga tidak tentu, tergantung dari kondisi cuaca. Jika cuaca alam baik, mereka bisa mendapatkan hasil yang banyak dan hasil penjualannya cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya, tetapi jika cuaca alam lagi buruk, seperti gelombang pasang atau angin kencang, mereka tidak jarang tidak mendapatkan ikan,bahkan sampai tidak berani pergi melaut. Sebagai contoh kejadian pada 2006, masyarakat pesisir Melase pernah mengalami kekurangan makanan karena tidak bisa pergi melaut akibat cuaca buruk yang terjadi hampir selama tiga bulan, sehingga tidak punya penghasilan sama sekali dan untuk bertahan hidup mereka terpaksa makan gadung (sejenis umbi-umbian yang tumbuh secara liar di sekita rumah mereka).3

Menyadari permasalahan ekonomi yang dihadapi masyarakat muslim Pesisir Melase tersebut, maka perlu upaya pemberdayaan ekonomi mereka agar tidak terlalu tergantung pada satu jenis usaha (sebagai nelayan), tetapi memiliki alternatif lain untuk mencari biaya kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, perlu dirumuskan strategi pemberdayaan ekonomi mereka dengan mempertimbangkan beberapa potensi perekonomian yang dapat dikembangkan.

METODE PENELITIAN

Secara umum tujuan kegiatan ini adalah untuk mencari data-data yang dapat mendukung penentuan alternatif strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan muslim Melase agar dapat merubah kondisi kehidupannya menjadi lebih baik dan mandiri. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan social action,4 yakni peneliti berusaha memahami kondisi yang terjadi atau sedang dialami oleh masyarakat nelayan muslim Melase, khususnya terkait dengan prilaku kehidupan perekonomian mereka. Untuk memperoleh data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan metode wawancara dan

2Dokumentasi, Melase Tahun 2006. 3Lombok TV, Berita Nuansa Lombok tanggal 13 Mei 2006. 4Max Weber, “The Metodelogy of The Social Science”, dalam Mukhtar

Sarman, Masalah Kualitas Nonfisik Masyarakat marginal: Studi Kasus Perubahan Sosial Di Surian Hanyar (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), 632.

Page 4: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

4

observasi. Dalam metode wawancara ini beberapa pihak yang dipilih sebagai informan antara lain; Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua Kelompok Nelayan, dan masyarakat yang diasumsikan lebih mengenal jati diri dan aktivitas hidup sehari-harinya. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan, dibutuhkan atau dicita-citakan oleh masyarakat Melase supaya keadaan ekonominya lebih maju, sejahtera, dan mandiri. Sedangkan observasi ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas sehari-hari masyarakat Melase dalam mencari biaya hidup selain sebagai nelayan dan untuk memahami potensi-potensi perekonomian yang dimiliki masyarakat Islam Melase yang dapat dikembangkan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi mereka.

Selanjutnya setiap data yang terkumpul atau didapatkan baik melalui metode wawancara maupun observasi dianalisis menggunakan teknik analisis SWOT; Strengths (kekuatan), yaitu keunggulan khusus yang terdapat dalam masyarakat nelayan Melase, Weaknesses (kelemahan) yaitu keterbatasan atau kekurangan yang dimiliki oleh masyarakat Melase, Opportunities (peluang) yaitu berbagai situasi lingkungan eksternal yang menguntungkan bagi masyarakat Melase, dan Threats (ancaman) merupakan faktor-faktor lingkungan eksternal yang tidak menguntungkan atau sebagai hambatan bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat Melase. Hasil analisis SWOT ini selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam penentuan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan muslim yang ada di Melase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Lingkungan Strategis Masyarakat Melase

Melase merupakan salah satu dusun yang secara administratif berada di lingkungan wilayah pemerintahan Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat. Jumlah penduduk dusun Melase sebanyak 642 jiwa yang terbagi dalam 157 kepala keluarga (KK). Sedangkan dilihat dari letak geografinya, Melase berada di daerah pesisir pantai dengan batas wilayah sebagai berikut; sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Montong; sebelah utara berbatasan dengan Dusun Batulayar; sebelah barat berbatasan dengan pantai Selat Lombok; dan sebelah timur berbatasan dengan Dusun Embet Kecamatan

Page 5: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

5

Gunungsari. Berdasarkan data keagamaan, seluruh penduduk Melase beragama Islam.5

Dalam menopang biaya hidup sehari-hari, masyarakat Melase sebagian besar lebih memilih profesi sebagai nelayan, yaitu 250 orang, pegawai swasta 75 orang, pedagang 50 orang, petani 25 orang, sedangkan pegawai negeri sipil (PNS) hanya 4 orang. Selebihnya sekitar 107 orang tidak jelas mata pencahariannya. Adapun sarana dan prasarana jasa yang dimiliki penduduk Melase di antaranya 10 unit toko yang menyediakan semua kebutuhan hidup penduduk sehari-hari dan 6 unit cafe. Sedangkan untuk memudahkan masyarakatnya bersosialisasi dan berinteraksi dengan desa-desa sebelahnya maupun dengan Kota Mataram, masyarakat Melase mempunyai satu unit mobil angkutan umum dan didukung oleh 3 kendaraan bermotor atau ojek.6

Dengan mayoritas sebagai nelayan, di mana penghasilan sehari-harinya sangat ditentukan oleh cuaca alam, maka tingkat kesejahteraan keluarga penduduk Melase masih perlu perhatian serius dari semua pihak. Jumlah kepala keluarga yang termasuk kategori keluarga pra- sejahtera sebanyak 84 kepala keluarga. Untuk keluarga sejahtera tingkat 1 ada 53 kepala keluarga, sejahtera tingkat 2 ada 14 kepala keluarga, dan sejahtera tingkat 3 ada 6 kepala keluarga. Sedangkan untuk kategori keluarga sejahtera 3 plus tidak ada sama sekali.7

Dilihat dari segi pendidikan, masyarakat muslim di Melase masih banyak yang mengalami buta huruf. Meskipun ada kepedulian terhadap pendidikan, tetapi mayoritas masih sebatas pada jenjang pendidikan dasar. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan ini karena ketiadaan faktor biaya yang mereka miliki. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk biaya makan saja masih sulit mereka penuhi.

Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Muslim Melase Menciptakan Life Skill Pengelolaan Ikan Laut

Masyarakat pesisir merupakan salah satu masyarakat miskin pedesaan yang kerap kali berhadapan dengan persoalan-persoalan

5Dokumentasi, Melase Tahun 2006. 6Ibid. 7Ibid.

Page 6: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

6

kebutuhan hidup. Kemiskinan, baik secara materi (ekonomi) maupun non materi (nilai sosial, budaya maupun agama) merupakan persoalan yang umumnya dihadapi oleh masyarakat miskin yang tinggal di pedesaan termasuk di dalamnya masyarakat pedesaan yang tinggal di daerah peisisir (pinggiran pantai). Mendambakan hidup mapan dan punya penghasilan tetap semakin sulit dirasakan manakala harus berhadapan dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Biasanya, untuk mempertahankan kehidupannya, masyarakat miskin menerapkan strategi yang dianggapnya paling baik dengan pola sebagai berikut:

1. Mengandalkan pada bentuk lembaga swadaya secara lokal yang muncul secara murni dari inisiatif sendiri.

2. Mengandalkan pada sumber-sumber pendapatan yang berasal dari kegiatan perdagangan dan industri kecil.

3. Mengandalkan pada bentuk patronase dan bantuan dari pemerintah.

4. Mengandalkan pada struktur proteksi dan bantuan yang bersifat keagamaan.8

Kabijakan pemerintah untuk mengganti dana konpensasi BBM dengan bantuan langsung tunai (BLT), pemberian raskin, pembuatan stasiun pompa bensin nelayan (SPBN), dan solar pack desel nelayan (SPDN) dirasakan tidak bisa menjadi solusi untuk memberdayakan ekonomi dalam mengatasi kesulitan hidup bagi masyarakat miskin yang hidup sebagai nelayan, belum lagi segala kebijakan tersebut hanya sebatas rencana di atas kertas yang entah kapan dapat terealisasi semua.9

Keprihatinan terhadap masyarakat miskin bagi pemerintah dan umat beragama sudah tidak perlu diragukan lagi. Keempat alinea pembukaan UUD 1945 dan al-Qur’an (49:10 dan 4:1) menunjukkan kemauan pemerintah dan agama yang kuat untuk mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi masalahnya kemudian seberapa jauh komitmen yang besar terhadap kemiskinan tersebut bisa diopersionalkan. Apalagi dalam hal ini ada kesan umum bahwa “mengurus orang miskin di pedesaan jauh lebih rumit daripada

8Harahap, Dakwah…, 122. 9Kompas Edisi 2006.

Page 7: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

7

mengurus orang kaya dan berpendidikan yang tinggal diperkotaan”.10

Memang, secara yuridis negara atau pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakatnya atau membuat masyarakatnya dapat hidup secara layak sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945. Namun kemampun negara untuk bertindak sebagai patron dan memberikan bantuan secara langsung kepada masyarakat miskin semakin terbatas karena keterbatasan dana. Demikian pula dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan kesempatan kerja di luar sektor pemerintahan tidak akan bisa memadai apabila dibandingkan dengan tuntutan masyarakat.

Pemberian bantuan langsung (kasus BLT kompensasi BBM, Raskin, dan kasus serupa lainnya) dan penyediaan kesempatan kerja pada masyarakat selama ini oleh pemerintah yang tidak disertai dengan kesiapan kelembagaan dalam masyarakat untuk mengelolanya justru akan mempertinggi tingkat ketergantungan masyarakat miskin pada pemerintah. Oleh karena itu, menciptakan bentuk-bentuk swadaya masyarakat akhirnya merupakan strategi penting yang harus dipakai masyarakat untuk tetap bertahan dalam kehidupannya. Perkumpulan untuk saling membantu dan memecahkan masalah yang dihadapi secara bersama-sama menjadi amat penting. Akan tetapi upaya membangun kemandirian (keswadayaan) amat dibatasi oleh karakteristik yang biasanya melekat pada masyarakat miskin, termasuk masyarakat nelayan muslim Melase. Beberapa karakteristik masyarakat miskin tersebut di antaranya: Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri; Masyarakat miskin pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan aset produksi dengan usaha sendiri; Tingkat pendidikan masyarakat miskin pada umumnya rendah; Masyarakat miskin pada umumnya bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai buruh; dan dari masyarakat miskin muncul generasi muda yang pada umumnya tidak mempunyai ketrampilan (life skill).11Inilah yang menjadi kendala dan tantangan pemberdayaan

10Harahap, Dakwah …, 11Tjahya Supriatna, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000), 198.

Page 8: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

8

ekonomi masyarakat nelayan muslim yang tinggal di daerah Pesisir Melase.

Dari data-data tentang demografi penduduk Melase di atas, maka salah satu masalah pokok yang sedang meraka hadapi adalah masalah kesejahteraan ekonomi (kemiskinan). Jika masalah ini tidak segera mendapat perhatian, maka akan muncul beberapa permasalahan sosial, di antaranya; meningkatnya beban hidup yang mereka tanggung, rendahnya kualitas sumber daya manusia, menurunnya tingkat partisipasi mereka dalam pembangunan, menurunnya tingkat keamanan di daerah bersangkutan, dan yang paling mengkhawatirkan adalah hilangnya tingkat kesadaran beragama masyarakat.

Secara geografis, Melase berada di pinggir pantai. Lahan pertanian tidak terlau banyak, maka wajar jika sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai penangkap ikan atau nelayan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan cara tradisional dengan menggunakan perahu atau sampan serta jaring. Rata-rata nelayan memilki kapal motor dengan bahan bakar solar. Sekali melaut, biasanya berangkat sore hari dan kembali keesokan harinya, setiap kapal menghabiskan bahan bakar kurang lebih 5 liter. Biaya pembelian bahan bakar biasanya dapat tertutupi jika para nelayan setidaknya memperoleh tangkapan 5-6 ikat ikan. Satu ikat ikan (misalnya Bandeng) berisi 5 ekor ikan dengan kisaran harga Rp.5000 sampai Rp. 6000.12

Menurut penuturan beberapa nelayan jika cuaca bagus dan lagi beruntung paling tidak 15 – 20 ikat ikan dapat diperoleh. Akan tetapi jika kurang beruntung, tak jarang mereka pulang hanya memperoleh 1 ikat hingga 2 ikat. Hal itu berarti, modal yang dikeluarkan untuk bahan bakar tidak dapat tergantikan. Inilah salah satu penyebab mengapa kehidupan para nelayan rata-rata jauh dari cukup. Di saat ikan membludak mereka tak dapat menyimpan dan harga jual cenderung menurun. Sementara pada hari tertentu ketika cuaca buruk mereka tak dapat melaut. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menagandalkan pinjaman dari para tengkulak, “bank harian atau bank subuh” yang sangat tinggi unsure rentenirnya.13 Pengembalian pinjaman acap dilakukan melalui hasil

12Wawancara, 23 Nopember 2006. 13Wawancara.

Page 9: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

9

tangkapan ikan. Lingkaran kemiskinan seperti ini terus berlanjut, mengingat para nelayan belum mampu keluar dari lilitan rentenir.

Barangkat dari kondisi serba kekurangan yang diakibatkan oleh tidak menentunya hasil tangkapan ikan para nelayan, peneliti kemudian mencari jalan keluar. Kelompok masyarakat strategis yang bisa didekati saat itu adalah para ibu dan remaja putri. Kelompok ini sebetulnya merupakan kelompok produktif. Sebagaimana diketahui banyak ibu-ibu yang menganggur (momot: bahasa Sasak) ketika para suami mereka pergi melaut. Mendapati kondisi demikian peneliti mengadakan penjajakan dengan cara mewawancarai beberapa ibu yang ada di Melase tersebut. Hasil yang diperoleh adalah bahwa mereka menginginkan adanya kegiatan tambahan untuk mengisi waktu luang. Syukur-syukur bisa menambah pendapatan keluarga. Setelah diajak menggali potensi desa dan potensi sumber bahan yang dimilki, maka jatuhlah pilihan pada pemanfaatan ikan. Terutama pada ikan-ikan yang dari tampilan fisik kurang laku dijual. Setelah ditawarkan beberapa resep seperti krupuk ikan, bakso ikan, abon ikan dan lain-lain, para ibu tertarik untuk mencoba membuat abon ikan. Segera setelah tim mendapatkan masukan dari warga masyarakat maka program pemberdayaan ditetapkan untuk memberdayakan kelompok wanita nelayan. Pilihan program jatuh pada pembuatan abon ikan.

Selama ini mereka kurang menyadari dan belum memanfaatkan sisa ikan secara maksimal. Ikan-ikan yang kurang laku di pasaran sejatinya dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi pangan yang bergizi tinggi. Kandungan gizi dan nutrisi yang ada pada ikan tak kalah dengan makanan yang mahal. Kandungan omega yang terdapat pada kepala ikan akan merangsang pertumbuhan otak dan kecerdasan anak mereka. Untuk menjaga semangat pemanfaatan dan perngolahan ikan, para ibu menginginkan agar tim fasilitator yang akan memberikan mereka suatu ketrampilan mengelola ikan tersebut.

Pilihan strategi “penciptaan life skill pengelolaan ikan laut” ini didasarkan pada data hasil analisis lingkungan yang sedang terjadi, di mana seperti yang dipaparkan di bab sebelumnya, bahwa sebagian besar masyarakat Melase Kabupaten Lombok Barat bekerja sebagai nelayan. Meskipun hasil tangkapan ikan fluktuatif tetapi satu hal yang pasti desa ini menyimpan potensi yang luar biasa jika dikembangkan dengan baik. Potensi itu adalah banyak ikan yang

Page 10: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

10

belum dikelola dengan baik. Sebagian besar nelayan mengandalkan penjualan langsung kepada para penendak atau bahkan tengkulak. Akibatnya, ketika hasil tangkapan ikan membludak, harga menjadi turun. Keterbatasan para nelayan akan alat-alat penyimpan ikan seperti lemari pendingin mengharuskan mereka segera menjual ikan tersebut. Karena jika tak segera terjual jelas ikan akan membusuk. Jenis ikan yang cepat terjual biasanya ikan yang agak besar sementara ikan kecil kurang diminati.

Dengan menerapkan strategi penciptaan life skill pengelolaan ikan laut ini, maka akan mendatangkan beberapa keuntungan atau manfaat bagi masyarakat muslim Pesisir Melase, di antaranya adalah: Masyarakat memiliki ketrampilan hidup sehingga dapat lebih kreativitas dalam mencari biaya hidupnya; Masyarakat memiliki lapangan kerja sendiri sehingga tidak perlu bingung ntuk mencari lapangan kerja ke tempat lain; Nilai jual hasil tangkapan ian mereka menjadi lebih tinggi dan tidak ada ikan yang mubazir karena tidak laku terjual pada tengkulak; Dan yang lebih penting lagi, kesejahteraan hidup mereka menjadi lebih baik, sehingga berbbagai persoalan sosial yang muncuk karena kemiskinan tersebut bisa teratasi.

Untuk merangsang masyarakat nelayan muslim Melase untuk terus mengembangankan strategi ini secara berkelnjutan, maka perlu juga diberikan sumbangan peralatan sekaligus dana stimulan serta dicarikan agen-agen pemasaran yang akan menampung hasil produksi meraka.

Pengembangan Sektor Jasa Priwisata

Tidak bersahabatnya cuaca dan sulitnya mendapatkan solar yang merupakan kebutuhan mendasar dalam menangkap ikan merupakan masalah yang terus membayangi kehidupan masyarakat muslim Pesisir Melase yang bekerja sebagai nelayan, belum lagi ditambah dengan pola bagi hasil tangkapan dengan pihak pemilik perahu bagi yang tidak memiliki perahu sendiri. Berdasarkan hasil survei sekitar 40 persen jumlah nelayan yang ada di kawasan Melase Batulayar ini pergi melaut dengan sistem kuli (membawa perahu orang lain dengan perjanjian bagi hasil tangkapan). 14

14Dokumentasi LPMP Mataram 2006

Page 11: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

11

Kondisi seperti ini merupakan perjalanan hidup para nelayan yang ada di Melase Batulayar dalam kesehariannya. Kondisi ini juga memberikan dampak yang cukup besar pada pola kehidupan mereka. Sistem ekonomi yang selalu berada pada pola gali lubang tutup lubang merupakan hal yang biasa dilakukan sehingga berdampak pada kondisi lainnya seperti; kondisi kesehatan, pola pendidikan anak-anak mereka yang sama sekali jauh dari harapan, dan masih banyak lagi masalah-masalah kehidupan yang harus dihadapi masyarakat pesisir atau pantai yang ada di Melase Batulayar. Keprihatinan ini merupakan satu masalah yang mesti dicarikan solusinya, agar mereka dapat menikmati kehidupannya secara lebih layak dan lebih baik.

Meskipun kondisi masyarakat Melase ini serba kekurang, namun secara geografis menyimpan berbagai potensi yang tidak dimiliki oleh desa lain. Jika potensi ini dikembangkan maka kondisi masyarakat yang serba kekurangan tersebut akan dapat berubah menjadi lebih baik apabila dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data lingkungan Melase yang diperoleh melalui wawacara maupun observasi, bahwa di antara keunggulan potensi desa Melase ini adalah selain Melase sebagai desa sasaran tujuan wisata juga merupakan jalur strategis ang menghubungkan antara pusat Kota Mataram dengan daerah tujuan wisata Senggigi.15 Hal lain yang menarik untuk diungkap adalah adanya kenyataan bahwa desa ini merupakan sasaran obyek pengembangan pariwisata pemerintah provinsi NTB, sebagaimana yang terdapat dalam peta geografis pengembanagn wisata NTB, desa ini masih merupakan rangkaian pantai Senggigi. 16

Memang beberapa di sekitar pantai Melase ini sudah terdapat hotel dan café, namun jumlahnya relatif masih sedikit dan orientasi jasanya lebih cenderung kepada pengunjung dari kalangan menengah ke atas. Sedangkan untuk jasa (penyediaan makanan dan minuman atau kebutuhan perjalanan wisata) yang berorientasi untuk kalangan pengunjung ekonomi menengah ke bawah baik yang secara khusus sebagai pengunjung pantai Melase atau pengunjung yang melintasi jalur Melase dari Mataram ke Senggigi atau sebaliknya relatif masih kurang. Di samping itu seperti laporan Dinas Periwisata

15Observasi, Desember 2006 16Pemerintah Provinsi NTB, Arah Kebijakan Pengembangan Periwisata

NTB, Tahun 2007.

Page 12: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

12

Lombok Barat bahwa kondisi pariwisata daerah tersebut sudah mulai membaik dan jumlah kunjungan wisatawan juga mengalami peningkatan.17 Pada musim-musim tertentu seperti akhir tahun jumlah wisatawan biasanya melonjak. Pada saaat big season kadang-kadang banyak turis yang memilih menginap di rumah penduduk daripada di hotel berbintang. Hal ini sebetulnya merupakan potensi lain yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan muslim yang tinggal di sekitar pantai Melase. Oleh karena itu berdasarkan data-data tersebut, maka untuk memanfaatkan peluang dan keunggulan yang dimiliki Melase salah satu alternatif strategi pemberdayan ekonomi masyarakat muslim Pesisir Melase untuk mengatasi kemiskinan yang selama ini dialami adalah dengan mengembangkan sektor jasa pariwisata. Beberapa jenis usaha jasa pariwisata yang potensial untuk dikembangkan adalah model “warungisasi” yang akan menjual berbagai kebutuhan para wisatawan yang berkunjung ke pantai Melase maupun yang melewati Melase menuju Senggigi atau Mataram, baik kebutuhan minuman, makanan maupun kebutuhan wisata lainnya dan tentunya yang berlabelkan halal. Namun mengingat kondisi ekonomi masyarakat muslim Pesisir Melase yang masih serba kekurangan dan keterbatasan, maka untuk memulai usaha tersebut harus ada suntikan modal usaha yang harus disediakan. Oleh sebab itu, upaya ini harus dilakukan secara kelembagaan sebagai penyedia modal pinjaman baik dari kalangan swasta maupun pemeritah.

Akhirnya melalui alternatif strategi yang dirumuskan di atas, maka selain dapat mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, maka secara otomatis akan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat, tingkat partisipasi, dan tercipta masyarakat yang mandiri, terutama dalam membangun permasalahan ekonomi yang selama ini menjadi beban kehidupan bagi masyarakat muslim yang tinggal di kawasan Pesisir Melase Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. SIMPULAN

Menangani masalah kemiskinan yang menghinggapi wong cilik terutama di Indonesia yang kebanyakan datang dari umat Islam memang sulit dan umumnya berada di daerah pinggiran atau

17Dokumentasi, Disparbud Lombok Barat 2006.

Page 13: PESISIR BATU LAYAR

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Desember 2007: 29-41

13

pedesaan, perlu kesabaran dan pemahaman terhadap permasalahan masyarakat miskin tersebut. Untuk mengentaskan kehidupan kaum dhu’afa yang dalam banyak hal diliputi dengan segala keterbatasannya, kiranya diperlukan sikap keberpihakan yang jelas dari tokoh dan lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, swasta, terlebih lagi negara atau pemerintah. Sementara pengembangan ekonomi kelompok kaya amat mudah dan menguntungkan, karena di samping mereka rasional, juga bisa memberikan pendapatan berupa pajak yang cukup besar. Tokoh atau lembaga keagamaan maupun LSM bisa mengambil peran sbagai mediator yang menjembatani pikiran masyarakat miskin dengan pemerintah. Dalam melaksanakan peran tersebut, maka pengamatan yang jeli terhadap permasalahan yang dihadapi umat menjadi amat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan paparan data hasil analisis lingkungan Melase di atas, maka upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat muslim Pesisir Melase melalui strategi penciptaan life skill pengelolaan ikan laut dan pengembangan sektor jasa pariwisata dengan model warungisasi ini merupakan rumusan strategi yang dapat menekan beberapa dampak kemiskinan yang akan muncul di daerah Melase ini. Strategi ini merupakan upaya untuk menanggulangi berbagai kelemahan dan ancaman yang sedang di hadapi masyarakat Melase, seperti tidak memiliki ketrampilan hidup, tidak memiliki modal, kondisi cuaca yang tidak menentu dengan memanfaatkan peluang dan keunggulan yang dimiliki, seperti letak geografis yang strategis, sebagai daerah tujuan wisata, memiliki hasil tangkapan ikan yang cukup banyak dari masyarakat nelayan muslim Melase. Bentuk kegiatan ekonomi melalui rumusan strategi ini juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam selama cara melakukannya, bahan yang digunakan, dan barang yang dijual halal dan baik. DAFTAR PUSTAKA

Dokumentasi Melase, Statistik Demografi Masyarakat Melase Kecamatan Batulayar Kabupaten lombok Barat tahun 2006.

Effendi, Sofian dkk, Membangun Martabat Manusia: Peranan-Peranan Ilmu Sosial (Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 1999).

Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998).

Page 14: PESISIR BATU LAYAR

Pemberdayaan Ekonomi……( Winengan)

14

Harahap, Nasruddin, Dakwah Pembangunan (Yogyakarta: DPD Golkar DI Yogyakarta, 1996).

Kompas Edisi 2006. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (LPMP), Dokumentasi

Hasil Survei Tahun 2006. Lombok TV, Berita Nuansa Lombok Mataram Tahun 2006. Supriatna, Tjahya, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000). Wahid, Hidayat Nur, Mengelola Masa Transisi Menuju Masyarakat

Madani (Jakarta: Fikri Fublishing, 2004).