pesantren menuju masyarakat madani

22
PENDAHULUAN Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, lembaga pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia. Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya dari pesantren (Hasbullah 1999:149). Umat Islam telah memperkenalkan konsep masyarakat peradaban, masyarakat madani, atau civil society, adalah Nabi Muhammad, Rosullullah s.a.w sendiri yang memberikan teladan ke arah pembentukan masyarakat peradaban tersebut. Setelah perjuangan di kota Makkah tidak menunjukkan hasil yang berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang selanjutnya kita kenal dengan Madinah, untuk dijadikan basis perjuangan menuju masyarakat peradaban yang dicita-citakan. Di kota itu Nabi meletakan dasar- dasar masyarakat madani yakni kebebasan. Untuk meraih kebebasan, khususnya di bidang agama, ekonomi, sosial dan politik, Nabi diijinkan untuk memperkuat diri dengan membangun kekuatan bersenjata untuk melawan musuh peradaban. Hasil dari proses itu dalam sepuluh tahun, beliau berhasil membangun sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan dan ketaatan kepada ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal. Nurcholis Madjid (1999:167-168) menyebut dengan semangat rabbaniyah atau ribbiyah sebagai landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah yang melandasi komunikasi horizontal. Sistem sosial madani ala Nabi s.a.w memiliki ciri unggul, yakni

Transcript of pesantren menuju masyarakat madani

Page 1: pesantren menuju masyarakat madani

PENDAHULUAN

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang

lalu. Sejak saat itu, lembaga pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan

berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia.

Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya dari pesantren (Hasbullah 1999:149).

Umat Islam telah memperkenalkan konsep masyarakat peradaban, masyarakat madani, atau civil society, adalah Nabi Muhammad, Rosullullah s.a.w sendiri yang memberikan teladan ke arah pembentukan masyarakat peradaban tersebut. Setelah perjuangan di kota Makkah tidak menunjukkan hasil yang berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang selanjutnya kita kenal dengan Madinah, untuk dijadikan basis perjuangan menuju masyarakat peradaban yang dicita-citakan. Di kota itu Nabi meletakan dasar-dasar masyarakat madani yakni kebebasan. Untuk meraih kebebasan, khususnya di bidang agama, ekonomi, sosial dan politik,  Nabi diijinkan untuk memperkuat diri dengan membangun kekuatan bersenjata untuk melawan musuh peradaban. Hasil dari proses itu dalam sepuluh tahun, beliau berhasil membangun sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan dan ketaatan kepada ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal. Nurcholis Madjid (1999:167-168) menyebut dengan semangat rabbaniyah atau ribbiyah sebagai landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah yang melandasi komunikasi horizontal. Sistem sosial madani ala Nabi s.a.w memiliki ciri unggul, yakni kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi. Esensi ciri unggul tetap relavan dalam konteks waktu dan tempat berbeda, sehingga pada dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan kelompok minoritas. Mengenai hal yang terakhir ini Nabi s.a.w telah memberi cotoh yang tepat, bagaimana sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas ini.

Dengan berprinsip menciptakan perdamaian tanpa kekerasan Nabi Muhammad telah membuat sejarah gemilang ditengah masyarakat |Arab yang hidup nomadis dan kesukuan. Atas dasar itulah sudah semestinya umat Islam Indonesia berkaca pada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana menciptakan perdamaian di negara Indonesia. Karena masyarakat Madinah dan masyarakat Indonesia mempunyai realitas yang sama, yaitu masyarakat yang plural dan heterogen. di dalamnya hadir dan bersanding berbagai macam suku, agama, adat dan budaya. Kehidupan masyarakat Madinah sebagai gambaran masyarakat ideal, dan dijadikan cerminan masyarakat madani, yaitu yang egaliter, terbuka dan mengakui persamaan hak-hak individu dan warga negara.

Page 2: pesantren menuju masyarakat madani

Masyarakat madani, atau civil society pada dasarnya adalah sekelompok orang yang mampu menjadikan keadilan dan kesetaraan sebagai sesuatu yang fundamental, yang salah implementasinya adalah terciptanya demokrasi secara utuh, dimana hukum diposisikan sebagai pengendali perilaku masyarakat. Sebagaiman cita-cita Negara kita untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, begitu pula harapan seluruh masyarakat akan hasil dari sebuah proses pendidikan, yakni lahirnya generasi-generasi bangsa yang mampu melanjutkan pembangunan negeri ini.Pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan berbasis agama, atau lebih tepatnya mengedepankan “moral” disbanding akademik ini sudah saatnya mendapat “perhatian” khusus dari kita semua, dengan menjadikan Pondok Pesantren sebagai pilar utama pendidikan Bangsa disamping terus meningkatkan kualitas lembaga pendidikan formal (Sekolah Umum). Bagaimanapun juga, terwujudnya masyarakat madani yang menjadi harapan Bangsa hanya akan menjadi “mimpi indah” jika akademik dengan produk deretan angkanya menjadi satu-satunya tolak ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan. Menjadikan pondok pesantren sebagai pilar utama pendidikan Bangsa bukan berarti merubah sistem pendidikan sebelumnya, ataupun mengganti lembaga formal menjadi pesantren, melainkan lebih pada dukungan “nyata” terhadap pesantren dalam kontribusinya untuk mewujudkan masyarakat madani Indonesia.

Pendidikan pesantren yang lekat dengan pendidikan agama bercitarasa Indonesia menjadi modal kultural bagi pembentukan watak kepemimpinan Indonesia. Misalnya, bagaimana pesantren secara terus-menerus mengkampanyekan kepemimpinan model Rasulullah Saw. yang tidak saja berlaku bagi bangsa Arab-Islam, melainkan bagi seluruh umat manusia.

Pesantren dalam soal ini dapat merepresentasikan kepemimpinan Rasulullah Saw., sehingga masyarakat Indonesia menjadi masyarakat madani, yang patuh terhadap syari'at Islam. Tentu saja syariat Islam yang telah dimodifikasi dalam konteks berwarganegara Indonesia. Dalam bukunya, Karen Amstrong yang orientalis, termasuk wanita yang mengakui kehebatan kepemimpinan Rasulullah Saw. Baginya, Rasulullah adalah tempat belajar, bagaimana menciptakan perdamaian. Seluruh perjuangannya memperlihatkan bahwa prioritas pertama adalah menghilangkan kerakusan, kebencian dan penghinaan dari hati, serta mereformasi masyarakat.

Kepemimpinan bisa dikatakan sukses, hanya setelah menghilangkan kerakusan dan penghinaan dari hati, serta dapat membangun sebuah dunia yang stabil dan aman, dimana orang dapat hidup bersama dengan harmonis, dan saling menghormati perbedaan masing-masing.

Pernyataan Karen yang kristiani tersebut, bisa dikaji lebih dalam, bahwa kepemimpinan Rasulullah selalu menghilangkan “kerakusan, kebencian, dan penghinaan dalam hati.”

Menghilangkan kerakusan dan penghinaan dalam hati, pada pernyataan Amstrong di atas, bisa diartikan bahwa pemimpin yang baik adalah menghilangkan tabiat menghambakan diri pada nafsu duniawi, semisal korupsi, risywah, dan termasuk juga penggusuran atas tempat-tempat

Page 3: pesantren menuju masyarakat madani

warga miskin tanpa adanya follow up yang konstruktif.

Penyerapan nilai-nilai dasar kepemimpinan yang dianut oleh pesantren berdasarkan model kepemimpinan Rasulullah Saw. diharapkan dapat menginspirasi bagi para politisi yang lahir dari pesantren. Meski demikian, tidak mudah menghubungkan nilai-nilai sejarah yang normatif dengan perilaku politik Indonesia yang semakin pragmatis. Beberapa fungsionaris partai yang berlatar santri banyak juga yang terjerumus kepada prilaku politik yang melanggar moral dan hukum. Ini menjadi catatan penting bagi mereka yang hendak menghubungkan nilai-nilai luhur agama dengan perilaku politik.

Selain lekat dengan nilai-nilai agama, calon pemimpin dari pesantren memiliki modal kehidupan kultural pesantren. Prof. Mukti Ali mencirikan kehidupan kultural pesantren yang tradisional diantaranya; Mukti Ali mengindetifikasikan beberapa pola umum pendidikan Islam tradisional sebagai berikut:  (1) Adanya hubungan yang akrab antara kyai dan santri, (2) Tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap kyai (3) Pola hidup sederhana (zuhud) (4) Kemandirian atau independensi (5) Berkembangnya iklim dan tradisi tolong-menolong dan suasana persaudaraan (6) Displin ketat dan (7) Berani menderita untuk mencapai tujuan.

Modal kultural yang demikian positif itu tentu saja belum cukup sebagai syarat bagi kebutuhan kepemimpinan politik yang luas. Calon pemimpin dari pesantren harus terus belajar terutama bagaimana memperhatikan: manajemen modern, keragaman warga negara, trend global dan lain- lain.

Pesantren pada hakikatnya merupakan sebuah lanskap dari karekter Islam Nusantara, yang hendak memadukan antara dimensi lokalitas dengan teologi keislaman yang bersifat universal. Sebab itu, pesantren bukanlah institusi yang monolitik dengan mengusung ideologi tertentu. KH. Musthafa Bisri (2008)

Tantangan pondok pesantren

Pertama internal, Belakangan ini, pesantren mulai gamang di antara mempertahankan identitas sebagai institusi yang dihadapkan mencetak kader umat yang mempunyai keahlian dalam bidang agama (mutafaqqih fi al-dîn) dengan tuntutan sosial yang mulai semakin tergerus oleh arus kapitalisme. Spirit voluntarisme yang melekat di jantung pesantren mulai digoyang dengan kecenderungan untuk menilai segala sesuatunya dengan hal-hal yang berbau materialistik. Kecenderungan mutakhir harus diakui, bahwa tidak banyak pesantren yang bisa bertahan dengan idealismenya untuk mengembangan studi-studi keislaman (islamic studies).

Dalam hal ini, tantangan internal ini sebenarnya jauh lebih berbahaya. Sebab karakter pesantren yang belakangan terkesan “radikal”, bahkan “ekstrem” tidak lain karena tradisi keilmuan yang dulunya menjadi trade mark yang paling menonjol dari pesantren mulai hilang.

Page 4: pesantren menuju masyarakat madani

Tantangan eksternal, Memang tidak mudah untuk memberikan penilaian terhadap pesantren dengan segala keragaman arus, metode, bahkan ideologi yang diusungnya. Karena, hakikatnya pesantren merupakan sebuah ijtihad personal kiai dalam rangka menerjemahkan nilai-nilai keislaman dalam konteks keindonesiaan dengan berbagai kecenderungannya.

Ada kiai yang memandang, bahwa kitab kuning masih relevan untuk segala zaman, dan karenanya harus dipertahankan. Tetapi ada pula yang memandang, bahwa yang penting dari kitab kuning bukanlah teksnya, melainkan substansinya. Yang lebih ekstrem lagi ada yang mengatakan, bahwa kitab kuning adalah segala-galanya. Kitab kuning bisa menjawab berbagai macam persoalan keumatan dari A hingga Z.

Maka dari itu, tantangan eksternal di atas merupakan bola salju yang akan terus menggelinding sepanjang pesantren tidak mempunyai inisiatif untuk melakukan anti-tesa terhadap pencitraan buruk yang dilakukan oleh pihak asing. Mayoritas pesantren yang moderat dan toleran harus mampu mengekspresikan kepada publik perihal nilai-nilai yang dikembangkan di pesantren, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan kebangsaan dan hak asasi manusia.

Peran PesantrenTuntutan mendesak yang harus dibuktikan pesantren di masa mendatang adalah mengembangkan kembali keilmuan dan peradaban Islam yang telah diwariskan oleh sejumlah ulama tersohor. Langkah itu penting agar pesantren dapat melahirkan ulama dalam arti yang sebenarnya.    Ulama yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap kemajuan umat dan bangsa. Ulama yang tidak mudah tertarik dengan godaan politik dan kapitalisme. Ulama yang sejatinya menghabiskan hidupnya untuk memajukan umat.     Dalam hal ini, pesantren harus memainkan peran yang optimal untuk menghidupkan kembali tradisi keulamaan di atas. Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan: Pertama, reformasi kurikulum pesantren. Di era teknologi informasi yang makin canggih, mengakses buku-buku keislaman bukanlah hal yang sulit. Misalnya, sekarang sudah tersedia situs www.al-mostofa.com, yang menyediakan berbagai buku-buku berbahasa Arab, baik klasik maupun kontemporer. Buku-buku tersebut dapat dijadikan sebagai buku pegangan bagi para santri dan para murid. Ada ratusan ribu, bahkan jutaan khazanah keislaman yang tersedia, yang dapat dijadikan sebagai sumber utama untuk meningkatkan kualitas keulamaan di pesantren.      Kedua, reformasi metode pengajaran. Selama ini pesantren hanya menggunakan metode monolog, satu arah. Di masa mendatang harus dikembangkan metode dialog, yang diharapkan dapat meningkatkan partisipasi santri dalam proses belajar-mengajar.     Ketiga, peningkatan fasilitas belajar-mengajar. Maksudnya, pihak pesantren harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para santri untuk senantiasa belajar. Dalam hal ini,

Page 5: pesantren menuju masyarakat madani

pembelajaran bukan hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas.    Masalah klasik yang dihadapi pesantren dalam hal peningkatan kualitas keulamaan adalah konsentrasi pada kuantitas jumlah santri. Sedangkan konsentrasi pada kualitas pendidikan kerapkali dilupakan. Jika soal kualitas ini diperhatikan dengan baik, maka pesantren akan melahirkan kembali para ulama yang mempunyai kedalaman ilmu dan kejernihan hati.

Ragam pesantren

Pertama Pesantren-pesantren yang secara ideologis dekat dengan NU telah membuat sebuah asosiasi pesantren bernama RMI (Rabithah Ma`ahid Islamiyah)

Pesantren model ini tak punya agenda politik “menyimpang”. Mereka tak hendak mendirikan negara Islam apalagi Khilafah Islamiyah seperti yang kerap diperjuangkan kelompok-kelompok Islam lain. Para kiai dan santrinya sepakat bahwa Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945nya telah memberi jaminan dan kebebasan bagi umat Islam Indonesia untuk menjalankan ajaran Islam, sehingga tak diperlukan lagi bentuk formal negara Islam. Bagi mereka, pilihan terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan pilihan tepat di tengah pluralitas masyarakat Indonesia. Tegas dikatakan bahwa negara bangsa dalam bentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan keputusan final.kedua pesantren yang menggendong ideologi politik Timur Tengah, seperti Wahabisme, Ikhwanul Muslimin, Talibanisme, dan lain-lain. Tak sedikit dari pesantren ini yang mengintroduksi jalan-jalan kekerasan dalam menjalankan ajaran Islam. Mereka memandang non-Muslim dewasa ini sebagai kafir harbi yang boleh diperangi. Karena itu, mereka tak menyukai kerja sama agama-agama. Para kiai pesantren ini banyak menyuarakan jihad (dalam pengertian perang melawan Kristen, Yahudi, dan Amerika) ketimbang ijtihad (dalam arti pengembangan intelektualitas dan keilmuan Islam). Itu sebabnya mereka berpendirian bahwa bom Mega Kuningan bukan bom bunuh diri, melainkan bom syahid.

Secara politik, para kiai pesantren ini menolak Pancasila dan demokrasi. Sebagian dari mereka tak mengikuti Pemilu karena dianggap produk Barat dan sekularisme. Mereka berjuang bagi tegaknya sebuah negara yang berdasarkan syari`at Islam; al-Qur’an dan Hadits. Mereka

berpandangan bahwa pilihan terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 merupakan pilihan yang keliru ketika jumlah umat Islam di Indonesia adalah (konon) 85 %. Sebagai gantinya, maka perlu diperjuangkan berdirinya sebuah negara Islam.

Tantangan Masa DepanDengan segala bentuk dan aneka model pembelajaran keagamaan yang masih dapat dirunut keberadaanya, pondok pesantren di masa depan jelas mampu memberi nuansa dan pencerahan baru bagi dunia pendidikan terutama di

Page 6: pesantren menuju masyarakat madani

Indonesia. Tentu saja jika dibarengi dengan kesungguhan pada pengembangan ilmu-ilmu modern dengan metodologi yang lebih komprehensif. Sehingga khazanah intelektual pesantren yang begitu kaya dengan berbagai disiplin ilmu agama dapat bersinergi dengan ilmu modern yang akhirnya mampu melahirkan paradigma pembelajaran yang integratif dan tidak dikotomis. Hal demikian dapat dilaksanakan antara lain dengan memperkenalkan beberapa aspek pengetahuan modern yang aplikatif (applied sciences) dan mengkomparasikannya dengan berbagai disiplin ilmu islam yang menjadi keahlian pesantren.

Integrasi semacam ini tidak semata-mata menguntungkan dunia santri. Tetapi juga akan berdampak pada pengembangan masyarakat yang lebih dinamis karena integrasi pengetahuan yang terjadi. Sehingga keseimbangan pemikiran islam yang bersifat samawi dan pengayaan ilmu pengetahuan modern yang lebih humanis dapat tersinergi dengan optimal. Terlebih di zaman yang semakin kompleks ini, di mana sisi-sisi religiusitas manusia yang dulu digerus oleh pengetahuan yang dibiarkan bebas nilai (free value), tampak mulai kembali menampakkan diri. Yang jika tidak disikapi secara arif oleh dunia pendidikan islam macam pondok pesantren, maka kembalinya manusia pada spirit agama akan berdampak negatif, semisal radikalisme dan fundmentalisme. Karena itulah perencanaan ke depan bagi pengembangan kelembagaan pesantren di dunia pendidikan menjadi perlu untuk diperhatikan semua pihak. Apalagi dalam kerangka membangun masyarakat madani (civil society) yang mumpuni dan bertanggung jawab dalam tugas-tugas kemasyarakatan bagi masa depan bangsa.

Visi dan Misi Pendidikan Islam menurut sumber aslinya (al-Qur’an dan as-Sunnah):1. Membangun kepribadian seorang muslim dan hamba Allah yang sholeh dalam mengemban misi utamanya yaitu ‘ibadah. (QS. 2 al-Baqoroh, 21).2. Mengantarkan manusia agar siap dan mampu menunaikan kedudukannya sebagai khalifah yang diserahi amanah qiyadiah (kepemimpinan) manusia sampai ke tingkat dunia. (QS. 3 Ali ‘Imron 139). 3. Membangun masyarakat yang terbaik (khairo ummah QS. 3 Ali ‘Imron 110) dengan misi amar ma’ruf dan nahyi munkar. Dan 4. Menjadi ummat yang adil (ummatan wasatho, the just nation, QS. 2 Al-Baqoroh, 143) dengan misi menjadi saksi terhadap prilaku dan peradaban bangsa-bangsa di dunia.

Karakteristik Pendidikan Islam1. Rabbaniyyah, berasal dari Allah, dan selanjutnya diarahkan kepada Allah dengan seluruh janji dan kompensasi-Nya. 2. Integral dan Universal, yang berarti mencakup berbagai aspek kehidupan secara terpadu termasuk tiga unsur pendekatan pendidikannya baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. 3. Balance dan Serasi.. 4. Ideal dan Realistik. Keterpaduan ini merupakan simultansi dan sinergi yang tidak pernah terpisahkan.

Page 7: pesantren menuju masyarakat madani

5. Sistematis. Ketersusunan dan kerapihan juga merupakan karakteristik Pendidikan Islam. Seluruh komponen pendidikan tersusun dan terencana berdasarkan sistem yang teruji, terukur, dan terevaluasi.6. Profesional, Efektif dan Efisien. Efektivitas, dimaksudkan dengan setiap bentuk pendayagunaan potensi ke arah pencapain tujuan dan target sesuai dengan yang ditentukan. Efisiensi, adalah segala sesuatu dapat dilakukan dalam waktu, sistem, biaya dan mekanisme yang terukur dan hemat sesuai dengan target dan tujuan yang direncanakan.

Pembangunan Masyarakat Madani adalah: Kemampuan para pengambil keputusan untuk membentuk atau membentuk kembali lingkungan mereka secara total (politik, sosial, ekonomi, administasi, pendidikan, dsb) melalui mobilisasi berbagai sumber daya nasional dan dibimbing oleh suatu ideologi yang mereka yakini dengan kuat menuju terbentuknya suatu masyarakat yang beradab dan berperadaban tinggi sehingga mencapai otoritas kemandirian yang dapat mempengaruhi setiap kebijakan negara dalam pengambilan keputusannya demi terwujudnya negara yang kuat, adil,makmur, dan sejahtera.

Karakteristik Masyarakat Madani dapat dibagi menjadi dua kategori :

Pertama: Karakteristik Primer.1. Masyarakat Intelektual.2. Masyarakat Spiritual.3. Masyarakat Moral.4. Masyarakat Hukum.5. Masyarakat Berperadaban.

Kelima karakteristik tersebut selanjutnya dapat disederhanakan melalui pendekatan relijius, dengan istilah masyarakat relijius (baca; masyarakat Islami). Yaitu masyarakat yang merefleksikan tatanan dan sistem hidup ((way of life) yang integral sebagaimana yang terdapat dalam ajaran agama (baca: Islam).

Kedua: Karakteristik Sekunder:1. Masyarakat demokrat.2. Masyarakat moderat.. Al-Qur’an menyebut masyarakat ini dengan “ummatan wasatho” (ummat yang tengah-tengah)3. Masyarakat Mandiri (independen) dan bertanggungjawag (responsible).4. Masyarakat profesional.5. Masyarakat reformis.

Adapun Model yang paling mampu mengakomodasi seluruh karakteristik Masyarakat madani di atas adalah model masyarakat pendidikan, dimana yang dimaksud dengan masyarakat pendidikan adalah setiap pertemuan dan hubungan antara manusia yang menimbulkan situasi

Page 8: pesantren menuju masyarakat madani

pendidikan dan dihayati sebagai yang mewajibkan."

Pendidikan adalah sistem alternatif yang melahirkan masyarakat, dan masyarakat adalah komponen suatu negara yang paling bertanggung jawab dalam keberhasilan sistem pendidikan, atau seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung: “Pendidikan itu salah satu lembaga sosial yang bersumber pada falsafah setiap bangsa (baca masyarakat). Pendidikan itulah yang membawanya ke alam ujud”.

Dengan demikian, Konsepsi Pendidikan Islam dapat diasumsikan sebagai alternatif dan media unggulan untuk mewujudkan sebuah masyarakat ideal, yaitu Masyarakat Madani. Untuk lebih definitif dan spesifiknya, asumsi ini didukung sejumlah data faktual, yaitu: 1. Konsepsi Pendidikan Islam memiliki visi dan misi universal dan Integral serta cukup definitif dalam sistem dan tujuan pendidikannya. 2. Konsepsi Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang mampu menyatukan seluruh komponen manusia dan kehidupan secara sinergis, dan prosedur serta proses yang feasible dan predictable dalam tujuan dan model kepribadian di tingkat individual dan peradaban di tingkat sosial yang diinginkan.3. Model dan karakteristik Masyarakat Madani dengan seluruh komponen dan tuntutan-tuntutannya dapat diakomodasi oleh Konsepsi Pendidikan Islam.

Pembangunan Masyarakat Madani dapat diketahui dan dirumuskan dengan tiga pendekatan konsepsional, yaitu: 1. Konsepsi HistorisSecara global, masyarakat Madan dibentuk dan dibangun dalam dua fase:Pertama: fase Makkiyyah.1. Pembangunan kompetensi intelektual.2. Pembangunan kompetensi spiritual.3. Pembangunan kompetensi moral.

Ke dua: fase Madaniyyah, yaitu fase terbentuknya masyarakat dalam bentuk sebuah negara1. Pembangunan Institusi (masjid).2. Ikatan konsolidasi. 3. Peyusunan konstitusi.4. Pembangunan militer.5. Pelembagaan hukum dan etika.

2. Konsepsi Konstitusional Pendekatan konsepsional ini mengacu kepada mashdar (sumber) konstitusional utama ummat Islam dalam menata kehidupannya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Wujud suatu masyarakat yang memiliki karakteristik yang khas dan unik adalah masyarakat qur’ani refleksi dari kepribadian

Page 9: pesantren menuju masyarakat madani

Pendidiknya, Rasulullah, shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berakhlaq qur’ani.

Proses Pembentukan Generasi Qur’ani, didasarkan pada ayat berikut: “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang membacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat Kami, membersihkan kamu, mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan megajarkan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui. “ (QS. 2: 151).1. Proses pembacaan (Penguasaan Paradigma, Teori dan konsep dasar). Lihat QS 2:312. Proses penyucian (Purifikasi).3. Proses pengajaran (Penguasaan Epistemologi dan Methodologi Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan).4. Proses Penguasaan Informasi dan Masalah-masalah Baru dan Dinamis.

Pembentukan Masyarakat Madani dibimbing langsung dengan tahapan proses sebagai berikut: 1. Kesatuan pemikiran, orientasi dan visi sebagai ikatan dasar konsolidasi dan institusi. (2: 142-146, 168-150). 2. Kemurnian referensi sebagai dasar terbentuknya konstitusi, hukum dan etika. Lihat ayat; 147.3. Kesiapan kompetensi sebagai dasar persaingan di tataran aksi. Lihat ayat; 148.

Semua tahapan proses ini dilakukan dengan dua pendekatan:Petama: pendekatan kultural yang berorientasi membentuk kesadaran dan habit (kebiasan) hidup yang selalu interaktif dan kondusif dengan Islam. Di tataran individu pendekatan ini lebih difokuskan pada terbentuknya kepribadian Islami (Syakhshiah Islamiyyah), sedangkan di tataran masyarakat dan negara diorientasikan ke arah terbentuknya peradaban Islam (Hadlarah Islamiyyah). Ke dua: pendekatan struktural yang berorientasi membentuk sebuah masyarakat yang terstruktur dengan sebuah otoritas dan konstitusi yang lebih berdaulat. Dalam proses selanjutnya masyarakat ini diarahkan kepada sistem yang lebih mandiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan terbentuknya Khilafah Islamiyyah.

3. Konsepsi Operasional 1. Paradigma aqidah ideologis.2. Paradigma Konstitusional.3. Paradigma intelektual.4. Paradigma spiritual.5. Paradigma Moral.

Proses Pendidikan Islam dalam Pembentukan Masyarakat Madani dapat dibagi dalam dua fase:Pertama, fase pendidikan Individu Madani (Sumber Daya Manusia).1. Kompetensi Intelektual.2. Kompetensi SpirituaL

Page 10: pesantren menuju masyarakat madani

3. Kompetensi Moral.

Kedua, fase pendidikan Masyarakat Madani.1. Pembangunan Institusi, melalui Lembaga Mesjid atau lembaga lain yang berfungsi sebagai tempat 'Ibadah ummat Islam (sebagai proses menjalani purifikasinya), pusat pendidikan dan kederisasi sekaligus sebagai Majlis (parlemen) untuk berkumpul dan Syura. 2. Konsolidasi, muakha-ah (mempersaudarakan) antara berbagai kelompok yang ada.3. Deklarasi Konstitusi, internal kaum muslimin atau antar kalangan non muslim.4. Pembangunan Militer.5. Pembangunan bidang hukum dan etika,

Saran-saran: 1. Penelitian ini masih perlu disempurnakan, dan sekaligus dapat diusulkan untuk dijadikan tema dan topik utama kajian-kajian intelektual khususnya bagi para mahasiswa dan cendekiawan muslim.2. Kajian dan penelitian tentang pendidikan dan masyarakat, khususnya masyarakat madani, merupakan kajian yang sangat aktual, integral dan sangat universal. Oleh karena itu, kontribusi para intelektual, ulama dan cendekiawan muslim khususnya, sangat diperlukan dan demikian besar pengaruhnya dalam menentukan pola dan model blue print (cetak biru) masyarakat yang akan memimpin dunia atau suatu bangsa di masa datang, khsususnya dalam memasuki milenium ke tiga. 3. Formulasi konsepsional dan operasional sampai model masyarakat madani dalam perspektif Islam adalah bukti pragmatik yang lebih mampuh merepresentasikan bahwa Islam dapat dirasakan dan dilihat sebagai rahmatan lil ‘aalamiin. Bukan sekedar konsepsi normatif yang sering diposisikan sebagai ajaran langit yang sulit direalisasikan atau dibumikan. Oleh karena itu lembaga dan para penanggung jawab Pendidikan Islam, berkewajiban untuk mengelaborasi seluruh tuntutan ini karena merekalah peletak dasar tujuan dan arah suatu pendidikan yang menjadi core competence suatu masyarakat. 4. Operasinalisasi konsep masyarakat madani dalam perspektif pendidikan Islam dapat dimulai dengan membangun dan menciptakan kelompok-kelompok madani yang kecil, seperti keluarga, lingkungan pendidikan atau perkampungan dan perumahan madani dengan karakteristik-karakteristik tersebut di atas. 5. Pemasyarakatan al-Qur’an dan as-Sunnah berikut Sirah Nabawiyahnya, sebagai pedoman dan acuan utama pendidikan masyarakat madani, dapat dijadikan sebagai kebijakan setiap lembaga pendidikan atau perhatian kalangan para pendidik, bahkan selanjutnya harus didukung kebijakan politik pendidikan nasional, khususnya bagi kalangan “masyarakat pendidikan” muslim. Karena mereka, sebagai mayoritas penduduk, sangat menentukan model inti dari masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.

Page 11: pesantren menuju masyarakat madani

Islam dan kekerasan

Islam mengenai kekerasan, lihat ayat-ayat Al Qur’an berikut ini:

“Barangsiapa yang membunuh manusia tanpa kesalahan atau kerusakan maka seakan-akan ia membunuh seluruh manusia.” 5:32.

“…Dan janganlah engkau berbuat bencana di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berbuat bencana.” 28:77.

PENDAHULUAN

Salah satu prasyarat untuk mewujudkan masyarakat madani ditentukan oleh sejauh mana kualitas peradaban masyarakatnya. Peradaban suatu bangsa akan tumbuh dan lahir dari system pendidikan yang digunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Muhammad Naquib Al-Attas. Menurutnya pendididkan islam itu lebih tepat diistilahkan dengan ta’dib (disbanding istilah tarbiyah, ta’lim dan lainnya), sebab dengan konsep “ta’dib” pendidikan akan memberikan adab atau kebudayaan. Denga istilah ini juga dimaksudkan pendidikan berlangsung dengan terfokus pada manusia sebagai objeknya guna pemenuhan potensi intelektual dan spiritual.

Lembaga pendidikan yang memeinkan perannya di Indonesia, jika dilihat dari struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang dilaksanakan, ada empat katagori :

1. Pondok pesantren2. Pendidikan Madrasah3. Pendidikan Umum yang bernafaskan Islam4. Pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan Umum

sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.

Dilihat dari sejarah pendidikan Islam Indonesia, pesantren sebagai system pendidikan Islam yang cukup penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia Indonesia, sekalipun memiliki sisi kelemahan pondok pesantren tradisional menuju modern dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut.

Sebagai teori atau konsep, civil society sebenarnya sudah lama dikenal sejak masa Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad pertengahan, masa pencerahan dan masa modern. Dengan istilah yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern, isttilah tersebut dibahas oleh para filsuf dan tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel, Tocquiville, Gramsci, Hebermas.Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas oleh Arief Budiman, M.Amien Rais, Fransz, Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS. Hikam, Mansour Fakih. Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah

Page 12: pesantren menuju masyarakat madani

membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan indifidu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan .Peradaban adalah istilah Indonesia sebagai terjemahan dari civilization. Asal katanya adalah a-dlb yang artinya adalah kehalusan?(refinement), pembawaan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun, tata-susila, kemanusiaan atau kesasteraan. Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. B. Rumusan Masalah Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.”C. Tujuan PenulisanTulisan ini didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. lain adalah dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif pendidikan.

Pembahasan

Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat makna perkataannya. Kata pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhofier 1985:18). Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Menurut Wahid (2001:171), “pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”

Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal

sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa (Azra,

2001:70). Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan jenis-jenis

pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan

atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus

dimiliki setiap pondok pesantren. (Hasyim, 1998:39) Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid,

santri, pondok dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem

pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.

Page 13: pesantren menuju masyarakat madani

Kata Madani berasal dari bahasa Arab مدن yang artinya menempati suatu tempat. Dari kata inilah kemudian dibentuk kata مدينة yang berarti kota atau tempat tinggal sekelompok orang, sehingga lawan kata المدن adalah البادية  yang berarti kehidupan yang masih nomaden. Bentuk jamaknya adalah مدائن   atau مدن. Kata مدني merupakan bentuk dari mashdar shina’iy, yang menunjukkan arti yang memiliki orang kota ( المدينة أهل .(.من

Hanya saja dalam perkembangan berikutnya, kata madani –juga kata hadlarah–, ini digunakan oleh orang Arab untuk menerjemahkan istilah bahasa Inggris civilization. Justru pada akhirnya kata madani yang berarti civilization yang sering dipakai dalam perbincangan kehidupan masyarakat dan negara. Dalam konteks perangkat negara, madani juga memiliki arti sipil (bukan militer), sedangkan dalam konteks hukum, madani berarti bukan pidana. Sehingga, hukum perdata sering disebut مدني ,قانونseperti undang-undang sipil perkawinan disebut dengan المدني الزواج Ketika ada istilah civil .قانsociety yang digunakan para pemikir barat untuk merujuk ciri khas masyarakat tertentu, maka diterjemahkan dengan المدني atau kemudian diindonesiakan menjadi masyarakat madani atau ,المجتمعmasyarakat sipil. Jika yang dimaksud masyarakat madani adalah civil society, maka untuk menilainya apakah sesuai dengan Islam atau bukan, kita harus melacak konsep civil society tersebut

Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komu nitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang yakni masyarakat madani. Marupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadinya masa transformasi dari masyarakat feodal manuju masyarakat barat modern yang lebih terkenal lagi dengan civil society.Dalam mendefinisikan tema masyarakat madani sangat bergantung pada kondisi social cultural suatu bangsa, kareana bagai mana pun konsep masyarakat madani merupakan bangunan tema terakhir dari sejarah bangsa Eropa Barat.Sebagai titik tolak, disisi dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani:Pertama; Definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rew dangan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa yang di maksud masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Maka yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan Negara.Kedua; oleh Han-Sung-Joo ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu. Perkumpulan suka rela yang terbatas dari Negara suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi isu-isu politik. Gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan diri dan indenpenden, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi indentitas dan solidaritas yang terbentuk pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society.Ketiga; oleh Kim Sun Hyuk ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative. Secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyrakat madani

Page 14: pesantren menuju masyarakat madani

adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Prof.Dr.Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Penerbit Kalimah, Jakarta.

Azyumardi, Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta, Tim ICCE UIN, Jakarta, 2000

Beatty, Andrew., 1999, Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account, Cambridge University Press, Cambridge.

Borgatta, Edgar.F. (ed), 1992, Encyclopedia of Sociology, V.1., Macmillan Publishing Company, New York.

Devi, Laxmi., (ed), 1997, Encyclopedia of Social Research, V.2., Anmol Publications PVT.LTD, New Delhi.

Dhofier, Zamakhsyari, 1985, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta.

Esposito, John (ed), 1995, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, V.3, New York, Oxford, Oxford University Press.

Hakim, Agus., 1996, Perbandingan Agama, CV. Diponegoro, Bandung.

Hasbullah, Drs., 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hasbullah, Drs., kapita selekta Pendidikan Islam, cet. Ke-1 (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996).

Singelton, R.A. dan Straits, B. C., 1999, Approaches to Social Research, OUP, New York, Wahid, Abdurrahman., 2001, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, LkiS, Yogyakarta..

Ziemek, Manfred., 1986, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Jakarta.

Zuhairini, Dra., dll., 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta.

Muhammad Naquib A-lAttas, Konsep pendidikan dalam Islam, suatu rangka piker pembinaan filsafat pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, cet. Ke-4 (Bandung. Mizan 1992)

Page 15: pesantren menuju masyarakat madani