Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Charles A. Beard, seorang historikus politik yang terkenal dengan bukunya berjudul Administration pada tahun 1937 berkata bahwa tidak ada satu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab dan kecenderungan kelangsungan hidup dari peradaban itu sendiri akan sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan mengembangkan suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern. 1 Selain itu, James Burham seorang sarjana Amerika lainnya pernah pula mengatakan bahwa revolusi politik dan sosial akan timbul dan diselesaikan, akan tetapi akan ada revolusi pada abad modern ini yang tidak akan menimbulkan suatu kelas terpenting dalam suatu masyarakat yaitu managerial class. 2 Analisa tersebut menimbulkan suatu 1 Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi , PT. Gunung Agung, Jakarta 1996 hlm. 1 2 Ibid

description

law

Transcript of Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Page 1: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Charles A. Beard, seorang historikus politik yang terkenal dengan bukunya

berjudul Administration pada tahun 1937 berkata bahwa tidak ada satu hal untuk abad

modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup

pemerintahan yang beradab dan kecenderungan kelangsungan hidup dari peradaban itu

sendiri akan sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan

mengembangkan suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan masalah-

masalah masyarakat modern.1

Selain itu, James Burham seorang sarjana Amerika lainnya pernah pula

mengatakan bahwa revolusi politik dan sosial akan timbul dan diselesaikan, akan tetapi

akan ada revolusi pada abad modern ini yang tidak akan menimbulkan suatu kelas

terpenting dalam suatu masyarakat yaitu managerial class.2 Analisa tersebut

menimbulkan suatu kesimpulan bahwa tegak rubuhnya suatu negara, maju mundurnya

peradaban manusia serta timbul tenggelamnya bangsa-bangsa di dunia akan tergantung

pada baik buruknya administrasi yang dimiliki. Faktor di atas memperlihatkan bahwa

pembinaan dan pengembangan administrasi akan menciptakan perubahan dan kemajuan

bangsa dengan pondasi faktor lingkungan (eco-logical factor) pada masing-masing

karakter bangsanya.

Berkaitan dengan fungsi administrasi pemerintahan, maka upaya mewujudkan

system pemerintahan yang demokratis, bersih dan berwibawa menjadi prioritas utama

1 Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi , PT. Gunung Agung, Jakarta 1996 hlm. 12 Ibid

Page 2: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

bagi rakyat dan pemerintahan Indonesia pada era reformasi dewasa ini. Reformasi

birokrasi dalam bentuk pelayan-an publik sebagai salah satu tuntutan reformasi telah

menjadi awal timbulnya kesadaran akan mekanisme pelayanan publik dan menjadi

tonggak kesadaran pemerintah untuk menata sistem pemerintahannya.

Semangat reformasi yang mewarnai pendayagunaan aparatur Negara diarahkan

untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan

keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan

pembangunan guna menghadapi tantangan globalisasi. Upaya untuk mewujudkannya

adalah dengan mempraktikkan prinsip-prinsip good governance (tata pemerintahan yang

baik).3

Sekurang-kurangnya terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi pemikiran

bahwa birokrasi publik dapat mendorong bangan praktik good governance, meliputi:

1. Perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh semua stakeholder, yaitu

pemerintah, warga pengguna dan para pelaku pasar. Dalam hal ini pemerintah

berkepentingan dengan legitimasi, karena semakin membaiknya pelayanan, maka

akan memperkecil biaya birokrasi yang pada gilirannya dapat memperbaiki

kesejahteraan warga pengguna dan efisiensi mekanisme pasar;

2. Pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance dalam melakukan

interaksi yang sangat intensif. Melalui penyelenggaraan pelayanan publik,

pemerintah, warga sipil dan para pelaku pasar berinteraksi secara intensif sehingga

apabila pemerintah dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik, maka manfaatnya

dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan pelaku pasar. Hal ini penting

dilakukan agar stakeholder semakin percaya bahwa pemerintah telah serius

3 Bappenas, Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta 2002 hlm. 2.

Page 3: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

melakukan perubahan. Adanya kepercayaan (trust) merupakan prasyarat yang

sangat penting untuk mendukung praktik good governance;

3. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance dapat

diterjemahkan secara sederhana melalui pelayanan publik. Para pelaksana kegiatan

dapat mengembangkan sistem pelayanan publik yang efisien dan berkeadilan,

transparan, akuntabel serta partisipatif dan keberhasilan melaksanakan kegiatan

tersebut akan menularkan ke ranah yang lain sehingga good governance secara

bertahap dapat dilembagakan di dalam setiap kegiatan pemerintahan.4

Ketiga alasan tersebut mengindikasikan bahwa birokrasi dalam bentuk pelayanan

public akan mengarah pada pembentukan ”good governance” dan hal ini akan dapat

menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik dengan adanya komitmen dan keterlibatan

semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Karenanya, good governance yang

efektif memer-lukan adanya alignment (koordinasi) yang baik dan integritas,

profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Hal tersebut memberikan makna

bahwa sektor administrasi negara selalu berkaitan dengan pembinaan sumber daya

manusia dalam pemerintahan dan karenanya akan timbul perubahan paradigma dalam

pelayanan publik yang secara otomatis menciptakan perubahan dan

penyesuaianpenyesuaian dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajibannya. Pola pikir

pengembangan sumber daya manusia tersebut memiliki arti sebagai perubahan

paradigma dalam system pemerintahan untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas

umum pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna dan

4 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 2008 hlm. 4-5.

Page 4: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

dalam rangka upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material

maupun spiritual.5

B. Perumusan Masalah

Filosofi dari perdagangan bebas (free trade) dalam konteks globalisasi adalah no

barrier. Hal inilah yang manjadi dasar berkembangnya aspek norma hukum yang

fleksibel guna menjawab tantangan globalisasi. Perkembangan tersebut kemudian

membawa pada perubahan paradigma dalam pemerintahan yang dapat menunjang

aktivitas perdagangan bebas yang berdampak pada keberlangsungan ekonomi suatu

negara. Inilah yang menjadi dasar munculnya pembahasan tentang reformasi birokrasi

publik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan masalah berupa

”Bagaimanakah Perwujudan Good Governance melalui Format Reformasi Birokrasi

Publik dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara ? ”

5 Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia; Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, Yogayakarta 2006, hlm.3

Page 5: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya

adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis

dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan

dalam hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang

lepas dapat dijadikan administrasi.. Sehingga dengan demikian Ilmu Administrasi dapat

diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari proses, kegiatan dan dinamika kerjasama

manusia.

Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum

Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut

Hukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht,

Administrative Law (Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht

(Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang

Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah

Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No.

02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara.

Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di

Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi

Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum

Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah

Page 6: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan

istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah

pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik

Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut

Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.

Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan

hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat,

maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan

suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para

sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau

dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi

Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr.

C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de

Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini

mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang

pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem

pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut

kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah

kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.

Oppenheim memberikan suatu definisi Hukum Administrasi Negara adalah

sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi

maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah

diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menurut

Page 7: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat

perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau

staat in beweging). Sedangkan murid Oppenheim yaitu Van Vollenhoven membagi

Hukum Administrasi Negara menjadi 4 yaitu sebagai berikut:

1) Hukum Peraturan Perundangan (regelaarsrecht/the law of the legislative process)

2) Hukum Tata Pemerintahan (bestuurssrecht/ the law of government)

3) Hukum Kepolisian (politierecht/ the law of the administration of security)

4) Hukum Acara Peradilan (justitierecht/ the law of the administration of justice),

yang terdiri dari:

a. Peradilan Ketatanegaraan

b. Peradilan Perdata

c. Peradilan Pidana

d. Peradilan Administrasi

Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara

mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan

tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum

Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang

kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat. Sementara itu pakar hukum

Indonesia seperti Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H, berpendirian bahwa tidak ada

perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata

Negara. Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari

pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap

konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum

Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi

Page 8: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi

negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi. Dapat dikatakan bahwa

hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip

dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata, dimana hukum

dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari hukum perikatan di dalam

hukum perdata. Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau

spesialisasi dari Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi

negara.6

Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi

Atmosudirdjo (1994), maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara

adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara

heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum

administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari

segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka

penunaian tugas-tugasnya.

Hukum administrasi negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan

teknis dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara.

Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi

masyarakat serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.

Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang

mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana

administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai

implementasi dari policy suatu pemerintahan.

6 Prajudi Atmosudirdjo Hukum Administrasi Negara, Gralia Indonesia, Jakarta ,1994.

Page 9: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Contoh, policy pemerintah Indonesia adalah mengatur tata ruang di setiap kota

dan daerah di seluruh Indonesia dalam rangka penataan lingkungan hidup.

Implementasinya adalah dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang

lingkungan hidup. Undang-undang ini menghendaki bahwa setiap pembangunan harus

mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Pelaksanaannya adalah bahwa disetiap

daerah ada pejabat administrasi Negara yang berwenang memberi/menolak izin

bangunan yang diajukan masyarakat melalui Keputusan Administrasi Negara yang

berupa izin mendirikan bangunan.

B. Lapangan Pekerjaan Administrasi Negara

Sebelum abad ke 17 adalah sukar untuk menentukan mana lapangan administrasi

Negara dan mana termasuk lapangan membuat undang-undang dan lapangan

kehakiman, karena pada waktu itu belum dikenal “pemisahan kekuasaan”, pada waktu

itu kekuasaan Negara dipusatkan pada tangan raja kemudian pada birokrasi-birokrasi

kerajaan. Tapi setelah abad ke 17 timbulah aliran baru yang menghendaki agar

kekuasaan negara dipisahkan dari kekuasaan raja dan diserahkan kepada tiga badan

kenegaraan yang masing-masing mempunyai lapangan pekerjaan sendiri-sendiri

terpisah yang satu dari yang lainnya seperti yang telah dikemukakan oleh John Locke

dan Montesquieu.

Sejak itu baru kita mengetahui apakah yang menjadi lapangan administrasi

negara itu. Maka yang menjadi lapangan administrasi negara berdasarkan teori Trias

Politica John Locke maupun Monesquieu adalah lapangan eksekutif yaitu lapangan

yang melaksanakan undang-undang. Bahkan oleh John Locke tugas kehakiman

dimasukkan ke dalam lapangan eksekutif karena mengadili itu termasuk melaksanakan

Page 10: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

undang-undang. Sejak adanya teori “pemisahan kekuasaan” ini lapangan administrasi

negara mengalami perkembangan yang pesat.

Tetapi ajaran Trias Politica ini hanya dapat diterapkan secara murni di negara-

negara seperti yang digambarkan oleh Immanuel Kant dan Fichte yaitu di negara-negara

hukum dalam arti sempit atau seperti yang disebut Utrech “Negara Hukum Klasik”

(klasieke rechtsstaat), tetapi tidak dapat diterapkan kedalam system pemerintahan dari

suatu negara hukum modern (moderneechsstaat), karena lapangan pekerjaan

administrasi negara pada Negara hukum modern adalah lebih luas dari pada dalam

negara hukum klasik.

Prajudi Atmosudirdjo (1994: 61) mengemukakan bahwa untuk keperluan studi

ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi:7

1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi Negara

2) Hukum tentang organisasi dari administrasi Negara

3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat

yuridis

4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai

Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara

5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah

6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara

Sementara Van Vollenhoven sebagaimana dikutip oleh Victor M. Situmorang

menggambarkan suatu skema mengenai Hukum Administrasi Negara di dalam kerangka

hukum seluruhnya, yang dikenal dengan sebutan “residu theori”, yaitu sebagai berikut:8

7 Ibid hlm 618 Victor M. Situmorang, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Hlm 23

Page 11: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

1) Staatsrecht (materieel)/Hukum Tata Negara (materiel), meliputi:

a. Bestuur (pemerintahan)

b. Rechtspraak (peradilan)

c. Politie (kepolisian)

d. Regeling (perundang-undangan)

2) Burgerlijkerecht (materieel)/Hukum Perdata (materiel)

3) Strafrecht (materiel)/Hukum Pidana (materiel)

4) Administratiefrecht (materiel) dan formell)/Hukum Administrasi Negara (materiel

dan formeel), meliputi:

a. Bestuursrecht (hukum pemerintahan)

b. Justitierecht (hukum peradilan) yang meliputi:

1. Staatsrechterlijeke rechtspleging (formeel staatsrecht/Peradilan Tata Negara)

2. Administrative rechtspleging (formeel administratiefrecht/Peradilan

Administrasi Negara)

3. Burgerlijeke rechtspleging/Hukum Acara Perdata

4. Strafrechtspleging/Hukum Acara Pidana

5) Politierecht (Hukum Kepolisian)

6) Regelaarsrecht (Hukum Proses Perundang-Undangan)

Lebih lanjut Victor M. Situmorang menyebutkan ada beberapa teori dari

lapangan administrasi negara, yang tentunya sangat tergantung pada perkembangan dari

suatu sistem pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan, dan ini sangat

menentukan lapangan atau kekuasaan Hukum Administrasi Negara antara lain :9

1. Teori Ekapraja (Ekatantra)

9 Ibid Hlm 27-37

Page 12: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Teori ini ada dalam negara yang berbentuk sistem pemerintahan monarki absolut,

dimana seluruh kekuasaan negara berada di tangan satu orang yaitu raja. Raja dalam

sistem pemerintahan yang monarki absolut memiliki kekuasaan untuk membuat

peraturan (legislatif), menjalankan (eksekutif) dan mempertahankan dalam arti

mengawasi (yudikatif). Dalam negara yang berbentuk monarki absolut ini hukum

administrasi negara berbentuk instruksi-instruksi yang harus dilaksanakan oleh

aparat negara (sistem pemerintahan yang sentralisasi dan konsentrasi). Lapangan

pekerjaan administrasi negara atau hukum administrasi negara hanya terbatas pada

mempertahankan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh

raja, dalam arti alat administrasi negara hanya merupakan “machtsapparat” (alat

kekuatan) belaka. Oleh sebab itu dalam negara yang demikian terdapat hanya satu

macam kekuasaan saja yakni kekuasaan raja, sehingga pemerintahannya sering

disebut pemerintahan Eka Praja).

2. Teori Dwipraja (Dwitantra)

Hans Kelsen membagi seluruh kekuasaan negara menjadi dua bidang yaitu: 1) Legis

Latio, yang meliputi “Law Creating Function”, dan 2) Legis Executio, yang meliputi:

a. Legislative power

b. Judicial power

Legis Executio ini bersifat luas, yakni melaksanakan “The Constitution” beserta

seluruh undang-undang yang ditetapkan oleh kekuasaan legislatif, maka mencakup

selain kekuasaan administratif juga seluruh judicial power. Lebih lanjut Hans Kelsen

kemudian membagi kekuasaan administratif tersebut menjadi dua bidang yang lebih

lanjut disebut sebagai Dichotomy atau Dwipraja atau Dwitantra, yaitu: 1) Political

Function (Government), dan 2) Administrative Function (Verwaltung atau Bestuur).

Page 13: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

3. Teori Tripraja (Trias Politica)

John Locke dalam bukunya “Two Treatises on Civil Government”, membagi tiga

kekuasaan dalam negara yang berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain, yaitu:

1) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan

2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-

undangan, termasuk didalamnya juga kekuasaan pengawasan terhadap

pelaksanaan peraturan perundangan, yaitu kekuasaan pengadilan (yudikatif).

3) Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk

menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat

aliansi dan sebagainya atau misalnya kekuasaan untuk mengadakan hubungan

antara alat-alat negara baik intern maupun ekstern.

4. Teori Catur Praja

Berdasarkan teori residu dari Van Vollenhoven dalam bukunya “Omtrek Van Het

Administratief Recht”, membagi kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi empat yang

dikenal dengan teori catur praja yaitu:

1) Fungsi memerintah (bestuur)

Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat

luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanan undang-undang saja. Pemerintah

banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi,

sosial budaya maupun politik.

2) Fungsi polisi (politie)

Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yakni

memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta

Page 14: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam

masyarakat tersebut tetap terpelihara.

3) Fungsi mengadili (justitie)

Adalah fungsi pengawasan yang represif sifatnya yang berarti fungsi ini

melaksanakan yang konkret, supaya perselisihan tersebut dapat diselesaikan

berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya.

4) Fungsi mengatur (regelaar)

Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh

hasil legislatif dalam arti material. Adapun hasil dari fungsi pengaturan ini

tidaklah undang-undang dalam arti formil (yang dibuat oleh presiden dan DPR),

melainkan undang-undang dalam arti material yaitu setiap peraturan dan

ketetapan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua

atau sebagian penduduk wilayah dari suatu negara.

5. Teori Panca Praja

Dr. JR. Stellinga dalam bukunya yang berjudul “Grondtreken Van Het Nederlands

Administratiegerecht”, membagi fungsi pemerintahan menjadi lima fungsi yaitu: 1)

Fungsi perundang-undangan (wetgeving), 2) Fungsi pemerintahan (Bestuur), 3)

Fungsi Kepolisian (Politie), 4) Fungsi Peradilan (Rechtspraak), 5) Fungsi

Kewarganegaraan (Burgers). Lemaire juga membagi fungsi pemerintahan menjadi

lima, yaitu: 1) Bestuurszorg (kekuasaan menyelenggarakan kesejahteraan umum), 2)

Bestuur (kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit), 3) politie (Kekuasaan polisi),

4) Justitie (kekuasaan mengadili), dan 5) reglaar (kekuasaan mengatur).

6. Teori Sad Praja

Page 15: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

Teori Sad Praja ini dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa kekuasaan

pemerintahan dibagi menjadi 6 kekuasaan, yaitu:

1) kekuasaan pemerintah

2) kekuasaan perundangan

3) kekuasaan pengadilan

4) kekuasaan keuangan

5) kekuasaan hubungan luar negeri

6) kekuasaan pertahanan dan keamanan umum

Page 16: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

BAB III

PEMBAHASAN

Konsep global administrative governance melalui penerapan good governance

merupakan isu yang digulirkan oleh UNDP (United Nation Development Program) dan

World Bank sejak tahun 1997 sebagai syarat dalam penyaluran dana guna

menyelesaikan permasalahan krisis moneter di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah jalur birokrasi publik dalam pemerintahan dan secara tidak langsung

sebaga upaya mempermudah akses masuknya perdagangan bebas melalui birokratisasi

yang sederhana.

Good governance yang dimaksud merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan

negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service yang disebut

governance (pemerintahan, kepemerintahan), sedangkan praktik terbaiknya disebut

”good governance” (tata pemerintahan yang baik). World Bank mendefi-nisikan

governance sebagai ”the way state power is used in managing economic and social

resources for development and society” Sementara UNDP mendefinisikannya sebagai

”the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s

affair at all levels”.

Berdasarkan definisi terakhir, maka governance mempunyai tiga kaki (three

legs), yaitu :

1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decisions making

processses) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality to live;

2. Political governance adalah proses keputuan untuk formulasi kebijakan;

Page 17: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

3. Administrative governance adalah implementasi proses kebijakan.10

Ketiga elemen di atas merupakan suatu proses kegiatan yang saling me-

lengkapi. Namun menurut konsep Weber, konsep birokrasi hanyalah merupakan sebuah

mesin yang disiapkan untuk menjalankan dan mewujudkan tujuantujuan negara yang

masuk dalam ranah administrative governance. Dengan demikian, setiap pekerja atau

pejabat dalam pelayanan public pemerintah merupakan pemicu dan penggerak dari

sebuah mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi (each individual civil servant

is a cog in the machine with no personalities interest).

Dalam kaitan ini, maka setiap pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung

jawab publik, kecuali pada bidang tugas dan tanggung jawab yang dibebankan

kepadanya. Pemikiran seperti ini menjadikan pelayanan publik pemerintah bertindak

sebagai kekuatan yang netral dari pengaruh kepentingan kelas atau kelompok tertentu.

Didasarkan pada pembagian di atas, maka birokrasi publik sebagai bagian dari Hukum

Administrasi Negara merupakan aspek penting dalam pelaksanaan fungsi pelayanan

publik guna menciptakan good governance. Sehubungan dengan agenda reformasi

nasional, keberhasilan pembangunan aparatur negara dalam rangka mewujudkan tata

pemerintahan yang baik dalam era reformasi dewasa ini, paling tidak dapat dilihat dari

seberapa jauh keberhasilan pencapaian tujuan reformasi sebagaimana tercantum dalam

Bab III TAP MPR No.VIII/MPR/ 1998 yang mencakup :

1. Mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat- singkatnya terutama untuk

menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan

pemulihan aktivitas usaha nasional;

10 Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Prenada Media Group, Yogyakarta 2008 hlm. 21

Page 18: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

2. mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat,

berbangsa dan bernegara melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik

rakyat secara tertib untuk menciptakan stabilitas nasional;

3. menegakan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan berkeadilan, hak azasi

manusia menuju terciptanya ketertiban umum dan perbaikan sikap mental;

4. meletakan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan, agama dan

sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.

Sedangkan, agenda reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata

pemerintahan yang baik perlu diarahkan kepada:

1. Perubahan sistem politik ke arah system politik yang demokratis, partisipatif dan

egalitarian;

2. Reformasi dalam sistem pelayanan public militer (TNI) dimana kekuatan militer ini

harus menjadi kekuatan yang professional dan independen, bukan menjadi alat

politik partai atau kekuasaan pemerintah yang mendudukannya sebagai keuatan

pertahanan negara;

3. Reformasi dalam bidang administrasi publik perlu diarahkan pada peningkatan.

Profesionalisme pelayanan publik pemerintah dalam rangka meningkatkan

pengabdian umum, pengayoman, dan pelayanan publik;

4. Reformasi pemerintahan yang juga penting adalah perubahan dari pola sentralisasi

ke desentralisasi, bukan dalam rangka separatism atau federalisme;

5. Agenda aksi reformasi lainnya yang juga strategis adalah menciptakan

pemerintahan yang bersih (clean government) yang terdiri dari tiga pokok agenda,

yaitu :

Page 19: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

a. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik Korupsi, Kolusi,

Kroniisme dan Nepotisme (KKKN);

b. Disiplin penerimaan dan penggunaan uang/ dana rakyat, agar tidak lagi

mengutamakan pola deficit funding dan mengapuskan adanya dana publik non-

budgeter;

c. Penguatan system pengawasan dan akuntabilitas publik aparatur negara.

Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara

konsepsi tata pemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisonal

adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah

dikurangi dan peranan masyarakat ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya.

Perspektif good governance tersebut meng-implikasikan adanya pengurangan peran dari

pemerintah, namun hal ini tidak serta merta meninggalkan peran pemerintah begitu saja.

Terdapat 6 (enam) prinsip yang menyatakan terdapatnya peran pemerintah yang

signifikan dalam proses governing.

1. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara (pemerintah) tetap bermain sebagai figur

kunci namun tidak mendominasi, dan memiliki kapasitas mengkoordinasi (bukan

memobilitasi) aktor-aktor institusi semi dan non pemrintah untuk mencapai tujuan-

tujuan publik;

2. Kekuasaan yang dimiliki negara harus di transformasikan, dari yang semula

dipahami sebagai ”kekuasaan atas” menjadi ”kekuasaan untuk” menyelenggarakan

kepentingan, memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah publik;

3. Negara, NGO, swasta dan masyarakat local merupakan aktor-aktor yang memiliki

posisi dan peran yang saling menyeimbangkan (untuk tidak menyebut setara);

Page 20: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

4. Negara harus mendesain ulang struktur dan kultur oraganisasinya agar siap dan

mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnyauntuk menjalin sebuah kemitraan

yang kokoh, otonom dan dinamis;

5. Negara harus melibatkan semua pilar masyarakat dalam proses kebijakan mulai dari

formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan serta penyelenggaraan layanan

publik;

6. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi dan akuntabilitas

publik dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan kebutuhan, dan

penyelesaian masalah publik.

Berikutnya, UNDP (United nation Development Program), mengemukakan

bahwa karakteristik tata prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik

good governance meliputi :

1. Partisipasi (participation) Setiap orang atau warga masyarakat memiliki hak suara

dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, mau pun melalui

lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masingmasing.

2. Aturan Hukum (Rule of Law) Kerangka aturan hukum dan perundangundangan harus

berkeadilan, ditegakan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang Hak

Asazi Manusia.

3. Transparansi (Tranparency) Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan

aliran informasi.

4. Daya Tanggap (Responsivenes) Setiap institusi dan prosesnya harus di arahkan pada

upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder)

5. Berorientasi konsensus (Concencuss Orientation) Pemerintahan yang baik akan

bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai

Page 21: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak dan

jika dimungkinkan juga dapat diberlakukanterhadap berbagai kebijakan dan prosedur

yang akan ditetapkan pemerintah.

6. Berkeadilan (Equity) Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang

terbaik terhadap subyek hokum dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan

memelihara kualitas hidupnya.

7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) Setiap proses kegiatan dan

kelembagaan di arahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai

dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-

sumber yang tersedia.

8. Akuntabilitas (Accountability) Para pengembil keputusan dalam organisasi sektor

publik, swasta dan masyarakat mempunyai pertanggungjawaban (akuntabilitas)

kepada publik (masyarakat umum) sebagaimana halnya kepada para pemilik

(stakeholder)

9. Visi strategis (Strategic Vision) Para pemimpin dan masyarakat memeiliki perspektif

yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan

pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk

pembangunan tersebut.11

Berdasarkan prinsip-prinsip yang di kemukakan di atas, maka good governance

memberikan pengaruh terhadap reformasi birokrasi publik dalam Hukum Administrasi

Negara. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, hal tersebut kemudian

berdampak pada sistem kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia

aparatur yang ada di Indonesia.

11 Soedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju Bandung 2003 hlm 5-6

Page 22: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

1. Pengaruh di bidang kelembagaan adalah menata ulang struktur organisasi dengan

prinsip rasional dan realistik (sesuai kebutuhan) dan perangkat kelembagaan yang

lebih efektif serta efisien yang berorientasi pada peningkatan pelayanan masyarakat.

Hal ini menuntut pula pada penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan yang

dapat mendukung terwujudnya pelayanan prima bagi masyarakat. Contoh peraturan

yang selaras dengan nuansa kelembagaan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

2. Di bidang ketatalaksanaan, pengaruhnya adalah penyempurnaan kualitas dan

transparansi pelayanan masyarakat terhadap perubahan-perubahan dan tuntutan-

tuntutan masyarakat, oleh karena itu diperlukan penyempurnaan sistem

ketatalaksanaan dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan

pembangunan. Contoh peraturan yang selaras dengan nuansa ketatalaksanaan adalah

Undang-undang tentang Pelayanan Publik

3. Bidang sumber daya manusia aparatur sebagai pilar utama penyelenggaraan

pemerintahan berpengaruh pada pengembangan sistem perencanaan Sumber Daya

Manusia aparatur pemerintah sesuai hasil penataan struktur dan perangkat

kelembagaan daerah. Konsekuensinya adalah pembentukan disiplin, etika dan moral

di tingkat pelaksana yaitu Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas kerja dan tuntutan terhadap perwujudan aparatur pemerintah yang

bebas Korupsi Kolusi. Nepotisme (KKN) dan lebih profesional. Contoh peraturan

yang selaras dengan nuansa sumber daya manusia aparatur adalah Undang-Undang

No.43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Page 23: Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi

DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 2008

Bappenas, Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta 2002

Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Prenada Media Group, Yogyakarta 2008

Prajudi Atmosudirdjo Hukum Administrasi Negara, Gralia Indonesia, Jakarta ,1994

Soedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju Bandung 2003

Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi , PT. Gunung Agung, Jakarta 1996

Victor M. Situmorang, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta

Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia; Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, Yogayakarta 2006