Perumahan Berasal Dari Kata Rumah

download Perumahan Berasal Dari Kata Rumah

of 17

description

perkim

Transcript of Perumahan Berasal Dari Kata Rumah

UNDANG-UNDAN DAN PERATURAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMANPerumahan berasal dari kata rumah, yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Ada beberapa macam jenis rumah yang meliputi rumah komersial, rumah swadaya, rumah umum, rumah khusus dan rumah negara. Sedangkan pengertian perumahan menurut UU No.1 Tahun 2011 adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Dalam suatu permukiman pastilah ada suatu ruang lingkup yang dinamakan kawasan permukiman.

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Maksud dari lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman itu sendiri adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan, dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, sudah diatur Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara kedua peraturan tersebut.

UU No. 4 Tahun 1992UU No. 1 Tahun 2011

Adanya asas kekeluargaan, dan kepercayaan pada diri sendiriPeran pemerintah hanya sebagai regulatorPeran serta masyarakat dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk badan usaha yang diberikan seluas-luasnya.Bentuk pidana adalah berupa denda atau kurungan penjaraPeraturan pemerintah ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak UU ini diundangkan.

Disahkan oleh Menteri Sekretaris Negaraadanya asas kesejahteraan, kenasionalan, kesehatan dan kemitraanperan pemerintah sebagai stimulator dan fasilitatorperan serta masyarakat dilakukan dengan membentuk suatu forum dalam memberikan masukanselain pidana, dapat dijatuhi pidana tambahan, seperti: membangun kembali perumahan sesuai yang diperjanjikan, pencabutan izin, pembongkaran lisiba yang biayanya ditanggung pelaku.Peraturan pelaksanaannya ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU ini diundangkanDisahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Apabila dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya, UU No.1 Tahun 2011 ini terdapat banyak sekali pasal, yaitu 167 pasal, padahal UU No. 4 Tahun 1992 hanya sekitar 42 pasal. Walaupun semakin banyak pasal yang dituangkan dalam sebuah peraturan, yang berarti semakin rincinya suatu peraturan, namun kalau tidak diketahui oleh masyarakat juga akan percuma saja. Sebuah peraturan yang baik adalah dimana isi peraturannya dapat dipahami dan ditaati oleh masyarakat serta tidak merugikan masyarakat.

Ancaman denda yang diberikan sangat memberatkan. Jadi dengan persepsi masyarakat yang semakin kritis besar denda tersebut akan dinilai pro dan kontra. Pro-nya adalah supaya masyarakat ataupun badan hukum tidak melakukan suatu pelanggaran mengenai ketentuan yang telah ditetapkan melalui undang-undang tersebut. Sedangkan kontra-nya adalah denda yang begitu besar dengan peraturan yang semakin banyak hanya akan merugikan masyarakat dan akan menguntungkan pemerintah dengan masuknya denda tersebut ke kas negara.

Berkaitan dengan UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pada undang-undang ini juga terdapat beberapa pasal yang menyangkut rumah susun. Sudah diatur secara rinci seperti yang terdapat pada UU No.1 Tahun 2011 pasal 43 ayat (1) , Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret,dan/atau rumah susun, dapat dilakukan diatas tanah : a. hak milik; b. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan; dan c.hak pakai di atas tanah negara. Pembangunan di atas hak sewa ataupun hak guna usaha tidak boleh dilakukan, tanah yang digunakan bukanlah kepunyaannya.

Mengenai pembangunan rumah susun, jarang sekali dibangun di atas tanah hak milik, karena hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh yang jangka waktunya sampai turun-temurun dan dapat diwariskan, tidak boleh dimiliki oleh orang asing juga. Jadi biasanya yang digunakan adalah hak pakai di atas tanah negara dan hak guna bangunan baik diatas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan. Karena badan hukum dan orang asing dapat tinggal maupun berinvestasi disitu. Kalau misalnya orang asing dapat memiliki hak milik, bisa-bisa negara kita tanahnya adalah milik orang asing semua.

Pembangunan rumah umum yang diperuntukkan bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) merupakan suatu langkah nyata bukti keberpihakannya pemerintah terhadap MBR. Hal tersebut sangat bagus untuk dilaksanakan terutama bagi masyarakat kumuh yang tinggal di daerah pinggiran kota. Sebab, permukiman yang selama ini mereka diami tidak sesuai dengan tata ruang dan juga mudah sekali untuk terjangkitnya wabah penyakit, serta apabila terjadi kebakaran susah untuk memadamkannya karena jalan yang dilalui sempit. Dengan kata lain dengan disahkannya undang-undang ini merupakan wujud dari pelaksanaan amanah UUD 1945 Pasal 28 ayat (h) yang menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Terkait dengan Rancangan Undang-Undang Rumah Susun (rencananya merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun) yang saat ini masih dibahas di DPR, RUU tersebut merupakan kelanjutan atau delegasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, khususnya pasal 46 yang menyebutkan bahwa Ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan undang-undang. Artinya di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 juga diatur mengenai rumah susun, tetapi masih menyangkut hal-hal yang sifatnya umum. Ketentuan lebih khususnya diatur dalam RUU Rumah Susun yang akan disahkan dalam waktu dekat ini.KOTA GORONTALOA. Penataan ruang

Penataan ruang menurut UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang atau dengan kata lain proses perencanaan kebijakan pembangunan daerah dalam bentuk spasial yang ditindaklanjuti dangan arahan dan rumusan program dan rencana pembangunan.

Rencana tata ruang wilayah sebagai dokuman perencanaan pembangunan daerah yang berkekuatan hukum serta berfungsi utama sebagai arahan investasi pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kenyataan selama ini yang terjadi, rencana tata ruang wilayah hanyadigunakan sebagai media dan acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antara sektor dan wilayah.

Dalam Perda nomor 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Gorontalo tujuan penataan ruang wilayah provinsi dirumuskan dalam perwujudan tatanan ruang wilayah provinsi yang memiliki keseimbangan ekonomi, ekologi dan sosialbudaya, serta mendukung pertahanan dan keamanan nasional dalam rangka optimalisasi potensi sumber daya alam berbasis pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisa tadanpertambangan melaluiinovasidanpengembangankualitassumberdayamanusia demi kesejahteraan masyarakat menuju Gorontalo yang Majudan Mandiri. Sehingga untuk mengantisipasi pembangunan Gorontalo kedepan, perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi syarat mutlak dalam penyusunan setiap kegiatan perencanaan pembangunan dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, lingkungan, fisik, dan RTRW seluruh kabupaten dan kota, serta RTRWN asional dan pulau Sulawesi. Agar tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Gorontalo bisa tercapai maka Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi dilakukan dengan pengembangan struktur ruang, pola ruang dan pengembangan kawasan strategis wilayah. Kebijakan pengembangan struktur ruang dilaksanakan dengan meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah berbasis keunggulan lokal yang merata dan berhierarki dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruhwilayahprovinsi. Kebijakan pengembangan pola ruang dilaksanakan dengan pengembangan kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya sedangkan Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Gorontalo dapat dilihat dari beberapa sudut kepentingan yaitu kepentingan pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial dan budaya,kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang terkait dengan wilayah provinsi merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah nasional, baik untuk pemanfaatan ruang yang berfungsi lindung maupun budi daya yang bersifat strategis nasional, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Sedangkan Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah provinsi, baik untuk pemanfaatan ruang yang berfungsi lindung maupun budi daya yang pengelolaannya memperhatikan pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi meliputi Rencana Pengembangan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Wilayah Provinsi. Kawasan Lindung Nasional yaitu kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan Kawasan Lindung Provinsi adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota atau bernilai strategis provinsi pada beberapa kawasan lindung.

Kawasan Lindung Nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi yaitu Cagar Alam (CA) Tanjung Panjang di Kabupaten Pohuwato, Cagar Alam (CA) Panua di Kabupaten Pohuwato, TN Bogani Nani Wartabone di Kabupaten Bone Bolango dan Taman Nasional Promosi (TNp) Nantu Boliohuto di Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo dan Kawasan Teluk Tomini

Kawasan Lindung Provinsi sebagaimana meliputi kawasan Hutan Lindung (HL) di Kabupaten-Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Utara, Bone Bolango, Boalemo, Pohuwato dan Kota Gorontalo, Cagar Aalam Mas Popaya Raja di Kabupaten Gorontalo Utara, Cagar Alam Tangale di Kabupaten Gorontalo, dan kawasan konservasi Laut Daerah (KKLD) Desa Olele di Kabupaten Bone Bolango dan Pulau Monduli di Kabupaten Boalemo.

Hal lainnya dalam Rencana Tata Ruang adalah Pengembangan wilayah provinsi perbatasan Gorontalo dengan provinsi tetangga Sulawesi utara dan Sulawesi Tengah yang harus menjadi perhatian khusus dalam strategi pembangunan daerah Gorontalo di era globalisasi. Hal ini penting karena pada daerah perbatasan sebagian wilayah Gorontalo dikategorikan sebagai wilayah tertinggal atau terkebelakang khususnya pada daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil terluar yang terbatas aksesibilitas dan sarana prasarana transportasi, pendidikandan kesehatan. Walaupun sebagian wilayah-wilayah tersebut menyimpan sumberdaya alam sangat potensial untuk dikembangkan. Pada sisi yang lain, terdapat juga wilayah-wilayah strategis cepat tumbuh (KSCT) yang didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara optimal yaitu KSCT Gorontalo-Paguyaman-Kwandang (GOPANDANG) dan KSCT Marisa dansekitarnya.

Ketidakseimbangan pembangunan daerah direfleksikan juga oleh berkembangnya pembangunan wilayah perkotaan. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya beberapa pusat pusat bisnis dan perdagangan di Kota Gorontalo dan sekitarnya.Semangat desentralisasi mendorong juga wilayah kota Gorontalo berkembang secara mandiri. Namun perkembangan Kota Gorontalo tidak dapat berkembang dengan baik tanpa didukung oleh wilayah hinterland (kabupaten) sekitarnya yaitu Kabupaten Gorontalo dan kabupaten Bone Bolango sebagai pemasok utama untuk hasil-hasil pertanian,perikanan dan peternakan. Sebaliknya, wilayah perkotaan menjadi target utama untuk memasarkan produk-produk pertanian, perkebunan, dan perikanan dari wilayah kabupaten. Masing-masing wilayah antar kabupaten dan kota tidak dapat berkembang sendiri-sendiri, sebab masing-masing wilayah memiliki sumberdaya yang berbeda dan harus saling melengkapi. Namun dalam kenyataan, keterkaitan desa kota dan sebaliknya belum terjaling dengan baik. Tersedianya rencana tata ruang wilayah Provinsi sebagai acuan pengembangan wilayah, harus diikuti dengan tersedianya informasi dan pengelolaan pertanahan berdasarkan tata pemerintahan yang baik dan peraturan-peraturan yang berlaku. Pemberdayaan Masyarakat dan Desaa. Pelaksanaan Aspek-Aspek Pemberdayaan Masyarakat

Upaya Pemberdayaan Masyarakat desa dilaksanakan dalam dua cara yakni, pemberdayaan bersifat integral (BPMD-PK) dan sektoral (masing-masing SKPD sektoral, seperti Dinas Pertanian, Perikanan,dll). Urusan pemberdayaan masyarakat desa sangat erat hubungannya dengan kondisi kemiskinan masyarakat.

Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa memiliki 9 aspek fungsi asli, yakni ; Partisipasi Masyarakat, Kelembagaan Masyarakat, Perencanaan dari Bawah, Profil Desa/Kelurahan, Pelatihan Masyarakat, Pemberdayaan Adat, Usaha Ekonomi Desa, Pelayanan Administrasi Pemerintahan Desa, ketentraman dan ketertiban.

Tabel Capaian Rata-Rata Pelaksanaan Fungsi Asli Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Di Provinsi Gorontalo Selang 2007-2011

NOASPEK FUNGSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESARATA-RATA CAPAIAN (2007-2011)

1.Aspek Partisipasi Masyarakat + 50%

2.Aspek Kelembagaan Masyarakat + 50%

3.Aspek Perencanaan Dari Bawah + 90%

4.Aspek Profil Desa/Kelurahan + 20%

5.Aspek Pelatihan Masyarakat + 10%

6.Aspek Pemberdayaan Adat + 30%

7.Aspek Usaha Ekonomi Desa + 50%

8.Aspek Pelayanan Administrasi Pemerintahan Desa/ Kelurahan+ 50%

9.Aspek Keamanan & Ketertiban + 50%

Sumber : BPMD-PK - 2012

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa fungsi pemberdayaan masyarakat dari aspek perencanaan dari bawah sangat berkembang baik mekanisme musrenbang (teknokratik) maupun dari sisi kebutuhan perencanaan lokal (partisipatoris) untuk kebutuhan perencanaan pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD), PNPM maupun Pendapatan Asli Desa (PADes).

Pemberdayaan masyarakat pada aspek lainnya seperti, partisipasi masyarakat, kelembagaan masyarakat, Usaha ekonomi desa, pelayanan administrasi pemerintahan desa/kelurahan serta aspek keamanan dan ketertiban rata-rata mencapai 50% dari seluruh kelurahan dan desa yang ada di Provinsi Gorontalo. Hal tersebut menunjukan bahwa sendi-sendi keberdayaan masyarakat masih sangat lemah menjadi sumber daya pembangunan, sejak berdirinya Provinsi Gorontalo Tahun 2011 peran serta masyarakat masih lemah dan peran pemerintah masih mendominasi.

Kondisi pemberdayaan masyarakat dari aspek pemberdayaan adat mencapai 30% dilaksanakan di seluruh kelurahan dan desa se-Provinsi Gorontalo. Demikian pula dengan ketersediaan data profil desa/kelurahan yang diamanatkan Permendagri 12 Tahun 2007 baru mencapai 20% dari jumlah des/kelurahan seluruh provinsi Gorontalo. Kegiatan-kegiatan pelatihan masyarakat 10% dilaksanakan di tingkat desa.

b. Koordinasi Program Berbagai Sektor

Urusan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara sektoral oleh SKPD dikoordinasikan melalui SKPD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) baik PMD ditingkat pusat, PMD provinsi, PMD kabupaten/Kota, PMD Kecamatan sampai PMD Desa/Kelurahan menjadi program pemberdayaan yang sifatnya integral ketika masuk di desa. Program-program sektoral yang dikoordinasikan melalui urusan PMD adalah seluruh program dari berbagai sektor, seperti ; Pendidikan; Kesehatan; Pertanian dan Tanaman Pangan; Perkebunan; Perikanan; Peternakan; Kehutanan; Industri; Perdagangan; Infrastruktur.

Tabel Capaian Rata-Rata Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Program Pemberdayaan Masyarakat Dan Penanggulangan Kemiskinan (Program PMPK) Yang Masuk Ke Desa Selang 2007-2011

NOPROGRAM SEKTORALRATA-RATA TINGKAT CAPAIAN(2007-2011)

1.PendidikanCukup

2.KesehatanCukup

3.Pertanian dan Tanaman PanganKurang

4.PerkebunanCukup

5.PerikananCukup

6.PeternakanCukup

7.KehutananCukup

8.IndustriCukup

9.PerdaganganCukup

10.InfrastrukturKurang

Sumber : BPMD-PK 2012Tingkat capaian diukur berdasarkan indikator jumlah rapat-rapat yang dilaksanakan SKPD terkait dan PMD dalam perencanaan program, penentuan calon penerima yang mengacu pada data base kemiskinan BPS. Indikator lain adalah jumlah program/kegiatan sektoral yang melaporkan kegiatannya pada pemerintah kecamatan dan kelurahan/desa.

Sektor pendidikan dan kesehatan termasuk baik, dari sisi data penerima bantuan program/kegiatan yang sudah sinkron dengan data penerima kabupaten/kota. Hanya saja ada khusus program Jamkesmas data penerima lebih besar dari jumlah penduduk miskin yang seharusnya menerima Jamkesmas. Hal ini terjadi karena masih banyak kebocoran dalam pengurusan kartu Jamkesmas yang diusulkan dari tingkat desa.

Pada sektor pendidikan juga terjadi beberapa miss coordination dilapangan (tingkat desa) antara program PNPM GSC (Generasi Sehat Cerdas) yang berbenturan dengan Program Nasiona BOS (Biaya Operasional Sekolah) dan Program SBS (Semua Bisa Sekolah).

Khusus untuk Pertanian dan tanaman pangan capaian tingkat koordinasi program termasuk kurang karena beberapa faktor antara lain karena banyaknya program/kegiatan yang masuk ke desa tumpang tindih dengan program yang dilaksanakan oleh kabupaten/kota, demikian pula dengan bidang infrastruktur yang capaian koordinasinya termasuk kurang dari seluruh program/kegiatan yang masuk ke desa. Hal-hal ini yang menyebabkan adanya miss communication antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Beberapa kasus yang sering terjadi misalnya beberapa program/kegiatan yang pada awalnya tidak dikoordinasikan dengan kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan, nanti setelah bermasalah baru diketahui oleh pemerintah desa/kecamatan dan kabupaten/kota.

c. Koordinasi Penanganan Program Nasional di Daerah

Beberapa program Nasional yang ditangani didaerah melalui urusan PMD adalah ; Penanggulangan Kemiskinan, PNPM, Raskin, Unit Pengaduan Masyarakat Dan Pemantauan BBM/Minyak Tanah Bersubsidi, TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa), Kesatuan Gerak PKK, HIV AIDS, Pos Pelayanan Terpadu (Pos Yandu), Gelar TTG (Teknologi Tepat Guna), Pengelolaan Air Minum Dan Sanitasi Lingkungan, Lomba Desa Tingkat Nasional, Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat,dll.

Tabel Capaian Rata-Rata Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Program Nasional Di Daerah 2007-2011

NOPROGRAM SEKTORALSKPD TERKAITHASIL CAPAIAN KOORDINASI (2007-2011)

1.Penanggulangan KemiskinanBAPPEDABaik (penurunan angka kemiskinan menurun tiap tahun)

2.PNPMDiknas, PU, Bappeda, KesehatanBaik

3.Program RASKINBULOG, Biro P2E Provinsi, Bagian Pembangunan Kab/Kota, Camat, Kades/LurahBaik

4.Unit Pengaduan Masyarakat & Pemantauan BBM/ Minyak Tanah BersubsidiHiswana Migas, PertaminaKurang

5.TMMDKodim 1304, Pangdam VII WirabuanaCukup

6.Kesatuan Gerak PKKTP PKK prov dan Kab/KotaBaik

7.HIV AIDSDinas KesehatanKurang

8.Pos YanduDinas KesehatanBaik

9.Gelar TTGBalihristiBaik

10.PAMSIMASPU KimpraswilBaik

11.Lomba Desa/KelurahanPKK, Kesbangpol, Biro PemerintahanBaik

12.Bulan Bhakti Gotong MasyarakatPKK, Kesbangpol, Biro PemerintahanBaik

Sumber : BPMD-PK - 2012

d. Tingkat Perkembangan Desa/Kelurahan

Seiring dengan perkembangan wilayah administrasi di Provinsi Gorontalo, sampai dengan tahun 2011 telah terjadi penyesuaian data wilayah administrasi sehubungan dengan adanya pemekaran wilayah baik kabupaten/kota, kecamatan, dan Desa/kelurahan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel

Data Perkembangan Pemekaran Wilayah Administrasi

Kecamatan, Desa dan Kelurahan di Provinsi Gorontalo, 2007-2011

NoKabupaten/Kota20072008200920102011

Jlh Kec.Jlh Desa/KelJlh Kec.Jlh Desa/KelJlh Kec.Jlh Desa/ KelJlh Kec.Jlh Desa/KelJlh Kec.Jlh Desa/ Kel

1. Kab.Boalemo782784784784784

2. Kab. Gorontalo1716417168171681716818205

3. Kab. Pohuwato139013105131051310513105

4. Kab. Bone Bolango1713617153171571715717167

5. Kab. Gtlo Utara55655655655611123

6. Kota Gorontalo649649649649950

J U M L A H 6557766615666196661975734

Sumber: Gorontalo Dalam Angka, 2007 s/d 2011Tabel Rekapitulasi Status Desa Tertinggal

Provinsi Gorontalo Tahun 2011NONAMA KAB/KOTASTATUS DESAJUMLAH DESA/KEL

SANGAT TERTING-GALTERTING-GALMAJUSANGAT MAJUBELUM DITEN-TUKAN

1Kab. Boalemo320556-84

2Kab. Gorontalo13111719-168

3Kab Pohuwato6435411105

4Kab Bone Bolango8439574157

5Kab Gorontalo Utara0162601456

6Kota Gorontalo---49-49

JUMLAH SE-PROVINSI761452978219619

Sumber: BPMD-PK, 2011

Provinsi Gorontalo masih terdapat 76 desa sangat tertinggal dan 145 desa masih desa yang tertinggal, maju 297 dan sangat maju 82 desa.

e. Perkembangan Pembangunan Rumah Layak Huni (Mahyani) Bagi Rumah Tangga Miskin

Tabel Realisasi Pembangunan Mahyani

Model Swakelola Pos Belanja Hibah Dan Belanja Barang Dan Jasa Melalui BPMD-PK Provinsi Gorontalo Tahun 2007-2011NOKEGIATANTAHUN PELAKSA-NAANVOLUMEANGGARAN (Rp)LOKASI

1.BPMD-PK & TNI Manunggal Masuk Desa (Pengadaan Material Pihak III & Pekerjaan Fisik Swakelola)200725 Unit125.000.000,-Kec Bone, Bona Raya, Kabila Bone Kab. Bone Bolango

2.Pokja Pemprov Gorontalo/BPMD-PK, TNI, PU Kimpraswil, PKK, Camat & Kades (Belanja Hibah)

2008 & 2009117 Unit1.989.000.000,-Kecamatan Anggrek Kab. Gorut

3.Pokja Pemprov Gorontalo/BPMD-PK, PU Kimpraswil, PKK, Camat & Kades (Belanja Hibah)2008 & 200918 Unit306.000.000,-Desa Lombongo Kec. Suwawa Tengah Kab. Bone Bolango

4.Pokja Pemprov Gorontalo/BPMD-PK, PU Kimpraswil, Bappeda, Inspektorat Camat & Kades (Belanja Hibah)200915 Unit375.000.000,-Kec. Popayato Timur, Popayato dan Popayato Barat Kab. Pohuwato

5.Pokja Pemprov Gorontalo/BPMD-PK dengan Kades/Lurah/ Perangkatnya (Belanja Hibah)201045 Unit832.500.000,-Kota Gtlo (2 unit), Kab. Gtlo (22 unit), Kab. Boalemo (5 Unit), Kab. Bone Bolango (16 Unit)

6.Pembangunan Mahyani Bagi RTM Secara Swakelola (Belanja Barang & Jasa)2011 APBD Induk334 Unit5.010.000.000,-Kota Gtlo, Kab. Gtlo, Boalemo, Phwato & Bon Bol

2011 -APBD-P56 Unit840.000.000,-

JUMLAH610 Unit9.477.500.000,-

Sumber : BPMD-PK Provinsi Gorontalo 2011

1. Sejak tahun 2001 s/d 2007, Pola pengadaan oleh Penyedia Barang dan Jasa (Pihak III) Melalui Dinas PU Kimpraswil Provinsi Gorontalo dan TP-PKK Provinsi Gorontalo.

2. sejak tahun 2001 s/d 2011, Pola BBR (Bahan Baku Rumah) yakni penggabungan penyediaan material oleh Pihak III dan pekerjaan dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat setempat, dilaksanakan Dinas Sosial Provinsi Gorontalo.

3. Mulai tahun 2007 Pola Kerjasama Swakelola Pokja Pemprov dengan TNI, Camat, Kades Pos Belanja Hibah pada Badan Keuangan Pemprov Gorontalo yang dikoordinasikan BPMD-PK.

4. Tahun 2008 Pola Kerjasama Swakelola Pokja Pemprov dengan TNI yang terkonsentrasi di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara sebagai model KITM (Kecamatan Inovasi Terpadu Mandiri) Pos Belanja Hibah pada Badan Keuangan Pemprov Gorontalo yang dikoordinasikan BPMD-PK.

5. Tahun 2009 Pola Kerja Sama Swakelola Pokja Pemprov dengan Camat Pos Belanja Hibah pada Badan Keuangan Pemprov Gorontalo yang dikoordinasikan BPMD-PK terkonsentrasi di Kecamatan Popayato, Popayato Timur dan Popayato Barat yang mengalami bencana banjir.

6. Tahun 2010 Pola Kerja Sama Swakelola Pokja Pemprov dengan Kepala Desa mengadopsi pola Pola PNPM Pos Belanja Hibah Pemprov Gorontalo yang dikoordinasikan BPMD-PK dan Kades

7. Tahun 2011 pola Kerjasa Sama Swakelola BPMD PK dengan Kelompok Masyarakat pelaksana swakelola yang dikoordinir Kepala Desa/ Lurah/Perangkat desa/kel, LPM/BPD/LSM dan Orsosmas tingkat desa/ kelurahan Pos Belanja Barang dan Jasa pada BPMD-PK Prov Gtlo.

B. Lingkungan Hidup

Selama tahun 2007 2012, berbagai persoalan dan bencana lingkungan yang berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan terjadi disebagian besar wilayah Provinsi Gorontalo. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan sebagai upaya menangani permasalahan lingkungan pada kurun waktu tersebut yang diprioritaskan pada perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan fungsi-fungsi lingkungan. Sebagian besar masalah lingkungan ini bersumber dari kegiatan domestik, industri agro, industri manufaktur, industri pertambangan, industri jasa, dari sektor tranportasi serta lemahnya law enforcement yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan.

Kedepan permasalahan lingkungan di Provinsi Gorontalo masih akan diperhadapkan pada permasalahan yang terjadi sampai saat ini seperti kerusakan Danau Limboto, pencemaran air, udara, tanah, persampahan, dan limbah serta kerusakan lingkungan baik darat, pesisir, dan laut, seperti:

1. Kerusakan Danau Limboto, Pada saat ini kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2 meter dan luasnya sisa 2.537,5 Ha. Diproyeksikan bahwa Danau Limboto 5 tahun kedepan tingkat kedalamannya tinggal 1 meter dan luasnya sisa 1.500 Ha.

2. Penurunan Kualitas Air Danau Limboto, Saat ini kualitas air Danau Limboto mengalami penurunan akibat limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau, dan sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Monitoring kualitas air danau menunjukkan beban pencemaran organik yang tinggi dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan tersebut, seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut di Sungai Alo 0,77 mg/l, Sungai Biyonga 0,94 mg/l, dan kandungan total nitrogennya adalah 2,69 mg/l, sementara total fosfornya 1,44 mg/l. Akibat eutrofikasi berbagai tanaman pengganggu tumbuh subur yang banyak menyerap air dan dapat mempercepat pendangkalan danau. Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.

3. Pencemaran Air Sungai, Kualitas air di beberapa sungai di Provinsi Gorontalo rendah. Hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BALIHRISTI bekerjasama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup serta Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan (BTKL) Manado pada tahun 2011 menunjukkan beberapa parameter sudah melebih nilai ambang batas yang dipersyaratkan, seperti: Sungai Andagile secara umum tergolong BURUK atau CEMAR BERAT (Kelas D) dengan uraian bahwa di bagian hulu kisaran nilai skor 29 (CEMAR SEDANG), bagian tengah kisaran nilai skor 55 (CEMAR BERAT) dan di bagian hilir kisaran nilai skor 71 (CEMAR BERAT). Di bagian hulu terdapat tiga parameter yang menjadi polutan atau melebihi baku mutu, yaitu BOD, Coliform dan E.Coli, di bagian tengah terdapat tiga parameter yang menjadi polutan atau melebihi baku mutu yaitu BOD, Nitrit, dan Coliform, sedangkan di bagian hilir terdapat empat parameter yang menjadi polutan atau melebihi baku mutu, yaitu BOD, Nitrit, Coliform dan E.Coli, Sungai Paguyaman cemar RINGAN sampai cemar SEDANG, Sungai Bone masih tergolong cemar RINGAN, Sungai Taluduyunu cemar SEDANG, Sungai Buladu cemar RINGAN sampai cemar SEDANG, dan Sungai Biongan masih tergolong cemar RINGAN. Diproyeksikan untuk 5 tahun ke depan jumlah sungai yang akan menurun kualitasnya akan meningkat 75%.

4. Penurunan Kualitas Udara, berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Provinsi Gorontalo pada tahun 2007-2011 menunjukkan bahwa kualitas udara di Provinsi Gorontalo pada umumnya masih dalam kategori baik, namun mengalami penurunan kualitas dari tahun ketahun, kecuali beberapa lokasi yang sudah melebihi baku mutu seperti di depan hasrat Kota Gorontalo dan hasrat di Kabupaten Pohuwato. Hal tersebut disebabkan karena laju pertumbuhan kendaraan beroda empat maupun beroda dua dan pertumbuhan industri sangat cepat. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi maka 5 (lima) tahun kedepan kualitas udara ambient akan mengalami penurunan sampai dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara. Salah satu kegiatan pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan terhadap kualitas udara tersebut.

5. Kerusakan Mangrove dan Terumbu Karang, salah satu potensi pesisir di Provinsi Gorontalo adalah terumbu karang dan hutan mangrove. Sumberdaya pesisir ini diperkirakan telah berada dalam ambang kerusakan. Tingkat kerusakan diperkirakan rata-rata mencapai 40-65%. Apabila tidak dilakukan tindakan konservasi secepatnya, maka 5 (lima) tahun ke depan kerusakan akan semakin meluas hingga mencapai 60-75 %.

6. Kerusakan DAS dan Banjir, Kejadian banjir di Provinsi Gorontalo terjadi hampir setiap tahun dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian terhadap infrastruktur, seperti jalan, jembatan, sekolah,dan lain-lain. Jumlah kerugian akibat banjir di Provinsi Gorontalo, apabila di lakukan penanganan maka di proyeksikan untuk 5 tahun ke depan kerugian tersebut akan semakin meningkat hingga mencapai 40%.

7. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI), Kegiatan pertambangan sangat potensial menimbulkan degradasi lingkungan hidup jika tidak dilakukan secara hati-hati. Kegiatan pertambangan emas di Provinsi Gorontalo tersebar di beberapa wilayah yaitu Wilayah Marisa Kabupaten Pohuwato, wilayah Pasolo Desa Buladu, Kecamatan Sumalata dan wilayah tambang Mopuya Desa Kaidundu, Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone Bolango, wilayah Suwawa Kabupaten Bone Bolango, dan wilayah Boliohuto Kabupaten Boalemo. Permasalahan yang terjadi akibat kegiatan pertambangan emas adalah pencemaran logam berat Hg pada badan air sungai. Kandungan merkuri pada air sungai tersebut kemudiaan akan mengalir menuju ke muara dan akhirnya akan masuk ke perairan laut. Hasil Pemantauan Kualitas Lingkungan Balihristi tahun 2010 menunjukkan bahwa penambangan emas di Desa Buladu dan Desa Kaidundu telah menyebabkan kandungan logam berat Hg (merkuri) pada badan air sungai Dubalango dan Sungai Mopuya telah melewati ambang batas baku mutu (0,001 mg/l). Kadar Hg pada badan air dan sedimen sungai dubalango (sungai sekitar penambangan pasolo) adalah masing-masing berkisar antara 0,0002 0,016038 mg/l dan 104,2172 927,2519 mg/l, sedang konsentrasi Hg pada badan air dan sedimen Sungai Mopuya (sungai sekitar penambangan Mopuya) adalah masing-masing berkisar antara 0,0002-0,2457 mg/l dan 22,7798 53,1579 mg/l.

8. Tingkat ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pengelolaan lingkungan masih rendah. Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa tingkat ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pengelolaan lingkungan baru mencapai 35%. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan seperti perubahan kualitas air permukaan, perubahan kualitas udara, dan pencemaran tanah.

9. Kebersihan dan Kehijauan Kota (Clean and Green City), Perkembangan penduduk yang pesat terutama karena urbanisasi telah menimbulkan masalah meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan dan menyempitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) akibat pesatnya pembangunan perumahan dan sarana umum lainnya. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang pesat, meningkatkan resiko polusi udara. Pemerintah Pusat melaksanakan Program Adipura dalam upaya peningkatan kebersihan dan kehijauan kota. Masalah-masalah yang dihadapi dalam mewujudkan Clean and Green City adalah Kesenjangan antara jumlah sampah yang dihasilkan dan yang terangkut. Di Kota Gorontalo jumlah sampah sebanyak 683 m3/hari, sedangkan yang terangkut hanya sebanyak 383 m3/hari atau 56 %. Hal ini disebabkan kurangnya prasarana dan sarana pengangkut. Selain itu, Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang tersedia belum representatif, Kurangnya komitmen pemerintah kabupaten dalam pengelolaan lingkungan umumnya dan dalam mewujudkan kebersihan dan kehijauan kota yang tercermin dari kesiapan institusi lingkungan hidup dan dana yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup, dan Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan kondisi lingkungan tersebut, maka upaya-upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo, adalah pengendalian sumber-sumber pencemaran dan perusakan SDA, peningkatan kualitas lingkungan DAS, pengendalian kemerosotan KEHATI, peningkatan peran serta masyarakat serta menahan laju deforestasi. Beberapa target capaian dalam pelestarian lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo sampai tahun 2017 adalah peningkatan ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pengelolaan lingkungan hidup sebesar 58%, peningkatan indeks kualitas lingkungan menjadi 90, tersedianya data dan informasi lingkungan yang berkualitas, terjadinya penurunan sedimentasi dan laju pertumbuhan eceng gondok di Danau Limboto.

Pelayanan Penelitian

Di Provinsi Gorontalo program pembangunan penelitian di sesuaikan dengan program unggulan pemerintah daerah yakni (1) pertanian dan ketahanan pangan; (2). perikanan dan kelautan ; (3). pendidikan dan kesehatan; (4) ekonomi, social dan budaya dan (5). tata ruang, infrastruktur dan lingkungan hidup

1. Pertanian dan Ketahanan Pangan

Pembangunan Iptek ketahanan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang cukup, bergizi, aman, sesuai selera, dan keyakinannya melalui peningkatan produktivitas, kualitas, dan efisiensi produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan secara berkelanjutan, pengolahan hasil, dan penganekaragaman pangan. Prioritas utama adalah untuk mendukung terwujudnya kemandirian ketahanan pangan, revitalisasi nilai kearifan lokal, dan meningkatkan kemitraan antar-kelembagaan. Komoditas pangan yang menjadi prioritas diselaraskan dengan kebijakan revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Kerangka kebijakan Iptek ketahanan pangan adalah untuk meningkatkan daya dukung teknologi untuk mempertajam prioritas penelitian, memperkuat kapasitas kelembagaan, menciptakan iklim inovasi, dan membentuk SDM yang handal dalam pengelolaan pangan.

2. Perikanan dan Kelautan

Pembangunan iptek perikanan dan kelautan diarahkan untuk mendukung kebijakan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, memperkuat kelembagaan dan jaringan, dan mendorong iklim yang kondusif untuk inovasi berbasis sumberdaya pesisir dan laut. Kerangka kebijakan mencakup pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan yang ramah lingkungan, efisien, ekonomis, sesuai sumberdaya lokal, dan berwawasan masa depan.3. Pendidikan

Otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan memberikan implikasi terhadap masing-masing daerah untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini, akan terdapat variasi baik pengelolaan maupun perolehan pendidikan pada masing-masing daerah. Pengembangan produk berkualitas yang kompetitif diperlukan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang keahliannya relevan dengan potensi kawasan yang sedang dan akan dikembangkan. Pergeseran nilai paradigma pendidikan sebagai sebuah investasi terjadi. Banyak lulusan SD, SMP/MTs, SMA/MA/SMK yang tidak melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan berikutnya sehingga lebih banyak menciptakan pengangguran. Demikian pula lulusan perguruan tinggi yang ada, belum mampu menciptakan lapangan kerja sendiri. Banyak anak DO yang tidak memiliki keterampilan. Dengan demikian untuk menciptakan SDM berkualitas yang memiliki keahlian sesuai potensi daerah tempat anak tersebut bermukim, diperlukan konsep dan paradigma pendidikan yang baik.

4. Kesehatan

Permasalahan utama dibidang kesehatan adalah masih tingginya angka kematian bayi, anak balita, dan ibu maternal, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang; masih tingginya angka kematian akibat penyakit menular serta kecenderungan semakin meningkatnya penyakit tidak menular; kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah/daerah, gender, dan antar kelompok status sosial ekonomi; belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi, dan mutu tenaga kesehatan; serta terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan. Dengan demikian untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkualitas, maka diperlukan konsep dan paradigma kesehatan yang baik 5. Ekonomi, sosial dan Buadaya

Pengembangan pembangunan iptek ekonomi, sosial dan budaya mengarah pada peningkatan kemampuan Iptek menjawab masalah-masalah pengembangan suatu wilayah dan sosial-ekonomi-budaya masyarakat dan juga untuk meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana dalam menunjang aktifitas eknomi dan sosial. Prioritas utama adalah untuk riset pengembangan ekonomi, social dan budaya adalah peningkatan penggunaan komponen lokal, dan efisiensi pada pembangunan di wilayah kota/kabupaten Gorontalo6. Tata ruang, infrastruktur dan lingkungan hidup

Pengembangan Tata ruang, infrastruktur dan lingkungan hidup diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tata ruang, menjaga kelangsungan lingkungan hidup dan mempertajam prioritas penelitian, pengembangan, dan rekayasa Iptek yang diprioritaskan pada pencapaian kestabilan masing-masing ekosistem yang menopang kehidupan untuk mewujudkan kemandirian dalam penyediaan jasa-jasa lingkungan.

KAITAN ANTARA PEMUKIMAN DAN KOTA DI GORONTALO