Perubahan Struktur Sel
-
Upload
sulchan-chris-wardana -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
Transcript of Perubahan Struktur Sel
PERUBAHAN STRUKTUR SEL, SUBSELULER DAN ORGAN
Perubahan struktur sel dan subseluler
Gangguan perfusi jaringan menyebabkan metabolisme anerobik yang menumpuk asam laktat,
dan penurunan produksi ATP. Penurunan ATP menyebabkan penurunan fungsi membran sel
yang mempertinggi difusi cairan ke dalam sel yang terlihat dalam bentuk edema sel secara
mikroskopis. Ini segera diikuti dengan pembengkakan lisosom fungsi mitokondria, sehingga
proses respirasi intraseluler makin terganggu dan asam laktat makin menumpuk.
Perubahan membrana lisosom berlanjut dengan rusaknya membrana ini, yang menyebabkan
dibebaskannya enzim-enzim yang dapat mcnghancurkan struktur makromolekul sel scperti
protein, lipid dan asam nukleat yang berakhir dengan kematian sel. Matinya sel menyebabkan
pcmbcbasan isinya ke dalam cairan ekstraseluler, terus ke sel tetangganya yang pada
akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan dan organ.
Endotoksin mendepresi proses glukoncogenesis yang menambah beratnya penumpukan asam
laktat dan penurunan produksi ATP .
Gangguan fungsi hati
Penurunan drastis aliran darah hati pada awal dari "cold shock" menyebabkan kegagalan
elemen retikulocndotelial hati untuk mendetoksifikasi dengan akibat tcrdistribusinya
endotoksin kc seluruh tubuh5.12,13 Disfungsi hati kemudian
ternyata memegang posisi kunci yang menentukan beratnya manifestasi klinik suatu syok
septik.
Gangguan fungsi ginjal
Penurunan aliran darah ginjal menyebabkan gangguan fungsi ginjal dalam hal pengaturan
keseimbangan asam basal. Apabila ini tidak cepat ditanggulangi, dapat terjadi nekrosis
tubulus ginjal yang makin memperberat asidosis laktat, yang terjadi akibat akumulasi
metabolit nitrogen dan toksin-toksin.
Gangguan fungsi paru
Banyak teori telah dimajukan untuk menerangkan kelainan paru pada sepsis. Namun
demikian tidak ada satu pun teori yang dapat menjelaskan kelainan paru ini pada semua kasus
sepsis, sehingga diduga hal lni disebabkan oleh kombinasi
beberapa mekanisme. Agregasi trombosit menyebabkan pembebasan serotonin,
prostaglandin, enzim lisosom, heparin releasing factors dan faktor lain yang menyebabkan
meningginya permeabilitas vaskuler paru.
Produk koagluasi seperti fibrin atau fibrin degradation product (FDP) juga memperlihatkan
efek yang merusak paru karena mempertinggi tekanan hidrostatik vaskuler paru 2 .
Pembebasan katekolamin akibat syok merangsang lipolisis yang menyebabkan peninggian
konsentrasi asam lemak bebas. Ini menyebabkan sintesa "plasminogen activator inhibitors"
oleh hati yang mengganggu proses fibrinolitik dan mengakibatkan mikroemboli pada paru
yang makin mempertinggi permeabilitas vaskuler paru.
Akhirnya dikenal pula teori yang mengkambinghitamkan lipid-A-endotoksin. Lipid-A ini
mengaktifkan complement cascade yang menyebabkan agregasi trombosit pada kapiler paru.
Agregasi ini membebaskan radikal aktif yang toksik
karena dapat berinteraksi satu sama lain, merusak DNA dan membrana sel yang berakhir
dengan kerusakan pada kapiler paru?. Akibat lain kerusakan endotel paru, cairan yang kaya
akan protein dapat tertimbun pada alveolus dan intersisial
paru yang menyebabkan hipoprotenemia.
Gangguan fungsi pankreas
Penurunan perfusi pankreas menyebabkan gangguan fungsi pankreas dalam kontrol hormonal
metabolisme karbohidrat dan pembentukan myocardial depressat factors (MDF).
Pembebasan MDF dari pankreas menyebabkan bertambahnya vasokonstriksi sirkulasi
splanikus dan juga kardiodepresi. Akibatnya terjadi gangguan fungsi jantung yang
menyebabkan kolaps sirkulasi dan makin jeleknya perfusi jaringan:
Gangguan pembekuan
Hemolisis intravaskuler dapat terjadi karena bakteremia. Dapat juga terjadi secara sekunder
karena reaksi antigenantibodi di dalam pembuluh darah yang menyebabkan ikterus pra
hepatik. Liver failure dapat terjadi karena septikemia atau sepsis intra abdomen yang
menyebabkan ikterus intra hepatik.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) terjadi karena di trigger oleh lesi pada
dinding kapiler, atau sekunder sebagai akibat efek endotoksin.
Di sini, proses koagulasi diaktifkan di dalam darah yang sementara bersirkulasi, dengan
menggunakan faktor-faktor bekuan seperti protrombin, proakselerin, globulin
antihemofilik,fibrinogen dan trombosit membentuk fibrin. Penggunaan
faktor bekuan ini yang menimbulkan gejala perdarahan. Di lain pihak pembentukan fibrin
menyebabkan pelepasan aktivator plasminogen yang akan merubahnya menjadi plasmin.
Plasmin ini akan mencerna fibrin dan faktor bekuan lainnya seperti fibrinogen, globulin
antihemofilik dan proakselerin yang menambah beratnya gejala perdarahan. Fibrin dipecah
menjadi fibrin degradation product (FDP).
HUBUNGAN ANTARA KERUSAKAN ORGAN DAN EFEK METABOLIK DARI
SYOK SEPTIK
Fase awal syok septik (warm shock) ditandai dengan peningkatan metabolisme yang
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Katekolamin dan glukagon menstimulir miokardium,
meningkatkan sekresi hormon adrenal (dan mungkin juga kelenjar tiroid) yang memacu
metabolisme secara umum.
Akibat kebutuhan enersi yang sangat tinggi pada fase awal dari syok septik, terjadi
peningkatan pemecahan glikogen. oksidasi glukosa dan glukoneogenesis. Sebaliknya pada
fase lanjut syok septik, dapat ditemukan keadaan hipoglikemia karena berbagai hal.
Balis et al dan Hinshaw et al melaporkan bahwa endotoksemia menyebabkan
penurunan perfusi hati sehingga menyebabkan inhibisi terhadap proses glukoneogenesis.
Menurut Williamson et al, endotoksin secara langsung atau tidak langsung melakukan
inhibisi terhadap enzim fruktose 1.6 difosfatase atau mengaktifkan enzim fosfofruktokinase.
Hal ini mempertinggi konsentrasi fruktosa difosfat dan
menurunkan konsentrasi fruktosa - 6 fosfat dan glukosa - 6 fosfat. Peninggian
konsentrasi fruktosa difosfat bekerja sebagai positive feedback signal untuk mengaktifkan
enzim piruvatkinase yang menyebabkan penurunan konsentrasi
fosfoenolpiruvat, menurunkan produksi glukosa dan mempertinggi penggunaan ATP.
Bitensku et al telah memperlihatkan bahwa endotoksin melakukan stimulasi terhadap
adenilsiklase yang peka terhadap rangsangan katekolamin. Sehingga jelaslah, setiap
rangsangan terhadap pelepasan katekolamin merupakan stimulus yang mempertinggi
kecepatan glikogenolisis hati dengan mengaktifkan sistem fosfosrilase hati. Schuler
berspekulasi, cepatnya pemecahan glikogen pada binatang percobaan yang mengalami
endotoksemia disebabkan baik karena meningka.tnya glukogenolisis dan penekanan terhadap
glukoneogenesis. Ia juga mendapatkan pada hati yang diisolasi dari monyet yang mati karena
endotoksemia, peninggian konsentrasi asam laktat dan fruktosa difosfat, serta penurunan
konsentrasi fruktosa 6 fosfat, glukosa 6 fosfat dan fosfoenolpiruvat yang bermakna.
Diketahui juga bahwa glukoneogenesis merupakan proses yang banyak memakai
energi. Dua langkah pertama ke arah pembentukan ATP adalah oksidasi glukosa menjadi
asam piruvat, yang diikuti dengan masuknya asam piruvat ke dalam
siklus Krebs melalui asetil - koenzim A. Sehingga akan terjadilah lingkaran setan dalam
hal penurunan produksi glukosa, menyebabkan penurunan produksi enersi yang
menyebabkan makin menurunnya produksi glukosa dan seterusnya. Schu1er juga telah
membuktikan pada hati monyet yang mati karena endotoksemia, penurunan konsentrasi ATP
dan ADP dan sebaliknya peningkatan konsentrasi AMP.
Menurut Schumer ada 3 kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
ATP dan ADP posmortem ini, yaitu :
1) Akibat kondisi yang amat hipoglikemia, sangat sedikit glukosa yang tersedia untuk
oksidasi sel, sehingga sedikit juga produksi asam laktat oleh sel dan yang kemudian masuk ke
dalam siklus Krebs untuk diproduksi sebagai enersi.
2) Kemungkinan tidak cukupnya tersedia oksigen bagi sel untuk menjaga fungsi
mitokondria yang normal, sehingga walaupun asam laktat cukup diproduksi, tetapi siklus
Krebs yang membutuhkan oksigen tidak bekerja dengan lancar, dengan akibat produksi
enersi juga berkurang.
3) Hipotensi menyebabkan tidak cukup adekuatnya aliran pada mikrosirkulasi yang
menyebabkan terganggunya perfusi jaringan untuk transportasi baik oksigen maupun substrat
yang dapat menghasilkan enersi ke dalam sel. Hipoksia jaringan menyebabkan penurunan
metabolisme aerobik, sebaliknya meningkatkan metabolisme anaerobik, yang menyebabkan
penumpukan asam laktat dan penurunan drastis penyediaan adenosin tri fosfat (ATP) pada
jaringan. Penurunan kemampuan oksidasi glukosa memaksa lemak untuk menjadi sumber
energi utama pada stres dan sepsis.
Hal ini dimungkinkan karena efek katekolamin dan glukagon yang meninggikan siklus
adenosin mono fosfat (cAMP) dalam lemak yang mempertinggi aktifitas lipolisis untuk
hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Makin berat sepsis, makin besar pengaruh glukagon yang menyebabkan makin
meningginya konsentrasi asam lemak bebas dan benda-benda keton. Apabila stres lebih berat
lagi, akan terjadi inhibisi terhadap masuknya asetil koenzim A ke dalam siklus Krebs yang
menyebabkan makin meningginya konsentrasi benda-benda keton. Inilah yang menyebabkan
pada sepsis akan ditemukan peninggian rasio beta-hidroksibutirat terhadap asetoasetat dalam
darah hati, ginjal dan jaringan lainnya.
Meningginya konsentrasi benda-benda keton akibat meningginya aktifitas lipolisis
memperberat asidosis laktat yang sudah terjadi karena hipoksia jaringan.
Di samping lipolisis lemak, terjadi juga peningkatan penggunaan protein scbagai
sumber enersi yang menyebabkan balans nitrogen yang negatif. Sumber utama pemecahan
protein dalam keadaan septikemia ini adalah otot, sehingga konsentrasi protein di hati dan
ginjal hampir tidak berubah. Hal inilah agaknya yang menyebabkan penderita dengan
septikemia biasanya mengalami penurunan berat badan, masa otot, hipoalbuminemia yang
biasa juga disebut sebagai septic autocannibalism. (II)