Perubahan Produktivitas - · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ......

94
i

Transcript of Perubahan Produktivitas - · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ......

Page 1: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

i

Page 2: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

ii

Perubahan Produktivitas Industri Manufaktur Indonesia dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya:

Analisis Panel Data 2000-2007

Laporan Akhir November 2010

Tim Penyusun:

Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral Kementerian PPN/Bappenas

Tahun Anggaran 2010

Page 3: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

iii

Kata Pengantar

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boedino

dalam kebijakan pembangunan nasionalnya yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional periode tahun 2010-2014 (RPJMN

2010-2014) menekankan kebijakan pembangunan manufaktur yang

ditikberatkan pada revitalisasi industri. Dalam RPJPN 2005—2025

menyebutkan bahwa struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan

sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan

pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan

produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa

pelayanan yang efektif yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan

yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.

Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya

saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu sebagai

berikut: (1) dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan

meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar; (2) dalam

hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM

sebagai basis industri nasional, yaitu terintegrasi dalam mata rantai

pertambahan nilai dengan industri berskala besar; dan (3) dalam hal hulu-

hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke

hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat.

Tahun 2010 adalah tahun pertama implementasi kebijakan revitalisasi

industri sebagaimana digariskan dalam RPJMN 2010-2014. Sebagai tahun

Page 4: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

iv

awal pelaksanaan kebijakan, maka Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan

Sektoral perlu menelaah perkiraan kinerja kebijakannya ditinjau dari

pencapaian makronya. Berdasarkan hal inilah maka kajian bertajuk

“Perubahan Produktivitas Industri Manufaktur Indonesia dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya: Analisis Panel Data 2004-2009” perlu dilakukan.

Kajian menunjukkan, bahwa berdasarkan hasil estimasi tingkat pertumbuhan

tingkat produktifitas ditunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan produktifitas

yang positif sebesar rata 0.22% per tahun selama tahun 2000 sampai dengan

2007 pada Sektor Manufaktur di Indonesia. Peningkatan Tingkat Efisiensi

(TE) merupakan kontributor utama dari pertumbuhan tingkat produktifitas di

Indonesia, sementara pertumbuhan Pertumbuhan Teknologi (TP) dan Skala

Ekonomi (SE) memberikan kontribusi negatif, sebesar masing-masing -0.17%

dan 0.45% per tahun selama 2000-2007.

Estimasi terhadap persamaan empiris yang digunakan pada penelitian ini

juga menunjukkan adanya hubungan yang positif antara ukuran perusahaan

dengan tingkat produktifitas, yang terkuat terdapat pada Industri Makanan

dan Minuman, diikuti oleh Industri Kertas. Sementara hubungan positif

terlemah terdapat pada Manufaktur Lain dan Industri Tekstil. Sebaliknya,

penelitian ini menemukan adanya hubungan yang negatif antara usia

perusahaan dengan tingkat produktifitas pada industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, Kayu, Besi dan Baja, serta Manufaktur Lain adalah lebih

memiliki produktifitas yang lebih rendah.

Implikasi dari temuan ini adalah usia dan pengalaman justru berdampak

negatif pada produktifitas pada Industri Manufaktur Indonesia. Hal ini

agaknya disebabkan bahwa banyak perusahaan dengan usia lanjut masih

menggunakan mesin dan peralatan yang tua.Sementara, koefisien usia

perusahaan yang negatif pada industri Kerta, Kimia, Mineral Nonmetal

mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara usia dan tingkat

produktifitas. Sehingga secara umum dapat dikatakan sulit untuk mengambil

kesimpulan umum tentang hubungan antara usia dan produktifitas, karena

tergantung pada jenis industri.

Page 5: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

v

Dalam pada itu, dari hasil estimasi yang didapatkan juga dapat disimpulkan

bahwa perusahaan dengan orientasi produksi ekspor akan lebih produktif

ketimbang perusahaan yang tidak. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa

partisipasi pada aktifitas ekspor akan meningkatkan produktifitas dari

perusahaan. Penyebab dari hubungan yang positif ini adalah partisipasi

ekspor merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk

mempenetrasi pasar ekspor yang kompetitif. Dengan demikian dapat

diharapkan bahwa perusahaan yang berpartisipasi dalam kegiatan ekspor

memiliki tingkat produktifitas yang lebih tinggi ketimbang yang tidak

melakukannya.

Estimasi dari koefisien kepemilikkan asing menunjukkan hasil negatif pada

seluruh industri secara seragam. Terlebih, koefisien ini pun sifnikan pada

level 1% untuk seluruh industri kecuali Manufaktur Lain. Hasil ini

mengindikasikan secara kuat adanya hubungan yang positif antara

kepemilikkan asing dan tingkat produktifitas pada industri manufaktur di

Indonesia. Temuan ini agaknya tidak terlalu mengherankan, mengingat

perusahaan asing biasanya lebih superior ketimbang perusahaan domestik

dalam hal teknologi produksi dan proses produksi.

Bertolak belakang dengan hasil di atas, estimasi dari koefisien kepemilikkan

pemerintah menunjukkan hasil yang bervariasi. Tanda negatif didapatkan

untuk untuk Sub-Sektor Industri Kayu, Kertas, Kimia, Mineral Nonmetal,

serta Besi dan Baja. Koefisien tersebut adalah signifikan pada level 1%.

Sebaliknya, koefisien yang positif didapatkan pada Industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, dan Manufaktur Lain. Koefisien ini pun adalah signifikan

pada level 1%. Sehingga, tidak seperti halnya hubungan antara kepemilikkan

asing dan tingkat produktifitas, sulit untuk mendapatkan kesimpulan dalam

hal hubungan antara kepemilikkan pemerintah dan tingkat produktifitas.

Terakhir, estimasi dari koefisien Penelitian dan Pengembangan menunjukkan

hasil yang negatif untuk hampir semua Sub-sektor kecuali Manufaktur Lain.

Koefisien-koefisien ini pun adalah signikan untuk semua industri kecuali pada

Page 6: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

vi

Industri Kayu. Hasil ini agaknya mengindikasikan adanya hubungan yang

positif antara pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan dengan

tingkat produktifitas perusahaan manufaktur di Indonesia.

Tim Penyusun Laporan ini terdiri dari Mohamad Ikhsan Modjo dan Randy R.

Wrihatnolo, yang didukung oleh Anna dan Chaerul Rijal. Untuk informasi dan

pertanyaan lebih lanjut, silahkan menghubungi [email protected].

Hormat kami,

Jakarta, 15 November 2010

Tim Kajian

Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

Page 7: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

vii

Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 Sektor Manufaktur Indonesia 1

1.1. Ekonomi Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Sektor

Manufaktur 1

1.2. Kinerja Industri Manufaktur Pasca Krisis:

Deindustrialisasi? 4

1.3. Transformasi Struktural Sektor Manufaktur 8

1.4. Ekspor Sektor Manufaktur 15

1.5. Beberapa Fitur Industri Manufaktur Indonesia 21

1.5.1. Tingkat Kompetisi diukur dari Konsentrasi 21

1.5.2. Isu Kepemilikkan 22

1.5.3. Distribusi Output Berdasarkan Ukuran 25

1.6. Penutup 27

Bab 2. Data, Metodologi dan Hipotesis 28

2.1. Desain Penelitian 28

2.2. Pendekatan dan Metode 28

2.2.1. Model Perubahan Produktivitas 28

2.2.2. Model Faktor yang Mempengaruhi Perubahan

Produktivitas 30

2.3. Data 31

2.4. Pengukuran Penelitian 33

2.4.1. Output 33

2.4.2. Modal 34

2.4.3. Tenaga Kerja 35

2.4.4. Bahan Baku 35

2.4.5. Skala Perusahaan 36

Page 8: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

viii

2.4.6. Usia Perusahaan 38

2.4.7. Orientasi Penjualan - Ekspor Output 39

2.4.8. Kepemilikan Perusahaan 39

2.4.9. Penelitian dan Pengembangan (R&D) 41

2.5. Hipotesis 43

Bab 3. Temuan dan Pembahasan 44

3.1. Pengantar 44

3.2. Parameter Fungsi Produksi dan Elastisitas 44

3.3. Pertumbuhan Tingkat Produktifitas 51

3.4. Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Produktifitas 56

Bab 4. Kesimpulan 62

4.1. Temuan Penelitian 62

4.1.1. Pertumbuhan Tingkat produktifitas 62

4.2. Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Produktifitas 65

Referensi 68

Page 9: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

ix

Daftar Tabel Tabel 1.1 Struktur dan Pertumbuhan PDB 1975-2009 (%) 5

Tabel 1.2 Perubahan Struktur Industri Manufaktur Besar & Sedang (%, Harga

Pasar) 10

Tabel 1.3 Perubahan Struktur Industri Manufaktur (%, 3 Digit ISIC) 12

Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Manufaktur (%, 3 Digit ISIC) 13

Tabel 1.5 Ekspor Manufaktur 1975-2009 (%) 16

Tabel 1.6 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur 1975-2009 (%) 17

Tabel 1.7 Komoditi Penyumbang Ekspor Manufaktur Terbesar (%) 18

Tabel 1.8 Ekspor Manufaktur ke Tiga Negara (%) 19

Tabel 1.9 Konsentrasi Industri Manufaktur Indonesia 1985-2007 (CR4,

Nominal) 21

Tabel 1.10 Ekspor Berdasarkan Kepemilikkan (%) 24

Tabel 3.1 Uji Hipotesis Persamaan Fungsi Produksi 47

Tabel 3.2 Estimasi Persamaan Fungsi Produksi 48

Tabel 3.2 Estimasi Persamaan Fungsi Produksi (Lanjutan) 49

Tabel 3.3 Elastisitas dan RTS 50

Tabel 3.4 Pertumbuhan Tingkat Produktifitas (TFP) 53

Tabel 3.4 Pertumbuhan Tingkat Produktifitas (TFP) (Lanjutan) 53

Tabel 3.5 Perbandingan Tingkat Pertumbuhan (TFP) 55

Tabel 3.6 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Produktifitas 57

Page 10: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

x

Daftar Gambar Gambar 1.1 Pertumbuhan Nilai Tambah Manufaktur 1962-2009 1

Gambar 1.2 Komposisi Ekspor, 1975-2009 (%Total Ekspor) 15

Gambar 1.3 Ekspor, Impor dan NetEkspor Manufaktur 1985-2009 (Juta US$ ,

Nominal) 20

Gambar 1.4 Status Kepemilikkan Manufaktur 1985-2007 23

Gambar 1.5 Distribusi Ukuran Perusahaan 1985-2007 26

Page 11: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

1

Bab 1

Sektor Manufaktur Indonesia

1.1. Ekonomi Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Sektor Manufaktur Kinerja sektor Industri Manufaktur (Sektor Manufaktur) secara umum tidak

terlepas dari kinerja perekonomian secara keseluruhan. Membaiknya situasi

ekonomi akan diikuti perbaikkan sektor Manufaktur, serta sebaliknya.

Manufaktur juga merupakan sektor yang sangat rentan terhadap fluktuasi dan

gejolak perekonomian global. Satu hal yang disebabkan proporsi produk

manufaktur yang dominan dalam pembentukkan nilai total perdagangan

antar bangsa.

Keterkaitan antara fluktuasi perekenomian secara keseluruhan dan kinerja

Sektor Manufaktur jelas terlihat di Indonesia. Akselerasi pertumbuhan di

masa Pemerintahan Orde Baru pada periode dekade 1970an hingga

pertengahan 1980an, yang mencapai rata-rata lebih dari 7% per tahun, diikuti

oleh percepatan pertumbuhan di Sektor Manufaktur. Saat itu, Sektor

Manufaktur tumbuh hingga mencapai lebih dari 14% per tahun secara rata-

rata. Sebaliknya, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang terjadi

pada pertengahan 1980an, akibat kejatuhan harga minyak internasional,

membuat perlambatan juga terjadi di Sektor manufaktur. Beruntung,

perlambatan ini tidak berlangsung lama. Berbagai kebijakan reformasi dan

liberalisasi ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah saat itu mampu

menggenjot Sektor Manufaktur untuk tetap tumbuh dengan perkasa sampai

Page 12: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

2

pertengahan 1990an, dengan mengandalkan ekspor dan investasi asing

(Gambar 1.1).

Pertumbuhan tersebut berlangsung hingga terjadi krisis ekonomi pada Juli

1997. Krisis ini menandai dimulainya suatu periode yang menyakitkan bagi

perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tercatat ambruk hingga

lebih dari 14% selama 1997-1998. Instabilitas makro pun terjadi seiring

naiknya suku bunga dan tingkat inflasi hingga hampir 80% rata-rata selama

satu tahun. Kehidupan sosial dan politik pun memburuk, dengan bergantinya

Pemerintahan serta merebaknya tingkat kriminalitas, pengangguran serta

kemiskinan. Kondisi ini berdampak pada kinerja Sektor Manufaktur, yang

mengalami kejatuhan hingga lebih dari 11,4%. Satu hal yang disebabkan oleh

melemahnya permintaan domestik dan global, akibat menurunnya tingkat

pendapatan masyarakat. Hal ini juga ditambah oleh terganggunya situasi

sosial politik serta lumpuhnya infrastruktur fisik dan perbankan yang

membuat semakin tidak kondusifnya dunia usaha1

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

Tahun

1962

1964

1966

1968

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

Pertu

mbu

han

(%)

.

Gambar 1.1: Pertumbuhan Nilai Tambah Manufaktur 1962-2009

Sumber: kalkulasi Penulis dari data World Bank, World Development Indicators Online. Akses terakhir: 26/09/2010.

1 Diskusi mengenai pertumbuhan Sektor Manufaktur pada Era Orde baru dan dampak dari

krisis ekonomi Asia lebih mendalam bisa disimak, misalnya, pada (Ikhsan Modjo, 2008).

Page 13: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

3

Demikian pula, krisis membuat pergeseran sektoral, di mana berbagai sumber

daya yang ada bergeser dari sektor-sektor yang bersifat moderen, nontraded,

dan import-dependent ke arah sektor-sektor yang bersifat tradisional, traded,

dan berorientasi ekspor. Dalam hal ini, Sektor Manufaktur walau merupakan

sektor yang berorientasi ekspor turut terpengaruh oleh pergeseran ini, karena

ketergantungannya yang tinggi pada impor. Hal ini diperburuk oleh

munculnya negara-negara berkembang lain seperti Vietnam, Kamboja dan

India, sebagai kompetitor produk-produk Industri Manufaktur Indonesia

pada kancah global. Semua ini hal menyebabkan berlarut-larutnya pemulihan

Sektor Manufaktur.

Selain faktor krisis, lambatnya pemulihan Sektor Manufaktur juga disebabkan

beberapa hal lain yang tidak secara langsung terkait dengan perekonomian.

Hal ini, misalnya, konsolidasi sosial politik di dalam negeri serta peralihan ke

sistem pemerintahan yang demokratis. Pada awal dekade 2000, Indonesia

juga menerapkan sistem otonomi daerah yang memiliki dampak pada

perencanaan dan koordinasi kebijakan di hampir semua sektor

perekonomian, termasuk Industri Manufaktur. Berbagai peraturan dan

perundang-undangan baru yang dilegislasikan pasca Krisis, yang memerlukan

waktu untuk sosialisasi dan adaptasi, juga menyebabkan penurunan daya

saing perekonomian nasional, yang turut berdampak pada kinerja Sektor

Manufaktur.

Tren penurunan daya saing Industri Manufaktur nasional terekam dalam

banyak laporan dan kajian perbandingan daya kompetitif internasional.

International Institute for Management Development (IMD) dalam World

Competitiveness Report 2004, misalnya, menempatkan Indonesia pada posisi

ke-58 dari 60 negara yang diteliti. Peringkat ini turun dari posisi ke-43 pada

2000, serta posisi ke-46 pada 2001. Penurunan dan rendahnya daya saing

perekonomian nasional serta Sektor Manufaktur menurut catatan IMD

disebabkan setidaknya oleh 5 faktor: Pertama, kinerja perdagangan

internasional, investasi, ketenagakerjaan dan stabilitas harga yang buruk.

Kedua, inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan

Page 14: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

4

negara/ fiskal. Ketiga, banyaknya peraturan dan perundang-undangan yang

kurang kondusif bagi dunia usaha. Keempat, rendahnya produktivitas dunia

usaha akibat pasar tenaga kerja yang tidak optimal, akses ke sumber

keuangan, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif masih kurang

menunjang. Kelima, masih terbatasnya infrastruktur, baik infrastruktur fisik,

teknologi maupun infrastruktur dasar lain yang terkait dengan kebutuhan

masyarakat dan industri.

1.2. Kinerja Industri Manufaktur Pasca Krisis: Deindustrialisasi?

Pertumbuhan sektor manufaktur yang melemah pasca krisis 1997/1998

membuat banyak kalangan mengindikasikan terjadinya gejala

“deindustrialisasi” di Indonesia. Pengindikasian ini biasanya ditopang oleh

data pertumbuhan dan proporsi Sektor Manufaktur pada pembentukkan PDB

Nasional yang terus mengalami penurunan semenjak tahun 2000.

Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1, pertumbuhan Sektor Manufaktur

sepanjang 1995 hingga 2009 hanya berkisar antara 4,1% sampai dengan 5,1%.

Angka ini menurun drastis dibandingkan tingkat pertumbuhannya yang

berkisar 10,9% sampai dengan 15,3% pada periode 1970-1995.

Page 15: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

5

Tabel 1.1: Struktur dan Pertumbuhan PDB 1975-2009 (%) 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 200

9 Perubahan Struktur

Sektor

Pertanian 30.2 24 23.2 19.4 17.1 15.6 13.1 14.1

Manufaktur 9.8 13 16 20.7 24.1 27.7 27.4 27.2

Industri termasuk Manufaktur

33.5 41.7 35.8 39.1 41.8 45.9 46.5 47.0

Jasa-Jasa 36.3 34.3 40.9 41.5 41.1 38.5 40.3 39.2

PDB 100 100 100 100 100 100 100 100

1970-75 1975-

80 1980-

85 1985-

90 1990-

95 1995-2000

2000-

2005

2005-

2009 Pertumbuhan

Sektor

Pertanian 4.3 4.1 3.9 4.1 2.7 1.9 3 3.5

Manufaktur+ 11.9 15.3 14.9 11.5 10.9 4.4 5.1 4.1

Industri termasuk Manufaktur

12.1 8.3 6.5 8.1 9.7 3.4 4.2 4.1

Jasa-Jasa 8.2 10.2 7.6 6.5 9.4 1.3 6.1 7.9

PDB 7.9 7.6 6.2 6.5 8.1 2.2 4.8 5.6

Sumber: kalkulasi Penulis dari data World Bank, World Development Indicators Online. Akses terakhir: 26/09/2010. Catatan: Pertumbuhan dihitung dengan metoda pertumbuhan rata-rata per tahun. Akibat dari melemahnya tingkat pertumbuhan, kontribusi Sektor Manufaktur

pada PDB pun cenderung untuk menurun. Seperti dapat disimak pada Tabel

1.1, kontribusi Manufaktur yang meningkat dari hanya 9,8% pada 1975

menjadi 27,7% pada 2000, mengalami penurunan menjadi 27,4% pada 2005

dan 27,2% pada 2009. Akan tetapi pengamatan akan adanya gejala

deindustrialisasi ini tidak sepenuhnya tepat. Sebab pada saat yang sama,

antara 2000 sampai dengan 2009, juga terjadi penurunan kontribusi Sektor

Pertanian terhadap PDB dari 15,6% menjadi 14,1%. Penurunan ini terjadi

meski pada saat yang sama terdapat sedikit akselerasi pertumbuhan Sektor

Pertanian dari 1,9% pada 1995-2000 menjadi 3,0% pada 2000-2005 dan 3,5%

pada 2005-2009. Sementara, Sektor Jasa mengalami peningkatan kontribusi

pada PDB yang moderat dari 38,5% ke 39,2% selama 2000-2009. Namun,

bila dibandingkan dengan kontribusinya pada 1995 sebesar 41,1%, Sektor ini

Page 16: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

6

pun bisa dikatakan mengalami penurunan. Pertumbuhan sektor ini sendiri

tergolong relatif stabil di kisaran 6%-8% sepanjang 2000-2009, setelah

sempat tertekan di angka 1,3% pada 1995-2000.

Di sisi lain, Sektor Industri secara umum yang termasuk Sektor Manufaktur

di dalamnya cenderung mengalami peningkatan sepanjang 2000-2009. Dari

Tabel 1.1 terlihat Sektor ini meningkat kontribusinya dari 45,9% pada 2000

menjadi 47,0% pada 2009. Hal ini terlepas dari tingkat pertumbuhannya

yang secara keseluruhan mengalami sedikit penuruan ke kisaran 3%-5%

sepanjang 1995-2009, dari sebelumnya yang tumbuh secara rata-rata

sebesar 6,5%-12,1% pada 1970-1995. Peningkatan proporsi ini agaknya

banyak ditopang oleh peningkatan kontribusi subsektor Minyak dan Gas

serta Subsektor industri yang tergolong sebagai industri berbasiskan

perkebunan. Peningkatan kontribusi dari kedua subsektor ini sendiri dipicu

oleh peningkatan yang terjadi pada harga internasional minyak dan gas serta

komoditi-komoditi perkebunan.

Dalam konteks wacana deindustrilisasi, satu negara dapat dikatakan

mengalami deindustrialisasi bila sektor manufaktur mengalami penurunan

sedemikian rupa dalam jangka waktu panjang, sehingga tidak lagi menjadi

penyumbang utama pada pembentukkan pendapatan nasional (PDB).

Deindustrialisasi sendiri adalah suatu konsep yang sebenarnya netral. Ia bisa

baik atau buruk tergantung pada sejarah transformasi struktural dan dampak

yang diakibatkan pada perekonomian (Rowthorn and Well, 1987).

Deindustrialisasi bisa merupakan hal yang baik bila ia terjadi secara alamiah.

Dalam arti, pembesaran sektor lain di luar manufaktur terjadi semata akibat

peningkatan permintaan domestik, seiring adanya pertumbuhan yang

meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan kata lain, deindustrialisasi

adalah proses transformasi struktural natural antar sektor yang terjadi di

suatu perekonomian. Proses ini, pergeseran dari manufaktur ke jasa,

merupakan kelanjutan dari proses transformasi sebelumnya dari Sektor

Pertanian ke Sektor Manufaktur. Sehingga tidak ada yang perlu

dikhawatirkan dengan gejala ini.

Page 17: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

7

Akan tetapi, fakta bahwa deindustrialisasi adalah sesuatu yang tak terelakkan

dari proses transformasi struktural jangka panjang, tidak kemudian berarti

suatu perekonomian bisa bergantung semata pada Sektor Jasa. Manufaktur

yang kuat tetap dibutuhkan bila tingkat pendapatan ingin dipertahankan oleh

suatu negara, tanpa mengalami defisit neraca pembayaran. Sebab, mayoritas

Sektor Jasa bersifat tidak diperdagangkan (nontradeable) dan berorientasi ke

dalam. Sehingga keberadaan Sektor Manufaktur yang kuat tetap dibutuhkan

untuk perolehan devisa.

Di samping itu, deindustrialisasi juga dapat disebut netral bila terjadi sebagai

akibat perubahan tingkat produktifitas relatif antar sektor di dalam negeri

secara berkelanjutan. Satu hal yang biasanya diakibatkan oleh perbedaan

tingkat biaya atau laju inflasi antar sektor di dalam negeri. Dalam proses

deindustrialisasi model ini, daya saing produk-produk manufaktur negara

yang mengalaminya, baik yang diorientasikan untuk kebutuhan domestik atau

ekspor, tidak mesti mengalami penurunan terhadap produk impor. Jepang,

Jerman Barat dan Amerika Serikat pada dekade 1980-1990 adalah contoh

kasus di mana satu perekonomian mengalami deindustrialisasi, tanpa diiringi

berkurangnya daya saing.

Dalam hal ini, hal yang patut lebih dikhawatirkan pada perekonomian

bukanlah deindustrialisasi, akan tetapi degradasi industri (industrial decline).

Degradasi industri adalah proses penurunan kontribusi sektor manufaktur

terhadap PDB dan lapangan kerja yang disebabkan oleh penurunan daya

saing. Perbedaan mendasar keduanya adalah penurunan daya saing. Satu hal

yang intrisik ada pada degradasi industri, namun belum tentu terjadi pada

deindustrialisasi. Sebaliknya, deindustrialisasi menisbahkan penurunan posisi

Sektor Manufaktur sebagai kontributor utama pembentukkan PDB, satu hal

yang tidak mesti terjadi pada proses degradasi industri. Dari uraian ini jelas

bahwa deindustrialisasi dan degradasi sektor industri adalah dua hal yang

tidak sama. Meski, degradasi industri bisa mempengaruhi skala dan timing

terjadinya industrialisasi di suatu negara.

Page 18: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

8

Lebih jauh, kedua pembedaan itu penting mengingat terdapat perbedaan

implikasi dalam terapi kebijakan. Lain halnya dengan deindustrialisasi yang

bersifat alamiah, sehingga tidak memerlukan intervensi khusus, degradasi

industri menisbahkan adanya satu strategi kebijakan industri (industrial

policy). Strategi kebijakan ini diterapkan pada industri tertentu, yang

dianggap efisien bagi perekonomian secara keseluruhan berdasarkan

kemufakatan pengelola negara2

1.3. Transformasi Struktural Sektor Manufaktur

.

Dari uraian ini, apa yang tengah terjadi dan dikhawatirkan di Indonesia

bukanlah deindustrialisasi, akan tetapi degradasi industri. Sektor Manufaktur

tidak pernah menjadi penyumbang terbesar pembentukkan PDB di tanah air.

Angka tertinggi kontribusi yang pernah diberikan pada pembentukkan PDB

Nasional tidak lebih dari 30%, begitu juga pada lapangan kerja angka tertinggi

adalah sekitar 20%.

Apa yang dikatakan sebagai industrialisasi pada dekade 1980an dan 1990an

sesungguhnya tidak lebih dari pengalihan industri – footloose industries –

dari negara-negara lain karena adanya ongkos produksi relatif yang lebih

murah. Industrialiasi saat itu bukanlah proses yang direncanakan. Ia lebih

merupakan implikasi dari dibukanya pasar serta mobilisasi dana domestik

dan asing. Keunggulan daya saing yang tercipta dari proses ini bersifat

temporer dan cepat tergerus seiring meningkatnya biaya produksi, terutama

tenaga kerja. Terbukti, proses industrialisasi yang terjadi kemudian mati suri,

seriring dengan munculnya negara lain dengan ongkos produksi yang lebih

murah, seperti China, India dan Vietnam, serta hilangnya fasilitas ekspor yang

diberikan oleh beberapa negara importir utama.

Pada Sektor Manufaktur sendiri terdapat beberapa hal menarik terkait

dengan perubahan komposisi subsektoral yang ada. Sebagaimana terlihat

pada Tabel 1.2, peranan Industri Minyak dan Gas (Migas) pada Sektor

2 Diskusi mengenai deindustrialisasi dan kebijakan industri yang cukup komprehensif bisa

disimaknya, misalnya, dalam (Chang, 2009).

Page 19: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

9

Manufaktur semakin terlihat mengecil dari tahun ke tahun, sementara porsi

Industri Selain Migas terus mengalami peningkatan. Pada 2007, Industri

Migas hanya berkontribusi sebesar 9% dari total nilai tambah sektor Industri

Manufaktur nasional, sementara Selain Migas memberi 91%. Akan tetapi,

kontribusi Industri Migas sempat sedikit melonjak antara 1997-2000 dan

relatif konstan sepanjang 2000-2004, di angka 11%. Hal ini agaknya

menandakan sedikit tersendatnya transformasi industri manufaktur nasional

dari yang berbasiskan sumber daya alam ke industri yang berbasiskan modal

ketrampilan atau padat karya.

Bila dicermati lebih jauh pada Tabel 2.1, pelonjakan kontribusi Industri

Migas pada 1997-2004 disebabkan oleh melmbatnya pertumbuhan Industri

Selain Migas sepanjang 1997-2004. Angka pertumbuhan Industri Selain

Migas yang tercatat rata-rata 11,3% pada 1991-1994 dan 9,8% pada 1994-

1997, tercatat turun menjadi negatif 1,2% pada 1997-2000 dan 3,7% pada

2000-2004. Sepanjang 2004-2007, Industri Selain Migas mengalami sedikit

akselerasi pertumbuhan menjadi 4,1%, yang masih jauh di bawah dari angka

pertumbuhan pada masa sebelum krisis 1997/98. Pada saat yang sama,

sepanjang 1997-2007, pertumbuhan Industri Migas relatif stabil di kisaran

3%-4%.

Page 20: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

10

Tabel 1.2: Perubahan Struktur Industri Manufaktur Besar & Sedang (%, Harga Pasar)

ISIC 1985 1994 1997 2000 2004 2007 Industri Minyak Gas (Migas) 27.4 12.4 9.9 11 11 9 Industri Selain Migas* 72.6 87.6 90.1 89 89 91

Industri Selain Migas 31 Makanan & Minuman 28.6 20.1 20.9 18.9 24.8 25.7

32 Tekstil 11.1 23.9 23.1 19.7 12.7 12.0 33 Kayu 7.5 8.1 8.3 5.9 5.9 4.3 34 Kertas dan Percetakan 3 4.4 6.2 5.5 8.1 6.7 35 Kimia, Plastik dan Karet 20.9 12.5 13.2 14.7 15.8 19.4 36 Mineral Bukan Metal 5.8 3.9 3.7 3.2 4.6 4.0 37 Besi dan Baja 8.3 5.6 2.1 2.4 2.7 3.6 38 Produk Besi dan Baja 13.2 20.4 21.2 28.1 24.3 23.3 39 Manufaktur Lain 1.6 1.1 1.2 1.7 1.0 1.0 Total 100 100 100 100 100.0 100.0

Pertumbuhan 1991-94 1994-97 1997-2000

2000-2004

2004-2007

Industri Migas

3.7 1.2 2.8 3.1 4.1 Industri Selain Migas*

11.3 9.8 -1.2 3.7 4.1

Non-Oil/Gas Manufacturing 31 Makanan & Minuman

11.2 -0.1 10 7.6 7.2

32 Tekstil

30.2 3.3 2.3 2.5 7.2 33 Kayu

-2.6 6.4 -4.6 3.9 -12.7

34 Kertas dan Percetakan

6.1 17.9 1.5 12.4 0.2 35 Kimia, Plastik dan Karet

7 10.9 6.4 7.6 11.9

36 Mineral Bukan Metal

15.7 9.6 -4.8 14.8 1.1 37 Besi dan Baja

20.3 -17.3 0.3 -5.9 21.8

38 Produk Besi dan Baja

30.8 7.7 15 1.6 5.7 39 Manufaktur Lain

27.7 3.1 24.7 8.8 4.3

Total 16.7 5.1 6.9 4.7 5.9 Sumber: Kalkulasi Penulis dari data World Bank, World Development Indicators Online. Akses terakhir: 26/09/2010, serta Statistik Industri Besar dan Sedang 2000-2007. Data sebelum 2000 diambil dari Ikhsan Modjo (2008). Pertumbuhan dihitung sebagai rata-rata pertumbuhan tahunan menggunakan angka riil. * Penghitungan Persentase dan pertumbuhan Industri Total termasuk data untuk Industri Kecil dan Rumah Tangga.

Beberapa perubahan juga terjadi pada Industri Besar dan Menengah Selain

Migas bila diklasifikasi berdasar dua digit standar klasifikasi industri (ISIC).

Beberapa Sektor Manufaktur tradisional seperti Industri Tekstil (ISIC 32)

dan Industri Kayu (ISIC 33) cenderung mengalami penurunan kontribusi

sepanjang 2000-2007. Kontribusi Industri Tekstil yang pernah mencapai

hinga hampir 34% dari total nilai tambah pada 1994 berangsur menurun

hanya menjadi 12% pada 2007. Sama halnya dengan Industri Kayu yang

menyusut menjadi 8,1% pada 1994 menjadi 4,3% pada 2007.

Page 21: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

11

Sebaliknya, beberapa sektor industri mengalami peningkatan selama 2000-

2007. Sektor-sektor industri ini adalah Industri Makanan dan Minuman

(ISIC 31), Industri Kertas dan Percetakan (ISIC 34) serta Industri Kimia,

Plastik dan Karet (ISIC 35). Peran Industri Makanan dan Minuman,

misalnya, meningkat dari 18,9% pada 2000 menjadi 25,7% pada 2007.

Begitu juga Industri Kertas dan Percetakkan naik dari rata-rata 5,5% menjadi

rata-rata 6,7% per tahun pada saat yang sama. Sementara, Industri Kimia,

Plastik dan Karet tercatat meningkat dari rata-rata 14,7% di tahun 2000

menjadi rata-rata 19,4% pada 2007. Industri lain di luar yang telah

disebutkan di atas relatif tidak mengalami perubahan tingkat kontribusi

terhadap nilai tambha Sektor Manufaktur domestik.

Dalam hal ini, penurunan kontribusi oleh Sektor Tekstil sudah diprediksi

sejak lama oleh beberapa pengamat dan akademisi. Bird (1999) dan Ikhsan

Modjo (2008), umpamanya, menuliskan bahwa penurunan pertumbuhan

dan kontribusi Tekstil akan semakin menurun seiring dihapuskannya

fasilitas ekspor MFN (Most Favoured Nation) pada 2002 dan meningkatnya

kompetisi dari negara-negara pesaing baru yang memiliki tenaga kerja lebih

murah. Gejala ini sesungguhnya sudah nyata terlihat bahkan pada periode

sebelum krisis selama 1994-1997. Industri Tekstil yang bisa tumbuh sebesar

rata-rata lebih dari 30% pada 1991-1994, kemudian hanya bisa tumbuh rata-

rata di bawah 4% sepanjang 1994-2004. Pertumbuhan Industri Tekstil

sedikit meningkat di atas rata-rata 7% sepanjang 2004-2007. Akan tetapi

peningkatan ini tidak mampu secara signifikan meningkatkan kontibusinya

terhadap pembentukkan nilai tambah industri nasional.

Sebaliknya, sektor-sektor industri yang mengalami peningkatan kontribusi

selama 2000-2007 terlihat memiliki pertumbuhan yang stabil atau

mengalami percepatan tingkat pertumbuhan. Industri Makanan dan

Minuman, misalnya, naik di atas 7% per tahun sepanjang 2000-2007,

sementara Kertas sempat melonjak sebesar rata-rata 12,4% per tahun pada

2000-2004, meski kemudian mengalami penurunan menjadi hanya rata-

rata 0,2% per tahun. Keenam sub sektor in isecara bersama berkontribusi

Page 22: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

12

secara rata-rata lebih dari 50% dari total nilai tambah Industri Manufaktur

dalam negeri.

Tabel 1.3: Perubahan Struktur Industri Manufaktur (%, 3 Digit

ISIC)

ISIC 3 Digit 1985 1991 1997 2000 2004 2007 % Proporsi dari Nilai Tambah

311 Makanan Dasar 10.52 9.51 9.35 6.26 11.00 11.78 312 Makanan Lainnya 3.26 3.07 4.45 3.83 2.49 3.13 313 Minuman 1.56 1.13 1.04 0.74 0.60 0.93 314 Tembakau Rokok 13.24 9.96 2.46 8.12 10.69 9.85 321 Tekstil 8.88 10.29 14.17 12.05 7.38 6.85 322 Garmen 1.73 3.35 4.66 4.81 3.39 3.54 323 Kulit 0.22 0.51 0.59 0.49 0.33 0.15 324 Alas Kaki 0.23 1.84 3.41 2.46 1.62 1.42 331 Kayu 6.96 13.24 7.13 4.72 4.85 3.01 332 Furnitur 0.53 1.2 1.32 1.25 1.05 1.25 341 Kertas 1.47 4.06 3.18 2.59 6.69 5.44 342 Percetakan 1.58 1.98 3.32 2.92 1.42 1.26 351 Kimia Industri 5.78 4.89 4.65 3.24 5.51 6.63 352 Kimia Lainnya 6.55 5.56 4.18 2.97 4.14 7.03 355 Karet 7.52 4.13 2.95 2.52 2.84 3.13 356 Plastik 1.07 2.02 2.48 5.54 3.36 2.63 361 Porselen 0.55 0.69 0.71 0.55 0.36 0.31 362 Gelas 1.35 0.63 0.48 0.47 0.78 0.33 363 Semen 2.46 1.69 2.09 1.18 3.15 2.85 364 Tanah Liat 0.69 0.45 0.72 0.54 0.11 0.25 369 Bukan Mineral Lain 0.77 0.61 0.55 0.45 0.24 0.28 371 Besi dan Baja 8.33 5.07 2.9 2.37 2.74 3.64 381 Produk Besi dan Baja 3.49 3 4.38 5.41 3.41 3.18 382 Mesin 0.96 1.55 2.83 1.02 0.88 1.02 383 Alat Listrik 3.47 3.09 9.36 9.17 7.93 5.63 384 Kendaraan 5.21 5.63 5.1 11.83 11.95 13.16 385 Alat Ukur 0.05 0.08 0.51 0.79 0.15 0.31

390 Manufaktur Lain 1.58 0.77 1.02 1.73 0.95 1.01 Total Manufaktur 100 100 100 100 100.00 100.00

Sumber: Kalkulasi Penulis dari data Statistik Industri Besar dan Sedang 2000-2007. Data sebelum 2000 diambil dari Ikhsan Modjo (2008).

Pada tingkat disagregasi yang lebih dalam, pada level tiga digit ISIC, Industri

Manufaktur nasional didominasi oleh enam Sektor Utama: Makanan Dasar

(ISIC 311), Tembakau Rokok (ISIC 314), Tekstil (ISIC 321), Kertas (ISIC 341)

, Alat Listrik (ISIC 383) serta Kendaraan (ISIC 384), lihat Tabel 1.3. Dari

keenam sektor ini, Sektor Kendaraan merupakan sektor yang mengalami

peningkatan signifikan dalam tingkat kontribusi, dari sekitar rata-rata 5%

pada tahun 1990an menjadi 13,1^% pada 2007. Sektor Makanan Dasar juga

terlihat meningkat 6,26% pada 2000 menjadi 11,78% pada 2007.

Page 23: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

13

Tabel 1.4: Pertumbuhan Industri Manufaktur (%, 3 Digit ISIC)

ISIC 3 Digit 1991-94 1994-97 1997-00 2000-04 2004-07 311 Makanan Dasar 1.3 19.7 -6.4 14.6 7.9 312 Makanan Lainnya 21.5 12.5 2 5.7 10.1 313 Minuman 15.6 3.2 -4.2 1.6 24.7 314 Tembakau Rokok 15 -40 46.8 3.2 4.5 321 Tekstil 29.7 2.5 1.6 3.9 6.8 322 Garmen 25.7 6.8 8.1 4.1 11.9 323 Kulit 6.6 20.2 0.5 31.8 -15.2 324 Alas Kaki 42.3 -0.1 -3.9 -3.1 5.1 331 Kayu -4.3 5.3 -6.8 3.3 -17.7 332 Furnitur 12.1 12.5 5.2 12.8 10.1 341 Kertas 4.5 9 0.2 24.9 -0.3 324 Percetakan 9.4 29.5 2.7 35.7 2.6 351 Kimia Industri 6.1 13.8 -5 3.5 12.3 352 Kimia Lainnya 6.1 6 -4.4 12.1 24.4 355 Karet 4.3 6.1 1.8 13.1 7.2 356 Plastik 15.1 13.2 33.9 19.6 -3.6 361 Porselen 23.5 -0.8 -1.2 -18.2 1.8 362 Gelas 4.9 7.6 6.6 11.3 -13.2 363 Semen 13.9 14.9 -12.1 61.0 5.1 364 Tanah Liat 29.8 7.2 -2.7 -1.4 41.7 369 Bukan Mineral Lain 6.4 11.7 0.1 12.2 12.5 371 Besi dan Baja 20.3 -17.3 0.3 -14.2 24.8 381 Produk Besi dan Baja 31.8 2.5 14 -2.0 1.8 382 Mesin 21.9 19.8 -26.9 49.8 19.4 383 Alat Listrik 24.3 34.1 6.3 -4.7 -8.3 384 Kendaraan 35 -16.7 35 8.7 12.6 385 Alat Ukur 48.5 33.2 21.4 81.0 51.6 390 Manufaktur Lain 27.7 3.1 24.7 8.8 4.3

Total Manufaktur 16.7 5.1 6.9 4.7 5.9 Sumber: kalkulasi Penulis dari data Statistik Industri Besar dan Sedang 2000-2007. Kalkulasi untuk data sebelum 2000 diambil dari Ikhsan Modjo (2008). Pertumbuhan dihitung sebagai rata-rata pertumbuhan tahunan menggunakan angka riil.

Dilihat dari tiga digit ISIC, sektor yang kontribusinya menurun adalah

Tekstil dan Alat Listrik. Sebagaimana bisa disimak pada Tabel 1.3, kontribusi

Tekstil menurun dari rata-rata 12,05% pada 2000 menjadi hanya rata-rata

6,85% pada 2007. Begitu juga, Alat Listrik menciut dari rata-rata 9,17%

menjadi rata-rata 5,63% pada waktu yang sama. Dua sektor lain, Tembakau

dan Kertas, adalah dapat dikatakan relatif stabil dalam tingkat kontribusinya

pada pembentukkan nilai tambah.

Peningkatan kontribusi yang signifikan dari Sektor Kendaraan pada

gilirannya disebabkan oleh tingkat pertumbuhannya yang tinggi, sebesar

rata-rata 8,7% pada 2000-2004 dan rata-rata 12,6% pada 2004-2007. Begitu

Page 24: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

14

juga Sektor Makanan Dasar tercatat meningkat masing-masing sebesar rata-

rata 14,6% dan 7,9% per tahun pada 2000-2004 dan 2004-2007. Sebaliknya

Industri Listrik terlihat mengalami pertumbuhan negatif, sebesar rata-rata -

4,7% dan -8,3% selama periode yang sama. Industri Kertas meski sempat

meningkat rata-rata sebesar 24,9% pada 2000-2004, namun kemudian

menurun rata-rata -0,3% pada 2004-2007. Industri Tekstil juga tercatat

masih mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 3,9% dan 6,8% pada 2000-

2004 dan 2004-2007. Namun bila dibandingkan dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata pada 1991-1994, sebesar 29,7%, angka pertumbuhan

ini adalah jauh menurun.

1.4. Ekspor Sektor Manufaktur

Transformasi sektoral yang terjadi pada Sektor Manufaktur di atas diikuti

pula oleh transformasi pada komposisi ekspor Indonesia secara keseluruhan.

Sebelum dekade 1980an, ekspor Indonesia didominasi oleh komoditi Migas

dan Pertanian, yang masing-masing berkontribusi sebesar 70% dan 20% dari

total ekspor. Pada saat yang sama, ekspor Manufaktur hanya tercatat sebesar

5% dari total ekspor. Akan tetapi, pada awal 1990an sebagai konsekuensi

dari liberalisasi perdagangan dan investasi yang dilakukan, ekspor

Manufaktur menyalip Migas sebagai kontributor terbesar pada ekspor

Indonesia, dengan tingkat kontribusinya yang mencapai 42% dari total

ekspor (Gambar 1.2).

Page 25: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

15

Gambar 1.2: Komposisi Ekspor, 1975-2009 (%Total Ekspor)

Pertanian

Minyak/ Gas Manufaktur

Lainnya

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

1975

1977

1979

1981

1983

1985

1987

1989

1991

1993

1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

2009

Year

Source: kalkulasi penulis dari data United Nations, Commodity Trade Statistics Database Online. Akses terakhir 26/10/2010. Catatan: definisi berikut dari Standard Industrial Classifications (SITC) digunakan: Pertanian: SITC items 0, 1, 2 (kecuali 27 dan 28), dan 4. Minyak/ Gas: SITC item 3. Manufaktur: SITC item 5, 6, 7, and 8. Lainnya: SITC 9, 27 dan 28. Catatan lain, persentase ini dihitung dari nilai ekspor kotor (gross export figures). Jumlah devisa yang didapatkan dari ekspor manufaktur mungkin lebih sedikit dari nilai kotor ekspor komoditi pertanian, begitu juga bahan intermediate ekspor mungkin saja digunakan dalam proses produksi. Akan tetapi, kontribusi Manufaktur pada ekspor Indonesia menurun

semenjak tahun 2000. Sumbangan Manufaktur yang tercatat sebesar 59%

dari total ekspor pada tahun 2000 terlihat terus menurun hingga hanya

sebesar 31% pada 34% pada 2007. Sementara kontribusi ekspor Migas justru

meningkat tipi dari dari 25% pada 2000 menjadi 27% pada 2007. Demikian

pula ekspor Pertanian naik tipis dari 10% menjadi 12% pada periode yang

sama. Yang tercatat meningkat tajam adalah ekspor di luar dari ketiga

pengelompokkan komiditi tersebut, Eskpor Lainnya, yang tercatat

meningkat dari di bawah 10% sebelum krisis 1997/98 menjadi hampir 30%

pada tahun 2007.

Di samping perubahan secara umum ini, transformasi juga terjadi pada

ekspor Manufaktur pada 2000-2007 meski tidak sedramastis perubahan

Page 26: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

16

yang terjadi pada dekade 1970an hingga 1990an. Sebagaimana terlihat ada

Tabel 1.5 di bawah, beberapa komoditi seperti Kimia Organis (SITC 51),

Kertas (64), Perabotan (82) terlihat mengalami peningkatan kontribusi pada

ekspor Manufaktur selama 2000-2007. Sementara, sektor yang tercatat

menurun signifikan adalah Barang-Barang Kayu (63), dari 9% ke 5,1%,

Mesin Pembangkit Tenaga (71),dari 10,6% ke 2,1%, Mesin Industri Khusus

(72) dari 13,8% ke 2,1%.

Tabel 1.5: Ekspor Manufaktur 1975-2009 (%)

SITC Komoditi 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2009 51 Kimia Organis 1.2 1.3 1.9 1.2 2.4 3.7 5.4 5.1 52 Kimia Inorganis 0.0 0.2 13.1 na 0.0 0.1 1.4 1.1 53 Bahan Celup dan Pewarna Lainnya 0.1 0.2 0.2 0.4 0.2 0.3 0.6 0.6 54 Bahan Obat-Obatan dan Hasil-Hasilnya .7.7 1.3 0.5 0.2 0.2 0.2 0.4 0.7 55 Minyak dan Bahan Wangi-Wangian 5.9 2.3 1.7 1.6 0.8 0.9 1.8 2.4 56 Pupuk Kimia Buatan Pabrik 0.1 3.8 2.8 2.0 1.2 0.6 0.5 0.6 57 Bahan Plastik na na na 0.0 0.0 0.0 2.5 2.3 58 Olahan Bahan Plastik 0.0 0.0 0.0 0.7 1.3 2.5 1.4 1.4 59 Bahan Kimia Lainnya 0.0 0.0 0.1 0.4 0.4 0.6 1.0 2.1 61 Kulit Disamak dan Barang Kulit 0.4 0.7 0.3 0.8 0.4 0.5 0.4 0.3 62 Barang-Barang Karet 0.1 0.0 0.3 0.8 1.0 1.0 2.7 4.0 63 Barang-Barang Kayu dan Gabus 0.7 8.0 32.8 32.5 19.9 9.0 9.0 5.1 64 Kertas, Kertas Karton, dan Olahannya 0.2 0.5 0.7 1.7 4.0 6.4 7.6 9.4

65 Benang Tenun, Kain Tekstil, dan Hasil-Hasilnya 1.2 5.0 8.2 13.3 11.5 9.7 11.5 9.0

66 Barang-Barang dari Mineral Bukan Logam 0.2 3.5 1.2 2.6 1.5 2.2 2.9 2.5 67 Besi dan Baja 0.2 2.0 1.2 2.5 1.6 1.4 3.1 3.7 68 Logam Tidak Mengandung Besi 51.9 46.2 17.4 4.8 3.0 2.7 8.6 11.1 69 Barang-Barang Logam Lainnya 2.0 0.6 0.0 1.2 1.8 1.6 2.1 2.7 71 Mesin Pembangkit Tenaga 9.1 0.4 0.5 0.6 3.6 10.6 2.2 2.1 72 Mesin Industri Tertentu/Khusus 8.0 10.5 2.6 2.1 7.5 13.8 1.5 1.8 73 Mesin untuk Mengerjakan Logam 2.7 0.8 0.1 1.2 2.0 1.6 0.1 0.1 81 Barang-Barang Saniter, Pemanas, dll 0.1 0.0 0.0 0.1 0.1 0.2 0.3 0.2 82 Perabotan 0.1 0.3 0.2 3.0 3.7 4.3 6.2 4.6 83 Peralatan Bepergian, Tas Tangan, dll 0.0 0.1 0.0 0.2 0.4 0.5 0.2 0.3 84 Pakaian 1.5 10.6 11.7 17.7 14.8 13.5 17.0 16.6 85 Sepatu dan Peralatan Kaki Lainnya 0.1 0.2 0.3 5.9 8.5 4.5 4.7 4.9 89 Hasil Industri Lainnya 6.4 1.4 2.1 2.5 8.1 7.9 4.9 5.4 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: seperti Gambar 3.2. Catatan: SITC yang digunakan adalah the Standard International Trade Classification, Revisi 3. Dari pengamatan ini, ekspor Manufaktur Indonesia agaknya masih

didominasi oleh barang-barang yang bersifat padat karya seperti Benang

Tenun dan Kain Tekstil (SITC 65), Perabotan (82), Pakaian (84), dan Sepatu

(85).

Page 27: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

17

Tabel 1.6: Pertumbuhan Ekspor Manufaktur 1975-2009 (%)

SITC Komoditi 1975-80 1980-85 1985-90 1990-95 1995-00 2000-05 2005-09

51 Kimia Organis 18.8 29.4 15.5 31.8 16.9 4.2 2.3 52 Kimia Inorganis 60.3 108.4 na na 99.0 60.9 -1.7 53 Bahan Celup dan Pewarna 24.4 26.3 36.7 4.2 17.0 9.9 4.9 54 Bahan Obatan dan Hasil-Hasilnya -0.6 5.6 3.6 16.1 12.7 7.3 14.9 55 Minyak dan Bahan Wangian 8.1 17.1 21.7 4.5 10.5 10.5 9.8 56 Pupuk Kimia Buatan Pabrik 52.8 16.6 17.6 7.2 -5.5 -4.8 5.7 57 Bahan Plastik na na na 57.0 21.4 117.8 1.7 58 Olahan Bahan Plastik 17.2 69.4 85.6 30.9 20.8 -14.3 2.9 59 Bahan Kimia Lainnya 9.3 70.6 47.6 15.7 17.4 7.2 18.7 61 Kulit Disamak dan Barang Kulit 24.7 2.7 44.2 7.0 9.4 -7.7 2.3 62 Barang-Barang Karet 8.4 57.1 45.3 23.6 9.2 15.7 11.3 63 Barang-Barang Kayu dan Gabus 42.2 51.2 23.4 8.4 -7.4 -3.5 -7.9 64 Kertas, dan Olahannya 26.3 30.0 40.4 35.2 18.0 -0.2 7.7 65 Hasil Benang Tenun, Kain Tekstil, 31.5 33.1 33.1 15.4 5.0 -0.2 -1.4 66 Barang dari Mineral Bukan Logam 45.4 2.1 38.6 6.8 16.5 2.2 0.3 67 Besi dan Baja 39.5 11.7 38.6 9.1 5.6 13.2 6.7 68 Logam Tidak Mengandung Besi 16.3 3.4 -2.1 9.0 6.4 19.5 8.6 69 Barang-Barang Logam Lainnya 5.4 -38.1 98.5 26.4 6.3 1.8 8.2 71 Mesin Pembangkit Tenaga -12.8 24.6 26.9 54.9 30.1 -34.7 2.7 72 Mesin Industri Tertentu/Khusus 20.2 -4.9 19.6 43.3 20.7 -47.7 6.5 73 Mesin untuk Mengerjakan Logam 5.7 -18.8 72.0 29.4 3.6 -58.2 4.4 81 Barang-Barang Saniter, Pemanas, 6.2 18.9 60.7 17.1 20.7 -0.6 -3.2 82 Perabotan 26.6 16.6 73.9 22.1 11.4 3.9 -2.3 83 Peralatan Bepergian, Tas Tangan, 51.4 -3.6 76.0 29.8 11.7 -15.8 6.0 84 Pakaian 37.0 24.8 31.9 14.6 6.6 1.1 2.9 85 Sepatu dan Peralatan Kaki Lainnya 18.9 34.0 85.2 25.4 -4.4 -2.3 3.9 89 hasil Industri Lainnya 2.1 30.7 27.9 41.3 8.2 -13.0 5.1 Total 17.4 11.4 11.8 9.1 8.5 -3.5 3.4

Sumber: Seperti Gambar 1.2.

Dalam hal ini, Peningkatan dari produk-produk yang padat karya sebelum

tahun 2000 terjadi karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi pada periode

liberalisasi ekonomi di 1980an dan 1990an. Dari Tabel 1.6 bisa disimak,

Pakaian (SITC 84) dan Sepatu (SITC 85) meningkat dengan cepat dari 1985

ke 1995. Pada paruh pertama liberaliasi (1985-90), ekspor Pakaian tumbuh

sebesar 31.9% per tahun, sementara pada saaat yang sama ekspor Sepatu

naik fantastis 85.2% per tahun. Dari 1990 ke 1995, pertumbuhan ekspor

Pakaian dan Sepatu melambat, ke masing 14.6% dan 25.4% respectively.

Mereka kemudian mengalami kemerosotan secara tajam masing-masing -

21.8% (Pakaian) dan -36.8% (Sepatu) pada tahun krisis 1997 to 1998.

Akan tetapi, tren pada 2000-2007 sedikit mengindikasikan adanya semacam

pembalikkan dengan meningkatnya ekspor komoditi Manufaktur yang

Page 28: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

18

berbasiskan sumber daya alam, seperti yang terjadi pada peningkatan Kertas

(64) dan Barang Karet (62). Pembalikkan ini bisa saja merupakan indikasi

awal adanya penurunan daya saing sektor Manufaktur di Indonesia, pada

sebaghai akibat dari krisis yang banyak mematikan infrastruktur keuangan

yang ada di Indonesia, maupun adanya ekonomi biaya tinggi yang marak

terjadi semenjak 2000 ke atas seiring dengan adanya berbagai perubahan

sosial, politik dan tata pemerintahan yang terjadi di dalam negeri.

Tabel 1.7: Komoditi Penyumbang Ekspor Manufaktur Terbesar (%)

Tahun Barang Listrik

Alas Kaki Kertas Tekstil dan Garmen

Kayu Total 5 Komoditi

Lain

1975 15.2 0.3 0.4 5.1 1.3 22.2 77.8 1980 19.7 0.3 1.0 29.3 14.9 65.2 34.8 1985 3.7 0.4 1.0 28.0 46.1 79.3 20.7 1990 2.2 6.2 1.8 32.5 34.2 76.9 23.1 1995 7.6 8.7 4.0 26.8 20.2 67.4 32.6 2000 14.0 4.5 6.5 23.5 9.1 57.7 42.3 2005 1,5 4,7 7.6 28.4 9.0 51.3 48.7 2009 1,8 4.9 9.4 25.5 5.1 46.7 53.5 Sumber: seperti Gambar 3.2. Catatan: SITC berikut digunakan: Barang Listrik (SITC 72), Alas Kaki (SITC 85), Kertas (SITC 64), Tekstill dan Garmen (SITC 65 dan 84), Kayu (SITC 63).

Lebih jauh, terdapat kekhawatiran adanya tingkat konsentrasi yang tinggi

baik terhadap daerah tujuan ataupun konssentrasi produt dari ekspor

manufaktur Indonesia. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.7, ekspor

Manufaktur Indonesia sangat didominasi oleh lima komoditi berupa: Listrik

(SITC 72), Sepatu (SITC 85), Kertas (SITC 64), Tekstil dan Pakaian Jadi

(SITC 65 and 84) dan Kayu (SITC 63). Kelima sektor ini berkontribusi lebih

dari 50% ekspor manufaktur Indonesia selama 1980 and 2000. Kontribusi

mereka bahka mencapai hampir 80% dari total ekspor manufaktur pada

1985 ke 1990. Akan tetapi selama 2000-2007, yang terjadi adalah penurunan

tingkat konsentrasi komoditi ekspor manufaktur Indonesia seiring dengan

menurunnya kontribusi kelima sektor tersebut dari 57% ke 46,7%.

Sebaliknya komoditi-komoditi manufaktur lain mengalami peningkatan

kontribusi ke lebih 50%.

Page 29: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

19

Tabel 1.8: Ekspor Manufaktur ke Tiga Negara (%)

Tahun Jepang Singapura Amerika Total 3 Negara Negara Lain

1975 20.4 14.0 16.2 50.6 49.4 1980 13.3 33.0 3.5 49.9 50.1 1985 14.1 19.2 21.0 54.2 45.8 1990 18.5 10.7 16.8 46.1 53.9 1995 15.7 10.3 17.7 43.7 56.3 2000 13.6 13.6 18.7 45.9 54.1 2005 12.5 14.3 17.3 44.1 55.9 2009 11.1 12.5 15.7 39.2 60.8

Sumber: seperti Gambar 3.2.

Kekhawatiran lain akan adanya konsentrasi berlebihan pada negara tujuan

ekspor juga pernah terjadi akibat fokus yang berlebihan pada tiga negara:

Jepang, Singapura dan Amerika. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.8, ekspor

ketiga negara ini pernah mencapai 54% dati total ekspor Manufaktur pada

1985. Dengan konsentrasi yang berlebihan pada negara tertentu, Indonesia

menjadi rentan terhadap guncangan eksternal yang terjadi pada negara-

negara tersebut.

Namun, kekhawatiran ini juga agaknya tidak terlalu mendasar karena

konsentrasi yang ada terus menurun pada 1985 ke 1995, dan terus berlanjut

pada 2000-2007. Pada 2007, tercatat ekspor ketiga negara ini sudah jauh

berkurang hanya berkisar 39,2% dari total ekspor manufaktur Indonesia.

Page 30: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

20

Gambar 1.3: Ekspor, Impor dan NetEkspor Manufaktur 1985-2009 (Juta US$ , Nominal)

Sumber: Kalkulasi Penulis dari data World Bank, World Development Indicators Online. Akses terakhir: 26/09/2010

Kekhawatiran lain terhadap ekspor manufaktur Indonesia adalah

ketergantungannya yang tinggi terhadap impor produk-produk antara

(intermediate inputs). Sebagaimana terlihat pada Gambar 1.3, Indonesia

mengalami defisit yang akut dari perdagangan manufaktur hingga mencapai

US$3 milyar hingga US$10 milyar selama 1975 dan 1996. Defisit ini

diakibatkan oleh importasi dari barang kapital dari produk manufaktur yang

berteknologi tinggi seperti Kimia, Komponen Mesin, dan Kendaraan yang

dibiayai dari hutang atau investasi asing yang masuk. Akan tetapi,

perlambatan yang terjadi pada importasi kapital dan mesin-mesin setelah

2000, mengakibatkan hal sebaliknya terjadi: surplus pada perdagangan

manufaktur Indonesia, antara US$1 milayr sampai di 2000 hingga US$8

milyar di 2006. Seiring dengan perluasan kapasitas produksi yang terjadi

mulai 2006, defisit perdagangan manufaktur kembali terjadi.

Page 31: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

21

1.5. Beberapa Fitur Industri Manufaktur Indonesia

1.5.1. Tingkat Kompetisi diukur dari Konsentrasi

Tingkat kompetisi di satu sektor kerap diukur dengan menggunakan tingkat

konsentrasi pasar yang ada. Dalam penelitian ini konsentrasi pasar diukur

menggunakan ukuran standar CR4: proporsi output yang dikuasai oleh 4

produser terbesar pada 4 digit ISIC (%)3

. Sebagaimana tertera pada Tabel 1.9.

Secara umum, Sektor Manufaktur Indonesia masih sangat terkonsentrasi,

atau kurang terdapat persaingan, walau konsentrasi ini mengalami

penurunan selama kurun waktu 1985-1997.

Tabel 1.9: Konsentrasi Industri Manufaktur Indonesia 1985-2007 (CR4, Nominal)

1985 1990 1995 2000 2004 2007 Total Sektor Manufaktur CR4

Rata-Rata 58.2 57.2 55.3 56.0 57.6 56.2 Rata-Rata Tertimbang 54.9 48.7 49.2 48.7 49.3 48.13 CR4 by Sub-Sector 31 Makanan & Minuman 63 70.1 68.0 63.5 69.1 65.2 32 Tekstil 34.6 31.9 30.0 29.2 29.6 29.3 33 Kayu 30.9 17.6 24.4 33.8 35.6 34.2 34 Kertas dan Percetakan 48.7 60 63.7 75.9 77.5 74.2 35Kimia, Plastik dan Karet 59.4 43 44.2 33.5 32.3 32.3 36 Mineral Bukan Metal 64.5 58.3 46.9 55.5 60.1 50.4 37 Besi dan Baja 93.4 82.6 82.9 55.3 57.5 56.1 38 Produk Besi dan Baja 55.1 59 63.5 59.3 60.1 58.2 39 Manufaktur Lain 72.1 66.1 59.9 62.4 63.4 61.2

Sumber: seperti Gambar 3.2, data untuk sebelum tahun 2004 disadur dari Ikhsan Modjo (2008).

Sepanjang waktu itu, Industri yang paling terkonsentrasi adalah Besi dan Baja

(ISIC 37). Tingginya tingkat konsentrasi ini disebabkan adalah akibat

tingginya kepemilikkan pemerintah dan skala ekonomi yang dibutuhkan

untuk beroperasi di sektor ini. Sementara, Tekstil (ISIC 32) dan Kayu (ISIC

33) merupakan sektor yang paling tinggi tingkat kompetisinya selama 1985-

3 Angka-angka ini tidak disesuaikan dengan ekspor dan impor pada tiap industri, yang akan

mempengaruhi tingkat konsentrasi. Bird (1999) menggangap dengan memasukkan angka expor dan impor akan mengurangi tingkat konsentrasi di Sektor Manufaktur Indonesia. Dus, tingkat kompetisi di pasar domestik Indonesia mungkin lebih tinggi dari yang tampak pada Table 3.10.

Page 32: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

22

1997. Rendahnya tingkat kompetisi pada Industri Tekstil disebabkan oleh

sifatnya yang padat karya dan hanya membutuhkan sedikit modal. Dus,

Industri Tekstil memiliki skala ekonomi yang rendah dan konsentrasi yang

juga rendah.

Peningkatan konsentrasi terjadi mulai 1995 ke 2004. Angka CR4 rata-rata

yang sempat turun dari 58,2 pada 1985 ke angka 55,3 pada 1995, kembali

meningkat menjadi 57,6 pada 2004. Hal ini agaknya disebabkan banyak

pembelian oleh Pemerintah setelah terjadinya krisis yang mengakibatkan

banyaknya perusahaan swasta bertumbangan. Akan tetapi seiring dengan

dilakukannya konsolidasi dan privatisasi atas kepemilikkan ini, angka CR4

mulai berangsur turun dari 57,6 pada 2004 menjadi 56,2 pada 2007. Selama

2004-2007, beberapa perubahan juga terjadi pada skala 2 digit ISIC. Satu

yang terlihat cukup signifikan adalah di Industri Besi dan Baja (ISIC 37), yang

konsentrasinya berangsur. Sementara sektor lain secara relatif

berkarakteristik sama meski terdapat beberapa perubahan umum berupa

penurunan.

1.5.2. Isu Kepemilikkan

Sepanjang 1985-2007, terjadi beberapa pola perpindahan status kepemilikkan

yang menarik disimak pada Sektor Manufaktur Indonesia. Gambar 1.4

menunjukkan pola perubahan status kepemilikkan ini sepanjang 1985-2007

dengan menggunakan metode kalkulasi yang digunakan Aswicahyono dan

Hill (1995). Dalam klasifikasi ini, perusahaan joint-venture dengan

kepemilikkan lebih dari nol oleh asing akan diklasifikasi sebagai perusahaan

asing, mesiki terdapat sahama pemerintah atau swasta di dalamnya.

Klasifikasi ini berdasar pada studi-studi sebelumnya yang menunjukkan

dominasi partner asing terutama dalam aspek keuangan dan teknologi, meski

mereka meruapaka pemilik minoritas (lihat, misalnya, , Aswicahyono and Hill

1995; Ramstetter 1999; Narjoko and Hill 2006). Dengan mengikuti argumen

yang sama, satu perusahaan dikatakan sebagai miliki pemerintah bila saham

pemerintah lebih dari nol, meski di saat yang sama swasta juga memiliki

kepemilikkan di perusahaan tersebut.

Page 33: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

23

Gambar 1.4: Status Kepemilikkan Manufaktur 1985-2007

Sumber: seperti Tabel 1.4.

Dengan klasifikasi ini, Gambar 1.4 menunjukkan adanya kenaikan

kepemilikkan asing pada sektor manufaktur Indonesia. Sepanjang 1985-2007,

kepemilikkan asing meningkat hampir dua kali lipat dari 20,2% pada 1985

menjadi 36,7% pada 2007. Sementara, kepemilikkan swasta domestik relatif

stabil di kisaran 55%, dan kepemilikkan Pemerintah jauh berkurang dari

22,3% menjadi hanya 8,5% selama 1985-2007. Tren ini sempat sedikit

terganggu sepanjang 2000 hingga 2004, di mana terjadi peningkatan

kepemilikkan Pemerintah dari hanya 5,5% pada 1999 menjadi 11,8% pada

2003, sementara kepemilikkan swasta domestik justru menurun ke angka

24,3% pada 2000. Perubahan mendadak ini agaknya disebabkan oleh

restrukturisasi hutang oleh sektor swasta setelah terjadinya krisis pada

1997/1998. Krisis menyebabkan banyak pemiliki perusahaan swasta

menyerahkan kepemilikkannya pada pemerintah karena tidak mampu

membayar berbagai hutang yang dimiliki kepada badan pemerintah yang

bertanggung jawab mengelola berbagai hutang ini, yang pada gilirannya

mengakibatkan peningkatan kepemilikkan Pemerintah. Namun seiring

dengan pembayaran kembali hutang oleh pihak swasta domestik dan

kebijakan privatisasi pemerintah, kepemilikkan pemerintah berangsur turun

Page 34: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

24

sepanjang 2000-2007, hingga mencapai angka yang kurang lebih sama

dengan angka kepemilikkan sebelum krisis, 8,5%.

Kepemilikkan asing juga meningkat terus secara stabil pada 1985-2007, tidak

terganggu oleh krisis yang ada pada 1997/98. Bahkan setelah krisis,

kepemilikkan asing meningkat dari 35.1% di 1999 menjadi 38.6% di 2000,

meski kemudian sedikit menurun ke angka 36,7% pada 2007. Dari pola

kepemilikkan yang terjadi ini, penurunan Pemerintah, stabilnya kepemilikkan

swasta nasional, agaknya dapat dikatakan bahwa penyerahan kepemilikkan

oleh pemerintah lebih banyak kemudian diserap oleh pihak asing.

Tabel 1.10: Ekspor Berdasarkan Kepemilikkan (%)

Tahun Asing Pemerintah Swasta % dari Total Ekspor

1990 22.8 10.1 7 1991 33.7 13.3 9.4 1992 37.5 11.7 10.9 1993 38.7 14.1 11 1994 40.4 16.8 10.9 1995 41.5 14.6 9.8 1996 44.4 18.2 10.9 1997 33.2 15.4 8.3 1998 9 4.7 1.9 1999 30.7 18.3 8.6 2000 36.7 12.2 4.9 2001 27.2 11.1 5.1 2002 35.3 8.2 7.6 2003 34.2 8.5 9.5 2004 33.1 6.5 6.6 2005 35.1 9.4 8.5 2006 35.3 10.8 7.7 2007 38.3 12.2 9.6

Sumber: seperti Tabel 1.4.

Demikian pula, Tabel 1.10 menunjukkan bahwa perusahaan asing secara rata-

rata lebih bersifat ekspor intensif ketimbang perusahaan lokal. Perusahaan

asing secara umum mengeskpor 30%-40% produknya ke pasar internasional,

rasio ini juga terlihat mengalami meningkat selama 200-2007, kecuali pada

2001 seiring terjadinya perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor

utama seperti Amerika dan Jepang. Bertolakbelakang dengan kondisi ini,

perusahaan milik pemerintah atau swasta domestik hanya mengekspor

Page 35: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

25

kurang lebih 8% sampai 15% dari total produksi. Beberapa faktor penyebab

tingginya konten ekspor dari perusahaan asing adalah jejaring internasional

yang mereka miliki serta insentif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia

untuk perusahaan yang berorientasi ekspor (Ramstetter 1999).

1.5.3. Distribusi Output Berdasarkan Ukuran

Fitur lain yang menarik dari Sektor Manufaktur Indonesia adalah distribusi

ukuran yang ada. Dalam penelitian ini, definisi ukuran yang digunakan adalah

sebagai berikut: perusahaan dengan 20 sampai 99 pekerja dikalsifikasikan

sebagai perusahaan Kecil, perusahaan dengan 100 sampai 499 pekerja

diklasifikasikan sebagai Sedang, sementara perusahaan dengan 500 atau lebih

pekerja dianggap sebagai perusahaan Besar. Perusahaan juga diklasifikasikan

berdasarkan pada tahun dasar di mana ia mulai beroperasi, dus perusahaan

akan tetap diklasifikasikan dalam satu ukuran (Kecil, Sedang atau Menengah)

meski dalam tahun-tahun berikut terjadi perubahan ukuran. Dengan

menggunakan definisi ini, dinamika distribusi output berdasarkan ukuran

akan menjadi lebih jelas.

Hasil kalkulasi dari definisi di atas ditunjukkan pada Gambar 1.5.

Sebagaimana terlihat pada gambar tersebut, beberapa dinamika menarik

terlihat pada distribusi produksi output berdasarkan skala perusahaan.

Sebelum krisis, penguasaan dari perusahaan kecil meningkat dari 21,6% di

1986 ke 25,5% di 1997. Pada saat yang sama, penguasaan perusahaan Sedang

juga meningkat 28,0% ke 35,3%, sementara penguasaan perusahaan Besar

menurun dari 50,4% menjadi 35,3%. Dengan demikian data ini menunjukkan

adanya kenaikkan penguasaaan output perusahaan Kecil. Dua alasan yang

umumnya diungkapkan diliteratur adalah liberalisasi keuangan pada 1980-

1990an berhasil memudahkan akses kredit perusahaan Kecil begitu juga

banyak fasilitasi dan kemudahan ekspor yang diberikan pada mereka

(Goeltom 1995; Hill 1997).

Page 36: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

26

Gambar 1.5: Distribusi Ukuran Perusahaan 1985-2007

Sumber: Seperti Tabel 1.4.

Akan tetapi, setelah krisis tahun 1997 pola ini mengalami perubahan. Krisis

dan setalahnya berpengaruh secara negatif terhadap utamanya perusahaan

Sedang. Proporsi dari output yang dimiliki perusahaan Sedang terlihat

menurun dari 36,2% pada 1997 menjadi 31,2% pada 2001. Penurunan ini

terus berlanjut dengan sedikit fluktuasi ke angka 28,3% pada 2007.

Sebaliknya, penguasaan dari perusahaan berskala Besar terlihat meningkat

dari 39,7% pada 1997 menjadi 43,5% pada 2005, meski kemudian menurun

sedikit menjadi 41,3% pada 2007. Demikian pula, penguasaan perusahaan

Kecil terlihat naik dari 25,0% pada 1997 menjadi 27,3% pada 2003 dan 30,4%

pada 2007. Dengan kata lain, Industri Manufaktur Indonesia semakin

mengalami apa yang dinamakan sebagai missing middle phenomenon yang

biasanya jamak terjadi pada awal industrialisasi. Sebuah fenomena yang

kerap ditandai dengan informalisasi skala perusahaan, di mana perusahaan

kecil mengalami penciutan skala. Akan tetapi, pada saat yang sama,

perusahaan Besar cenderung semakin menguasai pangsa ouput. Beberapa

alasan yerjadinya fenomena ini antara lain iklim usaha yang semakin tidak

kondusif bagi perusahaan skala Sedang, serta sulitnya akses kredit dan pasar

ekspor karena konsolidasi yang terjadi di lembaga keuangan dan perbankan

domestik, serta tingkat kompetisi yang meningkat di pasar ekspor seiring

munculnya banyak pemain baru.

Page 37: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

27

1.6. Penutup

Bagian ini menguaraikan kinerja dari Sektor Manufaktur Indonesia terutama

setelah terjadi Krisis di 1997, yakni antara tahun 2000-2007. Data yang ada

menunjukkan adanya sedikit penurunan tingkat pertumbuhan, yang selama

periode 1997-2007 hanya tercata rata-rata di bawah 6 persen per tahun.

Angka ini jauh lebih rendah ketimbang angka rata-rata pertumbuhan sebelum

tahun 1997, yang berkisar rata-rata antara 10% sampai 15%. Kinerja. Bagian

awal ini juga menunjukkan adanya penuruna daya kompetitif ekspor Sektor

Manufaktur, yang terlihat dari tingkat pertumbuhan ekspor manufaktur serta

proporsinya secara umum dibandingkan sektor-sektor lain yang menurun

pada total ekspor Indonesia.

Di samping itu, beberapa hal lain yang tercatat pada bagian ini adalah

penurunan tingkat kompetisi pada Sektor Manufaktur setelah tahun 2000,

yang ditandai dengan semakin tingginya penguasaan Perusahaan Besar pada

distribusi output yang ada. Berkurangnya tingkat kompetisi juga terlihat dari

kecenderungan angka konsentrasi yang semakin meningkat. Akhirnya, data

juga mengindikasikan adanya beberapa dinamika menarik dalam hal skala

perusahaan, di mana terjadi informalisasi skala perusahaan di sektor

Manufaktur dengan meningkatnya penguasaan jumlah perusahaan-

perusahaan kecil yang beroperasi dan berkurangnya porsi perusahaan

menengah.

Bagian ini akan menjadi landasan untuk pembahasan pada dua bab

selanjutnya. Bab Dua akan membahas masalah metodologi dalam kalkulasi

tingkat produktifitas. Sementara Bab Tiga merupakan pembahasan hasil

temuan dari pengolahan data mentah yang ada.

---oooOOOooo---

Page 38: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

28

Bab 2

Data, Metodologi dan Hipotesis

2.1. Desain Penelitian

Dalam rangka mencapai tujuan penelitian. model Stochastic Frontier yang

berubah terhadap waktu untuk data panel yang diusulkan oleh Battese dan

Coeli (1995) akan dijadikan kerangka analisis empiris pertumbuhan

produktivitas (TFP) 2000-2007. Model ini menggunakan pola fleksibel

parameterisation temporal waktu, yang memungkinkan studi ini untuk

menangkap perubahan tiba-tiba atau peningkatan kemajuan teknologi dan

efisiensi teknis selama periode observasi. Estimasi untuk kemajuan teknologi

dan efisiensi teknis dilakukan pad level 2 digit kelompok industri (ISIC).

Estimasi kemajuan teknologi dan perubahan TE kemudian digunakan untuk

membangun pertumbuhan TFP menggunakan metode dekomposisi yang

diusulkan oleh Kumbhakar dan Lovell (2000).

2.2. Pendekatan dan Metode

2.2.1. Model Perubahan Produktivitas

Penelitian ini menggunakan model Stochastic Frontier untuk panel data yang

dikembangkan Battese dan Coeli (1995). Fungsi produksi dalam model ini

diasumsikan transendental logaritmik untuk setiap ISIC dua digit di

Page 39: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

29

manufaktur Indonesia (Christensen, Jorgenson dan Lau 1973). Tingkat

agregasi ini dipilih untuk mengurangi jumlah estimasi meskipun dengan

konsekuensi bahwa mungkin kurang tepat menghasilkan estimasi

produktivitas dan inefisiensi. Namun demikian, analisis di tingkat subsektor

dan provinsi mungkin untuk dilakukan bila diputuskan nantinya untuk

dilakukan.

Fungsi produksi ini dapat ditulis sebagai:

ititn

nitnttt

n kkitnitnkt

nnitnit

uvtxt

xxtxy

−+++

+++=

∑∑∑

ln21

lnln21lnln

2

0

ββ

ββββ

(1)

Dimana:

ity merupakan output bruto;

( )',,, ititititnit EMLKx = merupakan modal, tenaga kerja, dan bahan baku;

ii ,..,1= mewakili perusahaan;

2007,...,2000=t mewakili tahun;

itv adalah random statistical noises yang memiliki dua sisi; dan

itu adalah error komponen satu sisi yang mewakili efisiensi teknis.

Perubahan dalam tingkat efisiensi teknis dapat ditemukan dengan mengambil

log dan mendifferensiasi persamaan (1) terhadap tahun:

−=

∂∂

−=∆∧∧

itiit uu

tuTE exp.

^

(2)

Page 40: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

30

Begitu juga dari persamaan (1) bisa diestimasi perubahan tingkat teknologi,

elastisitas input dan koefisien return to scale sebagai:

,ln)ln( ^^^^

nitn

nttttit xt

ty

T ∑++=∂

∂=∆ βββ

(3)

,lnln

)ln( ^^^^tx

xy

ntkitk

nknn

itn βββε ++=

∂∂

= ∑ (4)

.lnln

)ln( ^^^^

∑ ∑∑

++=

∂∂

=n

ntkitk

nknn n

it txxy βββε

(5)

Selanjutnya, dari berbagai persamaan ini akan dikalkukasi pertumbuhan TFP

sesuai dengan metode Kumbhakar dan Lovell (2000),

( ) ∆+

−+∆=

••

∑ TExTTFP nn

n

εε

ε 1, (6)

Dimana,

( ) n

n

n x•

−εε

ε 1 adalah skala ekonomi.

2.2.2. Model Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Produktivitas Ada pun model yang digunakan untuk meneliti dampak faktor-faktor tertentu

terhadap produktivitas adalah model Kim and Lee (2002) model. TFP yang

didapatkan dari hasil estimasi pada model pertama akan menjadi input dalam

model kedua. Dsalam estimasi kedua, hubungan antara tingkat produktivitas

dan karakteristik dari perusahaan akan diuji dengan persamaan tambahan

berikut:

ititDRitGov

itForeignitExportitAgeitSizeti

eDRGovForeignExportAgeSizeu

++

++++=

&&

0

λλ

λλλλλ

. (7) Dimana:

'λ s adalah parameter persamaan.

Size adalah logaritma dari skala perusahaan,

Page 41: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

31

Age adalah logaritma dari usia perusahaan,

Export adalah logaritma dari dummy variabel untuk orientasi ekspor,

Foreign adalah dummy variabel untuk kepemilikkan asing,

Gov adalah dummy variabel untuk kepemilikkan pemerintah,. irm;

R&D adalah dummy variable untuk aktifitas R&N;

ite adalah the random statistical noises.

Page 42: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

32

2.3. Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Statistik Industri Besar dan

Sedang (atau SI Statistik Industri selanjutnya) 2000-2007, disediakan oleh

Badan Pusat Statistik Indonesia (Badan Pusat Statistik atau BPS selanjutnya)

dalam format elektronik. Survei menangkap seluruh perusahaan manufaktur

di Indonesia dengan 20 dan lebih banyak karyawan dengan berbagai

informasi untuk membangun variabel yang relevan untuk model kita. Ini

termasuk beberapa informasi dasar (ISIC Klasifikasi, tahun mulai produksi,

lokasi), kepemilikan (saham pemerintah, dalam dan luar negeri), produksi

(output kotor, saham, saham output diekspor), biaya bahan baku, berbagai

biaya, nilai penggantian modal tetap dan investasi. Sebuah panel yang

seimbang dibangun 2000-2007 dalam rangka untuk menangkap perubahan

tingkat produktivitas yang terjadi. Panel dibentuk oleh yang cocok dengan

perusahaan sesuai dengan variabel pembentukan identitas kode (KIPN).

Walaupun survei-mulai menyediakan data cakupan luas, pasti itu memang

memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya, tidak termasuk beberapa variabel

penting untuk produktivitas dan analisis efisiensi seperti jumlah jam kerja

serta harga rinci dan informasi keuangan. Selain itu, SI tidak menyediakan

informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi apakah pendirian adalah

suatu bentuk usaha yang berdiri sendiri atau bagian dari perusahaan multi-

tanaman di setiap tahun survei. Oleh karena itu jumlah perusahaan mungkin

akan berakhir karena beberapa dihitung sebagai perusahaan, meski mereka

sebenarnya tidak. Hal ini bisa menyebabkan bias estimasi produktivitas dan

efisiensi perusahaan.

Penelitian ini juga memakai sumber data lain berkenaan dengan ekonomi

Indonesia. Publikasi ini meliputi Pendapatan Nasional Indonesia tahunan

(Pendapatan Nasional Indonesia), Statistik Indonesia tahunan (Statistik

Indonesia), dan / bulanan triwulan Statistik Indonesia Buletin (Buletin

Ringkas) yang diterbitkan oleh BPS. Sumber data lainnya termasuk Key

Indicator diterbitkan oleh Asian Development Bank, ADB, Statistik Ekonomi

Page 43: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

33

Keuangan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, (Bank Sentral

Indonesia, BI), PBB Komoditi Statistik Perdagangan dan berbagai terbitan

dan online data dari World Bank.

Dalam hal ini, sebagaimana diulas pada bagian sebelumnya, penelitian ini

akan menggunakan dua persamaan empiris. Persamaan empiris untuk fungsi

produksi dan persamaan empiris untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan tingkat produktivitas atau TFP.

Variabel untuk variabel-variabel fungsi produksi dalam penelitian ini adalah

output bruto, modal, tenaga kerja, bahan dan energi. Definisi dari variabel ini

dibahas di bawah.

2.4. Pengukuran Penelitian

2.4.1. Output

Dua ukuran dasar bagi output dalam fungsi produksi alah output bruto dan

nilai tambah. Ukuran nilai tambah biasanya tidak mengikutkan input antara

(bahan, energi dan jasa yang digunakan dalam produksi), sedangkan ukuran

output termasuk berbagai input ini. Kedua ukuran dasar ini dapat digunakan

untuk mengestimasi produktivitas dan efisiensi teknis. Nilai tambah terkait

dengan modal dan tenaga kerja sebagai masukan untuk pengukuran

produktivitas, sedangkan output adalah terkait dengan modal, tenaga kerja,

dan input antara. Dalam literatur mutakhir, para sarjana telah menggunakan

kedua ukuran tersebut untuk memperkirakan efisiensi teknis dan

pertumbuhan faktor produktivitas total. Untuk contoh, Dilling-Hansen,

Madsen dan Smith (2003), Kim (2003), Kneller dan Stevens (2006)

menggunakan nilai tambah, sedangkan Lundvall dan Battese (2000),

Aswicahyono dan Hill (2002), Battese, Rao dan O'Donnell (2004), Bottasso

dan Sembenelli (2004) menggunakan output bruto untuk mengukur output.

Pilihan untuk menggunakan salah satu dari ukuran tersebut masih

diperdebatkan. Di satu sisi, nilai tambah pendekatan telah menganjurkan

Page 44: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

34

karena memiliki keuntungan dari kesederhanaan. Nilai tambah mengukur

mengabaikan kesulitan berurusan dengan industri antar dan intra industri

arus barang dan jasa sebagai input antara hanya dikecualikan dalam

pendekatan. Selain itu, nilai tambah pendekatan dikatakan lebih tepat

daripada konsep output dalam kondisi maksimisasi keuntungan oleh

perusahaan (van der Wiel 1999). Di sisi lain, nilai tambah pendekatan telah

dikritik sebagai konseptual cacat karena tak ada di perusahaan riil nilai

tambah nyata ditambahkan sebagai perusahaan tidak memproduksi komoditi

dalam satuan nilai tambah (Oulton dan O'Mahony 1994; Hulten 2000). Nilai

tambah juga memerlukan pendekatan jenis indeks harga yang untuk

melakukan penyesuaian ke nilai konstan. Di sisi lain, harga output dan input

antara kerap bergerak dalam proporsi yang tidak tetap (Aswicahyono 1998).

Karena pertimbangan di atas, penelitian ini mengadopsi output kotor (gross

output) ketimbang nilai tambah sebagai ukuran output. Untuk menurunkan

harga ke nilai konstan tahun konstan 2000, digunakan Indeks Harga

Perdagangan Besar (IPHB) yang diterbitkan oleh BPS pada empat digit kode

industri.

2.4.2. Modal

Pengukuran modal dari suatu perusahaan memerlukan banyak informasi

termasuk angka penyusutan yang berbeda-bea antara banyak perusahaan. Hal

ini pada akhirnya tergantung pada struktur pembiayaan dan biaya

kesempatan serta laba ditahan. Data-data ini tidak tersedia dalam survei. Oleh

karena itu, untuk memudahkan estimasi modal, modal perusahaan dalam

penelitian didekati dengan proksi berupa biaya aktiva tetap dari perusahaan.

Biaya aktiva ini disesuaikan dengan nilai 2000 dengan memanfaatkan

deflator PDB implisit dan IHPB dari mesin (tidak termasuk produk listrik),

konstruksi peralatan transportasi, bangunan tempat tinggal dan non-

perumahan. Informasi dari SI digunakan untuk menghitung saham masing-

masing jenis aktiva tetap (tanah, bangunan, mesin, kendaraan dan aktiva

tetap lainnya) pada empat digit ISIC. Nilai tersebut kemudian digunakan

Page 45: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

35

untuk bobot masing-masing individu agregat deflator untuk mendapatkan

modal pada tingkat sektor empat digit.

2.4.3. Tenaga Kerja

Dalam situasi yang ideal pengukuran input tenaga kerja mencakup baik

kuantitas maupun kualitas tenaga kerja. Untuk itu diperlukan data jumlah

input tenaga kerja baik seperti hubungan kerja dan jam kerja serta kualitas

faktor seperti usia, pendidikan, jenis kelamin dan keterampilan. Sayang,

survei BPS tidak mengikutkan jam kerja dan rincian lain mengenai kualitas

tenaga kerja. Mengingat keterbatasan ini, input tenaga kerja didekati dengan

prokso berupa total jumlah tenaga kerja pada setiap perusahaan. Angka ini

diperoleh dari rata-rata jumlah pekerja per hari kerja pada tahun survei, yang

mencakup produksi dan pekerja non-produksi.

2.4.4. Bahan Baku

Nilai riil bahan baku dalam negeri dan impor digunakan sebagai ukuran dari

variabel bahan baku. Nilai nominal dikonversikan ke angka 2000 dengan

menggunakan deflator spesifik industri. Deflator ini diturunkan dengan

pembobotan harga grosir akhir yang baik pada industri kode tiga digit. Biaya

ini didasarkan pada kontirbusi masing-masing komoditas di barang final,

sebagaimana dilaporkan dalam Tabel Input-Output (IO) Indonesia 2005 pada

4 digit. Misalnya, berdasarkan Tabel IO, Indonesia 2005 harga grosir akhir

yang baik untuk Media Cetak dan Penerbitan (ISIC 3420) terdiri dari biaya

kertas (62%), kimia dasar (8%), minyak dan gas bumi (7%), dan produk

lainnya (23%). Oleh karena itu deflator untuk Media Cetak dan Penerbitan

dihitung sebagai (0,62 x IHPB untuk kertas + 0,08 x IHPB Dasar Kimia +

0,07 x IHPB Alam Minyak dan Gas Bumi + 0,23 x IHPB produk lainnya).

Beberapa indeks IHPB digunakan untuk beberapa komoditas Tabel IO sebagai

indeks hanya tersedia di tiga-digit ISIC, sedangkan komoditas diklasifikasikan

pada empat digit ISIC dalam Tabel IO. Untuk bahan baku impor, deflator

yang digunakan adalah indeks bahan baku impor yang diterbitkan oleh BPS.

Page 46: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

36

Selain dari variable tersebut, model produktivitas yang dikembangkan dalam

penelitian ini juga memerlukan beberapa variabel lain untuk mengeksplorasi

lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas pada

sektor manufaktur di Indonesia. Variabel-variable ini adalah: skala

perusahaan, orientasi ekspor, kepemilikkan perusahaan dan adanya

penelitian dan pengembangan (R&D) kegiatan. Pembangunan dari variabel-

variabel ini, signifikansi mereka dan hubungan diharapkan dengan efisiensi

teknis dibahas di bawah ini.

2.4.5. Skala Perusahaan

Jumlah pekerja dapat digunakan sebagai proksi skala perusahaan.

Penggunaan ini umum digunakan dalam literatur. Sebagai contoh, studi oleh

Pitt dan Lee (1981), Page (1984), Chirwa (2000) dan Chapelle dan Plane

(2005) menggunakan jumlah pekerja sebagai proxy ukuran. Atau, ukuran juga

dapat diproksi oleh output atau input antara. Studi oleh Lundvall dan Battese

(2000) , misalnya, menggunakan nilai input antara untuk ukuran perusahaan.

Sementara Sun, Hone dan Doucouliagos (1999) menggunakan rata-rata nilai

output untuk ukuran. Dalam studi ini, jumlah pekerja dipilih sebagai proksi

untuk ukuran bukan input antara atau output karena tiga pertimbangan.

Pertama, output atau nilai tambah sensitif terhadap fluktuasi harga terutama

selama krisis di mana tiba-tiba drop harga dan nilai tukar diamati. Hal ini

dapat mengakibatkan bias ke bawah untuk perkiraan ukuran perusahaan.

Kedua, output kotor tidak mengendalikan untuk kemungkinan outsourcing,

sehingga bias ke atas untuk ukuran estimasi.

Ketiga, penggunaan tenaga kerja tidak memerlukan indeks untuk disesuaikan

ke angka konstan. Dengan demikian, pendekatan ini menghindari masalah-

masalah yang terkait dengan penyesuaian output.

Hubungan antara ukuran dan efisiensi sendiri masih ambigu, terdapat

beragam teori yang mendiskusikan hubungan ini. Teori-teori ini dapat

Page 47: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

37

dikategorikan menjadi tiga cabang berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama

adalah teknologi produksi teori mana ukuran perusahaan ditentukan oleh

pertimbangan teknologi produksi. Pada garis ini teori, ukuran maksimal

adalah ukuran yang paling efisien bagi perusahaan untuk beroperasi, yang

akan bervariasi menurut industri (Anda 1995). Kedua adalah teori biaya

transaksi yang memprediksi bahwa ukuran perusahaan bergantung pada

perbandingan antara biaya transaksi dalam intra-perusahaan dan mekanisme

pasar (Coase 1937; Williamson 1967). Apabila terdapat biaya yang tinggi

dalam menggunakan mekanisme pasar, perusahaan akan memilih ukuran

yang lebih besar. Sementara , biaya transaksi yang rendah di pasar membuat

ukuran perusahaan kecil. Ketiga adalah teori kelembagaan yang

mengasumsikan bahwa ukuran perusahaan merupakan akibat langsung dari

pengaruh lingkungan (Untuk contoh Yang dan Ng 1995; Liu dan Yang 2000;

Rajan dan Zingales 2000; Almeida dan Wolfenzon 2004). Menurut teori ini,

lingkungan bisnis seperti rezim peraturan dan lembaga-lembaga hukum,

efektivitas birokrasi pemerintah dan pengembangan pasar keuangan

merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi ukuran

perusahaan.

Pada aspek yang lebih sempit hubungan antara ukuran perusahaan dan

efisiensi, terdapat sebuah hipotesis yang memprediksi adanya hubungan

positif yang kuat antara ukuran perusahaan dan efisiensi (Jovanovic 1982;

Hopenhayn 1992). Hipotesis ini didasarkan adanya evolusi dan seleksi pada

industri, yang menghasilkan perusahaan-perusahaan efisien bertambah besar.

Sementara, perusahaan yang tidak efisien stagnan atau keluar pasar. Ini

berarti bahwa bahwa perusahaan terbesar adalah perusahaan yang paling

efisien dalam suatu industri sedangkan terkecil adalah perusahaan paling

efisien.

Beberapa temuan empiris umumnya mengkonfirmasi hubungan positif antara

ukuran perusahaan dan efisiensi. Namun, terdapat beberapa kualifikasi dan

gradasi pada hubungan ini. Penelitian empiris umumnya menunjukkan pola

hubungan beragam, baik itu positif atau negatif. Selain itu, banyak studi juga

menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi efisiensi di

Page 48: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

38

samping ukuran perusahaan. Ini berarti, sebuah penelitian empiris di negara

tertentu dan industri adalah penting, baik untuk menentukan hubungan

antara ukuran perusahaan dan efisiensi serta untuk mengungkap faktor-

faktor yang mempengaruhi hubungan ini.

2.4.6. Usia Perusahaan

Usia merupakan faktor penentu produktivitas dan efisiens perusahaan.

Jumlah tahun beroperasi digunakan sebagai proksi usia perusahaan dalam

penelitian ini. Informasi ini tersedia di survei dan umum digunakan dalam

literatur (misalnya, Lundvall dan Battese 2000; Phan 2004). Dalam literatur,

usia diprediksi memiliki efek positif pada efisiensi (Jovanovic 1982;

Hopenhayn 1992). Perusahaan yang relatif tua cenderung memiliki

pengalaman lebih dari yang lebih muda. Dengan ini hipotesis ini, mereka

telah mengumpulkan lebih banyak pengalaman dengan lingkungan bisnis dan

karenanya beroperasi dengan efisiensi yang lebih besar.

Namun, di sisi lain argumen itu, perusahaan muda cenderung memiliki mesin

yang lebih modern, peralatan dan bangunan. Selain itu, di negara berkembang

seperti Indonesia, tidak mungkin ada pengalaman sebelumnya untuk

perusahaan tentang bagaimana menghadapi gangguan ekonomi besar seperti

krisis 1997-1998. Oleh karena itu, pengaruh usia pada efisiensi mungkin lebih

lemah dari yang diperkirakan.

Mengingat hal tersebut di atas, maka tidak mengherankan jika studi empiris

menunjukkan bukti beragam. Di satu sisi, Chen dan Tang (1987) dan Haddad

(1993) menemukan umur untuk secara positif terkait dengan efisiensi. Di sisi

lain, Pitt dan Lee (1981) dan Hill dan Kalirajan (1993) mengamati hubungan

negatif antara usia dan efisiensi, sementara Lundvall dan Battese (2000) dan

Phan (2004) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara usia dan

efisiensi. Mengingat ini, arah dan gradasi hubungan tetap menjadi pertanyaan

empiris untuk analisis.

2.4.7. Orientasi Penjualan - Ekspor Output

Page 49: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

39

Orientasi penjualan dalam penelitian ini diukur dengan rasio output diekspor

terhadap total output. Pendekatan ini umum dalam literatur (misalnya, Kim

2003; Hossain dan Karunaratne 2004; Phan 2004). Perusahaan dengan

proporsi ekspor yang besar umumnya memiliki tingkat efisiensi yang lebih

besar pula. Hal ini disebabkan perusahaan yang berorientasi ekspor harus

menghadapi kompetisi internasional dan menjaga produk mereka, layanan

dan proses sampai dengan standar tertentu. Selain itu, perusahaan

berorientasi ekspor juga berkesempatan belajar dari mitra asing mereka

tentang teknologi dan proses produksi baru. Banyak studi telah menegaskan

adanya efek positif dari ekspor terhadap efisiensi. Beberapa contoh, misalnya.

studi di empat negara Afrika, Bigsten, Collier, et al Dercon. (2000)

mengungkapkan bahwa eksportir lebih efisien daripada non-eksportir. Selain

itu, mereka menemukan bahwa eksportir meningkatkan efisiensi mereka

lebih cepat daripada non-eksportir dari waktu ke waktu. Demikian pula, Mini

dan Rodriguez (2000) menunjukkan bahwa ekspor positif terkait dengan

efisiensi di Filipina, sementara Kim (2003) menemukan efisiensi yang positif

terkait dengan ekspor di Korea Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini

menghipotesiskan proporsi output ekspor akan memiliki hubungan yang

positif dengan efisiensi.

2.4.8. Kepemilikan Perusahaan

Dummy variabel diciptakan untuk mencerminkan kepemilikkan dalam

perusahaan. Variabel dummy akan dijelaskan sebagai berikut.

DPRI i = Dummy variabel untuk kepemilikan negeri-swasta;

= 1 jika kepemilikan saham dalam negeri-swasta adalah 100

sama dengan persen;

= 0 Jika tidak.

DFOR = Dummy variabel untuk kepemilikan asing;

= 1 jika pemilik saham asing lebih besar dari 0 persen;

= 0 Jika tidak.

Page 50: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

40

Dari di atas, suatu bentuk usaha patungan akan diklasifikasikan sebagai

dimiliki asing bahkan ketika pemerintah atau mitra swasta-domestik memiliki

saham lebih besar. Klasifikasi ini didasarkan pada studi sebelumnya yang

menunjukkan bahwa mitra asing dominan, terutama pada hal yang berkaitan

dengan keuangan dan teknologi, bahkan ketika mereka minoritas pemegang

saham di perusahaan-perusahaan Indonesia (Lihat misalnya Aswicahyono

dan Hill 1995; Ramstetter 1999; Narjoko dan Hill 2006 ).

Dengan menggunakan argumen yang sama, sebuah perusahaan

diklasifikasikan sebagai milik pemerintah jika bagian dari pemerintah lebih

besar dari nol, bahkan ketika dimiliki bersama pemerintah dan dalam swasta

dalam negeri. Dengan demikian,

DFOR = Dummy variabel untuk kepemilikan pemerintah;

= 1 jika bagian dari pemerintah lebih besar dari 0 persen;

= 0 Jika tidak.

Dalam studi ini, kepemilikan asing dihipotesiskan memiliki hubungan yang

positif dengan tingkat efisiensi. Penegasan ini telah ditunjukkan dalam

sejumlah studi, mengingat biasanya perusahaan asing kurang dibatasi secara

finansial karena mereka memiliki kemampuan untuk mencari dukungan

keuangan dari perusahaan induk mereka. Mereka juga memiliki hubungan

yang lebih besar dengan pasar internasional yang memungkinkan mereka

untuk mengalihkan penjualan dari pasar domestik untuk ekspor jika

diperlukan. Selain itu, mereka umumnya lebih unggul dalam hal teknologi

produksi.

Berbeda dengan perusahaan asing, pengaruh kepemilikan pemerintah

terhadap efisiensi tidak begitu terang. Di satu sisi, menurut teori

mikroekonomi, perusahaan publik pada prinsipnya dapat mencapai tingkat

efisiensi yang sama sebagai perusahaan swasta jika mereka beroperasi di

bawah maksimisasi laba dan kondisi persaingan sempurna. Jadi, a-priori

tidak ada alasan untuk berharap bahwa perusahaan-perusahaan swasta lebih

Page 51: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

41

efisien daripada perusahaan publik. Di sisi lain, literatur menyebut beberapa

masalah yang mempengaruhi perusahaan publik, sehingga dapat

menghambat pencapaian tujuan efisiensi. Ini termasuk persoalaan kurangnya

kontrol pemerintah, kurangnya kontrol melalui pasar modal, kendala

anggaran lunak, kurangnya insentif manajemen berdasarkan produktivitas,

kurangnya fleksibilitas manajerial karena harus mengikuti peraturan umum

yang ketat , dan risiko investasi pengambilalihan oleh pemerintah (Gonzalez-

Paramo dan Hernandez De Cos 2005). Beberapa studi empiris memang

menunjukkan bahwa kepemilikkan pemerintah menyebabkan berkurangnya

tingkat efisiensi (Bitros dan Tsionas 2004; Bottasso dan Sembenelli 2004;

Gonzalez-Paramo dan Hernandez De Cos 2005). Dengan semua argumen ini,

hubungan antara kepemilikan pemerintah dan efisiensi teknis yang

dieksplorasi dalam penelitian ini.

2.4.9. Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan perusahaan akan diproksi

dengan pengeluaran perusahaan pada bidang di R&D, yang tersedia dari

survei SI. Pendekatan ini juga biasa dan telah digunakan sebelumnya dalam

konteks manufaktur Indonesia. Sebuah variabel dummy dibuat untuk

mencerminkan apakah perusahaan melakukan pengeluaran R&D. Secara

khusus,

DR&D = Dummy variabel untuk R&D pengeluaran;

= 1 jika perusahaan mengeluarkan R&D pengeluaran pada

tahun pengamatan;

= 0 Jika tidak.

Dalam literatur, R&D pengeluaran berpendapat memiliki dampak positif pada

efisiensi. Investasi di R&D diharapkan untuk memberikan modal aset

material dan meningkatkan kegiatan inovatif, yang pada gilirannya akan

meningkatkan efisiensi perusahaan. Dalam sebuah penelitian untuk Jepang,

Torii (1992) menemukan bahwa R&D meningkatkan efisiensi perusahaan.

Demikian pula, studi yang lebih baru oleh Dilling-Hansen, Madsen dan Smith

Page 52: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

42

(2003) menunjukkan bahwa R&D perusahaan secara signifikan membuat

perusahaan lebih efisien di Denmark.

Namun, terdapat jeda antara pengeluaran R&D dan potensi dampak pada

efisiensi. Dengan demikian, efek jangka pendek efek yang berlaku di R&D

seringkali sulit untuk dibuktikan (Dilling-Hansen, Madsen dan Smith 2003).

Jeda waktu ini terutama berlaku untuk R&D perusahaan yang baru mulai

(Badunenko, Fritsch dan Stephan 2005). Selain itu, peningkatan aktivitas

inovatif dari suatu perusahaan juga dapat mengubah interaksi strategis antara

perusahaan dalam suatu industri. Dengan demikian, hubungan negatif antara

R&D kegiatan dan efisiensi teknis perusahaan dapat dilihat. Misalnya, Gua

dan Barton (1990) menemukan dampak negatif dari R&D intensitas pada

efisiensi teknis. Mereka berpendapat bahwa kegiatan R&D di industri tertentu

adalah prediktor buruk dari inovasi industri bahwa karena sebagian besar dari

hasil inovasi yang diterapkan dalam industri lain. Demikian pula, Badunenko,

Fritsch dan Stephan (2005) menunjukkan bahwa perusahaan dengan R&D

intensitas tinggi kurang teknis efisien dalam manufaktur Jerman. Mengingat

bukti-bukti yang bertentangan, sulit untuk memprediksi hubungan antara

R&D pengeluaran dan efisiensi teknis perusahaan', demikian arah hubungan

itu tetap menjadi pertanyaan empiris.

Page 53: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

43

2.5. Hipotesis

Sebagai rangkuman dari pembahasan, berikut adalah hipotesis yang diajukan

pada penelitian ini:

Hipotesis Null Hubungan antara Produktivitas dan Variabel

Independence

Variabel Independen Produktivitas Skala Perusahaan ? Usia Perusahaan ? Orientasi Ekspor + Kepemilikan Asing + Kepemilikkan Pemerintah ? R&D ? Catatan: + hubungan positif, - hubungan negatif, ? tidak terdapat hubungan yang jelas.

---oooOOOooo---

Page 54: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

44

Bab 3

Temuan dan Pembahasan

3.1. Pengantar

Bagian ini akan memaparkan dan membahas hasil estimasi dari tingkat

produktifitas (Total Factor Productivity, TFP) dan efisiensi teknis dari

Industri Manufaktur Indonesia secara agregat. Model empiris yang digunakan

untuk melakukan estimasi telah dibahas sebelumnya pada Bab 2. Estimasi

untuk setiap Sub Sektor dilakukan secara terpisah berdasarkan 2 digit ISIC.

Klasifikasi ini adalah Makanan dan Minuman (ISIC 31), Tekstil (ISIC 32),

Kayu (ISIC 33), Kertas dan Percetakan (ISIC 34), Kimia, Plastik dan Karet

(ISIC 35), Mineral Bukan Metal (ISIC 36), Besi dan Baja serta Produk Besi

dan Baja (ISIC 37 & 38), dan Manufaktur Lain (ISIC 39).

Bagian ini dibagi ke dalam 4 sub-bab. Sub-bab 3.1 mendiskusikan hasil

estimasi dari parameter persamaan. Sub-bab 3.2 memaparkan hasil estimasi

dari pertumbuhan tingkat produktifitas (TFP) dan efisiensi teknis. Akhirnya,

sub-bab 3.3 memberikan ringkasan temuan.

3.2. Parameter Fungsi Produksi dan Elastisitas

Hasil estimasi berupa parameter persamaan the stochastic production

function akan dibahas pada bagian ini, dimulai dengan melakukan test pada

spesifikasi pada fungsi produksi yang digunakan. Dari model umum yang

Page 55: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

45

disampaikan pada Bab 2 (Persamaan 1), beberapa uji hipotesis tentang

spesifikasi persamaan ini akan dilakukan. Hasil uji hipotesis ini disampaikan

pada Tabel 3.1. Hipotesis null pertama yang akan diuji adalah apakah

spesifikasi Cobb-Douglas adalah cukup untuk merepresentasikan data set

yang ada. Dari Tabel 3.1, hipotesis ini tolak pada level signifikansi 1%.Dus bisa

disimpulkan bahwa spesifikasi translog yang digunakan dalam penelitian

adalah tepat ketimbang spesifikasi Cobb-Douglas. Hipotesis null kedua adalah

bahwa tidak terdapat kemajuan teknikal pada Sektor Manufaktur Indonesia.

Hipotesis ini juga ditolak secara signifikan pada level 1% dan 5%. Hipotesis

null ketiga yang diuji adalah apakah kemajuan teknikal yang ada bersifat

netral atau tidak. Hipotesis ini juga ditolak pada level signifikansi 1%, kecuali

untuk Sektor Manufaktur Lain yang menolak hipotesisi ini pada level 10%. Uji

hopotesis terakhir adalah tingkat produktifitas tidak berubah selama periode

pengamatan, atau dengan kata lain apakah tidak terdapat perubahan tingkat

TFP selama periode pengamatan. Uji hipotesis terakhir ini juga ditolak pada

level signifikansi 1%, kecuali pada Industri Kayu yang ditolak pada level

signifikansi 10%.

Dari hasil ini, spesifikasi yang dilakukan berupa spesifikasi persamaan

translog dengan perubahan waktu, seperti yang dispesifikasikan pada

Persamaan (1), adalah tepat merepresentasikan teknologi produksi yang

digunakan pada 8 aggregat sektor industri manufaktur Indonesia.

Tabel 3.2 memberikan hasil estimasi parameter dari stochastic production

frontier dari 8 aggregat Sub Sektor Industri yang ada. Parameter dari fungsi

produksi ini tidak memiliki implikasi ekonomis langsung. Untuk itu,

elastisitas dari output terhadap modal, tenaga kerja, bahan baku dan energy,

dengan koefisien return to scale (RTS) akan dilakukan. Hasil dari kalkulasi

disampaikan pada Tabel 6.3. Selama periode 2000-2004, RTS adalah sebesar

1.01, yang mengindikasikan perusahaan lebih besar memiliki keuntungan

relatif ketimbang perusahaan yang lebih kecil. RTS kemudian menjadi lebih

rendah pada periode 2004-2007, sebesar 0.99 untuk total sampel. Hal ini

mengindikasikan keuntungan dari beroperasi pada skala besar menjadi

berkurang seiring berjalannya waktu.

Page 56: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

46

Tabel 3.1: Uji Hipotesis Persamaan Fungsi Produksi

Hipotesis Null 31 Makanan & Minuman

32 Tekstil 33 Kayu 34 Kertas dan Percetakan

35 Kimia, Plastik dan Karet

36 Mineral Bukan Metal

37 & 38 Besi dan Baja

39 Manufaktur Lain

Critical Values (α=0.10)

Critical Values (α=0.05)

Critical Values

(α =0.01)

Cobb-Douglas 1039.85*** 611.26*** 113.63*** 141.54*** 252.22*** 137.23*** 174.94*** 54.43*** 22.31 25 30.58 βjl =0

No TP 159.76*** 69.45*** 18.11*** 41.25*** 13.54*** 10.85** 9.96** 9.86** 7.78 9.49 13.28 βt =βtt= βjt= 0

Neutral TP 247.37*** 78.57*** 22.09*** 114.00*** 14.81* 30.19*** 34.03*** 11.97* 10.64 12.59 16.81 βjt =0

Time Invariant TE 390.01*** 231.95*** 19.87* 170.59*** 142.48*** 42.66*** 70.50*** 56.27*** 18.55 21.03 26.22 θ2000=…=θ2007=1 Catatan: Kalkulasi penulis. Catatan: the likelihood ratio statistics dihitung sebagai (Sum Squares of Error of the restricted model - Sum Squares of Error of the

unrestricted model/σ2 restricted model) (Lee and Schmidt, 1993, p.245). *** signifikan pada level 1%. ** signifikan pada level 5%. * signifikan pada level 10%.

Critical values didasarkan are chi-square distribution. Subscripts i and j merepresentasikan factor inputs (modal, tenaga kerja, bahan antra dan energi).

Page 57: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

47

Tabel 3.2: Estimasi Persamaan Fungsi Produksi

Variable Parameter 31 Makanan & Minuman 32 Tekstil 33 Kayu 34 Kertas 35 Kimia 36 Mineral

Nonmetal 37 & 38 Besi 39 Lainnya

Constant β0 4.600*** 4.036*** 2.382*** 5.101*** 3.633*** 0.584 1.807*** 6.562**

-10.32 -3.08 -3.42 -7.29 -2.94 -0.91 -2.79 -2.28

Capital βK -0.003 0.180*** 0.121 -0.032 0.265*** 0.216*** 0.166** 0.216

(-0.10) -4.49 -1.72 (-0.43) -4.71 -2.61 -2.4 -1.45

Labour βL 0.909*** 0.738*** 0.564*** 1.003*** 1.022*** 0.161 0.732*** 1.031***

-14.69 -8.63 -3.65 -5.9 -9.83 -1.01 -4.92 -2.79

Material βM 0.108** 0.175*** 0.427*** -0.089 0.463*** 0.539*** 0.515*** -0.203

-2.45 -3.17 -4.32 (-0.89) -6.68 -6.02 -5.9 (-0.85)

Energy βE 0.202*** 0.196*** 0.079 0.229* -0.178*** 0.335*** -0.105 -0.023

-5.06 -4.4 -0.88 -2.5 (-2.78) -3.84 (-1.20) (-0.10)

Time βt 0.111*** 0.225 0.018 -0.013 0.053 -0.009 0.022 0.209

-6.67 -1.8 -0.77 (-0.57) -1.66 (-0.40) -0.88 -0.7

(Capital)2 βKK 0.004* -0.001 0.008*** 0 -0.005** 0.014*** 0.001 -0.009

-2.31 (-0.43) -3.18 (-0.00) (-2.46) -2.81 -0.45 (-0.80)

(Labour)2 βLL 0.009 0.052*** 0.018 0.022 0.002 0.070*** -0.009 0.052

-1.65 -7.61 -1.21 -1.2 -0.25 -4.48 (-0.73) -1.36

(Material)2 βMM 0.074*** 0.066*** 0.052*** 0.049*** 0.042*** 0.056*** 0.048*** 0.055***

-28.18 -21.2 -8.47 -8.49 -10.06 -9.45 -9.77 -4.41

(Energy)2 βEE 0.038*** 0.018*** 0.021*** 0.024*** 0.034*** 0.024*** 0.032*** -0.001

-15.97 -7 -3.7 -3.92 -7.31 -5.01 -5.73 (-0.11)

Capital*Labour βKL -0.007 0.022*** 0.013 -0.021 0.015** 0.044*** 0.003 0.016

(-1.61) -3.27 -1.07 (-1.33) -2.32 -3.23 -0.25 -0.49

Capital*Material βKM -0.013*** -0.023*** -0.033*** 0.012 -0.024*** -0.038*** -0.030*** -0.009

(-3.81) (-5.17) (-3.95) -1.3 (-4.50) (-4.61) (-3.82) (-0.42)

Page 58: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

48

Tabel 3.2: Estimasi Persamaan Fungsi Produksi (Lanjutan)

Variable Parameter 31 Makanan & Minuman 32 Tekstil 33 Kayu 34 Kertas 35 Kimia 36 Mineral

Nonmetal 37 & 38 Besi 39 Lainnya

Capital*Energy βKE 0.014*** 0.006 0.004 -0.001 0.015*** -0.025*** 0.021*** 0.008

-3.77 -1.41 -0.54 (-0.07) -2.82 (-2.80) -2.6 -0.34

Labour*Material βLM -0.069*** -0.102*** -0.062*** -0.060*** -0.057*** -0.110*** -0.036*** -0.106***

(-13.07) (-14.25) (-4.62) (-3.76) (-6.68) (-7.55) (-2.85) (-4.10)

Labour*Energy βLE 0.010* 0.002 0.011 -0.009 -0.029*** 0.012 -0.01 -0.024

-2.03 -0.41 -0.83 (-0.56) (-3.33) -0.97 (-0.83) (-0.74)

Material*Energy βME -0.081*** -0.042*** -0.036*** -0.042*** -0.033*** -0.031*** -0.049*** 0.013

(-19.98) (-9.61) (-3.99) (-4.46) (-5.02) (-3.86) (-6.27) -0.69

Capital*Time βKt -0.002** 0.001 0.002 -0.001 -0.002 -0.001 -0.004** 0

(-2.38) -0.73 -1.02 (-0.48) (-1.23) (-0.42) (-2.23) (-0.09)

Labour*Time βLt -0.002 -0.002 -0.001 0.014*** -0.001 0.008*** 0.004 0.017***

(-1.82) (-1.39) (-0.54) -4.2 (-0.69) -3.63 -1.83 -2.94

Material*Time βMt 0 -0.003*** 0.001 0.005*** 0.002 0 -0.002 -0.005

-0.42 (-3.18) -0.81 -3.04 -1.89 (-0.13) (-1.14) (-1.51)

Energy*Time βEt -0.005*** 0 -0.005*** -0.004** -0.002** -0.004*** 0 -0.005

(-6.69) 0 (-2.83) (-2.29) (-2.21) (-3.21) (-0.26) (-1.46)

R bar square 0.9839 0.9882 0.9813 0.9834 0.9778 0.9848 0.9805 0.9825

Catatan: Kalkulasi penulis.. *** signifikan pada level 1%. ** signifikan pada level 5%. * signifikan pada level 10%. Critical values didasarkan are chi-square

distribution. Subscripts i and j merepresentasikan factor inputs (modal, tenaga kerja, bahan antra dan energi).

Page 59: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

49

Tabel 3.3: Elastisitas dan RTS

Waktu Kapital Tenaga Kerja

Bahan Antra Energi RTS

2000-2004 31 Makanan & Minuman 0.02 0.16 0.69 0.13 1.00 32 Tekstil 0.02 0.22 0.69 0.08 1.01 33 Kayu 0.03 0.20 0.67 0.12 1.02 34 Kertas dan Percetakan 0.02 0.15 0.63 0.11 0.91 35 Kimia, Plastik dan Karet 0.04 0.24 0.62 0.14 1.04 36 Mineral Bukan Metal 0.06 0.16 0.63 0.15 1.00 37 Besi dan Baja 0.04 0.17 0.67 0.13 1.01 38 Produk Besi dan Baja 0.02 0.25 0.65 0.09 1.01 39 Manufaktur Lain 0.03 0.19 0.67 0.12 1.01 2004-2007 31 Makanan & Minuman 0.02 0.15 0.69 0.11 0.96 32 Tekstil 0.03 0.21 0.67 0.09 1.00 33 Kayu 0.03 0.20 0.67 0.11 1.01 34 Kertas dan Percetakan 0.01 0.20 0.66 0.09 0.97 35 Kimia, Plastik dan Karet 0.04 0.22 0.63 0.13 1.01 36 Mineral Bukan Metal 0.06 0.19 0.62 0.13 1.00 37 Besi dan Baja 0.01 0.17 0.68 0.12 0.98 38 Produk Besi dan Baja 0.01 0.30 0.66 0.07 1.04 39 Manufaktur Lain 0.03 0.19 0.67 0.11 0.99

Sumber: Kalkulasi Penulis.

Rata-rata elastisitas output untuk seluruh Sektor Manufaktur pada seluruh

periode pengamatan terhadap modal adalah 0.03. Sementara, untuk

individual industri estimasi bervariasi antara 0.01 ke 0.06. Estimasi ini dapat

dikatakan relatif rendah, yang mengindikasikan produktivitas yang rendah

dari modal di Indonesia. Akan tetapi, figur ini tentu saja harus

diinteprestasikan secara berhati-hati, mengingat modal adalah faktor yang

penting dalam mendorong tingkat pertumbuhan. Terutama dalam kasus

Indonesia, dimana terdapat tenaga kerja yang berlimpah, menambah

kapasitas pabrik akan menyebabkan bertambahnya tingkat output dalam

proporsi yang seimbang, karena perusahaan akan dengan mudah menyerap

tenaga kerja yang ada.

Begitu juga, estimasi ini adalah konsisten dengan hasil estimasi lain dari

telaah empiris Sektor Manufaktur di Indonesia (Lihat, misalnya, Amiti and

Konings 2005). Temuan ini juga tidak terlalu mengherankan mengingat

produktivitas modal biasanya memang rendah pada iklim perekonomian yang

Page 60: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

50

memiliki tenaga kerja berlimpah. Misalnya, Wacker, Yang and Sheu (2006)

berargumen bahwa tingginya elastisitas modal biasanya hanya diobservasi

pada negara-negara yang dimana sektor manufakturnya sudah maju dan

fokus pada produk-produk yang memiliki nilai tambah tinggi. Pada negara-

negara ini, ada kebutuhan terhadap modal untuk berproduksi pada sektor

manufaktur dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, Sektor Manufaktur

Indonesia mayoritas adalah produk yang berbasiskan sumber daya alam atau

produk sederhana. (Aswicahyono 1998a). Dus, kebutuhan modal pada Sektor

Manufaktur Indonesia tidaklah sebesar pada kebutuhan modal pada negara-

negara yang sektor manufaktur telah cukup maju. Demikan pula, investasi

modal biasanya memiliki jeda yang cukup panjang sebelum berdampak pada

tingkat produksi dan produktivias dari perusahaan. Semua ini menyebabkan

rendahnya elastisitas modal, meski modal sendiri memiliki signifikansi yang

tinggi.

Dari Tabel 3.3, rata-rata elastisitas tenaga kerja adalah 0.19. Temuan ini juga

konsisten dengan studi lain menggunakan data statistik industri.(Misal:

Aswicahyono 1998a; Timmer 1999; Vial 2006). Namun, estimasi ini mungkin

hanya memberikan batas bawah dari elastisitas yang sesungguhnya karena

jumlah tenaga kerja umumnya dilaporkan lebih kecil. (Aswicahyono 1998a;

Timmer 1999). Elastisitas tenaga kerja juga konstan sepanjang masa

pengamatan. Sementara, elastisitas bahan baku adalah elastisitas yang paling

tinggi sebesar 0.61 sampai 0.69. Angka ini tidak terlalu mengherankan

mengingat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku sifat industri

manufaktur Indonesia yang memiliki nilai tambah kecil.

3.3. Pertumbuhan Tingkat Produktifitas

Dalam studi ini, pertumbuhan tingkat produktifitas (TFP) dikalkulasi sebagai

perambahan dari Pertumbuhan Teknologi (TP), perubahan Tingkat Efisiensi

(TE) dan Skala Ekonomi (SE). Hasil dari kalkulasi direportasekan pada Tabel

3.4. Dari total sampel yang ada, TFP tumbuh secara rat-rata sebesar 0.22%

per tahun. Peningkatan Tingkat Efisiensi (TE) merupakan kontributor utama

dari pertumbuhan tingkat produktifitas di Indonesia, sementara

Page 61: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

51

pertumbuhan Pertumbuhan Teknologi (TP) dan Skala Ekonomi (SE)

memberikan kontribusi negatif. TP yang tumbuh secara negatif sebesar -

0.17% per tahun berdampak pada hilangnya separuh potensi pertumbuhan

tingkat produktifitas pada Sektor Manufaktur selama 2000-2007. Sementara,

dampak dari pertumbuhan negatif SE, sebesar -0.45%, mengurangi potensi

pertumbuhan produktifitas sebesar 10%.

Pada level disagregasi 2 digit ISIC, TFP tumbuh tercepat pada Sektor Kimia,

dengan pertumbuhan tingkat produktifitas rata-rata sebesar 0.21% per tahun,

diikuti oleh Mineral Nonmetal, dengan tingkat pertumbuhan produktifitas

sebesar 0.14%, dan Sektor Makanan dan Minuman dengan tingkat

pertumbuhan sebesar 0.09%. Sementara pertumbuhan produktifitas terendah

terjadi pada Industri Kayu, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar -

1.18%, diikuti oleh Sektor Manufaktur Lain dengan pertumbuhan sebesar -

0.31 per tahun, terakhir adalah Sektor Tekstil yang mengalami pertumbuhan

sebesar -0.08%. Seperti halnya dengan keseluruhan sampling, pertumbuhan

tingkat produktifitas pada hampir seluruh Sub-Sektor Industri lebih banyak

disebabkan oleh pertumbuhan Tingkat Efisiensi, kecuali Sektor Manufaktur

Lain dan Mineral Nonmetal yang digerakkan oleh Pertumbuhan Teknologi.

Aspek lain yang menarik dari pergerakkan produktifitas industri manufaktur

Indonesia adalah polanya yang ada antar waktu. Sebagaimana terlihat pada

Tabel 3.4, TFP terlihat mengalami penurunan bahkan pertumbuhan negatif

selama kurun waktu 2000-2004. TFP untuk Industri Manufaktur secara

keseluruhan, misalnya, mencatat pertumbuhan negatif sebesar -3,41% pada

2001, -1,50% pada 2002, -1,04% pada 2003 dan -0,06% pada 2004. Akan

tetapi, TFP tercatat kembali meningkat dan mengalami pertumbuhan positif

semenjak 2004 hingga 2007, dengan tingkat pertumbuhannya yang terus

naik.

Page 62: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

52

Tabel 3.4: Pertumbuhan Tingkat Produktifitas (TFP)

Tahun Makanan dan Minuman Tekstil Kayu

TP TE SE TFP TP TE SE TFP TP TE SE TFP

2000-01 3.2 -3.19 -0.05 -0.04 5.55 -5.29 -0.27 -0.01 0.58 -4 -0.17 -3.59 2001-02 1.2 -2.91 -0.29 -2 3.21 -4.74 -0.26 -1.79 0.48 -9.87 -0.12 -9.51 2002-03 0.5 -2.9 -0.3 -2.7 1.22 -3.67 -0.3 -2.75 0.38 -0.81 -0.17 -0.6 2003-04 3.4 -1.13 -0.32 1.95 2.55 -2.9 -0.17 -0.52 0.3 4.55 -0.16 4.69 2004-05 4.4 -3.09 -0.4 0.91 3.54 -2.78 -0.27 0.49 0.21 -1.9 -0.07 -1.76 2005-06 4.8 -3.33 -0.2 1.27 3.78 -1.96 -0.23 1.59 0.12 0.49 -0.27 0.34 2006-07 4.7 -3.26 -0.21 1.23 4.25 -1.56 -0.23 2.46 1.11 1.22 -0.14 2.19

2000-07 3.17 -2.83 -0.25 0.09 3.44 -3.27 -0.25 -0.08 0.45 -1.47 -0.16 -1.18

Tahun

Kertas Kimia Mineral Nonmetal

TP TE SE TFP TP TE SE TFP TP TE SE TFP

2000-01 -1.11 -3.21 -0.59 -3.33 -1.15 -0.97 0.97 -1.15 0.58 -4 -0.17 -3.59 2001-02 -0.53 -1.94 -0.36 -2.83 -1.19 0.33 0.33 -0.53 0.48 -5.46 -0.12 -5.1 2002-03 0.1 0.9 -0.25 0.75 0.75 -0.19 0.69 1.25 0.38 -0.81 -0.17 -0.6 2003-04 0.69 -1.78 -0.45 -1.54 -2.99 -1.11 0.87 -3.23 0.3 4.55 -0.16 4.69 2004-05 2.3 2.11 -0.34 4.07 3.06 2.32 -0.42 4.96 0.21 2.9 -0.07 3.04 2005-06 2.9 -1.11 -0.37 1.42 -2 3.65 -0.45 1.2 0.12 0.49 -0.27 0.34 2006-07 2.98 -1.16 -0.29 1.53 -2.72 3.54 -1.83 -1.01 1.11 1.22 -0.14 2.19

2000-07 1.05 -0.88 -0.38 0.01 -0.89 1.08 0.02 0.21 0.45 -0.16 -0.16 0.14

Tabel 3.4: Pertumbuhan Tingkat Produktifitas (TFP) (Lanjutan)

Tahun

Besi dan Baja Manufaktur Lain Total

TP TE SE TFP TP TE SE TFP TP TE SE TFP

2000-01 -2.22 -1.15 -0.42 -3.79 1.14 0.7 -0.25 1.59 -2.87 0.01 -0.55 -3.41 2001-02 -4.04 3.31 -2.2 -2.93 0.77 0.21 0.02 1 -0.98 0.05 -0.57 -1.5 2002-03 -3.74 2.67 -0.48 -1.55 0.4 -0.54 -0.15 -0.29 -1.01 0.08 -0.11 -1.04 2003-04 -2.33 4.65 -0.49 1.83 0.03 -0.9 -0.48 -1.35 -1.11 1.27 -0.22 -0.06 2004-05 1.09 1.12 -0.08 2.13 -0.33 3.14 -0.4 2.41 0.07 2.09 -0.69 1.47 2005-06 0.78 0.09 1.09 1.96 -0.73 -4.73 -0.33 -5.79 1.98 1.19 -0.38 2.79 2006-07 1.17 1.67 -0.35 2.49 -1.08 2.25 -0.9 0.27 2.76 1.16 -0.6 3.32

2000-07 -1.33 1.77 -0.42 0.02 0.03 0.02 -0.36 -0.31 -0.17 0.84 -0.45 0.22 Sumber: Kalkulasi Penulis.

Page 63: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

53

Pertumbuhan tingkat TFP yang positif semenjak 2004 terlihat baik pada

Industri Manufaktur secara keseluruhan maupun pada masing-masing

industri pada disagregasi 2 digit ISIC. Pada Subsektor Mineral Nonmetal

misalnya pertumbuhan tingkat TFP naik dari -0,6% pada 2002-2003 menjadi

4,69% pada 2003-2004., meski kemudian kenaikkan ini termoderasi hingga

0,34% pada 2006. Akan tetapi, pada 2007, Subsektor ini kembali mengalami

kenaikkan tingkat TFP yang signifikan sebesar 2,19%. Demikian juga, pada

Industri Tekstil terdapat tren kenaikkan tingkat produktifitas yang stabil

mulai dari 0,49% pada 2004-2005 menjadi 2,46% pada 2006-2007, meski

secara rata-rata keseluruhan industri ini mengalami pertumbuhan

produktifitas yang negatif selama 2000-2007. Pola yang sama, penurunan

selama kurun waktu 2000-2004, dan kemudian naik selama 2004-2007 pula

terlihat pada Subsektor lain pada 2 digit ISIC.

Penurunan tingkat produktifitas Sektor Manufaktur selama kurun waktu

2000-2004 agaknya disebabkan oleh masih dilakukannya konsolidasi

kebijakan perekonomian serta munculnya beragam landasan dan pengaturan

baru yang perlu dilakukan penyesuaian oleh pelaku usaha industri saat itu.

Dengan dimulainya era reformasi, lanskap perekonomian berubah total

dengan kehidupan politik serta sosial yang lebih terbuka. Begitu juga

diterapkannya otonomi daerah, di mana terdapat peningkatan dan peran

daerah dalam perekonomian. Pada tahun 2000 ke atas, juga terdapat banyak

peraturan dan perundang-undangan baru yang ditetapkan, baik di tingkat

nasional maupun lokal, yang memerlukan waktu bagi bisnis terutama di

Sektor Manufaktur untuk melakukan penyesuaian. Selain itu, pasca krisis

1997/1998, Sektor Manufaktur nasional masih dihadapkan pada kelebihan

kapasitas akibat ekspansi yang banyak dilakukan sebelum krisis. Pada saat

yang sama, permintaan dalam negeri masih belum cukup kuat akibat jatuhnya

pendapatan di saat krisis. Akibatnya, bisnis tidak melakukan banyak ekspansi

berupa penambahan kapital dan aset lainnya yang menyebabkan minimnya

daya dorong bagi peningkatan produktifitas. Dari dua alasan ini agaknya

dapat dipahami bila tingkat TFP terpantau menurun, bahkan tercatat negatif

selama kurun waktu 2000-2004.

Page 64: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

54

Namun, seiring dengan konsolidasi dan berbagai penyesuaian dalam perilaku

dan cara berbisnis oleh pelaku Sektor Manufaktur, peningkatan tingkat

produktifitas berlahan mengalami kenaikan. Kenaikan ini juga agaknya dipicu

oleh penambahan kapasitas terpasang berupa perluasan tingkat produksi baik

melalui penambahan pabrik baru atau renovasi dan adapatasi mesin atau

teknologi baru.

Tabel 3.5: Perbandingan Tingkat Pertumbuhan (TFP) Penulis Periode Pertumbuhan

Nilai

Tambah Modal Tenaga

Kerja TFP

% % % % Aswicahyono, Bird and Hill

1976-81 na na na 0.7

Aswicahyono, Bird and Hill

1982-85 na na na 1.1

Aswicahyono, Bird and Hill

1986-91 na na na 2.1

Aswicahyono 1976-80 13 7.8 8.9 1.1 Aswicahyono 1981-83 4 13.4 7.7 -4.9 Aswicahyono 1984-88 13 8.7 6 5.5 Aswicahyono 1989-93 19 14.7 8.3 6 Aswicahyono 1976-93 13 10.9 7.7 2.7 Timmer 1975-81 8.9 na na 1 Timmer 1982-85 8.5 na na 0.1 Timmer 1986-90 15.2 na na 7.9 Timmer 1991-95 13.2 na na 2.1 Timmer 1975-95 11.5 na na 2.8 Osada 1985-90 na na na 3.6 Vial 1976-80 na na na 1.4 Vial 1981-83 na na na -0.1 Vial 1984-88 na na na 5.1 Vial 1989-95 na na na 5.6 Vial 1976-95 na na na 3.5 Ikhsan Modjo 1988-92 na na na 2.59 Ikhsan Modjo 1993-96 na na na 3.12 Ikhsan Modjo 1997-00 na na na 2.9 Ikhsan Modjo 2000-04 na na na -1.50 Ikhsan Modjo 2004-07 na na na 1.88 Ikhsan Modjo 2000-07 na na na 0.22

Sumber: Aswicahyono, Bird and Hill (1996), Aswicahyono (1998b), Timmer (1999) and Vial (2006), Osada (1994) is from Aswicahyono (1998b).

Akan tetapi, bila dibandingkan dengan pertumbuhan tingkat produktifitas

sebelum terjadinya krisis, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.5, pertumbuhan

produktifitas yang terjadi selama kurun waktu 2000-2007 adalah lebih

rendah ketimbang pertumbuhan yang terjadi sebelum krisis ekonomi di tahun

Page 65: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

55

1997. Bahkan, bila dilakukan pentahapan selama dua periode berbeda 2000-

2004 dan 2004-2007, terlihat pada tabel yang sama bahwa sesungguhnya

terjadi pertumbuhan negatif dari tingakt produktivitas Sektor Manufaktur

Indonesia sebesar -1,50% selama 2000-2004. Pertumbuhan tingkat

produktifitas baru kembali mencatat tingkat positif di angka rata-rata 1,88%

selama 2004-2007.

3.4. Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Produktifitas

Dalam penelitian ini, selain fluktuasi dari tingkat produktifitas juga ditelaah

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktifitas. Untuk itu,

sebagaimana telah ditetapkan pada Bab 2, beberapa variabel yang diharapkan

mampu menjelaskan perubahan tingkat produktifitas pada industri

manufaktur Indonesia akan ditelaah dan dieksplorasi lebih jauh hubungannya

dengan tingak produktifitas sektor manufaktur Indonesia. Variabel-variabel

ini adalah variabel Skala Perusahaan, Usia Perusahaan, Orientasi Penjualan,

Kepemilikkan Perusahaan dan Keberadaan Penelitian dan Pengembangan

pada perusahaan tersebut.

Untuk menelaah hubungan ini, persamaan empiris sebagaimana yang

dideskripsikan pada Bab 2, Persamaan 7, akan diestimasi dan dilaporkan

hasilnya sebagaimana terlihat pada Tabel 3.6. Hasil dari estimasi tersebut

akan digunakan untuk menguji hipotesis sebagaimana yang tercantum pada

Bab 2, Bagian 2.5.

Page 66: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

56

Tabel 3.6: Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Produktifitas 31 Makanan & Minuman 32 Tekstil 33 Kayu 34 Kertas dan Percetakan 35 Kimia, Plastik dan Karet 36 Mineral Bukan Metal 37 & 38 Besi dan Baja 39 Manufaktur Lain Total Sampling

Skala -0.1453*** -0.0275*** -0.0510*** -0.1285*** -0.0603*** -0.0859*** -0.0679*** -0.0132 -0.0634***

0 0 (-13.40) (-16.26) (-17.81) (-15.64) (-16.22) (-1.24) 0

Usia 0.0576*** 0.0762*** 0.0370*** -0.0685*** -0.0383*** -0.0046 0.0634*** 0.0947*** 0.0232***

0 0 -7.34 (-8.63) (-9.46) (-0.75) -12.6 -6.74 0

Ekspor -0.0673*** -0.0883*** -0.0035 0.0217 -0.0723*** 0.0721*** 0.0087 -0.0560** -0.0172***

-0.01 -0.01 (-0.37) -0.65 (-6.17) -3.31 -0.6 (-2.04) 0

Asing -0.0876*** -0.1350*** -0.1071*** -0.2104*** -0.2779*** -0.2696*** -0.1620*** -0.0989 -0.2001***

-0.02 -0.02 (-3.71) (-3.79) (-13.87) (-8.50) (-8.44) (-1.61) 0

Pemerintah 0.2140*** 0.0522*** -0.0706*** -0.4253*** -0.1273*** -0.2050*** -0.1130*** 0.1403*** 0.0168***

-0.01 -0.01 (-0.09) (-3.64) (-10.40) (-9.54) (-7.06) -0.29 0

Penelitian -0.0274** -0.0467*** -0.0014 -0.1018*** -0.1134*** -0.1813*** -0.0928*** 0.0139 -0.0610***

-0.01 -0.01 -56.07 -35.59 -97.49 -43.65 -41.92 -4.47 0

Sigma 0.2492 0.1947 0.2153 0.2982 0.2316 0.2186 0.2341 0.198 0.2941

Catatan: Kalkulasi penulis.. *** signifikan pada level 1%. ** signifikan pada level 5%. * signifikan pada level 10%. Critical values didasarkan are chi-square

distribution.

Page 67: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

57

Sebelum melangkah lebih jauh dengan menjelaskan hasil pada Tabel 3.6,

pembaca perlu diinformasikan bahwa komputasi dari hubungan ini dilakukan

dalam konteks inefisiensi teknis. Hal ini berarti tanda negatif pada koefisien

menujukkan hubungan yang positif antara produktifitas dan variabel tersebut.

Sementara, koefisien yang positif menandakan sebaliknya: terdapat hubungan

negatif antara variabel dimaksud dengan tingkat produktifitas pada

perusahaan.

Dari tabel 3.6, semua koefisien Skala Perusahaan menunjukkan tanda negatif

pada semua industri, yang mengindikasikan adanya hubungan yang positif

antara ukuran perusahaan dengan tingkat produktifitas. Semua koefisien ini

juga signifikan pada level 1%, kecuali untuk Sub-Sektor Manufaktur Lain.

Dus, hubungan antara ukuran perusahaan dengan tingkat produktifitas tidak

sekuat pada Sub-Sektor lain. Hubunga antara ukuran perusahaan dan

produktifitas terkuat ada pada industri Makanan dan Minuman, diikuti oleh

Industri Kertas. Sementara hubungan positif terlemah terdapat pada

Manufaktur Lain dan Industri Tekstil.

Hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan tingkat produktifitas

yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan temuan-temuan lain dari

berbagai negara (Caves and Barton 1990; Caves 1992; Lundvall and Battese

2000). Demikian pula, pada Sektor Manufaktur Indonesia, perusahaan

berskala besar umumnya adalah perusahaan multinasional dan berorientasi

ekspor, yang memiliki kekuatan pasar dan akses pada tenaga kerja trampil.

Sehingga tidak mengherankan bila dideteksi adanya hubungan positif antara

ukuran perusahaan dan tingkat produktifitas.

Dari Tabel 3.6, hasil estimasi menunjukkan adanya hubungan negatif antara

usia perusahaan dengan tingkat produktifitas pada mayoritas industri.

Koefisien dari variabel usia adalah positif pada Industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, Kayu, Besi dan Baja dan Manufaktur Lain. Sementara

koefisien usia bertanda negatif pada industri selain itu. Koefisien negatif ini

juga signifikan pada level 1% kecuali pada Mineral Nonmetal. Hal ini

mengindikasikan bahwa perusahaan dengan usia lebih tua pada industri

Page 68: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

58

Makanan dan Minuman, Tekstil, Kayu, Besi dan Baja, serta Manufaktur Lain

adalah lebih memiliki produktifitas yang lebih rendah. Temuan ini juga

konsisten dengan penelitian sejenis sebelumnya, yang mendapatkan

hubungan yang positif antara tingkat produktifitas dan usia perusahaan pada

industri manufaktur Indonesia (Hill and Kalirajan 1993; Viverita 2005).

Implikasi dari temuan ini adalah usia dan pengalaman justru berdampak

negatif pada produktifitas pada Industri Manufaktur Indonesia. Hal ini

agaknya disebabkan bahwa banyak perusahaan dengan usia lanjut masih

menggunakan mesin dan peralatan yang tua.Sementara, koefisien usia

perusahaan yang negatif pada industri Kerta, Kimia, Mineral Nonmetal

mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara usia dan tingkat

produktifitas. Sehingga secara umum dapat dikatakan sulit untuk mengambil

kesimpulan umum tentang hubungan antara usia dan produktifitas, karena

tergantung pada jenis industri.

Ada pun estimasi dari koefisien variabel dummy untuk ekspor menunjukkan

hasil negatif pada Industri Makanan dan Minuman, Tekstil, Kayu, Kimia, dan

Manufaktur Lain. Koefisien ini juga signifikan pada level 1% untuk seluruh

industri kecuali pada Industri Kayu dan Manufaktur Lain. Pada Industri

Kayu, koefisien yang ada signifikan pada level 5%, sementara pada Industri

Manufaktur Lain, koefisien ini tidak signifikan sama sekali. Sebaliknya,

koefisien ekspor dummy didapati positif untuk industri Kertas, Mineral

Nonmetal serta Besi dan Baja. Akan tetapi, koefisien ini hanya signifikan pada

level 1% di Industri Mineral Nonmetal, sementara untuk kedua industri lain

didapati tidak signifikan sama sekali.

Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahawa perusahaan dengan orientasi

produksi ekspor akan lebih produktif ketimbang perusahaan yang tidak. Dus,

dapat dikatakan bahwa partisipasi pada aktifitas ekspor akan meningkatkan

produktifitas dari perusahaan. Hasil ini juga paralel dengan hasil yang

didapatkan pada studi-studi sebelumnya tentang hubungan antara orientasi

ekspor dan tingkat efisiensi (Hill and Kalirajan 1993; Sjoholm 1999;

Aswicahyono and Hill 2002). Penyebab dari hubungan yang positif ini adalah

Page 69: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

59

partisipasi ekspor merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk

mempenetrasi pasar ekspor yang kompetitif. Dus dapat diaharapkan bahwa

perusahaan yang berpartisipasi dalam kegiatan ekspor memiliki tingkat

produktifitas yang lebih tinggi ketimbang yang tidak melakukannya.

Estimasi dari koefisien kepemilikkan asing menunjukkan hasil negatif pada

seluruh industri secara seragam. Terlebih, koefisien ini pun sifnikan pada

level 1% untuk seluruh industri kecuali Manufaktur Lain. Hasil ini

mengindikasikan secara kuat adanya hubungan yang positif antara

kepemilikkan asing dan tingkat produktifitas pada industri manufaktur di

Indonesia. Temuan ini agaknya tidak terlalu mengherankan, mengingat

perusahaan asing biasanya lebih superior ketimbang perusahaan domestik

dalam hal teknologi produksi dan proses produksi. Mereka juga lebih mampu

untuk memperkerjakan tenaga ahli, baik lokal maupun dari luar negeri. Hasil

ini juga konsisten dengan temuan-temuan lain pada industri manufaktur di

Indonesia (Batra and Tan 2003; Viverita 2005; Margono and Sharma 2006;

van Dijk and Szirmai 2006). Dus, dapat disimpulakn terdapat hubungan

positif antara kepemilikkan asing dan produktifitas pada Sektor Manufaktur

di Indonesia.

Bertolak belakang dengan hasil di atas, estimasi dari koefisien kepemilikkan

pemerintah menunjukkan hasil yang bervariasi. Tanda negatif didapatkan

untuk untuk Sub-Sektor Industri Kayu, Kertas, Kimia, Mineral Nonmetal,

serta Besi dan Baja. Koefisien tersebut adalah signifikan pada level 1%.

Sebaliknya, koefisien yang positif didapatkan pada Industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, dan Manufaktur Lain. Koefisien in ipun adalah signifikan

pada level 1%. Sehingga, tidak seperti halnya hubungan antara kepemilikkan

asing dan tingkat produktifitas, sulit untuk mendapatkan kesimpulan dalam

hal hubungan antara kepemilikkan pemerintah dan tingkat produktifitas.

Terakhir, estimasi dari koefisien Penelitian dan Pengembangan menunjukkan

hasil yang negatif untuk hampir semua Sub-sektor kecuali Manufaktur Lain.

Koefisien-koefisien ini pun adalah signikan untuk semua industri kecuali pada

Industri Kayu. Hasil ini agaknya mengindikasikan adanya hubungan yang

Page 70: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

60

positif antara pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan dengan

tingkat produktifitas perusahaan manufaktur di Indonesia. Temuan ini adalah

konsisten dengan temuan lai sebagaimana didiskusikan pada Bab 2. Salah

satu alasan dari adanya hubungan yang positif antara tingkat produktifitas

dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan adalah, dengan riset,

perusahaan bisa menemukan dan beradaptasi dengan cara dan produksi baru

yang memungkinkan mereka mendapat tambahan produktifitas.

---oooOOOooo---

Page 71: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

61

Bab 4

Kesimpulan

Bab ini akan memberikan beberapa kesimpulan dan rekomendasi dari hasil-

hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Terdapat beberapa hasil menarik

yang didapatkan dari penelitian ini. Beberapa hasil ditemukan konsisten

dengan yang didiktumkan dalam teori-teori ekonomi maupun hasil temuan

yang didapatkan penelitian-penelitian sejenis. Sementara, beberapa hasil lain

adalah baru dalam arti bertolak belakang dengan teori atau tidak didapati

pada penelitian sebelumnya. Ringkasan dari temuan ini adalah sebagai

berikut.

4.1. Temuan Penelitian

4.1.1. Pertumbuhan Tingkat produktifitas

Dari hasil estimasi tingkat pertumbuhan tingkat produktifitas ditunjukkan

bahwa terdapat pertumbuhan produktifitas yang positif sebesar rata 0.22%

per tahun selama tahun 2000 sampai dengan 2007 pada Sektor Manufaktur

di Indonesia. Peningkatan Tingkat Efisiensi (TE) merupakan kontributor

utama dari pertumbuhan tingkat produktifitas di Indonesia, sementara

pertumbuhan Pertumbuhan Teknologi (TP) dan Skala Ekonomi (SE)

memberikan kontribusi negatif, sebesar masing-masing -0.17% dan 0.45% per

tahun selama 2000-2007.

Dari hasil estimasi juga didapatkan bahwa pada 2 digit ISIC level, TFP

tumbuh tercepat pada Sektor Kimia, dengan pertumbuhan tingkat

Page 72: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

62

produktifitas rata-rata sebesar 0.21% per tahun, diikuti oleh Mineral

Nonmetal, dengan tingkat pertumbuhan produktifitas sebesar 0.14%, dan

Sektor Makanan dan Minuman dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0.09%.

Sementara pertumbuhan produktifitas terendah terjadi pada Industri Kayu,

dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar -1.18%, diikuti oleh Sektor

Manufaktur Lain dengan pertumbuhan sebesar -0.31 per tahun, terakhir

adalah Sektor Tekstil yang mengalami pertumbuhan sebesar -0.08%.

Dalam hal ini, seperti halnya dengan keseluruhan sampling, pertumbuhan

tingkat produktifitas pada hampir seluruh Sub-Sektor Industri lebih banyak

disebabkan oleh pertumbuhan Tingkat Efisiensi, kecuali Sektor Manufaktur

Lain dan Mineral Nonmetal yang digerakkan oleh Pertumbuhan Teknologi.

Ada pun dari pengamatan hasil yang ada selama periodik didapatkan bahwa

produktifitas mengalami pertumbuhan negatif selama kurun waktu 2000-

2004. TFP untuk Industri Manufaktur secara keseluruhan, misalnya,

mencatat pertumbuhan negatif sebesar -3,41% pada 2001, -1,50% pada 2002,

-1,04% pada 2003 dan -0,06% pada 2004. Akan tetapi, TFP tercatat kembali

meningkat dan mengalami pertumbuhan positif semenjak 2004 hingga 2007,

dengan tingkat pertumbuhannya yang terus naik. Namun, pertumbuhan

tingkat TFP yang positif semenjak 2004 terlihat baik pada Industri

Manufaktur secara keseluruhan maupun pada masing-masing industri pada

disagregasi 2 digit ISIC. Pada Subsektor Mineral Nonmetal misalnya

pertumbuhan tingkat TFP naik dari -0,6% pada 2002-2003 menjadi 4,69%

pada 2003-2004., meski kemudian kenaikkan ini termoderasi hingga 0,34%

pada 2006. Akan tetapi, pada 2007, Subsektor ini kembali mengalami

kenaikkan tingkat TFP yang signifikan sebesar 2,19%. Demikian juga, pada

Industri Tekstil terdapat tren kenaikkan tingkat produktifitas yang stabil

mulai dari 0,49% pada 2004-2005 menjadi 2,46% pada 2006-2007, meski

secara rata-rata keseluruhan industri ini mengalami pertumbuhan

produktifitas yang negatif selama 2000-2007. Pola yang sama, penurunan

selama kurun waktu 2000-2004, dan kemudian naik selama 2004-2007 pula

terlihat pada Subsektor lain pada 2 digit ISIC.

Page 73: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

63

Penurunan tingkat produktifitas Sektor Manufaktur selama kurun waktu

2000-2004 agaknya disebabkan oleh masih dilakukannya konsolidasi

kebijakan perekonomian serta munculnya beragam landasan dan pengaturan

baru yang perlu dilakukan penyesuaian oleh pelaku usaha industri saat itu.

Dengan dimulainya era reformasi, lanskap perekonomian berubah total

dengan kehidupan politik serta sosial yang lebih terbuka. Begitu juga

diterapkannya otonomi daerah, di mana terdapat peningkatan dan peran

daerah dalam perekonomian. Pada tahun 2000 ke atas, juga terdapat banyak

peraturan dan perundang-undangan baru yang ditetapkan, baik di tingkat

nasional maupun lokal, yang memerlukan waktu bagi bisnis terutama di

Sektor Manufaktur untuk melakukan penyesuaian. Selain itu, pasca krisis

1997/1998, Sektor Manufaktur nasional masih dihadapkan pada kelebihan

kapasitas akibat ekspansi yang banyak dilakukan sebelum krisis. Pada saat

yang sama, permintaan dalam negeri masih belum cukup kuat akibat jatuhnya

pendapatan di saat krisis. Akibatnya, bisnis tidak melakukan banyak ekspansi

berupa penambahan kapital dan aset lainnya yang menyebabkan minimnya

daya dorong bagi peningkatan produktifitas. Dari dua alasan ini agaknya

dapat dipahami bila tingkat TFP terpantau menurun, bahkan tercatat negatif

selama kurun waktu 2000-2004.

Namun, seiring dengan konsolidasi dan berbagai penyesuaian dalam perilaku

dan cara berbisnis oleh pelaku Sektor Manufaktur, peningkatan tingkat

produktifitas berlahan mengalami kenaikan. Kenaikan ini juga agaknya dipicu

oleh penambahan kapasitas terpasang berupa perluasan tingkat produksi baik

melalui penambahan pabrik baru atau renovasi dan adapatasi mesin atau

teknologi baru.

Akan tetapi, bila dibandingkan dengan pertumbuhan tingkat produktifitas

sebelum terjadinya krisis, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.5, pertumbuhan

produktifitas yang terjadi selama kurun waktu 2000-2007 adalah lebih

rendah ketimbang pertumbuhan yang terjadi sebelum krisis ekonomi di tahun

1997. Bahkan, bila dilakukan pentahapan selama dua periode berbeda 2000-

2004 dan 2004-2007, terlihat pada tabel yang sama bahwa sesungguhnya

terjadi pertumbuhan negatif dari tingakt produktivitas Sektor Manufaktur

Page 74: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

64

Indonesia sebesar -1,50% selama 2000-2004. Pertumbuhan tingkat

produktifitas baru kembali mencatat tingkat positif di angka rata-rata 1,88%

selama 2004-2007.

4.2. Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Produktifitas

Estimasi terhadap persamaan empiris yang digunakan pada penelitian ini

juga menunjukkan adanya hubungan yang positif antara ukuran perusahaan

dengan tingkat produktifitas, yang terkuat terdapat pada Industri Makanan

dan Minuman, diikuti oleh Industri Kertas. Sementara hubungan positif

terlemah terdapat pada Manufaktur Lain dan Industri Tekstil. Hubungan

positif antara ukuran perusahaan dengan tingkat produktifitas yang

didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan temuan-temuan lain dari

berbagai negara (Caves and Barton 1990; Caves 1992; Lundvall and Battese

2000). Pada Sektor Manufaktur Indonesia, perusahaan berskala besar

umumnya adalah perusahaan multinasional dan berorientasi ekspor, yang

memiliki kekuatan pasar dan akses pada tenaga kerja trampil. Sehingga tidak

mengherankan bila dideteksi adanya hubungan positif antara ukuran

perusahaan dan tingkat produktifitas.

Sebaliknya, penelitian ini menemukan adanya hubungan yang negatif antara

usia perusahaan dengan tingkat produktifitas pada industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, Kayu, Besi dan Baja, serta Manufaktur Lain adalah lebih

memiliki produktifitas yang lebih rendah. Temuan ini juga konsisten dengan

penelitian sejenis sebelumnya, yang mendapatkan hubungan yang positif

antara tingkat produktifitas dan usia perusahaan pada industri manufaktur

Indonesia (Hill and Kalirajan 1993; Viverita 2005).

Implikasi dari temuan ini adalah usia dan pengalaman justru berdampak

negatif pada produktifitas pada Industri Manufaktur Indonesia. Hal ini

agaknya disebabkan bahwa banyak perusahaan dengan usia lanjut masih

menggunakan mesin dan peralatan yang tua.Sementara, koefisien usia

perusahaan yang negatif pada industri Kerta, Kimia, Mineral Nonmetal

mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara usia dan tingkat

Page 75: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

65

produktifitas. Sehingga secara umum dapat dikatakan sulit untuk mengambil

kesimpulan umum tentang hubungan antara usia dan produktifitas, karena

tergantung pada jenis industri.

Dalam pada itu, dari hasil estimasi yang didapatkan juga dapat disimpulkan

bahwa perusahaan dengan orientasi produksi ekspor akan lebih produktif

ketimbang perusahaan yang tidak. Dus, dapat dikatakan bahwa partisipasi

pada aktifitas ekspor akan meningkatkan produktifitas dari perusahaan. Hasil

ini juga paralel dengan hasil yang didapatkan pada studi-studi sebelumnya

tentang hubungan antara orientasi ekspor dan tingkat efisiensi (Hill and

Kalirajan 1993; Sjoholm 1999; Aswicahyono and Hill 2002). Penyebab dari

hubungan yang positif ini adalah partisipasi ekspor merupakan indikator dari

kemampuan perusahaan untuk mempenetrasi pasar ekspor yang kompetitif.

Dus dapat diaharapkan bahwa perusahaan yang berpartisipasi dalam kegiatan

ekspor memiliki tingkat produktifitas yang lebih tinggi ketimbang yang tidak

melakukannya.

Estimasi dari koefisien kepemilikkan asing menunjukkan hasil negatif pada

seluruh industri secara seragam. Terlebih, koefisien ini pun sifnikan pada

level 1% untuk seluruh industri kecuali Manufaktur Lain. Hasil ini

mengindikasikan secara kuat adanya hubungan yang positif antara

kepemilikkan asing dan tingkat produktifitas pada industri manufaktur di

Indonesia. Temuan ini agaknya tidak terlalu mengherankan, mengingat

perusahaan asing biasanya lebih superior ketimbang perusahaan domestik

dalam hal teknologi produksi dan proses produksi.

Bertolak belakang dengan hasil di atas, estimasi dari koefisien kepemilikkan

pemerintah menunjukkan hasil yang bervariasi. Tanda negatif didapatkan

untuk untuk Sub-Sektor Industri Kayu, Kertas, Kimia, Mineral Nonmetal,

serta Besi dan Baja. Koefisien tersebut adalah signifikan pada level 1%.

Sebaliknya, koefisien yang positif didapatkan pada Industri Makanan dan

Minuman, Tekstil, dan Manufaktur Lain. Koefisien ini pun adalah signifikan

pada level 1%. Sehingga, tidak seperti halnya hubungan antara kepemilikkan

Page 76: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

66

asing dan tingkat produktifitas, sulit untuk mendapatkan kesimpulan dalam

hal hubungan antara kepemilikkan pemerintah dan tingkat produktifitas.

Terakhir, estimasi dari koefisien Penelitian dan Pengembangan menunjukkan

hasil yang negatif untuk hampir semua Sub-sektor kecuali Manufaktur Lain.

Koefisien-koefisien ini pun adalah signikan untuk semua industri kecuali pada

Industri Kayu. Hasil ini agaknya mengindikasikan adanya hubungan yang

positif antara pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan dengan

tingkat produktifitas perusahaan manufaktur di Indonesia.

---oooOOOooo---

Page 77: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

67

Referensi

Abramovitz, M., 1956. Resource and Output Trends in the United States since

1870. American Economic Review, 46, 5-23.

Aigner, D., Lovell, C. A. K. & Schmidt, P., 1977. Formulation and Estimation of

Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of Econometrics, 6,

21-37.

Amiti, M. & Konings, J., 2005. Trade Liberalization, Intermediate Inputs, and

Productivity: Evidence from Indonesia. IMF Working Papers, 05/146, 34

pages.

Ananta, A., (ed.) 2003. The Indonesia Crisis: A Human Development

Perspective, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Arndt, H. W. & Hill, H., (eds.) 1999. Southeast Asia's Economic Crisis:

Origins, Lessons, and The Way Forward, Singapore: Institute of Southeast

Asian Studies.

Aswicahyono, H., 1998a. Total Factor Productivity in Indonesian

Manufacturing, 1975-1993. Unpublished PhD Thesis. Australian National

University.

Aswicahyono, H. & Hill, H., 2002. 'Perspiration' versus 'Inspiration' in Asian

Industrialisation: Indonesia Before the Crisis. Journal of Development

Studies, 38, 138.

Aswicahyono, H. & Hill, H., 2004. Survey of Recent Developments. Bulletin of

Indonesian Economic Studies, 40, 277-305.

Page 78: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

68

Aswicahyono, H. & Maidir, I., 2003. Indonesia's Textile and Apparels

Industry: Taking a Stand in the New International Competition. CSIS

Economics Working Paper Series, 1-84.

Aswicahyono, H. & Pangestu, M., 2000. Indonesia's Recovery: Exports and

regaining Competitiveness. Developing Economies, 38, 454-89.

Aswicahyono, H. H., 1998b. Total Factor Productivity in Indonesian

Manufacturing, 1975-1993. Australian National University.

Aswicahyono, H. H., Bird, K. & Hill, H., 1996. What Happens to Industrial

Structure When Countries Liberalise? Indonesia since the Mid-1980s. Journal

of Development Studies, 32, 340-63.

Aswicahyono, H. H. & Hill, H., 1995. Determinants of Foreign Ownership in

LDC Manufacturing: An Indonesian Case Study. Journal of International

Business Studies, 26, 139-158.

Athukorala, P.-C., 2002. Survey of Recent Developments. Bulletin of

Indonesian Economic Studies, 38, 141-162.

Badunenko, O., Fritsch, M. & Stephan, A., 2005. What Determines Technical

Efficiency of Firms? Evidence from a Representative Panel of German

Manufacturing Firms. European University Viadrina.

Baltagi, B. H., 2005. Econometric Analysis of Panel Data West Sussex: John

Wiley and Sons.

Barro, R. J., 1999. Notes on Growth Accounting. Journal of Economic Growth,

4, 119-137.

Basri, M. C., 2001. The Political Economy of Manufacturing Protection in

Indonesia 1975-1995 Unpublished PhD Thesis. Australian National

University.

Page 79: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

69

Batra, G. & Tan, H., 2003. SME Technical Efficiency and Its Correlates: Cross

National Evidence and Policy Implications. World Bank Institute Working

Paper, 1-27.

Battese, G. E. & Coelli, T., 1988. Prediction of Firm-Level Technical

Efficiencies with a Generalized Frontier Production Function and Panel Data.

Journal of Econometrics, 38, 387-99.

Battese, G. E. & Coelli, T., 1992. Frontier Production Functions, Technical

Efficiency and Panel Data: With Application to Paddy Farmers in India.

Journal of Productivity Analysis, 3, 153-69.

Battese, G. E. & Coelli, T., 1995. A Model for Technical Inefficiency Effects in a

Stochastic Frontier Production Function for Panel Data. Empirical Economics,

20, 325-32.

Battese, G. E. & Rao, D. S. P., 2002. Technology Gap, Efficiency, and a

Stochastic Metafrontier Function. International Journal of Business and

Economics, 1, 87-93.

Battese, G. E., Rao, D. S. P. & O'donnell, C. J., 2004. A Metafrontier

Production Function for Estimation of Technical Efficiencies and Technology

Gaps for Firms Operating Under Different Technologies. Journal of

Productivity Analysis, 21, 91-103.

Bauer, P. W., 1990. Recent Developments in the Econometric Estimation of

Frontiers. Journal of Econometrics, 46, 39-56.

Bigsten, A., Collier, P., Dercon, S., Fafchamps, M., Gauthier, B., Gunning, J.

W., Habarurema, J., Oduro, A., Oostendorp, R., Pattilo, C., Soderbom, M.,

Teal, F. & Zeufack, A., 2000. Exports and Firm Level Efficiency in the African

Manufacturing Sector. World Bank Working Paper.

Page 80: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

70

Bird, K., 1999. Industrial Concentration and Competition in Indonesian

Manufacturing. Unpublished PhD Thesis. Australian National University.

Bird, K., 2004. Recent Trends in Foreign Direct Investment. In M. C. Basri &

P. Van Der Eng (eds.) Business in Indonesia New Challenges, Old Problems.

Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 93-107.

Bitros, G. C. & Tsionas, E. G., 2004. A Consistent Approach to Cost Efficiency

Measurement. Oxford Bulletin of Economics & Statistics, 66, 49-69.

Blalock, G. & Gertler, P. J., 2006. Welfare Gains from Foreign Direct

Investment through Technology Transfer to Local Suppliers. Journal of

International Economics, Forthcoming.

Blalock, G. & Roy, S., 2007. A Firm-level Examination of the Export Puzzle:

Why East Asian Exports Didn't Increase After the 1997-1998 Financial Crisis.

The World Economy, 30, 39-59.

Booth, A., 1999. Survey of Recent Developments. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 35, 3-38.

Bottasso, A. & Sembenelli, A., 2004. Does Ownership Affect Firms' Efficiency?

Panel Data Evidence on Italy. Empirical Economics, 29, 769-86.

Cameron, L. A., 2001. The Impact of the Indonesian Financial Crisis on

Children: An Analysis Using the 100 Villages Data. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 37, 43-64.

Cameron, L. A. & Alatas, V., 2003. The Impact of Minimum Wages on

Employment in a Low Income Country: An Evaluation Using the Difference-

in-Differences Approach.

Caudill, S. B. & Ford, J. M., 1993. Biases in Frontier Estimation Due to

Heteroscedasticity. Economics Letters, 41, 17-20.

Page 81: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

71

Caudill, S. B., Ford, J. M. & Gropper, D. M., 1995. Frontier Estimation and

Firm-Specific Inefficiency Measures in the Presence of Heteroscedasticity.

Journal of Business and Economic Statistics, 13, 105-11.

Caves, R., Ward, I., Williams, P. & Wright, C., 1987. Australian Industry :

Structure, Conduct, Performance, 2 ed. New York, Sydney: Prentice-Hall of

Australia.

Caves, R. E., 1992. Industrial Efficiency in Six Nations Cambridge and

London: MIT Press.

Caves, R. E. & Barton, D. R., 1990. Efficiency in U.S. Manufacturing Industries

Cambridge, Massachusetts: MIT Press.

Chapelle, K. & Plane, P., 2005. Technical Efficiency Measurement within the

Manufacturing Sector in Coˆte d’Ivoire: A Stochastic Frontier Approach.

Journal of Development Studies, 41, 1303-1324.

Chen, E. K. Y., 1997. The Total Factor Productivity Debate: Determinants of

Economic Growth in East Asia. Asian-Pacific Economic Literature, 11, 18-38.

Chen, T.-J. & Tang, D.-P., 1987. Comparing Technical Efficiency between

Import-Substitution-Oriented and Export-Oriented Foreign Firms in a

Developing Economy. Journal of Development Economics, 26, 277-89.

Chirwa, E. W., 2000. Structural Adjustment Programmes and Technical

Efficiency in the Malawian Manufacturing Sector. African Development

Review, 12, 89-113.

Christensen, L. R., Jorgenson, D. W. & Lau, L. J., 1973. Transcendental

Logarithmic Production Frontiers. Review of Economics and Statistics, 55, 28-

45.

Coase, R. H., 1937. The Nature of the Firm. In O. E. Williamson & S. G. Winter

(eds.) The Nature of the Firm: Origins, Evolution, and Development. New

York: Oxford University Press, 18-33.

Page 82: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

72

Coelli, T., 1996. A Guide to FRONTIER Version 4.1: A Computer Program for

Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. CEPA

University of New England.

Coelli, T., Rao, D. S. P. & Battese, G. E., 1998. An Introduction to Efficiency

and Productivity Analysis Boston: Kluwer Academic Publishers.

Cole, D. C. & Slade, B. F., 1998. Why Has Indonesia's Financial Crisis Been So

Bad. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 34, 61-66.

Corden, M., 1999. The Asian Crisis: Is there a way out? Singapore: Institute of

Southeast Asian Studies.

Cornwell, C., Schmidt, P. & Sickles, R. C., 1990. Production Frontiers with

Cross-Sectional and Time-Series Variation in Efficiency Levels. Journal of

Econometrics, 46, 185-200.

Cuesta, R. A., 2000. A Production Model with Firm-Specific Temporal

Variation in Technical Inefficiency: With Application to Spanish Dairy Farms.

Journal of Productivity Analysis, 13, 139-58.

Desai, M. A., Foley, C. F. & Forbes, K. J., 2004. Financial Constraints and

Growth: Multinational and Local Firm Responses to Currency Crises.

Dhanani, S., 2000. Indonesia: Strategy for Manufacturing Competitiveness.

UNIDO.

Dhanani, S. & Hasnain, S. A., 2002. The Impact of Foreign Direct Investment

on Indonesia's Manufacturing Sector. Journal of the Asia Pacific Economy, 7,

61-94.

Diewert, E., Rao, S. & Sharpe, A., 2002. Productivity Trends and

Determinants in Canada. Productivity issues in Canada. Industry Canada

Research Series, vol. 10. Calgary, Alberta, 31-57.

Page 83: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

73

Dilling-Hansen, M., Madsen, E. S. & Smith, V., 2003. Efficiency, R&D and

Ownership--Some Empirical Evidence. International Journal of Production

Economics, 83, 85-94.

Driffield, N. & Munday, M., 2001. Foreign Manufacturing, Regional

Agglomeration and Technical Efficiency in UK Industries: A Stochastic

Production Frontier Approach. Regional Studies, 35, 391-99.

Fane, G., 2000. Survey of Recent Developments. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 36, 13-45.

Fane, G. & Condon, T., 1996. Trade Reform in Indonesia, 1987-1995. Bulletin

of Indonesian Economic Studies, 32, 33-54.

Fare, R., Grosskopf, S. & Lovell, C. A. K., 1994. Production frontiers

Cambridge; New York and Melbourne: Cambridge University Press.

Farrell, M. J., 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of

Royal Statistical Society, 120, 253-290.

Felipe, J., 1999. Total Factor Productivity Growth in East Asia: A Critical

Survey. Journal of Development Studies, 35, 1-41.

Felipe, J. & Mccombie, J. S. L., 2003. Some Methodological Problems with the

Neoclassical Analysis of the East Asian Miracle. Cambridge Journal of

Economics, 27, 695-721.

Firdausy, C. M., 2005. Productivity Performance in Developing Countries:

Indonesia.

Forsund, F. R., Lovell, C. A. K. & Schmidt, P., 1980. A Survey of Frontier

Production Functions and of Their Relationship to Efficiency Measurement.

Journal of Econometrics, 13, 5-25.

Page 84: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

74

Goeltom, M. S., 1995. Indonesia’s Financial Liberalization : an Empirical

Analysis of 1981-88 Panel Data Singapore: ASEAN Economic Research Unit,

Institute of Southeast Asian Studies.

Gonzalez-Paramo, J. M. & Hernandez De Cos, P., 2005. The Impact of Public

Ownership and Competition on Productivity. Kyklos, 58 4, 495-517.

Haddad, M., 1993. How Trade Liberalization Affected Productivity in

Morocco. World Bank Policy Research Working Paper Series, 1096.

Hadri, K., 1999. Estimation of a Doubly Heteroscedastic Stochastic Frontier

Cost Function. Journal of Business and Economic Statistics, 17, 359-63.

Hadri, K., Guermat, C. & Whittaker, J., 2003. Estimating Farm Efficiency in

the Presence of Double Heteroscedasticity using Panel Data. Journal of

Applied Economics, VI, 255-68.

Hall, B. H. & Mairesse, J., 2006. Empirical Studies of Innovation in the

Knowledge-Driven Economy. Economics of Innovation and New Technology,

15, 289-99.

Heshmati, A. & Kumbhakar, S. C., 1994. Farm Heterogeneity and Technical

Efficiency: Some Results from Swedish Dairy Farms. Journal of Productivity

Analysis, 5 1, 45-61.

Hill, H., 1990. Indonesia's Industrial Transformation Part II. Bulletin of

Indonesian Economic Studies, 26, 75-109.

Hill, H., 1991. The Emperor's Clothes Can Now be Made in Indonesia. Bulletin

of Indonesian Economic Studies, 27, 89-127.

Hill, H., 1992. Manufacturing Industry. In A. Booth (ed.) The Oil Boom and

After : Indonesian Economic Policy and Performance in the Soeharto Era.

Singapore: Oxford University Press, 448.

Page 85: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

75

Hill, H., 1997. Indonesia’s Industrial Transformation Singapore: Institute of

Southeast Asian Studies,.

Hill, H., 1999. The Indonesian Economy in Crisis: Causes, Consequences and

Lessons Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Hill, H., 2000. The Indonesian Economy since 1966, 2 ed. Cambridge:

Cambridge University Press.

Hill, H. & Kalirajan, K. P., 1993. Small Enterprise and Firm-Level Technical

Efficiency in the Indonesian Garment Industry. Applied Economics, 25, 1137-

44.

Hopenhayn, H. A., 1992. Entry, Exit, and Firm Dynamics in Long Run

Equilibrium. Econometrica, 60, 1127-1150.

Huang, C. J. & Liu, J.-T., 1994. Estimation of a Non-neutral Stochastic

Frontier Production Function. Journal of Productivity Analysis, 5, 171-80.

Hulten, C. R., 2000. Total Factor Productivity: A Short Biography.

Jacob, J. & Szirmai, A., 2007. International Knowledge Spillovers to

Developing Countries: The Case of Indonesia. Revie of Development

Economics, 11, 550-565.

Jorgenson, D. W., Gollop, F. M. & Fraumeni, B. M., 1987. Productivity and

U.S. economic growth Cambridge, Mass.: Harvard Economic Studies, vol. 159

Harvard University Press.

Jorgenson, D. W. & Griliches, Z., 1967. The Explanation of Productivity

Change. Review of Economic Studies, 34, 249-83.

Jorgenson, D. W. & Nishimizu, M., 1978. U.S. and Japanese Economic

Growth, 1952-1974: An International Comparison. Economic Journal, 88,

707-26.

Page 86: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

76

Jovanovic, B., 1982. Selection and the Evolution of Industry. Econometrica,

50, 649-670.

Kalirajan, K., 1981. An Econometric Analysis of Yield Variability in Paddy

Production. Canadian Journal of Agricultural Economics, 29, 283-94.

Kalirajan, K. P. & Shand, R. T., 1999. Frontier Production Functions and

Technical Efficiency Measures. Journal of Economic Surveys, 13, 149-72.

Kim, S., 2003. Identifying and Estimating Sources of Technical Inefficiency in

Korean Manufacturing Industries. Contemporary Economic Policy, 21, 132-

44.

Kim, S. & Lee, Y. H., 2002. Public Sector Capital and the Production Efficiency

of U.S. Regional Manufacturing Industries. Japanese Economic Review, 53,

466-77.

Kim, S. & Lee, Y. H., 2006. The Productivity Debate of East Asia Revisited: A

Stochastic Frontier Approach. Applied Economics, 38, 1697-1706.

Kim, Y. & Schmidt, P., 2000. A Review and Empirical Comparison of Bayesian

and Classical Approaches to Inference on Efficiency Levels in Stochastic

Frontier Models with Panel Data. Journal of Productivity Analysis, 14, 91-118.

Kneller, R. & Stevens, P. A., 2006. Frontier Technology and Absorptive

Capacity: Evidence from OECD Manufacturing Industries. Oxford Bulletin of

Economics and Statistics, 68, 1-21.

Koh, S.-W., Rahman, S. & Tan, G. K. R., 2004. Stochastic Frontier Analysis of

Singapore Manufacturing Industries. Singapore Economic Review, 49, 85-

103.

Krugman, P., 1998. What happened to Asia? mimeo.

Page 87: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

77

Kumar, V., Kumar, U. & Persaud, A., 1999. Building Technological Capability

through Importing Technology: the Case of Indonesian Manufacturing

Industry. Journal of Technology Transfer, 24, 81-96.

Kumbhakar, S. C., 1987. The Specification of Technical and Allocative

Inefficiency in Stochastic Production and Profit Frontiers. Journal of

Econometrics, 34 3, 335-48.

Kumbhakar, S. C., 1990. Production Frontiers, Panel Data, and Time-Varying

Technical Inefficiency. Journal of Econometrics, 46, 201-11.

Kumbhakar, S. C., 2000. Estimation and Decomposition of Productivity

Change When Production Is Not Efficient: A Panel Data Approach.

Econometric Reviews, 19 4, 425-60.

Kumbhakar, S. C., Ghosh, S. & Mcguckin, J. T., 1991. A Generalized

Production Frontier Approach for Estimating Determinants of Inefficiency in

U.S. Dairy Farms. Journal of Business and Economic Statistics, 9, 279-86.

Kumbhakar, S. C. & Lovell, C. A. K., 2000. Stochastic Frontier Analysis

Cambridge: Cambridge University Press.

Kumbhakar, S. C. & Wang, H.-J., forthcoming. A Guide to Stochastic Frontier

Models: Specification and Estimation: Stata Press.

Lall, S., 1998. Technology Policies in Indonesia. In K. W. Thee & H. Hill (eds.)

Indonesia's Technological Challenge. Canberra: Institute of Southeast Asian

Studies, 136-168.

Lee, Y. H., 2006. A Stochastic Production Frontier Model with Group-specific

Temporal Variation in Technical Efficiency. European Journal of Operational

Research, 174, 1616-1630.

Lee, Y. H. & Schmidt, P., 1993. A Production Frontier Model with Flexible

Temporal Variation in Technical Efficiency. In H. O. Fried, C. A. K. Lovell & S.

Page 88: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

78

S. Schmidt (eds.) The measurement of productive efficiency: Techniques and

applications. New York; Oxford; Toronto and Melbourne: Oxford University

Press, 237-55.

Lewis, B. D., 2003. Tax and Charge Creation by Regional Governments under

Fiscal Decentralisations: Estimates and Explanations. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 39, 177-92.

Little, I. M. D., Mazumdar, D. & Page, J. M., Jr., 1987. Small manufacturing

enterprises: A comparative study of India and other economies New York;

Oxford; Toronto and Melbourne: Oxford University Press for the World Bank.

Liu, P.-W. & Yang, X., 2000. The Theory of Irrelevance of the Size of the Firm.

Journal of Economic Behavior and Organization, 42, 145-65.

Lundvall, K. & Battese, G. E., 2000. Firm Size, Age and Efficiency: Evidence

from Kenyan Manufacturing Firms. Journal of Development Studies, 36, 146-

163.

Magiera, S. L., 1999. Indonesia's Trade Performance During the Economic

Crisis. Report PEG 04, 1-73.

Mahadevan, R., 2000. How Technically Efficient Are Singapore's

Manufacturing Industries? Applied Economics, 32, 2007-14.

Mahadevan, R., 2001. Assessing the Output and Productivity Growth of

Malaysia's Manufacturing Sector. Journal of Asian Economics, 12, 587-97.

Mahadevan, R., 2003. To Measure or Not to Measure Total Factor

Productivity Growth? Oxford Development Studies, 31, 365-78.

Mahadevan, R., 2007. Perspiration versus Inspiration: Lessons from a Rapidly

Developing Economy. Journal of Asian Economics, 18, 331-47.

Page 89: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

79

Mahadevan, R. & Kalirajan, K., 2000. Singapore's Manufacturing Sector's TFP

Growth: A Decomposition Analysis. Journal of Comparative Economics, 28,

828-39.

Manning, C., 2000. Labour Market Adjustment to Indonesia's Economic

Crisis: Context, Trends and Implications. Bulletin of Indonesian Economic

Studies, 36, 105-136.

Margono, H. & Sharma, S. C., 2006. Efficiency and Productivity Analyses of

Indonesian Manufacturing Industries. Journal of Asian Economics, 17, 979-

95.

Mcleod, R. H., 1997. Postscript to the Survey of Recent Development: On

Causes and Cures for the Rupiah Crisis. Bulletin of Indonesian Economic

Studies, 33, 35-52.

Mcleod, R. H., 2004. Dealing with Bank System Failure: Indonesia, 1997-

2003. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 40, 95-116.

Meeusen, W. & Van Den Broeck, J., 1977. Efficiency Estimation from Cobb-

Douglas Production Functions with Composed Error. International Economic

Review, 18, 435-444.

Mini, F. & Rodriguez, E., 2000. Technical Efficiency Indicators in a Philippine

Manufacturing Sector. International Review of Applied Economics, 14, 461-73.

Narjoko, D. & Hill, H., 2006. Winners and Losers during a Deep Economic

Crisis: Firm-level Evidence from Indonesian Manufacturing. RSPAS

Economics Working Papers, 39 pages.

Nishimizu, M. & Page, J. M., Jr., 1982. Total Factor Productivity Growth,

Technological Progress and Technical Efficiency Change: Dimensions of

Productivity Change in Yugoslavia, 1965-78. Economic Journal, 92, 920-36.

Page 90: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

80

Okamoto, Y. & Sjoholm, F., 2000. Productivity in the Indonesian Automotive

Industry. ASEAN Economic Bulletin, 17, 60-73.

Page, J. M., 1984. Firm Size and Technical Efficiency: Applications of

Production Frontiers to Indian Survey Data. Journal of Development

Economics, 16, 129-152.

Pangestu, M. & Boediono, 1986. Indonesia: The structure and Causes of

Manufacturing Sector Protection. In C. Findlay & R. Garnaut (eds.) The

Political Economy of Manufacturing Protection: Experiences of ASEAN and

Australia. Sydney: Allen and Unwin.

Pitt, M. M. & Lee, L.-F., 1981. The Measurement and Sources of Technical

Inefficiency in the Indonesian Weaving Industry. Journal of Development

Economics, 9, 43-64.

Radelet, S. & Sachs, J. D., 1998. The East Asia Financial Crisis: Diagnostic,

Remedies, Prospect. Brookings Papers on Economic Activity, 1-90.

Rajan, R. G. & Zingales, L., 2000. The Firm as a Dedicated Hierarchy: A

Theory of the Origins and Growth of Firms. NBER Working Paper, 1-63.

Ramstetter, E. D., 1999. Trade Propensities and Foreign Ownership Shares in

Indonesian Manufacturing. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 35, 43-

66.

Ramstetter, E. D. & Takii, S., 2005. Exporting and Foreign Ownership in

Indonesian Manufacturing, 1990-2000. ICSEAD Working Paper.

Reifschneider, D. & Stevenson, R., 1991. Systematic Departures from the

Frontier: A Framework for the Analysis of Firm Inefficiency. International

Economic Review, 32, 715-23.

Page 91: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

81

Rice, R. C., Herustiati & Junaidi, A., 2002. Factors Affecting the

Competitiveness of, and Impact of the 1997-99 Monetary Crisis on, Selected

Small and Medium Manufacturing Industries in Central and West Java.

Report PEG 72, 1-73.

Ritter, C. & Simar, L., 1997. Pitfalls of Normal-Gamma Stochastic Frontier

Models. Journal of Productivity Analysis, 8, 167-82.

Roberts, M. J. & Tybout, J. R., 1997. Producer Turnover and Productivity

Growth in Developing Countries. World Bank Research Observer, 12, 1-18.

Rosko, M. D. & Chilingerian, J. A., 1999. Estimating Hospital Inefficiency:

Does Case Mix Matter? Journal of Medical Systems, 23, 57-71.

Rosner, L. P., 2000. Indonesia's Non-Oil Export Performance During The

Economic Crisis: Distinguishing Price Trends From Quantity Trends. Bulletin

of Indonesian Economic Studies, 36, 61-95.

Sadli, M., 1999. The Indonesian Crisis. In H. W. Arndt & H. Hill (eds.)

Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 16-27.

Sato, Y., 2001. How Did The Crisis Affect Small and Medium-Sized

Enterprises? From a Field Study of the Metal Working Industry in Java.

Developing Economies, 38, 572-595.

Schmidt, P., 1985. Frontier Production Functions. Econometric Reviews, 4

289-328.

Schmidt, P. & Sickles, R. C., 1984. Production Frontiers and Panel Data.

Journal of Business and Economic Statistics, 2, 367-74.

Sjoholm, F., 1999a. Exports, Imports and Productivity: Results from

Indonesian Establishment Data. World Development, 27, 705-15.

Page 92: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

82

Sjoholm, F., 1999b. Productivity Growth in Indonesia: The Role of Regional

Characteristics and Direct Foreign Investment. Economic Development and

Cultural Change, 47, 559-84.

Skoufias, E., Suryahadi, A. & Sumarto, S., 2000. Changes in Household

Welfare, Poverty and Inequality During the Crisis. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 36, 97-114.

Söderbom, M. & Teal, F., 2004. Size and efficiency in African manufacturing

firms: evidence from firm-level panel data. Journal of Development

Economics, 73, 369.

Soesastro, H. & Basri, M. C., 1998. Survey of Recent Development. Bulletin of

Indonesian Economic Studies, 34, 3-54.

Solow, R. M., 1957. Technical Change and the Aggregate Production Function.

Review of Economics and Statistics, 39, 312-20.

Stevenson, R. E., 1980. Likelihood Functions for Generalized Stochastic

Frontier Estimation. Journal of Econometrics, 13, 57-66.

Suh, D., 1992. Trade Liberalization and Productive Efficiency in Korean

Manufacturing: Evidence from Firm-Level Panel Data. Unpublished PhD

Thesis. Georgetown University.

Sun, C.-H., 2004. The Growth Process in East Asian Manufacturing Industries

Cheltenham: Edward Elgar.

Sun, H., Hone, P. & Doucouliagos, H., 1999. Economic Openness and

Technical Efficiency: A Case Study of Chinese Manufacturing Industries.

Economics of Transition, 7 3, 615-36.

Sundrum, R. M., 1988. Indonesia's Slow Economic Growth: 1981-86. Bulletin

of Indonesian Economic Studies, 24, 37-72.

Page 93: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

83

Swan, T. W., 1956. Economic Growth and Capital Accumulation. Economic

Record, 32, 334-61.

Thee, K. W., 1990. Indonesia: Technology Transfer in the Manufacturing

Industry. In H. Soesastro & M. Pangestu (eds.) Technological Challenge in the

Pacific. Sydney: Allen and Unwin, 200-232.

Thee, K. W., 1991. The Surge of Asian NIC Investment into Indonesia. Bulletin

of Indonesian Economic Studies, 27, 55-88.

Thee, K. W., 2000. The Impact of the Economic Crisis on Indonesia's

Manufacturing Sector. Developing Economies, 38, 420-53.

Thee, K. W. & Pangestu, M., 1994. Technological Capabilities and Indonesia's

Manufactured Exports. Final draft report to UNCTAD's Technology Program.

Timmer, M. P., 1999. Indonesia's Ascent on the Technology Ladder: Capital

Stock and Total Factor Productivity in Indonesian Manufacturing, 1975-1995.

Bulletin of Indonesian Economic Studies, 35, 75-97.

Todo, Y. & Miyamoto, K., 2006. Knowledge Spillovers from Foreign Direct

Investment and the Role of Local R&D Activities: Evidence from Indonesia.

Economic Development and Cultural Change, 55, 173-200.

Torii, A., 1992. Technical Efficiency in Japanese Industries. In R. E. Caves

(ed.) Industrial Efficiency in Six Nations. Cambridge and London: MIT Press,

31-119.

United Nations Industrial Development Organisation, 1993. Indonesia:

Industrial Growth and Diversification. London.

Van Der Eng, P., 2004. Business in Indonesia New Challenges, Old Problems.

In M. C. Basri & P. Van Der Eng (eds.) Business in Indonesia New Challenges,

Old Problems. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1-20.

Page 94: Perubahan Produktivitas -   · PDF fileAnalisis Panel Data 2000-2007 Laporan Akhir ... 2010-2014) menekankan ... inefisiensi kelembagaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan . 4

84

Vial, V., 2004. Total Factor Productivity Growth In Indonesian

Manufacturing, 1975-1995: Issues in Measurement. The London School of

Economics and Political Science.

Vial, V., 2006. New Estimates of Total Factor Productivity Growth In

Indonesian Manufacturing. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 42, 357-

69.

Viverita, R., 2005. Corporate Performance of Indonesia’s Public and Private

Sector Firms: Financial and Production efficiency. Monash University.

Wacker, J. G., Yang, C.-L. & Sheu, C., 2006. Productivity of Production Labor,

Non-production Labor, and Capital: An International Study. International

Journal of Production Economics, 103, 863-72.

Wetterberg, A., Sumarto, S. & Pritchett, L., 1999. Insolvency Reform and the

Indonesian Financial Crisis. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 35, 145-

152.

Williamson, O. E., 1967. Hierarchical Control and Optimum Firm Size.

Journal of Political Economy, 75, 123-138.

---oooOOOooo---