PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO ... · Gorontalo sejak tahun 2008 telah...
Transcript of PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO ... · Gorontalo sejak tahun 2008 telah...
44
PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN
TRADISIONAL GORONTALO DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
(The Change of Traditional Food Consumption Behavior and the
Influenced Factors)
Abstrak
Perubahan perilaku dapat merupakan perbedaan yang terjadi pada
masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang
sama diantaranya perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional. Dalam
mengantisipasinya, sejak tahun 2008 di Gorontalo telah dilaksanakan kebijakan
pelestarian dan pengembangannya melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok)
ilmu gizi berbasis makanan tradisional Gorontalo (MTG). Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Penelitian ini adalah
deskriptif cross-sectional, metode survey dengan analisis t-tes dan Anova.
Pelaksanaannya di Provinsi Gorontalo (1 kota dan 5 kabupaten) dengan contoh
siswa ditentukan secara stratified random sampling. Ada 153 contoh siswa mulok,
mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek, serta suku
Gorontalo dan ada 152 contoh tidak mulok dengan kriteria yang sama, jadi
totalnya ada 915 contoh. Telah terjadi perbedaan perilaku konsumsi MTG yang
siknifikan (P<0,05) antara siswa mulok dan tidak mulok. Contoh siswa mulok
mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak
mulok, artinya bahwa faktor sekolah yang membelajarkan mulok ini berpengaruh
pada perilaku konsumsi MTG siswa. Selanjutnya telah terjadi perubahan perilaku
konsumsi MTG pada tiga generasi dan ditemukan bahwa semakin muda usia
semakin rendah perilaku konsumsi MTG.
Kata kunci: makanan tradisional, perilaku, perubahan, tiga generasi
Abstract
Behavior change can be defined as the differences in society regarding
knowledge, attitude, and social system practices such as the change of traditional
food consumption. In order to anticipate this matter, since 2008 Gorontalo local
government has implemented a policy to preserve and develop the traditional food
through a local content subject (mulok) contained with nutrition science based on
Gorontalo traditional food (GTF). The research objective was to determine the
change in consumption behavior of GTF on three generations and the factors that
influence those changes. This research was a descriptive cross-sectional, survey
method using t-test analysis and Anova. The research took place in Gorontalo
Province (1 city and 5 regencies) and the students as the samples were determined
45
using stratified random sampling. There were 153 students studying local content
subject, with criteria such as Gorontalo descendant, has a mother who stayed at
home and has a grandmother and also 152 students not studying the subject with
the same criteria. Therefore, there were 915 total samples. The significant change
of consumption behavior has been occurred (P<0,05) between each group sample.
The students who took the subject have higher consumption behavior than those
who did not. It can be concluded that the school who teach the subject will give
the effect to the students on how they consume food. Furthermore, there has been
a change in consumption behavior on three generations and found that the
younger the age the lower they will be in consumption behavior of GTF.
Keywords: behavior, change, three generations, traditional food
46
Pendahuluan
Sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang sumberdaya
manusia (SDM) menjadi masalah pokok bangsa Indonesia (Syarief 2008).
Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar dan menentukan kualitasnya
yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi individu. Faktor
gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah.
Menurut Koentjaraningrat (2007) bahwa budaya merupakan keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya ini telah
dilahirkan dari beragam suku (Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128
suku) dan agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang
dimiliki bangsa. Potensi tersebut antara lain adalah keragaman makanan
tradisional.
Makanan tradisional merupakan makanan hasil ciptaan budaya masyarakat
dari daerah masing-masing (Sajogyo 1995). Selanjutnya menurut Guerrero et al.
(2010) bahwa makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas
penduduk di mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik
yang kuat. Sementara Jordana (2000) menyatakan bahwa agar produk makanan
dikatakan tradisional maka harus terkait dengan daerah, menjadi bagian dari
tradisi daerah tersebut serta telah dilakukan dalam waktu yang lama.
Menurut Sztompka (1993) bahwa perubahan adalah sesuatu yang terjadi
setelah jangka waktu tertentu; Lebih lanjut dikatakannya bahwa konsep-konsep
tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu tentang perbedaan, pada waktu
yang berbeda, dan diantara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan ini
diantaranya adalah perubahan perilaku.
Menurut Thoha (1988) bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung ataupun
yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai hasil interaksi antara seseorang
atau individu dengan lingkungannya. Dari pengertian ini maka dapat dikatakan
bahwa perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai wilayah
bentangan yang sangat luas. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010)
bahwa ada 3 tingkat ranah perilaku yang meliputi pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude) dan praktik atau tindakan (practice).
Penjelasan sebelumnya tentang perubahan dan tentang perilaku dapat
disimpulkan bahwa perubahan perilaku merupakan perbedaan yang terjadi pada
masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang
sama. Salah satu perubahan yang terjadi dalam sistem sosial yang sama adalah
perilaku konsumsi makanan tradisional.
Perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional ini diduga karena adanya
globalisasi, (Mubah 2011: bahwa budaya lokal menghadapi ancaman serius di era
globalisasi). Oleh karena itu pentingnya memasyarakatkan makanan tradisional
yang ada, sehingga suku-suku bangsa lain di Indonesia dapat menyukainya dan
diversitas boga di negara kita dapat dimanfaatkan dengan cepat (Koentjaraningrat
1995). Hal penting lainnya adalah keberlanjutan ketersediaan pangan yang saat ini
sedang dihadapkan pada beberapa masalah dan tantangan diantaranya kapasitas
produksi pangan yang semakin terbatas akibat peningkatan jumlah penduduk dan
aktivitas ekonominya (Tanziha 2010).
47
Beberapa studi yang ada menunjukkan bahwa perubahan perilaku konsumsi
makanan tradisional dapat ditandai dengan sudah mulai kurang dikenalnya
makanan tradisional dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda (Muhillal 1995;
Setyo et al. 2001; Eliawati et al. 2001) termasuk di Gorontalo (Survei penelitian
pendahuluan 2011). Hal ini jika tidak segera diatasi dikhawatirkan akan punah
dan tergantikan oleh makanan lainnya yang belum tentu lebih baik dari makanan
tradisional yang mempunyai nilai-nilai luhur budaya daerah tersebut.
Menurut Achir (1995) bahwa dalam jangka panjang pendidikan mengenai
makanan tradisional harus merupakan bagian dari pendidikan formal di sekolah.
Oleh karena itu dalam mengantisipasi kepunahan makanan tradisional, di
Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan
pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok)
ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar (SD, SMP) dan pendidikan
menengah (SMA/SMK) (DinKes Provinsi Gorontalo 2008). Wilayah
pembelajarannya mencakup seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan
merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Ini seiring dengan apa
yang dikatakan oleh Glanz (2009) bahwa pentingnya langkah-langkah
pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan dan gizi dalam
konteks budaya/sejarah.
Berbagai faktor dapat berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan.
Menurut Contento (2007) bahwa ada tiga hal yang mempengaruhinya yaitu
makanan (food), orang itu sendiri (person) dan lingkungan (enviroment).
Sebelumnya Krondl (1990) dalam Worobey (2006) mengatakan bahwa banyak
sekali faktor-faktor yang membuat seseorang itu memilih makanan hal ini
terangkum dalam tiga faktor yaitu faktor ”who” menggambarkan tentang
karakteristik mengenai individu; faktor ”where” dihubungkan dengan lingkungan
fisik dan sosial budaya yang berpengaruh saat membuat keputusan memilih
makanan; ketiga faktor ”why” yang mengacu pada persepsi individu terhadap
makanan seperti keyakinan dan sensori dasar dalam memilih makanan. Selain itu
Lewin (1943) dalam Suhardjo (1989) telah mempelajari apa yang dianggap
sebagai nilai dasar yang menentukan pilihan makanan meliputi rasa (taste), nilai
sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga. Beberapa penjelasan ini dapat
dikelompokkan ke dalam 3 faktor yaitu: Individu meliputi keluarga, peer group;
faktor makanan meliputi: keragaan makanan dan citra makanan; dan faktor
lingkungan meliputi: sekolah, iklan dan pasar.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka apakah
terjadi perubahan perilaku konsumsi MTG pada masyarakat Gorontalo dan apa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku tersebut? Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan praktik
konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat mulok dan
tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa serta menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG.
48
Metode Penelitian
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan
metode survei untuk memperoleh fakta-fakta perubahan perilaku konsumsi MTG,
menguji hipotesis, mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin
dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner (Nasir 2009). Penelitian ini
sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten
yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sekolah tersebut adalah sekolah yang telah melaksanakan mata pelajaran Mulok
Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive.
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011.
Populasi dan Contoh Penelitian
Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di
Provinsi Gorontalo, mempunyai ibu dan nenek yang merupakan suku Gorontalo
serta serumah dengan ibunya. Contoh siswa SMP ini mempunyai contoh ibu yang
belum lanjut usia demikian juga neneknya yang belum uzur sehingga
memudahkan dalam berkomunikasi. Bukan siswa SMU, karena berdasarkan hasil
survei pendahuluan bahwa pengetahuan MTG siswa SMP dan SMU menunjukkan
angka persentase yang hampir sama. Juga bukan siswa SD, karena dianggap
belum dapat memberikan penjelasan yang lebih baik.
Ibu dan nenek yang diambil menjadi contoh, karena mereka inilah dalam
hidupnya paling banyak berkecimpung dengan proses persiapan, pemasakan dan
penghidangan makanan dalam keluarga. Kelas VII dan VIII tidak dijadikan
contoh karena belum selesai menerima mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis
MTG. Penentuan contoh penelitian pada masing-masing kabupaten/kota
dilakukan dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari
siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok.
Secara purposive ditentukan contoh SMP yaitu 2 sekolah mulok dan 2 tidak
mulok dengan cara: pertama, informasi didapatkan dari Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan kabupaten/kota 2 sekolah mulok yang dijadikan contoh dengan
kriteria sekolah tersebut melaksanakan mulok ilmu gizi berbasis MTG pada kelas
VII dan VIII; kedua, setelah itu ditentukan pula 2 sekolah tidak mulok yang
mempunyai kesamaan dengan sekolah mulok tersebut meliputi letak geografi, dan
tingkat akreditasi. Dengan demikian contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang
terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok. Contoh sekolah mulok dan
tidak mulok ini terdapat di 1 kota dan 5 kabupaten di Provinsi Gorontalo,
sehingga masing-masing kabupaten/kota terdapat 2 contoh sekolah mulok dan 2
contoh tidak mulok.
Populasi siswa mulok dianggap homogen dan populasi siswa tidak mulok
dianggap pula homogen karena mempunyai latar belakang budaya yang sama
ditandai oleh sebutan nama MTG yang sama, bahasa yang sama, dan adat isitiadat
yang sama.
49
Diketahui bahwa siswa SMP di Provinsi Gorontalo berjumlah 51002 orang
pada 300 SMP (Dikpora Provinsi Gorontalo 2010). Ada 30 SMP yang telah
mendapat pelajaran mulok dan sisanya belum tersebar di 6 kabupaten/kota di
Provinsi Gorontalo (Dinkes Provinsi Gorontalo 2010). Untuk penentuan siswa
yang menjadi contoh dilakukan secara acak berlapis yaitu membagi elemen-
elemen populasi ke dalam kelompok-kelompok yang tidak tumpang tindih dan
kemudian memilih contoh secara acak sederhana dari tiap lapisan atau strata
(Scheaffer et al. 1990).
Dari rumus berikut ini diperoleh jumlah n adalah 277. Kemudian untuk
mengantisipasi terjadinya hal-hal tak terduga yang akan mempengaruhi jumlah
maka contoh ditambahkan 10% sehingga menjadi 277 + 27.7 = 304.7 atau
digenapkan menjadi 305. Secara purposive contoh ini dibagi dua (305:2 = 152.5
digenapkan 153) yang masing-masing untuk sekolah mulok dan tidak mulok
dengan maksud agar ada kesamaan jumlah contoh. Kemudian contoh tersebut
diambil secara acak. Adapun rumus yang digunakan:
n = 22
22
iNiDN
wiiNi
N: Populasi yang terdiri dari populasi mulok (N1) dan non mulok (N2)
n : contoh
δ : Ragam populasi
D= B2
4
B= Batas eror
Rincian jumlah siswa yang dijadikan contoh adalah sebagai berikut:
- SMP mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP mulok kabupaten/kota] menjadi
12,75 yang digenapkan menjadi 13 siswa.
- SMP yang tidak mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP kabupaten/kota] menjadi
12,75 digenapkan menjadi 13 siswa.
Rincian contoh menjadi [13 siswa x 12 SMP mulok kabupaten/kota = 156 siswa
mulok] + [13 siswa x 12 SMP tidak mulok kabupaten/kota = 156 siswa tidak
mulok]. Sehingga total contoh menjadi 312 siswa dari 12 SMP mulok dan 12
SMP tidak mukok kabupaten/kota Provinsi Gorontalo yang mempunyai ibu dan
tinggal serumah dengan contoh dan mempunyai nenek.
Berdasarkan penentuan contoh yang telah dijelaskan sebelumnya maka
contoh siswa dari 24 SMP kabupaten/kota terdiri dari 12 SMP yang melaksanakan
mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan 12 SMP tidak mulok. Sekolah
ini telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah tingkat
Provinsi Gorontalo tahun 2010 yaitu: ada 12 sekolah yang terakreditasi A, 10
sekolah terakreditasi B dan 2 sekolah terakreditasi C.
50
Terdapat 973 siswa yang memenuhi kriteria menjadi contoh yang terdiri
dari 576 siswa SMP mulok dan 397 siswa tidak mulok. Dari populasi contoh ini
diambil sebanyak 312 contoh sehingga setiap sekolah secara acak sederhana
diwakili oleh 13 contoh. Ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu:
1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 orang siswa yang memenuhi kriteria
dan ada 2 contoh SMP yang tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10
contoh. Contoh siswa pada kedua sekolah tidak mulok ini sesungguhnya telah
ditetapkan 13 siswa. Pada saat pemeriksaan kesehatan, 4 orang contoh siswa dari
kedua sekolah ini tidak bersedia diperiksa, sehingga contoh tersebut tidak dapat
dilibatkan lagi sebagai subyek penelitian. Jadi total contoh yang diperoleh adalah
305 siswa yang terdiri dari 153 siswa dari contoh SMP mulok dan 152 siswa dari
contoh SMP tidak mulok. Lihat Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok yang
memenuhi kriteria dan menjadi contoh
Siswa Mulok Tidak mulok Total
n % n % n %
Memenuhi kriteria
Laki-laki 216 37.50 165 41.56 381 39.16
Perempuan 360 62.50 232 58.44 592 60.84
Total 576 100.00 397 100.00 973 100.00
Menjadi contoh
Laki-laki 56 36.60 65 42.76 121 39.67
Perempuan 97 63.40 87 57.24 184 60.33
Total 153 100.00 152 100.00 305 100.00
Penentuan Enumerator
Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator dan peneliti. Syarat
enumerator adalah sebagai ahli gizi (lulusan D3 Gizi), belum ada keterikatan
kerja dengan institusi manapun, mendapat izin dari orang tua atau keluarga dan
bersedia melaksanakan pengumpulan data dengan penuh rasa tanggung jawab.
Enumerator yang direkrut direkomendasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Gambar 3 Skema penentuan jumlah contoh.
51
Mereka diberikan pelatihan selama 2 hari dengan narasumber yang terdiri dari
peneliti, 1 orang dari Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan 1 orang
dosen dari Jurusan Gizi Poltekes Gorontalo. Materi yang diberikan meliputi teori
tentang survei termasuk tentang penentuan jumlah siswa yang akan dijadikan
contoh, simulasi survei berdasarkan kuesioner, praktik (wawancara pada siswa,
ibu siswa dan nenek) dan dilakukan evaluasi terhadap hasil uji coba kuesioner
tersebut sebelum diperbanyak. Lihat Lampiran 15.
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, enumerator mengumpulkan
contoh yang memenuhi kriteria dan telah ditetapkan secara acak, kemudian
memberikan penjelasan umum tentang pelaksanaan penelitian. Contoh
diwawancarai berdasarkan kuesioner lalu membuat janji untuk dapat
mewawancarai ibu dan nenek contoh tersebut.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data terdiri dari data primer berupa data yang diperoleh langsung dari
contoh dengan wawancara dan pengamatan langsung, sementara data sekunder
diperoleh dari dokumen yang ada pada institusi sekolah dan instansi yang terkait
dalam penelitian.
1. Perubahan Perilaku Konsumsi Makanan Tradisional Unit analisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional adalah
siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Jenis data yang dikumpulkan meliputi
karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan);
pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan konsumsi MTG. Pengumpulan data
pada siswa, ibu dan nenek dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan chek
list yang diwawancarai langsung.
Menurut Sztompka (1993) bahwa konsep-konsep tentang perubahan
mencakup tiga gagasan yaitu perbedaan, pada waktu yang berbeda dan di antara
keadaan sosial yang sama. Perbedaan adalah menyangkut tentang perbedaan
pengetahuan, sikap dan praktik antara contoh siswa mulok dan tidak mulok
demikian juga perbedaan hal tersebut diberlakukan pada ibu siswa dan nenek
siswa baik mulok dan tidak mulok. Pada waktu yang berbeda adalah yang
tergambarkan pada umur siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang masing-masing
berbeda. Selanjutnya di antara keadaan sosial yang sama yang ditunjukan oleh
adanya kesamaan suku yaitu suku Gorontalo dengan latar budaya yang sama.
Contoh menyebutkan nama makanan yang diketahuinya, kemudian
enumerator mengkroscek dalam daftar kuesioner yang telah disiapkan. Makanan
yang telah disebutkan dicatat oleh enumerator berdasarkan jawaban dari contoh
apakah termasuk sebagai makanan pokok, lauk pauk, sayuran, atau snack/kue
(sesuai dengan penggolongan buku menu khas daerah Gorontalo (Napu et al.
2008). Kemudian makanan yang telah disebutkan tersebut ditanyakan
menggunakan bahan utama apakah beras, jagung, tepung beras, sagu, ketela, ubi,
ikan, daging, sayur, dan buah). Ditanyakan pula kandungan gizi yang terdapat
dalam makanan tersebut: karbohidrat sebagai sumber zat tenaga: memberikan
tenaga, membuat kuat, tidak lemah; Lemak: membuat gemuk, bertambah berat
badan; protein: sumber zat tenaga, membuat vitalitas; vitamin dan mineral: mata
sehat, tubuh terasa segar. Akhirnya dari nama makanan yang telah disebutkan
ditanyakan dikonsumsi pada waktu apa saja.
52
Pengukuran sikap konsumsi MTG dilakukan dengan pendekatan
penerimaan MTG pada contoh. Enumerator menanyakan tentang kesukaan MTG
pada contoh, dilanjutkan dengan alasannya berdasarkan penampilan, tekstur,
aroma khas, cita rasa, menyehatkan, dan mudah diperoleh. Pengukuran sikap ini
menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban yaitu sangat suka (SS), suka
(S) cukup suka (CS), kurang suka (KS) dan tidak suka (TS).
Selanjutnya untuk praktik dilakukan dengan menanyakan frekuensi
konsumsi MTG meliputi konsumsi: a). perhari, b). perminggu, c). perbulan, dan
d). pertahun. Lihat Lampiran 2.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Konsumsi MTG Untuk melihat perubahan perilaku konsumsi MTG yang terjadi dari
kelompok nenek, ibu dan siswa maka unit analisis yang digunakan adalah siswa
itu sendiri dengan alasan bahwa kenampakan dari perubahan tersebut lebih terlihat
pada siswa jika dibandingkan dengan ibu dan nenek (sesuai hasil survei
pendahuluan). Data faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG
dapat ditinjau dari beberapa sisi yang didasari oleh pendapat Notoatmodjo (2010),
Lewin (1943) dalam Suhardjo (1989), Contento (2007) dan Krondl (1990) dalam
Worobey (2006) yang meliputi keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan,
citra makanan, iklan dan pasar. Kemudian data tersebut dideskripsikan sebagai
data dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku
konsumsi makanan MTG Gorontalo. Selanjutnya untuk faktor keluarga yang
menyangkut tentang pendapatan keluarga dan pendidikan ibu dimasukan sebagai
variabel independen dalam faktor-faktor tersebut yang terpisah dari keluarga.
Lihat Lampiran 4.
Kuesioner tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi
makanan tradisional ini diujicobakan pada siswa yang mendapat mata pelajaran
mulok dan tidak mulok. Pengujian validitas butir instrument faktor-faktor tersebut
dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkorelasi setiap butir soal dengan skor
total. Kriteria suatu butir soal valid dan reliabel apabila koefisen korelasi lebih
besar dari nilai r Tabel pada taraf signifikan α=0,05. Untuk pengujian validitas
dan realibilitas data digunakan software SPSS (Statistical Program for Sosial
Sciences) V.16.
Instrumen Pengumpulan Data
1. Kuesioner untuk mengukur perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) siswa,
ibu siswa dan nenek siswa (Lampiran 2).
2. Kuisioner untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
perilaku konsumsi MTG pada siswa (Lampiran 4).
Analisis Data
1. Perubahan perilaku konsumsi MTG dianalisis pada 3 generasi. Analisis data
dilakukan secara bertahap. Data pengetahuan, sikap, dan praktik konsumsi
MTG terlebih dahulu dikelompokan sesuai dengan kelompok umur kemudian
diuji beda menggunakan t-test. Data yang digunakan adalah data rasio dan
interval hasil wawancara dengan contoh. Untuk melihat perbedaan pada 3
generasi menggunakan uji Anova one-way dan two way yang selanjutnya
dideskripsikan.
53
Terdapat 80 MTG yang telah teriventaris sementara, tetapi karena
keterbatasan sumber daya maka yang diajarkan rata-rata berkisar 40% berarti
baru 32 MTG. Selanjutnya digambarkan pengetahuan MTG contoh siswa, ibu
siswa dan nenek siswa dalam 3 kategori. Cut-off point 3 kategori tersebut
yaitu baik, sedang dan kurang (Khomsan 2000) dengan skor masing-masing
adalah seperti pada Tabel 10.
Tabel 10 Kategori pengetahuan MTG contoh
Kategori Cut of point Jumlah MTG
Baik >80% dari 32 jenis MTG >26
Sedang 60-80% dari 32 jenis MTG 19-26
Kurang <60% dari 32 jenis MTG <19
Selain itu dideskripsikan pula frekuensi konsumsi MTG contoh dalam
kategori berdasarkan frekuensi konsumsi perhari seperti Tabel 11.
Tabel 11Kategori frekuensi konsumsi MTG contoh perhari
Kategori frekuensi Cut of point
Tidak pernah <1
Jarang 1-4
Sering 4-7
Selalu ≥ 7
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG
dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Sebelumnya dilakukan uji t-
test untuk melihat perbedaan faktor-faktor siswa mulok dan tidak mulok.
Izin Penelitian
Izin dan persetujuan penelitian diperoleh dari contoh dengan melakukan:
pertemuan dengan jajaran kesehatan dan dinas pendidikan; penjelasan pada siswa
dan keluarga siswa yang terpilih sebagai contoh penelitian juga mencakup hak
dan kewajibannya dalam bentuk informed consent. Selanjutnya diperoleh izin
penelitian dari instansi penanggung jawab kebijakan mulok ilmu gizi berbasis
MTG dari Dinas Kesehatan Provinsi Goronalo, Dinas Pendidikan Provinsi
Gorontalo dan Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Gorontalo.
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2000 dan diresmikan pada tanggal 16 Pebruari 2001 yang secara resmi
terpisah dari provinsi induk yaitu Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi ini terletak
antara 0o 19’ – 1° 15’ Lintang Utara dan 121° 23’ – 123° 43’ Bujur Timur, dengan
suhu berkisar antara 23,0o – 33,9
oC. Wilayahnya berbatasan langsung dengan dua
provinsi lain yaitu Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat dan Provinsi
Sulawesi Utara di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan
langsung dengan Laut Sulawesi dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Teluk Tomini
(Undang-Undang No. 38 Tahun 2000).
54
Luas Provinsi Gorontalo adalah 11 967,64 km2. Jika dibandingkan dengan
wilayah Indonesia, luas wilayah ini hanya sebesar 0,63%. Provinsi ini terdiri dari
5 (lima) kabupaten dan 1 (kota), yaitu Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo,
Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, dan
Kota Gorontalo. Masing‐masing wilayah administrasinya terbagi lagi menjadi
beberapa wilayah administrasi di bawahnya, yaitu kecamatan dan desa/kelurahan.
Pada tahun 2011. Provinsi Gorontalo terdiri dari 66 Kecamatan dan 619
Desa/Kelurahan. Lihat Tabel 12.
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Gorontalo berdasarkan hasil
sensus penduduk adalah 1 040 164 jiwa, yang terdiri dari 521 824 jiwa penduduk
laki‐laki dan 518 250 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk terbanyak
yaitu berada pada daerah Kabupaten Gorontalo, yang terendah yaitu daerah
Kabupaten Gorontalo Utara dan daerah dengan tingkat kepadatan penduduknya
paling tinggi adalah kota Gorontalo. Selain itu di Provinsi Gorontalo ada 96,82%
penduduk beragama Islam, 1,97% Protestan, 0,74% Katolik, 0,39% Hindu, dan
sisanya 0,08% pemeluk agama Budha. Lihat Tabel 12.
Tabel 12 Luas daerah dan jumlah penduduk tahun 2010 menurut kabupaten/
kota di Provinsi Gorontalo
Kabupaten/Kota Luas (km2)
Jumlah penduduk
tahun 2010 Kabupaten Boalemo 1.735,93 129 253
Kabupaten Gorontalo 2.207,58 355 988
Kabupaten Pohuwato 4.291,81 128 748
Kabupaten Bone Bolango 1.889,04 141 915
Kabupaten Gorontalo Utara 1.777,03 104 133
Kota Gorontalo 66,25 180 127
Provinsi 11.967,64 1.040 164 Sumber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Gorontalo tahun 2011.
Penduduk Provinsi Gorontalo bekerja pada berbagai lapangan usaha.
Menurut BPS Provinsi Gorontalo (2010) bahwa Paling banyak bekerja dalam
lapangan usaha pertanian yaitu sebesar 40,87% (dari 432 926 jiwa), 18,78%
bekerja dalam sektor jasa, 16,45% sebagai pedagang, sedangkan sisanya pada
lapangan usaha industri, konstruksi, listrik, dan transportasi.
Peningkatan SDM menjadi program unggulan pemerintahan Provinsi
Gorontalo tahun 2012-1217 yang menggratiskan biaya pendidikan dasar dan
menengah. Ini lebih difokuskan kepada pemberian kesempatan seluas‐luasnya
kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, terutama penduduk kelompok
usia sekolah (umur 7‐24 tahun). Berdasarkan data yang diperoleh, di Provinsi
Gorontalo ada 603 Taman Kanak‐Kanak dengan 22 968 murid dan 1 935 guru;
945 Sekolah Dasar (SD) sederajat, dengan 146 118 murid dan 10 161 guru; 355
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dengan 53 592 murid dan 4 113
guru; 119 Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat dengan 36 535 murid dan 2
970 guru (Dikpora 2010). Selain itu terdapat 3 perguruan tinggi negeri dan 6
perguruan tinggi swasta dengan mahasiswa yang berasal daerah Gorontalo juga
dari daerah lainnya (Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, Jawa dan Sumatera).
55
Karakteristik Contoh
Penelitian ini menggunakan beberapa contoh yang meliputi: siswa yang
mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek (ibu dari ibu siswa
yang menjadi contoh atau ibu dari bapak siswa yang menjadi contoh). Selain itu
contoh para pelaku kebijakan mulok yang ditentukan secara purposive meliputi
guru mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG di sekolah contoh mulok,
kepala sekolah contoh SMP mulok dan tidak mulok, para pejabat birokrasi, unsur
legislatif, akademisi dan tokoh masyarakat/agama.
1. Siswa
Umur contoh siswa terendah masing-masing pada mulok dan tidak mulok
adalah 150 bulan dan 152 bulan. Umur mereka yang tertinggi pada contoh siswa
mulok yakni 223 bulan dan 214 bulan pada tidak mulok. Sementara rata-rata umur
mereka yakni 176,01±12,74 atau 14,7 tahun bulan contoh siswa mulok dan
177,93±9,84 atau 14,8 tahun pada tidak mulok. Umur ini tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05). Umur siswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok
berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jumlah terbanyak terdapat
pada kelompok umur 13-15 tahun yaitu 91,50% contoh siswa mulok dan 89,47%
pada tidak mulok.
Tabel 13 Sebaran contoh siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan umur
Umur siswa
(Tahun)
Siswa mulok Siswa tidak mulok
n % n %
10-12 1 0.65 1 0.66
13-15 140 91.50 136 89.47
16-18 12 7.84 15 9.87
Contoh siswa ini tergolong sebagai kelompok umur remaja (adolescence)
yaitu 11-19 tahun yang ditandai adanya perubahan kemampuan fisik, emosi, dan
berfikir (Cobb 2001). Usia ini dikenal dengan masa pertumbuhan cepat (growth
spurt), tahap pertama dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan
seksual (Soekirman et al. 2010). Selanjutnya bahwa pada masa remaja ini
merupakan tahap transisi penting pertumbuhan dari masa anak-anak menuju
dewasa yang ditandai terjadinya peningkatan massa tubuh (tulang, otot, lemak dan
berat badan) serta perubahan-perubahan biokimiawi hormonal. Lihat Tabel 13.
Hampir semua siswa setiap pergi ke sekolah selalu diberikan uang saku dan
jajan. Ada 144 atau 94,11% contoh siswa mulok yang diberikan uang saku dan
tidak mulok ada 145 atau 95,39% yang berkisar antara Rp1000.00 sampai
Rp3000.00. Uang saku yang diberikan ini sebagai ongkos transportasi dari rumah
ke sekolah atau sebaliknya dan ada yang ke sekolah jalan kaki, pulang baru naik
kendaraan umum dengan rata-ratanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0,05) yaitu Rp2320,26±2032,650 pada contoh siswa mulok dan
Rp2371,71±746,951 tidak mulok.
Contoh siswa mulok yang diberikan uang jajan ada 149 atau 97,38% dan
tidak mulok ada 150 atau 98,68% contoh siswa yang berkisar antara Rp1000.00
sampai Rp13000.00. Uang jajan yang diberikan oleh masing-masing orang tua
56
bervariasi dan sesungguhnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Rata-rata uang jajan mereka adalah Rp3620,92±2032,650 pada siswa mulok dan
Rp3680,92±1994,653 pada tidak mulok.
Penelitian Dwiriani et al. (2011) menunjukkan bahwa pemberian uang
saku berkisar antara Rp 2 000 - Rp 15 000. Demikian pula dengan uang jajan yang
relatif sama dengan uang saku.
2. Ibu Siswa
Contoh ibu siswa adalah orang tua dari contoh siswa yang mendapat mata
pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Umur ibu tersebut
berkisar antara 25-57 tahun dengan rata-rata 39,37±5,45 tahun pada contoh ibu
siswa mulok dan 39,53±5,48 tahun tidak mulok, dan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata antara kedua kelompok tersebut (p>0,05). Kelompok umur
34-42 tahun merupakan jumlah yang tertinggi yaitu 60,13% contoh ibu siswa
mulok dan 58,55% pada tidak mulok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan umur
Umur ibu siswa
(tahun)
Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
n % n %
25-33 17 11.11 19 12.50
34-42 92 60.13 89 58.55
43-51 41 26.80 40 26.32
52-60 3 1.96 4 2.63
Tabel 15 menunjukkan bahwa contoh ibu siswa berpendidikan mulai dari
sekolah dasar atau sederajat sampai perguruan tinggi. Jumlah contoh terendah
pada tingkat pendidikan di perguruan tinggi yaitu 12,42% pada contoh ibu siswa
mulok dan 7,24% pada tidak mulok. Jumlah contoh ibu siswa mulok terbanyak
yaitu pada tingkat pendidikan SD/sederajat sebesar 31,37% dan pada tidak mulok
sebesar 44,08%. Selanjutnya berdasarkan uji beda terdapat perbedaan yang nyata
(p<0,05) antara lama sekolah ibu siswa mulok dan tidak mulok. Rata-ratanya ini
adalah 9,74±3,280 tahun pada ibu siswa mulok dan tidak mulok 8,89±3,063
tahun.
Tabel 15 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
n % n %
SD/sederajat 48 31.37 67 44.08
SMP/sederjat 42 27.45 35 23.03
SMA/sederajat 44 28.76 39 25.66
Perguruan Tinggi 19 12.42 11 7.24
Jenis pekerjaan contoh ibu siswa beragam dirangkum dalam 4 kelompok
yang meliputi pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wirausaha, petani dan sebagai
ibu rumah tangga (IRT). Pekerjaan sebagai petani adalah jenis pekerjaan yang
57
paling sedikit jumlah contohnya yakni 3,92% pada contoh ibu siswa mulok dan
2,63% tidak mulok. Jumlah contoh ibu siswa tertinggi terdapat pada jenis
pekerjaan sebagai IRT yaitu 70,59%pada contoh ibu siswa mulok dan 77,63%
tidak mulok. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Pendapatan keluarga diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan contoh
ibu siswa. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara pendapatan pada
contoh ibu siswa mulok maupun tidak mulok yaitu dengan rata-rata
Rp. 1 058 742±880.929 dan Rp.996 414,5±823 235. Pendapatan ini masih lebih
tinggi jika dibandingkan dengan upah minimum di Provinsi Gorontalo yaitu
Rp.837 500, (BPS Provinsi Gorontalo 2010).
Tabel 16 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
n % n %
PNS 15 9.80 13 8.55
Swasta 17 11.11 8 5.26
Wirausaha 7 4.58 9 5.92
Petani 6 3.92 4 2.63
IRT 108 70.59 118 77.63
3. Nenek Siswa
Umur contoh nenek siswa berkisar antara 46 tahun yang terendah dan 94
tahun tertinggi dengan rata-rata 66,38±8,83 tahun pada contoh nenek siswa mulok
dan 65,97±8,48 tahun tidak mulok. Ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata antara kedua kelompok contoh. Rata-rata umur tersebut telah tergolong
sebagai lanjut usia (lansia) yaitu telah mencapai umur 60 tahun ke atas (UU No.
13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia). Pada Tabel 17 menunjukkan
bahwa kelompok umur tertinggi contoh nenek siswa yaitu 66-75 tahun sebesar
39,87% pada contoh mulok dan 40,79% pada tidak mulok. Sementara yang
terendah pada contoh mulok umur 86-95 tahun sebesar 0,65% dan tidak mulok
sebesar 1,32%.
Tabel 17 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan
tidak mulok berdasarkan umur
Umur
(tahun)
Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
n % n %
46-55 17 11.11 18 11.84
56-65 52 33.99 51 33.55
66-75 61 39.87 62 40.79
76-85 22 14.38 19 12.50
86-95 1 0.65 2 1.32
Pendidikan contoh nenek siswa berhubungan dengan keadaan daerah atau
bangsa ini pada masa lalu yaitu masih terbatasnya tenaga guru dan fasilitas
sekolah serta unsur pendukung pembelajaran lainnya. Akibatnya para wanita saat
itu hanya bersekolah sebagian besar sampai tingkat SD/sederajat. Tabel 18
menunjukkan ada 69,28% contoh nenek siswa mulok pendidikannya hanya
SD/sederajat dan 80,26% pada contoh tidak mulok. Ada juga yang sampai
58
SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan yang dapat menempuh pendidikan di
pergurun tinggi yang dianggap sebagai orang istimewa. Selanjutnya lama sekolah
mereka ini terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) yaitu 7,28±2,32 tahun pada
contoh nenek siswa mulok dan 6,63±1,36 tahun tidak mulok.
Menurut UU No. 13 tahun 1998 bahwa lanjut usia potensial adalah lanjut
usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa. Hasil pengamatan bahwa contoh nenek siswa ini
masih terlihat melakukan pekerjaan seperti layaknya seorang ibu. Mereka
sebagian besar sebagai IRT yaitu ada 80,39% pada contoh mulok dan 91,45%
pada tidak mulok. Ada juga yang masih berprofesi sebagai wirausaha, karyawan
swasta, petani dan dukun kampung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 18 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG
dan tidak mulok berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
n % n %
SD/sederajat 106 69.28 122 80.26
SMP/sederajat 24 15.69 22 14.47
SMA/Sederajat 21 13.73 8 5.26
Perguruan Tinggi 2 1.31 0 0.00
Tabel 19 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
n % n %
Pensiunan 12 7.84 3 1.97
PNS 2 1.31 0 0.00
Swasta 6 3.92 1 0.66
Wirausaha 6 3.92 3 1.97
Petani 3 1.96 5 3.29
Dukun kampung 1 0.65 1 0.66
IRT 123 80.39 139 91.45
Pendapatan contoh nenek siswa lebih rendah dibandingkan dari rata-rata
contoh ibu siswa. Contoh ini tidak dapat berproduksi lagi dan sebagian besar
perolehan pendapatan dari hasil pemberian anak atau keluarga lainnya. Rata-rata
pendapatan contoh nenek siswa mulok yakni Rp408684,3±477762,4 dan
Rp403059,2±289588,11 pada tidak mulok. Rata-rata ini menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata (p >0,05) antara yang mulok dan tidak mulok.
Perubahan Perilaku Konsumsi MTG pada Masyarakat
Perilaku konsumsi MTG merupakan keadaan pengetahuan, sikap dan
praktik konsumsi MTG oleh kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Oleh
karena itu keadaan perubahan perilaku konsumsi MTG dilakukan dengan melihat
perbedaan tiga keadaan ini pada ketiga generasi dalam kurun waktu yang sama.
59
1. Makanan Tradisional Gorontalo (MTG)
Jumlah MTG bervariasi dan pada penelitian ini ada 80 MTG yang menjadi
tolok ukur untuk melihat perilaku konsumsi. MTG ini dibagi dalam 4 kelompok
yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan snack atau kue (Napu et al. 2008).
Untuk penggunaannya ada yang dikonsumsi setiap hari dan ada juga yang
dikonsumsi pada hari atau bulan-bulan tertentu. Selain itu biasanya penggunaan
MTG ini terdapat pula pada prosesi adat istiadat atau kegiatan keagamaan seperti
pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
1.1 Makanan Pokok
Ada 15 nama MTG jenis makanan pokok dengan bahan utama yang
digunakan adalah jagung, sagu, singkong, ubi jalar dan beras. Dari jenis makanan
pokok ini ada 11 macam yang menggunakan bahan selain beras.
Tabel 20 Kode dan nama MTG jenis makanan pokok
Kode Nama MTG Kode Nama MTG
10001 Bajoe 10009 Diniyohu
10002 Balobinthe 10010 Ilabulo
10003 Bilinthi 10011 Ilepao Lo Duo
10004 Binthe biloti 10012 Ilepao Lo Payangga
10005 Binthe Lo Putungo 10013 Kasubi Ilahe
10006 Binthe Luopa 10014 Nasi Kuning
10007 Binthe Biluhuta 10015 Nasi Merah Putih
10008 Dila Lo Binthe
Salah satu makanan pokok yang sudah dikenal melalui lagu daerah nasional
yaitu binthe biluhuta. Makanan tradisional ini dapat memberikan solusi
permasalahan ketergantungan terhadap beras dan juga memberikan alternatif
penggunaan aneka ragam bahan makanan yang syarat dengan saling melengkapi
ketersediaan zat-zat gizi. Keragaman penggunaan bahan makanan dapat
mendukung ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Lihat Tabel 20.
1.2 Lauk Pauk
Gorontalo mempunyai wilayah perairan yang cukup luas, ditandai oleh laut
sebagai perbatasannya yaitu di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Teluk
Tomini dan sebelah utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi. Juga
terdapat Danau Limboto dan beberapa sungai yang menjadi sumber ikan air tawar.
Keadaan geografis ini sebagai salah satu faktor yang mendukung konsumsi
makanan dengan bahan utamanya berasal dari perairan. Akibatnya tidak sedikit
masyarakat Gorontalo yang mengonsumsi lauk pauk berbahan utama dari hasil
perairan.
Ada 20 MTG jenis lauk pauk yang terinventaris sementara dan tentunya
dapat memenuhi kebutuhan zat gizi protein, mineral dan vitamin pada setiap
individu. Dari jenis ini ada 15 MTG atau 75% yang bahan dasarnya berasal dari
perairan (ikan dan udang), yang lainnya dari daging seperti daging ayam,
sapi/kerbau ataupun kambing. Lihat Tabel 21.
60
Tabel 21 Kode dan nama MTG jenis lauk pauk
Kode Nama MTG Kode Nama MTG
20001 Bilenthango 20011 Iyululiya
20002 Biluluhe Lo Hele 20012 Tabu moitomo
20003 Dabu-dabu Lo sagela 20013 Palau
20004 Gamie Lo hele 20014 Perekedede Lo Kasubi
20005 Gamie Lo Bolowa 20015 Perekedede Lo Binthe
20006 Garo Lo Payangga 20016 Perekedede Lo Duwo
20007 Garo 20017 Pilitode
20008 Ilahe 20018 Sup Lohulonthalo
20009 Iloni 20019 Garo lo bolowa
20010 Ilotingo Lo Putungo 20020 Tilumiti lo tola
1.3 Sayuran
Makanan tradisional Gorontalo jenis sayuran yang terinventaris sementara
berjumlah 10. Semua MTG ini menggunakan bahan sayur segar yang berasal dari
lokal yang juga terdapat di daerah lainnya di Indonesia seperti terong, daun
papaya, daun singkong, kangkung, sayur pakis, kacang panjang, bunga pepaya,
ketimun suri, labu, jantung pisang. Lihat Tabel 22.
Tabel 22 Kode dan nama MTG jenis sayuran
Kode Nama MTG Kode Nama MTG
30001 Gohu Lo Putungo 30006 Pilitode Lo Poki-Poki
30002 Ihu tilinanga 30007 Tilumithi Dungo Popaya
30003 Ilahu 30008 Tilumiti lo paku
30004 Ilabulo lo Putungo 30009 Tilumiti lo kacang panjang
30005 Kando Tilumiti 30010 Pilitode lo paku
1.4 Snack/kue
Beragam snack/kue dimiliki oleh masyarakat Gorontalo yang dikonsumsi
setiap hari dan ada juga yang dikonsumsi pada hari-hari tertentu. Lihat Tabel 23.
Menurut pendapat dari beberapa orang Gorontalo (umur mereka saat
diwawancarai antara 65-90 tahun) bahwa sesungguhnya jenis makanan ini tidak
ada yang terbuat dari terigu tetapi pada umumnya menggunakan jagung,
singkong, ubi jalar, pisang, dan beras atau tepung beras. Terdapat 35 MTG jenis
snack/kue yang terinventaris sementara, dan ada MTG yang telah terkenal secara
nasional diantaranya kukisi karawo/kerawang.
61
Tabel 23 Kode dan nama MTG jenis snack/kue
Kode Nama MTG Kode Nama MTG
40001 Aliyadala 40019 Kukisi karawo /kerawang
40002 Apam Bale 40020 Kukisi roda
40003 Apangi 40021 Kuu
40004 Dumalo 40022 Lalamba
40005 Bajoe 40023 Minyolo
40006 Balapisi lo lambi 40024 Omu
40007 Bilibidu 40025 Onde-onde
40008 Biyapo 40026 Popolulu
40009 Cara isi 40027 Pusu lo kasubi
40010 Curuti 40028 Sabongi
40011 Diledeo 40029 Sanggala
40012 Doko-doko 40030 Sirikaya
40013 Hungololoyo 40031 Sukade
40014 Kalakala 40032 Tiliaya
40015 Katrisolo 40033 Tobuu
40016 Keyabo 40034 Tutulu
40017 Kokole 40035 Wapili
40018 Kolombengi
2. Pengetahuan MTG
Pengetahuan konsumsi MTG adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
siswa, ibu siswa dan nenek siswa tentang MTG meliputi: nama makanan, jenis
makanan, bahan utama yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat dan
penggunaannya.
2.1 Siswa
Siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan nama MTG yang
tidak berbeda secara nyata (p>005). Hal ini dapat menandakan bahwa secara
umum kemungkinan nama MTG ini masih banyak diketahui di kalangan siswa.
Ini dibuktikan oleh nama MTG yang diketahui siswa mulok dengan rata-rata
18,88±8,87% yang artinya dari 80 MTG yang terinventarisir, yang diketahui rata-
rata 15-16 nama MTG. Sementara untuk siswa tidak mulok mengetahui rata-rata
17,20±9,23% atau 13-14 nama MTG. Binthe biluhuta adalah nama MTG jenis
makanan pokok yang banyak diketahui yaitu sebesar 31,64%, jenis lauk pauk
adalah bilenthango sebanyak 25,84%, kando tilumiti jenis sayuran sebesar
38,97%, dan jenis snack/kue adalah sanggala sebanyak 14,41%. Lihat Tabel 24
dan Lampiran 16.
Memahami MTG bukan hanya sekedar dapat meyebutkan nama MTG,
tetapi dapat pula menginterpretasikan tentang makanan tersebut secara benar
berdasarkan jenisnya. Jenis MTG meliputi jenis makanan pokok, lauk pauk,
sayuran dan snack/kue. Ternyata nilai rata-rata persentase jenis MTG yang
diketahui baik oleh siswa mulok maupun tidak mulok lebih rendah dari nama
MTG yaitu sebesar ±5%. Ini terjadi karena contoh siswa dalam memberikan
62
jawabannya tidak sesuai, seperti ada MTG yang tergolong jenis makanan pokok
tetapi dijawab dengan jenis lauk pauk, sayuran ataupun snack/kue. Adapun rata-
rata jenis MTG yang diketahui oleh siswa mulok adalah 13,05±6,06% dan
11,33±6,71% siswa tidak mulok. Nilai ini menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0,05). Selanjutnya MTG yang banyak diketahui untuk jenis makanan pokok
adalah binthe biluhuta sebanyak 31,37%, jenis lauk pauk adalah bilenthango
sebesar 25,48%, jenis sayuran adalah gohu lo putungo sebesar 38,68% dan jenis
snack/kue adalah sanggala sebesar 14,75%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 17.
Tabel 24 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa mulok ilmu
gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan
MTG
Kriterian pengetahuan MTG Siswa mulok Siswa Tidak Mulok Sig (2-tailed)
Nama 18.88±8.87a 17.20±9.23
a 0.107
Jenis 13.05±6.06a 11.33±6.71
b 0.019
Bahan 12.87±6.08a 11.22±6.78
b 0.026
Kandungan Gizi 12.13±6.34a 4.12±4.89
b 0.000
Cara membuat 12.17±6.14a 10.28±6.92
b 0.012
Penggunaannya 12.60±6.12a 10.95±7.02
b 0.03
Total pengetahuan 13.62±6.47a 10.85±6.50
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Setelah memahami jenis MTG maka pengetahuan bahan makanan yang
digunakan untuk pembuatannya penting diketahui. Penggunaan bahan untuk
pembuatan MTG banyak yang tidak diketahui oleh contoh siswa dan terjadi
perbedaan yang nyata (p>0,05). Contoh siswa mulok rata-rata mengetahui
12,87±6,08% dan 11,22±6,78% siswa tidak mulok. Ini terjadi sebagaimana
dijelaskan oleh beberapa contoh siswa mulok bahwa mereka lupa sementara pada
siswa tidak mulok menyatakan bahwa mereka belum mendapatkan pembelajaran
tentang mulok sehingga mereka tidak mengetahuinya. Makanan tradisional
Gorontalo yang paling banyak diketahui bahan yang digunakan untuk
pembuatannya yaitu untuk jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta sebesar
30,91%, lauk pauk adalah bilenthango sebesar 25,33%, sayuran adalah kando
tilumiti sebesar 24,77% dan snack/kue adalah sanggala sebesar 15,02%. Lihat
Tabel 24 dan Lampiran 18.
Kemampuan contoh siswa membedakan kandungan gizi dalam MTG
dengan jawaban yang diberikan secara tidak langsung merupakan sebuah analisis
tentang MTG itu sendiri. Siswa tidak mulok ketika memberikan jawaban tentang
kandungan gizi MTG jauh berbeda dengan siswa mulok dan menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan rata-rata 12,13±6,34% pada siswa mulok
dan 4,12±4,89% siswa tidak mulok. Untuk makanan pokok MTG yang paling
banyak diketahui kandungan gizinya oleh siswa adalah binthe biluhuta sebanyak
30,33%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 23,91%, jenis sayuran adalah
kando tilumiti sebesar 38,56% dan sanggala yang merupakan jenis snack/kue
sebesar 12,76 %. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 19.
Pengetahuan tentang MTG lainnya adalah cara membuat MTG yang dapat
dilakukan melalui proses membakar, menumis, merebus, mengukus, menggoreng,
dan juga proses memasak dalam abu. Ternyata jawaban cara pembuatan MTG
pada siswa mulok dan tidak mulok menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
63
Rata-rata yang mengetahui cara membuat MTG adalah 12,17±6,14% pada siswa
mulok dan 10,28±6,92 siswa tidak mulok. Terlihat pada Lampiran 20 bahwa
binthe biluhuta adalah jenis makanan pokok yang paling banyak diketahui cara
membuatnya yaitu sebanyak 31,13%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar
24,83%, kando tilumiti yang merupakan jenis sayuran sebesar 37,14% dan
sanggala yang merupakan jenis snack/kue sebesar 14,27%. Lihat Lampiran 20.
Pengetahuan tentang penggunaan MTG memang tidak jauh berbeda dengan
jawaban yang diberikan pada pertanyaan cara membuat MTG. Di sini MTG selain
dikonsumsi sehari-hari, setiap minggu atau pada bulan-bulan tertentu juga
dikonsumsi pada kegiatan-kegiatan prosesi adat istiadat dan pada prosesi ritual
keagamaan. Adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) siswa mulok dan tidak
mulok menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembelajaran yang komprehensif
tentang MTG di sekolah. Rata-rata pengetahuan penggunaan MTG pada siswa
mulok yakni 12,60±6,12% dan siswa tidak mulok sebesar 10,95±7,02%.
Selanjutnya MTG yang paling banyak diketahui dari jenis makanan pokok adalah
binthe biluhuta sebesar 30,65%, dari jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar
24,17 %, kando tilumiti dari jenis sayuran sebesar 36,05%, dan sanggala dari
jenis snack/kue sebesat 15,73%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 21.
Siswa mulok dan tidak mulok memiliki perbedaan pengetahuan MTG yang
nyata (p<0,05). Siswa mulok mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi yaitu
13,66±0,06% dibandingkan dengan siswa tidak mulok sebesar 10,85±6,50%.
Lihat Tabel 24. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dwiriani et al. (2011)
tentang pemberian intervensi pendidikan gizi pada siswa SMP yang menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan pengetahuan gizi secara signifikan pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kontrol. Sementara Shariff at al. (2008)
menemukan pula bahwa intervensi pendidikan gizi selain meningkatkan
pengetahuan gizi juga dapat berdampak positif pada sikap dan praktek konsumsi
siswa. Oleh karena itu dalam meningkatkan pengetahuan gizi siswa penting dibuat
peraturan makanan sekolah (Roberts 2009).
Selanjutnya dijelaskan pula tentang pengaruh kelompok jenis MTG pada
pengetahuan siswa, perbedaan pengetahuan masing-masing jenis MTG dan
interaksi antara jenis dan kedua kelompok siswa tersebut. Kelompok jenis MTG
berpengaruh pada pengetahuan siswa. Ini terlihat pada hasil uji beda kelompok
jenis MTG terhadap pengetahuan siswa. Dari hasil uji ANOVA dua arah
diperoleh nilai p(0,000) adalah kurang dari alpha 0,05 yang artinya bahwa
kelompok jenis MTG berpengaruh nyata terhadap pengetahuan siswa.
Tabel 25 Rata-rata persentase pengetahuan MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis
MTG dan tidak mulok berdasarkan kelompok jenis MTG
Jenis MTG Siswa mulok Siswa tdk mulok
Makanan pokok (%) 18.63a 14.49
b
Lauk pauk (%) 11.28a 8.78
b
Sayuran (%) 8.39a 7.83
a
Sanck/Kue 16.16a 12.30
b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Tabel 25 terlihat bahwa pengetahuan siswa mulok dan tidak mulok
pada kelompok jenis MTG terdapat perbedaan. Perbedaan secara nyata (p<0,05)
pengetahuan kelompok jenis MTG siswa yaitu pada kelompok jenis makanan
64
pokok, lauk pauk dan snac/kue dengan nilai p(0,000). Temuan ini lebih
menguatkan bahwa pelaksanaan mata pelajaran mulok memberikan dampak pada
perbedaan pengetahuan kelompok jenis MTG yang dibuktikan oleh pengetahuan
pada siswa mulok lebih tinggi dibandingkan tidak mulok. Sebelumnya Setyo et al.
(2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa makanan kudapan (snack) dan
minuman tradisional yang banyak diketahui oleh siswa SMU Favorit dan non
favorit di Semarang.
Gambar 4 menunjukkan bahwa karena nilai p(0,031) yang lebih rendah dari
α(0,05) maka terdapat interaksi antara kelompok jenis MTG dengan kedua
kelompok siswa. Artinya bahwa pengetahuan pada kelompok jenis MTG siswa
mulok lebih tinggi dibandingkan tidak mulok. Terlihat bahwa rata-rata persentasi
pengetahuan kelompok jenis MTG tertinggi yaitu pada kelompok jenis makanan
pokok sebesar 18,63% pada siswa mulok dan 14,49% tidak mulok. Sementara
interaksi yang terendah adalah pada kelompok jenis sayuran yang tidak berbeda
secara nyata.
Gambar 4 Interaksi jenis MTG dengan kelompok siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok.
Berdasarkan uraian tentang pengetahuan siswa yang telah dijelaskan
sebelumnya yang menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) antara contoh siswa
mulok dan tidak mulok. Ini membuktikan bahwa contoh siswa mulok mempunyai
pengetahuan MTG yang lebih baik dibandingkan dengan siswa tidak mulok.
2.2 Ibu Siswa
Ibu siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang tidak
berbeda secara nyata (p>0,05) dengan rata-rata persentasenya adalah
16,79±9,45% pada siswa mulok dan 16,83±10,68% siswa tidak mulok. Tetapi dari
6 kategori pengetahuan MTG, ada salah satu yang berbeda secara nyata yaitu
pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan kandungan
gizi MTG yang diketahui ibu siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah
9,69±11,74% dan 6,77±9,17%. Ini terjadi kemungkinan karena perbedaan tingkat
pendidikan formal yang dimiliki dengan rata-rata lama pendidikan ibu siswa
mulok lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok dan berbeda secara nyata.
Menurut Aningati (2004) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat
65
maka kemampuan untuk menerima informasi tentang gizi akan semakin baik.
Adapun gambaran pengetahuan contoh ibu siswa tentang MTG dapat dilihat pada
Tabel 26.
Tabel 26 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui ibu siswa
mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria
pengetahuan MTG
Kriteria pengetahuan MTG Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Nama 18.60±9.51a 19.19±11.29a 0.621
Jenis 18.50±9.54 a 18.83±11.27a 0.756
Bahan 18.51±9.54 a 19.59±13.85a 0.429
Kandungan Gizi 9.69±11.74 a 6.77±9.17 b 0.016
Cara membuat 18.03±9.54 a 18.56±11.47a 0.661
Penggunaannya 17.48±9.66 a 18.09±12.01a 0.623
Total pengetahuan 16.79±9.45a 16.83±10.68a 0.969 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Lampiran 22, 23, 24, 25, 26, dan 27 menjelaskan bahwa MTG yang
paling banyak diketahui oleh contoh ibu siswa tidak jauh berbeda dengan yang
diketahui oleh contoh siswa. Pengetahuan MTG baik nama, jenis, bahan, cara
membuat dan penggunaannya paling banyak diketahui adalah: untuk jenis
makanan pokok didominasi oleh binthe biluhuta, lauk pauk oleh bilenthango,
sayuran oleh kando tilumiti dan snack/kue oleh sanggala yang masing-masing
berkisar antara 10,62% sampai dengan 32,65%. Untuk kandungan gizi MTG,
terlihat bahwa jenis makanan pokok yang paling banyak diketahui adalah binthe
biluhuta, kemudian bilenthango pada jenis lauk pauk, Gohu lo putungo untuk
jenis sayuran dan sanggala untuk jenis snack/kue.
Beberapa komentar yang dihimpun mengapa pengetahuan MTG tentang
nama, jenis, bahan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaannya
didominasi oleh makanan-makanan tertentu seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya baik jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran maupun snack/kue?
Alasan yang disampaikan diantaranya adalah: bahwa MTG ini yang biasa mereka
masak dan menjadi favorit di rumah. Selanjutnya jika ingin mendapatkan di luar
rumah dalam hal ini di warung, rumah makan dan pasar maka MTG inilah yang
banyak dijual pula. Jadi, keadaan ini menandakan bahwa MTG yang biasa atau
sering dikonsumsi dan didukung oleh ketersediaannya maka akan lebih mudah
untuk diingat.
2.3 Nenek Siswa
Nenek siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang
berbeda tidak nyata (p>0,05) dengan masing-masing rata-rata 16,51±7,50% dan
17,53±11,52%. Pengetahuan MTG yang meliputi nama, jenis, bahan, cara
membuat dan penggunaannya secara konsistensi diketahui oleh nenek siswa
dengan rata-rata berkisar antara 16% sampai lebih dari 19% dari 80 MTG. Tetapi
ada satu kategori pengetahuan MTG yang di bawah dari 6% yaitu kandungan gizi.
Jawaban para nenek siswa ketika ditanyakan tentang pengetahuan kandungan gizi
tersebut mereka mengatakan bahwa kandungan gizi itu mereka tidak tahu karena
tidak pernah dipelajari, tetapi sebagian nenek siswa ada juga yang mengetahuinya.
Dapat dikatakan bahwa ini juga dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
66
tingkat pendidikan nenek siswa yang sebagian besar (> 70 %) hanya SD. Lihat
Tabel 27.
Tabel 27 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui nenek siswa
mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria
pengetahuan MTG
Kriteria Pengetahuan
MTG
Nenek siswa
mulok
Nenek siswa
tidak mulok
Sig (2-
tailed)
Nama 19.46±9.10 a 20.98±13.18
a 0.241
Jenis 18.77±8.20a 19.76±12.67
a 0.419
Bahan 19.11±8.86a 20.71±13.29
a 0.215
Kandungan Gizi 5.68±7.81 a 3.97±77.83
a 0.056
Cara membuat 18.70±8.97a 20.24±13.47
a 0.243
Penggunaannya 17.30±8.58a 19.53±13.78
a 0.092
Total pengetahuan 16.51±7.50a 17.53±11.52
a 0.357
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengetahuan MTG nenek siswa mulok dan tidak mulok memang tidak jauh
berbeda baik nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat,
dan penggunaannya. Makanan tradisional Gorontalo yang paling banyak diketahui
berdasarkan kategori pengetahuan tersebut adalah binthe biluhuta dari jenis
makanan pokok, lauk pauk adalah bilenthango, kando tilumiti dari jenis sayuran
dan sanggala dari jenis snack/kue yang berkisar 9% sampai dengan 26,63%.
Khusus untuk kategori kandungan gizi MTG, terlihat bahwa sabongi yang lebih
banyak diketahui dibandingkan dengan lainnya yaitu sebesar 9%. Jumlah menu
MTG yang diketahui nenek siswa terlihat lebih variatif. Ini dapat dikatakan bahwa
nenek memiliki pengetahuan MTG yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu
siswa dan siswa itu sendiri. Lihat Lampiran 28, 29, 30, 31, 32, dan 33.
2.4 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
2.4.1 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi
Berbasis MTG
Pengetahuan MTG antara contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok
secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pengetahuan MTG
tentang nama, jenis, bahan, cara membuat dan penggunaannya menunjukkan
bahwa siswa mulok lebih rendah dari ibu siswa dan nenek siswa. Ini menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0,05), namun antara ibu siswa dan nenek siswa tidak
terdapat perbedaan yang nyata dan nilai rata-rata pengetahuan MTG tersebut yang
lebih tinggi dimiliki oleh nenek siswa. Lihat Tabel 28.
Hal yang menarik terlihat pada pengetahuan MTG tentang kandungan gizi,
dimana nilai rata-rata yang diketahui siswa mulok ini lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu siswa maupun nenek siswa tersebut. Demikian juga terjadi antara ibu
siswa dengan nenek siswa terlihat perbedaan yang nyata (p<0,05). Sementara
untuk pengetahuan nama MTG tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
generasi tersebut.
67
Tabel 28 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan
nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan kriteria
pengetahuan MTG
Kriteria
pengetahuan MTG Siswa Ibu Nenek Signifikan
Nama 18.88±8.87a 18.60±9.51a 19.46±9.10
a 0.705
Jenis 13.05±6.06a 18.50±9.54b 18.77±8.20
b 0.000
Bahan 12.87±6.08a 18.51±9.54b 19.11±8.86
b 0.000
Kandungan Gizi 12.13±6.34a 9.69±11.74b 5.68±7.81
c 0.000
Cara membuat 12.17±6.14a 18.03±9.54b 18.70±8.97
b 0.000
Penggunaannya 12.60±6.12a 17.48±9.66b 17.30±8.58
b 0.000
Total pengetahuan 13.62±6.47a 16.79±9.45b 16.51±7.50
b 0.001
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
2.4.2 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Tidak Mulok Ilmu
Gizi Berbasis MTG
Pengetahuan MTG pada siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak mulok
secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pengetahuan nama
MTG terlihat ada perbedaan yang nyata (p<0,05) antara siswa dan ibu siswa serta
nenek siswa sementara antara ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan
yang nyata. Pengetahuan MTG tentang jenis, bahan, cara membuat, dan
penggunaannya ditunjukan bahwa antara siswa tidak mulok dengan ibu siswa dan
nenek terdapat perbedaan yang nyata. Sementara antara ibu siswa tidak mulok dan
nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 29.
Pengetahuan MTG tentang kandungan zat gizi pada kelompok tidak mulok
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Ibu siswa tidak mulok mempunyai
pengetahuan kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dan
nenek siswa, sementara antara siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan
yang nyata. Lihat Tabel 29.
Tabel 29 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan
nenek siswa tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan kriteria
pengetahuan MTG Kriteria
pengetahuan MTG Siswa Ibu Nenek Signifikan
Nama 17.20±9.23a 19.59±13.85ab 20.98±13.18
b 0.000
Jenis 11.33±6.71a 18.83±11.27b 19.76±12.67
b 0.000
Bahan 11.22±6.78a 19.19±11.29b 20.71±13.29
b 0.000
Kandungan Gizi 4.12±4.89 a 6.77±9.17b 3.97±77.83
a 0.000
Cara membuat 10.28±6.92a 18.56±11.47b 20.24±13.47
b 0.000
Penggunaannya 10.95±7.02a 18.09±12.01b 19.53±13.78
b 0.000
Total pengetahuan 10.85±6.50 a 16.83±10.68b 17.53±11.52
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
68
2.4.3 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi
Berbasis MTG dan Tidak Mulok
Pengetahuan MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa merupakan keadaan
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa
semakin muda usia yaitu mulai dari nenek siswa, ibu siswa sampai pada siswa
terlihat semakin rendah pengetahuan MTG. Bukti ini adalah seiring dengan
penelitian pendahuluan yang menemukan bahwa semakin muda usia, semakin
rendah pengetahuan MTGnya. Perbedaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi
pergeseran atau perubahan pengetahuan MTG, dan juga jika dilihat dari data yang
ada bahwa terdapat kesenjangan (gab) pengetahuan generasi yang terhenti pada
ibu. Mungkin ada proses transformasi ilmu pengetahuan tentang MTG yang tidak
terjadi lagi dengan baik dari nenek siswa ke ibu siswa sampai pada siswa itu
sendiri. Menurut Nor et al. (2012) yang melakukan penelitian dengan tujuan
menyelidiki transmisi pengetahuan makanan tradisional Melayu di Malaysia
dalam generasi bahwa masyarakat melayu telah membelajarkan kaum wanita
memahami makanan tradisional sejak usia 8-12 tahun dari ibunya yang berlanjut
setelah mereka menikah.
Tabel 30 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan
nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan kriteria pengetahuan MTG
Kriteria
pengetahuan MTG Siswa Ibu Nenek Signifikan
Nama 18.04±9.08a 18.90±10.42
ab 20.22±11.32
b 0.032
Jenis 12.20±6.44a 18.64±10.42
b 19.27±10.67
b 0.000
Bahan 12.05±6.48a 19.05±11.88
b 19.91±11.30
b 0.000
Kandungan Gizi 8.14±6.94a 8.24±10.62
a 4.83±7.83
b 0.000
Cara membuat 11.22±6.60a 18.30±10.53
b 19.47±11.44
b 0.000
Penggunaannya 11.78±6.62a 17.78±10.88
b 18.42±11.51
b 0.000
Total pengetahuan 12.24±6.62a 16.82±10.06
b 17.02±9.71
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengalaman contoh siswa dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa
itu jauh berbeda, yang menyebabkan signifikansinya (p<0,05) perbedaan
pengetahuan MTG meliputi nama, jenis, bahan yang digunakan, cara membuat,
dan penggunaan MTG tersebut. Tetapi di sini terlihat bahwa manfaat pemberian
mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG yang menyebabkan perbedaan
pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan kandungan
gizi MTG antara siswa dan ibu siswa signifikan (p<0,05), demikian pula antara
siswa dengan nenek siswa. Rata-rata pengetahuan kandungan gizi MTG yang
diketahui contoh siswa adalah 8,14±6,94%, ibu siswa 8,24±10,62% dan nenek
siswa 4,83±7,83%. Sementara pengetahuan kandungan gizi antara contoh ibu
siswa dan contoh nenek siswa tidak berbeda nyata. Jumlah menu MTG yang
diketahui berdasarkan pengetahuan nama MTG pada contoh nenek siswa lebih
bervariasi dibandingkan pada ibu dan siswa. Oleh karena itu, hal ini sebagai bukti
bahwa betapa pentingnya menggali lagi pengetahuan MTG yang diketahui oleh
para nenek atau masyarakat lainnya. Ini akan menambah referensi MTG sebagai
69
salah satu upaya pelestarian dan pengembangan budaya Gorontalo khususnya
tentang MTG tersebut.
Pada umumnya pengetahuan nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan
gizi, cara membuat dan penggunaan MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa
adalah terjadi pebedaan. Tetapi terlihat lebih mencolok adalah pengetahuan
kandungan gizi MTG karena ini berkaitan dengan pendidikan yang dimiliki oleh
contoh. Jumlah MTG yang diketahui berdasarkan kategori pengetahuan MTG
adalah bervariasi. Pengetahuan MTG yang lebih bervariasi adalah pada nenek
siswa dibandingkan pada ibu siswa dan siswa. Makanan tradisional Gorontalo
yang banyak diketahui oleh siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah binthe
biluhuta untuk jenis makanan pokok; bilenthango untuk jenis lauk pauk; kando
tilumiti dari jenis sayuran, dan sanggala dari jenis snack/kue. Lihat Lampiran 16-
33.
Berdasarkan penjelasan yang tercantum pada Tabel 28, 29, dan 30 (point a,
b, dan c) maka terlihat bahwa pengetahuan nenek adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu dan siswa kecuali pengetahuan tentang kandungan gizi.
Artinya ini membuktikan adanya perubahan pengetahuan MTG dengan keadaan
bahwa semakin muda umur, maka semakin rendah pengetahuan MTG.
2.5 Kategori Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu
Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok
Untuk melihat kuantitas pengetahuan MTG contoh siswa maka ada 3
kategori yang membedakannya yaitu kategori pengetahuan baik, sedang dan
kurang. Sekalipun terdapat perbedaan pengetahuan MTG antara siswa mulok dan
tidak mulok secara nyata (p<0,05), namun paling banyak masih tergolong pada
kategori pengetahuan kurang. Lihat Tabel 31.
Pengetahuan nenek siswa dan ibu siswa yang lebih banyak masuk pada
kategori kurang yang memberikan arti bahwa memang benar-benar MTG sudah
mulai cenderung sedikit yang mengenalnya. Dari nenek ke ibu siswa saja telah
terjadi penurunan pengetahuan MTG apalagi sampai ke siswa itu sendiri. Dengan
kondisi seperti ini maka sudah sangat segera pembelajaran mulok ini dapat
dilakukan pada semua lapisan masyarakat terutama pada jenjang pendidikan
formal. Lihat Tabel 31.
70
Tabel 31 Sebaran pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek
siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan
kategori pengetahuan MTG
Kategori pengetahuan
MTG
Siswa Ibu siswa Nenek siswa
Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok
n % n % n % n % n % n %
Nama
Baik 3 1.96 1 0.66 7 2.30 16 5.25 7 4.58 21 13.82
Sedang 10 6.54 17 11.18 21 6.89 27 8.85 29 18.95 25 16.45
Kurang 140 91.50 134 88.16 125 40.98 109 35.74 117 76.47 106 69.74
Jenis
Baik 3 1.96 1 0.66 7 2.30 15 4.92 7 4.58 18 11.84
Sedang 10 6.54 17 11.18 21 6.89 25 8.20 25 16.34 21 13.82
Kurang 140 91.50 134 88.16 125 40.98 112 36.72 121 79.08 113 74.34
Bahan
Baik 3 1.96 1 0.66 7 2.30 16 5.25 7 4.58 21 13.82
Sedang 10 6.54 17 11.18 20 6.56 26 8.52 27 17.65 23 15.13
Kurang 140 91.50 134 88.16 126 41.31 110 36.07 119 77.78 108 71.05
Kandungan gizi
Baik 3 1.96 0 0.00 5 1.64 1 0.33 0 0.00 3 1.97
Sedang 10 6.54 0 0.00 4 1.31 9 2.95 8 5.23 0 0.00
Kurang 140 91.50 152 100.00 144 47.21 142 46.56 145 94.77 149 98.03
Cara masak
Baik 3 1.96 1 0.66 6 1.97 15 4.92 7 4.58 20 13.16
Sedang 9 5.88 15 9.87 21 6.89 26 8.52 27 17.65 24 15.79
Kurang 141 92.16 136 89.47 126 41.31 111 36.39 119 77.78 108 71.05
Penggunaannya
Baik 5 3.27 1 0.66 6 1.97 16 5.25 5 3.27 19 12.50
Sedang 11 7.19 17 11.18 20 6.56 25 8.20 28 18.30 25 16.45
Kurang 137 89.54 134 88.16 127 41.64 111 36.39 120 78.43 108 71.05
3. Sikap Konsumsi MTG
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus yang dibagi
dalam empat tingkatan yaitu menerima, menanggapi, menghargai dan
bertanggung jawab (Notoatmodjo 2010). Sikap menerima setiap jenis MTG dapat
didasari oleh suka terhadap MTG tersebut. Dari suka ini tentunya perlu ada
alasan-alasan yang mendukung dalam bentuk tanggapan dan penghargaan, dalam
hal ini landasan suka karena penampilan (didasari oleh visualisasi). Menurut Van
Der Laan et al. (2011) yang melakukan penelitian tentang respon otak terhadap
makanan, ternyata ditemukan bahwa respon ini terutama dipandu oleh sistem
visual atau penglihatan. Alasan suka selanjutnya adalah karena tekstur, aroma
khas dan cita rasa. Kemudian dasar alasan lainnya adalah berhubungan dengan
tanggung jawab terhadap sikap tersebut karena terkait dengan dampaknya yaitu
alasan sikap terhadap MTG karena menyehatkan dan mudah diperoleh. Berikut ini
71
dijelaskan sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang memperoleh mata
pelajaran mulok dan tidak mulok terhadap MTG.
3.1 Siswa
Pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam mengonsumsi
makanan. Ini terlihat pada sikap contoh siswa mulok dan tidak mulok baik pada
rasa suka terhadap MTG maupun alasan-alasan suka karena penampilan, tekstur,
aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan karena mudah diperoleh. Lihat Tabel 32.
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) sikap suka contoh siswa mulok dan
tidak mulok terhadap MTG. Rata-rata 45,56±21,51 nilai sikap suka yang
diberikan oleh contoh siswa mulok dan 38,57±20,19 siswa tidak mulok.
Selanjutnya sikap suka karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa,
menyehatkan dan mudah diperoleh mempunyai nilai-nilai perbedaan yang nyata
antara contoh siswa mulok dan tidak mulok (p<0,05).
Nilai paling tinggi terdapat pada alasan suka karena cita rasa yaitu
46,25±21,61 pada siswa mulok dan 39,15±20,75. Di sini terlihat bahwa ternyata
siswa mulok dan tidak mulok menyukai MTG karena didasari oleh cita rasa yang
enak atau lebih adaptatif. Kesukaan masyarakat untuk mengonsumsi makanan
tradisional karena cita rasa yang enak yang sesuai dengan masyarakat daerah
(Winarno 1993).
Tabel 32 Rata-rata nilai sikap siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan
tidak mulok berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 45.56±21.51a 38.57±21.19
b 0.004
Penampilan 44.60±21.62a 37.46±19.50
b 0.003
Tekstur 43.36±21.20a 37.00±19.63
b 0.007
Aroma khas 45.16±21.39a 38.53±20.36
b 0.006
Cita rasa 46.25±21.61a 39.15±20.75
b 0.004
Menyehatkan 43.33±21.92a 36.94±20.01
b 0.008
Mudah diperoleh 45.44±21.78a 38.00±19.60
b 0.002
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Nilai sikap suka dengan alasan menyehatkan adalah terendah yaitu
43,33±21,92 pada contoh siswa mulok dan 36,94±20,01 siswa tidak mulok. Hal
ini kemungkinan karena informasi tentang MTG masih terbatas atau bahkan
contoh siswa tidak memahami yang bagaimana menyehatkan itu, dan juga masih
ada faham yang menyatakan bahwa makanan yang menyehatkan itu adalah mahal
harganya atau modern. Selain itu juga perbedaan ini karena pembelajaran yang
diberikan melalui mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Temuan dari
Pieniak et al. (2009) melalui hasil penelitiannya tentang hubungan antara
konsumsi makanan tradisional dan motif memilih makanan di enam negara Eropa
adalah bahwa faktor kenyamanan dan kesehatan sebagai hambatan langsung
dalam konsumsi makanan tradisional (terkesan kurang higienis).
Alasan sikap suka MTG lainnya adalah karena mudah diperoleh. Contoh
siswa menganggap bahwa untuk mendapatkan MTG yang tertentu setiap hari itu
cukup mudah, karena selain tersedia di kantin sekolah juga dapat dibeli di warung,
72
toko, dan pasar. Khusus untuk di kantin, terdapat perbedaan jumlah jenis menu
MTG yang dijual baik di sekolah mulok dan tidak mulok. Dapat dilihat pada
Tabel 33 bahwa setiap hari, minggu dan bulan di kantin sekolah mulok dan tidak
mulok dijual MTG.
Tabel 33 Jumlah MTG yang dijual di kantin sekolah mulok ilmu gizi berbasis
MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan
Kabupaten/
Kota
Jenis MTG di Kantin
Sekolah Mulok
Jenis MTG di Kantin
Sekolah Non Mulok Tiap hari
Minggu Perbulan Tiap hari
Minggu Bulan
1 X 2X 3X 1X 2X 1 X 2X 3X 1X 2X
Kota Gtlo 3 5 4 2 8 1 3 5 2 - 3 -
Kab. Gtlo 3 5 4 1 7 1 3 7 2 - 2 -
Kab. Boalemo 3 6 4 2 4 - 1 7 2 - 1 -
Kab. Pohuwato 3 4 5 1 4 2 3 7 2 - 1 -
Kab. BonBol 3 6 8 1 4 1 2 7 5 - 2 -
Kab. Gorut 3 5 5 1 4 1 2 7 2 1 3 -
Total 18 31 30 13 31 6 14 40 15 1 12 -
Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 34
Ada 18 MTG yang dijual di kantin sekolah mulok setiap hari sehingga dapat
dikatakan bahwa setiap sekolah tersebut menjual rata-rata 3 jenis menu.
Sementara pada sekolah tidak mulok ada 14 jenis menu berarti rata-rata setiap hari
menjual kurang dari 3 jenis MTG. Selanjutnya terdapat pula perbedaan jumlah
jenis MTG yang dijual dikantin sekolah mulok dan tidak mulok baik untuk dijual
mingguan dan bulanan. Hal yang menarik tentang ketersediaan MTG dikantin
adalah berhubungan dengan waktu panen tanaman seperti singkong, ubi jalar, dan
pisang. Jika semua bahan baku MTG dibeli di pasar yang harganya sulit
terjangkau maka akan berdampak pada harga penjualan dan keuntungan yang
diperoleh, demikian pernyataan para pedagang di kantin. Juga hal yang paling
utama adalah keterbatasan modal yang dimiliki para pedagang di kantin. Untuk
mengetahui lebih jenis MTG yang dijual di kantin sekolah dapat dilihat Lampiran
34.
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai sikap MTG siswa yang
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak
mulok. Ini membuktikan bahwa contoh siswa mulok mempunyai sikap tentang
MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa tidak mulok.
3.2 Ibu Siswa
Sikap ibu siswa mulok maupun tidak mulok terhadap MTG adalah tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) baik sikap suka, alasan penampilan,
tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Pada Tabel 34
menjelaskan bahwa nilai sikap suka dengan alasan cita rasa hampir sama, artinya
bahwa ibu tersebut suka MTG dengan alasan utamanya karena cita rasa. Rata-rata
nilai alasan karena cita rasa pada ibu siswa mulok yaitu 55,87±30,28 dan
56,39±39,00.
73
Alasan selanjutnya yakni karena MTG mempunyai aroma khas, yang
tentunya ini tidak dapat diperoleh atau tergantikan dengan aroma makanan
lainnya. Rata-rata nilai sikap suka karena aroma khas adalah 55,24±29,61 pada
ibu siswa mulok dan 55,57±37,74 tidak mulok.
Tabel 34 Rata-rata nilai sikap ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan
tidak mulok berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 55.51±29.69a 55.96±37.80
a 0.907
Penampilan 54.43±29.30a 54.71±35.13
a 0.940
Tekstur 54.54±29.15a 54.91±36.60
a 0.921
Aroma khas 55.24±29.61a 55.57±37.74
a 0.931
Cita rasa 55.87±30.28a 56.39±39.00
a 0.896
Menyehatkan 53.42±29.94a 54.02±37.44
a 0.875
Mudah diperoleh 54.26±29.37a 54.45±36.62
a 0.961
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
3.3 Nenek Siswa
Sikap suka MTG yang dimiliki nenek siswa mulok dan tidak mulok adalah
tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Rata-rata nilai sikap suka pada
nenek mulok adalah 58,86±40,40 dan 58,84±39,59 tidak mulok. Lihat Tabel 35.
Tabel 35 Rata-rata nilai sikap nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG
dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 58.86±40.40a 58.84±39.59
a 0.997
Penampilan 57.92±40.53a 58.21±39.20
a 0.949
Tekstur 57.51±39.67a 57.78±38.48
a 0.953
Aroma khas 58.31±40.64a 58.87±39.61
a 0.902
Cita rasa 58.97±40.51a 59.19±39.64
a 0.961
Menyehatkan 56.45±40.60a 57.33±37.83
a 0.842
Mudah diperoleh 57.21±38.88a 57.42±37.62
a 0.961
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Alasan suka yang terpenting seperti yang terjadi pada ibu siswa dan siswa
yaitu karena cita rasa. Rata-rata nilainya mendekati nilai sikap suka yaitu
58,97±40,51 contoh nenek siswa mulok dan 59,19±39,64 pada tidak mulok.
Alasan cita rasa ini telah memberikan penjelasan dari mereka bahwa makanan
tradisional adalah lebih baik dibandingkan dengan makanan lainnya. Alasan
selanjutnya karena aroma khas sehingga bersikap suka pada MTG. Alasan
terendah nenek siswa bersikap suka MTG sama dengan alasan pada ibu siswa, dan
siswa yaitu karena menyehatkan. Namun rata-rata nilai nenek siswa baik mulok
dan tidak mulok adalah lebih tingggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu
sendiri. Diantara penjelasan mereka bahwa makanan tradisional lebih baik dari
makanan lainnya karena dibuat dari bahan-bahan alami dan tidak menggunakan
bahan-bahan lain yang mereka anggap akan merugikan kesehatan. Sesungguhnya
74
nenek siswa ini telah memahami manfaat makanan yang ditinjau dari pandangan
kesehatan sekalipun tidak dapat mereka jelaskan secara rinci. Lihat Tabel 35.
3.4 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
3.4.1 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis
MTG
Sikap siswa mulok dengan ibu siswa dan nenek siswa secara keseluruhan
adalah berbeda secara nyata (p<0,05). Antara sikap ibu siswa dengan nenek siswa
tidak terdapat perbedaan yang nyata sekalipun nilai rata-rata nenek siswa lebih
tinggi. Rata-rata nilai sikap siswa adalah lebih rendah dibandingkan dengan ibu
siswa dan nenek siswa. Hal ini terlihat pada sikap rasa suka MTG dengan alasan
karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah
diperoleh. Lihat Tabel 36.
Tabel 36 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok
ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa Ibu Nenek Signifikan
Suka 45.56±21.51a 55.51±29.69
b 58.86±40.40
b 0.000
Penampilan 44.60±21.62a 54.43±29.30
b 57.92±40.53
b 0.000
Tekstur 43.36±21.20a 54.54±29.15
b 57.51±39.67
b 0.000
Aroma khas 45.16±21.39a 55.24±29.61
b 58.31±40.64
b 0.000
Cita rasa 46.25±21.61a 55.87±30.28
b 58.97±40.51
b 0.000
Menyehatkan 43.33±21.92a 53.42±29.94
b 56.45±40.60
b 0.000
Mudah diperoleh 45.44±21.78a 54.26±29.37
b 57.21±38.88
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Tabel 36 ada hal yang menarik yaitu rata-rata nilai yang tertinggi
adalah pada alasan karena cita rasa. Ini sebagai bukti bahwa seseorang
mempunyai sikap rasa suka terhadap MTG dengan alasan yang paling utama
adalah karena cita rasa yang dimiliki oleh MTG itu sendiri dan cita rasa ini adalah
khas dan tidak ditemukan pada makanan lainnya. Menurut Roose et al. (2012)
yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh rasa pada
kesukaan makanan, menunjukkan bahwa rasa makanan secara siknifikan
merupakan preferensi pada makanan. Hal yang sama dinyatakan pula oleh
Galindo et al. (2012) bahwa rasa memiliki masukan penting dalam kesukaan
terhadap makanan, hal ini ditinjau dari faktor fisiologis yang mempengaruhi
keputusan apa yang harus dimakan.
3.4.2 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Tidak Mulok Ilmu Gizi
Berbasis MTG
Nilai rata-rata sikap siswa tidak mulok terhadap MTG adalah terdapat
perbedaan yang nyata dengan sikap ibu siswa dan nenek siswa. Tetapi hal yang
sama dengan sikap kelompok mulok adalah bahwa tidak terdapat perbedaan sikap
MTG ibu siswa dengan nenek siswa, sementara dengan siswa terdapat perbedaan
yang nyata (p<0,05). Lihat Tabel 37.
75
Seperti halnya dengan kelompok mulok, pada kelompok ini ditemukan juga
bahwa nilai rata-rata alasan karena cita rasa adalah yang tertinggi dibandingkan
dengan nilai-nilai rata-rata lainnya. Ini juga sebagai bukti sekalipun siswa tidak
mulok, namun hal yang mendasari mereka bersikap terhadap MTG yang paling
utama adalah karena cita rasa dari MTG itu sendiri.
Tabel 37 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak
mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa Ibu Nenek Signifikan
Suka 38.57±21.19a 55.96±37.80
b 58.84±39.59
b 0.000
Penampilan 37.46±19.50a 54.71±35.13
b 58.21±39.20
b 0.000
Tekstur 37.00±19.63a 54.91±36.60
b 57.78±38.48
b 0.000
Aroma khas 38.53±20.36a 55.57±37.74
b 58.87±39.61
b 0.000
Cita rasa 39.15±20.75a 56.39±39.00
b 59.19±39.64
b 0.000
Menyehatkan 36.94±20.01a 54.02±37.44
b 57.33±37.83
b 0.000
Mudah diperoleh 38.00±19.60a 54.45±36.62
b 57.42±37.62
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
3.4.3 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis
MTG dan Tidak Mulok
Terdapat perbedaan yang nyata sikap siswa dengan ibu siswa dan sikap
siswa dengan nenek siswa. Sementara terlihat pula perbedaan antara sikap ibu
siswa dan sikap nenek siswa tetapi tidak berbeda secara nyata. Selanjutnya pada
Tabel 38 menunjukkan bahwa semakin muda seseorang maka sikap suka pada
MTG semakin rendah artinya kemungkinan kekuatan sikap suka yang melekat
pada nenek siswa belum dipengaruhi oleh keadaan materialistik dan teknologi.
Sehingga penampilan MTG dipandang lebih oleh nenek siswa dari pada ibu siswa
dan siswa. Secara sederhana dan menarik bahwa penampilan MTG tidak kalah
dengan makanan modern. Alasan suka MTG karena penampilan, memang sebagai
sebuah implikasi rasa kepemilikan pada MTG yang merupakan pandangan secara
umum dari luar MTG tersebut. Sementara terkstur merupakan kerenyahan atau
kekenyalan MTG pada saat digigit atau dikunyah yang dapat menunjukkan
perbedaan dengan makanan lainnya. Tentu saja penilaian yang diberikan oleh para
nenek siswa adalah tertinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa. Alasan
selanjutnya adalah aroma khas MTG yang tentunya berhubungan dengan bahan-
bahan makanan yang digunakan apakah jenisnya, kesegarannya, takarannya,
termasuk proses pemasakannya yang semuanya merupakan sebuah kesatuan
filosofi yang dimiliki. Nilai rata-rata aroma khas menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara siswa dengan ibu siswa, siswa dengan nenek siswa.
Sementara antara ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang
nyata pada nilai aroma khas.
Alasan sikap suka MTG yang mempunyai pengaruh terbesar dari alasan
lainnya yakni karena cita rasa. Cita rasa yang dimiliki MTG benar-benar sulit
terduplikasi dengan makanan lainnya. Cita rasa ini lahir dari akumulasi proses
persiapan dan pemasakan makanan. Alasan selanjutnya adalah menyehatkan yang
merupakan alasan terendah pada ketiga golongan contoh ini. Menurut Zakaria dan
Andarwulan (2001) bahwa banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional
76
yang ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional
maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap
kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang
mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan
biokimia yang esensial bagi tubuh.
Pernyataan yang diberikan baik oleh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa
tentang MTG dapat menyehatkan adalah berbeda. Terlihat semakin muda
semakin rendah alasan suka karena menyehatkan. Ini penting untuk dilakukan
pengkajian secara detail berdasarkan pandangan masyarakat khususnya yang lebih
tua sehingga akan menambah bahan referensi dalam pelestarian dan
pengembangan MTG melalui mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis
MTG. Pembelajaran ini dapat merupakan salah satu solusi terbaik untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta implikasinya masyarakat secara
berkesinambungan. Lihat Tabel 38.
Tabel 38 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok
ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa Ibu Nenek Signifikan
Suka 42.07±21.12a 55.74±33.94
b 58.85±39.93
b 0.000
Penampilan 41.04±20.86a 54.57±32.30
b 58.06±39.81
b 0.000
Tekstur 40.19±20.63a 54.72±33.03
b 57.64±39.02
b 0.000
Aroma khas 41.85±21.11a 55.40±33.87
b 58.59±40.10
b 0.000
Cita rasa 42.71±21.45a 56.13±34.86
b 59.08±40.10
b 0.000
Menyehatkan 40.15±21.20 a 53.72±33.85
b 56.89±39.18
b 0.000
Mudah diperoleh 41,73±21.02a 54.36±33.14
b 57.31±38.20
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Sikap suka MTG dengan alasan karena mudah diperoleh mempunyai
perbedaan yang nyata antara siswa dengan ibu siswa dan antara siswa dengan
nenek siswa. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena intensitas ibu dan nenek
ke tempat penjualan MTG lebih tinggi dibandingkan dengan siswa. Juga ini
merupakan ingatan dalam mengakses atau memperoleh MTG. Sementara antara
ibu siswa dan nenek siswa tidak terjadi perbedaan yang nyata tentang alasan
tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena keduanya adalah pelaku utama dalam
pengadaan atau pembelian bahan MTG. Ini terlihat pada semua kabupaten/kota
yang menunjukkan bahwa ketersediaan MTG itu ada, baik jenis makanan pokok,
lauk pauk, sayuran dan snack/kue. Makanan tradisional Gorontalo ini dijual di
pasar, restoran, warung/rumah makan, kaki lima, toko ole-ole dan di mall. Namun
sangat disayangkan bahwa keragaman MTG yang dijual ini masih kurang
dibandingkan dengan makanan lain atau produk instan lainnya. Malah ada mall
yang terbesar di Gorontalo tidak menyediakan MTG, tetapi menyediakan produk
makanan dari luar daerah lainnya serta produk impor. Sementara untuk hotel-hotel
tertentu menyediakan MTG hanya berdasarkan pemesanan dari konsumen dan itu
pun pihak hotel bukan membuat sendiri tapi dipesan dari para produsen di luar
hotel. Dengan demikian berdasarkan wawancara dan observasi ada juga hotel
yang mempunyai restoran menyediakan MTG 2-3 kali dalam seminggu.
77
Keadaan sikap konsumsi MTG terlihat bahwa nenek siswa cenderung
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa
(Tabel 36, 37 dan 38), sehingga terlihat bahwa semakin muda semakin rendah
sikap suka terhadap MTG. Alasan suka ini ditunjukan pula oleh keadaan alasan
yang sama yaitu bahwa semakin muda semakin rendah pula rata-rata nilai alasan
suka tersebut yang meliputi karena penampilan, tekstur, aroma yang khas, cita
rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Artinya, bahwa keadaan ini telah
membuktikan adanya perubahan sikap tentang MTG pada masyarakat Gorontalo.
4. Praktik Konsumsi MTG
Setelah seseorang bersikap dengan berbagai alasannya maka ada
kecenderungan untuk melakukan tindakan atau praktik. Praktik ini akan terlaksana
ketika tersedia objek dalam hal ini fasilitas atau sarana untuk dilakukannya
tindakan. Selanjutnya praktik perilaku konsumsi MTG yang dimaksudkan adalah
praktik siswa, ibu siswa dan nenek siswa dalam frekuensi mengonsumsi MTG
setiap hari, minggu, bulan, dan tahun. Ada 80 jenis menu MTG yang akan
dijelaskan berdasarkan frekuensi konsumsi perhari, minggu, bulan dan tahun.
4.1 Siswa
Frekuensi konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok pada umumnya
berbeda nyata (p<0,05), dengan total rata-rata dalam setahun untuk contoh siswa
mulok 1849,38±901,43 kali dan 1596,46±888,194 kali pada tidak mulok. Untuk
frekuensi setiap hari, minggu, bulan dan tahun seperti berikut ini. Lihat Tabel 39.
Frekuensi konsumsi MTG setiap hari dalam setahun pada siswa mulok dan
tidak mulok tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Namun menandakan adanya
kecenderungan peningkatan frekuensi konsumsi MTG siswa mulok. Untuk
frekuensi konsumsi perminggu adalah berbeda nyata (p<0,05) dan perbedaan ini
kemungkinan berhubungan dengan aktivitas siswa dari rumah ke sekolah, yaitu
karena ketersediaan MTG yang baik di sekolah dan juga adanya pemahaman pada
siswa mulok tentang MTG yang mendukung praktik mereka dalam konsumsi
MTG tersebut.
Tabel 39 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis
MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan
dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Hari 1195.2±820.7a 993.29±927.76
a 0.060
Minggu 581.52±334.68a 356.47±238.43
b 0.000
Bulan 68.24±67.59a 44.13±43.136
b 0.000
Tahun 4.43±5.08a 2.57±2.94
b 0.000
Total dalam setahun 1849.38±901.43a 1596.46±888.194
b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Rata-rata konsumsi MTG setiap bulan terdapat perbedaan yang nyata
dengan rata-rata 68,24±67,59 (berkisar 5-6) kali pada siswa mulok dan
44,13±43,13 (berkisar 3-4) kali pada tidak mulok. Konsumsi setiap bulan itu
biasanya berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perayaan hari besar agama, acara
78
adat istiadat, juga kesadaran mengonsumsi MTG itu sendiri. Temuan Eliawati et
al. (2001) yang hanya meneliti frekuensi konsumsi pangan tradisional dalam
sebulan pada remaja di kota Bogor adalah 5,4 kali/bulan makanan lengkap; 7,3
kali/bulan makanan kudapan dan 9,5 kali/bulan minuman yang dapat dirata-
ratakan 7,4 kali/bulan atau 7-8 kali/bulan.
Demikian pula halnya yang terjadi pertahun yaitu berbeda nyata
frekuensinya antara siswa yang mengonsumsinya. Ini juga dapat menandakan
keadaan kemampuan dalam mengadopsi MTG itu sendiri bagi yang
mengonsumsinya karena telah mengalami proses pembelajaran tentang MTG
tersebut. Proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pengetahuan MTG dan
dengan pengetahuan tersebut telah meningkatkan pula sikap tentang MTG yang
akhirnya mereka mempraktikkannya lebih sering dibandingkan tidak mulok.
Keadaan ini menandakan bahwa siswa mulok mempunyai perilaku praktik
konsumsi MTG yang lebih baik dibandingkan dengan tidak mulok.
4.2 Ibu Siswa
Frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok dan tidak mulok berbeda secara
nyata (p<0,05). Adapun rata-ratanya adalah 1716,13±1442,38 kali pada ibu siswa
mulok dan 1390,76±1037,77 pada tidak mulok. Namun terlihat ada perbedaan
frekuensi konsumsi MTG yang terjadi pada waktu perminggu. Kemungkinan ini
terjadi oleh karena ibu siswa mulok dan tidak mulok memiliki perbedaan lama
pendidikan berbeda nyata (p<0,05) yang berdampak pada perbedaan praktik.
Lihat Tabel 40.
Tabel 40 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu,
bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Hari 980.49±1418.88a 809.24±1020.27 a 0.227
Minggu 670.90±429.12 a 523.08±365.16b 0.001
Bulan 62.67±67.43 a 56.53±55.33 a 0.386
Tahun 2.07±4.07 a 1.91±3.51 a 0.707
Total dalam setahun 1716.13±1442.38 a 1390.76±1037.77b 0.025 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
4.3 Nenek Siswa
Nenek siswa memiliki pengetahuan nama MTG yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri, namun dalam praktiknya
belum tentu mereka yang akan melakukannya lebih banyak pula. Kemungkinan
selain karena usia para nenek siswa yang sudah lanjut. Menurut De Boer et al.
(2013) bahwa pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun) penuaan memiliki beberapa
konsekuensi diantaranya perubahan fisiologis yang berhubungan dengan asupan
makanan seperti anorexia.
79
Tabel 41 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG nenek siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari,
minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak
mulok Sig (2-tailed)
Hari 913.69±1132.09 a 972.53±1344.83
a 0.680
Minggu 531.56±401.79 a 522.05±442.24
a 0.840
Bulan 75.29±82.16 a 70.34±73.39
a 0.579
Tahun 2.80±4.44 a 2.48±4.28
a 0.518
Total dalam setahun 1523.35±1269.14 a 1567.41±1327.69
a 0.767
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Secara keseluruhan ditemukan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata
frekuensi konsumsi MTG (p>0,05) contoh nenek siswa mulok dan tidak mulok.
Ini terlihat bahwa dalam setahun frekuensi konsumsinya ada 1523,35±1269,14
kali pada contoh nenek siswa mulok dan 1567,41±1327,69 kali tidak mulok.
Demikian pula untuk frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu, bulan dan tahun
tidak ditemukan perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 41.
4.4 Praktik MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Praktik konsumsi MTG perhari pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek
siswa adalah berbeda-beda. Dari 80 jenis menu MTG, ada 32,50% MTG yang
dikonsumsi oleh contoh siswa perhari sementara pada ibu dan nenek masing-
masing adalah 26,25% dan 30%. Konsumsi contoh ibu siswa perminggu
sebanyak 60% jenis menu MTG, sementara pada siswa dan nenek masing-masing
47,5% dan 50%. Lebih lanjut, untuk jenis menu yang terbanyak dikonsumsi
perminggu yaitu sebanyak 60% MTG. Yang menarik Konsumsi MTG perbulan,
terbanyak adalah pada contoh nenek siswa yaitu ada 56,25% MTG. Lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 42.
Tabel 42 Jumlah MTG yang dikonsumsi contoh siswa, ibu siswa dan nenek
siswa perhari, minggu, bulan dan tahun berdasarkan jenis MTG
Jenis
MTG
Hari Minggu Bulan Tahun
Siswa Ibu Nenek Siswa Ibu Nenek Siswa Ibu Nenek Siswa Ibu Nenek
Makanan
pokok 5 3 6 8 7 7 7 6 8 7 2 3
Lauk
pauk 3 3 7 5 9 8 8 8 9 8 5 2
Sayuran 4 6 3 2 6 6 3 3 4 3 0 0
Snack/kue 14 9 8 23 26 19 20 19 24 19 11 14
Total 26 21 24 38 48 40 38 36 45 37 18 19
% total 32.50 26.25 30.00 47.50 60.00 50.00 47.50 45.00 56.25 46.25 22.50 23.75
4.4.1 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG
Total dalam setahun, frekuensi konsumsi MTG siswa mulok, ibu siswa dan
nenek siswa tidak terdapat perbedaan secara nyata (p>0,05). Terlihat pada Tabel
43 bahwa frekuensi siswa mulok adalah lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
80
siswa dan nenek siswa. Selanjutnya terdapat perbedaan frekuensi pada contoh
siswa mulok dengan ibu dan neneknya dalam waktu perhari tetapi tidak nyata
(p>0,05). Bagi siswa, MTG selain disediakan di rumah tersedia pula di
lingkungan dia beraktifitas seperti di kantin dan warung. Ini kemungkinan
membuat frekuensi yang dipraktikan oleh siswa pada setiap jenis menu MTG
menjadi lebih banyak dibandingkan dengan ibu dan nenek. Terlihat bahwa
frekuensi yang tertinggi perminggu terdapat pada ibu siswa dengan rata-rata
670,90±429,12 kali, tetapi perbedaannya tidak nyata.
Di Gorontalo ada kegiatan adat yang selalu mengundang para orang tua, dan
pada acara tersebut biasanya disuguhkan dengan makanan tradisional seperti pada
acara 7 bulanan, aqikah, khitanan, pembeatan, pernikahan, termasuk juga acara
perayaan hari besar Islam. Kemungkinan ini yang menyebabkan adanya
perbedaan frekuensi konsumsi MTG pada waktu bulan antara contoh siswa, ibu
siswa dan nenek siswa. Di sini nenek siswa lebih tinggi frekuensinya dan nyata
dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri.
Tabel 43 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek
siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan frekuensi perhari,
minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Siswa Ibu siswa Nenek siswa Signifikan
Hari 1195.2±820.7a 980.49±1418.88ab 913.69±1132.09 b 0.083
Minggu 581.52±334.68ab 670.90±429.12a 531.56±401.79b 0.060
Bulan 68.24±67.59a 62.67±67.43 a 75.29±82.16a 0.315
Tahun 4.43±5.08a 2.07±4.07b 2.80±4.44b 0.000
Total dalam setahun 1849.38±901.43a 1716.13±1442.38ab 1523.35±1269.14b 0.064
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
4.4.2 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Tidak Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG
Total rata-rata frekuensi konsumsi MTG contoh siswa tidak mulok, ibu dan
neneknya sesungguhnya tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun ini
terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan frekuensi konsumsi MTG pada
siswa mulok.
Tabel 44 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek siswa
tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan frekuensi perhari,
minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Siswa Ibu siswa Nenek siswa Signifikan
Hari 993.29±927.76a 809.24±1020.27 a 972.53±1344.83 a 0.441
Minggu 356.47±238.43a 523.08±365.16b 522.05±442.24 b 0.000
Bulan 44.13±43.136a 56.53±55.33 a 70.34±73.39 b 0.001
Tahun 2.57±2.94a 1.91±3.51a 2.48±4.28 a 0.228
Total dalam setahun 1596.46±888.19a 1390.76±1037.77 ab 1567.41±1327.69a 0.100
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Adapun total dalam setahun rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa tidak
mulok yaitu 1596,46±888,19 kali, ibu dan neneknya masing-masing
81
1390,76±1037,77
kali dan 1567,41±1327.69 kali. Frekuensi konsumsi MTG
perhari, dan pertahun tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Tetapi pada
waktu perbulan dan perminggu terdapat perbedaan yang nyata antara siswa tidak
mulok dengan ibu siswa dan neneknya. Kemungkinan hal ini disebabkan sama
seperti sebelumnya yaitu bahwa adanya kegiatan perbulan para nenek dan ibu-bu
yang berakibat mereka meng mengonsumsi konsumsi MTG lebih sering untuk
setiap bulannya. Lihat Tabel 44.
4.4.3 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok
Keseluruhan frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa
adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun pada frekuensi MTG
perbulan terlihat ada perbedaan antara siswa, ibu siswa dan nenek siswa dengan
rata-rata frekuensi tertinggi yaitu pada nenek siswa. Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa hal ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan adat istiadat
yang dilaksanakan yang mengundang para sesepuh (orang lanjut usia) yang
diyakini dapat memberikan keberkahan untuk upacara adat tersebut. Lihat Tabel
45.
Tabel 45 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek siswa
mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi
perhari, minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Siswa Ibu siswa Nenek siswa Signifikan
Hari 1044.74±887.22a 895.15±12.37a 943.02±1240.978a 0.251
Minggu 469.36±311.34a 620.25±434.55b 526.82±421.74a 0.000
Bulan 56.22±57.918a 59.61±61.68a 72.83±77.82b 0.005
Tahun 3.50±4.25a 1.99±3.80b 2.64±4.36b 0.000
Total dalam setahun 1573.83±53.56a 1576.99±1259.07a 1545.30±1296.70a 0.935
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Berdasarkan temuan pada praktik konsumsi MTG maka terbukti bahwa
siswa SMP mulok mempunyai perilaku konsumsi makanan tradisional yang lebih
tinggi dari pada tidak mulok. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Khomsan et al.
(2009) bahwa prasyarat terjadinya perubahan perilaku gizi adalah pengetahuan
tentang gizi atau makanan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, bahwa tidak
terdapat perbedaan yang nyata konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa.
Namun terlihat bahwa MTG yang dikonsumsi ibu siswa dan nenek siswa
cenderung lebih banyak dibandingkan dengan siswa (lihat Tabel 42).
4.5 Kategori Frekuensi Konsumsi MTG Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Mulok dan Tidak Mulok Berdasarkan Frekuensi Perhari
Tabel 46 menunjukkan bahwa kategori frekuensi konsumsi MTG yang
tertinggi terlihat pada kategori sering pada siswa mulok dan kategori jarang pada
tidak mulok. Akan tetapi sekalipun frekuensinya tinggi namun variasi MTG yang
dikonsumsi terlihat masih rendah dari jumlah MTG yang ada.
82
Tabel 46 Sebaran kategori frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek
siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan
frekuensi perhari
Kategori
frekuensi
Siswa Ibu siswa Nenek siswa
Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok
n % n % n % n % n % n %
Tidak pernah (<1)
4 2.61 10 6.58 11 7.19 14 9.21 16 10.46 10 6.58
Jarang
(1-4) 59 38.56 68 44.74 72 47.06 85 55.92 76 49.67 85 55.92
Sering
(4-7) 66 43.14 58 38.16 41 26.8 33 21.71 34 22.22 31 20.39
Selalu ( ≥7)
24 15.69 16 10.53 29 18.95 20 13.16 27 17.65 26 17.11
Merujuk pada Tabel 42 yang menunjukkan bahwa dari 80 MTG, ternyata
yang dikonsumsi perhari hanya tinggal 26 MTG atau 32,50%. Ini juga dapat
menjadi peringatan atau tanda bahwa sesungguhnya MTG yang dikonsumsi oleh
masyarakat Gorontalo telah menurun dan beralih ke makanan lain. Selain itu
bahwa jenis MTG yang paling banyak dikonsumsi pun adalah snack/kue baik
untuk frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun.
Berbeda dengan siswa yang beraktivitas di luar rumah termasuk di sekolah
yang mempunyai kantin atau warung dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek
siswa yang sebagian besar sebagai ibu rumah tangga, maka kategori frekuensi
konsumsi MTG tertinggi adalah jarang. Terdapat 13,16-18,95% ibu siswa dan
nenek siswa dengan kategori selalu, sementara untuk kategori sering 20,39-
26,8%. Lihat Tabel 46.
4.6 Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa yang Mengonsumsi MTG
Praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa
berbeda antara waktu, baik yang terjadi perhari, minggu, bulan dan tahun. Dari 80
MTG akan dijelaskan lebih lanjut jumlah yang mengonsumsinya pada masing-
masing makanan tersebut. Tampilan pilihan makanan yang akan dijelaskan adalah
tiga terbanyak dan merupakan bagian dari pilihan makanan lainnya.
4.6.1 Siswa
Pada contoh siswa, MTG yang banyak dipilih dikonsumsi setiap hari yaitu
nasi kuning sebagai jenis makanan pokok, lauk pauk yaitu bilenthango, sayuran
berupa kando tilumiti, dan snack/kue yaitu sanggala. Semua jenis makanan yang
dikonsumsi ini selalu tersedia di kantin sekolah atau warung sehingga membuat
siswa mudah memperolehnya. Lihat Tabel 33 dan Lampiran 33, 34.
83
Tabel 47 Sebaran contoh siswa yang mengonsumsi makanan tradisional
Gorontalo
Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok
Nasi Kuning 42.86 Binthe Biluhuta 43.64 Binthe Biluhuta 35.48 Balobinthe 30.77
Binthe Biluhuta 33.33 Balobinthe 16.36 Balobinthe 29.03 Bajoe 15.38
Balobinthe 14.29 Nasi Kuning 16.36 Ilabulo 9.68 Dila Lo Binthe 15.38
Lauk pauk
Bilenthango 85.71 Dabu-dabu Lo sagela
40.00 Tabu moitomo 33.33 Tabu moitomo 22.22
Dabu-dabu Lo
sagela 9.52 Bilenthango 32.00
Dabu-dabu Lo
sagela 16.67
Dabu-dabu Lo
sagela 11.11
Ilahe 4.76 Pilitode 20.00 Gamie Lo hele 8.33 Gamie Lo hele 11.11
Sayuran
Kando Tilumiti 70.97 Kando Tilumiti 54.17 Pilitode Lo Poki-Poki
50,00 Gohu Lo Putungo
40,00
Pilitode Lo Poki-Poki
16.13 Pilitode Lo Poki-Poki
45.83 Gohu Lo Putungo 33.33 Pilitode Lo Poki-Poki
40,00
Ihu tilinanga 6.45 Gohu Lo Putungo
0.00 Tilumithi Dungo Popaya
16.67 Tilumithi Dungo Popaya
20,00
Snack/Kue
Sanggala 31.95 Sabongi 16.67 Tutulu 16.98 Kukisi karawo/kerawang
11.90
Sabongi 19.53 Onde-onde 12.75 Kue karawo/kerawang
13.21 Onde-onde 11.90
Lalamba 10.65 Sanggala 9.80 Aliyadala 11.32 Tutulu 11.90
Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 42.
Binthe biluhuta menjadi makanan pokok yang paling banyak dipilih oleh
contoh siswa pada praktik perminggu, sementara untuk jenis lauk pauk adalah
dabu-dabu lo sagela, dan jenis sayuran masih paling banyak pada kando tilumiti.
Konsumsi MTG untuk perbulan dan pertahun yang paling banyak dipilih
adalah beragam. Namun untuk lauk pauk terlihat bahwa menu tabu moitomo
menjadi pilihan terbanyak baik pada konsumsi perminggu dan perbulan. Ini
banyak terpilih karena menu tersebut sangat sering disediakan pada acara pesta
seperti pada peminangan, pernikahan, peringatan hari lahir seseorang atau acara
pesta pembeatan seorang wanita yang aqil balik, haul meninggalnya seseorang.
Konsumsi sayur MTG pertahun yang terbanyak berkisar antara 11- 40% dan
jenis sayuran yang paling banyak terpilih adalah gohu lo putungo dan pilitode lo
poki-poki. Untuk snack/kue MTG yang terbanyak yaitu kukisi karawo/kerawang.
Terlihat bahwa pilihan contoh pada MTG tidak terdistribusi secara merata pada 80
MTG yang hanya terfokus pada beberapa makanan tertentu sehingga pilihan jenis
makanannya yang terpilih adalah lebih banyak.
Tabel 47 memperlihatkan bahwa, khusus untuk lauk pauk pada frekuensi
perhari dan perminggu yang paling banyak dikonsumsi adalah lauk pauk dari
bahan ikan segar. Berbeda dengan hasil penelitian Waysima et al. (2010) bahwa
sekalipun anak-anak yang tinggal di pesisir pantai terdapat ketersediaan ikan laut,
namun ikan ini malah menjadi pilihan kedua setelah daging ayam. Selanjutnya
ditemukan pula diantara jenis produk ikan lauk maka ikan kaleng menjadi pilihan
pertama.
84
4.6.2 Ibu Siswa
Makanan pokok MTG yang menjadi pilihan terbanyak contoh ibu siswa
perhari adalah nasi kuning sebesar 62,50%, sementara untuk perminggu dan
perbulan adalah binthe biluhuta yang masing-masing 46,55% dan 40,00%.
Terlihat pula untuk pertahunnya adalah menu balobinthe sebesar 75,00%.
Memang makanan pokok ini adalah makanan yang selalu tersedia di rumah atau
di tempat penjualan. Selanjutnya akan dijelaskan seperti terlihat pada Tabel 48.
Tabel 48 Sebaran contoh ibu siswa yang mengonsumsi makanan tradisional
Gorontalo
Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok
Nasi Kuning 62.50 Binthe Biluhuta 46.55 Binthe Biluhuta 40.00 Balobinthe 75.00
Binthe Biluhuta 25.00 Balobinthe 32.76 Balobinthe 35.00 Binthe Luopa 25.00
Balobinthe 12.50 Kasubi Ilahe 8.62 Kasubi Ilahe 17.50 - -
Lauk pauk
Bilenthango 90.00 Bilenthango 25.58 Dabu-dabu Lo sagela
25.00 Gamie Lo hele 20.00
Dabu-dabu Lo
sagela 7.50
Dabu-dabu Lo
sagela 23.26 Gamie Lo hele 18.75
Gamie Lo
Bolowa 20.00
Perkedede Lo
Binthe 2.50 Pilitode 20.93 Gamie Lo Bolowa 12.50
Garo Lo
Payangga 20.00
Sayuran
Kando Tilumiti 71.43 Pilitode Lo Poki-Poki
33.33 Gohu Lo Putungo 70.00 - -
Pilitode Lo Poki-
Poki 9.52 Kando Tilumiti 30.95
Pilitode Lo Poki-
Poki 20.00 - -
Gohu Lo Putungo 4.76 Gohu Lo
Putungo 19.05
Tilumithi Dungo
Popaya 10.00 - -
Snack/Kue
Sabongi 36.59 Onde-onde 19.27 Onde-onde 14.00 Aliyadala 22.22
Sanggala 25.61 Popolulu 17.43 Tutulu 14.00 Onde-onde 16.67
Pusu lo kasubi 10.98 Lalamba 8.26 Keyabo 10.00 Sabongi 16.67
Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 43.
Jenis lauk pauk MTG yang dikonsumsi oleh contoh ibu siswa paling banyak
untuk perharinya dan perminggu adalah bilenthango. Ada 90% ibu siswa yang
mengonsumsi bilenthango setiap hari dan setiap minggunya ada 25,58%.
Sementara pilihan terbanyak untuk perbulan adalah dabu-dabu lo sagela sebesar
25%, dan untuk pertahunnya adalah gamie lo hele sebanyak 20%.
Lagi-lagi kando tilumiti menjadi jenis sayuran pilihan terbanyak contoh ibu
siswa untuk frekuensi setiap hari yaitu 71,43%. Sedangkan konsumsi perminggu
terdapat sayur pilitode lo poki-poki sebanyak 33,33% dan perbulan adalah gohu lo
putungo sebesar 70%. Sementara tidak terdapat pilihan contoh ibu siswa pada
jenis menu sayuran pertahun. Kemungkinan ini karena semua jenis sayuran MTG
biasa dikonsumsi setiap hari dan tidak ada yang khusus dikonsumsi pada hari-hari
tertentu.
Sebanyak 36,59% setiap hari ibu siswa mulok memilih sabongi sebagai
jenis snack/kue. Selanjutnya untuk perminggu dan perbulannya, onde-onde
menjadi pilihan terbanyak, sedangkan untuk pertahun adalah aliyadala. Jenis
85
snack/kue ini dengan bahan utama ubi kayu atau singkong, sehingga ini juga
dapat merupakan upaya dalam ketahanan pangan yaitu dengan mengonsumsi
makanan tradisional yang berbahan lokal.
4.6.3 Nenek Siswa
Banyak contoh nenek siswa memilih makanan pokok MTG yang terbuat
dari bahan dasar jagung. Frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu dan bulan
terbanyak pada binthe biluhuta dan balobinthe. Ini menandakan bahwa mereka
masih mempertahankan makanan pokok yang berasal dari bahan bukan beras dan
masih menjadi pilihan yang dianggapnya terbaik.
Kesenangan contoh nenek siswa pada jenis lauk pauk yaitu bilenthango,
yang terjadi frekuensi perhari dan bulan. MTG ini terbuat dari ikan air tawar
maupun ikan laut yang menjadi pilihan terbanyak. Hal ini terjadi pula pada umur
masyarakat lainnya yang banyak mengonsumsi MTG tersebut setiap harinya.
Konsumsi contoh nenek siswa perbulan terbanyak pada pilitode. MTG ini
merupakan paduan antara ikan dan santan kelapa disertai dengan bumbu-bumbu
yang khas, sehingga memberikan cita rasa yang spesifik. Kemungkinan hal ini
yang menyebabkan banyak pilihan contoh pada pilitode. Sementara jumlah
pilihan MTG terbanyak pertahun adalah palau yaitu ayam kampung yang
digoreng utuh satu ekor (sudah dikeluarkan karkasnya), dibumbui dan biasanya
dibuat pada setiap ada upacara adat 7 bulanan kehamilan ibu dalam keluarga. Para
nenek atau orang yang dianggap lebih tua biasanya diundang untuk pesta tersebut
karena dianggap akan memberikan keberkahan pada keluarga yang sedang hajatan
tersebut. Kehadiran orang yang dituakan ini adalah sebuah kebahagiaan untuk
keluarga yang menyelenggakan pesta sehingga dihargai dengan diberikan palau.
Ini terjadi pula pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang
diselenggarakan di masjid, dihadiri oleh berbagai kalangan dan dilaksanakan pada
waktu setelah sholat Isya sampai jam 10 pagi. Tetapi pada waktu sebelum sholat
subuh, pembacaan doa dihentikan guna melaksanakan sholat subuh. Setelah itu
dilanjutkan lagi pembacaan doa tersebut. Palau ini diberikan pada orang-orang
yang membaca doa yang biasanya paling banyak terdiri dari nenek-nenek dan
kakek-kakek, dan ada juga yang dihadiahkan untuk para tokoh masyarakat atau
pemimpin daerah.
Tabel 49 menjelaskan pula praktik konsumsi MTG contoh nenek siswa pada
jenis sayuran. Untuk pilihan terbanyak pada setiap hari dan minggu adalah kando
tilumiti. Sayur ini menjadi pilihan terbanyak karena kebiasaan makan jenis sayur
tersebut telah diajarkan atau dibiasakan sejak kecil pada masyarakat Gorontalo
dan mudah diperoleh serta harganya murah. Selanjutnya untuk perbulan adalah
menu ihu tilinanga yaitu sayur terong yang digoreng kemudian dibumbui dengan
bumbu yang sudah dicampur dengan santan yang kental. Ini seiring dengan rata-
rata kebiasaan makanan pokok perbulan terbanyak pada balobinthe, karena
sayuran tersebut biasanya dianggap paling enak jika dimakan dengan makanan
pokok yang berbahan jagung.
86
Tabel 49 Sebaran contoh nenek siswa yang mengonsumsi makanan tradisional
Gorontalo
Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok
Binthe Biluhuta 33.33 Balobinthe 33.33 Balobinthe 40.74 Bajoe 33.33
Nasi Kuning 22.22 Binthe Biluhuta 31.25 Binthe Biluhuta 35.19 Balobinthe 33.33
Bajoe 11.11 Kasubi Ilahe 20.83 Kasubi Ilahe 11.11 Binthe
Biluhuta 33.33
Lauk pauk
Bilenthango 49.09 Bilenthango 35.14 Pilitode 46.15 Palau 60.00
Dabu-dabu Lo
sagela 21.82
Dabu-dabu Lo
sagela 32.43 Gamie Lo Bolowa 30.77
Gamie Lo
Bolowa 40.00
Pilitode 10.91 Pilitode 18.92 Bilenthango 23.08 - -
Sayuran
Kando Tilumiti 90.48 Kando Tilumiti 38.89 Ihu tilinanga 41.67 - -
Ilahu 4.76 Pilitode Lo Poki-Poki
33.33 Gohu Lo Putungo 33.33 - -
Pilitode Lo Poki-
Poki 4.76 Gohu Lo Putungo 19.44
Pilitode Lo Poki-
Poki 16.67 - -
Snack/kue
Sanggala 49.18 Sabongi 24.14 Onde-onde 14.94 Tiliaya 17.86
Sabongi 24.59 Sanggala 22.99 Tutulu 11.49 Aliyadala 10.71
Aliyadala 4.92 Onde-onde 9.20 Aliyadala 10.34 Sabongi 10.71
Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 44.
Untuk snack/kue MTG, contoh nenek siswa untuk frekuensi perhari paling
banyak memilih sanggala. Kue ini mudah dibuat dan diperoleh, biasanya menjadi
sandingan ketika seseorang minum kopi atau teh di pagi dan petang hari.
Sementara untuk snack/kue perminggu dan perbulan banyak dipilih adalah yang
terbuat dari singkong yaitu sabongi dan onde-onde. Di sini terlihat bahwa para
contoh nenek siswa mempunyai kebiasaan yang masih dipertahankan yaitu
mengonsumsi menu dari bahan umbi-umbian.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi MTG
Sebelum dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG,
terlebih dahulu ditunjukan perbedaan antara faktor-faktor tersebut pada contoh
siswa mulok dan tidak mulok (lihat Tabel 50). Faktor-faktor ini ada tujuh yaitu
keluarga, sekolah, peer group, keragaan MTG, citra MTG, iklan dan pasar.
Unit terkecil tempat interaksi contoh siswa dalam mengonsumsi MTG yang
meliputi kefamilieran, kebiasaan, ketersediaan dan aturan makan dalam keluarga
yang merupakan faktor keluarga. Faktor keluarga contoh siswa mulok
dibandingkan dengan tidak mulok perbedaannya tidak nyata. Rata-rata nilai faktor
keluarga contoh siswa mulok yaitu 23,39±2,162 dan 23,34±2,132 tidak mulok. Ini
membuktikan adanya kesamaan bahwa sesungguhnya dalam keluarga contoh
siswa telah dilakukan upaya-upaya dalam memperkenalkan MTG kepada
anaknya, dan upaya-upaya dalam membiasakan serta menganjurkan penggunaan
uang jajan untuk MTG.
Tempat interaksi siswa tentang konsumsi MTG yang meliputi pengenalan
MTG, upaya pembiasaan mengonsumsi MTG, kegiatan praktik memasak MTG,
87
ketersediaan di kantin dan aturan yang diberlakukan di sekolah merupakan faktor
sekolah. Terdapat perbedaan yang nyata antara contoh siswa mulok dan tidak
mulok yang masing-masing nilai rata-ratanya adalah 13,83±0,377 dan
8,01±0,880. Perbedaan ini jelas dimungkinkan karena adanya pembelajaran
tentang MTG baik secara teori maupun praktik pada contoh siswa mulok sehingga
hal ini yang memberikan dasar perbedaan nilai rata-rata yang ada. Sementara pada
siswa tidak mulok tentunya tidak dapat memberikan jawaban atau pernyataan
akibatnya nilai rata-ratanya lebih rendah. Hasil penelitian Ritchie et al. (2010)
tentang dampak pendidikan gizi di California menyatakan bahwa pendidikan gizi
di sekolah yang terkoordinasi secara signifikan dapat mempengaruhi perilaku
konsumsi makanan ke arah yang lebih baik pada pilihan makanan sehat.
Pertanyaan tentang peer group menyangkut tentang keberadaan teman
sebaya dalam lingkungannya, komunikasi dalam kelompok tersebut, kesukaan
teman sebaya dalam mengonsumsi MTG, penggunaan MTG jika melakukan
pertemuan atau kumpul-kumpul dengan teman sebaya, dan praktik memasak
MTG jika melakukan pertemuan. Rata-rata nilai peer group adalah hampir sama
dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara peer group contoh siswa mulok
dan tidak mulok dalam perilaku konsumsi MTG. Adapun rata-rata nilai faktor
peer group pada contoh siswa mulok adalah 14,88±1,84 dan 14,74±1,74 tidak
mulok. Ini dapat menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam peer group ini terjadi
proses-proses perilaku konsumsi MTG karena dilihat dari nilai rata-rata yang ada
dengan skala Gudman yang berjumlah 9 pertanyaan maka yang menjawab setuju
berkisar lebih dari 80%. Interaksi dalam peer group ini dapat merupakan media
pelestarian dan pengembangan MTG.
Keragaan MTG menggambarkan tentang karakter makanan tersebut yang
terdiri dari rasa, warna, aroma, tekstur, bahan-bahan yang digunakan, kepraktisan
dalam membuat dan membawa, mempunyai nilai sejarah serta berhubungan
dengan nilai-nilai adat istiadat dan agama. Ternyata faktor ini berbeda nyata
antara yang terjadi pada contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan rata-rata
nilainya masing-masing adalah 45,88±2,50 dan 44,53±2,81. Perbedaan ini sebagai
luaran dari proses pembelajaran MTG yang membuat contoh siswa mulok
memiliki pengetahuan keragaan MTG yang lebih tinggi karena materi
pembelajarannya menyangkut teori dan praktik yang dapat dikatakan sebagai
inovasi dalam pelestarian makanan tradisional. Proses inovasi ini dapat diterima
oleh konsumen sepanjang melestarikan karakter makanan tradisional (Kuhne et al
2010).
Citra MTG merupakan persepsi masyarakat (contoh siswa) tentang prestise
konsumsi MTG, pengalaman mengonsumsi, kelangkaan dalam ketersediaan dan
kalangan yang mengonsumsinya. Terdapat perbedaan yang nyata citra MTG
contoh siswa mulok dan tidak mulok yang masing-masing adalah 30,25±2,45 dan
27,40±3,23. Untuk contoh siswa mulok jika total nilai rata-ratanya dibagi dengan
jumlah pernyataan (ada 7) maka masuk dalam kategori setuju, sementara contoh
tidak mulok masuk dalam kategori cukup setuju. Sangat dimungkinkan keadaan
ini karena contoh siswa mulok selain mempunyai persepsi tentang MTG secara
umum di masyarakat juga ditunjang oleh pembelajaran formal yang diterimanya
di kelas yaitu tentang MTG secara teori dan praktik.
88
Tabel 50 Rata-rata nilai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumsi MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
Faktor-faktor Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Keluarga 23.39±2.16a 23.34±2.13
a 0.860
Sekolah 13.83±0.38a 8.01±0.88
b 0.000
Peer group 14.88±1.84a 14.74±1.74
a 0.519
Keragaan MTG 45.88±2.50a 44.53±2.81
b 0.000
Citra MTG 30.25±2.45a 27.40±3.23
b 0.000
Iklan 19.99±4.61a 20.36±4.79
a 0.502
Pasar 8.39±1.43a 8.62±1.18
a 0.133
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Faktor selanjutnya adalah iklan yang merupakan frekuensi informasi
makanan yang diakses melalui media televisi, internet, radio dan media cetak.
Ternyata akses yang dilakukan contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak
terdapat perbedaan yang nyata. Rata-rata 19,99±4,61 contoh siswa mulok dan
20,36±4,79 pada tidak mulok. Jika dirata-ratakan dalam kategori yang ada maka
masuk dalam kategori antara kurang sering dan cukup sering dalam mengakses
informasi melalui media yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian yang
dilakukan oleh Andreyeva et al. (2011) menunjukan bahwa dengan paparan iklan
televisi dapat meningkatkan penggunaan gula pemanis dan soft drink
berkarbonasi pada anak, akibatnya iklan dikatakan dapat meningkatkan konsumsi
keseluruhan kategori makanan yang tidak sehat.
Hasil penelitian Turrell et al. (2007) menunjukan bahwa perilaku pembelian
makanan dapat dibedakan berdasarkan ketersediaan makanan, kemudahan
mengaksesnya, dan keterjangkauannya. Hal ini secara tidak langsung berkaitan
dengan pasar yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi MTG, karena pasar
merupakan salah satu sarana tempat penyediaan MTG, tempat mengakses dalam
proses perdagangan sehingga mudah diperoleh. Ini tidak menunjukkan perbedaan
baik jawaban yang diberikan oleh contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan
rata-rata masing-masingnya adalah 8,39±1,43 dan 8,62±1,18. Ketersediaan tempat
memproduksi dan penjualan MTG masih terbatas baik toko, warung, restoran dan
pasar mingguan. Terdapat pula daerah yang belum tersedia toko ole-ole khusus
MTG. Ini sesuai dengan hasil pemantauan tempat penjualan di kabupaten/kota di
Provinsi Gorontalo pada 15 pasar, 12 restoran, 13 warung, 6 tempat penjual kaki
lima, 2 toko ole-ole dan 3 mall seperti pada Lampiran 35.
Ketiga faktor (sekolah, keragaan MTG dan citra MTG) yang berbeda antara
siswa mulok dan tidak mulok dapat disebabkan karena adanya proses
pembelajaran mulok itu sendiri. Pembelajaran di sekolah menjadi stimulus
terhadap pengetahuan MTG yang difahami dari sisi keragaan dan citra MTG itu
sendiri. Sementara pada siswa tidak mulok karena tidak ada pembelajaran tersebut
maka pemahaman mereka tentang keragaan dan citra MTG lebih rendah dan
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan siswa mulok.
Dalam melihat keberpengaruhan faktor-faktor yang ada terhadap perilaku
konsumsi MTG ternyata terdapat kolinieritas pada variabel bebas antara faktor
sekolah dan dummy (membedakan sekolah mulok dan tidak mulok). Selanjutnya
digunakan faktor dummy dalam membedakan antara mulok dan tidak mulok
melalui uji regresi linier berganda. Pengaruh faktor-faktor ini akan dijelaskan
89
berdasarkan perilaku konsumsi MTG yang meliputi pengetahuan, sikap dan
praktik.
1. Pengetahuan MTG
Model dari faktor-faktor yang berpengaruh pada pengetahuan MTG seperti
pada Lampiran 48 ternyata hanya 9,2% keragaman dari pengetahuan yang dapat
dijelaskan sementara sisanya 90,8% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
Adapun faktor yang berpengaruh nyata pada pengetahuan adalah faktor dummy
(p<0,05). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya-upaya peningkatan
perilaku konsumsi MTG di sekolah maka semakin tinggi pula pengetahuan MTG
siswa.
Selain itu ternyata faktor pendidikan ibu juga berpengaruh secara nyata pada
pengetahuan siswa. Hasil penelitian Rachmadewi dan Khomsan (2009)
menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan gizi
lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Ini dapat
menunjukkan bahwa selain pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG yang
dapat meningkatkan pengetahuan MTG siswa juga didukung oleh pendidikan ibu
yang menunjang pembelajaran informal kepada anaknya tentang MTG.
Selanjutnya, kedepan nanti jika pengetahuan MTG siswa saat ini baik,
kemungkinan pada saat dia dewasa nanti dapat merefleksikannya kepada keluarga
dan masyarakat.
Dari Lampiran 48 tersebut dapat dituliskan model prediksi peningkatan
pengetahuan MTG sebagai berikut adalah:
Pengetahuan MTG = 30,079 + 7,792D + 0,049Kel +0,386PG + (-0,621K)
+ 0,787 C + 0,043 I + 0,783 Psr + (-3,836E-7 PdptnK)+
2,101 Pddkn I Keterangan:
D : dummy variabel
Kel : keluarga
PG : peer group
K : keragaan MTG
C : citra MTG
I : iklan
Psr : pasar
Pdptn K : pendapatan keluarga
Pddkn I : pendidikan ibu
2. Sikap Konsumsi MTG
Pada Lampiran 48 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap siswa tentang MTG secara nyata hanyalah dummy. Ini berarti bahwa dalam
model ini hanya proses pembelajaran mulok yang berpengaruh terhadap sikap
tentang MTG pada siswa. Terbentuknya sikap ini dimungkinkan oleh
pembelajaran teori maupun praktik MTG di sekolah.
Keragaman dari sikap ini hanya 3,5% yang dapat dijelaskan melalui model.
Sekalipun signifikan namun model ini sangat kecil kemampuannya untuk
menjelaskan peningkatan sikap terhadap MTG siswa. Adapun modelnya adalah:
Sikap MTG = 177,730 + 40,039 D + (-3,512 7Kel) + 5,117 PG + 1,029 K +
0,960 C + (-0,862 I) + 4,156 Psr + 2,343E-6 Pdpatn K +
0,045Pddkn I
90
Keterangan:
D : dummy variabel
Kel : keluarga
PG : peer group
K : keragaan MTG
C : citra MTG
I : iklan
Psr : pasar
Pdptn K : pendapatan keluarga
Pddkn I : pendidikan ibu
3. Praktik Konsumsi MTG
Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik konsumsi MTG adalah faktor
dummy, pengetahuan dan sikap. Sementara faktor pendapatan keluarga dan
pendidikan ibu adalah tidak nyata. Ini berarti bahwa praktik konsumsi MTG
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh siswa karena adanya
proses pembelajaran mulok tersebut. Ini pula membuktikan bahwa sekolah
mempunyai posisi yang kuat dalam mempengaruhi praktik konsumsi MTG.
Model ini dapat menjelaskan 17,8% keragaman praktik itu sendiri. Adapun model
persamaan regresinya adalah:
Praktik MTG = 1394,156 + 473,283 D + 17,134 Kel + 22,909 PG + (-34,107
K) + 20,244 C + (-7,360 I) + (-13,981 Psr) + 3,692E-5 Pdptn K
+ 6,294 Pddkn I + (-4,580 P) + 2,115 S Keterangan:
D : dummy variabel
Kel : keluarga
PG : peer group
K : keragaan MTG
C : citra MTG
I : iklan
Psr : pasar
Pdptn K : pendapatan keluarga
Pddkn I : pendidikan ibu
P : pengetahuan
S : sikap
Penjelasan sebelumnya telah menyatakan bahwa proses pembelajaran mulok
ilmu gizi berbasis MTG mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi
MTG pada siswa secara nyata. Faktor pembelajaran ini merupakan stimulus yang
meningkatkan pengetahuan MTG siswa kemudian dengan pengetahuan MTG
yang dimiliki, dapat mempengaruhi sikap MTGnya. Sementara dalam model ini
pengetahuan berpengaruh negatif terhadap praktik konsumsi MTG siswa. Hal ini
sebagai bukti bahwa peningkatan pengetahuan MTG yang dimiliki siswa belum
tentu dapat meningkatkan secara linier konsumsi MTG siswa karena MTG yang
diketahuinya tidak semuanya yang dapat dipraktikkan.
Selanjutnya bahwa faktor yang berpengaruh langsung secara nyata pada
praktik tersebut adalah dummy (pembelajaran mulok), pengetahuan dan sikap
MTG. Pembuktian ini seiring dengan pernyataan oleh Notoatmodjo (2010)
bahwa proses stimulus dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap seseorang.
Kemudian pengetahuan yang dimiliki ini dapat mempengaruhi sikap. Selanjutnya
dengan sikap tersebut maka dapat mempengaruhi terjadinya reaksi terbuka yaitu
berupa praktik atau tindakan.
91
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumsi MTG maka faktor keluarga, sekolah, peer
group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar
mempengaruhi perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG adalah
tidak terbukti semuanya. Yang terbukti adalah variabel dummy yang
menggambarkan perbedaan antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata.
Maka ini membuktikan bahwa faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah
mempengaruhi peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi
MTG. Ini menjelskan bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang kuat dalam
mempengaruhi perilaku konsumsi MTG. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Rovner et al. (2011) bahwa sekolah berada dalam posisi yang kuat untuk mempe-
ngaruhi pola makan siswa.
Simpulan
Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pengetahuan
MTG antara contoh siswa yang memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi
berbasis MTG dengan yang tidak mulok. Sementara pada contoh ibu siswa dan
nenek siswa baik mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata
(p<0,05) pengetahuan MTG. Selanjutnya melalui analisis komparatif yaitu anova,
terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan MTG antara contoh siswa dengan ibu
siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Antara contoh ibu siswa dengan
nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05).
Kriteria sikap terhadap MTG meliputi suka dengan alasan penampilan,
tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Secara
keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) sikap contoh siswa
memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok.
Sementara sikap contoh ibu siswa dan nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Melalui analisis komparatif yaitu anova,
terdapat perbedaan yang nyata sikap tentang MTG antara contoh siswa dengan ibu
siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa.
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) praktik konsumsi MTG contoh
siswa yang mendapatkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan tidak mulok.
Pada contoh ibu siswa mulok dan tidak mulok terdapat perbedaan yang nyata
frekuensi konsumsi MTG dalam perminggu dan total dalam setahun. Sementara
nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dengan
analisis komparatif yaitu anova, praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu
siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun
frekuensi konsumsi MTG siswa cenderung lebih tinggi.
Dari temuan tentang pengetahuan, sikap dan praktik maka disimpulkan
pertama, bahwa contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi
berbasis MTG mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tidak mulok. Kedua, bahwa telah terjadi perubahan perilaku
konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi yang ditandai oleh semakin
rendah pengetahuan MTG dan sikap tentang MTG. Hal ini telah membuktikan
bahwa semakin muda usia contoh semakin rendah perilaku konsumsi MTG.
92
Dari 7 faktor yang diasumsikan berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG,
terdapat 3 faktor yang mempunyai perbedaan yang nyata (p<0,05) antara contoh
siswa mulok dan tidak mulok yaitu faktor sekolah, keragaan MTG dan citra MTG.
Variabel dummy menggambarkan perbedaan pengaruh pada peningkatan perilaku
konsumsi MTG antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata (p>0,05). Maka
faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah mempengaruhi peningkatan
perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG.
Saran
Perubahan perilaku yang ditandai oleh perbedaan pengetahuan dan sikap
terhadap MTG dapat berdampak pada beralihnya masyarakat dari makanan
tradisional ke makanan modern. Oleh karena itu, kebijakan mulok ilmu gizi
berbasis MTG menjadi salah satu upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang ilmu gizi/kesehatan berbasis MTG dan ini mendukung
pelayanan ketahanan pangan.
Pembelajaran mulok mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktek
konsumsi MTG. Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua tingkat
pendidikan formal, non formal dan informal sehingga ke depan dapat menjadi
salah satu upaya memutus rantai permasalahan gizi/kesehatan yang disebabkan
oleh makanan dan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya. Hal ini
seiring dan menunjang prioritas program pembangunan Gorontalo yaitu
pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Perlu penelitan lanjutan yang lebih detail tentang fungsi-fungsi dari
masing-masing makanan tradisional dengan pendekatan bidang kesehatan,
ekonomi, sosial, budaya dan bahkan politik sehingga memperkaya referensi
tentang makanan tradisional.
Daftar Pustaka
Achir YA, Wirosuhardjo K. 1995. Pengembangan Sikap Menyukai Makanan
Tradicional Melalui Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL,
Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan
Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan
Pangan Republik Indonesia. hlm: 259-264.
Andreyeva A, Kelly IR, Harris JL. 2011. Exposure to food advertising on
television: Associations with children's fast food and soft drink
consumption and obesity Original Research Article Economics & Human
Biology, 9:221-233
Aningati T. 2004. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan
Pendapatan terhadap Peningkatan Gizi Balita. Jurnal Ekonomi Manajemen.
Vol. 3, No. 2: 54-61
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2010. Gorontalo dalam Angka.
Gorontalo: BPS.
Cobb NJ. 2001. Adolescence continuity, Chang and Diversity. Los Angeles.
California State University. Mayfield Publishing Company.
93
Contento IR. 2007. Nutrition Education Linking Research, Theori dan Practice.
Canada. Jones ada Bartlett Publishers.
De Boer A, Ter Horst GJ, Lorist MM. 2013. Physiological and psychosocial age-
related changes associated with reduced food intake in older persons.
Review Article Ageing Research Reviews, Vol. 12: 316-328.
Dwiriani CM, Rimbawan, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh Pemberian Zat
Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi,
Pemenuhan Zat gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan.
Vol.6 No.3 171-177.
Eliawati T, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional pada
Siswa Remaja di Kota Bogor. Di dalam Nuraida L, Hariyadi RD. Editor.
Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen.
Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 329-343.
Galindo MM, Schneider NY, Stähler F, Töle J, Meyerhof W. Taste Preferences
Progress in Molecular Biology and Translational Science, Volume
108, 2012, Pages 383-426.
Glanz K. 2009. Measuring food Environments: A Historical Perspective Review.
American Journal of Preventive Medicine, 36;S93-S98
Guerrero L et al. 2010. Perception of traditional food products in six European
regions using free word association. Food Quality and Preferences, 21: 235-
233
Jordana J. 2000. Traditional foods: Challenges Facing the European Food
Industry. Food Research International, 33, 147–152.
Khomsan A. 2000. Tehnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Khomsan A, Anwar F, Mudjajanto SE. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 32-40
Koentjaraningrat. 1995. Antropologi dan Sejaran Pangan. Di dalam: Winarno FG.
Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19.
____________ 2007. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. ke-8. Jakarta. PT Rineka
Cipta.
Kühne B, Vanhonacker F, Gellynck X, Verbeke W. 2010. Innovation in
tradisional food products in Europe: Do sector innovation activities match
consumers’ acceptance? Original Research Article Food Quality and
Preference, 21: 629-638.
Mubah AS. 2011. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam
Menghadapi Arus Globalisasi. Jurnal Unair Vol. 24. No. 4: 302-308.
Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi
dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Di dalam:
Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya
Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta.
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222.
Napu A, Tambipi S, Mohammad S. 2008. Menu Khas Daerah Gorontalo.
Gorontalo. Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.
Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.
94
Nor NM, Sharif MM, Zahari MSM, Isha N, Muhammad R. 2012. The
Transmission Modes of MalayTraditional Food Knowledge within
Generations Original Research Article Procedia - Social and Behavioral
Sciences, Vol.50:79-88
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Pieniak Z, Verbeke W, Vanhonacker F, Guerrero dan Hersieth Margrethe. 2009.
Association between traditional food consumtion and motives for food
choice six European Contries. Journal Homepage Appetite: 53: 101-106.
Rachmadewi A, Khomsan A. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Asi
Eksklusif serta Stauts Gizi Bayi Usia 4-12 Bulan di Pedesaan dan Perkotaan.
Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 84-91
Ritchie LD, Whaley SE, Spector P, Gomez J, Crawford PB. 2010. Favorable
Impact of Nutrition Education on California WIC Families Original
Research Article Journal of Nutrition Education and Behavior. 42:S2-S10.
Roberts MS, Pobocik SR, Deek R, Besgrove A, Prostine AB. 2009. A Qualitative
Study of Junior High School Principals' and School food Service Directors'
Experiences with the Texas School Nutrition policy. Journal of Nutrition
Education and behavior, 41; 293-299
Roose SG, Hogenkamp PS, Mars M, Finlayson G, Graaf C. 2012. Taste of a 24-
h diet and its effect on subsequent food preferences and satiety. Original
Research Article Appetite, Volume 59: 1-8
Rovner AJ, Nansel TR, Wang J, Iannotti RJ. 2011. Food Sold in school Vending
Machines Is Associated With Overall Student Dietary Intake Original.
Research Article Journal of Adolescent Health, 48:13-19.
Sajogyo. 1995. Promosi, Pemasaran dan Pendidikan. Di dalam: Winarno FG.
Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19.
Scheaffer RL, Mendenhall W, Ott L. 1990. Elementary Survei Sampling Fouth
Edition. United States of America. PWS-KENT Publishing Company.
Setyo I, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional di
Kalangan Remaja Siswa SMU Favorit dan Non-Favorit di Semarang. Di
dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi
Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan
Tradisional IPB. hlm: 313-328.
Shariff MZ. at al. 2008 Nutrition Education Intervention Improves Nutrition
Knowledge, Attitude and Practices of Primary School Children: A Pilot
Study. International Electronic Journal of Health Education, 2008; 11:119-
132
Soekirman, Thaga AR, Hardinsyah, Hadi H, Jus’at I, Achadi El, Atmarita. 2010.
Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta. Kompas Gramedia.
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar
Universitas IPB Bekerja Sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-
IPB.
95
Syarief H. 2008. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Suatu Telaah
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Di dalam: Kusumantanto T,
Sumarwan U, Poerwanto R, Manalu W, Haluan J, Rahayu IHS, Kusmana C,
Setiawan BI, Koesmaryono Y. Penyunting. Dewan Guru Besar Institut
Pertanian Bogor. Persfektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan
Nasional. Jakarta. Penebar Swadaya. hlm: 339-342.
Sztompka P. 1993. The Sociology of Social Change. Jakarta. Prenada Media
Group.
Tanziha I. 2010. Analisis Perencanaan Ketersediaan Pangan Berdasarkan Daya
Dukung Pangan Wilayah untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Pangan di
Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmiah Agropolitan 3; 320-335
Thoha M. 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. Ke-1,
Cet. Ke-3. Jakarta. CV Rajawali.
Turrell G, Bentley R, Lindal R. Tomas, Jolley D, Subramanian SV, Kavanagh
AM. 2009. A Multilevel Study of Area Socio-Economic Status and Food
Purchasing Behavior. Public Health Nutrition: 12: 2074-2083
Van Der Laan LN, De Ridder DTD, Viergever MA, Smeets PAM. 2011. The first
taste is always with the eyes: A meta-analysis on the neural correlates of
processing visual cuesOriginal Research Article NeuroImage, Volume 55:
296-303.
Waysima, Sumarwan U, Khomsan A, Zakaria FR. 2010. Sikap Afektif Ibu
Terhadap Ikan Laut Nyata Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi
Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 5 No. 3: 1994-201
Winarno FG. 1993. Makanan tradisional, Keamanan, Gizi dan Khasiat. Jakarta
1993. Seminar Pangan Tradisional dalam Rangka Penganekaragaman
Pangan.
Worobey J, 2006. Research Methods and Analitis Strategies. Di dalam Worobey
J, Tepper BJ, Kanarek R. Nutrition and Behavior A Multidisciplenary
Approach. Cabi Publishing.
Zakaria FR, Andarwulan N. 2001. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk
Pangan Fungsional dan Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi.
Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan
Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53.