PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK...

4
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 303 PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA SEMI-INTENSIF F.F. M UNIER, D. BULO, S YAFRUDDIN dan FEMMI N.F. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso No. 62 Biromaru, Sulawesi Tengah. 94364 ABSTRACT The Productivity of Fat Tail Sheep Which were Extensively Kept by Farmers in Palu Valley The general rearing of fat tail sheep on Palu Valley area is still done by extensive (traditional) system and consequently the productivity is low. The assessment was done in Kawatuna, South Palu sub district, Palu City, Central Sulawesi Province on August – December 2002 using 32 head of fat tail ewes with 10 – 18 months years old. The treatment was divided into 4 groups, including: Po = farmers pattern (control), P 1 = additional 500 g/head/day of peanut ( Arachis hypogaea) by-product, P 2 = 500 g/head/day of Gliricidia macculata, P 3 = 500 g/head/day of Desmanthus virgatus. P 1 , P 2 and P 3 were added rice bran as much as 2% based on body weight. The supplement feeds were given to fat tail sheep every morning. The fat tail sheep consumed native grass in pasture from 11.00 – 17.00 every day. The fat tail sheep were weighted regularly every 2 weeks. The data analysis used quadratic regression by STATS VERSION 2.6. The result of statistical analysis showed that body weight gain with feeds treated were significantly higher (P<0,01) than control. The average of daily body weight gain were 51,58 g for P 2 followed by P 3 49,50 g and P 1 35,92 g, while the farmers pattern (P 0 ) was the worst, with daily gain of 11,50 g. Key word: Body weight gains, fat tail sheep, feeds treated, semi-intensive PENDAHULUAN Domba Ekor Gemuk (DEG) merupakan jenis domba lokal di Indonesia yang diharapkan dapat berperan sebagai penyedia daging lokal untuk sumber protein hewani. Kelebihan dari DEG ini adalah relatif mudah dipelihara dan sederhana, modal yang digunakan relatif rendah serta mampu mengkonversi hijauan pakan dan biji-bijian serta dapat beradaptasi baik di daerah beriklim kering. Beberapa kelebihan ini memberikan harapan bagi peternak untuk mengembangkan peternakan domba seperti di Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Lembah Palu Sulawesi Tengah. Perkembangan populasi DEG di Sulawesi Tengah hingga akhir tahun 1999 mencapai 6.703 ekor, pada tahun 2000 turun menjadi 6.210 ekor dan tahun 2001 juga mengalami penurunan menjadi 6.091 ekor (BPS SULTENG, 2001) atau rataan penurunan selama 3 tahun sebesar 4,64%. Penurunan populasi DEG yang terjadi umumnya diakibatkan oleh parasit cacing yang belum menjadi perhatian serius bagi peternak (DISNAK PROP . SULTENG, 1998), khusus parasit cacing serangan tertinggi pada saat musim hujan (BERIAJAYA et al., 1982). Penyebab lainnya adalah kualitas pakannya pada pemeliharaan tradisional DEG hanya mengkonsumsi rumput alam dengan nilai nutrisi yang rendah sehingga mengakibatkan kekurangan gizi (malnutrition). Kondisi ini pula yang mengakibatkan rataan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) DEG di Lembah Palu sangat rendah bahkan pada saat musim kemarau mengalami penurunan bobot hidup. Usaha untuk meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot hidup pada ternak dapat dilakukan dengan pemberian pakan berkualitas seperti konsentrat (MARTAWIDJAYA, 1986), pemberian leguminosa (MATHIUS et al ., 1984) atau pemberian sisa-sisa hasil pertanian. Pengkajian ini bertujuan untuk mengamati pertambahan bobot hidup harian DEG yang dipelihara secara semi-intensif dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa, sisa-sisa hasil pertanian dan hasil ikutan pertanian. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu dalam kawasan Lembah Palu, melibatkan 16 peternak (kooperator). Pengkajian berlangsung bulan Agustus sampai Desember 2002. Sebanyak 32 ekor DEG betina dengan kisaran umur 10 – 18 bulan yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu 1 kelompok pola peternak (kontrol) dan 3 kelompok diberikan perlakuan pemberian pakan tambahan, masing-masing kelompok mendapatkan 8 ekor DEG. P 0 = tanpa perlakuan (Pola Peternak), P 1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P 2 = 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia macculata) dan P 3 = 500 g/ekor/hari desmanthus (Desmanthus virgatus ). P 1 , P 2 dan P 3 diberikan tambahan dedak padi masing-masing 2% dari bobot

Transcript of PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK...

Page 1: PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-61.pdf · 304 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 hidup DEG.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 303

PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA SEMI-INTENSIF

F.F. MUNIER, D. BULO, SYAFRUDDIN dan FEMMI N.F.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso No. 62 Biromaru, Sulawesi Tengah. 94364

ABSTRACT

The Productivity of Fat Tail Sheep Which were Extensively Kept by Farmers in Palu Valley

The general rearing of fat tail sheep on Palu Valley area is still done by extensive (traditional) system and consequently the productivity is low. The assessment was done in Kawatuna, South Palu sub district, Palu City, Central Sulawesi Province on August – December 2002 using 32 head of fat tail ewes with 10 – 18 months years old. The treatment was divided into 4 groups, including: Po = farmers pattern (control), P1 = additional 500 g/head/day of peanut (Arachis hypogaea) by-product, P2 = 500 g/head/day of Gliricidia macculata, P3 = 500 g/head/day of Desmanthus virgatus. P1, P2 and P3 were added rice bran as much as 2% based on body weight. The supplement feeds were given to fat tail sheep every morning. The fat tail sheep consumed native grass in pasture from 11.00 – 17.00 every day. The fat tail sheep were weighted regularly every 2 weeks. The data analysis used quadratic regression by STATS VERSION 2.6. The result of statistical analysis showed that body weight gain with feeds treated were significantly higher (P<0,01) than control. The average of daily body weight gain were 51,58 g for P2 followed by P3 49,50 g and P1 35,92 g, while the farmers pattern (P0) was the worst, with daily gain of 11,50 g.

Key word: Body weight gains, fat tail sheep, feeds treated, semi-intensive

PENDAHULUAN

Domba Ekor Gemuk (DEG) merupakan jenis domba lokal di Indonesia yang diharapkan dapat berperan sebagai penyedia daging lokal untuk sumber protein hewani. Kelebihan dari DEG ini adalah relatif mudah dipelihara dan sederhana, modal yang digunakan relatif rendah serta mampu mengkonversi hijauan pakan dan biji-bijian serta dapat beradaptasi baik di daerah beriklim kering. Beberapa kelebihan ini memberikan harapan bagi peternak untuk mengembangkan peternakan domba seperti di Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Lembah Palu Sulawesi Tengah.

Perkembangan populasi DEG di Sulawesi Tengah hingga akhir tahun 1999 mencapai 6.703 ekor, pada tahun 2000 turun menjadi 6.210 ekor dan tahun 2001 juga mengalami penurunan menjadi 6.091 ekor (BPS SULTENG, 2001) atau rataan penurunan selama 3 tahun sebesar 4,64%. Penurunan populasi DEG yang terjadi umumnya diakibatkan oleh parasit cacing yang belum menjadi perhatian serius bagi peternak (DISNAK PROP. SULTENG, 1998), khusus parasit cacing serangan tertinggi pada saat musim hujan (BERIAJAYA et al., 1982). Penyebab lainnya adalah kualitas pakannya pada pemeliharaan tradisional DEG hanya mengkonsumsi rumput alam dengan nilai nutrisi yang rendah sehingga mengakibatkan kekurangan gizi (malnutrition). Kondisi ini pula yang mengakibatkan rataan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) DEG

di Lembah Palu sangat rendah bahkan pada saat musim kemarau mengalami penurunan bobot hidup.

Usaha untuk meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot hidup pada ternak dapat dilakukan dengan pemberian pakan berkualitas seperti konsentrat (MARTAWIDJAYA, 1986), pemberian leguminosa (MATHIUS et al., 1984) atau pemberian sisa-sisa hasil pertanian. Pengkajian ini bertujuan untuk mengamati pertambahan bobot hidup harian DEG yang dipelihara secara semi-intensif dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa, sisa-sisa hasil pertanian dan hasil ikutan pertanian.

MATERI DAN METODE

Pengkajian ini dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu dalam kawasan Lembah Palu, melibatkan 16 peternak (kooperator). Pengkajian berlangsung bulan Agustus sampai Desember 2002. Sebanyak 32 ekor DEG betina dengan kisaran umur 10 – 18 bulan yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu 1 kelompok pola peternak (kontrol) dan 3 kelompok diberikan perlakuan pemberian pakan tambahan, masing-masing kelompok mendapatkan 8 ekor DEG. P0 = tanpa perlakuan (Pola Peternak), P1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P2 = 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia macculata) dan P3 = 500 g/ekor/hari desmanthus (Desmanthus virgatus). P1, P2 dan P3 diberikan tambahan dedak padi masing-masing 2% dari bobot

Page 2: PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-61.pdf · 304 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 hidup DEG.

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________304 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

hidup DEG. Pakan tambahan ini diberikan pada pagi hari sebelum digembalakan. DEG mengkonsumsi rumput alam saat digembalakan mulai jam 11.00 – 17.00 setiap hari.

Penimbangan bobot hidup DEG dilakukan setiap 2 minggu sekali pada pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan. Penimbangan ini berlangsung selama 4 bulan atau 8 kali penimbangan pada semua DEG.

Pertambahan bobot hidup harian DEG dihitung dengan menggunakan rumus:

PBHH =B - A L

dimana: PBBH : pertambahan bobot hidup harian B : bobot hidup akhir A : bobot hidup awal L : lama pemeliharaan

Data dianalisis menggunakan Regresi Kuadratik dari program STATS VERSI 2.6 (SANTOSO et al., 1991) dengan rumus:

Yij = b0+ b1X1 + b2X12 + Eij

dimana: X1 : waktu pengamatan b0 : intersip (titik potong awal bobot hidup) b1 : koefisien regresi untuk X1 b2 : koefosien regresi untuk X1

2 Eij : error/galat

Yij: hasil pengamatan bobot hidup perlakuan ke i dan ulangan ke j

I : 1, 2, 3 ……………………… (t) J : 1, 2, 3 ……………………… (r)

Apabila hasil perlakuan pemberian pakan tambahan berpengaruh nyata maka akan diuji dengan menggunakan uji Regresi Kuadratik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggembalaan dan pemberian pakan tambahan

Sistem pemeliharaan DEG di kawasan kelurahan Kawatuna umumnya digembalakan di padang penggembalaan. Hijauan pakan yang dikonsumsi oleh DEG di padang penggembalaan adalah rumput alam dengan ketersediaannya sangat terbatas dan jarang ditemukan jenis leguminosa. Menurut hasil penelitian HAMSUN and AMAR (2001) bahwa rumput alam yang mendominasi di kelurahan Kawatuna adalah Cynodon sp dan Digitaria fuscescens dengan kapasitas tampung padang penggembalaan 0,5 ekor/ha/tahun untuk domba dengan bobot hidup 35 kg.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa porsi pakan tambahan yang diberikan pada setiap individu DEG tersebut dapat dihabiskan setiap hari. Hal ini menunjukkan bahwa DEG ini sangat membutuhkan pakan tambahan. Berbeda hasil penelitian HIDAYATI et al. (2001) bahwa pemberian pakan dalam bentuk bahan kering yang berlebih pada domba sebanyak 4% dari bobot hidup hanya mampu mengkonsumsi rata-rata 3,75%. Suplementasi gamal pada rumput gajah dapat meningkatkan PBHH. Begitu pula pemberian brangkasan kacang tanah cukup untuk keperluan produksi karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (LEBDOSUKOYO, 1982). Pemberian pakan tambahan pada DEG memberikan respon yang positif ditandai dengan PBBH yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian (kontrol).

Pertambahan bobot hidup

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan dapat meningkatkan PBBH, namun ada pula terjadi penurunan bobot hidup pada semua perlakuan yang disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan rumput alam di padang penggembalaan. Kondisi ini terjadi saat puncak kekeringan (kemarau) pada minggu pertama dan kedua bulan Nopember 2002 atau minggu ke-10 setelah perlakuan (Tabel 1).

Pada awal dari kegiatan pengkajian ini rataan bobot hidup awal DEG dalam kisaran 16,00 – 20,38 kg, rataan masing-masing P0 20,38 kg, P1 18,00, P2 18,75 dan P3 16,00. Setelah akhir pengkajian masing-masing

Tabel 1. Rataan bobot hidup awal dan pertambahan bobot hidup selama periode pemberian pakan tambahan periode September-Desember 2001

Bobot hidup (kg) Penimbangan (minggu setelah perlakuan)

September Oktober November Desember

Perlakuan Bobot awal (kg)

2 4 6 8 10 12 14 16 P0 P1 P2 P3

20,38 18,00 18,75 16,00

19,88 18,19 19,69 17,63

18,88 18,06 20,63 17,94

19,38 18,75 22,88 18,19

19,81 20,13 23,38 18,63

18,31 19,31 22,19 18,25

19,31 20,81 22,31 19,50

19,25 21,44 23,94 21,75

19,00 22,31 24,94 21,94

Page 3: PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-61.pdf · 304 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 hidup DEG.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 305

menjadi P0 19,00 kg, P1 22,31 kg, P2 24,94 kg dan P3 21,94 kg. P0 (kontrol) mengalami penurunan bobot hidup pada akhir pengkajian, sebagaimana terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Persamaan regresi grafik di atas untuk P0 adalah Y = 19,9 – 0,133 X1 + 0.0054 X1

2, P1 Y = 17.8 + 0.113 X1 + 0.0106 X1

2, P2 Y = 19.2 + 0.472 X1 - 0.0096X12 dan P3

Y = 18.1 - 0.200 X1 + 0.0286 X12.

Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa pemberian pakan tambahan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap PBHH DEG (Tabel 2).

Hasil uji regresi kuadratik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan (P1, P2, dan P3) berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi PBHHnya dibandingkan pola petani (P0). P2 berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi PBHHnya dibandingkan dengan P1, P2 berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi PBBHnya dibandingkan dengan P3, sedangkan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata. Adanya perbedaan PBHH diantara

perlakuan disebabkan oleh perbedaan kualitas pakan yang diberikan pada DEG.

Pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa pola petani (P0) mengalami penurunan bobot hidup sebesar 1,38 kg (akhir pengkajian) karena pada pola petani ini DEG digembalakan di padang penggembalaan yang hanya mengkonsumsi rumput alam. Jenis rumput alam yang dikonsumsi DEG didominasi oleh nama lokalnya Lambara (Cynodon sp) yang rendah kandungan protein kasar yakni hanya 11,16% (BAKRIE, 1996). Menurut TILLMAN et al. (1986) bahwa kebutuhan protein kasar saat tumbuh domba dengan rataan bobot hidup 21,55 kg membutuhkan protein kasar sebesar 15,80%.

P1, P2 dan P3 mengalami kenaikan bobot hidup masing-masing 39,92, 51,58 dan 49,50 g/hari, kenaikan ini terjadi karena kebutuhan protein kasar untuk pertumbuhan DEG terpenuhi. Kandungan protein kasar brangkasan kacang tanah (P1) 16,67% (BAKRIE, 1996),

.

0

5

10

15

20

25

30

2 4 6 8 10 12 14 16

Minggu setelah perlakuan

Bob

ot h

idup

(Kg)

p0 p1 p2 p3

Gambar 1. Grafik bobot hidup DEG selama pemberian pakan tambahan

Tabel 2.Rataan bobot hidup awal, bobot hidup akhir dan PBBH (selama 120 hari)

Perlakuan Bobot hidup awal (kg) Bobot hidup akhir (kg) PBHH (g/h) P0 P1 P2 P3

20,38 18,00 18,75 16,00

19,00 22,31 24,94 21,94

-11,50a 35,92b 51,58bc 49,50b

Page 4: PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-61.pdf · 304 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 hidup DEG.

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________306 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) dan sangat nyata (P<0,01)

gamal (P2) 24,70% (THAHAR dan MAHYUDDIN, 1996) dan desmanthus (P2) 22,40% (NAS, 1984). Disamping itu didukung oleh penambahan dedak padi 2% dari bobot hidup DEG dengan kandungan protein kasar 7,0 – 13,0% (THAHAR dan MAHYUDDIN, 1996). Menurut ADIATI et al. (2002) bahwa genetik mempunyai peranan penting dalam PBHH domba, yang harus ditunjang oleh pemberian pakan yang cukup.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian pakan tambahan pada DEG yang dipelihara secara semi intensif memberikan respon positif yang ditandai dengan kenaikan bobot hidup pada akhir pengkajian.

2. PBBH DEG tertinggi pada pemberian pakan tambahan gamal, kemudian diikuti desmanthus dan terendah brangkasan kacang tanah, sedangkan pola petani (tanpa pemberian pakan tambahan) mengalami penurunan bobot hidup harian.

Saran

1. Perlunya dimantapkan status padang penggembalaan dalam PERDA maupun Tata Ruang Daerah disamping perlunya pembinaan dan fasilitasnya.

2. Kajian ini dapat diterapkan pada ruminansia lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

ADIATI , U., SUBANDRIYO, D. YULIASTIANI dan B. TIESNAMURTI . 2002. Tampilan reproduksi domba jantan lepas sapih komprait Sumatra dan persilangan berbeda pada tingkat pakan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Ciawi-Bogor 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbangnak, Bogor. Hal 174 -177.

BAKRIE, B. 1996. Feeding management of ruminant livestock in Indonesia. In: Ruminant nutrition and production in the tropics and subtropics. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra. pp. 119-130.

BERIAJAYA, J. PARTOUTOMO , R. SOETEDJO dan SUKARSIH. 1982. Fluktuasi jumlah telur cacing nematoda pada domba rakyat di daerah Cariu, Bogor. Proc. Seminar Penelitian Peternakan, Cisarua, 8-11 Pebruari 1981. Puslitbangnak, Bogor. Hal. 468-477.

HIDUP PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH. 2001. Provinsi Sulawesi Tengah dalam angka.

DINAS PETERNAKAN PROVINSI SULAWESI TENGAH. 1998. Statistik peternakan Sulawesi Tengah.

HAMSUN, M. and A.L. AMAR. 2001. An overview rangeland productions at two locations of communal grazing for the low income farmers in Palu valley, Central Sulawesi. J. Agroland 8 (2). Pp. 193 – 202.

HIDAYATI , N., M. MARTAWIJAYA dan I. INOUNU. 2001. Peningkatan protein ransum untuk pembersaran domba hasil persilangan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 7- 8 Januari 1997. Puslitbangnak, Bogor. Hal. 112-131.

LEBDOSUKOYO, S. 1982. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Prosiding. Pertemuan Ruminansia Besar, Cisarua, 6-9 Desember 1982. Puslitbangnak, Bogor. Hal. 78-84.

M ARTAWIDJAYA, M. 1986. Pengaruh pencukuran dan pemberian konsentrat terhadap performan domba jantan muda. Ilmu dan Peternakan. Vol. 2.

M ATHIUS, I.W., J.E. VAN EYS, and M. RANGKUTI . 1984. Supplementation of napier grass with tree legume, effect on intake, digestibility and weight gain of lambs. Working Paper. No. 33. Balitbangnak, Puslitbangnak, Bogor.

NATIONAL ACADEMY OF SCIENCE . 1984. Tropical legumes : Resources for the future. 4 th printing. NAS, Washington D.C.

SANTOSO , R.D., HASANUDDIN dan A. JAMARO . 1991. Program Stats versi 2.6.

THAHAR, A. and P. MAHYUDDIN. 1993. Feed resources. In: Draught animal systems and management: An Indonesian Study. ACIAR, Canberra, Australia. pp. 41-54.

TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO dan S. LEBDOSOEKOJO . 1986. Ilmu makanan ternak. Cetakan ketiga. Gadjah Mada. University Press, Yogyakarta.