PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 8502 › 1 ›...

62
i KONSEP KESEHATAN MENTAL DALAM AL-QUR’ĀN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH Oleh: SAMAIN NIM. 12010180048 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2020

Transcript of PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 8502 › 1 ›...

  • i

    KONSEP KESEHATAN MENTAL

    DALAM AL-QUR’ĀN DAN IMPLIKASINYA

    TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT

    PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH

    Oleh:

    SAMAIN

    NIM. 12010180048

    Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

    untuk gelar Magister Pendidikan Islam

    PROGRAM PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    Judul: Konsep Kesehtan Mental Dalam al-Qur‟ān Dan

    ImplikasinyaTerhadap Adversity Quotient Perspektif Tafsir Al-

    Misbah.

    Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui (1) Bagaimana Konsep Kesehatan

    Mental dalam al-Qur‟ān, (2) Bagaimana pandangan al-Quran tertang

    Psychotherapy terhadap gangguan kesehatan mental.(3) Bagaimana

    implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental terhadap sikap

    Adversity Quotient siswa dalam belajar perspektif tafsir Al-Misbah. Jenis

    penelitian ini adalah kualitatif dengan metode Teoritik Hermeneutika teks.

    Hasil penelitian ini bahwa al-Qur‟ān memeiliki nilai-nilai spiritual yang

    tinggi, mampu menyelesaikan masalah-masalah psikologis manusia.

    Dimensi Islam dalam al-Qur‟ān seperti; iman, taqwa, ibadah, dan tasawuf

    memiliki metodologi yang sistematik untuk mewujudkan kesehatan mental

    dan terhindar dari gangguan jiwa. Pandangan al-Qur‟ān tentang psikoterapi

    merupakan rukyah dengan menggunakan bacaan ayat ayat al-Qur‟ān

    terdapat pada surah Al Isra‟(17): 82. Implikasi esensial terhadap adversity

    Quotient.Kesehatan mental dalam al-Qur‟ān sebagaimana firman Allah

    Q.S. al-Baqarah (2): 153; Q.S.al-Baqarah (2): 155; Q.S.Adz Dariyat: 56.

    Ayat-ayat tersebut memuat nilai-nilai dan motivasi yang kuat terhadap

    adversity Quotient, yaitu sabar dalam menghadapi kesulitan kehidupan.

    Bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hidup manusia diingatkan

    untuk memiliki sikap menerima (ridla), ikhlas serta usaha dengan

    maksimal. Demensi spiritual merupakan sikap memasrahkan permasalahan

    hidup kepada Allah SWT., dan Allah bersama orang yang sabar. Hasil

    penelitian ini diharapkan dapat merekonstruksi cara pandang manusia dan

    mentalitas yang sehat dalam menghadapi persoalan hidup sehingga

    memiliki Adversity Quotient yang tinggi serta tidak mudah putus asa,

    tangguh, pantang dan tidak mudah melakukan aksi bunuh diri.

    Kata kunci : Kesehatan Mental, Adversity Quotient, Tafsir Al Misbah.

  • vi

    ABSTRACT

    Title: The Concept of Mental Health in the Qur'an and its Implications for

    Adversity Quotient Perspectives on Al-Misbah's interpretation.

    This study aims to find out (1) How the Concept of Mental Health in the Qur'an,

    (2) How the views of the Qur'an refer to Psychotherapy for mental health

    disorders, (3) What are the implications of the Qur'anic concept of mental health

    on attitudes Adversity Quotient of students in learning the perspective of Al-

    Misbah interpretation. This type of research is qualitative with the textual

    Hermeneutics Theoretic method. The results of this study are that the Qur'an has

    high spiritual values, capable of solving human psychological problems. The

    Islamic dimension in the Qur'an such as; faith, piety, worship, and Sufism have a

    systematic methodology to realize mental health and avoid mental disorders. Al-

    Qur'an's view of psychotherapy is a recitation using the verses of the verses of the

    Qur'an contained in surah Al Isra ‟(17): 82. Essential implications for the

    adversity of Quotient. Mental health in al-Qur'an as the word of God Q.S. al-

    Baqarah (2): 153; Q.S.al-Baqarah (2): 155; Q.S.Adz Dariyat: 56. These verses

    contain strong values and motivation towards adversity quotient, which is patient

    in facing life's difficulties. That in dealing with various problems of human life, it

    is reminded to have an attitude of acceptance (ridla), sincerity and maximum

    effort. Spiritual dimension is the attitude of surrendering the problems of life to

    Allah SWT, and Allah is with a patient person. The results of this study are

    expected to be able to reconstruct a human perspective and a healthy mentality in

    dealing with life's problems so that they have a high Adversity Quotient and are

    not easily discouraged, resilient, unyielding and not easy to commit suicide.

    Keywords: Mental Health, Adversity Quotient, Tafsir Al - Misbah.

  • vii

    PRA KATA

    Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq

    dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisini. Sholawat dan

    salam semoga tercurah keada Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabatnya

    beserta keluarganya. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari

    kesulitan dan hambatan, namun berkat ridhlo dari Allah SWT, dan bimbingan-

    Nya, serta pihak lain yang terkait dalam bimbingannya, maka tesis ini dapat

    diselesaikan dengan baik.

    Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag selaku Raktor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Phil. Widiyanto, MA. selaku ketua dan Direktur Pasca

    Sarjana.

    3. Bapak Dr. Ruwandi, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana IAIN

    salatiga.

    4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag. selaku pembimbing dalam meyelesaikan

    tesis.

    5. Guru Besar Program Pascasarjana IAIN Salatiga.

    6. Ke dua orang tua, istri, anak, dan sahabat mahasiswa pasca sarjana angkatan

    2018.

    Akhirnya dengan segala kesendahan hati menyadari tentunya masih

    terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, sehingga penulis mengharap saran

    dan kritik dari pihak manapun yang bersifat membangun demi kesempurnaan

    tulisan ini.

    Salatiga, 19 Maret 2020

    Samain

  • viii

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    A. Konsonan

    Arab Nama Huruf Latin Arab Nama Huruf Latin

    Ba B/b Ṭ a Ṭ /ṭ

    Ta T/t Ẓ a Ẓ /ẓ

    Ṡ a Ṡ /ṡ „Ain „__

    Jim J/j Gain G/g

    Ḥa Ḥ /ḥ Fa F/f

    Kha Kh/kh Qof Q/q

    Dal D/d Kaf K/k

    Żal Ż/ż Lam L/l

    Ra R/r Mim M/m

    Zai Z/z Nun N/n

    Sin S/s Wau W/w

    Syin Sy/sy Ha H/h

    Ṣ ad Ṣ /ṣ Hamzah __‟

    Ḍad Ḍ /ḍ Ya Y/y

    B. Vokal Panjang

    Huruf Arab Nama Huruf dan Tanda Baca Nama

    Fathah ā a garis atas

    Kasrah ī i garis atas

    Dammah ū a garis atas

    C. Konsonan Rangkap

    Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap.

    D. Vokal Pendek

    Vokal pendek fatḥ ah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dhamah ditulis u.

    E. Kata Sambung sandang Alif + lam

    Kata sandang alif +lam ditulis al- ( dengan tanda penghubung).

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................... iii

    HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ iv

    ABSTRAK .................................................................................................... v

    PRAKATA ..................................................................................................... vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... viii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

    C. Signifikansi Penelitian ....................................................................................... 5

    D. Tinjauan Pusataka ........................................................................... 6

    E. Kerangka Teori .......................................................................... 7

    F. Metode Penelitian .................................................................... 17

    G. Sistematika Penelitian .................................................................... 18

    H. BAB II BAGAIMANA PANDANGAN AL-QURAN TERTANG

    PSYCHOTHERAPY TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN

    MENTAL .............................................................................................. 20

    A. Pemahaman tentang Kesehatan Mental dan Gangguannya .... 20

    B. Model dan Pendekatan Psikoterapi Terhadap Gangguan

    Mental............................................................................................. 22

    BAB III KONSEP AL-QUR’ĀN TERHADAP KESEHATAN MENTAL 27

    C. Konsep Kesehatan Mental Dalam al-Qur‟ān ............................ 27

    D. Konsep Kesehatan Mental Al-Qur‟ān Perspektif Tafsir Al- Misbah

    ....................................................................................... ................. 28

    E. BAB IV IMPLIKASI KONSEP AL-QUR’ĀN TENTANG

    KESEHATAN MENTAL TERHADAP SIKAP ADVERSITY

    QUETIONT PESPEKTIF TAFSIR AL- MISBAH .................... 34

  • x

    F. Kesehatan Mental dalam Ilmu Tasawuf ....................................... 35

    A. Adversity Quotient dalam perspektif Al-Qur‟ān ............................ 39

    B. Sikap-Sikap Adversity Quotient dalam perspektif Al-Qur‟ān ...... 40

    BAB V PENUTUP ....................................................................... 45

    A. Simpulan ........................................................................................ 45

    B. Saran ........................................................................................ 48

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 49

    LAMPIRAN 1 RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................. 52

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Era Revolusi industri 4.0 dan globalisasi serta transformasi sosial

    sudah memicu lahirnya tegangan mental, tekanan mental, depresi, psikosis,

    kecemasan, dan kegelisahan yang berkepanjangan. Hasil survei melalui (IDI)

    Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa pada tahun 2007 menyatakan

    bahwa 94 persen masyarakat Indonesia mengalami depresi ringan dan berat.1

    Sain modern terhadap hal yang menyangkut masalah psikologi manusia dapat

    meningkatkan statistik penderita kemurungan, kegelisahan, fobia, tekanan

    stres dan sebagainya.

    Sesorang mengalami ketidakstabilan emosi spiritual dan psikologi,

    sehingga tingkat menderita penyakit mental mengambil jalan pintas

    tindakan bunuh diri. Inilah efek langsung dari pemisahan antara manusia

    dengan agama, sebagai implikasi dari perkembangan filsafat sains Barat.2

    Merujuk teori keseimbangan antara agama dan dunia di mana tasawuf

    menawarkan teori keseimbangan antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai

    peradaban modern. Namun, tidak sedikit yang memandang pengaruh sufisme

    1 Khairunnas Rajab, Psikologi Iman sebagai Penguatan Nilai Teologis dalam Kesehatan

    Mental Islam, mmengutip dari Harian Sijori Mandiri, Kamis, 21 Juni 2007, Jurnal Sosio-Religia,

    Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 1. 2 Mehdi al-Ghalsani, Filsafat Sains Menurut al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1993, 9.

  • 2

    hanya terbatas bagi dunia Islam saja3

    Sains modern sebenarnya telah

    berupaya dengan maksimal dalam upaya menciptakan dan mewujudkan

    generasi prospektus dalam kesehatan mental.4

    Kekuatan spiritual dalam kehidupan; dengan beribadah yang ikhlas,

    ketaatan yang terus-menerus, tawaddhu‟ yang wara‟, penyerahan diri pada

    takdir, sabar atas musibah, mampu menghadirkan ketenangan, dan kesehatan

    mental paripurna.

    Berangkat dari fenomena tersebut, dibutuhkannya kemampuan untuk

    menghadapi kesulitan dan persoalan hidup sehingga tidak berlari ke arah

    yang negatif seperti bunuh diri sebagai wujud keputusasaan.

    Kemampuan dalam menghadapi kesulitan dalam Adversity Quotient,

    seiring dengan bertambahnya waktu, dikenal istilah kecerdasan-kecerdasan

    yang lain. Salah satu di antaranya adalah Adversity Quotient. Faktor penentu

    kesuksesan tidak hanya kercerdasan intelektual dan emosional saja. Dengan

    Adversity Quotient kita dapat mengubah hambatan menjadi peluang, karena

    kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi

    dan mengatasi kesulitan hidup. Adversity Quotient bekerja pada riset sehingga

    mampu merumuskan dalam mencapai kesuksesan.5

    3 Akbar S. Ahmed, Post Modernisme and Islam: Predicament and Promise, London:

    Routledge, 1992), 23. 4 Ali Syariati menafsirkan al-Qur‟an surat al-Rum 30: 60, yang menyatakan; Karena

    itu bersabarlah engkau hai Muhammad, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan janganlah

    engkau merasa berkecil hati terhadap orang-orang yang tidak meyakini hari kiamat itu. Ayat ini

    sangat pantas untuk diwahyukan pada masa ini, karena dengan sangat tepat ia mencerminkan

    masa kini. Oleh karena itu, raushan fikr berarti mampu dan punya wawasan masa depan yang

    cerah, cemerlang, dan berjaya. Lihat Ali Syariati, The Englightened Thinkers and Islamic

    Renaisance, (terj. Rahmani), (Bandung, Mizan, 1995), 131.

  • 3

    Psikologi Barat dalam kontek pengendalian diri dikenal dengan istilah

    self control atau kontrol diri. Konsep menahan diri ini seperti pengertian sabar

    yang dikemukakan oleh Agte dan Chiplonkar yang memberikan definisi

    kesabaran dengan “… patience is defined as calmness and willingness

    orability to tolerate delay ...”.5

    Perilaku sabar dapat diartikan sebagai

    ketenangan dan kesediaan kemampuan untuk mentolelir keterlambatan.

    Adversity Quotient, konsep ini dekat dengan kontrol. Kontrol sebagai

    kemampuan untuk mengendalikan emosi, perasaan sikap seseorang untuk

    merespon suatu peristiwa sulit yang dihadapi. Adversity Quotient merupakan

    suatu kecerdasan berfikir, mengotrol, dan mengelola untuk menghadapi

    kesulitan.

    Al-Qur‟ān sebagai kitab sempurna mempunyai banyak kandungan

    nilai-nilai petunjuk bagi manusia bagaimana bersikap menghadapi kesulitan

    dan pengobatan terhadap gangguan kesehatan mental. Di antara nilai luhur

    yang sangat penting untuk bekal manusia yaitu kesabaran.6

    Demikian ini menjadi penting penulis untuk mengupas tentang

    bagaimana konsep al-Qur‟ān yang besentuhan langsung kehidupan manusia.

    Maka penulis mengajukan judul “Konsep Kesehatan Mental dalam al-Qur‟ān

    dan Implikasinya Terhadap Adversity Quotient” Perspektif Tafsir Al-Misbah .

    5Agte dan Chiplonkar, S.A, Link Age onceptof Cs of Good Nutrition in Yoga and Modern

    Science. Curren Science, 2007. 147. 6 Niila Khoiru Amaliya, Adversity Quotient Dalam al-Qur‟an, Jurnal Al-Adabiya: Jurnal

    Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 12 No. 2 , 2017, 23.

  • 4

    B. Rumusan Masalah

    1. Identifikasi masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan

    dapat di identifikasikan sebagai berikut; Kesehatan mental merupakan

    aspek utama dalam kehidupan. Kitab suci al-Qur‟ān banyak kandungan

    nilai-nilai dan tuntunan kehidupan manusia, tetapi kurang dipahami

    maknanya. Maka penulis ingin mengungkapakan konsep kesehatan

    mantal dalam al-Qur‟ān dan implikasinya terhadap adversity quotient

    siswa dalam belajar perspektif tafsir al misbah.

    2. Pembatasan Masalah.

    Dalam pembahasan ini penulis membatasi upaya menemukan

    penjelasan tentang konsep kesehatan mental berdasarkan al-Qur‟ān dan

    implikasinya terhadap adversity quotient perspektif tafsir al Misbah.

    3. Perumusan Masalah.

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

    dirumuskan masalah sebagai berikut :

    a. Bagaimanakah konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental perspektif

    tafsir Al-Misbah?

    b. Bagaimanakah pandangan al-Qur‟ān tertang Psychotherapy terhadap

    gangguan kesehatan mental?

    c. Bagaimanakah implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental

    terhadap sikap adversity quetiont pespektif tafsir Al-Misbah ?

  • 5

    C. Signifikasi Penelitian

    Agar penulisan ini terarah dan mempunyai isi yang mudah dipahami

    maka tujuan yang akan dicapai adalah untuk:

    1. Tujuan Penelitian

    Agar penulisan ini terarah dan mempunyai isi yang mudah

    dipahami maka tujuan yang akan dicapai adalah untuk:

    a. Mengetahui konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental perspektif

    tafsir Al- Misbah.

    b. Mengetahui pandangan al-Qur‟ān tertang Psychotherapy terhadap

    gangguan kesehatan mental.

    c. Mengetahaui implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental

    terhadap sikap Adversity Quotient pespektif tafsir Al Misbah.

    2. Manfaat Penelitian

    Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat meliputi:

    a. Manfaat teoritis

    Secara teoritis, bahwa penelitian ini berimplikasi ditemukannya

    konsep kesehatan mental dalam al-Qur‟ān , dan diperkuat teori para

    ahli yang terkait dengan konsep kesehatan mental, dan penerapannya

    terhadap Adversity Quotient pesrspektif tafsir Al-Misbah.

    b. Manfaat praktis.

    Pada level praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat

    dan dijadikan bahan review dan reorientasi pengembangan pendidikan

    kesehatan mental yang terkandung dalam al-Qur‟anbaik secara

  • 6

    teoretis maupun praktis bagi akademisi, kaum intelektual, ustadz, guru

    bimbingan penyuluhan untuk melakukan interpretasi terhadap

    khazanah tekstual pemikiran Islam.

    D. Tinjauan Pustaka

    Qurotul Uyun, yang berjudul: “Kesehatan Jiwa Menurut Paradigma

    Islam” kajian kerdasarkan al-Qur‟an dan Hadiśt”, penelitian ini memaparkan

    bahwa manusia yang sehat jiwanya menurut paradigma Islam adalah manusia

    yang paling taqwa dan berserah diri kepada Allah.

    Malikah, karyanya berjudul: “Pendidikan Kesehatan Mental Melalui

    Bacaan al-Qur‟ān ,” dalam pengembangan bakat ranah kognitif peserta didik

    dalam menirukan bacaan al-Qur‟ān, penelitian ini bertujuan mngetahui

    pelaksanaan dan keberhasilan kesehatan mental pada santri di pesantren

    Darullughah Wadda‟wah Raci Bangil dan pesantren al-Amanah Bilingual

    Junwangi Krian Sidoarjo .

    M. Noor Rochman Hadjam, Jurnal Fakultas Psikologi Universitas

    Gajah Mada Vol. 38, No.1 Juni 2011 berjudul: “Pengujian Model Peranan

    Kecakapan Hidup Terhadap Kesehatan Mental”. Penelitian ini mengetahui

    pasien dalam perawatan keseha tan mental kepada orang yang kurang

    mampu merawat diri sendiri.7

    Ahmad Rusydi, “Religiusitas dan Kesehatan Mental” Studi pada

    Aktivis Jama‟ah Tabligh Jakarta Selatan Tangerang Selatan, penelitian

    7 M. Noor Rochman Hadjam, Pengujian Model Peranan Kecakapan Hidup terhadap

    Kesehatan Mental, (Yogyakarta : Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada Vol. 38, No.1

    Juni 2011). 46.

  • 7

    tersebut bertujuan membuktikan bahwa religiusitas memiliki korelasi yang

    signifikan kesehatan mental.

    Penelitian tentang keceredasan Adversity atau daya juang juga pernah

    diteliti oleh Yosiana Nur Agusta dengan judul penelitian “Hubungan antara

    Orientasi Masa Depan dengan Daya Juang dan Kesiapan Kerja” hasil yang

    diperoleh dalam penelitian ini mengupas bahwa terdapat hubungan yang

    positif antara orientasi masa depan dan daya juang terhadap kesiapan kerja

    mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

    Mulawarman.8

    Dari beberapa Penelitian tersebut, sebagian besar meneliti mengenai

    kesehatan mental dan kecerdaan adversity terhadap kesiapan kerja

    mahasiswa. Peneliti tidak menemukan tentang konsep kesehatan mental

    dalam al-Qur‟ān dan implementasinya terhadap adversity quotient.

    E. Kerangka Teori

    1. Pengertian Kesehatan Mental

    Ilmu kesehatan mental merupakan salah satu cabang termuda dari

    ilmu jiwa, yang berkembang pada akhir abad ke-19 M dan sudah ada di

    Jerman sejak tahun 1875 M pada abad ke-1.9

    Namun demikian,

    sebenarnya para nabi sejak nabi Adam AS. sampai Nabi Muhammad

    SAW. telah terlebih dahulu berbicara hakikat jiwa , penyakit jiwa, dan

    8 Yosiana Nur Agusta, “Hubungan antara Orientasi Masa Depan dan Daya Juang terhadap

    Kesiapan Kerja pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di

    Universitas Mulawarman”, Jurnal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015, 379.

    9 Hamdani dan Afifuddin, Bimbingan dan Konseling , (Bandung: Pustaka Setia,2012).27.

  • 8

    kesehatan jiwa yang terkandung dalam al-Qur‟anyang di wahyukan Allah

    SWT.10

    Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah (2): 37.

    Artinya: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun

    menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (Al-

    Baqarah/2:37)11

    Dalam pentashihan al-Qur‟ān menurut sebagian mufassir adalah

    ucapan untuk memohon ampun (taubat). Hal ini berkaitan dengan hakikat

    jiwa secara etimologi, di dalam bahasa Yunani dalam kata hygiene, berarti

    ilmu kesehatan. Sedangkan kata “mental” berasal dari latin, yaitu “mens”

    atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Maka kesehatan

    mental merupakan bagian dari hygiene.12

    Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri

    dengan diri sendiri, orang lain, dan dengan masyarakat. Kesehatan mental

    tidak hanya jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat (means sana

    incopere sano) atau dalam bahasa arab

    tetapi juga suatu keadaan yang terkait dengan eksistensi manusia.13

    Hal ini orang yang sehat mentalnya adalah mampu mewujudkan

    dan mengembangkan potensi dirinya dengan maksimal.14

    10 AF, Jaelani, Penyucian Jiwa & Kesehatan Mental, ( Jakarta : amzah, 2001) , 79. 11 M. Quraish Shihab, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,Tafsir Al-Misbah,

    Jakarta: Lentera Hati,2002,137-139. 12

    Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung :Pustaka Setia, 1999), 3 13 Ramayulis, Psikologi Agama, ( Jakart : Kalam Mulia, 2002 ), 17. 14

    Syekh Thohirbin Sholihal-jazairi,”Jawahiru lkalamiyyah”, aqidah islamiyyah, almiftah,

    surabaya : 20.

  • 9

    2. Pengertian Gangguan Kesehatan Mental.

    Pertentangan (konflik) dalam batin akan menimbulkan

    ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan mental

    disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut kekusutan

    fungsional, yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan mental. 15

    Sederhana gangguan mental dapat diartikan sebagai tiadanya atau

    kurangnya dalam hal kesehatan mental, dengan ditandai oleh adanya rasa

    tidak tenang, tidak aman, fungsi mental menurun dan terjadinya perilaku

    yang tidak tepat atau wajar.16

    Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan hidup yang

    beragam. Namun demikian, keberagaman itu dikelompokkan menjadi dua

    bagian yang mendasar. Pertama, kebutuhan untuk keberlangsungan hidup

    dan pelestarian jenis (spesies). Kedua, kebutuhan untuk mencapai

    ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup. Dua kebutuhan pokok inilah yang

    mendorong atau memotivasi manusia melakukan aktifitasnya untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.17

    Jika seseorang dihadapkan pada dua pengaruh motivasi yang

    masing-masing sama kekuatannya tetapi tujuan keduanya berlawanan,

    maka motivasi pertama akan menariknya ketujuan tertentu. Kondisi seperti

    ini diistilahkan sebagai konflik kejiwaan. Akibatnya orang akan

    mengalami depresi, stress dan gangguan mental lainnya, jika dibiarkan

    akan menjadi parah gangguan mentalnya sehingga dapat berujung pada

    langkah bunuh diri.

    15

    Hawari, Dadang.al-qurān, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, 1995.

    Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Jasa, 31 16

    Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.176. 17 Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.177.

  • 10

    3. Pskoterapi Terhadap Perspektif al-Qur’ān

    Psikoterapi adalah pengobatan dengan secara psikologis

    untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku.

    Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche"

    yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya

    penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu,

    psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi

    mental, atau terapi pikiran.18

    Lebih jauh membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut

    pandang. Secara khusus, psikoterapy diartikan sebagai penerapan

    teknik khusus pada penyembuhan penyakit. Secara luas, psikoterapi

    mencakup penyembuhan lewat keyakinan.19

    Psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi

    merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini

    digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang

    mempunyai hak atas kesehatan psikis yang sangat menyiksa.20

    4. Pengertian al-Qur’ān

    Al-qur‟ān adalah Firman Allah dan satu-satunya kitab suci yang

    terjaga keotentikannya. Mulai dari proses pewahyuannya maupun cara

    penyampaian, pengajaran, dan periwayatannya dilakukan melalui tradisi

    18 James P. Chaplin, Dictionary of Psychology...., 1999. 407. 19 Alam Budi Kusuma, Pendekatan Psychotherapy al-Qur‟ān Dalam Gangguan Kesehatan

    Mental, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 1, Juni 2019. 20 Alam Budi Kusuma, Pendekatan ...., 2019.

  • 11

    oral dan hafalan. Proses transmisi seperti ini dengan isnad yang mutawatir

    dari generasi ke generasi, telah menjamin keutuhan dan keasliannya. 21

    Al-Qur‟ān yaitu Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW.

    yang lafazhnya merupakan, mu‟jizat, i‟badah, dan ditulis dalam muṣ ḥ af,

    yang diawali dari surat al-Fātihah dan di akhiri surat al-nas.22

    Maka al-Qur‟ān didefinisikan bahwa al-Qur‟ān adalah firman

    Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat

    Jibril a.s sesuai redaksinya, dimulai dari surat al-Fātihah sampai al-Nas,

    dan jika dibacanya dinilai sebagai ibadah.23

    5. Pengertian Adversity Quotient.

    Konsep Adversity Quotient tentang kecerdasan untuk meraih

    kesuksesan manusia tidak cukup hanya dengan Kecerdasan Intelektual

    (IQ) serta kecerdasan emosi (EQ). Akan tetapi juga ditentukan oleh

    kecerdasan dalam menghadapi kesulitan hidup. Secara bahasa, Adversity

    Quotient terdiri dari dua kata; Adversity dan Quotient berarti

    kesengsaraan dan kemalangan.24

    Dalam bahasa Arab disebut syiddah,

    miḥ nah, Ḍarra‟, ḥ adzzun atṣ ir.19 Sedangkan Quotient berarti cerdas

    atau pandai untuk meraih kesuksesan.20

    Sedangkan secara terminologinya, Adversity Quotient adalah

    kecerdasan dalam menghadapi kesulitan. Hal ini terkait dengan

    21 Munjin, S. Konsep Asbab Al-Nuzul dalam Ulum al-Qur‟an, Al-Tadabbur: Jurnal

    Ilmu Alquran Dan Tafsir Vol: 04 No. 02, 2019. 22 Budihardjo, Pembahasan Ilmu-ilmu al-Qur‟an, Lokus, Yogyakarta, 2012, 2.

    23 Muhammad Roihan Daulay, Studi Pendekatan Alquran, Jurnal Sosial Humaniora, Juni 2013,Vol:6, No.1, 21-22.

    24Stoltz, P.G (2003). Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities.Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. T. Hermaya (terj.). Jakarta: Grasindo. 2000, 8-9.

  • 12

    bagaimana seorang individu menginternalisasi keyakinan, menggerakkan

    tujuan hidup untuk meraih kesuksesan.25

    Adversity Qoutient adalah merupakan kempampuan seseorang

    dalam mengamati kesulitan dan mengolah dengan kecerdasan sehingga

    menjadi sebuah tantangan.

    6. Pengertian Tafsir.

    Tafsir secara etimologi mengikuti wazan taf-‟il, berasal dari kata

    fasr yang berarti al-i‟dah, al-sarḥ dan al-bayan (penjelasan atau

    keterangan). Ia juga berarti al-ibanah (menerangkan), al-kashf

    (menyingkap) dan iẓ har al- ma‟na al-ma‟qul (menampakkan makna yang

    rasional).

    Kata tafsir adalah bentuk kata benda dari kata kerja fassara. Tafsir

    berati penjelasan, uraian, interpretasi, atau komentar. Istilah tafsir berasal

    dari kata bahasa Arab, “asfara al- ṣ ubḥ iża ada‟a” artinya apabila

    shubuh itu telah bersinar.26

    Ibn Manzur dalam Lisan al-„Arab menjelaskan

    bahwa “faṣ r” adalah menyingkap sesuatu yang tertutup dan tafsir adalah

    menyingkap makna yang dikehendaki. 27

    Urgensi „u‟lumul al-Qur‟ān dengan tafsir bahwa setiap orang ingin

    menfsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān dengan benar..28

    Sebagainan firman Allah Q.S.Al Furqan (25): 33.

    25 Paul G.Stoltz, Adversity Quotient..., 27-30.

    26 Khalil al-Qattan, Mabahith fi „Ulum al-Qur‟an (Riyad}: Manshurat al- „Asr al-Hadith,

    t.t.), 323. Lihat juga Muhammad Ali al-Sabuni, Al-Tibyan fi „Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Dar al-

    Kutub al-Islamiyyah, 2003), 65. 27 Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur‟an, Vol. 2 (Al-Mamlakah al„Arabiyyah,

    1426 H), 173. 28 Budihardjo, Pemabahasan..., 4.

  • 13

    Artinya“Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan

    yang paling baik.” (Al-Furqan,25:33). 29

    Pengertian yang lain tafsir yaitu menfasirkan ayat dengan ayat, ayat

    dengan hadis Nabi SAW, menjelsakan makna sebagian ayat yang dirasa

    sulit dipahami oleh para sahabat, Setelah tafsir sudah menjadi disiplin

    ilmu, maka ditulislah tafsir khusus memuat al-tafsir bi al-ma‟tṣ ur lengkap

    dengan sanat sampai kepada Nabi SAW.30

    7. Kesehatan Mental dalam al-Qur’ān.

    Al-Qur‟ān sebagai sumber ajaran Islam, kebenarannya bersifat

    hakiki dan tidak ada keraguan didalamnya karena ia diturunkan oleh Allah

    SWT, sebagai kitab suci yang berisi petunjuk dan penjelasan, bagi

    petunjuk itu sendiri di dalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan

    dengan kesehatan mental dengan berbagai istilah yang digunakannya

    sebagai sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia.31

    Ayat-ayat al-Qur‟ān yang menjelaskan tentang sabar tersebar di 103

    ayat di dalamnya. Kata sabar terdapat dalam al-Qur‟ān dengan berbagai

    konteksnya. Sikap sabar ini sangat penting ditanamkan dalam jiwa

    manusia.32

    Penjelasan tentang sabar dapat ditemukan dalam ayat yang

    menjelaskan tentang siapa orang yang sabar, yaitu Q.S. al-Baqarah

    (2):155-156.

    29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,

    Jakarta: Lentera Hati, 2002, 33. 30 Budihardjo, Pembahasan..., 5. 31 Ramayulis,Psikologi Islam..., 139. 32 Niila Khoiru Amalia, Adversity Quotient ..., 2017.

  • 14

    Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,

    kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada

    orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka

    berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji„un” (sesungguhnya kami milik Allah dan

    kepada-Nyalah kami kembali).”(al-Baqarah 2:155-156). 33

    Ayat-ayat tersebut memberikan penjelasan tentang siapa yang

    disebut ṣ ābirīn atau orang-orang yang bersabar. Orang yang bersabar

    berdasarkan ayat ini adalah mereka yang apabila ditimpakan musibah

    mereka mengatakan “innālillāhi waiinnā ilaihi rāji‟un”.

    Penjelasan ayat ini mengandung makna yang begitu dalam. M.

    Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa innālillāhi, bahwa

    kami milik Allah. Karena milik Allah, maka Allah berhak melakukan

    sekehendak-Nya. Namun perlu diingat bahwa Allah Maha Bijaksana

    dengan demikian apapun yang dilakukan pasti mengandung kebaikan.

    waiinnā ilaihi rāji‟un, dan kami akan kembali kepadaNya.34

    Selain dari

    ayat di atas, penjelasan tentang orang yang bersabar bisa ditelusuri dari

    ayat Q.S. Ali Imran (3) : 146-147.

    Artinya :”Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari

    pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang

    menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada

    musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar; Dan tidak lain ucapan mereka

    hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami

    yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah

    kami terhadap orang-orang kafir.”(Ali 'Imran (3):146-147).35

    Ayat tersebut menguraikan bahwa orang yang sabar selalu mohon

    ampun dan berdoa kepada Allah. Dalam tafsir al-Misbah disebutkan

    bahwa kalimat yang menunjukkan kedekatan antara mereka dengan

    33 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ān,

    Jakarta: Lentera Hati,2002, Vol. 1, 433-435. 34 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan ..., 367. 35 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan ..., 137-139.

  • 15

    Allah. Mereka selalu mohon ampun kepada Allah, mereka khawatir kalau

    yang dialaminya adalah akibat kesalahan dan tindakan yang berlebih-

    lebihan. Setelah itu, do‟a adalah memohon kepada Allah, memohon

    diberi ketetapan pendirian sehingga memiliki kekuatan dalam menghadapi

    kesulitan dan tantangan.36

    Jadi orang yang bersabar adalah orang yang apabila ditimpa

    musibah akan berserah diri kepada Allah dan tidak putus asa sehingga

    selalu memiliki harapan hidup yang dialaminya. Hal ini memperbaiki dan

    memeprbanyak ibadah serta berdoa kepadsa Allah SWT.

    Dalam hidup manusia, Allah telah menyatakan dalam al- Qur‟ān

    bahwa Allah akan memberikan cobaan pada manusia. Hal ini terdapat

    dalam Q.S. al-Baqarah (2): 155,37

    Karakteristik orang sabar dalam al-

    Qur‟ān yang tersirat dari ayat di atas, selanjutnya dibahas tentang

    kesulitan, atau hambatan yang dihadapi manusia. Dalam ayat tersebut,

    penggunakan lafadz walanabluwannakum adalah menyatakan

    kesungguhan, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Allah pasti menguji

    manusia dalam bentuk kesempitan dan kesulitan.

    Dalam Q.S. ali-Imran (3): 186, Allah menegaskan bahwa manusia

    sugguh diuji dengan harta dan (nafṣ ) diri/jiwa. Dalam ayat ini juga

    diperintahkan untuk bersabar terhadap sesuatu yang mereka katakan.

    Tidak jarang ketika mengalami suatu kesulitan atau ujian tertentu manusia

    akan mendapati perkataan atau sikap yang menyakitkan di hati dari

    36 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 239.

    37 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 435-436.

  • 16

    manusia yang lain. Untuk menghadapi hal ini Allah sudah memberikan

    tuntunan, yaitu dengan bersikap sabar dan taqwa.38

    Dalam Q.S. Muhammad (47): 31, Allah juga menegaskan tujuan

    ujian yang diberikan Allah, yaitu bahwa sesungguhnya Allah benar-benar

    menguji manusia untuk bisa diketahui mana orang-orang yang berjihad

    dan bersabar.

    Bahkan Allah menyatakan bahwa apakah manusia mengira masuk

    surga sebelum diketahui mana manusia yang bersungguh-sungguh dan

    bersabar firman Allah,39

    Q.S. ali Imran (3): 142.

    Artinya; “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata

    bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang

    yang sabar”. (Ali 'Imran 3:142).

    Konsep kesehatan mental berdasarkan al-Qur‟ān pengertian para

    ahli dan pandangan al-Qur‟ān pada surah: Q.S. al-Baqarah: 53, Q.S. Ali

    Imran(3): 200, Q.S. Ar-ra‟d (13): 11, Q.S. Yūsuf: 87, Q.S. Al A‟raf: 199,

    Q.S. Rum (30): 38, Q.S. Fuṣ ilat ( 41): 53.

    Di dalam al-Qur‟ān, terdapat beberapa esensi yang terkait dengan

    sabar. Ayat yang mengandung kata sabar dengan redaksi amr terdapat

    pada ayat-ayat yang menyatakan perintah sabar dalam menghadapi ujian

    tersebut: Q.S. al-Baqarah (2): 153, Q.S. al- Baqarah, (2):155; al-Rum,

    38

    Jurnal Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan..., 2017, 11. 39 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 216-217

  • 17

    (30): 60; Hūd, (11): 49.40

    Dari sini terlihat bahwa dalam konsep sabar

    yang terkandung dalam al-Qur‟ān juga memuat aspek-aspek Adversity

    quotient seperti yang dirumuskan dalam al-Qur‟ān, yaitu adanya dimensi

    ketuhanan.

    F. Metode Penelitian

    Sebagai pegangan dalam penulisan dan pengolahan data untuk

    memudahkan pencapaian tujuan penulisan, maka penulis menggunakan

    metode metode, yaitu:

    1. Metode pengumpulan data.

    Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

    research), yaitu semua data-data dalam penelitian diperoleh melalui

    penggalian dan penelitian sejumlah literatur berupa buku-buku dan sumber

    lainnya yang dinilai mempunyai hubungan dan dapat mendukung

    pemecahan masalah yang berhubungan tema pembahasan.” sesuai judul

    “Konsep kesehatan mental dalam al-Qur‟ān dalam implikasi terhadap

    adversity Quotient perspektif tafsir Al-Misbah.

    2. Sumber Data

    Sumber data primer dalam penelitian ini adalah konsep kesehatan

    mental dalam al-qur‟ān, adversity Quotient dan tafsir Al Misbah. Untuk

    memperdalam pembahasan dan mempertajam analisa, maka

    dipergunakan sumber sekunder dari kitab-kitab dan buku lain yang relevan

    40

    Nila KhoiruAmalia, Adversity Quotient dalam Al-Qur‟ān Jurnal Al-Adabiya: Jurnal

    Kebudayaan dan Keagamaan. Vol 12 No 2 tahun 2017.lihat Usha Parvathy, Praseeda M.,

    “Relationship between Adversity Quotient and Academic Problems among Student Teachers”

    dalam Jurnal IOSR Journal of Humanities And Social Science. Vol.19, Issue 11.VII, November

    2014, 23 diakses dr www.iosrjournals.org.

  • 18

    dengan pembahasan, seperti konsep kesehtan mental, pembahasan al-

    Qur‟ān , dan Tafsir Al Misbah.

    3. Metode Analisis Data.

    Penelitian ini merupakan penelitian (library research) identik

    dengan penelitian dalam filsafat dengan metode theoretical hermeneutic,41

    yaitu penelitian ilmiah yang menekankan pada kekuatan interpretasi dan

    pemahaman seseorang terhadap teks, sumber, dan pandangan-pandangan

    para pakar terhadap suatu content, objek, atau simbol. Dalam konteks

    pendidikan penelitian kepustakaan digunakan untuk memecahkan problem

    penelitian yang bersifat konseptual teoritis, baik dengan tokoh pendidikan,

    konsep pendidikan tertentu, dan lainnya.

    Untuk pengolahan data penelitian ini menggunakan dekskriptif

    analitis berusaha memaparkan seperti pada judul: Konsep kesehatan mental

    dalam al-Qur‟ān dan implikasinya terhadap adversity quotient perspektif

    tafsir Al- Misbah.

    G. Sistematika Penulisan.

    Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi tiga bagjan yaitu terdiri

    bagian muka, bagian isi atau teks dan bagian akhir atau penutup. Adapun

    masing-masing bagian tersebut ada yaitu: bagian muka penulis kemukakan

    mengenai: halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman

    persembahan, kata pengantar serta diakhiri dengan daftar isi. Sedang bagian

    41 Pengantar: M. Amin Abdullah, Upaya Integrasi Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur”an Dan Hadis (Teori dan aplikasi), Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Sunan

    Kalijaga Yogjakarta, 2011, 61-66.

  • 19

    teks dibagi menjadi lima bab, lima bab sebagai berikut:

    Bab I: Pendahuluan terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah,

    pembatasan masalah, perumusan masalah, signifikasi, Tinjuan pustaka,

    Kerangka teori, Metode Penelitian, pengumpulan data, Metode analisis data,

    dan sitematika penulisan.

    Bab II: Pandangan al-Qur‟ān tentang psychotherapy terhadap

    gangguan kesehatan mental.

    Bab III: Konsep Kesehatan Mental Dalam Al-Qur‟an Perspektif Tafsir Al

    Misbah

    Bab IV: Konsep Al-Qur‟ān Tentang Kesehtan Mental Dan

    Implikasinya Terhadap Adversity Quotient Perspektif Tafsir Al-

    Misbah

    Bab V: Penutup : Simpulan dan saran.

  • 20

    BAB II

    PANDANGAN AL- QUR’ĀN TENTANG PSYCHOTHERAPY

    TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN MENTAL

    A. Pemahaman tentang Kesehatan Mental dan Gangguannya

    Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan

    dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup

    menghadapi masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya

    keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa

    dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan

    potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.42

    Kesehatan mental (mental hygiene)43

    adalah ilmu yang

    meliputisistem tentang prinsip-prinsip peraturan- peraturan serta

    prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani. Kesehatan

    mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat di

    lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan

    agama.44

    42 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1983.

    9 43 Mental hygiene merujuk kepada pengembangan dan aplikasi seperangkat

    prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan psikologis

    manusia yang sehat dan pencegahan dari kemungkinan timbulnya kerusakan mental

    atau maladjustment.Menurut M. Surya (1976) mental hygiene atau "ilmu kesehatan

    mental" adalah usaha- usaha yang dilakukan agar tercapai mental yang sehat (mental

    health), mental hygiene memiliki pengertian yang sama dengan psiko-higiene 44 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. 154

  • 21

    Pertentangan (konflik) dalam batin akan menimbulkan

    ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan

    mental disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut

    kekusutan fungsional, yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan

    mental.45

    Jadi gangguan mental secara sederhana dapat diartikan sebagai

    tiadanya atau kurangnya dalam hal kesehatan mental, dengan ditandai

    oleh adanya rasa tidak tenang, tidak aman, fungsi mental menurun

    dan terjadinya perilaku yang tidak tepat atau wajar.46

    Jika seseorang dihadapkan pada dua pengaruh motivasi yang

    masing-masing sama kekuatannya tetapi tujuan keduanya

    berlawanan, maka motivasi pertama akan menariknya ketujuan

    tertentu. Hal ini menyebabkan perasaan bingung dalam diri seseorang

    karena tidak mampu memenuhi kebutuhan keduanya. Kondisi

    seperti ini diistilahkan sebagai konflik kejiwaan. Akibatnya orang

    akan mengalami depresi, stress dan gangguan mental lainnya

    sehingga dapat berujung pada langkah bunuh diri.47

    45 Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.176. 46 Hawari, Dadang. Alquran : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 1995.

    Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Jasa, 31 47 James P. Chaplin, Dictionary of Psychology, Terj, Kartini Kartono, Kamus Lengkap

    Psikologi, (Jakarta: Rajawali, 1999. 406.

  • 22

    B. Model-Model dan Pendekatan Psikoterapi Terhadap Gangguan Mental

    Psikoterapi al-Qur‟ān, yaitu terapi yang diberikan dengan

    mempelajari dan mengamalkan ajaran agama karena ajaran agama

    Islam mengandung tuntunan bagaimana kehidupan manusia bebas dari

    gangguan kijiwaan seperti rasa cemas, tegang, depresi.48

    Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dalam al-Qur‟an

    pada Q.S. Yunus (10): 57 dan Q.S. Al Isra‟(17): 82.

    ٗ Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan

    rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah

    kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al Isra‟(17): 82.49

    Q.S. Yunus(10) : 57

    Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari

    Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan

    petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Q.S. Yunus(10): 57.

    Banyak ayat al-Qur'an yang mengisyaratkan tentang pengobatan

    karena Al Qur'an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat

    bagi orang-orang yang mukmin. Segala bentuk terapi yang

    menggunakan media atau digali dari al-Qur‟an misalnya seperti:

    ruqyah, dzikir, doa, sholat, dan haji.50

    48 Alam Budi Kusuma, Pendekatan Psychotherapy Alquran Dalam Gangguan Kesehatan

    Mental, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 1, Juni 2016 49 Quraish Shihab, Pesan Kesan...., 174. 50 Bishri, Hasan, Penjelasan Lengkap tentang Ruqyah Terapi Gangguan Sihir dan Jin

    Sesuai Syariat Islam. Jakarta: Ghaib Pustaka, 2005. 2.

  • 23

    1. Rukyah

    Kata “Ruqyah” adalah berasal dari bahasa Arab yang jika

    diartikan dalam bahasa Indonesia adalah jampi atau mantra.

    Definisi psikoterapi ruqyah adalah proses pengobatan dan

    penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral

    maupun fisik dengan melalui bimbingan al-Qur‟an dan al-Sunnah

    Nabi. Dengan kata lain psikoterapi ruqyah berarti suatu terapi

    penyembuhan dari penyakit fisik maupun gangguan kejiwaan.51

    Terapi ruqyah ini secara syariat dibagai menjadi dua, yaitu

    Ruqyah Syar‟iyyah dan Ruqyah Syirkiyyah. Ruqyah Syar‟iyyah

    mempunyai tiga syarat, yaitu: a) menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an

    atau Hadis dengan tanpa mengubah susunan kalimatnya, b)

    menggunakan bahasa Arab yang fasih, dibaca dengan jelas, sehingga

    tidak berubah dari makna aslinya, c) meyakini bahwa bacaan ayat-

    ayat al- Quran tersebut hanyalah merupakan sarana atau wasilah

    untuk penyembuhan, sedangkan yang menyembuhkan pada

    hakikatnya adalah Allah.52

    Adapun Ruqyah Syirkiyyah adalah ruqyah dengan memohon

    bantuan kepada selain Allah atau memohon kepada Allah sekaligus

    juga memohon kepada yang lain.

    Dasar-dasar terapi ruqyah terdapat di dalam al-Qur‟an pada

    surat al-Isra‟ ayat 82 ( Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran

    51

    Bishri, Hasan, Penjelasan ...., 12. 52

    Bishri, Hasan, Penjelasan ...., 13.

  • 24

    suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang

    beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang

    yang zalim selain kerugian). Psikoterapi ruqyah dapat dikatakan

    sebagai komunikasi Ilahiyah yang antara lain aspeknya berupa dzikir

    dan doa. Adapun penjelasanya adalah dzikir dan doa.

    2. Dzikir

    Secara harfiah dzikir berarti ingat. Dalam hal ini yang dimaksud

    adalah ingat pada Allah.Ada banyak bentuk amalan dzikir, salah satunya

    adalah membaca ayat-ayat suci al-Qur‟an. Dengan berdzikir hati menjadi

    tenang sehingga terhindar dari kecemasan. al-Qur‟ān sendiri menerangkan

    hal ini dalam surat Ar Ra‟d 28 yang berbunyi:

    Artinya (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

    dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

    menjadi tenteram. (QS.Ar Ra‟d (13): 28.53

    Dalam perspektif ilmu kesehatan, dzikir merupakan terapi

    psikiatrik, karena dzikir mengandung unsur spiritual kerohanian yang

    dapat membangkitkan rasa percaya diri terhadap orang yang sedang

    sakit, yang berimbas pada meningkatnya kekebalan (imunitas) tubuh.

    Sehingga mempercepat proses penyembuhan.54

    53 Quraish Shihab, Pesan Kesan...., 271. 54 Bishri , Hasan, Penjelasan ...., 17.

  • 25

    3. Do’a

    Dalam al-Qur‟an terdapat bacaan yang mengandung ayat-ayat

    berupa do‟a yang disebut dengan do‟a Qur‟ani. Do‟a mengandung

    kekuatan spiritual yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan

    optimisme yang merupakan hal yang mendasar bagi penyembuhan

    suatu penyakit.

    Dalam al-Qur‟an banyak diutarakan ayat-ayat mengenai obat

    (syifa‟un) bagi manusia yang disebut dalam Al-Qur‟an, diturunkan

    untuk mengobati jiwa yang sakit, seperti pada ayat-ayat al-Qur‟an

    (QS.Yunus: 57) yaitu: Artinya: “Hai manusia, Telah datang nasihat

    dari Tuhanmu sekaligus sebagai obat bagi hati yang sakit, petunjuk

    serta rahmat bagi yang beriman.”

    4. Shalat

    Dalam al-Qur'an al-Karim, shalat merupakan satu-satunya

    cara untuk membersihkan jiwa dan raga manusia. Shalat merupakan

    salah satu ibadah yang menuntut gerakan fisik dan tiga aspek fikiran

    yaitu perkataan, tindakan, dan kedisiplinan. Sebelum melakukan

    shalat, terlebih darhulu berwudhlu membersihkan kotoran dan

    bersma mengalirnya air wudlu tesebut mengalirlah dosa-dosa yang

    kita perbuat.

  • 26

    5. Puasa dan Zakat.

    Manfaat utama puasa adalah menumbuhkan kemampuan

    mengontrol syahwat dan hawa nafsu pada diri manusia. Puasa

    merupakan latihan bagi manusia dalam menanggung kondisi

    perihatin dan merupakan bersabar atasnya. Zakat merupakan

    implikasi ibadah yang dirasakannya dapat berempati terhadap

    penderitaan fakir dam miskin dan mengasihi mereka.

  • 27

    BAB III

    KONSEP KESEHATAN MENTAL DALAM AL-QUR’AN

    PERSPEKTIF TAFSIR AL MISBAH

    A. Konsep al-Qur’ān Tentang Kesehatan Mental

    Al-Qur‟ān sebagai sumber ajaran Islam, kebenarannya bersifat hakiki

    dan tidak ada keraguan didalamnya karena ia diturunkan oleh Allah SWT,

    sebagai kitab suci yang berisi petunjuk dan penjelasan, bagi petunjuk itu

    sendiri di dalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan

    kesehatan mental dengan berbagai istilah yang digunakannya sebagai sesuatu

    yang hendak dicapai oleh setiap manusia.55

    Ilmu Kedokteran dan Kesehatan mental dalam al-Qur‟an

    mengemukakan beberapa penyakit mental yang disebabkan oleh seseorang

    jauh dari al-Qur‟ān diantaranya sebagai berikut : Riya‟ yaitu bertingkah laku

    karena motif ingin dipuji atau diperhati- kan orang lain, Ḥasad dan dengki atau

    iri hati, Rakus (berlebih-lebihan dalam makan), Waswas merupakan bisikan

    hati, akan nafsu dan kelezatan, Ingkar janji, Membicarakan kejelekan orang

    lain (ghibah), Sangat marah (syiddat al-ghaḍ ap), Cinta dunia (ḥ ubb ad

    dunya), Cinta harta (ḥ ubb al-Mal), Kebakhilan (pelit), Cinta pada kedudukan

    atau pangkat (hubb al-Jah), Kesombongan (kibr) atau bangga („ujub).56

    Islam

    menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal,

    55 Ramayulis, Pskologi Agama..., 139 56

    Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta :

    Dana Bkahti Prima Yasa, 1996), 112

  • 28

    jasmani dan keturunan. Setidaknya dari yang disebutkan di atas berkaitan

    dengan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang

    digunakan untuk menunjukan tentang pentingnya kesehatan mental pandangan

    al-Qur‟ān, yaitu terdiri dari dua kata sehat dan „afiat.57

    Istilah kebahagiaan, ketentraman, keselamatan, kejayaan, kemakmuran

    dan kesempurnaan, dalam istilah kesehatan mental tersebut, al-Qur‟ān juga

    terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan uraian definisi kesehatan mental,

    meliputi hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia,

    lingkungan dan Tuhan, yang kesemuanya ditujukan untuk mendapatkan hidup

    bermakna bahagia dunia dan akhirat.58

    B. Konsep al-Qur’ān Tentang Kesehatan Mental Perspektif Tafsir Al-

    Misbah

    Berikut ini ayat-ayat al-Qur‟ān yang berhubungan dengan konsep

    kesehatan mental yaitu sebagai berikut:

    Pertama: ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan hubungan manusia

    dengan dirinya serta pengembangan dan memanfaatkan potensinya dalam

    bentuk amr ma‟ruf wa nahi munkar atau sebaliknya mengutamakan hawa nafsu

    yang ada pada dirinya. Firman Allah SWT : dalam Q.S Al-Imran (3): 110.

    57 Update-Makalah. Blogspot.com/home/kesehatan mental/psikologi agama. Senin, 17

    Desember 2016. 09.00 WIB.

    58 Ramayulis, Psikologi Agama..., 141.

  • 29

    Artinya :”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan

    mencegah dari yang munkar, dan beriman kepa- da Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik

    bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S

    Al-Imran: 110).

    Menurut Quraish Shihab, dalam tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas

    dijelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah kalian, sebaik-baik

    umat yang dilahirkan untuk manusia jika kalian semua menunaikan syarat-

    syaratNya, dan beriman kepada Allah, yang dilahirkan untuk syarat yang

    telah Allah tetapkan, jadi penafsiran ayat tersebut adalah “ kalian sebaik-

    baiknya umat yang memerintahkan manusia kepada yang ma‟ruf, melarang

    manusia yang munkar manusai pada zaman kalian.59

    Kedua: Ayat al-Qur‟ān tentang kesehatan mental yang diterapkan

    dalam kesabaran dalam menghadapi cobaan, Allah Q.S. al-Baqarah (2): 155.

    .

    .

    Artinya: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan

    harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang

    sabar, (Al-Baqarah/2:155 .

    Ayat tersebut, penggunakan lafadz walanabluwannakum adalah

    menyatakan kesungguhan, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Allah pasti

    akan menguji manusia. Ujian bagi manusia seringkali terasa dalam bentuk

    kesempitan, kesulitan, keberatan sebagaimana yang tersurat dalam ayat di atas;

    59 M.Qurais Shihap, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 435.

  • 30

    bahwa ujian yang akan diberikan Allah adalah ketakutan, kelaparan,

    kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. Semua yang diujikan kepada

    manusia adalah kebutuhan manusia yang bisa membuat manusia merasa dalam

    keadaan sulit dan putus asa. Ketakutan akan mengganggu psikologi manusia,

    kekurangan makanan akan menganggu stabilitas kehidupan manusia karena

    kurang tercukupinya kebutuhan primer yang berupa pangan, demikian juga

    dengan kekurangan harta akan menjadikan manusia merasa serba kekurangan

    dan berada dalam kesempitan.60

    Al-Baqarah (2): 153, al-Baqarah (2): 155, Sabar dengan kepribadian

    dalam Tafsir Al-Misbah, terdapat hubungan sabar dengan kesejahteraan

    psikologis, dan Relevansi konsep sabar dalam pendidikan Islam berimplikasi

    pada konsep Adversity Quotient.

    Pada penelitian ini menemukan bahwa kesabaran menuntut ketabahan

    menghadapi kesulitan, berat, pahit, yang harus diterima dan dihadapi dalam

    kehidupan, sebagaiman firman Allah : "Hai orang-orang yang beriman,

    jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta

    orangorang yang sabar.” (Q.S. al Baqarah(2): 153). Pada umumnya sabar

    sering diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan

    kesulitan, serta keuletan menghadapi cita-cita.61

    Ketiga: Ayat al-Qur‟ān yang berkaitan dengan ḥ abl min Allah, manusia

    mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan beribadah kepada Allah

    60 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 337. 61

    M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 443-446.

  • 31

    atau sebelumnya mengingkarinya. Firman Allah SWT dalam Q.S Adz-Zariyat

    (51): 56.

    .56

    Artinya:Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Az-Zariyat/51:56).

    Menurut Quraish Shihab, penafsiran ayat di atas menggunakan persona

    pertama (Aku) dan sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah) ini

    bertujuan bukan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi mengisaratkan

    bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan Malaikat dan sebab-sebabnya,

    yaitu karena penekanan beribadah kepada Allah semata-mata. Ayat ini

    didahului kata al jinn dari kata al-ins (manusia), karena memang jin lebih dulu

    diciptakan Allah dari pada manusia. Huruf lam pada li ya‟budūn berarti agar

    mereka beribadah atau agar Allah disembah.62

    Keempat: Ayat al-Qur‟ān tentang motivasi, Q.S. Asy-Syarh (94): - 6.

    -

    Artinya : Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,sesungguhnya beserta

    kesulitan itu ada kemudahan, Asy-Syarh/9, 5-6.

    M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa ayat 5 kata

    al-„usr berbentuk definit (memakai alif dan lam) demikian pula kata tersebut

    pada ayat 6. Ini berarti bahwa kesulitan yang dimaksud pada ayat 5 sama

    halnya dengan kesulitan yang disebutkan pada ayat 6, berbeda dengan yusran.

    Kata tersebut tidak dalam bentuk definit, sehingga kemudahan yang disebut

    pada ayat 5 berbeda dengan kemudahan yang disebut pada ayat 6.

    62 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 147.

  • 32

    Dalam surat di atas terdapat dua ayat yang diulangi yakni “bersama

    kesulitan ada kemudahan.” Ayat ini memberi spirit agar setiap manusia mau

    merenungkan dengan serius bahwa kesulitan, kesengsaraan, kemalangan, dan

    kesakitan merupakan pintu untuk memasuki rahasia dan hakikat kemudahan,

    kebahagiaan, dan kedamaian. Dengan kecerdasan ini seseorang dapat mudah

    mengetahui dan memahami hakikat dari setiap tantangan dan kesulitan.

    Sehingga, ia senantiasa memiliki spirit untuk selalu mencari jalan dan celah-

    celah agar dapat menembus esensi tantangan, kesulitan, dan penderitaan itu

    melalui perjuangan hidup di dunia ini dan dapat pula dalam arti satu

    kemudahan di dunia dan satu lainnya di akhirat.63

    Kelima: Ayat tentang ketenangan dan ketentraman jiwa, Firman Allah

    SWT dalam Q.S. Al-Ra‟d (13): 28.

    Artinya:”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.

    Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Q.S Al-Ra‟d (13): 28)

    M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah kata żikr mulanya mengucapakan

    dengan lidah dan berkembang menjadi “mengingat”, dalam ayat di atas dipahami arti

    menyebut nama Allah yang agung. Kontek ayat ini tentang żikrullāh yang melahirkan

    ketentraman hati yang mencakup keangungan, larangan dan perintah, dan Allah

    sebagai penolong dan pelindung.64

    63 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 15, 416-417. 64 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 6, 128-129.

  • 33

    Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Ketika

    manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God view-nya,

    kehidupan jadi hampa. Menjauhkan diri dari Sang Pencipta, berarti

    mengosongkan diri dari nilai-nilai imani. Sungguh merupakan “kerugian”

    terbesar bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual. “Mereka itulah

    orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung

    perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk.” (Q S al-Baqarah (2): 16).

    “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” Q S al-Ra‟d

    (13 :28).

    Al-Qur‟ān merupakan kitab dan di dalamnya mengatur seluruh aspek

    kehidupan manusia, begitu juga dalam mengatur tatanan kehidupan di bumi

    guna menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Implikasi al-Qur‟ān terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari

    peranannya bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan bahwa Islam

    dalam al-Qur‟ān memberikan tugas dan tujuan bagi hidup dan kehidupan

    manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur'ān menyebutkan untuk beribadah kepada

    Allah, firmannya Allah Q.S. Al-Żariyat (51): 56, “Dan tidak Aku jadikan jin

    dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”65

    Manusia mempunyai

    beban amanat dari Allah untuk melaksanakan syariat-Nya untuk beribadah.

    Kesehatan mental dalam pandangan al-Qur‟ān adalah pengembangan dan

    pemanfaatan potensi-potensi jiwa dengan niat ikhlas beribadah.

    65 M. Quraish Shihap, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol, 1, 79.

  • 34

    BAB IV

    KONSEP AL-QUR’ĀN

    TENTANG KESEHTAN MENTAL DAN IMPLIKASINYA

    TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT

    PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH

    A. Kesehatan Mental dalam Ilmu Tasawuf

    Islam dengan doktrin iman yang dimilikinya menawarkan sistem

    pembinaan mental, yang dapat mewakili umat dalam mencari solusi terhadap

    persoalan sosial yang semakin mendera. Doktrin iman yang esensial dalam

    Islam adalah tauhidullah. Keimanan yang terpatri dengan benar, esensial

    dalam diri seorang muslim, dan kokoh terhunjam dalam amalan dapat

    memberikan sikap cerminan teladan terhadap seorang mukmin dan

    lingkungannya. Kekuatan iman mampu melawan gejolak angkara murka dan

    motivasi negatif yang merongrong eksistensi keyakinan. Hal tersebut

    diterapkan dalam kehidupan; dengan beribadah yang ikhlas, ketaatan yang

    terus-menerus, tawāḍ hu‟ yang wara‟, tawakal, sabar atas musibah, dan

    keteladanan mampu menghadirkan ketenangan, dan kesehatan mental. Islam

    sebagai agama yang bermuatan nilai-nilai spiritual yang tinggi, mampu

    menyelesaikan masalah-masalah psikologis manusia. Dimensi Islam seperti;

    iman, ibadah, dan tasawuf memiliki metodologi yang sistematik bagi

    mewujudkan kesehatan mental.66

    66 Khairunnas Rajab, Psikologi Iman....,Jurnal Sosio Relegia, Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 1.

  • 35

    Apabila aspek-aspek yang terkandung dalam Islam dapat membantu

    mewujudkan kesehatan mental, maka ajaran Islam dalam al-Qur‟ān itu

    merupakan langkah utama yang dapat membentuk kesehatan mental.

    Kesehatan mental dalam al-Qur‟ān merupakan upaya Islamisasi sains

    (Islamization of knowledge). Metodologi yang digunakan dalam menganalisis

    persoalan dapat dilakukan melalui pencerahan, aplikasi, dan implementasi

    nilai-nilai al-Qur‟an. Kesehatan mental dengan penguatan iman adalah

    sebuah metodologi dan berimplikasi pada ketenangan, dan kesehatan mental.

    Al-Qur‟ān merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada

    Muhammad s.a.w., ajarannya rasional serta dapat membantu umat manusia

    dalam mencapai kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan hidup.67

    Al-Qur‟ān memuat berbagai dimensi aturan, sistem, dan undang-

    undang yang dipersiapkan bagi kemaslahatan umat, memberikan solusi atas

    persoalan dan kesulitan kemanusiaan, sehingga mampu membentuk

    komunitas Adversity Quotient yang teguh.68

    Nilai-nilai keimanan adalah motivasi-inovatif yang dapat

    membentuk terapi agama Islam (klinikal Islam).69 Keyakinan aplikatif

    adalah metodologi preventif, kuratif, konstruktif, dan rehabilitative yang

    dapat menumbuhkembangkan kepribadian dan kesehatan mental.70

    67 Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1997, 23. 68 Muhammad Utsman Najati, Al-Qur‟an wa`Ilm al-Nafs, al-Kaherah: Dar al- Syuruq,

    2001), 235. 69 Jalaluddin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 1999), 37. 70 Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan

    Mental, Jakarta: Ruhama, 1992, 15.

  • 36

    Kesehatan mental Islam merupakan kekuatan emosional-psikologis

    yang mengkaji manusia selaku subjek pengamal agama; dari dimensi ritual

    (ibadah), dan norma atau akhlak yang berlaku dalam suatu komunitas.

    Jika esensi iman merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang

    berimplementasi kepada daya tahan, pembinaan, dan nilai psikologis, niscaya

    manusia mendapatkan kesehatan mental. Namun sebaliknya, apabila manusia

    itu hidup sebagai manusia tanpa dirinya dan tidak menjadikan iman patri,

    maka ia hidup sebagai makhluk yang tidak bermoral (asfala sāfilīn).71

    Al-Qur‟ān menjelaskan kehidupan duniawi dan ukhrawi, yang secara

    holistik bertujuan dalam pencapaian kejayaan, kebahagiaan, dan

    kegemilangan bagi umatnya. Formulasi dan sistem peraturan yang dibentuk

    di dalam agama ini, diciptakan semaksimal mungkin, sehingga diperoleh

    faedah untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik dan

    komprehensif telah membuat metodologi perawatan psikologis yang berujung

    pada pencapaian kehidupan yang tenang, nyaman, dan bahagia.72

    Al-Qur‟ān seringkali disebut esensinya sebagai syifa‟ fi al-sudr, karena

    ia dapat menenangkan dan mententeramkan jiwa yang kacau dan gelisah.73

    Aspek keimanan dalam ilmu kesehatan mental merupakan hal yang paling

    mendasar yang sangat menentukan. Kesehatan mental dapat ditandai

    dengan terwujudnya keimanan yang kokoh dan istiqamah,74

    karena seorang

    71Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan ..., Vol. 1, 731-733. 72 Muhammad Utsman Najati, Al-Qur‟an wa `Ilm al-Nafs, al-Kaherah: Dar al-Syuruq,

    2001, 217. 73 Sayyid Mujtaba Musawi Lari, Psikologi Islam, Bandung: Mizan, 1993, 123. 74

    Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkan Kepribadian dan Kesehatan

  • 37

    muslem menjalin hubungan baik dengan Tuhan, melalui ber-ubudiyah

    kepada-Nya.75

    Mental yang sehat dan kokoh teraplikasi dengan baik dapat

    melahirkan psikologis tenang dan tenteram.76

    Seorang muslem yang bersih

    hatinya, meyakini bahwa ia diciptakan hanya untuk menghambakan dan

    menghinakan diri di hadapan Tuhannya.

    Kesehatan mental merupakan pengaplikasian sistem nilai yang

    terkandung dalam Islam yang membawa seorang muslim ke derajat Adversity

    Quotient. Kesehatan Mental dan Adversity Quotient adalah dua komponen

    yang tidak boleh dipisahkan. Seorang muslim yang yakin senantiasa menjaga

    dirinya, yang berlandaskan tauhid uluhiyyah, rububiyyah, maupun tauhid asma‟

    wa sifat, dapat memperkokoh diri dalam keadaan ke-Adversity Quotient.77

    Bertawakkal kepada Allah s.w.t, ber-Adversity Quotient taqarrub kepada-Nya,

    selalu berikhtiar, ikhlas dalam beramal, memaafkan kesalahan orang lain,

    menjauhi sifat dendam, ḥ asad, takabur, dan menjauhi riya‟, tidak mudah

    marah, semangat dan optimis.78

    Apabila seorang mukmin menghayati dan mengamalkan keimanan

    terhadap asma‟ dan sifat, menjadikan dirinya lebih baik dan memperoleh

    kesehatan mental. Manifestasi dari keimanan, seperti dalam firman Allah

    Mental, Jakarta: Ruhama, 1992, 34.

    75 Zakiah Darajat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Mas Agung, 1988), 83.

    76 Yahya Jaya, Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental,

    Jakarta: Ruhama, 1992, 77. 77 Khairunnas, mengutip dari buku: Majmu`ah al-Tauhid wa Tasytamil „ala Sittati

    wa ‟Isyrina Risalah, Beirut: Dar al-Fikr, 1991, 5.ditulis dalam Jurnal Sosio Religia, Vol.9, No.3. 2010, 12.

    78 Syaikh al-Islam Taqiy al-Din Ibn Taymiyyah, Amrad al Qulub wa Sifa‟uha, Riyadh:

    Dar al-Salam, 13.

  • 38

    s.w.t; “Yaitu orang-orang yang beriman dan tenteram hatinya dengan

    mengingat Allah s.w.t. tenteramlah di hati.”79

    Kesempurnaan dan keikhlasan dalam mengingat Allah s.w.t secara

    terus menerus menjadi obat yang sempurna untuk segala penyakit hati dan

    badan.

    Kesehatan mental merupakan kekuatan spiritual dan mampu

    mengawasi dari gangguan kegoncangan, kegersangan dan ketakutan mampu

    menghindarkan diri seorang muslem dari sikap dan perbuatan tercela.80

    Kesehatan mental dan keimanan yang kuat mampu mengantarkan seorang

    individu kepada kesehatan mental yang paripurna.81

    Orang yang sehat mentalnya dengan penuh kesabaran dan

    bertawakkal kepada Allah s.w.t mesa yakin dalam menghadapi rintangan

    hidupnya bahwa dia tidak sendirian hal ini berimplikasi kepada harapan ke

    depan.82

    Dalam kesehatan mental, iman kepada Allah s.w.t merupakan

    parameter ketuhanan dalam bentuk pengembangan dan pembinaan potensi

    fitrah manusia yang menjadi makhluk yang sempurna. Kesehatan mental

    memiliki spesifikasi ”spiritual-tauḥ id” yang menyeluruh dengan standarisasi

    sebagai berikut: pertama, orang yang sehat dapat diukur kadar keimanan,

    ihsan dan tauhid; kedua, orang yang ahli memahami, menghayati, dan

    79

    Quraish Shihab, Tafsir Al misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 16, 271. 80

    Nurchalish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan,Jakarta: Paramadina, 1995, 30. 81 Khairunnas Rajab, Pskologi Iman...., Jurnal Sosio Religi, Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 7.

    82 Nurchalish Madjid, Pintu-Pintu..., 14.

  • 39

    mengamalkan aktivitas yang berkaitan dengan jiwa; ketiga, orang yang telah

    memiliki ilmu pengetahuan tentang formula kausalitas seluruh

    permasalahan masa lalu, kini, dan masa akan datang; keempat, orang yang

    memperoleh ketenangan jiwa lazimnya terbuka akal, panca indra, dan

    kalbu, yang kemudian mencerminkan aḥ laqul al-karimah, serta dapat pula

    membuka diri untuk menjadi lebih baik dalam mencapai nilai-nilai

    ketuhanan.83

    Keniscayaan bahwa beriman kepada Allah s.w.t dapat membuka diri

    agar selalu menjaga kestabilan mentalnya.

    B. Adversity Quotient dalam perspektif al-Qur’ān.

    Merujuk pada konesp Barat, terdapat sebuah kecerdasan dalam

    menghadapi kesulitan yang disebut dengan Adversity Quotient. Bila kita

    melihat pada al-Qur‟ān terdapat penjelasan dan dorongan agar manusia

    senantiasa dapat berjuang untuk mengatasi kesulitan dan senantiasa berlapang

    dada. Tidak hanya berjuang dengan kemampuan diri, di dalam konsep Islam

    juga terdapat do‟a dan harapan yang menjadi pendorong agar dapat menjadi

    sukses dan mencapai tujuan. Firman Allah SWT.Q.S. Al-Syarḥ (94): 1-8.

    Q.S. Al Syarh ayat 5 dan 6 bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-

    Nya yang bersifat umum dan konsisten yaitu “setiap kesulitan pasti disertai

    atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk

    83 Hamdani, Metodologi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 205.

  • 40

    menanggulanginya.” Kedua ayat ini memesankan agar manusia berusaha

    menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan dari setiap kesulitan,

    karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. Ayat-ayat ini seakan-

    akan berpesan agar setiap orang mencari peluang pada setiap tantangan dan

    kesulitan yang dihadapi.84

    C. Sikap-sikap Adversity Quotient dalam perspektif al-Qur’ān

    Konsep Islam dalam al-Qur‟ān ada beberapa aspek yang menunjukkan

    bahwa seseorang telah memperoleh Adversity Quotient, antara lain: bersikap

    sabar, yaitu kekuatan jiwa dan hati dalam menerima perbagai persoalan hidup

    yang berat dan menyakitkan, dan dapat membahayakan keselamatan diri lahir

    batin. Sikap spirit dari firman Allah SWT. Q.S.al-Baqarah (2): 155-156.

    Indikasi adanya kesabaran adalah adanya sikap tauḥ idiyyah dalam

    diri bahwa “diri ini adalah milik Allah SWT. dan akan kembali kepada Allah

    SWT.” Sikap tauḥ idiyyah ini mengembangkan spirit, energi, dan kekuatan

    untuk menembus rintangan-rintangan dan ujian-ujian hidup ini dengan baik

    dan gemilang. Esensi kalimat “innālillāhi waiinnā ilaihi rāji‟un”

    mengandung energi ketuhanan yang sangat dahsyat bagi yang benar-benar

    memahami hakikatnya, sehigga seberat apapun halangan dan rintangan dapat

    dilewati dengan mudah dan menyelematkan.85

    Karakter ṣ abir (yang sabar), yaitu menahan diri (al-manu‟) atau lebih

    tepatnya mengendalikan diri (mutaḥ affaḍ ). Maksudnya, menahan dan

    84 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 9, 416-417. 85 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 435.

  • 41

    mengendalikan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak

    mengeluh. Karakter shabir dapat menghindarkan seseorang dari perasaan

    resah, cemas, marah dan kekecauan, Q.S. ali-Imran (2): 200.

    “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan

    tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya

    kamu beruntung” (QS. Ali Imran: 200)

    M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas

    diuraikan kesulitan dan perjuangan. Juga mengandung tuntunan agama serta

    bimbingan moral, pada akhir surat ini mengajak: “Hai orang-orang yang

    beriman kepada Allah dan Rasulnya”, pada ayat ini ditekankan tentang

    kesabaran. Kandungan ayat ini berimplikasi pada kesabaran dalam

    menanggung derita kehidupan dan bencana zaman, bersabar dalam

    menghadapi orang yang menyakiti dan memusuhinya, bersabar dalam

    beribadah dan taat kepada Allah, dan bersabar dalam bekerja dan menuju

    kepada orang yang berkepribadiandan sehat mentalnya.86

    Bersikap optimis dan pantang menyerah, yaitu hadirnya keyakinan

    yang kuat bahwa bagaimana pun sulitnya ujian, cobaan, dan halangan yang

    terdapat dalam hidup ini pasti dapat diselesaikan dengan baik dan benar

    selama adanya upaya bersama Allah SWT. Firman Allah Q.S.al-Ra‟d (13):

    11, dan Q.S. Yusuf: 87.

    Kedua ayat di atas memberikan spirit kepada kita agar tidak berhenti

    dan hilang semangat dalam melakukan perbaikan diri dari perbagai aspek

    kehidupan. Keputusasaan adalah suatu penyakit ruhani yang dapat

    melumpuhkan potensi manusia, bahkan Allah SWT. Beratnya rintangan di

    86 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan,Kesan..., Vol. 2, 305-306.

  • 42

    dalam kehidupan dunia ini merupakan tangga untuk mendaki dan menuju

    kepada kemuliaan di hadapan Allah SWT. Sikap optimis dan semangat

    pantang menyerah adalah berdo‟a yang hidup dan menghasilkan tenaga dan

    kekuatan jiwa.87

    Berjiwa besar, yakni hadirnya kekuatan untuk tidak takut mengakui

    kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan diri, lalu hadir pula kekuatan untuk

    belajar dan mengetahui bagaimana mengisi kekurangan diri dan memperbaiki

    kesalahan diri dari orang lain dengan lapang dada.

    Berjiwa besar dapat dipahami dan diterapkan pada sikap: Sikap

    mereka terbuka (open minded), tidak mempunyai rasa dendam terhadap

    sipapun; Tidak ada penghalang komunikasi (communication barriers),

    mampu berkomunikasi secara lancar, Sehingga memliki sikap memaafkan

    dan melupakan (to forgive and to forget) terhadap siapa saja. Spirit ini dapat

    dipahami sebagaimana firman Allah SWT. Q.S. al-A‟raf (7): 199.

    Artinya: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan

    pedulikan orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf/7:199).

    Berjihad, yaitu pengerahan seluruh potensi dalam menangkis serangan

    musuh. Dalam makna yang lebih luas adalah segala bentuk usaha maksimal

    untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kejahatan serta ke-ḍ alim-

    an, baik terhadap diri pribadi maupun dalam masyarakat.

    Secara esensial, jihad adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri,

    ruhani, dan jiwa untuk mewujudkan suatu cita-cita ketuhanan (kebaikan di

    bumi dan di langit, di dunia hingga akhirat) dengan perjuangan, pengorbanan

    87 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan..., Vol.15, 30.

  • 43

    tanpa mengenal lelah, dan tidak takut menghadapi penderitaan, rasa sakit,

    ancaman, dan kematian hingga titik darah yang terakhir.88

    Terdapat tiga kelompok analogi bagi Adversiy Quotient yang memiliki

    respon berbeda terhadap pendakian.89

    1. Tingkatan Terendah (Quiters)

    Dalam perspektif Barat Tingkatan paling rendah adalah quitters. Ia

    Merasa tidak mampu melakukan usaha meskipun belum mencobanya dan

    menyerah sebelum berjuang. Quiters ini pun diperlukan latihan (riyaḍ ah)

    khusus untuk menekan daya nafsu dari hawa, seperti dengan berpuasa,

    shalat, berdoa, dan sebagainya.

    2. Tingkatan Antara ( Campers )

    Tingkatan antara ini dapat disejajarkan dengan kepribadian

    lawwāmah yang berada di antara kepribadian ammarah dan kepribadian

    muṭ mainnah. Kepribadian semacam ini telah berusaha meningkatkan

    kualitas dirinya yang telah dibantu oleh cahaya terang (nurani) tetapi

    watak gelap (Żulmani)-nya ikut campur dalam pembentukan kepribadian,

    sehingga ia menjadi bimbang. Kepribadian Campers yaitu seorang pendaki

    yang menghentikan pendakian sebelum sampai di puncaknya dengan dalih

    ketidakmampuannya.

    88 Hanna Maryama mengutip dari pendapat Adz-Dzakiey(2005), Hamdani Bakran,

    Prophetic Intelligence, Kecerdasan Kenabian: Menumbuhkan Potensi Hakiki Insani Melalui

    Pengembangan Kesehatan Ruhani. Yogyakarta: Islamika.Baca Jurnal Pskologi UIN, Jakarta,

    2015, 13-14. 89 Miarti Yoga, Adversity Quostient, Solo: Tinta Medina, 2016, 29-30.

  • 44

    3. Tingkatan Tertinggi ( Climbers)

    Tingkatan tertinggi yang dalam perspektif Barat disebut dengan

    climber dapat dibandingkan dengan kepribadian muthmainnah karena

    merupakan tingkatan tertinggi. Climbers adalah seorang pendaki yang

    sesungguhnya. Seorang yang memiliki karakter ini akan terus melakukan

    pendakian sampai puncak dengan totalitas dan komitmen.

    Climbers merupakan Kepribadian muṭ mainnah dapat dicapai

    ketika jiwa di ambang pintu ma‟rifah Allah disertai dengan adanya

    ketundukan dan kepasrahan. Firman Allah SWT.Q.S. al-Fajr: 27-28.

    Artinya:“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi

    diridhai-Nya (QS. Al-Fajr: 27-28).

    M.Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah bahwa kepribadian

    muṭ mainnah bersumber dari kalbu manusia, sebab hanya kalbu yang

    mampu merasakan ketenangan. Sebagai komponen yang bernatur ilahiyah

    qalbu cenderung pada ketenangan beribadah, dan beroientasi kepribadian

    teosentris.90

    Bentuk-bentuk kepribadian muṭ mainnah diantaranya adalah

    keimanan, keyakinan, keikhlasan, tawakal, taubat, taqarrub pada Allah,

    sabar, bijaksana, tawaḍ u‟, tenang, disederhanakan dalam dimensi iman,

    islam dan ihsan. Semua bentuk tersebut bermotivasi pada teosentris yang

    berdaya positif.

    90 Quraish Shihab, Tfasir Al Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 4, 299.

  • 45

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Setelah melakukan pembahasan pada bab tedahulu tentang konsep

    kesehatan mental dalam al-Qur‟ān dan implementasinya terhadap Adversity

    Quotient siswa dalam belajar perspektif tafsir Al-Misbah maka penulis

    penulis menyimpulkan sebagai berikut:

    1. Konsep al-Qur‟an tentang kesehatan mental dalam al-Qur‟ān merupakan

    kekuatan spiritual emosional-psikologis yang mengkaji manusia selaku

    subjek pengamal agama; dari dimensi ritual „ibadah, īman, dan norma

    (aḥ laq) yang berlaku dalam suatu komunitas. Jika esensi iman

    merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang berimplementasi pada

    pertumbuhan, pembinaan, dan pengembangan nilai psikologis, niscaya

    manusia mendapatkan kesehatan mental. Namun sebaliknya, apabila

    manusia itu hidup sebagai manusia tanpa dirinya dan tidak menjadikan

    iman sebagai patri, maka mereka hidup sebagai makhluk asfala sāfilīn

    (makhluk yang tidak bermoral). Upaya sadar seorang merupakan

    keyakinan yang matang dan kokoh kepada Allah s.w.t. mampu menjadi

    motivator perolehan kesehatan mental yang paripurna. Seorang yang

    memiliki daya dan kekuatan hati yang istiqamah, meyakini Allah s.w.t

    dengan asma‟ dan sifat-sifat-Nya sebagai pengawasan dan terapeutik bagi

    gangguan mental. Perasaan serupa ini, menjadikannya tetap dalam iman

  • 46

    dan selamat. Keimanan membuat kestabilan hati, kejernihan fikiran, dan

    dalam mewujudkan keamanan, keselamatan, kebahagiaan dan kesehatan

    mental.

    2. Pandangan al-Quran tentang psykoterapi terhadap gangguan kesehatan

    mental adalah pengobatan penyakit dengan cara kebathinan, atau

    penerapan teknik khusus pada penyakit mental atau kesulitan -kesulitan

    penyesuaian diri atau penyembuahan melalui keyakinan agama.

    Seseorang mendalami agama potensinya lebih kecil untuk depresi, cemas,

    pobia, traumatik, dan bunuh diri dari pada orang yang kurang mendalami

    agama. Jika dikaitkan tasawuf, simpulan ini dibenarkan oleh beberapa

    ajaran spiritual di dalamnya. Konsep sabar dan nilai-nilai psikoterapi

    berorientasi pembentukan mental psikis yang baik pada tahap pengisihan

    (tahalli). Dan pada tahap sebelumnya yakni pelepasan (takhalli) seorang

    hamba dikosongkan dari potensi negatif seperti, sombong, buruk sangka,

    takabur, putus asa dan sebagainya sehingga dapat membentuk pribadi

    tangguh untuk selalu bertahan (survive) dalam menghadapi tantangan

    hidup. Disini al-Qur‟ān hadir mengisi konsepsi manusia untuk mengatasi

    kepelikan dan kesulitan dengan pertimbangan logis tentang arti

    kebermaknaan hidup dan kebahagiaan (farh). Spiritualitas manusia

    bekerja sebagai pencegah (preventive), penyembuh (treatment) dan

    pemulih (recovery).

    3. Konsep al-qur‟ān tentang kesehatan mental dan implikasinya

    terhadap adversity quotient perspektif tafsir al-misbah adalah

  • 47

    konsep sabar yang terkandung dalam al-Qur‟ān dan aspek-aspek

    Adversity quotient yang meliputi: control (pengendalian diri), origin dan

    ownership (asal dan penguasaan diri), reach (jangkauan) serta endurance

    (daya tahan) yang dalam al-Qur‟ān juga diajarkan dengan konsep sabar

    yang di implementasikan dalam unsur pengendalian diri, tenang, tidak

    gelisah, tabah, gigih dalam usaha, ikhtiar, optimis, bergantung dan

    bertaqwa kepada Allah SWT. Terdapat karakteristik khusus dari

    konsep kesabaran dalam al-Qur‟ān, yaitu pada adanya dimensi

    ketuhanan. Dimana dalam sikap sabar manusia bergantung harapannya

    hanya kepada Allah. Substansi dan implikasi konsep al-Qur‟ān terhadap

    adversity Quotient dan kesehatan mental terdapat dalam Q.S. al-Baqarah

    (2):153,91 Q.S. al-Baqarah (2) 155,92 Q.S. A- Zariyat 56.93

    Kepasrahan dan ketabahan yang diamalkan merupakan bentuk

    berserah diri kepada Allah. Memohon pertolongan dan harapan atas

    masalah yang dihadapi hanya kepada Allah yang dapat menyelesaikannya.

    Sehingga akan muncul rasa optimis dan kekuatan karena kimanan tinggi

    yang akan membantu kesulitannya dengan etika yang sudah diajarkan.

    91 Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan..., dituliskan bahwa: Kesehatan

    mental merupakan kesehatan kerohanian yang sehat, dengan memandang pribadi manusia sebagai

    satu totalitas psiko-fisik yang kompleks, serta melaksanakan shalat dan sabar, Vol.1, 43-44. 92 Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan ..., dituliskan bahwa Allah akan memberi

    cobaan kepada hambanya beruapa sedikit ketakutan, kelapara