PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT TENTANG KEBERADAAN...
Transcript of PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT TENTANG KEBERADAAN...
PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT TENTANG
KEBERADAAN PENGUNGSI INTERNASIONAL
DI WILAYAH KELURAHAN MEDANG
KECAMATAN PAGEDANGAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Alifa Nurul Amalia
NIM: 11140541000019
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
ii
ABSTRAK
Alifa Nurul Amalia
NIM: 11140541000019
Persepsi Masyarakat Setempat tentang Keberadaan Pengungsi Internasional
di Wilayah Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, 2020.
Indonesia sebagai negara transit para imigran menciptakan polemik dan
reaksi di masyarakat karena menjadi hal ‘baru’ di lingkungannya. Istilah ‘love at
first sight’ dan melihat dari ujung kepala hingga ujung kaki cukup menggambarkan
bagaimana proses persepsi dibentuk. Kelurahan Medang sebagai lokasi yang
ditunjuk oleh Kemenkumhan untuk menjadi shelter bagi para pengungsi
internasional di bawah manajemen IOM Indonesia. Adanya shelter ini memicu
dinamika sosial bagi warga Kelurahan Medang, sebab berbagai perbedaan yang
dimiliki kedua belah pihak menciptakan berbagai persepsi di masyarakat.
Dalam proses penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi untuk menggali informasi dengan tujuan untuk mengetahui Persepsi
masyarakat tentang keberadaan pengungsi internasional di wilayah Kelurahan
Medang Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Peneliti menggunakan faktor-faktor pembentukan persepsi yang diutarakan
oleh Rakhmat (1986) sebagai acuan dalam pedoman wawancara, studi dokumentasi
dan observasi. Berdasarkan data temuan dan hasil triangulasi sumber menunjukan
bahwa sebagian besar informan menunjukan persepsi positif tentang keberadaan
pengungsi internasional di lingkungan mereka. Hasil analisis menunjukan bahwa
terdapat beberapa faktor yang mendominasi dalam proses pembentukan persepsi
warga Medang yakni, pengetahuan, kebutuhan, kepribadian, agama yang dianut,
dan nilai dalam masyarakat. Melalui faktor-faktor tersebut juga menunjukan
terdapat kesamaan atau keragaman persepsi informan tentang keberadaan
pengungsi internasional di wilayah Kelurahan Medang.
Kata kunci: Persepsi, Faktor Persepsi, masyarakat lokal, Pengungsi
Internasional.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT dengan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang telah menjadi rahmatan
lil ‘alamiin bagi umatnya.
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji penulis panjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan, yakni nikmat iman,
islam dan sehat wal’afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan
tak lupa sholawat serta salam senatiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang telah menjadi rahmatan lil
‘alamiin. Yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman islamiyah
seperti saat ini.
Tidak ada yang sempurna selain Allah SWT, penulis sepenuhnya menyadari
bahwa skripsi masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun teknik penulisan.
Walau dalam selama proses penyusunan skripsi ini penulis sudah berusaha sebaik
mungkin. Untuk itu peneliti mengharapkan masukan atau kritik yang bertujuan
membangun dan menjadi bahan perbaikan bagi penulis sehingga dapat
menghasilkan karya yang lebih baik lagi
Selesainya skripsi ini tak lepas dari keridhoan dan berkah Allah SWT. Serta
doa, masukan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Dengan segala kerendahan
hati, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah, BSW,
MSW, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Drs. Sihabudin Noor,
MA sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dan Bapak Drs.
Cecep Sastrawijaya, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
iv
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA,
selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nurul Hidayati, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Ismet Firdaus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat, serta
motivasi kepada Penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.
5. Para Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah membuka
wawasan dan berbagi ilmu serta memberikan bimbingan kepada Penulis
selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh
Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan dan
keilmuan serta bimbingan kepada Penulis selama mengikuti perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi tempat
ternyaman bagi Penulis selama di kampus dengan segudang referensi baik
buku, jurnal, maupun skripsi.
8. Kedua orang tua yang Penulis hormati dan Penulis cintai, Bapak Bambang
Rianto dan Ibu Sri Sularsih, tanpa dukungan dan doa mereka Penulis tidak
bisa sampai di titik ini. Yang tidak pernah bosan untuk memberikan
semangat dan menjadi garda terdepan untuk mendukung baik secara moral
maupun materi kepada Penulis. Tak ada kata-kata yang dapat
menggambarkan rasa Penulis, rasa hormat, dan terima kasih Penulis kepada
mereka, tidak sanggup rasanya untuk membalas segala kebaikan dan cinta
tanpa syarat yang mereka berikan kepada Penulis. Semoga Allah SWT
selalu memberikan kesehatan dan keberkahan umur sehingga Penulis
memiliki kesempatan untuk berbakti dan membahagiakan mereka.
v
9. Kepada adik-adikku M. Fadil Ardiansyah, M. Fikri Syahrozi, dan M. Fachri
Syahrozi, terima kasih atas dukungan, motivasi, dan sarkasme selama ini.
Dan untuk semua tenaga yang sudah diberikan selama kakak perempuan
kalian ini berjuang di tanah Ciputat.
10. Kepada teman kost Anggrek yang Penulis sayangi, Syifa Fauziah Rahman,
Nurapzafidah, Ade Nur Ikhlasiah dan adik Anisa Yusman. Terima kasih
atas memori indah selama menjadi anak kost di tanah Ciputat.
11. Kepada teman-teman SWAG, Novita Indah Tri Lestari, Nia Cita Annisa,
Imroatul Azizah, Thania Khairunnisa, dan Inge Cyntia Sari. Terima kasih
sudah menjadi support system selama ini, terima kasih telah menjadi tempat
berbagi suka, duka, dan tawa, serta yang selalu mengingatkan bahwa proses
setiap orang itu berbeda-beda.
12. Kepada Nurhayati Nufus, sahabat 9 tahun dan selanjutnya. Terima kasih
untuk selalu mendukung Penulis. Dan untuk Yulianti, S.sos, si imut yang
jenius, si orang pertama yang menegur Penulis saat masih Maba dulu, terima
kasih sudah mau berbagi ilmu, menjadi teman berdiskusi, dan mendukung
Penulis selama belajar di Kampus UIN Jakarta tercinta.
13. Kepada teman-teman tangguh Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, atas dukungan dan memori zaman kuliah yang tidak
akan Penulis lupa.
14. Kepada Bapak Rizki Rizani Fachzi, S.IP, M.Si selaku Lurah Medang dan
para staff atas waktu dan bantuannya selama Penulis mengurus administrasi
penelitian.
15. Kepada para informan masyarakat Medang, terima kasih atas informasi dan
partisipasinya dalam pengumpulan data untuk penelitian skripsi ini.
16. Kepada Ummi-ummi Sholihah KB-TK Fajar Islami Tangerang, terima
kasih atas dukungan dan selalu mengingatkan Penulis untuk menggunakan
dan mengatur waktu dengan baik.
17. Kepada semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu atas
bantuan dan dukungan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian
skripsi ini dengan baik.
vi
Dengan selesainya skripsi ini, peneliti persembahkan kepada para pembaca. Peneliti
berharap skripsi ini dapat menjadi manfaat khususnya bagi peneliti dan bagi para
pembaca.
Tangerang, 20 Desember 2019
Alifa Nurul Amalia
vii
DAFTAR ISI
COVER i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR DIAGRAM xii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah 1
2. Batasan dan Rumusan Masalah 9
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10
4. Metodologi Penelitian 10
5. Sistematika Penulisan 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
A. Teori Persepsi 20
B. Proses Persepsi 22
C. Hakikat Persepsi 25
D. Faktor-faktor Persepsi 26
E. Macam-macam Persepsi 30
F. Skema Persepsi 31
G. Prinsip-prinsip Persepsi 33
H. Aspek-aspek dalam Persepsi 35
I. Dimensi-dimensi yang Terkait dalam Pembentukan Persepsi 36
J. Masyarakat Setempat 38
K. Pengungsi Internasional (Refugee) 39
2. Kajian Pustaka 42
3. Kerangka Berpikir 44
viii
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Sejarah Kelurahan Medang 47
2. Visi-Misi 50
3. Struktur Organisasi 50
4. Data Umum 51
5. Kelembagaan 53
6. Peta Wilayah 54
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 54
1. Sejarah Keberadaan Pengungsi Internasional di Kelurahan Medang 58
2. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Pengungsi Internasional 61
BAB V PEMBAHASAN 80
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan 96
2. Implikasi 97
3. Saran 98
DAFTAR PUSTAKA 99
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Informan Peneliti 16
Tabel 1.2 Kriteria Informan 16
Tabel 1.3 Daftar Informan 17
Tabel 3.1 Batas Wilayah Kelurahan Medang 51
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Medang 51
Tabel 3.3 Jumlah Lulusan Pendidikan Umum 51
Tabel 3.4 Jumlah Lulusan Pendidikan Khusus 52
Tabel 3.5 Jumlah Prasarana Kesehatan 52
Tabel 3.6 Jumlah Prasarana Pendidikan 52
Tabel 3.7 Jumlah Prasarana Ibadah 52
Tabel 3.8 Jumlah Prasarana Umum 53
Tabel 3.9 Jumlah Kelembagaan Masyarakat 53
Tabel 4.1 Data Informan 57
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses terbentuknya persepsi 23
Bagan 2.2 Faktor-faktor Persepsi 29
Bagan 2.3 Skema Persepsi 31
Bagan 2.4 Kerangka Berpikir 46
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kelurahan Medang 50
Bagan 5.1 Faktor-faktor Persepsi 84
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kantor Kelurahan Medang 47
Gambar 3.2 Peta Wilayah Kelurahan Medang 54
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Tingkat Pendidikan Warga Kelurahan Medang 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Migrasi sudah menjadi bagian dari pola kehidupan manusia sejak jaman
dahulu. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Mekah ke Madinah, ekspansi warga Eropa ke Amerika dan Australia,
migrasi besar pada era Perang Dunia II sebagai dampak akibat peperangan,
bahkan gelombang migrasi Indonesia yang terjadi pada 60-50 ribu tahun yang
lalu hingga masuknya penjajah Hindia Belanda dan Jepang ke Indonesia.
Mobilitas penduduk atau migrasi merupakan perpindahan penduduk
dari satu tempat ke tempat yang lain dengan melintasi batas negara atau batas
administrasi dengan tujuan untuk menetap. Migrasi dapat didefinisikan sebagai
sebuah bentuk perpindahan seseorang atau sekelompok orang baik yang
melintasi batas negara maupun di dalam teritorial negara yang meliputi
berbagai bentuk, tempo, komposisi, dan berbagai faktor penyebab perpindahan
manusia lainnya (Ahmad 2012).
Dalam islam, migrasi atau perpindahan penduduk biasa disebut dengan
hijrah. Hijrah berasal dari bahasa Arab Hajara – Yahjuru – Hajran yang
memiliki arti memutuskan hubungan (Yunus 1990, 477-478). Hijrah memiliki
makna al-khuruj min Ard ila Ard yang artinya keluar atau berpindah dari satu
tempat ke tempat lain (Ibn Manzur 2003, 32). Dilihat dari pandangan Agama,
hijrah menurut Ibn Taimiyyah Ibn Hajar Al-Asqalani dan Ibn Arabi
mengemukakan bahwa hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir atau negeri
yang dalam keadaan darurat menuju negeri muslim. Ibn Arabi menambahkan
hijrah juga diartikan sebagai melarikan diri demi keselamatan jiwa ataupun
menyelamatkan harta benda (Jazuli 2006, 17-19).
Berdasarkan pendapat Ibn Arabi mengenai hijrah dalam rangka
menyelamatkan diri demi keselamatan jiwa, menjadi sebuah keringanan dari
Allah SWT. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS yang
tercantum dalam QS Al-‘Ankabut (29):26,
2
إلي وقال إن ي مهافئامن له لوط رب ي جر
هو العزيز الحكيم إنه
Artinya: “Maka Luth membenarkan (Kebenaran Ibrahim). Dan
berkatalah Ibrahim: “sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang
diperintahkan)Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Lalu Allah SWT berfirman dalam QS AL-Qasas (28):21,
فخرج منها خآ ئفا يترقب ني من القوم الظ نج لمين قال رب
Artinya: “Maka keluarlah Musa dari Kota itu dengan rasa takut
menunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku, Selamatkanlah aku
dari orang-orang yang zalim itu”.
Dari kedua ayat tersebut, hijrah dipandang sebagai jalan keluar untuk
menyelamatkan diri baik karena melarikan diri dari perang yang
membahayakan jiwa maupun bencana alam. Meski begitu, hijrah tidak hanya
diartikan sebagai perpindahan untuk menyelamatkan diri tapi juga karena
berbagai macam kepentingan seperti berniaga ataupun menuntut ilmu.
Bila dilihat dari segi aspek sosial dan hukum perbatasan sebuah negara,
perpindahan manusia hingga melintasi batas wilayah negara yang didasari oleh
berbagai kepentingan menjadi sebuah dinamika bagi negara tersebut. Dibalik
perpindahan atau mobilitas warga dunia, khususnya ke negara Indonesia
menciptakan berbagai dampak baik dampak postif maupun dampak negatif
bagi negara. Meskipun kebebasan perpindahan atau pergerakan menjadi Hak
Asasi Manusia, Negara tetap memiliki wewenang dalam mengatur ketertiban
perlintasan untuk menjamin tidaknya adanya pelanggaran atas Hak-hak Asasi
Manusia lainnya (Daud 2008).
Migrasi penduduk pada awalnya hanya sebatas menyeberangi daerah
ke satu daerah dalam satu negara, tapi lambat laun perpindahan terjadi hingga
melintasi batas satu negara ke negara lain. Perpindahan ini disebut sebagai
imigrasi dimana perpindahan penduduk dilakukan antarnegara atau melintasi
batas negara, dan dibutuhkan beberapa dokumen administrasi migrasi.
Gelombang migrasi disebabkan oleh dinamika politik, konflik internal,
krisis perekonomian, peperangan, bencana alam, dan disabilitas negara lainnya
3
yang menciptakan masalah baru bagi warga negaranya. Kehilangan pekerjaan,
teputusnya pendidikan, kehilangan harta benda, trauma psikologi, hingga
kehilangan anggota keluarga menjadi serangkaian dampak yang diakibatkan
dari disabilitas atau kegagalan suatu negara dalam memberikan rasa aman bagi
warga negaranya.
Situasi negara yang tidak stabil dan berkonflik memicu gelombang
migrasi oleh warga negara konflik untuk mencari suaka ataupun mengungsi
mencari tempat tinggal yang lebih aman atau sekedar mengungsi hingga negara
asal mereka kembali stabil. Kondisi ini sering disebut dengan migrasi paksaan,
dimana warga negaranya terpaksa bermigrasi atau mencari suaka ke Negara
lain karena merasa terancam dengan kondisi negaranya.
Persoalan mengenai perpindahan penduduk dunia dan pengungsi
internasional menjadi salah satu persoalan yang butuh perhatian bersama
masyarakat dunia. Untuk mengatasi persoalan ini dibuatlah Konvensi Jenewa-
Swiss pada Tahun 1951 untuk melindungi pengungsi Eropa. Semakin
banyaknya perpindahan penduduk dunia, Konvensi ini kemudian diperbaharui
dengan menambah sebuah protokol untuk memperluas jangkauan konvensi
bagi orang-orang yang dipaksa atau terpaksa keluar dari negaranya.
Orang-orang yang bermigrasi menyeberangi perbatasan biasanya
dipandang menjadi dua hal yang berbeda: yang pertama Tenaga Kerja (labor
migrants) yakni orang-orang yang bermigrasi secara sukarela dengan motif
ekonomi dan perilaku, dan yang kedua adalah Pengungsi (refugees) yakni
orang-orang yang terpaksa bermigrasi, memiliki trauma, dan membutuhkan
bantuan pertolongan (Jacobson 2005, vii).
Alasan para pengungsi untuk bermigrasi dari tanah lahirnya/airnya
adalah untuk mencari tempat yang lebih baik yang dapat menjamin
keselamatan, keamanan, serta kenyamanan bagi diri, nyawa, kekayaan, hingga
harapan dan masa depannya (Pigay 2005, 120). Secara umum, terdapat
beberapa ciri-ciri yang menandai para pengungsi yakni kesengsaraan,
kemiskinan, ketidakberdayaan, ketergantungan, dan rasa traumatis yang benar-
benar mendalam (Benthall, 1993) (Suyanto 2010, 87). Mereka yang bermigrasi
untuk mencari perlindungan bergerak secara berkelompok yang digolongkan
4
menjadi family refugees, individual refugee, dan pengungsi anak-anak tanpa
pendamping – Unaccompanied Minor Refugees (UMRs).
Pengungsi dan pencari suaka pada dasarnya memiliki konteks yang
sama yakni sama-sama mencari perlindungan di negara lain. Namun
berdasarkan Hukum Internasional pencari suaka dan pengungsi memiliki
perbedaan yaitu seorang pengungsi bisa dikatakan sebagai pencari suaka tapi
seorang pencari suaka tidak bisa dikatakan sebagai pengungsi.
Pergerakan-pergerakan pengungsi internasional pada umumnya
sebagai hasil dari sebuah konflik yang juga dapat menjadi penyebab suatu
konflik. Kejadian seperti migrasi paksaan memungkinkan terciptanya
tantangan yang berkelanjutan dan berkembang, karena penyebab-penyebab
perpindahan populasi tampak tidak mungkin berkurang di masa yang akan
datang (Martin 2005, 331). Migrasi paksaan tidak hanya karena peperangan
tapi juga karena penyebab lainnya seperti perubahan iklim yang merubah
produktifitas agrikultur, bencana alam, krisis ekonomi, dan lainnya.
Alasan para pengungsi atau pencari suaka pergi meninggalkan negara
asalnya rata-rata adalah karena alasan keamanan dan kondisi negaranya yang
tidak stabil baik karena perang, konflik internal bersenjata, ataupun karena
krisis ekonomi. Perang menjadi sumber terjadinya exodus besar-besaran
sehingga memaksa penduduknya untuk meninggalkan dan melintasi suatu
negara tertentu, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan diri dari penyiksaan,
perkosaan, kekejaman akibat konflik bersenjata. Bahaya dan ancaman yang
tidak berkesudahan berdampak pada kondisi fisik dan mental para pengungsi,
tak ayal mereka mengalami simptom long-lasting emotional (Fahrudin
2012,110). Ketika mereka keluar dari negaranya, mereka harus berhadapan
dengan masalah baru selama di perjalanan menuju negara tujuan, berada di
tempat penampungan, dan bayang-bayang refoulment. Banyak dari pengungsi
terpisah dari keluarganya, kehabisan uang sebelum sampai negara tujuan, atau
bahkan kehilangan nyawa. Sebagian besar pengungsi keluar dari negara
melalui bantuan smugglers (penyelundup), hal ini yang menyebabkan banyak
anak yang terpisah oleh keluarganya.
5
Pada dasarnya pencari suaka dan pengungsi adalah sebuah status yang
diberikan oleh lembaga penanganan pengungsi dunia yakni UNHCR. UNHCR
(United Nation Higher Commissioner of Refugee)sendiri merupakan sebuah
komisi yang dibentuk oleh PBB untuk mengurus dan melindungi hak-hak
pengungsi di seluruh dunia (Fahrudin 2012, 25). Semua pengungsi pada
awalnya adalah pencari suaka hingga mereka mendapatkan status pengungsi
yang telah ditentukan oleh UNHCR. Berdasarkan data UNHCR, terdapat 68,5
juta orang di seluruh dunia yang dipaksa untuk pindah sejak perang dunia
kedua (World War II) ataupun persekusi. Sekitar 25,4 juta orang di dunia
meninggalkan negara mereka sebagai pengungsi, dari data tersebut lebih dari
setengahnya adalah pengungsi anak-anak (Huber dan Reid 2018). Angka
tersebut merupakan jumlah pengungsi yang meningkat sebanyak 2,9 juta jika
dibandingkan tahun 2016 (UNHCR 2018c). Sebanyak 57% pengungsi dunia
datang dari tiga negara yakni Sudan Selatan 2,4 juta, Afghanistan 2,6 juta, dan
Syria dengan angka pengungsi tertinggi yakni 6,3 juta (UNHCR 2018b).
Indonesia sebagai negara yang diapit dua benua dan dua samudera
menyebabkan perairan indonesia sangat strategis. Dengan hampir 240 juta
orang yang tersebar di seluruh negara kepulauan yang terdiri dari 17.600 pulau
dengan garis pantai terbuka sepanjang 81.000 km, Indonesia merupakan negara
asal, tujuan, dan transit utama bagi imigran yang hendak keluar maupun masuk
sebelum ke negara tujuan (IOM 2017). Berdasarkan data pengungsi UNHCR
hingga akhir Mei 2018, sebanyak 13,840 pengungsi terdaftar di UNHCR secara
kumulatif dan datang dari Afghanistan (55%), Somalia (11%) dan Iraq (6%)
(UNHCR 2018a). Sejarah masuknya pencari suaka dan pengungsi ke Indonesia
berawal dari masuknya manusia perahu Vietnam di Tanjung Pinang, Riau pada
tahun 1979. Indonesia dan IOM (International Organization of Migration)
memberikan bantuan kepada para imigran. Kemudian pada tahun 1991
Indonesia mendapat status sebagai negara pengawas oleh IOM.
Indonesia bukan negara peserta yang menyetujui Konvensi Jenewa 1951
ataupun Protokol 1967. Meski Indonesia belum menandatangani dan
meratifkasi perangkat PBB tersebut, secara hukum Indonesia tidak menjadi
negara tujuan bagi para pengungsi, pemerintah Indonesia tidak mengakui
6
bahkan tidak memberikan perlindungan, dan dapat menolak pengungsi atau
pencari suaka tanpa adanya konsekuensi yuridis bagi para pencari suaka dan
pengungsi yang masuk ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia tidak memiliki wewenang dalam menentukan
status bagi para pencari suaka atau yang biasa disebut dengan Refugee Status
Determination (RSD). Dalam penanganan imigran, pencari suaka, ataupun
pengungsi Internasional yang ada di Indonesia dengan menggunakan Undang-
Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penanganan tersebut
mengacu pada Pasal 1 ayat 9, Pasal 10, dan Pasal 13 tentang pengaturan orang
asing. Upaya-upaya lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam
mengatasi masalah pencari suaka dan pengungsi yakni dengan mengeluarkan
Penetapan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi NO: IMI-1498.UM.08.05
Tahun 2010 tentang penanganan Imigran Ilegal di Indonesia.
Meskipun begitu Indonesia menjadi negara yang menerima Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM). Pemerintah Indonesia
tetap mengakui adanya hak untuk mencari suaka ke negara lain. Dalam
memberikan perlindungan hukum bagi para pencari suaka maupun pengungsi,
Pemerintah Indonesia menggunakan ketentuan yang terdapat dalam Konvensi
1951 tentang prinsip-prinsip tidak memulangkan (non-refoulment), tidak
mengusir (non-expulsion), tidak membedakan (non-discrimination), dan juga
tidak melakukan tindak pidana bagi para pengungsi yang ada di Indonesia
(Paryati 2016, 4).
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM bekerja
sama dengan beberapa Lembaga Internasional di bawah PBB yang secara
khusus menangani masalah pencari suaka dan pengungsi yakni UNHCR dan
IOM dalam memberikan perlindungan dan kebutuhan para pengungsi di
Indonesia. Indonesia juga bekerjasama dengan Australia dalam mengatasi
masalah pengungsi.
Australia sebagai negara peserta yang menandatangani dan meratifikasi
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 menjadi salah satu negara tujuan para
pencari suaka. Banyak pencari suaka yang berusaha masuk dengan cara ilegal
melalui wilayah perairan Indonesia. Itu sebabnya Indonesia seringkali disebut
7
dengan negara transit bagi para imigran ilegal yang hendak masuk ke Australia.
Namun sejak tahun 2014 Pemerintah Australia secara sepihak menutup akses
untuk pencari suaka masuk ke negaranya. Dengan alasan jumlah pencari suaka
yang sudah terlalu banyak sehingga pemerintah Australia tidak mampu
menerima dan menampung para imigran lagi. Dengan tertutupnya akses ini,
banyak pencari suaka yang menumpuk sehingga berdampak pada
meningkatnya jumlah pencari suaka yang transit di Indonesia.
Bagi para pencari suaka yang belum mendapat status pengungsi, mereka
tertahan hingga mereka mendapatkan kejelasan untuk berangkat ke negara
tujuan atau status sebagai pengungsi di Indonesia. Selama berada di Indonesia,
para pencari suaka ditangani oleh UNHCR dan IOM serta bekerja sama dengan
Rumah Detensi Imigrasi dalam proses penentuan status dan pemenuhan
kebutuhan hidup selama berada di Indonesia. UNHCR memiliki wewenang
dalan menentukan status para imigran yang terjaring oleh dinas sosial setempat,
dan IOM Indonesia memiliki wewenang dalam memberikan akomodasi dan
pemenuhan kebutuhan hidup bagi para imigran dan pengungsi yang ada di
Indonesia.Banyak kasus imigran yang terdampar maupun yang terpaksa
singgah di Indonesia karena berbagai alasan. Mereka yang tidak memiliki
status warga negara manapun karena dinilai lari dari negaranya dan berada
dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan ke
negara tujuan. Para imigran berstatus stateless ketika masuk ke Indonesia, pada
kondisi tersebut para imigran ditangani oleh pihak Rumah Detensi Imigrasi
Kemenkumham. Seperti dalam pemberitaan, banyak imigran yang terlantar
hingga harus tidur di trotoar beralaskan kardus atau tikar, hal ini dikarenakan
kapasitas daya tampung Rumah Detensi sudah tidak mampu menampung
mereka lagi. Sebagian dari mereka belum mendapat status sebagai pengungsi
dan sebagian yang lainnya sudah mendapatkan status namun belum mendapat
tempat tinggal hingga mereka harus menunggu untuk ditempatkan di shelter-
shelter milik IOM Indonesia.
Pencari suaka dan pengungsi internasional di Indonesia tersebar di
beberapa daerah dari sabang sampai merauke, baik mereka yang berada dalam
Rumah Detensi Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM ataupun mereka yang
8
berada di dalam shelter yang diakomodir oleh IOM Indonesia. Keberadaan
beberapa Shelter pengungsi internasional yang berdampingan dengan
pemukiman masyarakat menciptakan dinamika sosial baru bagi masyarakat
setempat. Salah satu Shelter atau juga biasa disebut Community House yang
berdampingan dengan pemukiman masyarakat setempat adalah Shelter miliki
IOM yang telah disetujui oleh RUDENIM Jakarta yang berada di Ruko El
Domitorio tepat di wilayah Kelurahan Medang.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial manusia berkumpul
berkelompok memiliki keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di
sekelilingnya dan membentuk sebuah masyarakat. Manusia mempunyai naluri
untuk senantisa berhubungan dengan sesamanya. Dari naluri tersebut tercipta
suatu pola yang dinamakan interaksi sosial. Dari interaksi sosial manusia
belajar dan memahami perbedaan satu sama lain. Masyarakat manusia pada
dasarnya dibedakan atau terdiferensiasi kedalam berbagai kriteria, seperti ciri
fisiologis dan ciri kebudayaan. Wujud diferensiasi sosial yang menonjol yaitu
perbedaan Ras, Etnik, Agama, dan Jenis Kelamin. Perbedaan ini akan
memunculkan persepsi hingga perilaku sosial masyarakat terhadap individu,
kelompok atau masyarakat tertentu.
Masuknya orang asing ke lingkungan masyarakat setempat menjadi
fenomena terbaru yang memicu berbagai respon masyarakat setempat.
Perbedaan fisiologis, Ras, dan bahasa yang sangat menonjol dari pengungsi
internasional memunculkan berbagai macam pandangan dan persepsi
masyarakat setempat. Penelitian ini membahas mengenai pencari suaka yang
telah mendapat status pengungsi dari UNHCR dan diakomodasi oleh IOM
Indonesia, namun belum ada penelitian yang secara khusus memfokuskan
penelitian pada pengungsi yang berada di Kelurahan Medang. Hal ini menjadi
salah satu hal yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti dan mengkaji
fenomena sosial ini dilihat Kelurahan Medang sendiri adalah satu-satunya
wilayah administratif Kecamatan Pagedangan yang mengalami dinamika yang
paling signifikan karena beralihnya kawasan desa menjadi kelurahan yang
memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin
9
berkembangnya kawasan komersil di sekitar Kelurahan Medang yang masuk
dalam pembangunan wilayah estate milik Summarecon. Berkembangnya
kawasan komersil Summarecon memberikan dampak tersendiri bagi
perekonomian Kelurahan Medang, tidak hanya di wilayah pembangunan
Summarecon tapi juga di wilayah pemukiman warga. Hal ini ditandai dengan
banyaknya penyewaan tempat tinggal seperti kontrakan dan kost-kostan,
hingga menjamurnya rumah makan di sekitaran kawasan komersil
Summarecon. Perubahan wilayah hingga masuknya Pengungsi Internasional di
wilayah Kelurahan Medang, dapat menjadi bahan untuk mengkaji dan
mengidentifikasi baik persepsi masyarakat, hingga isu yang berkembang di
wilayah Kelurahan Medang. Alasan-alasan tersebut menarik perhatian peneliti
untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Setempat
tentang Keberadaan Pengungsi Internasional di Wilayah Kelurahan Medang
Kecamatan Pagedangan”.
2. Batasan dan Rumusan Masalah
A. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya fokus dalam pembahasan mengenai persepsi
Masyarakat Setempat tentang Keberadaan Pengungsi Internasional di
Wilayah Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedagan. Hal ini dilakukan
Agar penelitian ini memberikan hasil yang optimal dan tidak melampaui
penafsiran yang lebih luas.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
“Bagaimanakah Persepsi Masyarakat Setempat Tentang
Keberadaan Pengungsi Internasional di Kelurahan Medang,
Kecamatan Pagedangan?”
10
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat Persepsi
Masyarakat Setempat Tentang Keberadaan Pengungsi Internasional
di Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan.
B. Manfaat Penelitian
Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengetahuan ilmiah dalam bidang ilmu
Kesejahteraan Sosial, khususnya di Jurusan Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai
Persepsi masyarakat tentang keberadaan pengungsi internasional.
Secara Praktis, proses dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan peneliti dan para pembaca mengenai
potensi dan ranah yang dimiliki Pekerja Sosial di Indonesia.
4. Metode Penelitian
A. Pendekatan Penelitian
Penyelidikan keadaan dari, mencari alasan untuk, dan
konsekuensi terhadap suatu keadaan khusus merupakan kegunaan
penelitian (Nazir 2013, 24). Metodologi penelitian merupakan
kerangka startegi umum yang digunakan dalam penelitian mulai dari
mengumpulkan hingga menganalisis data temuan yang dibutuhkan.
Hasil data temuan digunakan untuk menjawab permasalah yang sedang
diselidiki. Dengan menggunakan metodologi penelitian, peneliti dapat
menentukan data yang valid, signifikan, dan akurat dengan
permasalahan sehingga dapat digunakan sebagai pengungkap
permasalahan yang diteliti.
Dalam penelitian ini, metode penelitian kualitatif digunakan
sebagai acuan atau kerangka dalam menganalisis dan
mendeskripsikan/menjelaskan data temuan. Tidak adanya manipulasi
pada fenomena atau objek yang diamati merupakan ciri penelitian
11
kualitatif yang mencoba memahami fenomena dalam setting dan
konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium). Penggalian makna
dan kebenaran akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini
merupakan upaya dalam Penelitian kualitatif (Sarosa 2012, 7-8).
Metode Penelitian Kualitatif seringkali disebut sebagai metode
naturalistik yakni penelitian yang dilakukan pada kondisi yang alamiah;
sesuai dengan apa-adanya situasi, keadaan, fenomena yang terjadi.
Metode ini berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang
memandang realitas/gejala/fenomena sosial sebagai suatu yang holistik,
kompleks, dinamis, oenuh makna, dan penuh hubungan gejala yang
bersifat interaktif (Sugiono 2006, 8).
Secara harfiah sesuai dengan namanya, Penelitian Kualitatif
ialah jenis penelitian yang data temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk atau cara-cara
lainnya yang menggunakan angka dalam pengukurannya (Gunawan
2013, 82).
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan
informasi dan fakta-fakta dilapangan dapat digali secara mendalam agar
mendapat gambaran yang lengkap. Penggunaan pendekatan Kualitatif
dinilai tepat pada penelitian ini, karena dengan pendekatan kualitatif
diharapkan informasi mengenai persepsi masyarakat tentang
keberadaan pengungsi internasional di wilayah Kelurahan Medang,
dapat digali secara mendalam dengan data temuan yang rinci dan detail.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik studi kasusu
sebagai Metode penelitian. Studi kasus adalah penelitian yang
kajiannya berfokus pada satu kasus yang dilakukan secara intensif,
mendalam, mendetail dan komprehensif (Salam dan Aripin 2006, 22).
Pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan Persepsi Masyarakat
Tentang Keberadaan Pengungsi Internasional di Kelurahan Medang,
Kecamatan Pagedangan. Penelitian studi kasus pada masyarakat di
lingkungan Kelurahan Medang ini memiliki berbagai alasan yang
dijadikan pertimbangan peneliti dalam melakukan penelitian:
12
1) Menjadi salah satu wilayah tujuan urbanisasi di Kecamatan
Pagedangan,
2) Isu diskrimasi, justifikasi, regresi masyarakat terhadap Pengungsi
Internasional.
B. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Marshall (1995) menyatakan bahwa melalui observasi
seorang peneliti dapat belajar tentang perilaku, dan makna dari
perilaku tersebut (Sugiono 2006, 226). Observasi digunakan
untuk mengumpulkan data, dan melihat bagaimana kehidupan,
pola perilaku dan gaya hidup subjek penelitian.
Dalam Metode observasi (pengamatan) teknik pengumpulan
peneliti diharuskan untuk terjun langsung ke lapangan untuk
mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku,
kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan
(Ghoni dan Almansyur 2012, 164-165).
Untuk mengawasi dan melihat perilaku subjek penelitian,
metode observasi menjadi opsi terbaik. Metode ini banyak
menggunakan panca indera sebagai alat untuk melihat dan
mengawasi, oleh sebab itu metode ini sering disebut sebagai
metode pengamatan langsung.
2) Interview/Wawancara
Selain teknik observasi, wawancara kualitatif juga
merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan
informasi. Esterberg (2002) mendefiniskan wawancara/interview
sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar infromasi dan ide
melalui tanya – jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu (Sugiono 2006, 231).
Terdapat dua alasan mengapa penelti menggukana metode
ini, yang Pertama, melalui wawancara peneliti tidak hanya
menggali informasi yang ingin diketahui dan pengalaman yang
13
dialami informan (subjek penelitian), tetapi juga apa yang tidak
terlihat di dalam diri subjek penelitian. Dan yang Kedua,
memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan yang lebih
variatif kepada informan, hal ini dikarenakan bentuk pertanyaan
yang mencakup hal-hal bersifat lintas waktu yakni bisa bertanya
informasi dan pengalaman yang dialami baik pada masa lampau,
masa kini, dan masa depan (Ghoni dan Almansyur 2012, 176).
3) Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi atau kajian dokumentasi menjadi salah
satu teknik pengambilan data yang digunakan peneliti. Studi
dokumentasi dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data
atau informasi melalui surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat,
pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulis
lainnya (J. Sarwono 2006, 225).
Dokumen merupakan sebuah catatan tertulis peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen menjadi kumpulan data atau bahan
tertulis yang berkaitan atau berhubungan dengan suatu fenomena,
situasi, atau kejadian di masa lalu yang dibuat baik secara sengaja
ataupun tidak disengaja dan dapat digunakan peneliti dalam
menganalisa objek penelitian. Sedangkan Record adalah setiap
pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga
untuk keperluan pengujian atau penelitian suatu fenomena atau
peristiwa (Ghoni dan Almansyur 2012, 176).
C. Analisis Data
Dalam penelitian terdapat suatu kegiatan yang sangat penting
untuk dilakukan yakni analisis data. Dalam analisis data dibutuhkan
ketelitian dan pemikiran kritis dari peneliti untuk menjawab
pertanyaan peneliti yang tersaji dalam perumusan masalah. Peneliti
menggunakan analisis nonstatistik yang diterapkan pada data yang
bersifat kualitatif, biasanya berupa studi empris atau studi literatur.
Analisis kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya
14
hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti (J. Sarwono
2006, 239).
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah
proses yang bertujuan untuk mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiono 2006, 244).
D. Pedoman Penulisan Skripsi
Penelitian ini menggunakan teknik penulisan berdasarkan buku
panduan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 (Pedoman ini berdasarkan
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507
Tahun 2017) hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam
penulisan skripsi. Dengan gaya penulisan berdasarkan penulisan
penelitian untuk ilmu sosial menggunakan format Chicago manual of
style 17th edition (author-date).
E. Objek Penelitian
Keseluruhan dari gejala yang terdapat di sekitar kehidupan
masyarakat Medang merupakan objek dalam penelitian ini. Objek
penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Medang, Kecamatan
Pagedangan, Banten.
F. Teknik Pemilihan Informan (Subjek Penelitian)
Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai
sampel dalam sebuah penelitian. Penggunaan teknik purposive
sampling dipilih penelti untuk memilih subjek dan menentukan
sampel, teknik purposive sampling sendiri adalah teknik pengambilan
15
sumber data berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiono 2006, 218-
219).
Dalam penelitain ini, peneliti melakukan pemetaan dalam
pemilihan narasumber berdasarkan teori yang digunakan sebagai
bahan acuan analisa data. Berdasarkan faktor-faktor pembentukan
persepsi yang diutarakan oleh Rakhmat (1986), dalam faktor
fungsional terdapat beberapa poin yang digunakan peneliti untuk
pemetaan informan yakni tingkat pendidikan informan; peneliti
menentukan tingkat pendidikan dari SMA hingga akademi/D1-D4
atau sarjana dan pascasarjana, usia informan; ditentukan mulai dari
usia 20-50 tahun, jenis kelamin informan, dan agama informan; hal ini
dipilih untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat berdasarkan
latar belakang keagamaannya, agama yang diambil adalah agama
yang mayoritas dianut oleh masyarakat Kelurahan Medang yakni
Islam.
Kriteria utama dalam pemilihan informan adalah masyarakat
Kelurahan Medang yang pernah berkontak langsung
(berinteraksi/berkomunikasi) ataupun yang pernah melihat
keberadaan pengungsi Internasional yang ada di lingkungan
Kelurahan Medang.
No Informan Informasi yang
dicari
Jumlah
1. Masyarakat yang
tinggal berdekatan
dengan Shelter atau
tempat tinggal
pengungsi internasional
Bertanya tentang awal
mula kedatangan dan
Persepsi mereka
tentang keberadaan
pengungsi
internasional di
lingkungan wilayah
tempat tinggal mereka
3
2. Masyarakat yang
berjualan di dekat
shelter tempat tinggal
pengungsi internasional
2
3. Stake holder (tokoh
masyarakat, RT/RW)
1
4. Pihak Kelurahan
Medang
Bertanya mengenai
gambaran wilayah
1
16
dan karakteristik
masyarakat Medang.
Serta kerjasamanya
oleh pihak IOM
terkait pengungsi
internasional.
Jumlah 7
Tabel 1.1 Informan Peneliti
Kriteria Informan Variasi Informan (Jumlah)
Jenis Kelamin Perempuan (4 orang)
Laki-laki (4 orang)
Usia 20-30 (2 orang)
30-40 (4 orang)
40-60 (2 orang)
Jenjang Pendidikan SD (1 orang)
SMA (3 orang)
Sarjana (S1) (3 orang)
Pasca Sarjana (S2) (1 orang)
Pernah berinteraksi/melihat keberadaan pengungsi internasional
Tabel 1.2 Kriteria Informan
No. Nama Alamat keterangan
1. Bpk. Rizki
Rizani Fahzi,
S.IP
Balaraja Kepala Kelurahan Medang
2. Ibu Sr RW 005 Kampung
Kandang
Stake Holder/Koordinator
PAUD Teratai
3. Sh RW 005 Kampung
Kandang
Warga RW 005/
Pedagang
4. Rm RW 004
Kampung Rawa
Buaya
Warga RW 004/
Pedagang
17
5. Bpk. Zu RW 009 Medang
Lestari
Warga RW 009/
Driver Grab Car
6. Bpk. F RW 009 Medang
Lestari
Warga RW 009 Medang
Lestari
7. Ibu Ss RW 009 Medang
Lestari
Warga RW 009 Medang
Lestari/Kader PKK Posyandu
Anggrek RW 09
Tabel 1.3 Daftar Infroman
G. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari dua sumber
yakni,
1) Sumber data primer
Merupakan deskripsi langsung fenomena/kejadian yang
dialami oleh peneliti dengan benar-benar mengamati atau
menyaksikan kejadiannya. Dalam penelitian pendidikan ini
umumnya deskripsi penelitian oleh individu (mahasiswa). Dalam
penelitian ini, sumber data utama berasal dari data yang diperoleh
dengan melakukan wawancara dan observasi pada subjek
penelitian. Sumber data utama dalam penelitian ini diperoleh
secara langsung dari subjek penelitian yaitu Masyarakat di
Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan.
2) Sumber data sekunder
Merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada peneliti, baik dengan cara melalui orang maupun melalui
catatan dokumen yang sifatnya lebih baku atau yang sering
disebut sebagai Sumber Pustaka Baku, atau yang sifatnya lebih
permanen. Sumber ini dapat diperoleh melalui wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi.
18
H. Teknik Keabsahan Data
Menurut Patton dalam Moeloeng, melakukan pembandingan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai penilaian,
pendapat, dan pandangan orang lain merupakan cara untuk mencapai
keabsahan data penelitian. Teknik triangulasi digunakan untuk
memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh peneliti. Teknik
triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat
kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (realibilitas) data,
serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di lapangan
(Moeloeng 1998, 329; (Gunawan 2013, 218).
Teradapat beberapa cara untuk mendapatkan keabsahan data
yakni dengan melakukan triangulasi data dengan teknik triangulasi
sumber dan metode. Triangulasi sumber menjadi strategi dalam
meningkatkan kredibilitas (derajat kepercayaan) dan validitas sebuah
data. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal
ini dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan
dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang
secara umum dengan yang dikatakan secara khusus/pribadi, dan
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan melakukan
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan
beberapa teknik pengumpulan data dan melakukan pengecekan
derajat kepercayaan menggunakan beberapa sumber data dengan
metode penelitian yang sama (Moeloeng 1998, 331). Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan metode triangulasi menggunakan teknik
triangulasi sumber, yakni membandingkan data dengan sumber data
lain dengan metode pengambilan data yang berberda. Seperti
komparasi data temuan wawancara dengan data observasi maupun
data dari studi dokumentasi.
19
5. Sistematika Penulisan
Terdapat enam (VI) bab yang tersaji dalam penelitian ini, dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Bab ini menjadi landasan pemikiran peneliti dari data-data yang
telah diperoleh. Bab ini berisi uraian dan konsep yang berkaitan
dengan objek yang diteliti. Kerangka pemikiran yang digunakan
adalah teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan Persepsi,
pengungsi Internasional, dan masyarakat lokal.
BAB III : GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum Kelurahan Medang sebagai wilayah
yang terdapat shelter Pengungsi Internasional.
BAB IV: DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini berisi uraian penyajian data dan temuan yang di dapat
setelah melakukan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
BAB V : PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil penelitian dan analisis, berupa gabungan dari
hasil pengumpulan data dengan beberapa temuan data dan analisis
data yang ditemukan di lapangan.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi simpulan hasil penelitian tentang Persepsi
Masyarakat Setempat Tentang Keberadaan Pengungsi
Internasional di Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
A. Teori Persepsi
Dalam ilmu Psikologi Sosial terdapat banyak sekali definisi tentang
persepsi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ahli yang
mendefinisikannya. Persepsi secara bahasa merupakan kata serapan bahasa
asing yang diambil dari Bahasa Latin Perceptio; dalam Bahasa Inggris
Perception yang berarti kemampuan untuk melihat sesuatu; cara untuk
melihat dan memahami sesuatu (ability to perceive something; way of
seeing or understanding something) (Oxford 2008, 325).
Pada hakikatnya persepsi merupakan sebuah proses kognisi yang
dialami setiap orang dalam memahami informasi serta memberi makna
tentang lingkungan melalui stimuli inderawi yakni pengelihatan,
pendengaran, penciuman, dan penghayatan perasaan (Mahmudah 2012, 89;
Luthfi, Saloom, dan Yasun 2009, 25).
Persepsi adalah sebuah proses yang menggabungkan dan
mengorganisir data-data indera manusia (pengindraan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling
kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh 2004, 103). Persepsi juga
diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan (Luthfi, Saloom, dan Yasun 2009, 25).
Persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia
luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya kemudian masuk ke dalam
otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud
sebuah pemahaman. Sebelum terbentuknya persepsi, stimulus diperlukan
agar bisa ditangkap melalui organ tubuh yang digunakan sebagai alat bantu
untuk memahami lingkungan atau objek. Alat bantu tersebut disebut dengan
alat indera atau panca indera, secara universal berupa mata, telinga, hidung,
21
lidah, dan kulit masing-masing indera memiliki fungsi-fungsinya sendiri
(Sarwono 2009, 86).
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Gibson et.al.
(1989) mengatakan bahwa persepsi merupakan penafsiran yang terorganisir
terhadap suatu stimulus serta mampu mempengaruhi sikap dan perilaku.
Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Gilmer (1971) dan Wittig (1977),
persepsi merupakan proses penginterprestasian seseorang terhadap stimulus
sensori. Dalam proses sensori tersebut hanya melaporkan lingkungan
stimulus, kemudian diterjemahkan kedalam bentuk yang mudah dipahami
serta dapat dirasakan (Mahmudah 2012, 89-90).
Davidoff (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses
yang terintegrasi mengenai perasaan, pengalaman, dan kemampuan berpikir
serta kerangka acuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek. Menurut
Davidoff, persepsi sangat bermanfaat bagi individu sebab proses ini akan
memberikan informasi sehingga seseorang akan menyadari, mengerti, dan
memahami keadaan diri sendiri dan sekitarnya (Luthfi, Saloom, dan Yasun
2009, 26).
Menurut Rakhmat (1986) persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan yang diterima (Mahmudah 2012, 90).
Sedangkan menurut Sarlito (1996) persepsi merupakan proses pencarian
informasi untuk dipahami yang melibatkan penginderaan dan pemahaman.
Baron Byrne (1988) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses untuk
mengerti dan memahami orang lain (Luthfi, Saloom, dan Yasun 2009, 26).
Persepsi dalam bidang kajian dijelaskan sebagai studi terhadap
bagaimana seseorang membentuk kesan dan membuat kesimpulan tentang
orang lain (Sarwono dan Meinarno 2014, 24). Persepsi juga mengacu pada
bagaimana seseorang memahami dan mengkategorisasikan dunia. Dalam
mempersepsikan suatu objek, seseorang menafsirkan suatu stimulus
berdasarkan minat, harapan, dan ketertarikannya dengan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan kata lain, persepsi adalah proses menginterpretasikan
objek berdasarkan pengalaman (Shaleh 2004, 111).
22
Persepsi mengandung berbagai macam isi baik atribut individual
(yang mencakup kepribadian, sifat-sifat, karakteristik fisik, serta
kemampuan menilai) maupun atribut kelompok. Melalui persepsi sosial,
seseorang berusaha untuk mengetahu apa yang dipikirkan, dipercaya,
dirasakan, diniatkan, dikehendaki, dan didambakan, orang lain; membaca
apa yang ada dalam diri orang lain berdasarkan ekspresi wajah, tekanan
suara, gerak-gerik tubuh, kata-kata, dan tingkah laku; berusaha untuk
menyesuaikan tindakan diri sendiri dengan keadaan orang lain berdasarkan
pengetahuan dan pembacaan terhadap orang tersebut (S. W. Sarwono dan
Meinarno 2014, 25).
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah sebuah proses penafsian
informasi, pengalaman, hubungan-hubungan yang melibatkan panca indera
untuk mengetahui dan memahami lingkungan dan orang lain.
Secara umum persepsi adalah proses atau aktivitas mempersepsikan
orang lain dan apa yang membuat mereka dikenali. Manusia dapat mencari
tahu dan mengerti orang lain melalui proses persepsi. Persepsi berpengaruh
pada bagaimana seseorang mengetahui, memandang, dan memahami orang
lain. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi persepsi yang
dikemukakan oleh Rakhmat (1986), beliau menyatakan bahwa persepsi
merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
yang diterima (Mahmudah 2012, 90).
B. Proses Persepsi
Persepsi menjadi sebuah proses yang terjadi pada diri seseorang
yang bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan membentuk kesan
terhadap orang lain. Istilah ‘love at first sight’ menjadi salah satu contoh
proses persepsi dalam memberikan kesan tentang orang lain. Ungkapan
“melihat dari ujung kepala hingga ujung kaki”, menjadi gambaran
bagaimana seseorang mengidera, mengamati, hingga memberikan kesan
23
atau persepsi kepada sesuatu. Kesan tercipta dari simbol-simbol verbal
maupun nonverbal individu maupun kelompok.
Persepsi muncul karena adanya informasi maupun ciri-ciri umum
dan ciri-ciri khusus dari orang lain. Dari informasi atau ciri-ciri khusus
tersebut seseorang memberikan perhatian khusus yang cenderung
memperhatikan sesuatu atau kualitas yang berbeda, aneh, atau tidak umum.
Proses persepsi dimulai dari pengenalan terhadap tanda-tanda
nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-
tanda nonverbal ini merupakan informasi yang dijadikan bahan untuk
mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh. Dari informasi-
informasi tersebut kita dapat menyimpulkan tentang apa yang sedang
dipikirkan atau yang dirasakan orang lain. Kemudian diperlengkap oleh
ungkapan-ungkapan verbal untuk menyimpulkan tanda-tanda nonverbal
(Sarwono dan Meinarno 2014, 25).
Menurut Alo Liliweri (2011, 157) ia menyatakan bahwa terdapat
beberapa tahapan dalam proses persepsi yakni, Individu memperhatikan dan
membuat seleksi, Individu mengorganisasikan objek yang ditangkap indera,
Individu membuat interpretasi. Dalam pembentukan persepsi melibatkan
berbagai proses, mulai dari proses fisik, proses fisiologis, proses psikologis,
dan proses persepsi.
Bagan 2.1 Proses terbentuknya persepsi Sumber : Data Olahan Dari Hamka (2002)
24
Dalam proses fisik, keterlibatan panca indera menjadi hal yang
paling dasar sebagai reseptor dari rangsangan yang diterima oleh panca
indera; alat-alat indera adalah bagian-bagian tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsangan sesuai dengan modalitas masing-masing, mata dan
telinga dianggap sebagai higher senses sebab keduanya memberikan
informasi inderawi lebih kaya dibandingkan hidung, lidah, dan permukaan
kulit; peraba (lower senses) (Shaleh 2004, 101).
Selanjutnya proses diteruskan dalam proses fisiologis yakni
stimulus yang diterima oleh reseptor kemudian di proses oleh sistem sensori
yang akan mendeteksi informasi, mengubahnya menjadi impuls saraf,
mengolah beberapa diantaranya kemudian mengirimkannya ke otak. Otak
memainkan peran yang luar biasa dalam mengolah data sensorik. Sistem
sensori merupakan perangkat khusus dalam tubuh manusia untuk
menangkap, menerima, dan mengumpulkan informasi (Shaleh 2004, 116).
Sistem sensori mengolah data yang tertangkap oleh panca indera kemudian
informasi atau data tersebut diproses.
Proses selanjutnya adalah proses psikologik dimana timbul
kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. Persepsi
bersifat subjektif karena bukan sekedar penginderaan melainkan juga
dipengaruhi oleh kondisi psikologis, pengetahuan dan pengalaman (Shaleh
2004, 119).
Proses terjadinya persepsi yang terakhir adalah proses persepsi
yakni tanggapan dan perilaku yang akan ditunjukan kepada stimulus.
Tanggapan dan perilaku ini bisa menjadi positif ataupun negatif, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa hal saat individu mengolah informasi atau data.
Persepsi merupakan suatu hal yang dinamis; bisa berubah-ubah. Perubahan
tersebut bisa disebabkan oleh adanya adaptasi dan habituasi dalam proses
psikologis individu (Shaleh 2004, 132).
25
C. Hakikat Persepsi
1) Persepsi Merupakan Kemampuan Kognitif
Persepsi merupakan sebuah proses menginterpretasikan
stimulus yang melibatkan banyak kegiatan kognitif. Pada awal
pembentukan persepsi, seseorang telah menentukan mana yang akan
diperhatikan. Jika seseorang memusatkan perhatian yang lebih besar,
dan memperoleh makna yang dapat ditangkap sehingga dapat
dihubungkan dengan pengalaman yang telah lalu dan di kemudian hari
dapat diingat kembali.
Kesadaran dan ingatan berperan dalam pembetukan persepsi
seseorang. Suasana hati dan kondisi psikis menjadi hal utama yan
mempengaruhi cara orang melihat seseuatu. Indera manusia secara
teratur akan menyimpan data yang diterima dan ditangkan hingga
menghasilkan suatu makna(Shaleh 2004, 113-114).
2) Peran Atensi dalam Persepsi
Atensi atau perhatian adalah keterbukaan seseorang untuk
memilih rangsangan (stimulus) yang ada. Selama manusia terjaga,
banyak sekali rangsangan yang berlomba menuntut perhatian manusia.
Seseorang dapat memilih rangsangan (stimulus) mana yang paling
menarik dan paling mengesankan.
Atensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-
faktor eksternal. Faktor-faktor internal berupa faktor biologis (lapar,
haus, dsb), faktor fisiologis (tinggi pendek, gemuk, kurus, sehat, lelah,
kekurangan dalam pendegaran dan pengelihatan, cacat tubuh, dsb),
faktor-faktor sosial budaya (agama, gender, tingkat pendidikan,
pekerjaan, pengahasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu,
kebiasaan dsb), dan faktor psikologis (kemauan, keinginan, motivasi,
harapan, kemarahan, kesedihan, dsb). Dan faktor-faktor eksternal
berupa atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas,
kontras, kebaruan, dan pengulangan objek yang dipersepsi (Mulyana
2011, 197-199).
26
Beberapa psikolog melihat atensi sebagai penyaring (filter)
yang akan menyaring semua informasi pada titik yang berbeda dalam
proses persepsi. Sebaliknya, psikolog lainnya meyakini bahwa
manusia mampu memusatkan atensinya terhadap apa yang mereka
kehendaki untuk dipersepsikan, dan dengan aktif melibatkan diri
mereka dengan pengalaman-pengalaman tanpa menutup rangsangan
lain yang saling bersaing.
Banyak sekali penelitian mengenai apa saja yang dapat
memberi arah bagi pembentukan persepsi seseorang. Kebutuhan, nilai,
dan minat telah terbukti menjadi pengaruh penting dalam persepsi
(Shaleh 2004, 115-116).
D. Faktor-faktor Persepsi
Persepsi terhadap suatu objek dapat berbeda dengan orang lain. Hal
ini dikarenakan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang. Beberapa ahli mencoba untuk mengemukakan beberapa faktor
yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dinamika lingkungan
sosial. Berkman dan Secord (1974), mengemukakan bahwa terdapat tiga
faktor penting yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu pengetahuan
(knowledge), harapan (expectation), dan penilaian (evaluation) (Mahmudah
2012, 90).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi persepsi, menjadikan persepsi
berubah-ubah sebagaimana faktor-faktor tersebut berubah. Sarlito W.
Sarwono (2009, 103-106) dalam bukunya, menyebutkan bahwa ada enam
faktor yang membentuk persepsi dan menjadikannya berbeda dari persepsi
individu lain.
1) Yang pertama adalah perhatian, pada satu waktu terdapat ribuan
rangsangan yang datang secara bersamaan dan ditangkap oleh panca
indera. Semua rangsangan pastinya tidak mampu diserap sekaligus
melainkan memfokuskan atau memusatkan perhatian individu kepada
satu atau dua rangsangan saja. Pemusatan atau pemfokusan
27
rangsangan objek inilah yang kemudian diinterprestikan hingga
membentuk suatu persepsi.
2) Yang kedua adalah Set atau mental set adalah kesiapan mental
seseorang untuk menghadapi suatu rangsangan yang muncul dengan
cara tertentu.
3) Selanjutnya yang ketiga adalah kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan
sesaat maupun menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi
persepsi orang tersebut. Dengan demikian kebutuhan yang berbeda
pastinya akan menciptakan persepsi yang berbeda.
4) Yang keempat adalah sistem nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam
masyarakat juga berpengaruh pada pembentukan persepsi.
5) Yang kelima adalah tipe kepribadian. Hal ini berkaitan dengan tipe
kepribadian individu seperti introvert atau ekstrovert, keduanya
memiliki cara pandang dan cara menyikapi suatu hal dengan cara yang
sangat berbeda. Seorang introvert yang tertutup pastinya memiliki
persepsi yang berbeda dengan seorang ekstrovert yang terbuka.
6) Dan yang terakhir adalah gangguan kejiwaan. Kondisi kejiwaan
seseorang juga berpengaruh pada proses persepsi. Kesalahan persepsi
juga disebabkan oleh gangguan kejiwaan mulai dari halusinasi dan
delusi.
Ma’rat (1991, 21) berpendapat bahwa persepsi seseorang dipengaruhi
oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala berpikir, dan
pengetahuan individu. Pendapat lainnya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi sosial seseorang dikemukakan oleh Sukadji (1986)
yakni,
1) Diri orang yang bersangkutan sendiri (internal). Interpretasi seseorang
tentang apa yang dilihatnya dipengaruhi oleh karakteristik individual
seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2) Sasaran persepsi. Merupakan objek persepsi, bisa berpa orang, benda
atau peristiwa. Sasaran persepsi orang dapat disebabkan karena
adanya kesamaan, kedekatan, kebetulan, atau penggeneralisasikan.
28
3) Faktor situasi. Biasanya persepsi muncul karena adanya situasi yang
tidak biasa (tidak wajar) atau unik yang dapat menarik perhatian. Hal-
hal yang mempangaruhi persepsi adalah faktor personal dan faktor
situasional. David Kreach dan Richard S Crukchfield (1977)
menyebutnya dengan faktor fungsional dan faktor struktural (Luthfi,
Saloom, dan Yasun 2009, 26-27).
Menurut Rakhmat (1986), ia menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi persepsi diantaranya adalah faktor fungsional dan faktor
struktural.
1) Faktor fungsional yang bersifat personal dan subjektif, meliputi
kebutuhan, usia, pengalaman masa lampau, kepribadian, jenis
kelamin;
2) Faktor struktural adalah faktor di luar individu meliputi lingkungan,
keluarga, hukum yang berlaku, dan nilai dalam masyarakat
(Mahmudah 2012, 91).
Menurut Shaleh (2004), persepsi sebagai proses psikologis
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni perhatian yang selektif, ciri-ciri
rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu
(Shaleh 2004). Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi persepsi dengan
cara pengungkapan yang agak berbeda dikemukakan oleh Young (1956)
dimana ia menyatakan bahwa ada tidak faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam persepsi yaitu,
1) Proses sensoris, yakni proses yang digunakan setiap saat yang
melibatkan panca indera dan otot.
2) Faktor interpretasi, yaitu cara seseorang sebagai unit dinamis dan aktif
dalam mengorganisir persepsi, pengalaman masa lalu, dan arti
stimulus yang terlibat di dalamnya.
3) Faktor penelitian, yaitu merupakan sub aspek dari interpretasi yang
memberikan kebijkasanaan pada persepsi dalam arti yang lebih luas
(Mahmudah 2012, 92-93).
Menurut Meichati (1974) ia berpendapat bahwa tanggapan individu
terbentuk melalui serangkaian penghayatan serta proses belajar yang
29
berhasil dilalui oleh individu, dan keseluruhan proses tersebut merupakan
dasar bagi timbulnya tingkah laku individu (Mahmudah 2012, 93).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi
sosial seseorang. Faktor fungsional dan faktor struktural menjadi pemicu
respon seseorang terhadap stimulus (dinamika lingkungan sosial) yang
nampak. Mahmudah (2011) membuat sebuah bagan yang digambarkan
berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang,
Bagan 2.2 Faktor-faktor Persepsi
Sumber : Mahmudah 2012, 93
Dalam penelitian ini, persepsi sosial menjadi teori utama dalam
melihat, mengetahui, memahami, serta menggali data mengenai persepsi
masyarakat tentang keberadaan pengungsi internasional di sekitar
lingkungan tempat tinggal mereka.
30
E. Macam-macam Persepsi
Persepsi terbentuk dari stimulus yang berasal dari suatu objek. Bila
mengacu pada objek yang tertangkap indera manusia, persepsi terbagi
menjadi dua yakni,
a. Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik)
Panca indera yang paling mendominasi dalam proses
persepsi adalah pengelihatan dan pendengaran. Dengan mata dan
telinga, manusia dapat memperoleh informasi yang ada di
lingkungan sekitar. Persepsi terhadap objek lingkungan sekitar atau
lingkungan fisik merupakan proses penafsiran terhadap objek-objek
yang tidak bernyawa, seperti bangunan, pemandangan, dan lain-lain.
Dalam proses pembentukan persepsi lingkungan fisik, tak
jarang indera manusia melakukan kekeliruan, oleh sebab itu
keraguan atas realitas seringkali terjadi. Seperti halnya saat kita
melihat oasis di gurun pasir yang panas, dan realitanya itu hanya
sebuah fatamorgana. Atau ketika kita mendengar suara burung
gagak yang menjadi pertanda kematian. Sebenarnya ada beberapa
faktor yang mempengaruhi manusia dalam mespersepsikan suatu
objek yakni, latar belakang pengalaman, latar belakang budaya,
suasana psikologi pengharapan, dan kondisi faktual panca indera
(Mulyana 2011, 184-190). Faktor-faktor inilah yang dapat
mempengaruhi pemaknaan suatu objek.
b. Persepsi terhadap manusia (sosial)
Persepsi terhadap manusia beda halnya dengan persepsi
terhadap lingkungan fisik karena objek yang ditangkap adalah arti
objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan
sosial. Persepsi terhadap manusia lebih rumit dan kompleks, karena
manusia bersifat dinamis. Dari faktor-faktor yang dijelaskan
sebelumnya, dapat diketahui jika setiap manusia memiliki
perbedaan dalam menggambarkan dan memaknai realitas yang ada
(Mulyana 2011, 184; 191).
31
Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi lingkungan
sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal-hal berikut,
- Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan
persepsi terhadap manusia melalui lambang-lambang verbal dan
nonverbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan
lebih sulit diramalkan,
- Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan
persepsi terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam
(perasaan, motif, harapan, dsb)
- Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia beraksi. Dengan kata lain
objek bersifat statis dan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu
persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih
cepat daripada persepsi terhadap objek, dan lebih beresiko dari
persepsi terhadap objek (Mulyana 2011, 184).
F. Skema Persepsi
Setelah seseorang mengindera objek yang ada di lingkungannya,
proses dari penginderaan tersebut menghasilkan makna dan kesan terhadap
objek tersebut hal ini disebut sebagai persepsi. Persepsi ini selanjutnya
menimbulkan reaksi yang sesuai dengan asas busur reflek. Paul A. Bell et.al
(1978;89) membuat skema persepsi sebagai berikut, (Shaleh 2004, 130)
Bagan 2.3 Skema Persepsi
Sumber : Shaleh 2004, 130
Dalam memproses informasi tentang orang lain penggunaan
stereotip atau prakonsepsi untuk mendefinisikan orang lain berdasarkan
32
kategori-kategori seperti gender atau pekerjaan. Hal tersebut seringkali
digunakan untuk memberikan kesan atau mendefinisikan seseorang maupun
kelompok. Stereotip, prakonsepsi, dan prasangka bisa menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pembentukan persepsi.
Kata lain untuk stereotip dan prakonsepsi adalah skema (Taylor, Peplau, dan
Sears 2009, 51).
Untuk mempermudah dan mempercepat pemprosesan informasi
individu biasanya akan menggunakan skema. Konsep skema digunakan
untuk menggambarkan bagaimana informasi sosial dipersepsi dan
diorganisasikan secara selektif dalam ingatan (Dayakisni dan Hudainah
2012, 31). Skema bersumber dari pengalaman masa lalu. Secara langsung
maupun tidak langsung, manusia belajar dan membentuk skema-skema
berdasarkan pengalaman kehidupan sehari-hari (Augoustnosn & Walker,
1995 dalam Rahman 2018, 83).
Skema merupakan seperangkat kognisi yang tertata, mencakup
pengetahuan tentang beberapa kategori, hubungan antara pengetahuan dan
beberapa contoh spesifik (Taylor Crocker, 1981 dalam Taylor, Peplau, dan
Sears 2009, 51). Dalam skema persepsi, terdapat faktor-faktor atau
kategorisasi yang berpengaruh dalam pembetukan persepsi seseorang.
Biasanya seseorang akan lebih mudah memahami suatu objek dengan
mengkategorisasikan atau mengelompokan orang lain, cara ini dinilai lebih
efisien dan lebih mudah ketimbang harus memahami atribut demi atribut
(ciri-ciri sifat) orang lain (Brigham, 1991).
Kategorisasi atau pengelompokan orang, biasanya berdasarkan pada
karakteristik yang nampak atau menonjol seperti jenis kelamin, ras, usia,
penampilan, keanggotaan kelompok, pekerjaan, atau perilaku. Skema
sangat penting dalam proses kategorisasi, sebab akan mengarahkan
perhatian pada informasi yang relevan, memberi suatu struktur untuk
mengevaluasi infromasi dan memberikan kategorisasi pada ingatan
(Dayakisni dan Hudainah 2012, 32).
Dengan skema kita dapat mengetahui reaksi atau reflek seseorang
terhadap objek yang dilihatnya, skema memberikan batasan-batasan
33
persepsi berdasarkan nilai, hukum, adat, ataupun budaya yang dimiliki
seseorang. Stereotip dan prakonsepsi menjadi hal yang mempengaruhi
persepsi, terbentuk dari informasi, pengetahuan, kebiasaan, ataupun adat
yang ada di lingkungan seseorang.
Dalam skema persepsi, pengetahuan tentang suatu objek dapat
berasal dari informasi yang didapat dari masa lampau, jika informasi
terhadap suatu objek tersebut berkonototasi negatif, maka reflek yang
diciptakan juga negatif begitu pula sebaliknya. Skema seseorang adalah
semacam struktur tentang orang lain, yang berisi simbol-simbol khas
seseorang yang menjadikannya unik dan berbeda. Setiap orang memiliki ciri
khas nya masing-masing, perbedaan inilah yang juga menciptakan persepsi
yang berbeda-beda.
G. Prinsip-prinsip Persepsi
Terdapat beberapa prinsip-prinsip penting dalam persepsi yakni
(Mulyana 2011, 191-207),
a. Persepsi Berdasarkan Pengalaman
Sebagaimana yang telah diutarakan oleh Berkman dan
Secord (1974), yang mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor
penting yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu pengetahuan
(knowledge), harapan (expectation), dan penilaian (evaluation)
(Mahmudah 2012, 90). Pengetahuan manusia didapat dari
pengalaman-pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam memori.
Manusia mempersepsikan segalahal (objek atau kejadian-
kejadian) yang tertangkap oleh panca indera kemudian diberi
makna; diinterpretasikan menggunakan pengalaman dan
pembelajaran di masa lalu yang berkaitan dengan objek atau
kejadian yang serupa.
b. Persepsi Berdasarkan Selektif
Dalam hakikat persepsi, dijelaskan bahwa atensi memilik
peran penting dalam pembentukan persepsi seseorang. Atensi atau
perhatian adalah keterbukaan seseorang untuk memilih rangsangan
34
(stimulus) yang ada. Terdapat faktor-faktor internal yang dapat
mempengaruhi atensi yakni faktor biologis (lapar dan haus), faktor
fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit), faktor
psikologis (kemarahan, kesediaan), dan faktor sosial budaya (gender,
usia, agama, pekerjaan, penghasilan).
c. Persepsi Bersifat Dugaan
Dalam proses memaknai atau menginterpretasi sesuatu,
dugaan seringkali digunakan. Proses persepsi yang bersifat dugaan
memungkinkan manusia mendapat informasi yang lebih banyak
sehingga dalam menafsirkan suatu objek atau kejadian dihasilkan
makna yang lebih lengkap. Dengan menggunakan dugaan,
seseorang membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak
lengkap tertangkap oleh panca indera.
d. Persepsi Bersifat Evaluasi
Persepsi bersifat evaluasi, artinya seseorang akan memiliki
cara pemaknaan yang berbeda dengan orang lain jika persepsi
tersebut tidak sesuai. Persepsi bersifat bersifat pribadi dan subjektif,
dasar inilah mengapa dalam proses persepsi selalu terjadi evaluasi
dalam memberikan makna. Andrea L Rich, yang menyatakan bahwa
persepsi pada dasarnya mewakili keadaan fisik dan psikologi
individu alih-alih menunjukan karakteristik dan kualitas mutlak
objek atau kejadian yang dipersepsi.
e. Persepsi Bersifat Kontekstual
Setelah menerima stimulus atau rangsangan dari luar,
selanjutnya sistem sensori manusia akan mengorganisasikan
stimulus dari semua pengaruh persepsi. Konteks merupakan salah
satu pengaruh yang paling kuat dalma proses persepsi. Konteks
rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif persepsi dan
kognitif seseorang.
35
H. Aspek-aspek dalam Persepsi
Hakikat sikap adalah suatu interrelasi dari berbagai komponen, Allport
(dalam Ma’rat 1991), menyatakan bahwa terdapat tiga komponen dalam
pembutkan sikap yaitu,
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan susunan dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki individu tentang sikapnya terhadap suatu
objek. Melalui pengetahuan dan pengalaman terbentuk suatu
keyakinan tertentu terhadap suatu objek.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan hal yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang. Dalam komponen afektif, berkaitan erat
dengan kebudayaan dan sistem nilai yang dianut oleh sebab itu
komponen afektif bersifat evaluatif
c. Komponen Konatif
Komponen konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bersikap;
bertingkah laku yang berhubungan dengan objek.
Terdapat pendapat lain tentang pembetukan struktur sikap. Pendapat ini
diutarakan oleh Baron, Byrne dan Myers (dalam Gerungan 1996), yang
menyatakan bahwa terdapat tiga komponen yang membentuk struktur sikap
yakni.
a. Komponen kognitif (komponen perseptual)
Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan,
keyakinan yakni hal-hal yang berhubungan dengan proses individu
mempersepsi objek sikap.
b. Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen afektif atau komponen emosional merupakan komponen
yang berkaitan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu
objek persepsi. Pada komponen afektif respon senang dan tidak
senang merupakan hasil interpretasi positif-negatif individu
terhadap objek persepsi.
c. Komponen konatif (komponen perilaku)
36
Dalam komponen konatif atau action component berhuhubungan
dengan kecenderungan tindakan individu terhadap objek sikap.
Komponen ini menunjukan intesitas sikap individu dengan
menunjukan besar-kecilnya kecenderungan individu untuk betindak
ataupun berperilaku terhadap objek sikap.
I. Dimensi-dimensi yang Terkait dengan Pembentukan Persepsi
a) Dimensi Sosial
Sosial merupakan kata serapan bahasa Inggris social yang
berasal dari bahasa Latin socius yang memiliki arti segala sesuatu
yang terlahir, bertumbuh, dan berkembang dalam kehidupan secara
bersama-sama. Sosial merupakan cara-cara tentang bagaimana
seseorang saling berhubungan satu sama lain. Sosial dalam arti
kemasyarakatan memiliki arti segala sesuatu yang berkaitan dengan
sistem hidup bersama atau bermasyarakat dengan orang lain atau
sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, nilai-
nilai sosial, organisasi, aspirasi hidup, dan cara mencapainya
(Ranjabar 2006).
Sosial berisi keseragaman nilai dan moral, dan setiap
kelompok pasti memiliki struktur, nilai, dan moral. Keberadaan
pengungsi internasional atau munculnya kelompok baru dalam
masyarakat akan menciptakan dinamika sosial. Perbedaan struktur
dan kepentingan memicu dinamika lingkungan sosial dimana satu
kelompok memiliki persepsi masing-masing yang berbeda. Selain
itu, perbedaan status sosial, pekerjaan, penghasilan, dsb juga
mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu kelompok.
b) Dimensi Budaya
Kebudayaan, merupakan kata berasal dari bahasa Sansekerta
budh yang berarti akal, dan budhaya dalam bentuk majemuk. Dari
asal kata tersebut kebudyaan diartikan diartikan sebagia hasil
pemikiran akal manusia. Beberapa pendapat mengatakan bahwa
kebudayaan merupakan gabungan dari kata budi dan daya. Budi
37
adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, dan
daya yang berarti perbuatan sebagai unusr jasmani sehingga
kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan perbuatan manusia
(Soekanto 2011, 150).
Budaya dalam bahasa Inggris Culture didefinisikan sebagai
tingkah laku, pola-pola keyakinan, dan semua produk dari kelompok
manusia tertentu yang telah diturunkan dari generasi ke generasi
(Santrock 2007, 289). Pengaruh kebudayaan termasuk kebiasaan
hidup, juga tampak dalam berbagai gejala hubungan manusia
dengan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Persepsi
ditentukan atau dibentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman atau
pengetahuan, dan hal tersebut dipengaruhi oleh budaya yang telah
turun-temurun diajarkan (Shaleh 2004, 131-132). Indonesia sebagai
negara dengan keanekaragaman budaya dan agama hidup
berdampingan dengan menghormati budaya atau agama satu sama
lain.
Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi
sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi
persepsi individu secara keseluruhan terutama penafsiran atas suatu
rangsangan. Agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi,
pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor-faktor internal jelas
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas.
Dengan demikian persepsi itu suatu proses interpretasi yang
terikat dengan budaya (culture-bound). Bagaimana budaya
berpengaruh dalam pemaknaan pesan, objek atau lingkungan yang
bergantung pada sistem nilai yang dianut. Oleh karena itu, persepsi
berdasarkan budaya yang telah diwariskan, diajarkan dam
diperlajari menjadikan persepsi individu terhadap lingkungannya
bersitaf subjektif. Semakin besar perbedaan budaya diantaradua
orang makan semakin besar pula perbedaan persepsi keduanya
terhadap realitas (Mulyana 2011, 213-214).
38
Stereotipe dan prasangka tidak lepas dalam pembetukan
persepsi seseorang. Perbedaan menonjol seperti ras, bahasa, adat,
dan budaya menjadi faktor bagaimana seseorang memaknai;
mempersepsikan perbedaan tersebut. Setiap budaya memiliki nilai
dan norma tertentu, hal ini pun bisa menjadi salah satu pertimbangan
seseorang dalam mempersepsi individu yang berbeda. Seseorang
cenderung memberikan penilaian terhadap sesuatu yang belum
pernah mereka lihat atau berbeda dari yang ia biasa lakukan.
J. Masyarakat Setempat
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial manusia berkumpul
berkelompok memiliki keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain
di sekelilingnya dan membentuk sebuah masyarakat. Masyarakat
merupakan kata serapan dari Bahasa Arab “Syaraka” yang artinya ikut
serta; berpartisipasi, atau “Musyaraka” yang berarti saling bergaul.
Masyarakat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya serta terikat dalam suatu kebudayaan yang
dianggap sama. Memiliki budaya sendiri, bertempat tinggal di suatu daeran
tertentu, dan anggotaya memiliki pengalaman hidup yang sama berdasarkan
pedoman nilai-nilai tertentu merupakan ciri dari masyarakat (Basrowi 2005,
37-39)
Masyarakat Istilah community dapat diartikan sebagai “masyarakat
setempat” yang menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa
(Soekanto dan Sulistyowati 2013). Masyarakat lokal atau masyarakat
setempat tumbuh berkembang dengan mempertahankan nilai kebudayaan
dan hukum yang berlaku. Masyarakat setempat (community) sendiri
didefinisikan sebagai suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh
suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Secara garis besar masyarakat
setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggarisbawahi hubungan
antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.
39
Klasifikasi masyarakat setempat dapat menggunakan empat (4)
kriteria yang saling berpautan yakni, Jumlah Penduduk; Luas, kekayaan dan
kepadatan penduduk; fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap
seluruh masyarakat; dan organisasi masyarakat setempat (Soekanto dan
Sulistyowati 2013, 133-135).
Masyarakat dalam penelitian ini adalah masyarakat setempat atau
masyarakat lokal berkewargaan Indonesia yang bertempat tinggal di sekitar
lingkungan pemukiman Pengungsi Internasional di wilayah Kelurahan
Medang Lestari.
K. Pengungsi (Refugee)
Ada banyak definisi tentang pengungsi, dari yang paling sempit
sampai yang paling luas. Refugees berasal dari bahasa Inggris yang dalam
bahasa Indonesia berarti pengungsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa akar kata dari istilah pengungsi adalah ungsi dan kata
kerjanya adalah mengungsi, yaitu pergi mengungsi (menyingkirkan) diri
dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang memberikan rasa
aman). Pengungsi adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi
adalah penduduk suatu negara yang pindah ke negara pengungsi politik lain
karena aliran politik yang bertentangan dengan politik penguasa negara
asalnya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995).
Orang-orang yang bermigrasi menyeberangi perbatasan biasanya
dipandang menjadi dua hal yang berbeda: yang pertama TKI (labor
migrants) yakni orang-orang yang bermigrasi secara sukarela dengan motif
ekonomi dan perilaku, dan yang kedua Pengungsi (refugees) yakni orang-
orang yang terpaksa bermigrasi, memiliki trauma, dan membutuhkan
bantuan pertolongan (Jacobson 2005, VII). Para pengungsi bergerak dan
bermigrasi dari tanah airnya ke tempat yang lebih menjamin keamanan diri,
nyawa, kekayaan, harapan dan masa depannya (Pigay 2005, 120).
Karen Jacobson mendefinisikan Refugees (pengungsi) sebagai
sekelompok orang yang melarikan diri melintasi batas internasional untuk
berlindung dari penganiayaan, konflik, dan membutuhkan bantuan
40
kemanusiaan. “Refugees are people displaced by persecution, war, or
conflict who have fled across an international border and are in need of
international humanitarian assistance” (Jacobson 2005, 4) Adapun syarat
mereka dikatakan/digolongkan sebagai pengungsi internasional secara
harfiah adalah mereka haruslah melewati batas wilayah suatu negara ke
negara lainnya. Karena apabila mereka tidak melewati batas wilayah
negaranya maka bisa dikatakan sebagai pengungsi lokal. Istilah ini tidak
dibedakan alasan mereka pergi dari negaranya,apakah karena alasan perang,
bencana alam, ataupun karena alasan ekonomi. Istilah ini menjadi berbeda
apabila didefinisikan secara legal atau hukum.
Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, mendefinisikan pengungsi
sebagai “persons due to a reasonable fear of persecution, caused by
reasons of race, religion, nationality, membership in certain social groups
and political parties, is outside the State of nationality and does not wish
the protection of that state” (UNHCR 2005) seseorang yang dikarenakan
oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh
alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan
keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan
tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa pengungsi terjadi
karena adanya bahaya. Seperti bencana alam (natural disaster) seperti banjir,
gempa, gunung meletus, kekeringan. Mengungsi juga bisa terjadi karena
bencana buatan manusia (manmade disaster), seperti konflik bersenjata,
pergantian rezim politik, penindasan kekebasan fundamental, pelecehan hak
asasi manusia, dan sebagainya. Mengungsi dapat dilakukan dalam lingkup
satu wilayah negara ataupun ke negara lain karena adanya perbedaan haluan
politik (Romsan 2003, 35).
Namun tidak semua orang yang berada dalam keadaan tersebut
dapat dikatakan sebagai pengungsi. Pengungsi adalah sekelompok manusia
yang sangat rentan terhadap perlakuan yang tidak manusiawi baik di negara
asalnya maupun di negara dimana mereka mengungsi. Mereka adalah
orang-orang yang sangat miskin dan tidak memiliki dokumen perjalanan.
41
Kepergian mereka ke tempat atau ke negara lain bukan atas keinginan diri
pribadi tetapi karena terpaksa karena tidak adanya jaminan keselamatan dari
negara domisili dan mereka tidak ingin mendapatkan jaminan itu, sehingga
timbullah pelanggaran terhadap hak asasi pengungsi yang tidak dapat
dihindari.
Dalam permasalahan pengungsian memang perlu dilakukan
perlakuan khusus sebab pengungsi atau mencari suaka tidak akan mungkin
memiliki dokumen lengkap. Pengungsi dalam kriteria refugee
meninggalkan negaranya dalam keadaan terpaksa sehingga wajar tidak
memiliki dokumen perjalanan yang lengkap.
Penentuan status pengungsi pada seseorang dilakukan oleh UNHCR
melalui proses seleksi tertentu. Jika seseorang sudah ditentukan statusnya
sebagai pengungsi maka otomatis seorang tersebut mendapat perlindungan
hukum internasional, dan apabila orang tersebut tidak dapat diberikan status
sebagai pengungsi maka orang tersebut akan dikembalikan ke negara
asalnya (UNHCR 2005).
Terdapat lima kriteria penetuan status pengungsi menurut Konvensi
tentang Status Pengungsi 1951 yakni:
1) Berada di Luar Negaranya
Seseorang dapat disebut pengungsi apabila berada di luar negaranya,
di luar tempat tinggal sehari-harinya.
2) Ketakutan Beralasan
Seorang pengungsi yang meninggalkan negaranya harus berdasarkan
alasan ketakutan. Hal ini dapat dilihat dari keadaan keamanan dan
politik dari negara asal pengungsi dan dapat dijadikan ketakutan
beralasan.
3) Penganiayaan
Ketakutan beralasan berkaitan dengan penganiayaan. Seseorang yang
merasa tidak aman karena adanya penganiayaan sehingga terpaksa
meninggalkan negara dan tempat tinggalnya.
42
4) Alasan Konvensi 1951
Seseorang berhak mendapatkan status pengungsi jika ia takut dianiaya
karena lima alasan sesuai dengan pasal 1A (2) konvensi 1951, yakni:
a) Ras
b) Agama
c) Kebangsaan
d) Keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu
e) Pendapat politik
5) Tidak adanya Perlindungan dari Negara Hal ini berkaitan dengan
keadaan negara yang tidak memungkinkan atau tidak mampu
memberikan perlindungan kepada rakyatnya dikarenakan beberapa
alasan seperti dalam keadaan perang, krisis politik atau bahkan negara
tersebut melakukan diskriminasi kepada ras atau suku tertentu
(UNHCR 2005).
Pergerakan-pergerakan pengungsi internasional pada umumnya
sebagai hasil dari sebuah konflik yang juga dapat menjadi penyebab suatu
konflik. Kejadian seperti migrasi paksaan memungkinkan terciptanya
tantangan yang berkelanjutan dan berkembang, karena penyebab-penyebab
perpindahan populasi tampak tidak mungkin berkurang di masa yang aka
datang (Martin 2005, 331). Migrasi paksaan tidak hanya karena peperangan
tapi juga karena penyebab lainnya seperti perubahan iklim yang merubah
produktifitas agrikultur, bencana alam, krisis ekonomi, dan lainnya.
2. Kajian Pustaka
Dalam menentukan judul penelitian ini peneliti mengadakan
tinjauan pustaka yang terdapat dalam perpustakaan di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, maupun universitas lainnya untuk mengumpulkan
bahan-bahan materi. Peneliti juga menggunakan beberapa situs jurnal untuk
mendapatkan referensi yang berkaitan dengan judul penelitian.
Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat beberapa buku, skripsi,
dan jurnal yang membahas tentang Persepsi Sosial Masyarakat Lokal
43
terhadap keberadaan Pengungsi Internasional. Namun sampai saat ini
peneliti tidak menemukan adanya judul yang serupa dengan judul yang
peneliti ajukan, berikut diantaranya buku, jurnal atau skripsi yang terkait
dengan Persepsi Sosial Masyarakat Lokal terhadap keberadaan Pengungsi
Internasional:
a. Sri Wahyuni, Mahasiswi Alumnus Progam Studi Pendidikan Sejarah,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar, Tahun 2015.
Skripsi dengan judul “Imigran Gelap, Pencari Suaka, dan Pengungsi
di Kota Makassar”. Dalam skripsinya Wahyuni menguraikan latar
belakang kedatangan, Persepsi pemerintah dan masyarakat terkait
imigran gelap, pencari suaka, dan pengungsi sebelum dan setelah
mendapatkan status dari UNHCR.
b. Dhita Wahyu Candra Kirana, Mahasiswi Alumnus Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta, tahun 2016. Skripsi
dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Kehidupan Anak
PUNK Ditinjau dari Aspek Sosial dan Budaya di Yogyakarta (Studi
kasus di komunitas anak Punk Yogyakarta)”. Dalam skripsinya Dhita
mencoba untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kehidupan
anak punk yang ditinjau dari segi sosial budaya. Dalam penelitiannya
metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif.
c. Melly Amalia, Mahasiswi Alumnus Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, tahun 2014. Thesis dengan judul “Dampak
Keberadaan Turis Arab Terhadap Dinamika Sosial Ekonomi
Komunitas (Kasus Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor)”. Dalam thesisnya Melly memaparkan tentang dampak
keberadaan turis Arab yang memiliki peran dalam mendorong
dinamika sosial ekonomi Desa Tugu.
d. EN Aeni, Mahasiswi Alumnus Program Studi Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Djuanda, Tahun
2015. Jurnal Peneltian dengan judul “Hubungan Antara Stereotipe
dengan Prasangka Masyarakat Pribumi Pada Imigran Dalam
44
Interaksi Antar Budaya di Cisarua Bogor”. Dalam jurnalnya Aeni
menyajikan hasil analisa hubungan stereotipe dengan prasangka
masyarakat pribumi pada imigran dalam interaksi antar budaya di
Cisarua Bogor.
3. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori diatas dapat dirumuskan sebuah kerangka
berpikir sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Dalam mempersepsikan
suatu objek atau fenomena, persepsi seseorang yang terbentuk tentu berbeda
dengan yang lainnya. Sebab persepsi merupakan penilaian individu sebagai
bentuk respon terhadap stimulus yang terjadi. Persepsi menjadi sebuah proses
yang terjadi pada diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, memahami,
dan mengevaluasi orang lain. Pembentukan persepsi melibatkan berbagai
proses, mulai dari proses fisik, proses fisiologis, proses psikologis, dan proses
persepsi.
Perbedaan ini terjadi karena terdapat berbagi faktor yang
mempengaruhinya. Secara garis besar perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional merupakan faktor yang
sifatnya personal – subjektif meliputi pengetahuan atau latar belakang
pendidikan, kebutuhan, usia, pengalaman masa lampau, kepribadian, jenis
kelamin, serta agama yang dianut. Sedangkan faktor struktural lebih
dipengaruhi oleh faktor eksternal meliputi lingkungan, keluarga, hukum yang
berlaku, nilai dalam masyarakat, dan budaya (Back-man dan Secord, 1974;
dalam (Mahmudah 2012).
Masyarakat yang bersifat heterogen tentunya akan memiliki persepsi
dan pendapat yang berbeda tentang fenomena yang terjadi. Masyarakat lokal
atau masyarakat setempat tumbuh berkembang dengan mempertahankan nilai
kebudayaan dan hukum yang berlaku. Masyarakat setempat (community) yang
menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa sendiri didefinisikan
sebagai suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat
hubungan sosial yang tertentu. Secara garis besar masyarakat setempat
45
berfungsi sebagai ukuran untuk menggarisbawahi hubungan antara hubungan-
hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.
Klasifikasi masyarakat setempat dapat menggunakan empat (4) kriteria
yang saling berpautan yakni, Jumlah Penduduk; Luas, kekayaan dan kepadatan
penduduk; fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh
masyarakat; dan organisasi masyarakat setempat (Soekanto dan Sulistyowati
2013).
Dalam penelitian ini, masyarakat setempat yang dimaksud adalah
masyarakat yang tinggal atau menetap di Kelurahan Medang dan
berkewarganegaraan Indonesia. Masyarakat setempat yang akan dijadikan
sumber informasi dapat berasal dari masyarakat Kampung Medang maupun
Perumahan Medang yang berkontak langsung dengan para Pengungsi
Internasional. Perbedaan wilayah tersebut akan menghasilkan persepsi yang
berbeda dalam merespon kerebadaan pengungsi Internasional.
Yang dimaksud pengungsi disini adalah mereka yang telah
mendapatkan status Pengungsi oleh UNHCR sebagai lembaga yang
memberikan status kepengungsian berdasarkan kriteria Pengungsi dalam
Konvensi tenang Status Pengungsi 1951. Dalam konvensi tersebut terdapat
lima hal yang menjadikan seseorang sebagai seorang pengungsi yakni Berada
di Luar Negaranya, Ketakutan Beralasan, Penganiayaan, Alasan Konvensi
1951 (Pasal 1A (2) konvensi 1951, yakni: Ras, Agama, Kebangsaan,
Keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu, Pendapat politik) dan Tidak
adanya Perlindungan dari Negara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi Masyarakat Medang
tentang keberadaan pengungsi internasional di wilayah mereka, hingga
mengidentifikasi isu-isu apa saja yang berkembang di wilayah Medang dengan
adanya pengungsi internasional. Peneliti membuat sebuah kerangka berpikir
untuk memudahkan peneliti dalam menentukan instrumen dan menganalisis
data yang di peroleh .
Masyarakat Medang dihadapkan dengan isu multikultural, pada
dasarnya masyarakat terdiferensiasi dalam berbagai kriteria, sepert ciri
fisiologis dan ciri kebudayaan. Wujud diferensiasi sosial yang paling menonjol
46
adalah perbedaan Ras, Etnik, Agama, dan Jenis Kelamin. Perbedaan ini akan
memunculkan berbagai respon dan persepsi masyarakat.
Bagan 2.4 Kerangka Berpikir
Wujud diferensiasi tersebut dapat menjadi faktor dalam pembentukan
persepsi seseorang. Dalam teori Persepsi Sosial, terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Penelitian ini menggunakan Faktor-
faktor pembentukan persepsi yang dikemukakan oleh Rakhmat (1986) yang
terbagi menjadi faktor fungsional dan faktor struktural. Peneliti menggunakan
faktor fungsional dan faktor struktural dengan dimensi pertanyaan seputar
sosial dan budaya. Melalui faktor fungsional dan faktor struktural peneliti dapat
mendapatkan dan mengetahui beragam persepsi masyarakat Kelurahan
Medang terhadap keberadaan Pengungsi Internasional di sekitar mereka.
47
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kelurahan Medang
Terbentuknya Kelurahan Medang sebagai institusi eksekutif yang berperan
menjalankan roda pemerintahan dan pemberdayaan serta pembangunan
masyarakat merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah otonomi Kabupaten
Tangerang, merupakan aspirasi masyarakat yang bermanfaat untuk mempermudah
masyarakat dalam hal pelaksanaan kepengurusan administrasi serta lebih
mempererat hubungan antara pemerintah dengan masyarakat di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Gambar 3.1 Kantor Kelurahan Medang
1) Sejarah Kelurahan Medang
Desa/kelurahan Medang merupakan pemekaran dari Desa
Bojongnangka bagian dari Kecamatan Legok yang terbentuk pada tahun
1983 setelah sebelumnya sudah menjadi desa persiapan pada tahun 1982.
Pada tahun 1983 dilakukan pemilihan calon kepala desa untuk memilih
Kepala Desa Medang Definitif. Pada pemilihan ini terpilihlah Moch.
Romli S sebagai Kepala Desa pertama yang dipilih oleh sekitar 2500 hak
pilih pada masa periode jabatan tahun 1983-1991. Hingga saat ini
48
Kelurahan Medang telah berganti Kepala Kelurahan sebanyak enam orang
dari jangka kepemimpinan mulai tahun 1983 hingga saat ini. Kepala
Kelurahan yang menjabat adalah Moch. Romli S (1983-1991 & 1995-
2003), Ach Sahawi (1991-1995), Mad Nur, S.E (2003-2008 & 2008-
2010), Nasita Sunarya, S.Pd (2010-2012 & 2014-2016), Sugani, S.Sos
(2012-2014), dan yang saat ini menjabat adalah Rizki Rizani Fahzi, S.IP,
M.Si (2016-2019).
Pada 26 Mei 1999 Desa Medang memisahkan diri dari Kecamatan
Legok setelah terbentuknya Kecamatan Pagedangan. Pemisahan wilayah
ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 1999 Tentang Pembentukan 14 (Empat Belas) Kecamatan Di
Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Serang, Tangerang, Pandeglang,
Bogor, Subang, Karawang, Ciamis Dan Majalengka Dalam Wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Desa Medang berada di wilayah
Kecamatan Pagedangan yang masih bagai bagian dari wilayah Kabupaten
Tangerang, pada 17 Oktober 2000 Kabupaten Tangerang berada dibawah
wilayah administrasi Provinsi Banten setelah sebelumnya berada di
wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2003 dilakukan kembali pemilihan Kepala Desa yang
diikuti oleh dua calon yakni Mad Nur dan Ferry Suhendar. Pada pemilihan
yang dilaksanakan pada 20 April 2003, Mad Nur terpilih sebagai Kepala
Desa Medang untuk perode jabatan 2003-2008 menggantikan Moch Romli
S. Pada tahun 2005, Mad Nur diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt)
Lurah dengan ditingkatkannya status Desa Medang menjadi Kelurahan
Medang. Perubahan stastus tersebut berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan 77
Kelurahan dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Ada
beberapa yang hal yang menjadi pertimbangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang perihal ditingakatkannya status Desa Medang
menjadi Kelurahan, diantaranya:
49
49
1. Sebagaian besar Penduduk Desa Medang saat itu mata
Pencahariaanya sudah bukan Petani.
2. Pertumbuhan Penduduk sangat pesat dan pola hidup masyarakat
sudah mengarah pada pola hidup perkotaan.
3. Sifat Budaya, Sosial masyarakat sangat Heterogen.
4. Fasilitas Perkantoran sudah memenuhi persyaratan.
5. Bangunan Kantor, Aula Kantor, Balai warga sudah terpenuhi.
6. Fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang seperti Puskesmas, Pos
Polisi, Masjid, dan sarana Infrastruktur lainnya sudah tersedia
disekitar wilayah Kelurahan Medang.
Sejak tahun 2005 tepatnya pada tanggal 16 September, Desa Medang
beralih status menjadi Kelurahan Medang. Dari pergantian status ini juga
jangka kepemimpinan Kepala Kelurahan menjadi dua tahun untuk satu
periodenya yang sebelumnya lima tahun untuk satu periode jabatan.
Pada tahun 2010, Kelurahan Medang mengadakan serah terima
Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan Medang Lestari dari Developer
PT. Masa Kreasi kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang. Penyerah
terimaan tersebut tertulis dalam Berita Acara Serah Terima Perumahan
Medang Lestari dengan Nomor Pihak Kesatu: 023/MK-MO/ML/XII/2010
dan Nomor Pihak Kedua: 593/724-DBP/2010 yang ditandatangani oleh
H.M. Soehardjo selaku Manajer Operasional PT. Masa Kreasi dan H.
Ismet Iskandar selaku Bupati Tangerang.
Saat ini terdapat sebanyak 17 Rukun Warga (RW) yang berada
dalam wilayah administrasi Kelurahan Medang. Rukun warga tersebut
terdiri dari RW 001 Kp Bojongnangka, RW 002 Kp Carang Pulang, RW
003 Kp Medang, RW 004 Kp Rawa Buaya, RW 005 Kp Kandang, RW
006 TGS Catalina, RW 007 – 014 Medang Lestari, RW 015 – 016 Permata
Medang, dan RW 029 Cluster Karelia.
50
2) Visi-Misi
Pemerintah Kelurahan Medang sebagai sebuah lembaga yang ingin
bekerja dengan baik ke depannya. Maka Kelurahan Medang haruslah
mempunyai visi yang jelas, adapun visi Kelurahan Medang yakni:
“Mewujudkan Kelurahan Medang yang Unggul dan Kompetitif
dalam Pelayanan serta Berusaha Menciptakan Pemukiman yang
Tertib dan Aman”
dengan misi-misinya sebagai berikut :
Meningkatkan aparatur pemerintah dan masyarakat yang beriman
dan bertaqwa.
Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Melestarikan dan meningkatkan derajat lingkungan masyarakat.
Meningkatkan ekonomi yang madiri.
Menciptakan situasi yang aman, tertib, dan kondusif.
3) Sturukur Organisasi
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kelurahan Medang
51
51
4) Data Umum
a. Batas wilayah
Secara demografi keadaan fisik atau geografis Kelurahan Medang
berbatasan dengan,
LETAK BATAS DESA/KELURAHAN KECAMATAN
Sebelah Utara Curug Sangereng Kelapa Dua
Sebelah Selatan Cijantra Pagedangan
Sebelah Timur Cihuni Pagedangan
Sebelah Barat Bojongnangka Kelapa Dua
Tabel 3.1 Batas Wilayah Kelurahan Medang
b. Luas wilayah
Adapun luas kelurahan Medang yakni 470.500 HA.
c. Topografi
Secara umum keadaan topografi Kelurahan Medang merupakan
daerah Daratan dan datar.
d. Jumlah Penduduk
Laki-laki 9835 jiwa
Perempuan 10247 jiwa
Usia 0 – 15 tahun 5727 jiwa
Jumlah total 20.082 jiwa
Jumlah kepala keluarga 4374 KK
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Medang
e. Tingkat Pendidikan Masyarakat
1. Lulusan Pendidikan Umum
Jenjang Pendidikan Jumlah
Sekolah Dasar (SD) -
SMP -
SMA 3277 orang
Akademi/D1 – D3 1134 orang
Sarjana 973 orang
Pascasarjana 108 orang
Tabel 3.3 Jumlah Lulusan Pendidikan Umum
52
2. Lulusan Pendidikan Khusus
Jenjang Pendidikan Jumlah
Pondok Pesantren -
Sekolah Luar Biasa -
Kursus Keterampilan 2 orang
Tabel 3.4 Jumlah Lulusan Pendidikan Khusus
f. Sarana Prasarana
1. Kantor Kelurahan : semi permanen/permanen
2. Prasarana Kesehatan :
Jenis Prasarana Jumlah
PUSKESMAS -
UKBM (Posyandu) 17 buah
Poliklinik 5 buah
Tabel 3.5 Jumlah Prasarana Kesehatan
3. Prasarana Pendidikan:
Jenis Prasarana Jumlah
PAUD 9 buah
TK 7 buah
SD/MI 3 buah
SMP 1 buah
SMA -
PT 1 buah
Tabel 3.6 Jumlah Prasarana Pendidikan
4. Prasarana Ibadah :
Jenis Prasarana Jumlah
Masjid 9 buah
Musholla 13 buah
Gereja -
Tabel 3.7 Jumlah Prasarana Ibadah
53
53
5. Prasarana Umum :
Jenis Prasarana Jumlah
Olahraga 5 buah
Kesenian/budaya 6 buah
Balai pertemuan 2 buah
Lainnya -
Tabel 3.8 Jumlah Prasarana Umum
5) Kelembagaan
Di wilayah kelurahan Medang terdapat beberapa kelembagaan
masyarakat yakni berupa Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),
PKK, dan Karang Taruna. Dengan jumlah masing-masing lembaga
masyarakat yang ada di Kelurahan Medang adalah,
Jenis Kelembagaan Jumlah
RT 108 RT
RW 20 RW
PKK 1 buah
Karang Taruna 16 buah
Tabel 3.9 Jumlah Kelembagaan Masyarakat
54
6) Peta Wilayah
Gambar 3.2 Peta Wilayah Kelurahan Medang
55
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Mobilitas penduduk atau migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan melintasi batas negara atau batas administrasi
dengan tujuan untuk menetap. Migrasi sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk
perpindahan seseorang atau sekelompok orang baik lintas batas maupun di dalam
teritorial negara yang meliputi berbagai bentuk, tempo, komposisi, dan faktor
penyebab perpindahan manusia (Ahmad 2012). Migrasi menjadi salah satu cara
untuk mencari mencari tempat berlindung atau tempat yang lebih baik. Migrasi
sendiri diartikan sebagai perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain
melintasi batas negara sebagai upaya menyelamatkan diri baik karena peperangan,
konflik internal, krisis perekonomian, dan bencana alam yang mengancam
keselamatan diri maupun harta benda. Perpindahan ini disebut sebagai imigrasi
dimana perpindahan penduduk dilakukan antarnegara atau melintasi batas negara,
dan dibutuhkan beberapa dokumen administrasi migrasi.
Orang-orang yang melakukan perpindahan melintasi batas negara maupun
teritori disebut migran. Mereka yang dipaksa untuk meninggalkan negaranya
banyak yang tidak memiliki dokumen-dokumen resmi yang dibutuhkan saat datang
suat negara. Orang-orang yang meninggalkan negaranya secara terpaksa menjadi
stateless karena tidak memiliki dokumen resmi seperti passport yang menunjukan
status kenegaraannya mereka inilah yang sering disebut dengan ilegal migran.
Kebanyakan dari mereka datang ke suatu negara dengan bantuan penyelundup yang
membantu mereka untuk sampai ke negara singgah sebelum akhirnya ke negara
tujuan. Banyak kasus ilegal migran yang kehabisan uang sebelum mereka sampai
ke negara tujuan. Dengan banyaknya resiko yang mengancam mereka saat
melakukan perjalanan yakni tidak hanya kehabisan harta benda, terpisah dengan
anggota keluarga, bahkan perjalanan mencari tempat berlindung ini mengancam
nyawa mereka.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.600 pulau dengan garis
pantai terbuka sepanjang 81.000 km memungkinkan Indonesia menjadi negara asal,
56
transit atau negara tujuan bagi para pencari suaka dan pengungsi internasional.
Mencari perlindungan dengan keluar dari negaranya menjadi salah satu cara untuk
menyelamatkan diri dari konflik yang terjadi di negaranya. Indonesia menjadi salah
satu negara transit para ilegal migran yang dalam berbagai kasus mereka terdampar
dan ditemukan oleh pihak imigrasi Indonesia. Mereka yang bermigrasi untuk
mencari perlindungan bergerak secara berkelompok yang digolongkan menjadi
family refugees, individual refugee, dan pengungsi anak-anak tanpa pendamping –
Unaccompanied Minor Refugees (UMRs).
Pengungsi dan pencari suaka pada dasarnya memiliki konteks yang sama yakni
sama-sama mencari perlindungan di negara lain. Mereka yang stateless – tidak
berkewarganegaraan ketika masuk ke teritori Indonesia mereka dalam pengawasan
Rumah Detensi Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM untuk kemudian di proses
lebih lanjut. Penentuan status tinggal para ilegal migran dilakukan oleh UNHCR
selaku lembaga internasionalyang fokus menangani masalah ilegal migran. Tercatat
sebanyak sebanyak 13,840 pengungsi terdaftar di UNHCR secara kumulatif dan
datang dari Afghanistan (55%), Somalia (11%) dan Iraq (6%) (UNHCR 2018a).
Pemberian status Pengungsi baru diberikan setelah melalui proses detensi dan
melengkapi dokumen-dokumen. Pemerintah Indonesia melalui
KEMENKUMHAM bekerja sama dengan pihak UNHCR dan IOM
dalammenangani ilegal imigran di Indonesia. Mulai dari proses administratif
hingga logistik.
Para imigran yang telah mendapat status pengungsi dari UNHCR kemudian
diberikan tempat tinggal sementara berupa shelter sebelum mereka dirujuk ke
negara tujuan mereka atau dipulangkan kembali ke negara asalnya. Untuk
memenuhi kebutuhan para pengungsi selama di Indonesia, IOM menjadi garda
utama dalam pemberian akomodasi dan logistik bagi para pengungsi. Shelter-
shelter yang disediakan IOM biasanya berdekatan dengan pemukiman warga lokal,
kehadiran para pengungsi internasional menjadi dinamika atau perubahan yang
mencolok di lingkungan sosial warga lokal. Selain perbedaan fisik yang mencolok,
gaya hidup, dan bahasa pun menjadi satu aspek yang memunculkan pro dan kontra
di lingkungan warga lokal. Berbagai upaya dan peran dibutuhkan untuk menjawab
pro-kontra yang terjadi di masyarakat. Bagaimana para stakeholder dan IOM
57
Indonesia memberikan informasi yang dapat meyakinkan dan mengenalkan dua
pihak pengungsi internasional dan masyarakat agar terbentuk suatu pemahaman
satu sama lain.
Berdasarkan data temuan yang diperoleh peneliti di lapangan, Persepsi
Masyarakat terhadap keberadaan Pengungsi internasional di Kelurahan Medang
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Peneliti mendapat berbagai
informasi setelah melakukan wawancara dan studi dokumentasi mulai dari Juni
2019 s.d Juli 2019 tentang Persepsi Masyarakat terhadap keberadaan Pengungsi
internasional di Kelurahan Medang. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara kepada tujuh informan yakni,
No Nama Alamat Usia Agama keterangan
1. Bpk. Rizki
Rizani
Fahzi, S.IP
Balaraja 32 th Islam Kepala Kelurahan
Medang
2. Ibu Sr RW 005
Kp
Kandang
56 th Islam Stake
Holder/Koordinator
PAUD Teratai
3. Bpk. Sh RW 005
Kp
Kandang
37 th Islam Warga RW 005/
Pedagang
4. Ibu Rm RW 004
Kp Rawa
Buaya
47 th Islam Warga RW 004/
Pedagang
5. Bpk. Zu RW 009
Medang
Lestari
48 th islam Warga RW 009/
Driver Grab Car
6. Bpk. F RW 009
Medang
Lestari
22 th Islam Warga RW 009 Medang
Lestari
58
7. Ibu Ss RW 009
Medang
Lestari
48 th Islam Warga RW 009 Medang
Lestari/Kader PKK
Posyandu Anggrek RW
09
Tabel 4.1 Data Informan
Dalam bab ini selain menyajikan data yang telah diperoleh, peneliti juga
menyajikan data traingulasi. Dalam Bab I penelitian ini menggunakan teknik
traingulasi sumber untuk mengetahui keabsahan data yang didapat yakni dengan
melakukakan komparasi sumber data baik dari data wawancara, data observasi
maupun data studi dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa data
yang didapat valid dan dapat di pertanggung jawabkan.
1. Sejarah Keberadaan Pengungsi Internasional di Kelurahan Medang
Berdasarkan hasil wawancara dan data yang dimiliki Kelurahan
Medang, para pengungsi datang dan hidup berdampingan dengan masyarakat
Medang adalah sejak tahun 2016. Penentuan lokasi shelter dilakukan oleh
Kemenkumham, yang secara khusus menempatkan shelter atau penampungan
sementara bagi para pengungsi internasional di Kelurahan Medang. Di tahun
2016 juga Kelurahan Medang dipimpin oleh Lurah baru yang ditunjuk
pemerintah Kabupaten Tangerang yakni Bapak Lurah Rizki Rizani Fachzi.
Warga mengenal atau mengetahui keberadaan pengungsi internasional sejak
adanya kegiatan kerja bakti Bina Wilayah yang diadakan oleh PKK Kelurahan
Medang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ibu Sarminah selaku stakeholder
dan koordinator antara Kelurahan Medang dan IOM.
“Awalnya mereka masuk itu saat kita ada Binwil (Bina Wilayah) di
tahun 2016. Jadi tidak berselang lama setelah Pak Lurah Rizki
menjabat sebagai Lurah Medang. Jadi baru ketika pak Lurah
menginjakan kaki di Medang, mereka mulai berdatangan dan
tinggal di lingkungan sini. Awalnya mereka mengajukan izin ke
Kelurahan, bahwa mereka mau mengabdi – istilahnya di wilayah
kita (Sr 2019).”
Para pengungsi diakomodasi dan dibawah pengawasan IOM
(International Organization of Migration) serta Imigrasi Indonesia. Awalnya
pengungsi yang ada di Kelurahan Medang hanya sebanyak – dan terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga berjumlah sekitar 670 refugees
59
– pengungsi internasional hal ini didapat berdasarkan wawancara peniliti
dengan Lurah Medang Bapak Rizki Rizani Fachzi,
“Ketika saya datang kesini tahun 2016, saya diberikan amanat oleh
Pak Bupati dan juga ternyata disini ada berbagai macam negara
yang memang harus diamankan oleh kami, yaitu dari PBB masuk
ranahnya UNHCR dari situ masuk ke IOM International
Organization Of Migration, dan setelah itu saya berkoordinasi
dengan ibu Jumi dan Pak Rusdi, mereka berkoordinasi dengan saya
terkait pengungsi atau refugee yang ada di kelurahan medang
khususnya. Dari awalnya mereka kisaran, saat 2016-an sekitar 387-
an sampai sekarang itu ada sekitar 670-an (Fachzi 2019).”
Berdasarkan data wawancara dengan ibu Sarminah dan Bapak Lurah,
terdapat kesamaan data mengenai kedatangan para pengungsi internasional.
Kedua pernyataan tersebut dapat menjadi informasi yang valid berdasarkan
teknik triangulasi sumber.
Banyaknya perbedaan antara warga Medang dan para pengungsi
memicu berbagaimacam reaksi di masyarakat. Tidak hanya karena perbedaan
fisik tapi juga karena kehadiran mereka yang mendadak dan tanpa informasi
menciptakan berbagai spekulasi di masyarakat. Dalam tahun pertama dan
kedua keberadaan pengungsi terjadi gejolak di lingkungan masyarakat, hal ini
seperti yang diutarakan oleh Lurah Medang Bapak Rizki Rizani Fachzi,
“Masyarakat yang mengeluh itu, ketika saya bertanya dengan pihak
IOM itu hanya di tahun pertama dan kedua keberadaan mereka
disini” (Fachzi 2019).
Namun setelah adanya kerja sama antara dua pihak yakni pihak IOM dan
Kelurahan Medang dalam memberikan pengertian baik berupa informasi
maupuan kegiatan yang melibatkan kedua pihak baik kepada masyarakat
Medang maupun para pengungsi, kini masyarakat sudah mau berbaur dan para
refugee pun mau membuka diri dan turut ikut dalam kegiatan kemasyarakatan,
“Pada tahun pertama dan kedua ada gejolak-gejolak, ada resistensi
terhadap masyarakat. tapi lambat laun dengan hadirnya pemerintah
di dalamnya membuat satu skema persatuan, keutuhan,
kebersamaan, kelangsungan hidup berbaur dengan refugee.
Alhamdulillah yang tadinya ada resistensi, mereka (Masyarakat)
yang tadinya antipati menjadi simpati, mereka (refugee) yang tadinya acuh tak acuh mereka sekarang bergotong royong –
berbondong-bondong untuk melakukan hal-hal positif dengan
masyarakat di Kelurahan Medang khususnya” (Fachzi 2019).
60
Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman baik bagi
warga maupun para refugee, pemerintah Kelurahan Medang bekerja sama
dengan BINAMAS, BABINSA, dan berkoordinasi dengan pihak POLSEK
Kecamatan Pagedangan. Dari koordinasi ini, segala permasalahan baik yang
terjadi antara masyarakat dengan pengungsi atau pengungsi dengan pengungsi
dapat ditangani dengan baik
“Ketika terkait dengan keamanan, kami dengan tiga pilar yaitu
BINAMAS, BABINSA, dan Lurah, tiga pilar itu kami sudah
berkoordinasi bahwa 1x24 jam kami siap melayani mereka ketika
ada Clash ada suatu permasalahan kami selalu berkoordiasi dengan
pihak POLSEK, pihak Koramil, dan sebagainya maka
Alhamdulillah sampai saat ini adannya kejadian-kejadian kami bisa
kami selesaikan permasalahan tersebut dengan baik dan juga ketika
ada kematian pun kami selalu berkoordinasi dengan pihak imigrasi
dan dengan pihak pencatatan sipil, terkait mereka dikuburkan
dimana (Fachzi 2019).”
Kehadiran para pengungsi internasional menjadi hal baru dan mewarnai
dinamika di lingkungan sosial Kelurahan Medang. Berbagai reaksi muncul di
awal kedatangan para pengungsi di Kelurahan Medang, pro-kontra antar warga
Medang terhadap pengungsi internasional mewarnai kedatangan para
pengungsi internasional.
“Pada tahun pertama dan kedua ada gejolak-gejolak, ada resistensi
terhadap masyarakat. tapi lambat laun dengan hadirnya pemerintah
di dalamnya membuat satu skema persatuan, keutuhan,
kebersamaan, kelangsungan hidup berbaur dengan refugee.
Alhamdulillah yang tadinya ada resistensi, mereka (Masyarakat)
yang tadinya antipati menjadi simpati, mereka (refugee) yang
tadinya acuh tak acuh mereka sekarang bergotong royong –
berbondong-bondong untuk melakukan hal-hal positif dengan
masyarakat di Kelurahan Medang khususnya (Fachzi 2019).”
Peran para stakeholder (Pemerintahan Kelurahan Medang, IOM, dan
para tokoh masyarakat) dalam memberikan informasi, sangat membantu dalam
memberikan rasa percaya, rasa aman dan nyaman di kedua pihak sehingga
tercipta lingkungan Kelurahan Medang yang kondusif.
61
2. Persepsi Masyarakat terhadap Pengungsi Internasional
Untuk mengetahui proses pembentukan persepsi, peneliti
menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
suatu objek. Setiap individu memiliki perbedaan alam mempersepsikan suatu
objek. Perbedaan ini terjadi karena terdapat berbagi faktor yang
mempengaruhinya. Secara garis besar perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
faktor fungsional dan struktural.
A. Faktor fungsional
Faktor fungsional merupakan faktor yang sifatnya personal – subjektif
meliputi pengetahuan atau latar belakang pendidikan, kebutuhan, usia,
pengalaman masa lampau, kepribadian, jenis kelamin, serta agama yang
dianut.
1) Latar belakang Pendidikan/Pengetahuan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, latar
belakang pendidikan berpengaruh terhadap sikap kritis dan
pengendalian diri dalam melihat suatu fenomena. Hal ini dilihat
bagaimana respon masyarakat terhadap informasi atau fenomena yang
terjadi di lingkungan sekitar mereka. Berdasarkan data sekunder yang
didapat dari studi dokumentasi peneliti mengenai tingkat pendidikan
di Kelurahan Medang,
Warga Kelurahan Medang bila ditinjau dari tingkat literasi
sudah memiliki pendidikan yang baik oleh sebab itu tidak ada lagi
warga yang buta huruf. Hal ini juga dipengaruhi oleh tersedianya
sarana pendidikan di wilayah Kelurahan Medang. Saat ini warga juga
tingkat pendidikan
SMA 3277
Akademi/D1 – D3 1134
Sarjana 973
Pascasarjana 108
0500
100015002000250030003500
Diagram 4.1 Tingkat Pendidikan
Warga Kelurahan Medang
62
dapat dengan mudah mendapat informasi di era digital seperti saat ini.
Jaringan komunikasi di Kelurahan sangat baik hal ini dipengaruhi juga
oleh lokasi Kelurahan Medang yang di tengah-tengah perkotaan hal
ini berdasarkan hasil observasi peneliti.
Pengetahuan warga Medang mengenai keberadaan pengungsi
Internasional di lingkungan mereka pada awalnya tidak diketahui. Hal
ini karena pada kedatangan pertama para pengungsi di lingkungan
Kelurahan Medang. Awalnya mereka menganggap para pengungsi
seperti orang asing yang tinggal disekitar mereka tanpa mengetahui
status atau latar belakang keberadaan Pengungsi Internasional di
lingkungan Medang.
“Tentu tahu, pertama kali lihat di daerah summarecon – di
ruko-ruko. Awalnya Cuma mikir banyak bule, saya tidak tahu
kalo mereka itu imigran, baru tahu setelah banyak informasi
kalau mereka itu pengungsi (Zu 2019).”
“Awalnya karena kita, khususnya saya tidak tahu kalau
mereka itu imigran ya kita sangkanya bule aja gitu. Habis dari
perwakannya putih-putih, hidung mancung tinggi ya beda lah
sama kita orang kampung (Rm 2019).”
Warga kelurahan Medang baru mengetahui tentang Pengungsi
Internasional ketika pemerintah Medang bekerja sama dengan IOM
melakukan sosialisasi dan menjalin interaksi antara warga dengan para
pengungsi internasional. Informasi yang didapat warga Medang
biasanya berupa kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah
Medang dan IOM, atau informasi yang tersebar dari mulut ke mulut.
“Tahu, karena pertama saya tahu keberadaan mereka itu
ketika Binwil dan saya pernah mengikuti salah satu kegiatan
yang diadakan kelurahan medang atas kerja sama dengan
IOM kalau tidak salah waktu itu acara hari migran. Saya dan
kader PKK lainnya diundang untuk menghadiri acara tersebut.
Di acara tersebut saya bisa tahu tentang kedatangan mereka
kesini (Indonesia), kemudian mereka juga menampilkan
nyayian dan tarian negara mereka. Dan juga disuguhkan
masakan khas mereka (Ss 2019).”
“sudah tahu karena banyak info dari teman-temannya saya.
Saya sampai bisa tahu mereka dari mana ya karena informasi
dari teman-teman saya sesama grabcar (Utama 2019).”
63
“Sebelumnya tidak tahu kalau mereka itu imigran, tau nya
bule biasa aja yang tinggal di summarecon. Terus mereka kan
pernah ikut kerja bakti sama warga sini, dapat informasi kalau
mereka itu imigran dari pegawai IOM yang dampingin
mereka waktu kerja bakti disini. Mereka itu kesini karena
negara mereka tidak aman, banyak perang. Jadi mereka cari
tempat berlindung (Sh 2019).”
Selain kegiatan yang diadakan saat Hari Refugee Internasional,
beberapa kegiatan juga diadakan atau diikuti oleh para Pengungsi
Internasional seperti kegiatan pada hari Kemerdekaan Indonesia, kerja
bakti, atau pengabdian masyarakat yang dikoordinir oleh IOM dan
Kelurahan Medang. Hal ini bisa dilihat dari laman media sosial IOM
Indonesia (http://www.m.facebook.com/IOMindonesia), dalam laman
tersebut terdapat beberapa foto kegiatan yang melibatkan para
pengungsi internasional dengan warga Medang, hal ini membuktikan
bahwa ada upaya yang dilakukan IOM Indonesia dengan Pemerintah
Kelurahan Medang untuk menjalin relasi antara warga Medang dengan
pengungsi internasional. Kegiatan lainnya adalah Pengabdian
Masyarakat oleh pengungsi intenasional bertujuan untuk saling
bertukar informasi atau pengetahuan antara warga Medang dan
Pengungsi Internasional. Beberapa pengungsi internasional menjadi
tenaga ajar di salah satu PAUD di RW 005 yakni PAUD Teratai,
mereka berbagi dan mengajarakan bahasa inggris dan bahasa arab untuk
anak-anak maupun orang dewasa,
“Bangunan Paud ini juga dibantu oleh IOM, untuk perluasan
kelas dan alat-alat seperi papan tulis dan meja. Untuk tenaga
ajar, guru-guru di Paud ini dibagi menjadi dua, kalau hari-hari
itu sama Ibu tika dan Pak Amin, terus setiap hari rabu itu dari
IOM – dari para imigran mereka juga didampingi oleh pihak
IOM (Sarminah 2019).”
Dari beberapa sumber informasi yang didapat oleh warga
Medang menjadi salah satu aspek penting untuk mengetahui respon dan
persepsi warga Medang terhadap keberadaan pengungsi internasional.
Dilihat dari data yang didapat, pengetahuan menjadi faktor dominan
64
yang dapat mempengaruhi proses pembentukan persepsi warga
Medang.
2) Kebutuhan
Kebutuhan menjadi faktor penggerak terjadinya suatu interaksi
dan penjalinan relasi antar dua belah pihak. Manusia adalah makhluk
sosial, interaksi menjadi kebutuhan sosial bagi manusia di
kesehariannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencari tahu persepsi
Warga medang terhadap pengungsi internasional. Kebutuhan untuk
berinteraksi distimulus oleh beberapa faktor yang terindera dan dapat
menarik perhatian seseorang, seperti fisik, bahasa, dan gaya hidup. Hal
yang menjadi penarik perhatian utama dalam interaksi antara warga
medang dan pengungsi internasional adalah perbedaan fisik. Perbedaan
fisiologis tersebut juga menarik perhatian peneliti untuk mencari tahu
lebih lanjut tentang para pengungsi internasional. Informan dalam
penelitian ini rata-rata tertarik dengan keberadaan pengungsi
internasional berdasarkan apa yang mereka lihat, perbedaan fisik
menjadi hal utama.
“Yang paling jelas penampilan mereka, banyak yang
wajahnya seperti orang Arab. Awalnya saya kira Cuma
sedikit ternyata banyak juga (Sr 2019).”
“Ya mereka beda, secara fisik. Yang perempuannya cantik-
cantik begitu pula yang laki-laki ganteng-ganteng. Kayaknya
kebanyakan dari daerah Arab sana ya tapi juga ada yang kulit
hitam (Ss 2019).”
“Yang ada dipikiran saya saat itu hanya sebatas orang asing,
berkulit gelap, memiliki perawakan yang beda dari kita.
Secara fisik intinya berbeda (Fa 2019).”
Perbedaan fisik yang dilihat oleh para informan menjadi informasi
pertama yang mereka dapat sebelum ada informasi tambahan berupa
kegiatan atau informasi yang disampaikan langsung oleh Pemerintah
Medang maupun IOM. Terdapat beragam respon warga Medang dalam
menyikapi perbedaan fisik anatara mereka dan pengungsi internasional.
Ada yang menyikapi secara biasa apa pula yang cenderung menarik diri
karena penampilan para pengungsi internasional.
65
“Awalnya karena sebelumnya tidak tahu kalau mereka
imigran tapi setelah melihat jumlah mereka ya agak kaget,
mereka berkelompok gitu.
“Yang bikin agak takut imigran yang berkulit hitam, karena
badannya tinggi-tinggi. Ada juga yang kaya orang india, dan
kalau yang putih-putih yang kaya arab itu masih mending,
tapi ya mereka diam saja, tidak ada tegur-tegur ke kita. Baru
setelah kerja bakti baru mau berbaur (Sh 2019).”
“Habis dari perwakannya putih-putih, hidung mancung tinggi
ya beda lah sama kita orang kampung. Pas tahu mereka itu
imigran/pengungsi dari palestina karena dikasih tahu sama
pak lurah. Seneng aja kita neng, bulenya ganteng-ganteng
soalnya. Tapi saya jarang sekali lihat bule yang
perempuannya (Rm 2019).”
“Sejauh ini tidak ada ya, tapi awalnya saya agak takut sama
bule yang hitam-hitam itu, sudah hitam, tinggi, besar-besar
lagi badannya. (Rm 2019).”
Beberapa warga merasa terancam dengan perbedaan fisik orang-
orang berkulit hitam, meski pada awalnya mereka cenderung waspada
terhadap pengungsi internasional yang berkulit hitam. Tetapi cara
pandang mereka terhadap para pengungsi berkulit hitam berubah karena
seiring waktu berjalan. Tanggapan warga Medang terhadap pengungsi
bekulit hitam pun beragam, ada yang dapat menerima perbedaan
tersebut dengan baik, tetapi ada juga warga yang tetap waspada dengan
keberadaan/kehadiran pengungsi berkulit hitam di lingkungan mereka.
“Sejauh ini tidak ada ya, tapi awalnya saya agak takut sama
bule yang hitam-hitam itu, sudah hitam, tinggi, besar-besar
lagi badannya. Tapi karena tiap hari lihat mereka wara-wiri
disini jadinya sudah tidak takut lagi. kekhawatiran mereka
ganggu yang penting mereka bisa jaga sikap aja, kan mereka
tinggal di kampung orang masa iya mereka mau seenaknya
bertingkah. Pokoknya harus bisa menghormati kita selaku
warga sini. Tidak ganggu saat ada acara-acara di kampung
sini. Ya sadar diri saja merekanya (Rm 2019).”
“Yang bikin agak takut imigran yang berkulit hitam, karena
badannya tinggi-tinggi. Ada juga yang kaya orang india, dan
kalau yang putih-putih yang kaya arab itu masih mending,
tapi ya mereka diam saja, tidak ada tegur-tegur ke kita. Baru
setelah kerja bakti baru mau berbaur (Sh 2019).”
66
Selain perbedaan fisik, hal lain yang menarik perhatian warga
Medang adalah bahasa dan gaya hidup. perbedaan bahasa menjadi salah
satu penghambat/kendala warga Medang untuk berinteraksi, tapi di sisi
lain perbedaan ini menjadi salah satu faktor terjalinnya suatu interaksi
dan hal positif bagi warga Medang dan juga bagi pengungsi
internasional.
“Kalo berinteraksi ya cuma bisa pakai bahasa tubuh awalnya,
karena saya tidak paham bahasa inggris, tapi kalau sekarang
sudah sedikit-sedikit bisa, mereka juga sudah bisa pakai
bahasa inggris. Kadang mereka juga suka menyapa warga
disini, meski ada juga yang tidak (Sh 2019).”
“Saya juga agak canggung untuk berkomunikasi karena
keterbatasan bahasa. Jadi ya, pakai bahasa tubuh. Ketika
kedatangan kedua, ibu Omed didampingi suaminya, kalau
suaminya masih bisa berbahasa Indonesia meskipun sedikit,
dan kita juga dibantu oleh bidan Kelurahan karena beliau bisa
berbahasa Inggris. Tapi kalau ibu Omed sendiri lebih banyak
diam, mungkin juga sama karena terbatas bahasa. Tapi kalau
saya bertemu dengan dia pasti dia nyapa (Ss 2019).”
Perbedaan fisik dan bahasa sudah tidak lagi menjadi penghambat
warga Medang untuk mendapat informasi lebih lanjut tentang para
pengungsi. Kebetuhan warga Medang akan informasi tentang
keberadaan pengungsi internasional lambat laun semakin banyak
sehingga tercipta pemahaman dan toleransi antar dua belah pihak.
“Sering sekali, setidaknya seminggu dua kali pasti dapet
order dari imigran. Kemarin minggu saya nganter pengungsi-
pengungsi perempuan. Sampai yang paling jauh dari Medang
ke Kelapa Gading (Zu 2019).”
“Lumayan sih, mereka kan suka belanja disini. Gas dan telur
saya laku sama mereka,mungkin karena warung saya tidak
terlalu jauh dari dormitorio. Banyak juga yang ngontrak di
kontrakan sini. Bahkan sampe ada yang bangun kontrakan
baru (Rm 2019).”
Kebutuhan lainnya selain informasi adalah kebutuhan ekonomi
bagi warga Medang. Kehadiran pengungsi internasional di wilayah
Kelurahan Medang meningkatkan nilai ekonomi bagi warga Medang.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pengungsi internasional
67
selain dari bantuan logistik yang diberika IOM, pemenuhan kebutuhan
mereka dapat diperoleh (dibeli) dari warung atau toko terdekat.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, terdapat beberapa pengungsi
internasional yang mengontrak rumah dan beberapa kali peneliti
membantu pengungsi internasional menjadi translator bagi penjual
ketika pengungsi internasional hendak berbelanja. Hal ini menjadi nilai
positif bagi warga Medang, selain dapat memperluas pengatahuan tapi
juga meningkatkan nilai ekonomi mereka.
3) Pengalaman Masa Lalu
Memori menjadi satu faktor kuat dalam mempersepsi seseorang
atau peristiwa yang terjadi di lingkungan sosial. Pengalaman masa
lalu yang tersimpan dalam memori akan kembali dibuka untuk
memberikan penilaian terhadap apa yang dilihat oleh seseorang.
Peneliti menemukan bahwa warga Medang belum pernah bertemu
ataupun berinteraksi dengan imigran (pengungsi/pencari suaka)
sebelumnya.
“Belum pernah sama sekali, baru tau ini aja ketika ada
pengungsi dari IOM ini. Itu pun tahu karena informasi dari
IOM bahwa mereka akan tinggal berdampingan dengan kita
warga sini. Sebelumnya ibu kurang paham, ibu kira Cuma
bule biasa, tapi karena banyak ya lumayan bikin penasaran,
setelah penjelasan ketika ibu bertemu dengan IOM waktu lalu
baru ibu paham. Dan mengajak warga sini juga ikut berbaur
dan saling bantu-membantu (Sr 2019).”
“Saya Cuma sekedar tahu dari berita. Kalau bertemu orang
asing sering, tapi saya tidak tahu dia itu pengungsi atau
bukan. Kalau yang sampai tahu kalo itu imigran ya baru tahu
yang di lingkungan sini (Zu 2019).”
“Selain di Medang tidak pernah, pernahnya warga negara
asing tapi tidak tahu mereka itu pengungsi internasional atau
bukan (Fa 2019).”
“Sebelumnya tidak tahu kalau mereka itu imigran, tau nya
bule biasa aja yang tinggal di summarecon. Terus mereka kan
pernah ikut kerja bakti sama warga sini, dapat informasi kalau
mereka itu imigran dari pegawai IOM yang dampingin
mereka waktu kerja bakti disini. Mereka itu kesini karena
68
negara mereka tidak aman, banyak perang. Jadi mereka cari
tempat berlindung (Sh 2019).”
Pengalaman baru yang mereka rasakan membentuk sebuah
memori tentang apa yang mereka lihat, mereka rasakan, dan
mereka pahami sehingga dapat memberikan satu penilaian
tentang hal tersebut dikemudian hari. Informasi yang mereka
dapat menjadi pedoman tentang bagaimana mereka menyikapi
dan menanggapi suatu perubahan yang terjadi di lingkungan
mereka tinggal baik tanggapan positif atau negatif, tergantung
pada bagaimana masyarakat menilai perubahan atau fenomena
baru di lingkungan mereka.
4) Agama yang dianut
Sebagai suatu hal yang paling mendasar dalam diri manusia,
agama seringkali menjadi dasar pertimbangan seseorang untuk
memahami dan menilai sesuatu. Agama diturunkan secara turun
temurun melekat dalam diri seseorang dan menciptakan pola hidup
yang berbeda-beda. Baik islam atau kristen memiliki perbedaaan pola
hidup yang berbeda, mulai dari kebiasaan, kegiatan, dan cara
berpakaianpun berbeda.
Kelurahan Medang merupakan kelurahan dengan penduduk yang
mayoritas beragama Islam. Islam tumbuh dengan baik di Kelurahan
Medang dengan segala macam perbedaan baik suku, adat, budaya,
maupun agama. Warga Medang hidup berdampingan dengan saling
menghormati satu sama lain, begitupula terhadap pengungsi
internasional. Mereka saling menjaga prinsip dan menghormati
perbedaan satu sama lain.
“Biarpun mereka itu agamanya berbeda – seperti Sanu dari
Srilanka yang beragama Hindu, dia adalah salah satu imigran
yang ikut mengajar di Paud sini. Ya tidak jadi masalah
selama dia tidak mengajarkan agama dia, menghormati
agama kita. Ya intinya tidak sampai mengganggu akidah kita
(Sr 2019).”
“Ya tentu tidak, sebenarnya yang jadi kendala itu kan bahasa
yang berbeda, jadi sulit untuk tegur sapa. Sebenarnya kalau
69
saya bisa bahasa mereka, saya ingin sekali berkomunikasi
dengan mereka. Berteman dengan siapa saja, asal tidak
merusak akidah. Kayaknya tidak hanya islam yang
mengajarkan tentang kebersamaan dalam keberagaman,
bergaul dengan sama siapa saja (Fa 2019).”
“Sebenarnya kita menerima mereka asal mereka
menghormati agama mayoritas disini. Jangan sampai mereka
ikut campur dalam akidah kita, mengajarkan agamanya atau
menyebarluaskan. Jika mereka menghargai keyakinan kita
begitu pula sebaliknya. Saya pribadi tidak masalah dengan
agama apapun selama bisa saling paham satu sama lain
tentang bahasan terkait keyakinan, seperti dalam Alquran
lakum diinukum waliadiin. Saat bergaul atau bersosialisasi
pun begitu, kita yang muslim harus menghargai mereka yang
beragama minoritas (Ss 2019).”
“Dalam islam juga kan tidak ada yang namanya mengotak-
kotakan, semua kan ciptaanya Allah, terlepas dari simbol
agama, atau bentuk fisik harus saling membantu, saling
menghormati, saling menghargai. Apalagi kitadi Indonesia,
negara keragaman, banyak suku budayanya jadi ya untuk
menerima pendatang baru ya sebenarnya tidak susah, asal
mau saling menghormati satu sama lain (Zu 2019).”
Meski saling menjaga satu sama lain, kekhawatiran akan
terganggunya kenyamanan beribadah dirasakan oleh beberapa warga.
Hal ini terjadi bukan lagi karena perbedaan tetapi muncul beberapa
isu di masyarakat seperti terorisme, kristenisasi, atau pelecehan.
Namun terlepas dari isu-isu tersebut, warga Medang tetap menghargai
perbedaan antara mereka dan pengungsi internasional.
“Oh iya neng, tahu tidak kalau ada kristenisasi di wilayah
dormitorio. Jadi mereka (pengungsi) itu dijanjiin bakalan
dikasih uang lima ratus ribu per bulan dan sembako kalau
mereka mau dibaptis dan masuk kristen. Kan rata-rata
pengungsi itu dari daerah timur sana yang notabene nya
muslim, macam Afghanistan. Ini saya tahu informasi dari
sesama driver ditambah cerita-cerita warga sekitar. Saya
khawatirnya orang-orang yang ajak mereka masuk kristen
(misionaris) sampai melakukan hal yang sama ke warga medang, kan jadinya mengganggu kenyamanan warga yang
mayoritasnya islam (Zu 2019).”
70
Informasi tersebut menjadi temuan yang didapat saat
melakukan wawancara, informasi ini yang cukup sensitif karena
menyinggung masalah agama. Memang praktik misionaris ini
hanya menargetkan pengungsi internasional, tapi tetap ada
kekhawatiran hal tersebut dapat mengganggu kenyamanan
beribadah khususnya bagi masyakarat muslim di Kelurahan
Medang.
B. Faktor Struktural
Sedangakan faktor struktural lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal
meliputi lingkungan, keluarga, hukum yang berlaku, nilai dalam
masyarakat, dan budaya.
1) Lingkungan
Lingkungan menjadi wadah masyarakat dalam berinteraksi –
bersosialisasi satu sama lain. Kerukunan antar warga terjalin di
lingkungan sosial mereka, bagaimana masyarakat membuat
kesepakatan satu sama lain, saling menjaga, menghormati,
melindungi satu sama lain, dan membuat keputusan bersama.
Lingkungan memiliki andil dalam membentuk persepsi dan
membetuk sikap seseorang, hal ini disebabkan oleh adanya peraturan
yang berlaku di masyarakat. Kesepadanan menjadi faktor kuat
seseorang dalam menilai sesuatu.
Sebagai warga negara Indonesia yang menganut paham
ketimuran, Kelurahan Medang dengan berbagai macam suku dan
budaya berbaur menjadi satu dan saling membantu dan menghormati
satu sama lain. Hal ini dinyatakan oleh beberapa informan terkait
perbedaan dan pengaruh lingkungan terhadap pandangan mereka akan
sesuatu,
“Tentunya pasti berbeda, ada yang open minded terhadap
keberadaan mereka ada juga yang acuh. Tapi sepertinya
warga perumahan lebih individual ketimbang warga
kampung Medang atau kampung Kandang, jadi tidak begitu
khawatir dengan keberadaan mereka, asal ya mereka respek
dengan kita dan tidak berlaku macam-macam. Dan juga
71
imigran/pengungsi itu lebih banyak beraktifitas atau
berinteraksi dengan warga sana karena lokasi tempat tinggal
mereka yang tidak jauh. Kalau di Perumahan hanya beberapa
saja yang berinteraksi, itu pun karena imigran yang datang ke
masjid Umaamah untuk sholat berjamaah (Ss 2019).”
“Kayaknya sama saja kayak saya, awalnya bingung ini
kenapa jadi banyak bule disini. Tapi lama-lama jadi biasa
dengan kehadiran mereka disini, toh mereka juga tidak
macam-macam disini (Rm 2019). “
“Begitu juga buat imigran, kita akan terbuka jika mereka juga
mau berbaur, mau sama-sama menghormati satu sama lain,
mau menjaga keamanan dan kenyamanan satu sama lain.
Yang penting tidak memulai masalah dengan warga sini (Sh
2019).”
Menjadi salah satu bagian masyarakat, keberadaan para
pengungsi tidak luput dari pertanyaan-pertanyaan terkait kedatangan
mereka. Belum lagi muncul isu-isu yang menuai pro dan kontra
Warga Medang. Beberapa informan khawatir keberadaan mereka
mengganggu kenyamanan dan keamanan lingkungan mereka. Tapi
beberapa informan lainnya mencoba untuk memahami isu tersebut
sebelum mengutarakan ketidaknyamanan akan kehadiran pengungsi
inetrnasional di sekeliling mereka.
“Untuk nyaman dan amannya, selama mereka taat dan tertib
terhadap peraturan yang ada – baik yang mereka miliki
ataupun peraturan dari lingkungan kami, tidak masalah.
Intinya, mereka harus respect terhadap masyarakat lokal,
begitu pula sebaliknya. Sama-sama tidak mengganggu
kenyamanan. (Fa 2019)”
“Tidak begitu, asal mereka mau berbaur dan berlaku baik
kepada kita. Sama-sama saling menjaga, menghargai, dan
menghormati kita sebagai tuan rumah. Asal jangan sampai
merusak atau ikut campur sama agama saja (Ss 2019).”
“Sebenarnya ya cukup khawatir, kita menerima mereka asal
mereka mau menghormati kita sebagai warga asli sini,
mereka mau menjaga keamanan dan kenyamanan bagi
bersama. Dan juga yang paling penting asal mereka itu tidak
merusak nilai-nilai dan keyakinan agama kita aja. Kan sama-
sama manusia ya harus saling membantu dan menghormati.
Syarat ibu ya Cuma satu, ketika mereka berbaur mereka tidak
mengajarkan agama merekadan merusak agama kita disini
(Sr 2019).”
72
2) Keluarga
Menjadi sebuah sistem terkecil di masyarakat dan sebagai
wadah pertama dimana seseorang belajar untuk bersosialisasi, dan
antar anggotanya memiliki ketergantungan satu sama lain. Keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan diri seseorang.
Bagaimana pola asuh menciptakan karakter dan cara berpikir
seseorang akan sesuatu. Keluarga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang. Hal ini disebabkan oleh pola asuh,
prinsip, kebiasaan, nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua, adat
dan budaya sesuai suku asal sebuah keluarga.
Keseragaman persepsi mungkin terjadi dalam sebuah keluarga,
dalam hal keberadaan pengungsi internasional di Kelurahan Medang,
setiap informan memiliki pendapat yang berbeda mengenai keluarga
dalam menilai keberadaan pengungsi internasional,
“Kurang tahu ya, sepertinya ya sama saja. Asal mereka tidak
mengganggu kenyamanan saja dan mau patuh dengan
peraturan yang mereka harus patuhi selama ada disini (Ss
2019).”
“Ya pastinya sama, kaget sebagaimana reaksi saya (Sh 2019).”
Dalam sebuah keluarga seringkali terjadi kesamaan dalam
menilai atau memandang suatu hal. Namun hal tersebut tidak selalu
terjadi di dalam sebuah keluarga, terdapat beberapa hal yang
memungkinkan terjadi perbedaan dalam mempersepsi sesuatu antar
anggota keluarga.
“Tidak sama sekali. Karena baik orang tua atau saudara-
saudara saya memiliki kebebasan untuk menilai, memandang,
dan menyikapi suatu hal (Fa 2019).”
3) Hukum
Hukum menjadi salah satu komponen dalam masyarakat.
Menjadi aturan dalam kehidupan masyarakat, hukum tidak bisa lepas
dari setiap aspek kehidupan sehari-hari. Hukum dibuat untuk menjadi
pelindung, dan penegak keadilan.
73
Hukum dibuat baik oleh pejabat daerah maupun masyarakat atas
hasil musyawarah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman bagi masyarakat. Hukum berisi aturan, larangan, dan sanksi
yang berikan bagi setiap pelanggar. Dalam masyarakat hukum
biasanya diketahui oleh semua masyarakat sebagai satu batasan
mereka dalam bertindak.
Terkait dengan keberadaan pengungsi internasional, terdapat
beberapa hukum dan Undang-Undang yang mengatur tentang
Pengungsi Internasional di Indonesia. Dalam pelakasanaannya
Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian digunakan
untuk menangani keberadaan Pengungsi Internasional selama berada
di Indonesia. Penanganan tersebut mengacu pada Pasal 1 ayat 9, Pasal
10, dan Pasal 13 tentang pengaturan orang asing.
Terdapat batasan-batasan yang dimiliki oleh pengungsi
internasional selama mereka mengungsi di Indonesia, diantaranya
adalah tidak boleh bekerja, tidak boleh menikah dengan warga negara
Indonesia, dan tidak mendirikan usaha/bisnis selama masa
pengungsian. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Lurah Medang
Bapak Rizki Rizani Fachzi,
“Mereka datang kesini itu untuk mencari suaka, bukan berarti
mereka bisa bekerja, karena mereka memang punya larangan
bekerja, menikah dan sebagainya. Jadi mereka tidak boleh
melanggar larangan tersebut (Fachzi 2019).”
Beberapa hal yang terdapat dalam hukum tersebut pun diketahui oleh
beberapa Warga Medang yang diwawancarai oleh peneliti,
“Pas sampai disini mereka harus mencari lagi orang yang
mau bantu mereka buat tinggal disini. Untung kelurahan
medang mau bantu ya, saya pernah dengar kalau mereka
tinggal disini itu ada yang biayain. Organisasi apa gitu, ibu
lupa. Jadi organisasi itu bantu mereka, ngasih mereka tempat
tinggal – itu neng dormitorio itu fasilitas yang dikasih
organisasi itu, terus diberi uang saku sama mereka, dikasih
bahan makanan. Sudah enak sekali ya neng. Tapi mereka disini tidak bisa cari kerja katanya, soalnya tidak
diperbolehkan katanya (Rm 2019).”
74
“Kalau itu saya kurang tahu neng. Yang saya tahu Cuma
sebatas mereka tidak diizinkan untuk bekerja disini aja (Zu
2019).”
Terlepas dari penjabaran hukum mengenai keberadaan
pengungsi internasional di Indonesia, hal yang paling penting dari
adanya hukum tersebut adalah menciptakan dan menjaga keamanan
serta kenyamanan bagi masyarakat, sebagaimana tujuan hukum secara
universal yakni menciptakan ketertiban, kedamaian, ketentraman,
kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam tatanan lingkungan masyarakat.
“Untuk undang-undang dan hukum yang jelasnya tidak tahu,
pasal berapa ayat berapanya saya tidak tahu. Tapi saya yakin
mereka punya peraturan yang harus dipatuhi selama mereka
ada di Indonesia. Dan saya berharap mereka patuhi, agar
tidak terjadi kekacauan, agar kami sebagai warga sini bisa
merasa aman dan nyaman (Ss 2019).”
“Saya kurang tahu kalu tentang Hukum dan Undang-undang.
Ya semoga saja mereka mentaati hukum dan peraturan yang
dibuat pemerintah. Kan jika mereka taat aturan, kita sebagai
warga asli sini kan merasa aman dan nyaman (Sh 2019).”
Warga Medang berharap meski dengan adanya pengungsi
internasional di lingkungan mereka, hukum yang berlaku dapat
ditegakan dengan baik agar tercipta lingkungan yang kondusif, aman
dan nyaman bagi kedua belah pihak. Dengan begitu warga Medang
dapat terus membangun interaksi positif dengan para pengungsi
internasional.
4) Nilai dan Norma
Nilai dan norma menjadi pedoman perilaku dalam masyarakat.
Sebagaimana fungsinya, nilai dan norma memberikan kriteria tertentu
mengenai baik atau buruknya suatu hal. Dalam bermasyarakat nilai
dan norma terbentuk dari kebiasaan yang telah turun-temurun
dilakukan. Gotong-royong, kerja sama, persaudaraan, rasa
kekeluargaan yang erat, dan ketertiban menjadi nilai dan norma yang
paling sering ditemukan dalam masyarakat.
75
Nilai menjadi hal penting bagi masyarakat, hal ini kemudian
diaktualisasikan dalam bentuk norma-norma berikut dengan sanksi-
sanksi yang diberikan bila melanggar nilai dan norma yang telah
disepakati bersama. Keteraturan menjadi tujuan dibentuknya nilai dan
norma di masyarakat, bagaimana nilai dan norma mengatur setiap
perilaku warga untuk senantiasa menjaga keharmonisan lingkungan
sosialnya. Dalam wawancara dengan beberapa informan dapat
diketahui bahwa di lingkungan Kelurahan Medang masih
mempertahankan nilai gotong-royong, nilai ini menjadi salah satu
nilai yang dominan bagi warga Medang, hal ini diketahui dengan
kesamaan data antara informan satu dengan lainnya,
“Nilai seperti gotong-royong tentunya masih ada, saling
menjaga dan membantu satu sama lain. Untuk
mempengaruhi penilaian saya, mungkin sedikit berpengaruh.
Karena sudah menjadi kebiasaan kali ya, jadi tolong
menolong itu berlaku untuk siapa saja, terlebih mereka yang
mengungsi disini (Fa 2019).”
“Nilai yang masih dijaga adalah gotong royong, disini
meskipun berbeda – berbeda suku atau agama kita semua
bekerja sama saat kerja bakti. Kita berbaur baik saat ada
kematian atau hajatan (Ss 2019).”
Selain nilai gotong-royong, nilai lainnya yang terdapat di
lingkungan Kelurahan Medang adalah nilai keberagaman, dan saling
menghormati satu sama lain, hal ini disampaikan oleh Bapak Lurah
Medang saat menghadiri acara di Kedutaan Besar Amerika di
Indonesia,
“Khususunya di Indonesia kemarin ketika saya menjadi
keynote speaker di Kedutaan, ternyata Kelurahan Medang
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi
Banten ini, kami yang lebih aman, kami yang lebih nyaman,
dan kami yang lebih terorganisir, keberagamannya diterima
oleh masyakarat, penerimaan oleh masyakarat,
keberimbangannya antara mereka berbaur dengan
masyakarat, mereka mengisi waktu di masyarakat, bergotong
royong dengan masyarakat, hanya Kelurahan Medang yang
mempunyai keberagaman tersebut dan juga ada jadwal-
jadwal kegiatan untuk mereka bisa bergabung dengan
masyarakat (Fachzi 2019).”
76
Nilai-nilai kebersamaan dan keberagaman jelas terlihat di
lingkungan Kelurahan Medang. Berdasarkan hasil observasi pada
tanggal 5 Juni 2019, hal ini dapat dilihat saat Sholat idul fitri maupun
idul adha, semua suku bercampur di satu tempat saling sapa dan
berjabat tangan, bukan lagi antar suku indonesia tapi juga dengan para
pengungsi internasional yang beragama islam. Untuk melihat
keabsahan data yang didapat, peneliti melakukan triangulasi dengan
menggunakan teknik triangulasi sumber. Berdasarkan data yang
didapat, hal ini menunjukan bahwa adanya kesesuaian data antara data
yang didapat dari wawancara dan data observasi tentang nilai
kebersamaan dan keberagaman yang terjadi antara warga Medang
dengan Pengungsi internasional.
Bukan lagi menjadi pembatas untuk berinteraksi dan
bersosialisasi, nilai-nilai dan norma yang dimiliki warga Medang
menjadi penggerak untuk saling bergantung dan membantu satu sama
lain. Hal ini tidak terbatas hanya kepada pendatang dari daerah lain
tapi juga kepada para pengungsi internasional yang tinggal
berdampingan dengan mereka,
“Ya tentu tidak, para imigran pun mau melibatkan diri dalam
kegiatan kerja bakti. Bahkan saya lihat mereka lebih antusias,
saya pernah lihat imigran yang membantu DKM Umaamah
yang kerja bakti membersihkan lingkungan masjid, dia
bahkan tidak ragu untuk membersihkan selokan. Disitu saya
merasa salut sekaligus senang mereka mau berbaur dengan
kami (Ss 2019).
5) Budaya
Berasal dari bahasa Sanksekerta yakni Buddhaya yang memiliki
arti segalahal yang berhubungan dengan akal dan budi manusia.
Budaya menjadi sebuah cara hidup atau gaya hidup yang berkembang
serta dimiliki oleh sebuah kelompok yang kemudian diwariskan
secara turun-temurun. Budaya tercipta dari unsur-unsur kompleks
yang didalamnya terdapat nilai adat, sistem agama dan politik.
Sebagai sebuah pola hidup budaya mengatur tentang apa yang harus
77
dilakukan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi satu
sama lain.
Kelurahan Medang merupakan wilayah yang memiliki berbagai
macam budaya dari berbagai suku. Menjadi wilayah yang
penduduknya heterogen, keberagaman dan penerimaan satu sama lain
menjadi suatu hal yang paling sering ditemukan di wilayah ini.
Keterbukaan dengan budaya dan suku baru menjadi proses utama
dalam lingkungan warga Medang. Dengan adanya keterbukaan satu
sama lain akan tercipta lingkungan yang harmonis karena warganya
saling menghargai, menghormati, dan tolong-menolong satu sama lain.
hal ini seperti yang diutarakan oleh beberapa informan,
“Dulu mungkin hanya ditinggali oleh masyarakat asli
Medang dengan latar belakang suku sunda, jawa, bima, dan
batak. Tapi sekarang, bisa lihat sendiri ada dari papua hingga
pengungsi internasional yang dari luar indonesia tinggal
disini bersama masyarakat. Sebagai masyarakat Medang,
saya pribadi menerima kedatangan mereka yang memiliki
itikad baik (Fa 2019).”
“Latar belakang suku budaya tidak berpengaruh lagi terhadap
penilaian saya. karena sebelumnya saya pernah tinggal
bersama orang-orang dengan latar belakang budaya dan suku
yang berbeda dari dalam maupun luar indonesia. Karena
tinggal bersama itu saya bisa memahami sifat dan karakter
dari masing-masing suku atau budaya. Sehingga ketika saya
melihat pengungsi yang ada di medang ini, saya tidak
memandang mereka sebagai bahaya atau musuh, pandangan
itu muncul karena kita belum mengenal mereka (Fa 2019).”
“Disini sangat heterogen, macam-macam suku ada disini dan
bisa hidup berdampingan dengan harmonis. Karena kita
menjaga dan menghormati latar belakang budaya maupun
agama masing-masing. Dan lagi sudah banyak juga kost-
kostan di perumahan medang, jadi akan sangat
memungkinkan bagi pendatang baru untuk menetap disini
(Fa 2019).”
Perbedaan budaya, tidak lagi dinilai sebagai sebuah masalah di
wilayah Medang. Karena notabenenya Indonesia negara dengan
keragaman suku, budaya, dan bahasa dapat hidup berdampingan.
Perbedaan budaya dapat menjadi sarana untuk saling bertukar
78
pengetahuan, hal ini yang terjadi di lingkungan Kelurahan Medang,
para warganya saling bertukar pengetahuan baik dengan suku lain
ataupun dengan para pengungsi internasional yang berasal dari negara
yang berbeda,
“Sejauh ini paling Cuma makanan khas mereka saja. Paling
mereka yang belajar budaya kita disini, lebih banyak mereka
yang mencoba untuk beradaptasi dengan budaya sini (Sr
2019).”
“Kalau untuk kebudayaan kayaknya tidak pernah, cenderung
mereka yang belajar ke kita. Contohnya saat tujuh belasan,
mereka mau ikut lomba panjat pinang – yang mereka belum
tahu itu apa. Mereka juga coba makan makanan kita. Kalau
saya malah belum pernah coba makanan mereka (Sh 2019).”
“Saya paling tahunya sekedar makanan saja yang berbeda.
Mereka banyak pakai rempah-rempah yang kita orang
indonesia tidak pakai. Kalau budaya yang kayak adat saya
tidak tahu, mereka juga tidak pernah cerita-cerita gimana
budaya mereka. Malah kayaknya mereka tertarik sama
keseharian kita orang Indonesia gimana. Waktu itu pernah
ibu ajak mereka ikut liwetan pas kerja bakti (Rm 2019).”
Sebagai salah satu unsur budaya, bahasa menjadi salah satu hal
pembeda dari satu suku dengan suku lainnya bahkan pembeda bagi
suatu negara dengan negara lainnya. Pertukaran pengetahuan yang
terjadi antara Warga Medang dengan pengungsi internasional tidak
hanya tentang gaya hidup masing-masing, tapi juga bahasa yang
digunakan sehari-hari. Khususnya para pengungsi internasional yang
menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar mereka, mulai
mempelajari bahasa sehari-hari yang digunakan oleh warga Medang
yakni bahasa Indonesia. Warga Medang dan pengungsi internasional
saling mengajari bahasa mereka, hal ini dilakukan agar mereka dapat
berinteraksi dengan baik. Inilah awal mula terjalinnya hubungan
kekeluargaan dalam wilayah Medang dengan keberadaan pengungsi
internasional. Meskipun beberapa warga masih kesulitan dan merasa
canggung berada di sekitar pengungsi internasional karena
keterbatasan bahasa, lambat laun mereka terbiasa berinteraksi dengan
79
para pengungsi internasional. Seperti yang dikemukakan oleh
beberapa informan,
“Mereka baik-baik, kadang saya suka tertawa ketika mereka
belajar bahasa indonesia, begitu juga sebaliknya mereka juga
banyak mengajarkan kosakata dalam bahasa inggris (Sh
2019).”
“Jujur saya tidak paham bahasa bule jadi ya kalau ngobrol
pakai bahasa isyarat. Tapi bulenya sudah ada yang bisa
bahasa indonesia, meskipun sedikit tapi kenapa saya rasanya
senang sekali ya. Bangga aja gitu bule mau belajar dan baur
sama orang kampung sini (Rm 2019).”
80
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Hasil yang didapat kemudian dikaitkan dengan kerangka berpikir yang
sebelumnya telah dirancang oleh peneliti dalam bab 2. Dalam kerangka berpikir,
dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat membentuk persepsi
seseorang. Persepsi menjadi sebuah proses yang terjadi dalam diri seseorang yang
memiliki tujuan untuk mengetahui, memahami, dan mengevaluasi suatu objek atau
fenomena. Saat mempersepsikan suatu fenomena atau objek, persepsi yang
terbentuk akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Sebab persepsi
merupakan penilaian individu sebagai sebuah bentuk respon seseorang terhadap
suatu stimulus yang terjadi di sekitarnya.
Perbedaan persepsi terjadi karena adanya berbagai faktor yag
mempengaruhinya. Secara garis besar perbadaan tersebut dipengaruhi ileh dua
faktor yakni faktor fungsional dan faktor fungsional. Faktor fungsional merupakan
faktor yang sifatnya personal – subjektif meliputi pengetahuan atau latar belakang
pendidikan, kebutuhan, usia, pengalaman masa lampau, kepribadian, jenis kelamin,
serta agama yang dianut. Sedangakan faktor struktural lebih dipengaruhi oleh faktor
eksternal meliputi lingkungan, keluarga, hukum yang berlaku, nilai dalam
masyarakat, dan budaya (Back-man dan Secord, 1974; dalam (Mahmudah 2012).
Indonesia sebagai negara yang kaya akan suku budaya, hidup berdampingan
dan harmonis dengan asas Bhineka Tunggal Ika menjadi bukti bahwa masyarakat
Indonesia dengan segala perbedaan baik dari segi suku, budaya, maupun agama
dapat saling menghormati dan menghargai perbedaan satu sama lain. Masyarakat
Indonesia yang bersifat heterogen tentunya akan memiliki persepsi yang berbeda
satu sama lain. Sebagai masyarakat asli Indonesia (masyarakat lokal) atau
masyarakat setempat yang tumbuh berkembang dengan mempertahankan nilai
kebudayaan, nilai agama, dan nilai hukum yang berlaku. Masyarakat setempat
(community) didefinisikan sebagai suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai
oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Secara garis besar masyarakat
81
setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggarisbawahi hubungan antara
hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Klasifikasi
masyarakat setempat dapat menggunakan empat (4) kriteria yang saling berpautan
yakni, Jumlah Penduduk; Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk; fungsi-fungsi
khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat; dan organisasi
masyarakat setempat (Soekanto dan Sulistyowati 2013).
Kelurahan Medang menjadi salah satu wilayah administratif Kabupaten
Tangerang Provinsi Banten. Dengan masyarakat heterogen; berbagai suku dan
agama, hidup berdampingan satu sama lain. Yang saat ini tidak hanya
berdampingan dengan suku Indonesia melainkan dengan para Pengungsi
Internasional dengan latar belakang suku, budaya, bahasa, dan agama yang sangat
berbeda dengan masyarakat lokal khusunya Masyarakat Kelurahan Medang. Hal ini
dimulai pada tahun 2016, dengan hadirnya para pengungsi Internasional yang
berada dalam naungan dan pengawasan IOM Indonesia dan Imigrasi Indonesia.
Hidup berdampingan dengan para pengungsi internasional menjadi fenomena baru
bagi masyarakat Medang yang menciptakan pro-kontra di lingkungan hidupnya.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan masyarakat setempat adalah
masyaraat yang tinggal atau menetap di wilayah Kelurah Medang dan
berkewargaan Indonesia. Masyarakat setempat yang menjadi sumber
informasi/data mereka yang pernah berkontak langsung dengan. Dan yang
dimaksud Pengungsi Internasional dalam penelitian ini adalah mereka yang telah
mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR selaku lembaga yang memberikan
status kepengungsian berdasarkan kriteria Pengungsi dalam Konvensi tentang
Status Pengungsi 1951. Dalam konvensi tersebut terdapat lima hal yang menjadikan
seseorang sebagai pengungsi yakni berada di luar Negaranya, di Luar Negaranya,
Ketakutan Beralasan, Penganiayaan, Alasan Konvensi 1951 (Pasal 1A (2) konvensi
1951, yakni: Ras, Agama, Kebangsaan, Keanggotaan dalam kelompok sosial
tertentu, Pendapat politik) dan Tidak adanya Perlindungan dari Negara.
82
1. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Pengungsi Internasional
Dalam Bab ini, peneliti akan mengaitkan dan menganalisa hasil temuan atau
data yang diperoleh. Metode analisa yang digunakan peneliti adalah metode
kualitatif deskriptif, untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat
terhadap keberadaan pengungsi internasional di Kelurahan Medang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Bab 2, bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang terhadap suatu
objek atau fenomena. Merujuk pada Menurut Rakhmat (1986), ia menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya adalah faktor
fungsional dan faktor struktural.
a) Faktor fungsional yang bersifat personal dan subjektif, meliputi kebutuhan,
usia, pengalaman masa lampau, kepribadian, jenis kelamin;
b) Faktor struktural adalah faktor di luar individu meliputi lingkungan,
keluarga, hukum yang berlaku, dan nilai dalam masyarakat (BAB II 2019,
39).
Mahmudah (2011) membuat sebuah bagan yang digambarkan berdasarkan
berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, (BAB II 2019, 41)
Bagan 5.1 Faktor-faktor Persepsi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi yang diutarakan Rakhmat (1986). Faktor-faktor
tersebut digunakan sebagai indikator-indikator dalam penyusunan pedoman
wawancara dan observasi. Dalam pedoman wawancara, terdapat beberapa
83
indikator yang tidak dicantumkan yakni usia, jenis kelamin, dan kepribadian.
Ketiga indikator tersebut peneliti gunakan dalam pembuatan pedoman
observasi dan studi dokumentasi.
Kehadiran pengungsi Internasional di Indonesia menjadi sebuah fenomena
yang menarik banyak perhatian dan penanganan khusus baik pemerintah,
lembaga, maupun masyarakat yang tinggal berdampingan bersama pengungsi
internasional. Pembentukan persepsi terjadi karena adanya stimulus oleh suatu
objek maupun fenomena tertentu, baik melalui tanda-tanda verbal maupun
nonverbal.
Dalam proses persepsi, indera manusia menjadi alat utama dalam
menangkap suatu objek atau fenomena, indera pengelihatan menjadi alat yang
paling sering digunakan oleh individu untuk mendapatkan informasi tertentu.
Sebagaimana informasi yang didapat peneliti dari para informan yang
kebanyakan mengetahui keberadaan pengungsi internasional setelah mereka
melihat beberapa pengungsi internasional di lingkungan mereka. Tentunya
berbagai respon muncul ketika mereka pertama kali melihat keberadaan para
pengungsi internasional. Hal ini terjadi karena setelah menerima informasi
melalui panca indera, selanjutnya infromasi tersebut melalui proses psikologik
dimana timbul kesadaran tentang informasi (stimulus) yang diterima. Persepsi
bersifat subjektif karena bukan sekedar proses penginderaan melainkan juga
dipengaruhi oleh kondisi psikologis, pengetahuan dan pengalaman (BAB II
2019, 34).
a. Faktor fungsional dalam pembentukan persepsi
Dalam Mahmudah (2011), beliau membuat bagan tentang faktor-
faktor yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi, salah satu
faktornya adalah pengetahuan, kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan
agama yang dianut. Faktor ini lebih menekankan nilai-nilai yang dimiliki
dalam diri seseorang, artinya faktor-faktor pembentukan berasal dari
dalam diri seseorang; bagaimana seseorang mempersepsikan suatu yang
tertangakap panca indera berdasarkan pengetahuan, kebutuhan,
pengalaman masa lalu dan nilai-nilai agama yang dianut.
84
1) Pengetahuan
Berkman dan Secord (1974) mengemukakan bahwa terdapat
tiga faktor penting yang dapat mempengaruhi persepsi (BAB II
2019), pengetahuan adalah salah satu dari tiga faktor penting
tersebut. Menjadi faktor pertama seseorang mempersepsikan
sesuatu, karena berdasarkan pengetahuan atau informasi yang
dimiliki seseorang dapat memproses stimulus hingga menciptakan
persepsi yang positif ataupun negatif. Bagaimana pengetahuan
berpengaruh dalam proses pemberian makna tentang apa yang telah
dilihat atau dirasakan. Hal ini dapat dilihat seberapa besar atau
banyaknya seseorang tertarik terhadap suatu objek atau fenomena.
Pengetahuan didapat dari stimulus-stimulus yang tertangkap oleh
panca indera, dalam penelitian ini bagaimana warga Medang
pertama kali mendapatkan informasi tentang keberadaan pengungsi
internasional di sekitar mereka. Warga Medang yang awalnya hanya
melihat para pengungsi internasional berlalu-lalang di lingkungan
mereka, tanpa tahu status mereka. Warga Medang hanya sekedar
mengetahui bahwa mereka (pengungsi internasional) adalah orang
asing biasa hal ini berdasarkan data yang telah diuraikan dalam Bab
IV yang diutarakan oleh beberapa informan. Seperti informan
Rosmalina yang mengetahui keberadaan orang asing karena tertarik
dengan perbedaan fisik yang dimiliki oleh para pengungsi
internasional. Dimulai dengan ketertarikan dengan perbedaan fisik,
warga Medang mulai menjadi informasi tambahan mengenai orang
asing yang berada di lingkungan mereka.
Informasi tentang status para orang asing baru diketahui oleh
warga Medang setelah adanya sosialisasi dan interaksi antara kedua
pihak melalui kegiatan yang dikoordinasikan oleh pihak Pemerintah
Keluarahan Medang dan IOM Indonesia selaku pengurus para
pengungsi internasional selama berada di shelter. Pengetahuan
warga Medang tentang pengungsi internasional bertambah seiring
85
waktu melalui berbagai kegiatan dan pertukaran informasi diantara
warga Medang.
Tingkat intelektual atau latar belakang pendidikan juga
memiliki peran dalam pembentukan persepsi. Meski latar belakang
pendidikan bukan ukuran mutlak tingkat seseorang dalam
mengkritisi suatu hal, namun tingkat intelektual juga berperan dalam
proses pemaknaan objek atau fenomena. Bagaimana seseorang aktif
dalam mencari informasi dan dapat menggunakan informasi tersebut
untuk menilai suatu objek atau fenomena. Bedasarkan data yang di
dapat dan telah diuraikan dalam Bab IV, semua informan memiliki
latar belakang pendidikan yang baik, dan aktif dalam
memperoleh/mendapatkan informasi-informasi khususnya tentang
keberadaan pengungsi internasional di lingkungan mereka.
2) Kebutuhan
Kebutuhan, faktor internal kedua yang menjadi penggerak
dalam proses pembentukan persepsi. Kebutuhan akan informasi
menjadi kebutuhan yang pertama kali menggerakan individu untuk
berinteraksi dan menjalin relasi dengan individu lainnya.
Sebagaimana hakikat manusia yang merupakan makhluk sosial yang
membutuhkan manusia lainnya untuk saling berinteraksi dan
bergantung satu sama lain. Berdasarkan data yang didapat, peneliti
menemukan bahwa kebutuhan akan informasi tentang para
pengungsi internasional sangat berpengaruh dalam pembentukan
persepsi warga Medang. Selain itu dengan terpenuhinya kebutuhan
warga Medang tentang pengungsi internasional mereka dapat
mengetahui tujuan para pengungsi dan bagaimana mereka bisa
menjalin relasi dengan para pengungsi internasional.
Kebutuhan akan informasi ini terjadi saat warga Medang
pertama kali melihat para pengungsi internasional. Sebagaimana
dalam hakikat persepsi, bahwa atensi memiliki peran dalam
pembentukan persepsi. Atensi menjadi sebuah sinyal keterbukaan
seseorang untuk memilih dan menerima stimulus yang ada (BAB II
86
2019,). Beberapa faktor yang menstimulus warga Medang
diantaranya adalah faktor fisiologis yakni perbedaan fisik yang
sangat mencolok dengan warga Medang, dan perbedaan-perbedaan
lainnya seperti perbedaan bahasa. Beberapa informan mulai tertarik
dan mencari tahu lebih jauh tentang pengungsi internasional,
berdasarkan data penelitian yang diperoleh beberapa informan ada
yang melanjutkan ke tahap interaksi dan penjalinan relasi – hingga
mempelajari bahasa yang digunakan oleh para pengungsi
internasional dan sebaliknya, dan ada juga yang cenderung menarik
diri/membatasi diri untuk berinteraksi dengan para pengungsi
internasional.
Selain kebutuhan informasi/pengetahuan, berdasarkan data
temuan kebutuhan lainnya adalah kebutuhan ekonomi sebagai salah
satu faktor sosial budaya yang mempengaruhi atensi seseorang.
Beberapa informan mengutarakan bahwa dengan adanya pengungsi
internasional di lingkungan mereka dapat meningkatkan nilai
ekonomi bagi mereka (warga Medang).
3) Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam memori
menjadi sumber informasi pertama saat seseorang mencoba
menginterprestasikan suatu objek atau fenomena yang ia rasakan
atau ia lihat. Sebab pengetahuan manusia didapat dari pengalaman-
pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam memori. Peneliti
menemukan bahwa warga Medang belum pernah bertemu ataupun
berinteraksi dengan imigran (pengungsi internasional/pencari
suaka) sebelumnya. Hal ini berdasarkan informasi yang didapat
peneliti setelah melakukan wawancara dengan beberapa informan
yang telah diuraikan dalam Bab IV. Beberapa informan
mengutarakan bahwa mereka tidak pernah mengetahui tentang
status para orang asing yang berada di Indonesia, beberapa lainnya
mengetahui tentang pengungsi internasional melalui pemberitaan di
televisi.
87
Tidak adanya pengalaman masa lalu tentang pengungsi
internasional, membentuk berbagai persepsi dan reaksi yang
berbeda antar warga Medang. Beberapa ada yang mencari tahu
tentang pengungsi lebih lanjut (penasaran), ada yang acuh, ada juga
yang takut keberadaan pengungsi internasional akan mengganggu
kenyamanan dan keamanan. Hal ini membuktikan bahwa
pengalaman masa lalu memiliki peran dalam pemaknaan suatu objek
atau fenomena. Pengalaman baru yang dirasakan warga Medang
membentuk sebuah memori atau pengetahuan baru tentang apa yang
mereka lihat, rasakan, dan mereka pahami sehingga warga Medang
dapat digunakan untuk menilai suatu hal yang sama di kemudian
hari.
4) Kepribadian
Setiap individu pastinya memiliki kepribadian yang berbeda
dengan karakter yang berbeda. Kepribadian diri seseorang mampu
mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan suatu fenomena
atau objek. Hal ini berkaitan dengan tipe kepribadian seperti
introvert – ekstrovert atau bahkan ambivert. Ketiganya memiliki
cara pandang dan cara menyikapi yang berbeda-beda. Seorang
introvert yang tertutup tentunya memiliki perbedaan pandangan
dengan seorang yang ekstrovert (BAB II 2019). Hal ini dapat dilihat
dari bagaimana cara seorang introvert dan ekstrovert bertemu
dengan orang baru, seorang yang ekstrovert akan dengan mudah
berbaur dengan orang baru tersebut dan mudah mencairkan
suasanan dengan berbagai topik bahasan. Hal ini yang dirasakan
peneliti selama melakukan wawancara dengan beberapa informan,
rata-rata informan memiliki kepribadian ekstrovert, hanya satu
informan yang menunjukan kepribadian introvert. Informan yang
ekstrovert lebih banyak menjelaskan dan bercerita tentang
pengalamannya bertemu dan berinteraksi dengan para pengungsi
internasional. Sedangkan bagi informan introvert hanya lebih
banyak mengamati para pengungsi internasional, karena ragu untuk
88
memulai interaksi dengan para pengungsi internasional. Dari hasil
wawancara yang dilakukan, terdapat perbedaan data yang diperoleh
dari informan ekstrovert dan informan introvert. Data informan
ekstrovert menunjukan bahwa terdapat berbagai upaya untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut tentang keberadaan pengungsi
internasional di lingkungan mereka, mulai dari bertanya dengan
tetangga, mengikuti kegiatan yang melibatkan pengungsi
internasional, hingga mencoba untuk berkomunikasi dengan
pengungsi internasional. Sedagkan informan introvert lebih banyak
mendapatan informasi dari internet atau dari orang terdekatnya saja.
5) Agama yang Dianut
Menjadi sebuah nilai yang berkaitan dengan kepercayaan
(beliefs) seseorang, agama menjadi suatu hal yang paling dasar
dalam diri manusia. Bagaimana agama dapat mempengaruhi
persepsi seseorang. Sebagaimana dalam dimensi yang terkait
dengan pembentukan persepsi, yang diuraikan dalam Bab II. Agama
menjadi salah satu faktor internal yang tidak hanya mempengaruhi
atensi warga Medang terhadap pengungsi internasional tetapi juga
mempengaruhi persepsi antar warga secara keseluruhan terutama
pada penafsiran atas apa yang mereka alami. Berdasarkan ajaran
agama yang warga Medang pelajari, bahwa perbedaan bukan
halangan untuk berinteraksi atau bersosialisasi.
Warga Medang yang mayoritas beragama Islam, tidak
menutup kemungkinan untuk menjalin hubungan silaturahim
dengan para pengungsi internasional, hanya saja ada batasan untuk
tidak mengganggu akidah atau kepercayaan satu sama lain. ajaran
ini sebagaimana tercantum dalam QS Al-Kafirun (109:6) tentang
bagaimana menyikapi orang dengan perbedaan khususnya
perbedaan agama. Beberapa informan tidak keberatan jika harus
tinggal bersama dengan para imigran, karena bagi mereka
bagaimana mereka bisa menghargai dan menghormati perbedaan
89
yang dimiliki satu sama lain, dan para pengungsi bisa menjaga sikap
untuk kenyamanan bersama.
Berdasarkan data yang didapat, bila dilihat dari faktor agama
rata-rata informan menjawab tidak merasa terganggu dengan adanya
pengungsi internasional, hanya saja warga Medang berharap agar
para pengungsi internasional dapat menghormati dan menjaga
kenyamanan beribadah warga Medang. Hal ini membuktikan bahwa
agama juga ikut berperan dalam pembentukan persepsi positif
maupun negatif warga Medang.
b. Faktor struktural dalam pembetukan persepsi
Mahmudah (2011) berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh
banyak ahli, beliau juga mengemukakan faktor lainnya dalam
pembentukan persepsi seseorang. Faktor tersebut adalah faktor struktural
yang meliputi lingkungan, keluarga, hukum yang berlaku, nilai dalam
masyarakat, dan budaya. Faktor struktural menekankan bagaimana faktor-
faktor eksternal mempengaruhi persepsi seseorang, berbeda dengan faktor
fungsional yang menekankan aspek dalam diri seseorang.
1) Lingkungan
sebagai wadah masyarakat untuk berinteraksi – bersosialiasi
satu sama lain, lingkungan memiliki peran dalam pembentukan
persepsi seeorang. Menjadi wadah bagi masyarakat, tentunya akan
terjalin kerukunan di masyarakat. Sebagaimana manusia yang
notabenenya adalah makhluk sosial, manusiamembutuhkan manusia
lainnya untuk bersosialisasi dan saling bergantung satu sama lain.
Lingkungan menjadi sebuah struktur dalam masyarakat, dimana di
dalamnya terdapat kesepakatan, keseragaman dan nilai-nilai yang
dijaga. Kehadiran pengungsi internasional di lingkungan warga
Medang memicu dinamika baru di lingkungan tempat tinggal
mereka.
Banyaknya penilaian dan pendapat di antara warga Medang
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu.
90
Tidak menutup kemungkinan jika ada perbedaan persepsi antar satu
warga dengan warga lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor
yang berpengaruh dalam proses pembentukan persepsi. Dalam Bab
II diuraikan bahwa perbedaan status sosial dan pekerjaan juga
mempengaruhi persepsi warga Medang terhadap suatu kelompok.
Hal ini dibuktikan dengan data yang didapat oleh peneliti, terdapat
perbedaan persepsi antara informan yang tinggal di perumahan dan
di perkampungan. Informan yang tinggal di perumahan yang
cenderung individual, dan tidak begitu khawatir dengan keberadaan
pengungsi internasional. Dan informan yang tinggal di
perkampungan yang masih menjaga nilai kerukunan di
lingkungannya, dan lebih intense untuk bertemu dan berinteraksi
dengan para pengungsi inetransional karena jarak antara tempat
tinggal mereka berdekatan dengan shelter para pengungsi
inetnasional yang cukup dekat. Tidak heran jika persepsi dan reaksi
warga Medang yang tinggal di perkampungan cenderung khawatir
dan bingung dengan keberdaan pengungsi internasional di wilayah
mereka terlebih dengan perbedaan dianatara keduanya seperti
perbedaan fisik dan yang paling menjadi perhatian adalah perbedaan
agama pengungsi internasional.
2) Keluarga
Menjadi sebuah sistem unit terkecil di masyarakat, keluarga
menjadi tempat pertama dimana manusia belajar untuk
bersosialisasi. Keluarga juga memiliki peran dalam pembentukan
persepsi karena setiap keluarga memiliki pola asuh, prinsip,
kebiasaan, dan nilai-nilai yang diajarkan untuk setiap anggota
keluarganya. Karakter dan pemikiran seseorang bisa dilihat dari
bagaimana orang tua membentuk pola asuh bagi anak-anak mereka.
Oleh sebab itu perbedaan atau kesamaan persepsi mungkin terjadi
dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan data yang didapat dan diuraikan dalam Bab IV,
setiap informan memiliki jawaban masing-masing tentang
91
bagaimana keluarga mempengaruhi persepsi mereka. Beberapa
informan menyatakan bahwa keluarganya memiliki persepsi yang
sama dengannya, dan beberapa informan yang menyatakan bahwa
keluarga tidak mempengaruhi mereka dalam mempersepsikan suatu
hal yang dalam penelitian ini tentang keberadaan pengungsi
internasional. Hal ini dikarenakan setiap keluarga memiliki pola
asuh yang berbeda, keluarga dengan pola asuh demokratis lebih
membebaskan setiap anggota keluarganya berpendapat dalam
mengkritisi suatu objek atau fenomena.
3) Hukum yang berlaku
Hukum merupakan aturan dalam kehidupan masyarakat
yang tak akan lepas dari kehidupan sehari-hari yang dibuat dengan
tujuan menjadi pelindung dan penegak keadilan. Berisi aturan-
aturan, larangan dan sanksi yang biasanya diketahui oleh masyakarat
sebagai sebuah batasan dalam bertindak. Terkait dengan keberadaan
pengungsi internasional di Indonesia, terdapat beberapa hukum dan
Undang-undang yang mengatur tentang Pengungsi Internasional di
Indonesia. Dalam pelakasanaannya Undang-Undang No 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian digunakan untuk menangani keberadaan
Pengungsi Internasional selama berada di Indonesia. Penanganan
tersebut mengacu pada Pasal 1 ayat 9, Pasal 10, dan Pasal 13 tentang
pengaturan orang asing.
Terdapat beberapa batasan yang dibuat untuk para pengungsi
internasional di Indonesia, diantaranya adalah pelarangan untuk
mencari kerja, larangan untuk menikah dengan warga lokal, dan
larangan mendirikan bisnis/usaha selama masa pengungsian. Selain
hukum tentang pengungsi internasional, terdapat pula hukum yang
berlaku di masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
keamanan dan kenyamanan di linkungan Kelurahan Medang.
Berdasarkan data yang di dapat, beberapa informan
mengetahui tentang hukum yang berlaku bagi para pengungsi.
Terlepas dari penjabaran hukum mengenai keberadaan pengungsi
92
internasional di Indonesia, esensi dari terciptanya hukum itu sendiri
adalah menciptakan ketertiban, kedamaian, dan ketentraman di
lingkungan masyarakat. Hukum berpengaruh dalam proses
pembentukan persepsi Warga Medang tentang keberadaan
pengungsi internasional. Hal ini berdasarkan temuan peneliti bahwa
hukum menciptakan sebuah persepsi positif warga Medang tentang
para pengungsi internasional, sebab dengan adanya hukum bagi para
pengungsi warga medang tidak merasa khawatir tentang keamanan
dan kenyaman lingkungannya.
4) Nilai dan norma
Berperan sebagai pedoman perilaku masyarakat, nilai dan
norma memiliki pengaruh dalam proses pembentukan persepsi
seseorang. Nilai dan norma berfungsi untuk memberikan kriteria
tentan baik-buruknya suatu hal. Sebuah sistem yang telah
diberlakukan turun-temurun yang didasari oleh kebiasaan. Indonesia
yang kental dengan nilai-nilai ketimuran yang masih dijaga hingga
kini seperti Gotong-royong, kerja sama, persaudaraan, rasa
kekeluargaan yang erat, dan ketertiban menjadi nilai dan norma
yang paling sering ditemui dalam sebuah masyarakat. Sebagaimana
dalam dimensi-dimensi yang berkaitan dengan pembentukan
persepsi, nilai-nilai sosial memiliki peran dalam proses
pembentukan persepsi sesorang.
Berdasarkan data yang didapat, Kelurahan Medang masih
menjaga nilai gotong-royong, dan juga nilai keberagaman.
Bagaimana warga Medang saling menghormati dan menghargai satu
sama lain. hal ini diutarakan langsung oleh Bapak Lurah Rizki,
beliau mengutarakan bahwa Kelurahan memiliki ragam budaya dan
mampu hidup berdampingan secara harmonis. Nilai-nilai untuk
saling membantu satu sama lain jelas terlihat di kehidupan sehari-
hari warga Medang, hal ini membuktikan bahwa nilai dan norma
tidak lagi menjadi pembatas untuk berinteraksi dan bersosialisasi.
Hal ini tidak terbatas hanya kepada pendatang dari daerah lain, tapi
93
juga kepada para pengungsi internasional yang hidup berdampingan
dengan mereka. Dari temuan ini, dapat terlihat bahwa nilai-nilai dan
norma yang dimiliki oleh warga Medang, memiliki pengaruh dalam
pembentukan persepsi warga Medang tentang keberadaan
Pengungsi internasional.
5) Budaya
Sebagai sebuah cara hidup atau gaya hidup yang
berkembang serta dimiliki oleh suatu kelompok yang telah
diturunkan secara turun-temurun. Pengaruh kebudayaan termasuk
kebiasaan hidup, juga tampak dalam berbagai gejala hubungan
manusia dengan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa pembentukan persepsi
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, hal
tersebut juga dipengaruhi oleh budaya yang telah turun-temurun
diajarkan (Shaleh 2004, 131-132) (BAB II 2019).
Kelurahan Medang dengan heterogenitas penduduknya,
mampu berselaras satu sama lain baik berbeda suku antar budaya
indonesia maupun dengan suku atau budaya di luar Indonesia.
Ditambah lokasi Kelurahan Medang yang berada di perkotaan, dan
modernisasi sudah masuk ke wilayah Kelurahan Medang. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya, bahwa warga Medang masih
menjaga nilai keberagaman dengan saling menghormati,
menghargai, dan menjaga keutuhan, kenyamanan, dan keamanan
satu sama lain. Sebagai warga yang telah terbiasa dengan perbedaan
suku budaya, berdasarkan hasil wawancara beberapa informan
keterbukaan menjadi faktor kunci untuk saling memahami,
menghargai, dan menghormati perbedaan budaya satu sama lain.
Dari data informan yang didapat, perbedaan budaya tidak lagi dinilai
sebagai sebuah hambatan untuk menerima para pengungsi
inetransional di lingkungan mereka. Justru mereka memanfaatkan
perbedaan budaya tersebut untuk saling belajar untuk memahami
94
satu sama lain baik itu gaya hidup ataupun bahasa yang digunakan
masing-masing.
Berdasarkan data yang didapat baik dari wawancara mapun observasi,
terdapat beberapa faktor yang mendominasi dalam proses pembentukan persepsi
warga Medang yakni, pengetahuan, kepribadian, kebutuhan, agama yang dianut,
dan nilai yang berlaku di masyarakat. Hal ini berdasarkan analisis dan traingulasi
sumber data yang telah dilakukan peneliti bahwa persepsi masyakat setempat
tentang keberadaan pengungsi internasional di wilayah Kelurahan Medang
beragam dan sebagian besar warga Medang memiliki persepsi positif tentang
keberadaan pengungsi internasional. Beberapa faktor dominan seperti pengetahuan
dan kebutuhan yang memiliki peran besar dalam proses pembentukan persepsi bagi
warga Medang yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman atau memori masa
lalu mengenai pengungsi internasional. Hal ini sesuai dengan penjabaran dalam Bab
II mengenai proses pembentukan persepsi, bahwa selama proses tersebut
pengetahuan dibutuhkan dalam penafsiran suatu objek atau fenomena yang
terindera oleh panca indera. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang
maka semakin banyak pengaruhnya terhadap pembentukan persepsi, baik
pengetahuan yang didapat dari informasi yang positif maupun yang negatif.
Perbedaan konten pengetahuan atau informasi tentang suatu hal yang akan menjadi
referensi seseorang dalam memberi makna hingga tercipta sebuah persepsi yang
positif maupun negatif. Berbagai informasi yang diperoleh warga Medang, baik
informasi positif ataupun informasi negatif. Isu yang berkembang dapat menjadi
sumber informasi, setelah melakukan wawancara dam observasi terdapat beberapa
isu yang dapat memicu konflik dalam masyarakat. Isu tersebut dinilai sebagi
sumber permasalahan yang sangat mungkin mempengaruhi perubahan persepsi
warga Medang terhadap pengungsi internasional. Perubahan sikap pun akan
berubah setelah mengetahui fakta yang terjadi di lingkungan Kelurahan Medang,
persepsi yang pada awalnya positif, kemudian berubah menjadi negatif. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya pengetahuan dan pengalaman baru yang didapat
oleh warga Medang.
Faktor lainnya adalah kepribadian, perbedaan kepribadian juga
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Kepribadian bisa
95
dibedakan dengan ekstrovert dan introvert, cara dalam mendapatkan, menerima
informasi atau menanggapi suatu hal pun akan berbeda. Seorang yang ekstrovert
akan dengan mudah berbaur dengan perubahan lingkungan, ataupun dapat secara
langsung memberikan pendapatnya ketika merasa tidak nyaman di lingkungannya.
Berbeda dengan seorang yang introvert, cara mendapatkan informasi dan
menanggapi suatu hal akan sangat berbeda. Biasanya para introvert lebih senang
untuk mengetahui informasi dari apa yang mereka baca, atau hanya mendengar
berita dari orang lain. Persepsi yang tercipta pun akan berbeda dengan seorang
ekstrovert, seorang yang introvert akan lebih teliti melihat suatu objek atau
fenomena dan akan lebih berhati-hati untuk berinteraksi dengan para pengungsi
internasional. Berbeda dengan seorang yang ekstrovert, persepsi yang dibentuk
akan berdasarkan apa yang mereka rasakan dan akan lebih mudah untuk
berinteraksi langsung dengan para pengungsi internasional meskipun memiliki
keterbatasan bahasa. Begitu pula pada saat peneliti melakukan dengan seorang yang
ekstrovert dan introvert, akan terlihat perbedaannya ketika peneliti mengajukan
sebuah pertanyaan. Dari hasil observasi dapat terlihat jika seorang yang ekstrovert
akan lebih membuka diri dengan para pengungsi internasional dari yang introvert
yang lebih berhati-hati meski tidak menutup kemungkinan untuk berinteraksi
dengan caranya sendiri.
Faktor selanjutnya adalah nilai yang ada di masyarakat, nilai-nilai seperti
gotong-royong, nilai keberagaman, dan nilai persaudaraan, dan termasuk nilai
agama dalam diri seseorang. Berdasarkan data yang didapat, Kelurahan Medang
yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Semua informan menyatakan bahwa
tidak keberatan untuk tinggal bersama dengan para pengungsi internasional asalkan
bisa saling menghormati satu sama lain dan tidak menggangu kenyamanan
beribadah warga Medang. Hal ini membuktikan bahwa nilai keberagaman memang
berpengaruh dalam kehidupan warga Medang yang dapat hidup berdampingan
dengan harmonis dalam perbedaan.
96
BAB VI
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat melalui wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi yang dilakukan peneliti mengenai Persepsi
Masyarakat tentang Keberadaan Pengungsi Internasional di Wilayah
Kelurahan Medang Kecamatan Pagedangan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
A. Kelurahan Medang merupakan salah satu lokasi yang terdapat shelter
bagi para pengungsi internasional selama menunggu proses pemindahan
ke negara tujuan. Keberadaan pengungsi internasional di wilayah
Kelurahan Medang menciptakan dinamika baru dan berbagai isu muncul
seiring waktu. Dengan berbagai perbedaan baik dari segi fisik, bahasa,
gaya hidup, dan agama menarik perhatian warga untuk mencari tahu dan
memberikan penilai terhadap apa yang mereka lihat dan rasakan.
B. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi masyarakat setempat (warga
Medang) tentang keberadaan pengungsi internasional di wilayahnya
menunjukan persepsi yang positif. Hal ini berdasarkan data yang didapat
dan hasil triangulasi sumber, bahwa sebagian besar informan
menunjukan persepsi positif tentang keberadaan pengungsi internasional.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor kuat (dominan) yang
mempengaruhi proses pembentukan persepsi. Berdasarkan hasil analisis
menunujukan bahwa pengetahuan, kebutuhan, kepribadian, agama yang
dianut, dan nilai dalam masyarakat jelas memberikan pengaruh yang
berbeda bagi setiap informan. Beberapa faktor dominan seperti
pengetahuan dan kebutuhan yang memiliki peran besar dalam proses
pembentukan persepsi bagi warga Medang yang sebelumnya tidak
memiliki pengalaman atau memori masa lalu mengenai pengungsi
internasional. Dalam proses pembentukan persepsi, pengetahuan
dibutuhkan dalam penafsiran suatu objek atau fenomena yang terindera
oleh panca indera. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang
97
maka semakin banyak pengaruhnya terhadap pembentukan persepsi,
baik pengetahuan yang didapat dari informasi yang positif maupun yang
negatif. Faktor lainnya adalah kepribadian, perbedaan kepribadian juga
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Persepsi
yang tercipta pun akan berbeda dengan seorang ekstrovert, seorang yang
introvert akan lebih teliti melihat suatu objek atau fenomena dan akan
lebih berhati-hati untuk berinteraksi dengan para pengungsi internasional.
Dari pengaruh tersebut tercipta persepsi positif dan persepsi negatif
warga Medang tentang keberadaan para pengungsi internasional di
lingkungan mereka. Setelah dilakukannya pengambilan data dan analisis,
banyak isu-isu yang berkembang di wilayah lingkungan Medang terkait
keberadaan pengungsi internasional. Beberapa diantaranya adalah isu
kegiatan misionaris yang menargetkan pengungsi internasional, hal ini
dinilai akan menjadi isu yang meresahkan warga Medang.
2. Implikasi
Sebagai sebuah penelitian yang telah dilakukan hingga terbentuk sebuah
kesimpulan dari pembahasan penelitian, tentunya terdapat implikasi di
dalamnya. Sebuah penelitian akan sia-sia jika tidak bisa memberikan manfaat
baik untuk penelitian selanjutnya. Peneliti berharap dari hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Adapun implikasi yang
dapat diambil dari penelitian ini untuk kedepannya adalah:
A. Pemerintahan Medang merupakan tokoh penting dalam upaya penjalinan
relasi antara warga Medang dengan pengungsi Internasional. Kegiatan
dan pemberian informasi yang dilakukan pemerintahan Medang
berpengaruh dalam pembentukan persepsi masyarakat dan cara
bagaimana mereka menyikapinya. Implikasi dari penelitian ini adalah
agar Pemerintah mengetahui untuk tetap responsif terhadap dinamika dan
isu-isu yang muncul di masyarakat.
B. Dari segi teoritik, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
atau pengetahuan mengenai persepsi masyarakat tentang keberadaan
pengungsi internasional dengan berbagai dinamika dan isu yang
98
berkembang di lingkungan sosial masyarakat yang tinggal berdampingan
dengan para pengungsi internasional. Khususnya tentang para pengungsi
internasional baik dari cara penaganan dan penjalinan relasi antara
masyarakat lokal dengan pengungsi internasional.
3. Saran
Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai
persepsi masyarakat tentang pengungsi internasional di wilayah Kelurahan
Medang Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, peneliti ingin
menyampaikan beberapa saran baik untuk Pemerintahan Medang maupun
penelitian selanjutnya:
A. Bagi Pemerintahan Kelurahan Medang, peneliti berharap agar upaya
penjalinan relasi antara warga Medang dengan para pengungsi
internasional tetap dilakukan meskipun telah berganti masa jabatan, dan
responsif terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat. Kegiatan-
kegiatan yang telah ada untuk terus dikembangkan agar lingkungan yang
kondusif, aman, nyaman,dan harmonis selalu terjaga. Sebab peran
pemerintah sangat diperlukan sebagai jembatan antara para pengungsi
internasional dengan warga Medang.
B. Bagi penelitian selanjutnya, untuk menggali lebih dalam tentang relasi
antara warga lokal dan pengungsi internasional di Indonesia. Sebab
banyak sekali isu-isu yang menarik untuk dijadikan bahan pembahasan
penelitian.
99
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Basrowi, M. S. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Daud, Kasianus. 2008. Seri Keimigrasian Perbatasan Wilayah Negara. Jakarta:
Direktorat Jendral Imigrasi Departemen Hukum dan HAM.
Dayakisni, Tri, dan Hudainah. 2012. Psikologi Sosial. Revisi. Malang: UMM Press.
Fahrudin, Adi. 2012. Kesejahteraan Sosial Internasional. Bandung: Alfabeta.
Gerungan, W. A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.
Ghoni, M. Djunaidi, dan Fauzan Almansyur. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Hamid, Sulaiman. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ibn Manzur, Muhammad Ibn Mukarram. 2003. Lisan Al-Arab. 9 ed. kairo: Dar Al-
Hadith.
Jacobson, Karen. 2005. The Economic Life Of Refugee. US America: Kumarian
Press.
Jazuli, Ahzami Sami’un. 2006. Hijrah Dalam Pandangan AlQur’an. Terjemahan
Eko Yulianti. Jakarta: Gema Insani Press.
Luthfi, Ikhwan, Gazi Saloom, dan Hamdan Yasun. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Mahmudah, Siti. 2012. Psikologi Sosial Teori & Model Penelitian. Malang: UIN-
Maliki Press.
Ma’rat. 1991. Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Moeloeng, Lexy, J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2011. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nazir, Mohmmad. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Oxford. 2008. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford University Press.
100
Pigay, Natalis. 2005. Migrasi Tenaga Kerja Internasional: Sejarah, Fenomena,
Masalah dan Solusinya. 1 ed. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Rahman, Agus Abdul. 2018. Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. 1 ed. Rajawali Pers.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar.
Bandung: Ghalia Indonesia.
Romsan, Ahmad. 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional. Bandung:
Sanic Offset.
Salam, Syamsir, dan Jaenal Aripin. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. 1 ed.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Ke sebelas. Vol. 2. 1–2 vol. Jakarta:
PT Erlangga.
Sarosa, Samaji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar. 1 ed. Jakarta: PT Indeks.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sarwono, Sarlito W., dan Eko A. Meinarno. 2014. Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Shaleh, Abdul Rahman. 2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.
Pertama. Jakarta: Prenamedia Group.
Soekanto, Soerjono. 2011. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono, dan Budi Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar.
Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 20 ed.
Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau, dan David O. Sears. 2009. Psikologi Sosial.
Kedua belas. Jakarta: Prenadamedia Group.
Yunus, Mahmud. 1990. Kamus Arab-Indonesia. 9 ed. Jakarta: PT Hidakarya Agung.
101
Jurnal
Martin, Adrian. 2005. “Environmental Conflict Between Refugee adn Host
Communities.” Sage Publications, Ltd, Journal of Peace Research, 42 (3):
329–46. https://doi.org/10.1177/0022343305052015.
Website/Blogpost
Ahmad. 2012. “Globalisasi dan Migrasi: Problematika Integrasi Imigran Turki ke
dalam Masyarakat Jerman.” Web Article UNAIR (blog). November 2012.
http://www.ahmad_m-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-67268-
Umum-Globalisasi-dan-Migrasi:-Problematika-Integrasi-Imigran-Turki-
ke-dalam-Masyarakat-Jerman.html.
Huber, Chris, dan Kathryn Reid. 2018. “Forced to Flee: Top Countries Refugees
Are Coming From.” World Vision (blog). 26 Juni 2018.
https://www.worldvision.org/.
IOM. 2017. “About IOM Indonesia.” 2017. http://www.indonesia.iom.int/about-
iom.
UNHCR. 2014. “Naskah Opsi I: Opsi Bagi Pemerintah Mengenai Pengaturan
Pengasuhan dan Penempatan Alternatif Selain Pendentensian Untuk Anak-
anak dan Keluarga.” Strategi Global. Genewa, Switzerland: United Nations
High Commissioner for Refugee. http://refworld.org.
———. 2018a. “UNHCR di Indonesia.” 2018.
http://www.indonesia.iom.int/id/iom-indonesia-0.
———. 2018b. “Figures at a Glance.” 19 Juni 2018. www.unhcr.org/fugres-at-a-
glace.html.
———. 2018c. “Forced Dispalcement Above 68m In 2017, New Global Deal on
Refugees Critical.” UNHCR The UN Refugee Agency (blog). 19 Juni 2018.
www.unhcr.org/news/press.
———. 2018d. “Global Trends: Forced Displacement in 2017.” Statistic. Global
Trends. Genewa, Switzerland: United Nations High Commissioner for
Refugee. http://www.unhcr.org/statistic.
102
Skripsi/Thesis
Paryati, Andi Niniek. 2016. “Sinergi United Nations High Commissioner For
Refugees (UNHCR) dan International Organization For Migration (IOM)
Dalam Menangani Masalah Pengungsi di Makassar.” Jawa Timur:
Universitas Brawijaya.
Wawancara
Fa. 2019. wawancara dengan Bapak Fa.
Fachzi, Rizki Rizani. 2019. wawancara dengan Lurah Medang.
Rm. 2019. wawancara dengan Ibu Rm.
Sr. 2019. wawancara dengan Koordinator IOM-Kelurahan Medang Ibu Sr.
Sh. 2019. wawancara dengan Bapak Sh.
Ss. 2019. wawancara dengan Kader PKK Ibu Ss.
Zu. 2019. wawancara dengan Bapak Zu.
Lampiran
PEDOMAN OBSERVASI
Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Daftar Pengamatan:
No. Variabel Indikator Variasi Pengamatan
1. Lokasi
(Demografi
Kelurahan
Medang)
Letak kelurahan Medang
Fasilitas dan sarana
Sanitasi
Sumber air
Ruang terbuka hijau/rekreasi
Aksesibilitas
Jalan
Rumah sakit
2. Faktor
Fungsional
Pengetahuan/latar
belakang
pendidikan
Fasilitas Pendidikan yang
terdapat di Kelurahan Medang
Pendidikan formal
Pendidikan khusus
Kebutuhan Lokasi perniagaan
Pasar/Toko
Penyewaan bangunan/tempat
tinggal
Agama yang dianut Mayoritas agama
Sarana peribadatan
Musala, Masjid, Gereja
(Terbuka untuk umum atau
eksklusif)
3. Faktor
Struktural
Lingkungan Pola interaksi masyarakat
Medang
Tata letak perumahan
Heterogenitas
Sistem keamanan
Nilai dan norma Organisasi masyarakat yang ada
di kelurahan Medang
Stake holder yang berpengaruh
Budaya Keberagaman suku
Penggunaan bahasa komunikasi
sehari-hari
Perayaan budaya
Laporan Hasil Observasi
Hari,
Tanggal Kegiatan observasi
Senin, 20
Mei 2019
Hari ini peneliti mengajukan surat permohonan izin
penelitian ke kantor KESBANGPOL Kabupaten Tangerang
dengan melengkapi berkas-berkas yang diminta seperti Proposal
penelitian, foto copy KTM, dan foto copy KTP. Proses
pengajuan surat rekomendasi penelitian KESBANGPOL
membutuhkan waktu satu minggu hingga surat dapat diambil.
Senin, 27
Mei 2019
Hari ini, peneliti melakukan observasi ketiga untuk mencari
tahu kondisi lingkungan Kelurahan Medang dari aspek sosial dan
budaya. Temuan yang didapat peneliti saat melakukan observasi
berkaitan dengan pola interaksi masyarakat Kelurahan Medang.
Dari hasil observasi peneliti pola interaksi masyarakat Kelurahan
Medang masih menganut nilai kegotong royongan dan budaya
ketimuran, hal ini dibuktikan ketika peneliti menghadiri acara
Buka Bersama yang diadakan atas kerja sama IOM dan
Kelurahan Medang bertempat di Kantor Kelurahan Medang,
warga secara swadaya menyiapkan hidangan berbuka. Tidak
hanya bekerja sama dengan warga sekitar tapi juga dengan para
refugee.
Pola interaksi yang peneliti lihat saat acara buka bersama
antara warga dan refugee sangat baik meskipun terbatas bahasa.
Mereka saling tegur sapa, dan beberapa ada yang mengajak
berbincang meskupun terbata-bata. Anak-anak pun juga
mencoba untuk mendekati anak-anak refugee dan meminta foto
bersama. Sikap ketebukaan antara dua pihak tersebut menjadikan
suasana buka bersama menjadi hangat.
Rabu, 29 Mei
2019
Hari ini peneliti mengambil surat rekomendasi penelitian di
Kantor KESBANGPOL Kabupaten Tangerang.
Rabu, 5 Juni
2019
Hari ini peneliti melakukan observasi pada saat pelaksanaan
sholat idul fitri. Banyak pengungsi internasional yang mengikuti
pelaksanaan Sholat idul fitri di Masjid Umaamah. Setelah
melaksanakan sholat, beberapa pengungsi juga berjabat tangan
dengan warga Medang. Rata-rata yang mengikuti sholat idul fitri
adalah pengungsi internasional yang laki-laki.
Senin, 24
Juni 2019
Hari ini peneliti mengajukan surat izin penelitian ke Kantor
Kelurahan Medang, dengan menyertakan surat rekomendasi dari
KESBANGPOL Kabupaten Tangerang. Selama menunggu
proses surat didisposisi, peneliti meminta data demografi
Kelurahan Medang kepada staff dan bertanya tentang
ketersediaan Pak Lurah untuk di wawancarai.
Setelah menunggu beberapa saat, surat disposisi izin
penelitian dan surat rekomendasi akhirnya selesai. Kemudian
peneliti menguhubungi Bapak Lurah Rizki setelah para staff
memberikan nomor beliau kepada peneliti. Akhirnya peneliti
mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Pak Lurah Rizki
sore ini.
Di sore harinya, peneliti menunggu Pak Lurah Rizki yang
sedang melakukan inpeksi ke wilayah pembangunan taman
kuliner di Perumahan Medang. Setelah menunggu beberapa saat,
penelti akhirnya bisa melakukan wawancara dengan Pak Lurah
Rizki. Kami berbincang tentang sejarah datangnya pengungsi
internasional di wilayah Kelurahan Medang dan peran
pemerintah Medang dalam menangani isu dan menjadi jembatan
bagi kedua belah pihak.
Senin, 24
Juni 2019
Hari ini peneliti melakukan observasi untuk mengetahui
demografi wilayah Kelurahan Medang. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui luas wilayah, penggunaan lahan, dan sumber-
sumber apa saja yang dimiliki oleh Kelurahan Medang.
Ditinjau dari segi geografis, Kelurahan Medang berada di
dataran rendah. Lokasi Kelurahan Medang saaat ini sudah berada
di tengah kota – lokasi perkantoran yang juga berdampingan
dengan real estate Summarecon Tangerang. Letaknya yang
sangat strategis menjadikan Kelurahan Medang sebagai wilayah
perniagaan yang baik. Potensi lokasi Kelurahan Medang ini
dimanfaatkan oleh warga Kelurahan Medang Hal ini dibuktikan
dengan adanya ruko-ruko, kontrakan, kost-kostan, dan rumah
makan.
Fasilitas dan sarana yang dimiliki Kelurahan Medang sudah
baik, khususnya sumber air. Sumber air yang digunakan oleh
warga sudah cukup baik, warga Kelurahan Medang
mengandalkan air tanah dengan penggunaan jetpump atau
pompa air. Sanitasi sudah dikelola dengan baik, setiap warga
memiliki tempat penampungan/septic tank di masing-masing
rumah.
Selain sumber air dan pengelolaan limbah rumah tangga
yang sudah baik, ruang terbuka hijau yang terdapat di Kelurahan
Medang cukup banyak. Baru-baru ini pemerintah Kelurahan
Medang di bawah kepemerintahan Bapak Lurah Rizki Rizani
Fachzi, baru saja meresmikan ruang terbuka umum yakni sebuah
foodcourt di wilayah Perumahan Medang Lestari. Pengelolaan
ruang terbuka ini bekerja sama dengan masyarakat sekitar, untuk
pendataan ruang terbuka sendiri sudah baik. Setiap lokasi ruang
terbuka memiliki keterangan kepemilikan, kegunaan atau
pemanfaatan bangunan, dan luas lahan. Dengan banyaknya
ruang tebuka hijau menjadikan wilayah Kelurahan Medang
menjadi lebih asri dan tertata.
Akses menuju Kelurahan Medang sudah sangat baik. Akses
jalan sudah berupa aspal dan terdapat marka jalan. Karena
berdampingan dengan wilayah real estate, sebagian akses jalan
di Kelurahan Medang terbantu dengan adanya sistem
pengelolaan jalan oleh pihak Summarecon khususnya jalan-jalan
besar. Hanya saja belum banyak trayek angkutan umum yang
menjangkau Kelurahan Medang khususnya untuk wilayah
Perumahan Medang, Kp. Rawa Buaya, dan Kp. Pondok Jengkol.
Oleh karena itu warga harus menggunakan kendaraan pribadi
atau menggunakan layanan transportasi lain seperti ojek online.
Karena lokasinya berada di tengah-tengah pembangunan
wilayah real estate dan wilayah komersil
Fasilitas lainnya yang dimiliki oleh Kelurahan Medang
ialah fasilitas kesehatan. Tidak hanya POSYANDU dan
POSBINDU, di Kelurahan Medang terdapat rumah sakit swasta
yakni RS Mitra Keluarga. Meski tidak memiliki Puskesmas,
tetapi banyak terdapat klinik dokter maupun bidan di wilayah
Kelurahan Medang.
Minggu, 23
Juni 2019
Hari ini melakukan wawancari kepada Ibu Sri Sularsih.
Sebagai bagian dari warga Medang dan sebagai Kader Posyandu
di RW 09 Kelurahan Medang. Selain ibu Sri, peneliti juga
mewawancarai Bapak Fadil Ardiansyah. Peneliti bertanya
tentang respon pertama kali terhadap para pengungsi dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terdapat dalam pedoman
wawancara.
Jumat, 28
Juni 2019
Pada observasi kedua, peneliti melakukan observasi sesuai
dengan teori yang digunakan yakni berdasarkan Faktor
Fungsional dan faktor struktural yang mempengaruhi persepsi
seseorang. Observasi diawali dengan berkunjung ke beberapa
fasilitas Pendidikan yang terdapat di Kelurahan Medang.
Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kelurahan Medang mulai
dari PAUD, Taman Kanak-kanak (TK), TPA/TPQ, SD/MI, dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Beberapa dari fasilitas pendidikan tersebut milik Kelurahan
Medang, dan beberapa milik swasta. Fasilitas Pendidikan Negeri
yakni SD Negeri 01 Medang, SD Negeri Pondok Jengkol, MI
Negeri Pagedangan, dan fasilitas pendidikan swasta diantaranya
TK Mutiara Insani, RA Elsyifa, SDIT Mutiara Insani, SMPIT
Mutiara Insani, dan SDS Tiga Penuai. Untuk Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) dibawah naungan Kecamatan
Pagedangan meskipun berlokasi di Kelurahan Medang. Fasilitas
dan sarana pendidikan dinilai sudah baik, dari segi gedung
semua, akses jalan menuju sekolah, dan lingkungan.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga Medang
tidak memiliki kesulitan untuk menjangkau lokasi perniagaan.
Sebab Kelurahan Medang memiliki akses jalanyang sangat baik,
danbanyaknya pusat perbelanjaan maupun pasar. Kelurahan
Medang sendiri memiliki pasar tradisional yang berlokasi di
Perumahan Medang Lestari. Karena lokasinya yang dekat
dengan pusat perekonomian BSD (Bumi Serpong Damai) dan
Summarecon, Kelurahan Medang di kelilingi oleh pusat
perbelanjaan seperti pasar moderen, supermarket, dan lainnya.
Seiring dengan berkembangnya lokasi perniagaan BSD dan
Summarecon menjadikan Kelurahan Medang sendiri sangat
strategis untuk dijadikan lokasi perniagaan, baik untuk
berdagang maupun penyewaan bangunan seperti kontrakan
maupun kostan. Dengan banyaknya jumlah orang yang masuk ke
Kelurahan Medang banyak warga mendirikan bangunan yang
diperuntukan sebagai kostan maupun kontrakan.
Sebagai wilayah dengan masyarakat heterogen, mayoritas
masyarakat Kelurahan Medang beragama Islam. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya tempat ibadah khususnya Masjid
dan Mushollah di wilayah Kelurahan Medang. Fasilitas Masjid
dan Mushollah yang terdapat di kelurahan Medang dinilai sudah
cukup baik.
Jumat, 12
Juli 2019
Hari ini peneliti melakukan wawancara kepada Bapak
Zulhelmy Utama. Beliau bekerja sebagai driver salah satu
penyedia layanan antar-jemput online. Peneliti melakukan
wawancara dalam perjalanan ke suatu tempat. Wawancara kali
ini dilakukan secara tidak sengaja karena ketika Pak Zulhelmy
membuka obrolan tentang para pengungsi internasional barulah
peneliti meminta izin beliau untuk informasi yang disampaikan
sebagai data dalam penelitian ini. Informasi yang didapat peneliti
lebih banyak tentang pengalaman Pak Zulhelmy saat menerima
order dari pengungsi internasional, dan bagaimana beliau
mendapatkan informasi-informasi tentang pengungsi
internasional dari sesama driver.
Sabtu, 13 Juli
2019
Hari ini peneliti melakukan wawancara dengan ibu
Rosmalina, seorang ibu rumah tangga yang memiliki usaha
(pedagang). Beliau tinggal di RW 04 Rawa Buaya, wilayah yang
paling dekat dengan shelter para pengungsi internasional.
Minggu, 14
Juli 2019
Kali ini peneliti melakukan wawancara dengan Bapak
Sholikhin, seorang pedagang. Beliau tinggal di RW 05 Kampung
Kandang, peneliti bertanya tentang bagaimana reaksi awal beliau
saat melihat pengungsi internasional dan bertanya tentang
pengalaman beliau berinteraksi dengan para pengungsi
internasional.
Minggu, 14
Juli 2019
Hari ini peneliti melakukan wawancara dengan Ibu
Sarminah, yang merupakan stake holder di wilayah Kp. Pondok
Jengkol dan koordinator Kelurahan Medang dengan IOM
Indonesia. Selain melakukan wawacara, peneliti juga berkunjung
ke PAUD Teratai. Penelti bertanya tentang bagaimana respon
masyarakat terhadap kedatangan dan keberadaan pengungsi
internasional di wilayah Kp. Pondok Jengkol ini. Selain itu
peneliti juga melihat-lihat bangunan PAUD Teratai yang
merupakan hasil kerja sama antara Kelurahan Medang dan IOM
Indonesia. Pelebaran bangunan dan sarana pendidikan yang ada
merupakan bantuan dari IOM Indonesia, dan para pengungsi
internasional yang menjadi tenaga bantu ajar bagi anak-anak.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :
Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Daftar pertanyaan:
No. Variabel Indikator Variasi Pertanyaan
1. Faktor
Fungsional
Pengetahuan/latar
belakang
pendidikan
Apa yang ada ketahui tentang
pengungsi internasional atau
imigran?
Apakah anda menyukai informasi
tentang keberadaan pengungsi
internasional yang ada di
lingkungan anda? Apa informasi
yang anda sukai dari keberadaan
pengungsi internasional?
Apakah anda mencari tahu tentang
pengungsi internasional dan
keberadaannya di lingkungan anda?
Bagaimana cara anda mendapatkan
informasi tentang pengungsi
internasional?
Kebutuhan Apa yang menarik perhatian anda
terhadap pengungsi internasional
yang tinggal di lingkungan anda?
Jelaskan
Apakah perbedaan menjadi salah
satu ancaman atau menjadi
keuntungan bagi lingkungan tempat
tinggal anda? jelaskan
Menurut anda, apakah keberadaan
Pengungsi Internasional di
lingkungan anda mendatangkan hal
positif atau hal negatif? Jika positif
apa alasan anda?
Bagaimana cara anda menyikapi
perbedaan antara anda dan
pengungsi internasional?
Pengalaman masa
lalu
Apakah anda pernah tinggal atau
berkomunikasi dengan pengungsi
internasional sebelumnya? Jika
pernah, bagaimana cara anda
berkomunikasi dan informasi apa
yang didapat?
Atau apakah anda pernah
mengetahui problematika pengungsi
internasional yang ada di Indonesia
sebelumnya?
Bagaimana pendapat anda tentang
dinamika dan problematika
pengungsi internasional?
Apakah problematika pengungsi
internasional dapat mempengaruhi
lingkungan anda? Jelaskan
Bagaimana cara anda menyikapi
problematika dan pengungsi
internasional?
Agama yang
dianut
Dalam agama yang anda anut,
apakah perbedaan menjadi
penghalang dalam bermasyarakat?
jelaskan
Apakah ajaran dalam agama yang
dianut menjadi pertimbangan anda
dalam menilai pengungsi
internasional? Apa alasan anda?
Sebagai masyarakat yang hidup
berdampingan dengan pengungsi
internasional, apakah anda memiliki
kekhawatiran jika keberadaan
pengungsi internasional
mengganggu kenyamanan beribadah
anda? jelaskan
Apakah anda pernah berpikir jika
pengungsi internasional adalah
teroris? Apa pendapat anda tentang
mereka?
Sebagai umat beragama, bagaimana
menyikapi perbedaan anatara anda
dan pengungsi internasional yang
ada di lingkungan anda?
2. Faktor
Struktural
Lingkungan Apakah lingkungan tempat tinggal
anda memiliki pengaruh dalam
pandangan atau penilaian anda
terhadap Pengungsi Internasional?
jelaskan
Apakah lingkungan anda terbuka
untuk menerima orang baru?
jelaskan
Apakah lokasi tempat tinggal anda
memungkinkan untuk menjadi
tempat bagi pendatang? Jelaskan
Apakah dengan adanya pengungsi
internasional menjadikan
lingkungan anda tidak aman dan
nyaman? jelaskan
Apakah anda setuju jika pengungsi
internasional tinggal di lingkungan
anda? Jika tidak/iya apa alasan
anda?
Bagaimana cara anda menyikapi
pengungsi internasional yang
tinggal di lingkungan anda?
Adakah perizinan khusus bagi
pengungsi internasional untuk
tinggal di lingkungan anda?
Jika ada, bagaimana alur perizinan
bagi pengungsi internasional untuk
tinggal di lingkungan anda?
Bagaimana respon tetangga anda
dengan adanya pengungsi
internasional yang tinggal di
lingkungan anda?
Keluarga Apakah keluarga anda memiliki
penilaian yang berbeda dengan
penilaian anda tentang pengungsi
internasional? jelaskan
Apakah penilaian tersebut
mempengaruhi pandangan anda
terhadap pengungsi internasional?
Jika tidak/iya apa alasan anda?
Bagaimana cara anda menjelaskan
pemahaman dan penilaian anda
kepada keluarga anda?
Hukum yang
berlaku
Apakah anda mengetahui tentang
hukum atau undang-undang yang
mengatur tentang imigran atau
pengungsi internasional di
Indonesia? jelaskan
Apakah anda memahami tentang
hukum tersebut? Jelaskan
Apakah hukum yang berlaku
mempengaruhi penilaian dan
pandangan anda terhadap pengungsi
internasional? jelaskan
Menurut anda, apakah hukum yang
ada dapat menjadi jaminan
kenyamanan bagi dua belah pihak
(anda dan pengungsi internasional)?
Bagaimana cara anda jika
menemukan pelanggaran hukum
yang terjadi antara masyarakat dan
pengungsi internasional?
Nilai dan norma Adakah nilai dan norma di
lingkungan anda yang mengatur
anda dalam bermasyarakat?
Apakah nilai dan norma tersebut
membatasi anda untuk bersosialisasi
dengan pendatang baru (pengungsi
internasional) di lingkungan anda?
jelaskan
Apakah anda memiliki
kekhawatiran jika nilai yang
dimiliki pengungsi internasional
dapat mempengaruhi dan merusak
nilai di lingkungan anda? jelaskan
Bagaimana cara anda menyikapi
perbedaan nilai antara anda dan
pengungsi internasional?
Budaya Apa yang bisa anda pelajari tentang
budaya pengungsi internasional?
Apakah anda memiliki
kekhawatiran jika budaya yang
dimiliki pengungsi internasional
dapat merusak budaya anda?
Jelaskan
Bagaimana cara anda menyikapi
perbedaan budaya antara anda dan
pengungsi internasional?
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Senin, 24 Juni 2019
Waktu Wawancara : 15:02 – 15:25
Tempat Wawancara : Lokasi Pembangunan Taman Kuliner
Perum Medang Lestari
Data Informan
Nama : Bpk. Rizki Rizani Fachzi, S.IP, M.Si.
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Lurah Medang
Pendidikan Terakhir : Magister (S2)
Alamat : Balaraja
No Pertanyaan – Jawaban
1. Pertanyaan:
Jadi, pertama kali mereka (pengungsi internasional) datang atau ada di
Kelurahan Medang ini pada tahun berapa pak?
Jawaban:
Mereka datang tahun berapanya saya kurang jelas pasti. Nanti bisa dilihat
dari rekam data kami. Yang penting adalah ketika saya datang kesini, saya
menjadi Lurah sudah 3 tahun 4 bulan, ketika saya datang kesini tahun 2016,
saya diberikan amanat oleh Pak Bupati dan juga ternyata disini ada berbagai
macam negara yang memang harus diamankan oleh kami, yaitu dari PBB
masuk ranahnya UNHCR dari situ masuk ke IOM International
Organization Of Migration, dan setelah itu saya berkoordinasi dengan ibu
Jumi dan Pak Rusdi, mereka berkoordinasi dengan saya terkait pengungsi
atau refugee yang ada di kelurahan medang khususnya.
Dari awalnya mereka kisaran, saat 2016-an sekitar 387-an sampai sekarang
itu ada sekitar 670-an. Mereka datang kesini itu untuk mencari suaka, bukan
berarti mereka bisa bekerja, karena mereka memang punya larangan
bekerja, menikah dan sebagainya. Jadi mereka tidak boleh melanggar
larangan tersebut. Dan kalau tidak salah mereka diberikan uang saku
sebesar satu juta dua ratus per kepala kalau tidak salah. Dan ada yang
berkeluarga ada yang masih bujangan/masih gadis. Dan mereka dibedakan
mana tempat mereka untuk di Dormitori itu ada yang untuk berkeluarga,
untuk yang bujangan, untuk yang gadis atau yang anak-anak itu dibedakan.
Mereka juga belajar terkait local people yang ada di lingkungan kami, dan
juga kebudayaan indonesia, dan mereka juga ada yang kami berikan
sekolah, untuk mereka bisa berbaur dengan masyarakat yang bertempat di
SDN Pondok Jengkol dengan raport yang berbeda – khusus. Intinya adalah
mereka memang tidak bisa mendapatkan raport secara nasional tapi karena
mereka lebih baik bersekolah daripada diam saja dan tidak mendapat
pendidikan. Mereka disekolahkan oleh kami bersama-sama dengan warga
yang lain sehingga bisa berbaur dan kelak kedepannya mereka mempunyai
sejarah bahwa mereka pernah berada di kelurahan Medang, Kecamatan
Pagedangan, Kabupaten Tangeran, Banten Indonesia.
Saya pernah beberapa kali diminta untuk memberikan komentar, waktu itu
kalau tidak salah di Kedutaan Besar Amerika di acara Internatioanl
Organization of Migration IOM itu secara nasional, pada hari migran
intransional saya diberikan waktu untuk menjadi keynote speaker disana
dan saya memberikan infromasi bahwa di kelurahan Medang dengan 670
refugee – pengungsi internasional itu aman, nyaman, tentram, dan damai,
dan mereka dapat bersosialisasi dengan masyarakat.
Dan ada juga di RW 05 di Kampung Kandang disitu ada PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini) dengan Ibu Min sebagai koordinator. Mereka itu
(pengungsi) mengajar, ada bahasa Arab, bahasa Inggris dan sebagianya.
Dan mereka juga ada pelatihan-pelatihan yang memang mereka lakukan
untuk kemaslahatan bersama dengan masyarakat. Saya pun mengikut
sertakan mereka; mengambil bagian dalam program kemasyarakatan yaitu
kami bergotong-royong, terus juga pada hari sampah internasional atau hari
sampah nasional kalau tidak salah, mereka bekerja sama dengan masyarakat
berbaur dengan masyarakat membersihkan area se-Kelurahan Medang
khususnya di wilayah RW 05 Kampung Kandang saat itu, dan
Alhamdulillah berjalan dengan baik.
Ketika terkait dengan keamanan, kami dengan tiga pilar yaitu BINAMAS,
BABINSA, dan Lurah, tiga pilar itu kami sudah berkoordinasi bahwa 1x24
jam kami siap melayani mereka ketika ada Clash ada suatu permasalahan
kami selalu berkoordiasi dengan pihak POLSEK, pihak Koramil, dan
sebagainya maka Alhamdulillah sampai saat ini adannya kejadian-kejadian
kami bisa kami selesaikan permasalahan tersebut dengan baik dan juga
ketika ada kematian pun kami selalu berkoordinasi dengan pihak imigrasi
dan dengan pihak pencatatan sipil, terkait mereka dikuburkan dimana.
2. Pertanyaan:
Kemudian, disini (kelurahan Medang) banyak pengungsi internasional yang
mengkontrak rumah sebenarnya mereka itu punya izin tinggal di luar shelter
atau tidak pak?
Jawaban:
Terkait dari para pengontrak dari pengusngi, disini diklasifikasikan ada
refugee yang memang terorganisir oleh IOM, dan ada yang tidak. Di dalam
keimigrasian pun mereka boleh saja berbaur dengan masyarakat dan sudah
mendapatkan side in nya, sudah mendapatkan lisence nya tapi mereka tidak
dibawah wewenang atau kewenangan IOM. Yang mendapat kewenangan
atau dibawah naungan dari IOM, mereka mendapatkan uang saku satu juta
dua ratus ribu rupiah dan ditempatkan di tempat-tempat yang sudah
disediakan – ditentukan. Dan mereka memiliki aturan, tapi bisa saja terjadi
ketika pengungsi atau refugee yang memiliki saudara disini atau ada orang
yang akan menampung – menerima mereka, silahkan saja. tapi mereka
mempunya peraturan dan juga dari pihak imigrasi selalu mengawasi
mereka.
3. Pertanyaan:
Saya pernah melakukan wawancara dengan pihak Rudenim jakarta terkait
pengungsi yang memiliki tempat tinggal di luar shelter IOM, mereka
menyatakan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan. Sebelumnya, apakah
Bapak sudah mengetahui tentang para pengungsi yang mengontrak? Apa
pendapat Bapak tentang hal tersebut?
Jawaban:
Sudah, bahkan didepan kantor Imigrasi (Rudenim) di Jakarta itu, banyak
dari mereka yang harus tinggal di hamparan-hamparan jalan karena tidak
semua dari mereka masuk ke dalam naungan IOM itu sendiri, mereka ada
di bawah keimigrasian karena ada berbagai satu dan lain hal yang saya
sendiri tidak begitu paham terkait indikator apa yang menjadikan mereka
layak untuk mendapatkan dukungan atau naungan dari IOM itu sendiri.
Tidak semua dapat memang, mungkin kebijakan dari pemerintah ada
indikator-indikator tertentu sehingga mereka bisa di bawah naungan IOM
ataupun tidak.
Dan para imigran ini, ada yang sekitar empat atau lima tahun mereka
mencari suaka ke Kanada, ke Netherland, dan Australia, dan amerika
ataupun ke negara lain sesuai dengan keinginan mereka – sesuai dengan
permintaan mereka, nanti mereka akan dipanggil misalkan empat tahun
kemudian atau lima tahun kemudian. Dan Alhamdulllah selama ini di
kelurahan Medang kami selalu welcome dengan mereka, selain itu kami
berkoordinasi dengan dinas sosial dan dengan dinas-dinas instansi terkait
seperti catatan sipil berkaitan dengan keberadaan mereka, dengan Satpol-
PP juga kami berkoordinasi. Bagaimana cara kami menjaga kepentingan-
kepentingan negara terkait masalah refugee ini.
Karena memang kami bisa lihat sendiri bahwa indikator-indikator kenapa
dan mengapa Indonesia dijadikan ketua atau Presiden Dewan Keamanan
PBB, ternyata satu atau mungkin dua hal yang memang menjadi ranah
indikatornya terindikasi dari keutuhan dan juga kebersamaan antara refugee
dengan warga – masyarakat lokal. Khususunya di Indonesia kemarin ketika
saya menjadi keynote speaker di Kedutaan, ternyata Kelurahan Medang
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten ini, kami
yang lebih aman, kami yang lebih nyaman, dan kami yang lebih
terorganisir, keberagamannya diterima oleh masyakarat, penerimaan oleh
masyakarat, keberimbangannya antara mereka berbaur dengan masyakarat,
mereka mengisi waktu di masyarakat, bergotong royong dengan
masyarakat, hanya Kelurahan Medang yang mempunyai keberagaman
tersebut dan juga ada jadwal-jadwal kegiatan untuk mereka bisa bergabung
dengan masyarakat.
4. Pertanyaan:
Jadwal-jadwal kegitannya itu kapan saja pak? Dan apa saja kegiatannya?
Jawaban:
Jadwalnya itu setiap tahun pasti kami mengadakan Hari Refugee
Internasional dan kami baru saja melaksanakan buka puasa bersama mereka
yang kami lakukakan secara rutin setiap tahunnya. Bersama dengan para
refugee kami perkenalkan mereka kepada warga dan juga Alhamdulillah
sambutan, respon dan penerimaan dari masyarakat sangatlah positif. Dan
yang kami inginkan bahwa mereka itu adalah keluarga kami semua baik
mereka yang dari Iran, Pakistan, Palestina dan lain sebagainya.
Alhamdulillah pada acara buka bersama kemarin, mereka memasak
masakan khas negara mereka dan kami juga memasak masakan khas dari
indonesia khususnya mungkin tataran Sunda, Jawa, Betawi dan sebagainya;
ragam budaya yang ada di kelurahan medang, kami sajikan sehingga kami
bisa bertukar dengan masakan mereka. Dan juga kami diberikan mandat
oleh pengurus IOM, silahkan saja memanfaatkan apa yang mereka punya
apa yang mereka bisa, karena refugee yang datang kesini kebanyakan dari
mereka adalah ahli, diantaranya ada yang dokter spesialis, ada juga mualim
atau guru, juga ada yang seorang chef, owner hotel dan sebagainya. kami
bisa memanfaatkan mereka untuk kemaslahatan bersama.
5. Pertanyaan:
Sebelumnya bapak mengatakan bahwa anak-anak refugee mendapatkan
pendidikan di SDN Pondok Jengkol, berarti setidaknya mereka paham
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Apakah juga ada pelatihan atau
bimbingan bahasa untuk para ibu-ibu atau pengungsi perempuan?
Jawaban:
Ada, Di dalam gedung dormitori pada lantai pertama itu, mereka wajib
belajar terkait bahasa inggris dan juga bahasa indonesia. Jadi minimal
mereka ketika berada di indoensia merak harus bilingual language yaitu
english language or bahasa. Jadi ketika mereka datang kesini mereka harus
memperlancar bahasa dan juga memperlancar bahasa inggris.
Alhamdulillah mereka yang berasal dari berbagai macam negara yang sudah
setahun tinggal – minimal setahun tinggal mereka sudah sedikit lancar
berbahsa indonesia.
Dan juga kami selaku dari pihak pemerintah kelurahan Medang khususnya
dengan IOM dengan juga dinas pendidikan akan berkoordinasi terkait ada
pembelajarn khusus untuk mereka. Khususnya di kelurahan Medang kami
ada satu aula yang kami khususkan untuk mereka belajar bersama
masyarakat dengan anak-anak itu, kami satukan nanti ada guru yang kami
datangkan entah itu guru dari IOM yang sudah pilih atau guru yang dari
dinas pendidikan mereka akan belajar terkait bahasa dan juga keberagaman
budaya mereka masing-masing, jadi nanti ada pertukaran budaya.
6. Pertanyaan:
Saya mendapat informasi dari salah satu kader PKK yang ada di lingkungan
saya. bahwa ada refugee yang direkomendasikan oleh salah satu bidan di
lingkungan Medang ini untuk mendapatkan imunisasi. Sebenarnya apakah
mereka mendapatkan hak tersebut atau memang ada peraturannya pak?
Jawaban:
Untuk alasan kemanusiaan mereka punya Hak, terkait peraturan mereka
tidak bisa masuk ke ranah tersebut. Tapi jika berdasarkan kemanusiaan
mereka punya hak itu – hak Asasi manusianya. Sama seperti sekolah,
sebetulnya mereka itu tidak bisa bersekolah yang berbicara secara nasional-
secara prosedural. Tapi mereka atas dasar ketentuan, dasar pemikiran
bersama Lurah dengan masyarakat dan juga kepala sekolah SDN Pondok
Jengkol, mereka bisa bersekolah, berbaur dengan anak-anak lainnya – anak-
anak yang dari Afghanistan, dari Irak, dari Pakistan itu mereka pun dengan
literatur dan gaya berbeda - dengan gaya pengajaran yang berbeda dan juga
raport yang berbeda dari raport nasional. Intinya adalah adalah kami
berusaha untuk mencerdaskan umat – seluruh manusia yang ada di dunia ini
dan juga kami menjaga amanah yang diberikan oleh PBB – UNHCR – dan
IOM.
7. Pertanyaan:
Selama tiga tahun menjabat ini, apakah ada kasus atau adakah pelanggaran
peraturan yang dilakukan oleh mereka?
Jawaban:
Terkait hal tersebut pelanggaran-pelangaran yang mereka buat itu lumrah,
sebagai manusia dimana ada peraturan pasti ada pelanggaran. Tetapi kami
dari pihak tiga pilar kami selalu berkoordinasi dengan pihak IOM. Jika ada
masalah-masalah kami selalu koordinasikan dengan pihak polsek dengan
koramil seperti yang sudah saya sebutkan. Setiap ada permasalahan kami
selalu konsolidasikan kami kami selalu musyawarah untuk mufakat.
Terhadap masyarakat juga pasti ada clash – ada persimpangan – selalu ada
permasalahan tapi Alhamdulillah selama ini ketika ada masalah besar kami
kecilkan, ketika ada masalah kecil kami hilangkan. Dan Alhamdulillah
berjalan dengan baik dan tidak ada permasalah apa-apa.
8. Pertanyaan:
Bisa dibilang bapak lebih sering berkoordinasi dengan pihak IOM ya pak,
apakah pihak Rudenim jugs datang dan mengecek kondisi di
shelter/dormitori?
Jawaban:
Sering, jadi mereka setiap bulan atau tiga bulan kalo tidak salah, mengecek
langsung ke lapangan dan berkoordinasi dengan kami. Dan kami juga
pernah diundang oleh pihak Imigrasi di salah satu hotel di Tangerang, kami
menjadi salah satu undangan dari wilayah jabodetabek yang ada refugee
nya, bersama juga tim SAR yang juga berkaitan dengan kedatangan mereka
menggunakan kapal laut, dan ada beberapa Camat Lurah juga hadir disana
dan dinas instansi-instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Catatan Sipil,
dan Satpol-PP dan juga Polres yang ada di Kabupaten Tangerang, yakni
Polres Tigaraksa, Polres Tangsel, dan Polsek Metro Kota Tangerang. Kami
sudah berkoordinasi, dan kami dicek satu per satu sehingga muncul bahwa
Kelurahan Medang dengan kepemerintahan kami disini bisa aman, nyaman,
damai, tentram. Untuk para refugee bisa berbaur dengan masyarakat.
9. Pertanyaan:
Beberapa waktu lalau saya pernah bertemu dengan salah satu refugee,
sayangnya dia tidak bisa berbicara bahasa Inggirs. Jadi sebenarnya saya dan
warga Perumahan Medang ingin membantu mereka, tapi karena
keterbatasan antara bahasa kami dan mereka menjadi halangan, jadi terlihat
kami memberi jarak dan sulit bersosialisasi. Apa pendapat bapak tentang
hal tersebut?
Jawaban:
Sebenarnya mereka itu setiap negara memiliki koordinator. Misalnya
Afghanistan yang mereka itu sudah paham sekali berbahasa, baik bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia. Begitu pula yang dari Irak, dan juga yang
dari Rohingya. Intinya sebelum mereka lancara bahasa, mereka wajib lancar
bahasa Inggris. Makanya warga kalau berbicara dengan mereka
menggunakan bahasa Inggris. Mereka berkoordinasi dengan warga
Kampung Kandang pun dengan isyarat awalnya. Mereka menggunakan
bahasa isyarat dan step by step dari pihak refugee, mereka belajar terkait
bahasa Indonesia. Dan Alhamdulillah mereka yang sudah setahun sudah
bisa bahasa Indonesia sehingga bisa lancar kedepannya.
Terbukti bahwa, karena memang mereka berdomisili kebanyakan di Rawa
Buaya – di Perkampungan Rawa Buaya, di Bojong Gintung, di Ongsi Baru,
mereka sholat di Kampung Rawa Buaya – di Kampung Medang, maka
mereka sudah biasa berkoordinasi, biasa berkumpul dengan warga-warga
disana. Dan ada juga di Umaamah, ada beberapa refugee dari berbagai
negara yang beragama muslim, mereka i’tikaf bersama selama sepuluh hari
menjelang lebaran. Mereka beri’tikaf bersama warga di Masjid Umaamah,
mereka yang tadinya tidak paham bahasa Indonesia sedikit demi sedikit
lancar berbahasa Indonseia, karena berbabur dengan masyarakat Kelurahan
Medang.
10. Pertanyaan:
Selama tiga tahun menjabat, pas awal kedatangan para refugee adakah
penolakan atau keluhan masyrakat tentang para refugee?
Jawaban:
Masyarakat yang mengeluh itu, ketika saya bertanya dengan pihak IOM itu
hanya di tahun pertama dan kedua keberadaan mereka disini. Nanti untuk
lebih jelasnya nanti saya koordinasikan terkait sejarah mereka disini kepada
IOM.
Di Rawa buaya utamanya mereka salalu melakukan giat santunan kepada
anak yatim piatu, dan juga pemberian baju yang ala kadarnya dari mereka.
Karena mereka juga ada yang seorang dosen, seorang guru, dan seorang
chef ternama dari negara masing-masing. Mereka berbagi dengan
masyarakat ini sudah dilakukan secara rutin setiap tahunnya, juga ada buka
bersama dengan masyarakat, dan pada tahun 2017 kami adakan pekan
olahraga pengungsi pada hari Imigran Internasional. Kegiatan pekan olah
raga ini yaitu futsal, voli, dan sepak bola. Di depan Dormitori ada lapangan
– dan kami pakai itu, kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak
Paramount. Dan Alhamdulillah masyarakat sangat antusias, dengan adanya
kegiatan ini. Hal ini menjadi indikasi yang sangat baik, sangat positif fan
juga banyak hal-hal baru yang mereka lakukan, dan juga banyak omongan
dari masyarakat bahwa inilah keinginan mereka berbaur bersama dengan
para refugee.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Minggu, 14 Juli 2019
Waktu Wawancara : 17:14 – 17:54
Tempat Wawancara : Kediaman Informan
(RW 05 Kampung Kandang)
Data Informan
Nama : SM
Usia : 56 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : (RW 05 Kampung Kandang)
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan – Jawaban
1. Pertanyaan:
kira-kira kapan awalnya para imigran/pengungsi masuk ke wilayah tempat
tinggal ibu? Sudah berapa lama mereka tinggal disini?
Jawaban:
Awalnya mereka masuk itu saat kita ada Binwil (Bina Wilayah) di tahun
2016. Jadi tidak berselang lama setelah Pak Lurah Rizki menjabat sebagai
Lurah Medang. Jadi baru ketika pak Lurah menginjakan kaki di Medang,
mereka mulai berdatangan dan tinggal di lingkungan sini. Awalnya mereka
mengajukan izin ke Kelurahan, bahwa mereka mau mengabdi – istilahnya
di wilayah kita.
Kebetulan ketika Binwil ada di wilayah ibu sini, akhirnya mereka
ditempatkan disini. Terus jika ada kegiatan atau keperluan yang
berhubungan dengan IOM kebetulan ada angkat saya Murakaba yang
bekerja disana. Jadi di wilayah ini saya yang menjadi koordinator – menjadi
jembatan antara para imigran/pengungsi & IOM dengan para warga
masyarakat disini. Jadi ibu sering terima tamu dari kedutaan atau dari IOM
atau dari Imigrasi, mereka kesini untuk mengontrol keadaan. Sebagai yang
dituakan di lingkungan ini, saya terbuka dengan para pengurus baik dari
IOM maupun kedutaan – sudah saya anggap sebagai anak sendiri. Begitu
juga sama imigran-imigrannya, sudah saya anggap sebagai anak sendiri,
mereka juga sering main kesini. Kadang setiap sore mereka main ke rumah
ibu, meski Cuma mau main, dan ketika ibu mampir ke dormitori juga
mereka menawarkan ibu untuk mampir ke tempatnya.
2. Pertanyaan:
Apakah ada kendala saat berkomunikasi?
Jawaban:
Awalnya memang pasti ada ya, paling kita pakai bahasa tubuh awalnya.
Tapi kan karena lama kelamaan kita yang tidak bisa bahasa inggris jadi mau
tidak mau belajar begitupula mereka jadi belajar bahasa inggris. Awalnya
karena ada anak-anak IOM jadi setiap komunikasi mereka yang bantu
terjemahin.
3. Pertanyaan:
waktu kedatangan mereka disini, apakah ada gejolak atau konflik atau
keluhan dan warga disini bu?
Jawaban:
Untuk masalah menerima atau tidak, konflik atau gejolak itu semua tidak
pernah ada/terjadi. Jadi warga masyarakat sini sangat menerima. Kalau
masyarakat sini ibaratnya sama ibu itu madang – nurut, karena memang ibu
dituakan ibaratnya tokoh masyarakat sini.
Biarpun mereka itu agamanya berbeda – seperti Sanu dari Srilanka yang
beragama Hindu, dia adalah salah satu imigran yang ikut mengajar di Paud
sini. Ya tidak jadi masalah selama dia tidak mengajarkan agama dia,
menghormati agama kita. Ya intinya tidak sampai mengganggu akidah kita.
Makanya dia hanya mengajar kesenian saja.
4. Pertanyaan:
Awal berdirinya Paud ini pada tahun berapa ya bu? Dan sejak kapan Paud
ini bekerjasama dengan IOM?
Jawaban:
Awal berdirinya Paud ini sendiri tahun 2013, tapi untuk kerjasama dengan
IOM ya pada tahun 2016 pas ada Pak Lurah Rizki. Kebetulan ibu saat itu
ada di Kelurahan (sebagai staff), lalu mereka mengutarakan bahwa mereka
ingin mengadakan bakti sosial kepada masyarakat disini. Awalnya pak
Lurah agak keberatan, tapi saya langsung beri penjelasan untuk terbuka dan
bekerja sama dengan mereka para imigran asalkan ketika mereka beda
agama, mereka tidak mengajarkan agama mereka. Ibaratnya tidak
mengganggu keyakinan warga sini. Itu batasan dari kami jika mereka ingin
berbaur dengan kami. Sejak saat itu saya diberi kepercayaan oleh Pak Lurah
Rizki untuk menjadi koordinator antara warga dengan IOM & imigran
khususnya di wilayah kampung Kandang.
Bangunan Paud ini juga dibantu oleh IOM, untuk perluasan kelas dan alat-
alat seperi papan tulis dan meja. Untuk tenaga ajar, guru-guru di Paud ini
dibagi menjadi dua, kalau hari-hari itu sama Ibu tika dan Pak Amin, terus
setiap hari rabu itu dari IOM – dari para imigran mereka juga didampingi
oleh pihak IOM. Paud nya ini diadakan siang hari jadi dari jam 2 sampai
dengan jam 4 sore.
5. Pertanyaan:
Selain mengabdi menjadi tenaga ajar di Paud ini, apa ada kegiatan lain yang
mereka lakukan untuk masyarakat?
Jawaban:
Adanya imigran ini sangat membantu sekali. Pernah ketika mau Bina
Wilayah, mereka mau membantu kami warga kampung kandang untuk
membersihkan lingkungan. mereka dengan senang hati membantu kami.
Jadi jika kami butuh bantuan mereka, saya langsung mengontak pihak IOM
jika ada kegiatan yang butuh bantuan mereka, atau kami ingin melibatkan
mereka bersama seperti ketika acara tujuh belas agustus.
Pokoknya setiap ada kegiatan yang melibatkan para pengungsi pasti saya
yang jadi jembatan antara kelurahan medang dengan IOM, sebab Pak Lurah
pun selalu memberi kepercayaan setiap ada acara bersama mereka. Ketika
ada acara pun dana yang dikeluarkan sebagian besar dari IOM seperti saat
Buka Bersama pada Ramadhan lalu. Tidak hanya itu, kegiatan para
pengungsi juga banyak disini, mereka rutin ikut tujuh belasan, merekajuga
ikut saat memberikan santunan kepada anak yatim.
6. Pertanyaan:
Sebelumnya pernahkah ibu bertemu dengan para imigran/pengungsi lainnya
selain di kelurahan medang ini?
Jawaban:
Belum pernah sama sekali, baru tau ini aja ketika ada pengungsi dari IOM
ini. Itupun tahu karena informasi dari IOM bahwa merekaakan tinggal
berdampingan dengan kita warga sini. Sebelumnya ibu kurang paham, ibu
kira Cuma bule biasa, tapi karena banyak ya lumayan bikin penasaran,
setelah penjelasan ketika ibu bertemu dengan IOM waktu lalu baru ibu
paham. Dan mengajak warga sini juga ikut berbaur dan saling bantu-
membantu.
7. Pertanyaan:
Pada awal mereka datang, apa yang menarik perhatian ibu terhadap mereka?
Jawaban:
Yang paling jelas penampilan mereka, banyak yang wajahnya seperti orang
Arab. Awalnya saya kira Cuma sedikit ternyata banyak juga. Belum lagi
yang berkulit hitam, benar-benar ibu tidak tahu mereka itu siapa.
8. Pertanyaan:
Apakah dengan keberadaan mereka disini mengganggu kenyamanan
beribadah ibu?
Jawaban:
Ya seperti yang ibu katakan di awal tadi, mereka diterima disini untuk
menghargai dan menghormati kita sebagai warga sini yang kebanyakan
islam. tapi karena kebanyakan pengungsi yan datang ke rumah ibu itu islam
jadi ya nyaman-nyaman saja. Mereka banyak yang ikut jamaah di Masjid
sini. Dan menurut anak saya yang menjadi ketua DKM tidak ada masalah
dan sama-sama sholat berjamaah mau itu sholat wajib atau sholat jumat.
9. Pertanyaan:
Apakah adanya perbedaan itu ibu khawatir mereka akan membawa
perubahan buruk di lingkungan ibu?
Jawaban:
Sebenarnya ya cukup khawatir, kita menerima mereka asal mereka mau
menghormati kita sebagai warga asli sini, mereka mau menjaga keamanan
dan kenyamanan bagi bersama. Dan juga yang paling penting asal mereka
itu tidak merusak nilai-nilai dan keyakinan agama kita aja. Kan sama-sama
manusia ya harus saling membantu dan menghormati. Syarat ibu ya Cuma
satu, ketika mereka berbaur mereka tidak mengajarkan agama merekadan
merusak agama kita disini.
10. Pertanyaan:
Apakah mereka disini pernah sharing tentang budaya mereka bu?
Jawaban:
Sejauh ini paling Cuma makanan khas mereka saja, tapi ibu tidak pernah
coba karena terlihat aneh buat ibu. Paling mereka yang belajar budaya kita
disini, lebih banyak mereka yang mencoba untuk beradaptasi dengan
budaya sini. Bahkan ketika bukber kemarin, konsumsi yang paling cepat
habis masakan yang kita bikin. Mungkin mereka senang dengan masakan
sini (indonesia).
11. Pertanyaan:
Bagaimana cara ibu menyikapi perbedaan budaya antara ibu dan para
pengungsi?
Jawaban:
Kita saling menghargai saja, saling paham saja. Pokoknya disini antara
mereka dengan warga saling menghargai. Saya pribadi juga menghargai
setiap perbedaan baik itu dari bahasa, budaya, dan agama yang mereka anut.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Minggu, 23 Juni 2019
Waktu Wawancara : 19:39 – 20:20
Tempat Wawancara : Perumahan Medang Lestari (RW 09)
(Kediaman Informan)
Data Informan
Nama : FA
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Pelajaran
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Perumahan Medang Lestari (RW 09)
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan
1. Pertanyaan:
Apakah anda tahu jika ada imigran atau pengungsi internasional yang
tinggal di lingkungan anda?
Jawaban:
Saya tahu, karena saya pernah melihat mereka di lingkungan saya. saya
melihat banyak imigran yang tinggal disana (di dormitorio)
2. Pertanyaan:
Selain pengungsi atau imigran yang ada di kelurahan medang, apakah anda
pernah melihat, atau berkontak langsung dengan mereka sebelumnya?
Jawaban:
Selain di Medang tidak pernah, pernahnya warga negara asing tapi tidak
tahu mereka itu pengungsi internasional atau bukan.
3. Pertanyaan:
Pada saat pertama kali melihat mereka, apa yang ada di pikiran anda?
Jawaban:
Yang ada dipikiran saya saat itu hanya sebatas orang asing, berkulit gelap,
memiliki perawakan yang beda dari kita. Secara fisik intinya berbeda.
4. Pertanyaan:
Apakah setelah melihat pertama kali, anda pernah bertemu atau berkontak
lagi dengan mereka?
Jawaban:
Pernah, saat saya sholat di masjid. Mereka juga ikut sholat bersama, satu
saf sama jamaah lainnya. Berkontak fisik ya paling saat bersalaman setelah
sholat, tapi tidak sampai ngobrol karena keterbatasan bahasa.
5. Pertanyaan:
Sebelumnya anda pernah berkontak dengan pengungsi saat sedang
beribadah di masjid, menurut anda apakah perbedaan yang mereka miliki
mengganggu saat beribadah?
Jawaban:
Sebenarnya perbedaan itu tidak berpengaruh dalam kegiatan ibadah, hanya
saja saya kurang nyaman dengan bau (aroma tubuh) mereka jika sholat
bersampingan dengan mereka. Mungkin karena mereka punya kebiasaan
yang berbeda, atau karena saya yang belum terbiasa dengan bau badan
mereka. Dan menurut saya agak mengganggu saat ibadah, selebihnya
tentang cara mereka sholat sama seperti jamaah lainnya. Tidak ada yang
beda.
6. Pertanyaan:
Sebagai seorang muslim, apa anda cenderung milih-milih untuk
bersosialisasi?
Jawaban:
Ya tentu tidak, sebenarnya yang jadi kendala itu kan bahasa yang berbeda,
jadi sulit untuk tegur sapa. Sebenarnya kalau saya bisa bahasa mereka, saya
ingin sekali berkomunikasi dengan mereka. Berteman dengan siapa saja,
asal tidak merusak akidah. Kayaknya tidak hanya islam yang mengajarkan
tentang kebersamaan dalam keberagaman, bergaul dengan sama siapa saja.
7. Pertanyaan:
Di indonesia kan ada perbedaan aliran, di luar pun juga demikian seperti
syiah-sunni, atau mazhab yang berbeda dengan yang diaplikasikan di
Indonesia. Apakah perbedaan tersebut menggangu?
Jawaban:
Yang saya lihat dan saya tahu, di masjid umaamah itu mau aliran apa saja
masuk. Terbuka untuk semua muslim yang ingin beribadah.
8. Pertanyaan:
Secara global, apa anda tahu tentang alasan pengungsi masuk ke Indonesia?
Jawaban:
Setahu saya imigran yang datang ke indonesia karena perang di negaranya,
terus karena keterpaksaan soalnya ekonomi di negaranya buruk makanya
mereka cari tempat untuk berlindung.
9. Pertanyaan:
Otomatis para pengungsi ini punya problem kan, apakah anda khawatir jika
problem mereka mempengaruhi lingkungan anda?
Jawaban:
Kayaknya untuk saat ini belum ada kekhawatiran di masyarakat, khususnya
bagi saya ya. Karena masyarakat biasa-biasa aja. Mungkin karena kita
(masyarakat) tidak pernah bersosialisasi dengan mereka jadi kita tidak tahu
tentang mereka. Belum ada dampak yang signifikan
10. Pertanyaan:
Anda tahu isu tentang rape pemerkosaan, atau pelecehan yang terjadi baik
oleh imigran atau warga lokal, apakah anda memiliki kekhawatiran tentang
hal tersebut?
Jawaban:
Ya tentu khawatir, tapi kita tidak bisa langsung nge judge mereka. Belum
tentu mereka seperti itu
11. Pertanyaan:
Apakah perbedaan diantara pengungsi dan masyarakat mempengaruhi
lingkungan anda?
Jawaban:
Perbedaan itu ya biasa saja, maksudnya tergantung kitanya saja sebagai
mayoritas mau ngerangkul atau tidak.
12. Pertanyaan:
kita hidup di Indonesia yang notabene nya negara dengan banyak suku-suku
dan budaya yang berbeda. Menurut anda, apakah suku dan budaya anda
mempengaruhi pandangan dan penilaian anda terhadap pengungsi
internasional?
Jawaban:
Latar belakang suku budaya tidak berpengaruh lagi terhadap penilaian saya.
karena sebelumnya saya pernah tinggal bersama orang-orang dengan latar
belakang budaya dan suku yang berbeda dari dalam maupun luar indonesia.
Karena tinggal bersama itu saya bisa memahami sifat dan karakter dari
masing-masing suku atau budaya. Sehingga ketika saya melihat pengungsi
yang ada di medang ini, saya tidak memandang mereka sebagai bahaya atau
musuh, pandangan itu muncul karena kita belum mengenal mereka.
13. Pertanyaan:
Menurut anda, kemungkinan pendatang yang masuk ke ke Kelurahan
Medang apakah akan semakin banyak? Apakah ada kekhawatiran terhadap
masuknya pendatang?
Jawaban:
Pastinya semakin besar, karena banyak pembangunan dan perluasan
wilayah medang yang sangat memungkinkan untuk pendatang berdatangan
dan tinggal disini. Dulu mungkin hanya ditinggali oleh masyarakat asli
Medang dengan latar belakang suku sunda, jawa, bima, dan batak. Tapi
sekarang, bisa lihat sendiri ada dari papua hingga pengungsi internasional
yang dari luar indonesia tinggal disini bersama masyarakat. Sebagai
masyarakat Medang, saya pribadi menerima kedatangan mereka yang
memiliki itikad baik.
14. Pertanyaan:
Menurut anda, apakah dengan adanya pengungsi internasional disini
mengurangi kenyamanan dan keamanan lingkungan tinggal anda?
Jawaban:
Untuk nyaman dan amannya, selama mereka taat dan tertib terhadap
peraturan yang ada – baik yang mereka miliki ataupun peraturan dari
lingkungan kami, tidak masalah. Intinya, mereka harus respect terhadap
masyarakat lokal, begitu pula sebaliknya. Sama-sama tidak mengganggu
kenyamanan
15. Pertanyaan:
Terkait penilaian anda terhadap Pengungsi Internasional, apakah keluarga
anda memiliki pengaruh dalamhal tersebut?
Jawaban:
Tidak sama sekali. Karena baik orang tua atau saudara-saudara saya
memiliki kebebasan untuk menilai, memandang, dan menyikapi suatu hal.
16. Pertanyaan:
Apakah anda mengetahui tentang peraturan dan hukum yang berlaku bagi
para migran atau pengungsi internasional selama beradadi indonesia?
Jawaban:
Untuk itu saya tidak tahu sama sekali hukum-hukumnya.
17. Pertanyaan:
Apakah dilingkungan anda memilikiniai dan norma? Apakah nilai dan
norma tersebut dapat mempengaruhi penilaian anda terhadap pengungsi
internasional?
Jawaban:
Nilai seperti gotong-royong tentunya masih ada, saling menjaga dan
membantu satu sama lain. Untuk mempengaruhi penilaian saya, mungkin
sedikit berpengaruh. Karena sudah menjadi kebiasaan kali ya, jadi tolong
menolong itu berlaku untuk siapa saja, terlebih mereka yang mengungsi
disini. Hanya saja keterbatasan bahasa, sedikit menghambat saya pribadi
khususnya.
18. Pertanyaan:
Pertanyaan terakhir, menurut anda apakah mereka (para pengungsi) terbuka
dengan masyarakat?
Jawaban:
Menurut saya ya mereka itu tertutup, terlihat lebih senang berkelompok –
lebih eksklusif. Itu yang saya lihat dan saya rasakan.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Minggu, 23 Juni 2019
Waktu Wawancara : 20:03 – 20:18
Tempat Wawancara : Perumahan Medang Lestari (RW 09)
(Kediaman Informan)
Data Informan
Nama : SS
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : Diploma (D3)
Alamat : Perumahan Medang Lestari (RW 09)
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan
1. Pertanyaan:
apakah ibu mengetahui tentang keberadaan Pengungsi
Internasional/imigran yang adadi kelurahan medang?
Jawaban:
Tahu, karena pertama saya tahu keberadaan mereka itu ketika Binwil dan
saya pernah mengikuti salah satu kegiatan yang diadakan kelurahan medang
atas kerja sama dengan IOM kalau tidak salah waktu itu acara hari migran.
Saya dan kader PKK lainnya diundang untuk menghadiri acara tersebut. Di
acara tersebut saya bisa tahu tentang kedatangan mereka kesini (Indonesia),
kemudian mereka juga menampilkan nyayian dan tarian negara mereka.
Dan juga disuguhkan masakan khas mereka.
2. Pertanyaan:
Pertama kali ibu melihat mereka, apa yang ada di benak/pikiran ibu?
Jawaban:
Ya mereka beda, secara fisik. Yang perempuannya cantik-cantik begitu pula
yang laki-laki ganteng-ganteng. Kayaknya kebanyakan dari daerah Arab
sana ya tapi juga ada yang kulit hitam. Hanya saja nasib mereka yang
kurang menyenangkan sehingga mereka harus pergi dari negara mereka,
karena banyak perang. Itu yang saya tahu tentang latar belakang mereka.
Tapi sebetulnya mereka yang kesini itu bukan orang yang biasa-biasa saja.
Beberapa dari mereka ada juga yang dokter atau dosen. Ibaratnya mereka
itu bukan orang bodoh lah ya.
3. Pertanyaan:
Sebelumnya apakah ibu pernah bertemu atau berinteraksi dengan imigran?
Jawaban:
Belum pernah, baru ini aja. Karena kebetulan tempat tinggal mereka dekat
dengan kediaman saya. dan interaksinya hanya sekedar sapa saja, belum
pernah ngobrol karena saya tidak bisa bahasanya. Ini juga karena ada
kegiatan – undangan, dari kelurahan jadi saya cukup tahu tentang mereka.
Terus ada juga pengungsi yang datang ke Posyandu.
4. Pertanyaan:
sebagai Kader PKK – Posyandu, apa memang ada program untuk mereka
para pengungsi?
Jawaban:
Sebenarnya belum lama datang ke Posyandu, pertama kali karena mereka
minta untuk imunisasi. Mereka diantar oleh bidan yang menangani
persalinannya, mungkin stok vaksinnya habis jadinya bidan yang nanganin
mereka minta kita untuk kasih vaksin bayinya. Tapi bayi yang kami tangani
– yang dari Imigran Cuma satu, nama bayinya Omed. Dari setelah vaksin
ibu Omed rutin datang ke Posyandu untuk menimbang dan memantau
kondisi anaknya.
5. Pertanyaan:
Bagaimana cara berkomunikasi ibu dan kader lainnya dalam memberikan
pelayanan untuk mereka?
Jawaban:
Pada awal datang ke Posyandu, karena di temani oleh bidan yang
menangani jadi semua dikomunikasikan oleh si bidan. Saya juga agak
canggung untuk berkomunikasi karena keterbatasan bahasa. Jadi ya, pakai
bahasa tubuh. Ketika kedatangan kedua, ibu Omed didampingi suaminya,
kalau suaminya masih bisa berbahasa Indonesia meskipun sedikit, dan kita
juga dibantu oleh bidan Kelurahan karena beliau bisa berbahasa Inggris.
Tapi kalau ibu Omed sendiri lebih banyak diam, mungkin juga sama karena
terbatas bahasa. Tapi kalau saya bertemu dengan dia pasti dia nyapa.
6. Pertanyaan:
Sebanarnya menurut ibu, masyarakat RW 09 ini terbuka atau tidak dengan
keberadaan pengungsi/imigran?
Jawaban:
Ya sebenarnya terbuka – menerima mereka, asal mereka mau bersosialisasi.
Asal mereka tau dan mau menghormati masyarakat lokal di sekitarnya. Tapi
ya kalau selama ini diperhatikan mereka lebih banyak di rumah, jadi
kesannya kayak menutup diri, untuk orang-orang dewasa khususnya. Kalau
yang anak-anak mereka masih mau main dengan anak-anak yang ada di
lingkungan saya tinggal. Mungkin karena masih anak-anak jadi mereka ya
berbaur aja asal ada yang mau diajak main.
7. Pertanyaan:
Di lingkungan ibu kan mayoritas beragama islam, apakah ada kekhawatiran
jika keberadaan mereka mengganggu kenyamanan ibadah/agama di
lingkungan ibu?
Jawaban:
Sebenarnya kita menerima mereka asal mereka menghormati agama
mayoritas disini. Jangan sampai mereka ikut campur dalam akidah kita,
mengajarkan agamanya atau menyebarluaskan. Jika mereka menghargai
keyakinan kita begitu pula sebaliknya. Saya pribadi tidak masalah dengan
agama apapun selama bisa saling paham satu sama lain tentang bahasan
terkait keyakinan, seperti dalam Alquran lakum diinukum waliadiin. Saat
bergaul atau bersosialisasi pun begitu, kita yang muslim harus menghargai
mereka yang beragama minoritas.
8. Pertanyaan:
Bagaimana dengan tetangga di lingkungan ibu? Apakah merekamemiliki
penilaian yang berbeda?
Jawaban:
Tentunya pasti berbeda, ada yang open minded terhadap keberadaan mereka
ada juga yang acuh. Tapi sepertinya warga perumahan lebih individual
ketimbang warga kampung Medang atau kampung Kandang, jadi tidak
begitu khawatir dengan keberadaan mereka, asal ya mereka respek dengan
kita dan tidak berlaku macam-macam. Dan juga imigran/pengungsi itu lebih
banyak beraktifitas atau berinteraksi dengan warga sana karena lokasi
tempat tinggal mereka yang tidak jauh. Kalau di Perumahan hanya beberapa
saja yang berinteraksi, itu pun karena imigran yang datang ke masjid
Umaamah untuk sholat berjamaah.
9. Pertanyaan:
Apakah lokasi tempat tinggal saat ini memungkinkan unutk menjadi tempat
bagi para imigran/pengungsi?
Jawaban:
Sangat memungkinkan, karena bukan hanya imigran yang tinggal
kebanyakan warga yang tinggal disini adalah pendatang khususnya yang di
Perumahan Medang. Disini sangat heterogen, macam-macam suku ada
disini dan bisa hidup berdampingan dengan harmonis. Karena kita menjaga
dan menghormati latar belakang budaya maupun agama masing-masing.
Dan lagi sudah banyak juga kost-kostan di perumahan medang, jadi akan
sangat memungkinkan bagi pendatang baru untuk menetap disini.
10. Pertanyaan:
Apakah dengan adanya para imigran/pengungsi di lingkungan ibu, menjadi
tidak aman dan nyaman?
Jawaban:
Tidak begitu, asal mereka mau berbaur dan berlaku baik kepada kita. Sama-
sama saling menjaga, menghargai, dan menghormati kita sebagai tuan
rumah. Asal jangan sampai merusak atau ikut campur sama agama saja.
11. Pertanyaan:
Bagaimana dengan keluarga ibu? Apakah mereka punya penilaian yang
berbeda dengan ibu?
Jawaban:
Kurang tahu ya, sepertinya ya sama saja. Asal mereka tidak mengganggu
kenyamanan saja dan mau patuh dengan peraturan yang mereka harus
patuhi selama ada disini.
12. Pertanyaan:
Sebelumnya apakah ibu pernah mengetahui tentang undang-undang dan
hukum yang berlaku bagi mereka?
Jawaban:
Untuk undang-undang dan hukum yang jelasnya tidak tahu, pasal berapa
ayat berapanya saya tidak tahu. Tapi saya yakin mereka punya peraturan
yang harus dipatuhi selama mereka ada di Indonesia. Dan saya berharap
mereka patuhi, agar tidak terjadi kekacauan, agar kami sebagai warga sini
bisa merasa aman dan nyaman.
13. Pertanyaan:
Apakah ada nilai dan norma yang mengatur di likungan ibu?
Jawaban:
Nilai yang masih dijaga adalah gotong royong, disini meskipun berbeda –
berbeda suku atau agama kita semua bekerja sama saat kerja bakti. Kita
berbaur baik saat ada kematian atau hajatan.
14. Pertanyaan:
Nilai dan norma itu apakah jadi batasan ibu untuk bersosialisasi dengan para
imigran/pengungsi?
Jawaban:
Ya tentu tidak, para imigran pun mau melibatkan diri dalam kegiatan kerja
bakti. Bahkan saya lihat mereka lebih antusias, saya pernah lihat imigran
yang membantu DKM Umaamah yang kerja bakti membersihkan
lingkungan masjid, dia bahkan tidak ragu untuk membersihkan selokan.
Disitu saya merasa salut sekaligus senang mereka mau berbaur dengan
kami.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Sabtu, 13 Juli 2019
Waktu Wawancara : 13:05 – 13:25
Tempat Wawancara : Kediaman Informan
Data Informan
Nama : RM
Usia : 47 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Pedagang
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : RW 04 Rawa Buaya
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan – Jawaban
1. Pertanyaan:
Sudah berapa lama ibu jualan disini?
Jawaban:
Sudah lama neng, pokonya dari anak ibu masih pada kecil-kecil.
2. Pertanyaan:
Apakah ibu tahu tentang keberadaan imigran/pengungsi yang tinggal di
belakang?
Jawaban:
Ya saya tau, mereka itu tinggalnya di dormitorio – di ruko sana. Banyak
sekali jumlahnya, kayaknya makin tahun makin banyak neng. Yang laki-
laki banyak yang makan disini atau mau beli sembako di warung ibu.
Kadang nongkrong bercanda-canda sama anak-anak sini. Padahal awalnya
mereka diam sekali, karena tidak tahu bahasa kita kali ya. Karena saya dan
tetangga sini iseng suka sapa mereka, ya manggil ‘mister mister hello’ lama-
lama mereka jadi baur sama kita. Berawal karena sok akrab neng jadinya
deket.
3. Pertanyaan:
Sebelumnya apa pernah ibu bertemu dengan imigran/pengungsi selain yang
ada di wilayah medang ini?
Jawaban:
Tidak pernah neng, ini pertama kali. Itu juga awalnya saya tidak tahu kan
kalau mereka pengungsi atau imigran yang cari perlindungan disini.
4. Pertanyaan:
Bagaimana respon ibu, keluarga ibu dan warga saat pertama kali tahu
banyak pengungsi di sini?
Jawaban:
Awalnya karena kita khususnya saya tidak tahu kalau mereka itu imigran
ya kita sangkanya bule aja gitu. Habis dari perwakannya putih-putih, hidung
mancung tinggi ya beda lah sama kita orang kampung. Pas tahu mereka itu
imigran/pengungsi dari palestina karena dikasih tahu sama pak lurah.
Seneng aja kita neng, bulenya ganteng-ganteng soalnya. Tapi saya jarang
sekali lihat bule yang perempuannya.
5. Pertanyaan:
Hehe, selain perbedaan fisik mereka yang tinggi, mancung, ganteng-
ganteng ada tidak perbedaan yang menjadi kekhawatiran kalau mereka
menggangu kenyamanan dan keamanan disini?
Jawaban:
Sejauh ini tidak ada ya, tapi awalnya saya agak takut sama bule yang hitam-
hitam itu, sudah hitam, tinggi, besar-besar lagi badannya. Tapi karena tiap
hari lihat mereka wara-wiri disini jadinya sudah tidak takut lagi.
kekhawatiran mereka ganggu yang penting mereka bisa jaga sikap aja, kan
mereka tinggal di kampung orang masa iya mereka mau seenaknya
bertingkah. Pokoknya harus bisa menghormati kita selaku warga sini. Tidak
ganggu saat ada acara-acara di kampung sini. Ya sadar diri saja merekanya.
6. Pertanyaan:
Tadi saya tanya kekhawatiran ibu tentang keberadaan mereka disini,
sekarang saya mau tanya ada tidak keuntungan yang bisa ibu ambil dari
keberadaan mereka disini?
Jawaban:
Lumayan sih, mereka kan suka belanja disini. Gas dan telur saya laku sama
mereka,mungkin karena warung saya tidak terlalu jauh dari dormitorio.
Banyak juga yang ngontrak di kontrakan sini. Bahkan sampe ada yang
bangun kontrakan baru. Maklum neng Medang ini kan di tengah-tengah
kantor-kantor elit pendatangnya orang-orang yang rantau dari kota lain buat
bekerja disini. Apalagi summarecon sekarang semakin berkembang
otomatis banyak lowongan kerja tuh. Makanya banyak orang-orang dari
daerah lain seperti dari bogor, atau dari luar provinsi. Jadi disini macam-
macam orangnya – ada bule, ada orang papua, ada jawa, ada sunda, macam-
macam pokonya. Yang bisa diambil dari keberadaan mereka khususnya
bule-bule (imigran/pengungsi) ya bisa menguntungkan warga sini yang
punya usaha seperti warung saya ini atau kontrakan.
7. Pertanyaan:
Kalau soal ibadah, sebelah rumah ibu ini kan musholla apa pengungsi yang
ikut sholat disini?
Jawaban:
Ada neng, biasanya pas maghrib isya mereka sholat disini – bule yang laki-
laki biasanya. Saya lihat cara sholatnya sama saja seperti kita sholat. Cuma
memang bajunya saja, mereka tidak sarungan kayak kita. Pakai gamis atau
baju sedengkul sama celana. Alhamdulillah mereka tidak aneh-aneh neng.
Selepas sholat bahkan ada yang nunggu isya sambil ngobrol sama kita.
Kadang suka saya ajak makan malam di tempat saya ini. Tapi kali ada aja
yang nonmuslim, yang penting kita tidak saling usik agama satu sama lain.
8. Pertanyaan:
Jadi dari segi agama yang mereka anut ibu tidak terlalu permasalahkan ya
bu, bagaimana pandangan dalam agama ibu tentang perbedaan?
Jawaban:
Yang saya tahu selama ini asal kita tidak mengusik kenyamanan beribadah
ya kita harus saling tolong-menolong. Kalau kata pak ustadz lakumdinukum
waliadiin neng. Yang penting mereka tidak berulah aja disini, tidak
menyebarkan ajaran agama mereka di kampung sini. Apalagi sama bule
yang muslim, harusnya kita tolong karena saudara satu islam kan neng,
kasihan sebenarnya mereka neng, di kampungnya sana (negaranya) ada
perang jadinya mereka kabur kesini buat cari perlindungan. Pas sampai
disini mereka harus mencari lagi orang yang mau bantu mereka buat tinggal
disini. Untung kelurahan medang mau bantu ya, saya pernah dengar kalau
mereka tinggal disini itu ada yang biayain. Organisasi apa gitu, ibu lupa.
Jadi organisasi itu bantu mereka, ngasih mereka tempat tinggal – itu neng
dormitorio itu fasilitas yang dikasih organisasi itu, terus diberi uang saku
sama mereka, dikasih bahan makanan. Sudah enak sekali ya neng. Tapi
mereka disini tidak bisa cari kerja katanya, soalnya tidak diperbolehkan
katanya.
9. Pertanyaan:
Ibu tahu informasi ini darimana ya bu?
Jawaban:
Dari suami saya, dari orang-orang juga. Jujur saya tidak paham bahasa bule
jadi ya kalau ngobrol pakai bahasa isyarat. Tapi bulenya sudah ada yang
bisa bahasa indonesia, meskipun sedikit tapi kenapa saya rasanya senang
sekali ya. Bangga aja gitu bule mau belajar dan baur sama orang kampung
sini.
10. Pertanyaan:
Bagaimana dengan tetangga ibu? Apakah mereka memiliki reaksi yang
berbeda dengan ibu?
Jawaban:
Kayaknya sama saja kayak saya, awalnya bingung ini kenapa jadi banyak
bule disini. Tapi lama-lama jadi biasa dengan kehadiran mereka disini, toh
mereka juga tidak macam-macam disini. Keluarga saya juga pada penasaran
sama mereka, makanya suka sok kenal gitu sama mereka. Kita mah senang
aja ada mereka gitu neng. Bisa belajar ngomong bahasa inggris juga sama
mereka. Mereka itu pintar-pintar neng, sebelumnya mereka itu kerjaannya
bagus-bagus. Yang saya kenal itu Umar dia dulu mahasiswa disana, terus
ada juga yang chef di hotel gitu neng. Saya pernah dikasih makanan yang
dimasak sama mereka, banyak rempah-rempahnya gitu neng.
11. Pertanyaan:
Apakah ibu tahu tentang kebudayaan mereka?
Jawaban:
Saya paling tahunya sekedar makanan saja yang berbeda. Mereka banyak
pakai rempah-rempah yang kita orang indonesia tidak pakai. Kalau budaya
yang kayak adat saya tidak tahu, mereka juga tidak pernah cerita-cerita
gimana budaya mereka. Malah kayaknya mereka tertarik sama keseharian
kita orang Indonesia gimana. Waktu itu pernah ibu ajak mereka ikut liwetan
pas kerja bakti. Mereka ikutanneng kerja bakti, makan bareng sama kita.
Mereka sepertinya sudah nyaman apa karena sudah kenal sama kita kali ya.
Meski tidak banyak yang mau gabung tapi warga sini senang sekali.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Minggu, 14 Juli 2019
Waktu Wawancara : 12:34 – 12:51
Tempat Wawancara : Kediaman Informan
Data Informan
Nama : SH
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : RW 05 Kampung Kadang
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan – Jawaban
1. Pertanyaan:
Apakah bapak pernah melihat atau berinteraksi dengan imigran/pengungsi
internasional?
Jawaban:
Kalau melihat sering sekali karena memang mereka kadang main futsal atau
ke warung buat beli gas atau keperluan lainnya. Kalo berinteraksi ya cuma
bisa pakai bahasa tubuh awalnya, karena saya tidak paham bahasa inggris,
tapi kalau sekarang sudah sedikit-sedikit bisa, mereka juga sudah bisa pakai
bahasa inggris. Kadang mereka juga suka menyapa warga disini, meski ada
juga yang tidak.
2. Pertanyaan:
Sebelumnya apakah bapak mengetahui bahwa mereka itu adalah
imigran/pengungsi yang datang ke Indonesia?
Jawaban:
Sebelumnya tidak tahu kalau mereka itu imigran, tau nya bule biasa aja yang
tinggal di summarecon. Terus mereka kan pernah ikut kerja bakti sama
warga sini, dapat informasi kalau mereka itu imigran dari pegawai IOM
yang dampingin mereka waktu kerja bakti disini. Mereka itu kesini karena
negara mereka tidak aman, banyak perang. Jadi mereka cari tempat
berlindung.
3. Pertanyaan:
waktu pertama kali bapak tau ada imigran disini, bagaimana reaksi bapak?
Jawaban:
Awalnya karena sebelumnya tida tahu kalau mereka imigran tapi setelah
melihat jumlah mereka ya agak kaget, mereka berkelompok gitu. Yang
bikin agak takut imigran yangberkulit hitam, karena badannya tinggi-tinggi.
Ada juga yang kaya orang india, dan kalau yang putih-putih yang kaya arab
itu masih mending, tapi ya mereka diam saja, tidak ada tegur-tegur ke kita.
Baru setelah kerja bakti baru mau berbaur.
4. Pertanyaan:
Memiliki perbedaan fisik dan bahasa, apakah perbedaan ini menjadi
kekhawatiran bagi bapak?
Jawaban:
Awalnya iya, saya takut mereka itu akan berulah disini, tapi setelah
berkenalan, berbaur dan berinteraksi dengan mereka jadi ya tidak
takut/khawatir lagi. Mereka baik-baik, kadang saya suka tertawa ketika
mereka belajar bahasa indonesia, begitu juga sebaliknya mereka juga
banyak mengajarkan kosakata dalam bahasa inggris.
Warga disini juga akhirnya banyak yang jadi senang dengan keberadaan
mereka disini. Karena mereka mau ikut bergabung saat kita ada kegiatan,
anak-anak merekajuga mau berbaur dengan anak-anak kita disini. Karena
anak-anak imigran juga ada yang sekolah di SD sini.
5. Pertanyaan:
Apakah ada kekhawatiran lainnya selain dari perbedaan fisik dan bahasa?
Jawaban:
Khawatir tentang agama mereka, tapi asal mereka menghormati kita sebagai
muslim tidak apa-apa. Kita juga sudah memberi pengertian kepada mereka,
saya pribadi menerima mereka jika mereka menghargai, menghormati
keyakinan saya dan tidak mengganggu kenyamanan beribadah dan
keyakinan saya. Tapi banyak juga imigran yang beragama muslim, yang
saya sering temui banyak yang islam. Kadang mereka juga ikut sholat
berjamaah di musholah. Sholatnya juga ya sama kayak kita, tidak berbeda.
6. Pertanyaan:
Sebelumnya apakah bapak pernah bertemu dengan imigran atau pengungsi
internasional selain yang ada di wilayah sini?
Jawaban:
Belum pernah, ini yang pertama. Tapi kalau lihat keberadaan mereka di
indonesia juga tahu dari berita di televisi. Tapi kalau lihat bule sudah, hanya
tidak tahu mereka itu Warga Negara Asing atau imigran.
7. Pertanyaan:
Mereka (imgran/pengungsi) datang ke Indonesia karena di Negaranya ada
perang atau tidak aman bagi mereka, apa pendapat bapak tentang mereka
yang terpaksa harus keluar dari negaranya?
Jawaban:
Kasihan sekali, mereka tidak bisa hidup dengan tenang. Seperti yang saya
lihat di TV – di palestina rumah dibom, kota sudah tidak hancur parah,
banyak yang meninggal. Syukur Alhamdulillah kita hidup di negara yang
aman dan nyaman. Makanya setelah tahu alasan mereka kesini untuk
mengungsi atau mencari perlindungan saya jadi berempati, jadi ingin
berbaur dengan mereka.
8. Pertanyaan:
Sebagai seorang muslim, bagaimana cara bapak menyikapi perbedaan yang
ada?
Jawaban:
Kalau di dalam agama islam, sebenarnya tidak ada larangan untuk bergaul
dengan siapa, dari segi suku atau agama. Tapi kita juga harus bisa
membatasi diri ketika pergaulannya sudah mengganggu akidah kita.
Ibaratnya urus urusan agama masing-masing, selain dari itu kita harus
berbaur dan saling tolong menolong. Tapi karena selama ini yang saya
temui imigran/pengungsi yang islam, jadi ya saat berbaur kita tidak ada
batasan, saya menganggap mereka sebagai saudara seiman saya. kan
seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.
9. Pertanyaan:
Banyak juga imigran yang beragama lain seperti hindu atau kristen, apakah
dengan perbedaan agama tersebut menggangu kenyamanan beribadah
bapak?
Jawaban:
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya dan warga sini menerima
mereka jika mereka mau menghormati kita sebagai mayoritas – sebagai tuan
rumah yang beragama islam. jika mereka bisa menghargai kita, kita juga
akan senang hati berbaur dengan mereka.
10. Pertanyaan:
Bagaimana reaksi warga di lingkungan bapak dengan keberadaan imigran
disini?
Jawaban:
Ya awalnya sama seperti saya, kaget dan heran kenapa banyak sekali bule-
bule. Tapi setelah ada interaksi dengan mereka, ada pengertian – pemberian
informasi tentang mereka jadi kita semua bisa paham. Perbedaan fisik
mereka yang mencolok yang awalnya menarik perhatian, tapi karena kita
tidak tahu mereka itu siapa – apa, dan kepentingan mereka disini apa
awalnya ya ada rasa khawatir. Tapi lama-lama hilang karena mereka juga
mau berbaur dengan kita.
11. Pertanyaan:
Apakah warga disini terbuka dengan orang baru?
Jawaban:
Disini terbuka dengan orang baru, saya sendiri juga bukan orang asli sini.
Saya juga pendatang tapi sudah lama sekali tinggal disini. Yang orang
indonesia saja banyak yang tinggal disini – maksudnya dari suku lain. Asal
ya mereka mau berbaur, mau menghormati satu sama lain, mau ikut terlibat
dalam kegiatan warga. Begitu juga buat imigran, kita akan terbuka jika
mereka juga mau berbaur, mau sama-sama menghormati satu sama lain,
maumenjaga keamanan dan kenyamanan satu sama lain. Yang penting tidak
memulai masalah dengan warga sini.
12. Pertanyaan:
Bagaimana dengan keluarga bapak, apakah mereka memiliki reaksi yang
sama?
Jawaban:
Ya pastinya sama, kaget sebagaimana reaksi saya.
13. Pertanyaan:
Apakah bapak tahu tentang hukum dan undang-undang yang berlaku
tentang imigran?
Jawaban:
Saya kurang tahu kalu tentang Hukum dan Undang-undang. Ya semoga saja
mereka mentaati hukum dan peraturan yang dibuat pemerintah. Kan jika
mereka taat aturan, kita sebagai warga asli sini kan merasa aman dan
nyaman. Dan mereka juga mau menjaga perilakunya selama tinggal
bersama kita disini.
14. Pertanyaan:
Selama berbaur dengan imigran, apakah mereka pernah sharing tentang
kebudayaan mereka?
Jawaban:
Kalau untuk kebudayaan kayaknya tidak pernah, cenderung mereka yang
belajar ke kita. Contohnya saat tujuh belasan, mereka mau ikut lomba panjat
pinang – yang mereka belum tahu itu apa. Mereka juga coba makan
makanan kita. Kalau saya malah belum pernah coba makanan mereka.
Saya senang sekali dengan keberadaan mereka disini, mereka mau berbaur
dengan kita.
Transkip Wawancara
Hari, Tanggal : Jumat, 12 Juli 2019
Waktu Wawancara : 16:11 – 16:36
Tempat Wawancara : Perjalanan menuju Gading Serpong
Data Informan
Nama : ZU
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Driver Grab Car
Pendidikan Terakhir : S1
Alamat : RW 10 Medang Lestari
Tanda Tangan Informan
No Pertanyaan – Jawaban
1. Pertanyaan:
Sudah berapa lama bapak bekerja sebagai driver grab?
Jawaban:
November ini sudah tiga tahun neng, awalnya cuma iseng aja ikutan teman
karena dapet (penghasilannya) lumayan berlanjut sampe sekarang.
2. Pertanyaan:
Apakah Bapak tahu tentang keberadaan pengungsi/imigran di wilayah
Medang?
Jawaban:
Tentu tahu, pertama kali lihat di daerah summarecon – di ruko-ruko.
Awalnya Cuma mikir banyak bule, saya tidak tahu kalo mereka itu imigran,
baru tahu setelah banyak informasi kalau mereka itu pengungsi.
3 Pertanyaan:
Sebelumnya bapak pernah tidak bertemu atau melihat atau tahu tentang
imigran atau pengungsi internasional yang ada di Indonesia?
Jawaban:
Saya Cuma sekedar tahu dari berita. Kalau bertemu orang asing sering, tapi
saya tidak tahu dia itu pengungsi atau bukan. Kalau yang sampai tahu kalo
itu imigran ya baru tahu yang di lingkungan sini.
4. Pertanyaan:
Selama ini apakah bapak pernah dapat penumpang imigran/pengungsi yang
tinggal di daerah medang?
Jawaban:
Sering sekali, setidaknya seminggu dua kali pasti dapet order dari imigran.
Kemarin minggu saya nganter pengungsi-pengungsi perempuan. Sampai
yang paling jauh dari Medang ke Kelapa Gading.
5. Pertanyaan:
Waktu pertama kali bapak terima order dari mereka bapak sudah tahu kalau
mereka itu pengungsi?
Jawaban:
Sudah, sudah tahu karena banyak info dari teman-temannya saya. Saya
sampai bisa tahu mereka dari mana ya karena informasi dari teman-teman
saya sesama grabcar.
6. Pertanyaan:
Pertama kali terima order dari mereka bagaimana reaksi bapak?
Jawaban:
Biasa aja, tapi kalau pas dapet orang-orang Niger yang item-item itu agak
ngeri. Mereka besar-besar badannya. Pernah sekali saya antar seorang
pengungsi Niger, malam-malam sekitar jam 11an. Saya rada ngeri aja
karena selama perjalanan saya ngerasa kalau dia ini bukan orang biasa. saya
perhatiin dia tertarik sekali dengan mobil-mobil mewah macam merci atau
bmw. Meski ngajak saya ngobrol tapi ya saya jawab ’yes yes’ aja takut salah
nanggepin terus jadi canggung. Pas mau sampai tempat tujuan dia kan mau
ambil barang di kursi belakang. Saya liat kaosnya keangkat, pas disitu saya
lihat ada pistol diselip di celananya. Dari situ saya mulai takut, tapi berusaha
biar dia tidak curiga kalau saya lihat dia bawa pistol. Dari kejadian ini saja
jadi agak was-was – khawatir kalau di medang banyak pengungsi yang
kayak gini. Bisa ganggu kenyamanan warga sekitar.
7. Pertanyaan:
Apakah ada pengalaman lain yang pernah bapak alami saat terima order dari
para pengungsi?
Jawaban:
Kalau yang seperti saya ceritakan tadi memang tidak ada lagi. paling
nganter pengungsi-pengungsi ke Gereja. Oh iya neng, tahu tidak kalau ada
kristenisasi di wilayah dormitorio. Jadi mereka (pengungsi) itu dijanjiin
bakalan dikasih uang lima ratus ribu per bulan dan sembako kalau mereka
mau dibaptis dan masuk kristen. Kan rata-rata pengungsi itu dari daerah
timur sana yang notabene nya muslim, macam Afghanistan. Ini saya tahu
informasi dari sesama driver ditambah cerita-cerita warga sekitar. Saya
khawatirnya orang-orang yang ajak mereka masuk kristen (misionaris)
sampai melakukan hal yang sama ke warga medang, kan jadinya
mengganggu kenyamanan warga yang mayoritasnya islam. Medang ini
sangat ketat bahkan menolak adanya pembangunan gereja di dalam wilayah
sini. Soalnya bakalan menganggu kita yang banyakan muslim. Tapi banyak
juga pengungsi yang menolak untuk ikut masuk kristen hanya sekedar dapat
uanglimaratus ribu. Mungkin mereka itu pengungsi yang kuat imannya, dan
cenderung keras dalam beragama – maksudnya mereka bisa nolak dengan
tegas ajakan orang-orang itu. Toh mereka kan sebenarnya sudah dapat uang
dari yang ngurus mereka selama di Indonesia, dapat tempat tinggal lagi.
Miris juga saya melihat saudara seiman kita mudah sekali melepas imannya.
Termasuk dosa besar kan ya neng, tapi ya gimana ya saya sendiri juga ngga
ada kemampuan untuk bantu mereka. Harusnya isu ini diketahui sama
orang-orang yang ngurus mereka ya neng. Semoga Allah memberi hidayah
buat mereka.
8. Pertanyaan:
Dengan adanya isu ini apakah menjadi batasan bagi bapak untuk
bersosialisasi atau menerima mereka dilingkungan bapak?
Jawaban:
Sebenarnya selama mereka ngga bawa-bawa urusan agama mereka, saya
pribadi sih terima-terima aja. Asal mereka bisa menempatkan diri dan
mereka sadar kalau mereka menumpang hidup di wilayah kita, otomatis
mereka harus ikutin hukum-hukum bermasyarakat disini. Selama mereka
tidak mengusik kenyamana dan keamanan kami warga islam medang ya
tidak masalah.
Dalam islam juga kan tidak ada yang namanya mengotak-kotakan, semua
kan ciptaanya Allah, terlepas dari simbol agama, atau bentuk fisik harus
saling membantu, saling menghormati, saling menghargai. Apalagi kitadi
Indonesia, negara keragaman, banyak suku budayanya jadi ya untuk
menerima pendatang baru ya sebenarnya tidak susah, asal mau saling
menghormati satu sama lain.
9. Pertanyaan:
Kalau dari segi undang-undang, pernah tidak bapak membaca atau
mendengar tentang undang-undang yang mengatur mereka selama di
Indonesia?
Jawaban:
Kalau itu saya kurang tahu neng. Yang saya tahu Cuma sebatas mereka
tidak diizinkan untuk bekerja disini aja.
DOKUMENTASI
1. Kelurahan Medang
Kantor Kelurahan Medang
(Dok. Pribadi)
Sarana Kesehatan Kelurahan Medang
(Dok. Pribadi)
Geliat Perniagaan di Kelurahan Medang
(Dok. Pribadi)
Sarana Pendidikan Kelurahan Medang
(Dok. Pribadi)
Sarana ibadah Kelurahan Medang
(Dok. Pribadi)
Masjid Ummamah Kelurahan Medang
(dok. Pribadi)
Shelter IOM di El Dormitorio I
(dok. Pribadi)
2. Kegiatan Masyarakat
(kegiatan buka bersama warga dengan pengungsi)
Dok. Pribadi
Kunjungan IOM ke SDN Pondok Jengkol
Dok. IOM (http://www.m.facebook.com/IOMIndonesia)
kegiatan kerja bakti warga dengan pengungsi
Dok. IOM (http://www.m.facebook.com/IOMIndonesia)