Perselingkuhan Dunia Pendidikan

download Perselingkuhan Dunia Pendidikan

of 38

Transcript of Perselingkuhan Dunia Pendidikan

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    1/38

    Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    dan Kepentingan Kapitalis

    Oleh : Drs. Rum Rosyid, MM

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS TANJUNGPURA

    PONTIANAK

    2010

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    2/38

    Daftar Isi

    Pengantar 2

    Pendahuluan 4

    Pengaruh revolusi industri terhadap pendidikan 7

    Awal Kapitalisme Pendidikan : Pendidikan Sebagai Komoditas 9

    Gejala dehumanisasi dalam kebijakan pendidikan kita 13

    Pendidikan di Persimpangan : perlunya keseimbangan dan pengawasan 15

    Kebijakan Pendidikan Perspektif Bank Dunia: pendekatan fungsi produksi 18

    Post Program Monitoring : kepanjangan neoliberalisme 21

    Komersialisasi Pendidikan : tarikan logika bisnis 27

    Komersialisasi Sekolah : memutus benang kusut 30

    Rendahnya Mutu Buku Pelajaran : Pemborosan Biaya Buku 33

    Kepustakaan 36

    2

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    3/38

    Pengantar

    Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan karya

    tulis sebagai upaya untuk memahami fenomena pendidikan ditanah air Indonesia.

    Fenomena pendidikan yang terjadi merupakan produk kebijakan pendidikan yang

    berlangsung sepanjang usia suatu bangsa. Disadari atau tidak seluruh kebijakan

    pendidikan akan menghasilkan suatu bentuk peradaban baik yang carut-marut maupun

    sistematis. Dengan demikian kesinambungan suatu kebijakan adalah suatu kemestian

    agar proses perubahan selalu taat asas.

    Menyaksikan seluruh fenomena pendidikan nampak bahwa dunia pendidikan masih

    dalam keadaan carut-marut. Karena tidak dilandaskan pada ideology yang jelas. Hal ini

    bukan semata kesalahan pemegang rezim pemerintahan, karena semanjak awal RI

    menjadi ajang perebutan antar bangsa-bangsa di dunia baik dari belahan barat maupun

    timur seperti Jepang. Kesemuanya membawa misi masing-masing, untuk melangsungkan

    eksistensi kebangsaan mereka. Hal ini ikut serta membuat carut-marut kependidikan di

    Indonesia.

    Kesadaran kesejarahan ini diperlukan agar kita dapat melihat kedepan, dan memberikan

    solusi terbaik bagi pembangunan kemanusiaan dan kebangsaan yang terindah.

    Akhirnya, semoga karya yang sederhana ini dapat membantu memberikan penyegaran

    pemahaman atas dunia pendidikan di Indonesia.

    Tiada gading yang tidak retak

    Akhirul kalam

    Penulis

    3

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    4/38

    Pendahuluan

    Pendidikan sebagai sarana membentuk karakter bangsa sudah semestinya mampu

    menjadi ruang untuk melahirkan intelektual yang nantinya bisa menopang

    keberlangsungan perjalanan bangsa yang bersandar pada kesejahteraan rakyat, esensi

    pendidikan tersebut sepertinya telah jauh dari harapan yang ada. Keberadaan institusi

    pendidikan yang ada saat ini malah menjadi institusi yang menghamba pada modal dan

    kekuasaan, keberadaan pendidikan tidak lebih sebagai ruang legitimasi akademik yang

    dijadikan alat pembenar dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang anti terhadap rakyat.

    Memahami praxis emansipatoris sebagai dialog-dialog dan tindakan-tindakan

    komunikatif yang menghasilkan pencerahan. Habermas menempuh jalan konsensus

    dengan sasaran terciptanya demokrasi radikal yaitu hubungan sosial dalam lingkup

    komunikasi bebas penguasaan. Masalahnya, emansipasi lanjut Mulawarman (2006) tidak

    mempertautkan sesuatu yang ada dan hanya bersifat material saja dengan komunikasi

    untuk membentuk makna baru. Emansipasi yang dilakukan di sini adalah melakukan

    redefinisi makna terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan ekstensi makna baru dengan

    nilai-nilai etis, batin dan spiritual. Emansipasi di sini dilakukan dengan langkah

    penyucian batin maupun spiritual.

    Ketika ekonomi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis ekonomi konvensional yang

    saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter ekonomi pasti

    kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Banyak agenda membangun peradaban yang

    lebih baik, digagas dari segala penjuru. Membangun peradaban tidak dapat hanya

    dilakukan parsial. Membangun peradaban harus dilakukan secara bersama melalui

    mekanisme organis dengan kesamaan substansi menuju bentuk peradaban yang sama.

    Salah satu tugas peradaban adalah proses pencarian dan penggalian (ilmu) ekonomi.

    4

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    5/38

    Pencarian dan penggalian tidak dapat dijalankan hanya dengan proses adopsi tanpa

    adaptasi. Pencarian dan penggalian juga harus dilakukan dengan cara pencerahan

    sekaligus pembebasan sesuai realitas di mana ekonomi dikembangkan. Pembebasan dan

    pencerahan menurut Mulawarman (2006) adalah proses mempertemukan dua dimensi

    praxis menuju pencerahan yang berujung perubahan pemahaman dan praxis baru.

    Habermas (Held 1980, 249-259) berusaha melakukan pertalian antara teori dan praxis

    yang telah ditanggalkan Marx dan Kapitalisme.

    Ketika ekonomi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC's (Multi National

    Company's) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka ekonomi yang diajarkan dan

    dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi kepentingan neoliberalisme

    ekonomi pula. Globalisasi dan neoliberalisme semuanya mengarah kepentingan ekonomi

    dengan alat bantu teknologi yang makin tak terkendali. Kepentingan pengembangan

    ekonomi dan teknologi neoliberalisme masih bertumpu self interest dan antroposentris.

    Kondisi seperti itu berdampak pada lalu lintas moneter dan penguasaan teknologi serta

    produksi hanya terkonsentrasi pada segelintir perusahaan multinasional. Konsentrasi

    memunculkan hegemoni politik ekonomi dan menggeser kekuatan ekonomi negara

    berkembang menjadi pemain pinggiran yang tak pernah terselesaikan nasibnya. Negara

    dan ekonomi rakyat di dalamnya akan terhegemoni menjadi 'perusahaan jajahan kolonial'

    dari perusahaan multinasional.

    Bentuk hegemoni MNC's tersebut adalah sub-ordinat kekuasaan perusahaan

    multinasional, dan didukung pemerintahan yang juga korup. Bentuk konkrit hegemoni

    MNC's dalam akuntansi menurut Graham dan Neu (2003) dengan menerapkan teknologi

    dan praktik akuntansi yang dijalankan MNC's dalam bentuk tata kelola aliran kas dan

    praktik standarisasi. Tata kelola aliran kas dan praktik standarisasi dilakukan melalui

    sistem "aliran lintas batas melampaui ruang dan waktu". Keduanya jelas sekali bermuatan

    ekonomi politik untuk kepentingan MNC's melalui berbagai institusinya seperti IFM

    (International Financial Markets), IASB (International Accounting Standard Boards),

    IMF (International Monetary Fund), WTO (World Trade Organization), WB (World

    Bank), dan lainnya.

    5

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    6/38

    Menurut Mulawarman (2006) melakukan perubahan melalui penyucian harus dimulai

    dari pendidikan ekonomi. Caranya adalah pencerahan (enlightenment) dan pembebasan

    (emansipation) tujuan pendidikan. Pendidikan ekonomi memegang peranan penting

    untuk memunculkan nilai-nilai baru dan konsep pembelajaran ekonomi pro-Indonesia.

    Tugas dan akuntabilitas akademisi ekonomi adalah tugas kesejarahan yang tak mungkin

    berjalan dan berhenti di satu titik tertentu, tetapi harus selalu melakukan proses

    perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat. Seperti ditegaskan oleh Ainsworth

    (2001): Perhaps, as educators, we spend too much time trying to "prove" what we teach

    rather than striving to "improve" what and how we teach.

    Mahasiswa adalah Buruh dan kampus adalah Pabrik. Itulah gambaran yang mewakili

    rupa pendidikan di Indonesia(bahkan Dunia). Orientasinya adalah, setelah lulus para

    peserta didik ini akan segera menjadi penggerak kapitalisme yang menghisap.

    Berbondong-bondong mendatangi perusahaan-perusahaan asing dan dalam negri,

    berlomba menjadi manajer, direktur, mengumpulkan harta yang banyak, gengsinya

    meningkat dan mereka mengabaikan kesejahteraan buruh, jauh dari watak sosial.

    Kapitalisme membutuhkan para buruh untuk memutarkan baling-baling industrinya,

    begitu juga dengan para lulusan mahasiswa saat ini.

    Pendidikan ekonomi sekular hanya cinta dunia dan berujung pada kepentingan

    keuntungan pribadi (antroposentrik) dan materialistik (kapitalistik) semata. Pendidikan

    ekonomi sekular diorientasikan pada self-interest dan kesadaran menikmati kesejahteraan

    materi. Dengan adanya krisis kapitalisme, maka perusahaan-perusahaan besar para tuan

    modal satu-persatu merugi, bangkrut, gulungtikar akibat kesalahan yang ditimbulkan dari

    dalam dirinya sendiri. Kesalahan yang selalu ada(inhern)dalam tubuh kapitalisme ialah:

    Produksi memiliki watak sosial, tapi alat produksinya dimiliki individu. Oleh Marx

    dinyatakan dalam kalimat: Kapitalisme sedang menggali liang kuburnya sendiri.

    Kesalahan itulah yang jadi awal penyebabnya.

    6

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    7/38

    Saat ini memang benar terjadi banyak PHK, industri bangkrut, penganguran melimpah.

    Kepala Subdirektorat Statistik Ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik (BPS) Aden

    Gultom mengatakan, jumlah penganggur terdidik terus bertambah sejak 2003 lalu.Ini

    didasarkan pada indikator pertambahan lulusan universitas atau setara diploma yang tidak

    memiliki pekerjaan. Mengutip data statistik penganggur menurut tingkat pendidikan,

    angka pengangguran terdidik lulusan universitas mencapai 626,6 ribu orang dari total

    penganggur 9,259 juta per Februari 2009. Angka ini meningkat dari total penganggur

    universitas periode Agustus 2008 sebanyak 598,3 ribu orang dari total pengangguran

    nasional 9,394 juta orang. Begitu juga penganggur lulusan setara diploma yang mencapai

    486,4 ribu orang per Februari 2009, meningkat dari 362,7 ribu orang per Agustus 2008.

    Bandingkan dengan penganggur tidak terdidik yang tidak atau belum pernah tamat

    sekolah yang tercatat mencapai 60,3 ribu per Februari 2009, turun hampir dua kali lipat

    dari 103,2 ribu orang per Agustus 2008. Per Februari 2009, pengangguran lulusan

    universitas mencapai 12,95% dari total penganggur nasional, jauh di atas porsi

    pengangguran dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah yang hanya mencapai

    4,51%. Masing-masing membengkak dari 10,94% untuk penganggur lulusan universitas

    dan penganggur dengan pendidikan SD ke bawah 5,83% di tahun 2004 lalu.

    Pendidikan ekonomi yang asasi adalah pendidikan ekonomi dengan cinta. Cinta bukan

    hanya bersifat materi tetapi juga batin dan spiritual. Itulah truly love atau hyperlove (cinta

    melampaui). Pendidikan ekonomi dengan cinta dengan demikian dijalankan untuk

    menumbuhkan dan membangun kesadaran insaniah, kesadaran menuju fitrah Ketuhanan,

    didasari rasa saling percaya dan kejujuran serta menghilangkan kecurigaan dan

    penghianatan.

    Pengaruh revolusi industri terhadap pendidikan

    Faham kapitalisme berpengaruh terhadap sistem pendidikan di suatu negara. Lahirnya

    teori educational production process dalam pendidikan yang memandang proses

    pendidikan sama dengan proses produksi di sebuah pabrik. Anak didik dipandang sebagai

    masukan kasar (raw input), sekolah adalah sebagai pabriknya, sedang guru, kurikulum,

    buku, dan fasilitas pendidikan lainnya sebagai masukan instrumental (instrumental input),

    7

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    8/38

    kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan aspek pertahanan keamanan merupakan

    masukan lingkungan (environmental input). Semua masukan kasar dan instrumental

    tersebut akan mempengaruhi keluaran yang diharapkan (output) dan hasilnya (outcomes).

    Pandangan tersebut memang memiliki pengaruh positif dalam menghasilkan keluaran

    atau output secara massal yang memiliki standar tertentu. Semua komponen dalam sistem

    telah terstandar. Oleh karena itu hasilnya diharapkan juga akan memenuhi standar yang

    telah ditetapkan. Kesalahan yang terjadi adalah mutu produk sering dikaitkan dengan

    mutu instrumentalnya. Jika gurunya bagus, kurikulumnya juga bagus, dan gedung

    sekolah, buku, dan fasilitas lainnya bagus, maka diharapkan hasilnya juga akan bagus.

    Namun, apa yang terjadi dalam praktik dan kenyataan. Guru telah ditingkatkan

    kompetensinya melalui berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Kurikulum telah diubah,

    dan fasilitas pendidikan juga telah dibangun dan dilengkapi. Kenyataannya, keluaran dan

    hasil pendidikan tidak pernah naik secara signifikan. Hal tersebut terjadi karena yang

    digarap hanya instrumental input-nya. Proses pendidikan di dalam kelas tidak terjadi

    proses humanisasi, melainkan dehumanisasi. Anak dipandang sebagai botol kosong yang

    diisi dengan muatan yang sama. Proses pembelajaran tidak terjadi secara edukatif, tidak

    menyenangkan, dan kelas bahkan lebih cenderung sebagai penjara, tidak PAKEM

    (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan).

    Dalam pendidikan sekolah, yang sering dilupakan adalah prosesnya, yang sebenarnya

    amat ditentukan oleh aspek manusianya, bukan mesin seperti dalam dunia industri (meski

    dalam dunia industri pun manusia juga memegang peranan penting). Proses dalam dunia

    pendidikan amat memegang peranan penting, karena yang diproses adalah manusia, yang

    memproses juga manusia. Akibatnya, sistem pendidikan yang dipengaruhi oleh faham

    kapitalisme ini menganggap peserta didik adalah obyek, bahkan sering disebut untuk

    menghasilkan sumber daya manusia (SDM) amat dekat dengan konsep dehumanisasi

    pendidikan.

    Intisari pengarahan Menteri Pendidikan Nasional, Bapak Bambang Sudibyo, pada acara

    pembukaan Lokakarya Pengembangan Pendidikan Seni, di PPPG Kesenian Yogyakarta,

    8

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    9/38

    tanggal 23 Mei 2005, bahwa proses pendidikan yang terjadi lebih menghasilkan manusia

    kuli atau manusia robot dengan standar yang ditentukan oleh kaum pemegang modal

    (kapitalis). Inilah aspek negatif yang ditimbulkan oleh paham kapitalistik dari era

    revolusi industri tersebut. Manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia secara pribadi

    (subyek). Inilah hakikat dehumanisasi dalam pendidikan.

    Awal Kapitalisme Pendidikan : Pendidikan Sebagai Komoditas

    Di era reformasi dan globalisasi dewasa ini, ada kecenderungan kekuasaan negara

    melemah di desak oleh kekuasaan ekonomi. Indikasinya bisnis pendidikan mulai

    dirasakan. Maraknya pembukaan program ekstensi atau non-reguler di PTN (Perguruan

    Tinggi Negeri) ada kecenderungan untuk memperoleh dana ketimbang untuk

    demokratisasi pendidikan. Sehingga pendidikan semakin elitis. Membesarnya

    pemungutan biaya yang relatif tinggi tampaknya belum diikuti dengan peningkatan mutu

    pendidikan. Karena nuansa bisnisnya semakin menguat, maka orang juga mulai

    mempertanyakan eksistensi lembaga pendidikan sebagai lembaga pelayanan publik.

    Fenomena lain berbagai gedung pendidikan beralih fungsi menjadi pusat bisnis.

    Meskipun pemerintah dikritik bahkan didemo oleh masyarakat yang keberatan, tetapi

    kebijakan itu tetap berlangsung . Pemerintah dalam hal ini tampak tidak berdaya

    menghadapi para pemilik modal. Masalah mahalnya pendidikan antara lain disebabkan

    kurang adanya komitmen dari pemerintah maupun partai politik untuk memprioritaskan

    bidang pendidikan. Ini terlihat dari anggaran pendidikan yang sangat minim.

    Sejarah mencatat, bahwa di tahun 60-an, Amerika Serikat menemukan hasil penelitian

    yang menyimpulkan bahwa investasi dalam dunia pendidikan jauh lebih menguntungkan

    dibandingkan investasi di bidang saham (Abuddin Nata, 2009). Setelah itu Amerika

    Serikat membiayai penelitian terapan (applied research) dalam bidang pendidikan tidak

    kurang dari 6 milyar dollar. Hasilnya adalah Amerika Serikat memiliki sebuah sistem

    pendidikan yang berorientasi pasar. Standarsisasai terhadap berbagai aspek pendidikan

    mereka lakukan, dan hasilnya diakui dunia, karena lulusannya sangat unggul dan mampu

    bersaing dalam merebut peluang. Untuk itu mulai tahun 70-an hingga sekarang, Amerika

    Serikat menjadi kiblat pendidikan di dunia.

    9

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    10/38

    Pemerintah Indonesia sampai sekarang belum memiliki political will untuk

    memprioritaskan pendidikan untuk perbaikan ekonomi dan sumber daya manusia. Negara

    sebagai penanggung jawab utama pendidikan nasional seharusnya menyediakan fasilitas

    pendidikan yang realistik dan memadai. Secara normatif dalam sejarah pernah ada

    kebijakan negara yang mengamanatkan anggaran pendidikan 25% dari APBN (Tap

    MPRS No. XXVII /MPRS/1966). Begitu pula di era reformasi UUD 1945

    mengamanatkan anggaran pendidikan 20 % dari APBN. Dalam kenyataan empirik dana

    pendidikan dewasa ini diperkirakan hanya sekitar 4 % dari APBN. Ironisnya DPR dan

    partai politik tidak ada yang protes.

    Sesungguhnya telah banyak bukti seperti dinyakatan Lauritz-Holm Nielson (Lead

    Specialist for Higher Education, Science and Technology the World Bank) pada acara

    International Conference Higher Education Reform 2001 di Jakarta bahwa pendidikan

    tinggi merupakan kunci terpenting dalam pembangunan ekonomi secara global.

    Akumulasi penguasaan pengetahuan dapat menjadi keunggulan kompetitif suatu negara.

    Selanjutnya Nielson menyatakan di negara negara maju, investasi di bidang penelitian

    dan pengembangan (litbang) bisa mencapai 85 % dari total anggaran litbang seluruh

    dunia. Di India, Brasil, Cina, dan negara-negara Asia Timur lainnya, anggaran litbangnya

    mencapai 11 % dari total anggaran litbang dunia. Hanya tersisa 4 % yang dibagi oleh

    negara negara sedang berkembang. Dalam kondisi dana litbang yang sangat minim di

    negara sedang berkembang, Nielson melihat negara negara sedang berkembang tidak

    memahami strategi pertumbuhan ekonomi melalui penguasaan pengetahuan. Padahal

    penguasaan pengetahuan melalui pendidikan pada akhirnya dapat meningkatkan

    kapasitas keuntungan kompetitif negaranya ( http: / / www. yahoo. com , 1 September

    2004).

    Pada tahap selanjutnya, model pendidikan Amerika ini diadopsi oleh seluruh dunia,

    hingga timbul kesepakatan dari seluruh negara di dunia, bahwa pendidikan adalah salah

    satu komoditas yang diperdagangkan. Setiap orang yang akan memasuki sebuah

    perguruan tinggi misalnya, terlebih dahulu bertanya: Nanti kalau sudah lulus bisa jadi

    10

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    11/38

    apa, Kerjanya di mana, Dan gajinya berapa. Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan ini

    tentunya adalah: jika sudah lulus akan memiliki gelar dan keahlian yang sangat mudah

    mendapatkan kerja dengan gaji yang besar. Jika program studi atau satuan pendidikan

    tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka program studi tersebut akan kehilangan

    pasar. Itulah sebabnya beberapa program studi, termasuk program studi agama saat ini

    kurang mendapatkan peminat, dibandingkan dengan program studi lainnya, seperti

    kedokteran, ekonomi, komputer dan sebagainya.

    Berbagai peraturan perundang-undangan tentang pendidikan yang ada di seluruh dunia

    pada umumnya memuat pasal yang saling membolehkan di antara negara-negara di dunia

    untuk membuka praktek pendidikan. Karena pendidikan sudah merupakan salah satu

    komoditas yang diperdagangkan, maka pendidikan kemudian tunduk pada hukum pasar

    dan logika bisnis yang bertumpu pada pola pikir materialistik, ekonomis, pragmatis dan

    sistemik. Berbagai komponen pendidikan: visi, missi, tujuan, kurikulum, proses belajar

    mengajar, manajemen pengelolaan, dan berbagai komponen pendidikan lainnnya harus

    tunduk pada hukum pasar dan logika bisnis. Membuka lembaga pendidikan yang berbasis

    pada logika bisnis, tak ubahnya seperti membuka restoran. Menu yang disajikan harus

    sesuai dengan selera pelanggan, letaknya strategis, pelayanannya cepat, tepat, ramah,

    menyenangkan dan profesional, ruang dan tata letaknya asri, indah, aman dan nyaman,

    harganya terjangkau, dan seterusnya.

    Dengan ilustrasi tersebut, maka pendidikan yang ditawarkan harus sesuai dengan yang

    diinginkan masyarakat, para pendidik, tenaga kependidikan dan pengelolanya

    profesional, letaknya mudah dijangkau, lingkungannya yang kondusip, dan biayanya

    yang terjangkau. Selain itu, pendidikan yang dijual tersebut harus mendapatkan

    pengakuan dari lembaga internasional yang kredibel, melalui sertifikat akreditasi yang

    diakui (recognize). Lembaga pendidikan dengan pendekatan bisnis juga harus memiliki

    sistem dan infra-struktur yang dijiwai oleh budaya bisnis yang unggul (corporate culture).

    Logika bisnis yang bertumpu pada pola pikir materialistik, ekonomis, dan pragmatis ini

    telah menggeser praktek pendidikan yang didasarkan pada logika filsafat, agama, politik

    dan ilmu pengetahuan sebagaimana di atas.

    11

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    12/38

    Rasionalisasi tersebut akhirnya memakan korban yang sangat tragis. Kaum miskin yang

    berpenghasilan sederhana akan semakin meratapi nasib, karena anak-anak mereka pasti

    'gagal' menangkap peluang strategis di institusi pendidikan. Rakyat kecil akan semakin

    terpinggirkan aksesibilitas publiknya, karena hak pendidikannya terpasung oleh ambisi

    dan arogansi kuasa pasar. Sangat ironis, memang. Institusi pendidikan sudah diibaratkan

    'barang dagangan' (komoditas) yang diperjualbelikan, sesuai dengan tingkat kenaikan

    harga di pasar.

    Ketika Dunia pendidikan Indonesia memasuki tahun ajaran baru 2008/2009 diwarnai

    dengan ragam gejolak ihwal naiknya biaya pendaftaran dan registrasi. Institusi

    pendidikan terus "menancap gas" dalam menaikkan biaya pendidikan, terlebih seiring

    dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan biaya itu, oleh institusi

    pendidikan, dianggap sebagai sesuatu yang wajar, sesuai dengan kenaikan harga

    kebutuhan manusia yang juga terus melonjak naik.

    Nasib rakyat kecil yang menjadi korban kapitalisasi pendidikan meradang. Kasus di

    Semarang, di mana biaya masuk sekolah negeri mencapai biaya Rp 5 juta sampai Rp 6

    juta. Demikian juga yang terjadi di Jakarta, sekolah berlomba menaikkan biaya

    pendaftaran dan registrasi, sehingga kaum miskin kehilangan kesempatan

    menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Nasib tragis warga miskin di berbagai

    pelosok negeri masih bergentayangan. Terlebih di Indonesia wilayah timur. Selain gagal

    menggapai pendidikan, nasib mereka masih dikerubungi aneka krisis gizi, kekeringan,

    dan sebagainya.

    Tidak mudah bagi mereka yang berada pada level menengah ke bawah bisa menikmati

    pendidikan di sekolah swasta. Partisipasi masyarakat dalam menuntaskan wajib

    belajarpun masih memprihatinkan. Misalnya bisa dilihat indikatornya masih banyaknya

    usia wajib belajar belum memperoleh pendidikan. Pada tahun 2004 menurut Depdiknas

    dari 13 juta anak usia 13 15 tahun atau usia SMP yang belum tertampung masih sekitar

    2, 5 juta anak. Pendidikan alternatif program paket belajar belum mampu mengatasi anak

    12

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    13/38

    yang belum tertampung. Karena baru sekitar 245.000 yang terlayani melalui 12.871 TBK

    (Tempat Kegiatan Belajar) di bawah naungan 2 870 sekolah. Kondisi ini masih

    diperparah sekitar 97 % pelajar SMP terbuka tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan

    yang lebih tinggi dikarenakan factor ekonomi atau tidak adanya sekolah lanjutan di

    tempat tinggal mereka (Kompas, 19 Juli 2004).

    Gejala dehumanisasi dalam kebijakan pendidikan kita

    Tidak semua kebijakan pendidikan di Indonesia menunjukkan adanya indikasi terjadinya

    dehumanisasi pendidikan. Kebijakan Sekolah Rakyat dengan kurikulum dengan Bahasa

    Indonesia dan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar merupakan bentuk kebijakan yang

    sesuai dengan kebutuhan lokal. Adanya mata pelajaran 'pekerjaan tangan' dan 'hari krida'

    untuk berkebun di Sekolah Rakyat tempo dulu juga merupakan kebijakan yang selaras

    dengan kondisi dan kebutuhan lokal pada masa itu. Lahirnya kurikulum terintegrasi (fusi

    mata pelajaran) pada tahun 1968 merupakan satu bentuk kebijakan pendidikan untuk

    mengendalikan agar mata pelajaran tidak terlalu bersifat akademis dan terlepas dari hidup

    dan kehidupan manusia (contextual teaching and learning atau dikenal dengan CTL).

    Kebijakan sekolah pembangunan yang dilahirkan oleh Komisi Pembaharuan Pendidikan,

    juga tidak terlepas dari upaya dan kepentingan untuk lebih memperhatikan peserta didik

    yang memang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih. Ketika itu lahirlah sistem

    modul yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan sistem modul ini, siswa yang

    lebih cepat belajar akan lebih cepat menyelesaikan pelajarannya. Sayangnya, kompetisi

    seperti itu hanya berlaku dalam bidang akademis, tidak berlaku dalam bidang

    nonakademis. Jalur pendidikan keterampilan di SMA tidak pernah hidup.

    Sebenarnya di sini telah mulai adanya indikasi dehumanisasi, karena siswa yang memiliki

    bakat dan kemampuan nonakademis seperti seni musik, seni rupa, seni tari, dan olah raga

    tidak memperolah hak dan perhatian sebagaimana mestinya. Kelahiran kebijakan

    pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) dan Pendidikam Moral Pancasila (PMP)

    sebenarnya merupakan keinginan untuk memperbaikai aspek kepribadian dan moralitas

    bangsa melalui pendidikan. Konsep ini mengalami kemacetan dalam perjalanannya,

    13

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    14/38

    karena model indoktrinasi dalam proses pembelajarannya kemudian dihadang secara

    pelan tapi pasti oleh derasnya arus informasi, demokratiasi, globasisasi, dan reformasi,

    yang terjadi di belahan bumi mana pun juga.

    Kebijakan tentang sekolah unggulan yang pernah muncul, dan yang kini dicoba untuk

    dibangkitkan kembali dengan pola sekolah global, sekolah (SMP dan SMA) dengan

    standar nasional dan standar internasional, TK/SD model, sebenarnya merupakan upaya

    untuk meningkatkan mutu pendidikan yang makin hari makin tertinggal jauh dengan

    sekolah-sekolah internasional yang semakin hari semakin diminati oleh masyarakat yang

    memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi. Model sekolah seperti ini dapat masuk dalam

    kategori dehumanisasi jika kebijakan itu tidak memiliki perhatian yang adil bagi mereka

    yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang rendah.

    Pada umumnya keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi akan lebih banyak

    memiliki kesempatan untuk meningkatkan mutu pendidikan anaknya. Maka muncullah

    masalah jurang pemisah antara yang mampu dengan yang miskin. Dari sinilah muncul

    indikasi dehumanisasi, karena faktor sosial ekonomi. Ada kesan kuat pemerintah lebih

    memperhatikan pendidikan untuk kalangan yang mampu dari aspek sosial ekonomi,

    akibat dari kebijakan seperti itu. Timbulnya gagasan kebijakan baru tentang sekolah

    mandiri dan sekolah standar sebenarnya dilatarbelakangi untuk lebih memperhatikan

    kalangan yang tidak mampu, agar dapat memperoleh layanan pendidikan yang sesuai

    dengan kemampuan akademis dan kemampuan ekonomisnya. Untuk itulah maka

    ditemukan peta keadaan pendidikan di negeri ini seperti ini, yang melahirkan gagasan

    tersebut.

    Dari sinilah muncul kritik tajam tentang isu keadilan dan dehumanisasi dari kalangan

    praktisi pendidikan. Jika penggolongan ini tidak dalam bentuk lembaga pendidikan yang

    terpisah, memang akan menjadi proses alineasi dari kalangan keluarga mampu dan tidak

    mampu. Dan ini akan sangat berbahaya karena bisa menimbulkan konflik sosial yang

    berbahaya. Tetapi, jika penggolongan itu hanya terbatas untuk digunakan dalam

    membangun sistem pemberian beasiswa untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak

    14

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    15/38

    mampu, maka sistem ini tidak dapat diindikasikan dengan isu ketidakadilan dan

    dehumanisasi.

    Bukankah untuk memberikan beasiswa kepada siswa memang diperlukan data tentang

    prestasi akademis dan nonakademis siswa. Ketika negara masih memiliki anggaran yang

    terbatas, maka beasiswa tersebut hanya akan diberikan bagi mereka yang memiliki

    kemampuan ekonomi yang rendah, supaya tidak mengalami DO. Sementara siswa yang

    berasal dari keluarga yang mampu dinilai telah dapat meneruskan pelajarannya sesuai

    dengan tingkat kemandiriannya.

    Pendidikan di Persimpangan : perlunya keseimbangan dan pengawasan

    Dalam situasi pendidikan yang tengah berada di persimpangan jalan itu, maka paling

    kurang perlu dua hal (Abuddin Nata, 2009). Pertama, pendidikan seharusnya tidak

    didominasi oleh salah satu kekuatan dari kekuatan-kekuatan tersebut di atas. Pendidikan

    perlu mempertimbangkan seluruh kepentingan secara seimbang. Kepentingan filsafat,

    agama, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, perdagangan, bisnis dan sebagainya harus

    diberi porsi secara wajar dan seimbang, mengingat semua hal tersebut dibutuhkan oleh

    manusia. Pendidikan yang hanya memperhatikan salah satu kepentingan saja, adalah

    pendidikan yang akan menghasilkan manusia yang tidak utuh, atau manusia yang

    terkotak-kotak. Manusia yang demikian adalah manusia yang rapuh, dan tidak memiliki

    daya tahan dalam menghadapi berbagai problema kehidupan.

    Kedua, perlu ada semacam badan pemeriksa dan pengawas pendidikan, yang tugasnya

    antara lain melakukan pengawasan dan merevieuw terhadap seluruh kebijakan dalam

    bidang pendidikan secara utuh dan konprehensif, sehingga pendidikan tidak terjebak

    kepada salah satu tarikan yang merugikan. Melalui badan pemeriksa dan pengawas ini,

    maka pendidikan akan diarahkan pada terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya, yaitu

    pendidikan yang bukan hanya ada dalam rumusan konsep, tetapi juga dalam praktek.

    Dengan cara itulah, pendidikan tidak akan tersesat di persimpangan jalan. Kalau kita

    merunut beberapa tahun kebelakang, maka akan ditemukan beberapa hal yang menjadi

    penyebabnya.

    15

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    16/38

    Di tengah euforia Reformasi 1998, lahir suatu wacana tentang Otonomi Kampus yang

    dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada perguruan-perguruan tinggi dalam

    melaksanakan mimbar akademik. Lahirnya PP No. 61 tahun 1999 justru mengaburkan itu

    semua. Logika yang dipakai pemerintah merupakan suatu pembebanan biaya pendidikan

    kepada PTN yang sebenarnya adalah tanggung jawab negara. Maka kemudian diubahnya

    PTN menjadi BHMN merupakan awal dari malapetaka pendidikan tinggi. Ada empat

    PTN di Indonesia telah menjadi BHMN, yaitu UI, IPB, ITB,UGM dan UNAIR (yang

    secara resmi ditetapkan melalui PP No. 153 tahun 2000). Pemerintah, dengan demikian

    mulai melepaskan subsidi pendidikan secara bertahap, sehingga konsekuenisinya setiap

    institusi pendidikan harus mengusahakan sendiri biaya untuk pendidikan.

    Lahirnya beberapa produk peraturan pemerintah yang sangat pro terhadap modal tidak

    bisa dilepaskan dari peran serta intelektual dan instituasi pendidikan yang menjadi agen

    intelektual untuk melegitimasi kebijakan tersebut, sebut saja beberapa rentetan lahirnya

    produk peraturan pemerintah seperti: undang-Undang Privatisasi yang kemudian

    dibarengi degan lahirnya undang-undang lainnya yang pro modal seperti : UU Migas, UU

    SDA, UU Sisdiknas, UU Ketenagakerjaan, Perpres 36 tentang pertanahan-semua menjadi

    cerminan atas kebobrokan kaum intelektual serta institusi pendidikan yang telah menjadi

    alat dari kapitalisme internasional dan kekuasaan untuk menindas rakyat.

    Paradigma pendidikan nasional yang kapitalistik ini mendapat legitimasinya, saat UU-

    BHP di syahkan 2007. Penataan pilot proyek liberalisasi Indonesia alias penataan

    industrialisasi Perguruan Tinggi pasca reformasi sudah disiapkan secara sistematis

    melalui payung PP No/60/1999 Tentang Perguruan tinggi, PP No/61/1999 Tentang

    Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara, PP

    No/151/2000, PP No/152/2000, PP No/153/2000, PP No/154/2000 dan PP No/06/2004.

    Itulah kelengkapan legal untuk menata empat perguruan tinggi negeri tertua di Indonesia,

    yaitu ITB, UI, UGM, dan IPB, yang kemudian diikuti oleh USU, UPI dan terakhir

    UNAIR, menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Keempat perguruan

    tinggi pertama tersebut dijadikan percontohan penerapan otonomi perguruan tinggi. Ciri

    16

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    17/38

    khas suatu PT-BHMN adalah pengumpulan dan pengelolaan dana dilakukan secara

    mandiri oleh institusi pendidikan tersebut. Pemerintah tidak lebih hanya bertindak

    sebagai fasilitator asing alias kaki tanganya saja.

    Di samping itu, pemerintah tidak berwenang untuk menunjuk rektor karena peran

    tersebut sudah diambil oleh Majelis Wali Amanat (WMA). Dalam RUU BHP juga

    disebutkan bahwa BHP dapat melakukan Investasi yang mengasilkan pendapatan tetap

    dibawah kontrol MWA. Dari situ sangat jelas bahwa kewenangan MWA dapat berperan

    sebagaimana layaknya Dewan komisaris dan Dewan Direksi, sebagai pemegang kontrol

    tertinggi atas kehidupan BHP-nya. Karena secara prisnsip MWA hanya memikirkan

    keuntungan dan tidak memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan nasional

    secara umum.

    Bekerjanya MWA yang Profit oriented itu, memang tidak bisa dilepaskan dengan

    komposisi isi dari MWA itu sendiri, yang 2/3-nya bukan dari perwakilan satuan

    pendidikan namun dari perwakilan masyarakat atau swasta yang notabene memiliki

    kepentingan besar dalam mengembangkan investasi-nya dalam bisnis di bidang jasa

    pendidikan. Selain itu dalam pasal 28 ayat 1 juga dijelaskan bahwa BHP bisa melakukan

    penggabungan atau merger atas badan hukum satuan pendidikan yang lain, jadi gambaran

    pendidikan yang akan datang, kampus atau Universitas termasuk Institut dan yang

    setingkatnya yang tidak memiliki kecukupan modal dalam mengelola BHP maka secara

    otomatis gulung tikar kalau tidak mau melakukan merger dan akuisisi dengan BHP yang

    lebih kuat modalnya. Disamping itu BHP juga bisa membentuk unit lain diluar MWA

    yang menunjang aktivitasnya.

    Karakter kampus yang elitis akhirnya hanya mampu menghasilkan intelektual-intelektual

    gadungan yang menopang sistem kekuasaan. Apa yang tercantum dalam UUD 1945

    ternyata jauh dari kenyataan, karena tidak semua warga negara dapat menikmati

    pendidikan dengan layak. Pasalnya, biaya pendidikan dinaikan begitu saja tanpa adanya

    pertimbangan terhadap kondisi ekonomi sebagian besar rakyat, yang sampai hari ini

    belum juga membaik. Data yang ada menunjukan bahwa hanya sekitar 12% lulusan

    17

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    18/38

    sekolah menengah yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, sedangkan sebagian

    besar sisanya tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi karena masalah ekonomi.

    Sehingga, dengan logika yang sederhana pun kita dapat menyimpulkan bahwa seleksi ke

    perguruan tinggi lebih ditentukan oleh seleksi ekonomi dari pada akademis.

    Kebijakan Pendidikan Perspektif Bank Dunia: pendekatan fungsi produksi

    Selama setengah abad terakhir, pemberian bantuan didorong oleh aspek ideologis. Ini

    dapat dilihat dalam program bantuan utang Amerika kepada Eropa usai perang dunia II.

    Program Marshall Plan dibuat bukan hanya untuk membangun kembali eropa yang

    hancur pasca perang, tapi lebih penting dari itu ialah untuk membuka pasar bagi produk

    Amerika. Sesungguhnya utang luar negeri untuk pembiayaan proyek-proyek adalah cara

    yang paling berbahaya terhadap eksistensi suatu negara dalam hal ini adalah negara

    berkembang terlebih lagi adalah negeri-negeri Muslim. Kita masih ingat bagaimana

    Inggris bisa melakukan penjajahan terhadap Mesir, yakni dengan cara jeratan utang.

    Begitu pula dengan negara Perancis berhasil menjajah Tunisia dengan menjeratnya

    melalui utang. Bahkan, salah satu cara negara-negara Barat dalam meruntuhkan

    negara Utsmaniyah di Turki adalah dengan menjeratnya melalui utang.

    Di bidang pendidikan kebijakan Bank dunia senantiasa bertumpu pada the Production

    Function Approach, Pendekatan Fungsi Produksi. Pendekatan ini mendeskripsikan bahwa

    mutu pendidikan merupakan hasil dari proses yang merupakan fungsi dari input, baik raw

    input maupun instrumental input. Karena proses merupakan kotak Pandora, the black box

    yang tidak teridentifikasi, maka pendekatan fungsi produksi di dunia pendidikan menjadi

    output merupakan fungsi dari input. Berdasarkan fungsi ini dapat dijelaskan bahwa out

    put secara langsung dan linier ditentukan oleh input. Oleh karena itu, upaya peningkatan

    mutu harus dilakukan dengan peningkatan kualitas input.

    Input pendidikan dapat diidentifikasi secara jelas. Yakni, kurikulum, guru dan tenaga

    kependidikan yang lain, pergedungan dan ruang kelas, laboratorium, dan buku.

    Peningkatan mutu sekolah merupakan upaya dan kegiatan untuk meningkatkan berbagai

    input tersebut, termasuk raw input, yakni siswa. Variabel pertama dan utama yang

    18

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    19/38

    menurut Bank Dunia adalah kualitas pembelajaran. Oleh karena itu peningkatan kualitas

    guru sebagai instrumental input merupakan suatu keharusan, termasuk keberadaan

    pendidikan dan pelatihan guru yang relevan dan memadai. Peningkatan kualitas

    pembelajaran disamping ditentukan oleh kualitas guru juga ditentukan oleh keberadaan

    teknologi informasi dan komunikasi modern dalam pembelajaran.

    Oleh karena itu, teknologi informasi dan komunikasi sebagai fasilitas pembelajaran harus

    dipersiapkan. Siswa sebagai input juga perlu dipersiapkan dengan baik. Untuk itu anak-

    anak semenjak dini harus mendapatkan pendidikan taman kanak-kanak. Dengan

    mendapatakn pendidikan TK inilah anak-anak dipersiapkan dengan baik untuk masuk ke

    jenjang sekolah dasar. Disamping itu, kurikulum baik dalam arti isi maupun delivery and

    instructional system serta evaluasi perlu dipersiapkan, bahkan perlu distandarisasi. Oleh

    karena itu bagi Bank Dunia reformasi kurikulum amat diperlukan dalam peningkatan

    mutu sekolah. Bank dunia juga menekankan reformasi manajemen pendidikan sebagai

    salah satu upaya dalam peningkatan kualitas sekolah, termasuk diantaranya perlu

    peningkatan kualitas kepemimpinan kepala sekolah.

    Sebagai lembaga multinasional, Bank Dunia bergerak di hampir semua negara. Dengan

    pendekatan fungsi produksi diatas, Bank Dunia memiliki kecenderungan berasumsi,

    kebijakan yang dilaksanakan dan berhasil meningkatkan mutu pendidikan di suatu negara

    akan berhasil pula manakala diaplikasikan di negara lain. Misalnya, metoda CBSA telah

    berhasil dilaksanakan di negara-negara di Amerika Latin, dibawa dan diaplikasikan di

    Indonesia. Ternyata, asumsi tersebut tidak selamanya benar.

    Kebijakan pragmatisme yang ditempuh bank dunia, jelas terkait dengan misi world Bank

    sebagai lembaga kreditur yang membantu pendanaan dunia ketiga. Proyek-proyek yang

    dibiayai world bank yang memiliki persyaratan-persyaratan yang harus ditaati oleh

    debitur. Baik proyek infrastruktur maupun suprastruktur suatu Negara.

    Seandainya kita mau berpikir sejenak, niscaya kita akan mudah memahami hakikat dari

    utang luar negeri. Negara-negara maju tidak akan meminjamkan sekeping uang pun,

    19

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    20/38

    kecuali bila mereka yakin bahwa hasilnya tidak akan memberi manfaat apa pun bagi

    negara peminjam. Negara-negara berkembang yang terus berada di bawah pengaruh

    mereka tidak akan pernah menjadi apa pun selain konsumen dari perbagai produk yang

    mereka buat, dan tidak akan pernah menjadi kompetitor handal dalam pasar

    dunia. Pinjaman yang mereka berikan hanya ditujukan untuk proyek-proyek yang tidak

    produktif, seperti perbaikan jalan, pembangunan jembatan, hotel untuk pariwisata, dan

    proyek-proyek yang sama sekali tidak bernilai apa pun.

    Hal ini diakui oleh salah seorang peraih hadiah nobel dan ketua tim ekonomi Bank

    Dunia periode 1996 hingga november 1999, Joseph Stiglitz. Ia mengatakan kebijakan

    yang dibuat oleh Washington dan Bank-Bank Internasional selama tahun 1990-an sama

    dengan menggunakan Flamethrower (alat yang bisa menyemprotkan api) untuk

    menghilangkan permukaan cat rumah, dan kemudian menyesal bahwa Anda tidak dapat

    menyelesaikan pengecatan karena rumah itu sudah hangus terbakar. Hampir senada

    dengan ucapan Stiglitz di atas, Perdana Menteri Malaysia pernah mengatakan dalam

    menanggapi bahaya dari utang luar negeri, meskipun Jepang memberikan bantuan, tapi

    Jepang mengambil kembali dengan cara lain, seperti sihir, hampir dua kali lipat dari

    yang mereka berikan.

    Oleh karena itu, berdasarkan bukti-bukti yang ada, sesungguhnya apa yang dikatakan

    dengan bantuan atau utang luar negeri adalah suatu bentuk penipuan dari negara-negara

    donor atau lembaga-lembaga Internasional terhadap negara yang menerima bantuan.

    Sejak 1997 Indonesia menjadi pasien agen dana Internasional seperti IMF, World Bank

    dan ADB. Sebagai penerima donor kita harus mau tunduk dan menelan obat yang

    mereka resepkan. Tetapi syaratnya sangat mahal: kita harus merestrukturisasi sistem

    pemerintahan yang tidak efektif - misalnya melalui pemberian otonomi kepada daerah,

    mengubah praktek negara dari birokrasi otoriter (authoritarian bureaucratic state) menjadi

    lebih demokrasi dan mengikutsertakan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan,

    yang lebih penting, kita harus komit dengan program structural adjustment (perubahan

    structural) yang mereka agendakan.

    20

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    21/38

    Bantuan yang ditawarkan ke Indonesia setelah krisis ekonomi Asia 1997-1998,

    misalnya, ternyata malah meningkatkan angka kemiskinan secara signifikan. Untuk

    mendapatkan dana bantuan darurat, pemerintah Indonesia harus menyetujui privatisasi

    layanan publik, merestrukturisasi perbankan nasional, memangkas anggaran sosial

    dan mencabut subsidi BBM, listrik dan pangan. Pada mei 1998, karena kesepakatan

    antara IMF dan Soeharto, pemerintah mencabut subsidi bahan pokok, dan menaikkan

    harga minyak dan listrik. Kebijakan ini menyulut penolakan keras dari rakyat dan tak

    lama kemudian, suharto jatuh.

    Post Program Monitoring : kepanjangan neoliberalisme

    Hubungan mesra IMF dan Indonesia terus berjalan dengan ditandai kesepakatan LOI -I

    sampai dengan IV. Sejak tahun 1997 sampai tahun 2003, pada masa Megawati berkuasa,

    tepatnya pada agustus 2003 pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan

    program bantuan IMF dan memilih untuk masuk dalam Post Program Monitoring (PPM).

    Pilihan Pemerintah ini menimbulkan konsekwensi yang tidak jauh beda dengan pada saat

    melakukan program kerjasama. Karena IMF masih dapat terus mendikte kebijakan

    ekonomi Indonesia Karena pemerintah masih harus mengkonsultasikan setiap kebijakan

    ekonomi yang akan diambil. Masa pemandoran IMF ini menghasilkan Inpres No. 5 tahun

    2003 yang sering disebut inpres white paper .Inpres tersebut adalah produk kebijakan

    negara yang dilahirkan dari intervensi IMF, maka tidak heran jika arah kebijakan

    ekonomi yang tertuang dalam inpres tersebut persis dengan kebijakan IMF meskipun

    dibuat oleh pemerintah Indonesia.

    Konsep tentang neoliberal saat ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati.

    Setidaknya ada dua alasan. Pertama, wacana publik tentang neoliberal menjadi komoditas

    politik yang sedang memanas dan menarik saat ini. Kedua, konsep neoliberal dalam

    prakteknya di Indonesia telah dilakukan sejak era presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur,

    Megawati dan SBY, terutama dalam kebijakan privatisasi BUMN. Kebijakan ekonomi

    dalam inpres yang direstui IMF tersebut terbagi dalam tiga bagian : pertama, stabilitas

    makro ekonomi, Restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan dan yang terakhir

    peningkatan Investasi.inpres tersebut tetap berlaku meskipun telah terjadi pergantian

    21

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    22/38

    pemerintahan pada tahun 2004, perpres tersebut merupakan alat legitmasi secara hukum

    untuk melakukan liberalisasi ekonomi pasca hubungan dengan IMF.

    Apa yang salah dengan neoliberal menjadi pertanyaan menarik dengan melihat sejarah

    konsep pemikiran neoliberal. Tokoh yang terkenal penganjur paham ini adalah Milton

    Friedman, seorang pemikir yang masih percaya pada kapitalisme klasik yang berpendapat

    bahwa urusan negara hanyalah masalah tentara dan polisi, yang melindungi hidup

    warganya. Negara tidak boleh mencampuri perekonomian dan menarik pajak dari

    rakyatnya, karena menurutnya telah terbukti bahwa krisis ekonomi semakin memburuk

    jika negara berusaha mengatasinya. Agar gagasan tersebut dapat terwujud maka harus

    dibentuk tatanan global yang diikuti oleh negara-negara di dunia. Amerika dan Inggris

    yang semenjak terjadi Revolusi Konservatif di masa Reagen dan Thacher menjadi

    pelopor perubahan tatanan global menuju neoliberalisme itu. Lembaga-lembaga

    multilateral seperti Bank Dunia, IMF, dan bank-bank pembangunan regional, seperti

    Asian Development Bank (ADB) dijadikan sebagai kepanjangan tangan untuk keperluan

    transformsi tersebut. Negara-negara sedang berkembang yang memperoleh dukungan

    pinjaman dana dari lembaga-lembaga tersebut harus terlebih dahulu menandatangani

    perjanjian yang memuat prinsip-prinsip yang dikenal dengan the Washington Consensus.

    Posisi utang luar negeri pemerintah sampai dengan akhir September 2006 mencapai US$

    77,347 Juta, jumlah ini belum ditambah dengan utang swasta yang mencapai US$51,022

    Juta sehingga total utang Indonesia pada triwulan ketiga 2006 sebesar US$128,369 Juta.

    Jumlah ini relatif berkurang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pada

    tahun 2005 saja total utang Indonesia sebesar US$ 130,652 Juta. Negara kreditor dan

    lembaga internasional yang memberikan utang pada pemerintah Indonesia tergabung

    dalam Consultative Groups on Indonesia (CGI) yang dalam sidang CGI tahun 2006

    menyepakati jumlah utang yang disanggupi (pledge) sebesar US$2,920 Juta untuk Utang

    Billateral dan US$2,202 Juta Utang Multilateral.

    Pemerintah Indonesia mengumumkan akan membayar utang pada IMF yang masih

    tersisa, senilai total US$ 7,8 billion, dalam waktu 2 tahun. Jumlah tersebut adalah sisa

    22

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    23/38

    dari utang Indonesia pada IMF sebesar US$ 25 Million saat krisis, secara politik

    keputusan tersebut tepat, sebagai langkah untuk melepaskan diri dari pemandoran dan

    intervensi kebijakan ekonomi yang terus berlangsung sejak krisis 1997. pembayaran

    utang tersebut dilakukan dua tahap, pada bulan juni 2006 sebesar US$ 3,75 miliar dan

    sisanya sebesar US$ 3,2 miliar dilunasi pada bulan Oktober.

    Namun pelunasan utang pemerintah ke IMF hanya mengurangi sedikit sekali total beban

    utang luar negeri pemerintah karena selain IMF pemerintah juga mendapat utang

    multilateral lain Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia disamping itu pemerintah juga

    mendapat utang yang sifatnya bilateral dari negara-negara kreditor utama Indonesia

    antara lain Amerika, Jepang, kanada dan Jerman.

    Dari jumlah utang tersebut meskipun telah dikurangi utang pemerintah pada IMF, dalam

    APBN-P 2006 cicilan pokok dan bunga utang luar negeri yang harus dibayar pemerintah

    mencapai US$ 2,510 M atau 30% dari total pengeluaran pemerintah. Maka yang harus

    dilakukan pemerintah setelah membayar lunas utang IMF adalah dengan membatalkan

    seluruh peraturan perundangan termasuk inpres white paper yang muncul karena tekanan

    IMF, dan melakukan keputusan progresif untuk melakukan penghapusan utang demi

    kesejahteraan rakyat.

    Pokok-pokok ajaran neoliberal tergambar pada: pertama biarkan pasar bekerja, kedua

    kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif

    seperti subsidi pelayanan sosial, ketiga lakukan deregulasi ekonomi, keempat keyakinan

    terhadap privatisasi, kelima keyakinan pada tanggung jawab individual. Lebih jauh

    paham Neoliberal percaya bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi individu,

    khususnya dunia usaha (pasar), kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Di luar ini peranan

    negara harus minimal, karena itu negara harus melakukan privatisasi. Dengan privatisasi

    atau swastanisasi dimaksudkan adalah tindakan untuk mengurangi peran pemerintah atau

    meningkatkan peranan dari sektor swasta dalam kegiatan atau pun dalam pemilikan harta

    23

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    24/38

    kekayaan (Savas, 1987). Privatisasi menurut paham ini merupakan kunci untuk

    pemerintahan yang lebih baik.

    Ide neoliberal sejak penemuannya kali pertama hingga sekarang seakan menjadi jargon

    utama bagi perkembangan negara-negara di dunia. Bahkan Fakih (2003) menyatakan

    bahwa neoliberalisme telah menjadi semacam agama baru bagi banyak masyarakat

    negara-negara di dunia. Privatisasi BUMN sebagai bagian dari doktrin neoliberal pada

    intinya adalah pemindahan pengelolaan dari sektor publik ke sektor swasta. Gagasan

    utama di belakang proyek privatisasi adalah kredo private is good, public is bad, sehingga

    dibutuhkan pendefinisian ulang peran negara dalam pasar.

    Konsep privatisasi dalam sejarahnya menandai awal terjadinya pergeseran pendulum

    ekonomi dunia dari model liberal kepada bentuk kapitalisme terbaru yaitu model

    neoliberal, bersamaan dengan itu agenda globalisasi di bidang ekonomi dan

    demokratisasi di bidang politik tengah mendapatkan simpati masyarakat dunia.

    Setidaknya terdapat enam alasan yang dikemukakan kaum neoliberal terhadap privatisasi

    BUMN. Pertama, mengurangi beban keuangan pemerintah. Kedua, meningkatkan

    efisiensi pengelolaan perusahaan. Ketiga, meningkatkan profesionalitas pengelolaan

    perusahaan. Keempat, mengurangi campur tangan birokrasi/pemerintah terhadap

    pengelolaan perusahaan. Kelima, mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.

    Keenam, sebagai flag-carrier (pembawa bendera) untuk go international.

    Dalam praktiknya privatisasi BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim Orde Baru

    sampai saat ini. Hal ini terjadi, misalnya, di era Soeharto, pemerintah menjual 35%

    saham PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT Indosat (1994) dan 35 % saham PT

    Aneka Tambang (1997). Pada era presiden Habibie, privatisasi dilakukan terhadap 12

    BUMN, termasuk privatisasi PT Semen Gresik pada 1998 yang menimbulkan

    kontroversi. Sementara di era Megawati privatisasi dilakukan, misalnya tergadap PT

    Indosat (2002) dan pada era presiden Susilo Bambang Yudoyono tetap melanjutkan

    program privatisasi BUMN.

    24

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    25/38

    Namun demikian, dalam implementasi kebijakan privatisasi BUMN telah mengundang

    pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN

    adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah,

    walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Sementara itu, ada sebagian

    masyarakat berpikir secara realistis. Mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu

    sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan

    manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia. Bukti empiris

    menunjukkan bahwa kebijakan privatisasi di negara sedang berkembang, termasuk di

    Indonesia lebih merupakan agenda restrukturisasi ekonomi yang dipaksakan oleh IMF

    dan Bank Dunia.

    Gagasan privatisasi yang bersumber di negara-negara maju dicangkokkan mentah-mentah

    tanpa melihat perbedaan yang ada dalam struktur sosial, ekonomi, maupun politik antara

    negara berkembang dan negara maju. Sehingga terjadilah penyimpangan yang kemudian

    menimbulkan banyak kontroversi. Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan

    privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat. Proses divestasinya yang tidak transparan

    menimbulkaan dugaan penyalahgunaan hasil penjualan sebagai sumber pendanaan bagi

    kepentingan partai politik dan para elite politik tertentu yang memegang kekuasaan pada

    waktu itu. Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang merugikan negara triliunan

    rupiah akibat harga jualnya yang terlalu murah.

    Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen Gresik dan PT Indosat

    sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit APBN

    cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang ingin dicapai pemerintah

    dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya di sektor industri. Privatisasi

    tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam hal

    kepemilikan saham. Padahal, justru kepemilikan saham oleh masyarakat luaslah

    (terutama karyawan perusahaan) yang berusaha dicapai dalam privatisasi yang ideal di

    negara maju.

    Kontroversi ini sebagian besarnya menyangkut masalah habisnya wewenang pemerintah

    dalam mengontrol pengelolaan perusahaan. Pemerintah tidak lagi punya otoritas untuk

    25

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    26/38

    turut berpartisipasi menentukan strategi dan sasaran ke depan yang ingin ditempuh

    perusahaan. Pemerintah juga tidak punya kapasitas untuk intervensi keputusan pengelola

    swasta yang merugikan atau menimbulkan biaya sosial bagi publik. Dalam hal ini,

    pemerintah tidak berdaya untuk turut mengontrol berjalannya fungsi pelayanan, distribusi

    dan keadilan berkonsumsi. Padahal di negara maju sendiri, peran pemerintah tetap

    dipertahankan lewat kepemilikan golden share.

    Paham ini juga diterapkan secara internasional dalam bentuk implementasi perdagangan

    dan pasar bebas. Paham Neoliberal sangat percaya bahwa mekanisme pasar adalah cara

    optimal dalam mengorganisir barang dan jasa. Perdagangan dan pasar bebas

    membebaskan potensi-potensi kreatif dan kewiraswastaan dan karena itu menuju kearah

    kebebasan individu dan kesejahteraan serta efisiensi dalam alokasi sumber daya.

    Menurut paham Neoliberal ekonomi moneter mendominasi makro ekonomi dan

    intervensi ekonomi negara tidak diharapkan, karena akan mengganggu logika pasar dan

    mengurangi efesiensi ekonomi. Paham ini juga mendukung perdagangan bebas secara

    internasional. Sebagai hasil dari implementasi dari paham ini kekayaan dan kekuasaan

    tidak lagi berada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat melainkan pada

    kelompok-kelompok elite bisnis dan perusahaan-perusahaan multinasional.

    Kesimpulannya, prinsip utama dalam ekonomi neoliberal adalah free market dan free

    trade.

    Kebijakan-kebijakan ini jelas tidak sesuai dengan kebutuhan dasar mayoritas rakyat

    Indonesia. Hasilnya, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan berlipat ganda

    dan upah riil selama periode itu jatuh sebanyak 30%, jutaan orang mengalami malnutrisi

    kriminalitas meningkat tajam sebesar 1000%, 4,5 juta anak putus sekolah, dan belasan

    juta orang kehilangan pekerjaan. Dampak ketundukan kepada syarat2 agen dana

    Internasional ini jelas. Kita mulai memprivatisasi sistem pendidikan (PT dan sekolah

    dibebaskan menarik uang kuliah/sekolah langsung), pengurangan public spending

    (memotong subsidi, menaikan pajak, memprioritaskan pembayaran utang) dan

    melakukan proyek2 desentralisasi dibawah petunjuk, arahan dan biaya agen asing/

    Internasional.

    26

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    27/38

    Pada tahun 2007 terdapat kesepakatan antara Pemerintah dan DPR tentang dana anggaran

    untuk sektor pendidikan hanya sebesar Rp. 51,3 trilyun (hanya 10,3 % dari total APBN),

    angka itu sedikit naik dari tahun 2006 yang sebesar Rp. 36,7 trilyun (9,1 % dari total

    APBN). Sepanjang tahun 2006 s/d 2009 alokasi anggaran pendidikan sebesar 210 trilyun,

    dimana angka tersebut jauh lebih sedikit dibanding beban pembayaran utang luar negri.

    Alokasi pembayaran bunga utang dalam negri sebesar Rp. 38,84 trilyun, bunga utang luar

    negri Rp. 25,14 trilyun, cicilan pokok utang luar negri sebesar Rp. 46,84 trilyun. Jika

    ditotal, maka pembayaran utang luar negri telah menghabiskan 25,10 % dari total belanja

    negara yang berjumlah Rp. 441,61 trilyun, yang berarti juga memboroskan pendapatan

    negara sebesar 29,33%.

    Seharusnya tidak begitu keadaannya pendidikan kita jika diingat bahwa letak geografis

    Indonesia sangat menguntungkan bagi kemakmuran rakyatnya, karena kita memiliki

    kekayaan alam yang luar biasa kaya. Lihat saja pendapatan dari berbagai industri

    pertambangan asing di Indonesia seperti Exxon Mobil pada tahun 2007 berdasarkan

    laporannya, yang mencapai angka $ 40,6 Billion atau Rp3.723 trilyun serta Chevron di

    tahun 2007 mampu memperoleh keuntungan sampai $ 18,7 Billion atau Rp 171 trilliyun.

    Demikian pula dengan 137 pertambangan asing lainnya di Indonesia yang juga mengeruk

    keuntungan di negri berlahan subur ini. Bandingkan dengan keuntungan pemerintah dari

    hasil tambang yang telah dijual ke asing, tidak pernah menembus angka 3%. Tidak

    seharusnya negeri ini miskin, karena sama sekali tidak memiliki alasan untuk itu.

    Komersialisasi Pendidikan : tarikan logika bisnis

    Dalam pidato yang disiarkan metro TV tanggal 07 April 2010 Jam 13. 10 WIB, Presiden

    SBY mengumumkan dibatalkannya UU BHP oleh MK sebagai penggantinya akan dicari

    format terbaik yang lain untuk kemajuan pendidikan. Pembatalan ini merupakan

    pelajaran untuk melihat kondisi pendidikan yang selama ini telah terjadi. Persoalannya

    kemudian adalah momentum komersialisasi tersebut dapatkah dihentikan oleh

    pemerintah dengan mengumumkan pembatalan tersebut. Jika menarik pelajaran kita tidak

    akan bisa menurunkan harga jika sudah terjadi.

    27

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    28/38

    Proyek komersialisasi sekolah yang sedang berjalan sekarang sangat mungkin

    mencerminkan kesulitan, bahkan kegagalan pendidikan dalam melepaskan diri dari jerat

    kapitalisasi. Jerat kapitalisasi pendidikan, menurut Darmaningtyas (2005), menjadikan

    pendidikan harus 'menyembah' kepada aturan main pasar, sehingga kebijakan dunia

    pendidikan bukan lagi berorientasi kepada pencerdasan dan pemanusiaan manusia, tetapi

    justru menjadi ajang mengeruk keuntungan finansial. Menyembah kepada pasar,

    mengakibatkan dunia pendidikan menjadi salah satu sarana rekolonialisasi dan

    reimprealisasi neoliberal dalam menghegemoni seluruh ruang gerak manusia.

    Gerak laju dunia pendidikan akhirnya terjebak dalam statistik yang penuh rentetan data

    sebagai bahan laporan bagi lembaga yang disetir dunia pasar. Data-data itu kemudian

    menjadi bahan dasar 'pengelola pasar' dalam monitoring laku-tidaknya aksentuasi

    formalitas pendidikan dalam pertarungan dunia industri global. Dalam tataran demikian,

    siswa dan mahasiswa dijebak dalam jerat permainan industri global.

    Pendidikan di Indonesia saat ini tengah menghadapi tarikan logika bisnis yang amat kuat.

    Munculnya PP No. 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, kebijakan

    tentang pendidikan bertarap internasional, Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008

    tentang Pendidikan Profesi Keguruan, Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan

    Hukum Pendidikan (BHP), Peraturan Mendiknas No. 26 Tahun 2007 tentang kerjasama

    Perguruan Tinggi dengan pihak asing, dan lain sebagainya, menunjukkan kuatnya

    pengaruh dunia perdagangan dalam pendidikan.

    Lahirnya UU BHP merupakan amanat dari bagian pembukaan (menimbang point C)

    Sisdiknas berbunyi, bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin

    pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi

    manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan

    kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan

    secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Untuk itu pemerintah perlu melakukan

    perbaikan pada system pendidikan dari PT sampai tingkat Dasar guna mencapai tujuan di

    28

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    29/38

    atas. Sehingga pendidikan tersebut memeliki kredibilitas dan akuntabilitas dimata public.

    Untuk itu maka satuan pendidikan perlu berbentuk badan hukum pendidikan.

    Seperti yang ditetapkan dalam sisdiknas pasal 53 ayat 14 yang berbunyi: (1)

    Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau

    masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan

    kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan

    pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-

    undang tersendiri.

    Pendidikan dengan logika bisnis juga membutuhkan sistem dan infra-struktur yang kuat

    dan handal, yang memungkinkan mengantarkan situasi orang yang menggunakannya

    akan mencapai tujuannya dengan hasil yang memuaskan. Dalam konteks pendidikan,

    Marx menyingkapkan bahwa basis dari gerak sejarah sistem pendidikan dunia ditentukan

    oleh kapital (ekonomi). Teori ini disebut dengan determinisme ekonomi. Tampaknya,

    ramalan Marx itu benar, khususnya di Indonesia. Buktinya, regulasi kebijakan pendidikan

    pemerintah, dalam hal ini Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), tidak

    lain merupakan penjelmaan perselingkuhan antara dunia pendidikan dengan kepentingan

    kapital. UU BHP membuka akses bagi praktek kapitalisme di bidang pendidikan.

    Lembaga pendidikan saat ini tidak lagi menjadi media transformasi nilai dan instrumen

    memanusiakan manusia, melainkan menjadi lahan basah bagi para pengelola pendidikan

    untuk mengeruk keuntungan finansial.

    Perubahan proporsi kebijakan ini tidak didasari cara berpikir integral, bukan hanya

    tentang keberlanjutan kompetensi akademis, tetapi juga pemahaman akan fungsi evaluasi

    itu sendiri. Dari segi keberlanjutan kompetensi akademis, menciptakan lebih banyak

    SMK, sementara lupa mengintegrasikannya dengan membangun akademi atau politeknik

    sesuai kompetensi yang dibutuhkan, hanya akan menciptakan tenaga kerja murah dan

    hanya menguntungkan perusahaan swasta karena mereka tak perlu membiayai ongkos

    29

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    30/38

    pelatihan untuk perekrutan karyawan yang baru, sementara beban seperti ini ditanggung

    negara.

    Perubahan proporsi SMA-SMK dianggap merupakan bagian tugas Ditjen Pendidikan

    Dasar dan Menengah, sedangkan pendirian pendidikan setingkat akademi merupakan

    bagian kinerja Ditjen Pendidikan Tinggi. Dua direktorat jenderal ini harus bekerja sama

    menciptakan program pendidikan yang sinambung sehingga mereka yang masuk SMK

    memiliki kesempatan melanjutkan ke politeknik atau akademi yang setingkat dengan PT.

    Melulu membangun SMK tanpa dibarengi pengembangan politeknik dan akademi hanya

    akan melahirkan tenaga kerja murah.

    Guru besar bidang linguistik Prof Dr Soenjono Dardjowidjojo mengemukakan, banyak

    kebijakan pendidikan di Indonesia yang salah arah. Akan tetapi, menurut dia, dalam

    membangun pendidikan tidak perlu terlalu menyalahkan dan menggantungkan diri pada

    pemerintah. Di Amerika Serikat pun, kata Soenjono yang pernah memimpin sebuah

    jurusan di Universitas Hawaii, perguruan tinggi yang unggul justru perguruan tinggi

    swasta. Untuk mengembangkan pendidikan, kita tidak bisa bergantung pada dana

    pemerintah. Biarkan tumbuh universitas- universitas swasta yang dikelola seperti

    perusahaan atau industri. Lembaga pendidikan memang harus dikelola seperti badan

    usaha. Asalkan dijamin bahwa keuntungannya akan dikembalikan untuk peningkatan

    mutu lembaga pendidikan itu, katanya.

    Komersialisasi Sekolah : memutus benang kusut

    Untuk melaksanakan konsep-konsep di atas tidaklah mudah, Kadang terjadi distorsi yang

    tidak kecil antara penerjemahan konsep ke hal yang lebih teknis. Lagi pula untuk

    melakukan itu semua harus diawali oleh seorang pemimpin bangsa yang berani. Dan di

    ikuti oleh segenap elemen bangsa yang memiliki satu tekat keberpihakan kepada rakyat

    kecil. Gerakan sosial untuk mengusung pendidikan murah dan berkualitas harus di

    hidupkan. Guru dan dosen sudah waktunya mempelopori untuk memperjuangkan

    kepentingannya dan peserta didiknya. Guru, dosen dan orang tua peserta didik akan

    menjadi kekuatan politik mandiri jika bisa melakukan persekutuan taktis.

    30

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    31/38

    Di Unair , bagi calon mahasiswa yang diterima, baik melalui jalur SPMB maupun

    melalui PMDK-UNAIR harus merogoh kocek minimal Rp 5 juta untuk SPMA. Masih

    ada lagi jalur khusus yang mensyaratkan nominal puluhan hingga ratusan juta rupiah.

    Seakan belum cukup, mahalnya biaya pendidikan ini masih ditambah dengan SPP,

    IKOMA dan yang sebentar lagi akan diberlakukan melalui SK Rektor adalah dinaikannya

    biaya SKS. Namun fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di UNAIR, tapi juga di

    Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lain di Indonesia, terutama yang menjadi BHMN (Badan

    Hukum Milik Negara).

    Memasuki dunia pendidikan, maka mindsetnya dicetak dalam bingkai laku-tidaknya

    dalam dunia pasar. Terbukti, jurusan-jurusan yang menjadi favorit mesti jurusan yang

    selalu 'laku keras' dalam arus industri global. Jurusan yang tidak laku, maka akan

    ditinggalkan, bahkan kalau perlu 'dimuseumkan', sehingga tidak lagi menjadi incaran

    peminat.

    Menggiring mindset siswa dalam logika pasar inilah yang sedang berlangsung sangat

    kolosal dalam alur dunia pendidikan di Indonesia. Misi dunia pendidikan dalam upaya

    memanusiakan manusia jadi terganggu. Sekolah sekarang mencetak siswa-siswa yang

    segera layak jual di dunia industri. Guru-guru dan seluruh insan dunia pendidikan

    kemudian sibuk dengan agenda birokratisasi 'proyek yang sedang ramai' setiap tahun

    ajaran baru menggelinding. Atau setiap babakan momentum penting yang terjadi, maka

    akan selalu dimanfaatkan untuk mensukseskan sekian proyek kapitalisasi yang

    mendatangkan keuntungan finansial tinggi.

    Tragedi komersialisasi sekolah telah menghadirkan duka sejarah yang berulang-ulang.

    Setiap tahun ajaran baru, tragedi itu terus diulang-ulang. Bukannya disudahi, tetapi justru

    prakyek komersialisasi semakin merajalela. Jurus-jurus komersialisasi juga semakin

    canggih, sehingga sulit diendus publik. Sampai titik ini, institusi pendidikan sejatinya

    sedang dalam gawat darurat. Peserta didik akan menjadi manusia robot, yang seluruh

    gerak langkahnya ditentukan oleh mesin produksi pasar. Jadilah mereka menjadi sosok

    yang saklek, monoton, dan tak berkreasi mencipta hal baru yang inspirasional. Terjebak

    31

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    32/38

    dalam instanisme dan pragmatisme. Kaku dalam bertindak, miskin gagasan mencipta

    visi.

    Maka, sudah saatnya sekarang semua pihak harus berupaya memutus benang kusut

    proyek komersialisasi sekolah. Sekolah harus dikembalikan kepada hakikatnya sebagai

    proses memanusiakan manusia. Proses belajar-mengajar adalah proses agung dalam

    mentransfer tata nilai kehidupan dan tata nilai gagasan. Tahun ajaran baru harus

    dikembalikan sebagai ritus suci mencipta manusia baru yang berjuang demi membela

    hakekat kemanusiaan dan kehidupan.

    Tahun 2005 adalah tahun pahit bagi guru dan dosen swasta. Betapa tidak, UU No. 14

    Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tak satupun pasal dan ayat yang ada dalam

    konsideransnya mengatur tentang kesejahteraan guru/dosen swasta. Posisi guru/dosen

    swasta penting untuk dipersoalkan disini karena sejak dulu hingga kini, posisi guru/dosen

    swasta secara hukum tak pernah jelas, terutama jika ditinjau dari segi aspek kesejahteraan

    dan kelayakan profesi. Dari sisi yuridis, respon berbagai pihak terhadap UU 14/2005

    tersebut minimal diarahkan pada dua pertanyaan berikut: pertama, apakah layak profesi

    guru dan dosen di atur bersama dalam satu UU. Kedua, mengapa UU 14/2005 tidak

    mengatur secara rinci posisi hukum guru/dosen swasta yang bekerja di bawah payung

    hukum yayasan.

    Guru, dosen dan masyarakat harus merumuskan program pembaharuan sosial melalui

    terbentuknya sekolah murah. Gerakan ini niscaya akan mendapat dukungan yang massif

    karena orientasi keperpihakannya yang tegas. Gerakan sosial sekolah murah ini di

    harapkan dapat melakukan penolakannya pada komersialisasi pendidikan apapun

    modelnya. Gerakan ini hendaknya juga bisa melakukan advokasi pada guru, dosen,

    maupun murid yang dirugikan oleh sistem pendidikan. Sementara jika ditinjau dari sisi

    kuantitas, guru/dosen swasta jelas jumlahnya lebih banyak dibanding guru/dosen negeri.

    Anehnya, dari segi yuridis, posisi ketenagakerjaan guru/dosen swasta hingga turunnya

    UU 14/2005 tetap dianggap sebagai isu non-negara. Jika dilihat dari segi UU

    32

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    33/38

    Kepegawaian juga tidak relevan, karena para guru dan dosen yang bekerja di lembaga

    pendidikan swasta bukanlah PNS.

    Dicakup dari segi UU Ketenagakerjaan kurang mengena karena guru/dosen tidak dapat

    dikategorikan begitu saja sebagai pekerja/buruh perusahaan. Karena yayasan

    penyelenggara sekolah/PTS (yang menaungi mempekerjakan guru/dosen swasta) juga

    tidak dapat digolongkan sebagai perusahaan. Posisi yang tak jelas ini mengakibatkan

    payung hukum ketenagakerjaan (termasuk didalamnya program pembinaan) guru/dosen

    swasta sebagai tenaga kependidikan menjadi tak jelas ada dalam kewenangan atau

    tanggung jawab siapa.

    Untuk menaikan kesejahteraannya sudah waktunya guru, dan dosen ikut dalam

    perjuangan ini. Kisah guru-guru yang tergabung dalam PGRI baik dari jawa timur, jawa

    tengah, dan jawa barat akhir juni 2007 lalu yang melakukan aksi tuntutan pemenuhan

    anggaran pendidikan 20% dari APBN dan kesejahteraan guru ke istana negara harus terus

    di hidupkan. Guru dan dosen sudah saatnya menjadi kekuatan politik yang bergerak

    memperjuangkan sistem pendidikan yang berpihak kepada rakyat.

    Rendahnya Mutu Buku Pelajaran : Pemborosan Biaya Buku

    Setiap kali kenaikan kelas, orang tua murid selalu gundah mencari tambahan biaya untuk

    membeli buku paket pelajaran baru dari sekolah. Ditengah-tengah keresahan orang tua

    siswa tersebut, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Alwi Shihab, melontarkan

    gagasan pemberlakuan buku pelajaran minimal 5 tahun. Gagasan ini muncul merespon

    ramainya keluhan para orang tua siswa yang harus menanggung lebih banyak biaya untuk

    buku paket pelajaran. Meskipun seorang siswa memiliki kakak yang duduk di kelas lebih

    tinggi, ia harus membeli buku pelajaran baru. Fenomena ini seringkali dilukiskan dengan

    jargon ganti tahun ganti buku pelajaran.

    Menindaklanjuti gagasan Menko Kesra ini, akhirnya kebijakan tentang perbukuan tingkat

    SD sampai dengan SLTA dimasukkan sebagai target wajib belajar pendidikan 9 tahun

    dalam Program 100 Hari SBY. Untuk ini akan diterbitkan Peraturan Presiden yang

    mengatur buku pelajaran.

    33

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    34/38

    Substansi peraturan ini antara lain adalah buku pelajaran dibatasi masa pakainya minimal

    lima tahun. Penerbit dilarang langsung berjualan buku ke sekolah dan ada sanksi

    administrasi bagi pelanggarnya. Hal ini terutama untuk menghindari praktik percaloan

    buku di sekolah yang ujung-ujungnya hanya akan memberatkan beban orang tua siswa.

    Kebijakan pembatasan buku pelajaran ini sekilas nampak sebagai kebijakan populis.

    Artinya pemerintah dengan kebijakan ini ingin mencitrakan keberpihakannya pada rakyat

    banyak. Pasalnya dengan mematok buku pelajaran berlaku minimal selama lima tahun,

    masyarakat tak perlu harus membeli buku pelajaran baru. Siswa memiliki pilihan untuk

    memakai buku pelajaran kakak kelasnya, sehingga siswa miskin tak lagi perlu

    mengeluarkan biaya.

    Namun demikian, Perpres pembatasan buku pelajaran sekolah ini apabila tidak dikaji

    secara serius sebenarnya mengandung dampak negatif menghambat pembaharuan

    informasi bagi anak didik. Untuk menghindari salah kebijakan yang dapat berakibat

    buruk bagi mutu pendidikan di Indonesia sebaiknya pemerintah SBY-Kalla memilah

    persoalan yang ada. Dalam hal buku paket sekolah ini, sebenarnya ada dua akar persoalan

    yang membutuhkan penyelesaian berbeda.

    Persoalan pertama, mutu buku paket pelajaran. Mutu buku sekolah saat ini masih sangat

    rendah. Hal ini paling tidak tercermin dari studi Sri Redjeki pada tahun 1997. Dari sekitar

    300 buku teks biologi SD-SMA yang ia teliti, ternyata isi buku-buku teks Biologi yang

    digunakan di sekolah-sekolah Indonesia ketinggalan 50 tahun (Supriadi, Dedi 2000: 27).

    Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebelum adanya pembatasan masa berlaku buku

    pelajaran saja buku-buku ilmu pengetahuan Indonesia tertinggal jauh. Apalagi kalau di

    adakan pembatasan sebagaimana yang dilontarkan oleh pemerintah.

    Ilmu pengetahuan dan informasi berkembang sangat cepat, apabila buku pelajaran

    dipatok berlaku selama minimal 5 tahun akan menghambat perkembangan pengetahuan

    anak didik. Apalagi perubahan isi buku tidak hanya menyangkut substansi atau isi, tetapi

    34

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    35/38

    juga metodologi dan cara penyampaian. Persoalan menjadi lebih parah karena

    masyarakat Indonesia saat ini masih amat bergantung kepada buku pelajaran dan belum

    terbiasa dengan media lain seperti internet, sementara guru tidak memiliki motivasi

    mencari alternatif informasi, hal ini dapat menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.

    Oleh karena itu kebijakan pembatasan masa pakai buku pelajaran ini ditakutkan justru

    akan lebih menurunkan kualitas pendidikan siswa Indonesia. Melihat kondisi ini

    semestinya pemerintah justru mengambil kebijakan untuk memperbaharui secara

    kontinyu buku paket pelajaran siswa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

    yang ada.

    Persoalan kedua, mencegah beban biaya yang terlalu berat bagi orang tua siswa. Buku

    sekolah saat ini memegang peranan yang sangat dominan di sekolah. Studi yang

    dilakukan terhadap 867 SD dan MI di Indonesia mencatat bahwa tingkat kepemilikan

    siswa akan buku pelajaran di SD berkorelasi positif dan signifikan dengan hasil

    belajarnya sebagaimana diukur dengan Nilai Ebtanas Murni (Supriyadi 1997 dalam

    Supriyadi 2000: 46). Semakin banyak buku yang dimiliki dan dibaca oleh siswa semakin

    baik prestasi belajarnya.

    Meskipun buku memiliki arti yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar

    siswa, namun harus dimaklumi bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini

    masih miskin. Jangankan membeli banyak buku pelajaran sekolah, biaya pokok sekolah

    saja masih menjadi kesulitan tersendiri bagi mereka. Saat ini mayoritas masyarakat

    menganggap pendidikan merupakan sesuatu yang mahal.

    Ditengah persoalan semacam ini, praktek percaloan buku di sekolah sudah menjadi

    rahasia umum. Pihak guru atau sekolah mengharuskan siswa untuk membeli buku-buku

    paket pelajaran melalui mereka, sehingga muncul semacam praktek monopoli yang

    merugikan. Keharusan membeli buku pelajaran baru setiap tahun ajaran baru membuat

    beban orang tua menjadi lebih berat.

    35

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    36/38

    Kebijakan pemerintah yang diambil semestinya mengatasi dua hal tersebut. Publik

    membutuhkan kebijakan yang mampu mengurangi beban orang tua tanpa mengorbankan

    kualitas pendidikan siswa. Kualitas pendidikan siswa dapat dijaga dengan menerbitkan

    kebijakan yang ketat terhadap pembaharuan isi dan metodologi buku pelajaran. Selain itu

    juga memperbesar akses siswa terhadap buku pelajaran. Salah satu caranya tentu saja

    dengan diterbitkannya banyak jenis buku paket gratis dan buku murah.

    Mahkfiuddin Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), menyarankan agar

    kebijakan yang ditempuh bukannya mematok masa pakai buku pelajaran namun

    memperketat pengawasan agar tidak terjadi monopoli perdagangan buku di sekolah.

    Selain itu ia juga mengusulkan adanya pembenahan subsidi pada buku pejaran, buku

    pelajaran dapat dibebaskan dari pajak sehingga harganya lebih murah.

    Kepustakaan

    Abdul Khalid Boyan, Menggagas Pendidikan ala Marx, Saturday, 24 January 2009.Abuddin Nata, Prof. Dr. H , MA , Pendidikan di Persimpangan Jalan, Monday, 21

    December 2009 16:12Abduhzen, Mohammad. 2005. Menyoal Fungsi Negara terhadap Pendidikan.

    Abifasya , Analisis Kebijakan Pendidikan Islam Bidang Kurikulum, 14 Januari 2010Abnan Pancasilawati, Upaya-upaya Legetimasi Syariat Islam, Dalam Hukum Nasional,

    (Dialiktika Sejarah UUD 1945 dan Piagam Jakarta) , google 2010Adams, Ian, Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today), Penerjemah Ali

    Noerzaman, (Yogyakarta : Penerbit Qalam), 2004Admin, Karakter Kebijakan Pendidikan Nasional, Nov 26, '07 10:52 AM.

    http:///ikmsatu.multiply.com/item/journal/2/Admin, Deskripsi Seabad Perjalanan Pendidikan di Indonesia, December 16th, 2009Admin, Dari Non Vitae sed Scholae Discimus Menuju Non Scholae sed Vitae Discimus,

    Saturday, September 18, 2004Adan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di indonesia: Studi Sosio

    Legal atas Konstituante 1956-1959, Jakarta : Pustaka Utama Graffiti, 1995.Azhari, Meninjau Perkembangan Pendidikan di Era Reformasi, May 1, 2009 at 8:29pmBahtiar Effendi, Islam dan Negara, Jakarta : Bulan Bintang, 1990 .Baskara Wardaya SJ, Antikolonialisme dan Anti-elitisme dalam Pemikiran Soekarno

    Muda, Sumber: Kompas, 1 Juni 2001Betafindo, PENDIDIKAN BERDASARKAN STANDAR, Sabtu, 28 Februari 2009.

    http://www.behaviormeasurement.com/2009/02/pendidikan-berdasarkan-standar.html

    36

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    37/38

    Bell, Daniel, The Coming of Post Industrial Society dalam Hasbullah, Kapita selektapendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

    Bagus, Demokratisasi Pendidikan Guna Membangun Pengetahuan, Selasa, 20 Okt '0921:49

    Bartridge,Tom. 2004. Managers role in Competence Based T&D System. Ame Info

    Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1990)Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama),1992Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta.Budi Susanto , Kebingungan Pendidikan , Semarang, Suara Merdeka, 05 Mei 2008Budiono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Jakarta: PusatPenelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998Boediono, Pendidikan dan Perubahan Sosial Ekonomi, Aditya Media, Yogyakarta, 1997.Conference Book, London, 1978.Dewantara, Ki Hadjar, 1945 [1963]. Karja Ki Hadjar Dewantara: Bagian Pertama:

    Pendidikan. Yogjakarta: Taman Siswa.

    Dewey's, John , my pedagogic creed, famous declaration concerning education. Firstpublished in The School Journal, Volume LIV, Number 3 (January 16,1897).

    Doni Koesoema , Desain Besar Pendidikan & Berbagai Problematik Ujian Nasional,Driyarkara, Driyarkara: tentang Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 1991)

    Kompas, Selasa, 1 Desember 2009Ebenstein, Willam & Fogelman, Edwin, Isme-Isme Dewasa Ini (Todays Isms),

    Penerjemah Alex Jemadu, (Jakarta : Penerbit Erlangga), 1984Eko Pujiati, S.H., M.Pd, Realisasi Kebijakan Otoda Di Bidang Pendidikan Melalui

    Manajemen Berbasis Sekolah Di Kota Malang, Saturday, 12 April 2008Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Jakarta : CV Rajawali, 1986.Eyre, Richard & Linda, Mengajarkan Nilai-Nilai kepada Anak (Jakarta: Gramedia, 1997)

    Falah, Maslahul(2003), Islam Ala Soekarno Jejak Langkah PemikiranIslam Liberal Indonesia, Kreasi Wacana , Yogyakarta.

    Fazlur Rahman, Islam, Terj.,Ahsin Mohammd, Pustaka, Bandung, 1997.

    Fullan, Michael (2001) Leading in a culture of change. San Fransiscon, CA: John Wileyand Sons.

    Fullan, M. (1994) A keynote address, May 5-7, 1994, Disneyland Hotel.Fadjar, M. 2001 Sekolah: Renungan Hari Pendidikan Nasional KompasCyber Media (Online), (http://0105102/opini/sek04.htm diakses 30Nopember 2003)

    Febri Hendri, Efisiensi Anggaran untuk Pendidikan Gratis: Catatan Pemilihan Capres2009, PATTIRO ICW, Selasa, 05 Mei 2009

    Fikry Ardiansyah dan Muhammad Fathoni, Faktor-faktor Yang MempengaruhiKebijakan Pendidikan Islam, 21 Nov 09

    37

  • 8/8/2019 Perselingkuhan Dunia Pendidikan

    38/38

    Finch & Crunkilton. (1999). Curriculum Development in Vocational and TechnicalEducation, Planning, Content, and Implementation. United State ofAmerica : Allyn & Bacon A Viacom Company.

    Finlay, Niven,& Young. (1998). Changing Vocational Education and Training anInternational Comparative Perspective . London : Routledge