digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i EKSPERIMENTASI...
Transcript of digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i EKSPERIMENTASI...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA
POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
M. ZAINUDIN
S851102021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA
POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
TESIS
oleh: M. ZAINUDIN
S851102021
Komosi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002
…………….. ………..
Pembimbing II Dr. Budi Usodo, M.Pd. NIP. 19680517 199303 1 002
…………….. ………..
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal………………2012
Ketua Program Pendidikan Matematika
Program Pasca Sarjana UNS
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
LEMBAR PENGESAHAN
EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA
POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
TESIS
oleh:
M. ZAINUDIN S851102021
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003
…………….. ………..
Sekretaris Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002
…………….. ………..
Anggota Penguji Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002
…………….. ………..
Dr. Budi Usodo, M.Pd. NIP. 19680517 199303 1 002
…………….. ………..
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal.....................2012
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19530915 197903 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINILAN DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Tesis yang berjudul : “EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2011/2012” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan (Permendiknas No 17, Tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang–kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Matematika PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Matematika PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 27 Juli 2012
Mahasiswa
M. ZAINUDIN S851102021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Dengan keikhlasan dan ketulusan hati yang paling dalam, tesis ini saya
persembahkan untuk:
1. Kedua orangtuaku Bapak Yasim dan Ibu Daminten yang senantiasa
mendoakan aku.
2. Kakakku Siti Jumu’iyah dan Dwi Mei yang selalu memberi motivasi.
3. Faris Agus Tirtana yang telah memberi pelajaran hidup yang sangat
berarti.
4. Sahabat-sahabatku Kholiqul, Ratna Nanda, dan Mayasari yang selalu
menghidupkan suasana di kontrakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya tesis ini yang berjudul:
“EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN PENDEKATAN
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN BANGUN
RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI SE-KABUPATEN
BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2011/2012” dengan baik.
Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang
telah memberikan arahan dan motivasi pada peneliti dalam penyusunan tesis
ini.
2. Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. Pembimbing I yang telah memberikan
saran dan kritik selama membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini.
3. Dr. Budi Usodo, M.Pd Pembimbing II yang telah memberikan saran dan
kritik selama membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
5. Kepala SMP N 2 Sugihwaras, Kepala SMP N 1 Balen, Kepala SMP N 4
Bojonegoro, beserta para guru dan siswa di ketiga SMP tersebut, atas
kesempatan, waktu, tenaga, pikiran dan kerjasamanya, sehingga peneliti dapat
melaksanakan penelitian guna penyusunan tesis ini.
6. Bapak/ibu yang telah bersedia menjadi validator pada tesis ini yaitu Drs.
Maryono, M.Pd, Erni Puji Lestari, M.Pd, Siti Hartatik, S.Pd, Derny Irawati,
S.Psi, H. M. Rohmad, S.Psi, dan Hartatik, S.Psi, Psi.
7. Teman-teman kuliah S2 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang
telah memberikan semangat dan dukungannya.
8. Seluruh keluarga besar peneliti yang telah memberi dukungan dan semangat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah sedikit
banyak membantu untuk selesainya tesis ini.
Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat pahala dari
Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sekalian.
Surakarta, 27 Juli 2012
Peneliti
M. ZAINUDIN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINILAN DAN PUBLIKASI ISI TESIS ........................... iv
PERSEMBAHAN .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
ABSTRAK .............................................................................................................. xvi
ABSTRACT ........................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 7
C. Pemilihan Masalah ........................................................................................ 8
D. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 10
E. Rumusan Masalah .......................................................................................... 11
F. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 12
G. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 14
A. Prestasi Belajar Matematika .......................................................................... 14
1. Pengertian Belajar .................................................................................... 14
2. Prestasi Belajar ......................................................................................... 15
3. Pengertian Prestasi Belajar Matematika ................................................. 17
B. Pendekatan Pembelajaran .............................................................................. 18
1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran .....................................................18
2. Pendekatan Pembelajaran PMRI.............................................................. 19
3. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri ............................................................ 30
4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional................................................. 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
5. Perbedaan dan Persamaan Pendekatan Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan
Pembelajaran konvensional.................................................................... 39
C. Gaya Belajar ................................................................................................ 42
D. Penelitian yang Relevan ............................................................................. 46
E. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 49
F. Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 58
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 60
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ....................................................... 60
1. Tempat dan Subyek Penelitian ................................................................ 60
2. Waktu Penelitian ...................................................................................... 60
B. Jenis Penelitian ............................................................................................ 60
C. Populasi, Sampel dan Sampling ................................................................. 63
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 65
1. Variabel Penelitian ................................................................................... 65
2. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 67
3. Instrumen Penelitian ................................................................................ 69
E. Teknik Analisa Data .................................................................................... 79
1. Uji Prasyarat Analisis .............................................................................. 79
2. Uji Keseimbangan .................................................................................... 81
3. Uji Hipotesis ............................................................................................. 83
4. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ......................................................... 88
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 90
A. Deskripsi Data .............................................................................................. 90
B. Hasil Analisis Data ..................................................................................... 92
1. Uji Keseimbangan .................................................................................... 92
2. Uji Prasyarat Anava ................................................................................. 94
a. Uji Normalitas ..................................................................................... 94
b. Uji Homogenitas Variansi .................................................................. 95
3. Pengujian Hipotesis Penelitian ............................................................... 95
a. Analisis Variansi ................................................................................. 95
b. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi .................................................... 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................ 99
1. Hipotesis Pertama .................................................................................... 99
2. Hipotesis Kedua .......................................................................................101
3. Hipotesis Ketiga .......................................................................................103
4. Hipotesis Keempat ...................................................................................105
5. Hipotesis Kelima ......................................................................................106
6. Hipotesis Keenam ....................................................................................108
7. Hipotesis Ketujuh ....................................................................................109
8. Hipotesis Kedelapan ................................................................................111
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................................113
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................................. 114
A. Simpulan ....................................................................................................... 114
B. Implikasi ...................................................................................................... 115
1. Implikasi Teoritis ................................................................................... 115
2. Implikasi Praktis .................................................................................... 116
C. Saran ............................................................................................................. 118
1. Bagi Siswa .............................................................................................. 118
2. Bagi Guru ............................................................................................... 119
3. Kepada Pihak Sekolah ........................................................................... 119
4. Kepada Peneliti/Peneliti lain ................................................................. 120
DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ 121
LAMPIRAN ............................................................................................................ 126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
M. Zainudin. 2012. The Experimentation of Indonesian Realistic Mathematics Education Learning Approach (PMRI) and Inquiry Learning Approach in Flat Side Spatial Structure Subject Matter Viewed from the Learning Style of Junior High Schools’ Students Throughout Bojonegoro Regency in the School Year of 2011/2012. THESIS. First Consultant: Drs. Tri Atmojo K., M.Sc., Ph.D., Second Consultant: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Thesis. Mathematics Education Study Program of Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.
ABSTRACT
This research aims to find out: (1) Which one providing better mathematics learning achievement in the students with inquiry learning approach, PMRI or conventional learning, (2) Which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (3) In learning with inquiry approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (4) in learning with PMRI learning approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (5) In learning with conventional learning approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (6) In the student with visual learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach, (7) In the student with auditory learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach, and (8) In the student with kinesthetic learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach.
This study was a quasi-experimental research with a 3x3 factorial design. The population of research was all VIII graders of SMPN (Public Junior High Schools) throughout Bojonegoro Regency in the school year of 2011/2012. The sample was taken using stratified cluster random sampling. The instruments used to collect data were pretest, student learning style questionnaire and learning achievement test. Before used, the questionnaire and the test were validated first by the validator. After being stated as valid by the validator, the learning style questionnaire instrument were then tried out. Having been tried out, the questionnaire instrument was analyzed for its reliability and internal consistency of each item. Meanwhile, the test instrument was analyzed for its reliability, variance, and difficulty level.
The prerequisite test included normality test using Lilliefors method and variance homogeneity test using Bartlett method. With α = 0.05. The equilibrium test on the data of pure School Examination value conducted using a one-way variance analysis with different cell. The hypothesis testing was done using a 3x3 factorial two-way variance analysis with different cell.
From the research, it could be concluded that: (1) The students taught with PMRI learning approach had learning achievement better than those taught with both inquiry and conventional learning. Meanwhile, the learning achievement of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
students with inquiry approach was better than that of those with conventional approach, (2) The learning achievement of students with auditory learning style was better than that of those with visual and kinesthetic learning style. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (3) In inquiry learning approach, the learning achievement of students with auditory learning style was better than that of those with kinesthetic learning style. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with kinesthetic learning style is same. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (4) In PMRI learning approach, the mathematics learning achievement in each learning style is same, (5) In conventional learning, the mathematics learning achievement of the students with auditory learning style was better than that of those with kinesthetic learning style, The mathematics learning achievement between the students with visual and those with kinesthetic learning style is same. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (6) In the students with visual learning style, the use of MRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning. The use of PMRI provided the mathematics learning achievement equally good with use of inquiry learning. The use of inquiry learning approach provided the mathematics learning achievement equally good with use of conventional learning, (7) In the students with auditory learning style, the use of PMRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of inquiry and conventional learning approaches. The use of inquiry learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning approach, (8) In the students with kinesthetic learning style, the use of PMRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of inquiry and conventional learning approaches. The use of inquiry learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning approach. Keywords: Inquiry learning approach, PMRI, and conventional, Learning Style
and, Mathematics Learning Achievement.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dua sumber
daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Kemajuan akan cepat dicapai bilamana didukung oleh sumber daya alam yang
mencukupi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, kemajuan
akan terhambat jika faktor sumber daya alam dan/atau sumber daya manusia
relatif terbatas.
Pengembangan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi
persaingan global ditandai oleh semakin pentingnya peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan manusia.
Akibatnya, peningkatan kualitas bidang pendidikan, khususnya yang
berorientasi pada penguasaan dan pemanfaatan IPTEK menjadi sangat
penting.
Akan tetapi, kualitas pendidikan di Indonesia masih
memprihatinkan. Berdasarkan laporan Human Development Index 2006 oleh
United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia termasuk
negara berkembang dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 0,617
(kategori menengah) dan berada di peringkat 124 dari 187 (United Nations
Development Programme, 2011: 129).
Faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
dikategorikan dalam dua masalah. Pertama, kekeliruan paradigma pendidikan
yang mendasari keseluruhan penyelenggaraan sistem pendidikan. Kedua,
berbagai masalah teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan,
seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi belajar, rendahnya
kualitas sarana fisik juga diindikasikan sebagai faktor penyebab rendahnya
kualitas pendidikan.
Rendahnya prestasi belajar matematika merupakan salah satu
permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Hasil
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
survei internasional Trends In International Mathematics And Science Study
(TIMSS) oleh puspendik yaitu skor prestasi matematika siswa kelas VIII
Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata internasional. Indonesia pada
tahun 1999 berada di peringkat ke-34 dari 38 negara, tahun 2003 berada di
peringkat ke-35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada di peringkat ke-36 dari
49 negara (Puspendik, 2011: 7). Berdasarkan data dalam Education For All
(EFA) Global Monitoring Report 2011, Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO),
menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Indonesia
masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 yang masuk
kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang mencapai posisi nomor
satu di dunia. Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65 (Herdy, 2011:
35).
Di Bojonegoro prestasi belajar matematika khususnya SMP juga
masih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang diujikan pada
Ujian Nasional (UN). Hal ini ditunjukkan pada Hasil UN siswa SMP Negeri
tahun pelajaran 2010/2011 dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro.
Tabel 1.1 Hasil UN siswa SMP Negeri Tahun Pelajaran 2010/2011 Se-
Kabupaten Bojonegoro.
Mata Ujian B.Indonesia B.Inggris MTK IPA Jumlah Nilai
Klasifikasi B B B A B
Nilai rata-rata 7,23 7,41 6,90 7,68 29,22
Nilai Terendah 1,60 1,80 1,25 1,75 10,60
Nilai Tertinggi 9,80 10,00 10,00 10,00 38,45
Standar Deviasi 1,18 1,55 1,96 1,38 4,76
(Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011)
Pada data di atas, terlihat bahwa nilai UN mata pelajaran
Matematika Tahun Pelajaran 2010/2011 untuk siswa SMP Negeri di
Kabupaten Bojonegoro mencapai maksimal 10,0 dan terendah adalah 1,25. Di
samping itu masih ada sekitar 33,52 % siswa yang nilai UN mata pelajaran
matematikanya di bawah nilai rata-rata yakni di bawah 6, 90. Di samping itu,
data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro juga
menunjukkan bahwa penguasaan materi soal matematika khususnya untuk
bangun ruang sisi datar pada daya serap kemampuan menentukan unsur-unsur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kubus atau balok sebesar 51,55%. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya
prestasi belajar matematika pada UN.
Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk memperoleh prestasi
belajar seperti yang diharapkan. Dalam mengajar guru berusaha menggunakan
pembelajaran yang tepat dan dianggap sesuai dengan kondisi, situasi dan
tujuan yang ingin dicapai agar materi yang disampaikan dapat diterima
dengan baik oleh siswa, tetapi pada kenyataannya keberhasilan seperti yang
diharapkan belum tercapai.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran itu dipengaruhi oleh
berbagai komponen yang ada di dalamnya, antara lain: tujuan, bahan atau
materi, pendekatan pembelajaran, media, guru dan siswa. Terkait dengan
pendekatan pembelajaran, berdasarkan observasi dan hasil interview dengan
guru-guru pada pertemuan MGMP matematika di kabupaten Bojonegoro,
pembelajaran matematika pada beberapa sekolah, hingga saat ini pada
umumnya masih menggunakan pembelajaran konvensional yang cenderung
berjalan searah, berpusat pada guru (teacher centered). Guru aktif
mentransfer pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa menerima pelajaran
dengan pasif. Matematika diajarkan sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan
sebagai proses. Akibatnya, ide-ide kreatif siswa tidak dapat berkembang,
kurang melatih daya nalar dan tidak terbiasa melihat alternatif lain yang
mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa hanya
mampu mengingat dan menghafal rumus atau konsep matematika tanpa
memahami maknanya sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam
memahami konsep atau materi yang diberikan.
Pembelajaran yang selama ini hanya terpusat pada guru hendaknya
diubah menjadi pembelajaran yang selain mengaktifkan guru juga
mengaktifkan siswa. Siswa diberikan pembelajaran yang bermakna dan diberi
kesempatan untuk menemukan kembali serta mengkonstruksi sendiri ide
matematika, sehingga siswa dapat memahami apa yang mereka pelajari dan
mengaplikasikan pada penyelesaian masalah sedangkan guru membimbing
siswa agar mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sehubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dengan itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang selain mengaktifkan
guru juga mengaktifkan siswa seperti pendekatan kontekstual, pendekatan
inkuiri, Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dan sebaginya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto (2010:
72), pembelajaran dengan pendekatan penemuan lebih baik daripada
pembelajaran konvensional. Pembelajaran inkuiri merupakan suatu
pendekatan pembelajaran penemuan yang paling baik untuk permulaan bagi
para guru yang baru menggunakan pendekatan pembelajaran yang
mengaktifkan siswa dan dapat digunakan dalam mempelajari bangun ruang
sisi datar karena pada pokok bahasan tersebut terdapat di sekeliling siswa
sehingga siswa dapat aktif mempelajari lebih mendalam. Pembelajaran inkuiri
juga termasuk pendekatan pembelajaran pada rumpun pemrosesan informasi.
Menurut Indrawati yang dikutip oleh Trianto (2007: 134), bahwa suatu
pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui
pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Sedangkan
inkuiri menurut Richards yang dikutip oleh Merrilyn Goos (2004):
Thus, the practices and beliefs developed within reform
classrooms frame learning as participation in a community of
practice characterized by inquiry mathematics-where students
learn to speak and act mathematically by participating in
mathematical discussion and solving new or unfamiliar
problems.
Dalam pembelajaran inkuiri siswa dilatih berpikir kreatif dan kritis seperti
peneliti dalam menyelesaikan permasalahan, dimulai dari pengajuan
pertanyaan dan kemungkinan jawaban yang dikemukakan siswa, kemudian
mengajukan hipotesis-hipotesis dan hipotesis yang mempunyai kemungkinan
jawaban yang mengarah pada pertanyaan yang telah diajukan dipilih untuk
dianalisis guna mencari kesimpulan akhir. Dengan demikian, pendekatan
pembelajaran inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran dengan dasar teori
belajar kontruktivisme yang menekankan keaktifan siswa untuk
mengontruksikan sendiri konsep matematika melalui permasalahan dalam
matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Selain pendekatan inkuiri, pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari
adalah pendekatan pembelajaran PMRI. Akan tetapi, pada pendekatan
pembelajaran PMRI, siswa diberikan suatu permasalahan kontekstual untuk
menemukan kembali konsep yang dipelajari, sehingga perlu dibandingkan
antara pendekatan pembelajaran inkuiri dengan PMRI yang merupakan
pendekatan pembelajaran dengan dasar teori belajar kontruktivisme dan
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata untuk menentukan mana
yang lebih efektif digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya
pokok bahasan bangun ruang sisi datar khususnya bangun ruang kubus, balok,
prisma, dan limas. Van de Heuvel-Penhuizen seperti dikutip oleh Ria Noviana
Agus (2010: 24) mengatakan bahwa bila anak belajar matematika terpisah
dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak
dapat mengaplikasikan matematika. Ini berarti bahwa pembelajaraan
matematika ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika
dengan pengalaman anak sehari-hari. Pembelajaran PMRI merupakan salah
satu pembelajaran dengan bimbingan guru yang dilandasi oleh konsep
Freudenthal yaitu matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata, berada
dekat dengan siswa, relevan dengan kehidupan masyarakat dan materi-materi
harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia.
Dengan demikian, materi-materi matematika harus dapat menjadi
aktivitas siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
matematika melalui aktifitas yang dilakukan sendiri dan sesuai dengan tingkat
kognitif siswa. Sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, artinya
materi-materi tersebut dapat dibayangkan oleh siswa. Siswa yang terbiasa
berpikir konkret akan lebih mudah memahami matematika jika diberikan
materi yang konkret. Dan pada akhirnya seluruh siswa mampu memahami
materi yang diajarkan guru, sehingga keberhasilan proses pembelajaran dapat
dicapai.
Selain pendekatan pembelajaran, faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan suatu proses pembelajaran adalah siswa sendiri. Pada diri siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mempunyai karakteristik yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa
antara lain: latar belakang pengetahuan, taraf pengetahuan, motivasi belajar,
gaya belajar, tingkat kematangan, kemampuan awal, lingkungan sosial
ekonomi, kecerdasan, motivasi belajar, dan lain-lain. Terkait dengan gaya
belajar, gaya belajar merupakan cara belajar siswa yang lebih disukai dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.
Menurut Adi W. Gunawan yang dikutip oleh Ria Noviana Agus (2010: 3),
hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan dengan gaya
belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang
jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak
sejalan dengan gaya belajar mereka. Sehingga, pemahaman guru tentang
perbedaan gaya belajar siswa dapat memudahkan guru memberi perlakuan
atau solusi terhadap setiap kesulitan belajar pada pembelajaran konvensional,
inkuiri maupun PMRI.
Pembelajaran konvensional yang cenderung memberikan materi
melalui ceramah akan memudahkan bagi siswa dengan gaya belajar auditori
karena dengan mendengarkan siswa dapat dengan mudah memahami materi
yang dipelajari, tetapi belum tentu bagi siswa dengan belajar visual yang
maupun kinestetik, yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan memahami
materi yang sedang dipelajari karena materi tidak dapat dilihat dan tidak
memerlukan keterlibatan siswa secara langsung. Pembelajaran inkuiri yang
memberikan kebebasan siswa mengajukan pertanyaan sebagai permasalahan
pada awal pembelajaran akan memudahkan siswa dengan gaya belajar
auditori yang fasih berbicara, tetapi belum tentu memberikan kemudahan bagi
siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik yang cenderung tidak
fasih berbicara. Hal ini yang menarik untuk dibandingkan dengan
pembelajaran PMRI dimana permasalahan diberikan kepada guru sehingga
siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik akan lebih mudah
dalam memulai pembelajaran dan berlatih mengutarakan pertanyaan terhadap
masalah yang belum dipahami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa
masalah, yaitu:
1. Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa yang berakibat pada
rendahnya prestasi belajar matematika. Ada kemungkinan kesulitan yang
dialami siswa disebabkan oleh kurang tepatnya pendekatan pembelajaran
yang digunakan guru. Dari dugaan ini muncul sebuah permasalahan yang
menarik untuk dilakukan penelitian, yaitu apakah pemilihan pendekatan
pembelajaran yang tepat oleh guru dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
2. Terdapat kemungkinan penyebab lain rendahnya prestasi belajar siswa
adalah karena rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Dari hal ini juga menarik untuk dilakukan penelitian, yaitu untuk
mengetahui apakah dengan pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat
dan yang dapat meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dapat
diteliti pula apakah pendekatan pembelajaran inkuiri dan PMRI dapat
meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
3. Penggunaan pembelajaran konvensional yang cenderung berjalan searah,
berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa dalam belajar mengajar
sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami konsep atau
materi yang diberikan. Oleh karena itu, cukup menarik dilakukan
penelitian untuk mengetahui apakah jika pendekatan pembelajaran diubah
maka prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Dapat diteliti pula apakah
jika pendekatan pembelajarannya adalah Pembelajaran inkuiri dan PMRI
maka prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik dari pada
pendekatan konvensional. Selanjutnya dapat diteliti manakah
pembelajaran lebih baik antara PMRI, inkuiri, dan konvensional dalam hal
prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika, khususnya pada materi
bangun ruang sisi datar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
4. Terdapat kemungkinan menyebabkan tinggi rendahnya prestasi belajar
matematika siswa adalah karakteristik yang dimiliki siswa. Salah satu
karakteristik yang dimiliki siswa adalah gaya belajar. Dari kemungkinan
ini dapat dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah gaya belajar
menyebabkan tinggi rendahnya prestasi belajar matematika siswa.
5. Terdapat kemungkinan masih belum diperhatikannya oleh guru
karakteristik pada siswa, terutama gaya belajar yang dimiliki siswa, yang
dikaitkan pendekatan pembelajaran yang digunakan guru, yang mungkin
berakibat belum optimalnya prestasi belajar matematika siswa. Dari
dugaan ini muncul sebuah permasalahan yang menarik untuk dilakukan
penelitian, yaitu apakah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat
tersebut cocok untuk berbagai gaya belajar. Dapat juga diketahui apakah
pemilihan pendekatan pembelajaran ini cocok untuk berbagai gaya belajar
pada pelajaran matematika. Dapat diteliti pula apakah jika pendekatan
pembelajaran PMRI, inkuiri, dan konvensional cocok untuk berbagai gaya
belajar pada pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan bangun
ruang sisi datar.
C. Pemilihan Masalah
Suatu penelitian yang dilakukan dengan banyak pertanyaan dalam
waktu yang sama bisa jadi kurang cermat dalam mengamati perubahan
perilaku subjek penelitian, sehingga hasil penelitian yang diperoleh juga
mungkin kurang akurat. Untuk menghindari kekurangcermatan dan
kekurangakuratan tersebut, maka pada penelitian ini dipilih masalah ketiga,
yakni membandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang dikenai
tiga pendekatan pembelajaran yang berbeda, yaitu pendekatan pembelajaran
inkuiri, PMRI, dan konvensional. Alasan dipilihnya masalah ketiga ini karena
perlu dilakukannya inovasi pada pembelajaran matematika dengan
menerapkan suatu pendekatan pembelajaran inovatif yang didasarkan pada
teori belajar kontruktivisme dan tetap melibatkan pendekatan pembelajaran
konvensional sebagai kontrol untuk mengetahui efektivitas pendekatan ketiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pendekatan pembelajaran tersebut. Inovasi pembelajaran tersebut dilakukan
dengan menerapkan pendekatan pembelajaran inkuiri dan PMRI.
Pada penelitian ini juga dipilih masalah keempat, yaitu
membandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki
gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Alasan dipilihnya masalah kelima
ini karena setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda. Kegiatan
pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik akan
memudahkan peserta didik untuk menerima, mengolah, dan
mengorganisasikan informasi (terkait dengan cara merasakan, mengingat,
memikirkan, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan).
Selain masalah ketiga dan keempat, pada penelitian ini juga dipilih
masalah kelima, yaitu membandingkan efektivitas penerapan pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional pada masing-masing gaya
belajar. Alasan dipilihnya masalah kelima ini karena pada dasarnya
pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional memiliki
karakteristik yang berbeda. Karakteristik pada pendekatan pembelajaran
inkuiri adalah kecenderungan melibatkan siswa untuk mengontruksi konsep
melalui permasalahan dalam matematika. Sedangkan, karakteristik pada
pendekatan pembelajaran PMRI adalah keterlibatan siswa mengontruksi
konsep dengan mengaitkan materi ke dunia nyata siswa. Berbeda dengan
pendekatan pembelajaran konvensional yang cenderung memberikan konsep
kepada siswa dalam bentuk jadi. Sedangkan setiap peserta didik memiliki
kemampauan berbeda dalam menerima dan mengolah informasi hingga
memahai suatu konsep. Perbedaan kemampuan peserta didik dalam menerima
dan mengolah informasi tersebut dipengaruhi oleh gaya belajar, yakni peserta
didik dengan gaya belajar visual yang cenderung lebih mudah menerima dan
mengolah informasi melalui indera penglihatan, peserta didik dengan gaya
belajar auditori yang cenderung lebih mudah menerima dan mengolah
informasi melalui indera pendengaran, dan peserta didik dengan gaya belajar
kinestetik yang cenderung lebih mudah menerima dan mengolah informasi
melalui gerak otot. Dengan mengetahui pendekatan pembelajaran matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang efektif untuk masing-masing gaya belajar diharapkan mampu
mengoptimalkan prestasi belajar matematika peserta didik.
D. Pembatasan Masalah
Oleh karena terbatasnya kemampuan, maka pembatasan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII di SMP Negeri se-
Kabupaten Bojonegoro semester Genap tahun pelajaran 2011/2012.
2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan
pembelajaran konvensional, inkuiri dan PMRI pada pokok bahasan
bangun ruang sisi datar dengan standar kompetensi menggunakan sifat-
sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan
ukurannya. Pendekatan pembelajaran konvensional merupakan
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan cara memberi materi
melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Inkuiri
merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan
masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
Sedangkan pendekatan pembelajaran PMRI merupakan pembelajaran yang
tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan
dengan contoh-contoh. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu
diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui
penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal
pembelajaran. Sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas yang dimaksud
adalah rusuk, titik sudut, diagonal ruang, diagonal bidang, bidang
diagonal, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume.
3. Gaya belajar adalah cara yang lebih efektif digunakan seseorang dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.
Gaya belajar yang dimaksud adalah gaya belajar yang dominan dimiliki
siswa, yakni gaya belajar gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.
4. Prestasi belajar matematika siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII SMP se-Kabupaten Bojonegoro semester
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Genap tahun pelajaran 2011/2012 pada pokok bahasan bangun ruang sisi
datar dengan standar kompetensi menggunakan sifat-sifat kubus, balok,
prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik, pada siswa dengan pendekatan pembelajaran inkuiri,
PMRI atau konvensional?
2. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik,
siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?
3. Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, manakah yang
menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki
gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?
4. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PMRI, manakah
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang
memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?
5. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konvensional,
manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa
yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?
6. Pada siswa yang memiliki gaya belajar visual, manakah pembelajaran
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?
7. Pada siswa yang memiliki gaya belajar auditori, manakah pembelajan
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?
8. Pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, manakah pembelajaran
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
F. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
yang akan dicapai adalah untuk mengetahui:
1. Manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik, pada siswa dengan pendekatan pembelajaran inkuiri,
PMRI atau siswa dengan pembelajaran konvensional.
2. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik,
siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.
3. Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa dengan gaya belajar
mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa
yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.
4. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PMRI, siswa dengan
gaya belajar mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih
baik, siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.
5. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konvensional, siswa
dengan gaya belajar mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika
lebih baik, siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau
kinestetik.
6. Pada siswa yang memiliki gaya belajar visual, manakah pembelajaran
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.
7. Pada siswa yang memiliki gaya belajar auditori, manakah pembelajan
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.
8. Pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, manakah pembelajaran
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan
calon guru dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
meningkatkan prestasi belajar siswa berdasarkan karakteristik gaya belajar
pada siswa.
2. Menambah pengetahuan tentang gaya belajar dan mengaplikasikan dalam
proses pembelajaran.
3. Bagi siswa diharapkan bisa belajar sesuai dengan gaya belajar yang
dimiliki, sehingga bisa digunakan untuk membantunya mengolah
informasi secara optimal pada segala bidang. Selain itu diharapkan siswa
lebih senang terhadap matematika dan prestasi belajar semakin meningkat.
4. Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian pendekatan
pembelajaran inkuiri dan PMRI lebih lanjut dengan memperluas dan
memperdalam lingkup penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi Belajar Matematika
1. Pengertian Belajar
Pengartian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-
Gredler sesuai yang dikutip oleh Udin S. Winataputra, dkk. (2007: 1.5) yang
menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan beraneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh
secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua
melalui proses belajar sepanjang hayat.
Sedangkan Gagne yang dikutip oleh Martinis Yamin (2008: 122),
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah
perilakunya diakibatkan pengalaman. Gagne, seperti yang dikutip oleh Trianto
(2007: 12) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan
kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi
internal merupakan merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil
terdahulu. Sedangkan eksternal merupakan meliputi aspek atau benda yang
dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Sebagai hasil belajar
(learning outcomes), Gagne, menyatakan dalam lima kelompok, yaitu
intelectual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan
attitude.
Gagne lebih lanjut menekankan pentingnya kondisi internal dan
eksternal dalam suatu pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang
diharapkan. Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata
pembelajaran yang mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar informasi
yang baru dapat dipahami dengan baik. Kondisi eksternal bertujuan antara lain
merangsang ingatan siswa, penginformasian tujuan pembelajaran,
membimbing belajar materi yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa
menghubungkannya dengan informasi baru.
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Terkait dengan memberikan kesempatan kepada siswa
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang dimiliki, dalam
kutipan Evaline Siregar dan Hartini Nara (2010: 39), Glaserfeld, Bettencourt
dan Matthews, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang
merupakan hasil kontruksi (bentukan) orang itu sendiri. sementara Piaget,
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari pengalamannya, proses pembentukkan berjalan terus
menerus dan setiap kali terjadi rekontruksi karena adanya pemahaman yang
baru. Sedikit berbeda dengan para pendahulunya, Lorsbach dan Tobin,
mengemukakan bahwa pengetahuan ada dalam diri seseorang yang
mengetahui, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seseorang kepada orang lain. Siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang
telah diajarkan dengan kontruksi yang telah dibangunnya.
Dengan demikian, guru tidak dapat begitu saja memberikan
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun
pengetahuan dalam pikiran siswa sendiri, sebagaimana dinyatakan oleh
Fosnot dalam Michael O‟Loughlin (1992) bahwa: ”Learning needs to be
conceived of as something a learner does, not as something that is done to a
learner”.
Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
beraneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap melalui pengalaman
mengkontruksikan informasi baru dengan pengalaman yang telah dimiliki.
2. Prestasi Belajar
Prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 895)
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang
diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah (1994: 23)
prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas
dalam belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Di lingkungan pendidikan, istilah prestasi ditunjukan untuk
menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan dari usaha yang
dilakukan. Jika dikaitkan dengan konsep belajar, maka pengertian akan
mengarah pada satu tujuan belajar. Hal ini menjelaskan bahwa prestasi
adalah hasil yang telah dicapai siswa yang dilakukan melalui tes, prestasi
hasil belajar yang bertujuan untuk memperoleh gambaran daya serap siswa
untuk menerapkan tingkat prestasi atau tingkat keberhasilan siswa terhadap
suatu bahasan.
Prestasi belajar dapat diartikan juga sebagai tingkat penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru. Sehingga dapat disimpulkan prestasi belajar matematika adalah hasil
yang telah dicapai berupa tingkat penguasaan setelah mengikuti suatu proses
kegiatan untuk memperoleh perubahan penguasaan pengetahuan dalam bidang
matematika. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa dapat digunakan
sebagai umpan balik bagi pengajar dalam menentukan bimbingan bagi peserta
didik guna meningkatkan prestasi peserta didik. Di sekolah-sekolah prestasi
peserta didik pada umumnya dapat diketahui dari buku laporan pendidikan
siswa (buku raport) yang diberikan pada tiap akhir semester.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai siswa dalam proses
belajar yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu yang ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Prestasi belajar juga merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor
yang mempengaruhi baik dari dalam diri siswa itu sendiri (faktor intern)
maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern). Adapun
faktor-faktor intern dan ekstern yang dimaksud dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Faktor internal
Faktor internal dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
1). Keadaan fisik
Kondisi badan, gangguan penyakit dan lain-lain akan mempengaruhi
efisiensi dan kegiatan siswa untuk belajar karena badannya mudah
lelah, malas melakukan kegiatan-kegiatan, malas berpikir dan
sebagainya akibatnya akan mempengaruhi prestasi belajar.
2). Keadaan psikis
Faktor-faktor psikis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara
lain :
a) Kemampuan awal
b) Intelegensi/kecerdasan
c) Motivasi belajar
d) Minat belajar
e) Keseimbangan kepribadian
f) Kedisiplinan
g) Aktivitas belajar
h) Gaya belajar
b. Faktor eksternal
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan masyarakat
3) Guru
4) Pendekatan pembelajaran
Pada penelitian ini dibahas tentang faktor gaya belajar yang
merupakan faktor dari dalam diri siswa sedangkan faktor dari luar siswa
berupa pendekatan pembelajaran.
3. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Dari pengertian belajar dan prestasi belajar yang telah diuraikan di
atas dapat dibuat kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil
yang telah dicapai dari proses yang telah dilakukan untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman di bidang matematika untuk mengembangkan
keterampilan dalam mata pelajaran matematika yang ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka yang diberikan oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. Pendekatan Pembelajaran
1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
W. Gulo dalam Evaline dan Hartini Nara (2010: 75) menyatakan
bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu pandangan dalam
mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara
Perceival dan Ellington, mengemukakan dua kategori pendekatan
pembelajaran, kedua kategori pendekatan tersebut adalah pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher oriented) dan pendekatan
pembelajaran berorientasi siswa (learner oriented).
Akhmad Sudrajat (2008: 3) menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoritis tertentu.
Syaiful Sagala (2006: 68) mengemukakan bahwa pendekatan
pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam
mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi
bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan
menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat
kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang teritegrasi
dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran ini untuk
mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga
mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan
guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dalam mengupayakan cara
siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pembelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah
pendekatan PMRI, pendekatan inkuiri dan pembelajaran konvensional.
2. Pendekatan Pembelajaran PMRI
a. Latar Belakang Pembelajaran PMRI
Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran
matematika di negeri Belanda yang dikenal dengan nama Realistic
Mathematics Education (RME). Pendekatan pembelajaran ini merupakan
reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math) di Amerika
dan pembelajaran matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang
sebagai “mechanistic mathematics education”, dimana guru menerangkan
konsep-konsep pada siswa kemudian memberi contoh sebagai pemahaman
materi untuk diaplikasikan pada soal-soal yang diujikan. Dengan
demikian, komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan
siswa menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar
menjadi kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian
guru, mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Seperti yang
dikemukakan oleh Cawley & Parmar, (2001); Stoddart et all. (2002):
The conceptual approach only considers scientific knowledge
that helps students make sense of their surroundings as
meaningful. Within such a conceptual approach, students act as
involved performers instead of detached observers, and their
comprehension of the subject matter is contextually contingent
and grounded in experience.
Pada pembelajaran konseptual, konsep diberikan terlebih dahulu
untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah, sehingga kemungkinan
siswa akan lebih mudah melupakan. Sedangkan dalam pembelajaran
dengan paradigma madern, konsep dikontruksikan sendiri oleh siswa
melalui masalah yang dihadapi sehingga siswa akan lebih mudah dalam
menghadapi masalah yang lain.
Menurut Zamroni yang dikutip oleh Hadi (2003: 45) paradigma
pembelajaran matematika modern menekankan bahwa proses pendidikan
formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning)
daripada mengajar (teaching);
2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;
3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang
memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan
4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa
berinteraksi dengan lingkungan.
Sehubungan dengan pendapat tentang pradigma pendidikan baru
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa
harus senantiasa diaktifkan dalam menggali pengetahuannya, pendidikan
saat ini harus mengikuti perkembangan zamannya, dalam pendidikan
perlunya penyesuaian dengan kemampuan yang dimiliki anak, dan
pendidikan hendaknya tidak semata-mata terjadi di kelas saja. Selanjutnya
Sutarto Hadi (2003: 12) bahwa PMRI mempunyai konsep tentang siswa,
peran guru, dan proses pengajaran yang membedakan dengan pendekatan
belajaran lainnya.
a. Konsep Terhadap Siswa
PMRI memiliki konsep tentang siswa sebagai berikut:
1) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide
matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;
2) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;
3) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali, dan penolakan;
4) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam pengalaman;
5) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematik.
b. Konsep Terhadap Guru
PMRI mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1) Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
2) Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif
menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu
siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
4) Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,
melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik
maupun sosial.
c. Konsep Terhadap Pengajaran
Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek
berikut:
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi
siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga
siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna:
1) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
2) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
3) Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,
menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain;
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran PMRI merupakan pembelajaran yang tidak dimulai dari definisi,
teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh. Namun
sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali
oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di
awal pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. Prinsip Pembelajaran PMRI
Menurut de Lange yang dikutip oleh Marpaung (2008: 6), ada tiga
prinsip pokok dari RME, yaitu:
1. Mathematics as a human activity,
2. Mathematics should be reinvented, and
3. Intelectual autonomy of the students.
Sedangkan Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada
tiga prinsip kunci (utama) dalam PMRI. Ketiga prinsip tersebut dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
1. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara
progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)
Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam PMRI melalui
penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal
pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan
secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakan-
akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip,
sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep,
prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.
Prinsip ini mengacu pada pandangan konstruktivisme, yang
menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan
melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa
sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri
pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik,
yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi
matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMRI, didasarkan atas
dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi
materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk
dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-
poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMRI ini
menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk
memperkenalkan materi-materi matematika kepada siswa. Hal itu
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah
kontekstual yang disajikan dengan: (1) materi-materi matematika yang
diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika
yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
3. Mengembangkan sendiri model-model (self developed models)
Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan
matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam
menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk
membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah
kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu,
sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip
atau jelas terkait dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan
langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa
sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan
berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju ke arah
pengetahuan matematika formal. Dalam PMRI diharapkan terjadi
urutan belajar yang bottom up, dengan urutan:
“dari situasi nyata” “model dari situasi itu” “model ke arah
formal” “pengetahuan formal” Soedjadi (2001 b: 4).
Sedangkan dari kutipan Marpaung (1996: 15), Van den Heuvel-
Panhuizen merumuskan prinsip RME sebagai berikut:
1. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si
pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam
pembelajaran matematika. Si pembelajar bukan insan yang pasif
menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif secara fisik
teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi,
mengkontruksi pemgetahuan matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogiyanya dimulai dengan
masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan
oleh siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa daripada
masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran
dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan
tertarik untuk belajar. Secara gradual siswa kemudian dibimbing ke
masalah-masalah matematis formal.
3. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati
berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi
suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui
skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai
mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang
formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah
melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah
lain yang ekuivalen.
4. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika
jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah,
tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan
antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika adalah
relasi-relasi. Secara psikologis hal-hal yang berkaitan akan lebih
mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang
daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.
5. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial.
Kepada siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan
strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk
ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan
strateginya menemukan hal itu serta menanggapinya. Melalui diskusi,
pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep menjadi lebih
mendalam dan siswa terdorong untuk melakukan refleksi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memungkinkan dia menemukan insight untuk memperbaiki strateginya
atau menemukan solusi suatu masalah.
6. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan
„terbimbing‟ untuk “menemukan kembali (re-invent)” pengetahuan
matematika. Guru menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan
siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka, bukan
mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa. Guru perlu mengetahui
karakteristik setiap siswanya, agar dia lebih mudah memantu mereka
dalam proses pengkonstruksian pengetahuan.
c. Karakteristik PMRI
Sebagai operasionalisasi prinsip utama PMRI, menurut
Freudenthal yang dikutip oleh Gravemeijer (1994:114-115), PMRI
memiliki lima karakteristik, diuraikan sebagai berikut:
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual
sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya
dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai
dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi
awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan
yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau
mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree yang dikutip oleh
Suherman, dkk. (2003:149-150), masalah kontekstual dalam PMRI
memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam
pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar
matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3)
untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi
matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya
dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas
yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2. Menggunakan model, skema, diagram dan simbol-simbol
Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang
dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan
jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi
nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa
membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang
merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan
dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari
proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal.
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai
strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai
prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang
besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan
dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan
dan dihargai.
4. Proses pembelajaran yang interaktif (interactive)
Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa,
siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal
penting dalam PMRI. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi,
penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan
untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-
bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh
siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.
5. Terkait dengan topik lainnya (intertwining)
Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga
keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu
dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh
karena itu dalam PMRI pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika
merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan
pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih
efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.
Selanjutnya Marpaung (1995) menyebutkan bahwa dalam
karakteristik PMRI perlu adanya unsur-unsur yang mendukung
terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan PMRI di sekolah-sekolah.
Unsur-unsur pendekatan yang dimaksud, yakni pendekatan SANI, yaitu
santun, terbuka, dan komunikatif sebagai salah satu karakteristik PMRI
yang dirumuskan sebagai berikut:
1) Murid aktif, guru aktif (matematika sebagai aktivitas manusia);
2) Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual/realistik;
3) Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan
cara sendiri;
4) Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenagkan;
5) Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau
besar);
6) Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai,
pegi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data);
7) Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa
dan siswa, juga antara siswa dan guru;
8) Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan
model);
9) Guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani);
10) Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan
dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (SANI dan
menghargai pendapat siswa).
Berdasarkan hasil penelitian Marpaung (1995), pendekatan SANI
ini dapat merubah persepsi siswa tentang matematika dari hal yang
menakutkan menjadi tidak menakutkan. Jika siswa dapat didorong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(dimotivasi) untuk berani mengajukan pendapat, menyampaikan gagasan
atau ide dan dihargai pendapatnya (termasuk walaupun yang dikatakan
salah) dan dikembangkan rasa percaya dirinya, maka peluang mereka mau
mempelajari matematika akan meningkat.
Terkait dengan hal tersebut, hendaknya pembelajaran matematika
di sekolah haruslah bermakna dan berguna bagi anak dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Soal kontekstual matematika adalah merupakan soal-
soal matematika yang menggunakan berbagai konteks sehingga
menghadirkan situasi yang pernah dialami secara real bagi anak. Pada soal
tersebut, konteksnya harus sesuai dengan konsep matematika yang sedang
dipelajari. Konteks itu sendiri dapat diartikan dengan situasi atau
fenomena/kejadian alam yang terkait dengan konsep matematika yang
sedang dipelajari.
Sementara itu dalam PMRI soal-soal yang digunakan adalah soal-
soal yang berkonteks sebagai titik awal bagi siswa dalam mengembangkan
pengertian matematika dan sekaligus menggunakan konteks tersebut
sebagai sumber aplikasi matematika.
Menurut de Lange yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33), ada
empat macam masalah konteks atau situasi, yaitu:
1) Personal Siswa
Situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa baik di
rumah dengan keluarga, dengan teman sepermainan, teman sekelas
dan kesenangannya.
2) Sekolah/Akademik
Situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah, di
ruang kelas, dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses
pembelajaran.
3) Masyarakat/Publik
Situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar
dimana siswa tersebut tinggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
4) Saintifik/Matematik
Situasi yang berkaitan dengan fenomena dan substansi secara saintifik
atau berkaitan dengan matematika itu sendiri.
Tujuan penggunaan konteks adalah untuk menopang terlaksananya
proses guided reinvention (pembentukan model, konsep, aplikasi, dan
mempraktekkan skill tertentu). Selain itu, penggunaan konteks dapat
memudahkan siswa untuk mengenali masalah sebelum memecahkannya.
Konteks dapat dimunculkan tidak harus pada awal pembelajaran tetapi
juga pada tengah proses pembelajaran, dan pada saat asesmen atau
penilaian.
Menurut Van Reeuwijk yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33),
secara umum dalam PMRI konteks berguna untuk pembentukan konsep,
akses dan motivasi terhadap matematika, pembentukan model,
menyediakan alat untuk berpikir menggunakan prosedur, notasi, gambar
dan aturan, realitas sebagai sumber dan domain aplikasi, dan latihan
kemampuan spesifik di situasi-situasi tertentu.
d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI
Amin Fauzi (2002:11) mengemukakan langkah-langkah di dalam
proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai
berikut:
1. Tahap pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru
memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan
meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2. Tahap kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam
memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan
petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-
bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3. Tahap ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara
individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka
sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan
soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan
cara mereka sendiri.
4. Tahap keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu
guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara
berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka
miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar
untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5. Tahap kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
3. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
Kuslan Stone yang dikutip oleh Dahar (1991: 20) mendefinisikan
pendekatan inkuiri sebagai pengajaran dimana guru dan anak mempelajari
peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa
para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu pembelajaran
yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan
pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas (Hamalik, 1991: 25).
Sedangkan Wilson yang dikutip oleh Trowbridge (1990: 53),
menyatakan bahwa pendekatan inkuiri adalah sebuah proses pengajaran
yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Menurut Bruce & Bruce
(1992: 73), Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid
bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan
pengetahuan berpikir rasional. Senada dengan pendapat Bruce & Bruce ,
Cleaf (1991: 85) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu
pembelajaran yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Siswa
diberikan kesempatan untuk mengkontruksi konsep sendiri, bukan
diberikan konsep oleh guru untuk memecahkan masalah yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sehingga konsep yang dikontruksi siswa sendiri akan lebih bermakna dan
menjadi memori dalam jangka panjang. Pembelajaran yang menekankan
pada proses diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa sehingga
terbiasa menyelesaikan permasalahan dalam sehari-hari, seperti yang
diungkapkapkan oleh Duffy dan Raymer yang dikutip oleh Michael Clark
(2011):
The student’s abilities to transfer information to future situations
is enhanced due to the fact that the inquiry based learning
situations closely align with the situations that will be seen in
future careers.
Inkuiri merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan
menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang
digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-masalah dan
menemukan informasi.
Sementara itu, Wina Sanjaya (2011: 196) menjelaskan bahwa
pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menenkankan pada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pada buku yang
sama, Wina Sanjaya (2011: 197) menyatakan pembelajaran inkuri bentuk
dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student
centered approach). Lebih dalam lagi, Trowbridge (1990: 76) menjelaskan
pendekatan inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki
masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,
menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah
tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari
pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang
berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.
Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien (2002: 70) dan
Roestiyah (2003: 28) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai
tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang
lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis
data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin
tahu, terbuka dan sebagainya. Sehingga pembelajaran inkuiri
memungkinkan siswa aktif karena memegang peran yang sangat dominan
dalam proses pembelajaran, pun demikian dengan guru harus aktif
mengelola pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan
lancar. Guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing ketika siswa
mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Metzler dalam
Glyn Thomas (2007):
Explained that in discovery-learning: the teacher’s main
function is to stimulate thinking, which leads to development in
the psychomotor domain; questions become the most prominent
discourse; the teacher is seen as the facilitator of student
learning who prompts students with carefully thought-out
questions to promote student exploration and creativit.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan
masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi,
dalam pendekatan inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik
untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.
b. Tingkatan Inkuiri
Tingkatan inkuiri berdasarkan variasi bentuk keterlibatannya dan
intensistas keterlibatan siswa, yaitu
1) Inkuiri Tingkat Pertama
Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri yang
permasalahannya dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku
teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap
masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing (guided Inquiry)
menurut kriteria Bonnstetter, (2000); Marten-Hansen, (2002), dan
Oliver-Hoyo, et al (2004). Sedangkan Orlich, et al (1998)
menyebutnya sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning)
karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban
terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya.
Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola
dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat
diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
mendasar dalam bidang ilmu tertentu.
Orlich, et al (1998) menyatakan ada beberapa karakteristik dari
inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa
mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik
hingga membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah
mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian
menyusun generalisasi yang sesuai, (3) guru mengontrol bagian
tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan
berperan sebagai pemimpin kelas, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk
membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam
kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium
pembelajaran, (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan
diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa untuk
mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat
dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.
2). Inkuiri Bebas
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga menurut Callahan et al , (1992)
dan Bonnstetter, (2000) dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas
(unguided Inquiry) menurut definisi Orlich, et al (1998). Dalam inkuiri
bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan
merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji
gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih
keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis
argumen dan data, membangun dan mensintesis ide-ide baru,
memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta
menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa
untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar
lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang dilakukan oleh para
ahli.
Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri bebas
ialah: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan
observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar adalah
proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian
mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya
mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4)
dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam kelas menjadi
penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6)
kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi
serta melalui interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi
generalisasi yang dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa
untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat
bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri
Menurut Wenning (2004), ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah:
1. Students learn about science as both process and product.
2. Students learn science with considerable understanding.
3. Students learn that science is a dynamic cooperative, and
accumulative process.
4. Students learn the content and values of science by working like
scientists.
5. Students learn about the nature of science and scientific knowledge.
6. Students can come together in cooperative groups to develop the
mental operations and habits of mind that are essential to developing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
strong content knowledge, appropriate scientific dispositions, and an
understanding of both the nature of science and scientific knowledge.
7. students can receive the motivation they need to learn science and
pursue science-related careers.
Jadi ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah:
1. Menggunakan keterampilan proses;
2. Siswa berkeinginan untuk menemukan pemecahan masalah;
3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri;
4. Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau
eksperimen;
5. Siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan melakukan
eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan
sumber lain;
6. Siswa melakukan penelitian secara individu/kelompok untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam menguji hipotesis;
7. Siswa mengolah data dan menarik kesimpulan.
Ciri khusus pembelajaran inkuiri adalah menemukan.
Menemukan adalah proses penting dalam pembelajaran agar retensinya
kuat dan muncul kepuasan tersendiri bagi siswa dibandingkan dengan
melalui diwariskan atau disampaikan dalam bentuk jadi tanpa melaui
proses yang dilakukan oleh siswa sendiri. Dalam pengertian menemukan
sebagai inquiry, prinsip ini mempunyai seperangkat siklus, yaitu:
observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, dan
menyimpulkan. Dengan inkuiri, siswa dalam kelas dapat belajar untuk
berbicara dan bersikap secara matematika, sebagaimana yang ditulis
Richard yang dikutip oleh Merrilyn Goos (2004): “by inquiry
mathematics, student learn to speak and act mathematically by
participating in mathematical discussion and solving new or unfamiliar
problem”.
Selain menemukan, dalam pembelajaran inkuiri terdapat ciri
khusus bertanya. Bertanya merupakan jiwa dalam pembelajaran. Bertanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Dalam bentuk formalnya sebagai
salah satu kegiatan dalam mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan
sebuah konsep. Bentuknya bisa dilakukan guru langsung kepada siswa
atau justru memancing siswa untuk bertanya.kepada guru, kepada siswa
lain atau kepada orang lain secara khusus. Dengan demikian, siswa akan
lebih mengerti tentang materi yang dipelajarinya dan dapat
mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah matematika yang
dihadapi. Hal tersebut seperti yang ditulis Pape, J. Stephen (2004), “the
more successful students provided evidence that they translate and
organized the given information by rewriting it on paper and they used the
context to support their solutions”.
Pada pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar berpikir sendiri untuk menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi
intelektual dan mencegah siswa untuk belajar pada tingkat verbal, seperti
menghafal definisi-definisi sehingga materi pelajaran dapat diingat lebih
lama. Dengan demikian, pembelajaran pada pendekatan pembelajaran
inkuiri terpusat pada siswa. Terkait dengan pembelajaran terpusat pada
siswa, maka pendekatan pembelajaran inkuiri sesuai teori pembelajaran
kontruktivisme yang pada dasarnya lebih memberikan tempat kepada
siswa/subyek didik dalam proses pembelajaran dari pada guru atau
instruktur.
d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Pendekatan pembelajaran inkuiri mempunyai langkah-langkah
tertentu yang merupakan ciri khusus pembelajaran tersebut. Langkah-
langkah pembelajaran inkuiri menurut Depdiknas UNESA pada Modul
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) guru matematika 2011
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Menurut
Depdiknas UNESA pada Modul PLPG Guru
Matematika (2011: 20) Tahap Tingkah laku guru
Tahap 1
Observasi untuk menemukan masalah
Guru menyajikan kejadian-kejadian atau
fenomena yang memungkinkan siswa
menemukan masalah.
Tahap 2
Merumuskan masalah
Guru membimbing siswa merumuskan masalah
penelitian berdasarkan kejadian atau fenomena
yang disajikan.
Tahap 3
Mengajukan hipotesis
Guru membimbing siswa untuk mengajukan
hipotesis terhadap masalah yang telah
dirumuskannya.
Tahap 4
Merencanakan pemecahan masalah
(melalui eksperimen atau cara lain)
Guru membimbing siswa untuk merencanakan
pemecahan masalah, membantu menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun
prosedur kerja yang tepat.
Tahap 5
Melaksanakan eksperimen (atau cara
pemecahan masalah yang lain)
Selama siswa bekerja guru membimbing dan
memfasilitasi.
Tahap 6
Melakukan pengamatan dan
pengumpulan data
Guru membantu siswa melakukan pengamatan
tentang hal-hal yang penting dan membantu
mengumpulkan dan mengorganisasi data.
Tahap 7
Analisis data
Guru membantu siswa menganalisis data
supaya menemukan sesuatu konsep.
Tahap 8
Penarikan kesimpulan atau penemuan
Guru membimbing siswa mengambil
kesimpulan berdasarkan data dan menemukan
sendiri konsep yang ingin ditanamkan.
4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan cara memberi materi
melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah adalah
sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru
kepada siswa (Syaiful Sagala, 2008: 201). Kegiatan berpusat pada
penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar.
Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya
memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah
adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan
rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal
diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti
dengan teliti oleh peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
penyelesaian yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran
konvensional merupakan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam
pembelajaran konvensional, siswa diharapkan menangkap dan mengingat
informasi yang diberikan guru karena konsep diberikan secara langsung tanpa
melibatkan siswa mengkontruksi konsep, serta dapat mengungkapkan kembali
pengetahuan yang dimilikinya melalui respon saat diberikan pertanyaan oleh
guru. Pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling
(pemberian informasi), daripada modus demonstrating (memperagakan) dan
doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan
unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan
ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum
secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran
dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam
kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan
kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi,
pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan
proses (hands-on activities). Dengan demikian, pembelajaran konvensional
juga sering disebut pembelajaran konseptual sebab konsep diberikan secara
langsung tanpa melibatkan siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Cawley &
Parmar, (2001); Stoddart et all. (2002):
The conceptual approach only considers scientific knowledge
that helps students make sense of their surroundings as
meaningful. Within such a conceptual approach, students act as
involved performers instead of detached observers, and their
comprehension of the subject matter is contextually contingent
and grounded in experience.
Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa
menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar menjadi
kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian guru,
mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Guru yang kreatif biasanya dalam
memberikan informasi kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar,
bagan, grafik, untuk memotivasi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dicapai. Seperti yang diungkapkan Slinner & Belmont, “Student motivation
theiver under conditions in which teachers find ways to provide optimal
instruction structure and high outonomy support”, yang kurang lebih
bermakna motivasi siswa berkembang pesat di bawah kondisi dimana guru
menemukan cara-cara untuk menyediakan struktur intruksi secara optimal dan
dukungan dari dalam yang tinggi. Dengan demikian, pada pembelajaran
konvensional diperlukan kreatifitas guru.
Secara garis besar prosedur pembelajaran konvensional adalah:
1) Persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya
secara sistematik dan rapi;
2) Pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau
memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada
materi yang telah diajarkan;
3) Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru
menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa
membaca bahan yang telah diambil dari buku atau ditulis guru dan
4) Evaluasi (evaluation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai
dengan bahan yang dipelajari.
Pada prosedur pembelajaran konvensional terlihat jelas, bahawa peran
guru sangat dominan. Sedangkan siswa sebagai penerima materi yang
diberikan dan seakan patuh dengan ketentuan yang diberlakukan guru. Hal ini
tentu saja tidak memberikan waktu kepada siswa untuk mengembangkan
kreatifitas dan segala potensi yang dimiliki.
5. Perbedaan dan Persamaan Pendekatan Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan
Pembelajaran Konvensional
Pembelajarn inkuri merupakan pendekatan pembelajaran yang banyak
dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran belajar kognitif,
belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan berpikir dengan memanfaat
segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Teori-teori belajar
beraliran kognitif seperti teori belajar Gestalt, teori medan, dan
konstruktivisme beranggapan bahwa belajar pada hakikatnya bukan peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
behavioral yang dapat diamati, tetapi proses mental seseorang memakai
lingkungannya sendiri.
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menenkankan
proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran ini juga sering
disebut pembelajaran heuristic, berasal dari kata heuriskein yang berarti saya
menemukan. Tujuan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri adalah
membantu siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan
keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan
mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu siswa.Dengan demikian,
pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa
(student centered approach) karena siswa memegang peranan yang penting
dalam kegiatan pembelajaran.
Terkait dengan pembelajaran yang berpusat bagi siswa tentu bukan
hal yang mudah untuk menerapkan, sebab pada umumnya selama ini
pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah pembelajaran konvensional.
Guru menerangkan materi yang harus dikuasai oleh siswa melalui ceramah,
sedangkan siswa memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru,
sehingga kebiasaan yang sudah menjadi budaya pembelajaran tersebut
kemungkinan membuat siswa sudah nyaman walaupun materi tidak dapat
dikuasai dengan tuntas. Terlebih bagi siswa yang memiliki kemampuan
berpikir di bawah rata-rata (kurang pandai), tentu menjadi pembelajaran yang
menjenuhkan dan siswa akan lebih pasif karena tidak dapat mengikuti pola
berpikir yang kritis dan lebih menantang.
Dengan demikian, perlu adanya pembelajaran yang membuat siswa
tidak merasa keberatan dalam belajar karena dituntut menyelesikan masalah
yang belum diketahui sebelumnya, tetapi juga berpusat pada siswa, yakni
salah satunya adalah pendekatan pembelajaran PMRI. PMRI merupakan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dikembangkan atas
dasar pengalaman yang sebelumnya dimiliki oleh siswa. Siswa dibawa pada
permasalahan kontekstual yang dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
merasa kesulitan menyelesaikan permasalahan yang ada karena pada
umumnya permasalahan tersebut sudah sering ditemui dalam kehidupannya.
Permasalahan kontekstual yang dihadapkan kepada siswa pada
pendekatan pembelajaran PMRI diharapkan dapat diselesaikan oleh semua
siswa dengan karakteristik apapun, baik dari tingkat kemampuan maupun gaya
belajar yang berbeda. Dari hasil penyelesaian masalah yang dilakukan, siswa
dapat menemukan suatu konsep yang dapat digunakan untuk mendalami
materi yang sedang dipelajari.
Pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional memiliki
persamaan dan perbedaan. Perbandingan ketiga pendekatan tersebut,
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran PMRI, Inkuiri, dan Konvensional
Aspek PMRI Inkuiri Konvensional
Teori belajar Teori belajar
Konstruktivisme
Teori belajar
konstruktivisme
Teori belajar
behaviorisme
Awal
pembelajaran
Pembelajaran dimulai
dengan mengajukan
permasalahan dari guru
dan tidak menekankan
pertanyaan dari siswa
Pembelajaran dimulai
dengan mengajukan
permasalahan dari guru
ataupun siswa dan
menekankan pertanyaan
perumusuan dari siswa
Pembelajaran dimulai
dengan menerangkan
materi oleh guru dan
permasalahan
diberikan setelah
materi disampaikan
Materi Materi pada awal
pembelajaran berupa
masalah realistik
Materi pada awal
pembelajaran tidak
harus berupa
masalah realistik
Materi pada awal
pembelajaran
berupa fakta dan
definisi.
Pemecahan
masalah
Pada pemecahan
masalah terdapat
matematisasi
horizontal dan vertikal
Pada pemecahan
masalah
menggunakan
operasi matematika
Pemecahan
masalah
menggunakan
rumus yang sudah
diajarkan guru
Secara garis besar persamaan yang terdapat antara pendekatan
pembelajaran inkuiri, PMRI dan konvensional antara lain sebagai berikut.
1. Pada pendekatan inkuiri, PMRI dan konvensional, siswa diberikan soal
berupa penerapan pada masalah sehari-hari.
2. Menggunakan buku teks sebagai salah satu sumber belajar.
3. Alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum sama.
4. Menggunakan tugas individu sebagai pekerjaan rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
5. Pendekatan inkuiri dan PMRI merupakan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered).
Pada perbedaan dan persamaan yang terdapat pada ketiga pendekatan,
yakni inkuiri, PMRI dan konvensional tersebut ingin diketahui manakah yang
lebih efektif digunakan dalam pembelajaran sifat-sifat kubus, balok, prisma,
limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Pendekatan
konvensional digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini, karena secara
umum pendekatan ini digunakan guru matematika di kabupaten Bojonegoro.
Sehingga rendahnya daya serap menentukan unsur-unsur kubus atau balok
dapat diatasi sebagai salah satu usaha meningkatkan kualitas pendidikan
matematika.
C. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan
kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Adi W.
Gunawan (2006: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.
Menurut Susan Sze (2009: 361):
Every student’s brain functions differently and processes
information differently. Due to this, students have different types of
learning style. Once the teacher can understand the disability and
the preffered learning styles of the sudent, they can better adapt to
the student.
Setiap siswa mempunyai fungsi otak yang berbeda dan pemprosesan
informasi mereka juga berbeda. Sehingga mereka juga memiliki gaya belajar
yang berbeda pula. Jika guru dapat memahami kekurangan dan kelebihan
gaya belajar siswa, mereka dapat beradaptasi dengan lebih baik.
Menurut Keefe yang dikutip oleh David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen
(2009), “Learning styles is characteristic cognitive, affective and
psychological behaviours that serve as relatively stable indicators of how
learners perceive, interact with, and respond to the learning environment“.
Gaya belajar adalah karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologik
yang mengindikasikan bagaimana perasaan peserta didik, interaksi mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dengan lingkungan belajar. James dan Garder yang dikutip oleh Nur Ghufron
dan Rini Risnawita (2010: 42) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan
cara yang kompleks di mana para siswa mengganggap dan merasa paling
efektif dan efesien dalam memproses, menyimpan dan mengingat apa yang
telah mereka pelajari. Kolb yang dikutip oleh Nur Ghufron dan Rini
Risnawita (2010: 43) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan metode
yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi secara efektif dan
efesien, sehingga pada prinsipnya gaya belajar merupakan bagian integral
dalam siklus belajar aktif.
Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 130) menyatakan bahwa sebuah
penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh
Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John di Jamaica, New York
dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik telah mengidentifikasi tiga
gaya belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu :
1) Visual yaitu belajar melalui melihat sesuatu.
2) Auditori yaitu belajar melalui mendengar sesuatu.
3) Kinestetik yaitu belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.
Dalam beberapa hal, orang memanfaatkan ketiga gaya tersebut.
Tetapi kebanyakan orang menunjukkan kesukaan atau kecenderungan pada
satu gaya belajar tertentu dibandingkan gaya belajar lainnya. Sebuah studi
yang dilakukan terhadap lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat,
Hongkong dan Jepang, kelas 5 hingga 12, menunjukkan kecenderungan
belajar visual 29%, auditori 34%, dan kinestetik 37%. Namun pada saat usia
mereka dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual ternyata lebih
mendominasi. Hal ini dapat dipahami bahwa 70% dari reseptor indrawi
(sensori) tubuh kita bertempat di mata. Dalam praktek, menurut penelitian
Wisconsin yang dikutip oleh Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 131), ketika
bantuan visual digunakan untuk mengajarkan perbendaharaan kata-kata,
capaian para siswa meningkat hingga 200%.
Gaya belajar setiap orang merupakan kombinasi dari lima kategori,
yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
a. Lingkungan : suara, cahaya, temperatur, desain
b. Emosi : motivasi, keuletan, tanggung jawab, struktur
c. Sosiologi : sendiri, berpasangan, kelompok, tim, dewasa, bervariasi
d. Fisik : cara pandang, pemasukan, waktu, mobilitas
e. Psikologi : global/analitis, otak kiri-otak kanan, implusif/reflektif
Gaya belajar seseorang menurut DePorter (2001: 110) adalah
kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Pada awal pengalaman belajar, salah satu diantara
langkah pertama kita adalah mengenali modalitas seseorang, yaitu
berdasarkan pada visual (penglihatan), auditorial (pendengarana), atau
kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang selanjutnya dikenal dengan nama
modalitas V-A-K.
a. Gaya Belajar Visual
Siswa dengan gaya belajar visual, yang memegang peranan penting
adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru sebaiknya lebih banyak atau dititik beratkan pada
peragaan atau media agar mereka langsung dapat melihat obyek-obyek
yang berkaitan dengan pelajaran tersebut.
Ciri-ciri gaya belajar visual:
1) Rapi dan teratur.
2) Bicara dengan cepat.
3) Teliti terhadap detail.
4) Menampilkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi.
5) Mengingat yang dilihat daripada yang didengar.
6) Tidak mudah terganggu oleh keributan.
7) Membaca cepat dan tekun.
8) Lebih suka membaca daripada dibacakan.
9) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai
memilih kata-kata.
10) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato.
11) Lebih suka seni daripada musik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
12) Mengingat dengan asosiasi visual.
13) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika
ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
14) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan.
b. Gaya Belajar Auditorial
Siswa dengan gaya belajar auditorial mengandalkan kesuksesan
belajarnya melalui telinga (alat pendengaran). Misalnya mendengarkan
ceramah atau penjelasan gurunya, mendengarkan bahan audio seperti
kaset, CD dan sebagainya. Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah:
1) Saat bekerja suka bicara pada diri sendiri.
2) Penampilan rapi.
3) Mudah terganggu oleh keributan.
4) Lebih suka musik daripada seni
5) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
dari pada yang dilihat.
6) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
7) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca.
8) Biasanya ia pembicara yang fasih.
9) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.
10) Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
11) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai dengan satu
sama lain.
12) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.
13) Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik.
c. Gaya Belajar Kinestetik
Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara
aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk
berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik:
1) Berbicara perlahan.
2) Penampilan rapi.
3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan.
4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek.
5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca.
7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.
8) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot mereka mencerminkan
aksi dengan gerakana tubuh saat membaca.
9) Kemungkinan tulisannya jelek.
10) Menyukai permainan yang menyibukkan.
(DePorter, 2001: 116-118).
Gaya belajar pada penelitian ini adalah cara yang lebih efektif
digunakan seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan
mengerti suatu informasi. Gaya belajar pada penelitian ini dikategorikan
menjadi gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
D. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Bambang Sutisno (2009) yang berjudul:
”Penerapan Model Group Investigation (GI) dan Jigsaw dalam
Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kreativitas Verbal dan Gaya Belajar
Siswa ”, menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan gaya belajar
auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar
visual maupun kinestetik. Persamaannya adalah, sama-sama meneliti
pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar. Perbedaannya, penelitian
yang dilakukan Bambang Sutrisno diterapkan pada mata pelajuaran Fisika
sedangkan pada penelitian ini pada mata pelajaran matematika.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Pentatito Gunowibowo (2008) yang
berjudul ”Efektifitas Pendekatan Realistik dalam Meningkatkan
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap terhadap Matematika
ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Purworejo Kabupaten Purworejo”, menyimpulkan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan PMRI lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita dan sikap terhadap matematika jika
dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan mekanistik
pada siswa kelas IV SD Negeri di Kecamatan Purworejo Tahun Pelajaran
2007-2008, baik untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun
siswa dengan kemampuan awal rendah. Perbedaannya adalah kalau dalam
penelitian Pentatito Gunowibowo menggunakan pendekatan realistik dan
ditinjau dari kemampuan awal siswa, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan PMRI dan ditinjau dari gaya belajar siswa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tarono (2006) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri
Bebas Termodifikasi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Sikap
Ilmiah Siswa menyimpulkan bahwa siswa yang diberi pembelajaran
dengan metode inkuiri terbimbing prestasinya lebih tinggi dari pada siswa
yang diberi pembelajaran dengan inkuiri bebas termodifikasi”. Penelitian
oleh Tarono pada mata pelajaran fisika, sedangkan penelitian ini
dilaksanakan pada mata pelajaran matematika dengan tinjauan yang
berbeda yaitu gaya belajar siswa.
4. Yenni B. Widjaja and André Heck (2003) dalam penelitian yang berjudul
“How a Realistic Mathematics Education Approach and Microcomputer-
Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian
Junior High School”. Pada penelitiannya menyatakan bahwa:
The results of the classroom experiment indicated that the pupils
made remarkable progress in their performances that can be
attributed to the chosen approach. The pupils’ and the teacher’s
opinions on the teaching and learning activities in general also
tended to be positive.
Pada penelitian tersebut, hasil dari kelas eksperimen menunjukkan bahwa
siswa mengalami kemajuan luar biasa dalam penampilan mereka yang
dapat dikaitkan dengan pendekatan yang dipilih. Pendapat siswa dan guru
pada kegiatan mengajar dan belajar pada umumnya juga cenderung positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Persamaan penelitian yang dilakukan Yenni B. Widjaja and André Heck
dengan penelitian ini adalah sama pada Sekolah Menengah Pertama.
Sedangkan perbedaannya, pada penelitian yang dilakukan Yenni B.
Widjaja and André Heck materinya adalah graf sedangkan materi pada
penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar.
5. Merrilyn Goos (2004) dalam penelitian yang berjudul “Learning
Mathematics in a Classroom Community of Inquiry”. Pada penelitiannya
menyatakan bahwa:
The analysis draws on classroom observation and interviews with
students and the teacher to show how the teacher established
norms and practices that emphasized mathematical sense-making
and justification of ideas and arguments and to illustrate the
learning practices that students developed in response to these
expec-tations.
Analisis yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara di dalam kelas
bersama dengan guru dan siswa menunjukkan guru mengembangkan nilai
dan praktik yang menekankan penerapan matematika dan pembenaran ide
dan pendapat serta menggambarkan latihan pembelajaran sehingga siswa
berkembang sesuai ekspektasi/harapan. Persamaan penelitian yang
dilakukan oleh Merrilyn Goos dengan penelitian ini adalah sama
menggunakan pendekatan inkuiri.
6. Penelitian yang dilakukan Sugiharto (2010) yang berjudul
“Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan
Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan
Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan
Tahun 2010/2011”. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan
bahwa: (1) Terdapat perbedaan rataan model pembelajaran snow balling,
penemuan terbimbing dan konvensional terhadap prestasi belajar
matematika. Pada pembelajaran dengan model snow balling memberikan
prestasi belajar matematika yang sama dengan pembelajaran dengan
model penemuan terbimbing, pada pembelajaran dengan model snow
balling memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pembelajaran konvensional jika dilihat dari rataannya, pada pembelajaran
dengan model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan prestasi
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
jika dilihat dari rataannya. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan
faktor gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Pada siswa
dengan gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar
kinestetik mempunyai prestasi belajar yang sama. (3) Tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan gaya belajar
terhadap prestasi belajar matematika. Pada pembelajaran dengan model
snow balling dan model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi
yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional
pada setiap gaya belajar. Serta pembelajaran dengan model snow balling
dan model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi belajar yang
sama pada setiap gaya belajar. Persamaan penelitian yang dilakukan
Sugiharto dengan penelitian ini adalah membandingkan penemuan
terbimbing dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari gaya belajar.
Perbedaanya adalah penelitian yang dilakukan Sugiharto dilakukan di
SMK, sedangkan penelitian ini dilaksanakan di SMP.
E. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh pendekatan pembelajaran inkuiri, pembelajaran PMRI ,dan
pendekatan konvensional terhadap prestasi belajar siswa.
Kemampuan siswa pada standar kompetensi menentukan sifat-sifat
kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan
ukurannya merupakan hasil belajar matematika, yang diperoleh melalui
pembelajaran matematika yang didesain guru. Pembelajaran matematika
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan PMRI, pendekatan inkuiri,
dan pembelajaran konvensional.
Ditinjau dari kemampuan menentukan sifat-sifat kubus, balok,
prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya, maka
kedua pendekatan pembelajaran ini memiliki perbedaan. Pembelajaran
dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan realistik, sehingga
pembelajaran matematika akan lebih bermakna bagi siswa. Siswa dapat
dengan mudah mengkontruksikan konsep karena dimulai dari pengalaman
siswa, siswa diberikan permasalahan yang ada kaitannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki. Matematika diberikan secara informal
untuk kemudian dibawa ke matematika formal sehingga konsep yang
dikontruksikan siswa sendiri dapat diaplikasikannya untuk menyelesaikan
masalah.
Sedangkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, materi tidak
harus diberikan secara realistik. Pada pembelajaran inkuiri, penekanan
pembelajaran pada aspek menganalisis dan berpikir tinggi untuk
mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir kritis untuk menemukan
konsep, akan tetapi pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri tidak
ada matematisi secara horizontal dan secara vertikal.
Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan
secara mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh
soal kemudian latihan soal. Pada pembelajaran konvensional, penekanan
pembelajaran pada aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan aplikasi
hanya sedikit diberikan. Soal dalam pembelajaran konvensional
merupakan aplikasi dari latihan rumus dan latihan soal yang telah
diberikan.
Perbedaan karakteristik ketiga pendekatan pembelajaran ini, tentu
saja akan memberikan hasil belajar yang berbeda. Kemampuan siswa
mengontruksi konsep pada standar kompetensi menentukan sifat-sifat
kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan
ukurannya merupakan dasar dalam menyelesaikan masalah matematika.
Pembelajaran dengan pendekatan PMRI akan memungkinkan siswa
memiliki kemampuan menyelesaikan soal sifat-sifat kubus, balok, prisma,
limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya lebih baik
daripada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri maupun konvensional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih baik daripada pembelajaran
konvensional.
2. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi
belajar matematika.
Gaya belajar merupakan salah satu faktor intrinsik yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar matematika. Siswa dengan gaya belajar
auditori mempunyai karakteristik cenderung lebih mudah memahami
materi melalui indera pendengaran sehingga memiliki kepekaan yang lebih
tinggi dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik.
Siswa dengan gaya belajar visual mempunyai karakteristik lebih mudah
memahami materi melalui indera penglihatan sehingga memerlukan
media untuk lebih memahami materi belajar. Sedangkan siswa dengan
gaya belajar kinestetik mempunyai karakteristik lebih mudah memahami
materi melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.
Salah satu karakteristik siswa dengan gaya belajar auditori adalah
lebih mudah memahami materi melalui pendengaran, sehingga siswa
dengan gaya belajar auditori cenderung lebih pandai daripada siswa
dengan gaya belajar visual yang memerlukan media atau kejadian untuk
memahami apa yang dipelajari maupun siswa dengan gaya belajar
kinestetik yang tidak cukup mendengar atau melihat apa yang dipelajari
tetapi memerlukan aktifitas fisik dan keterlibatan langsung dalam
memahami pelajaran. Pada pembelajaran konvensional, siswa dengan gaya
belajar auditori akan lebih mudah memahami materi melaui ungkapan
verbal yang disampaikan guru yang merupakan ciri khas dari dari
pembelajaran tersebut. Terlebih pada pembelajaran PMRI dan inkuiri,
siswa dengan gaya belajar auditori dilibatkan langsung dalam proses
pembelajaran sehingga pemahaman terhadap konsep yang dikontruksi oleh
siswa sendiri lebih memiliki makna dalam menyelesaikan masalah sifat-
sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan
ukurannya. Hal ini kemungkinan mengakibatkan perbedaan kemampuan
siswa pada standar kompetensi menggunakan konsep sifat-sifat kubus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya
dalam pemecahan masalah pada siswa dengan gaya belajar yang berbeda.
Siswa dengan gaya belajar auditori kemungkinan mempunyai kemampuan
menggunakan konsep sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-
bagiannya, serta menentukan ukurannya lebih baik daripada siswa dengan
gaya belajar visual maupun kinestetik dan siswa dengan gaya belajar
visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
3. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada pendekatan inkuiri.
Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri siswa dilatih untuk
mengkontruksi konsep melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan lebih
ditekankan dari siswa sendiri kemudian mengajukan hipotesis untuk
dibuktikan kebenarannya.
Salah satu karakteristik gaya belajar auditori adalah fasih dalam
berbicara. Hal ini akan memberikan kemudahan dan dorongan siswa untuk
mengajukan pertanyaan sebagai awal permasalahan yang akan dipelajari,
sehingga siswa akan termotivasi selama proses pembelajaran. Motivasi
siswa dalam pembelajaran akan medorong siswa mempelajari materi
dengan serius untuk memecahkan permasalahan yang ada melalui berbagai
sumber. Demikian pula pada siswa dengan gaya belajar visual, siswa akan
dapat dengan mudah membayangkan atau melihat permasalahan yang
diajukan oleh temannya dan termotivasi karena pertanyaan yang diajukan
oleh teman sebayanya, sehingga terdorong untuk memecahkan masalah
yang ada. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik cenderung lebih
mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan keterlibatan langsung,
akan tetapi memerlukan tingkat berpikir kritis karena jawaban yang dicari
siswa sebelumnya tidak diketahui. Hal ini kemungkinan mengakibatkan
perbedaan kemampuan siswa dalam mengontruksi sifat-sifat kubus, balok,
prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya yang
merupakan ciri khas dari pembelajaran inkuiri dengan gaya belajar yang
berbeda, siswa dengan gaya belajar auditori kemungkinan lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
daripada siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik dan siswa
dengan gaya belajar visual kemungkinan lebih baik daripada siswa dengan
gaya belajar kinestetik.
4. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada pendekatan PMRI.
Pembelajaran dengan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran
yang mengarahkan siswa untuk mengontruksi konsep-konsep pada
matematika dengan bimbingan guru. Siswa dibimbing selama proses
pembelajaran mulai dari mengidentifikasi masalah hingga menyimpulkan
konsep yang telah dikontruksi siswa. Dari hasil mengontruksi konsep
tersebut digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih tinggi
tingkatannya.
Terkait dengan gaya belajar, siswa dengan gaya belajar kinestetik
cenderung lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan
keterlibatan langsung, sehingga siswa dengan gaya belajar kinestetik dapat
dengan mudah memahami konsep yang dikontruksi oleh siswa sendiri
yang merupakan ciri khas dari pembelajaran PMRI. Akibatnya dalam
menyelesaikan masalah sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-
bagiannya, serta menentukan ukurannya, siswa dengan gaya belajar
kinestetik tidak mengalami kesulitan karena konsep yang dikontruksi
sendiri lebih bermakna. Demikian pula dengan gaya belajar auditori
kemungkinan akan lebih mudah menyelesaikan masalah sifat-sifat kubus,
balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya
karena tidak hanya mendengar konsep tetapi mengontruksi sendiri. Begitu
pula pada siswa dengan gaya belajar visual, permasalahan yang diberikan
oleh guru berupa masalah real yang merupakan ciri PMRI, sehingga siswa
lebih mudah melihat atau membayangkannya. Dengan melihat
permasalahan secara real, siswa dapat mengontruksi sendiri konsep
melauia penyelesaian masalah untuk diaplikasikan pada masalah yang
lebih komplek. Hal ini kemungkinan pada pembelajaran PMRI, prestasi
belajar matematika siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kinestetik adalah sama pada standar kompetensi menggunakan sifat-sifat
kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan
ukurannya.
5. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa melalui
ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan
salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada
sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah
dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah
(guru) mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar (siswa) hanya
memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Matematika diajarkan
sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan sebagai proses. Sehingga dalam
pembelajaran konvensional lebih ditekankan pada aspek ingatan dan
pemahaman.
Salah satu karakteristik gaya belajar auditori adalah cenderung
lebih mudah memahami materi melalui indera pendengaran yang
merupakan ciri khas dari pembelajaran konvensional dimana guru
menyampaikan materi melalui pemberian informasi-informasi melaui
ceramah. Pada pembelajaran konvensional, guru yang kreatif biasanya
dalam memberikan informasi kepada siswa menggunakan alat bantu
seperti gambar, bagan, grafik, untuk memotivasi siswa sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai dan ini dapat memudahkan siswa dengan gaya
belajar visual yang cenderung lebih mudah memahami materi melalui
penglihatan. Dengan demikian siswa dengan gaya belajar auditori
kemungkinan lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar visual
maupun kinestetik dan siswa dengan gaya belajar visual lebih baik
daripada kinestetik dalam menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma,
limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
6. Pengaruh pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional
terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar
visual.
Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan
realistik, sehingga pembelajaran matematika akan lebih bermakna bagi
siswa. Siswa diberikan permasalahan realistik oleh guru yang ada
kaitannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
menyelesaikannya, sehingga siswa tidak merasa kesulitan.
Sedikit berbeda pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,
materi tidak harus diberikan secara realistik. Pada pembelajaran inkuiri,
penekanan pembelajaran pada aspek menganalisis dan berpikir tinggi
untuk mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir kritis untuk
menemukan konsep dengan mengidentifikasi komponen-komponen yang
berada di sekeliling kondisi tersebut dan membuat kesimpulan dari data-
data yang diperolehnya dan pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
tidak ada matematisi secara horizontal dan secara vertikal karena
permasalahan diberikan secara formal.
Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan
secara mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh
soal kemudian diberi latihan soal. Pada pembelajaran konvensional,
penekanan pembelajaran terletak pada aspek ingatan dan pemahaman,
sedangkan aplikasi hanya sedikit diberikan. Soal dalam pembelajaran
konvensional merupakan aplikasi dari latihan rumus dan latihan soal yang
telah diberikan.
Salah satu karakteritik gaya belajar visual adalah cenderung lebih
mudah memahami materi dengan indera penglihatan. terkait dengan
pembelajaran PMRI, pada pembelajaran PMRI masalah yang
diberikanlahan guru berupa permasalahan realistik sehingga siswa dapat
dengan mudah memahami permasalahan dan menyelesaikannya jika
mempunyai kreatifitasan yang tinggi, sedangkan pada pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
inkuiri, permasalahan dapat diselesaikan dengan mengumpulkan data-data
dari pertanyaan yang diajukan siswa yang dapat dituliskan untuk dipahami
sehingga siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah untuk
menggunakannya menyelesaikan masalah. Sedangkan pada pembelajaran
konvensional, guru memberikan contoh untuk memperdalam materi yang
disampaikan sehingga dengan contoh yang diberikan, siswa dengan gaya
belajar visual diharapkan dapat memahami dan menerapkan pada
penyelesaian masalah akan tetapi tidak menuntuk kemungkinan siswa
masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep, sebab konsep hanya
berupa masalah kontekstual tanpa siswa terlibat langsung dalam kontek
itu.
Dengan perbedaan yang ada pada pendekatan inkuiri, PMRI, dan
konvensional terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan
gaya belajar visual, maka kemungkinan siswa yang belajar dengan
pendekatan inkuiri mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik
daripada siswa dengan pembelajaran PMRI maupun konvensional dan
pendekatan PMRI lebih baik daripada konvensional.
7. Pengaruh pendekatan inkuiri, PMRI dan pembelajaran konvensional
terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar
auditori.
Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengarahkan siswa mengontruksi konsep melalui
permasalahan realistik yang diberikan oleh guru, sehingga diperlukan
keaktifan dan kekreatifan siswa untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Hal ini memungkinkan siswa yang tidak terbiasa terlibat dalam
pembelajaran akan pasif dan mengalami kesulitan mengontruksi konsep.
Konsep hasil kontruksi itu diaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah
yang lebih tinggi tingkatannya.
Demikian pula pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,
materi diberikan melalui pengkontruksian konsep oleh siswa. Pada
pembelajaran inkuiri, penekanan pembelajaran pada aspek menganalisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dan berpikir tinggi untuk mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir
kritis untuk mengontruksi konsep dan pada pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri tidak ada matematisi secara horizontal dan secara
vertikal. Hal ini kemungkinan makin menyulitkan siswa jika tidak terbiasa
terlibat dalam pembelajaran yang terpusat pada siswa.
Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan
melaui ceramah. Guru memberikan pengetahuan melaui ungkapan verbal
dan siswa mendengar informasi-informasi yang disampaikan, bila perlu
siswa membuat catatan-catatan penting. Siswa dengan gaya belajar
auditori akan merasa lebih nyaman dan mudah memahami materi karena
tidak perlu melakukan kegiatan yang terkadang dirasa melelahkan bagi
siswa dengan gaya belajar auditori. Hal ini memungkinkan siswa dengan
gaya belajar auditori lebih mudah memahami materi yang diberikan.
Salah satu karakteristik gaya belajar auditori lebih mudah
memahami materi dengan indra pendengaran. Hal ini berakibat siswa tidak
terbiasa terlibat langsung dalam pembelajaran yang menekankan
pengkontruksian konsep yang merupakan ciri khusus pembelajaran PMRI
dan inkuiri akan kesulitan dalam memahami konsep dan memecahkan
masalah yang ada, maka kemungkinan pada siswa dengan gaya belajar
auditori, prestasi belajar matematika pada pembelajaran konvensional
lebih baik daripada PMRI maupun inkuiri dan prestasi belajar matematika
pada pendekatan pembelajaran PMRI sama dengan inkuiri.
8. Pengaruh pendekatan inkuiri, PMRI dan pembelajaran konvensional
terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar
kinestetik.
Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengarahkan siswa mengontruksi konsep melalui
permasalahan realistik, sehingga diperlukan keaktifan dan kekreatifan
siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini memungkinkan
siswa yang terbiasa terlibat dalam pembelajaran akan aktif dan mampu
mengontruksi konsep. Konsep hasil konstruksi itu akan bermakna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sehingga dapat diaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah yang lebih
tinggi tingkatannya dengan baik.
Sedangkan pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, materi
diberikan melalui pengkontruksian konsep oleh siswa. Siswa dilatih
berpikir kritis untuk mengontruksi konsep, akan tetapi pada pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri tidak ada matematisi secara horizontal dan
secara vertikal. Hal ini memungkinkan siswa mengalami kesulitan jika
tidak memiliki kreatifitas tinggi untuk menyelesaikan permasalah.
Sedangkan pada pembelajaran konvensional, penekanan
pembelajaran hanya pada aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan
aplikasi hanya sedikit diberikan. Hal ini memungkinkan siswa dengan
gaya belajar kinestetik akan pasif dalam pembelajaran sehingga materi
yang menjadi tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan tuntas.
Terkait dengan gaya belajar kinestetik, gaya belajar kinestetik
cenderung lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan
keterlibatan langsung yang merupakan ciri krusial dari pembelajaran
PMRI, maka kemungkinan pada siswa dengan gaya belajar kinestetik,
prestasi belajar siswa pada pendekatan PMRI akan lebih baik daripada
pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan pembelaran inkuiri lebih
baik daripada konvensional.
F. Hipotesis Penelitian
1. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran
PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan
pendekatan inkuiri maupun konvensional. Prestasi belajar matematika
siswa dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa dengan pendekatan konvensional.
2. Prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar auditori lebih
baik daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual maupun
kinestetik. Prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik
daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3. Pada pendekatan inkuiri, prestasi belajar matematika siswa dengan
gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan
gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar matematika
siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada prestasi belajar
siswa dengan gaya belajar kinestetik.
4. Pada pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika siswa dengan
gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik adalah sama.
5. Pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar matematika siswa
dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa
dengan gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar
matematika siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada
prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik.
6. Pada siswa dengan gaya belajar visual, prestasi belajar matematika
siswa dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa dengan pendekatan PMRI maupun konvensional.
Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran
PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan
pendekatan konvensional.
7. Pada siswa dengan gaya belajar auditori, prestasi belajar matematika
pada siswa dengan pendekatan pembelajaran konvensional lebih baik
daripada prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan inkuiri
maupun PMRI. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan
inkuiri sama dengan prestasi belajar matematika siswa dengan
pendekatan PMRI.
8. Pada siswa dengan gaya belajar kinestetik, prestasi belajar matematika
siswa pada pendekatan pembelajaran PMRI lebih baik daripada
prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan inkuiri maupun
konvensional. Prestasi belajar matematika siswa pada pendekatan
inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan
pendekatan konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitan
1. Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri di Kabupaten
Bojonegoro, dan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII semester 2
Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2011
sampai dengan Juni 2012, dengan pembagian waktu sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Waktu
Des Jan Feb Mar April Mei Jun
1 Pengajuan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Penyusunan instrumen penelitian
4 Permohonan ijin penelitian
5 Uji instrumen angket
6 Pelaksanaan penelitian
7 Uji instrumen tes
8 Pengolahan data
9 Penyusunan laporan penelitian
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan jenis data dan analisisnya, penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif karena data yang digunakan berupa angka. Sedangkan
berdasarkan metode penelitiannya, jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental semu dengan alasan tidak mungkin selama penelitian dapat
mengontrol/mengendalikan semua jenis variabel relevan yang dapat
mempengaruhi variabel terikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas
yaitu pendekatan pembelajaran PMRI dan inkuiri untuk kelas eksperimen
dan konvensional untuk kelas kontrol. Variabel lain yang ikut
mempengaruhi variabel terikat adalah gaya belajar siswa yakni gaya belajar
visual, auditori, dan kinestetik, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi
belajar matmatka siswa pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar.
Pada awal sebelum memulai perlakuan, terlebih dahulu mengecek
kemampuan awal dari sampel yang akan dikenai perlakuan dengan nilai
UAS semester 1. Tujuannya untuk mengetahui apakah sampel tersebut
dalam keadaan seimbang atau memiliki kemampuan yang sama sehingga
ada tidaknya perbedaan hasil prestasi belajar matemtika pada ketiga
kelompok dalam penelitian disebabkan hanya karena pemanipulasian
terhadap pendekatan ataupun gaya belajar yang dimiliki siswa bukan karena
kemampuan awal yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan desain faktorial 3 x 3 dengan teknik
analisis varian (ANAVA), yaitu suatu desain penelitian yang digunakan
untuk meneliti ada atau tidaknya perbedaan rerata pada tiga populasi dari
perlakuan pendekatan pembelajaran yang berbeda dan tiga kelompok yang
dihubungkan dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar
matematika. Desain yang digunakan digambarkan dalam bagan berikut:
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian
Tipe Gaya Belajar
Pendekatan Pembelajaran Visual (b1) Auditori (b2) Kinestetik (b3)
PMRI (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13
Inkuiri (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23
Konvensional (a3) (ab)31 (ab)32 (ab)33
Keterangan :
a1 = Pembelajaran PMRI
a2 = Pembelajaran inkuiri
a3 = Pembelajaran konvensional
b1 = Tipe gaya belajar visual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b2 = Tipe gaya belajar auditori
b3 = Tipe gaya belajar kinestetik
ab11 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe
gaya belajar visual
ab12 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe
gaya belajar auditori
ab13 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe
gaya belajar kinestetik
ab21 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe
gaya belajar visual
ab22 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe
gaya belajar auditori
ab23 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe
gaya belajar kinestetik
ab31 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki
tipe gaya belajar visual
ab32 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki
tipe gaya belajar auditori
ab33 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki
tipe gaya belajar kinestetik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2007:
61). Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) adalah keseluruhan
subjek penelitian. Sedangkan populasi menurut Budiyono (2009:121) adalah
keseluruhan pengamatan yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri se-Kabupaten
Bojonegoro tahun pelajaran 2011/2012.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random
sampling. Tekniknya dengan mengklasifikasikan populasi menjadi tiga
kategori, yakni sekolah dengan kategori prestasi belajar matematika tinggi,
sedang, dan rendah berdasarkan rata-rata nilai matematika pada UN SMP
Negeri se-Kabupaten Bojonegoro tahun 20011. Sekolah dengan kategori
prestasi belajar matematika tinggi jika memiliki nilai rata-rata UN lebih dari
, sekolah dengan kategori prestasi belajar matematika sedang jika
memiliki nilai rata-rata UN lebih dari atau sama dengan
dan kurang
dari atau sama dengan
, sedangkan sekolah dengan kategori prestasi
belajar matematika rendah jika memiliki nilai rata-rata UN kurang dari
. Dengan adalah nilai rata-rata seluruh populasi dan s merupakan
standar deviasi dari nilai rata-rata seluruh populasi.
Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro,
= 6,90 dan s = 1,96 sehingga diperoleh, sekolah dengan kategori tinggi
adalah sekolah yang rata-rata nilai ujiannya lebih dari 7,83; kategori sedang
yang lebih dari atau sama dengan 5,97 sampai kurang dari atau sama dengan
7,83 dan sekolah dengan kategori rendah jika nilai rata-rata ujian
nasionalnya kurang dari 5,97; sehingga berdasarkan data dari Dinas
Pedidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 3.3 Perolehan Nilai UN Matematika Tahun 2011 dan Pembagian
Kategori untuk SMP Negeri di Kabupaten Bojonegoro No. Nama Sekolah Rata-rata UN Matematika Kategori
1 SMP Negeri 3 Sumberrejo 8,79 Tinggi
2 SMP Negeri 1 Baureno 8,71 Tinggi
3 SMP Negeri Satu Atap Clebung 8,71 Tinggi
4 SMP Negeri 1 Malo 8,70 Tinggi
5 SMP Negeri 2 Kepohbaru 8,69 Tinggi
6 SMP Negeri Satu Atap B Sekar 8,61 Tinggi
7 SMP Negeri 2 Sugihwaras 8,57 Tinggi
8 SMP Negeri 2 Bojonegoro 8,32 Tinggi
9 SMP Negeri 1 Sumberrejo 8,27 Tinggi
10 SMP Negeri 1 Kanor 8,27 Tinggi
11 SMP Negeri Satu Atap Kesongo 8,27 Tinggi
12 SMP Negeri 1 Bojonegoro 8,18 Tinggi
13 SMP Negeri 1 Sugihwaras 8,06 Tinggi
14 SMP Negeri 3 Bojonegoro 8,05 Tinggi
15 SMP Negeri 1 Kapas 8,03 Tinggi
16 SMP Negeri 1 Gondang 7,97 Tinggi
17 SMP Negeri 3 Kedung Adem 7,97 Tinggi
18 SMP Negeri 2 Baureno 7,92 Tinggi
19 SMP Negeri 1 Dander 7,86 Tinggi
20 SMP Negeri 2 Kedung Adem 7,81 Sedang
21 SMP Negeri 1 Kedung Adem 7,78 Sedang
22 SMP Negeri 1 Sukosewu 7,63 Sedang
23 SMP Negeri 2 Sumberrejo 7,36 Sedang
24 SMP Negeri 2 Ngasem 7,33 Sedang
25 SMP Negeri 2 Tambakrejo 7,29 Sedang
26 SMP Negeri Temayang 7,25 Sedang
27 SMP Negeri 1 Kalitidu 7,08 Sedang
28 SMP Negeri 5 Bojonegoro 7,08 Sedang
29 SMP Negeri 1Balen 7,05 Sedang
30 SMP Negeri 1 Ngasem 7,02 Sedang
31 SMP Negeri 1 Padangan 6,97 Sedang
32 SMP Negeri 1 Bubulan 6,77 Sedang
33 SMP Negeri 2 Balen 6,66 Sedang
34 SMP Negeri Satu Atap Soko 6,62 Sedang
35 SMP Negeri 1 Kepohbaru 6,36 Sedang
36 SMP Negeri 7 Bojonegoro 6,14 Sedang
37 SMP Negeri 6 Bojonegoro 5,91 Rendah
38 SMP Negeri 2 Kalitidu 5,87 Rendah
39 SMP Negeri 1 Purwosari 5,83 Rendah
40 SMP Negeri 4 Bojonegoro 5,48 Rendah
41 SMP Negeri 3 Baureno 5,41 Rendah
42 SMP Negeri1 Ngraho 5,38 Rendah
43 SMP Negeri 1 Margomulyo 5,32 Rendah
44 SMP Negeri 1 Tambak Rajo 5,31 Rendah
45 SMP Negeri 1 Ngambon 5,23 Rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
No. Nama Sekolah Rata-rata UN Matematika Kategori
46 SMP Negeri 1 Kedewan 5,22 Rendah
47 SMP Negeri 1 Kasiman 5,17 Rendah
48 SMP Negeri 2 Purwosari 4,66 Rendah
49 SMP Negeri 1 Trucuk 4,54 Rendah
50 SMP Negeri 2 Padangan 4,54 Rendah
51 SMP Negeri 1 Sekar 4,41 Rendah
52 SMP Negeri Satu Atap Sugiwaras 3,90 Rendah
53 SMP Negeri Satu Atap Kalangan M 3,88 Rendah
54 SMP Negeri 2 Gondan 3,79 Rendah
55 SMP Negeri Satu Atap Turi T.Rejo 3,03 Rendah
RATA – RATA 6,90
(Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011)
Setelah diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni sekolah dengan
kategori tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian dilakukan pengundian pada
masing-masing kelompok untuk memilih sekolah yang mewakili tiap kategori.
Sekolah yang mewakili masing-masing kategori dijadikan tempat penelitian.
Selanjutnya pada tiap-tiap sekolah yang terpilih, dilakukan pengundian untuk
memilih satu kelas yang dijadikan kelompok eksperimen pertama, satu kelas yang
dijadikan kelompok eksperimen kedua dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
Sehingga terambil masing-masing kelompok atas, tengah dan bawah sebagai
berikut:
Tabel 3.4 Nama Sekolah dan Kelompok Kelas Penelitian
Nama Sekolah
Kelompok
PMRI
Kelompok
inkuiri
Kelompok
konvenional Jumlah
Siswa Kelas
Jumlah
Siswa Kelas
Jumlah
Siswa Kelas
Jumlah
Siswa
SMP N 2 Sugihwaras VIII B 32 VIII C 31 VIII A 32 95
SMP N 1 Balen VIII F 32 VIII E 32 VIII G 32 96
SMP N 4 Bojonegoro VIII B 40 VIII C 39 VIII D 40 119
Jumlah Siswa 104 102 104 310
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
1) Pendekatan Pembelajaran:
a) Definisi operasional : pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu.
b) Skala pengukuran : skala nominal dengan tiga kategori.
c) Indikator : pemberian perlakuan pendekatan PMRI pada kelas
eksperimen pertama, pendekatan inkuiri pada kelas eksperimen kedua
sedangkan pembelajaran konvensional diberikan pada kelas kontrol.
d) Simbol : X1 dengan kategori a1, a2 dan a3
a1 = pendekatan PMRI
a2 = pendekatan inkuiri
a3 = pembelajaran konvensional
2) Gaya Belajar
a) Definisi operasional : gaya belajar adalah cara yang lebih efektif
digunakan seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses
dan mengerti suatu informasi.
b) Skala pengukuran : skala nominal dengan tiga kategori yaitu gaya
belajar visual, auditorial dan kinestetik.
c) Indikator : skor yang diperoleh dari angket gaya belajar yang dimiliki
siswa.
d) Simbol : X2 dengan kategori b1, b2, b3
b1 = gaya belajar visual
b2 = gaya belajar auditori
b3 = gaya belajar kinestetik
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.
1) Definisi operasional : prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah
dicapai dari proses yang telah dilakukan untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman di bidang matematika untuk mengembangkan
keterampilan dalam mata pelajaran matematika yang ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
2) Skala pengukuran : skala interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
3) Indikator : nilai tes prestasi belajar matematika pada standar kompetensi
menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-
bagiannya.
4) Simbol : Y
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha memperoleh bahan dan
keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian atau cara-cara yang dilakukan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada
tiga cara, yaitu metode dokumentasi, metode angket, dan metode tes.
a. Metode Dokumentasi
Menurut Budiyono (2003: 54), metode dokumentasi adalah cara
pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang ada.
Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan
data tentang nilai UAS semester 1 kelas VIII SMP untuk mata pelajaran
matematika, dari sampel kelompok eksperimen pertama, sampel dari
kelompok eksperimen kedua dan sampel dari kelompok kontrol pada
tahun pelajaran 2011/2012.
Data yang diperoleh digunakan untuk uji keseimbangan rata-rata.
Sebelum uji keseimbangan rata-rata antar tiga kelompok dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data masing-masing kelompok,
uji homogenitas variansi antara ketiga kelompok tersebut, dan uji
keseimbangan rerata antara ketiga kelompok tersebut.
b. Metode Angket
Menurut Budiyono (2003: 47), metode angket adalah cara
pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis
kepada subyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawaban
diberikan pula secara tertulis. Dalam penelitian ini angket yang dibuat
adalah untuk menentukan gaya belajar yang memuat pernyataan-
pernyataan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Terdapat empat pilihan untuk setiap pernyataan. Pernyataan yang
dibuat bermakna positif dan negatif dengan tujuan agar responden berpikir
dahulu sebelum memberi jawaban. Senada dengan Pudji Muljono (2002:
10) yang menyatakan bahawa dalam penyusunan angket hendaknya
disusun dalam pernyataan positif dan negatif agar ciri-ciri pernyataan
sikap tidak terlupakan dan agar setiap pernyataan mempunyai kemampuan
membedakan antara kelompok responden yang setuju dengan kelompok
responden yang tidak setuju terhadap objek sikap.
Responden hanya memilih alternatif jawaban pada lembar yang
disediakan, untuk setiap pernyataan sesuai dengan keadaan diri siswa itu
sendiri. Skor untuk setiap pernyataan positif adalah 4 untuk jawaban
selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban jarang, 1 untuk jawaban
Tidak pernah, sedangkan Skor untuk setiap pernyataan negatif adalah 1
untuk jawaban selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawaban jarang, 4
untuk jawaban Tidak pernah. Kemudian skor dari setiap indikator untuk
setiap tipe gaya belajar dijumlahkan, dan didapat skor untuk suatu tipe
gaya belajar. Setelah pengisian angket dilakukan, akan diperoleh skor
untuk tiga tipe gaya belajar. Tipe gaya belajar yang memperoleh skor
tertinggi dipandang sebagai gaya belajar yang dominan dimiliki oleh siswa
tersebut.
Jika satu siswa terdapat skor gaya belajar yang sama pada dua
atau lebih tipe gaya belajar, maka dilakukan pengkajian lebih mendalam
dengan pemberian angket lagi untuk menentukan gaya belajar yang
dimiliki responden. Jika dalam pemberian angket didapat nilai yang sama,
maka data dari responden tidak digunakan dalam penelitian (dibuang).
c. Metode Tes
Menurut Budiyono (2003: 54), metode tes adalah cara
pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan atau suruhan-
suruhan kepada subyek penelitian. Dalam penelitian ini bentuk tes yang
digunakan adalah tes objektif (pilihan ganda). Metode tes ini digunakan
untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar matematika pada pokok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
bahasan bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII semester 2 setelah
dilakukan pemanipulasian terhadap variabel bebas.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menjelaskan semua alat pengambilan data yang
digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen
(validitas dan reliabilitasnya). Karena itu instrumen penelitian sebelum
digunakan untuk mengambil data terlebih dahulu harus diujicobakan pada
siswa di luar kelas penelitian, dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
instrumen yang akan digunakan, baik instrumen tes maupun instrumen angket
sesuai standar instrumen atau tidak.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan angket.
Sebelum tes dan angket dibuat, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi. Setelah dibuat
kisi-kisi barulah dibuat soal dan angket berdasarkan kisi-kisi tersebut. Setelah
angket dan tes selesai dibuat dan disusun dalam format yang rapi beserta
petunjuk pengisian, langkah selanjutnya diujicobakan kepada responden.
Instrumen tes digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika pada
standar kompetensi menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan
bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya dan angket untuk mengetahui
tipe gaya belajar yang dimiliki siswa-siswi pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
a. Pengembangan Instrumen Tes Prestasi Belajar
Langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut:
1) Menyusun tujuan, tujuan harus sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar,
2) Menyusun kisi-kisi perangkat sesuai dengan pokok bahasan yang akan
diujikan dalam hal ini sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-
bagiannya, serta menentukan ukurannya, sesuai dengan indikator,
3) Menentukan banyaknya butir tes yang dikehendaki,
4) Menyusun butir tes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
5) Melakukan Uji Validitas Isi
Berdasarkan pada tujuan tes prestasi belajar yaitu untuk
mengetahui apakah prestasi belajar yang ditampakkan secara individual
dapat pula ditampakkan pada keseluruhan situasi, maka uji validitas yang
dilakukan pada metode tes ini adalah uji validitas isi. Uji validitas pada
instrumen tes dimaksudkan untuk menguji apakah tes tersebut mampu
mempresentasikan seluruh isi hal yang akan diukur. Untuk tes hasil
belajar, supaya tes mempunyai validitas isi, harus diperhatikan hal-hal
berikut .
(a). Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk
mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau
dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar.
(b). Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik
berat bahan yang telah diajarkan.
(c). Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan
untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.
(Budiyono, 2003: 58)
Validator instrumen tes prestasi belajar matematika pada penelitian
ini adalah dosen/guru yang dianggap mampu dalam materi Bangun
Ruaang Sisi Datar, yakni Drs. Maryono, M.Pd sebagai dosen Geometri
Analit Ruang di IKIP PGRI Bojonegoro, Dra. Erni Puji Lestari, M.Pd.
sebagai guru Matematika di SMP N 4 Bojonegoro dan sebagai dosen
IKIP PGRI Bojonegoro, dan Sri Hartutik, S.Pd sebagai guru Matematika
di SMP N 2 Sugihwaras. Validator ini memvalidasi isi dari instrumen tes
prestasi belajar matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar
sebanyak 35 butir soal. Adapun saran yang diberikan oleh validator (lihat
Lampiran 8) sebagai berikut:
a. Pada penulisan indikator harap lebih spesifik
b. Pada soal nomer 15 sebaiknya ditulis Berdasarkan gambar di bawah
ini, garis tinggi limas adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Setelah dilakukan validitas isi dan dilakukan perbaikkan
berdasarkan saran validator maka diperoleh instrumen tes prestasi seperti
pada Lampiran 8. Pelaksanaan uji coba instrumen tes prestasi belajar
matematika dilaksanakan di SMP N 4 Bojonegoro pada siswa kelas VIII E
sebanyak 40 siswa dengan alasan materi pada kelas tersebut sudah selesai
terlebih dahulu dan bukan merupakan kelompok yang digunakan untuk
penelitian. Setelah instrumen tes prestasi belajar matematika diujicobakan
dan data uji coba tes prestasi belajar matematika diperoleh, selanjutnya
instrumen tes diuji reliabilitas, diuji daya pembeda dan diuji tingkat
kesukarannya.
6) Melakukan uji coba.
a). Melakukan Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan kepada keajegan hasil pengukuran. Tes
prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian memakai tes
obyektif, dimana setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban
yang salah diberi skor 0. Untuk menghitung tingkat reliabilitasnya
digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20 yaitu:
(
)( ∑
)
dengan : r11 = indeks reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir instrumen
st2 = variansi skor total
pi = proporsi subjek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi = 1 - pi
soal dikatakan reliabel jika indeks reliabilitas yang diperoleh telah
melebihi 0,70 (r11 > 0,7).
(Budiyono, 2003: 69)
Berdasarkan hasil perhitungan uji Reliabilitas instrumen tes
prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9), diperoleh indeks
reliabilitas tes (KR-20) r11 sebesar 0,8418. Karena r11 > 0,70, berarti
instrumen tes prestasi belajar matematika reliabel. Sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar
matematika.
b). Tingkat kesukaran butir
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar
jangkauannya. Tingkat kesukaran butir soal merupakan rasio antara
penjawab butir dengan benar dan banyaknya penjawab butir. Untuk
menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus
sebagai berikut:
dengan :
ni = banyaknya siswa yang menjawab butir aitem ke-i dengan benar
i = 1, 2, 3,…..
pi = indeks kesukaran butir aitem ke-i
N = banyaknya siswa yang menjawab aitem
(Saifuddin Azwar, 2007: 134)
Soal tes yang dipakai pada penelitian adalah soal tes yang memiliki indeks tingkat
kesukaran 0,30 pi 0,70. Dari hasil perhitungan uji Tingkat Kesukaran
instrumen tes prestasi belajar matematika selengkapnya yang ada pada Lampiran
9, diperoleh rangkumannya seperti pada Tabel 3.7 berikut ini:
Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran untuk Tes Prestasi Belajar
Matematika
No. Kriteria Tingkat
Kesukaran (pi) Butir Soal Keputusan
Jumlah
butir
soal
1. 0,00 pi < 0,30 26 Tingkat Kesukaran
sulit 1
2. 0,30 pi 0,70
2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 27,
29, 30, 32, 33, 34, 35
Tingkat Kesukaran
sedang 30
3. 0,70 < pi 1,00 1, 3, 28, 31 Tingkat Kesukaran
mudah 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Berdasarkan Tabel 3.7 dapat disimpulkan bahwa dari 35 butir soal instrumen tes
prestasi belajar matematika pada uji coba instrumen tes ini terdapat 30 butir soal
yang mempunyai tingkat kesukaran yang baik sehingga ke-30 butir soal ini
digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika, dan
terdapat 5 butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang tidak baik sehingga
ke-5 butir soal ini, yakni 1, 3, 26, 28, 31 dibuang.
c). Daya Beda
Sebuah soal tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik jika
banyak anak yang berasal dari kelompok anak pandai lebih banyak
menjawab dengan benar daripada anak yang berasal dari kelompok yang
tidak pandai. Perhitungan indeks daya pembeda menggunakan seluruh hasil
dari kelompok pandai dan kelompok tidak pandai. Adapun pembagian
kelompok pandai dan kelompok tidak pandai dari data hasil tes yang
diperingkat dari terbesar sampai terkecil. Kemudian dari hasil peringkat ini,
50% data atas masuk dalam data kelompok pandai, sedangkan 50% data
bawah masuk dalam data kelompok tidak pandai. Jika banyak data ganjil,
maka data ke-(n+1)/2 dengan n adalah banyaknya data diabaikan. Setelah
kelompok pandai dan kelompok tidak pandai ditentukan, indeks daya
pembeda (D) dapat dihitung dengan rumus:
Di = pai - pbi
Dengan:
pai = proporsi siswa dari kelompok pandai yang menjawab butir i secara
benar.
pbi = proporsi siswa dari kelompok tidak pandai yang menjawab butir i
secara benar.
Di = Daya pembeda butir ke-i
Nilai daya pembeda yang diperoleh dari rumus di atas adalah antara-1
dan 1. Menurut Sumarna (2004: 47) bahwa soal yang baik adalah soal yang
memiliki daya beda di atas 0,3. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti
menetapkan bahwa butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik
jika Di 0,3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
7) Melakukan analisis item soal,
8) Mengambil keputusan yaitu apakah butir soal tersebut dipakai, direvisi, atau
dibuang
Dalam uji coba instrumen tes prestasi belajar ini menggunakan instrumen
tes yang berjumlah 35 soal dengan durasi waktu 90 menit dengan soal berbentuk
pilihan ganda. Setelah dilakukan analisis hasil uji coba tes prestasi maka butir
soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas butir instrumen untuk diberikan
pada sampel penelitian, sedangkan soal yang tidak sesuai digugurkan. Dari hasil
perhitungan uji Daya Pembeda instrumen tes prestasi belajar matematika (lihat
Lampiran 9), diperoleh:
Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda untuk Tes Prestasi Belajar
Matematika
No. Kriteria Daya
Pembeda (D) Butir Soal Keputusan
Jumlah
butir
soal
1. D 0,3
2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 17, 18, 19, 20,
21, 23, 24, 27, 30, 32, 33,
34, 35
Butir Soal
dengan Daya
Pembeda yang
baik
25
2. D < 0,3 1, 3, 8, 16, 22, 25, 26, 28,
29, 31
Butir Soal
dengan Daya
Pembeda yang
tidak baik
10
Berdasarkan Tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa dari 35 butir soal
instrumen tes prestasi belajar matematika pada uji coba instrumen tes ini
terdapat 25 butir soal yang mempunyai daya pembeda yang baik sehingga ke-25
butir soal ini digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar
matematika, dan terdapat 10 butir soal yang mempunyai daya pembeda yang
tidak baik sehingga ke-10 butir soal ini, yakni 1, 3, 8, 16, 22, 25, 26, 28, 29, 31
tidak digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika.
Berdasarkan analisis Reliabilitas, analisis Daya Pembeda dan analisis
Tingkat Kesukaran di atas, diperoleh bahwa butir soal yang digunakan sebagai
instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9) adalah
nomor soal 2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 27, 30, 32,
33, 34, dan 35, sebanyak 25 butir soal tes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
b. Pengembangan Angket
Langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut:
1) Menyusun tujuan, tujuan harus sesuai dengan stndar kompetensi dan
kompetensi dasar,
2) Menyusun kisi-kisi perangkat sesuai dengan pokok bahasan yang akan
diujikan dalam hal ini segiempat, sesuai dengan indikator,
3) Menentukan banyaknya butir angket yang dikehendaki,
4) Menyusun butir angket,
5) Melakukan uji coba,
6) Melakukan analisis item soal angket yang meliputi uji validitas, uji
reliabilitas, dan konsistensi internal
1). Analisis Instrumen Angket
Pada angket gaya belajar, dilakukan analisis sebagai berikut :
a) Validitas Isi
Validitas dari suatu instrumen biasanya dinilai oleh para
pakar (Budiyono, 2003:65), sehingga validitas isi dari instrumen
penelitian ini akan dilakukan oleh pakar. Peneliti
mengkonsultasikan kepada tiga orang validator yakni Derny
Irawati, S.Psi sebagai Direktur LBB SSC Bojonegoro dan seorang
motivator, H. M. Rohmad, S.Psi sebagai guru BK di SMP N 1
Balen, dan Hartatik, S.Psi, Psi sebagai psikolog di Rumah Sakit
Aisyah Bojonegoro. Validator-validator ini melakukan validitas isi
dari instrumen angket gaya belajar sebanyak 45 butir pernyataan,
yang terdiri dari gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik, yang
masing-masing gaya belajar terdiri dari 15 butir pernyataan.
Adapun saran yang diberikan oleh validator (lihat Lampiran 15),
sebagai berikut:
a. Butir ke-9 sebaiknya ditambah kata ”materi” agar memiliki
makna yang jelas.
b. Kalimat pada butir ke-12 kata ”cuma” diganti dengan ”hanya”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c. Sebaiknya pada butir ke-17, ditambahi kata menerangkan
sesudah guru.
d. Sebaiknya pada butir ke-32, ditambahi kata ”beserta
pembahasannya” di akhir kalimat.
Setelah dilakukan validitas isi dan dilakukan perbaikkan
berdasarkan saran validator maka diperoleh angket gaya belajar.
Pelaksanaan uji coba instrumen angket gaya belajar dilaksanakan di
SMP N 1 Sukosewu pada siswa kelas VIII A sebanyak 32 siswa.
Setelah instrumen angket gaya belajar diujicobakan dan data
ujicoba angket gaya belajar diperoleh, selanjutnya instrumen
angket diuji reliabilitas dan diuji konsisten internal berdasarkan tipe
gaya belajar. Jadi terdapat tiga uji Reliabilitas dan uji Konsisten
Internal.
b) Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha untuk melakukan
uji reliabilitas, yaitu:
2
2
11 11
t
i
s
s
n
nr
dengan
r11 = indeks reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir instrumen
si2 = variansi butir ke-i, i = 1, 2, ..., n
st2 = variansi skor total yang diperoleh subyek uji coba.
(Budiyono, 2003: 70)
Menurut Budiyono (2003:72) bahwa:
Tidak ada ketentuan baku dalam menentukan nilai indeks
reliabilitas yang memenuhi syarat baik. Tetapi biasanya, diambil
nilai 0,70. Ini berarti, hasil pengukuran yang mempunyai indeks
reliabilitas 0,70 atau lebih cukup baik nilai kemanfaatannya dalam
arti instrumennya dapat dipakai untuk melakukan pengukuran.
Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan berdasarkan penjelasan
di atas, bahwa kriteria angket dikatakan reliabel, jika r11 > 0,70. Dari hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perhitungan Uji Reliabilitas instrumen angket gaya belajar berdasarkan
tipe-tipenya (lihat Lampiran 16 sampai dengan Lampiran 18), diperoleh :
Tabel 3.7 Nilai Reliabilitas untuk masing-masing Tipe Gaya Belajar
No. Tipe Gaya Belajar Reliabilitas
Alpha (r11)
Kriteria r11
terhadap 0,7
Keputusan
Instrumen
1. Visual 0,750 > 0,7 Reliabel
2. Auditori 0,754 > 0,7 Reliabel
3. Kinestetik 0,778 > 0,7 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.8 di atas dapat disimpulkan bahwa angket
gaya belajar berdasar tipe gaya belajar pada penelitian ini ketiga gaya
belajar memenuhi kriteria reliabilitas dan dinyatakan reliabel. Secara
keseluruhan dari hasil ujicoba angket ini, bahwa instrumen angket gaya
belajar memenuhi kriteria reliabilitas dan dinyatakan reliabel, sehingga
dapat digunakan sebagai instrumen penelitian angket gaya belajar
c) Konsistensi Internal
Konsistensi internal menunjukkan adanya korelasi positif antara masing-
masing butir angket tersebut. Artinya butir-butir tersebut harus mengukur
hal yang menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Untuk
menghitung konsistensi internal butir ke-i, digunakan rumus korelasi
momen produk dari Karl Pearson, yaitu :
2222
YYnXXn
YXXYnrxy
dengan:
rxy = indeks daya beda untuk butir ke-i
n = cacah subyek yang diberi angket
X = butir ke-i
Y = skor total
Menurut Budiyono (2003:65) bahwa jika terdapat n buah butir,
maka akan dilakukan perhitungan sebanyak n kali. Jika indeks
konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3, maka butir tersebut
harus dibuang.
(Budiyono, 2003: 65)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Dalam penelitian ini, butir angket yang akan digunakan jika mempunyai
indeks konsistensi internal : rxy 0,3. Dari hasil perhitungan uji Konsistensi
Internal angket gaya belajar berdasarkan tipe-tipenya (lihat Lampiran 16 sampai
dengan Lampiran 18), diperoleh:
Tabel 3.8 Hasil Uji Konsistensi Internal untuk Tipe Gaya Belajar
No. Tipe Gaya Belajar Nomor Butir
Angket
Butir angket
yang baik
Butir angket
yang tidak baik
1. Visual 1 – 15 1 – 15 Tidak ada
2. Auditori 16 – 30 16 – 30 Tidak ada
3. Kinestetik 31 – 45 31 – 45 Tidak ada
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis uji Konsistensi Internal diperoleh :
1) Pada Lampiran 16 untuk tipe gaya belajar visual yang terdiri dari 15 butir
angket, dari butir angket 1 sampai dengan butir angket 15, semuanya
mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa
kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar visual adalah baik dan dapat
digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.
2) Pada Lampiran 17 untuk tipe gaya belajar auditori yang terdiri dari 15 butir
angket, dari butir angket 16 sampai dengan butir angket 30, semuanya
mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa
kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar auditori adalah baik dan dapat
digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.
3) Pada Lampiran 18 untuk tipe gaya belajar kinestetik yang terdiri dari 15 butir
angket, dari butir angket 31 sampai dengan butir angket 45, semuanya
mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa
kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar kinestetik adalah baik dan
dapat digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semua butir
angket gaya belajar pada ujicoba angket ini adalah baik dan dapat digunakan
sebagai instrumen penelitian angket gaya belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat di sini menggunakan uji normalitas dengan metode
Lilliefors karena datanya berupa data tunggal dan uji homogenitas dengan
metode Bartlett. Uji prasyarat digunakan untuk uji keseimbangan dan uji
hipotesis. Adapun pengujian datanya adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal
atau tidak maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji
normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors karena data yang
digunakan berupa data tunggal yaitu:
a. Menentukan Hipotesis
:0H sampel berasal dari populasi normal.
:1H sampel tidak berasal dari populasi normal.
b. Tingkat Signifikansi, 05,0
c. Statistik Uji
ii zSzFMaksL
Dengan: ( ) ( ) ( )
)( izS = proporsi cacah izZ terhadap seluruh z.
iz = skor standar untuk
S = standar deviasi sampel
= rerata sampel
d. Daerah Kritik
{ }
nL , diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi dan
derajat bebas n (ukuran sampel).
e. Keputusan Uji
0H ditolak jika DKL atau 0H tidak ditolak jika DKL .
(Budiyono, 2009:170)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
b. Uji Homogenitas
Sebelum data yang diperoleh dianalisis, maka terlebih dahulu
diuji homogenitasnya untuk mengetahui bahwa populasi-populasi
homogen atau berasal dari populasi yang variansinya sama. Dalam uji
homogenitas ini penulis menggunakan uji Bartlett.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji Bartlett adalah:
a. Hipotesis
:0H
:1H tidak semua variansi sama
b. Tingkat Signifikansi, 05,0
c. Statistik Uji
2
1
2 loglog303,2
j
k
j
j sfRKGfc
Dengan: 2
1,
2 ~ k
Dimana:
k = cacah populasi
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk sj2; j = 1, 2, ..., k
f = N – k = ∑ = derajat kebebasan untuk RKG
ffkc
j
11
13
11
;
RKG=rerata kuadrat galat=
j
j
f
SS;
j
j
jjn
XXSS
2
2 2
1 jj sn
d. Daerah Kritik
{
}
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Untuk beberapa α dan (k-1), nilai 2
1, k dapat dilihat pada tabel nilai
chi-kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).
e. Keputusan Uji
0H ditolak jika DK2 atau tidak ditolak jika DK2 .
(Budiyono, 2009:176)
2. Uji Keseimbangan
Sebelum eksperimen berlangsung, kedua kelompok eksperimen
dan satu kelompok kontrol diuji keseimbangan rata-ratanya. Hal ini
dimaksudkan agar hasil dari eksperimen benar-benar akibat dari perlakuan
yang dibuat, bukan karena pengaruh yang lain. Uji keseimbangan ini
digunakan untuk menguji dua rataan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan asumsi bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
dan homogen. Prosedur uji keseimbangan pada penelitian ini
menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama karena pada
penelitian ini terdapat tiga populasi yang dibandingkan.
Adapun notasi dan tata letak data pada analisis anava satu jalan
dengan sel tak sama adalah:
Tabel 3.9 Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama
.... Total
Data Amatan
…
…
…
…
…
…
…
Cacah Data
Jumlah Data
Rerata
Jumlah Kuadrat
Suku Koreksi
Variansi
∑
∑
…
…
…
…
…
…
∑
∑
∑
∑
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Dari tabel di atas, perlu diketahui bahwa:
N = ∑
G = kTTTT ...21
=
= j
j
j
jn
TX
2
2
Adapun langkah-langkah uji keseimbangan dengan anava satu jalan
sel tak sama adalah sebagai berikut:
a) Hipotesis
H0 : 1 = 2 = 3
H1 : paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama
b) Tingkat signifikan: = 0,05
c) Komputasi
Untuk mempermudah perhitungan dalam penelitian ini didefinisikan
besaran sebagai berikut:
(1) = N
G 2
(2) = 2
ijkX (3) = i i
i
n
T2
Jumlah Kuadrat: Derajat kebebasan:
JKA = (3) – (1) dkA = k – 1
JKG = (2) – (3) dkG = N – k
JKT = (2) – (1) dkT = N – 1
Rerata kuadrat
RKA = dkA
JKA RKG =
dkG
JKG
d) Statistik uji yang digunakan
Fobs=RKG
RKA
e) Daerah Kritik
DK = {F | F > F;k-1;N-k}
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
f) Keputusan Uji
H0 ditolak jika harga statistik uji F berada di dalam daerah kritik (F
DK), H0 diterima jika harga statistik uji F berada di luar daerah
kritik (FDK). Jika H0 ditolak berarti populasi mempunyai rataan
yang tidak sama, jika H0 diterima berarti populasi mempunyai rataan
yang sama (populasi seimbang).
(Budiyono, 2009: 196-198)
3. Uji Hipotesis
a. Tahap 1 (Uji Anava Dua Jalan Sel Tak Sama)
Dalam pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan
3 x 3 dengan frekuensi sel tak sama. Model dari analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama yaitu:
ijkijjiijkX
Keterangan:
ijkX
= data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean)
i
= efek baris ke-i pada variabel terikat
j
= efek kolom ke-j pada variabel terikat
ij
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel
terikat
ijk = deviasi data amatan terhadap rerata populasinya ij
yang berdistribusi normal dengan rerata 0, deviasi amatan
terhadap rerata populasi tersebut disebut galat.
i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3
k = 1, 2, ...,
= banyaknya data amatan pada baris ke-i dan kolom ke-j
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
A B
Tabel 3.10 Tata Letak Data Anava Dua jalan Sel Tak Sama
Gaya Belajar
Visual
(b1)
Auditori
(b2)
Kinestetik
(b3)
Pembelajaran PMRI (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13
Pembelajaran inkuiri (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23
Pembelajaran konvensional(a3) (ab)31 (ab)32 (ab)33
1) Langkah Pengujian Hipotesis
i. H0A : i = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3
Tidak ada perbedaan efek antar baris pada variabel
terikat
H1A : Paling sedikit ada satu i yang tidak nol.
Ada perbedaan efek antar baris pada variabel terikat
ii. H0B : j = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3
Tidak ada perbedaan efek antar kolom pada variabel
terikat.
H1B : Paling sedikit ada satu j yang tidak nol.
Ada perbedaan efek antar kolom pada variabel terikat
iii. H0AB : ()ij = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3
Tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel
terikat
H1AB : Paling sedikit ada satu ()ij yang tidak nol.
Ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
2) Komputasi
a) Komponen komputasi
Tabel 3.11 Rerata dan Jumlah Rerata
Gaya Belajar Siswa Total
b1 b2 b3
PMRI a1 A1
Inkuiri a2
A2
Konvensional a3 A3
Total B1 B2 B3 G
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama,
didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut:
ji
ijnN,
banyaknya seluruh data amatan
ijn banyaknya data amatan pada sel ij
hn rerata harmonik frekuensi seluruh sel =
ji ijn
pq
,
1
ij
k
ijk
k
ijkijn
X
XSS
2
2
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB rerata pada sel ij
i
iji ABA jumlah rerata pada baris ke-i
j
ijj ABB jumlah rerata pada baris ke-j
ji
ijABG,
jumlah rerata semua sel
A
B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4),
dan (5) sebagai berikut:
pq
G 2
1
ji
ijSS,
2
i
i
q
A2
3
j
j
p
B2
4
ji
ijAB,
2
5
b) Jumlah Kuadrat
JKA = *( ) ( )+
JKB = *( ) ( )+
JKAB = *( ) ( ) ( ) ( )+
JKG = ( )
JKT = JKA+JKB+JKAB+JKG
Dimana:
JKA = Jumlah Kuadrat Baris
JKB = Jumlah Kuadrat Kolom
JKAB = Jumlah Kuadrat Interaksi
JKG = Jumlah Kuadrat Galat
JKT = Jumlah Kuadrat Total
c) Derajat Kebebasan
dkA = p-1
dkB = q-1
dkAB = (p-1)(q-1)=pq-p-q+1
dkG = pqNnij
ij 1
dkT = N-1
+
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
d) Rerata Kuadrat
dkA
JKARKA
dkAB
JKABRKAB
dkB
JKBRKB
dkG
JKGRKG
Statistik uji
RKG
RKAFa
RKG
RKBFb
RKG
RKABFab
e) Daerah Kritik
i. Daerah kritik untuk adalah { }
ii. Daerah kritik untuk adalah { }
iii. Daerah kritik untuk adalah { ( )( ) }
f) Keputusan Uji
0H ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi harga daerah
kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distribusi F pada tingkat
signifikasi .
g) Rangkuman Analisis
Tabel 3.12 Rangkuman Anava Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber variansi Dk JK RK Statistik uji Ftabel Keputusan
A (baris) p-1 JKA RKA=JKA/dkA Fa=RKA/RKG F*
H0A ditolak/ H0A
diterima
B (kolom) q-1 JKB RKB=JKB/dkB Fb=RKB/RKG F* H0B ditolak/ H0B
diterima
AB (interaksi) (p-1)(q-1) JKAB RKAB=JKAB/dkAB Fab=RKAB/RKG F* H0AB ditolak/
H0AB diterima
G (galat) N-pq JKG RKG=JKG/dkG - - -
Total N-1 JKT - - - -
Keterangan: F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel
h) Kesimpulan Uji Hipotesis
Kesimpulan sebaiknya ditulis dalam bahasa bahasa sehari-hari dan koheren
dengan permasalahan yang dirumuskan di awal penelitian.
(Budiyono, 2009: 229-231)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
b. Tahap 2 (Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi)
Jika hasil dari analisis variansi dua jalan sel tidak sama tersebut
menujukkan H0-nya ditolak, maka dilakukan uji lanjut pasca analisis
variansi dengan menggunakan metode Scheffe’. Metode Scheffe’
menghasilkan cacah beda rerata signifikan paling sedikit dibanding
metode yang lain. Tujuan utama dari uji lanjut pasca analisis variansi
adalah untuk mengetahui perbedaan rerata pada setiap baris, setiap
kolom, dan setiap pasangan sel. Budiyono, (2009: 215).
Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji Scheffe adalah
sebagai berikut:
1) Identifikasi semua pasangan komparasi.
2) Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi.
3) Mencari harga statistik uji F antara lain:
a) Komparasi rerata antar baris
ji
ji
ji
nnRKG
XXF
11
2
b) Komparasi rerata antar kolom
ji
ji
ji
nnRKG
XXF
11
2
c) Komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama
kjij
kjij
kjij
nnRKG
XXF
11
2
d) Komparasi rerata antar sel pada baris yang sama
ikij
ikij
ikij
nnRKG
XXF
11
2
Keterangan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
= nilai obsF pada pembandingan baris ke-i dan
baris ke-j
= nilai obsF pada pembandingan kolom ke-i dan
kolom ke-j
= nilai obsF pada pembandingan rerata pada sel
ke-ij dan rerata pada sel ke-kj
= rerata pada baris ke-i
= rerata pada baris ke-j
= rerata pada kolom ke-i
= rerata pada kolom ke-j
RKG = rerata kuadrat galat yang diperoleh dari
perhitungan analisis variansi
= ukuran sampel baris ke-i
= ukuran sampel baris ke-j
= ukuran sampel kolom ke-i
= ukuran sampel kolom ke-j
= ukuran sampel sel ij
= ukuran sampel sel kj
= ukuran sampel sel ik
4) Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
{ ( ) }
{ ( ) }
{ ( ) }
{ ( ) }
5) Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasangan
komparasi rerata atau 0H ditolak jika DKF .
6) Menentukan kesimpulan dari uji yang sudah ada.
(Budiyono, 2009: 215)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data penelitian yang digunakan untuk uji hipótesis meliputi data nilai
UAS matematika siswa kelas VIII semester 1 yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, data nilai tes
prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dan data gaya
belajar siswa.
1. Data Kemampuan Awal
Pada penelitian ini, data nilai UAS matematika siswa ketika di kelas VIII
semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 digunakan sebagai data awal untuk
mengetahui kemampuan awal antara kelas eksperimen pertama, kedua dan kelas
kontrol. Data nilai UAS matematika siswa tersebut diuji keseimbangannya untuk
mengetahui apakah populasi mempunyai kemampuan awal sama. Sebelum diuji
keseimbangan, masing-masing populasi terlebih dahulu diuji apakah berdistribusi
normal atau tidak, serta diuji apakah sampel berasal dari populasi yang homogen
atau tidak. Dalam penelitian ini, kelas yang diberikan pendekatan pembelajaran
PMRI sebagai kelompok eksperimen pertama, kelas yang diberikan pendekatan
pembelajaran inkuiri sebagai kelompok eksperimen kedua, sedangkan kelompok
kontrol adalah kelas yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan
konvensional. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, hasilnya seperti pada
Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal
Kelas Statistik
N s2 s Xmaks Xmin
Eksperimen 1 104 69,25 67,46 8,21 82,5 40,0
Eksperimen 2 102 68,63 70,75 8,41 82,5 45,0
Kontrol 104 67,88 74,61 8,64 80,0 37,5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
2. Data Tes Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Datar
Data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun ruang
sisi datar kelompok eksperimen pembelajaran PMRI terdapat pada Lampiran 26.
Data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi
datar kelompok eksperimen pembelajaran inkuiri terdapat pada Lampiran 27.
Sedangkan data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun
ruang sisi datar kelompok kontrol pembelajaran konvensional terdapat pada
Lampiran 28. Deskripsi data prestasi belajar matematika untuk eksperimen
pertama, kedua dan kontrol adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas Statistik
N s2 S Xmaks Xmin
Eksperimen 1 104 81,96 105,94 10,29 100 60
Eksperimen 2 102 68,90 87,10 9,33 88 52
Kontrol 104 58,04 101,59 10,08 80 36
Data rata-rata tes prestasi belajar matematika berdasarkan kelompok
pembelajaran dan tipe gaya belajar, sebagai berikut :
Tabel 4.3 Rata-rata Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa di dalam
Pembelajaran dan Tipe Gaya Belajar
Pendekatan Pembelajaran
Rata-rata tes prestasi belajar matematika
berdasarkan Gaya Belajar Rata-
rata tes Visual Auditori Kinestetik
PMRI 76,8333 83,9000 83,1000 81,9615
Inkuiri 66,4000 73,8000 65,2973 68,9020
Konvensional 56,8750 62,7000 53,3750 58,0385
Rata-rata tes 65,7284 73,4667 68,3303 69,6000
3. Data Gaya Belajar
Data tentang gaya belajar yang dimiliki siswa dapat diperoleh dari angket
gaya belajar yang diberikan kepada siswa kelas VIII pada masing-masing
kelompok eksperimen pertama, kelompok eksperimen kedua dan kelompok
kontrol pada tiga sekolah yang digunakan untuk penelitian. Setelah angket
disebarkan dan dihitung skornya kemudian data tersebut dikelompokkan
berdasarkan tipe gaya belajar yaitu visual, auditori dan kinestetik. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Adapun rangkumannya dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Tipe Gaya Belajar
Pendekatan Pembelajaran Gaya Belajar
Jumlah Visual Auditori Kinestetik
PMRI 24 40 40 104
Inkuiri 25 40 37 102
Konvensional 32 40 32 104
Jumlah 81 120 109 310
B. Hasil Analisis Data
1. Uji Keseimbangan
Sebelum penelitian ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji
keseimbangan rata-rata nilai UAS matematika antar kedua kelompok eksperimen
dan satu kelompok kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan
kemampuan awal antara kelompok eksperimen pertama, kelompok eksperimen
kedua dan kelompok kontrol dalam kedudukan yang seimbang atau tidak. Dalam
penelitian ini, kelompok eksperimen pertama adalah pembelajaran PMRI,
kelompok eksperimen kedua adalah pembelajaran inkuiri sedangkan kelompok
kontrol adalah pembelajaran konvensional. Data yang digunakan sebagai
kemampuan awal kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ini adalah
prestasi belajar matematika dari nilai Ujian Akhir Semester (UAS) matematika
siswa kelas VIII semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 dari tiga SMP, yakni
SMP N 2 Sugihwaras, SMP N 1 Balen dan SMP N 4 Bojonegoro. Dari data yang
ada diperoleh untuk kelompok eksperimen pembelajaran PMRI sebanyak 104
siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar 69,25 dan
simpangan baku 8,21, kelompok eksperimen pembelajaran inkuiri sebanyak 102
siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar 68,63 dengan
simpangan baku 8,41, sedangkan untuk kontrol pembelajaran konvensional
sebanyak 104 siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar
67,88 dengan simpangan baku 8,64.
Sebelum dilakukan uji keseimbangan antara kedua kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data dan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
homogenitas variansi antara kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebagai syarat untuk uji keseimbangan. Dengan menggunakan metode Lilliefors
dengan tingkat signifikansi 5%, diperoleh hasil pengujian selangkapnya pada
Lampiran 20, Lampiran 21, dan Lampiran 22. Sedangkan rangkumannya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Untuk Data Nilai UAS
Matematika Siswa Semester 1 Populasi Siswa L observasi L kritik Keputusan uji Data berdistribusi
PMRI 0,057921 0,086879 H0 diterima Normal
Inkuir i 0,086920 0,087727 H0 diterima Normal
Konvensional 0,084734 0,086879 H0 diterima Normal
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.5, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga
populasi siswa untuk data nilai UAS Matematika siswa kelas VIII semester 1
berdistribusi normal.
Uji homogenitas variansi antara kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dengan menggunakan metode Bartlett dengan tingkat
signifikansi 5%, diperoleh hasil pengujian selangkapnya pada Lampiran 23
sedangkan rangkumannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Untuk Data Nilai UAS
Matematika Siswa Kelas VIII Semester 1 Populasi Siswa Antar
2 observasi
2 Kritik Keputusan uji Kesimpulan
PMRI, inkuiri dan
konvensional 0,2605 5,991 H0 diterima
Variansi ketiga populasi
Homogen
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.6, maka dapat disimpulkan bahwa
populasi siswa antara pembelajaran PMRI, inkuiri dan pembelajaran
konvensional untuk data nilai UAS matematika siswa kelas VIII semester 1
mempunyai variansi populasi yang homogen.
Setelah populasi dari siswa pada kelompok PMRI, inkuiri maupun siswa
pada kelompok konvensional dinyatakan berdistribusi normal dan variansi ketiga
populasi tersebut homogen berdasarkan data nilai UAS matematika siswa kelas
VIII semester 1, kemudian dilakukan uji keseimbangan antara kedua kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol dengan uji anava satu jalan. Hasil
perhitungan uji keseimbangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
dapat dilihat pada Lampiran 24, sedangkankan hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.7 Hasil Uji Keseimbangan Antara Kelompok Eksperimen PMRI,
Inkuiri dan Kelompok Kontrol Kelompok
Eksperimen
Nilai UAS Matematika Fobs Ftabel Keputusan uji
Rataan Simpangan Baku
PMRI 69,25 8,21
0,690 3,00 H0 diterima Inkuiri 68,63 8,41
konvensional 67,88 8,64
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.7, maka dapat disimpulkan bahwa
kelompok eksperimen pembelajaran PMRI, Inkuiri dengan kelompok kontrol
pembelajaran konvensional mempunyai kemampuan awal yang sama atau
seimbang.
2. Uji Prasyarat Anava
a. Uji Normalitas
Salah satu syarat untuk analisis variansi adalah sampel berasal dari
populasi normal, sehingga dilakukan uji normalitas terlebih dahulu sebelum data
dianalisis dengan anava. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan sebanyak enam kali, yakni uji normalitas pada populasi
siswa dengan Pembelajaran PMRI, inkuiri, konvensional, populasi siswa dengan
tipe gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Lilliefors karena
datanya berupa data tunggal dan tingkat signifikansi pada uji normalitas ini
sebesar 5%. Analisis uji normalitas dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran
26, 27, 28, 29, 30, dan 31 diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas
Populasi Siswa L observasi LKritik Keputusan uji Data berdistribusi
PMRI 0,066368 0,086879 H0 diterima Normal
Inkuiri 0,084821 0,087727 H0 diterima Normal
Konvensional 0,086310 0,086879 H0 diterima Normal
Gaya belajar visual 0,0599 0,0984 H0 diterima Normal
Gaya belajar auditori 0,0795 0,0809 H0 diterima Normal
Gaya belajar kinestetik 0,0843 0,0849 H0 diterima Normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.8, maka dapat disimpulkan bahwa
keenam populasi siswa berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas Variansi
Salah satu syarat lain untuk analisis variansi adalah variansi populasi
homogen. Oleh karena itu perlu dilakukan uji homogenitas variansi. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dan tipe gaya belajar, maka uji
homogenitas variansi diuji pada populasi siswa antar pembelajaran dan pada
populasi siswa antar tipe gaya belajar. Dalam hal ini populasi siswa antar
pembelajaran adalah Pembelajaran PMRI, inkuiri dan Pembelajaran konvensional,
sedangkan populasi siswa antar tipe gaya belajar adalah gaya belajar visual, gaya
belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.
Pada penelitian ini uji homogenitas menggunakan metode Bartlett karena
metode ini dapat digunakan untuk menunjukkan beda rerata dengan tingkat
signifikasi yang relatif kecil dan tingkat signifikansi pada uji ini sebesar 5%.
Analisis uji homogenitas variansi dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran 32
dan 33, rangkuman hasil uji homogenitas diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi
Populasi Siswa
Antar
2 observasi
2 Kritik Keputusan uji Kesimpulan
Pembelajaran 1,0581 5,991 H0 diterima Variansi ketiga
populasi Homogen
Tipe Gaya Belajar 5,0797 5,991 H0 diterima Variansi ketiga
populasi Homogen
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.9, maka dapat disimpulkan bahwa
variansi-variansi dari populasi yang diberi perlakuan dengan pendekatan
pembelajaran adalah sama atau homogen dan variansi-variansi dari populasi siswa
antar tipe gaya belajar adalah sama atau homogen.
3. Pengujian Hipotesis Penelitian
a. Analisis Variansi
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi sebagai
syarat untuk analisis variansi dan diperoleh semua populasi berdistribusi normal
dan variansi populasi siswa homogen, maka dapat dilanjutkan ke uji selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
yaitu analisis variansi. Pada penelitian ini analisis variansi yang digunakan
analisis variansi dua arah dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 5%. Dari
analisis variansi dua arah dengan sel tak sama dan perhitungannya (lihat Lampiran
34), diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.10 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK Dk RK Fobs F tabel Keputusan Uji
Pembelajaran (A) 27852,5104 2 13926,2552 160,3961 3,000 H0A ditolak
Gaya Belajar (B) 2807,9997 2 1403,9999 16,1706 3,000 H0B ditolak
Interaksi (AB) 1077,6774 4 269,4194 3,1030 2,370 H0AB ditolak
Galat 26134,0631 301 86,8241
Total 57872,2506 309
Kesimpulan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama berdasarkan Tabel 4.10
adalah :
(1) Pada efek utama (A), siswa-siswa dengan Pembelajaran PMRI, inkuiri dan
siswa-siswa dengan Pembelajaran konvensional mempunyai prestasi belajar
matematika yang berbeda.
(2) Pada efek utama (B), ketiga tipe gaya belajar memberikan efek yang berbeda
terhadap prestasi belajar matematika.
(3) Pada efek interaksi (AB), ada interaksi antara pendekatan pembelajaran yang
digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika.
b. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi
1) Untuk Hipotesis antar baris antara Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan
Pembelajaran Konvensional.
Dari Analisis Variansi Dua Arah diputuskan bahwa H0A ditolak,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode
Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan antar baris
sebagai berikut:
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris
Ho Fobs 2F0,05;2;307 Keputusan Uji
μ1. = μ2. 101,1542 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak
μ1. = μ3. 342,7654 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak
μ2. = μ3. 69,9947 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Dari Tabel 14.12 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri.
b) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional.
c) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional.
2) Untuk Hipotesis antar kolom antara tipe gaya belajar
Dari Analisis Variansi Dua Arah diputuskan bahwa H0B ditolak,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode
Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan antar kolom
sebagai berikut:
Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom
Ho Fobs 2F0,05;2;307 Keputusan Uji
μ.1 = μ.2 33,3517 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak
μ.1 = μ.3 3,6232 (2)(3,00) = 6,00 Ho diterima
μ.2 = μ.3 17,3559 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak
Dari Tabel 14.12 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori.
b) Tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi
belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.
c) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
3) Untuk Hipotesis antar sel antara pembelajaran dan tipe gaya belajar
Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode
Scheffe’ seperti pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan
antar sel pada baris yang sama dan pada kolom yang sama disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Sel
Ho Fobs 8F0,05;8;307 Keputusan Uji
a. 11 = 12 8,6774 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
b. 11 = 13 6,7846 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
c. 12 = 13 0,1474 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
d. 21 = 22 9,7031 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
e. 21 = 23 0,2089 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
f. 22 = 23 16,0046 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
g. 31 = 32
6,9475 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
h. 31 = 33
2,2574 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
i. 32 = 33
17,8047 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
j. 11 = 21 15,3519 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
k. 11 = 31 62,9189 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
l. 21 = 31 14,6658 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima
m. 12 = 22 23,4981 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
n. 12 = 32 103,5288 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
o. 22 = 32 28,3815 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
p. 13 = 23 70,1621 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
q. 13 = 33 180,9176 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
r. 23 = 33 28,0920 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.13 di atas, maka dapat disimpulkan :
a) Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran PMRI, masing-masing tipe
gaya belajar menghasilkan prestasi belajar yang sama (berdasarkan
keputusan uji a, b, dan c).
b) Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan
rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual dan auditori, tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
terdapat perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual
dan kinestetik, tetapi ada perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya
belajar auditori dan kinestetik (berdasarkan keputusan uji d, e dan f).
c). Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran konvensional, tidak ada
perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual dan
auditori, tidak terdapat perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya
belajar visual dan kinestetik, tetapi ada perbedaan rataan prestasi belajar
antara tipe gaya belajar auditori dan kinestetik (berdasarkan keputusan uji
g, h dan i)
d). Untuk kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual, pada
pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi yang sama dengan siswa pada
pembelajaran inkuiri. Kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual,
pada pembelajaran inkuiri menghasilkan prestasi yang sama dengan siswa
pada pembelajaran konvensional tetapi prestasi belajar siswa pada
pembelajaran PMRI berbeda dengan prestasi belajar siswa pada
pembelajaran konvensional (berdasarkan keputusan uji j, k, dan l).
e). Untuk siswa-siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori, dan tipe gaya
belajar kinestetik menghasilkan prestasi yang berbeda jika diberi
pembelajaran PMRI, inkuiri maupun yang diberi konvensional
(berdasarkan keputusan uji m, n, o, p, q dan r).
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa prestasi belajar
matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran PMRI lebih baik daripada
inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi belajar siswa dengan
pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional. Berdasarkan analisis
variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa siswa-siswa dengan
pembelajaran PMRI, inkuiri dan siswa-siswa dengan pembelajaran konvensional
mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda. Dari analisis variansi dua
arah diputuskan bahwa H0A ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca
analisis variansi dengan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
hasil uji komparasi ganda antar kolom antar gaya belajar diperoleh hasil bahwa
Ftab = 6,00 sehingga F1.- 2. = 101,1542> Ftab, F1.- 3. = 342,7654 > Ftab, dan F2.-3. =
69,9947 > Ftab. Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:
a. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam hal ini prestasi
belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI lebih
baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran inkuiri ( X 1. = 81,9615 > X 2. = 68,9020).
b. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI
lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran konvensional ( X 1. = 81,9615 > X 3. = 58,0385).
c. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri dan prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri
lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran konvensional ( X 2. = 68,9020 > X 3. = 58,0385).
Berdasarkan ketiga keputusan uji yang ada di atas, ketiganya sesuai
dengan hipotesis pertama yakni keputusan uji a, b dan c. Keputusan uji a, b, dan c
tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan
pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan
pembelajaran inkuiri, maupun pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk
prestasi belajar matematika siswa dengan pembelajaran inkuiri lebih baik daripada
prestasi belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.
Kesesuaian keputusan uji a, b dan c dengan hipotesis penelitian
dikarenakan selama proses pembelajaran PMRI siswa mengontruksi sendiri
konsep yang dipelajari melalui pengaitan materi dengan dunia nyata sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
siswa lebih mudah memahami dan konsep yang sudah dikontruksi sendiri oleh
siswa akan tersimpan dalam memori jangka panjang. Senada dengan Van
Reeuwijk yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33) seperti pada BAB II, secara
umum dalam PMRI konteks berguna untuk pembentukan konsep, akses dan
motivasi terhadap matematika, pembentukan model, menyediakan alat untuk
berpikir menggunakan prosedur, notasi, gambar dan aturan, realitas sebagai
sumber dan domain aplikasi, dan latihan kemampuan spesifik di situasi-situasi
tertentu. Sehingga pada pembelajaran PMRI prestasi belajar siswa dapat merata.
2. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa prestasi belajar
matematika siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi
belajar siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik. Sedangkan prestasi
belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada prestasi belajar siswa
dengan gaya belajar kinestetik. Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel
tak sama disimpulkan bahwa ketiga tipe gaya belajar yaitu gaya belajar visual,
auditori, dan kinestik memberikan efek yang berbeda terhadap prestasi belajar
matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0B ditolak,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode Scheffe’
untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda antar kolom antar
gaya belajar diperoleh hasil bahwa Ftab = 6,00 sehingga F.1- .2 = 33,3517 > Ftab,
F.1- .3 = 3,6232 < Ftab, dan F.2-.3 = 17,3559 > Ftab. Dari hasil ini maka keputusan
uji adalah:
a. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori. Dalam hal ini prestasi
belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih
baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya
belajar visual ( X .2 = 73,4667 > X .1 = 65,7284).
b. Tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
c. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan gaya belajar auditori dan prestasi belajar matematika
pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi
belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih
baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya
belajar kinestetik ( X .2 = 73,4667 > X .3 = 68,3303).
Berdasarkan ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan
hipotesis kedua adalah keputusan uji a dan c, sedangkan yang tidak sesuai adalah
keputusan uji b. Sehingga menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa
dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa
dengan gaya belajar visual, maupun gaya belajar kinestetik. Sedangkan untuk
prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar visual sama dengan
prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar kinestetik.
Kesesuaian keputusan uji a dan c dengan hipotesis penelitian dikarenakan
selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, siswa dengan gaya belajar
auditori memiliki tingkat kecerdasan yang lebih karena hanya melalui
pendengaran saja sudah dapat memahami materi yang hendak disampaikan, itu
artinya daya abstraksinya lebih tinggi daripada siswa dengan gaya belajar visual
maupun auditori. Sehingga objek matematika yang cenderung abstrak tidak
menjadi kendala bagi siswa dengan gaya belajar auditori.
Ketidaksesuaian keputusan uji b karena selama proses pembelajaran
dalam penelitian ini, siswa memanfaatkan gaya belajar visual melalui kegiatan
yang dilakukannya dan teman-temanya menggunakan benda-benda peraga dalam
pembelajaran. Sedangkan pada gaya belajar kinestetik, dimanfaatkan siswa
melalui kegiatan siswa mengontruksi sendiri konsep matematika dan interaksi
dengan orang lain dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada Lembar
Kegiatan Siswa (LKS). Sehingga kedua gaya belajar ini sama-sama digunakan
siswa untuk belajar di kelas sehingga akhirnya memberikan prestasi belajar yang
sama. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori gaya belajar, bahwa siswa belajar
melalui berbagai macam cara. Akibatnya diperoleh bahwa prestasi belajar
matematika siswa dengan gaya belajar visual sama dengan prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
matematika siswa dengan gaya belajar kinestetik.
3. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga pada penelitian ini menyatakan bahwa pada pendekatan
inkuiri, siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar visual maupun kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual
lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan
bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar
terhadap prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan
bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi
dengan menggunakan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil
uji komparasi ganda antar sel pada baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52
sehingga F21 – 22= 9,7031< Ftab , F22 – 23= 16,0046 > Ftab , F21 – 23= 0,2089 < Ftab.
Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:
a. Pada pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar visual dan tipe gaya belajar auditori.
b. Pada pembelajaran inkuiri, ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik
daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya
belajar kinestetik ( X 22 = 73,8000 > X 23 = 65,2973).
c. Pada pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar visual dan tipe gaya belajar kinestetik.
Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis
ketiga adalah keputusan uji b dan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a dan c.
Sehingga menunjukkan bahwa pada pembelajaran inkuiri, prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada
prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe visual
sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar
kinestetik.
Kesesuaian keputusan uji b dengan hipotesis dikarenakan siswa yang
memiliki tipe gaya belajar auditori dapat menerima hasil presentasi dan
penekanan tentang suatu materi melalui penjelasan guru dengan mudah. Dia
terbiasa menerima materi melaui penjelasan orang lain walaupun objeknya berupa
hal abstrak. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik
yang hanya memiliki keunggulan dalam kerja sama tetapi tidak memiliki
keunggulann dalam berpikir abstrak. Dengan demikian prestasi belajar siswa yang
memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.
Ketidaksesuaian keputusan uji a dan c karena selama proses pembelajaran
inkuiri, siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat memanfaatkan
kemampuan bahasanya untuk mencerna soal-soal yang ada di LKS dan juga dapat
berkomunikasi dengan baik dengan teman-temannya. Siswa yang memiliki tipe
visual ini juga mampu mencerna penjelasan dari presentasi dan penekanan materi
oleh guru. Sehingga pengetahuan yang dimiliki menjadi tidak kalah dengan siswa
yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan kinestetik. Akibatnya tidak ada
perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dan tipe gaya belajar
kinestetik serta tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan
tipe gaya belajar kinestetik. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori gaya belajar
yang ada di Bab II bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam belajar,
maka siswa pun cenderung belajar sesuatu yang disukainya. Siswa yang memiliki
tipe gaya belajar visual dapat dengan mudah belajar melalui cerita atau ceramah
guru. Dengan demikian siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini memiliki
kemampuan yang sama dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditori maupun
kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
4. Hipotesis keempat
Hipotesis keempat pada penelitian ini menyatakan bahwa pada
pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar
visual, auditori, dan kinestetik adalah sama. Berdasarkan analisis variansi dua arah
dengan sel tak sama pada Lampiran 34 disimpulkan bahwa ada interaksi antara
pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar
matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan menggunakan
metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda
antar sel pada baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F11 – 12= 8,6774<
Ftab, F12 – 13= 0,1474 < Ftab, F11 – 13= 6,7846 < Ftab. Dari hasil ini maka keputusan
uji adalah:
a. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar visual dan auditori.
b. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar auditori dan kinestetik.
c. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar visual dan kinestetik.
Ketiga keputusan uji yang ada di atas sesuai dengan hipotesis keempat
pada penelitian ini. Sehingga menunjukkan bahwa dalam pembelajaran PMRI,
siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik mempunyai prestasi
belajar matematika yang sama. Hal ini berarti bahwa pada penelitian ini
pembelajaran PMRI yang diberikan oleh peneliti dapat membuat siswa belajar
dari tipe-tipe gaya belajar yang dimiliki pada diri siswa sendiri. Ketiga tipe gaya
belajar yang dimiliki siswa pada penelitian ini dimanfaatkan oleh siswa dalam
proses pembelajaran pada pembelajaran PMRI. Selama proses pembelajaran,
siswa belajar melalui kombinasi dari ketiga tipe gaya belajar tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
5. Hipotesis Kelima
Hipotesis kelima pada penelitian ini menyatakan bahwa pada
pembelajaran konvensional, siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik
daripada siswa visual maupun kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar
visual lebih baik daripada kinestetik. Berdasarkan analisis variansi dua arah
dengan sel tak sama disimpulkan bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang
digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika. Dari
analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu
dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan menggunakan metode Scheffe’
untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda antar sel pada
baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F31 – 32= 6,9475 < Ftab , F32 – 33=
17,8047 > Ftab , F31 – 33= 2,2574< Ftab. Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:
a. Pada pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan
antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe
gaya belajar visual dan tipe gaya belajar auditori.
b. Pada pembelajaran konvensional, ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya
belajar auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik
daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya
belajar kinestetik ( X 22 = 62,7000 > X 23 = 53,3750).
c. Pada pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan
antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe
gaya belajar visual dan tipe gaya belajar kinestetik.
Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis
ketiga adalah keputusan uji b dan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a dan c.
Sehingga menunjukkan bahwa pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada
prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.
Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe visual
sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
kinestetik.
Kesesuaian keputusan uji b dengan hipotesis dikarenakan siswa yang
memiliki tipe gaya belajar auditori dapat menerima penjelasan guru tentang suatu
mater dengan mudah melaui pembelajaran yang cenderung searah. Dia terbiasa
menerima materi melaui penjelasan orang lain walaupun objeknya berupa hal
abstrak. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik
yang cenderung lebih mudah menyerap informasi melaui gerak tubuh. Sehingga
pembelajaran konvensional yang cenderung didominasi ceramah guruakan
menyulitkan siswa dengan gaya belajar kinestetik untuk memahami materi yang
dipelajari. Dengan demikian prestasi belajar siswa yang memiliki tipe gaya belajar
auditori lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe
gaya belajar kinestetik.
Ketidaksesuaian keputusan uji a dan c karena selama proses pembelajaran
konvensional, siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat memanfaatkan
kemampuan bahasanya untuk mencerna soal-soal yang ada di LKS maupun yang
ditulis di papan tulis dan juga dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman-
temannya. Siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini juga mampu mencerna
penjelasan dari materi oleh guru. Sehingga pengetahuan yang dimiliki menjadi
tidak kalah dengan siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan kinestetik.
Akibatnya tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar
matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dan tipe
gaya belajar kinestetik serta tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar
auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori
gaya belajar yang ada di Bab II bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda
dalam belajar, maka siswa pun cenderung belajar sesuatu yang disukainya. Siswa
yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat dengan mudah belajar melalui
gambar. Dengan demikian siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini
memiliki kemampuan yang sama dengan siswa yang memiliki gaya belajar
auditori maupun kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
6. Hipotesis Keenam
Hipotesis keenam pada penelitian ini menyatakan bahwa pada siswa
dengan gaya belajar visual, prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan
inkuiri lebih baik daripada PMRI maupun konvensional. Sedangkan prestasi
belajar matematika siswa dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada
konvensional. Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama
disimpulkan bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe
gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah
diputuskan bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis
variansi dengan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji
komparasi ganda antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga
F11 – 21 = 15,3519 < Ftab, F21 – 31= 14,6658 < Ftab, F11 – 31= 62,9189 > Ftab. Dari
hasil ini maka keputusan uji adalah:
a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, tidak ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri.
b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, tidak ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional.
c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, ada perbedaan rataan yang
signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal
ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran
PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran konvensional ( X 11 = 76,8333 > X 31 = 56,8750).
Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis
ketiga adalah keputusan uji c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a
dan b. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,
prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI sama dengan
prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri, dan prestasi belajar
matematika siswa yang diberi pembelajaran inkuiri sama dengan prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
matematika siswa diberi pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk prestasi
belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik daripada
prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan
oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa mengontruksi sendiri
konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan tersimpan dalam memori
jangka panjang dan siswa akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan lain
yang dihadapinya daripada pembelajarn konvensional dimana siswa menerima
materi dalam bentuk sudah jadi.
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang
disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuri, siswa
mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan
tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah
menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya. Sehingga prestasi belajar
siswa pada pembelajaran PMRI sama dengan prestasi belajar siswa pada
pembelajaran inkuiri. Sedangkan pada pembelajaran konvensional guru cenderung
menggunakan alat peraga, sehingga memudahkan siswa yang memiliki gaya
belajar visual untuk memahami materi. Akibatnya prestasi belajar siswa yang
memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran konvensional akan sama dengan
siswa pada pembelajaran inkuiri dimana siswa belajar menggunakan kemampuan
penglihatannya melalui penemuan dari data-data yang terkumpul untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga kelompok siswa yang
memiliki gaya belajar visual, prestasi belajar siswa pada pembelajaran inkuiri
sama dengan prestasi belajar siswa pada pembelajaran konvensional.
7. Hipotesis Ketujuh
Hipotesis ketujuh pada penelitian ini menyatakan bahwa pada siswa
dengan gaya belajar auditori, prestasi belajar matematika pada siswa dengan
belajar konvensional lebih baik daripada inkuiri maupun PMRI. Sedangkan
prestasi belajar matematika dengan pendekatan inkuiri sama dengan PMRI.
Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa
ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa
H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan
metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda
antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F12 – 22 = 23,4981
> Ftab, F22 – 32= 28,3815 > Ftab, F12 – 32= 103,5288 > Ftab. Dari hasil ini maka
keputusan uji adalah:
a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori, ada perbedaan rataan yang
signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam hal ini
prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI
lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran inkuiri ( X 12 = 83,9000 > X 22 = 73,8000).
b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori, ada perbedaan rataan yang
signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal
ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran
inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran konvensional ( X 22 = 73,8000 > X 32 = 62,7000).
c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditoril, ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional.
Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 12 = 83,9000 > X 32 =
62,7000).
Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis
ketiga adalah keputusan uji b dan c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan
uji a. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,
prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik
daripada prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri maupun
konvensional. Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang
diberi pembelajaran konvensional.
Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan
oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuiri, siswa
mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan
tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah
menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya.
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang
disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa diberikan
pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit, sehingga siswa dengan
gaya belajar visual menggunakan kemapuan menyerap informasi melalui benda-
benda tersebut. Berbeda pada pembelajaran inkuiri, siswa dengan gaya belajar
visual menggunakan kemampuan menyerap informasi melalui pengumpulan data-
data untuk mengontruksikan konsep akan tetapi masih kesulitan mengverbalkan
hasil penemuan konsep yang dipelajarinya. Sehingga pada siswa yang memiliki
gaya belajar visual, penggunaan pendekatan pembelajaran PMRI lebih efektif
daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih efektif daripada penggunaan
pendekatan pembelajaran konvensional karena memberikan prestasi belajar lebih
baik.
8. Hipotesis Kedelapan
Hipotesis ketujuh pada penelitian ini menyatakan bahwa Pada siswa
dengan gaya belajar kinestetik, prestasi belajar siswa pada pendekatan PMRI lebih
baik daripada pembelajaran inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi
belajar siswa pada pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional.
Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa
ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap
prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa
H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan
metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda
antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F13 – 23 = 70,1621
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
> Ftab, F23 – 33= 28,0920 > Ftab, F13 – 33= 180,9176 > Ftab. Dari hasil ini maka
keputusan uji adalah:
a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam
hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran
PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran inkuiri ( X 13 = 83,1000 > X 23 = 65,2973).
b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional.
Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 23 = 65,2973 > X 33 =
53,3750).
c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan
yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa
dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional.
Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan
pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada
kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 13 = 83,1000 > X 33 =
53,3750).
Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis
ketiga adalah keputusan uji b dan c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan
uji a. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,
prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik
daripada prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri maupun
konvensional. Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang diberi
pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang
diberi pembelajaran konvensional.
Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuiri, siswa
mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan
tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah
menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya.
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang
disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa diberikan
pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit, sehingga siswa dengan
gaya belajar visual menggunakan kemapuan menyerap informasi melalui benda-
benda tersebut. Berbeda pada pembelajaran inkuiri, siswa dengan gaya belajar
visual menggunakan kemampuan menyerap informasi melalui pengumpulan data-
data untuk mengontruksikan konsep akan tetapi masih kesulitan mengverbalkan
hasil penemuan konsep yang dipelajarinya. Sehingga pada siswa yang memiliki
gaya belajar visual, penggunaan pendekatan pembelajaran PMRI lebih efektif
daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih efektif daripada penggunaan
pendekatan pembelajaran konvensional karena memberikan prestasi belajar lebih
baik.
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Ada kemungkinan dalam pengisian angket gaya belajar siswa masih banyak
siswa yang tidak mengisi sesuai dengan kepribadian yang dimiliki, sehingga
berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan gaya belajar visual,
auditori, dan kinestetik.
2. Meskipun persiapan dalam pembelajaran sudah disiapkan dengan baik, tetapi
dalam pelaksanaan pembelajaran masih terdapat kekurangan diantaranya
adalah keterbatasan fasilitas di sekolah yang dapat menunjang pelaksanaan
pembelajaran di kelas, kondisi lingkungan sekolah, serta kondisi siswa yang
belum terbiasa dengan pembelajaran inkuiri dan PMRI.
3. Adanya keterbatasan evaluasi karena pengambilan data prestasi belajar
matematika dilakukan dengan pengumpulan data prestasi belajar dengan
mengunakan tes tertulis yang berbentuk tes objektif pada akhir pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa-siswa dengan pendekatan pembelajaran PMRI mempunyai prestasi
belajar matematika yang lebih baik daripada siswa-siswa dengan pendekatan
pembelajaran inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi belajar siswa
dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional.
2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar auditori
lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe
gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar matematika antara
siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan siswa yang mempunyai
tipe gaya belajar kinestetik adalah sama.
3. Pada pendekatan pembelajaran inkuiri, prestasi belajar matematika siswa yang
mempunyai tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik. Prestasi
belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan
kinestetik adalah sama. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai
tipe gaya belajar visual dan auditori adalah sama.
4. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika pada
masing-masing tipe gaya belajar adalah sama.
5. Pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar matematika siswa yang
mempunyai tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik. Prestasi
belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan
kinestetik adalah sama. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai
tipe gaya belajar visual dan auditori adalah sama.
6. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual, penggunaan pendekatan
pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
daripada penggunaan pendekatan pembelajaran konvensional. Penggunaan
pendekatan pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar matematika
yang sama dengan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri. Penggunaan
pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan prestasi belajar matematika
yang sama dengan penggunaan pendekatan pembelajaran konvensional.
7. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori, penggunaan pendekatan
pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional.
Sedangkan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada penggunaan pendekatan
pembelajaran konvensional.
8. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik, penggunaan
pendekatan pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional.
Sedangkan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada penggunaan pendekatan
pembelajaran konvensional.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Dari kesimpulan dinyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar
antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan siswa yang mengikuti
pendekatan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan secara teoritis
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengembangkan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi
pembelajaran, dan tujuan yang hendak dicapai. Dari kesimpulan diketahui
bahwa siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran PMRI cenderung
memperoleh prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik daripada siswa
yang mengikuti pendekatan pembelajaran inkuri maupun konvensional, dan
siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran inkuiri cenderung
memperoleh prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
mengikuti pendekatan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dijadikan
acuan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.
Apabila ditinjau dari tipe gaya belajar yang diteliti menunjukkan
bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe auditori lebih
baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya
belajar visual, maupun siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik.
Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai salah satu acuan bahwa prestasi belajar matematika ternyata
dipengaruhi oleh tipe gaya belajar yang dimiliki siswa.
Pada masing-masing pendekatan pembelajaran, prestasi belajar siswa
dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terdapat perbedaan.
Demikian juga pada masing-masing gaya belajar, prestasi belajar siswa yang
mengikuti penmbelajaran dengan pendekatan inkuiri, PMRI, dan konvensional
juga terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan bahwa adanya interaksi antara
pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar
matematika.
2. Implikasi Praktis
Pada pembelajaran inkuiri ternyata memberikan hasil yang lebih baik
daripada pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran
inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep pada
bangun ruang sisi datar yakni kubus, balok, prisma, dan limas. Terkait dengan
penemuan konsep yang dilakukan oleh siswa, guru terlebih dahulu
memberikan suatu kejadian yang dapat memunculkan teka-teki siswa seperti
pada penentuan luas bangun kubus dan balok siswa diberikan kejadian
pembuatan kerangka kubus dan balok yang memiliki panjang rusuk sama
tetapi dibangun dari ukuran yang berbeda apakah memerlukan kertas yang
sama untuk menutupi seluruh permukaan bangun yang ada. Melalui
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa juga dapat menggunakan
berbagai tipe gaya belajar yang dimiliki untuk meningkatkan prestasi karena
siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep sehingga siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
yang memiliki gaya belajar kinestetik yang cenderung lebih mudah menerima
dan mengolah informasi melalui gerak otot dapat terakomodasi, siswa dengan
gaya belajar visual yang fasih dalam berbicara dapat mengoptimalkan
kemampuannya melalui presentasi hasil kerja kelompok, begitu juga dengan
siswa yang memiliki gaya belajar auditori tetap dapat mendalami pengetahuan
melalui hasil presentasi temannya, akhirnya dapat meraih prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional yang selama
ini lebih didominasi dengan ceramah oleh guru sehingga siswa dengan gaya
belajar auditori yang lebih mudah menerima dan mengolah informasi
sedangkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik belum
mendapatkan fasilitas yang optimal. Dengan demikian, peran pembelajaran
inkuiri sangat bagus untuk peningkatan prestasi belajar siswa sehingga dapat
dikembangkan dalam penelitian lain yang lebih luas.
Pendekatan pembelajaran PMRI ternyata memang memberi manfaat
bagi upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Rendahnya
prestasi belajar matematika siswa yang menjadi masalah bagi sebagian besar
guru, dapat dipecahkan antara lain dengan merancang suatu pembelajaran
yang inovatif, yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini
pendekatan pembelajaran PMRI dapat menjadi salah satu alternatif, karena
pada penelitian ini siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan
PMRI ini mempunyai rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang lebih
baik daripada prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran inkuiri,
maupun konvensional. Melalui pendekatan pembelajaran PMRI, siswa
dikondisikan untuk mengonstruksi (membangun pengetahuan yang diperoleh)
sendiri konsep kajian matematika melalui pola pikir sendiri dan
membandingkan pekerjaan dengan sesama, aktif dalam pembelajaran, yang
pada akhirnya menimbulkan semangat belajar pada siswa.
Melalui pendekatan pembelajaran PMRI, siswa juga dapat
menggunakan berbagai tipe gaya belajar yang dimiliki untuk meningkatkan
prestasi sehingga walaupun memiliki gaya belajar yang berbeda karena pada
pendekatan pembelajaran PMRI memanfaatkan dunia nyata siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
umumnya dapat dipahami oleh semua siswa dengan berbagai gaya belajar
sehingga siswa memudahkan siswa mengontruksi sendiri konsep yang
dipelajari. Pada pendekatan pembelajaran PMRI juga diterapkan presentasi
hasil diskusi kelompok sehingga siswa dengan gaya belajar visual akan lebih
termotivasi untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya dan secara tidak
langsung akan memotivasi belajar matematika. Pada pendekatan pembelajan
PMRI, melaui presentasi hasil diskusi kelompok, siswa dengan gaya belajar
auditori juga dapat mengoptimalkan pengetahuannya, akan tetapi waktu
presentasi pada pendekatan pembelajaran PMRI adakalanya tidak dapat
optimal karena pada pendekatan pembelajaran PMRI, sebelum berkelompok
siswa terlebih dahulu mengerjakan secara individual, sehingga lebih
memerlukan waktu yang lama dibanding jika siswa langsung berkelompok,
namun demikian, akhirnya siswa dapat meraih prestasi belajar matematika
yang sama dengan adanya karakteristik PMRI seperti pemanfaatan dunia riil
siswa yang memudahkan siswa dengan gaya belajar visual dan siswa dengan
gaya belajar kinestetik mengontruksikan konsep dan mengolah informasi,
serta presentasi dapat memudahkan siswa dengan gaya belajar visual dan
auditori menerima dan mengolah informasi sehingga modalitas semua siswa
terakomodasi dengan cara gaya belajar masing-masing. Dengan demikian
peran pendekatan pembelajaran PMRI sangat bagus untuk peningkatan
prestasi belajar siswa sehingga dapat dikembangkan dalam penelitian lain
yang lebih luas.
C. Saran
1. Bagi Siswa
a. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, sebaiknya siswa dapat berperan
aktif sesuai dengan langkah-langkah yang disampaikan oleh guru
sehingga prestasi belajar matematika dapat meningkat.
b. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, hendaknya siswa dapat belajar
untuk mengonstruksikan konsep melalui pemanfaatan lingkungan
sekitar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
c. Pada pembelajaran inkuiri, sebaiknya siswa dapat berperan aktif
menyelesaikan permasalahan (teka-teki) sehingga prestasi belajar
matematika dapat meningkat.
d. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori, hendaknya membantu
siswa lain dalam mempelajari materi matematika sehingga prestasi
belajar matematika dapat meningkat secara menyeluruh.
e. Bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik tidak perlu
merasa rendah diri dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditori
karena dengan pendekatan pembelajaran PMRI, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual, auditori
maupun kinestetik.
2. Bagi Guru
a. Hendaknya guru menggunakan pendekatan pembelajaran PMRI dan
pendekatan pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa.
b. Hendaknya guru melibatkan peran aktif siswa dalam proses
pembelajaran misalnya melalui pendekatan pembelajaran PMRI atau
pendekatan pembelajaran inkuiri.
c. Hendaknya guru mau selalu mencoba pendekatan-pendekatan
pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk mengontruksi konsep
kajian matematika dan melakukan refleksi untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
d. Hendaknya guru memperhatikan karakteristik siswa misalnya tipe
gaya belajar yang dimiliki siswa yaitu tipe gaya belajar visual, auditori,
dan kinestetik.
e. Hendaknya guru dapat memanfaatkan lingkungan siswa untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang sulit sehingga
prestasi belajar dapat meningkat.
3. Kepada Pihak Sekolah
a. Hendaknya menghimbau para guru untuk mulai menerapkan
pendekatan pembelajaran PMRI dan pendekatan pembelajaran inkuiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
di dalam proses pembelajarannya sehingga hasil belajar yang
diperoleh siswa menjadi lebih baik.
b. Hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
dalam pendekatan pembelajaran PMRI dan pendekatan pembelajaran
inkuiri sehingga dapat diperoleh prestasi belajar matematika siswa
yang optimal.
c. Hendaknya menghimbau para guru untuk menggunakan pendekatan-
pendekatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa lainnya sesuai
kebutuhan pembelajaran di kelas sehingga prestasi belajar siswa dapat
meningkat.
4. Kepada Peneliti/Peneliti Lain
a. Pada penelitian ini menggunakan tinjauan gaya belajar, bagi para calon
peneliti mungkin dapat melakukan peninjauan yang lain, misalnya
motivasi, kecerdasan majemuk, karakteristik cara berpikir, kreativitas,
aktivitas, minat siswa, dan lain-lain agar dapat lebih mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.
b. Hasil penelitian hanya terbatas pada pokok bahasan bangun ruang sisi
datar kelas VIII SMP, sehingga dapat dikembangkan pada pokok
bahasan lain di jenjang yang lain pula.
c. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, terdapat langkah presentasi dari
guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan kegiatan shoping hasil
karya kelompok lain untuk mengoptimalkan waktu dan menghidupkan
pembelajaran. Jadi siswa akan menjadi lebih aktif dan lebih dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran dapat
lebih bermakna. Pada akhirnya prestasi belajar dapat meningkat.