PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

12
PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI  A. Individu Dalam Organisasi  Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yg lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya. Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa karakteristik individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku individu juga dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam Sopiah (2008) menjelaskan karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut. 1. Ciri - ciri biografis , yaitu ciri -ciri yang melekat pada individu. Antara lain : a. Umur. Dijelaskan secara empiris bahwa umur berpengaruh terhadap bagaimana perilaku seorang individu, termasuk bagaimana kemampuannya untuk bekerja, merespon stimulus yang dilancarkan oleh individu lainnya. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan umur penting untuk dikaji. Pertama, adanya persepsi bahwa semakin tua seseorang maka prestasi kerjanya akan semaki merosot karena faktor biologis alamiah. Kedua, adanya realitas bahwa semua pekerja akan menua. Di Amerika Serikat tahun 1995-2005 sektor pekerja usia 50 tahun ke atas ternyata berkembang jauh lebih cepat dari generasi penggantinya. Ketiga, adanya ketentuan peraturan (di amerika serikat) pensiunan yang sifatnya perintah adalah melanggar hukum

Transcript of PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 1/12

PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI 

A. 

Individu Dalam Organisasi 

Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu

dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku

berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya

yang memang berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan,

kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang

dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi

atau yg lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik

seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang,

tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.

Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa karakteristik

individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan

karakteristik organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.

Perilaku individu juga dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam

Sopiah (2008) menjelaskan karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciri-ciri

biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing

karakteristik tersebut.

1. Ciri - ciri biografis, yaitu ciri -ciri yang melekat pada individu. Antara lain :

a. Umur. Dijelaskan secara empiris bahwa umur berpengaruh terhadap bagaimana perilaku

seorang individu, termasuk bagaimana kemampuannya untuk bekerja, merespon stimulus yang

dilancarkan oleh individu lainnya. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan umur penting

untuk dikaji. Pertama, adanya persepsi bahwa semakin tua seseorang maka prestasi kerjanya

akan semaki merosot karena faktor biologis alamiah. Kedua, adanya realitas bahwa semua

pekerja akan menua. Di Amerika Serikat tahun 1995-2005 sektor pekerja usia 50 tahun ke atas

ternyata berkembang jauh lebih cepat dari generasi penggantinya. Ketiga, adanya ketentuan

peraturan (di amerika serikat) pensiunan yang sifatnya perintah adalah melanggar hukum

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 2/12

karena batasan pensiun bukanlah umur, melainkan ketika yang bersangkutan menyatakan tidak

mampu lagi bekerja. Jika terlaksana demikian maka banyak pekerja usia 70 tahun belum akan

pensiun.

b. Jenis Kelamin. Penelitian membuktikan bahwa sebenarnya kinerja pria dan wanita dalam

menangani pekerjaan relatif sama. Keduanya hampir sama konsistensinya dalam memecahkan

masalah, keterampilan analitis dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan kemampuan

belajar. Pendekatan psikologi menyatakan bahwa wanita lebih patuh pada aturan dan otoritas.

Sedangkan pria lebih agresif, sehingga lebih besar kemungkinan mencapai sukses walaupun

perbedaan ini terbukti sangat kecil. Sehingga sebenarnya dalam pemberian kesempatan kerja

tidak perlu ada perbedaan karena tidak ada cukup bukti yang membedakan pria dan wanita

dalam hal kepuasan kerja.

c. Status Perkawinan.  Pemaknaan tentang pekerjaan akan berbeda antara karyawan yang

single dengan karyawan yang sudah menikah. penelitian membuktikan bahwa orang yang telah

berumah tangga relatif lebih baik dibandingkan dengan single baik ditinjau dari segi absensi.

Keluar beralih kerja dan kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena oarng yang telah

berkeluarga mempunyai rasa tanggungjawab dan membuat pekerjaan lebih ajeg, lebih tertib,

dan mengganggap pekerjaan llebih berharga dan lebih penting. Penelitian selama ini belum

menjangkau pada orang-orang yang bercerai, janda, duda, dan orang-orang yang kumpul kebo

saja. 

d. Jumlah atau Banyaknya Tanggungan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin

banyak jumlah tanggungan dalam keluarga berpengaruh terhadap produktivitas kerja

karyawan.

e. Masa Kerja.  Relevansi masa kerja adalah berkaitan langsung dengan senioritas dalam

pekerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan pria-wanita-tua-muda dan seterusnya karena

penelitian menunjukkan bahwa belum tentu yang lebih lama pada pekerjaan memiliki

produktifitas yang lebih tinggi. Karena bisa saja orang baru bekerja tetapi memiliki pengalaman

yang lebih baik dari pekerjaan masa lalu.sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman masa

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 3/12

lalu merupakan penentu masa depan seseorang dalam pekerjaan. Banyak penelitian

menunjukkan bahwa hubungan positif antara lama masa kerja dengan kepuasankerja, artinya

semakin lama seorang karyawan bekerja, maka semakin rendah keinginan karyawan untuk

meninggalkan pekerjaannya.

2. Kepribadian

Robbins dalam sopiah (2008) mengartikan kepribadian sebagai cara dengan mana

seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk-bentuk kepribadian akhirnya

menentukan perilaku organisasi, karenanya orang lalu mencari dan berusaha menemukan ciri-

ciri kepribadian. Hasil penelitian Edgar H. Schein yang dikutip dalam kunarto (2001)

memperoleh 16 ciri kepribadian yaitu : (1)pendiam vs ramah, (2) kurang cerdas vs lebih cerdas,

(3) dipengaruhi perasaan vs emosional mantap, (4) mengalah vs dominan, (5) serius vs suka

bersenang-senang, (6) selalu siap vs selalu berhati-hati, (7) malu-malu vs petualang, (8) keras

hati vs peka, (9) mempercayai vs mencurigai, (10) praktis vs imajinatif, (11) terus terang vs

banyak muslihat, (12) percaya diri vs takut-takut, (13) konservatif vs suka eksperimen, (14)

bergantung kelompok mandiri vs mandiri, (15) tak terkendali vs terkendali, (16) santai vs

tegang.

Semakin konsisten karakteristik tersebut di saat merepons lingkungan, hal itu

menunjukkan faktor keturunan atas pembawaan (traits) merupakan faktor yang penting dalam

membentuk keribadian seseorang. Orang yang karakternya terbentuk paada lingkungan dan

budaya kerja yang tinggi akan cenderung serius, ambisius, dan agresif. Sedangkan orang yang

berada pada lingkungan dan budaya yang menekankan pada pentingnya bergaul baik dengan

orang lain, maka ia akan lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan kerja dan karier.

Introversi adalah sifat kepribadian seseorang yang cenderung menghabiskan waktu dengan

dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan atas pikiran dan perasaannya. Ekstroversi

merupakan sifat kepribadian yang cenderung mengarahkan perhatian kepada orang lain,

kejadian di lingkungan dan menghasilkan kepuasan dari stimulus lingkungan. Holland dalam

Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe kepribadian sebagai berikut :

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 4/12

1)  Tipe realistic

Mereka yag berada pada areal ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki

keengganan social, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik, polos,

keras hati, praktis, suka berterus terang, asli, maskulin dan cenderung atletis, stabil,

tidak ingin menonjolkan diri, sangat hemat, kurang berpandangan luas, dan kurang

mau terlihat.

2)  Tipe investigatif

Mereka yang berada di dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu,

mandiri, intelektual, instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti,

rasional, pendiam, menahan diri dan kurang popular.

3)  Tipe artistik

Orang-orang yang masuk tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai

orang yang “agak sulit” (complicated), tidak teratur, emosional, tidak materialistik,

idealistis, imaginative, tidak praktis, implusit, mandiri, introspeksi, intuitif, tidak

menyesuaikan diridan orisinil/asli

4)  Tipe sosial

Mereka yang tergolong dalam tipe ini sosial ini cenderung untuk memperlihatkan

dirinya sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun (friendly),murah hati, agak konservatif, idealistis, bersifat social, bertanggung jawab.

5)  Tipe enterprising

Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai orang

yang gigih encapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi), dominan, energik,

optimis, percaya diri, social, dan suka bicara.

6)  Tipe conventional

Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah menyesuaikandiri (conforming) , teliti, efisien, sopan santun, tenang, pemalu, patuh, teratur dan

cenderung rutin, keras hati, praktis, kurang imajinasi, tetapi kurang mengontrol diri.

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 5/12

 3. Kemampuan 

Yang dimaksud dengan istilah kemampuan adalah kapasitas seseorang untuk

melaksanakan beberapa kegiatan dalam satu pekerjaab. Pencapaian tujuanorganisasi atau

manajemen yang berhasil adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengeksploitasikan

kelebihan sebesar-besarnya dan menekankan kekurangannya dari berbagai orang untuk

bersama-sama meningkatkan produktifitas. Kategori dikelompokkan menjadi dua yaitu

kemampuan intelektual dan kemampuan phisik.

a)  Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan

kegiatan mental. Untuk mengungkap kemampuan ini digunakan tes IQ yang berusaha

mengeksplorasi dimensi yang membentuk kemampuan intelektual yakni,

(1)  kecerdasan numeris  yaitu kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat,

 pemahaman verbal  yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar

serta relasinya satu sama lain ,

(2)  kecepatan perseptual   yaitu kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual

dengan cepat dan tepat,

(3)   penalaran induktif   yaitu kemampuan mengenali suatu urutan secara logis dalam

suatu masalah dan kemdian memecahkan masalah tersebut,

(4)   penalaran deduktif  yaitu kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi

dari suatu argumen, 

(5)  visualisasi ruang yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan

tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah,

(6)  ingatan (memory ) yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali

pengalaman masa lalu. Untuk pekerjaan yang memerlukan rutinitas tinggi dan

tidak memerlukan intelektualitas tinggi, IQ tinggi tidak ada relevansinya dengan

kinerja. Namun pemahaman verbal, kecepatan persepsi, visualisasi ruand dan

ingatan banyak diperlukan di berbagai bidang pekerjaan. Sehingga tes IQ tetap

diperlukan.

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 6/12

b)  Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Karyawan yang

mempunyai kemampuan intelektual dan fisiknya tidak sesuai dengan tuntutan

pekerjaan, sipastikan akan merupakan penghambat pencapaian tujuan kinerja atau

produktifitas. Seorang pilot misalnya harus berkualitas tinggi kemampuan visualisasi

ruangnya, penjagapantai harus kuat kemampuan visualisasi dan koordinasi tubuhnya.

4. Pembelajaran/Belajar 

Robbins (1993) menyebutkan belajar adalah proses perubahan yang relatif konstan

dalam tingkah laku yang terjadi karena adanya suatu pengalaman atau latihan. Dari pengetian

tersebut, dapat dipahami ada tiga komponen belajar yaitu (1) belajar melibatkan adanya

perubahan, dari buruk menjadi baik, dari tidak tahu menjadi tah, dari tidak bisa menjadi bisa.

(2) perubahan yang terjadi relatif permanen. Perubahan yang bersifat sementara menunjukkan

kegagalan dalam proses belajar. (3) belajar berarti ada perubahan perilaku. Belajar tidak hanya

mengubah pikiran dan sikap, tetapi ada yang lebih penting lagi adalah belajar harus mengubah

perilaku subjek ajar. Jenis-jenis Teori Belajar :

1. Teori Pengondisian Klasik. Dikemukakan oleh Paplov. Hasil percobaanya terhadap anjing

mengenai keterkaitan antara stimulus dan respon menunjukkan bahwa stimulus yang tidak

dikondisikan akan menghasilkan respons yang tidak dikondisikan pula, dan melalui proses

belajar maka stimulus yang dikondisikan itu akan menghasilkan respons yang dikondisikan.

2. Teori Pengondisian operan. Menurut teori ini, perilaku merupakan fungsi dan akibat dari

perilaku itu sendiri.kecenderungan mengulangi sebuah perilaku tertentu dipengaruhi

penguatan yang disebabkan oleh adanya akibat daro perilaku itu. Misalnya bila seorang

karyawan berprestasi di atas standar kemudian diberi insentif oelh pimpinan, maka akan

berdampak positif / kesenangan sehingga pada bulan berikutnya karyawan itu akan melakukan

hal yang sama untuk memperoleh imbalan.

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 7/12

3. Teori social. Teori sosial tentang belajar adalah suatu proses belajar yang dilakukan melalui

suatu pengamatan dan pengalaman secara langsung. Agar memperoleh hasil yang maksimal,

ada empat hal yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar dalam melakukan proses belajar-

mengajar yaitu :

a) Proses perhatian, dimana pengajar harus menyampaikan materi pelajaran dengan

menarik, dan suasana belajar yang kondusif.

b) Proses ingatan, dimana hasil belajar juga tergantung pada seberapa bbesar daya

ingat si subjek belajar.

c) Proses reproduksi, dimana subjek ajar setelah belajar harus mengalami perubahan

sikap, berpikir dan berperilaku.

d) Proses penguatan, dimana apabila subjek belajar telah belajar dengan baik maka

harus diberikan penguatan. Misalnya, karyawan yang mengikuti pelatihan, setelah selesai

pelatihan dan kinerjanya menjadi lebih baik maka ia harus mendapatkan imabalan yang sesuai.

5. Sikap ( Attitude) 

Sikap merupakan satu faktor yang harus dipahami kita dapat memahami perilaku orang

lain. Dengan saling memahami individu maka organisasi akan dapat dikelola dengan baik.

Definisi sikap dapat dijelaskan dalam tiga komponen sikap, yaitu afektif, kognitif dan

psikomotorik. Afektif berkenaan dengan komponen emosional atau perasaan sesorang.

Komponon kognitif ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada rasionalitas dan

logika. Komponen psikomotorik merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak

terhadap lingkungannya.

6. Persepsi 

Gitosudarmo, I (1997) memberikan definisi persepsi sebagai suatu proses

memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan, dan menafsirkan stimulus lingkungan. Ada

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 8/12

sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya distorsi dalam persepsi atau adanya perbedaan

persepsi dalam memaknai sesuatu. Faktor tersebut adalah :

1.  Pemberian Kesan ( perceiver ). Bagaimana seseorang memberikan arti terhadap sesuatu

sangat ditentukan oleh karakteristik kepribadian orang tersebut. Misalnya umur, lama

bekerja, status, tingkat pendidikan, agama, budaya, dan lain-lain.

2.  Sasaran.  Atribut yang melekat pada objek yang sedang diamati akan dipersepsikanm

sehingga dapat mempengaruhi bagaimana orang mempersepsikan hal tersebut.

misalnya dari wujud fisik, tinggi, bentuk tubuh, rambut, cara berpakaian, suara, gerakan,

bahasa tubuh maupun sikapnya yang memberikan berbagai persepsi yang berbeda dari

tiap orang yang berbeda.

3. 

Situasi.  Lingkungan sangat menentukan individu/kelompok dalam mempersepsikan

objek atau kejadian. Contoh, setiap malam minggu Anda melihat sesorang di sebuah

café. Menurut Anda, orang tersebut tidak menarik. Tetapi ketika orang tersebut datang

ke masjid, menurut Anda, orang tersebut menjadi sangat menarik. Namun mungkin saja

orang lain tidak menilainya demikian. Proses persepsi dari gitusudarmo dlam sopiah

(2008) :

Gudson dalam Sopiah (2008) mengemukakan ada sejumlah kesalahan yang sering terjadi

dalam mempersepsikan suatu objek atau kejadian tertentu yaitu :

  Stereotyping. Yaitu menilai seseorang hanya atas dasar satu atau beberapa sifat

kelompoknya. Stereotype sering didasarkan atas jenis kelamin, umur, agama,

kebangsaan, kedudukan, jabatan. Misalnya seorang pimpinan menilai perempuan yang

sudah menikah, apalagi punya anak cenderung memiliki tingkat absensi tinggi.

  Halo effect. Yaitu kecenderungan untuk menilai seseorang hanya atas dasar salah satu

sifatnya saja, misalnya orang yang mudah tersenyumm berpenampilan menarik, maka

orang tersebut dinilai baik dan jujur. Pada saat wawancara seleksi karyawan, efek halo

ini sering terjadi. Pewawancara seringkali tertipu denganpenampilan sesaat calon

karyawan. Hal ini tentu sangat berbahaya.

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 9/12

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 10/12

Menurut Gilmer ada sepuluh aspek sebagai berikut :

a)  Keamanan

b)  Kesempatan untuk maju

c)  Perusahaan dan manajemen

d)  Upah/gaji

e)  Aspek intrinsik dari pekerjaan

f)  Supervisi

g) 

Aspek social dari pekerjaan

h)  Komunikasi

i)  Kondisi kerja

 j)  Benefits

3) Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan

Kepuasan kerja hingga kini diyakini berkaitan dengan kinerja individu (karyawan),

kelompok, yang pada gilirannya akan berkaitan pula dengan efektifitas organisasi secara

keseluruhan. Para pemimpin organisasi perlu menaruh perhatian yang sungguh-sungguh

terhadap aspek kepuasan kerja ini, karena memiliki rantai dengan sumber daya manusia

organisasi, produktifitas organisasi, dan keberlangsungan hidup organisasi itu sendiri. Kepuasan

kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja dan memberikan keuntungan nyata tidaksaja bagian pekerja tetapi juga bagi manajemen dan organisasi.

4) Cara-cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasannya :

a. 

Eksit (berhenti)

b.  Suara (aktif memberikan saran dan solusi)

c.  Kesetiaan (pasif sambil menunggu membaiknya kondisi)

Pengabaian (membiarkan kondisi memburuk, dating terlambat, mangkir,

pengurangan upaya dan lain-lainnya).8. Stress

1) Pengertian

Pemahaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan

psikis dalam diri seseorang sebagai akibat lingkungan eksternal, organisasi, organisasi lain

(Szilagyi dalam Indriyo G 1997).

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 11/12

2) Mengapa stress perlu dipahami

a.  Setiap orang tidak pernah seteril dari stress.

b.  Setiap orang memerlukan energi yang lebih banyak untuk menggapai sukses demi

sukses.

c.  Stress berhubungan berat dengan produktifitas.

d.  Setiap individu mesti berinteraksi dengan orang lain maupun dengan lingkungannya.

e.  Stress tidak jarang menimbulkan berbagai penyakit.

3) Sumber stress

a.  Faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan

b.  Peranan dalam organisasi

c.  Hubungan-hubungan dalam organisasi

d.  Perkembangan karier

e.  Struktur dan iklim organisasi

f.  Hubungan organisasi dengan pihak luar

g. 

Faktor dari dalam individu yang bersangkutan

h.  Kepemimpinan

4) Dampak stress dan cara mengatasinya

Dampak stress (Indriyo Gitosudarmo, 1997)— 

Factor fisik

a.  Meningkatnya tekanan darah

b. 

Meningkatnya kolesterol 

c.  Penyakit jantung koroner 

— 

Factor psikologi

a.  Ketidakpuasan kerja

b. 

Murungc.  Rendahnya kepercayaan

d.  Mudah marah

—  Factor organisasi

a.  Ketidakhadiran

8/10/2019 PEROR_PERILAKU_INDIVIDU_DALAM_ORGANISASI.docx

http://slidepdf.com/reader/full/perorperilakuindividudalamorganisasidocx 12/12

b.  Keterlambatan

c.  Prestasi kerja menurun

d.  Kecelakaan kerja meningkat

e.  Sabotase

5) Cara mengatasi stress

Menurut Indriiyo Gitosudarmo (1997)

Secara individu’ 

a. 

Meningktakan keimanan

b.  Meditasi

c.  Olahraga

d.  Relaksasi

e.  Minta dukungan social kepada teman dan keluarga

f.  Menghilangkan rutinitas

Secara organisasi

a. 

Perbaikan iklim organisasi

b.  Perbaikan lingkungan fisik

c.  Menyediakan saran olah raga

d. 

Analisis dan kejelasan tugase.  Mengubah struktur dan proses organisasi

f.  Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

g. 

Restrukturisasi tugas

h.  Menerapkan manajemen berdasarkan sasaran