Pernikahan Lintas Agama

21

Click here to load reader

description

,dhnkhjflgsdhkf;

Transcript of Pernikahan Lintas Agama

Page 1: Pernikahan Lintas Agama

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA

DALAM PERSPEKTIF KRISTEN

Oleh :

1. Baptista Merchyta Winarjo 1130238

2. Patricia Nur Kumala Dewi 1130241

3. Stella Christy 1130264

4. Christella Audria 1130289

5. Sieny Veronica 1130312

6. I Gede Agung Satria 1130317

7. Cris Deviyanti Tan 1130318

8. Merry Kuswoyo 1130328

9. Angelica Irene Bitin Berek 1130375

10. John Kennedy 1130377

11. Fitria Atika Suri 1130385

12. Ella Viani 1130399

13. Yulyana Christie Thie 1130405

14. Esteria Silitonga 1130550

Page 2: Pernikahan Lintas Agama

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................... 4

2.1 Pernikahan yang Dianjurkan oleh Agama Kristen...................................... 4

2.2 Aspek Legalitas........................................................................................... 5

2.3 Contoh Kasus Pernikahan Lintas Agama................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................... 8

3.1 Pembahasan................................................................................................. 8

3.2 Masalah yang Mungkin Dihadapi oleh Pasangan Beda Agama................. 10

BAB IV KESIMPULAN........................................................................................ 12

4.1 Kesimpulan................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 13

1

Page 3: Pernikahan Lintas Agama

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir adalah adanya

suatu hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup

bersama suabagai suami istri (hubungan formal). Ikatan batin bergerak pada

bidang non formal, yang dapat dirasakan terutama oleh orang yang

bersangkutan, yang tercermin dalam adanya kerukunan dalam keluarga yang

bersangkutan (UU Pernikahan No.1/1974).

Pernikahan yang sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaanya itu. Bagaimana jika pernikahan dilakukan

dengan perbedaan agama dan kepercayaan? Pernikahan tersebut dapat

dikatakan sebagai pernikahan lintas agama atau antar agama.

Pernikahan lintas agama merupakan suatu “trend” kehidupan masa kini.

Banyak artis dan entertainer pun melakukannya, yang secara tidak langsung

membuat pola pikir dan cara pandang masyarakat mulai terbiasa dengan istilah

tersebut. Hal itu membuat pernikahan lintas agama merupakan suatu hal yang

wajar dan tidak berpengaruh dalam kehidupan (iman) masing-masing

pasangan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas pernikahan lintas

agama dalam pandangan kristen.

Pernikahan Kristen adalah sebuah perjanjan (convenant). Perjanjian bukan

hanya sekedar janji di antara manusia. Janji dalam sebuah pernikahan

sebenarnya melibatkan Allah, artinya suatu janji yang tidak bisa dibatalkan

dan merupakan ikatan seumur hidup. Itu sebabnya dalam pernikahan Kristen

pasangan yang menikah harus melibatkan Tuhan, bahkan menjadikannya

sebagai kepala sehingga komunikasi dalam keluarga bukan hanya sekedar

dialog tetapi trialog. Jika dalam keluarga Allah dijadikan kepala, maka Allah

akan terus melakukan intervensi sehingga pasangan-pasangan yang menikah

terus bertahan dalam satu keluarga yang utuh sekalipun banyak tantangan.

2

Page 4: Pernikahan Lintas Agama

Tetapi sebalikya jika pernikahan hanya dipandang sebagai keinginan manusia

semata maka ikatan itu mudah putus.

Banyak orang terjebak dengan pandangan umum tentang tujuan pernikahan.

Sudah menjadi pendapat tiap orang bahawa menikah adalah untuk mencapai

kebahagiaan. Karena tujuan pernikahan adalah untuk mencapai kebahagiaan

sehingga kebahagiaan itu akan sulit tercapai kalau suami istri tidak seiman,

sehingga tidak jarang banyak orang akhirnya kecewa dengan pernikahannya

karena tidak bahagia. Secara faktual pasangan nikah beda agama akan

menempuh jalan terjal untuk menuju keluarga Kristiani yang serasi dan

bahagia. Jalan terjal tersebut kadang dapat dilewati dengan baik dan sukses

tetapi kadang sangat membhayakan dan gagal. Pernikahan sendiri bersifat

sakramental (bersifat kudus) oleh karena itu yang baik akan menjadi lebih

harmonis jika dalam satu keluarga memiliki iman yang sama menikmati

kebahaiaan tanpa batas (Mazmur 128:1).

3

Page 5: Pernikahan Lintas Agama

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pernikahan yang Dianjurkan oleh Agama Kristen

Pada prinsipnya Agama Kristen menghendaki agar umat Kristiani menikah

dengan orang yang seagama. Karena tujuan utama perrnikahan adalah untuk

mencapai kebahagiaan sehingga kebahagiaan itu akan sulit tercapai kalau suami

istri tidak seiman. Walaupun demikian, agama Kristen tidak menghalangi

terjadinya pernikahan beda agama antara umat Kristiani dengan penganut agama

lainnya karena pada dasarnya pernikahan lintas agama sebenarnya tidak

bersangkut paut dengan dosa atau tidak berdosa. juga bukan soal boleh atau

tidak boleh. Secara konseptual pernikahan ini sah – sah saja, asalkan masing-

masing pihak benar-benar berkomitmen untuk saling menghargai perbedaan

masing-masing dan menghormati perjanjian pernikahannya.

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pernikahan lintas agama:

1. Pertama, mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil dimana kedua

belah pihak tetap menganut agama masing-masing.

2. Kedua, kepada mereka sebaiknya diberikan penggembalaan khusus.

3. Ketiga, pada umumnya tidak semua gereja memberkati pernikahan

mereka.

4. Keempat, ada yang memberkati, dengan syarat yang bukan umat

Kristiani membuat pernyataan bahwa ia bersedia membuat pernyataan

bahwa ia setuju pernikahannya diberkati secara Kristiani, ia tidak akan

menghalang-halangi suami / istri yang beragama Kristen untuk tetap

hidup dan beribadah menurut iman Kristiani, dan ia tidak akan

menghalang-halangi anaknya untuk dibabtis dan dididik secara Kristiani.

5. Kelima, ada pula gereja yang bukan hanya tidak memberkati, tetapi juga

malah mengeluarkan anggota jemaahnya yang menikah beda agama itu

dari gereja.

4

Page 6: Pernikahan Lintas Agama

Masalah seperti ini terus bermunculan, dalam Sidang Majelis Pekerja Lengkap

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL PGI) tahun 1989 telah

menyatakan sikapnya terhadap pernikahan. Pertama, institusi yang berhak

mengesahkan suatu pernikahan adalah negara, dalam hal ini kantor catatan sipil.

Kedua, Gereja berkewajban meneguhkan dan memberkati suatu pernikahan

yang telah disahkan oleh pemerintah. Masalahnya, dalam pandangan Kristen,

perkawinan secara hakiki adalah sesuatu yang bersifat kemasyarakatan tapi juga

mempunyai aspek kekudusan. Pernikahan dipandang sebagai persekutuan

badaniah dan rohaniah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk

membentuk suatu lembaga. Dengan pemahaman seperti ini, pernikahan sebagai

lembaga kemasyarakatan adalah tugas pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini

kantor catatan sipil, berkompeten untuk mengesahkannya. Dalam pandangan

kristen, kompetensi pemerintah untuk mengesahkan suatu perkawwinan secara

teologis didasarkan pula pada keyakinan bahwa pemerintah adalah “hamba

Allah” untuk kebaikan manusia (Rom 13: 1,4).

Sementara pada sisi yang lain, Alkitab juga menjelaskan bahwa pernikahan

adalah suatu “peraturan Allah” yang bersifat sakramental (kudus); yakni ia

diciptakan dalam rangka seluruh maksud karya penciptaanNya atas alam

semesta. Oleh sebab itu, gereja berkewajiban meneguhkan dan memberkati

suatu pernikahan, tidak dalam arti legitimasi, melainkan konfirmasi. Dengan

kata lain, gereja bertugas sebagai alat dalam tangan Allah untuk meneguhkan

dan memberkati pernikahan itu sebagai suatu yang telah ada dan yang telah

disahkan oleh pemerintah. Pemberkatan ini dilaksanakan setelah pernikahan itu

disahkan pemerintah.

Namun demikian, umumnya adalah Gereja Kristen memberi kebebasan

kepada umat Kristiani untuk memilih apakah mereka hanya akan menikah di

KCS (Kantor Catatan Sipil), atau diberkati di gereja, atau pun mengikuti agama

dari calon suami/istrinya.

2.2. Aspek Legalitas

Sahnya Pernikahan Kristen

5

Page 7: Pernikahan Lintas Agama

Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 1/1974 tentang Pernikahan, berarti mencakup

pula pernikahan Krsiten, maka pernikahan adalah sah, apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu termasuk

ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan

kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain

dalam Undang-Undang (Pernikahan) ini.

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sepanjang tidak bertentangan dengan

UU Pernikahan ini atau tidak ditentukan lain dalam UU ini, maka yang

dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya

dan kepercayaannya. Dalam hal ini, ada beberapa gereja yang memberkati

pernikahan lintas agama ini dengan syarat (perjanjian tertulis) bahwa :

a. Ia setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani.

b. Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya untuk tetap

hidup dan beribadah menurut iman Kristiani.

c. Ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak – anak mereka untuk

dibaptis dan dididik secara Kristiani.

Perceraian dalam Pernikahan Kristen

Pernikahan Kristen, dengan titik berat pada Kristen-nya, tidak mengenal

perceraian karena “apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan

oleh manusia”, perceraian yang dikenal hanya perceraian karena meninggal

dunia.

2.3. Contoh Kasus Pernikahan Lintas Agama

Salah satu kisah pernikahan berbeda keyakinan adalah pernikahan Jonas

Rivanno dan Asmirandah. Jonas Rivanno yang awalnya umat kristiani

memutuskan menjadi seorang mualaf demi menikah dengan Asmirandah. Tapi

baru-baru ini muncul hoax melalui Blackberry Messenger yang mengatakan

bahwa Asmirandah berpindah agama menjadi Kristen. Dalam kalimat di

Blackberry Messenger yang beredar itu ditulis kurang lebih “Andah bermimpi

bertemu dengan orang berjubah putih yang menuntunnya agar mengikutinya

supaya selamat dan masuk surga “begitulah yang diungkapkan”. Namun hoax

ini kelihatannya mulai menunjukkan kebenarannya. Asmirandah akhirnya

6

Page 8: Pernikahan Lintas Agama

mengakui hoax tersebut. ia mengaku telah melakukan kesaksiannya bertemu

dengan Tuhan Yesus di Tiberias Gading Nias Kelapa Gading Jakarta. Sampai

saat ini belum dapat dipastikan apakah Asmirandah telah berhasil melalui

berbagai konflik akibat keputusannya untuk berpindah agama.

Pernikahan Deddy Corbuzier dan Kalina adalah kisah pernikahan berbeda

agama lainnya, Deddy Corbuzier yang beragama Kristen memutuskan menikah

dengan Kalina yang beragama islam pada 25 Febuari 2005. Namun pernikahan

mereka kandas. Kalina mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.

Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perceraian antara mereka. Salah

satunya perbedaan keyakinan yang ternyata baru mereka sadari bisa menjadi

sandungan dalam pernikahan mereka. Deddy Corbuzier menjelaskan bahwa

salah satu penyebab perceraiannya dengan Kalina adalah perbedaan keyakinan.

Berbeda dengan pernikahan Deddy Corbuzier dan Kalina yang berujung pada

perceraian akibat perbedaan keyakinan. pasangan Adrie Subono dan Chrisye

Subono telah menjalankan bahtera rumah tangga mereka selama 35 tahun.

Adrie Subono beragama islam, sedangkan Chrisye Subono beragama Kristen.

Adrie menerapkan demokrasi dalam rumah tangga mereka. Anak – anak mereka

bebas memilih keyakinan yang mereka inginkan.

7

Page 9: Pernikahan Lintas Agama

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pembahasan dengan Dasar Alkitab

Dalam Perjanjian Lama (PL)

Sebenarnya, istilah "menikah beda agama" berbeda dengan "pernikahan

campuran". Pernikahan campuran adalah pernikahan antar bangsa / suku bangsa.

Namun dalam Perjanjian Lama, pernikahan campuran dengan pernikahan beda

agama adalah identik. Menikah dengan orang non Israel (pernikahan campur)

berarti juga menikah dengan yang berbeda agama. Ada tiga cara pandang yang

berbeda mengenai pernikahan campuran (nikah beda agama) dalam Perjanian

Lama:

a. Karena dianggap membahayakan iman kepada YHWH (Allah),

pernikahan campuran dilarang.

Pada jaman itu, non-YHWH-isme identik dengan politeisme

(penyembahan terhadap Allah yang majemuk dalam rupa dewa-dewi)

dan bar-barian. Populasi Israel sehagai pemuja YHVH (monoteis,

"beradab") saat itu jauh lebih kecil jika dibandingkan bangsa¬bangsa

besar lain di sekitarnya (politeis, "bar-bar"). Oleh karena itu hampir

dipastikan YHWH-isme akan luntur jika terjadi pernikahan campuran.

Maka pernikahan dengan bangsa non-Israel dilarang.

b. Namun di sisi lain, kita tak dapat memungkiri bahwa di dalam

Perjanjian Lama, pernikahan campur juga dibeberkan sebagai

sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari.

Sebagai bangsa kecil di tengah beragamnya peradaban di sekitarnya,

orang-orang Israel tak dapat menghindari relasi sosial dengan bangsa

lain yang juga beragama lain. Maka pernikahan heda agama juga

8

Page 10: Pernikahan Lintas Agama

menjadi realitas yang tak terhindarkan. Bahkan "tokoh-tokoh besar"

Israel pun mengalaminya, dan itu dicatat oleh Alkitab.

Kejadian 38:1-2 (Yehuda menikah dengan Syua, wanita

Kanaan)

Kejadian 46: 10 (Simeon juga menikah dengan wanita Kanaan)

Kejadian 41:45 (Yusuf dengan Asnat, anak Potijera, imam di

On-Mesir)

Kejadian 26:34 (Esau dengan Yudit, anak Becri orang HeI)

Bilangan 12:1 (Musa - sang pemimpin Israel menikah dengan

seorang perempuan Kusy)

c. Kawin Campur dalam Konteks Tertentu Dianjurkan

Ini terdapat dalam Ulangan 21:10-14. Bagian ini merupakan rangkaian

perikop yang berbicara mengenai hukum perang yang ditetapkan bagi

orang Israel. Pada bagian ini dengan gamblang diatur: apabila Israel

memenangkan perang, menawan musuh dan diantaranya ada para

wanita yang menarik, maka wanita itu harus diperlakukan secara

manusiawi, dihormati hak-haknya, lalu barulah mereka boleh

menghampirinya dan menikah dengannya (tertulis demikian: “sesudah

itu bolehlah engkau menghampiri dia dan menjadi suaminya, sehingga

ia menjadi istrimu.”).

Disini dapat kita lihat bahwa pernikahan dengan wnaita non-Israel

diijinkan agar umat tidak terjatuh pada dosa kejahatan perang, dalam

hal perlakuan biadab terhadap para wanita tawanan perang.

Dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru, ada tertulis “Janganlah kamu merupakan pasangan yang

tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah

terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimakah terang dapat

bersatu dengan gelap?” (2 Korintus 6:14).

Jika kita menilik konteks ayat tersebut, sebenarnya ayat itu tidak ditujukan

untuk melarang atau mendukung umat Kristiani untuk menikah dengan orang

non-Kristen, melainkan lebih ditujukan bagi petobat baru, yang pasangannya

masih memeluk kepercayaan yang lama. Tujuannya agar orang-orang Kristen

9

Page 11: Pernikahan Lintas Agama

benar-benar menerapkan kekudusan dalam hidupnya dan tidak lagi terjatuh

dalam kehidupan cemar yang masih menjadi gaya hidup pasangannya. Mereka

dipanggil dan diharapkan membawa dampak positif bagi pasangannya yang

belum percaya. Namun demikian, Paulus tetap melarang umat Kristiani

menceraikan pasangannya yang sudah berbeda iman itu, kecuali pasangannya

yang menginginkan itu (1 Korintus 7:12-16). Hal yang sama juga dapat kita lihat

dalam 1 Petrus 3:1-7 dimana ayat ini berbicara mengenai pernikahan beda

agama yang diakibatkan oleh pertobatan istri dari pasangan “kafir”. Padahal

peranan suami adalah dominan dan harus ditaati oleh istri sebagai pihak yang

lebih lemah (1 Petrus 3:7). Dalam konteks yang demikian para istri tetap harus

menjalankan panggilannya untuk menjadi kesaksian di tengah orang yang tidak

percaya (1 Petrus 2:12).

3.2. Masalah yang Mungkin Dihadapi oleh Pasangan Beda Agama

Masalah akan jadi pelik apabila masing-masing pasangan bersikukuh untuk

tidak bersedia menjadi seiman setidaknya mereka akan menghadapi dua masalah

besar, yaitu:

Pernikahannya tidak mendapat pengesahan dari negara lewat

Catatan Sipil.

Memang dalam Pasal 75 Huwelijks Ordonantie Christen Inlanders

(HOCI) Stbl. 1933 / 74 pernah diatur:

Pernikahan antara pria non Kristen dengan wanita Kristen, atas

permintaan kedua belah suami-istri, dapat diteguhkan berdasarkan

ordinasi dan register Catatan Sipil untuk golongan Kristen-Indonesia (di

Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua dan Banda). Namun kini

yang berlaku adalah UU Pernikahan yakni UU No. 1/1974, Ps.2:1 yang

mengatakan: Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaanya. Jika menilik peraturan

perundangan ini maka tidak dimungkinkan melakukan upacara nikah

dengan dua agama atau kepercayaan.

Keluarga tersebut akan mengalami ketidakjelasan identitas.

Ketidaksamaan standar moral etis dalam sebuah keluarga memang bisa

saja terjadi. Namun itu merupakan awal sebuah bencana besar dalam

10

Page 12: Pernikahan Lintas Agama

hidup berkeluarga, terutama jika keluarga itu berhadapan dengan

problem rumah tangga. Misalnya: yang satu mengharamkan perceraian,

sementara yang lain mengatakan boleh. Yang satu memegang erat asas

monogami, yang lain mengatakan boleh poligami asal adil, dan masih

banyak masalah yang lain, termasuk yang menyangkut makanan, ada

tidaknya meja pemujaan di rumah, dan sebagainya. Ada lagi satu

pertanyaan prinsip. Siapakah yang menjadi kepala rumah tangga? Tentu

bukan lagi Kristus. Dampaknya keluarga tersebut tidak akan dapat

memainkan peran dalam menjawab tugas kerasulan untuk menjadi

garam dan bercahaya bagi Kristus. Jika dipaksakan untuk terus berjalan

sendiri memang bisa, tetapi sehatkah keluarga yang demikian? Tentu

saja dalam pandangan Kristen itu bukanlah keluarga yang sehat.

11

Page 13: Pernikahan Lintas Agama

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Kita dapat menyimpulkan bahwa pernikahan Kristen adalah pernikahan yang

kudus dan pernikahan lintas agama tidak berkaitan dengan dosa atau tidak

berdosa, serta bukan boleh atau tidak boleh. Secara konseptual, pernikahan ini

sah-sah saja. Namun, gereja tetap menganjurkan agar umat Kristiani menikah

dengan pasangan yang seiman. Hal ini dikarenakan pernikahan dengan pasangan

yang seiman merupakan salah satu cara untuk kita (umat Kristiani)

mempertahankan iman kita terhadap Tuhan Yesus Kristus. Selain itu, pasangan

beda agama umumnya akan menempuh jalan yang terjal. Jalan yang terjal

tersebut terkadang dapat dilalui dengan baik dan sukses, namun juga dapat

membahayakan dan gagal. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah beda

agama dalam agama Kristen sebenarnya tidak dilarang, namun kita dianjurkan

untuk berpikir ulang mengenai resiko-resiko yang harus kita tempuh dan

kesiapan kita menghadapi resiko-resiko tersebut.

12

Page 14: Pernikahan Lintas Agama

DAFTAR PUSTAKA

Nurcholish, Ahmad dan Ahmad Baso (ed.). 2010. Pernikahan Beda Agama: Kesaksian, Argumen Keagamaan dan Analisis Kebijakan. Jakarta: ICRP-Komnas HAM

Purnawan, Andri. 2008. Majalah Sukita (Artikel: Pasangan yang Tidak Seimbang).

Sairin, Weinata dan J.M. Pattiasina. 1996. Pelaksanaan Undang-Undang Pernikahan dalam Perspektif Kristen : Himpunan Telaah tentang Pernikahan di Lingkungan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Jakarta : Gunung Mulia.

13