PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD · PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS...
Transcript of PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD · PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS...
PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD
“SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Hera Erisa
NIM: 141134151
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD
“SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Hera Erisa
NIM: 141134151
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah dan karunianya setiap saat, skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Orang tuaku, Bapak Suratiman dan Ibu Wasiyah yang senantiasa
mengalunkan doa dan memberikan semangat dengan penuh kasih sayang.
2. Kedua kakakku, Fatma Andriani, Achmad Arifudin Tsani dan
keponakanku Quinsha Aqila Tsani serta Wildan Abdilah Tsani yang selalu
memberikan doa dan semangat.
3. Sahabat-sahabatku Annisa, Anin, Ely, dan Dhiana yang selalu menghibur,
memberikan doa dan semangat.
4. Almamaterku Universitas Sanata Dharma tempat mengenyam ilmu
pendidikan dan mendapatkan banyak pengalaman serta mengukir
kenangan yang indah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia maka haruslah dengan ilmu,
barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat haruslah dengan ilmu,
dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya maka haruslah
dengan ilmu”
(H.R Ibn Asakir)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 3 Mei 2018
Peneliti
Hera Erisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Hera Erisa
Nomor Mahasiswa : 141134151
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD
“SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai Peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 3 Mei 2018
Yang menyatakan
Hera Erisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI KELAS ATAS SD
“SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO
Hera Erisa
Universitas Sanata Dharma
2018
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan sekolah dasar
inklusi di kelas atas SD Suka Ilmu wilayah Kabupaten Kulon Progo pada tahun
pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif
deskriptif dengan metode studi kasus, teknik pengambilan data yang digunakan
yaitu wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian
adalah guru kelas atas, panitia PPDB, dan kepala sekolah. Data yang diperoleh
dianalisis dengan cara reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPDB kurang maksimal, GPK tidak
mendampingi, pencatatan peserta didik baru manual, dan data susunan panitia
belum diperbaharui. Identifikasi dilakukan oleh guru kelas 1 atau 2 yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan guru dan kurang diketahui oleh guru kelas.
Kurikulum yang digunakan di kelas atas yaitu K 13 untuk kelas IV dan KTSP
untuk kelas 5 dan 6, tidak ada modifikasi kurikulum sehingga sama seperti
sekolah reguler. Bahan ajar yang digunakan di kelas atas sama antara siswa ABK
dan siswa lain pada umumnya, sekolah membolehkan adanya penurunan materi.
Pembelajaran yang berlangsung di kelas atas ramah anak, namun masih
ditemukan olok-olokan siswa lain kepada siswa ABK. Penataan ruangan di kelas
atas sama seperti kelas reguler pada umumnya. Assesmen di SD Suka Ilmu tidak
rutin di laksanakan tiap tahun. Tidak ada media pembelajaran adaptif di kelas atas,
media pembelajaran biasa tidak digunakan dengan maksimal. Penilaian di kelas
atas disesuaikan dengan kondisi siswa, soal ujian yang digunakan sama antara
siswa ABK dan siswa lain pada umumnya, evaluasi pembelajaran dilakukan oleh
guru secara pribadi seperti refleksi pengajaran.
Kata Kunci: permasalahan sekolah inklusi dan kelas atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
UPPER GRADE INCLUTION SCHOOL PROBLEM IN “SUKA ILMU”
ELEMENTARY SCHOOL KULON PROGO REGENCY
Hera Erisa
Sanata Dharma University
2018
The aim of this study was to find out how the problem in upper grade
inclution school Suka Ilmu Elementary School Kulon Progo Regency.The type of
research for this study was descriptive qualitative approach with case study method.
The technique for collection the data were semi structured interview, observation,
and documentation. The subjects of the study were upper grade teachers, new
students committee, and the Principal. The data were being analyzed by data
reduction, data display and conclusion.
The results of the study were PPDB less than maximal, special counselors did
not accompany, manual recording of new students, and the data of PPDB commitee
had not been updates. Identification was done by the teacher class 1 or 2 which
was based on the knowledge of teachers and less known by the upper class
teacher. The curriculum used in the upper class was K13 for the fourth grade and
KTSP for grades 5 and 6, there was no modification of the curriculum. In upper
grade, teachers were using the same teaching materials for student with special
needs and the other students in general, the school allows for a simplify of the
material. Learning activities in upper grade were child-friendly, but there were
still found teasing from another student to student with special needs. The
arrangement of the room in upper grade were the same as regular classes in
general. Assessment were not routinely carried out every year. Threre was no
adaptive learning media in upper grade, ordinary learning media were not used
totaly. The evaluations in the upper grade were adapted to the conditions of the
students, the exam for students with special needs were the same as the other
students in general, learning evaluation conducted by the teacher so as a
reflection.
Keywords: issues of inclusion school and upper grade
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
hidayahNya, Peneliti mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Permasalahan Sekolah Inklusi Kelas Atas di SD Suka Ilmu Wilayah
Kabupaten Kulon Progo”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan. Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada
kesempatan ini, Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd, M. Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing I dan
Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II
yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga,
dan bantuan kepada Peneliti dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan
hingga akhir penyusunan skripsi selesai.
5. Kepala Sekolah Dasar Suka Ilmu yang telah memberikan ijin kepada peneliti
untuk mengadakan penelitian sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan lancar.
6. Guru Sekolah Dasar Suka Ilmu yang sudah membantu dan bersedia menjadi
narasumber dalam penelitian ini.
7. Orang tuaku, Bapak Suratiman dan Ibu Wasiyah yang senantiasa
mengalunkan doa dan memberikan semangat dengan penuh kasih sayang.
8. Kedua kakakku, Fatma Andriani, Achmad Arifudin Tsani dan
keponakanku Quinsha Aqila Tsani serta Wildan Abdilah Tsani yang selalu
memberikan doa dan semangat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
9. Sahabat-sahabatku Annisa, Anin, Ely, dan Dhiana yang selalu memberikan
doa dan semangat.
10. Teman-teman payung yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber
belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan
inklusi.
Hormat Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN MOTTO .............................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1. Manfaat Teoritis.............................................................................. 5
2. Manfaat Praktis ............................................................................... 5
E. Asumsi Penelitian ..................................................................................... 6
F. Definisi Operasional ................................................................................. 6
1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi .............................................. 6
2. Sekolah Dasar Inklusi ..................................................................... 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 8
A. Kajian Pustaka ............................................................................................ 8
1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi .................................................... 8
2. Sekolah Dasar Inklusi.......................................................................... 12
3. Aspek-aspek Penyelenggaraan Sekolah Inklusi .................................. 13
a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi
Semua Anak.................................................................................... 13
b. Identifikasi ...................................................................................... 13
c. Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) .................................................. 14
d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah
Anak ............................................................................................... 15
e. Penataan Kelas Ramah Anak .......................................................... 15
f. Assesmen......................................................................................... 16
g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif ........... 17
h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ............................................. 18
B. Penelitian yang Relevan............................................................................ 18
C. Kerangka Berpikir..................................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 22
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 22
B. Setting Penelitian ....................................................................................... 23
C. Desain Penelitian ........................................................................................ 23
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 25
E. Instrumen Penelitian................................................................................... 26
F. Kredibilitas dan Transferabilitas ................................................................ 30
G. Teknik Analisis Data .................................................................................. 32
1. Data Reduction............................................................................... 32
2. Data Display .................................................................................. 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3. Conclusion and Verification .......................................................... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 34
A. Deskripsi Penelitian ................................................................................... 34
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 37
1. Wawancara ..................................................................................... 37
2. Observasi ........................................................................................ 56
3. Dokumentasi .................................................................................. 63
C. Pembahasan ................................................................................................ 65
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 77
A. Kesimpulan ................................................................................................ 77
B. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 78
C. Saran ........................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80
LAMPIRAN .......................................................................................................... 82
BIODATA PENELITI ....................................................................................... 109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian............................................................................ 83
Lampiran 2 Reduksi Hasil Observasi .................................................................... 84
Lampiran 3 Resuksi Hasil Wawancara .................................................................. 88
Lampiran 4 Hasil Dokumentasi ........................................................................... 102
Lampiran 5 Display Data ..................................................................................... 104
Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian .............................. 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ............................................................................. 27
Tabel 3.2 Pedoman Observasi ................................................................................ 29
Tabel 3.3 Daftar Dokumen ..................................................................................... 30
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara ............................................................ 35
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Observasi ............................................................... 35
Tabel 4.3 Daftar Dokumen ..................................................................................... 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Literatur Map ............................................................................................... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai, latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Semua anak di Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh
akses pendidikan yang berkualitas. Pendidikan memegang peranan penting
dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam
upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang
semakin meningkat tajam. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, tentu
diperlukan komitmen yang kuat dalam membangun kemandirian dan
pemberdayaan yang mampu menopang kemajuan pendidikan di masa yang
akan datang. Prioritas pendidikan tidak hanya bagi anak-anak yang pandai
dan cerdas maupun yang berasal dari keluarga berada atau terpandang, tetapi
juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari anak-anak
pada umumnya (Ilahi, 2016).
Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan anak lain
pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya. Pasal 31 UUD
1945 menyebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapat pendidikan.
Hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam BAB IV Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan pasal 5 tersebut dapat disimpulkan bahwa anak luar biasa
mempunyai hak yang menjamin kelangsungan pendidikan mereka, bahkan
anak berkebutuhan khusus berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat. Ayat 2, 3, dan 4 menegaskan bahwa anak luar
biasa berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Anak luar biasa yang
dimaksud bukan saja mereka yang memiliki kelainan fisik, sosial, emosional,
dan intelektual saja, melainkan mereka yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa juga berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Hak
untuk memperoleh pendidikan bukan hanya dilindungi dalam Undang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Undang dalam negeri saja, melainkan juga tercantum dalam Deklarasi Umum
Hak-Hak Kemanusiaan 1948 (The 1948 Universal Declaration of Human
Right), kemudian diperbarui pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk
Semua, Tahun 1990 (The 1990 World Conference on Education for All), yang
bertujuan untuk meyakinkan bahwa hak tersebut adalah untuk semua, terlepas
dari perbedaan yang dimiliki oleh individu. Tanggal 7 – 10 Juni 1994
diselenggarakan konferensi dunia tentang pendidikan bagi anak luar biasa di
Salamanca, Spanyol. Dalam konferensi tersebut dimantapkan komitmen
Education for All (EFA), dan dikeluarkan kerangka kerja untuk pendidikan
anak luar biasa yang diharapkan dapat menjadi pegangan bagi setiap negara
dalam penyelenggaraan pendidikan luar biasa (Pratiwi, 2015).
Pendidikan inklusif ramah anak diyakini sebagai sebuah cara untuk
memberikan akses yang sama kepada semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Sistem pendidikan ini mengharuskan keterbukaan dan kesempatan seluas-
luasnya bagi siapa pun yang hendak menempuh program pendidikan di
sekolah. Jika sekolah pada umumnya menetapkan sejumlah persyaratan
tertentu, seperti batas nilai akademik kelulusan, bebas narkoba, sehat jasmani
dan rohani, atau nominal pembayaran tertentu, maka sekolah inklusif
menghilangkan syarat-syarat tersebut. Hal tersebut beracuan bahwa
pendidikan adalah hak asasi seluruh manusia, tanpa adanya perkecualian
(Ilahi, 2016).
Pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus memang sangat
penting untuk menunjang kepercayaan diri mereka dalam mengikuti jenjang
pendidikan sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki. Di Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif akan terjadi perubahan yang memberi kesempatan kepada semua
anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar
bersama. Perbedaan itu tidak menjadikan halangan bagi guru untuk membawa
anak berhasil dalam belajarnya. Dengan kondisi ini anak berkebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
khusus merasa dihargai, dan keuntungan ini sebenarnya untuk semua warga
sekolah dan masyarakat sekitarnya (Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013).
Penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dasar tentu melibatkan
semua unsur pembangun pembelajaran di sekolah tersebut. Sekolah dasar
inklusi menuntut warga sekolah dan sekitar untuk menghargai dan senantiasa
memberikan perhatian khusus kepada siswa. Guru, tenaga administrasi,
satpam sekolah, penjaga sekolah, penjaga kantin dan masyarakat sekitar juga
turut mempengaruhi keberhasilan dan totalitas kegiatan belajar mengajar
yang baik untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi agar
kepuasan siswa dan orang tua siswa tercapai. Guru sekolah inklusi juga harus
mampu menyamakan secara adil dan tidak mendiskriminasi/ memancing
diskriminasi yang dilakukan oleh siswa sendiri kepada siswa lain yang
berkebutuhan khusus. Kepala sekolah dan guru serta elemen pokok di sekolah
dituntut untuk benar-benar memahami tentang apa itu sekolah inklusi dan
seluk beluknya termasuk apa saja aspek-aspek sekolah inklusi serta tuntutan
yang memang harus ada dan tersedia di sekolah inklusi untuk menunjang
pembelajaran agar tercapainya kepuasan serta peningkatan kualitas sekolah
dengan baik. Pendidikan penting untuk siswa berkebutuhan untuk
memberikan persiapan atau bekal masa depan yang diharapkan akan
bermanfaat untuk kehidupannya dalam bermasyarakat.
Anak berkebutuhan khusus pada umumnya menempuh pendidikan di
sekolah luar biasa (SLB), yaitu sekolah yang hanya menyediakan layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). SLB jarang didirikan di
daerah pedesaan atau daerah-daerah terpencil, tetapi didirikan di ibukota
kabupaten (Ilahi, 2016) Ada juga anak berkebutuhan khusus yang menempuh
pendidikan di sekolah reguler, namun fasilitas sekolah dan pelayanan sekolah
belum begitu mendukung pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang
berbaur menjadi satu dengan anak tidak berkebutuhan khusus di sekolah
tersebut. Banyak juga orang tua yang menyekolahkan anaknya yang
berkebutuhan khusus di sekolah reguler karena merasa bahwa sekolah di SLB
merupakan hal yang tabu. Dari hal tersebut terlihat bahwa kondisi idealnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
sekolah inklusi belum terpenuhi. Sekolah inklusi yang baik harus memenuhi
aspek-aspek sekolah inklusi agar tujuan pendidikan tercapai. Pendidikan yang
ideal untuk anak berkebutuhan khusus yaitu pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing siswa. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil
identifikasi dan assesmen. Pendidikan ideal untuk anak berkebutuhan khusus
tidak bisa disamaratakan untuk setiap siswa karena acuannya adalah masing-
masing siswa tersebut. Oleh karena itu ketepatan dalam proses identifikasi
dan asesmen sanggat dibutuhkan agar pemberian layanan pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus dapat maksimal dan tepat untuk setiap siswa.
Menurut Madya dalam berita di Detiknews (2010), sekolah reguler
dengan inklusi itu berbeda. Sekolah inklusi adalah institusi pendidikan yang
memberikan pengajaran kepada siswa umum dan ABK dalam satu kelas.
Sekolah umum yang berminat memberikan layanan pendidikan inklusi harus
sudah mempelajari pendidikan luar biasa. Cara guru atau staf pengajar dalam
metode pengajarannya juga berbeda dan guru yang menangani harus diberi
wawasan mengenai ABK. Dari sisi sarana dan prasarana fisik juga berbeda.
Bila ada sekolah umum yang menjadi sekolah inklusi menerima siswa ABK
maka semua prasarana sekolah juga harus bisa diakses oleh siswa ABK.
Sosialisasi dan penjelasan pada masyarakat terutama lingkungan sekolah
perlu dilakukan karena tidak semua orangtua maupun siswa lain pada
umumnya mau digabungkan dengan anak berkebutuhan khusus. Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) memperketat izin pembukaan sekolah inklusi. Hal ini
untuk menjaga kualitas pelayanan kepada Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Di DIY, minat untuk mendirikan sekolah inklusi cukup besar.
Namun, hampir mayoritas siswa ABK di DIY belum banyak yang mendapat
akses pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerahnya. Sekolah Luar
Biasa juga masih sedikit sekali. Tidak semua orangtua mau menyekolahkan
anaknya di SLB karena faktor psikologis dan jarak tempat tinggal.
Penelitian yang dilakukan oleh Sabatiani (2017) mengkaji 26 sekolah
dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Yogyakarta. Jumlah sekolah tersebut sudah cukup memadai untuk
menyediakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam satu
kabupaten. Hasil olah data menunjukkan bahwa 63,63% sekolah dasar inklusi
di Kabupaten Kulon Progo menerapkan aspek-aspek sekolah inklusi. Hal
tersebut berarti bahwa belum semua sekolah dasar inklusi di wilayah
Kabupaten Kulon Progo memenuhi aspek-aspek sekolah inklusi. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengetahui permasalahan sekolah dasar inklusi lebih
dalam, sehingga penelitian ini akan membahas tentang masalah sekolah
inklusi kelas atas di SD Suka Ilmu wilayah Kabupaten Kulon Progo.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana permasalahan sekolah inklusi di kelas atas SD Suka Ilmu Wilayah
Kabupaten Kulon Progo?
C. TUJUAN PENELITIAN
Mendeskripsikan permasalahan sekolah inklusi di kelas atas SD Suka Ilmu
Wilayah Kabupaten Kulon Progo.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian tentang
permasalahan di kelas atas sekolah inklusi Wilayah Kabupaten Kulon
Progo .
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah mendapatkan data tentang permasalahan di sekolah
dasar inklusi kelas atas wilayah Kabupaten Kulon Progo sebagai acuan
perbaikan sekolah untuk kedepannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
b. Bagi Guru
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
permasalahan di sekolah dasar inklusi kelas atas wilayah Kabupaten
Kulon Progo sebagai acuan perbaikan kwalitas diri sebagai guru.
c. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman langsung untuk menggali
kesesuaian aspek-aspek sekolah inklusi dengan permasalaha
permasalahan di kelas atas sekolah inklusi Wilayah Kabupaten Kulon
Progo.
E. ASUMSI PENELITIAN
Delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi perlu diperhatikan di
setiap penyelenggaraan sekolah dasar inklusi. Delapan aspek tersebut yaitu
penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak, identifikasi,
adaptasi kurikulum, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang
ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, assesmen, pengadaan dan
pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi
pembelajaran. Hasil penelitian terdahulu di Kabupaten Kulon Progo
menunjukkan bahwa 63,63 % sekolah dasar inklusi menerapkan prinsip-
prinsip sekolah inklusi. Diantara SD inklusi yang menjadi tempat penelitian,
ada satu sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang belum
maksimal melaksanakan delapan aspek sekolah inklusi adalah SD “Suka
Ilmu”. Asumsi penelitian ini adalah ada permasalahan di SD “Suka Ilmu”
berdasarkan delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi
Permasalahan sekolah dasar inklusi yaitu segala bentuk hambatan
yang dihadapi sekolah inklusi dalam menjalankan kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
2. Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah dasar inklusi adalah penyedia layanan pendidikan usia
sekolah dasar yang penyelenggaraannya tidak mensyaratkan hal-hal
khusus kepada siswanya yang berupa persyaratan fisik, kognitif dan
psikologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II membahas mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan,
kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian. Hal-hal yang akan di bahas di kajian
pustaka, yakni permasalahan sekolah dasar inklusi, sekolah inklusi, dan aspek-
aspek penyelanggaran sekolah inklusi. Hasil penelitian yang relevan menguraikan
tentang penelitian orang lain dan memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Pada
bagian kerangka berpikir, peneliti akan menguraikan alur berpikir terkait
penelitian ini secara rinci dan pada pertanyaan penelitian menyampaikan
pertanyaan tentang apa yang akan diteliti dalam penelitian ini.
A. Kajian Pustaka
1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif tentu mengalami
beberapa permasalahan yang dapat menghambat proses penyelenggaraan
pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan oleh Ilahi (2016) bahwa
ada beberapa permasalahan dan persoalan dalam pendidikan inklusif
yaitu :
a. Pemahaman dan Implementasinya
Pemahaman yang salah tentang anak berkebutuhan khusus
harus diluruskan karena membuat mereka selalu termarginalkan dari
lingkungan mereka tinggal. Bagaimanapun anak berkebutuhan khusus
layak mendapatkan pembinaan secara optimal terkait dengan
keterbatasan dan kekurangannya. Namun pendidikan inklusif bagi
anak berkebutuhan khusus belum dipahami sebagai upaya
peningkatan kualitas layanan pendidikan. Pendidikan inklusif
cenderung dipersepsi sama dengan integrasi sehingga masih
ditemukan pendapat bahwa anak harus menyesuaikan dengan sistem
sekolah. Dalam implementasinya, guru cenderung belum mampu
bersikap proactive dan ramah terhadap semua siswa, menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
complain orang tua, dan menjadikan anak cacat sebagai bahan olok-
olokan.
b. Kebijakan Sekolah
Isu dan permasalahan kebijakan sekolah merupakan salah satu
hal yang cukup menentukan keberhasilan anak didik dalam menerima
setiap materi pelajaran yang berkaitan dengan konsep pendidikan
inklusif. Kebijkan sekolah merupakan salah satu aspek penting yang
ikut serta memberikan kontribusi bagi peningkatan hidup mereka.
Walaupun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima
semua jenis anak berkebutuhan khusus, sebagian sudah memiliki guru
pendamping khusus, mempunyai catatan hambatan belajar pada
masing-masing anak berkebutuhan khusus, kebebasan guru kelas dan
guru khusus untuk mengimplementasikan pembelajaran yang lebih
kreatif dan inovatif. Namun, implementasinya cenderung belum
didukung dengan koordinasi dengan tenaga professional, organisasi,
atau institusi terkait dan beberapa kebijakan masih kurang tepat.
c. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran yang belum menggunakan sistem team
teaching menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami
kesulitan dalam menerima materi pelajaran. Sistem team teaching
sangat diperlukan untuk menunjang koordinasi dan kerja sama antar
anak-anak agar semakin kompak dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Permasalahan tentang system pengajaran juga
belum memberikan jaminan akan keberhasilan anak berkebutuhan
khusus dalam menangkap materi pembelajaran karena belum
tersedianya fasilitas dan media pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran diharapkan adanya perubahan
perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Pembelajaran
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya. Dalam interaksi tersebut banyak faktor eksternal
maupun internal yang mempengaruhinya. Dalam hal ini tugas guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
yang paling utama yaitu mengoptimalkan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku peserta didik ke arah yang
lebih baik.
d. Kondisi Guru
Kondisi guru tentang permasalahan yang ditemui berkaitan
dengan kualitas dan komitmennya dalam membina dan mengayomi
anak berkebutuhan khusus perlu diketahui. Hal tersebut perlu
diketahui karena bisa saja mereka kurang tertarik dan tidak
bersemangat dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
e. Support System
Sistem pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah inklusi diakui belum memadai secara maksimal. Sistem
pendukung yang dimaksud bisa berasal dari orang tua yang belum
memiliki perhatian penuh kepada anak mereka yang menginginkan
sekolah di lembaga formal karena takut mendapatkan cacian dan
hinaan dari teman sebayanya. Orang tua juga biasannya takut
melepas anak mereka yang berkebutuhan khusus di lingkungan anak
lain pada umumnya dengan berbagai alasan.
Orang tua perlu melakukan investigasi mengenai sekolah
yang berani memperlakukan anak secara tidak patut dan
mendapatkan cacian yang bisa meruntuhkan mentalnya. Pemerintah
berperan penting dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar yang menempatkan anak berkebutuhan khusus di lembaga
pendidikan yang memiliki predikat sekolah inklusif. Peran
pemerintah seharusnya menjadi ujung tombak dalam mendorong
implementasi inklusi secara baik dan benar melalui aturan maupun
bantuan teknis. Namun, pemerintah dinilai masih kurang
memberikan perhatian dan kurang proaktif dengan permasalahan di
sekolah inklusi. Pelatihan guru-guru yang diadakan oleh pemerintah
juga dinilai masih terbatas dan belum merata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Pendapat lain dari Suryani (2014) menjelaskan bahwa
permasalahan yang terjadi dalam upaya penyelenggaraan pendidikan
inklusif salah satunya yaitu masalah tenaga pendidik. Tenagan
pendidik adalah semua orang dalam lingkup sekolah inklusif. Akan
tetapi kebanyakan tenaga pendidik di sekolah inklusif dari kalangan
guru reguler yang belum tahu mengenai kebijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pada umumnya guru reguler
kemampuannya sebatas dibidang umum saja sehingga diasumsikan
bahwa guru reguler mengalami kesulitan dalam menerapkan
kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara umum dan
syarat keilmuan pengetahuan guru reguler belum memperoleh ilmu
pengetahuan serta wawasan mengenai kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif. Mereka juga hanya sedikit mengetahui
informasi mengenai pendidikan inklusif melalui workshop, seminar
dan pelatihan-pelatihan. Sehingga mereka memerlukan pembinaan
untuk mengembangkan keahliannya dalam bidang umum maupun
khusus yang berhubungan dengan pendidikan inklusif.
Pendapat yang selanjutnya yaitu dari Tarnoto (2016)
menjelaskan bahwa permasalahan yang muncul terkait pelaksanaan
inklusi adalah terkait dengan guru, siswa, orangtua, sekolah,
masyarakat, pemerintah dan kurangnya sarana prasarana yang
mendukung pelaksanaan sekolah inklusi. Hal ini juga dikarenakan
kurang adanya kerjasama dari berbagai pihak. Guru merupakan
faktor utama dalam proses pendidikan inklusi, tetapi tanpa adanya
bantuan dari pihak lain pelaksanaan sekolah inklusi tidak bisa
berjalan dengan maksimal, sehingga selain guru yang ditangani,
perlu juga menumbuhkan budaya sekolah inklusi baik didalam
sekolah itu sendiri ataupun komunitas diluar sekolah tersebut, selain
itu kebijakan pemerintah juga sangat menentukan pelaksanaan
sekolah inklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Dari beberapa pendapat para ahli tentang permasalahan
sekolah dasar inklusi dapat disimpulkan bawa permasalahan di
sekolah dasar inklusi ada dari berbagai macam pihak, namun yang
utama dan paling terlihat yaitu dari guru. Guru harus benar-benar
memahami dan mengimplementasikan dengan benar aspek sekolah
inklusi dengan di dukung oleh berbagai pihak agar tercapai efisiensi
dan keefektifan pembelajaran.
2. Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah dasar inklusi tentu memiliki beberapa layanan dan
fasilitas yang berbeda dengan sekolah reguler pada umumnya. Untuk
mendapatkan label sekolah inklusi juga diperlukan beberapa persyaratan
yang sudah di tentukan. Hal tersebut tentu berkaitan dengan siswa yang
mengikuti kegiatan belajar mengajar karena sekolah inklusi
menggabungkan antara siswa ABK dan siswa lain pada umumnya dalam
satu kelas.
Ariastuti dan Herawati (2016) menguraikan bahwa sekolah
Inklusi menyediakan layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) sekaligus anak lain pada umumnya. Sesuai dengan
amanat UU, sekolah dasar harus bersedia menerima siswa berkebutuhan
khusus dan menjadi sekolah inklusi. Sekolah reguler dengan orientasi
inklusif adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi
diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu
masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua anak tanpa
membeda-bedakan nya.
Pendapat lain dari Marentek (2007) mengemukakan bahwa
pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular (SD, SMP,
SMA, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti berkelainan,
lamban belajar (slow learner) maupun yang berkesulitan belajar lainnya.
Rosilawati (2013) menguraikan bahwa sekolah inklusi
merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra
dengan masyarakat. Bafadal (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar
merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam
tahun.
Dari beberapa pengertian sekolah dasar inklusi menurut para ahli
di atas, kesimpulan sekolah dasar inklusi merupakan satuan pendidikan
regular yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun dan memberikan
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan
khusus dan peserta didik lain pada umumnya dalam satu kelas.
3. Aspek-aspek Penyelenggaraan Sekolah Inklusi
a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang
Mengakomodasikan Semua Anak
Penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun
pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di
sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah
membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi
dengan guru pendamping khusus yang sudah memahami tentang
pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik
berkebutuhan khusus. untuk sekolah yang memiliki atau bekerjasama
dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam
kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi
menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan
mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus
(Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013).
b. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya guru dan tenaga kependidikan
lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami
hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional
dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Istilah identifikasi
dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai
sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga
kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap
anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual,
sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Identifikasi dapat diartikan menemukenali.
Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya
menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak
berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya (Kustawan,
Hermawan, dan Phil, 2013)
Lerner (dalam Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013)
mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan
yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi
(classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning),
dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).
Tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun
informasi atau data yang menjelaskan apakah seorang anak
mengalami kelainan/ penyimpangan dalam pertumbuhan/
perkembangannya sehingga memerlukan kebutuhan khusus
dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil identifikasi
dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang
disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/ atau untuk menyusun
program dan pelaksanaan intervensi/ penanganan/ terapi berkaitan
dengan hambatannya (Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013).
c. Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)
Kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan
berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat
satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman
siswa agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan
kebutuhannya (Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013). Pendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tersebut didukung oleh Nasution (dalam Ilahi, 2016) yang
menyatakan, kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada
lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme
pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan.
Pengembangan dan perbaikan kurikulum harus selalu dilakukan
secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan
zaman. Ilahi (2016) menjelaskan bahwa kurikulum dalam pendidikan
inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler pada umumnya yang
kemudian di modifikasi sesuai dengan keadaan siswa yang
mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.
d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah
Anak
Bahan ajar diperlukan untuk mencapai tujuan mengajar yang
telah ditentukan. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub
topik bahasan tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan
dengan tujuan yang ditetapkan (Ilahi, 2016). Agar perhatian anak
didiknya terpusat penuh kepada guru maka guru perlu melakukan
pembelajaran yang interaktif. Guru juga harus menggunakan metode
pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya
mampu berpartisipasi saat pembelajaran berlangsung. Jenis materi
pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh
besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang
disabilitas (Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013).
e. Penataan Kelas Ramah Anak
Everton dan Weintein (dalam Friend dan Bursuck, 2015)
mengemukakan bahwa demi mengoptimalkan proses pembelajaran
yang efektif, guru perlu melakukan pengelolaan ruang kelas mulai dari
mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson
(dalam Friend dan Bursuck, 2015) menyatakan bahwa cara penataan
unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
proses pembelajaran dan perilaku siswa. (Friend dan Bursuck, 2015)
menguraikan penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat
mempengaruhi kondisi dan suasana belajar siswa ABK siswa lain
pada umumnya. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang
kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding,
pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan.
f. Assesmen
Assesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi
untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan
ketika diperlukan (Overton dalam Friend dan Bursuck, 2015).
Assesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk
tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah
pengumpulan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan
pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.
1) Screening
Screening merupakan keputusan untuk menentukan proses
kemajuan seorang siswa yang berbeda dengan teman-teman
sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran,
atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk
menetapkan adanya kondisi disabilitas (Tiarni, 2013). Screening
dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi
anak berkebutuhan khusus (Friend dan Bursuck, 2015)
2) Diagnosis
Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis
menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus,
pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa
dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak
(Friend dan Bursuck, 2015).
3) Penempatan program
Bagian utama dari keputusan penempatan program
berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di
ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas
pendidikan khusus yang terpisah (Friend dan Bursuck, 2015) .
4) Penempatan kurikulum
Penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level
mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa.
Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat
dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk
mengetahui sejauh mana siswa-siswa penyandang disabilitas
mengakses kurikulum pendidikan umum (Friend dan Bursuck,
2015).
5) Evaluasi pengajaran
Dalam evaluasi pelajaran ada keputusan yang meliputi
keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran
yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan
memantau kemajuan siswa secara teliti (Friend dan Bursuck,
2015).
6) Evaluasi program
Keputusan evaluasi program merupakan keputusan
untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi
program pendidikan khusus untuk seorang siswa
berkebutuhan khusus (Friend dan Bursuck, 2015).
g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif
Media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus
merupakan media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan
dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat dan cocok dalam
kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan
karakteristik siswa akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas
proses dan hasil pembelajaran (Kustawan, Hermawan, dan Phil,
2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang penting dalam
pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat,
mengumpulkan dan menganalisis informasi agar diperoleh data yang
tepat yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan untuk
memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi
adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2)
memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan
informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan
untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga
(Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013)
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Lusia Eka Ristanti pada tahun
2016. Judul penelitiannya adalah Metode Pengajaran Yang Digunakan
Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul. Penelitian ini
termasuk penelitian kuantitatif. Pada penelitian ini, prosedur pengumpulan
datanya yaitu dengan cara menyebar kuesioner kepada guru dari 7 sampel SD
Inklusi se-Kabupaten Bantul. Instrumen pengumpulan datanya yaitu lembar
kuesioner. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di
sekolah inklusu se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari
masing-masing sekolah dasar inklusi. Teknik analisis datanya menggunakan
validasi konstruk dan product moment. Hasil penelitian ini yaitu metode yang
lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran
tidak langsung, yaitu yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
Penelitian yang kedua dilakuakan oleh Maretha Lia Isnaryati pada
tahun 2009. Judul penelitiannya yaitu Studi Deskriptif Tentang Sikap Anak
Sekolah Dasar Inklusi Terhadap Teman Sebaya yang Berkebutuhan
Khusus. Jenis penelitian ini yaitu penelitian campuran. Prosedur penelitian
ini yaitu dengan membuat skala yaitu skala likert yang obyeknya sikap,
memberikan sejumlah pertanyaan, wawancara secara acak, lalu observasi non
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
partisipan. Intrumen yang di gunakan yaitu lembar pertanyaan, lembar
panduan wawancara, dan lembar panduan observasi. Cara analisis yang
digunakan yaitu analiasis deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan sikap siswa di sekolah dasar yang tidak berkebutuhan
khusus terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus di kelas inklusi.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana pandangan, perasaan dan
kecenderungan tindakan siswa normal terhadap aspek kompetensi akademik,
kompetensi social, kemampuan fisik/ atletik dan penampilan fisik anak
berkebutuhan khusus.
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Rosita Cahayani Sabatiana pada
tahun 2017. Judul penelitiannya yaitu Survei Penyelenggaraan Sekolah
Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Jenis penelitian ini
yaitu penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross
sectional. Instrument yang digunakan yaitu lembar kuesioner. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Penelitian ini menggunakan
teknik sampling yang disebut Simple Random Sampling. Hasil olah data
penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa 63,63% sekolah dasar inklusi di
Kabupaten Kulon Progo sudah menerapkan aspek-aspek sekolah inklusi.
Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan. Penelitian pertama sampai ketiga sama-sama
membahas tentang sekolah dasar inklusi, lalu penelitian ini juga membahas
tentang sekolah dasar inklusi. Penelitian kedua menggunakan teknik
wawancara dan observasi, sama dengan penelitian yang akan dilakukan ini.
Penelitian ketiga membahas sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo,
hal tersebut juga relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penelitian tentang
permasalahan di sekolah dasar inklusi kelas atas di salah satu sekolah dasar
inklusi wilayah Kabupaten Kulon Progo. Permasalahan di teliti berdasarkan 8
aspek sekolah inklusi, yaitu: 1) Penerimaan Peserta Didik Baru, 2)
Identifikasi, 3) Adaptasi Kurikulum, 4) Merancang bahan ajar dan kegiatan
pembelajaran ramah anak, 5) penataan kelas yang ramah anak, 6) Assesmen,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
7) Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, 8) Penilaian dan
evaluasi pembelajaran.
Di bawah ini digambarkan dengan bagan bagaimana hubungan antara
ketiga penelitian yang relevan diatas dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti ini dalam bentuk literatur map.
Bagan 2.1 Literatur Map
C. Kerangka Berpikir
Di wilayah Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta
ada 26 sekolah dasar inklusi. Sekolah dasar inklusi tersebut keberadaannya
tersebar pada 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Sebagian
wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah pegunungan, hanya
sebagian kecil yang merupakan daerah dataran rendah (Sabatiana, 2017).
Rosita Cahayani
Sabatiana
“Survei
Penyelenggaraan
Sekolah Dasar
Inklusi di Wilayah
Kabupaten Kulon
Progo.”
Maretha Lia Isnaryati
“Studi Deskriptif
Tentang Sikap Anak
Sekolah Dasar
Inklusi Terhadap
Teman Sebaya yang
Berkebutuhan
Khusus.”
Lusia Eka Ristanti
“Metode Pengajaran
Yang Digunakan Guru
di Sekolah Dasar
Inklusi se-Kabupaten
Bantul”
Penyelenggaraan
sekolah dasar inklusi
di wilayah Kabupaten
Kulon Progo
Sikap positif anak
sekolah dasar inklusi
terhadap teman sebaya
mengatasi permasalahan
di SD inklusi
Penggunaan metode
pengajaran di sekolah
dasar inklusi yang tepat
menekan permasalahan
di SD inklusi
Hera Erisa
“Permasalahan Sekolah
Dasar Inklusi Kelas Atas di
SD Suka Ilmu Wilayah
Kabupaten Kulon Progo”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Perbedaan keadaan wilayah tersebut tentu berpengaruh pada permasalahan
sekolah dasar inklusi di setiap daerahnya, perbedaan kondisi wilayah tempat
sekolah dasar inklusi tersebut berada tentu juga berbeda juga permasalahan
yang dihadapi. Permasalahan tersebut yaitu berupa hambatan yang berkaitan
dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan
pembelajaran. Dengan perbedaan masalah dan karakteristik penduduknya
yang berbeda tentu juga akan berbeda pula cara pemecahan masalahnya. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengetahui permasalahan sekolah inklusi kelas atas
di SD Suka Ilmu wilayah Kabupaten Kulon Progo.
Peneliti berusaha agar melalui penelitian ini dapat diungkap keadaan
yang senyatanya tentang permasalahan sekolah inklusi kelas atas di SD Suka
Ilmu wilayah Kabupaten Kulon Progo. Jenis penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus, teknik pengambilan
data yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur, observasi, dan
dokumentasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi
kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan sekolah
dasar inklusi agar dapat memperbaiki dan menekan masalah yang terjadi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengambil judul “Permasalahan
Sekolah Dasar Inklusi Kelas Atas SD Suka Ilmu di Wilayah Kabupaten
Kulon Progo”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
BAB III
METODE PENELITIAN
Bagian metode penelitian ini membahas tentang jenis penelitian, setting
penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
kredibilitas dan transferabilitas, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan
sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi
(Sugiyono, 2015).
Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
yang alamiah serta memanfaatkan berbagai metode alamiah (Tohirin, 2012).
Penelitian kualitatif sering disebut penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai
metode etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan
untuk penelitian bidang antroplogi budaya (Hayati, 2015).
Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunakan metode studi kasus.
Metode studi kasus memusatkan diri secara intensif pada obyek tertentu yang
di pelajari sebagai kasus. Subjek penelitiannya bisa berupa individu,
kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian studi kasus mempelajari
tentang latar belakang masalah, keadaan dan posisi suatu peristiwa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan yang bersifat apa
adanya (given). Penelitian studi kasus merupakan studi mendalam mengenai
unit sosial tertentu dan hasil penelitian tersebut dalam memberikan gambaran
luas, serta mendalam mengenai unit sosial tertentu (Gunawan, 2013).
B. Setting Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di kelas atas salah satu sekolah dasar inklusi
wilayah kabupaten Kulon Progo dengan nama samaran SD “Suka Ilmu”
yang menerapkan aspek-aspek sekolah inklusi paling sedikit. Sekolah
dasar inklusi tersebut dipilih dari 11 sekolah dasar inklusi wilayah
Kabupaten Kulon Progo lalu dilihat dari yang paling sedikit menerapkan
aspek-aspek sekolah inklusi tersebut. Data daftar nama sekolah dasar
inklusi didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosita
Cahayani Sabatiana dengan judul penelitian “Survey Penyelenggaraan
Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo” tahun 2017.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April hingga bulan November
2017. Dalam penelitian ini, hal yang dilakukan oleh peneliti yaitu
penentuan judul yang dilakukan pada bulan April 2017. Penyusunan
pedoman wawancara dan observasi dilakukan dari bulan April hingga juni
2017. Pada akhir bulan Juni 2017, peneliti membuat surat pengantar
wawancara dan observasi. Pada awal bulan Juli penelitian dimulai dengan
Observasi dan wawancara aspek pertama PPDB. Di bulan Oktober
wawancara dan observasi dilanjutkan hingga selesai di bulan November
2017.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
tahap-tahap penelitian kualitatif. Emzir (2012) menjelaskan bahwa tahap-
tahap penelitian kualitatif secara umum yaitu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus: topik atau fokus
ditentukan pada awal studi namun dapat ditulis kembali selama
pengumpulan data.
2. Melakukan tinjauan pustaka: tinjauan pustaka sering berlanjut
sampai data terkumpul dan dilakukan untuk menulis pertanyaan
penelitian.
3. Mendefinisikan peran peneliti: peneliti menetapkan tingkat
keterlibatannya dengan partisipan dan peneliti harus menjadi
bagian dari budaya yang akan diteliti.
4. Mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di
lapangan: tempat penelitian harus konsisten dengan topik
penelitian. Peneliti harus menjaga hubungan baik di lingkungan
tempat penelitian.
5. Memilih partisipan: peneliti memilih partisipan yang dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan.
6. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan: pertanyaan bayangan
dibuat berdasarkan topik penelitian dan berguna untuk membantu
peneliti fokus pada pengumpulan data.
7. Pengumpulan data: pengumpulan data secara umum mencakup
wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian dibandingkan
dengan teknik lain melalui proses triangulasi.
8. Analisis data: data dianalisis dengan membaca kembali data untuk
mendeteksi pola yang muncul.
9. Interpretasi dan disseminasi hasil: peneliti merangkum pola/ hasil
dalam bentuk naratif
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan identifikasi topik atau fokus
penelitian pada awal studi dan tidak ada perubahan selama pengumpulan data.
Selanjutnya tinjauan pustaka juga masih dilakukan hingga data terkumpul.
Tahap selanjutnya yaitu menetapkan peran peneliti dan keterlibatannya.
Tahap keempat, peneliti menjaga hubungan baik dengan lingkungan SD Suka
Ilmu. Tahap kelima, memilih partisipan yang terdiri dari kepala sekolah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
panitia PPDB, guru kelas IV, guru kelas V, dan guru kelas VI di SD Suka
Ilmu yang diharapkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya pertanyaan bayangan yang akan dilakukan selama wawancara
ditulis berdasarkan 8 aspek sekolah inklusi. Setelah itu peneliti melakuakan
pengumpulan data yang mencakup wawancara, observasi dan dokumentasi
yang selanjutnya melalui proses triangulasi. Tahap selanjutnya peneliti
membaca kembali data yang di dapat kemudian hasilnya ditulis dalam bentuk
naratif pada hasil penelitian dan pembahasan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah teknik yang memungkinkan diperoleh data detail dengan waktu yang
relatif lama (Maryadi dkk, 2010). Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2005).
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu berupa
wawancara semi terstruktur/ eksplorasi yang dilakukan pada kepala sekolah
dan guru terkait, observasi, dan dokumentasi. Wawancara semistruktur sudah
termasuk dalam kategori in-depth interview yang pelaksanaanya lebih bebas
bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang
diajak wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara,
peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan
oleh informan (Sugiono, 2010).
Teknik pengumpulan data yang kedua yaitu observasi, Ghony dan
Almanshur (2014) menjelaskan bahwa observasi merupakam sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati
hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda,
waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Metode observasi merupakan cara
yang sangat baik untuk mengawasi perilaku subjek penelitian seperti prilaku
dalam lingkungan atau ruang, waktu dan keadaan tertentu. Pada penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang bertugas sebagai observer ialah peneliti sendiri. Observasi yang
dilakukan peneliti berupa pengamatan beberapa dokumen, observasi di ruang
kelas atas yaitu kelas 4, 5, dan 6, dan observasi lingkungan sekolah yang
dilakukan secara bergantian dan jangka waktu yang menyesuaikan hasil data
yang didapatkan.
Sugiyono (2015) mendeskripsikan bahwa dokumentasi merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi bisa berbentuk tulisan,
gambar atau karya-karya monumental dari sesorang. Dokumentasi yang akan
dilakukan oleh peneliti ialah segala bentuk dokumentasi tertulis maupun
dokumen gambar yang dapat digunakan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk
mendapat hasil assesmen siswa, perkembangan nilai siswa, RPP dan bahan
ajar, serta kurikulum yang digunakan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam
pengumpulan data, mutu instrumen akan menentukan mutu data yang
dikumpulkan, sehingga tepatlah dikatakan bahwa hubungan instrumen
dengan data adalah sebagai jantungnya penelitian yang saling terkait
(Riduwan, 2013).
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur dan
pedoman observasi. Pedoman wawancara terdiri dari pertanyaan terbuka yang
memungkinkan timbulnya explorasi jawaban dari narasumber. Wawancara
dan observasi ini digunakan untuk mengetahui permasalahan yang muncul di
sekolah inklusi SD Suka Ilmu. Selain wawancara dan observasi, dibutuhkan
juga dokumentasi tertentu yang berupa daftar dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk mengetahui lebih dalam tentang permasalahan yang muncul.
Wawancara ditujukan kepada kepala sekolah dan guru kelas atas yaitu guru
kelas 4 hingga kelas 6.
Di bawah ini dijabarkan tentang kisi-kisi wawancara untuk kepala
sekolah dan guru kelas, pedoman observasi dan lembar daftar dokumentasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Kisi-kisi wawancara berisi tentang petanyaan pokok yang akan diajukan
kepada narasumber, kemudian akan dijabarkan lebih luas lagi dengan
pertanyaan pendukung.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara
No Aspek Indikator Pertanyaan Pokok
1. Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
Menerima semua
tipe anak
berkebutuhan
khusus
Tipe anak berkebutuhan
khusus seperti apa saja
yang diterima di SD Suka
Ilmu?
Apakah ada kategori
tertentu dari anak
berkebutuhan khusus
tersebut?
Mengukur sumber
daya pendidikan dan
tenaga kependidikan
yang ada di sekolah
Apakah sekolah miliki
konselor/ psikolog/ GPK
untuk mendampingi
penerimaan peserta didik
baru?
Mempersiapkan
sarana dan prasarana
Apakah sekolah
menyiapkan fasilitas yang
dibutuhkan untuk
menerima peserta didik
baru?
Merencanakan
sumber daya biaya
Bagaimana perencanaan
sumber daya biaya yang
dilakukan sekolah untuk
Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB)?
2. Identifikasi Mengidentifikasi
tipe anak
berkebutuhan
khusus
Bagaimana cara sekolah
mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus?
3. Adaptasi
Kurikulum
(Kurikulum
fleksibel)
Menyusun
Kurikulum
Bagaimana sekolah
merancang kurikulum yang
dapat memenuhi kebutuhan
siswa?
4. Merancang bahan
ajar dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
Menyusun
perencanaan
pembelajaran bagi
siswa
Bagaimana penyusunan
perencanaan pembelajaran
di sekolah yang sesuai
dengan kebutuhan siswa?
Menentukan bahan
ajar yang terdiri dari
Bagaimana penentuan
bahan ajar yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
pengetahuan,
keterampilan, dan
sikap.
mengaitkan antara
pengetahuan, keterampilan,
dan sikap di sekolah?
5. Penataan kelas
yang ramah anak
Mengelola kelas
untuk
mengoptimalkan
proses belajar
mengajar
Bagaimana cara guru
memanajemen kelas (untuk
mengoptimalkan proses
belajar mengajar)?
Mengarahkan
pengelompokan
siswa untuk
pengajaran di ruang
kelas
Bagaimana cara guru
memposisikan siswa
berkebutuhan khusus dan
tidak berkebutuhan khusus
di kelas?
6. Asessmen
Upaya pengumpulan
informasi untuk
memantau kemajuan
pendidikan
Bagaimana cara guru untuk
memantau kemajuan hasil
belajar siswa?
Melakukan
penyaringan atau
screening
Apakah sekolah,
melakukan penyaringan
atau screening secara
berkala?
Melakukan
diagnosis
menyangkut
kelayakan atas
layanan pendidikan
khusus
Bagaimana cara sekolah
mendiagnosis kelayakan
atas layanan pendidikan
khusus
Melakukan
penempatan
program pada anak
berkebutuhan
khusus
Program apa yang
diberikan sekolah pada
anak berkebutuhan khusus?
Melakukan
penempatan
kurikulum untuk
memulai pengajaran
siswa
Bagaimana guru
menerapkan kurikulum
untuk memulai pengajaran
siswa di kelas?
Melakukan evaluasi
pengajaran untuk
anak berkebutuhan
khusus
Bagaimana bentuk evaluasi
pengajaran untuk anak
berkebutuhan khusus?
Melakukan evaluasi
program pada anak
berkebutuhan khusus
Bagaimana pelaksanaan
evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus?
7. Pengadaan dan
pemanfaatan media
Memahami
pentingnya Media Apakah sekolah
menggunakan media
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
pembelajaran
adaptif
Pembelajaran
Adaptif sebagai
sarana dalam
pembelajaran
pembelajaran?
8. Penilaian dan
evaluasi
pembelajaran
Menentukan KKM
Bagaimana sekolah/ guru
menentukan KKM bagi
anak berkebutuhan khusus
dan anak tidak
berkebutuhan khusus?
Menjelaskan
karakteristik evaluasi Bagaimana bentuk evaluasi
yang digunakan?
Menunjukkan
kegunaan kegiatan
evaluasi
Apa tujuan dari
dilakukannya kegiatan
evaluasi bagi siswa?
Di bawah ini dijabarkan tentang pedoman observasi yang dalam
pengamatannya akan dituliskan dalam bentuk catatan anekdot. Observasi
dilakukan berdasarkan fakta yang ada di lapangan untuk semua aspek
dalam bentuk observasi kelas, lingkungan sekolah, dan dokumen-
dokumen.
Tabel 3.2 Pedoman Observasi
No Aspek Catatan Anekdot
1 Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) yang
mengakomodasikan semua
anak
2 Identifikasi
3 Adaptasi Kurikulum
(Kurikulum fleksibel)
4 Merancang bahan ajar dan
kegiatan pembelajaran yang
ramah anak
5 Penataan kelas yang ramah
anak
6 Asessmen
7 Pengadaan dan pemanfaatan
media pembelajaran adaptif
8 Penilaian dan evaluasi
pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Daftar dokumen akan digunakan untuk mengetahui dokumen yang
ada di sekolah dari setiap aspek. Daftar dokumen berisi catatat dokumen
yang seharusnya ada di sekolah inklusi menurut 8 aspek sekolah inklusi
kemudian akan di tunjukkan dalan bentuk ceklis.
Tabel 3.3 Daftar Dokumen
No Aspek Daftar Dokumen Ya
()
Tidak
()
Keterangan
1 Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
2 Identifikasi
3 Adaptasi
Kurikulum
(Kurikulum
fleksibel)
4 Merancang bahan
ajar dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
5 Penataan kelas
yang ramah anak
6 Asessmen
7 Pengadaan dan
pemanfaatan media
pembelajaran
adaptif
8 Penilaian dan
evaluasi
pembelajaran
F. Kredibilitas dan Transferabilitas
Sugiyono (2015) mengemukakan bahwa pengujian keabsahan data
dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), uji
transferability (validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas), dan uji
confirmability (objektivitas).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
1. Pengujian Credibility
Pengujian credibility merupakan uji kepercayaan terhadap data
hasil penelitian. Pengujian credibility dapat dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,
menggunakan bahan referensi, dan member check.
2. Pengujian Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel diambil.
Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil
penelitian dapat diterapkan atau digunakan pada situasi lain.
3. Pengujian Dependability
Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya
dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk
mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki
lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus
dapat ditunjukkan oleh peneliti.
4. Pengujian Konfirmability
Pengujian konfirmability dalam penelitian kualitatif disebut uji
objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian
telah disepakati oleh banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji
konfirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya
dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti
menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila
hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
konfirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi
hasilnya ada.
Dalam penelitian ini, keabsahan data dalam penelitian diuji
dengan kredibilitas dan tranferabilitas yang dilakukan dengan
pengecekan sumber menggunakan teknik yang berbeda, waktu yang
berbeda dan sumber yang berbeda. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Waktu
yang berbeda yaitu ketika pengambilan data sesuai dengan jadwal dan
pengambilan data di luar jadwal. Sumber berbeda yang dituju untuk
wawancara pada penelitian ini yaitu kepala sekolah, panitia PPDB, guru
kelas IV, V, dan VI. Sumber observasi yaitu, kegiatan PPDB, kegiatan
pembelajaran di kelas atas, dan dokumen-dokumen seperti kurikulum,
RPP/ RPPTH dan hasil assesmen. Daftar dokumentasi yang dicermati
yaitu susunan panitia PPDB, panduan PPDB, RPP/ RPPTH, kurikulum
dan hasil assesmen. Peneliti memberikan uraian yang rinci, jelas,
sistematis dan dapat dipercaya agar pembaca menjadi jelas atas hasil
penelitian yang dilakukan sehingga dapat memutuskan dapat atau
tidaknya penelitian diaplikasikan di tempat lain.
G. Teknik Analisis Data
Langkah terakhir yang dilakukan peneliti yaitu melakukan analisis
terhadap data yang telah diperoleh untuk mendapatkan hasil penelitian. Miles
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015) menyatakan bahwa aktivitas dalam
pengolahan dan analisis data meliputi data reduction, data display,
conclusion drawing/verification. Langkah-langkah tersebut dilakukan pada
penelitian ini yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Data Reduction
Langkah pertama, peneliti melakukan reduksi data dengan cara
memilih data yang penting dan sesuai dengan fokus penelitian.
Melakukan reduksi data dapat diartikan sebagai upaya merangkum dan
memilih hal-hal pokok serta mefokuskan diri pada data yang relevan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dengan permasalahan yang dikaji. Pada kenyataannya, data temuan di
lapangan bisa sangat beragam dan heterogen, sehingga perlu dilakukan
pemilahan dan penyusunan secara sistematis agar diperoleh data yang
dibutuhkan. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan pada hasil
observasi dan hasil wawancara. Hasil wawancara dan dokumentasi
direduksi dengan memilih data yang penting dan sesuai dengan fokus
penelitian berdasarkan 8 aspek sekolah inklusi.
2. Data Display
Setelah data di reduksi, tahap berikutnya adalah melakukan
display atau penyajian data sehingga temuan dapat digambarkan secara
utuh, menyeluruh, sehingga bagian-bagian pokoknya terlihat jelas untuk
memudahkan pemaknaan. Sugiyono (2015) menyatakan bahwa penyajian
data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam
penelitian ini display data disajikan dalam bentuk uraian singkat dalam
bentuk tabel yang berisikan hasil dari reduksi observasi dan reduksi
wawancara dalam satu tabel berdasarkan 8 aspek sekolah inklusi yang
digali.
3. Conclusion and Verification
Tahapan berikutnya adalah penarikan kesimpulan (konklusi) dan
verifikasi. Berdasarkan reduksi dan display data temuan penelitian,
peneliti dapat menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dalam
penelitian kualitatif pada dasarnya masih bersifat sementara, karena data
hasil temuan harus diverifikasi dan dicek keabsahannya melalui berbagai
teknik. Verifikasi yang dilakukan bertujuan untuk mempertajam
pemaknaan temuan, sehingga diperoleh kesimpulan yang benar-benar
menggambarkan realita. Berdasarkan reduksi dan data display yang
diperoleh di kelas atas SD Suka Ilmu yang kemudian disimpulkan dan
dilakukan verifikasi, lalu kesimpulan akhir ditulis berdasarkan 8 aspek
sekolah inklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti membahas mengenai deskripsi penelitian, hasil
penelitian, pembahasan, dan triangulasi.
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yang berjudul
“Permasalahan Sekolah Inklusi Kelas Atas di SD Suka Ilmu Wilayah
Kabupaten Kulon Progo” yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga
Desember 2017. Hal yang pertama dilakukan oleh peneliti yaitu meminta
surat izin penelitian ke sekertariat PGSD Universitas Sanata Dharma. Surat
tersebut merupakan surat izin dari kampus untuk mengadakan penelitian di
SD Kabupaten Kulon Progo. Surat tersebut peneliti bawa kepada Kepala
Sekolah SD Suka Ilmu sebagai syarat penelitian. Setelah peneliti memberikan
surat izin penelitian dan sekolah mengizinkan, maka peneliti memulai
penelitiannya dengan melakukan observasi dan wawancara secara bertahap
dan dimulai dari aspek yang pertama yaitu PPDB. Kemudian dilanjutkan
dengan melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan guru kelas atas
yaitu kelas 4, 5, dan 6. Setelah wawancara selesai dilanjutkan dengan
observasi secara bertahap pula untuk setiap aspek, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan pendaftaran dokumen yang ada di setiap aspek.
Pengambilan data yang pertama yaitu peneliti melakukan wawancara kepada
panitia penerimaan peserta didik baru (PPDB) di bulan Juli 2017.
Observasi dan wawancara PPDB dilaksanakan pada tanggal 4 Juli
2017. Observasi dilaksanakan mulai dari awal PPDB dimulai hingga selesai
pada hari tersebut, sedangkan wawancara ditujukan kepada salah satu panitia
PPDB dan dilaksanakan ketika situasi mulai sepi dan PPDB selesai.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan yaitu wawancara kepada kepala
sekolah dan wawancara pada guru kelas 6 pada tanggal 27 Oktober 2017.
Kemudian untuk wawancara guru kelas 4 dan 5 dilanjutkan pada tanggal 7
November 2017. Wawancara yang dilakukan yaitu tentang 8 aspek sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
inklusi yang kemudian diharapkan akan menemukan masalah dari
pengambilan data ini. Pengambilan data yang selanjutnya yaitu dokumentasi
yang dilakukan pada tanggal 27 November 2017, kemudian observasi tanggal
28 November 2017 dan 30 November 2017. Jadwal pelaksanaan kegiatan
lebih rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara
No Hari/ Tanggal Subjek Wawancara
1. Selasa, 4 Juli 2017 Panitia PPDB
2. Jum’at, 27 Oktober 2017
Kepala Sekolah
Guru Kelas VI
3. Selasa, 7 November 2017
Guru Kelas IV
Guru Kelas V
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Observasi
No Hari/ Tanggal Aspek Keterangan
1. Selasa, 14 Juli
2017 PPDB
2.
Senin, 27
November
2017
Identifikasi
3.
Senin, 27
November
2017
Adaptasi Kurikulum
(Kurikulum fleksibel)
4.
Selasa, 28
November
2017
Merancang bahan
ajar dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
Kelas IV
Kelas V
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Kamis, 30
November
2017
Kelas VI
5.
Selasa, 28
November
2017 Penataan kelas yang
ramah anak
Kelas IV
Kelas V
Kamis, 30
November
2017
Kelas VI
6.
Senin, 27
November
2017
Asessmen
7.
Selasa, 28
November
2017 Pengadaan dan
pemanfaatan media
pembelajaran adaptif
Kelas IV
Kelas V
Kamis, 30
November
2017
Kelas VI
8.
Selasa, 28
November
2017 Penilaian dan
evaluasi
pembelajaran
Kelas IV
Kelas V
Kamis, 30
November
2017
Kelas VI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh
hasil-hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah. Hasil penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui permasalahan di sekolah inklusi berdasarkan 8
aspek sekolah inklusi. Hasil penelitian yang di dapat merupakan
permasalahan di dalam setiap aspek yaitu, penerimaan peserta didik baru
(PPDB) yang mengakomodasikan semua anak, identifikasi, adaptasi
kurikulum (kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan
pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asessmen,
pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan
evaluasi pembelajaran.
Berdasarkan data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian terhadap permasalahan sekolah dasar inklusi kelas atas di
SD Suka Ilmu adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
a. Narasumber 1 (Kepala Sekolah)
1) Latar belakang narasumber
SD Suka Ilmu memiliki kepala sekolah perempuan, beliau
bernama Tini. Beliau dilahirkan pada tahun 1963 dan saat ini
berusia 54 tahun. Beliau memiliki gelar sarjana pendidikan yang
ia dapatkan dari menempuh pendidikan di jurusan PGSD. Ibu Tini
mulai dinas menjadi guru sejak tahun 1983 dan mulai di SD Suka
Ilmu Sejak 2017. Hal tersebut berarti beliau sudah menjadi guru
selama 34 tahun dan untuk di SD Suka Ilmu baru bekerja selama
2 tahun. Beliau tidak begitu memahami seluk beluk SD Suka Ilmu
karena memang tergolong baru berada di sekolah ini. Beliau juga
tidak mempunyai latar belakang pengetahuan tentangABK
maupun inklusi pada awalnya. Namun, setelah mulai bekerja di
SD Suka Ilmu beliau mendapat pengetahuan tentang Inklusi dan
ABK dari diklat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2) Hasil di lapangan berdasarkan dengan 8 aspek sekolah
inklusi
SD Suka Ilmu mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan
khusus dipertimbangkan pada saat PPDB, apakah mencantumkan
surat khusus yang menjelaskan bahwa siswa tersebut anak
berkebutuhan khusus (ABK) atau tidak. Jika ada surat tersebut
maka sekolah akan beracuan pada surat itu, namun jika tidak ada
sekolah akan mengidentifikasi siswa saat pembelajaran sudah
berlangsung dan dilihat pada minggu-minggu awal. Sekolah
hanya beracuan pada keterangan guru kelas 1 yang berada
dilapangan dan menghadapi secara langsung siswa baru. Sehingga
pada tahap awal identifikasi, kemampuan guru kelas 1 dalam
mengidentifikasi siswa ABK lah yang diandalkan. Guru kelas
akan mengamati setiap siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Kemudian apabila ada siswa yang dirasa berbeda
dengan siswa lain pada umumnya maka sekolah akan
mengundang psikolog untuk memastikan apakah siswa tersebut
termasuk ABK atau tidak. “Sudah ketoro mbak. Guru kelas satu.
Begitu mengajar anak-anak yang diajarnya kan, oh ini kok sulit
sekali menerima pelajaran. Terus nanti diassesmenkan anak-anak
yang lambat belajar tadi diassesmen” (WI.KS.27102017.1).
SD Suka Ilmu menggunakan 2 kurikulum, yaitu
Kurikulum 13 untuk kelas 1 dan 4, lalu KTSP untuk kelas 2, 3, 5,
dan 6. Sekolah tidak melakukan perencanaan khusus terkait
kurikulum atau tidak melakukan modifikasi kurikulum, namun
sekolah juga menyadari bahwa modifikasi kurikulum itu sangat
dibutuhkan di sekolah inklusi. Sekolah tidak melakukan
modifikasi kurikulum karena keterbatasan waktu dan banyak hal
lain seperti administrasi sekolah yang harus dikerjakan. Hanya
saja untuk siswa yang berstatus siswa ABK akan diberikan materi
yang tingkatannya lebih rendah dari siswa lainnya, sehingga tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
akan membebani siswa dan tetap memenuhi kebutuhan siswa.
“Sekarang ini dua macem mbak, karena kelas satu dan empat
mulai tahun ini K13 tapi untuk yang kelas 2, 3, 5, 6 itu pakek
KTSP 2006. Memang harus dimodifikasi dalam arti materinya
mbak. Materinya itu di apa.. diturunkan materinya seandaninya
untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus itu seandainya kalau
anak yang normal harus sudah bisa menghitung sampai lima
puluh seumpamanya, untuk anak yang berkebutuhan khusus nanti
tersendiri hanya bisa menghitung sampai sepuluh katakanlah.
Maka materi diturunkan. Tetapi untuk KKM nya tetap.
Seharusnya memang di rancang mbak. Tetapi memang
keterbatasan kami. Seharusnya memang seperti itu, sudah ada
contohnya. Memang membutuhkan waktu yang cukup banyak,
tenaga yang cukup banyak, pemikiran yang cukup kompeks.
Sementara kami kan pekerjaannya sudah full seperti itu ya nanti
disesuaiakan. Tapi sebenarnya harus mbak. Tapi memang
keterbatasan kami. Namanya kurikulum modifikasi, betul. Betul
harus kurikulum modifikasi” (WI.KS.27102017.1-4).
Penyusunan perencanaan pembelajaran di sekolah
dilakukan seperti sekolah reguler pada umumnya. Hanya saja
karena ada penurunan materi untuk siswa ABK maka diperlukan
lebih dari satu RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)/
RPPTH (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Harian)
untuk setiap pembelajaran. Namun karena keterbatasan waktu
maka RPP/RPPTH hanya ada satu di setiap kegiatan
pembelajaran dengan penurunan materi diluar dari RPP/ RPPTH.
“Iya (harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang ABK dan
juga siswa yang lain)” (WI.KS.27102017.1-2).
Penataan ruangan kelas di SD Suka Ilmu ini tidak berbeda
dengan sekolah regular pada umumnya. Tidak ada perlakuan yang
istimewa dalam hal fasilitas di kelas untuk siswa ABK. Di kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
juga tidak ada pengelompokan siswa saat pembelajaran
berlangsung. Sekolah sengaja membiarkan siswa ABK dan siswa
lain pada umumnya lainnya untuk berbaur di kelas. Hal tersebut
bertujuan agar siswa lain pada umumnya bisa membantu siswa
ABK dalam pembelajaran. “Dijadikan satu. Nanti kalo anak
malah disendirikan nanti anak malah, kan nggak anu tho mbak
malah dhewekke itu istilahnya njuk malah anak semakin down.
Justru disamakan dengan teman yang lain itu karena termotivasi
woh aku padha yang lain” (WI.KS.27102017.1 & 7). Sekolah
juga menanamkan rasa solidaritas yang tinggi kepada siswa agar
tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai dengan saling
membantu dalam pemahaman materi pelajaran. Guru juga akan
mendapatkan bantuan dari GPK (Guru Pendamping Khusus) saat
jadwalnya GPK ada di sekolah. Namun terkecuali di kelas 3
memang guru kelas mendapatkan bantuan GPK yang disiapkan
oleh orang tua siswa sendri untuk mendampingi anaknya setiap
hari. Dari bantuan GPK tersebut otomatis guru kelas akan lebih
mudah dalam memanajemen kelasnya dan menjadi lebih optimal
lagi dalam mengajar. Setiap hari setelah selesai jam pelajaran,
sekolah juga mengadakan jam tambahan khusus untuk siswa
ABK. Jam tambahan tersebut digunakan untuk lebih mendalami
siswa dan untuk memberikan bimbingan lebih dalam pelajaran di
sekolah agar nilai yang di dapatkan memuaskan.
SD Suka Ilmu melakukkan assesmen setiap tahun ajaran
baru. Namun, untuk tahun ini kelas 1 dan 2 belum dilakukan
assesmen. Dan berencana akan melakukan assesmen di lembaga
pendidikan dan layanan khusus di daerah. Guru memantau hasil
belajar siswa dengan cara memberikan PR (pekerjaan rumah),
melakukan tes atau ujian secara berkala seperti ulangan harian,
UTS, dan ujian akhir semester. “Ya sementara baru ulangan
harian dan..cuma pengamatan dulu” (WI.GK4.7112017.1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Sekolah mendiagnosis kelayakan atas layanan pendidikan
khusus dengan cara melakukan sharing antara guru kelas bersama
kepala sekolah tentang hambatan dan perkembangan
pembelajaran di kelas. Kepala sekolah juga sering mendatangi
tambahan jam khusus untuk siswa ABK setelah jam sekolah
selesai di kelas masing-masing. Sehingga dari sharing dan
pengamatan lansung dari kepala sekolah. “Ya kami wawancara
dengan guru kelasnya, bagaimana anak ini dapat mengikuti
pelajaran yang disampaikan. Nanti sekiranya anak-anak tidak
mampu ya saya menganjurkan untuk diberi pelajaran yang lebih
mudah sesuai dengan kemampuan siswa. Dan itu sudah
dilakukan oleh guru kemudian dengan privat itu tadi supaya bisa.
Permasalahan yang sering kami alami. Terutama pas privat itu
saya berkunjung ke gurunya” (WI.KS.27102017.1).
Sekolah menentukan Kriteria Kelulusan Minimal (KKM)
dengan cara melihat hasil belajar siswa tahun sebelumnya. KKM
yang digunakan antara siswa lain pada umumnya dan siswa ABK
sama, sehingga apabila KKM untuk siswa lain pada umumnya 70
maka KKM untuk siswa ABK juga 70. Namun perbedaannya
terletak pada materi yang di sampaikan, materi yang diberikan
untuk siswa ABK satu tingkat lebih mudah dari siswa lain pada
umumnya. Kemudian saat evaluasi, ulangan harian atau tes yang
lain soal yang digunakan juga akan berbeda. Penentuan KKM
yang digunakan juga telah melibatkan dan memperhitungkan
kemampuan dari siswa ABK, sehingga KKM yang digunakan
sudah merupakan hasil terbaik untuk siswa inklusi. Evaluasi yang
digunakan juga menggunakan tes dengan soal seperti sekolah
pada umumnya. Hanya saja sekolah menggunakan soal yang
berbeda untuk siswa lain pada umumnya dan siswa ABK.
Evaluasi ini digunakan bertujuan untuk melihat hasil
perkembangan siswa dan kemampuan siswa di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
b. Narasumber 2 (Panitia PPDB)
1) Latar belakang narasumber
Narasumber yang berikutnya yaitu adalah panitia PPDB.
Narasumber bernama ibu Siti yang juga merupakan guru di kelas
1. Ibu Siti dilahirkan pada tahun 1959 yang berarti saat ini beliau
berusia 58 tahun. Beliau memiliki latar belakang dari jurusan
Bahasa Indonesia dengan tingkatan pendidikan D3. Beliau mulai
dinas menjadi guru sejak tahun 1978 dan mengajar di SD Suka
Ilmu sejak tahun 1978 juga, hal tersebut berarti bahwa dari awal
beliau dinas menjadi guru hingga sekarang berada di SD Suka
Ilmu dan sudah mengajar selama 39 tahun. Untuk itu beliau
mengetahui lebih banyak tentang SD Suka Ilmu dari belum
berstatus menjadi sekolah inklusi hingga mendapatkan status
sekolah inklusi. Beliau juga memiliki pengetahun tentang ABK
dan inklusi dari beberapa diklat yang pernah beliau ikuti selama
menjadi guru.
2) Hasil di lapangan berdasarkan dengan 8 aspek sekolah
inklusi
Dari wawancara yang peneliti lakukan di SD Suka Ilmu
dapat diketahui bahwa. Sekolah menerima semua tipe anak
berkebutuhan khusus karena hal tersebut merupakan ketentuan
dari dinas bahwa sekolah inklusi tidak boleh menolak siswa
inklusi dengan tipe tertentu. “Disini semua diterima mbak,
karena sudah aturan dari dinas, sekolah inklusi itu semua harus
di terima, kelainan apa saja harus diterima”
(WI.PPPDB.14072017.1). Tidak semua anak akan terlihat secara
kasat mata secara fisik bahwa anak tersebut berkebutuhan khusus.
Siswa yang berkebutuhan khusus akan terlihat saat proses
pembelajaran berlangsung di sekolah.
SD Suka Ilmu memiliki 2 GPK (Guru Pendamping
Khusus) yang mendampingi siswa 2 hari dalam seminggu. Salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
satu GPK berasal dari SLB (Sekolah Luar Biasa) Kasih Ibu yang
terdekat dari SD Suka Ilmu dan yang kedua yaitu GTT (Guru
Tidak Tetap) yang berlatar belakang PGSLB (Pendidikan Guru
Sekolah Luar Biasa), namun GPK yang berasal berlatar belakang
PGSLB lebih sibuk dengan pekerjaannya yang lain sebagai dukuh
di desanya sehingga jarang datang ke SD. “Sini ada pendamping 2
yang satu itu dari SLB kasih ibu yang satu itu GTT”
(WI.PPPDB.14072017.2-3 ). Saat jadwal GPK mendampingi siswa
di SD Suka Ilmu, GPK akan fokus terhadap siswa yang benar-
benar membutuhkan bimbingan lebih seperti tahun ajaran
2017/2018 ini siswa berada di kelas 3. Kemudian apabila GPK
yang kedua masuk maka akan mendampingi siswa berkebutuhan
khusus lainnya yang kebanyakan adalah lambat belajar. “GPKnya
satu minggu 2 kali. Kalo yang GTT itu kan kebetulan ada pilihan
kepala dusun. Itu terpilih. Akhirnya kesini yaa. Hanya sebisanya
saja. Kalau yang GTT itu datang ke sekolah, yang satunya bisa
masuk ke kelas yang lain yang lambat belajar, sini banyak yang
lambat belajar mbak” (WI.PPPDB.14072017.1)
SD Suka Ilmu menyediakan ruangan untuk PPDB yaitu
ruangan guru untuk kegiatan tersebut. Pendaftaran dilakukan
secara manual dan tidak wajib secara online, sehingga sekolah
tidak menfasilitiasi komputer atau sejenisnya namun hanya
lembar formulir. “Yang dipersiapkan......formulir. Formulir
pendaftaran” (WI.PPPDB.14072017.1). Sekolah tidak memiliki
anggaran khusus untuk pelaksanaan PPDB, sehingga dana
diperoleh dari pengalihan dana untuk ATK sekolah. Sekolah juga
memberikan beberapa seragam gratis untuk siswa baru yang di
terima. Pendanaan seragam gratis itu diambil dari BOS (Bantuan
Operasional Sekolah) yang merupakan dana untuk bantuan
seragam siswa miskin. “Untuk formulir tidak ada biaya,
kemudian seragam itu harusnya tidak, tapi kan kebanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sekolah berdekatan sini caranya gitu to mbak. Tidak ada,
seragam itu nanti dianggarkan dari BOS, itu bantuan....bantuan
seragam siswa miskin” (WI.PPPDB.14072017.1 & 3).
SD Suka Ilmu menargetkan mendapatkan 28 siswa dan
pada hari kedua penerimaan peserta didik baru sudah ada 15
siswa yang mendaftar. Saat pendaftaran, calon siswa
mendapatkan formulir pendaftaran yang harus diisi yang
kemudian dikumpulkan untuk didata dengan melampirkan foto
copy ijazah TK (jika ada), foto copy akta kelahiran, foto copy
kartu keluarga, foto copy KTP orang tua, dan foto copy KIA atau
sejenisnya. Susunan kepanitiaan PPDB (Peneriman Peserta Didik
Baru) terdiri dari seluruh guru yang pembentukkannya disepakati
lewat rapat dan dipilih oleh kepala sekolah. Sekolah juga
menerima siswa inklusi pindahan dari sekolah lain, namun
apabila siswa inklusi tidak bisa mengikuti pembelajaran akan di
rujuk ke SLB dengan pertimbangan GPK.
c. Narasumber 3 (Guru Kelas IV)
1) Latar belakang narasumber
Narasumber berikutnya yaitu Ibu Susi yang merupaka
guru kelas IV. Beliau lahir pada tahun 1972 dan saat ini berusia
45 tahun. Beliau memiliki ijazah terakhir dari jurusan PGSD
dengan tingkatan S1. Beliau mulai dinas menjadi guru pada tahun
2006 dan pada tahun itu juga ia mulai bekerja di SD Suka Ilmu.
Ibu Susi sudah mengajar selama 11 tahun di SD tersebut. Beliau
pernah mengajar di kelas 4, 5, 6 dan sudah mengajar selama 4
tahun di kelas 4. Beliau memiliki latar belakang pengetahuan
tentang ABK dan Inklusi dari beberapa diklat yang pernah beliau
ikuti.
2) Hasil di lapangan berdasarkan dengan 8 aspek sekolah
inklusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Saat Ibu Susi mulai mengajar di SD Suka Ilmu ini sekolah
belum resmi menjadi sekolah dengan status SD inklusi namun,
sudah ada beberapa anak yang berkebutuhan khusus. Beliau juga
menuturkan bahwa cerita dari dulu bahwa SD Suka Ilmu ini
sudah menerima siswa berkebutuhan khusus. Ibu Mawar dari
awal belum memiliki pengetahuan tentang inklusi maupun
tentang siswa ABK, beliau hanya mendapatkan pengetahuan
tentang inklusi dan tentang siswa ABK dari pelatihan yang pernah
diikutinya. Beliau pernah mengikuti 2 kali pelatihan yang sudah
terlaksana saat awal-awal SD Suka Ilmu ini sah menjadi sekolah
dasar inklusi.
Di kelas 4 ada 3 siswa yang berkebutuhan khusus dan
didiagnosis sebagai siswa yang slow learner berdasarkan
assesmen sebelumnya. Beliau menuturkan bahwa 2 siswa
memang cenderung lambat dalam memahami materi namun, ada
satu siswa yang memang belum bisa membaca. 3 siswa tersebut
terdiri dari 2 siswa laki-laki (Dodi, Nono) dan 1 siswa perempuan
(Cici). Siswa yang belum bisa membaca tersebut merupakan
siswa laki-laki yang bernama Dodi. Di kelas siswa tersebut bisa
mengikuti pelajaran, hanya saja saat ada hal yang harus dibaca
siswa tersebut tidak bisa dan harus di bacakan, hal ini yang
membuat pembelajaran sedikit terhambat karena tidak ada GPK
yang masuk di kelas 4. Dodi hafal dengan abjad namun tidak bisa
merangkainya menjadi kata-kata apalagi kalimat. Dodi hanya bisa
menulis apabila ada contoh tulisan yang tersedia. Ia juga lebih
bisa dalam pelajaran matematika, namun untuk soal yang
memerlukan penjelasan dengan bacaan Dodi harus didampingi
agar paham tentang bacaan tersebut. Guru kelas tidak
mengelompokkan 3 siswa tersebut di dalam kelas namun, beliau
mengatur tempat duduk menjadi berkelompok. Tempat duduk
yang berkelompok itu di campur antara siswa yang pintar atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
normal dengan siswa yang berstatus ABK agar teman yang lain
bisa membantu. Tempat duduk tersebut diacak kembali setiap
seminggu sekali termasuk diacak lagi anggota kelompoknya.
Siswa kelas 4 terdiri dari 26 anak dan dibagi menjadi 5 kelompok
dengan posisi pengelompokan di tempat duduk mengelilingi
meja.
Kurikulum yang digunakan di kelas 4 yaitu Kurikulum 13
dan tanpa dilakukan modifikasi kurikulum. “Sudah kurtilas
sekarang. Sementara belum sampe ada yang inklusinya seperti
apa belum bisa, masih menyesuaikan dengan yang normal,
mungkin gurunya belum...hahaha belum bisa untuk memadukan
itu.Tapi kan seharusnya tidak sama to tapi hihihi...tapi...tapi ini
sementara haha atau mungkin besok kalau hihi...sudah bisa buat
beda karena aaaa....sulit. terlalu sulit untuk yang ngikuti itu tadi”
(WI.GK4.7112017. 1-4). Untuk itu, bahan ajar yang digunakan
sama dan tidak ada penurunan materi untuk siswa yang
berkebutuhan khusus. Soal latihan atau soal evaluasi yang
digunakan untuk siswa ABK dan siswa lain pada umumnya sama.
Hal tersebut juga berlaku pada KKM yang ditentukan juga
sama, jadi KKM siswa ABK juga mengikuti KKM untuk siswa
normal lainnya. “Untuk sementara ini masih sama dengan yang
normal semu” (WI.GK4.7112017.1). KKM kelas ditentukan saat
awal melalui rapat kemudian disepakati bahwa KKM yang
digunakan sama untuk semua kelas. “KKM sendiri KKM
sementara ini sama, dari kelas 1 sampai kelas 6 sama. Yo rapat
dulu, paling tidak ditentukan dulu” (WI.GK4.7112017.1). Ketika
pembelajaran berlangsung Ibu Mawar menggunakan reward
untuk membuat seluruh siswa terlibat dan lebih semangat lagi
dalam pelajaran.
Untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran Ibu
Mawar juga menggunakan media pembelajaran yang disesuaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan materi dan ketersediaan media yang ada, seperti
menggunakan gambar yang ditayangkan melalui proyektor.
Namun, apabila tidak begitu perlu menggunakan media
pembelajaran beliau juga tidak menggunakannya. Beberapa media
yang digunakan Ibu Mawar sudah tersedia di sekolah, apabila
memerlukan media berupa gambar atau lagu akan diusahakan
secara pribadi dengan mencarinya di internet. “Pembelajarannya
paling tidak dengan gambar. Ya tidak mesti, kadang tergantung
lihat buku siwanya, perlu atau tidak, kalau tidak ya, nanti
mungkin gambar hewan atau apa itu yang pake bisa di OHP pake
proyektor. Sementara ini kalau medianya sekolah ada, sebagian
ada, kalau cuma gambar-gambar kan canti bisa download
misalnya lagu juga ada carikan sendiri” (WI.GK4.7112017.1 &
4-5).
Beliau memantau kemajuan belajar siswa dengan ulangan
harian dan melalui pengamatan yang didasarkan oleh indikator-
indikator tertentu dalam penilaiannya. Bentuk evaluasi yang
diberikan yaitu secara lisan dan tulis, untuk evaluasi lisan beliau
menyampaikan bahwa evaluasi tersebut dilakukan dalam bentuk
tanya jawab setelah pembelajaran selesai, lalu untuk evaluasi tulis
dalam bentuk soal pada umumnya. Ibu Mawar membuat sendiri
soal evaluasi dan soal ulangan harian yang digunakan dengan
acuan yang digunakan yaitu indikator. Hal tersebut beliau lakukan
karena soal memang belum tersedia dan karena kelas 4
menggunakan Kurikulum 13 tahun ini adalah tahun pertama. Soal
yang dibuat tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih
dahulu dan langsung diujikan kepada siswa. Di SD Suka Ilmu
tidak ada program khusus yang di berikan untuk siswa ABK,
beliau juga tidak memberikan program dari inisiatif pribadi,
misalnya jam tambahan setelah pelajaran. “Sementara masih sama
hahaha..sementara ini masih sama, mungkin besok..besok akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
aaa....berusaha untuk memberikan pelayanan khusus untuk itu”
(WI.GK4.7112017.1,4,8 ).
Ibu Mawar berpendapat bahwa SD Suka Ilmu memang
harus siap menerima siswa ABK dalam bentuk apapun. Namun
menurut beliau kesiapan SD Suka Ilmu dari segi fasilitas dan
sumber daya pengajar dalam bentuk presentase yaitu 50% .
d. Narasumber 4 (Guru Kelas V)
1) Latar belakang narasumber
Narasumber yang selanjutnya yaitu Ibu Yati yang
merupakan guru kelas V. Beliau lahir pada tahun 1972 dan saat
ini berusia 45 tahun. Beliau mempunyai ijazah terakhir S1 dari
jurusan PGSD dengan gelar S. Pd. SD. Beliau mulai mengajar
pada tahun 2003 dengan status guru tidak tetap (GTT) lalu mulai
dinas pada tahun 2007 dan mengajar di SD Suka Ilmu pada Tahun
2014. Hal tersebut berarti bahwa beliau dinas menjadi guru
selama 10 tahun dan baru mengajar di SD Suka Ilmu selama 3
tahun. Ibu Yati dari masa dinas hingga sekarang mengajar di kelas
5. beliau kurang mengetahui bagaimana SD Suka Ilmu menjadi
sekolah inklusi karena saat proses menjadi sekolah inklusi beliau
sedang ditugaskan di tempat lain saat CPNS. Saat masuk tahun
2003 beliau menjadi GTT sekolah belum sah menjadi sekolah
inklusi, dan saat beliau kembali mengajar di SD Suka Ilmu
sekolah sudah menjadi sekolah inklusi.
2) Hasil di lapangan berdasarkan dengan 8 aspek sekolah
inklusi
Selama Ibu Yati mengajar di kelas 5 SD Suka Ilmu hanya
pernah menangani siswa ABK dengan tipe slow learner saja.
Kelas 5 SD Suka Ilmu berjumlahkan 29 anak dan saat ini ada 3
siswa yang termasuk siswa ABK dengan tipe slow learner. Ketiga
anak tersebut terdiri dari 2 siswa laki-laki dan satu siswa
perempuan. Assesmen ketiga anak tersebut dilakukan ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
masih duduk di kelas 3 dan tidak dilakukan lagi screening ulang
untuk tahun berikutnya. Selama beliau menjadi guru di SD Suka
Ilmu dengan status GTT maupun PNS baru sekali beliau
mengalami adanya assesmen di sekolah ini. Sebelum assesmen
dilakukan terlebih dahulu guru kelas mengidentifikasi siswa yang
dirasa berkebutuhan khusus, namun ketika saat assesmen
berlangsung seluruh siswa yang belum pernah di tes akan
mengikutinya, hal tersebutu berdasarkan assesmen tahun terakhir
dilaksanakan.
Tahun ini kelas V mengunakan Kurikulum tahun 2006
(KTSP) dan kemungkinan tahun depan akan menggunakan
Kurikulum 13 (K 13). “Kurikulum...2006, kita belum 13 mbak,
baru...InsyaAllah tahun depan. Kita samakan”
(WI.GK5.7112017.2). Kurikulum yang dipakai juga tidak
dilakukan modifikasi atau semacamnya, jadi kurikulum yang
digunakan sama seperti sekolah reguler pada umumnya. Secara
klasikal ketiga siswa tersebut bisa mengikuti namun lambat dari
pada teman-temannya yang lain sehingga memerlukan waktu
yang lama untuk ketiga siswa itu memahaminya. Ketiga anak
tersebut saat di kelas juga berbaur dengan teman-teman yang lain
seperti biasa, apabila saat pelajaran berlangsung dan guru kelas
menanyakan tentang kepahaman tentang penjelasan juga diam
saja karena memang belum begitu jelas. Ibu Yati tidak memiliki
latar belakang pendidikan maupun pengetahuan tentang inklusi
dan ABK karena beliau belum belum berkesempatan mengikuti
diklat tentang inklusi dan ABK atau semacamnya. Pembelajaran
di kelas 5 berjalan klasikal biasa seperti tidak ada siswa yang
ABK dengan tipe slow learner di kelas, beliau memperlakukan
pengajaran yang sama dengan siswa lainnya. Namun, saat
penjelasan secara klasikal sudah selesai dan siswa lain
mengerjakan soal maka saat itu guru mendekati satu persatu siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
slow learner untuk menjelaskannya lebih dalam lagi tentang
materi saat itu. “Ya klasikal biasa, cuman nanti pas menjelaskan
kan bareng-bareng to di kelas, kalau pas saat mengerjakan yang
lain berjalan sendiri, yang itu satu persatu kan duduknya tidak
jejerkan, duduknya ada yang disini disana, nanti pendekatannya
satu persatu” (WI.GK5.7112017.4-6).
Guru kelas 5 juga memberikan program khusus untuk
ketiga siswa tersebut yaitu les tambahan setelah jam sekolah
berakhir. “Kalau sudah pulang ada tambahan di les sendiri”
(WI.GK5.7112017.4-6). Les tambahan tersebut tidak bisa
dilakukan setiap hari dan hanya bisa dilaksanakan seminggu 2
kali karena setelah jam sekolah berakhir juga ada kegiatan
ektrakurikuler. Jika les dilaksanakan setelah ekstrakurikuler siswa
pulang terlalu sore karena kegiatan ekstra juga selesai pada jam 3
siang. Durasi pemberian les tambahan oleh beliau yaitu sekitar 30
menit karena beliau berpikir jika lebih dari itu siswa akan pulang
terlalu sore dan akan lelah. Berbeda dengan sebelum sekolah
belum mengikuti program full day school , les tambahan bisa
berdurasi sekitar 1 jam.
Untuk materi pembelajaran di kelas beliau memberikan
materi yang sama untuk satu kelas, namun saat les tambahan
beliau memberikan materi yang lebih mudah apabila materi yang
wajar untuk siswa lain pada umumnya lain sulit
memahami.“Materinya...kalau kita klasikal memberikannya...kita
sama ngasihnya. Baru nanti kalau les sendiri nanti materinya
saya turunkan” (WI.GK5.7112017.1-3). Ibu Yati menggunakan
media pembelajaran namun tergantung dengan materinya, apabila
susah untuk dibayangkan beliau menjelaskannya dengan media.
Media pembelajaran yang digunakan yaitu yang melibatkan siswa
agar berkesan dan mudah ingat. Beliau juga memanfaatkan media
yang sudah ada di sekolah untuk menjelaskan siswa. “Ya saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
tinggal lihat materinya mbak. Ya kalau misalkan anak itu untuk
kita abstrakan mereka kira-kira tidak bisa ya kita buat alat
peraga untuk mengkonkritkan, misalkan seperti tadi untuk
mencari ruas layang-layang, “coba kalian bayangkan”, “bu njuk
le mbayangke piye?”. Untuk peraga IPA itu banyak sekali. Kalau
saya...aaaa...ya kita butuh...aaa cahaya, itu ada di sekolah ya kita
pakai di sekolah kalau tidak ya kita siapkan sendiri, kalau di
sekolah kan adanya cermin datar, ember, air, ya itu ya kita pakai,
nah kalau senter kan tidak ada, untuk cahaya yang merambat
lurus, kan kita bisa pakai matahari, bisa memakai senter, nah itu
biasanya anak tak suruh bawa” (WI.GK5.7112017.2-3 & 5)
Untuk hasil belajar ketiga anak tersebut selalu di posisi
bawah namun juga belum tentu terbawah, bisa saja teman lain
yang bukan termasuk siswa slow learner bisa memiliki nilai lebih
rendah dari mereka. Soal yang diberikan kepada siswa ABK saat
ujian juga sama dengan siswa lain pada umumnya dan ternyata
siswa ABK dengan tipe slow learner bisa mengikutinya. Penataan
tempat duduk di kelas 5 ini tidak ada yang berbeda dan tidak
dikelompok-kelompokkan. Guru menerapkan kerja kelompok
untuk siswa, kelompok terdiri dari siswa dengan nilai baik,
sedang, dan kurang. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk
meratakan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran karena
siswa yang paham dengan materi pelajaran akan membantu siswa
satu kelompoknya yang belum paham untuk memahami materi.
“Dengan kerja kelompok, dengan pinter, tengah, bawah. Nanti
kan yang pandai bantu yang lemah. saya buat seperti itu, jadi
kalau sudah....karena dengan harapan kan mereka yang mampu
membantu yang tidak mampu” (WI.GK5.7112017.4-6).
Untuk memantau perkembangan belajar siswa Ibu Yati
mengadakan latihan-latihan soal dan hasil nya itu untuk
mengamati setiap perkembangan nilai siswa. Di kelas 5 ulangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
diadakan setiap selesai satu pokok bahasan. “Kalau ulangan
harian setiap... selesai satu.....apa namanya....pokok bahasan,
misalnya kita mengajarkan pecahan, selesai mengajarkan
pecahan” (WI.GK5.7112017.1&9). Penentuan waktu ulangan
dilihat dari hasil latihan soal siswa, apabila guru merasa siswa
sudah paham dari latihan soal maka untuk selanjutnya diadakan
ulangan. Untuk memaksimalkan pelayanan terhadap siswa ABK,
Ibu Yati melakukan refleksi diri atas kwalitas pengajarannya di
kelas. Beliau juga sering sharing dengan guru kelas lain terutama
kelas atas tentang cara mengajar, materi dll.
Menurut beliau kesiapan sekolah untuk menerima siswa
ABK dalam bentuk persen yaitu 50% karena sekolah hanya siap
guru pendamping khusus saja dan belum dalam perangangkat
pembelajaran dll. Guru pendamping khusus juga hanya datang
seminggu sekali, sehingga guru kelas harus selalu siap untuk
mendampingi siswa. Guru pendamping khusus jarang masuk ke
kelas 5 dan biasanya hanya fokus di kelas 3 dan kelas bawah
lainnya. Sekolah juga mempunyai guru pendamping khusus yang
disiapkan oleh orang tua sendiri namun hanya ada di kelas 3.
Sekolah juga tidak mempunyai program khusus untuk siswa
ABK, namun menurut beliau program tersebut perlu diadakan,
misalnya seperti les tambahan. Sekolah secara rutin juga
melakukan rapat, namun bukan membahas tentang siswa ABK.
KKM yang digunakan di SD Suka Ilmu juga sama antara siswa
ABK dengan siswa yang normal. KKM ditentukan melalui rapat
dengan pertimbangan 3 hal yaitu, kompleksitas, intake
(kemampuan siswa sebelumnya), dan sumber daya pendukung.
“Ituuu...aaaa kalau penentuan KKM itu berdasarkan
kompleksitas terussss...intake samaa...sumber daya
pendukungnya, ada 3 faktor yang mempengaruhi”
(WI.GK5.7112017.1-4). Selain bahan ajar dan KKM yang sama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
siswa ABK dan siswa lain pada umumnya juga mendapatkan soal
yang sama juga saat UTS maupun UAS. “Sama, ternyata juga
bisa kok mbak” (WI.GK5.7112017.1&9).
e. Narasumber 5 (Guru Kelas VI)
1) Latar belakang narasumber
Narasumber yang ke 5 merupakan guru kelas VI yang
bernama Ibu Wati. Beliau lahir pada tahun 1982 dan saat ini
berusia 35 tahun. Pendidikan terakhir beliau yaitu D2 PGSD. Ibu
Wati mulai dinas menjadi guru sejak tahun 2008 dan mulai
mengajar di SD Suka Ilmu pada tahun 2013, hal tersebut berarti
beliau menjadi guru selama 9 tahun hingga sekarang dan sudah 4
tahun mengajar di SD Suka Ilmu. Beliau juga telah memiliki
pengetahuan tentang ABK dan Inklusi dari diklat.
2) Hasil di lapangan berdasarkan dengan 8 aspek sekolah
inklusi
Di SD Suka Ilmu semua tipe anak berkebutuhan khusus di
terima, namun sebagian besar siswa ABK tersebut memiliki tipe
slow learner. “Semua diterima. Ya karena sudah inklusi semua
harus di terima mbak. Disini itu banyak yang slow learner
tipenya” (WI.GK6.27102017.2). Ada 2 GPK di SD Suka Ilmu
yang salah satunya ditunjuk oleh dinas dan yang kedua adalah
GTT, lalu ada tambahan GPK pribadi di kelas 3. 2 GPK yang
disiapkan sekolah hadir dua minggu sekali atau bahkan hanya
sekali seminggu. “GPK disini ada 2, yang satu dari dinas mbak,
yang satu GTT tapi sekarang jarang masuk. Nah itu juga hanya
sekitar seminggu sekali duakali datang. Tapi ada GPK yang
disiapkan oleh orang tua secara pribadi itu kelas 3”
(WI.GK6.27102017.1 & 3-4). Di kelas 6 SD Suka Ilmu terdapat 1
siswa yang termasuk siswa ABK. Siswa tersebut tergolong siswa
ABK setelah melewati tes saat ia duduk di bangku kelas 3 SD.
Sebelum di assesmen, siswa diidenifikasi dahulu oleh guru kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
1. “Kalau SD sini kayaknya itu yang tahu guru kelas 1 mbak. Ya
berarti itu guru kelas 1 yang melakukan. Lalu nanti di tes kan
gitu, ada tesnya. Iya assesmen itu namanya”
(WI.GK6.27102017.2). Siswa ABK di kelas 6 tersebut bernama
Tio, ia tergolong siswa yang memang butuh perhatian lebih di
kelas karena menurut guru kelasnya Ibu Titi ia harus diajari
dengan pelan-pelan atau lebih lama dibanding siswa yang bukan
ABK lainnya. Hasil belajar Tio tergolong di kelompok bawah,
namun ada juga siswa lain yang bukan ABK tetapi nilainya di
bawah Tio.
Pengaturan tempat duduk di kelas 6 di lakukan dengan
cara siswa laki-laki berdampingan dengan siswa perempuan untuk
mengurangi agar tidak saling ngobrol antara siswa laki-laki
maupun sesama siswa perempuan. Siswa yang berstatus ABK
diatur agar duduk di bangku paling depan supaya jika guru
menjelaskan ulang lagi mudah aksesnya. “Di kelas saya itu
tempat duduk nya diatur. Siswa laki-laki tak jejerke siswa
perempuan ben ra ngobrol wae mbak. Lalu yang ABK itu paling
depan biar mudah kalau tak datangi” (WI.GK6.27102017.1-2).
Fasilitas kelas yang digunakan menurut Ibu Titi juga tidak ada
yang istimewa, karena siswa ABK di kelasnya tidak begitu
membutuhkannya. Beliau tidak selalu menggunakan media
pembelajaran, media hanya digunakan apabila beliau merasa
siswa akan kesulitan apabila dijelaskan tanpa media.
Saat tes dengan psikolog, Tio termasuk siswa ABK
dengan tipe slow learner. Tio saat ini masih berusia 10 tahun,
dengan begitu usianya 2 tahun lebih muda dibanding siswa kelas
6 sewajarnya yang berusia rata-rata 12 tahun. Hal ini juga yang
menyebabkan guru kelas menjadi bingung dengan status siswa ini
yang ABK. Apakah mungkin Tio ini lebih lambat dari teman
lainnya hanya karena 2 tahun lebih muda ataukah memang benar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
tes dari psikolog menunjukkan siswa ini slow learner. Hal
tersebut membingungkan guru karena nilai Tio juga tidak selalu
berada di posisi terbawah di kelas.
Pembelajaran di kelas 6 ini menggunakan kurikulum
2006, kurikulum ini tidak dimodifikasi sebagaimana sekolah
inklusi melakukannya. “Kurikulum disini yaa...sama e mbak.
Walaupun ada ABKnya kurikulumnya biasa kayak sekolah bukan
inklusi. Kalau merancangnya itu udah ada acuan dari atas,
kemudian di rancang sekolah sendiri nanti sebenernya ada
TIMnya. Tapi disini masih menggunakan kurikulum sama seperti
sekolah reguler” (WI.GK6.27102017.5). Untuk bahan ajar yang
digunakan juga sama antara siswa ABK dan siswa lain pada
umumnya. Pembelajaran berlangsung normal seperti sekolah
reguler pada umumnya. Hal ini terjadi karena kondisi
pembelajaran tidak merasakan bahwa ada siswa ABK di
dalamnya. “Kalau saya penyusunan RPP dan bahan ajar itu juga
sama antara siswa ABK dan yang lainnya. RPP dan bahan ajar
juga sama seperti sekolah reguler lainnya. Di kelas 6 itu siswa
ABKnya bisa mengikuti siswa yang lain kok mbak”
(WI.GK6.27102017.1-2). Tio sebagai kategori siswa ABK juga
bisa mengikuti pembelajarran dengan baik, hanya saja perlu
diajarkan lebih perlahan. KKM di kelas 6 ini sama antara siswa
ABK dan yang bukan ABK. “KKMnya....dirapatke mbak. Tapi
akhirnya ya sama KKMnya. KKM untuk semua kelas yang
digunakan sama njuk yang untuk siswa ABK dan bukan ABK juga
sama” (WI.GK6.27102017.1). Soal yang ulangan harian atau soal
evaluasi sama yang diberikan untuk siswa ABK dan siswa lain
pada umumnya. Evaluasi yang dilakukan di kelas 6 dilaksanakan
setiap materi habis dan juga ada latihan-latihan ujian.”Kalau di
kelas 6 ini ya evaluasi yang lain pada umumnya sama UTS, UAS.
Tapi kan kalau kelas 6 beda mbak besok ada latihan-latihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
ujian. Kalau kelas 6 ini saya pokokkan materi habis, latihan,
ngulang materi yang belum paham, latihan lagi, gitu tapi besok
kalau sekarang kan ini belom” (WI.GK6.27102017.2-3).
2. Observasi
a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang
mengakomodasikan semua anak
Penerimaan Peserta Didik Baru di SD Negeri butuh 1
dilaksanakam selama 3 hari berturut-turut yaitu tanggal 3-5 Juli
2017, kemudian pengumuman dilaksanakan tanggal 7 juli 2017.
PPDB dilaksanakan di kantor guru, kemudian untuk susunan
kepanitiaan terdiri dari seluruh guru. Namun, hanya ada beberapa
tugas pokok saja yang dibutuhkan ditempat langsung saat PPDB
yaitu, petugas tempat pengambilan dan penerimaan formulir,
petugas pemeriksa berkas-berkas syarat masuk, petugas penerima
uang seragam dan petugas untuk mengukur seragam siswa.
Berkas-berkas kelengkapan yang dibutuhkan yaitu, formulir
pendaftaran yang telah diisi, foto copy ijazah TK (jika ada), foto
copy akta kelahiran, foto copy kartu keluarga, foto copy KTP orang
tua, dan foto copy surat-surat anak seperti KIA (Kartu Identitas
Anak) dan sejenisnya. Dari observasi yang peneliti lakukan pada
hari kedua tidak ada siswa baru yang terlihat secara fisik bahwa
anak tersebut berkebutuhan khusus. Tidak ada juga keterangan
khusus dari orang tua yang menerangkan bahwa anak mereka
merupakan anak yang berkebutuhan khusus.
b. Identifikasi
Di SD Suka Ilmu identifikasi paling awal dilakukan oleh
guru kelas 1. Namun apabila lebih dari satu tahun belum ada
kelanjutan untuk assesmen dan siswa sudah naik ke kelas 2, maka
guru kelas 2 yang akan mengidentifikasi siswa lebih lanjut lagi
berdasarkan keterangan dari guru kelas 1 sebelumnya. Identifikasi
dilakukan hanya didasarkan pada pengetahuan guru dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
pemantauan yang dilakukan oleh guru kelas tersebut. Pengetahuan
guru saat ini juga hanya didapatkan melalui beberapa diklat yang
pernah diikutinya. Guru kelas melalukan identifikasi saat
pembelajaran mulai berlangsung dan dilihat dari bagaimana siswa
tersebut mengikuti pelajaran. Dalam identifikasinya guru kelas
tersebut tidak membuat catatan tertentu dan hanya diingat saja
beberapa ciri-ciri yang telah diidentifikasi. Namun apabila ada
siswa yang sejak PPDB sudah membawa keterangan bahwa siswa
tersebut ABK maka tidak diperlukan lagi identifikasi dari guru dan
akan langsung diikutkan dalam assesmen lebih lanjut. Namun
dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, identifikasi tetap dilakukan
oleh guru kelas 1 tetapi untuk assesmen diberikan kepada seluruh
siswa kelas 1. Berbeda lagi untuk tahun berikutnya siswa yang
diassesmen juga hanya siswa yang sudah diidentifikasi oleh guru
kelas.
c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel)
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, kurikulum
yang digunakan di SD Suka Ilmu yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 untuk kelas 2, 3, 5, 6 dan
Kurikulum 13 (K13) untuk kelas 1 dan 4. Untuk kurikulum 13 di
kelas 1 dan 4 baru dimulai pada tahun ini. Kurikulum yang
digunakan tidak diadaptasi atau disesuaikan dengan standar sekolah
inklusi yang tercantum di dalam 8 aspek sekolah inklusi.
Kurikulum yang digunakan sama persis dengan kurikulum yang
digunakan di sekolah dasar reguler lainnya dari semua hal. Dalam
pelaksanaan kurikulumnya juga sama seperti penerapan kurikulum
pada umumnya, hanya saja yang membedakannya pada materinya
saat praktik mengajar di kelas. Apabila diamati dari kurikulumnya
tidak akan terlihat bahwa sekolah ini merupakan sekolah inklusi.
Hanya saja setelah melihat lebih jauh lagi, kurikulum yang
digunakan ternyata fleksibel, karena guru kelas bisa menurunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
materi atau memberikan materi yang lebih rendah tingkat
kesulitannya kepada siswa ABK saat pembelajaran berlangsung.
Namun, hal tersebut tidak dilakukan oleh semua guru.
d. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang
ramah anak
Di kelas atas SD Suka Ilmu, seluruh siswa yang berstatus
siswa ABK memiliki tipe slow learner. Bahan ajar yang diberikan
untuk siswa ABK dan siswa lain pada umumnya sama. Materi yang
diberikan saat pembelajaran klasikal di kelas tingkat kesulitannya
sama dan tidak terlihat bahwa di kelas ada siswa yang
berkebutuhan khusus dengan tipe slow learner tersebut. Hal
tersebut juga berarti bahwa RPPTH atau RPP yang digunakan
dalam satu kelas itu sama walaupun ada siswa slow learner, oleh
karena itu tidak ada RPI (rencana pembelajaran individu) yang
dipersiapkan sekolah untuk siswa ABK di SD Suka Ilmu ini.
Pembelajaran ramah anak di kelas atas SD Suka Ilmu juga
terlihat dari nuansa kelas yang demokratis, tidak ada tekanan dan
rasa takut dari siswa saat pembelajaran berlangsung. Guru juga
menghargai aktivitas belajar yang baik oleh siswa dan juga tidak
ada hukuman yang tidak mendidik. Interaksi antara siswa satu
dengan siswa yang lainnya juga terjalin dengan baik. Hal tesebut
terlihat dari bagaimana siswa menghargai temannya dalam belajar
dan membantunya untuk bisa mencapai tujuan belajar bersama.
Walaupun secara garis besar interaksi antar siswa baik termasuk
antara siswa ABK dan siswa lain pada umumnya, namun tetap saja
ada siswa yang memandang sebelah mata temannya yang selalu
tertinggal dalam pelajaran, namun hal tersebut langsung diatasi
oleh guru kelas agar situasi kelas baik dan suasana kelas menjadi
pulih kembali serta tidak akan ada siswa lain maupun siswa
tersebut dapat melakukan hal tidak baik itu lagi dengan cara
menegurnya dengan tepat. Dari guru sendiri juga terlihat sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
menghargai siswa dengan selalu merespon suatu hal yang penting
dari siswa. Saat pelajaran berlangsung guru kelas atas juga terlihat
sangat meneggakkan disiplin dalam belajar hal tersebut bisa terlihat
dari contoh bahwa di kelas 5 buku yang digunakan antara buku
catatan buku tugas dan buku ulangan itu berbeda. Di kelas atas
yang lain juga terlihat bahwa penyelesaian masalah di kelas terkait
kedisiplinan juga di rumuskan secara bersama-sama dengan siswa
untuk melakukan kesepakatan terhadap sanksi yang harus diberikan
kepada siswa yang melanggar.
Ruangan kelas yang tersedia untuk kelas atas di SD Suka
Ilmu ada yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena
memang sekolah ini memiliki bangunan baru dan bangunan lama.
Untuk kelas 5 dan 6 masih menempati gedung lama, lalu untuk
kelas 4 menggunakan gedung dan ruangan yang baru. Dua gedung
atau ruangan tersebut terlihat sangat kontras karena untuk kelas 5
dan 6 dinding yang digunakan terbuat dari papan atau triplek
dengan ventilasi yang sangat terbuka serta kondisi rungan yang
gelap terutama saat keadaan cuaca mendung atau hujan. Di kelas 5
dan 6 lantai kelas sudah menggunakan tegel nanum karena
wananya yang gelap maka kelas terlihat kurang pencahayaan. Sekat
antar kelas juga terbuat dari papan dan anyaman bambu. Setiap
ruangan untuk bangunan lama termasuk yang di tempati kelas 5
dan 6 memiliki 2 pintu yang sering dibuka saat pelajaran
berlangsung. Hal tersebut membuat suara berisik dari luar begitu
jelas di tambah dengan ventiasi yang juga lumayan terbuka
tersebut. Ruangan di kelas 6 juga justru terlihat lebih sempit dari
pada kelas lain. Meja kursi dan peraga di kelas juga kurang tertata
dengan baik, sehingga dengan beberapa kondisi tersebut membuat
suasana kelas terasa kurang nyaman. Namun untuk bangunan baru
di kelas 4 sudah jauh berbeda karena pencahayaan yang baik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
ruangan yang luas serta bersih membuat pembelajaran terlihat
nyaman untuk siswa.
Di kelas atas SD Suka Ilmu guru mengusahakan
menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter
siswa. Metode yang digunakan saat mengajar bukan metode yang
rumit namun yang diperkirakan sesuai dengan karakter siswa ABK
dan siswa lain pada umumnya agar tujuan pembelajaran tercapai.
Secara klasikal guru menggunakan metode yang sederhana namun
memaksimalkan kepahaman siswa dengan pelajaran walaupun
tetap saja guru kelas harus mendekati siswa ABK karena memang
siswa ABK di kelas atas memiliki tipe slow learner yang
membutuhkan penjelasan lebih dari guru. Guru kelas juga
sebenarnya kesulitan untuk memilih metode pembelajaran yang
digunakan karena di kelasnya ada siswa ABK, namun guru kelas
berusaha semaksimal mungkin dengan metode yang tepat agar
banyak siswa yang paham dan apabila tetap ada yang belum jelas
guru harus tetap telaten membimbing siswanya terutama yang ABK
dengan tipe slow learner tersebut.
e. Penataan kelas yang ramah anak
Penataan kelas di SD Suka Ilmu Kelas atas sama seperti
sekolah reguler pada umumnya, tidak ada dekorasi khusus dan
tema tertentu yang disiapkan. Ada beberapa hasil kreasi siswa yang
menghiasi dinding kelas namun kurang tertata rapi. Di kelas
tersedia papan serba guna untuk menempelkan hasil pekerjaan
siswa, hanya saja tidak dimaksimalkan dalam pemanfaatannya.
Kesan kelas sempit dan gelap justru terasa di kelas 5 dan 6, berbeda
dengan kelas 4 yang lebih tertata, karena tempat duduk siswa pun
diatur. Di kelas 4 lebih terlihat bahwa hasil kreasi siswa tertata
lebih rapi di belakang kelas dan di tempat kosong di dinding kelas
dari pada kelas 5 dan 6, kesan ceria pun terlihat di kelas 4 karena
hal tersebut. Hanya saja di kelas 4, 5, dan 6 masih banyak kursi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
kosong yang tidak tertata rapi ataupun tidak dikeluarkan dari kelas,
sehingga membuat kesan kelas terlalu penuh dan sempit.
f. Asessmen
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, assesmen
yang dilakukan sekolah yaitu dengan cara bekerja sama dengan
lembaga layanan pendidikan khusus di daerah. Assesmen yang
dilakukan tidak rutin setiap tahun ada, bahkan 2 tahun atau 3 tahun
setelah assesmen sebelumnya baru dilaksanakan kembali. Sreening
yang dilakukan juga tidak berkala pada siswa yang sudah di
diagnosis sebelumnya. Apabila ada siswa yang telah terindikasi
siswa ABK dari assesmen tahun sebelumnya maka untuk tahun
berikutnya atau 2 tahun berikutnya lagi tidak dilakukan screening
untuk siswa tersebut. Assesmen dilakukan setelah ada identifikasi
terlebih dahulu dari guru kelas.
Hasil observasi assesmen siswa kelas atas yang paling baru
yaitu tercatat pada tahun 2014. Hal tersebut berarti assesmen
terakhir yang dilakukan pada siswa kelas atas yaitu 3 tahun yang
lalu terhitung sekarang tahun 2017. Namun ada hasil assesmen
siswa kelas bawah yang tercatat pada tahun 2015. Hal tersebut
berarti setahun setelah assesmen tahun 2014 dilakukan assesmen
kembali namun hanya pada siswa yang baru masuk. Assesmen yang
dilakukan pada tahun tersebut tidak berlanjut ketahun berikutnya,
bahkan untuk selanjutnya hingga 2017 ini belum ada assesmen
yang dilakukan oleh sekolah. Hasil assesmen siswa kelas atas yang
diidentifikasi ada yang normal dan yang lain keseluruhnya
diidentifikasi sebagai slow learner. Indikasi tersebut berdasarkan
pada tes IQ siswa yang dilakukan oleh lembaga layanan pendidikan
khusus. Hasil tes IQ yang yang dilakukan menunjukkan bahwa
hasil siswa teridentifikasi slow learner mendapatkan klasifikasi
yang “di bawah rata-rata”. Namun dalam “range” skor IQ siswa
tidak termasuk di golongan yang terendah, sehingga siswa tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
tergolong “di bawah rata-rata” namun bukan dengan skor IQ yang
terendah dalam range nya.
Yang selanjutnya tentang kelayakan atas layanan
pendidikan khusus di sekolah, SD Suka Ilmu tidak melakukan
diagnosisi tertentu untuk melihat kelayakan atas layanan
pendidikan khusus. Program khusus yang diberikan kepada siswa
ABK juga tidak tersedia. Sekolah hanya memfasilitasi berbagai
kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan yang bisa diikuti oleh
seluruh siswa termasuk siswa yang berkebutuhan khusus.
g. Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif
Siswa kelas atas yang berstatus ABK seluruhnya memiliki
tipe slow learner. Ketika pembelajaran di kelas berlangsung, siswa
slow learner tersebut mendapatkan materi dan cara penyampaian
pelajaran yang sama dengan siswa lainnya, hanya saja diulang lebih
dalam lagi untuk siswa slow learner. Di kelas guru tidak selalu
menggunakan media pembelajaran biasa dan bahkan tidak
menggunakan media pembelajaran adaptif untuk siswa ABK. Tidak
ada pengadaan media pembelajaran adaptif di kelas atas apalagi
untuk pemanfaatannya.
h. Penilaian dan evaluasi pembelajaran
Di kelas atas SD Suka Ilmu KKM yang digunakan antara
siswa ABK dengan tipe slow learner dan siswa lain pada umumnya
sama. Hal yang membedakan hanya perlakukan saat mencapai
KKM tersebut. Siswa slow learner akan mengikuti beberapa kali
remidial untuk mencapai nilai tersebut. Usaha yang besar dari guru
untuk membuat siswa slow learner memperoleh nilai yang baik dan
mencapai KKM memang sangat di butuhkan dan hal tersebut pun
dilakukan oleh guru kelas atas SD Suka Ilmu. KKM tersebut di
sepakati oleh sekolah karena dengan beberapa pertimbangan KKM
tersebut berani di gunakan untuk seluruh siswa termasuk siswa
ABK dengan tipe slow learner yang ada di kelas atas. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
juga tidak dipermasalahkan oleh guru, siswa, maupun orang tua
wali karena walaupun dengan KKM yang sama tersebut tetap ada
perbedaan yang terlihat di akhir hasil pada rapot nanti dengan
adanya label siswa ABK dengan tipe tertentu. Dengan KKM yang
sama tersebut juga membuat siswa ABK terpacu dan lebih
semangat lagi untuk mendapatkan nilai bagus karena mereka
merasa sama dengan teman-temannya yang lain dan juga dihargai.
Dengan digunakannya KKM yang sama untuk siswa lain
pada umumnya dan siswa ABK maka di kelas atas SD Suka Ilmu
ini juga menggunakan soal evaluasi yang sama pula. Soal evaluasi
yang digunakan sama seperti sekolah reguler pada umumnya. Hal
tersebut bertujuan agar siswa tidak merasa dibedakan dan akan
lebih semangat serta bisa mencapai nilai yang lebih dibandingan
apabila mereka mendapatkan soal evaluasi yang lebih rendah
tingkat kesulitan soalnya. Waktu yang kurang untuk membuat
beberapa soal yang berbeda untuk siswa ABK juga mempengaruhi
kenapa soal evaluasi yang digunakan sampai saat ini sama.
3. Dokumentasi
Berikut ini akan disajikan daftar dokumen berdasarkan 8 aspek
penyelenggaraan sekolah inklusi di SD Suka Ilmu.
Tabel 4.3 Daftar Dokumen
No Aspek Daftar Dokumen Ya
()
Tidak
() Keterangan
1 Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
Susunan panitia
penerimaan peserta
didik baru (PPDB)
Menggunakan
susunan
kepanitiaan
sebelumnya
dan belum
diperbaharui
Pedoman/ panduan
pelaksanaan PPDB
Menggunakan
petunjuk
teknis dari
dinas
pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
2 Identifikasi Catatan hasil
identifikasi siswa
3 Adaptasi
Kurikulum
(Kurikulum
fleksibel)
Kurikulum yang
diadaptasi
Kurikulum tanpa
diadaptasi
4 Merancang bahan
ajar dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
Harian (RPP)/
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
Tematik Harian
(RPPTH)
Untuk
kurikulum
2006/ KTSP
kelas 5 dan 6
menggunakan
kurikulum
tahun
sebelumnya
dan belum
ada yang baru
Rencana
Pembelajaran
Individu (RPI)
Silabus Silabus kelas
5 dan 6
menggunakan
tahun yang
sebelumnya
5 Penataan kelas
yang ramah anak
-
6 Asessmen Hasil assesmen
siswa
7 Pengadaan dan
pemanfaatan media
pembelajaran
adaptif
-
8 Penilaian dan
evaluasi
pembelajaran
Soal evaluasi
pembelajaran
Soal evaluasi
yang
digunakan
antara siswa
ABK dan
siswa lain
pada
umumnya
sama
Penilaian siswa Penilaian
siswa sesuai
indikator dan
KKM yang
ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM)
KKM
menggunakan
tahun yang
sebelumnya
C. Pembahasan
1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan
semua anak
SD Suka Ilmu menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus.
Sekolah tidak menolak siswa ABK dengan tipe apapun karena hal tersebut
sudah merupakan ketentuan dari dinas pendidikan Kabupaten Kulon
Progo. Sumber pertama dari kepala sekolah tersebut didukung oleh panitia
PPDB yang menyatakan bahwa sekolah menerima semua tipe anak
berkebutuhan khusus karena hal tersebut merupakan peraturan dari dinas
pendidikan. Hal tersebut juga di dukung oleh observasi yang dilakukan
saat kegiatan PPDB, semua anak diterima selama masih tersedia kuota.
Saat PPDB, tidak ada siswa baru yang terlihat secara langsung bahwa
siswa tersebut ABK. Sekolah juga menerima siswa inklusi pindahan dari
sekolah lain, namun apabila siswa inklusi tidak bisa mengikuti
pembelajaran akan di rujuk ke SLB dengan pertimbangan GPK. Hal
tersebut sesuai dengan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi yang
pertama, dan sesuai dengan penjelasan Kustawan, Hermawan, dan Phil
(2013) yang menguraikan bahwa SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi
menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan
sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk
peserta didik berkebutuhan khusus.
SD Suka Ilmu menyediakan ruangan untuk PPDB yaitu ruang guru
yang cukup luas untuk kegiatan tersebut. Ruang guru tersebut tidak
dirubah saat PPDB karena selain cukup luas penataan dasar ruang guru
sudah cukup baik untuk akses sirkulasi pendaftaran siswa baru.
Pendaftaran dilakukan secara manual, sehingga sekolah tidak menfasilitasi
komputer atau perangkat sejenis untuk mencatat data siswa. Sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
menyediakan lembar formulir yang harus diisi untuk syarat pendaftaran
peserta didik baru. Pengamatan kegiatan PPDB tersebut didukung dan
dilengkapi oleh panitia PPDB yang menyebutkan jika sekolah
memfasilitasi ruangan, formulir pendaftaran dan seragam gratis untuk
siswa. Selain mengisi formulir pendaftaran, siswa yang akan mendaftar
juga membawa beberapa lampiran berupa foto copy ijazah TK (jika ada),
foto copy akta kelahiran, foto copy kartu keluarga, foto copy KTP orang
tua, dan foto copy KIA atau sejenisnya.
Susunan kepanitiaan PPDB terdiri dari seluruh guru yang
pembentukannya disepakati lewat rapat dan dipilih oleh kepala sekolah,
sehingga guru kelas atas juga berperan dan tau bagaimana proses PPDB
berlangsung. Susunan kepanitiaan ada dalam bentuk dokumen, namun
belum diperbaharui dari tahun sebelumnya. Berdasarkan wawancara
panitia PPDB dan guru kelas 6, SD Suka Ilmu memiliki 2 GPK (Guru
Pendamping Khusus) yang difasilitasi dari sekolah sendiri dan oleh dinas
pendidikan dan ada 1 GPK yang disediakan oleh orang tua siswa sendiri
kemudian setiap harinya mendampingi siswa kelas 3. Saat PPDB
berlangsung tidak ada GPK yang ikut dalam kepanitiaan maupun datang
ke sekolah, sehingga saat itu hanya ada guru kelas yang menjadi panitia
PPDB. Berdasarkan dokumen susunan kepanitian yang belum diperbaharui
juga tidak terjadwal secara rinci GPK yang harus mendampingi kegiatan
PPDB. Hal tersebut membuat sekolah tidak bisa memfasilitasi lebih lanjut
lagi siswa ABK yang akan mendaftar dan hanya bisa dilayani oleh guru
reguler sehingga pelayanan PPDB kurang maksimal . Hal tersebut sesuai
dengan Tarnoto (2016) menjelaskan bahwa permasalahan yang muncul di
sekolah inklusi juga dikarenakan kurang adanya kerjasama dari berbagai
pihak. Guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan inklusi,
tetapi tanpa adanya bantuan dari pihak lain pelaksanaan sekolah inklusi
tidak bisa berjalan dengan maksimal. Tidak adanya GPK saat PPDB
tersebut kurang sesuai dengan pernyataan Kustawan, Hermawan, dan Phil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
(2013) yang menjabarkan bahwa sekolah yang memiliki atau bekerjasama
dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam
kepanitiaan PPDB.
SD Suka Ilmu tidak menyediakan anggaran khusus untuk
pelaksanaan PPDB, sehingga dana yang digunakan diperoleh dari
pengalihan dana yang seharusnya untuk ATK sekolah. Sekolah juga
memberikan beberapa seragam gratis untuk siswa baru yang diterima.
Pendanaan seragam gratis itu diambil dari BOS (Bantuan Operasional
Sekolah) yang merupakan dana untuk bantuan seragam siswa miskin.
Berdasarkan keterangan panitia PPDB, SD Suka Ilmu menargetkan
mendapatkan 28 siswa dan pada akhirnya siswa yang diterima yaitu 18
siswa karena tidak banyak yang mendaftar di tahun ini sehingga tidak ada
siswa yang ditolak. Target jumlah siswa yang diterima tersebut sesuai
dengan petunjuk teknis PPDB dari dinas pendidikan Kabupaten Kulon
Progo.
2. Identifikasi
Identifikasi di SD Suka Ilmu dimulai sejak PPDB berlangsung.
Panitia PPDB pada saat itu mengidentifikasi siswa dengan melihat secara
fisik terlebih dahulu apakah siswa termasuk berkebutuhan khusus atau
tidak, apabila tidak terlihat pada saat itu juga maka sekolah akan
mengidentifikasi siswa saat siswa tersebut belajar di kelas 1 sampai saat
sekolah sudah siap untuk melakukan assesmen berikutnya karena tidak
pasti setiap tahun SD Suka Ilmu melakukan assesmen. Untuk itu sangat
dibutuhkan kemampuan guru kelas bawah terutama kelas 1 untuk
mengidentifikasi siswa karena GPK juga tidak bisa setiap hari
mendampingi dan memperhatikan siswa. Penjelasan dari kepala sekolah
dan pengamatan saat PPDB tersebut didukung oleh keterangan panitia
PPDB yaitu apabila belum di lakukan assesmen di kelas 1 maka tugas guru
kelas 2 untuk melanjutkan identifikasi siswa dengan acuan keterangan dari
guru kelas 1 sebelumnya. Identifikasi merupakan usaha yang memang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
seharusnya di lakukan oleh sekolah inklusi, hal tersebut sesuai dengan
(Kustawan, Hermawan, dan Phil, 2013) yang menjabarkan bahwa
identifikasi merupakan upaya guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk
menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/ kelainan/
ganguan fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka
pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan
khususnya. Berdasarkan wawancara, persoalan identifikasi siswa ABK ini
tidak begitu dipahami oleh guru kelas atas, karena memang guru kelas atas
tidak pernah diberikan kewajiban untuk ikut mengidentifikasi siswa dan
hanya cukup tahu saja dari informasi guru kelas bawah.
Guru kelas melakukan identifikasi dengan cara melakukan
pengamatan langsung di kelas ketika kegiatan belajar mengajar
berlangsung dan dilihat dari bagaimana siswa tersebut mengikuti
pelajaran. Berdasarkan observasi dokumen, dalam mengidentifikasi siswa
guru kelas tidak membuat catatan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan
keterangan kepala sekolah bahwa guru kelas bawah hanya mengingat
beberapa ciri-ciri dari identifikasi yang ditemukan kemudian diingat-ingat.
Dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, identifikasi tetap dilakukan oleh guru
kelas 1 tetapi untuk assesmen diberikan kepada seluruh siswa kelas 1.
Berbeda lagi untuk tahun berikutnya siswa yang diassesmen juga hanya
siswa yang sudah diidentifikasi oleh guru kelas. Hal tersebut merupakan
ketidak konsistenan sekolah dalam identifikasi siswa ABK.
Kepala sekolah menjelaskan bahwa identifikasi dilakukan hanya
didasarkan pada pengetahuan dan pemantauan yang dilakukan oleh guru
kelas. Permasalahan yang dihadapi saat identifikasi yaitu tentang
kemampuan guru kelas berdasarkan pengetahuannya yang masih belum
begitu baik. Hal tersebut sesuai dengan keterangan guru kelas atas bahwa
pengetahuan guru tentang ABK dan sekolah inklusi juga hanya didapatkan
melalui beberapa diklat yang pernah diikutinya. Hal tersebut sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi sekolah inklusi menurut Suryani
(2014) menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi dalam upaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
penyelenggaraan pendidikan inklusif salah satunya yaitu masalah tenaga
pendidik. Yang umumnya dari kalangan guru reguler yang belum tahu
mengenai kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pada
umumnya, guru reguler kemampuannya spesifik di bidang umum
sehingga diasumsikan bahwa guru reguler mengalami kesulitan dalam
menerapkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif.
3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel)
SD Suka Ilmu menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 untuk kelas 2, 3, 5, 6 dan
Kurikulum 13 (K13) untuk kelas 1 dan 4. Untuk kurikulum 13 di kelas 1
dan 4 baru dimulai pada tahun ini. Keterangan kepala sekolah tersebut
didukung oleh guru kelas V yang menyatakan bahwa untuk tahun ini kelas
V mengunakan Kurikulum tahun 2006 (KTSP) dan kemungkinan tahun
depan akan menggunakan Kurikulum 13 (K 13). Kurikulum yang
digunakan tidak diadaptasi atau disesuaikan dengan standar sekolah inklusi
yang tercantum di dalam 8 aspek sekolah inklusi. Sekolah tidak
melakukan perencanaan khusus terkait kurikulum atau tidak melakukan
modifikasi kurikulum, namun sekolah juga menyadari bahwa modifikasi
kurikulum itu sangat dibutuhkan di sekolah inklusi. Hasil wawancara dan
pengamatan dokumen kelas atas tersebut sesuai dengan penjelasan kepala
sekolah bahwa sekolah tidak melakukan modifikasi kurikulum karena
keterbatasan waktu dan banyak hal lain seperti administrasi sekolah yang
harus dikerjakan. Kurikulum yang digunakan sama persis dengan
kurikulum yang digunakan di sekolah dasar reguler lainnya dari semua hal.
Dalam pelaksanaan kurikulumnya juga sama seperti penerapan kurikulum
pada umumnya. Hal tersebut kurang sesuai dengan Ilahi (2016) yang
menjelaskan bahwa kurikulum dalam pendidikan inklusi menggunakan
kurikulum sekolah reguler pada umumnya yang kemudian dimodifikasi
sesuai dengan keadaan siswa yang mempertimbangkan karakteristik dan
tingkat kecerdasan siswa. Guru kelas bisa menurunkan materi atau
memberikan materi yang lebih rendah tingkat kesulitannya kepada siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
ABK saat pembelajaran berlangsung. Namun, hal tersebut tidak dilakukan
oleh semua guru. Di kelas atas penurunan materi untuk siswa ABK tidak
dilakukan sehingga siswa ABK harus menyesuaikannya. Hal tersebut
merupakan masalah bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar di kelas
seperti yang diungkapkan oleh Ilahi (2016) bahwa pendidikan inklusif bagi
anak berkebutuhan khusus belum dipahami sebagai upaya peningkatan
kualitas layanan pendidikan. Pendidikan inklusif cenderung dipersepsi
sama dengan integrasi sehingga masih ditemukan pendapat bahwa anak
harus menyesuaikan dengan sistem sekolah.
4. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak
Berdasarkan keterangan guru kelas atas, siswa ABK di kelas Atas
SD Suka Ilmu keseluruhannya memiliki tipe slow learner. Hal tersebut
sesuai dengan hasil pengamatan dokumen assesmen kelas atas yang
menyatakan bahwa siswa ABK di kelas atas memiliki tipe slow learner.
Dari pengamatan dokumen, bahan ajar yang digunakan antara siswa ABK
dan siswa lain pada umumnya di kelas atas SD Suka Ilmu tersebut tidak
ada yang berbeda. RRP/ RPPTH yang digunakan saat kegiatan belajar
mengajar hanya ada satu dan tidak ada Rencana Pembelajaran Individu
(RPI) untuk siswa ABK. Walaupun sekolah sudah menyepakati bahwa
penurutan materi atau pemberian materi yang tingkatannya lebih rendah ke
siswa ABK di perbolehkan. Guru kelas V juga menyatakan bahwa
penurunan materi tidak dilakukan agar siswa ABK tidak merasa dibedakan
dari yang lain. Hal tersebut tentu berpengaruh dengan penerimaan materi
pada masing-masing siswa yang berbeda kemampuannya, seperti yang
dijabarkan Kustawan, Hermawan, dan Phil (2013) bahwa jenis materi
pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh
besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas.
Pernyataan Kustawan tersebut didukung oleh Ilahi (2016) yang
menjabarkan bahwa proses pembelajaran yang belum menggunakan sistem
team teaching menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami
kesulitan dalam menerima materi pelajaran. Permasalahan tentang sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
pengajaran juga belum memberikan jaminan akan keberhasilan anak
berkebutuhan khusus dalam menangkap materi pembelajaran karena
belum tersedianya fasilitas dan media pembelajaran.
Di kelas atas SD Suka Ilmu menerapkan pembelajaran yang
ramah anak, hal tersebut dapat dilihat dari nuansa kelas yang demokratis,
tidak ada tekanan dan rasa takut dari siswa saat pembelajaran berlangsung.
Guru juga menghargai aktivitas belajar yang baik oleh siswa dan juga
tidak ada hukuman yang tidak mendidik. Interaksi antara siswa satu
dengan siswa yang lainnya juga terjalin dengan baik. Walaupun secara
garis besar interaksi antar siswa baik termasuk antara siswa ABK dan
siswa lain pada umumnya, namun di kelas IV tetap saja ada siswa yang
memandang sebelah mata temannya yang selalu tertinggal dalam
pelajaran, namun hal tersebut langsung diatasi oleh guru kelas agar situasi
kelas baik dan suasana kelas menjadi pulih kembali serta tidak akan ada
siswa lain maupun siswa tersebut melakukan hal tidak baik dengan cara
menegurnya dengan tepat. Hal tersebut kurang sesuai dengan penjabaran
Ilahi (2016) yang mendeskripsikan bahwa sistem team teaching sangat
diperlukan untuk menunjang koordinasi dan kerja sama antar anak-anak
agar semakin kompak dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Guru Kelas menghargai siswa dengan selalu merespon suatu hal
yang penting dari siswa. Saat pelajaran berlangsung guru kelas atas juga
terlihat sangat meneggakkan disiplin dalam belajar hal tersebut bisa
terlihat dari contoh bahwa di kelas 5 buku yang digunakan antara buku
catatan buku tugas dan buku ulangan itu berbeda. Di kelas atas yang lain
juga terlihat bahwa penyelesaian masalah di kelas terkait kedisiplinan juga
di rumuskan secara bersama-sama dengan siswa untuk melakukan
kesepakatan terhadap sanksi yang harus diberikan kepada siswa yang
melanggar. Berdasarkan keterangan guru kelas IV, penerapan reward and
punishment juga telah diterapkan, sehingga terwujudnya suasana kelas
yang kondusif. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Ilahi (2016) yang
menguraikan bahwa dalam proses pembelajaran diharapkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
perubahan perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Pembelajaran
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
Dalam interaksi tersebut banyak faktor eksternal maupun internal yang
mempengaruhinya. Dalam hal ini tugas guru yang paling utama yaitu
mengoptimalkan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Berdasarkan wawancara
guru kelas IV
5. Penataan kelas yang ramah anak
Penataan ruangan kelas di kelas atas SD Suka Ilmu sama seperti
sekolah reguler pada umumnya, tidak ada dekorasi khusus dan tema
tertentu yang disiapkan untuk membuat siswa lebih tertarik. Beberapa
benda yang menghiasi dinding kelas berupa hasil kreasi siswa yang kurang
tertata rapi. Namun, di kelas tersedia papan serba guna untuk
menempelkan hasil pekerjaan siswa, hanya saja tidak dimaksimalkan
dalam pemanfaatannya. Kesan kelas sempit dan gelap justru terasa di kelas
5 dan 6, berbeda dengan kelas 4 yang lebih tertata, karena tempat duduk
siswa pun diatur. Hasil kreasi siswa kelas 4 lebih tertata rapi di belakang
kelas dan di tempat kosong di dinding kelas dari pada kelas 5 dan 6, kesan
ceria pun terlihat di kelas 4 karena hal tersebut. Hanya saja di kelas 4, 5,
dan 6 masih banyak kursi kosong yang tidak tertata rapi ataupun tidak
dikeluarkan dari kelas, sehingga membuat kesan kelas terlalu penuh dan
sempit. Penataan tempat duduk di kelas IV terlihat berbeda dan
menjadikan ruangan lebih luas karena dibentuk huruf “U”. Penataan
tempat duduk tersebut sesuai dengan pernyataan guru kelas IV yang
menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan untuk memudahkan akses dan
menarik siswa. Berbeda dengan kelas 5 dan 6 yang berdasarkan
wawancara penataan tempat duduknya diatur namun tidak dengan posisi
meja kursinya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Nelson (dalam
Friend dan Bursuck, 2015) yang menyatakan bahwa cara penataan unsur-
unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses
pembelajaran dan perilaku siswa. Dan didukung oleh Friend dan Bursuck
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
(2015) yang menguraikan penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat
mempengaruhi kondisi dan suasana belajar siswa ABK siswa lain pada
umumnya. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan
pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area
lantai serta ruang penyimpanan.
6. Asessmen
Sumber pertama yaitu kepala sekolah menjelaskan bahwa SD Suka
Ilmu bekerja sama dengan lembaga layanan pendidikan khusus di daerah
untuk melakukan assesmen. Assesmen dilakukan setelah ada identifikasi
terlebih dahulu dari guru kelas. Sebelum assesmen dilakukan terlebih
dahulu guru kelas mengidentifikasi siswa yang dirasa berkebutuhan
khusus, namun ketika saat assesmen berlangsung seluruh siswa yang
belum pernah di tes akan mengikutinya, hal tersebut berdasarkan assesmen
tahun terakhir dilaksanakan. Hal tersebut sesuai dengan keterangan panitia
PPDB yang menjelaskan bahwa sebelum assesmen akan dilakukan
identifikasi oleh guru kelas kemudian setelah itu dilakukan assesmen yang
bekerja sama dengan lembaga tertentu. Keterangan kepala sekolah saat
wawancara pertama menyatakan bahwa sekolah melakukan assesmen
setiap tahun ajaran baru. Namun, ketika wawancara berbeda waktu setelah
itu menyatakan bahwa belum tentu assesmen dilakukan setiap tahun. Hal
tersebut sesuai dengan hasil observasi dokumen hasil assesmen yang
kemudian dapat diketahui bahwa assesmen yang dilakukan tidak rutin
setiap tahun ada, bahkan 2 tahun atau 3 tahun setelah assesmen
sebelumnya baru dilaksanakan kembali. Dari hasil wawancara di kelas atas
dan pengamatan dokumen, sekolah juga tidak melakukan screening
berkala, apabila siswa sudah diidentifikasi dan sudah di assesmen maka
untuk tahun berikutnya tidak ada screening lanjutan untuk memantau
perkembangan siswa. Hal tersebut berarti bahwa sekolah tidak melakukan
screening berkala sesuai dengan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.
Hal tersebut kurang sesuai dengan penjabaran Tiarni (2013) yang
mendeskripsikan bahwa screening merupakan keputusan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
menentukan proses kemajuan seorang siswa yang berbeda dengan teman-
teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran,
atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan
adanya kondisi disabilitas. Pernyataan Tiarni tersebut didukung oleh
Friend dan Bursuck (2015) yang mengungkapkan bahwa screening
dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak
berkebutuhan khusus.
Kepala sekolah menjelaskan bahwa SD Suka Ilmu tidak melakukan
diagnosis tertentu untuk melihat kelayakan atas layanan pendidikan
khusus. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kelas atas yang
menyatakan bahwa program khusus yang diberikan kepada siswa ABK
juga tidak tersedia. Diagnosis merupakan salah satu proses dalam aspek
penyelenggaraan pendidikan inklusi seperti yang dijabarkan oleh Friend
dan Bursuck (2015) keputusan besar yang terkait dengan diagnosis
menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan
berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap
menyandang disabilitas atau tidak. Siswa kelas atas yang berstatus ABK
seluruhnya memiliki tipe slow learner. Ketika pembelajaran di kelas
berlangsung, siswa slow learner tersebut mendapatkan materi dan cara
penyampaian pelajaran yang sama dengan siswa lainnya, hanya saja
diulang lebih dalam lagi untuk siswa slow learner.
7. Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif
Dari hasil obsevasi di kelas atas, guru tidak selalu menggunakan
media pembelajaran biasa dan bahkan tidak menggunakan media
pembelajaran adaptif untuk siswa ABK. Tidak ada pengadaan media
pembelajaran adaptif di kelas atas apalagi untuk pemanfaatannya.
Berdasarkan wawancara guru kelas atas, yang digunakan hanya media
pembelajaran biasa untuk siswa reguler. Tidak adanya media pembelajaran
adaptif untuk siswa ABK menyebabkan dibutuhkannya waktu lebih untuk
melakukan penjelasan kepada siswa. Hal tersebut merupakan masalah
penyelenggaraan sekolah inklusi seperti yang dijabarkan oleh Ilahi (2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
sistem pengajaran yang belum memberikan jaminan akan keberhasilan
anak berkebutuhan khusus dalam menangkap materi pembelajaran
merupakan suatu masalah hal tersebut disebabkan karena belum
tersedianya fasilitas dan media pembelajaran.
8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran
Kepala sekolah menyatakan bahwa KKM yang digunakan di
kelas atas SD Suka Ilmu antara siswa ABK dengan tipe slow learner dan
siswa lain pada umumnya sama. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
wawancara semua guru kelas atas bahwa KKM yang digunakan sama. Hal
yang membedakan hanya perlakukan saat mencapai KKM tersebut. Siswa
slow learner akan mengikuti beberapa kali remidial untuk mencapai nilai
tersebut. KKM tersebut di sepakati oleh sekolah karena dengan beberapa
pertimbangan KKM tersebut berani di gunakan untuk seluruh siswa
termasuk siswa ABK dengan tipe slow learner yang ada di kelas atas.
Dengan digunakannya KKM yang sama untuk siswa lain pada umumnya
dan siswa ABK maka di kelas atas SD Suka Ilmu ini juga menggunakan
soal evaluasi yang sama pula. Hal tersebut sesuai pengamatan bahwa, Soal
evaluasi yang digunakan sama seperti sekolah reguler pada umumnya.
Namun, siswa ABK diperbolehkan tidak menyelesaikan seluruh soal yang
didapatkan. Hal tersebut membuat nilai yang didapatkan siswa ABK tidak
sesuai dengan kemampuan yang sebenarnya.
Berdasar wawancara ketiga guru kelas atas didapatkan informasi
bahwa, di kelas atas evaluasi dilakukan di kelas setelah hasil ulangan siswa
keluar. Evaluasi yang dimaksud dilakukan seperti refleksi pribadi oleh
guru. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur keberhasilan sistem
pengajaran di kelas. Namun, berdasarkan observasi tidak semua guru kelas
atas melakukan evaluasi terhadap pembelajarannya di kelas. Hal tersebut
kurang sesuai dengam pernyataan Friend dan Bursuck (2015) yang
menjabarkan bahwa dalam evaluasi pelajaran ada keputusan yang meliputi
keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang
telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
kemajuan siswa secara teliti. Hal tersebut berarti bahwa evaluasi
pembelajaran di kelas sangat diperlukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
BAB V
PENUTUP
Bab V akan membahas tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan
penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kelas atas SD Suka
Ilmu wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat disimpulkan bahwa, dalam
penyelenggaraan sekolah inklusi pasti menemui hambatan. Di SD Suka Ilmu
kelas atas pelaksanaan 8 Aspek penyelenggaraan sekolah inklusi belum
maksimal. Proses penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan 8 aspek dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerimaan peserta didik baru di SD Suka Ilmu berjalan lancar, hanya saja
kurang maksimal karena guru pendamping khusus tidak ada di tempat,
pencatatan peserta didik baru juga masih manual, dan data susunan panitia
belum diperbaharui
2. Identifikasi di SD Suka Ilmu kurang diketahui oleh guru kelas atas.
Identifikasi hanya dilakukan oleh guru kelas 1 dan guru kelas 2 apabila
assesmen tidak di lakukan dalam satu tahun. Identifikasi hanya dilakukan
berdasarkan pengetahuan guru yang didapat dari diklat.
3. Kurikulum yang digunakan di kelas atas SD Suka ilmu yaitu Kurikulum
13 untuk kelas IV dan KTSP untuk kelas 5 dan 6. Tidak ada modifikasi
kurikulum yang dilakukan oleh sekolah, sehingga kurikulum yang
digunakan sama seperti sekolah reguler pada umumnya.
4. Bahan ajar yang digunakan di kelas atas sama antara siswa ABK dan siswa
lain pada umumnya. Hanya saja sekolah membolehkan adanya penurunan
materi apabila diperlukan. Pembelajaran yang berlangsung di kelas atas
juga ramah anak, namun masih ditemukan olok-olokan siswa lain kepada
siswa ABK di kelas.
5. Penataan ruangan kelas di kelas atas SD Suka Ilmu tidak ada yang
istimewa dan sama seperti penataan kelas reguler pada umumnya. Di kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
IV kondisi kelas nyaman dan mendukung kelancaran kegiatan belajar
mengajar. Namun di kelas V dan VI penataan dan kondisi kelas kurang
mendukung lancarnya kegiatan belajar mengajar.
6. Assesmen di SD Suka Ilmu tidak rutin di laksanakan tiap tahun. Assesmen
dilakukan dengan cara bekerjasama dengan lembaga terkait di daerah.
Guru kelas atas kurang mengetahui bagaimana proses assesmen karena
guru kelas atas tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap proses
tersebut.
7. Media pembelajaran adaptif di kelas atas tidak digunakan dengan
maksimal. Media yang digunakan hanya media biasa untuk siswa reguler
dan tidak ada media khusus untuk siswa ABK agar lebih mudah
memahami pelajaran.
8. Penilaian yang dilakukan di kelas atas disesuaikan dengan kondisi siswa
yang kemudian akan diketahui oleh kepala sekolah. Soal ujian
9. yang digunakan di kelas atas SD Suka Ilmu sama antara siswa ABK dan
siswa lain pada umumnya. Namun, siswa ABK tidak diwajibkan
menyelesaikan seluruh soal yang ada. KKM yang digunakan di kelas atas
juga sama. Evaluasi pembelajaran di kelas dilakukan oleh guru secara
pribadi seperti refleksi pengajaran. Refleksi biasa dilakukan guru setelah
ada hasil belajar siswa dan hal tersebut sebagai acuan guru dalam
berrefleksi.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam proses penelitian masih banyak
kelemahan dan keterbatasan. Keterbatasan peneliti tersebut seperti berikut ini:
1. Beberapa narasumber kurang mengetahui tentang penyelenggaraan
sekolah inklusi dan siswa ABK.
2. Beberapa dokumen sekolah yang akan diobservasi belum diperbaharui dan
masih menggunakan tahun sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
C. Saran
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat berjalan
dengan lancar, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Menyiapkan penjelasan singkat tentang pertanyaan wawancara yang
diajukan.
2. Mencocokkan dokumen yang akan diobservasi dengan keadaan
penyelenggaraan secara langsung di lapangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal, I. (2006). Seri manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis
sekolah Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari sentralisasi
menuju desentralisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Friend, M & Bursuck, W. D. (2015). Menuju pendidikan inklusi panduan praktis
untuk mengajar. Edisi ke 7. Diterjemahkan oleh: Annisa Nuriowandari.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghony, D & Almanshur, F. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Gunawan, I. (2013) Metode Penelitian Kualitatif. Teori & Praktik. Jakarta:
PT.Bumi Aksara.
Ilahi, M. T. (2016). Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kustawan, D & Hermawan, B. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif
Ramah Anak. Jakarta: Lixima Media.
Marentek, L.K.M. (2007). Manajemen Pendidikan Inklusi. Jakarta: Depdiknas.
Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Rosilawati, I. (2013). Trik Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Inklusif.
Yogyakarta: Familia.
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
________. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta.
Tiarni, N & Amir. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban
Belajar Slow Learner. Jakarta: PT Luxima Metro Media
Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling: Pendekatan Praktis Untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi
dengan Contoh Transkrip hasil Wawancara Serta Model Penyajian
Data. Jakarta: Rajawali Pers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Jurnal
Ariastuti, R & Herawati, V. D. (2016). Optimalisasi Peran Sekolah Inklusi. Jurnal
Pengabdian pada Masyarakat, volume 1, edisi 1, hlm. 39-40.
Hayati, N. (2015). Pemilihan Metode Yang Tepat Dalam Penelitian
(Metode Kuantitatif Dan Metode Kualitatif). Jurnal Tarbiyah al-Awlad,
volume IV, edisi 1, hlm. 345-357.
Maryadi, dkk. (2010). Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: UMS.
Pratiwi, J. C. (2015). Sekolah Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus:
Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Jurnal UNS, hlm. 238.
Suryani, I. A. (2014). Jurnal Pendidikan Khusus Persepsi Guru Reguler Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Smpn Se-KotaMadya
surabaya. Jurnal Pendidikan Khusus UNESA, hlm. 1.
Tarnoto, N. (2016). Permasalahan-Permasalahan Yang Dihadapi Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusi Pada Tingkat SD. Jurnal Humanitas,
Volume 13, edisi 1, hlm. 50-61.
Artikel
Putranto & Sari. (2016). Meyakinkan Kredibilitas Data Melalui Triangulasi Data
Pada Penelitian Kualitatif.
Berita
Detiknews. (2010). DIY Perketat Izin Pendirian Sekolah Inklusi. Diakses tanggal
27 Desember 2017 pukul 14.30 WIB.
https://news.detik.com/berita/1276724/diy-perketat-izin-pendirian-
sekolah-inklusi
Skripsi
Ferinda, R. (2017). Survey Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah
Kabupaten Sleman. Skripsi. Yogyakarta: PGSD Universitas Sanata
Dharma.
Sabatiana, R. C. (2017). Survey Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di
Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Yogyakarta: PGSD
Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
.
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
REDUKSI HASIL OBSERVASI
No Aspek yang Diamati Sub Aspek yang
Diamati Deskripsi Hasil Pengamatan Kesimpulan
1 Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
Fasilitas Fasilitas yang dipersiapkan untuk PPDB
yaitu ruangan untuk penyelenggaraan PPDB.
Ruangan yang digunakan yaitu ruang guru
yang cukup luas dan penataan yang tepat
untuk akses sirkulasi siswa baru. Fasilitas
lain yaitu berupa formulir pendaftaran.
Sekolah juga memberikan beberapa seragam
gratis untuk siswa baru.
Sekolah menyediakan
fasilitas pokok untuk
PPDB seperti ruangan
PPDB dan formulir
pendaftaran.
Kepanitiaan Kepanitian terdiri dari beberapa pokok tugas
dan dikerjakan secara bergantian oleh guru-
guru. Tidak ada GPK yang ikut dalam proses
penyelenggaranan PPDB di SD Suka Ilmu.
Ada kepanitiaan PPDB
namun pebagian tugas
kurang jelas
Jalannya PPDB Siswa baru wajib membawa beberapa syarat
seperti Kartu Keluarga, Foto copy KTP
orang tua, Akta Kelahiran, dan surat-surat
lain. Rapor TK tidak wajib dilampirkan saat
PPDB. Saat PPDB tidak ada siswa yang
terlihat secara fisik bahwa siswa tersebut
ABK. Tidak ada siswa baru yang membawa
surat keterangan ABK juga.
Siswa baru wajib
membawa beberapa
syarat seperti Kartu
Keluarga, Foto copy KTP
orang tua, Akta
Kelahiran, dan surat-surat
lain.
2 Identifikasi
Catatan
identifikasi
Tidak ada catatan identifikasi dari guru kelas
yang disimpan oleh kepala sekolah
Tidak ada catatan
identifikasi
3 Adaptasi Kurikulum
(Kurikulum fleksibel)
Kurikulum Kurikulum yang digunakan yaitu KTSP
untuk kelas 2, 3, 5, 6 dan K13 untuk kelas 1
SD Suka Ilmu
menggunakan KTSP dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dan 4. Kurikulum yang digunakan sama
seperti SD reguler pada umumnya dan tidak
ada modifikasi kurikulum yang dilakukan.
Di kelas 4 kurikulum 13 baru dilaksanakan
tahun 2016.
K13 tanpa dimodivikasi.
Di kelas atas, kelas 4
menggunakan K13 dan
kelas 5, 6 menggunakan
KTSP
4 Merancang bahan ajar
dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
RPP/ RPPTH RPP/ RPPTH dan bahan ajar yang digunakan
antara siswa ABK dan siswa lain pada
umumnya sama sehingga tidak ada RPI
untuk siswa ABK. Di kelas 4 RPPTH yang
digunakan sudah diperbaharui sedangan di
kelas 5 dan 6 masih menggunakan RPP
tahun sebelumnya. Bahan ajar yang
digunakan juga sama antara siswa ABK dan
siswa lain pada umumnya.
Menggunakan RPP/
RPPTH dan bahan ajar
yang sama untuk siswa
ABK dan siswa lain pada
umumnya. RPPTH kelas
4 sudah diperbaharui
sedangkan RPP kelas 5
dan 6 belum di
perbaharui.
Kegiatan
pembelajaran
ramah anak
Guru menghargai siswa begitupula
sebaliknya. Di kelas 5 dan 6, siswa dengan
siswa juga saling menghargai. Kepedulian
antar siswa juga terjaga dengan baik tanpa
ada olok-olokan, namun di kelas 4 masih ada
siswa yang menjadikan siswa ABK sebagai
bahan olok-olokan.
Secara keseluruhan
kegiatan pembelajaran di
kelas atas ramah anak,
namun di kelas 4 masih
ada siswa yang
menjadikan siswa ABK
sebagai bahan olok-
olokan.
5 Penataan kelas yang
ramah anak
Penataan ruangan kelas atas tidak ada yang
khusus. Tidak ada fasilitas khusus yang
disiapkan untuk siswa ABK. Kondisi kelas
sama seperti kelas reguler pada umumnya.
Kondisi ruangan kelas 4 cukup nyaman
karena merupakan ruangan baru yang
Tidak ada fasilitas dan
penataan khusus di
ruangan kelas atas.
Penataan ruangan kelas
sama seperti sekolah
reguler pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
dibangun. Pencahayaan cukup dan banyak
hasil karya siswa yang dipajang di dinding
kelas dan di papan karya siswa di belakang
kelas. Tempat duduk siswa diatur secara
berkelompok. Berbeda dengan ruangan kelas
5 dan 6 yang terlalu gelap apabila cuaca
tidak mendukung/ mendung. Dinding bagian
atas kelas dibuat terbuka membuat suara
bising diluar sangat jelas terdengar. Di kelas
6 ruangan terasa sempit, lebih sempit
daripada kelas atas yang lain.
Kondisi kelas 4 lebih
nyaman dan tertata
dibanding kelas 5 dan 6,
karena kelas 4 merupakan
bangunan baru.
6 Asessmen
Semua hasil assesmen siswa yang
dinyatakan ABK maupun yang dinyatakan
bukan ABK disimpan oleh kepala sekolah.
Dari data assesmen yang disimpan banyak
siswa yang dinyatakan ABK memiliki tipe
slow learner. Di kelas atas saat ini seluruh
siswa yang dinyatakan ABK memiliki tipe
slow learner. Hasil assesmen siswa yang
memiliki tipe slow learner dapat dilihat dari
hasil tes IQ, apabila nilai IQ dibawah normal
maka siswa tersebut dinyatakan slow
learner. Dari data hasil assesmen dapat di
ketahui bahwa assesmen tidak rutin di
lakukan setiap tahun, bahkan jangka waktu
tiap assesmen tidak sama.
Assesmen tidak rutin
dilakukan setiap tahun.
Dari hasil assesmen dapat
diketahui bahwa semua
siswa ABK di kelas atas
memiliki tipe slow
learner.
7 Pengadaan dan
pemanfaatan media
Sekolah tidak menyediakan media
pembelajaran adaptif untuk siswa ABK,
Sekolah tidak
menyediakan media
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
pembelajaran adaptif
sekolah hanya menyediakan media
pembelajaran biasa. Setiap media
pembelajaran di sekolah di simpan di
ruangan khusus dan media yang ada di kelas
hanya sebatas media gambar .Guru kelas
juga tidak selalu menggunakan media ketika
pembelajaran berlangsung.
pembelajaran adaptif
untuk siswa ABK,
sekolah hanya
menyediakan media
pembelajaran biasa.
Media pembelajaran
digunakan apabila
menurut guru kelas
diperlukan.
8 Penilaian dan evaluasi
pembelajaran
Guru mengamati perilaku siswa di kelas
untuk penilaian sikap. Evaluasi pembelajaran
yang dilakukan di kelas IV dan kelas V, VI
berbeda. Di kelas IV evaluasi dilakukan
ketika pembelajaran dalam sehari selesai
dilakukan namun di kelas V dan VI evaluasi
pembelajaran belum tentu dilaksanakan
setiap hari selesai pelajaran.
Guru mengamati perilaku
siswa di kelas untuk
penilaian sikap. Evaluasi
pembelajaran di kelas IV
dilakukan ketika
pembelajaran dalam
sehari selesai, namun di
kelas V dan VI evaluasi
pembelajaran belum tentu
dilaksanakan setiap hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
REDUKSI HASIL WAWANCARA
No Aspek yang ditanyakan Jawaban Kesimpulan
1.
Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB) yang
mengakomodasikan semua
anak
Semua tipe anak berkebutuhan khusus diterima mbak disini.
Karena kalau kita menolak dapat teguran dari dinas, soalnya kan
memang status sekolah kita sudah inklusi. WI.KS.27102017.1
Disini semua diterima mbak, karena sudah aturan dari dinas,
sekolah inklusi itu semua harus di terima, kelainan apa saja harus
diterima, nanti pendampingnya menyusul, sini ada pendamping 2
yang satu itu dari SLB kasih ibu yang satu itu GTT, inklusinya.
WI.PPPDB.14072017.1
Semua diterima. Ya karena sudah inklusi semua harus di terima
mbak. Disini itu banyak yang slow learner. W1.GK6.27102017.1
SD Suka Ilmu
menerima semua tipe
anak berkebutuhan
khusus.
Disini semua diterima mbak, karena sudah aturan dari dinas,
sekolah inklusi itu semua harus di terima, kelainan apa saja
harus diterima, nanti pendampingnya menyusul, sini ada
pendamping 2 yang satu itu dari SLB kasih ibu yang satu itu GTT,
inklusinya. WI.PPPDB.14072017.2-3
Semua diterima. Ya karena sudah inklusi semua harus di terima
mbak. Disini itu banyak yang slow learner tipenya.
WI.GK6.27102017.2
Semua kategori/ tipe
ABK diterima, hanya
saja banyak ABK
dengan tipe slow
learner.
GPKnya satu minggu 2 kali. Kalo yang GTT itu kan kebetulan
ada pilihan kepala dusun. Itu terpilih. Akhirnya kesini yaa..
Sekolah memiliki 2
GPK dan tambahan 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Hanya sebisanya saja. Kalau yang GTT itu datang ke sekolah,
yang satunya bisa masuk ke kelas yang lain yang lambat belajar,
sini banyak yang lambat belajar mbak. WI.PPPDB.14072017.1
GPK disini ada 2, yang satu dari dinas mbak, yang satu GTT tapi
sekarang jarang masuk. Nah itu juga hanya sekitar seminggu
sekali duakali datang. Tapi ada GPK yang disiapkan oleh orang
tua secara pribadi itu kelas 3. Nah soal pas PPDB ikut atau tidak
saya kurang tahu mbak. Soalnya yang selo dateng ke sekolah gitu
aja kalau PPDB saling membantu. Tapi pas saya datang itu tidak
ada. WI.GK6.27102017.1 & 3-4
GPK dari orangtua
siswa. Saat PPDB
tidak ada GPK yang
mendampingi kegiatan
tersebut.
Mmm yang dipersiapkan......formulir. Formulir pendaftaran.
WI.PPPDB.14072017.1
Sekolah menyiapkan
formulir pendaftaran
untuk PPDB.
Untuk formulir tidak ada biaya, kemudian seragam itu harusnya
tidak, tapi kan kebanyakan sekolah berdekatan sini caranya gitu to
mbak. Tidak ada, seragam itu nanti dianggarkan dari BOS, itu
bantuan....bantuan seragam siswa miskin. WI.PPPDB.14072017.1
& 3
Tidak ada anggaran
khusus yang
dipersiapkan sekolah
untuk PPDB.
2. Identifikasi Sudah ketoro mbak. Guru kelas satu. Begitu mengajar anak-anak
yang diajarnya kan, oh ini kok sulit sekali menerima pelajaran.
Terus nanti diassesmenkan anak-anak yang lambat belajar tadi
diassesmen. WI.KS.27102017.1
Kalau SD sini kayaknya itu yang tahu guru kelas 1 mbak. Ya
berarti itu guru kelas 1 yang melakukan. Lalu nanti di tes kan
gitu, ada tesnya. Iya assesmen itu namanya. WI.GK6.27102017.2
Identifikasi dilakukan
oleh guru kelas 1 saat
kegiatan pembelajaran
mulai berlangsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
3. Adaptasi Kurikulum
(Kurikulum fleksibel)
Sekarang ini dua macem mbak, karena kelas satu dan empat
mulai tahun ini K13 tapi untuk yang kelas 2, 3, 5, 6 itu pakek
KTSP 2006. Memang harus dimodifikasi dalam arti materinya
mbak. Materinya itu di apa.. diturunkan materinya seandaninya
untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus itu seandainya kalau
anak yang normal harus sudah bisa menghitung sampai lima
puluh seumpamanya, untuk anak yang berkebutuhan khusus nanti
tersendiri hanya bisa menghitung sampai sepuluh katakanlah.
Maka materi diturunkan. Tetapi untuk KKM nya tetap.
Seharusnya memang di rancang mbak. Tetapi memang
keterbatasan kami. Seharusnya memang seperti itu, sudah ada
contohnya. Memang membutuhkan waktu yang cukup banyak,
tenaga yang cukup banyak, pemikiran yang cukup kompeks.
Sementara kami kan pekerjaannya sudah full seperti itu ya nanti
disesuaiakan. Tapi sebenarnya harus mbak. Tapi memang
keterbatasan kami. Namanya kurikulum modifikasi, betul. Betul
harus kurikulum modifikasi. WI.KS.27102017.1-4
Sudah kurtilas sekarang. Sementara belum sampe ada yang
inklusinya seperti apa belum bisa, masih menyesuaikan dengan
yang normal, mungkin gurunya belum...hahaha belum bisa untuk
memadukan itu.Tapi kan seharusnya tidak sama to tapi
hihihi...tapi...tapi ini sementara haha atau mungkin besok kalau
hihi...sudah bisa buat beda karena aaaa....sulit. terlalu sulit untuk
yang ngikuti itu tadi. WI.GK4.7112017. 1-4
Kurikulum...2006, kita belum 13 mbak, baru...InsyaAllah tahun
depan. Kita samakan. WI.GK5.7112017.2
Kurikulum yang
digunakan yaitu K13
untuk kelas 1 dan 4,
KTSP untuk kelas 2, 3,
5, 6. Kurikulum yang
digunakan sama seperti
sekolah reguler pada
umumnya, namun
diperbolehkan adanya
penurunan materi
untuk siswa ABK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Kurikulum disini yaa...sama e mbak. Walaupun ada ABKnya
kurikulumnya biasa kayak sekolah bukan inklusi. Kalau
merancangnya itu udah ada acuan dari atas, kemudian di rancang
sekolah sendiri nanti sebenernya ada TIMnya. Tapi disini masih
menggunakan kurikulum sama seperti sekolah reguler.
WI.GK6.27102017.5
4. Merancang bahan ajar dan
kegiatan pembelajaran yang
ramah anak
Iya (harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang ABK dan
juga siswa yang lain). WI.KS.27102017.1-2
Untuk sementara ini masih sama dengan yang normal semua.
WI.GK4.7112017.1
Kalau saya penyusunan RPP dan bahan ajar itu juga sama antara
siswa ABK dan yang lainnya. RPP dan bahan ajar juga sama
seperti sekolah reguler lainnya. Di kelas 6 itu siswa ABKnya bisa
mengikuti siswa yang lain kok mbak. WI.GK6.27102017.1-2
Di kelas atas
penyusunan RPP dan
RPPTH sama seperti
sekolah reguler.
Tapi nanti memang harus dikasih untuk yang anak-anak SLB
hanya sampai sekian itu sebenarnya. Lebih mudah itu
maksudnya. WI.KS.27102017.2
Untuk sementara ini masih sama dengan yang normal semua.
WI.GK4.7112017.1
Materinya...kalau kita klasikal memberikannya...kita sama
ngasihnya. Baru nanti kalau les sendiri nanti materinya saya
turunkan. WI.GK5.7112017.1-3
Di kelas atas bahan
ajar yang digunakan
sama antara siswa
ABK dan siswa lain
pada umumnya dan
tidak ada penurunan
materi yang dilakukan
ketika pembelajaran di
kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Kalau saya penyusunan RPP dan bahan ajar itu juga sama
antara siswa ABK dan yang lainnya. RPP dan bahan ajar juga
sama seperti sekolah reguler lainnya. Di kelas 6 itu siswa
ABKnya bisa mengikuti siswa yang lain kok mbak.
WI.GK6.27102017.1-2
5.
Penataan kelas yang ramah
anak
Cuma untuk anak-anak yang seperti itu oleh guru kelasnya, anak-
anak yang lain sudah pulang atau pas ada hari… hari apa yo…
umpanya kelas enem pas ujian kan ada gurunya yang tidak
mengajar itu anak yang berkebutuhan khusus itu disuruh masuk
trus di privat. Kami memberi privat. Anak-anak yang sudah
pulang, oh kowe mengko keri yo tak tuturi iki sek. Seperti itu.
Gurunya seperti itu. Gurunya banyak memberi privat pada anak-
anak yang berkebutuhan khusus. WI.KS.27102017.7-8
Jadi gini kalau pelajaran itu saya...tempatkan dengan yang paling
pintar, biar..biar nanti sama temannya itu diajari sekalian biar
nyontoh tulisannya itu. Cuma penataan tempat duduknya...saya
berikan..saya jejerkan ke yang pintar tadi biar saling membantu.
Jadi tiga anak itu tidak ngumpul jadi satu. Ya biasa mbak ada sih
sebagian, mungkin ketika itu juga tidak, tapi entah kalau diluar
tidak tau, tapi sementara ini. Mungkin lebih senang lagi kalau
saya berikan reward, “siapa yang mau permen?...siapa yang mau
eskrimm?”...tapi sebenarnya Cuma gambar eskrim saja tapi
sebaliknya ada permen satu, gitu...terus itu kan berebut jadi..haha
semuanya ikut aktif. WI.GK4.7112017.1-2, 4, 8
Ya klasikal biasa, cuman nanti pas menjelaskan kan bareng-
bareng to di kelas, kalau pas saat mengerjakan yang lain berjalan
Di kelas atas
manajemen kelas
dilakukan dengan cara
mengatur tempat
duduknya agar tidak
ribut dan agar siswa
saling membantu
dalam memahami
pelajaran. Guru juga
mendekati siswa yang
belum paham seperti
siswa yang ABK,
memberikan reward
atas pencapaian di
kelas dan memberikan
les tambahan setelah
jam sekolah selesai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
sendiri, yang itu satu persatu kan duduknya tidak jejerkan,
duduknya ada yang disini disana, nanti pendekatannya satu
persatu. Kalau sudah pulang ada tambahan di les sendiri.
Dengan kerja kelompok, dengan pinter, tengah, bawah. Nanti kan
yang pandai bantu yang lemah. saya buat seperti itu, jadi kalau
sudah....karena dengan harapan kan mereka yang mampu
membantu yang tidak mampu, seperti tadi saya mungkin kurang
perhatian itu satu kelompok ternyata mereka ada yang pinter tapi
tidak mau memperhatiakan senenge ngomong, yang satu belum
bisa, yang perempuan juga suka ngomong dan belum bisa, yang
satunya lemah, empat, mereka tidak bisa berfikir semua. Tak
suruh kerja kelompok yang lain sudah jadi yang itu belum jalan,
padal tidak ada yang lambat belajar tadi, tidak ada lho. Terus saya
ganti “kamu pindah disana, yang itu pindah disini” dengan
harapan, yang saya pindah tadi kan membantu mereka, jadi bisa
jalan. Jadi saya mengajarnya seperti itu, cuma satu kelompok itu
tadi yang kurang perhatian, kalau yang lain kan sudah.
WI.GK5.7112017.4-6
Di kelas saya itu tempat duduk nya diatur. Siswa laki-laki tak
jejerke siswa perempuan ben ra ngobrol wae mbak. Lalu yang
ABK itu paling depan biar mudah kalau tak datangi.
WI.GK6.27102017.1-2
Dijadikan satu. Nanti kalo anak malah disendirikan nanti anak
malah, kan nggak anu tho mbak malah dhewekke itu istilahnya
njuk malah anak semakin down. Justru disamakan dengan teman
yang lain itu karena termotivasi woh aku padha yang lain. Nanti
kalo disendirikan malah nanti membuat anak jadinya lebih minder
Posisi siswa ABK dan
siswa lain pada
umumnya di kelas atas
dilakukan dengan cara
yang berbeda-beda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
kan. Enggak, nggak ada. Kami tidak memberikan. Jadi satu.
Cuman didampingi oleh GPK itu dituturi seperti itu. Kan ada
pendampingya kan. Guru pendamping khusus itu ngajari anak-
anak, didampingilah, seperti yang ada di kelas tiga, itu didampingi
yo semampunyalah. WI.KS.27102017.1 & 7
Tempat duduknya setiap seminggu sekali atau berapa hari
sekali saya ubah. Nggak.....nggak....tidak ada perkecualian dan
perlakuannya sama. WI.GK4.7112017.1-3
Pengelompokkannya tetep saya campur, mereka yang rata-rata di
atas, mereka yang rata-rata, mereka yang lambat, saya jadikan 1
biar mereka saling tukar pikiran. WI.GK5.7112017.1
Di kelas saya itu tempat duduk nya diatur. Siswa laki-laki tak
jejerke siswa perempuan ben ra ngobrol wae mbak. Lalu yang
ABK itu paling depan biar mudah kalau tak datangi.
WI.GK6.27102017.1-3
Ada pengaturan tempat
duduk khusus seperti
siswa ABK diposisikan
di depan dan ada yang
dibiarkan berbaur
bebas dengan siswa
lain.
6.
Assesmen
Ya sementara baru ulangan harian dan..cuma pengamatan dulu.
Terus yang lain misalnya seperti apa...... belum bisa..
hahaha...sementara. WI.GK4.7112017.1
Untuk memantau perkembangan siswa, hasil belajarnya kita
mengadakan ulangan, soal-soal. Tugasnya nanti kan di data, kok
hasilnya masih... ohh berarti ini belum anu. WI.GK6.27102017.1-
2
Guru kelas atas
memantau kemajuan
hasil belajar dari
pengamatan dan hasil
ulangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Kalau di sini kayaknya belum. WI.GK5.7112017.1
Sekolah tidak
melakukan screening
secara berkala.
Oh itu, ya kami wawancara dengan guru kelasnya, bagaimana
anak ini dapat mengikuti pelajaran yang disampaikan. Nanti
sekiranya anak-anak tidak mampu ya saya menganjurkan untuk
diberi pelajaran yang lebih mudah sesuai dengan kemampuan
siswa. Dan itu sudah dilakukan oleh guru kemudian dengan privat
itu tadi supaya bisa. Permasalahan yang sering kami alami.
Terutama pas privat itu saya berkunjung ke gurunya. Iki iye? Saya
melihat waktu dek’e ngeja lagi seperti itu. Saya amati anak itu.
WI.KS.27102017.1
Kepala sekolah
mencari informasi dari
guru kelas masing-
masing mengenai
perkembangan siswa
untuk mendiagnosis
kelayakan atas layanan
pendidikan khusus.
Program khusus apa yo? Kayaknya sama eh. Nggak ada yang
khusus eh. Kayaknya sama dengan anak-anak yang lain. Semua
sama. Ikut program drum band semua juga ikut. Pokoknya
mengikuti yang lain. Iya. Diikutkan semua. Ada drum band, TPA,
kemudian baris, olahraga, pramuka. WI.KS.27102017.1-2
Tidak ada program
khusus yang diberikan
sekolah untuk siswa
ABK.
Masih menyesuaikan dengan yang normal. WI.GK4.7112017.1
Kurikulum yang seperti sekolah reguler itu tadi ya njuk
penerapannya kita sama. Pokoknya sama seperti sekolah biasa
itu. WI.GK6.27102017.2
Penerapan kurikulum
di kelas atas sama
seperti sekolah reguler.
Otomatis sama. Evalusi sama dengan yang lain. Ulangan harian,
ulangan tengah semester, UTS, UAS, UKK, ulangan akhir
semester atau ulangan kenaikan kelas itu. WI.KS.27102017.1
Bentuk evaluasi
pengajaran di kelas
atas antara siswa ABK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Dari hasil ulangan siswa, dari ulangan harian sama tes-tes itu
nanti kan tahu hasil belajarnya seperti apa. Itu juga soal yang saya
pakai sama. Soalnya ya tadi siswa ABK bisa mengikuti dengan
baik kalau di kelas saya. WI.GK6.27102017.2-3
dan siswa lain pada
umumnya sama.
-
Tidak ada program
untuk ABK maka tidak
ada evaluasi program.
7. Pengadaan dan pemanfaatan
media pembelajaran adaptif
Pembelajarannya paling tidak dengan gambar. Ya tidak mesti,
kadang tergantung lihat buku siwanya, perlu atau tidak, kalau
tidak ya, nanti mungkin gambar hewan atau apa itu yang pake
bisa di OHP pake proyektor. Sementara ini kalau medianya
sekolah ada, sebagian ada, kalau cuma gambar-gambar kan canti
bisa download misalnya lagu juga ada carikan sendiri.
WI.GK4.7112017.1 & 4-5
Ya saya tinggal lihat materinya mbak. Ya kalau misalkan anak itu
untuk kita abstrakan mereka kira-kira tidak bisa ya kita buat
alat peraga untuk mengkonkritkan, misalkan seperti tadi untuk
mencari ruas layang-layang, “coba kalian bayangkan”, “bu njuk
le mbayangke piye?”. Untuk peraga IPA itu banyak sekali.
Kalau saya...aaaa...ya kita butuh...aaa cahaya, itu ada di sekolah
ya kita pakai di sekolah kalau tidak ya kita siapkan sendiri, kalau
di sekolah kan adanya cermin datar, ember, air, ya itu ya kita
pakai, nah kalau senter kan tidak ada, untuk cahaya yang
merambat lurus, kan kita bisa pakai matahari, bisa memakai
senter, nah itu biasanya anak tak suruh bawa. WI.GK5.7112017.2-
3 & 5
Di kelas atas media
tidak digunakan pada
setiap materi, media
digunakan apabila
menurut guru kelas itu
diperlukan. Di sekolah
media juga sudah
tersedia, hanya saja
sekolah tidak
mempunyai media
khusus untuk siswa
ABK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Media tak gunakan kalau butuh aja, tapi ya jarang kan kalau
kelas 6 tinggal pemantapan mbak. Kan tidak semua materi juga
butuh media dan belum tentu bisa pakai media. Ya kalau sulit
dijelaskan tanpa media itu baru menggunakan media. Disini
media yang digunakan juga media biasa bukan media khusus
untuk siswa ABK. WI.GK6.27102017.1
8.
Penilaian dan evaluasi
pembelajaran
Untuk KKM kan sama. Memang dalam penentuan KKM kan
ditentukan berdasar tiga ranah. Tentang KKM itu dari intaq
artinya dari fasilitas fasilitasnya memadai atau gak, kemudian dari
kemampuan siswa kemampuan siswanya ada yang LB mungkin
agak rendah. Kemudian yang satu berdasarkan materi. Kalo
materinya ya sulit KKM nya agak rendah, kalo materinya yang
mudah KKM nya yang tinggi. Tiga macam itu yang bisa
menentukan KKM. Jadi yang rendah juga menentukan,
menentukan dalam menentukan keputusan KKM. Jadi membuat
KKM tidak terus harus tinggi, wah ini anak-anaknya seperti ini
kemampuannya. Jadi kemampuan anak juga menentukan.
WI.KS.27102017.2
KKM sendiri KKM sementara ini sama, dari kelas 1 sampai kelas
6 sama. Yo rapat dulu, paling tidak ditentukan dulu.
WI.GK4.7112017.1
Ituuu...aaaa kalau penentuan KKM itu berdasarkan kompleksitas
terussss...intake samaa...sumber daya pendukungnya, ada 3
faktor yang mempengaruhi, ya kita liat, sebelum kita menentukan
kan kita liat kelas 5 itu seperti apa, tingkat kesulitannya itu seperti
Penentuan KKM di SD
Suka Ilmu beracuan
pada 3 ranah yaitu
intake, kompleksitas,
dan daya dukung.
Penentuan tersebut
diputuskan melalui
rapat. Untuk tahun
ajaran 2017/2018
KKM yang digunakan
sama dengan tahun
sebelumnya. KKM
antara siswa ABK dan
siswa lain pada
umumnya dikelas atas
sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
apa, itu untuk kompleksitas, terus untuk daya pendukung kita liat
kemampuan...gurunya, terus alat peraga yang mendukung ada apa
tidak, kalau ada kan kita bisa, terus untuk sumber daya pendukung
aaaa...intake, intake itu kemampuan siswa sebelumnya, kalau
kemampuan siswa sebelumnya itu dari rata-rata rapot, kalau rata-
ratanya tinggi berarti siswa sudah mampu. Kalau KKM kelas 5 itu
berdasarkan rata-rata kelas 4 semester 2, kalau kita mau
menentukan KKM IPS ya kita liat rata-rata nilai IPS kelas 4, terus
kompleksitas dan daya pendukung tadi, kalauu..misalkan rata-rata
rapotnya 80, terus gurunya nggak bisa, kan kita guru kan tidak
semua mengajar itu tidak secara...secara sempurna, kok kayaknya
saya yang ini belum mampu, berarti nilainya kan jadi rendah, ooo
ini materinya juga sulit mungkin nanti kalau saya ajarkan anak-
anak juga sulit untuk memahaminya, sulit untuk pahamnya,
dikasih nilai rendah, jadi mungkin KKMnya jadi 70 berapa...70
atau berapa, yaitu tadi asalnya seperti itu. Jadi tidak semata-mata
sesuka hati kita sendiri KKM, jadi bisa bermacam-macam. Kalau
untuk kelas...tapi kita kan rapat dulu secara keseluruhan yaa, “kita
penentuan yang dulu berdasarkan inii...inii..inii..iniii, nanti kita
samakan”, “berarti tidak berubah to bu?”, “tidak” ya
sudahhh...nanti guru kelas ya membuat masing-masing kan
melihat materinya masing-masing. Iyaaa...nanti kalau sudah
seperti itu kan penilaiannya untukkk...aaa..apa...untukk...penilaian
yang apa ya namanya...akreditasi atau apa yaaa...akreditasi apa ya
itu kan 4 tahunan, itu kalau ingin nilainya baik kan semua atau
mayoritas itu harus 75, jadi semua diusahakan KKM nya 75 tapi
sama dari kelas 1 sampai kelas...tapi yang betul prosesnya seperti
tadi berdasarkan tingkat kesulitan materi, kemampuan guru sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
alat peraganyaa, siswa, awal...nah dari itu. Ya sekarang udah
di....yaa...aslinya ya dibuat seperti itu tapi kan ada salah satu dari
unsur itu yang sebenarnya kurang kita buat bisa, biar jadi 75.
KKMnya....kalau kita ulangan kan kita patokannya pada
KKMnya, misalnya ulangan IPS tadi ya, KKMnya IPS 70,
berartii...siswa harus mencapai 70, jika ada siswa...itu kan
diperseni, kalau persenan yang belum mencapai 70 atau kurang
itu lebih, yo kurang gampangane, kurang dari 70, ituu...lebih dari
25, berarti guru harus koreksi, karena kesalahan disitu adalah
kesalahan guru. Mungkin guru yang mengajarnya terlalu sulit
untuk dipahami siswa. Tapi kalau yang mencapai kurang dari 70
itu kurang dari 25% , itu berarti mereka yang kurang itulah yang
diadakan perbaikan, dengan soal yang terlalu sulit kita permudah,
disini seperti itu. WI.GK5.7112017.1-4
KKMnya....dirapatke mbak. Tapi akhirnya ya sama KKMnya.
KKM untuk semua kelas yang digunakan sama. Njuk yang untuk
siswa ABK dan bukan ABK juga sama. Soalnya kalau disini kan
kebanyakan slow learner tadi, lha nganu....yang ABK tetep bisa
ngikuti dengan baik pas di kelas 6 selama ini. Kalau yang slow
learner kan dilihat dari itu mbak IQ nya padahal kan ya itu bisa
berubah ya. WI.GK6.27102017.1
Soalnya memang seharusnya lebih mudah mbak. Harusnya
lebih mudah. Soalnya materinya juga lebih mudah. Seharusnya
memang harus beda. Seperti kalo ujian anak-anak yang LB
memang harus beda. WI.KS.27102017.1-3
Sementara masih sama hahaha..sementara ini masih sama,
Bentuk evaluasi yang
dilakukan di kelas atas
berupa ulangan harian,
UTS, dan UAS.
Bentuk soal evaluasi
yang digunakan antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
0
mungkin besok..besok akan aaa....berusaha untuk memberikan
pelayanan khusus untuk itu. Ini sementara ini mbak, karena baru
latihan juga, kurtilas ini malah buat sendiri, karena belum ada,
walaupun belum top-top, harusnya kan C4 C5 tapi sementara ini
C2 nya banyak hahaha, ya misal dari 15 soal itu yang top baru
berapa soal, belum memenuhi karena ini masih pendampingan. Itu
kan yang secara tulis udah,mungkin yang secara lisan. Lisan dan
tulis baru sementara itu. WI.GK4.7112017.1,4,8
Sama, ternyata juga bisa kok mbak. Tahun kemaren ada yang
ABK juga to ternyata nilainya malah bagus. Ya kalau dari bawah
masuknya lambat belajar. Tapi kalau tesnya tidak berkala tadi ya,
cuma sekali tes nanti sampai lulus itu murid saya itu ada yang
lambat belajar di tes di kelas bawah, ternyata setelah sampai di
kelas 5 dia mulai bisa, dan setelah kelas 6 dia malah dapat ranking
7. Kalau ulangan harian setiap... selesai satu.....apa
namanya....pokok bahasan, misalnya kita mengajarkan pecahan,
selesai mengajarkan pecahan. Ya UTS ikut UTS, UAS ya ikut
UAS, ulangan akhir semester ya ikut, ujian ya ikut. Disini semua
diikuti, soalnya nanti kalau tidak ikut ujian untuk sekolah
selanjutnya, untuk SMP kan jadi bermasalah kan, kan kasian.
Kalau UTS itu gugus, satu gugus kalau disini 4 SD, itu
gugus...kita buat di gugus bareng-bareng, kalau soal ulangan
semester itu kita dari...dinas, sama ulangan kenaikan kelas juga
dari dinas. UTS itu yang membuat...yang gugus, gugus terus nanti
dijadikan satu di UPTD. WI.GK5.7112017.1&9
Kalau di kelas 6 ini ya evaluasi yang lain pada umumnya sama
siswa ABK dan siswa
lain pada umumnya
sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1
UTS, UAS. Tapi kan kalau kelas 6 beda mbak besok ada latihan-
latihan ujian. Kalau kelas 6 ini saya pokokkan materi habis,
latihan, ngulang materi yang belum paham, latihan lagi, gitu tapi
besok kalau sekarang kan ini belom. WI.GK6.27102017.2-3
Ya untuk memantau hasil belajar siswa, apa sebernernya bisa
apa tidak. WI.GK4.7112017.1
Di kelas 6 evalusi digunakan untuk memantau perkembangan
siswa. Ya.....untuk mengukur to udah paham atau belum.
WI.GK6.27102017.1
Evaluasi bagi siswa
dilakukan bertujuan
untuk memantau hasil
belajar dan
perkembangan siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
10
2
HASIL DOKUMENTASI
No Aspek Daftar Dokumen Ya
()
Tidak
()
Keterangan
1 Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
Susunan panitia
penerimaan
peserta didik
baru (PPDB)
Menggunakan
susunan
kepanitiaan
sebelumnya
dan belum
diperbaharui
Pedoman/
panduan
pelaksanaan
PPDB
Menggunakan
petunjuk
teknis dari
dinas
pendidikan
2 Identifikasi Catatan hasil
identifikasi
siswa
3 Adaptasi
Kurikulum
(Kurikulum
fleksibel)
Kurikulum yang
diadaptasi
Kurikulum tanpa
diadaptasi
4 Merancang bahan
ajar dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
Harian (RPP)/
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
Tematik Harian
(RPPTH)
Untuk
kurikulum
2006/ KTSP
kelas 5 dan 6
menggunakan
kurikulum
tahun
sebelumnya
dan belum ada
yang baru
Rencana
Pembelajaran
Individu (RPI)
Silabus Silabus kelas 5
dan 6
menggunakan
tahun yang
sebelumnya
5 Penataan kelas
yang ramah anak - - - -
6 Asessmen Hasil assesmen
siswa
Hasil
assesmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
10
3
terakhir tahun
2015
7 Pengadaan dan
pemanfaatan media
pembelajaran
adaptif
- - - -
8 Penilaian dan
evaluasi
pembelajaran
Soal evaluasi
pembelajaran
Soal evaluasi
yang
digunakan
antara siswa
ABK dan
siswa lain
pada
umumnya
sama
Penilaian siswa Penilaian
siswa sesuai
indikator dan
KKM yang
ada
Kriteria
Ketuntasan
Minimal (KKM)
KKM sama
dengan tahun
sebelumnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
4
DISPLAY DATA OBSERVASI DAN WAWANCARA
No Aspek yang Digali Sub Aspek yang
Digali Observasi Wawancara
1. Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB)
yang
mengakomodasikan
semua anak
Fasilitas
Sekolah menyediakan fasilitas
pokok untuk PPDB seperti
ruangan PPDB dan formulir
pendaftaran.
Sekolah menyiapkan formulir
pendaftaran untuk PPDB. Tidak ada
anggaran khusus yang dipersiapkan
sekolah untuk PPDB.
Kepanitiaan Ada kepanitiaan PPDB namun
pebagian tugas kurang jelas
-
Jalannya PPDB
Siswa baru wajib membawa
beberapa syarat seperti Kartu
Keluarga, Foto copy KTP orang
tua, Akta Kelahiran, dan surat-
surat lain.
SD Suka Ilmu menerima semua tipe
anak berkebutuhan khusus. Semua
kategori/ tipe ABK diterima, hanya
saja banyak ABK dengan tipe slow
learner. Sekolah memiliki 2 GPK
dan tambahan 1 GPK dari orangtua
siswa. Saat PPDB tidak ada GPK
yang mendampingi kegiatan tersebut.
2. Identifikasi
Proses identifikasi Identifikasi dilakukan oleh guru kelas
1 saat kegiatan pembelajaran mulai
berlangsung.
Catatan identifikasi Tidak ada catatan identifikasi
3. Adaptasi Kurikulum
(Kurikulum fleksibel)
SD Suka Ilmu menggunakan
KTSP dan K13 tanpa
dimodivikasi. Di kelas atas,
kelas 4 menggunakan K13 dan
kelas 5, 6 menggunakan KTSP
Kurikulum yang digunakan yaitu
K13 untuk kelas 1 dan 4, KTSP
untuk kelas 2, 3, 5, 6. Kurikulum
yang digunakan sama seperti sekolah
reguler pada umumnya, namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
5
diperbolehkan adanya penurunan
materi untuk siswa ABK.
4. Merancang bahan ajar
dan kegiatan
pembelajaran yang
ramah anak
RPP/ RPPTH Menggunakan RPP/ RPPTH dan
bahan ajar yang sama untuk
siswa ABK dan siswa lain pada
umumnya. RPPTH kelas 4 sudah
diperbaharui sedangkan RPP
kelas 5 dan 6 belum di
perbaharui.
Di kelas atas penyusunan RPP dan
RPPTH sama seperti sekolah reguler.
Di kelas atas bahan ajar yang
digunakan sama antara siswa ABK
dan siswa lain pada umumnya dan
tidak ada penurunan materi yang
dilakukan ketika pembelajaran di
kelas.
Kegiatan
pembelajaran ramah
anak
Secara keseluruhan kegiatan
pembelajaran di kelas atas ramah
anak, namun di kelas 4 masih
ada siswa yang menjadikan
siswa ABK sebagai bahan olok-
olokan.
Di kelas atas manajemen kelas
dilakukan dengan cara mengatur
tempat duduknya agar tidak ribut dan
agar siswa saling membantu dalam
memahami pelajaran. Guru juga
mendekati siswa yang belum paham
seperti siswa yang ABK,
memberikan reward atas pencapaian
di kelas dan memberikan les
tambahan setelah jam sekolah
selesai.
5. Penataan kelas yang
ramah anak
Tidak ada fasilitas dan penataan
khusus di ruangan kelas atas.
Penataan ruangan kelas sama
seperti sekolah reguler pada
umumnya. Kondisi kelas 4 lebih
nyaman dan tertata dibanding
kelas 5 dan 6, karena kelas 4
Posisi siswa ABK dan siswa lain
pada umumnya di kelas atas
dilakukan dengan cara yang berbeda-
beda. Ada pengaturan tempat duduk
khusus seperti siswa ABK
diposisikan di depan dan ada yang
dibiarkan berbaur bebas dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
6
merupakan bangunan baru. siswa lain.
6. Asessmen Assesmen tidak rutin dilakukan
setiap tahun. Dari hasil assesmen
dapat diketahui bahwa semua
siswa ABK di kelas atas
memiliki tipe slow learner.
Sekolah tidak melakukan screening
secara berkala. Tidak ada program
khusus yang diberikan sekolah untuk
siswa ABK.
7. Pengadaan dan
pemanfaatan media
pembelajaran adaptif
Sekolah tidak menyediakan
media pembelajaran adaptif
untuk siswa ABK, sekolah
hanya menyediakan media
pembelajaran biasa. Media
pembelajaran digunakan apabila
menurut guru kelas diperlukan.
Di kelas atas media tidak digunakan
pada setiap materi, media digunakan
apabila menurut guru kelas itu
diperlukan. Di sekolah media juga
sudah tersedia, hanya saja sekolah
tidak mempunyai media khusus
untuk siswa ABK.
8. Penilaian dan evaluasi
pembelajaran
Penilaian dan
evaluasi
Guru mengamati perilaku siswa
di kelas untuk penilaian sikap.
Evaluasi pembelajaran di kelas
IV dilakukan ketika
pembelajaran dalam sehari
selesai, namun di kelas V dan VI
evaluasi pembelajaran belum
tentu dilaksanakan setiap hari..
Guru kelas atas memantau kemajuan
hasil belajar dari pengamatan dan
hasil ulangan. Kepala sekolah
mencari informasi dari guru kelas
masing-masing mengenai
perkembangan siswa untuk
mendiagnosis kelayakan atas layanan
pendidikan khusus. Bentuk evaluasi
pengajaran di kelas atas antara siswa
ABK dan siswa lain pada umumnya
sama. Bentuk evaluasi yang
dilakukan di kelas atas berupa
ulangan harian, UTS, dan UAS.
Bentuk soal evaluasi yang digunakan
antara siswa ABK dan siswa lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
7
pada umumnya sama. Evaluasi bagi
siswa dilakukan bertujuan untuk
memantau hasil belajar dan
perkembangan siswa.
KKM Penentuan KKM di SD Suka Ilmu
beracuan pada 3 ranah yaitu intake,
kompleksitas, dan daya dukung.
Penentuan tersebut diputuskan
melalui rapat. Untuk tahun ajaran
2017/2018 KKM yang digunakan
sama dengan tahun sebelumnya.
KKM antara siswa ABK dan siswa
lain pada umumnya di kelas atas
sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
10
8
Lampiran 6. surat keterangan selesai melakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
10
9
BIODATA PENELITI
Hera Erisa lahir di Kulon Progo, 12 Agustus
1996. Anak kedua dari dua bersaudara ini mengawali
pendidikan formalnya pada tahun 2002 di SDN
Lendah II Kabupaten Kulon Progo (2002-2008),
Pendidikan Menengah Pertama di SMP 1 Lendah
Kabupaten Kulon Progo (2008-2011), Pendidikan
Menengah Atas di SMA 2 Wates Kabupaten Kulon Progo (2011-2014). Pada
tahun 2014 peneliti menempuh pendidikan tinggi dengan mengambil Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul: “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi
di Kelas Atas SD “Suka Ilmu” Wilayah Kabupaten Kulon Progo”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI