Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

13
PERMASALAH BURUH DI INDONESIA: MASALAH YANG TAK TERSENTUH Demo/aksi buruh buruh kembali mengepung ibukota yang membuat warga ibukota menjadi semakin tidak nyaman. Melihat cara penyelesaian yang dimediasi oleh pemerintah nampaknya masalah buruh di negeri ini sulit akan kunjung usai. Perburuhan nasional selalu saja mempermasalahkan aspek kelayakan upah minimum yang tidak pernah terjadi kesepakatan antara pihak buruh dan pengusaha. Bagaimana melihat permasalahan buruh di negeri ini dan apakah sekiranya yang disebut masalah tak tersentuh? Sampai kapan pun tidak akan pernah ada yang disebut kesepahaman nyata antara buruh dan pemilik modal (pengusaha). Di negara manapun, kesepakatan perburuhan merupakan upaya politik yang kemudian disekapakati atau tidak disepakati secara politik. Upah minimum di Indonesia hanya dilandasi survei regional terhadap biaya kebutuhan hidup (living cost) dan biaya-biaya tambahan lainnya. Padahal, tidak semua orang memiliki kebutuhan yang sama. Apapun masalahnya, bahwa setiap orang harus menerima suatu kenyataan yang disebut kesepakatan upah. Semua negara akan senantiasa bermasalah dengan perburuhan, kecuali beberapa negara penganut jalur komunis/sosialis. Di negara-negara komunis, kesejangan pendapatan relatif sangat rendah. Keseluruhan kapital dianggap milik negara dan dialokasikan untuk pendanaan kesejahteraan. Lain halnya di negara sosialis seperti di Eropa dan beberapa negara di Asia, kesenjangan pendapatan tidak terlalu tinggi, akan tetapi setiap orang dijamin hak-hak dasarnya. Lambat laun melalui proses dan waktu mereka tumbuh menjadi negara industri dan menjual produknya ke berbagai penjuru dunia. Konflik perburuhan di semua negara sebenarnya akan senantiasa bermuara pada kepentingan politik dan ekonomi. Konflik pada kepentingan ekonomi terletak pada tarik menarik kepentingan individu (institusi rumah tangga) yang menyediakan tenaga kerja dan kepentingan pemilik kapital yang menyediakan lapangan kerja. Kepentingan tenaga kerja tidak semata menuntut akan pendapatan yang layak, melainkan tuntutan atas kesejahteraan. Demikian pula halnya 1

description

Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Transcript of Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Page 1: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

PERMASALAH BURUH DI INDONESIA: MASALAH YANG TAK TERSENTUH

Demo/aksi buruh buruh kembali mengepung ibukota yang membuat warga ibukota menjadi semakin tidak nyaman. Melihat cara penyelesaian yang dimediasi oleh pemerintah nampaknya masalah buruh di negeri ini sulit akan kunjung usai. Perburuhan nasional selalu saja mempermasalahkan aspek kelayakan upah minimum yang tidak pernah terjadi kesepakatan antara pihak buruh dan pengusaha. Bagaimana melihat permasalahan buruh di negeri ini dan apakah sekiranya yang disebut masalah tak tersentuh?

Sampai kapan pun tidak akan pernah ada yang disebut kesepahaman nyata antara buruh dan pemilik modal (pengusaha). Di negara manapun, kesepakatan perburuhan merupakan upaya politik yang kemudian disekapakati atau tidak disepakati secara politik. Upah minimum di Indonesia hanya dilandasi survei regional terhadap biaya kebutuhan hidup (living cost) dan biaya-biaya tambahan lainnya. Padahal, tidak semua orang memiliki kebutuhan yang sama. Apapun masalahnya, bahwa setiap orang harus menerima suatu kenyataan yang disebut kesepakatan upah.

Semua negara akan senantiasa bermasalah dengan perburuhan, kecuali beberapa negara penganut jalur komunis/sosialis. Di negara-negara komunis, kesejangan pendapatan relatif sangat rendah. Keseluruhan kapital dianggap milik negara dan dialokasikan untuk pendanaan kesejahteraan. Lain halnya di negara sosialis seperti di Eropa dan beberapa negara di Asia, kesenjangan pendapatan tidak terlalu tinggi, akan tetapi setiap orang dijamin hak-hak dasarnya. Lambat laun melalui proses dan waktu mereka tumbuh menjadi negara industri dan menjual produknya ke berbagai penjuru dunia.

Konflik perburuhan di semua negara sebenarnya akan senantiasa bermuara pada kepentingan politik dan ekonomi. Konflik pada kepentingan ekonomi terletak pada tarik menarik kepentingan individu (institusi rumah tangga) yang menyediakan tenaga kerja dan kepentingan pemilik kapital yang menyediakan lapangan kerja. Kepentingan tenaga kerja tidak semata menuntut akan pendapatan yang layak, melainkan tuntutan atas kesejahteraan. Demikian pula halnya dengan kepentingan pemilik kapital yang menginginkan untuk mengefektifkan biaya produksi agar dapat mengoptimalkan laba operasionalnya. Permasalahan perburuhan sesungguhnya harus dilihat dari sudut pandang ekonomi dengan melihat aliran pendapatan dan biaya seperti pada gambar di bawah ini.

1

Page 2: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Sektor rumahtangga (household) menginginkan untuk memperoleh pendapatan dengan memberikan kontribusi berupa produktivitas kepada pemilik modal. Tentu saja, pendapatan tersebut dianggap sepadan untuk memenuhi hak-hak dasarnya sebagai warga negara, yaitu kesejahteraan. Biaya hidup (living cost) yang selama ini menjadi pedoman pengukuran standarisasi upah minimum hanyalah mengukur ongkos kebutuhan pokok sehari-hari. Sementara itu, biaya hidup bukanlah ukuran yang memiliki sifat statis, akan tetapi akan senantiasa dinamis mengikuti perubahan atas harga (inflasi).

Dari sisi swasta/korporasi akan menganggap komponen upah/gaji sebagai bagian dari komponen biaya produksi. Pemilik kapital menginginkan untuk mengoptimalkan perolehan laba bersihnya. Produktivitas yang diberikan oleh tenaga kerja diharapkan akan dapat memberikan manfaat (benefit) untuk mengoptimalkan output dan menopang strategi bersaing. Fakta tadi harus dipandang dengan secara realistis, apabila masalah perusahaan tidak semata mengenai input dan output semata.

Belum lama setelah menggantikan Gus Dur (Alm.), Presiden Megawati Soekarnoputri mensahkan undang-undang mengenai pelaksanaan outsourcing. Dikeluarkannya regulasi tersebut dianggap sebagai jalan tengah di tengah kebuntuan tarik-menarik kepentingan buruh dan pengusaha. Langkah Megawati ini kemudian menjadi sasaran tembak lawan-lawan politiknya, sehingga menenggelamkan citranya di Pilpres 2004. Tidak banyak pihak yang mengetahui sesuatu yang sesungguhnya melatarbelakangi regulasi mengenai outsourcing. Tidak banyak pula yang menanyakan mengapa pemerintah tidak mampu menekan pengusaha.

Sekitar tahun 2010 lalu sempat ada beredar isu apabila upah tenaga kerja di Indonesia dianggap paling murah. Isu yang ternyata merupakan data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam brosur resmi menyebutkan apabila upah tenaga kerja di Indonesia masih lebih murah ketimbang China, India, Thailand, Malaysia, Philipina, bahkan Vietnam. BKPM memanfaatkan data tersebut untuk menjadi daya tarik investasi di Indonesia. Ini adalah fakta yang tidak bisa dikesampingkan apabila hendak memberikan penjelasan tentang permasalahan perburuhan di Indonesia.

Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, bahwa perusahaan tidak hanya diwajibkan membayarkan upah buruh/pekerja, melainkan memiliki kewajiban pula untuk memenuhi kesejahteraan. Pihak BPKM boleh saja mengklaim upah buruh di Indonesia murah, akan tetapi tingkat upah yang juga turut diatur oleh pemerintah dianggap masih memberatkan pengusaha nasional. Seberapa besar kemungkinan untuk kondisi saat ini bagi suatu perusahaan yang baru berdiri dan tergolong UKM dapat memenuhi standar upah minimum regional? Kemudian mereka diwajibkan pula untuk menyelenggarakan paket kesejahteraan bagi para buruh atau pekerjanya.

Upah layak sesungguhnya tidak pernah terjadi di negeri ini, kecuali yang disebut upah murah. Sekalipun ada yang disebut standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), akan tetapi ukuran statistik tersebut belum tentu merepresentasikan kebutuhan hidup layak yang sesungguhnya dari masing-masing individu. Saya ambil suatu ilustrasi, jika terdapat 100 orang pekerja, terdapat di antaranya 30 orang yang memiliki persepsi mampu untuk memenuhi kebutuhan minimum, sebanyak 50 orang membutuhkan standar hidup layak yang lebih tinggi, dan sisanya mampu menerima keduanya. Indikator KHL belum sepenuhnya mencerminkan setidaknya kebutuhan dasar. Kebanyakan pendapatan para buruh/pekerja lebih sering habis teserap untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pelanggaran atas kesepakatan upah oleh pihak perusahaan yang menjadi salah satu penyebabnya.

2

Page 3: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Pihak perusahaan tidak bisa disalahkan begitu saja, karena mereka tidak hanya berorientasi pada pengelolaan biaya produksi. Jika melihat dari sudut pandang organisasi bisnis, maka perusahaan akan menghadapi biaya-biaya yang tidak hanya berasal dari faktor internal, melainkan dapat pula datang dari faktor eksternal (di luar perusahaan). Inflasi nasional/regional akan berdampak langsung pada keputusan manajemen perusahaan. Fakta yang tidak bisa diabaikan pula, bahwa produktivitas nasional masih lebih rendah dibandingkan dengan China, Malaysia, maupun Thailand. Saya bisa katakan apabila iklim usaha di negeri ini sangat jauh dari kondusif.

Fakta yang tidak bisa dikesampingkan, apabila daya saing produk di dalam negeri relatif masih rendah. Beberapa bulan yang lalu, pemerintah telah membuka departemen baru yang disebut Departemen Pariwisata dan Perekonomian Kreatif. Sektor perekonomian kreatif relatif masih baru berkembang di negeri ini. Sekalipun memiliki keunggulan komparatif, akan tetapi pelaku usaha dituntut senantiasa mengkedepankan inovasi. Tentu saja, inovasi akan menciptakan biaya yang tidak sedikit. Jika mau kompetitif di pasar internasional, maka pelaku uaha perekonomian kreatif dituntut pula mengkdepankan keunggulan kompetitifnya. Satu-satunya elemen biaya yang masih bisa dikompromikan hanyalah upah pekerja.

Perekonomian biaya tinggi dituding pula menyebabkan iklim usaha menjadi sangat tidak kondusif. Para pelaku usaha (pemilik kapital) tidak hanya harus mengelola produksi maupun persaingan, akan tetapi harus dihadapkan dengan biaya ekonomi tinggi. Sebut saja di antaranya biaya birokrasi yang dianggap masih menjadi beban bagi pengusaha, termasuk di antaranya masih maraknya praktik pungutan liar. Tidak mengherankan apabila pelanggaran atas kesepakatan upah oleh pengusaha didukung (dilindungi) oleh pihak aparatur pemerintahan sendiri. Asosiasi buruh tidak bisa berbuat banyak, karena para pengusaha sudah dilindungi oleh aparat keamanan, baik kepolisian maupun TNI. Bisa dibayangkan ongkos yang harus dibayarkan oleh pengusaha untuk menutup ekonomi biaya tinggi.

Dari pemerintah sendiri justru memiliki kepentingan langsung atas rendahnya tingkat upah di dalam negeri. Seperti yang rilis brosur yang dilansir oleh BKPM yang ketika itu masih dipimpin oleh Gita Wirijawan mencoba memanfaatkan rendahnya upah sebagai daya tarik investasi asing. Pemerintah nampaknya kurang serius menanggapi keluhan pengusaha (melalui APINDO) yang sesungguhnya menyoroti masalah ekonomi biaya tinggi. Dapat dikatakan pula apabila rendahnya upah buruh/pekerja di Indonesia tidak lain mencerminkan konsekuensi atas bentuk kondisi perekonomian berbiaya tinggi.

Mungkin kita bisa mencontoh hubungan industrial yang selama diterapkan di Jerman. Ketika Eropa memasuki masa krisis di era 1960an yang menimpa kalangan industri, hanya Jerman yang tidak terjadi pergolakan buruh. Pemerintah Jerman membuka saluran komunikasi yang ketika itu diharapkan mampu menjembatani kepentingan pengusaha dan buruh. Para manajer membuka semua masalah perusahaan kepada pekerja/buruh dan mempersilahkan buruh untuk turut memberikan sikap manajemen. Para buruh tadi diajak untuk turut mengatur kebijakan pengelolaan perusahaan. Musyawarah untuk mufakat memang sudah seharusnya dikedepankan untuk menyelesaikan masalah perburuhan di negeri ini. Masing-masing pihak harus terbuka dengan masalahnya maupun kepentingannya.

3

Page 4: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

2,8 Juta Buruh Ancam Mogok Nasional

Para Buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 3 Oktober 2012 apabila tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing, menolak upah murah, dan pelaksanaan jaminan kesehatan tidak dikabulkan.

"Kami akan melakukan mogok bekerja yang Insya Allah akan kita lakukan pada tanggal 3 Oktober sampai dengan 20 Oktober 2012, kalau tidak ada tanggapan dari pemerintah," kata Koordinator Aksi dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Baris Silitonga, saat aksi demo di kantor Kemenakertrans di Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Menurut Baris, tuntutan menghapus sistem outsourcing yang selama ini diberlakukan, karena tidak sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu, mereka tidak ingin ada lagi buruh yang bekerja dengan sistem outsourcing di sektor nonformal, formal, manufaktur ataupun non manufaktur.

"Sebenarnya, Menteri (Menakertrans Muhaimin Iskandar) sudah mengeluarkan moratorium mengenai outsourcing. Namun hal itu justru mengecewakan kami karena hanya melarang perusahaan outsourcing yang baru, sedangkan yang sudah lama dan menyalahi aturan tetap diperbolehkan," sesalnya.

Mengenai upah murah, Baris meminta Menakertrans untuk memberi upah yang layak sesuai dengan kehidupan sehari-hari para buruh. Selain itu, pemerintah juga dituntut memberlakukan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia.

"Menurut undang-undang, 1 Januari 2014 seluruh warga negara Indonesia berhak menerima jaminan kesehatan, bukan pada tahun 2019 seperti yang disampaikan Presiden dalam nota APBN pada 16 Agustus lalu," kata Baris.

Baris menyebut aksi buruh di depan kantor Kemenakertrans Kamis (27/9/2012) ini merupakan aksi pemanasan sebelum aksi mogok nasional yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2012. Rencananya sekitar 2,8 juta buruh dari seluruh Indonesia akan melakukan mogok jika tidak ada respon dari pemerintah

Sebanyak 23.000 buruh akan ikut serta dalam aksi mogok kerja, Rabu (3/10/12) besok. Rencananya, aksi pemogokan ini akan berlangsung dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WIB di tempat kerja masing-masing. Dari 23 ribu buruh ini terbagi menjadi empat kelompok.

"Dari wilayah DKI Jakarta ada 5.000 massa, Tangerang 5.000 massa, Bekasi 10.000 massa dan Depok 3.000 massa. Semua memiliki titik kumpul masing-masing," terang Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, Selasa (2/10/12) di Mapolda Metro Jaya.

Lima ribu massa di DKI Jakarta direncanakan akan bergerak menuju Bundaran HI dan Istana Presiden, sementara tiga ribu massa Depok akan bergerak menuju DPRD Kota Depok untuk mengadakan unjuk rasa menuntut penghapusan outsourcing dan upah murah.

Menurut Rikwanto, tindak unjuk rasa tersebut merupakan hal yang wajar. Menyampaikan pendapat di depan umum telah dilindungi undang-undang.

"Namun kita sama-sama koordinasi agar jangan sampai terjadi tindak anarkisme atau mengganggu aktivitas masyarakat," jelasnya.

4

Page 5: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Ia juga menegaskan adanya koordinasi antara pihak kepolisian dengan tiap-tiap koordinator lapangan di tiap wilayah.

"Para peserta mogok kerja sudah menyiapkan korlap yang berpakaian beda, nanti mereka yang akan mengatur agar peserta tetap bisa tertib di kawasan masing-masing. Nanti polisi akan berkoordinasi dengan para korlap ini," pungkasnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengimbau perusahaan untuk tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa pada 3 Oktober 2012 besok.. Hal ini dikemukakan jajaran petinggi Apindo terkait rencana aksi mogok buruh nasional Rabu (3/10/2012).

"Namun demikian keputusan akhirnya terkait kebijakan dimaksud diserahkan sepenuhya kembali kepada perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi masing-masing," sebut Sekretaris Umum Apindo Suryadi Sasmita dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (2/10/2012).

Suryadi menyatakan, pihaknya juga mengimbau perusahaan untuk mengupayakan Lembaga Kerjasama (LKS) bipartit dengan serikat pekerja masing-masing, agar pekerja tidak turut serta dalam kegiatan mogok nasional. "Sehingga tidak mengganggu operasional perusahaan dan tetap menjaga untuk tetap kondusif," tambah dia.

Terkait pengamanan, ia menambahkan, kepolisian dalam hal ini Kapolri dan Wakapolda sudah menyetujui permintaan Apindo untuk melakukan pengamanan kepada perusahaan, untuk menghindari tindakan sweeping, penyanderaan maupun intimidasi.

Sebelumnya para buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 3 Oktober 2012 apabila tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing, menolak upah murah, dan pelaksanaan jaminan kesehatan tidak dikabulkan.

Apindo: Upah Buruh Sudah Tinggi

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai upah buruh Indonesia sudah termasuk tinggi di kawasan Asia. Namun, jika kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) mencapai 15% maka perusahaan yang padat karya bisa terancam tutup.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, saat seminar Bank Dunia tentang Revitalisasi Pertumbuhan di Sektor Manufaktur Indonesia di Jakarta, Rabu (10/10).

"Upah buruh kita sudah tinggi sekali di Asia, belum lagi kita bicara produktifitasnya, kita punya upah itu kalau sebenarnya take home pay kita itu sebenarnya tambah semua. Jangan lupakan upah minimum kita. di Luar negeri itu gak ada gaji ke-13. Kita ada, kita belum lagi bicara uang makan, uang transportasi, uang pensiun, dan lain-lain. Kita itu sebenarnya upah minimum itu kita membayar sebenarnya, itu rata-rata lebih dari 2 kali upah minimum itu," jelasnya, Rabu (10/10).

Sayangnya, kata dia, masalah upah selalu dilihat dari sisi berapa gaji buruh per bulan tetapi tidak melihat fasilitas yang diberikan pengusaha kepada buruh. "Jadi semua itu karena dipolitisasi akhirnya kita semua jadi confuse (bingung), kasihan kita ini, industri kita," cetusnya.

5

Page 6: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Sofjan menyatakan akan membahas masalah upah secara tripartit bersama pemerintah dan serikat buruh. "Ini juga kalau terjadi kenaikan upah minimum yang tinggi sekali, dengan hitungan 60 item itu untuk bisa naiknya daripada upah buruh itu, kalau enggak itu bisa di atas 15%. Saya pikir sebagian besar labour intensive kita akan tutup," ungkap dia.

Menurutnya, dengan ketidakpastian tersebut bisa mengurangi perusahaan asing yang membuka usaha di Indonesia. Dia mencontohkan perusahaan yang padat karya seperti merk Adidas yang harus menaikan harga atau berencana hengkang dari tanah air.

"Kita tuntutanya terus bertambah, suatu saat dia pindah, dan ini labour intensive yang menghadapi masalah utama dalam waktu tahun ini juga. Mereka akan memutuskan akan tetap tingal di Indonesia atau tidak tinggal di Indonesia, seiring dengan masalah kenaikan upah dan masalah outsourching ini," paparnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengimbau perusahaan untuk tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa pada 3 Oktober 2012 besok.. Hal ini dikemukakan jajaran petinggi Apindo terkait rencana aksi mogok buruh nasional.

"Namun demikian keputusan akhirnya terkait kebijakan dimaksud diserahkan sepenuhya kembali kepada perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi masing-masing," sebut Sekretaris Umum Apindo Suryadi Sasmita dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Suryadi menyatakan, pihaknya juga mengimbau perusahaan untuk mengupayakan Lembaga Kerjasama (LKS) bipartit dengan serikat pekerja masing-masing, agar pekerja tidak turut serta dalam kegiatan mogok nasional. "Sehingga tidak mengganggu operasional perusahaan dan tetap menjaga untuk tetap kondusif," tambah dia.

Terkait pengamanan, ia menambahkan, kepolisian dalam hal ini Kapolri dan Wakapolda sudah menyetujui permintaan Apindo untuk melakukan pengamanan kepada perusahaan, untuk menghindari tindakan sweeping, penyanderaan maupun intimidasi.

Sebelumnya para buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 3 Oktober 2012 apabila tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing, menolak upah murah, dan pelaksanaan jaminan kesehatan tidak dikabulkan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi kelompok buruh yang menggelar aksi demonstrasi di Jakarta. Aspirasi kelompok buruh yang melakukan aksi di depan Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, antara lain, penghapusan outsourcing dan perbaikan kesejahteraan.

"Kami mendapat laporan bahwa Direktur Jenderal Tenaga Kerja Irianto Simbolon telah siap bertemu buruh. Saat ini Beliau sudah di lapangan," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.

Belum lama ini, Presiden, kepada para wartawan, mengatakan, buruh secara moral harus diperlakukan dengan baik dan adil. Menurut Presiden, jika perekonomian di Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang, maka upah buruh juga perlu ditingkatkan.

6

Page 7: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Di samping itu, Presiden juga meminta agar pihak perusahaan, perwakilan buruh, dan pemerintah, merumuskan gaji buruh yang layak sesuai dengan biaya hidup di daerah tersebut. Tak lupa, besaran upah buruh juga perlu disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

"Tidak bisa diterima jika ada perusahaan besar, kemampuan besar, keuntungan besar, lantas tidak tergerak untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja," kata Presiden.

Regulasi Buruh Harus Segera Diselesaikan

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengatakan regulasi buruh menjadi masalah krusial yang harus segera diselesaikan di dalam negeri.

Meskipun, masalah lainnya seperti pembiayaan dan infrastruktur masih memberatkan industri manufaktur.

“Masalah yang paling krusial yang dihadapi sekarang menurut saya adalah masalah buruh. Besok kita bicarakan mengenai outsourcing. Sekarang yang menambah pusing kita adalah apakah menambah kerja buruh atau mengurangi buruh bekerja,” ujarnya, Rabu (10/10).

Kebijakan pemerintah terkait buruh dinilai Sofjan masih populis dan memberatkan pengusaha. Ketidakpastian regulasi akan mendorong industri yang padat karya merugi.

“Pengusaha itu ada batasnya dimana kita itu kalau sudah sampai kita rugi, tentu perusahaan tidak bisa (bayar buruh). Dan, dia mesti akhirnya memutuskan lebih baik impor, atau dia tutup pabriknya,” ujarnya.

Buruh Demo Cermin Kerja Buruk Pemerintah

Kinerja pemerintah menyelesaikan persoalan buruh masih buruk. Janji-janji pemerintah untuk memperbaiki nasib buruh baru sebatas retorika.

"Demo yang dilakukan para buruh mencerminkan buruknya kinerja pemerintah memperbaiki nasib pekerja," kata anggota Komisi IX DPR bidang tenaga kerja, Okky Asokawati, Kamis (4/10) kepada Republika.

Okky menyatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar lebih banyak berjanji ketimbang beraksi menghapus dan mengurangi sistem outsourcing. "Pemerintah lamban menyikapi permintaan buruh untuk penghapusan outsourcing, menolak upah murah dan iuran BPJS. Hanya retorika belaka," kata Okky.

Tuntutan buruh agar sistem kerja outsorching dihapus bisa dipahami. Outsourcing dirasa tidak adil dan tidak memberikan jaminan penghasilan serta karier kepada buruh. Apalagi, kata Okky, Kemenakertrans tidak meyediakan tenaga memadai untuk mengawasi mekanisme outsorcing di berbagai perusahaan.

7

Page 8: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

"Padahal di Kemenakertrans ada Direktorat Pembina Pengawas Ketenagakerjaan yang seharusnya dapat berkomunikasi dengan serikat buruh. Sehingga, demo buruh bisa dihindari," paparnya.

Menurut Okky demo yang dilakukan buruh juga tak lepas dari kegagalan pemerintah menginformasikan UU BPJS yang sudah disahkan. Akibatnya buruh tidak mendapatkan info akurat terkait sistem jaminan sosial yang akan dilaksankan oleh BPJS.

Jika pemerintah tidak pernah serius mengindahkan tuntutan buruh, bukan tak mungkin ekonomi Indonesia bakal terganggu. Pasalnya demo buruh yang dilakukan secara besar-besaran ditengarai Okky bisa membuat para investor berpikir ulang berinvestasi di Indonesia. "Harus dicari solusi terbaik yang menguntungkan pengusaha dan buruh," kata Okky

Buruh seharusnya jangan hanya sebatas menuntut kenaikan upah minimum buruh juga harus bisa meningkatkan produktivitasnya. "Saya minta juga ke serikat pekerja jangan lupa produktivitas dan efisiensi. Oke kalau Anda mau minta naik sekian puluh persen, saya bisa memberikan nilai tambah sekian persen.

ketika buruh memperjuangkan baik produktivitas maupun kenaikan upah itu akan terasa bagus. Akan menjadi kurang adil jika buruh hanya meminta kenaikan upah, sedangkan produktivitas tetap rendah.

kenaikan upah ini sebenarnya berat bagi sejumlah perusahaan. Ada perusahaan yang biaya buruhnya sudah tinggi. Apalagi, pasar ekspor sedang tidak bagus. Otomatis perusahaan menurunkan harga demi menyesuaikan daya beli di negara tujuan ekspornya. "Belum lagi (pasar) Timur Tengah. Timur Tengah juga kena masalah dengan gejolak politiknya sehingga ekspornya terganggu sebetulnya. Oleh karena itu, pengusaha akan menyerahkan masalah upah minimum ini ke pemerintah pusat untuk mengambil kebijakan.

8

Page 9: Permasalah Buruh Di Indonesia Masalah Yang Tak Tersentuh

Kesimpulan

Konflik perburuhan di semua negara sebenarnya akan senantiasa bermuara pada kepentingan politik dan ekonomi. Konflik pada kepentingan ekonomi terletak pada tarik menarik kepentingan individu (institusi rumah tangga) yang menyediakan tenaga kerja dan kepentingan pemilik kapital yang menyediakan lapangan kerja. Kepentingan tenaga kerja tidak semata menuntut akan pendapatan yang layak, melainkan tuntutan atas kesejahteraan. Demikian pula halnya dengan kepentingan pemilik kapital yang menginginkan untuk mengefektifkan biaya produksi agar dapat mengoptimalkan laba operasionalnya

Upah layak sesungguhnya tidak pernah terjadi di negeri ini, kecuali yang disebut upah murah. Sekalipun ada yang disebut standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), akan tetapi ukuran statistik tersebut belum tentu merepresentasikan kebutuhan hidup layak yang sesungguhnya dari masing-masing individu. Saya ambil suatu ilustrasi, jika terdapat 100 orang pekerja, terdapat di antaranya 30 orang yang memiliki persepsi mampu untuk memenuhi kebutuhan minimum, sebanyak 50 orang membutuhkan standar hidup layak yang lebih tinggi, dan sisanya mampu menerima keduanya. Indikator KHL belum sepenuhnya mencerminkan setidaknya kebutuhan dasar. Kebanyakan pendapatan para buruh/pekerja lebih sering habis teserap untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pelanggaran atas kesepakatan upah oleh pihak perusahaan yang menjadi salah satu penyebabnya.

Pihak perusahaan tidak bisa disalahkan begitu saja, karena mereka tidak hanya berorientasi pada pengelolaan biaya produksi. Jika melihat dari sudut pandang organisasi bisnis, maka perusahaan akan menghadapi biaya-biaya yang tidak hanya berasal dari faktor internal, melainkan dapat pula datang dari faktor eksternal (di luar perusahaan). Inflasi nasional/regional akan berdampak langsung pada keputusan manajemen perusahaan. Fakta yang tidak bisa diabaikan pula, bahwa produktivitas nasional masih lebih rendah dibandingkan dengan China, Malaysia, maupun Thailand.

9