PERLINDUNGAN HUKUM TERKAIT RIWAYAT KESEHATAN …
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERKAIT RIWAYAT KESEHATAN …
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
55
PERLINDUNGAN HUKUM TERKAIT RIWAYAT KESEHATAN
PASIEN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 14
TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Andi Nurhana
Email: [email protected]
Universitas Tadulako
Abstrak
Pengaturan dan penyelenggaraan sistem informasi publik dilaksanakan oleh Pemerintah,
termasuk sistem informasi kesehatan. Pengembangan sistem informasi kesehatan yang
dilakukan melalui sistem pelaporan, pendataan dan pemetaan kasus-kasus kesehatan,
termasuk kejadian penyakit. Melalui sistem informasi kesehatan inilah pemerintah
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh hak akses terhadap pelayanan
kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hak atas informasi
kesehatan sendiri merupakan hak dasar sosial yakni the rights to health care yang bersumber
dari hak asasi manusia. Sementara itu, dalam pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas
rahasia medis (medical secrecy). Pada Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik,
diatur pula bahwa informasi kesehatan termasuk informasi publik, tetapi informasi kesehatan
yang berisi data kesehatan seseorang termasuk informasi yang dikecualikan untuk dibuka
kepada publik. Bagaimana jika hal tersebut terkait dengan medikolegal yang mana
mengharuskan seorang dokter untuk membuka rekam medis pasien untuk kepentingan
hukum.
Kata Kunci: Keterbukaan Informasi Publik; Medikolegal; Rahasia Kedokteran; Sistem
Informasi Publik
PENDAHULUAN
Demokrasi secara sederhana diartikan
sebagai pemerintahan oleh rakyat.
Demokrasi berdiri berdasarkan asumsi
bahwa dalam sebuah negara yang berdaulat
adalah rakyat. Secara teoritis, demokrasi
mendapatkan pembenaran berdasarkan teori
perjanjian sosial membentuk organisasi
negara untuk kepentingan seluruh rakyat (res
publica). Dari sisi hukum, perjanjian tersebut
terwujud dalam bentuk konstitusi sebagai
hukum tertinggi yang mendapatkan otoritas
dari constituent power, yaitu rakyat itu
sendiri.
Sebagai wujud dari ide kedaulatan
rakyat, dalam sistem demokrasi harus
dijamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya
memiliki negara dengan segala
kewenangannya untuk menjalankan semua
fungsi kekuasaan negara, baik di bidang
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Rakyatlah yang sesungguhnya berwenang
merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
56
melakukan pengawasan serta menilai
pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1
Jika publik tidak mengetahui segala
sesuatu tentang penyelenggaraan negara,
maka dengan sendirinya tidak dapat
menjalankan fungsi kedaulatannya.
Akibatnya, negara menjadi organ yang
terpisah dan otonom dari publik.
Pemerintahan berubah menjadi pemerintahan
birokratik otoriter.2 Demokrasi mensyaratkan
adanya keterbukaan , seperti keterbukaan
informasi publik. Keterbukaan atau
transparansi dalam perkembangannya
menjadi salah satu prinsip atau pilar negara
demokrasi demi terwujudnya kontrol sosial.
Transparansi dan kontrol sosial dibutuhkan
untuk dapat memperbaiki kelemahan
mekanisme kelembagaan demi menjamin
kebenaran dan keadilan. Partisipasi secara
langsung sangat dibutuhkan karena
mekanisme perwakilan di parlemen tidak
selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya
saluran aspirasi rakyat. Ini adalah bentuk
representation in ideas yang tidak selalu
inherent dalam representation in presence.3
1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta:
Konstitusi Press, hlm. 144.
2Roberto Mangabeira Unger, Law In Modern
Society: Toward a Criticism of Social Theory,
(New York: The Free Press, 1976), hlm. 58.
3Asshiddiqie, Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, hal. 161-162.
Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang
menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah
satu cirri negara demokrasi modern. Robert A. Dahl,
Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek
Demokrasi Secara Singkat, Judul Asli: On
Hak atas informasi atau right to know
merupakan hak fundamental yang menjadi
perhatian utama para perumus DUHAM.
Pada 1946, majelis umum Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) menilai bahwa hak ini
penting bagi perjuangan hak-hak yang
lainnya. Hak ini menjadi sokoguru
pemerintahan yang transparan dan
partisipatoris, yang dengannya menyediakan
jalan lempang bagi tersedianya jaminan
pemenuhan hak-hak fundamental dan
kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu
pula, maka hak atas informasi sebagai bagian
dari kebebasan berpendapat kemudian
dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM). Di dalam
Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan berpendapat
dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup
kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu
pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk
mencari, menerima dan menyampaikan
informasi dan buah pikiran melalui media
apa saja dan tanpa memandang batas-batas
wilayah.
Penguatan atas hak informasi ini
dinyatakan dalam Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik 1966
(Kovenan Sipol) yang sudah diratifikasi
melalui UU No. 12 Tahun 2005 Tentang
Pengesahan Internasional Covenant On Civil
and Political Rights (Kovenan Internasional
Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hlm .118.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
57
tentan Hak-hak Sipil dan Politik). Di dalam
Pasal 19 Kovenan Sipol dinyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan untuk
menyatakan pendapat; hak ini termasuk
kebebasan untuk mencari, menerima dan
memberikan informasi dan ide apapun, tanpa
memperhatikan medianya, baik secara lisan,
tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam
bentuk seni, atau melalui media lainnya,
sesuai dengan pilihannya. Norma yang
tercantum di dalam instrumen-instrumen
pokok ini mengikat Negara Indonesia dan
berlaku sebagai hukum nasional (supreme
law of the land). Pemerintah Indonesia
selanjutnya mempunyai kewajiban untuk
menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut.
Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga
bentuk, yaitu menghormati (to respect),
melindungi (to protect) dan memenuhi (to
fulfil). Kewajiban untuk menghormati
(obligation to respect) adalah kewajiban
negara untuk menahan diri untuk tidak
melakukan intervensi, kecuali atas hukum
yang sah (legitimate).
Terhadap hak atas informasi juga
berlaku batasan tersebut. Batasan untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan
hak dan kebebasan orang lain, keadilan,
pertimbangan moral, dan nilai-nilai agama
adalah batasan yang terkait dengan informasi
privat. Sedangkan batasan berdasarkan
pertimbangan keamanan dan ketertiban
umum adalah batasan dalam lingkup
informasi publik. Dalam proses perjanjian
sosial, tidak semua hal masuk dalam wilayah
yang diperjanjikan. Terdapat hal-hal yang
sifatnya pribadi yang tetap menjadi masalah
tiap-tiap orang. Informasi yang sifatnya
pribadi tersebut pada prinsipnya bersifat
rahasia. Hal ini diakui dalam Pasal 28G
UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
bendanya.
Untuk menjamin kepastian hukum,
serta jaminan pelaksanakan hak rakyat untuk
mendapatkan informasi publik tersebut
khususnya terhadap kinerja pemerintah
dalam hal penyelenggaraan negara atau
pemerintahannya, maka dibentuklah
peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Keterbukaan Informasi
Publik, yakni Undang-Undang Republik
Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (yang
selanjutnya disebut UU KIP), (LNRI No. 61
Tahun 2008, TLNRI No. 4846) ,
Hadirnya UU KIP merupakan tonggak
penting bagi perkembangan demokrasi di
Indonesia. Sebagai sebuah bentuk freedom of
information act , undang-undang ini
mengatur pemenuhan kebutuhan informasi
yang terkait dengan kepentingan publik.
Kehadiran UU KIP sekaligus memberikan
penegasan bahwa keterbukaan informasi
publik bukan saja merupakan bagian dari hak
asasi manusia secara universal, namun juga
merupakan Constitutional Rights
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
58
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F
UUD NRI 1945 bahwa “setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengelola, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Hal ini menjadi
penting agar pelayanan publik yang
notabene dilaksanakan oleh pemerintah bisa
berjalan dengan baik.
Adanya keterbukaan informasi,
menjadikan semua hal seolah menjadi
“layak” bahkan “harus” diketahui oleh
masyarakat (setiap orang), sehingga batas
antara ruang pribadi dan ruang publik
menjadi sangat tipis.
hal ini akan menimbulkan persoalan
hukum yang cukup serius jika ternyata
informasi yang dimaksud menyangkut
tentang kondisi kesehatan seseorang
(pasien). Informasi menyangkut data diri
pasien adalah hal yang berhubungan dengan
rahasia pasien (rahasia medis/rahasia
kedokteran). Rahasia kedokteran merupakan
hak pasien yang harus dihormati. Jika hal ini
dilanggar maka akan timbul tanggung jawab
hukum berupa sanksi bagi yang
membukanya. Mengingat pentingnya rahasia
kedokteran yang merupakan salah satu hak
pasien tersebut, maka diaturlah hak atas
rahasia medis ini dalam beberapa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan,
terutama dalam Undang-undang (UU)
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Pratek
Kedokteran (UU Praktek Kedokteran).
METODE
Tipe Penelitian
Dalam berbagai literarur yang
membahas tentang metodologi penelitian
hukum, terdapat dua jenis tipe penelitian,
yaitu tipe penelitian hukum normatif dan tipe
penelitian hukum empiris. Dalam penelitan
ini, peneliti merujuk pada metode penelitian
yang bertipe penelitian hukum normatif
dengan dukungan bahan-bahan hukum
terkait dengan isu hukum dalam penelitian
ini.
Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum, dikenal
beberapa jenis bahan hukum.
Pengklasifikasian bahan hukum tersebut
sebagaimana peneliti maksud dan gunakan
dalam penelitian ini ialah Bahan Hukum
Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan
Hukum Tertier. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat
autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan
hukum primer merupakan bahan hukum
yang bersifat mengikat dan resmi, meliputi
peraturan perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan. Bahan
hukum sekunder adalah bahan hukum yang
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
59
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang
bahan hukum primer yang merupakan semua
publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi,
meliputi buku-buku teks, makalah-makalah
hukum, artikel dalam berbagai majalah
ilmiah dan jurnal-jurnal hukum. Sedangkan
bahan hukum tertier adalah bahan hukum
yang memberikan petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, meliputi kamus,
ensiklopedia indeks kumulatif dan
sebagainya.
Analisis Bahan Hukum
Keseluruhan bahan-bahan hukum yang
telah dikumpulkan dan di inventarisasi
tersebut kemudian akan diolah dan dianalisis
secara mendalam sehingga diperoleh ratio
decidendi mengenai persoalan hukum yang
diteliti. Bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder maupun bahan hukum tertier yang
telah disinkronisasi secara sistematis
kemudian dikaji lebih lanjut berdasarkan
teori-teori hukum yang ada sehingga
diperoleh rumusan ilmiah untuk menjawab
persoalan hukum yang dibahas dalam
penelitian hukum ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hak- Hak Pasien dan Bentuk
Perlindungan Hukumnya dalam
Pelayanan Medis
I. Hak atas informasi medik
Dalam hal ini pasien berhak
mengetahui segala sesuatu yang berkaitan
dengan keadaan penyakit, yakni tentang
diagnosis, tindak medik yang akan
dilakukan, risiko dari dilakukan atau tidak
dilakukannya tindak medik tersebut.
Informasi medik yang berhak diketahui
pasien, termasuk pula identitas dokter yang
merawat serta aturan- aturan yang berlaku di
rumah sakit tempat ia dirawat (misalnya
tentang tarif dan cara pembayarann pada
rumah sakit tersebut) Dokter dapat menahan
informasi medik, apabila hal tersebut akan
melemahkan daya tahan pasien4
II. Hak memberikan persetujuan
tindakan medik
Persetujuan tindakan medik merupakan
hal yang sangat prinsip dalam hukum
kedokteran. Dari sudut perdata, hubungan
professional dokter pasien merupakan suatu
kontrak terapeutik dan dengan demikian
hukum perikatan berlaku sepenuhnya, hanya
saja perlu diingat bahwa kontrak terapeutik
itu bukanlah perikatan berdasarkan hasil
(resultaatsverbintennis), melainkan termasuk
dalam kategori perikatan berdasarkan upaya /
usaha yang maksimal
(inspanningverbintennis). Dapat disebut
wanprestasi (ingkar janji) apabila salah satu
pihak tidak melaksanakan,terlambat
4 Chrisdiono M. , Pernak – Pernik Hukum
Kedokteran:Melindungi Pasien dan Dokter, Jakarta:
Widya Medika,1996, hlm 5.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
60
melaksanakan atau salah melaksanakan hal
yang diperjanjikan.
Hak atas informasi medik dan Hak
memberikan persetujuan tindakan medik
umumnya disebut sebagai “informed
consent”.
III. Hak atas rahasia medis
Rahasia medis adalah salah satu hak
dari hak pasien sekaligus merupakan
kewajiban sebagai tenaga kesehatan.
Menurut CST. Kansil, rahasia medis adalah
segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang seperti.5
1. Tenaga kesehatan yang menurut
undang – undang kesehatan;
2. Mahasiswa kedokteran, mahasiswa lain
yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan/ atau
perawatan serta orang lain yang di
tetapkan oleh menteri kesehatan,
dan pengetahuan tersebut harus
dirahasiakan oleh orang – orang di
atas, kecuali apabila sesuatu peraturan
lain yang sederajat atau lebih tinggi
daripada peraturan pemerintah yang
menentukan.
IV. Hak untuk menolak pengobatan atau
perawatan serta tindak medik
Beberapa penulis menyebut hak ini
sebagai hak untuk memutusakan hubungan
5
Hendrik ,Etika & Hukum Kesehatan,Jakarta : EGC, 2011, hlm 11.
dokter – pasien dan hal ini memeberikan
keleluasan kepada pasien untuk memperoleh
alternatif tindak medik yang lain hak ini
merupakan perwujudan pasien untuk
menentukan nasibnya sendiri (The Right of
Self-determination) Dengan demikian dokter
atau rumah sakit tidak boleh memaksa pasien
untuk menerima suatu tindak medik
tertentu, melainkan dokter harus menjelaskan
risiko atau kemungkinan yang terjadi bila
tindak medik itu dilakukan. Bila setelah
menerima penjelasan pasien tetap menolak,
maka pasien harus menandatangani
penolakannya itu.
V. Hak atas second opinion
Dalam usaha mendapatkan “second
opinion” dari dokter lain, maka dokter
pertama tidak perlu tersinggung, demikian
pula dengan keputusan pasien setelah
mendapatkan “second opinion”. Tentu saja
akibat yang timbul dari perbuatan pasien
itu merupakan konsekuensi pasien itu
sendiri.
VI. Hak untuk mengetahui isi rekam
medik (Inzagerecht)
Secara umum telah diketahui bahwa
pasien adalah pemilik isi rekam medik, tetapi
dokter atau rumah sakit adalah pemilik
berkas rekam medik serta bertanggung jawab
sepenuhnya atas rekam medik tersebut.
Apabila pasien menghendaki keluarga atau
pengacaranya untuk mengetahui isi rekam
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
61
tersebut, maka pasien harus membuat surat
ijin tertulis atas surat kuasa untuk itu.
Berdasarkan ijin itu, dokter atau rumah sakit
dapat memberikan ringkasan atau fotokopi
rekam medik tersebut, meskipun dokter atau
rumah sakit harus tetap menjaga rekam
medik tersebut dari orang yang tidak berhak.
Di beberapa negara yang menganut
kebebasan individu secara mutlak, hak ini
dilaksanakan dengan ketat, sehingga seorang
suami (misalnya) tidak bisa demikian saja
memperoleh rahasia medik istrinya. Hak-hak
pasien atas rekam medis ini muncul karena
pasien adalah pemilik dari rekam medis
yang telah diisi. Pada saat masa
pengobatan pasien di suatu sarana
pelayanan kesehatan telah selesai, pasien
tersebut berhak atas informasi mengenai
rekam medisnya, dan dari segi praktis hal
ini memberikan hak untuk memeriksa
dan membuat fotocopy. Walaupan pasien
telah menerima informasi mengenai
rekam medisnya, pihak sarana pelayanan
kesehatan tetap wajib menjaga kerahasiaan
rekam medis pasien, mengingat rekam
medis merupakan unsur dari kerahasiaan
kedokteran.
Agar menjadi lebih jelas, hak-hak
pasien atas rekam medis akan diulas lebih
lanjut dalam uraian seperti yang diatur
dalam undang- undang praktek kedokteran
di bawah ini:
Hak Akses Pasien Terhadap Isi
Rekam Medis
Hak akses pasien terhadap isi dari
rekam medisnya merupakan kalanjutan dari
hak atas badan sendiri. Hak akses ini
memastikan wewenang pasien untuk
melihat atau mengcopy data rekam
medisnya sendiri. Menurut J. Guwandi,
dasar dari hak akses pasien terhadap
rekam medisnya adalah:6
a. Data medik yang tercantum di dalam
berkas rekam medis adalah data-
data pribadi pasien yang merupakan
tindak lanjut dari pengungkapan
penayakit yang dideritanya oleh
pasien kepada dokternya. Oleh karena
itu pasien pun berhak untuk
memperoleh informasi untuk
mengetahui apa-apa saja yang telah
dilakukan terhadap dirinya dalam
rangka penyembuhannya.
b. Hubungan hukum yang ada antara
pasien dan dokter untuk berusaha
menyembuhkan
(inspanningsverbintenis). Untuk
mengetahui usaha dokter tersebut,
pasien dapat melihat berkas rekam
medisnya. Di dalam prakteknya hak
akses pasien terhadap rekam
medisnya hanya dapat terwujud
dengan memberikan fotocopynya.
6 Guwandi. Hukum Medik. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 1992, hlm. 51-52.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
62
c. Kelanjutan dari hak-hak asasi
manusia. Hak akses pasien terhadap
medical record adalah sebagai
kelanjutan dari kewajiban dokter
untuk memberi informasi kepada
pasien. Apabila pasien boleh
mengetahui apa yang dideritanya,
maka pasien itu pun boleh
mengetahui pengobatannya.
d. Dokter berkewajiban untuk
menyerahkan berkas rekam medis
yang telah diisi pada petugas rumah
sakit bagian rekam medis. Dalam
proses pelaksanaan upaya pengobatan
terhadap seorang pasien di sarana
pelayanan kesehatan, hubungan
hukum antara tenaga kesehatan dan
pasien merupakan suatu hubungan
berdasarkan usaha yang maksimal
(inspanningsverbintenis). Usaha
maksimal itu dapat diwujudkan
dengan melakukan tindakan
berdasarkan keahlian sesuai dengan
standar profesi medis.7
Oleh karena segala tindakan tersebut
berkaitan dengan jiwa seorang pasien,
maka jelas bahwa pasien berhak untuk
mengetahui segala tindakan serta
pengobatan apa saja yang telah dilakukan
dan diberikan kepadanya. Hal ini
berkaitan juga dengan dengan kewajiban
7 Bekti Suryani. Paduan Yuridis Penyelenggeraan
Praktek Kedokteran. Dunia Cerdas. Yogyakarta, 2013. Hlm,
107.
pasien untuk membayar biaya perawatan
yang pada umumnya ditentukan
berdasarkan banyaknya obat-obatan yang
dikonsumsi oleh pasien, jumlah dokter yang
menangani, terapi- terapi yang sudah
dijalani, juga lamanya perawatan.8
Keseluruhan data tersebut dicatat secara
lengkap di dalam berkas rekam medis. Oleh
karena itu, kepada pasien diberikan hak
untuk mengakses materi / data rekam
medis, sehingga tidak akan ada keraguan
yang timbul mengenai tindakan-tindakan
medis yang telah diterimanya serta
besarnya biaya perawatan yang dibebankan
kepadanya.
Hak Atas Kerahasiaan Rekam
Medis
Salah satu hak sekunder dalam bidang
kesehatan adalah hak atas privacy. Inti dari
hak ini adalah suatu kewenangan untuk tidak
diganggu. Setiap orang berhak untuk tidak
dicampuri urusan pribadinya oleh orang lain
tanpa persetujuannya. Termasuk juga bebas
dari penderitaan yang tidak
dikehendakinya.
Hak atas privacy ini melahirkan hak
atas rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran
secara singkat dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang menyangkut keadaan diri
pasien berkaitan dengan penyakitnya yang
disadari atau tidak disampaikan kepada
8 Darda Syahrizal & Senja Nilasari. Undang-
Undang Praktek Kedokteran & Aplikasinya. Dunia Cerdas, Jakarta, 2013, hlm. 33.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
63
dokter, atau dapat juga diartikan sebagai
segala sesuatu yang diketahui oleh dokter
dalam rangka mengobati atau merawat
pasien.
B. Rahasia Kedokteran
Menurut pendapat ahli, yang dimaksud
dengan rahasia kedokteran adalah:
1. Segala sesuatu yang oleh pasien secara
sadari atau tidak disadari disampaikan
kepada dokter, dan
2. Segala sesuatu yang oleh dokter
diketahuinya dalam rangka mengobati
atau merawat pasien.
Dalam pelayanan kesehatan, dokter
memperoleh informasi penyakit pasien yang
sesungguhnya merupakan sesuatu yang
sifatnya privasi yang terpaksa
disampaikan kepada dokter demi
kesembuhan penyakitnya. Sejak dulu,
rahasia pasien ini tetap terjaga dan terjamin
di tangan kalangan tenaga kesehatan. Dalam
hal ini, harus dibedakan antara “berkas” yang
memuat rahasia medis dan “isi” (materi dari
berkas rekaman medis tersebut). Rahasia
kedokteran adalah rahasia dibidang
kedokteran, dan bukan rahasia sang dokter.
Kata “kedokteran” (dibandingkan dengan
istilah „dokter‟) dalam kaitan ini adalah
sebuah kata sifat (adjective) yang
menunjukkan sifat dari rahasia tersebut, yaitu
sifatnya yang terletak di bidang medis.
Seorang dokter hanya diwajibkan
berdasarkan profesinya untuk untuk
menyimpan rahasia yang dipercayakan
pasien kepadanya, seperti halnya profesi
lainnya di mana unsur kepercayaan
merupakan sesuatu yang mutlak, misalnya:
pengacara, pastor, pendeta, dan sebagainya.
Oleh karena istilah “kedokteran” maka tidak
mengherankan apabila masih ada sebagian
kecil kalangan dokter (tenaga medis) yang
menganggap bahwa rahasia itu adalah
rahasia dokternya, milik dokter dan bukan
milik pasien. Maka dianggapnya bahwa
dokterlah yang berwenang untuk
memutuskan boleh atau tidaknya membuka
rahasia tersebut kepada pihak lain. Selain itu
biasanya masih ditambah anggapan bahwa
rahasia itu paling-paling bisa diberitahu
kepada teman sejawatnya saja, tidak kepada
pihak diluar disiplin kedokteran, walaupun
atas persetujuan pasiennya.
C. Klasifikasi Informasi menurut
Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik
UU Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik mengatur
jenis dan klasifikasi informasi publik.
Berdasarkan klasifikasinya, informasi publik
dibagi menjadi sebagai berikut:9
a. Informasi yang wajib diumumkan
secara berkala/reguler (pasal 9);
b. Informasi yang wajib diumumkan
9Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi publik
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
64
secara serta merta (Pasal 10);
c. Informasi yang wajib tersedia setiap
saat (Pasal 11);
d. Informasi yang dikecualikan (Pasal
17).
Sedangkan jenis-jenis informasi dari
klasifikasi informasi tersebut di atas adalah
sebagai berikut:
a. Informasi yang wajib disediakan dan
diumumkan secara berkala yaitu:
1. informasi yang berkaitan dengan Badan
Publik;
2. informasi mengenai kegiatan dan
kinerja Badan Publik terkait;
3. informasi mengenai laporan keuangan;
dan/atau
4. informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Informasi ini wajib diumumkan paling
lambat 6 bulan sekali.
b. Informasi yang wajib diumumkan
secara serta merta
Informasi yang masuk dalam kategori ini
adalah informasi yang berkaitan dengan
kebutuhan mendesak bagi hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum.
Misalnya informasi tentang kemungkinan
akan datangnya bencana alam dan
penyebaran suatu penyakit ber- bahaya
seperti flu burung, SARS, demam
berdarah, dan sebagainya.
c. Informasi yang wajib tersedia setiap
saat
Termasuk dalam kategori informasi ini
adalah:
1. Daftar seluruh Informasi Publik yang
berada di bawah penguasaannya;
2. Hasil keputusan Badan Publik dan
pertimbangannya;
3. Seluruh kebijakan yang ada berikut
dokumen pendukungnya;
4. Rencana kerja proyek termasuk di
dalamnya perkiraan pengeluaran
tahunan Badan Publik;
5. Perjanjian Badan Publik dengan pihak
ketiga;
6. Informasi dan kebijakan yang disampaikan
Pejabat Publik dalam pertemuan yang
terbuka untuk umum;
7. Prosedur kerja pegawai Badan Publik
yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat ; dan/atau
8. Laporan mengenai pelayanan akses
Informasi Publik sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
d. Informasi yang dikecualikan.
Termasuk kategori informasi ini adalah:
1. Informasi publik yang dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi
yang dapat:
a. Menghambat proses penyelidikan
dan penyidikan suatu tindak pidana;
b. Mengungkapkan identitas
informan, pelapor, saksi, dan/atau
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
65
korban yang mengetahui adanya
tindak pidana;
c. Mengungkapkan data intelijen
kriminal dan rencana-rencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan
penanganan segala bentuk kejahatan
transnasional;
d. Membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum dan/atau
keluarganya; dan/atau;
e. Membahayakan keamanan peralatan,
sarana, dan/ atau prasarana penegak
hukum.
2. Informasi publik yang dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat.
3. Informasi yang dapat membahayakan
pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
a. Informasi tentang strategi, intelijen,
operasi, taktik dan teknik yang
berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan
negara, meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau
evaluasi dalam kaitan dengan
ancaman dari dalam dan luar negeri;
b. Dokumen yang memuat tentang
strategi, intelejen, operasi, teknik dan
taktik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan
dan keamanaan negara yang
meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau
evaluasi;
c. Jumlah, komposisi, disposisi, atau
dislokasi kekuatan dan kemampuan
dalam penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan negara
serta rencana pengembangannya;
d. Gambar dan data tentang situasi dan
keadaan pangkalan dan/atau
instalasi militer;
e. Data perkiraan kemampuan militer
dan pertahanan negara lain terbatas
pada segala tindakan dan/atau
indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan negara
kesatuan republik indonesia dan/atau
data terkait kerjasama militer dengan
negara lain yang disepakati dalam
perjanjian tersebut sebagai rahasia
atau sangat rahasia;
f. Sistem persandian negara; dan/atau
g. Sistem intelijen negara.
4. Informasi publik yang dapat
mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia;
5. Informasi yang dapat merugikan
ketahanan ekonomi nasional:
a. Rencana awal pembelian dan
penjualan mata uang nasional atau
asing, saham dan aset vital milik
negara;
b. Rencana awal perubahan nilai tukar,
suku bunga, model operasi institusi
keuangan;
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
66
c. Rencana awal perubahan suku bunga
bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
d. Rencana awal penjualan atau
pembelian tanah atau properti;
e. Rencana awal investasi asing;
f. Proses dan hasil pengawasan
perbankan, asuransi, atau lembaga
keuangan lainnya; dan/atau
g. Hal-hal yang berkaitan dengan proses
pencetakan uang.
6. Informasi yang dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri:
a. Posisi, daya tawar dan strategi yang
akan dan telah diambil oleh negara
dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional;
b. Korespondensi diplomatik
antarnegara;
c. Sistem komunikasi dan persandian
yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan
internasional; dan/atau
d. Perlindungan dan pengamanan
infrastruktur strategis indonesia di
luar negeri.
7. Informasi yang dapat mengungkapkan isi
akta otentik yang bersifat pribadi dan
kemauan terakhir ataupun wasiat
seseorang;
8. Informasi yang dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
a. Riwayat dan kondisi anggota
keluarga;
b. Riwayat, kondisi dan perawatan,
pengobatan kesehatan fisik, dan
psikis seseorang;
c. Kondisi keuangan, aset, pendapatan,
dan rekening bank seseorang;
d. Hasil-hasil evaluasi sehubungan
dengan
kapabilitas,intelektualitas dan
rekomendasi kemampuan seseorang;
dan/atau Catatan yang menyangkut
pribadi seseorang yang berkaitan
dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan
nonformal
e. Catatan yang menyangkut pribadi
seseorang yang berkaitan dengan
kegiatan satuan pendidikan formal
dan satuan pendidikan nonformal.
9. Memorandum atau surat-surat antar
Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan
kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadilan;
10. Informasi yang tidak boleh
diungkapkan berdasarkan Undang-
Undang.
D. Akibat hukum dibukanya Riwayat
kesehatan Pasien
Kewajiban menjaga rahasia kedokteran
ini harus di junjung tinggi oleh dokter dan
tenaga kesehatan lain, karena kerahasiaan ini
merupakan hak atas privacy oleh sipasien
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
67
dan haknya kepada siapa iya akan
mengungkapkannya, Masalah kerahasiaan
kedokteran ini mempunyai dasar perbuatan
melawan hukum, antara lain karena adanya
kewajiban kepedulian (duty of care) dari
dokter terhadap pasiennya. Kewajiban
tersebut merupakan salah satu unsur utama
dari setiap perbuatan melawan hukum,
sehingga apabila dokter tanpa alasan yang
sah membuka rahasia pasiennya, maka
tindakan dokter tersebut secara hukum dapat
digolongkan kedalam suatu perbuatan
melawan hukum.
Dokter dan tenaga kesehatan juga
merupakan makhluk sosial, berinteraksi
dengan anggota masyarakat lain, dalam
menjalankan tugasnya bentukan hukum
dokter dan tenaga kesehatan juga
berkedudukan sebagai subyek hukum,
dengan adanya sumber-sumber hukum yang
mengatur masalah hukum kedokteran, maka
dokter melanggar harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pertanggungjawaban dokter disini
merupakan suatu masalah dari banyak segi.10
Karena hukum kesehatan sendiri mempunyai
tiga aspek hukum, kedudukan dokter
didalam masyarakat mempunyai fungsi
ganda disamping itu sebagai anggota
masyarakat dan pelayan kesehatan
masyarakat itu sendiri. Sebagai anggota
masyarakat, maka keseluruhan hukum
10 Muhamad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan,
(Jakarta:Prenamedia Group, 2015), hlm. 95.
(pidana, administrasi, dan perdata) berlaku
bagi dokter. Selain sanksi dan penerapan
hukum atas pelanggaran kerahasiaan
kedokteran, dokter dan tenaga kesehatan
lainnya juga melakukan pelanggaran etik
yang sanksi akan diberikan oleh profesi
masing-masing.
Pelanggaran terhadap Rahasia
kedokteran bukan saja terkait pelanggaran di
ruang lingkup kedokteran atau tenaga
kesehatan saja, pelanggaran atas rahasia
kedokteran juga merupakan pelanggaran
rahasia jabatan sebagaimana diatur dalam
KUHP Pasal 322 (1) barang siapa dengan
sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya, karena jabatan atau
pencahariannya, baik yang sekarang ataupun
yang dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda
sebanyak enam ratus rupiah. (2) apabila
kejahatan ini dilakukan seorang tertentu,
kejahatan ini hanya dapat dituntut atas dasar
pengaduan orang itu. Pembocoran rahasia
kedokteran atau rahasia jabatan merupakan
delik aduan.
Ketentuan tentang rahasia kedokteran
selain diatur dalam Kitab Undang- undang
Hukum Pidana (KUHP) ketentuan ini juga
diatur dalam Undang-undang khusus dalam
hukum kesehatan, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 48 Undang-Undang No 24
Tahun 2009 tentang praktek kedokteran
berbunyi: ayat (1) setiap dokter atau dokter
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
68
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran; ayat
(2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya
untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakkan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adanya pelanggaran-pelanggaran
terhadap ketertiban umum relevansinya
dengan pelanggaran pidana terkadang dokter
dipanggil sebagai saksi ahli dalam proses
penyelidikan dan proses peradilan di
pengadilan yang di dalamnya harus
memberikan keterangan yang wajib
disimpannya, tidak dipidana. Hal ini
disebabkan perbuatan memberikan
keterangan tersebut kehilangan sifat
melawan hukumnya yaitu mendahulukan
kepentingan yang lebih besar yang berupa
kepentingan hukum untuk tegaknya keadilan.
Meskipun demikian ketentuan Pasal 48 UU
Nomor 29 Tahun 2004 tersebut tidak
mengkriminalisasikan perbuatan menyimpan
rahasia kedokteran, tetapi ketentuan pasal
322 KUHP tetap dapat diberlakukan
terhadap pekerjaan dokter.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan
kedokteran selain pelanggaran hukum pidana
juga pelanggaran hukum administrasi dan
pelanggaran etik, pelanggaran admisnitrasi
dan etik dapat diberikan oleh masing-masing
organisasi profesi baik profesi dokter
ataupun organisasi profesi lain, misalnya
perawat, bidan dan seabagainya. Dalam pasal
64 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
dijelaskan bahwa tugas dari Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
antara lain: menerima pengaduan, memeriksa
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan, dan
menyusun pedoman dan tata cara
penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi. Hal ini berarti bahwa
keberadaan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia hanya sebatas
memeriksa dan memutus kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi dan tidak
diberikan tugas atau kewenangan memeriksa
dan memutus perkara pidana. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 66 ayat (3) Undang- Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, yaitu: “Pengaduan sebagaimana
diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk
melaporkan adanya dugaan tindak pidana
kepada pihak yang berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
69
1. Perlindungan hukum riwayat
kesehatan atau yang dikenal sebagai
rekam medis seorang pasien menurut
Undang-Undang Nomor 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran,
telah dikualifikasikan sebagai data
yang harus dirahasiakan. Meskipun
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik telah diberlakukan namun
tidak menjadikan data terkait rekam
medis pasien dapat dibuka untuk
umum. Sehingga rekam medis
tersebut wajib untuk dilindungi dan
dijaga kerahasiaannya.
2. Akibat hukum dalam pelanggaran
terkait rekam medis yaitu dapat berupa
berbagai sanksi yaitu berupa Sanksi
keperdataan dapat berupa digugatnya
seorang dokter akibat perbuatan
melawan hukum maupun
wanprestasi. Kemudian untuk sanksi
pidana, seorang dokter yang membuka
rahasia kedokteran tanpa alasan dan
prosedur dapat dikenakan sanksi
berdasarkan pasal 322. Serta sanksi
administrasi bagi dokter yang
melanggar kewajiban simpan rahasia
kedokteran dapat dikenakan sanksi
berupa teguran tertulis, pencabutan izin
operasionalnya
Rekomendasi
Dibutuhkan instrumen hukum untuk
merespon pelanggaran terhadap data pribadi
pasien. Diantaranya dengan pembentukan
hukum perlindungan data pribadi yang lebih
khusus dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta:
Konstitusi Press.
Chrisdiono M, 1996, Pernak – Pernik Hukum Kedokteran:Melindungi Pasien dan Dokter,
Jakarta: Widya Medika.
Hendrik ,2011, Etika & Hukum Kesehatan,Jakarta : EGC.
Guwandi.1992, Hukum Medik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Muhamad Sadi Is, 2015, Etika Hukum Kesehatan, Jakarta:Prenamedia Group.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
70
Bekti Suryani, 2013, Paduan Yuridis Penyelenggeraan Praktek Kedokteran. Dunia Cerdas.
Yogyakarta.
Darda Syahrizal & Senja Nilasari, 2013, Undang-Undang Praktek Kedokteran &
Aplikasinya. Dunia Cerdas, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang dasar NRI tahun 1945
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant On
Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentan Hak-hak Sipil dan Politik).
Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik