PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG · PDF file(STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT...
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG · PDF file(STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT...
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA
YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA
YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS
(STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
OLEH :
INDRIANA NODWITA SARI
NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
ii
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA
YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA
YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS
(STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
OLEH :
INDRIANA NODWITA SARI
NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
iii
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA
YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA
YANG BELUM TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS
(STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
INDRIANA NODWITA SARI
NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
iv
Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 19 DESEMBER 2016
Pembimbing I
Dr. I Made Sarjana, S.H., M.H
NIP. 196112311986011001
Pembimbing II
I Made Dedy Priyanto, S.H., M.Kn
NIP. 198404112008121003
v
Lembar Pengesahan Panitia Penguji Skripsi
SKRIPSI INI TELAH DIUJI
PADA TANGGAL : 10 JANUARI 2017
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor: 03/UN14.1.11/PP.05.02/2017
Pembimbing I : Dr. I Made Sarjana, S.H., M.H ( )
NIP. 196112311986011001
Pembimbing II : I Made Dedy Priyanto, S.H., M.Kn ( )
NIP. 198404112008121003
Anggota : 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH ( )
NIP.195503061984031003
2. A.A. Ketut Sukranatha, SH., MH ( )
NIP. 195706051986011002
3. A.A. Gde Oka Parwata, SH, M.Si ( )
NIP.195712311986011003
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Yang Mengalami Kecelakaan
Kerja Yang Tidak Terdaftar Dalam Program BPJS (Studi Kasus Pada Hotel Mercure
Resort Sanur)” tepat pada waktunya. Adapun skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Adapun keberhasilan dalam penyusunan penulisan ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya pada:
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
2. Bapak Gde Made Swardhana, SH., MH Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH., MH Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
vii
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
6. Bapak Dr. I Made Udiana, SH., MH Pembimbing Akademik yang membimbing
dan menuntun penulis sejak awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak Dr. I Made Sarjana, SH., MH Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH., M.Kn Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Dewan penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya menguji skripsi ini.
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menuntun
dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini.
11. Bapak dan Ibu Pegawai Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah
memberikan bantuan dalam hal administrasi selama mengikuti perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini.
12. Orang Tua penulis Trisno Wibowo dan Endang Indrawati Wijaya, kakak penulis
Wienda Permata Sari dan adik penulis Bayu Trihartady, Prisna Meiga Sari, Mira
viii
Pebriana Sari beserta seluruh keluarga besar penulis yang penuh kesabaran,
pengorbanan, dukungan, perhatian, dan terus menemani serta memberikan
semangat selama penyusunan skripsi ini.
13. Orang-orang terdekat penulis Komang Agus Giri Amerta dan Ida Ayu
Widhiantini yang tidak pernah bosan memberikan dukungan, bantuan, perhatian
dan terus menemani serta memberikan semangat selama menjalankan studi dan
penyusunan skripsi ini.
14. Teman-teman yang memberikan bantuan, Kak Daniel, Anissa Aulia, Finna
Wulandari, Diah Rumika, Reninda, Atik, Prami Yunita, Dessy Nila, Nungsy,
Komang Pasek, Kadek Suardika, Artini, Rasmini, serta teman-teman lainnya yang
tidak bisa penulis sebutkan penulis satu persatu, yang telah banyak mendukung
penulis baik secara materi, moril, dan doa, sehingga kelancaran selalu menyertai
penulis dalam mengerjakan skripsi ini hinggal selesai.
Menyadari kelemahan-kelemahan dan keterbatasan penulis, tentu banyak
kekurangan dalam penulisan karya tulis ini. Karena itu, kritik dan saran sangat
diperlukan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat baik semua pihak pada umumnya.
Denpasar, Januari 2017
Penulis
ix
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah
tanpa adanya paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 19 Desember 2016
Yang Menyatakan
(Indriana Nodwita Sari)
NIM. 1303005101
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ................................................................ ii
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................................................... xiii
ABSTRACT................................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................................... 7
1.4 Orisinalitas ............................................................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9
1.5.1 Tujuan umum .................................................................................... 9
1.5.2 Tujuan khusus ................................................................................. 9
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
1.6.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 9
1.6.2 . Manfaat Praktis ................................................................................. 9
xi
1.7 Landasan Teoritis ..................................................................................... 10
1.8 Metode Penelitian .................................................................................... 13
1.8.1 . Jenis penelitian ................................................................................ 13
1.8.2 . Jenis pendekatan .............................................................................. 13
1.8.3 . Sifat penelitian ................................................................................. 14
1.8.4 . Data dan sumber data ....................................................................... 14
1.8.5 . Teknik pengumpulan data ................................................................ 15
1.8.6 . Teknik penentuan sampel penelitian ................................................. 16
1.8.7 . Pengolahan dan analisis data ............................................................ 16
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM, TENAGA
KERJA, KECELAKAAN KERJA DAN BPJS
2.1 Pelindungan Hukum ................................................................................ 18
2.1.1 Pengertian perlindungan hukum ............................................................ 18
2.1.2 Dasar hukum perlindungan hukum ........................................................ 21
2.2 Tenaga Kerja ........................................................................................... 22
2.2.1 Pengertian tenaga kerja ......................................................................... 22
2.2.2 Hak dan kewajiban tenaga kerja ............................................................ 24
2.2.3 Perlindungan tenaga kerja ..................................................................... 27
2.3 Kecelakaan Kerja ..................................................................................... 31
2.3.1 Pengertian kecelakaan kerja .................................................................. 31
xii
2.3.2 Landasan yang mengatur jaminan kecelakaan kerja ............................... 37
2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ....................................................... 38
2.4.1 Pengertian BPJS .................................................................................... 38
2.4.2 Tugas dan wewenang BPJS ................................................................... 41
BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA YANG
MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG TIDAK
TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS OLEH HOTEL
MERCURE RESORT SANUR
3.1 Bentuk Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja oleh Hotel Mercure
Resort Sanur .......................................................................................... 43
3.2 Tanggung Jawab Hotel Mercure Resort Sanur terhadap Tenaga Kerja
yang Mengalami Kecelakaan Kerja yang Belum Terdaftar Dalam
Program BPJS ....................................................................................... 48
BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT PEMENUHAN KEWAJIBAN
TERHADAP TENAGA KERJA YANG MENGALAMI
KCELAKAAN KERJA YANG BELUM TERDAFTAR DALAM
BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT SANUR
4.1 Faktor Penghambat Pemenuhan Kewajiban dalam Pendaftaran
Program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur .................................... 57
xiii
4.2 Upaya Menangani Hambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam
Pendaftaran Program BPJS Oleh
Hotel Mercure Resort Sanur.................................................................. 60
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 64
5.2 Saran .................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 67
LAMPIRAN
RINGKASAN SKRIPSI
xiv
ABSTRAK
Perlindungan bagi tenaga kerja sangat penting, terutama saat menghadapi
resiko-resiko yang mungkin terjadi seperti kecelakaan kerja. Untuk melindungi
keselamatan tenaga kerja diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja,
upaya tersebut dengan adanya program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS,
meski program jaminan sosial telah dirancang sejak tahun 1992, ternyata masih ada
pekerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS salah satunya terdapat pada Hotel
Mercure Resort Sanur. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah
bagaimanakah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel
Mercure Resort Sanur dan apakah faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban
terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam
program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur?
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
penelitian yuridis empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
fakta.
Hasil dari penelitian ini adalah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program
BPJS yaitu adanya upaya perlindungan preventif dengan menyediakan klinik untuk
berobat dan upaya perlindungan represif yaitu dengan memberikan santunan
pengobatan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar
dalam BPJS. Faktor penghambat pemenuhan kewajiban oleh pihak hotel yaitu
pekerja yang belum mengurus kembali KTP yang hilang, pekerja daily worker yang
hanya dikontrak kerja tiga bulan saja dan belum tentu diperpanjang, pekerja yang
tidak mau mendaftar pada program BPJS karena masa kontrak yang singkat, pekerja
yang tidak mengetahui tentang BPJS. Saran yang dapat diberikan yaitu pihak hotel
seharusnya lebih mengoptimalkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
pekerja dan sebaiknya pekerja sudah didaftarkan pada hari pertama bekerja.
Pemerintah juga harus mempertegas sanksi bagi perusahaan yang belum
mendaftarkan pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta memberikan
sosialisasi pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, juga sosialisasi mengenai
adanya program jaminan sosial Pemerintah yaitu BPJS.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja, Kecelakaan Kerja, BPJS
xv
ABSTRACT
The protection for workers is very important, especially when they faced some
risks that may be occur such as work accidents. To protect the safety of workers, the
government organized the efforts of occupational safety and health. These program
organized by BPJS, although the social security program has been designed since
1992, there are some workers who have not enrolled in the BPJS program for
example in Mercure Resort Sanur. Issues that is raised in this study is how the form
of protection afforded to workers injured at work who have not enrolled in the BPJS
program by Mercure Resort Sanur and whether factors inhibiting the fulfillment of
obligations towards workers injured at work who have not enrolled in the BPJS
program by Mercure Resort Sanur?
The methods which are used in this study are the method of empirical
juridical approach to law and fact approach.
The results of this research is a form of protection afforded to workers injured
at work who have not enrolled in the BPJS program that their efforts preventive
protection by providing a clinic for treatment and protection efforts repressive
namely by providing donations of treatment for workers injured at work who have not
registered in BPJS. Factors inhibiting the fulfillment of obligations by the hotel that
the workers who have yet to return ID card is lost, workers daily worker who only
contracted work three months alone and not necessarily extended, workers who do
not wish to enroll in the program BPJS for the contract period is short, workers who
did not know about BPJS. Advice can be given that the hotel should be more effort to
optimize the safety and health of workers and the workers should have been
registered on the first day of work. The government should also reinforce sanctions
for companies that do not register workers in accordance with applicable
regulations. As well as providing socialization of the importance of health and safety
and the socialization of their social security program the Government is BPJS.
Keywords: Legal Protection, Worker, Work Accidents, BPJS
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tenaga kerja adalah salah satu langkah pembangunan ekonomi, yang
mempunyai peranan signifikan dalam segala aktivitas nasional, khususnya
perekonomian nasional dalam hal peningkatan produktivitas dan kesejahteraan.
Tenaga kerja yang melimpah sebagai penggerak tata kehidupan ekonomi serta
merupakan sumber daya yang jumlahnya melimpah.1 Oleh sebab itu dibutuhkannya
lapangan pekerjaan yang dapat menampung seluruh tenaga kerja, tetapi tenaga kerja
yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kemampuannya,
sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan dapat meningkatkan produktifitas
perusahaan.2
Tenaga kerja yang terampil banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan,
dimana untuk menjamin kesehatan dan keselamatan tenaga kerja maka perlu dibentuk
perlindungan tenaga kerja, karena banyak resiko yang dapat dialami oleh pekerja
dalam melakukan pekerjaannya. Apabila sewaktu ketika tenaga kerja mengalami
1Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Ed-Revisi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.47 2 Zainal Asikin, dkk, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.76
2
sakit akibat pekerjaannya, kecelakaan kerja maupun hari tua, sudah ada penggantian
yang sesuai atas apa yang telah di kerjakannya.3
Perlindungan Tenaga Kerja bagi pekerja sangatlah penting, sesuai dengan
pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut
UUD 1945), khususnya Pasal 27 (2) tentang hak warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Mengingat betapa pentingnya peran
ketenagakerjaan bagi lembaga/badan usaha milik negara maupun milik swasta dalam
upaya membantu tenaga kerja untuk memperoleh hak-hak nya maka dirumuskanlah
Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang selanjutnya
disebut UU Ketenagakerjaan)
Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan pembangunan
harus didukung juga dengan jaminan hak setiap pekerja.4
Setiap tenaga kerja
diberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
dan keahliannya serta diberikan penghasilan yang layak sehingga dapat menjamin
kesejahteraan dirinya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya.
Dalam Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
1) keselamatan dan kesehatan kerja;
2) moral dan kesusilaan; dan
3Ibid, h.77 4Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, h. 6.
3
3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
Untuk melindungi keselamatan tenaga kerja guna mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.5 Perlindungan tenaga kerja timbul karena adanya perjanjian yang
disepakati oleh pihak pengusaha dengan pekerja/buruh, sehingga menimbulkan apa
yang disebut dengan hubungan kerja. Dalam lapangan perburuhan, kebijakan-
kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan ketenagakerjaan
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja/buruh dengan berbagai upaya
diantaranya perbaikan upah, jaminan sosial, perbaikan kondisi kerja, dalam hal ini
untuk meningkatkan kedudukan harkat dan martabat tenaga kerja.
Hak atas Jaminan Sosial muncul karena memang sudah kodratnya bahwa
manusia memiliki kehidupan yang tidaklah abadi. Seringkali manusia itu tertimpa
ketidak beruntungan. Kehidupan manusia dapat diibaratkan seperti magnet yang
memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan selatan. Dimana hal tersebut sesuai dengan
keadaan manusia yang berada dalam ketidak pastian.6
Kemajuan pembangunan telah meningkatkan kapasitas produksi yang
berarti memperluas lapangan kerja atau memberikan tingkat penghasilan,
5 Lalu Husni, op.cit, h.133 6 Zaeni Asyhadie, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Cet.1, PT.Rajawali,
Jakarta, 2008, h.2 (selanjutnya disebut Zani Ashyhadie I)
4
sehingga taraf hidup pekerja dapat bertambah. Namun, keadaan ini tidak
berlangsung secara permanen, karena penghasilan dapat berhenti sementara atau
selamanya sehingga menimbulkan kerugian bagi individu yang bersangkutan.
Terhentinya penghasilan biasanya ditimbulkan karena terjadinya peristiwa-
peristiwa kehidupan yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk
mencari nafkah dan bekerja, misalnya karena kecelakaan kerja ataupun hari tua,
maka penanggulangannya harus dilakukan secara sistematis, terencana dan teratur.
Adanya perlindungan tenaga kerja adalah untuk memberikan perlindungan
keselamatan bagi pekerja/buruh pada saat bekerja, sehingga apabila di kemudian hari
terjadi kecelakaan kerja pekerja/buruh tidak perlu khawatir karena sudah ada
peraturan yang mengatur keselamatan bekerja dan tata cara penggantian ganti rugi
dari kecelakaan kerja tersebut.
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja
atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Kecelakaan
kerja merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya.7 Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan
yang diakibatkan oleh adanya resiko-resiko sosial seperti sakit atau cacat karena
kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan
kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung
7 Tim Visi Yustisia, 2014, Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS, cet.1, Transmedia
Pustaka, Jakarta, h.8
5
jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran
jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok
jenis usaha. 8
Menurut UU Ketenagakerjaan pada Pasal 99 Ayat (1) dikatakan bahwa setiap
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja. Kemudian, Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya disebut UU BPJS),
menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan
program jaminan sosial yang diikuti”.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya disebut BPJS)
merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. BPJS merupakan
transformasi dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang berdiri pada
tahun 1992. BPJS sebagaimana dimaksud yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan suatu program jaminan sosial bagi tenaga
kerja bersifat wajib yang menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian
8 Ibid.
6
(JKM)9. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja terhadap resiko sosial-ekonomi yang menimpa tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaan baik berupa kecelakaan kerja, sakit, hari tua maupun meninggal dunia,
dengan demikian diharapkan ketenangan bagi pekerja akan terwujud, sehingga
produktivitas akan semakin meningkat. Dalam prakteknya meski program jaminan
sosial telah di rancang sejak tahun 1992, tenyata masih ada pekerja/buruh yang belum
terdaftar sebagai peserta program ini sesuai ketentuan yang berlaku yang salah
satunya terdapat pada Hotel Mercure Resort Sanur.
Dalam meningkatkan produktifitasnya, Hotel Mercure Resort Sanur memiliki
banyak tenaga kerja yang berkualitas dalam berbagai bidangnya. Jenis-jenis tenaga
kerja yang ada pada Hotel Mercure Resort Sanur antara lain pekerja tetap, daily
worker/pekerja harian lepas, kontrak dan outsourching. Pada tahun 2015, salah
seorang daily worker/pekerja harian lepas yang bernama I Wayan Sukasada berumur
31 Tahun yang bekerja dibidang gardener mengalami kecelakaan kerja, ia mengalami
luka dibagian tangan saat sedang memotong rumput, saat itu I Wayan Sukasada
belum terdaftar dalam program BPJS dikarenakan ada hambatan dalam mendaftarkan
pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang dihadapi pihak hotel sehingga tidak
mendapatkan jaminan sosial. Atas dasar latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk mengusulkan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul “Perlindungan
Hukum Bagi Tenaga Kerja Yang Mengalami Kecelakaan Kerja Yang Tidak
9 Ibid. h.5
7
Terdaftar Dalam Program Bpjs (Studi Kasus Pada Hotel Mercure Resort
Sanur)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, rumusan permasalahan yang diajukan
dalam penelitian ini, adalah:
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel
Mercure Resort Sanur?
2. Apakah faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban terhadap tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh
Hotel Mercure Resort Sanur?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi areal
penelitian. Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok
permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup
masalah yang akan dibahas.10
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini hanya
membatasi untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang
10 Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 111.
8
mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS serta apa
faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban terhadap tenaga kerja suatu
perusahaan yang mengakibatkan tenaga kerja belum terdaftar dalam program BPJS.
1.4 Orisinalitas
Dalam rangka menghindari plagiat dalam penulisan ini, maka penulis
mencantumkan beberapa karya ilmiah terdahulu yang pembahasannya berkaitan
dengan Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja yang Mengalami
Kecelakaan Kerja yang Tidak Terdaftar dalam Program BPJS.
Tabel 1.1
Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Skripsi Penulis Metode Pendekatan
1 Pelaksanaan
Program Jaminan
Kecelakaan
Kerja Di PT
Wijaya Karya
Binugrah Adi
Wiguna
(mahasiswa
fakultas hukum
universitas Sebelas
Maret Surakarta
tahun 2010)
1. Bagaimana tanggung jawab
PT Wijaya Karya terhadap
pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja?
2. Bagaimana Prosedur
Pemberian jaminan
kecelakaan kerja oleh PT
JAMSOSTEK terhadap
pekerja di PT Wijaya Karya?
Tabel 1.2
Daftar Penelitian Sejenis
9
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
2 Perlindungan
Hukum Tenaga
Kerja dalam
Program
JAMSOSTEK
serta fungsi dan
peran
JAMSOSTEK
sebagai Penjamin
Keselamatan
Tenaga Kerja di
Kota Jambi.
Hari Anggara
(mahasiswa
fakultas hukum
universitas Islam
Indonesia) Tahun
2010
1. Bagaimana Pelaksanaan
Program JAMSOSTEK
dalam perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja di
Kota Jambi?
2. Apa saja kendala yang
dihadapi PT. JAMSOSTEK
dalam upaya memberikan
perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja di
Kota Jambi?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap
pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja tanpa adanya jaminan
kecelakaan kerja.
1.5.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menghambat perusahaan
tidak mendaftarkan program BPJS berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
10
Sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu hukum bagi mahasiswa,
akademisi ataupun masyarakat umum, dan sebagai upaya untuk menambah
pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang mengalami
kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS. Serta memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum dan Hukum Ketenagakerjaan
pada khususnya.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
solusi yang tepat bagi Pemerintah, Pekerja dan Pihak Hotel terhadap perlindungan
hukum pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam
program BPJS.
1.7 Landasan Teoritis
Pada hakekatnya, setiap negara pasti memberikan suatu perlindungan hukum
bagi setiap warga negaranya. Di dalam UUD 1945 alenia ke-4 disebutkan bahwa
"Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…."
Ini menunjukan bahwa pemerintah memberikan perlindungan bagi seluruh
rakyat Indonesia, termasuk para pekerja dan buruh. Perlindungan tenaga kerja
bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis
tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
11
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.11
Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif
dan perlindungan hukum represif. 12
1. Perlindungan hukum preventif
Perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang defmitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif
sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah
terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus
M.Hadjon preventif merupakan keputusan keputusan dari aparat pemerintah yang
lebih rendah yang dilakukan sebelumnya.Tindakan preventif adalah tindakan
pencegahan.13
2. Perlindungan hukum represif
11Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan. Ghalian Indonesia , Jakarta, h. 12. 12 Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu
Surabaya, h.1 13 Hadjon , dkk, 2002, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University, Yogyakarta,
h. 3.
12
Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah
adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa.
Menurut Imam Soepomo, perlindungan tenaga kerja menjadi 3 (tiga) macam
yaitu :
a. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja
mengenyam dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota
keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja.
b. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga pekerja terhindar dari bahaya kecelakaan
saat bekerja. Perlindungan ini disebut sebagai keselamatan kerja.
c. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu
penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ketiga perlindungan jenis ini disebut jaminan sosial.14
Dalam hukum ketenagakerjaan bentuk perlindungan hukum yang diberikan
berupa perlindungan hukum dibidang keamanan kerja dimana baik dalam waktu yang
relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja.
Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pekerja, negara mewajibkan kepada
pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja. Dalam hal
pertanggungjawaban terhadap pekerja apabila terjadi kecelakaan kerja ketika
melaksanakan kewajibannya dalam pekerjaan, maka pengusaha akan menanggung
14Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),
edisi revisi 2, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 20. (selanjutnya disebut Zani Ashyhadie II)
13
beban yang timbul secara materiil dengan memberikan penggantian dari biaya yang
timbul akibat kecelakaan kerja.15
Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan
tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku
dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan kerja ini akan
mencangkup :
1. Norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja, keadaan tempat kerja
dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
2. Norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang meliputi
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, perawatan tenaga
kerja yang sakit.
3. Norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang berkaitan
dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti.
4. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan akibat pekerjaan, berhak atas
ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan.16
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
15Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
h. 53. 16Zainal Asikin, op.cit, h. 96.
14
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Yuridis-Empiris. Jenis
penelitian ini merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan
kebenaran, yaitu dengan membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaannya
atau kenyataan dalam masyarakat (dasollen dan dassein).17
Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek
kajian yang akan diteliti terdapat kesenjangan antara peraturan yang ada dengan
pelaksanaanya di masyarakat, berkenaan dengan bentuk perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam
program BPJS.
1.8.2. Jenis pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The
Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach).
Pendekatan fakta (The Fact Approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di
wilayah penelitian. Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach)
dilakukan dengan kajian terhadap undang-undang yang dikaitkan dengan
permasalahan yang ada di lapangan.18
Pendekatan fakta ini, merupakan data primer yang diperoleh dalam penelitian
di lapangan, sedangkan data penelitian sekunder diperoleh melalui pendekatan
perundang-undangan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkutpaut dengan isu hukum yang sedang ditangani, dalam penelitian ini terkait
17 Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 36. 18 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97.
15
dengan bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS.
1.8.3. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bersifat
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat. Sehingga dalam penelitian ini akan difokuskan pada penggambaran /
pemaparan khususnya mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS.
1.8.4 Data dan sumber data
Pada penulisan dan penelitian ini, adapun data yang digunakan adalah
bersumber dari:
1. Data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari sumber utama di lapangan,
yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari
responden maupun informan, dimana data tersebut berasal dari observasi atau
pengamatan secara langsung ke tempat kejadian dan melalui wawancara.
Informan bisa di artikan sebagai seseorang atau lebih yang memberikan informasi
kepada tentang segala hal yang berkaitan dengan subjek penelitian.19
Responden
adalah seseorang atau lebih yang dapat memberikan tanggapan atas pertanyaan
19 Ade Saptomo, 2009, Pokok pokok metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni, Trisakti,
Jakarta, h.81.
16
yang di ajukan peneliti kepadanya lewat daftar pertanyaan.20
Dalam hal ini pihak-
pihak yang mengetahui atau sebagai responden terkait mengenai bentuk
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang
tidak terdaftar dalam program BPJS, adalah Hotel Mercure Resort Sanur.
2. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dari penelitian kepustakaan
(library research), yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dalam bentuk
bahan-bahan hukum. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan hukum
sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer yang
meliputi buku-buku atau literatur dan bahan hukum tersier yaitu bahan hukum
yang dapat menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
meliputi kamus hukum dan ensiklopedi.
1.8.5 Teknik pengumpulan data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis
pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, wawancara atau interview.21
Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini ialah teknik wawancara (interview) dan teknik wawancara
dilakukan bukan sekedar bertanya kepada seseorang melainkan juga dibarengi dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diperuntukkan kepada narasumber atau informan,
pertanyaan itu dirancang untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang relevan dengan
20 Ibid, h. 82. 21 Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cet. Ke-1,
IND-HILL-CO, Jakarta, h. 114.
17
masalah penelitian ini, hal tersebut dilakukan agar hasil wawancara nantinya
memiliki nilai validitas. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada
narasumber yang bekerja di Hotel Mercure Resort Sanur. Penelitian akan dilakukan
di Hotel Mercure Resort Sanur Resort Sanur.
1.8.6. Teknik penetuan sampel penelitian
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
non-probability sampling dengan bentuk purposive sampling. Berdasarkan teknik
purposive sampling, sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh si peneliti
yaitu dengan, yang mana penunjukkan dan pemilihan sampel didasarkan
pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik
tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya, yaitu dapat memahami dan
mampu untuk mendeskripsikan permasalahan yang diteliti.
Teknik non probability sampling dengan bentuk purposive sampling ini
digunakan karena penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan data tentang
populasi belum dapat ditentukan secara pasti jumlahnya.
1.8.7. Pengolahan dan analisis data
Setelah data ini dikumpulkan dan dicari kebenarannya dalam hubungannya
dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, kemudian data ini dianalisis
dengan menggunakan analisis kualitatif. Dijelasakan pada Buku Pedoman Fakultas
Hukum Universitas Udayana bahwa penelitian dengan teknik analisis kualitatif atau
analisis deskriptif, keseluruhan data yang terkumpul dari data primer maupun
18
sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,
digolongkan ke dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan,
dihubungkan antara satu dengan yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk
memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif
peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data dan proses analisis tersebut
dilakukan terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga
pada tahap analisis, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data
akan disajikan secara deskriptif, kualitatif dan sistematis.
19
BAB II
TINJAUAN UMUM PELINDUNGAN HUKUM, TENAGA KERJA,
KECELAKAAN KERJA DAN BPJS
2.1. Perlindungan Hukum
2.1.1. Pengertian perlindungan hukum
Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan
hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan
kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia.
Perlindungan hukum timbul karena adanya suatu hubungan hukum. Hubungan
hukum adalah interaksi antara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau
mempunyai akibat hukum (timbulnya hak dan kewajiban).22
Perlindungan Hukum juga dapat diartikan sebagai segala daya upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang
bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan
hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada.23
Pada prinsipnya perlindungan hukum
tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara
sebagaimana yang telah dicantumkan dalam penjelasan UUD 1945 diantaranya
22 Soeroso, 2006, Pengahantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, h. 49. 23 Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.7
20
menyatakan prinsip "Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtstaaf) dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)", elemen
pokok negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap "fundamental
rights".
Hubungan hukum tersebut dilakukan antara subyek hukum, baik manusia
(naiurlijke person), badan hukum (Recht Persoon) maupun jabatan (ambt) merupakan
bentuk dari perbuatan hukum, yang mana masing-masing subyek hukum merupakan
pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan atas
kemampuan dan kewenangan. Hubungan hukum yang terjadi akibat interaksi antar
subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya
relevansi serta adanya akibat-akibat hukum24
. Sehingga nantinya agar suatu hubungan
hukum tersebut dapat berjalan dengan seimbang serta adil dalam arti setiap subyek
hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya serta dapat menjalankan kewajiban
yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main yang
mengatur, melindungi serta menjaga hubungan tersebut.
Menurut Philipus M. Hadjon, dimana dikemukakan bahwa perlindungan
hukum di dalam kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan sebutan
"rechtbescheming van de burgers".25
Jadi pendapat tersebut menunjukan kata
perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yakni
24 Ibid. h. 51 25Philipus M.Hadjon , op.cit, h. 1.
21
"rechtbescherming". Maka perlindungan hukum diartikan suatu usaha untuk
memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan.
Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif
dan perlindungan hukum represif.26
1. Perlindungan hukum preventif.
Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan
(inspraak) atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya sengketa.
Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak
pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati hati
dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus M. Hadjon Preventif merupakan
keputusan keputusan dari aparat pemerintah yang lebih rendah yang dilakukan
sebelumnya. Tindakan preventif adalah tindakan pencegahan.27
Jika dibandingkan dengan teori perlindungan hukum yang represif, teori
perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan,
namun akhir-akhir ini disadari pentingnya teori perlindungan hukum preventif
26 Philipus M.Hadjon, loc.it. 27Hadjon, dkk, loc.it.
22
terutama dikaitkan dengan asas freies ermesen (discretionaire bevoegdheid). Asas
freies ermesen, yaitu kebebasan bertindak untuk memecahkan masalah yang
aturannya belum ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera.28
2. Perlindungan hukum represif.
Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan
setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa.
2.1.2 Dasar hukum perlindungan hukum
Dalam merumuskan prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia,
landasan berpijaknya adalah Pancasila sebagai dasar ideologi dan dasar falsafah
negara. Pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dikatakan
bersumber pada Pancasila, karena pengakuan dan perlindungan terhadapnya secara
intrinsik melekat pada Pancasila. Selain bersumber pada Pancasila prinsip
perlindungan hukum juga bersumber pada prinsip negara hukum. 29
Perlindungan Hukum berdasar pada:
1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
28Hadjon, dkk. op.cit, h.3. 29 Fitri Hidayat, 2013, “Perlindungan Hukum Unsur Esensial Dalam Suatu Negara Hukum”,
URL:http://fitrihidayat-ub.blogspot.co.id/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html
(diakses pada 30 Oktober 2016)
23
2. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
3. Pasal 28 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Untuk menegakkan dan
melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”
4. Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.”
5. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
2.2 Tenaga Kerja
2.2.1 Pengertian tenaga kerja
Dalam Pasal 1 angka 2 UU Ketenagakerjan menyatakan bahwa “tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Pengertian tenaga kerja dalam UU Ketenagkerjaan tersebut menempurnakan
pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja adalah
“setiap orang yang mampu melalukan pekerjaan dengan baik di dalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat”30
30 Lalu Husni, op.cit, h. 28.
24
Payaman Simanjuntak menyatakan tenaga kerja (manpower) adalah
“penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan
yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga31
.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh
umur/usia”. Batas umur minimum tenaga kerja di Indonesia yaitu antara 13 tahun
sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan yang ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial. Hal ini tercantum
dalam ketentuan Pasal 69 UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, tenaga kerja di
Indonesia adalah setiap penduduk yang berumur 13 tahun atau lebih, sedangkan
penduduk yang berumur dibawah 13 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja
atau dengan kata lain, tenaga kerja adalah bagian dari penduduk, yaitu penduduk
dalam usia kerja.
Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja. Angkatan kerja atau labour force terdiri dari :
a. golongan yang bekerja, dan
b. golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari :
a. mereka yang dalam studi
b. mereka yang mengurus rumah tangga
31 Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Bhineka
Cipta, Jakarta, h. 3
25
c. golongan penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan
aktivitas ekonomi tapi memperoleh pendapatan misalnya
pensiunan, penerima bunga deposito dan sejenisnya.32
Pengertian pekerja menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan
adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain”. Pengertian setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain atau orang yang bekerja sendiri dengan tidak menerima
upah/imbalan.
Adapun macam-macam tenaga kerja meliputi :
a. pegawai negeri
b. pekerja formal
c. pekerja informal
d. orang yang belum bekerja atau pengangguran.
2.2.2 Hak dan kewajiban tenaga kerja
1) Hak tenaga kerja
Dalam pembangunan nasional peran tenaga kerja sangat penting, sehingga
perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
32 Lalu Husni, op.cit, h. 29.
26
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh.33
Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti membicarakan hak-hak asasi, maupun
hak bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu
sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas dari diri pekerja itu akan
turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi berupa
hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
sifatnya non asasi.34
Hak tenaga kerja adalah sebai berikut:
1. Imbalan kerja (gaji, upah dan sebagainya) sebagaimana telah
diperjanjikan bila ia telah melaksanakan kewajiban
2. Fasilitas dan berbagai tunjangan/dana bantuan yang menurut perjajian
akan diberikan oleh pihak majikan/perusahaan kepadanya
3. Perlakuan yang baik atas dirinya melalui penghargaan dan
penghormatan yang layak, selaras dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia
4. Perlakuan yang adil dan seimbang antara dirinya dan kawan-kawannya,
dalam tudas dan penghasilannya masing-masing dalam angka
perbandingan yang sehat
5. Jaminan kehidupan yang wajar dan layak dari pihak majikan/perusahaan
6. Jaminan perlindungan dan keselamatan diri dan kepentingan selama
hubungan kerja berlangsung
7. Penjelasan dan kejelasan status, waktu dan cara kerjanya pada
majikan/perusahaan.35
8. Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan tidak
dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang ditetapkan lain oleh
pegawai pengawas.
33 Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Ed-1. Cet.2,Sinar Grafika, Jakarta, h. 14. 34 Ibid, h. 15 35A. Ridwan Halim, 1990, Hukum Perburuhan Dalam Tanyak Jawab, Balai Akasara, Jakarta,
h. 45.
27
Adapun hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan adalah
sebagai berikut:
1. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan
jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat
dankemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan
yang sama terhadap penyandang cacat.
2. Setiap tenaga kerja berhak memperoleh, meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat serta
kemampuannya melalui pelatihan kerja.
3. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah
mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
4. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi.
5. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
6. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan waktu istirahat dan cuti, dan
berhak mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya.
7. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid.
8. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat sebelum dan
sesudah melahirkan, bagi pekerja yang mengalami keguguran
kandungan sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan kandungan.
9. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas
28
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai- nilai agama.
10. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, artinya pendapatan atau
penerimaan pekerja/buruh dari hasil pekerjaanya mampu memenuhi
kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang
meliputi makanan dan minuman, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan
jaminan hari tua.
11. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya.
12. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
13. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh berhak melakukan
mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai apabila tidak
tercapainya kesepakatan penyelesaian hubungan industrial yang
disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau
perundingan mengalami jalan buntu. 36
2) Kewajiban tenaga kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja. Dalam hubungan kerja pasti muncul kewajiban-
kewajiban para pihak. Adapun kewajiban-kewajiban pekerja/buruh adalah sebagai
berikut :
1. Wajib melakukan pekerjaan sesuai dengan isi perjanjian yang telah
disepakati oleh para pihak. Dalam melaksanakan isi perjanjian, pekerja
36 Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 103.
29
melakukan sendiri apa yang menjadi pekerjaannya. Akan tetapi, dengan
seizin pengusaha/majikan pekerjaan tersebut dapat digantikan oleh
orang lain.
2. Wajib menaati aturan dan petunjuk dari pengusaha/majikan. Aturan-
aturan yang wajib ditaati tersebut antara lain dituangkan dalam tata tertib
perusahaan dan peraturan perusahaan. Perintah-perintah yang diberikan
oleh majikan wajib ditaati pekerja sepanjang diatur dalam perjanjian
kerja, undang-undang dan kebiasaan setempat.
3. Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda apabila pekerja dalam
melakukan pekerjaannya akibat kesengajaan atau karena kelalaiannya
sehingga menimbulkan kerugian, kerusakan, kehilangan atau lain
kejadian yang sifatnya tidak menguntungkan atau merugikan majikan,
maka atas perbuatan tersebut pekerja wajib menanggung resiko yang
timbul. 37
4. Kewajiban untuk bertindak sebagai pekerja yang baik. Pekerja wajib
melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti yang tercantum dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun dalam perjanjian kerja
bersama. Selain itu, pekerja juga wajib melaksanakan apa yang
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut peraturan
perundang-undangan, kepatutan, maupun kebiasaan. 38
2.2.3 Perlindungan tenaga kerja
Dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja harus diusahakan
adanya perlindungan dan perawatan yang layak bagi semua tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam bidang keselamatan kerja serta
menyangkut norma-norma perlindungan tenaga kerja.39
Tujuan perlindungan tenaga
kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis
tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah,
37Lalu Husni, op. cit, h. 69. 38F.X. Djumialdji, 2008, Perjanjian Kerja (Edisi Revisi). Sinar Grafika, Jakarta, h. 43. 39Wiwiho Soedjono, 2000, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, h. 42.
30
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.40
Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam Hukum
Ketenagakerjaan. Beberapa Pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur hal itu,
diantaranya:
1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
(Pasal 4 huruf c).
2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5)
3. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama
tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6)
4. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh dan/atau meningkatkan
dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11)
5. Setiap pekerja atau buruh memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12
ayat (3))
6. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31)
7. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan, dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat martabat manusia serta nilai-nilai agama
(Pasal 86 ayat (1))
8. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemausiaan (Pasal 88 ayat
(1))
9. Setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat (1))
10. Setiap pekerja atau buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
serikat pekerja atau buruh (Pasal 104 ayat (1))41
40Abdul Khakim, 2007, Pengangar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 103. 41 Eko Wahyudi, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Graika, Jakarta, h.31-32
31
Secara yuridis, Pasal 5 memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja
berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan
aliran politik sesuai dengan minat dengan kemampuan tenaga kerja yang
bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Adapun Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan
kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama
warna kulit, dan aliran politik.
Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut UU
Ketenagakerjaan:
1. perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding
dengan perusahaan;
2. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
3. perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat;
4. perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga
kerja.42
Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem
hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat
terhadap pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan
perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut
42 Ibid, h.32
32
Soepomo dalam Asikin perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut:
1. perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu
bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan
hak untuk berorganisasi.
3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
keamanan dan keselamatan kerja.43
Ketiga jenis perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan
sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi jasa. Jika pengusaha melalukan
pelanggaran, maka dikenakan sanksi.
Dasar hukum perlindungan tenaga kerja antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39)
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1)
c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131)
43 Ibid. h. 33
33
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
6)
e. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan bagi
Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 7)
f. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116)
2.3 Kecelakaan Kerja
2.3.1 Pengertian kecelakaan kerja
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Kecelakan kerja diartikan
sebagai suatu kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit akibat
hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali dari
melalui jalan yang biasa atau jalan yang wajar dilalui. Namun, tidak semua
kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja. Ada beberapa jenis
kecelakaan yang pada awalnya tidak dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja,
namun karena perkembangan teknologi jenis kecelakaan dimasukkan sebagai
kecelakaan kerja. Dengan perkembangan yang demikian, maka tidak hanya meliputi
kecelakaan di perusahaan saja yang termasuk kecelakaan kerja, tetapi tetapi juga
meliputi kecelakaan lalu lintas yang timbul pada saat pergi dan pulang dari tempat
34
kerja. Demikian juga kecelakaan kerja kadangkala diperluas dengan meliputi
penyakit akibat kerja. Ada 3 (tiga) jenis kecelakaan kerja, yaitu :
a. Golongan pertama, yang mengartikan kecelakaan kerja secara sempit
yaitu golongan yang hanya meliputi kecelakaan kerja yang terjadi di
perusahaan saja.
b. Golongan kedua, yang mengartikan kecelakaan yang bukan hanya
terjadi di perusahaan saja, tetapi juga penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja di perusahaan tempat bekerja.
c. Golongan ketiga, yang mengartikan kecelakaan kerja secara luas, yaitu
jenis kecelakaan yang meliputi golongan pertama dan golongan kedua
ditambah kecelakaan (lalu lintas) yang terjadi pada saat pulang dan
pergike tempat kerja, dengan melalui rute yang biasa dilalui.44
Sedangkan menurut Manulang kecelakaan kerja meliputi:
a. Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja atau lingkungan tempat
kerja.
b. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dan pulang dari
tempat kerja, sepanjang melalui perjalanan yang wajar dan biasa
dilewati setiap hari.
c. Kecelakaan terjadi di tempat lain dalam rangka tugas atau secara
langsung bersangkut paut dengan penugasan dan tidak ada unsur
kepentingan pribadi.
d. Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.45
Dalam kaitanya dengan kecelakaan kerja, ada suatu jenis kecelakaan yang
tidak dapat di kategorikan sebagai kecelakaan kerja. Jenis-jenis kecelakaan tersebut
adalah:
a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan
sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari
perusahaan, dalam perjalanan memenuhi panggilan tersebut, yang
bersangkutan sudah dijamin oleh jaminan kecelakaan kerja.
44 Zaeni Asyhadie I, op.cit., h. 131 45 Sendjun H. Manulang, op.cit, Jakarta, h. 115
35
b. Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di
lokasi tempat kerja.
c. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang
bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan.
d. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan
tempat kerja untuk kepentingan pribadi.46
Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tak terduga, semula
tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan
dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia dan atau harta benda, sedangkan
kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan dan tidak
terencana yang mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik pada manusia, barang
maupun lingkungan.47
Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan dapat
berupa banyak hal yang mana telah dikelompokkan menjadi 5, yaitu :
a. Kerusakan;
b. Kekacauan organisasi;
c. Keluhan, kesakitan dan kesedihan;
d. Kelainan dan cacat;
e. Kematian.
Pada dasarnya terjadinya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:
1. Unsafe Condition
46 Zaeni Asyhadie I, op.cit, h. 137 47Anonim, 2015, “Definisi dan Pengertian Kecelakaan Kerja Serta Latar Belakang Faktor
Terjadinya Kecelakaan Kerja” URL: http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-
faktor-kecelakaan-kerja.html (diakses tanggal 28 Oktober 2016)
36
Dimana kecelakaan terjadi karena kondisi kerja yang tidak aman, sebagai akibat
dari :
a. Mesin, Peralatan, Bahan, dsb
b. Lingkungan Kerja
c. Proses Kerja
d. Sifat Pekerjaan
e. Cara Kerja
2. Unsafe Action
Dimana kecelakaan terjadi karena perbuatan/tindakan yang tidak aman, sebagai
akibat dari :
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
b. Karakteristik fisik
c. Karakteristik mental psikologis
d. Sikap dan tingkah laku yang tidak aman48
Selain itu ada beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang dikategorikan
menjadi 3 (tiga) faktor yaitu faktor teknis, faktor non-teknis dan faktor alam.
1. Faktor Teknis
a. Tempat kerja
48 Ibid.
37
Tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti ukuran
ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja, lantai
dan kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan lain
sebagainya. Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, maka kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.
b. Kondisi peralatan
Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan
menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau
peralatan yang berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt atau
sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan lainnya.
Oleh karena itu, mesin dan peralatan yang potensial menyebabkan kecelakaan
kerja harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator atau manusia.
c. Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak
Pemindahan barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah meledak,
pelumas, dan lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat
memungkinkan terjadi kecelakaan kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja
tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan perhitungan yang matang, baik
metode memindahkannya, alat yang digunakan, jalur yang akan di lalui, siapa
yang bisa memindahkan dan lain sebagainya. Untuk bahan dan peralatan yang
berat diperlukan alat bantu seperti forklift. Orang yang akan mengoperasikan
alat bantu ini harus mengerti benar cara menggunakan forklift, karena jika
38
tidak, kemungkinan akan timbul kesalahan dan mengancam keselamatan
lingkungan maupun tenaga kerja lainnya.
d. Transportasi
Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga
cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban yang
berlebihan (overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang, licin,
sempit), kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak
baik, semuanya bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Upaya
untuk mengatasi hal tersebut di atas, diantaranya adalah memastikan jenis
transportasi yang tepat dan aman, melaksanakan operasi sesuai dengan
Standart Operational Procedure (SOP), jalan yang cukup, penambahan tanda-
tanda keselamatan, pembatasan kecepatan, jalur khusus untuk transportasi
(misal dengan warna cat) dan lain sebagainya.
e. Tools (Alat)
Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu
ada. Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat mengakibatkan kecelakaan.
Melakukan peremajaan pada alat-alat yang sudah tua dan melakukan kualitas
kontrol pada alat-alat yang ada di tempat kerja.49
49 Ibid.
39
2. Faktor non-teknis
a. Ketidaktahuan;
b. Kemampuan yang kurang;
c. Ketrampilan yang kurang;
d. Bermain-main;
e. Bekerja tanpa peralatan keselamatan.
3. Faktor alam
a. Gempa bumi;
b. Banjir;
c. Tsunami;
d. Tornado/Puting Beliung.
2.3.2 Landasan yang mengatur jaminan kecelakaan kerja
BPJS Ketenagakerjaan merupakan penyelenggara jaminan sosial yang
berfungsi menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), program
Jaminan Kematian (JK), program Jaminan Pensiun (JP) dan Program Jaminan
Kematian (JKM).
Kecelakan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja termasuk sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang
kembali dari melalui jalan yang biasa atau jalan yang wajar dilalui. Iuran jaminan
kecelakaan kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha yang besarnya antara
40
0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran tergantung dari tingkat resiko
kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha tertentu, semakin besar
tingkat resiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan kerja yang harus dibayar dan
sebaliknya, semakin kecil tingkat resiko semakin kecil pula iuran yang harus
dibayar.50
Pembayaran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada badan
penyelenggara, dilakukan setiap bulan dan disetor secara lunas paling lambat tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda.
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja
berupa penggantian biaya berupa:
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja
kerumah sakit dan atau/ kerumahnya, termasuk biaya pertolongan
pertama pada kecelakaan
b. Biaya pemeriksaan dan/atau perawatan selama dirumah sakit,
termasuk rawat jalan.
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan/ atau alat ganti
(prothose) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak
berfungsi akibat kecelakaan kerja.51
Sistem Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut SJSN) pada
dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui
program BPJS, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup
yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau
50 Lalu Husni, opcit, h. 153 51 Lalu Husni, loc.it.
41
berkurangnya pendapatan, karena mengalami Kecelakaan Kerja. Jaminan Kecelakaan
Kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015
tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (yang selanjutnya disebut
PP Nomor 44 Tahun 2015).
2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
2.4.1 Transformasi BPJS
Pengertian BPJS dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) UU BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban Negara dalam memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat demi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain diamanatkan dalam pancasila, mengenai
kewajiban Negara menyelenggarakan program jaminan sosial juga tersurat dalam
Pasal 28 H dan Pasal 34 UUD 945 yang menyatakan Negara wajib memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia.
Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai
dengan kemampuan negara demi memberikan keringanan bagi masyarakat dari segi
ekonomi serta tepat guna melalui badan atau organisasi. Sejalan dengan hal ini, maka
pemerintah memandang perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan
khusus yang menangani jaminan sosial.
42
Sebelum tahun 2014 terdapat empat BUMN yang berperan sebagai
penyelenggara program jaminan sosial, yaitu PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Asabri
dan PT Askes.52
Namun kemudian dalam Ketetapan MPR NomorX/MPR/2001
tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada
sidang tahunan MPR RI Tahun 2001 menugaskan kepada Presiden Republik
Indonesia untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Sehingga pada awal
tahun 2014, untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 5 ayat 1 Undang – Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
menyebutkan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial harus dibentuk dengan
Undang – Undang maka dibentuklah UU BPJS demi memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.53
UU BPJS
kemudian memerintahkan transformasi terhadap keempat Perseroan Terbatas yang
selama ini bergerak dibidang jaminan sosial menjadi dua BPJS. PT. Askes
bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan Pasal 60 ayat (3)
huruf a UU BPJS dan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
Pasal 62 ayat (1) UU BPJS. Kedua perusahaan ini yang sebelumnya merupakan
52 Jamsos Indonesia, 2016, “Transformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial” URL:
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387 (diakses pada tanggal 30 Oktober 2016) 53 Tim Visi Yustisia, op.cit, h.1
43
perusahaan Persero atau bergerak dibidang privat berubah menjadi badan publik yang
mengutamakan kepentingan peserta atau nirlaba.54
Untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, pekerja/buruh harus
melakukan pendaftaran dan membayar iuran sebagai peserta BPJS yang mana karena
kebijakan subsidi silang seorang pekerja/buruh secara otomatis termasuk dalam
katagori Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai
Pemerintah non Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, pekerja di luar hubungan kerja
atau pekerja mandiri, dan termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan.55
Hak – hak pekerja/buruh yang dulunya didapatkan dari PT. Askes yang berupa
jaminan kesehatan dan yang diperoleh selama menjadi peserta Jamsostek seperti
santunan berupa uang dan pelayanan kesehatan56
, tidak hilang karena BPJS
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU BPJS
menyelenggarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS Ketenagakerjaan
mengatur tentang jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU BPJS.
2.4.2 Tugas dan wewenang BPJS
54 Eko Wahyudi, op.cit, Jakarta, h.55 55 Jamsos Indonesia, loc.cit. 56 Lalu Husni, op.cit, h.152.
44
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.57
Dalam ketentuan Pasal 10 UU BPJS disebutkan tugas BPJS yaitu:
a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e. mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS
berwenang untuk:
a. menagih pembayaran Iuran;
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendekdan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
57 Lalu Hunsi, op.cit, h.151
45
f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya;
g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;dan
h. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
46
BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA YANG MENGALAMI
KECELAKAAN KERJA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM
BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT SANUR
3.3 Bentuk Perlindungan terhadap Tenaga Kerja oleh Hotel Mercure Resort
Sanur
Perlindungan terhadap hak pekerja bersumber pada Pasal 27 ayat (2) UUD
1945, yaitu Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Selain itu jaminan perlindungan atas pekerjaan dituangkan
pula dalam dalam ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yaitu Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 ayat (2), yaitu setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa di Indonesia hak untuk
bekerja telah memperoleh tempat penting dan dilindungi oleh UUD 1945.
Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif
dan perlindungan hukum represif.58
1. Perlindungan hukum preventif
58 Philipus M.Hadjon, loc.it.
47
Perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang defmitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.
2. Perlindungan hukum represif
Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah
adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa.
Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan pembangunan
harus didukung juga dengan jaminan hak setiap pekerja.59
Setiap tenaga kerja
diberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
dan keahliannya serta diberikan penghasilan yang layak sehingga dapat menjamin
kesejahteraan dirinya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya.
Dalam Pasal 86 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan juga bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja
b. moral dan kesusilaan dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
59 Asri Wijayanti, op.cit, h. 6.
48
Keselamatan kerja pada dasarnya bersumber pada 2 (dua) hal penting, yaitu
keamanan dan ketertiban kerja. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan untuk mewujudkan perlindungan keselamatan
kerja, maka pemerintah telah melakukan upaya pembinaan norma dibidang
ketenagakerjaan.
Dengan demikian maka perlindungan terhadap pekerja/buruh ini akan
mencangkup :
a. norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan serta proses
pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara
melakukan pekerjaan
b. norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang
meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja,
perawatan tenaga kerja yang sakit
c. norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang
berkaitan dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti,
kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan
masing-masing yang diakui oleh pemerintah dan moril kerja yang
menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral
d. kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan akibat pekerjaan,
berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan
dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat
ganti kerugian.60
Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo membagi perlindungan
pekerja ini dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
60 Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan,
Armico, Bandung, h.43-44.
49
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu
penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja
mengenyam dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota
keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja
c. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga pekerja terhindar dari bahaya kecelakaan
saat bekerja. Perlindungan ini disebut sebagai keselamatan kerja.61
Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum
ketenagakerjaan dimana pada Pasal 4 dalam UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa
salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
Berdasarkan wawancara tanggal 15 november 2016 dengan HRD Hotel
Mercure Resort Sanur Bapak I Nyoman Adhi Wistawan, jenis-jenis tenaga kerja di
Hotel Mercure Resort Sanur antara lain pekerja tetap, daily worker/pekerja harian
lepas, kontrak dan outsourching. Perlindungan yang diberikan Hotel Mercure Resort
Sanur bagi tenaga kerja tersebut mengikuti Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku yaitu UU Ketenagakerjaan dan sesuai dengan perjanjian kerja antara Pihak
Hotel dan Pekerja, dimana Pihak Hotel memberikan perlindungan sesuai dengan hak-
hak pekerja. Pihak Hotel telah mendaftarkan seluruh pekerja tetap dan kontrak dalam
program pemerintah baik BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Apabila ada
ketentuan antara pihak hotel dengan pekerja diluar perundang-undangan seperti
masih adanya tenaga kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS maka
61Zaeni Asyhadie II, op. cit, h. 20.
50
sebelumnya sudah ada perjanjian kerja antara pihak hotel dengan pekerja, pihak hotel
tetap akan memberikan perlindungan serta hak-hak pekerja sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Dalam menanggulangi resiko kecelakaan kerja bagi tenaga kerja baru
yang sedang menyesuaikan lingkungan kerja maka pihak hotel menyediakan klinik
yang dapat digunakan apabila terjadi resiko kecelakaan kerja dan menyediakan kotak
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di setiap department bidang
Berdasarkan keterangan Bapak I Wayan Mani tanggal 24 november 2016
sebagai pekerja tetap di Hotel Mercure Resort Sanur di bidang gardener
perlindungan ekonomis atau upah yang diberikan oleh pihak hotel sesuai dengan
Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK). Sebagai pegawai tetap Bapak I Wayan
Mani juga di daftarkan dalam program BPJS, baik BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan dimana program yang diikuti dalam BPJS Ketenagakerjaan
seluruhnya, sebagai pegawai tetap menurut Bapak I Wayan Mani juga mendapatkan
jaminan pensiun. Perlindungan teknis yang diberikan pihak hotel yaitu mengadakan
pelatihan untuk menanggulangi terjadinya bencana alam seperti tsunami karena
lokasi Hotel Mercure Resort Sanur berdekatan dengan pantai, selain itu juga pekerja
diberikan waktu penyesuaian lingkungan kerja dengan alat-alat yang dipergunakan di
hotel yang belum biasa digunakan.
Berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja pada Hotel Mercure Resort
Sanur, ada 3 (tiga) macam perlindungan tenaga kerja menurut Imam Soepomo yang
diterapkan di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu:
51
1. Perlindungan ekonomis dengan memberikan pekerja upah pekerja sesuai dengan
Upah Minimum Kabupaten (UMK).
2. Perlindungan sosial dengan mendaftarkan pekerja tetap maupun kontrak dalam
program BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan.
3. Perlindungan Teknis dengan memberikan pelatihan kerja untuk menyesuaikan
lingkungan kerja, dan pelatihan untuk memanggulangi terjadinya bencana alam.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, juga telah adan upaya perlindungan
preventif dalam rangka perlindungan bagi tenaga kerja yang belum terdaftar dalam
program BPJS yang bekerja di Hotel Mercure Resort Sanur sebelum terjadinya
kecelakaan kerja yaitu dengan disediakannya klinik yang dapat digunakan untuk
berobat dan disediakan kotak P3K di setiap department bidang serta adanya pelatihan
teknis bagi setiap pekerja baru untuk menyesuaikan lingkungan kerja demi
menanggulangi adanya resiko kecelakaan kerja, selain itu juga pekerja diberikan
waktu penyesuaian lingkungan kerja dengan alat-alat yang dipergunakan di hotel
yang belum biasa digunakan.
3.2 Tanggung Jawab Hotel Mercure Resort Sanur Resort Sanur terhadap
Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja yang Belum Terdaftar
Dalam Program BPJS
Metode dengan tanggung jawab pengusaha ini maksudnya adalah
membebankan tanggung jawab untuk menanggung buruh yang terkena resiko kerja,
sepenuhnya pada pengusaha (employers liability). Metode ini didasarkan pada
prinsip, bahwa siapa yang mempekerjakan buruh tentu harus bertanggung jawab atas
52
buruh itu. Metode ini pernah dipergunakan hingga masa kemerdekaan akan tetapi
karena dirasa mempunyai kelemahan maka metode ini pun ditinggalkan.62
Yang
dipakai sebagai dasar untuk memberikan ganti kerugian bagi pekerja yang terkena
kecelakaan kerja adalah persentase upah yang diterima setiap harinya, jika upah itu
dibayar secara mingguan maka upah seharinya adalah upah yang dibayar satu minggu
dibagi tujuh hari dan jika upah itu dibayar bulanan maka upah seharinya adalah upah
yang dibayar satu bulan dibagi tiga puluh.63
Pembentukan UU BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di
seluruh Indonesia. Dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan BPJS
Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Ketentuan Pasal 15 Ayat
(1) UU BPJS, menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan
dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial
sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”.
Seperti diketahui bahwa menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja,
pengusaha diwajibkan untuk :
1. Memberikan kesehatan badan, kondisi mental dan tenaga fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya, maupun pekerja yang sudah ada
secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan yang
disetujui oleh petugas pengawas;
2. Menunjuk dan menjelaskan kepada tenaga kerja yang baru tentang :
a. kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya
62Zainal Asikin, op.cit, h. 103. 63Zainal Asikin, op.cit, h. 113.
53
b. semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya
c. alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
d. cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Secara tertulis menempatkan di tempat kerja yang dipimpinnya semua
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan;
4. Memasang di tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar
keselamatan kerja yang dipimpinnya dan semua bahan pembinaan
lainnya pada tempat yang mudah terlihat kepada pekerja;
5. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan kepada pekerja.64
Selain kewajiban menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja diatas,
menurut peraturan keamanan kerja (veilighedregelement), pengusaha juga diwajibkan
untuk :
1. Memberikan keterangan yang diperlukan oleh pegawai pengawas;
2. Bagi perusahaan yang baru satu bulan mulai berjalan pengusahanya
diwajibkan untuk melapor kepada Bupati keterangan tentang :
a. macam perusahaan yang diselenggarakan
b. macam dan daya penggerak dan jumlah mesin yang digunakan
c. jumlah orang yang bekerja atau yang biasanya di tempat itu
d. siapa yang memberi izin didirikannya perusahaan.65
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus
dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-
risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun
mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha
64Zainal Asikin, op.cit, h. 171. 65Zainal Asikin, op. cit, h. 172.
54
memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar
antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.
Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 dikelompokan persentase jenis usaha
berdasakan tingkat resiko lingkungan kerja dimana jenis usaha hotel, penginapan dan
ruang sewa masuk dalam kategori tingkat resiko rendah yaitu 0,54%. Maka dari itu
perusahaan wajib membayar 0,54% untuk jaminan kecelakaan kerja berdasarkan
upah yang diberikan kepada pekerja.
Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai
tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja66
. Iuran untuk
program Jaminan Kecelakaan Kerja ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.
Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum
pada iuran. Adapun manfaat dari Jaminan Kecelakaan Kerja adalah sebagai berikut:
1. Biaya Transport (Maksimum)
a. Darat/sungai/danau Rp 750.000,-
b. Laut Rp 1.000.000,-
c. Udara Rp 2.000.000,-
2. Sementara tidak mampu bekerja
a. Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan
66 Tim Visi Yustisia, op.cit, h.8
55
b. Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan
c. Seterusnya 50% x upah sebulan
3. Biaya Pengobatan/Perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum)
4. Penggantian gigi tiruan Rp. 2.000.000 (maksimum)
5. Santunan Cacat
a. Sebagian – tetap : % table x 80 upah sebulan
b. Total – tetap : 1. Sekaligus: 70% table x 80 bulan upah
: 2. Berkala (24 bulan) Rp. 200.000 per bulan
c. Kurang fungsi : % kurang fungsi x % table x 80 bulan upah
6. Santunan Kematian
a. Sekaligus 60% x 80 bulan upah
b. Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan
c. Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-
7. Biaya Rehabilitasi
a. biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-
b. penggantian pemberian alat bantu (orthese) maksimal 40% dari patokan harga
yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RSU pemerintah.
8. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan
sama dengan poin ke-2 dan ke-3.67
Adapun ketentuan Pasal 8 ayat (3) PP Nomor 44 Tahun 2015 yaitu, “Dalam
hal Pemberi Kerja belum melaporkan dan membayar Iuran maka bila terjadi risiko
67 Tim Visi Yustisia, op.cit, h. 8-9
56
terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini” Sangat jelas apabila terjadi
kecelakaan kerja dalam lingkungan kerja maka perusahaan harus bertanggungjawab
atas itu. Dalam hal ini program Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan salah satu
program yang harus diikuti setiap pemberi kerja dan pekerja, adapun manfaat-
manfaat dalam program tersebut diatas memberikan ketenangan bagi kedua belah
pihak dalam menanggulangi resiko-resiko yang mungkin saja terjadi dalam
lingkungan kerja.
Demi adanya perlindungan bagi tenaga kerja maka ada perjanjian kerja antara
kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
setelah itu disebut dengan hubungan kerja. Adapun salah satu status perjanjian kerja
di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu perjanjian kerja tidak tetap yang meliputi
perjanjian kerja harian lepas.
Ketentuan mengenai perjanjian kerja harian lepas terdapat dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pengertian pernjanjian kerja
harian lepas menurut Eko Wahyudi adalah perjanjian kerja antara pekerja dan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam suatu pekerjaan tertentu yang
berubah-ubah menurut waktu maupun kontinuitasnya, pembayaran upah berdasarkan
57
kehadiran pekerja secara harian.68
Adapun salah satu prinsip mengenai perjanjian
kerja harian lepas menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 yaitu pengusaha wajib membuat dan memelihara
daftar pekerja harian lepas yang dipekerjakan dan menyampaikannya kepada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten atau kota dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari semenjak memperkerjakan pekerja harian
lepas.
Berdasarkan keterangan tanggal 24 november 2016 oleh Bapak Daniel
Mardika HRD Hotel Mercure Resort Sanur yang terdahulu, pada tahun 2015 salah
seorang pekerja daily worker/ pekerja harian lepas Bapak I Wayan Sukasada berumur
31 Tahun belum terdaftar dalam program BPJS, pekerja tersebut bekerja dibidang
gardener, saat melalukan aktifitas kerjanya ia mengalami kecelakaan kerja saat
memotong rumput dan mengakibatkan luka dibagian tangannya. Bentuk pertanggung
jawaban oleh Hotel Mercure Resort Sanur resort sanur berupa:
1. Uang Perawatan sebesar Rp. 300.000 (maksimum), apabila pekerja berobat ke
Rumah Sakit atau opname, pihak Hotel menanggung sebesar Rp. 300.000
(maksimum).
2. Adanya In House Clinic, yaitu ruang perawatan untuk pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja di lingkungan kerja, perawatan bersifat gratis sampai pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja sembuh total.
68 Eko Wahyudi, op.cit, h. 15
58
Tanggung jawab ini merupakan bentuk upaya perlindungan represif bagi
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS
yaitu Bapak I Wayan Sukasada yang mengalami kecelakaan kerja di lingkungan kerja
yang mengakibatkan ia luka di bagian tangan dan tidak bisa bekerja sementara dan
saat itu Bapak I Wayan Sukasada tidak terdaftar dalam program BPJS yang
mengakibatkan ia harus menanggung biaya perawatannya sendiri, maka tanggung
jawab pihak hotel dengan memberikan perawatan gratis di in house clinic bagi
pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS
serta memberikan uang santuan Rp. 300.000 (maksimum) untuk berobat diluar klinik
tersebut.
Dalam ketentuan Pasal 86 ayat (2) UU Ketenegakerjaan yang menyatakan
“Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja” Bentuk
tanggung jawab pihak hotel kepada bapak I Wayan Sukasada berupa biaya
pengobatan/perawatan maksimum sebesar Rp. 300.000, santunan tersebut diberikan
apabila bapak I Wayan Sukasada berobat diluar ataupun opname, jika ia berobat di in
house clinic semua pengobatan dan obat diberikan secara gratis. Apabila bapak I
Wayan Sukasada terdaftar dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja ia mendapatkan
santunan pengobatan/perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum), maka tanggung jawab
pihak hotel sebesar 1,5% dari jaminan kecelakaan kerja. Santunan sementara tidak
mampu bekerja yang diberikan pihak hotel kepada Bapak I Wayan Sukasada yaitu
59
saat ia berobat atau tidak mampu bekerja pada jam kerja yang seharusnya, maka
pihak hotel tidak akan memotong gaji dari Bapak I Wayan Sukasada dan tetap
memberikan gaji dengan hitungan bekerja penuh pada hari itu.
Dalam Pasal 87 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan “Setiap
perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan”. Upaya yang diterapkan
pihak Hotel Mercure Resort Sanur dalam ketentuan ini yaitu dengan menyediakan in
house clinic yaitu dengan adanya dokter dan obat-obatan. In house clinic ini ada di
setiap bidang pekerjaan di dalam hotel, selain in house clinic di setiap bidang
departement juga disiapkan kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
Seluruh pekerja di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu pekerja tetap, kontrak,
daily worker/pekerja harian lepas, dan outsourcing sama – sama memperoleh
perlindungan tenaga kerja baik perlindungan ekonomis, sosial dan teknis. Serta
adanya upaya perlindungan preventif dan represif bagi tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS. Dengan demikian Hotel
Mercure Resort Sanur telah memenuhi ketentuan UUD 1945 mengenai perlindungan
terhadap hak pekerja yang bersumber pada ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945,
yaitu Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 ayat (2),
yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa di
60
Indonesia hak untuk bekerja telah memperoleh tempat penting dan dilindungi oleh
UUD 1945. Serta mengikuti dan ketentuan yang ada dalam UU Ketenagakerjaan
yaitu mengenai hak pekerja. Namun, masih terdapat kekurangan yaitu masih adanya
tenaga kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS, dimana telah ada ketentuan
mengenai jaminan sosial tenaga kerja yaitu Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS,
menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan
program jaminan sosial yang diikuti”. Dikarenakan masih adanya hambatan yang
dihadapi pihak hotel.
61
BAB IV
FAKTOR PENGHAMBAT PEMENUHAN KEWAJIBAN TERHADAP
TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG
BELUM TERDAFTAR DALAM BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT
SANUR
4.1 Faktor Penghambat Pemenuhan Kewajiban dalam Pendaftaran Program
BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur
Untuk melindungi keselamatan tenaga kerja guna mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.69
Dalam lapangan perburuhan, kebijakan-kebijakan yang dijalankan
oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan ketenagakerjaan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan para pekerja/buruh dengan berbagai upaya diantaranya
perbaikan upah, jaminan sosial, perbaikan kondisi kerja, dalam hal ini untuk
meningkatkan kedudukan harkat dan martabat tenaga kerja.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung
jawab dan kewajiban Negara dalam memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat demi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain diamanatkan dalam pancasila, mengenai
kewajiban Negara menyelenggarakan program jaminan sosial juga tersurat dalam
69 Lalu Husni, op.cit, h.133
62
Pasal 28 H dan Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan Negara wajib memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia.
Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai
dengan kemampuan negara demi memberikan keringanan bagi masyarakat dari segi
ekonomi serta tepat guna melalui badan atau organisasi. Sejalan dengan hal ini, maka
pemerintah memandang perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan
khusus yang menangani jaminan sosial.
Pembentukan UU BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di
seluruh Indonesia. Dengan Undang-Undang ini dibentuk BPJS Ketenagakerjaan yang
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian. Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS, menyebutkan “Pemberi
kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial
yang diikuti”. Kemudian ketentuan Pasal 12 ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yaitu “Daftar pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja sejak memperjakan pekerja/buruh” dalam hal ini adalah ketentuan
mengenai perjanjian kerja harian atau lepas.
63
Meski telah dikeluarkan ketentuan mengenai kewajiban pemberi kerja
mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial, masih ada hambatan yang
dihadapi Hotel Mercure Resort Sanur dalam hal mendaftarkan pekerja daily
worker/pekerja harian lepas pada tahun 2015, yang pada saat itu terjadi kecelakaan
kerja yang dialami bapak I Wayan Sukasada seorang gardener yang mengakibatkan
luka dibagian tangan saat memotong rumput, Bapak I Wayan Sukasada belum
terdaftar dalam program BPJS.
Salah satu pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang bekerja di bagian
kitchen I Wayan Ardika, sebagai pekerja daily worker/pekerja harian lepas ia juga
tidak terdaftar dalam program jaminan sosial yang diberikan hotel baik BPJS
Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan bahkan ia tidak mengetahui mengenai
adanya jaminan sosial tersebut. Menurutnya, ia belum didaftarkan karena masa
kontrak kerja yang hanya 3 (tiga) bulan saja. Namun, ia diberikan pelatihan teknis
oleh senior dibagian kitchen saat menyesuaikan lingkungan kerja, selain itu di
department kitchen menyediakan kotak P3K dan in house clinic apabila terjadi
kecelakaan kerja. Apabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan ia tidak dapat
bekerja maka perusahaan memberi kebijakan dengan tidak memotong gaji pada hari
itu. Selain itu sebagai pekerja daily worker, I Wayan Ardika juga mendapatkan bonus
diluar gaji yang ia terima (wawancara tanggal 24 November 2016).
Berdasarkan keterangan tersebut pihak hotel belum mengoptimalkan
perlindungan hukum dalam hal jaminan sosial bagi pekerja sejak tahun 2015 hingga
64
saat ini terhadap pekerja daily worker/pekerja harian lepas, dikarenakan masih ada
pekerja yang belum terdaftar dalam program BPJS tersebut dengan masalah yang
sama yaitu karena dikontrak selama 3 bulan saja, dan belum tentu diperlukan lagi
oleh pihak hotel. Bahkan menurut I Wayan Ardika dia tidak mengetahui mengenai
adanya jaminan sosial.
Adapaun faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban pihak hotel
terhadap tenaga kerja dalam pendaftaran program BPJS sejak tahun 2015 sampai saat
ini antara lain:
1. Faktor administrasi, yaitu belum mengurus kembali Kartu Tanda Penduduk (KTP)
yang hilang, yang merupakan salah satu syarat pendaftaran sebagai peserta
program BPJS.
2. Faktor pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang hanya dikontrak bekerja 3
bulan saja, dan belum tentu masa kontrak tersebut diperpanjang dikarenakan pada
saat itu sudah banyak pekerja tetap dibagian gardener.
3. Faktor pekerja yang tidak mau mendaftarkan dirinya dalam program BPJS, karena
masa kontrak yang hanya 3 bulan saja.
4. Faktor kurangnya pengetahuan pekerja mengenai BPJS.
4.2 Upaya Menangani Hambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam Pendaftaran
Program BPJS Oleh Hotel Mercure Resort Sanur
Dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja harus diusahakan
adanya perlindungan dan perawatan yang layak bagi semua tenaga kerja dalam
65
melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam bidang keselamatan kerja serta
menyangkut norma-norma perlindungan tenaga kerja.70
Tujuan perlindungan tenaga
kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis
tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah,
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.71
Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 ditegaskan, setiap Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta
dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. “Setiap orang yang bekerja wajib
mendaftarkan dirinya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ketentuan
Pasal 4 ayat (2) PP tersebut.
Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 ini, peserta program JKK dan JKM terdiri dari:
1) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain
penyelenggara Negara, meliputi:
a. Pekerja pada perusahaan;
b. Pekerja pada orang perseorangan; dan
c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
2) Peserta bukan penerima upah, meliputi:
a. Pemberi Kerja;
b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
70Wiwiho Soedjono, op.cit, h. 42. 71Abdul Khakim, op.cit, h. 103.
66
Bagi peserta yang pindah tempat kerja, menurut Ketentuan Pasal 8 PP
Nomor 44 Tahun 2015 ini, wajib memberitahukan kepesertaannya kepada Pemberi
Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
yang dimilikinya. Selanjutnya, Pemberi Kerja tempat kerja baru wajib meneruskan
kepesertaan Pekerja dengan melaporkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan
membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sejak Pekerja bekerja pada Pemberi
Kerja tempat kerja baru.
Ketentuan Pasal 8 Ayat (3) bunyi Pasal 8 Ayat (3) “Dalam hal Pemberi
Kerja belum melaporkan dan membayar Iuran maka bila terjadi risiko terhadap
Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini”. Dalam hal Pemberi Kerja nyata-nyata
lain tidak mendaftarkan Pekerjanya, menurut PP Nomor 44 Tahun 2015 ini, Pekerja
berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS
Ketengakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan.
Sebagaimana ketentuan diatas maka sudah ada tahapan-tahapan bagi setiap
pemberi kerja dan pekerja mendaftarkan diri dalam program BPJS. Pemberi Kerja
maupun pekerja wajib mendaftarkan dirinya dalam program BPJS yang
diselenggarakan Pemerintah. Selain mendapatkan manfaat proteksi sosial bagi
Pemberi Kerja dan Pekerja, mendaftarkan diri kedalam BPJS merupakan tugas
sebagai warga Negara. Adapun upaya dalam menghadapi hambatan pendaftaran
pekerja dalam program BPJS yaitu:
67
1. Mengutamakan pekerja yang memiliki data administrasi atau KTP yang lengkap
dan masih berlaku, karena KTP merupakan salah satu syarat dalam pendaftaran
BPJS. Maka setiap pekerja harus membawa KTP yang masih berlaku terlebih
dahulu sebelum bekerja pada perusahaan.
2. Adanya perjanjian, yaitu ketentuan mengenai 3 bulan masa kontrak kerja tersebut.
Perjanjian dibuat dengan jelas mengenai hak dan kewajiban masing-masing
pihak, dalam perjanjian tersebut tentunya juga mengutamakan bentuk
perlindungan bagi tenaga kerja daily worker.
3. Memberikan sosialisasi kepada seluruh pekerja mengenai resiko kecelakaan kerja
dan kewajiban mendaftar pada program BPJS meskipun kontrak kerja yang hanya
3 (tiga) bulan.
4. Memberikan sosialisasi bagi pekerja yang baru bekerja pada perusahaan tentang
bentuk jaminan sosial yang diselenggarakan Pemerintah yaitu BPJS.
Adapun upaya yang diberikan hotel sampai saat ini bagi tenaga kerja yang
tidak terdaftar dalam program BPJS yaitu dengan adanya penyesuaian lingkungan
kerja terlebih dahulu, kemudian dengan adanya klinik di setiap department dan
memberikan kebijakan kepada pekerja daily worker apabila sakit saat jam kerja maka
pihak hotel tidak akan memotong gaji pekerja tersebut. Upaya lain yaitu dengan
adanya santunan yang sebesar Rp. 300.000 (maksimum) yang diberikan pihak hotel
apabila pekerja mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program
BPJS.
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian bab-bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure
Resort Sanur adalah dengan upaya perlindungan preventif dengan menyediakan
klinik yang dapat digunakan untuk berobat apabila terjadi kecelakaan kerja dan
upaya perlindungan represif yaitu memberikan santunan yang besaran
nominalnya 1,5 % dari yang seharusnya yaitu sebesar Rp. 300.000 (maksimum)
untuk berobat diluar klinik yang disediakan pihak hotel serta tidak memotong jam
kerja pekerja yang ijin berobat pada saat jam kerja.
2. Adapun faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban yang dialami pihak
hotel, pertama faktor administrasi, yaitu pekerja belum mengurus kembali Kartu
Tanda Penduduk (KTP) yang hilang, yang merupakan salah satu syarat
pendaftaran sebagai peserta program BPJS. Kedua faktor pekerja daily
worker/pekerja harian lepas yang hanya dikontrak bekerja 3 bulan saja dan belum
tentu masa kontrak tersebut diperpanjang dikarenakan pada saat itu sudah banyak
pekerja tetap. Ketiga, faktor pekerja yang tidak mau mendaftarkan dirinya dalam
69
program BPJS, karena masa kontrak yang hanya 3 bulan saja. Keempat, faktor
pekerja yang belum mengetahui mengenai program BPJS.
5.2. Saran
1. Untuk menanggulangi resiko seperti kecelakaan kerja, pihak hotel seharusnya
lebih mengoptimalkan upaya kesehatan dan keselamatan kerja terhadap
pekerjanya, dan sebaiknya pihak hotel langsung mendaftarkan pekerjanya pada
hari pertama ia bekerja kedalam program BPJS. Sebaiknya Pemerintah juga lebih
memperhatikan atau lebih tegas memberi sanksi terhadap pemberi kerja atau
pengusaha agar memenuhi ketentuan yang berlaku.
2. Sebaiknya pihak hotel atau pemberi kerja memberikan sosialisasi pentingnya
keselamatan kerja serta sosialiasi mengenai adanya program jaminan sosial
Pemerintah yaitu BPJS. Selain itu pekerja daily worker/ pekerja harian lepas yang
hanya dikontrak 3 (tiga) bulan harus diberikan sosialisasi bahwa kartu
pendaftaran jaminan sosial BPJS tetap dapat digunakan meskipun bekerja
ditempat yang baru.
70
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
Ade Saptomo, 2009, Pokok pokok metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni,
Jakarta Trisakti, Jakarta.
Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Ed-1. Cet.2,Sinar Grafika, Jakarta
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta.
Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Eko Wahyudi, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Graika, Jakarta
Hadjon, dkk, 2002, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University,
Yogyakarta.
Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan. Ghalian Indonesia , Jakarta.
Johan Nasution, Bahder, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung.
Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan,
Armico, Bandung
Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed.Revisi, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.
Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu
Surabaya.
71
Ridwan Halim, 1990, Hukum Perburuhan Dalam Tanyak Jawab, Balai Akasara,
Jakarta
Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cet. Ke-
1, IND-HILL-CO, Jakarta
Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta.
Tim Visi Yustisia, 2014, Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS, cet.1,
Transmedia Pustaka, Jakarta
Wiwiho Soedjono, 2000, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta.
Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Cet.1,
PT.Rajawali, Jakarta.
, 2008, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),
edisi revisi 2, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Zainal Asikin, dkk, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang – Undangan :
Indonesia, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Indonesia, Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran negara Nomor 291
72
Indonesia, Undang-Undang tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279
Indonesia, Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3989
Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
525
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Istirahat Tahunan bagi Buruh, Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1954 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 542
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5714
Internet :
Anonim, 2015, “Definisi dan Pengertian Kecelakaan Kerja Serta Latar Belakang
Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja” URL: http://www.definisi-
pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-faktor-kecelakaan-kerja.html
73
Fitri Hidayat, 2013, “Perlindungan Hukum Unsur Esensial Dalam Suatu Negara
Hukum”, URL: http://fitrihidayat-ub.blogspot.co.id/2013/07/perlindungan-
hukum-unsur-esensial-dalam.html
Jamsos Indonesia, 2016, “Transformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial” URL:
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387