PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA …
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA …
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
170
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA (Legal Protection for Victims of Human Trafficking Crimes in Indonesia)
Anggie Rizqita Herda Putri1, Ridwan Arifin2
1,2Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES) Email: [email protected]
ABSTRACT The rise of cases of human trafficking in Indonesia not only targets certain age and gender,
but also almost all ages, both men and women. Even some cases of trafficking in persons have been organized and become crimes that cross national borders. Criminal law and the legal rules relating to human trafficking both nationally and internationally have been in force and have binding legal powers, however, the facts in the field prove that the rule of law is not enough to provide a deterrent effect for the perpetrators. In fact, these rules only focus on the conviction of the perpetrator but override the side of the rights and protection of the victim. In fact, in every crime that occurs, there are always two parties, the perpetrator and the victim. Protection of victims is considered important in fulfilling human rights. This paper analyzes how to protect victims in the case of trafficking in Indonesia both in terms of national and international legal rules. Keywords: human trafficking, legal protection, victims of crime
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum, segala perbuatan di Indonesia diatur dan terikat
hukum. Hukum itu sendiri bukan hanya soal petunjuk dan pedoman tingkah laku manusia
dalam masyarakat, tetapi hukum juga harus benar-benar hidup di dalam masyarakat itu
agar dapat mencapai ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.1 Dan yang menjadi
sumber dalam hukum di Indonesia ialah Undang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat,
Doktrin, dan Kebiasan.
Sebagai negara hukum, di Indonesia juga terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) yang
dimiliki setiap individu sejak individu tersebut dilahirkan. Hak asasi tersebut harus dipenuhi
dan tidak untuk dilanggar. Hak asasi tersebut diantaranya adalah hak hidup, hak
kemerdekaan, dan hak milik. HAM merupakan sekumpulan aturan yang memiliki sifat
1 Hardianto Djanggih dan Yusuf Saefudin. 2017. “Pertimbangan Hakim Pada Putusan Praperadilan: Studi
Putusan Nomor: 09/PID.PRA/2016/PN.Lwk Tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Politik Uang”. Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 3, hal. 414.
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
171
politis yang umumnya berhubungan dengan bagaimanakah seseorang
tersebut diperlakukan oleh sesamanya, negara, dan institusi. Atau bsa dikatakan
HAM adalah hak dasar yang melekat pada diri masnusia sejak dia dilahirkan, dan itu
terjadi karena manusia bukan karena kehendak negara atau hukum serta manusia
lainnya.2 Dengan adanya tindak pidana perdagangan orang, sudak disepakati bahwa hal
tersebut sudah melanggar hak asasi manusia yaitu hak kemerdekaan. Korban akan
mereasa tertekan dan tidak bebas, serta menurunnya harga diri mereka. Selama ini
terdapat eufimisme atau istiah yang lebih halus dari kata pergadangan orang yaitu tenaga
kerja illegal, padahal yang mereka jual atau yang mereka dagangkan bukan hanya jasanya
saja tetapi si pemberi jasa tersebut atau orangnya tersebut. Perdagangan orang yang kita
tahu banyak terjadi di luar negeri, tetapi ternyata di Indonesia juga terjadi tindak pidana
perdagangan orang dalam jumlah yang banyak.
Sebelumnya kita harus mengerti dan memahami pengertian dari tindak pidana.
Tindak pidana ialah istilah yang mengandung arti suatu pengertian yang mendasar dalam
ilmu hukum, istilah tersebut dibentuk berdasarkan kesadaran dalam memberikan ciri pada
peristiwa tindak pidana. Tindak pidana ini memiliki arti yang abstrak dari segala peristiwa
yang konkret dalam hukum pidana, maka dari itu tindak pidana harus diberikan pengertian
yang bersifat ilmiah dan ditentukan secara jelas guna memisahkan dengan istilah yang
digunakan sehari-hari.3
Menurut pasal 3 huruf a, Protocol Palermo, tindak pidana perdagangan orang ialah
“perekrutan, pengiriman ke suatu tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan
melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan
lain, penculikan, penipuan, penganiayaan, penjualan, atau tindak penyewaan untuk
mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi”. Untuk
melancarkan tindak pidana perdagangan orang, pelaku menggunakan berbagai cara,
misalnya diculik lalu kemudian dijual ketempat-tempat pelacuran diluar negaranya, ada
juga dari pihak keluarga mereka sendiri yang menjual karena percaya bahwa anak-anak
mereka akan bekerja sebagai asisten rumah tangga atau menggunakan modus kawin
2 Widiada Gunakarya. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta, Indonesia : Penerbit Andi. Hlm. 1 3 Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili. 2015. Hukum Pidana. Jakarta, Indonesia : Mitra Wacana Media.
Hlm. 5
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
172
kontrak dengan orang asing dan yang terakhir yaitu dengan menipu korban dan
mengatakan bahwa akan dipekerjakan ditempat tertentu tetapi pada kenyataannya mereka
dijual ketempat pelacuran.4
Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Hak Asasi Manusia atau HAM sangatlah penting dan dalam acara Konsultasi
Lintas Sektor ICHR tahun 2017, perwkailan Indonesia telah mengemukakan permintaan
tersebut dan mengusulkan agar melakukan tindakan pemberantasan tersebut segera
direalisasikan dengan menggunakan pendekatan hak asasi manusia atau HAM. Hak asasi
manusia yang telai diakui oleh internasional mempunyai persoalan pada tingkat
pelaksanaan. Pelanggaran HAM sering terjadi pada level lokal, dengan memutus mata
rantai pelanggaran HAM dianggap akan jauh lebih efektif apabila pada level lokal dibangun
kapasitas pemerintah dalam menjalankan kewajiban HAM.5
Data dari Walk Free Foundation berkaitan dengan Indeks Perbudakan Dunia
mengatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-8 dari 167 negara yang praktik
perbudakan modern atau perdagangan orang tertinggi. Hal tersebut disebabkan pada
tahun 2014 tercatat 714.300 rakyat Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang
tersebut. Dibandingkan jumlah pada taun 2013 tentu ini sangat terlihat perbedaan yang
signifikan, pada tahun 2013 tercatat 210.970 warga Indonesia yang menjadi korban
perdagangan orang. Korban-korban tersebut dieksploitasi baik secara fisik dan seksual,
mendapat tindak kekerasan, penyiksaan, bahkan ada yang tidak mendapat haknya
sebagai pekerja yakni gaji.6
Kasus perdagangan orang semakin meningkat karena jumlah keuntungan yang
diperoleh si pelaki sangatlah besar. Bahkan menurut PBB, tindak pidana perdagangan
orang termasuk salah satu perusahaan kriminal terbesar ke-3 tingkat dunia yang
menghasilkan sekitar 9,5 juta USD dalam pajak tahunan, dan perusahaan criminal ini
berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang.7
Kebijakan hukum tentunya sangat penting untuk dilakukan terutama di dalam
penganggulangan serta penegakkan hukum kasus tindak pidana perdagangan orang agar
4 Novianti. 2014. “Tinjauan Yuridis Kejahatan Perdagangan Manusia (Human Traffikking) Sebagai Kejahatan
Lintas Batas Negara”. Jurnal Ilmu Hukum. hal. 51 5 Komnas HAM. 2016. “Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia”. volume xiii, hal. xx 6 Paul SinlaEloe. 2017. “Tindak Pidana Perdagangan Orang”. Malang, Indonesia: Setara Press. hlm. vii 7 M. Makhfudz. “Kajian Praktek Perdagangan Orang di Indonesia”. Jurnal Hukum Volume 4, No. 1. hal. 226
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
173
hukum berjalan sesuai dengan fungsinya dan harapan. Menurut Mochtar K. “hukum tanpa
kekuasaan adalah angan-angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah
kedzaliman”.8
Indonesia adalah merupakan salah satu negara yang menyetujui dan berjanji untuk
melaksanakan Protocol Palermo, dan Indonesia berhasil mengesahkan dan
pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 No. 58, yang
merupakan tambahan dari Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720. Yakni UU
No. 21 tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau
UUPTPPO. Tindak pidana perdagangan orang itu sendiri berarti setiap tindakan yang
terdapat unsur tindak pidana yang telah diatur dalam UUPTPPO.
Dalam kasus yang terjadi di Indonesia sebenarnya korban tindak pidana perdagangan
orang tidak hanya dieksploitasi ke negara China, tetapi ada jga yang dikirim ke negara lain
contohnya Gabon, Afrika. Dalam kasus yang terjadi pada awal Maret 2018, tercatat 30
WNI diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Gabon. Kemenlu
mendapatkan informasi tersebut dari para ABK di Gabon bahwa WNI korban perbudakan
modern berjumlah 30 orang, tetapi dari komunikasi yang dilakukan lenih lanjut diperkirakan
lebih dari 30 orang WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Pelaku tindak pidana perdagangan orang ada juga yang mengirimkan korbannya ke
Malaysia untuk dijadikan PSK disana. Kasus ini melibatkan jaringan Aceh, Batam, dan
Malaysia. Modus awal si pelaku tindak pidana perdagangan orang ialah mengajak dan
menjamin korban yang kebanyakan wanita Aceh tersebut bekerja di Malaysia. Mendengar
perkataan si pelaku, korban pun tergiur dan memutuskan untuk ikut si pelaku ke Malaysia
untuk mendapatkan posisi pekerjaan disana. Ternyata sesampainya para korban di
Malaysia, para korban dipekerjakan sebagai PSK.
Kasus selanjutnya ialah kasus yang marak terjadi, yakni para korban tindak pidana
perdagangan orang yang ditempatkan atau dikirim ke China. Contoh kasus lainnya ialah
kasus yang terjadi pada September tahun 2018 lalu, kasus ini dialami langsung oleh
seorang wanita berinisial Er 21 tahun. Seorang wanita asal Kabupaten Bandung ini melalui
sambungan teleponnya bercerita bahwa ia menjadi korban tindak pidana perdagangan
8 Sanofta D.J. Ginting. 2013. “Kebijakan Hukum Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Human Trafficking)”. Jurnal Universitas Sumatera Utara. hal. 5
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
174
orang yang dinikahi oleh orang China, ia sangat ingin kembali ke tanah air. Ia merasa
tertekan karena ia mendapat perlakuan kekerasan, walaupun hanya berupa kata-kata
kasar tidak sampai ke kekerasan fisik atau seksual. Korban dipaksa meminum obat
penyubur kandungan setiap hari oleh si pelaku, pelaku mengatakan bahwa ia ingin sekali
mendapat keturunan orang Indonesia, karena melaku menganggap hal itu akan membawa
keuntungan materiil bagi pelaku. Korban sangat ingin bebas dari keadaan tersebut, ia
sangat ingin kembali pulang ke tanah air Indonesia, karena jika ia memiliki keturunan dari
si pelaku maka ia semakin sulit untuk kembali ke Indonesia. Korban merasa tertekan dan
tertipu, atas semua perilaku yang ia terima selama ini. Pelaku dalam kasus ini diduga ada
3 orang, dari ketiga pelaku ini memiliki perannya masing-masing ada yang sebagai
perekrut, lalu sebagai perekrut dan warga Tiongkok, dan yang terakhir sebagai perantara
dari Indonesia ke Tiongkok. Tercatat korban tindak pidana perdagangan orang pada September 2018 tersebut
sebanyak 11 orang. Dan kuasa hukum dari kesebelas orang tersebut berharap
Kementerian Luar Negeri dapat segera memulangkan para korban tindak pidana
perdagangan orang tersebut. Karena jika sampai korban tindak pidana perdagangan orang
tersebut sudah melahirkan maka akan semakin sulit untuk proses pemulangan para
korban tindak pidana tersebut ke tanah air Indonesia. Dan kuasa hukum dari kesebelas
korban tersebut juga sudah sering melakukan komunikasi dengan para korban untuk
mengetahui kondisi terkini korban, dan tidak sedikit dari korban tindak pidana perdagangan
orang tersebut mengalami depresi, karena disaat kah kebebasan mereka diabaikan,
mereka malah ditambah mendapatkan kekerasan seksual. Banyak kendala yang dialami
saat proses pemulangan para korban tindak pidana perdagangan orang, karena para
korban tindak pidana perdagangan orang tersebut telah menjadi istri sah dari pelaku dan
disisi lain cara mereka pergi ke China juga telah melanggar banyak aturan hukum bahkan
sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang. Dan tentunya para korban tindak pidana perdagangan orang tersebut masih berada
dibawah perlindungan hukum negara Indonesia, maka dari itu mereka sepantasnya
mendapat hak perlindungan hukum dan restitusi atas semua perilaku yang mereka terima
saat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang ini. Walaupun masih akan
menyisakan rasa sedih, tertekan, dan takut dalam mental mereka, tetapi setidaknya
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
175
mereka merasa lebih terlindungi oleh negara dengan adanya perlindungan hukum dan
restitusi korban tindak pidana perdagangan orang ini. II. Pembahasan
1. Pemahaman Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Fenomena tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak sudah
lama berkembang di beberapa negara, seperti Saudi Arabia, Jepang, Hongkong, Malaysia,
Singapura, Taiwan, dan Indonesia. Tidak ada negara yang mampu bertahan kebal dari
tindak pidana perdagangan orang yang setiap tahunnya diperkirakan ada 600.000-800.000
laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang diperdagangkan secara internasional untuk
dieksploitasi secara seksual.9
Tindak pidana perdagangan orang seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO) merupakan
setiap tindakan yang memenuhi undur tindak pidana perdagangan orang. Dan pada pasal
2 ayat 1 UUPTPPO tersebut dikatakan bahwa “Tindak Pidana Perdagangan Orang ialah
setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkatan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan
atau posisi rentan, penjeratan utang atau member bayaran atau manfaat meskipun
memperoleh persetujuan dari orang yang mengendalikan atas orang lain, untuk tujuan
pengeksploitasian orang tersebut di wilayah NKRI, dipidana dengan pidana penjara
minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan denda pidana minimal Rp. 120.000.000,00
dan maksimal Rp. 600.000.000,00.”
Tindak pidana perdagangan orang merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia
tentang kebebasan, integritas, keamanan, dan kebebasan bergerak (GajicVeljanoski &
Stewart, 2007). Selain termasuk salah satu pelanggaran hak asasi manusia, hal tersebut
merupakan tindak kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran atas hak yang dimiliki
perempuan. Seperti apa yang dinyatakan oleh the Peel Institute on Violence Prevention’s
Report bahwa “Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia”.10
9 Dadang Abdullah. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Trafficking Anak Dan Perempuan. Jurnal
Hukum Al’Adl, Volume IX, Nomor 2, Agustus. Hlm. 232 10 Peel Institute on Violence Prevention. 2017. Human Trafficking Preliminary Literature Review. Hlm. 3
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
176
Unsur yang terdapat di tindak pidana perdagangan orang ada 4(empat), yaitu unsur
pertama ialah unsur pelaku (individu atau kelompok terorganisasi serta penyelenggara
negara), unsur kedua adalah unsur proses atau tindakan (urutan kejadian tiundak pidana
perdagangan orang yang terjadi baik secara spontan maupun terencana), unsur ketiga
ialah unsur cara atau modus (tindakan yang dilakukan guna menjamin berhasilnya proses
tindak pidana perdagangan orang, baik dengan ancaman kekerasan, penipuan,
penyekapan, pemalsuan, sampai member bayaran), dan unsur yang keempat ialah unsur
tujuan (sesuatu yang menjadi sebab atau akibat dari dampak terjadinya tindak pidana
perdagangan orang).11
Tindak pidana perdagangan orang diperburuk dengan adanya masalah sosial
ekonomi, konflik, atau bencana alam yang membuat orang-orang terpaksa untuk mencari
pekerjaan dengan bermigrasi untuk bertahan hidup.12 Hal itu dijadikan kesempatan bagi
pelaku tindak pidana perdagangan orang, seperti contoh kasus yang menimpa wanita
korban tindak pidana perdagangan orang yang dikirim ke China, yang pada awalnya
mereka diiming-imingi kerjaan di Luar Negeri ternyata mereka menjadi salah ssati dari
sekian banyak korban tindak pidana perdagangan orang.
Yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan di
Indonesia berdasarkan laporan Global Aliance Against Traffic on Women (GAATW), tercatat ada
3(tiga) aspek13, diantaranya :
1.1. Maraknya terjadinya imigrasi dari tempat yang 1 ke tempat yang lain, baik dalam negeri maupun luar negeri yang tidak berdasar pada keinginan atau pilihan dari orang atau perempuan yang bersangkutan, melainkan atas dasar paksaan atau tekanan situasi yakni kemiskinan dan pengangguran, akibatnya timbul keinginan yang kuat untuk memperbaiki nasib
1.2. Peningkatan jumlah perusahaan yang menyalurkan tenaga kerja, terutama perusahan penyalur tenaga kerja yang ilegal, karena laba yang diperoleh si perekrut, penjual, dan sindikat dari perusahaan tersebut sangat besar.
1.3. Tingginya jumlah tindak pidana kasus penipuan, antara lain berupa janji palsu, penjeratan hutang, perbudakan, pemaksaan, dan tekanan pemerasan.
11 Paul SinlaEloe, Op.Cit ,hlm.4-5 12 David O., Y. J. Choi, Jennifer E., and Abigail C. Burns. 2018. Seventeen years of human trafficking research in
social work: A review of the literature. Journal Of Evidence-Informed Social Work. Journal by University of Georgia. Hlm. 1
13 Siti Muflichah dan Rahadi Wasi Bintoro. 2009. Trafficking: Suatu Studi Tentang Perdagangan Perempuan Dari Aspek Sosial, Budaya Dan Ekonomi Di Kabupaten Banyumas. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 9 No.1. Hlm. 126
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
177
Tindak pidana perdagangan orang dapat terjadi apabila si pelaku atau penjual orang
yang disembunyikan atau dirahasiakan melewati batas kondisi perbudakan, atau apabila
orang yang korban tidak segera mendapat layanan yang diberikan kepadanya dari pelaku,
dan disebabkan karena terpaksa bekerja untuk membayar hutang kepada pelaku.14
Tindak pidana perdagangan orang umumnya terdapat sekitar 5 pelaku, yakni sebagai
berikut15:
a. Pelaku yang melibatkan korban migrant untuk diperdagangkan dan diangkut. b. Pelaku yang merekrut korbannya untuk transportasi, dan dalam beberapa kasus
memungut biaya dengan membayar semua biaya transportasi. c. Pembeli yang mengklaim kepemilikan atas korban. Pada umumnya pembeli
tidak memiliki hubungan sebelumnya dengan korban, karenanya pembeli dapat memakai kekuatan dan paksaan guna menjaga kepatuhan korban agar tunduk.
d. Enabler, mereka yang bekerja di belakang peristiwa secara sadar maupun tidak sadar membantu memfasilitasi perpindahan korban dari satu tempat ke tempat lain.
e. Konsumen pelacur seks dari mucikari yang menawarkan layanan pelanggan dengan basis per-jam dengan memanfaatkan korban.
Awalnya anggapan orang tentang tindak pidana perdagangan orang hanyalah
terfokus pada perdagangan seks perempuan dan anak, serta inilah yang memunculkan
tanggapan penegakan hukum. Sekarang tindak pidana perdagangan orang telah dipahami
lebih luas, yang ternyata terjadi juga dalam berbagai tenaga kerja rendah atau tanpa upah.
Faktanya, mobilitas dan buruh upah rendah sekarang memunculkan banyak peluang untuk
mengeksploitasi tenaga kerja. Mulai dari pria, wanita, dan anak-anak diperdagangkan
dengan berbagai tujuan, termasuk sebagai pekerjaan rumah tangga, pertanian dan
perkebunan, perikanan komersial, tekstil, pabrik tenaga kerja, konstruksi, pertambangan,
dan kerja seks paksa, serta perdagangan pengantin dan kejahatan lainnya. 16 Korban
tindak pidana perdagangan orang meliputi pria dan wanita, tetapi sebagian besar korban
adalah wanita. “walaupun laki-laki juga terkena dampak dari tindak kekerasan tersebut,
perempuan selalu menjadi korban utama dari tindak pidana perdagangan orang ini,
14 Steward Harrison Oppong. 2012. Human Trafficking Through Organized Crime. International Journal of
Humanities and Social Science, Vol. 2 No. 20. Hlm. 37. 15 Majeed A. Rahman. 2011. Human Trafficking in the era of Globalization: The case of Trafficking in the Global
Market Economy. Transcience Journal Vol 2, No 1. Hlm. 58. 16 Cathy Zimmerman dan L. Kiss. 2017. Human trafficking and exploitation: A global health concern. Plos
Medicine. Hlm. 2
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
178
sehingga latar belakang gender merupakan salah satu penentu utama dari kekerasan ”
(Riutort, Rupnarain & Masoud, n.d)17
2. Penegakkan Hukum, Hukum Pembuktian, dan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang
Dalam UU No. 21 Tahun 2007 pasal 2-18 dijelaskan sanksi-sanksi bagi pelaku tindak
pidana perdagangan orang, yang dapat disimpulkan beberapa pelaku tindak pidana
perdagangan orang, sebagai berikut18:
a) Agen perekrutan Tenaga Kerja (legal maupun illegal) Yang membayar orang untuk mencari pekerja di desa-desa, mengelola penampungan, mengurus identitas dan berbagai dokumen pejalanan, memberikan pelatihan dan melakukan pemeriksaan medis serta menempatkan pekerja tersebut di Negara tujuan.
b) Agen atau calo Yang mendatangi suatu desa, tetangga, teman, bahkan sampai ke kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun tokoh agama. Agen bisa saja bekerja sama dengan PJTK terdaftar atau tidak terdaftar, untuk mendapat bayaran bagi tiap buruh yang direkrutnya.
c) Majikan Yang memaksa pekerja tersebut bekerja dalam kondisi eksploitatif, tidak memberikan gaji, menyekap pekerja di tempat kerja, melakukan tindakan kekerasan seksual atau fisik kepada pekerja tersebut.
d) Pemerintah Yang terlibat dalam kegiatan pemalsuan dokumen, mengabaikan pelanggaran yang terjadi dalam perekrutan tenaga kerja atau bahkan yang memfasilitasi persebaran perbatasan secara illegal (termasuk pengabaian oleh polisi atau petugas imigrasi).
e) Pemilik atau pengelola rumah bordil Yang melakukan pemaksaan perempuan untuk bekerja di luar kemauan dan kemampuannya, tidak membayarkan gaji atau bahkan yang merekrut dan mempekerjakan anak dibawah umur atau yang belum berusia 18 tahun.
Tahap penyelesaian dari kasus tindak pidana perdagangan orang berbeda dengan
proses penyelesaian kasus tindak pidana lainnya. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 28
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO) yang
menyatakan bahwa “proses beracara mulai dari penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di siding pengadilan, terkait penegakkan hukum terhadap tindak pidana perdagangan
17 Peel Institute on Violence Prevention, Ibid. 18 Herlien C. Kamea. 2016. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Perdagangan Orang Menurut
Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007. Lex Crimen, Vol. V, No. 2, Februari. Hlm. 129
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
179
orang, pedomannya adalah hukum acara pidana, kecuali yang ditentukan lain oleh
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO)”.
Pada tahap persidangan, apabila terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut, tidak
hadir pada siding pengadilan tersebut tanpa member keterangan yang jelas, maka
menurut pasal 41 ayat (1) UUPTPPO perkara dapat diperiksa dan juga diputus tanpa
adanya kehadiran si terdakwa. Apabila terdakwa datang pada siding berikutnya sebelum
putusan perkara dijatuhkan, maka terdakwa harus dilakukan pemeriksaan, dan semua
keterangan saksi serta surat yang dibacakan pada persidangan sebelumnya di anggap
sebagai salah satu alat bukti yang telah diberikan dengan adanya kehadiran si terdakwa
berdasarkan pasal 41 ayat (2) UUPTPPO.
Hukum pembuktian ialah seperangkat ajaran hukum yang mengatur tentang
pembuktian suatu perkara yang hubungannya sangat kompleks dengan proses
persidangan di pengadilan. Upaya pembuktian didapat dari keterangan-keterangan, alat
bukti dan barang bukti dari perkara tersebut. Alat bukti yang sah ialah keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan dari terdakwa. Barang bukti merupakan
suatu benda bergerak atauapun tidak bergerak, serta barang bukti berwujud dan tidan
berwujud yang berhubungan dengan suatu perkara yang sedang diatasi.
Tujuan dari tindakan pembuktian ini ialah untuk menunjukkan atau menjelaskan
peristiwa yang dilihat dari panca indera, peristiwa yang dapat diterima dengan berdasarkan
pikiran yang logis, dan guna memberikan keterangan dalam perkara yang diterima
tersebut.
Sanksi bagi pelaku yang mekakukan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana
yang telah ditetapkan pada UUPTPPO Pasal 2 ayat (1) yang memberikan hukuman
kurungan dengan waktu minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, dan dengan pidana
denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00. Sedangkan dalam
UUPTPPO Pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa “setiap orang yang melakukan tindak
pidana perdagangan orang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) , pasal 3,
pasal 4, pasal 5, dan pasal 6 dapat mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan
jiwa berat, penyakit menular lain yang dapat membahayakan jiwa, kehamilannya, atau
bahkan terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, maka ancaman ditambah sepertiga
dari ancaman pada pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6 dengan minimal
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
180
4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp.140.000.000,00
maksimal Rp.800.000.000,00”.
Sedangkan pada Pasal 7 ayat (2) dijelaskan apabila pelaku tindak pidana
menyebabkan matinya korban maka akan dikenakan kurungan minimal 5 tahun dam
maksimal seumur hidup dengan pidana denda minimal Rp. 200.000.000,00 dan maksimal
Rp.5.000.000.000,00.
3. Perlindungan Hukum dan Restitusi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Hukum memiliki tujuan guna memberikan keadilan dan kepastian hukum,19 tentunya
juga dalam memberikan keadilan hukum bagi korban tindak pidana. Perlunya dilakukan
atau diberikannya perlindungan hukum bagi korban kejahatan tidak hanya merupakan isu
nasional, melainkan juga termasuk isu internasional. 20 Selama ini penderitaan yang
dirasakan oleh korban tindak kejahatan hanya berlaku untuk dijadikan instrument
penetapan putusan dan penjatuhan pidana bagi si pelaku, padahal sebenarnya
penderitaan yang dialami pelaku pidana tidak berhubungan dengan penderitaan yang
dirasa korban kejahatannya, justru korban akan merasa lebih menderita dari apa yang
telah mereka alami. Dari segi psikologi korban tindak pidana kejahatan akan mengalami
stress dan depresi atas apa yang telah mereka alami, korban juga akan sering
mengasingkan diri dari lingkungan sekitar, bahkan dapat diperparah dengan korban yang
menjauhkan diri dari keluarganya sendiri, dan korban juga sering kehilangan kesempatan
mereka untuk turut mengalami perubahan sosial, moral, dan spiritual.
Perlindungan Hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang semakin
mendapatkan posisinya sehubungan dengan disahkannya UU No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Ketetapan tentang
perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang diatur secara khusus dalam Pasal
43 sampai Pasal 53, Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2007 yang mengatur tentang “Ketentuan
mengenai perlindungan saksi dan korban dalam tindak pidana perdagangan orang
19 Yati Nurhayati. 2013. Perdebatan Antara Metode Normatif dan Metode Empirik Dalam Penelitian Ilmu Hukum
Ditinjau Dari Krakter, Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum. Jurnal Hukum Al‟Adl, Volume V, Nomor 10 Juli-Desember. Hlm . 10.
20 Ifrani. 2015. Disharmoni Pengaturan Tata Kelola Kawasan Hutan Di Indonesia. Jurnal Hukum Al‟Adl, Volume VII , Nomor 14 Juli-Desember. Hlm. 89.
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
181
dilaksanakan berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan
saksi dan korban kecuali ditentukan lain dalam Undang – undang ini”.
Hal tersebut di karenakan korban tindak pidana juga memiliki hak, yaitu21:
a. Hak korban dalam mendapatkan kompensasi atas pelakuan yang dialaminya, b. Hak untuk menolak kompensasi tersebut karen tidak dibutuhkan, c. Hak kompensasi untuk ahli waris apabila korban tindak pidana tersebut meninggal
dunia, d. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi, e. Hak untuk mendapatkan kembali atas sesuatu yang menjadi hak miliknya, f. Hak menolak untuk dijadikan saksi apabila hal tersebut dapat membahayakan
dirinya, g. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman yang disampaikan pelaku
apabila korban menjadi saksi, h. Hak untuk memakai penasehat hukum, i. Hak dalam menggunakan upaya hukum. Sedangkan perlindungan korban menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang, selain dengan memidanakan pelakunya, juga diwujudkan dari
bentuk-bentuk pemenuhan hak, diantaranya ialah:
a. Hak atas kerahasiaan identitas korban Hal ini diatur dalam pasal 44 ayat (1) UUPTPPO. Dan hak untuk merahasiakan identitas ini juga diberikan kepada keluarga korban hingga derajat kedua, jika korban mendapat ancaman secara fisik maupuk psikis dari luar yang berkaitan dengan keterangan korban (Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang).
b. Hak atas perolehan restitusi Hal ini diatur dalam pasal 48 ayat (1) Undang-Undangan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Restitusi menurut pasal 1 poin 13 UUPTPPO ialah “pembayaran ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan pada putusan pengadilan atau hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap atas kerugian materiil serta imateriil yang diderita oleh korban ataupun ahli warisnya”. Berdasarkan pada PP No. 3 Tahun 2002, restitusi ialah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya dari pelaku atau pihak ketiga, bisa berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti atas kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, ataupun penggantian biaya atas tindakan tertentu.22
21 Anita Handayani Nursamsi. 2007. Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Viktimologi terhadap
Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Wilayah Hukum Polwil Banyumas, Tesis Pada Program Magister Hukum Unsoed, Purwokerto. Hlm. 74.
22 Abdul Salam Siku. 2016. Perlindungan Hak Asasi Saksi Dan Korban Dalam Proses Peradilan Pidana. Makasar, Indonesia: Indonesia Prime. Hlm. 109
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
182
c. Hak atas rehabilitasi kesehatan, sosial, pemulangan, dan reintegrasi Rehabilitasi merupakan salah satu langkah konkrit yang dilakukan untuk memperbaiki sesuatu yang telah menyimpang atau rusak. 23 Tindakan rehabilitasi pada korban tindak pidana perdagangan orang dilakukan agar pulihnya kondisi korban baik secara fisik maupun psikis, sehingga korban bisa kembali menjalankan hidupnya dalam lingkungan masyarakat seperti semula. Berdasarkan pada UUPTPPO pasal 51 ayat (1), korban tindak pidana perdagangan orang berhak mendapatkan rehabilitasi kesehatan, sosial, pemulangan , dan reintegrasi sosial dari pemerintah jika korban mengalami penderitaan secara fisik maupun psikis akibat dari tindakan perdagangan orang tersebut.
Dalam pasal 48 ayat (2) UUPTPPO, disebutkan bahwa restitusi yang diterima oleh
korban dan ahli warisnya, apabila mengalami kerugian sebagai berikut: Pertama,
kehilangan harta kekayaan atau penghasilan; Kedua, restitusi atas penderitaan; Ketiga,
biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan kondisi medis maupun psikis korban; Keempat,
kerugian lain yang dialami korban sebagai akibat dari perlakuan tindak pidana
perdagangan orang tersebut.
Restitusi diajukan sejak korban melakukan laporan atas kasus yang dialaminya kepada pihak
kepolisian setempat, dan diatasi oleh penyidik bersamaan dengan penanganan atas tindak pidana
yang dilakukan. Penuntut umum akan memberitahu korban tentang adanya hak restitusi yang
diberikan kepada korban, yang selanjutkan akan disampaikan jumlah kerugian yang diterima
korban tindak pidana perdagangan orang bersamaan dengan tuntutan.
III. Kesimpulan Segala tindakan yang diperbuat pasti akan menimbulkan akibat, termasuk juga tindak
pidana perdagangan orang. Tindak pidana perdagangan orang merupakan suatu tindakan
yang dilakukan oleh oknum tertentu yang akan mendatangkan keuntungan yang besar
bagi si pelaku dan akan mendatangkan kerugian yang sangat besar juga bagi korban baik
dari segi fisik, maupun psikis. Tindak pidana perdagangan orang disebabkan oleh
beberapa faktor maupun faktor intern maupun ekstern, faktor ekonomi maupun faktor
sosial. Pelaku tindak pidana perdagangan orang akan mendapat sanksi baik itu berupa
kurungan atau pembayaran denda yang wajib dipenuhi. Dan korban tindak pidana
perdagangan orang pun mendapatkan haknya atas perlindungan hukum dari beberapa hal
yang diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007, misalnya hak atas perlindungan
23 Guntur, A.B. Sambah, dan A.A. Jaziri. 2018. Rehabilitasi Terumbu Karang. Malang, Indonesia: UB press.
Hlm.vii
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
183
rahasia identitas, hak atas rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, rehabilitasi
pemulangan dan rehabilitasi atas integrasi, dan hak mendapatkan restitusi atau hak
penggantian rugi atas apa saja yang sudah merugikannya baik itu secara fisik maupun
ekonomi. Hak perlindungan hukum dan restitusi bukan hanya diterma oleh korban tindak
pidana perdagangan orang, tetapi juga dapat diterima oleh ahli waris korban, apabila
korban tindak pidana perdagangan orang tersebut meninggal dunia akibat TPPO.
IV. Daftar Pustaka
Buku: Gunakarya, Widiada, (2017), Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit
Andi, Hlm. 1 Guntur, A.B. Sambah, dan A.A. Jaziri, (2018), Rehabilitasi Terumbu Karang, Malang,
Indonesia: UB press, Hlm.vii Pawennei, Mulyati dan Rahmanuddin Tomalili, (2015), Hukum Pidana, Jakarta,
Indonesia : Mitra Wacana Media, Hlm. 5 Siku, Abdul Salam, (2016), Perlindungan Hak Asasi Saksi Dan Korban Dalam Proses
Peradilan Pidana, Makasar, Indonesia: Indonesia Prime, Hlm. 109 SinlaEloe, Paul, (2017),“Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Malang, Indonesia: Setara
Press, hlm. Vii Artikel Jurnal Nasional:
Abdullah, Dadang, (2017), Perlindungan Hukum Terhadap Korban Trafficking Anak Dan
Perempuan, Jurnal Hukum Al’Adl, Volume IX, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 232
Djanggih, Hardianto dan Yusuf Saefudin, (2017), “Pertimbangan Hakim Pada Putusan
Praperadilan: Studi Putusan Nomor: 09/PID.PRA/2016/PN.Lwk Tentang Penghentian
Penyidikan Tindak Pidana Politik Uang”, Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume
17, Nomor 3, tahun 2017, hlm. 414
Ginting, Sanofta D.J., (2013), “Kebijakan Hukum Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Perdagangan Orang (Human Trafficking)”, Jurnal Universitas Sumatera Utara, hlm. 5
Ifrani, (2015), Disharmoni Pengaturan Tata Kelola Kawasan Hutan Di Indonesia. Jurnal
Hukum Al‟Adl, Volume VII , Nomor 14 Juli-Desember 2015, Hlm. 89.
RES JUDICATA Volume 2, Nomor 1, Juni 2019, Halaman 170-185
184
Kamea, Herlien C., (2016), Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Perdagangan
Orang Menurut Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007. Lex Crimen, Vol. V, No. 2,
Februari 2016, Hlm. 129
Komnas HAM, (2016), “Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia”. volume xiii,
tahun 2016, hlm. Xx
Makhfudz, M, “Kajian Praktek Perdagangan Orang di Indonesia”. Jurnal Hukum Volume 4,
No. 1. hal. 226
Muflichah, Siti dan Rahadi Wasi Bintoro, (2009), Trafficking: Suatu Studi Tentang
Perdagangan Perempuan Dari Aspek Sosial, Budaya Dan Ekonomi Di Kabupaten
Banyumas.Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 9 No.1., tahun 2009, Hlm. 126
Novianti, (2014), “Tinjauan Yuridis Kejahatan Perdagangan Manusia (Human Traffikking)
Sebagai Kejahatan Lintas Batas Negara”, Jurnal Ilmu Hukum, hlm. 51
Nurhayati, Yati, (2013), Perdebatan Antara Metode Normatif dan Metode Empirik Dalam
Penelitian Ilmu Hukum Ditinjau Dari Krakter, Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum. Jurnal
Hukum Al‟Adl, Volume V, Nomor 10 Juli-Desember 2013, Hlm . 10.
Nursamsi, Anita Handayani, (2007), Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian
Viktimologi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Wilayah Hukum
Polwil Banyumas, Tesis Pada Program Magister Hukum Unsoed, Purwokerto, Hlm.
74.
Artikel Jurnal Internasional: O., David, Y. J. Choi, Jennifer E., dan Abigail C. Burns, (2018), Seventeen years of human
trafficking research in social work: A review of the literature, Journal Of Evidence-Informed Social Work, Journal by University of Georgia, tahun 2018, Hlm. 1
Oppong, Steward Harrison, (2012), Human Trafficking Through Organized Crime.
International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 2 No. 20, tahun 2012, Hlm. 37.
Peel Institute on Violence Prevention, (2017), Human Trafficking Preliminary Literature
Revie, Hlm. 3 Rahman, Majeed A., (2011), Human Trafficking in the era of Globalization: The case of
Trafficking in the Global Market Economy. Transcience Journal Vol 2, No 1, Tahun 2011, Hlm. 58.
Zimmerman, Cathy dan L. Kiss, (2017), Human trafficking and exploitation: A global health
concern. Plos medicine, tahun 2017, Hlm. 2
RES JUDICATA ISSN : 2621-1602
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index
185
Sumber Online:
Sukarna, Mega Nugraha, (2018). Jika Korban Tppo Di China Melahirkan, Pemulangan
Dikhawatirkan Jadi Sulit. Retrieved from:
http://www.tribunnews.com/regional/2018/09/20/jika-korban-tppo-di-china-melahirkan-
pemulangan-dikhawatirkan-jadi-sulit.
Sukarna, Mega Nugraha, (2018). Korban TPPO Yang Dinikahi Orang Di China Dipaksa Minum Obat Penyubur Kandungan Tiap Hari. Retrieved from http://www.tribunnews.com/regional/2018/09/20/korban-tppo-yang-dinikahi-orang-di-china-dipaksa-minum-obat-penyubur-kandungan-tiap-hari .
Peraturan Perundang-undangan: Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002 TentangKompensasi,
Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Lembaran Negara Tahun 2006. No. 7. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
Saksi Dan Korban. Lembaran Negara RI Tahun 2006. No. 64. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Lembaran Negara RI Tahun 2007. No. 4720. Sekretariat Negara. Jakarta.