PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONALfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...
Transcript of PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONALfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...
1
PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONAL
SKRIPSI
Oleh:
AWENGI RETNO DUMILAH
E1A010213
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015
i
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
AWENGI RETNO DUMILAH
E1A010213
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015
ii
iii
iv
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONAL
ABSTRAK
OLEH :
AWENGI RETNO DUMILAH
E1A010213
Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan budaya yang beragam.
Banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim negara lain. Salah satu bentuk
kebudayaan yang dimiliki Indonesia adalah Seni Tari Tradisional. Tari tradisional di
dalam Hak Cipta merupakan bagian dari folklor. Folklor merupakan ciptaan
tradisional yang tidak diketahui penciptanya. Tari tradisional merupakan folklor
sebagian lisan, yang merupakan percampuran unsur lisan dan bukan lisan, yang juga
menjadi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan. Oleh karena itu
penelitian ini berjudul, Perlindungan Hukum Hak Cipta atas Tari Tradisional.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian pendekatan
yuridis normatif, yaitu pendekatan dari segi-segi hukum dan kaidah-kaidah hukum
yang ada serta yang berlaku dalam masyarakat, untuk mengetahui apakah hukum
yang digunakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Penelitian dilakukan di Pusat
Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Jenderal Soedirman, dan Perpustakan Daerah
Provinsi D.I. Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlindungan Hukum Hak Cipta atas tari
tradisional, terlihat dengan diaturnya folklor didalam Pasal 10 Undang-Undang Hak
Cipta No.19 Tahun 2002 dan perlindungan dapat dilakukan dengan perlindungan
hukum defensif, yaitu melakukan inventarisasi dan dokumentasi dengan menyusun
database dan juga perlindungan hukum secara represif dan preventif.
Kata kunci : perlindungan hukum, hak cipta, folklor, tari tradisional.
v
LEGAL COPYRIGHT PROTECTION OF TRADITIONAL DANCE
ABSTRACT
BY:
AWENGI RETNO DUMILAH
E1A010213
Indonesia is one country with a wealth of diverse cultures. Indonesia, which
claimed many cultures of other countries. One form of culture that Indonesia is a
Traditional Dance. Traditional dance in the Copyright is part of the folklore.
Traditional folklore is unknown creature creator. Traditional dance is partly oral
folklore, which is a mixture of verbal and non verbal elements, which is also the duty
of the state to provide protection. Therefore, this study titled, Copyright Law on the
Protection of Traditional Dance.
This research was conducted by using a normative juridical research method,
the approach of the aspects of the law and the rules of existing law and applicable in
the community, to determine whether the law is used in accordance with applicable
law. The study was conducted at the Center for Scientific Information Faculty of Law
of General Sudirman, and Provincial Library D.I Yogyakarta.
The results showed that the Legal Protection of Copyright on traditional dance,
visible with the regulation of folklore in Article 10 of the Copyright Act 19 of 2002
and the protection can be done with a defensive legal protection, namely the
inventory and documentation with a database and also protection of the law
repressive and preventive.
Keywords: protection of law, copyright, folklore, traditional dance.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta
diiringi rasa puji syukur atas limpahan nikmat yang tak terkira, sehingga Penulisan Hukum
(Skripsi) yang berjudul: “PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS TARI
TRADISIONAL” ini dapat terselesaikan. Atas terselesaikannya penulisan hukum ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Dr. Angkasa, S.H.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto dan selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis, terimakasih atas bimbingannya selama ini.
2. Bapak Dr. Raditya Permana, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I/Penguji
I, yang dengan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Agus Mardianto, S.H. M.H., selaku Dosen Pembimbing II/Penguji II,
yang telah memberi petunjuk dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
4. Ibu Krisnhoe Kartika W., S.H. M.Hum., selaku Dosen Penguji III, terima kasih
atas bantuan, arahan, serta bimbingannya;
5. Para Dosen dan seluruh staff Civitas Akademika Fakultas Hukum, terima kasih
atas ilmu, bimbingan, serta bantuannya selama ini kepada penulis;
6. Ayah, terimakasih atas semua yang telah diberikan, terimakasih telah menjadi
sahabat, teman berbagi, tidak hanya sekedar menjadi orangtua tetapi juga teman
yang baik, terimakasih atas support, doa, keringat dan ketenangan yang
diberikan, terlebih saat mendapat hambatan dalam penyelesaian skripsi, dan tetap
memberikan semangat untuk tetap sabar dan yakin atas segala ketentuan Allah,
bahwa Allah tidak akan membiarkan angi jalan sendiri dan meyakinkan bahwa
vii
skripsi ini akan selesai. Meyakinkan segala sesuatu akan menghasilkan kebaikan
jika dilakukan dengan hati tulus dan ikhlas, tetap bisa menjalani apapun yang
terjadi dengan atau tanpa ayah sekarang, meskipun ayah ga bisa lihat secara
langsung angi lulus, but I believe that you always proud of your this little
princess, because I’m yours. Ayah, you are my truly hero and always be my
king LOVE YOU AYAH, ALWAYS AND FOREVER.
7. Mamah , terimakasih atas doa-doanya air matanya, support nya, keyakinannya
bahwa angi bisa menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab angi,
terimakasih telah memberikan kekuatan untuk bisa menjalani dengan ikhlas
semua yang terjadi, mamah sumber kekuatan angi untuk menjalani dan melewati
semua yang terjadi, tetaplah mejadi begitu.. angi bisa begini karena mamah,
karena angi anak mamah dan ayah. you are a WONDERFUL MOM I’VE
EVER HAD, LOVE YOU MAH, ALWAYS AND FOREVER.
8. Mbak Ajeng a.k.a saripong *walaupun udah ngga* my half, terimakasih sudah
menjadikan adikmu ini perempuan yang kuat dengan segala ajaran dan nasihat
kerasnya, but that’s you, that’s your style, teman main, berantem berbagi
segalanya, luar dan dalam, terimakasih atas supportnya untuk tidak menyerah
dengan keadaan apapun. LOVE YOU JENG, ALWAYS AND FOREVER.
Hablun Minannas Theo Wongso, the one and only boy that I love, laki-laki
paling ganteng di keluarga, terimakasih semangat yang tidak secara langsung
tetapi mengena, LOVE YOU BOY, ALWAYS AND FOREVER.
9. Genks wisma pandah, Ina Kunthi Pratiwi a.k.a mbk In, Artry Ahdini a.k.a Art,
Ruth Anne Daely a.k.a Daely, terimakasih doa dan semangatnya, walaupun
viii
kalian sudah lebih dulu release, tapi tetap mendoakan dan mensupport, Priamsari
Indah Indriastuti a.k.a Tuti, lw yang lebih dulu lulus dari kita-kita yang mendarat
disini sama-sama, terimakasih atas semua sayang. Risti Arista a.k.a Ristul,
terimakasih atas semua nya sayang, dari awal mendarat sampe lw take off, many
things that we felt together. Aktia Deni Lestari a.k.a Ducil, terimakasih telah
menyaksikan dengan baik semua hal yang terjadi sama gw, membantu dan juga
menyusahkan semuanya juga, walaupun sudah lebih dulu lulus tapi masih
menemani gw sampe akhirnya akan take off bersama, makasih sayang. Agustina
Dewi Sekar Arum a.k.a Dewor, akhirnya kita akan take off bersama wor, that’s
your wish right? Terimakasih kebersamaannya selama menyelesaikan skripsi dan
administrasi yang memusingkan itu. Agustina Anissa Putri a.k.a Nisul, semoga
lw cepet nyusul kita-kita, harus semangat buat ibu dan bapak dan buat lw sendiri,
you can do it dear, I will always here. Keep rockin girls, thanks for the
beautiful stories. Dwi Maretta Setyaningrum a.k.a Mbk Re, terimakasih
semangat dan pelukannya disaat yang tepat, semoga mendapatkan yang terbaik
kelak. Rr. Maharanny Frecilia a.k.a Ranny, perjuangan masih panjang dear,
semangat buat ibu mbak-mbak dan bapak, mereka masih menunggu kabar baik
dari Ranny. Love you gals, always.
10. Nisa, Hanna, Kajol, Eci, Dian, Ntong old friend lovely friend, my family exactly,
thanks for the support, Love you guys.. always. Daud, Haikal, Aad, Peter.. thanks
for the support boys.
11. Teman-teman baru, keluarga baru tim kkn Desa Pesantren yang luar biasa, Galih,
Juni, Dibs, Arta, Panca, Zul, Kudo. Thanks for the beautiful and unforgettable
ix
moment that I haved, walaupun cuma sebentar but that’s beautiful. Terimakasih
juga buat ibu posko yang baik hati sekali, Ibu Maryani, jadi punya ibu baru.
Terimakasih semangat yang langsung maupun tidak langsung kalian berikan.
Love ya fame.
12. Terimakasih Aji, Wisnu dan teman-teman yang maaf tidak dapat disebutkan satu
persatu dan maaf atas semua kekurangan dari penulis.
Harapan penulis, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada semua
pihak yang telah mendorong dan membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran serta kritik yang membangun guna kesempurnaan penyusunan skripsi
(penelitian) selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan dan dapat menjadi bahan kajian bagi pengembangan
Hukum Dagang, Amin.
Purwokerto, 24 Februari 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 16
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 17
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 17
BAB II TINJAUA N PUSTAKA
Konsep Dasar Perlindungan Hukum Tari Tradisional ................... 18
1. Pengertian Hak Cipta .............................................................. 18
2. Pengertian Folklor ................................................................... 24
3. Pengertian Tari Tradisional ..................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan ....................................................................... 31
2. Spesifikasi Penelitian .................................................................... 33
3. Lokasi Penelitian ........................................................................... 33
xi
4. Sumber Data .................................................................................. 33
5. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 34
6. Metode Penyajian Data ................................................................. 34
7. Metode Analisis Data .................................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 35
Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional .... 35
a. Tari Tradisional Salah Satu Bentuk Folklor
Sebagian Lisan ............................................................ 41
b. Tari tradisional Merupakan Kebudayaan yang
Dilindungi di Indonesia ................................................ 45
B. Pembahasan .......................................................................................... 49
1. Tari Tradisional di Dalam Hak Cipta Merupakan Bagian
dari Folklor .............................................................................. 50
2. Tari Tradisional Sebagai Bagian dari Folklor Sebagian
Lisan ........................................................................................ 55
3. Folklor Termasuk Salah Satu Ciptaan yang ilindungi ............ 62
4. Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional .......... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 77
B. Saran .................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dapat dideskripsikan
sebagai hak kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas kekayaan, mengingat HKI
menghasilkan karya-karya intelektual berupa; pengetahuan, seni, sastra
teknologi, dimana untuk mewujudkannya membutuhkan tenaga, biaya,
waktu dan pikiran. Adanya pengorbanan waktu tenaga dan pemikiran
tersebut maka karya intelektual menjadi bernilai atau memiliki nilai.1
Hasil pemikiran otak dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang
yang optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang mampu
menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan
logika (metode berpikir, cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya
disebut rasional atau logis. Orang yang tergabung dalam kelompok ini
disebut kaum intelektual. Itulah alasan kenapa di Indonesia, pembentuk
undang-undang lebih memilih menggunakan istilah Hak Kekayaan
Intelektual sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan Indonesia,
sehingga masyarakat Indonesia pada umumnya lebih mengenal istilah hak
1 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya.
Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 31
2
kekayaan intelektual dibandingkan dengan hak milik intelektual. Tidak
semua orang dapat menghasilkan intellectual property rights. Hanya orang
yang mampu memperkerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan
hak kebendaan yang kemudian disebut sebagai intellectual property rights
(hak milik intelektual atau lebih tepat lagi diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia menjadi “hak kekayaan intelektual).2
Pada masa sekarang ini, pentingnya peranan hak kekayaan
intelektual dalam mendukung perkembangan teknologi semakin dibutuhkan.
Hal ini tercermin dari tingginya jumlah permohonan hak cipta, paten, dan
merek, serta cukup banyaknya permohonan desain industri yang diajukan
kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Hal ini pula yang sangat disadari oleh pemerintah
bahwa penjelasan mengenai sistem hak kekayaan intelektual merupakan
suatu tugas besar, yang harus mereka lakukan dengan memperkenalkan dan
menjelaskan kepada masyarakat umum agar lebih mengenal istilah hak
kekayaan intelektual. Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO
memiliki konsekuensi untuk melaksanakan ketentuan Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS), sesuai
dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
2
H. OK. Saidin, 2010. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. Hlm. 10
3
Organisasi Perdagangan Dunia). Berdasarkan pengalaman selama ini, peran
serta berbagai instansi dan lembaga, baik dari bidang pemerintahan maupun
dari bidang swasta, serta koordinasi yang baik di antara semua pihak
merupakan hal yang mutlak diperlukan guna mencapai hasil pelaksanaan
sistem hak kekayaan intelektual yang efektif. Pelaksanaan sistem hak
kekayaan intelektual yang baik bukan saja memerlukan peraturan
perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang tepat, tetapi
perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan hukum serta program
sosialisasi yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
Saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-
undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan
tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam Persetujuan TRIPS, yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002). UU No. 19 Tahun 2002
bukanlah produk undang-undang pertama di Indonesia tentang Hak Cipta.
Sebelum disahkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2002,
Indonesia memiliki beberapa undang-undang. Sejak tahun 1970, upaya
pengaturan hak cipta ini dimulai dan kemudian memberikan hasil berupa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (UU No. 6 Tahun
1982).3 Undang-undang Hak Cipta memiliki peran strategis bukan saja
3Suyud Margono, 2010. Hukum Hak Cipta Indonesia : Teori dan Analisis Harmonisasi
Ketentuan World Trade Organization – TRIPs Agreement, Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm. 52
4
sebagai bentuk pengakuan negara terhadap karya cipta pencipta, tetapi juga
sebagai stimulan untuk mendorong semangat para pencipta menjadi lebih
produktif dan kreatif. Pengakuan oleh negara kepada pencipta yang
memiliki hak cipta tanpa melakukan pendaftaran dan proses administrasi
lainnya. Pasal 30 UU No. 6 Tahun 1982 mengatakan bahwa pendaftaran hak
cipta tidak mengandung arti sebagai pengesahan hak, dan bukan merupakan
kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.
Selama kurun waktu lima tahun undang-undang Hak Cipta ini
telah mengalami perubahan pada tahun 1987 dengan dibentuknya Undang-
Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Undang-Undang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta (UU No. 7 Tahun 1987).
Perubahan kedua terhadap pengaturan Hak Cipta di Indonesia
terjadi pada tahun 1997, yaitu dengan dibentuknya Undang-Undang No. 12
Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7
Tahun 1987 (UU No. 12 Tahun 1997). Salah satu dasar pertimbangan
pembentukan undang-undang ini terdapat dalam konsideran dari Undang-
Undang No. 12 Tahun 1997 yang pada pokoknya menyatakan bahwa
dengan ikut sertanya Indonesia dalam Agreement on Trade Related Aspect
of Intellectual Property Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang
Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs Agreement yang
merupakan bagian dari General Agreement on Tarifs and Trade selanjutnya
5
disingkat GATT 1994 dan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia,
yang mana hal ini dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan
beberapa ketentuan dari Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987.
Pada tahun 2002 dibentuklah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002.
Penyempurnaan hingga penambahan beberapa ketentuan baru pada akhirnya
dilakukan dalam rangka pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta tahun
2002.4
Sejalan dengan perubahan berbagai undang-undang tersebut di atas,
Indonesia juga telah meratifikasi 5 konvensi internasional di bidang hak
kekayaan intelektual, yaitu sebagai berikut :
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property
dan Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization (Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979);
2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under
the PCT (Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997);
3. Trademark Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun
1997);
4 Ibid. Hlm. 70.
6
4. Berne Convention for the Protection of Literary and
Artisctic Works (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997);
5. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun
1997);
Secara institusional, pada saat ini telah ada Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah
menyelenggarakan administrasi hak cipta paten, merek, desain industri, dan
desain tata letak sirkuit terpadu. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (semula disebut Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek)
dibentuk pada tahun 1998. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, baik yang berasal
dari dunia industri dan perdagangan, maupun dari institusi yang bergerak di
bidang penelitian dan pengembangan.5
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada
pencipta atas hasil dari buah pikirannya. Hak eksklusif tersebut diberikan
atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu
tertentu. Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) adalah hak
yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir
manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai macam
5 http://www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-Pemerintah-dalam-Perlindungan-
Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi-di-Bidang-Hukum / diakses tanggal
30 Agustus 2014 .
7
bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan
manusia, dan juga mempunyai nilai ekonomis.
Hukum HKI dapat melindungi karya sastra dan karya artistik serta
invensi dari penggunaan atau peniruan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa
izin.6 Sebagaimana diketahui bahwa menciptakan karya cipta bukan sesuatu
yang mudah dilakukan, oleh karena itu, orang lain diwajibkan
menghormatinya, keberadaan pencipta memerlukan sebuah pengakuan baik
oleh masyarakat maupun hukum.7 Adapun latar belakangnya menyangkut
bidang ekonomi, karena suatu ciptaan yang diperbanyak tanpa izin
penciptanya, kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan
menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan tersebut dan
merugikan pencipta dari ciptaan yang dipergunakan tanpa izin.8 Pada
dasarnya HKI berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan
informasi yang memiliki nilai komersial. Pencipta mempunyai hak untuk
mengontrol masyarakat dalam mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, sedangkan negara dapat menjaga kelancaran dan keamanan
masyarakat di bidang ciptaan.9
Bagi masyarakat Indonesia, kekayaan intelektual adalah warisan
bersama yang harus dilestarikan dan dikembangkan agar bermanfaat bagi
6 Tim Lindsey dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung : PT. ALUMNI. Hlm. 2
7 Gatot Supramono. 2010. Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Hlm.2
8 Ibid. Hlm. 3
9 Ibid.
8
generasi selanjutnya. Khususnya masyarakat Indonesia yang komunal dan
selalu mengusung nilai-nilai kebersamaan serta tidak berorientasi kepada
nilai materialisme semata, melainkan nilai spiritualisme yang mewujud pada
gagasan hidup bersama yang damai.
Hak seorang individu harus diletakkan dalam kerangka berpikir
bahwa individu adalah bagian tidak terpisahkan dari masyarakatnya10
.
Warisan budaya yang juga merupakan ciptaan dari para leluhur, yang
sampai saat ini masih berkembang di masyarakat tradisional memiliki nilai-
nilai yang bermanfaat bagi penerusnya. Nilai-nilai yang dianut dan masih
dapat diterapkan dengan kondisi di masa sekarang tersebut merupakan
kearifan lokal, kearifan tersebut merupakan salah satu landasan bagi
masyarakat dalam beraktivitas agar masyarakat menjadi lebih baik dalam
kehidupannya. Keteraturan tersebut tidak hanya menyangkut hubungan
manusia dengan manusia tetapi juga hubungan antara manusia dengan
lingkungan. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat zaman dahulu, yang
masih bisa diterapkan atau masih berlaku pada masa sekarang karena dapat
berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat pada masa
sekarang. Nilai-nilai yang masih dianut dari zaman dahulu hingga masa
sekarang masih sangat dibutuhkan guna menunjang atau memberikan
keselarasan hidup bagi masyarakat sekarang, yang juga menjadi budaya
10Agus Sardjono, 2010. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Bandung:
PT Alumni. Hlm. 16.
9
dalam kehidupan masyarakat tradisional untuk tetap mengikuti dan menjaga
nilai-nilai yang telah diwariskan para leluhur. Nilai budaya pengakuan dan
penghormatan atas suatu ciptaan dibina melalui pendidikan di sekolah yang
mengajarkan tentang nama-nama tokoh dunia dan invensi nya atau karya
ciptanya.11
Hal ini dapat melatih budaya untuk menghormati ciptaan atau
karya cipta orang lain.
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja
memerlukan peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan
intelektual yang tepat, tetapi perlu pula didukung oleh administrasi,
penegakan hukum serta program sosialisasi yang optimal tentang hak
kekayaan intelektual.
Justifikasi yang paling mendasar untuk HKI adalah bahwa
seseorang yang telah mengeluarkan usaha kedalam penciptaan memiliki
sebuah hak alami untuk memiliki dan mengontrol apa yang telah mereka
ciptakan. Yang mana hak tersebut diberikan perlindungan oleh negara,
dalam hal ini melalui undang-undang.
Selain karya sastra dan karya artistik, sebagaimana telah dijelaskan
diatas bahwa kebudayaan juga termasuk didalamnya, baik kebudayaan lisan
maupun tulisan. Banyak hal yang dapat dilindungi oleh HKI, termasuk
novel, karya seni, fotografi, lembaran musik, rekaman suara film, piranti
11 Henry Soelistyo. 2011. Hak Cipta tanpa Hak Moral. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm.
21.
10
lunak, dan piranti keras komputer, situs internet, makhluk hidup hasil
rekayasa genetika, obat-obatan baru, rahasia dagang, penegetahuan teknik,
karakter serta merek.12
Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan budaya yang
cukup banyak. Kekayaan dan keberagaman budaya Indonesia baik
kebudayaan lisan maupun tulisan. Keragaman budaya di Indonesia adalah
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Berdasarkan konteks
pemahaman masyarakat yang majemuk, selain kebudayaan kelompok suku
bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan
kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Penduduk yang
berjumlah ratusan juta yang tersebar dipulau-pulau yang ada di Indonesia,
dan juga yang mendiami wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi,
mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan,
hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban
kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang
berbeda. Keberagaman tersebutlah yang kemudian menjadi alasan negara
memberikan perlindungan.
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia muncul dari
berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni,
12
Suwardi Endraswara, 2013, FOLKLOR NUSANTARA Hakikat, Bentuk, dan Fungsi,
Yogyakarta : OMBAK. Hlm. 3
11
sastra dan ilmu pengetahuan. Beberapa hasil kreasi intelektual ada yang
secara umum dapat disebut dengan pengetahuan tradisional (traditional
knoweledge) pengetahuan tradisional ini diartikan sebagai pengetahuan yang
dimiliki oleh suatu masyarakat secara turun temurun, yang meliputi
pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati, misalnya untuk
makanan dan obat-obatan ; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan
kebudayaan masyarakat lainnya, yang berkembang dan terus dipertahankan
oleh masyarakat tradisional itu sendiri. Ada satu hal yang membedakan
antara pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain
bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan suatu bentuk karya
intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat
komunal yang kemudian dalam pelestariannya dilakukan secara turun
termurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 13
Pengetahuan tradisional memiliki istilah lain yang disebut sebagai
tradisi budaya (folklor). Penyebutan terhadap folklor ini lebih dimaksudkan
untuk penyempitan ruang lingkup suatu pengetahuan tradisional ke dalam
ruang lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Perlindungan mengenai
keberagaman folklor di Indonesia masih belum bisa di aplikasikan secara
maksimal, atau dengan kata lain belum ada pengaturan yang dapat
menampung atau menyelesaikan permasalahan permasalahan yang ada,
13
Arif Lutviansori. 2010 . Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor Di Indonesia. Yogyakarta :
Graha Ilmu. Hlm. 2
12
khususnya yang mengatur mengenai masalah folklor. Folklor sendiri dibagi
menjadi 3 kelompok, terdiri dari folklor lisan, folklor sebagian lisan dan
folklor bukan lisan.
Penerapan perlindungan terhadap folklor dilakukan karena folklor
merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu masyarakat adat,
bahkan sampai pada tingkat negara sekalipun, oleh karena itu memang
pendekatan yang digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan sekaligus
mempertahankan dan upaya pelestarian keberadaan folklor tersebut pada
dasarnya dapat dilakukan. Salah satu upaya yang digunakan dalam hal ini
tentu yang paling utama adalah pendekatan hukum yang didasarkan pada
aspek kekayaan intelektual, mengingat hal ini sudah menjadi satu
kesatuan.14
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas pengetahuan
tradisional yang memuat folklor menjadi penting dilakukan karena di
dasarkan pada tiga pertimbangan, yaitu : (1) Nilai ekonomi, (2)
pengembangan karakter bangsa yang terdapat dalam pengetahuan
tradisional (traditional knowledge) dan folklor, serta (3) pemberlakuan
sistem Hak Kekayaan Intelektual yang tidak dapat dihindari lagi. Terkait
dengan perlindungan folklor HKI, maka sistem HKI yang digunakan di
Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor adalah sistem
Hak Cipta. Hal ini sesuai dengan masuknya folklor dalam Undang-Undang
14 Ibid. Hlm. 14
13
No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini antara lain
melindungi, hak cipta atas program atau piranti lunak komputer, buku
pedoman penggunaan program atau piranti lunak komputer dan buku-buku
(sejenis) lainnya. Terkait dengan perlindungan folklor dari perspektif HKI,
maka sistem HKI yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen
perlindungan terhadap folklor ini adalah Hak Cipta. Permasalahannya
adalah pemahaman Hak Cipta yang dikenal selama ini secara sederhana
memang digunakan dalam upaya perlindungan hukum terhadap karya
intelektual yang bersifat individualis. Hal inilah yang masih sulit
diimplementasikan dalam upaya perlindungan terhadap folklor. Ada
beberapa karakteristik folklor yang tidak secara lengkap dimiliki dalam
rumusan Hak Cipta, misalnya folklor merupakan ciptaan yang tidak
mempunyai batas waktu dan selalu turun temurun tanpa melalui mekanisme
hibah dan lain sebagainya.15
Terlebih terhadap folklor sebagian lisan, yang
mana tidak secara jelas tertulis dan diketahui darimana dan siapa yang
menciptakannya, karena hanya dengan turun temurun disebarkan dan
dilestarikan, yang kemudian menjadi kebudayaan. Folkor tumbuh dan
berkembang dari para leluhur dan kemudian diturunkan kepada generasi
penerus, melalui lisan dan bukan lisan, yang kemudian terus berlanjut
hingga saat ini.
15
Ibid, Hlm. 7
14
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia memberi definisi
kebudayaan nasional sebagai hal yang timbul dari akal budi dan daya upaya
seluruh rakyat Indonesia ; yang di dalamnya terkandung keluhuran berbagai
budaya daerah di Indonesia, serta pengaruh budaya asing sejauh dapat
meningkatkan persatuan dan keramahan bangsa Indonesia. Beberapa unsur
dalam kehidupan nyata dapat dikenali sebagai hal yang berkaitan dengan
pembentukan budaya nasional.16
Kebudayaan sendiri merupakan suatu istilah yang mungkin sudah
tidak asing lagi di telinga kita. Istilah yang berasal dari bahasa sansakerta
“buddhayah” yang berarti budi atau akal. Sementara kebudayaan itu sendiri
kurang lebih memiliki makna semua hasil dari karya, rasa, dan cita-cita
masyarakat.17
Salah satu yang termasuk dalam budaya tradisional yang
dimiliki Indonesia adalah seni pertunjukan yang mana seni tari termasuk
pula didalamnya. Perkembangan seni tari berjalan lebih bebas dari pengaruh
barat, tari tradisional yang kuat dari beberapa daerah di indonesia semakin
dipelajari secara luas dan diterima secara nasional.18
Pengaruh dari dunia
barat terhadap masyarakat tradisional tidak terlalu berpengaruh, mereka
masih sangat menjunjung tinggi tradisi mereka.
Seni tari adalah seni pertunjukan yang juga mendapatkan
perlindungan hukum oleh Hak Cipta. Seni tari merupakan salah satu cabang
16 Edi Sedyawati. 2002. Indonesia Heritage Seni Pertunjukan. Jakarta : Groiler. Hlm. 8
17 Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru. Hlm. 181
18
Op. cit. Hlm. 9
15
seni yang mempunyai latar belakang sejarah dan akar budaya yang sangat
kuat dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Seni tari
merupakan bagian dari folklor dan kebudayaan rakyat. Tari tarian
merupakan salah satu folklor yang berbentuk ekspresi.
Indonesia memiliki banyak tari yang tidak menampilkan tema
cerita yang dipentaskan tarian yang dipentaskan hanya sebagai kenikmatan
gerak semata, tetapi Indonesia juga memiliki banyak tarian yang memiliki
cerita dibalik setiap gerakannya. Sebagian dikenal sejak berabad–abad di
antara rakyat kebanyakan ; yang lain berkembang di istana. Selebihnya
diciptakan sejak kemerdekaan, berdasar gerak tari. 19
Penelitian ini mengan gkat satu objek tarian tradisional, yaitu Tari
Bedhaya. Di lingkungan istana, Tari Bedhaya dipahami sebagai jenis
tari puteri Jawa yang merefleksikan tingkat keteraturan, keselarasan,
kehalusan budi, dan pengendalian diri yang tinggi. istilah Bedhaya tidak
semata-mata dipakai untuk menunjukkan perbedaan bentuk, struktur, atau
gaya suatu tari dengan tari yang lain, melainkan juga dipakai untuk
memberikan suatu komitmen terhadap kualitas estetik dan tingkat
kedalaman muatan filosofisnya. Masing-masing memiliki perbedaan
19 Arif Lutviansori, op.cit Hlm. 75
16
tergantung pada latar belakang budaya, tradisi, dan cara berfikir
masyarakatnya tentang seni.20
Karya seni tradisional dilindungi dan dipegang oleh negara. Namun
belum adanya peraturan pemerintah yang khusus mengatur tentang seni
tradisional tersebut menyebabkan tidak jelasnya perlindungan hukum yang
akan diberikan oleh negara dan bagaimana mekanisme negara sebagai
pemegang Hak Cipta atas karya seni tradisional.
Persoalan inilah yang kemudian menarik untuk diteliti bagi
perkembangan ilmu hukum. Bagaimana kemudian negara memberikan
perhatian dan perlindungan terhadap objek kajian tersebut. Sehingga
berangkat dari latar belakang permasalahan tersebut, peneliti ingin
melakukan penelitian yang menitikberatkan pada aspek normatif hukum
dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS TARI
TRADISIONAL”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari
Tradisional?
20
http://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-yogyakarta/ diakses
tanggal 31 Agustus 2014
17
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional di
Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional.
b. Dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menambah
literatur ilmiah, diskusi hukum seputar perkembangan hukum
di Indonesia.
2. Kegunaan praktis
Dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan referensi
atau pengetahuan bagi pemerintah, akademisi, praktisi, dan
masyarakat mengenai Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari
Tradisional yang dilakukan oleh negara.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perlindungan Hukum Tari Tradisional
1. Pengertian Hak Cipta
HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagai macam bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam
menunjang kehidupan manusia, dan juga mempunyai nilai ekonomis.
Sebagaimana diketahui bahwa menciptakan karya cipta bukan sesuatu yang
mudah dilakukan seseorang. Oleh karena itu, orang lain diwajibkan
menghormatinya, keberadaan pencipta diperlukan sebuah pengakuan baik
oleh masyarakat maupun hukum.21
Adapun latar belakangnya menyangkut
bidang ekonomi, karena suatu ciptaan yang diperbanyak tanpa izin
penciptanya kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan
menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan tersebut yang
kemudian dapat memberikan hasil dibidang ekonomi.22
Perlindungan hukum terhadap kekayaan pribadi telah menjadi
faktor kunci dalam pertumbuhan kapitalisme dan ekonomi pasar bebas.23
21 Gatot Supramono, op.cit Hlm.2
22
Ibid. Hlm. 3
23 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, op.cit Hlm. 30
19
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja
memerlukan peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan
intelektual yang tepat, tetapi perlu pula didukung oleh administrasi,
penegakan hukum serta program sosialisasi yang optimal tentang Hak
Kekayaan Intelektual oleh pemerintah, dan juga peran serta masyarakat
untuk ikut serta mensosialisasikan tentang Hak Kekayaan Intelektual.
Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu.
Istilah Hak Cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut
common law yaitu copyright, di Perancis dikenal droit d’aueteur sedangkan
di Jerman dikenal urheberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright
dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si
pencipta, dengan perkembangan hukum dan teknologi perlindungan juga
diberikan kepada pencipta, dan cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya
buku, tetapi karya cipta lainnya.24
Di Indonesia hak pengarang atau pencipta disebut author right,
sejak diberlakukannya Auteurswet 1912 Stb. 1912 No. 600; lalu kemudian
digunakan istilah Hak Cipta dalam peraturan selanjutnya.25
Setelah itu
Indonesia baru memiliki Undang-Undang Hak Cipta pada Tahun 1982.
24 Endang Purwaningsih. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Bogor :
Ghalia Indonesia. Hlm. 1
25
Ibid.
20
Lima tahun kemudian undang-undang hak cipta ini diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Undang-Undang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Undang-Undang No. 7 Tahun 1987
kemudian diubah dan disempurnakan dalam perubahan kedua yakni dengan
dibentuknya Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, karena perlu disesuaikan
dengan beberapa ketentuan dalam TRIPs Agreement. Demi
menyempurnakan undang-undang Hak Cipta, maka setelah Indonesia
meratifikasi beberapa ketentuan internasional yang berkaitan dengan
Intellectual Property Rights melalui beberapa Keppres, yaitu;
- Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan
atas Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979;
- Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997;
- Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997;
- Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997;
- Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997.
Kemudian dibentuklah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 1 butir 1 undang-undang tersebut,
pengertian Hak Cipta adalah
“hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
21
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Hak Cipta dikategorikan dalam hak mutlak atas suatu benda atau
biasa disebut sebagai hak kebendaan, dalam hal ini Hak Cipta termasuk
dalam golongan benda bergerak tak berwujud. Hak Cipta merupakan hak
yang berdiri sendiri yang dibedakan dengan hak atas kekayaan
perindustrian.
Dapat dipahami bahwa yang mendapat perlindungan oleh Undang-
Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 adalah yang termasuk dalam karya
ilmu pengetahuan, kesenian, kesusastraan. Dalam undang-undang ini hal
yang perlu dicermati adalah, yang dilindungi dalam Hak Cipta ini adalah
haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut.26
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hak Cipta
bukanlah merupakan hak kebendaan dalam lingkup hak-hak yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, meskipun Hak Cipta dapat
digolongkan sebagai hak kebendaan karena memenuhi ciri-ciri pokok
kebendaan. Hak Cipta merupakan hak kebendaan yang diatur dalam lingkup
Hak Kekayaan Intelektual.27
Konsep ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak
Cipta, dimana pencipta atau pemegang Hak Cipta karena haknya boleh
26 H. OK. Saidin, op.cit Hlm 55
27 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981. Hukum Perdata : Hukum Benda, Yogyakarta:
Liberty. Hlm. 25-27.
22
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis
tanpa mengurangi pembatasan menurut undang-undang yang berlaku.
Pencipta suatu karya atau ciptaan pada awalnya adalah pemegang
Hak Cipta atas karyanya tersebut. Kepemilikian dapat dialihkan melalui
proses penyerahan atau pemberian lisensi kepada seseorang. 28
Berkaitan dengan hak cipta merupakan hak kebendaan dalam HKI,
terlihat dari sifat Hak Cipta sebagai benda bergerak diatur dalam Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, yang mana dikatakan bahwa Hak Cipta
dianggap sebagai benda bergerak.
Prinsip utama dalam HKI adalah bahwa hasil kreasi dari pekerjaan
seseorang dengan memakai kemampuan intelektualnya, maka orang yang
menghasilkannya mendapatkan kepemilikan berupa hak alamiah (natural).
Pada hubungan kepemilikan, hukum memberikan jaminan bagi setiap
manusia dalam penguasaan dan penikmatan eksklusif atas benda atau
ciptaannya tersebut dengan bantuan negara. Jaminan terpeliharanya
kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat tercermin dalam
sistem HKI. 29
Hak Cipta kini telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya
sastra, drama, karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran
suara film dan televisi dan program komputer. Bagi negara-negara
28 Endang Purwaningsih, op.cit Hlm. 5
29
Muhammad Djumhana. Dan R. Djubaedillah. 2003. Hak Milik Intelektual Sejarah. Teori
dan Prakteknya di Indonesia.Bandung: Citra Abadi Bakti. Hlm. 24-25.
23
berkembang, kenyataan bahwa negara-negara maju lebih menguasai dan
memegang kendali Hak Cipta atas sebagian besar piranti lunak, produk-
produk video dan musik karena mereka memiliki lebih banyak kemudahan
untuk itu, yang mana saat ini terkenal dengan apa yang dinamakan sebagai
budaya global, hal ini tidak dapat dipungkiri telah mengakibatkan timbulnya
permasalahan dalam hal pembajakan.
Perlindungan Hak Cipta diperlukan untuk mendorong dan
memotivasi masyarakat untuk menghargai hak pencipta atas ciptaan yang
dihasilkannya. Perlindungan hukum dalam kerangka HKI sesungguhnya
merupakan pengakuan terhadap hak eksklusif, yaitu hak untuk menikmati
sendiri manfaat ekonomi pada ciptaan atau invensi, dengan pengecualian
bahwa orang lain yang tanpa persetujuannya tidak dapat turut menikmati
hasil dari ciptaannya. Hukum melindungi dan mencegah orang lain
mengambil manfaat dari ciptaannya secara tidak adil.30
Kemajuan teknologi merupakan suatu kendala yang dihadapi
pembuat undang-undang dan para hakim menemui kesulitan dalam
mengikuti langkah kemajuan teknologi yang mengakibatkan pengkopian
menjadi lebih mudah dan lebih cepat dan menjadi salah satu kendala untuk
merealisasikan perlindungan hukum tersebut.31
30 Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 21.
31
Tim Lindsey, op.cit Hlm. 6-7
24
2. Pengertian Folklor
Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore, kata
yang majemuk yang berasal dari dua kata Folk adalah sinonim dengan
kolektif, yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang
sama, juga mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat.
Lore adalah tradisi, yaitu sebagian kebudayaan, yang diwariskan secara
turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Definisi
folklor secara keseluruhan : folklor adalah sebagian kebudayaan suatu
kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic
device). 32
Folklor dilihat sebagai suatu ciptaan yang tidak diketahui
penciptanya, karena munculnya dalam masyarakat komunal yang secara
riwayatnya tidak dapat diketahui penciptanya secara jelas. Dari pengertian
folk yang berbunyi : “sekelompok orang, yang memiliki ciri-ciri pengenal
fisik maupun kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-
kelompok lainnya,” maka obyek penelitian folklor di Indonesia menjadi
sangat luas.
32 James Danandjaja. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta : Grafiti. Hlm. 1
25
Obyek penelitian folklor Indonesia adalah semua folklor yang ada
di Indonesia, baik yang ada di pusat maupun yang ada di daerah, yang ada
di kota maupun yang ada di desa, di keraton (istana) maupun di kampung,
baik warga pribumi maupun warga keturunan asing (peranakan), asalkan
mereka sadar dan mengetahui identitas kelompoknya, dan mau
mengembangkan kebudayaan mereka di bumi Indonesia agar tetap lestari.33
Suatu folklor tidak akan berhenti menjadi folklor apabila ia telah
diterbitkan dalam bentuk cetakan atau rekaman. Suatu folklor tetap akan
memiliki identitas folklornya selama kita mengetahui bahwa ia berasal dari
peredaran lisan. Ketentuan ini berlaku apabila suatu bentuk folklor, cerita
rakyat misalnya, yang telah diterbitkan itu hanya sekedar berupa transkripsi
cerita rakyat yang diambil dari peredaran lisan.34
Folklor telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19
Tahun 2002 Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa;
“Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan
karya seni lainnya.”
Sementara itu, dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Hak
Cipta No. 19 Tahun 2002 diungkapkan bahwa:
“folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat
oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang
menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar
33 Ibid. Hlm. 3
34
Ibid. Hlm. 5
26
dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun–temurun
termasuk cerita rakyat, puisi, lagu-lagu rakyat, tari-tarian,
permainan tradisional, hasil seni berupa lukisan, gambar, ukir-
ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, krajinan tangan, pakaian,
instrumen musik dan tenun tradisional.”35
Folklor dilihat sebagai suatu ciptaan yang tidak diketahui
penciptanya, karena munculnya dalam masyarakat komunal yang secara
riwayatnya tidak dapat diketahui penciptanya secara jelas. Yang dimaksud
dengan folklor dalam undang-undang tersebut adalah segala ungkapan
budaya yang dimiliki secara bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat
tradisional. Termasuk ke dalamnya adalah karya-karya kerajinan tangan.
Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
mengatakan bahwa:
“Jika suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan ciptaan
itu belum diterbitkan, negara memegang Hak Cipta atas ciptaan
tersebut untuk kepentingan penciptanya.”36
Di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur
pelaksanaan dari undang-undang tersebut dimasukkan pokok mengenai
perlindungan terhadap pemanfaatan oleh orang asing, di mana pihak
pemanfaat harus lebih dahulu mendapat izin dari instansi Pemerintah yang
diberi kewenangan untuk itu, serta apabila perbanyakan dilakukan untuk
tujuan komersial harus ada "keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi" dari karya folklor tersebut, akan tetapi sampai sejauh ini,
peraturan ini masih dalam tahap penyusunan yang diharapkan masih ada
35 Lihat Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
36 Lihat Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002
27
masukan dari pandangan pelaku usaha, baik pada sisi pencipta, pedagang,
maupun konsumen kepada pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.37
Walaupun sampai saat ini peraturan
pemerintah tersebut belum juga dikeluarkan oleh pemerintah.
Penerapan perlindungan terhadap folklor merupakan hasil
pemikiran bahwa folklor merupakan salah satu aset yang sangat berharga
tidak hanya bagi masyarakat adat, tetapi juga sampai tingkat negara 38
3. Pengertian Tari Tradisional
Tari Tradisional adalah salah satu bentuk seni pertunjukan. Seni
pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan orang individu atau
kelompok di tempat dan waktu tertentu, yang melibatkan beberapa unsur,
yaitu, waktu, ruang, gerak tubuh seniman (penari) dan penonton. Beberapa
pertunjukan tradisional merupakan bagian tak terpisahkan dari tata cara atau
upacara keagamaan, seperti seni tari atau tarian tradisional. Tarian
Tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku
bangsa dan budaya Indonesia. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki
berbagai tarian khasnya sendiri. Beberapa tarian dirancang untuk
mempertegas kedudukan tinggi seorang tokoh masyarakat dan beberapa seni
37 Edy Sedyawati, 2008. KeIndonesiaan Dalam Budaya, Buku 2 Dialog Budaya : Nasional
dan Etnik Peranan Industri Budaya dan Media Massa Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis,
Jakarta : Wedatama Widya Sastra, Hlm. 269.
38
Arif Lutviansori, op.cit Hlm. 14
28
secara khusus “dimiliki” oleh istana atau oleh masyarakat kelas atas, seperti,
Tari Bedhaya dan Serimpi dari Keraton Jawa. Ada beberapa tari yang
merupakan sarana sosial dan tidak mengenal perbedaan antara penari dan
penonton : para pemuda dan pemudi menari bersama dalam arena seperti
pada Joget melayu dan tari Pajogeq (Sulawesi Selatan).39
Kekayaan ragam
serta kebhinekaan Indonesia menampilkan beragam jenis seni-pertunjukan
yang begitu kaya.
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tersebut muncul
dari berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup
seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada
di Indonesia adalah seni pertunjukan. Beberapa hasil kreasi intelektual ada
yang secara umum dapat disebut dengan pengetahuan tradisional
(traditional knoweledge), pengetahuan tradisional ini diartikan sebagai
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat secara turun temurun.
Kebijakan Indonesia di bidang budaya mengutamakan
pembentukan budaya nasional, sambil secara terus menekankan pentingnya
pelestarian budaya, baik yang kasat mata maupun yang tidak. Seni tari,
misalnya, memberi sebuah keadaan ideal : penciptaan berkembang subur di
dalam tradisi ; tradisi lama dihormati, dan penciptaan dalam tradisi selalu
mendapat pengakuan. 40
39 Edi Sedyawati, op.cit Hlm. 8
40
Ibid. Hlm. 9
29
Secara tradisional, hak cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku,
tetapi sekarang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas
karya sastra, drama, karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara,
penyiaran suara film dan televisi dan program komputer.
Tari tradisional adalah suatu tarian yang menggabungkan semua
gerakan yang mengandung makna tertentu disetiap gerakannya. Pada tari
tradisional mengandalkan ketepatan musik, keluwesan gerak, kekompakan
gerakan, dan pengaturan komposisi. Pada gerak tari tradisional, biasanya
pada setiap tarian mempunyai dasar gerakan yang sama dan gerak
tradisional tidak bisa diubah seperti tari modern. Walaupun tari tradisional
mempunyai dasar gerak yang sama, tetapi pada tiap-tiap tarian berubah
susunan gerakannya karena tiap tarian memiliki makna dan maksud yang
berbeda pula disetiap gerakannya.
Tari-tarian Jawa Tengah secara garis besar dapat dibagi dalam dua
jenis; tari keraton dan tari rakyat. Tari keraton seperti tari bedhaya
dikembangkan oleh para raja zaman dahulu dan dinikmati oleh keluarga
istana sampai sekarang. Tari rakyat seperti Gambyong digubah dan
disempurnakan oleh istana. Tari Bedhaya yang berasal dari Jawa ini ada dua
macam, ada yang berasal dari Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Bedhaya yang berasal dari Surakarta adalah Bedhaya Ketawang, sedangkan
yang berasal dari Yogyakarta adalah Bedhaya Semang. Tari Bedhaya
dipercaya orang banyak sebagai ciptaan Sultan Agung Mataram pada awal
30
abad ke-17. Tari ini termasuk dalam jenis pusaka Keraton Jawa Tengah dan
sampai sekarang hanya ditampilkan di dalam istana untuk acara yang sangat
istimewa. Ditarikan oleh sembilan penari terbaik dan tercantik kerajaan,
bedhaya memilki arti dan merupakan lambang kesempurnaan, karena
menciptakan suasana khidmat pada saat ditarikan41
41
Ibid, Hlm. 76
31
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis
normative, yaitu pendekatan dari segi-segi hukum dan kaidah-kaidah hukum
yang ada serta berlaku dalam masyarakat, yang merupakan usaha untuk
menemukan apakah hukumnya sesuai untuk diterapkan secara in-concreto
guna menyelesaikan suatu kasus atau perkara tertentu dan dimana peraturan
itu didapat.42
Sasaran penelitian ini adalah norma maka beberapa pendekatan
masalah yang digunakan oleh peneliti yaitu meliputi:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Menurut Peter Mahmud dalam buku Penelitian Hukum, secara a
contrario menjelaskan bahwa dalam pendekatan ini, peraturan perundang-
undangan dijadikan referensi dalam memecahkan isu hukum yang akan
dibahas dengan memperhatikan hierarki serta asas-asas dalam peraturan
perundang-undangan.43
Pada penelitian ini terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang telah mengalami beberapa kali perubahan, seperti
UU No. 6 Tahun 1982 yang mana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun
42
Ronny Hanitijo Soemitro, 1989. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Ghalia Indonesia. Hlm. 22. 43
Peter Mahmud Marzuki, 2011. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana. Hlm. 96.
32
2002 sebagai undang-undang baru dalam ranah Hak Cipta, dan oleh
karenanya peneliti tidak akan mengkaji dengan undang-undang yang lama,
yang mana peneliti merujuk pada salah satu asas perundang-undangan yakni
lex posterior derogate legi priori, yang artinya peraturan perundang-
undangan yang terkemudian menyisihkan peraturan perundang-undangan
terdahulu.44
b. Pendekatan Analisis (Analytical Approach)
Johnny Ibrahim dalam bukunya Teori dan Metode Penelitian
Hukum Normatif menjelaskan pendekatan analisis yaitu:
Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui
makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan
perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui
penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum. Hal yang
dilakukan melalui dua pemeriksaan yaitu pertama sang peneliti berusaha
memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang
bersangkutan dan kedua menguji istilah-istilah hukum tersebut dalam
praktik melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum.45
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan pada dasarnya tugas
analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum , asas hukum, kaidah
hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.46
Peneliti akan
menggunakan pendekatan ini dalam rangka menganalisis makna dari istilah
44
Ibid. halaman 101. 45
Johnny Ibrahim, 2008. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia
Publishing : Malang, Hlm. 310. 46
Ibid , Hlm. 311.
33
HKI, Hak Cipta, Pencipta dan segala hal yang yang terdapat dalam Undang-
Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta .
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah kritis-analitis serta
logis-sistematis47
melalui inventarisasi hukum serta mengidentifikasi dan
menganalisis obyek penelitian dengan pengertian-pengertian pokok dalam
hukum. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap
pengertian pokok/dasar dalam hukum yaitu masyarakat hukum, subyek
hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek
hukum.48
2. Lokasi Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka lokasi
penelitian bertempat di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto, dan Perpustakan Daerah Provinsi
D.I.Yogyakarta.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer yang hanya terdiri dari
47
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.Hlm. 121. 48
Bambang Sugono, 2012. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm.
94.
34
peraturan perundang-undangan, serta bahan hukum sekunder yang terdiri
atas buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, dan hasil-hasil simposium
mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan data sekunder dan metode yang
digunakan untuk proses pengumpulan data ialah dengan studi kepustakaan.
5. Metode Penyajian Data
Metode penyajian bahan hukum dalam penyusunan penelitian ini
akan disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional,
artinya keseluruhan bahan hukum yang diperoleh akan dihubungkan satu
dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti,
sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma
hukum atau kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan
pokok permasalahan.
6. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu
pembahasan dan penjabaran data hasil penelitian yang disusun secara logis
dan sistematis berdasarkan pada norma hukum, kaidah-kaidah dan doktrin
hukum yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan.49
49
Rony Hanitijo Soemitro, op.cit Hlm. 22.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional
Negara berupaya untuk memberikan perlindungan hukum atas tari
tradisional agar tidak terjadi penyalahgunaan atas Hak Cipta tari tradisional.
Perlindungan hukum dan pelestarian tari tradisional dilakukan tidak hanya
oleh negara (dalam hal ini Pemerintah) tetapi juga oleh masyarakat, negara
memberikan perlindungan dengan membuat peraturan yang mengatur
ketentuan tersebut, yang terdapat di dalam Pasal 10 Undang-Undang Hak
Cipta No.19 Tahun 200250
.
Pada zaman dimana belum banyak terjadi eksploitasi atas ciptaan
di Indonesia, maka para pencipta sering membuat larangan atau aturan
sendiri, untuk melindungi ciptaannya dengan menyatakan bahwa karya
tarinya bersifat sakral dan tidak dapat dimainkan secara sembarangan. Jenis-
jenis ciptaan tari klasik dari keraton seperti bedhaya hanya dipentaskan pada
acara-acara tertentu saja sehingga sangat jarang dipentaskan.51
Bukan tidak
mungkin hal ini merupakan salah satu cara pencipta melindungi ciptaannya,
karena orang-orang di sekitar keraton tidak akan berani mengubah tarian
50
Lihat Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
51 Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 177
36
yang diciptakan oleh raja, dengan menyatakan kesakralan suatu ciptaan
maka hal ini menujukkan adanya perlindungan terhadap ciptaan tersebut,
meski tidak menggunakan aturan hukum.52
Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum diberikan
dengan dua cara, diberikan secara represif dan preventif.53
Perlindungan
hukum preventif yang dimaksud adalah, perlindungan hukum yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan perlindungan
hukum represif adalah penyelesaian sengketa dengan melakukan
inventarisasi dan dokumentasi sebagai alat bukti.
Inventarisasi merupakan salah satu langkah Defensive Protection
(perlindungan defensif) yaitu perlindungan folklore tidak ditujukan untuk
melindungi folklor sebagaimana yang berlaku di sistem HKI. Perlindungan
secara defensif hanya dimaksudkan sebagai upaya agar tidak terjadi
penggunaan secara melawan hukum terhadap folklor tertentu. Langkah yang
dilakukan dapat dilakukan adalah dengan membuat database yang berkaitan
dengan folklor. Database ini dapat dipergunakan sebagai proses akhir
inventarisasi yang kemudian didokumentasikan atau dimasukkan secara
sistematis di dalam sebuah database54
.
52 Ibid. Hlm. 178
53 Philipus. M. Hadjon, 1998, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina
Ilmu. Hlm. 5 54
Arif Lutviansori, op.cit Hlm. 146.
37
Proses inventarisasi juga harus melibatkan berbagai kalangan
masyarakat dan juga Pemerintah Daerah dalam hal ini sebagai motor
penggerak penentu kebijakan bagi kebudayaan daerahnya sendiri. Strategi
yang dapat dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat sesuai peran dan
fungsinya masing-masing sehingga proses inventarisasi ini tidak semata-
mata menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah saja.55
Pencipta dalam hal ini juga dapat melindungi ciptaan nya dengan
memperkenalkan hasil ciptaannya kepada masyarakat luas. Distribution
right, hak ini bertujuan untuk memberikan hak kepada pencipta untuk
menyebarluaskan hasil ciptaannya agar dikenal luas oleh masyarakat.56
Ini
menjadi salah satu langkah pencipta dalam melakukan perlindungan bagi
ciptaannya sendiri. Begitupun tari tradisional langkah ini juga dapat
dilakukan, melalui pemerintah asal tarian tersebut, dengan memperkenalkan
tarian dan menyebarluaskan tarian tersebut maka masyarakat akan
mengetahui asal dari suatu tarian, karena dalam hal ini negaralah yang
memegang Hak Cipta atas folklor, tari tradisional. Selain dapat
memperkenalkan tari tradisional langkah ini juga dapat memberikan
keuntungan bagi negara yang dalam hal ini bertindak sebagai pemegang
Hak Cipta.
55Ibid. Hlm. 137-155
56 Endang Purwaningsih, op.cit Hlm. 4
38
Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai pemegang Hak
Cipta atas folklor yaitu oleh Negara, artinya apabila ada pemanfaatan atas
folklor dan kemudian menghasilkan keuntungan maka negaralah yang
menjadi pihak yang mengelola keuntungannya.
Upaya untuk melindungi dan mengantisipasi kebudayaan Indonesia
diklaim oleh Negara lain, dilakukan dengan lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah yang berwenang untuk melakukan inventarisasi dan
dokumentasi terhadap folklor dalam bentuk database. Undang-Undang Hak
Cipta mengatur database sebagai salah satu Hak Cipta yang dilindungi.
Pasal 12 UUHC menetapkan ciptaan yang termasuk dilindungi oleh
hukum Hak Cipta di Indonesia. Pasal ini menetapkan karya-karya di bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dilindungi adalah :
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan
itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan
karya lain dari hasil pengalihwujudan.
39
Di dalam pasal diatas huruf l dituliskan bahwa database
termasuk dalam Hak Cipta yang dilindungi. Inventarisasi dan dokumentasi
dengan membuat database dalam hak cipta juga mendapat perlindungan,
merupakan karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
dilindungi.
Perlu dilakukan pendekatan terhadap masyarakat budaya,
pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pelestarian kebudayaan dengan
melakukan pertunjukan budaya dari daerahnya sendiri. Di dalam suatu
kelompok masyarakat adat memiliki keterikatan yang sangat kuat terhadap
kebudayaan daerahnya, ini bisa menjadi pendorong bagi pelestarian
kebudayaan daerahnya. Suatu kelompok masyarakat dapat memperkenalkan
berbagai kebudayaannya, salah satunya tari tradisional untuk
memperkenalkan tarian atau kebudayaan mereka ke khalayak ramai, selain
itu juga dapat menambah pendapatan ekonomi mereka.
Pendidikan formal merupakan salah satu sarana bagi masyarakat
khususnya pelajar yang memiliki keinginan konsentrasi di bidang
kebudayaan. Pemerintah mendirikan Unversitas atau Institusi yang fokus di
bidang budaya. Selain itu, ada beberapa perguruan tinggi yang memasukkan
kurikulum HKI sebagai mata kuliah yang wajib ditempuh. Hal ini sangat
40
mendukung program pemerintah dalam rangka mewujudkan perlindungan
folklor yang ada di Indonesia.57
Pemerintah juga harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan
yang mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional. Salah satu
usaha pemerintah yang harus dilakukan adalah dengan menampilkan
kebudayaan-kebudayaan daerah disetiap event atau pertunjukan, misalnya
tari-tarian, lagu daerah dan sebagainya. Semua itu harus dilakukan sebagai
upaya pengenalan kepada generasi muda bahwa budaya yang ditampilkan
itu adalah warisan dari leluhurnya. Terlebih pada era globalisasi ini, disadari
atau tidak generasi muda saat ini kurang peka, kurang memperhatikan dan
kurang tertarik terhadap kebudayaan nasional, yang sebenarnya
membutuhkan peranan mereka sebagai generasi penerus untuk tetap
melestarikan kebudayaan nasional. Proses sosialisasi untuk belajar tentang
kebudayaan sendiri telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak kanak-
kanak, hanya saja proses yang berjalan berbeda bagi tiap-tiap orang, karena
dipengaruhi atau ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial
yang bersangkutan.58
Kebudayaan nasional merupakan warisan leluhur yang apabila
tidak dilestarikan cepat atau lambat akan punah, tergeser dengan budaya-
budaya barat yang lebih modern, tetapi jauh dari nilai-nilai tradisi dan
57
Artry Ahdini, 2014. Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Folklor Di Cirebon, Purwokerto:
MIH UNSOED. Hlm. 81
58 Koentjarangingrat, op.cit Hlm. 232
41
ketimuran Indonesia. Peranan masyarakat dalam mengimplementasikan
perlindungan hukum dan juga pelestarian sangatlah diperlukan. Terlebih
terhadap masyarakat adat, selain menjadi pemeran utama dalam pelestarian
budaya warisan leluhur, mereka juga berkewajiban memperkenalkan
kebudayaan mereka kepada generasi penerus.
Perlindungan hukum yang dilakukan negara terhadap tari
tradisional juga terlihat dengan dibentuknya Undang-Undang Hak Cipta No.
19 Tahun 2002. Tari tradisional termasuk didalam folklor (tradisi budaya)
dan tidak dituliskan secara spesifik di dalam Undang-Undang Hak Cipta No.
19 Tahun 2002.
a. Tari tradisional salah satu bentuk folklor sebagian lisan
Tari tradisional yang merupakan adat istiadat dan kebudayaan yang
diwariskan secara turun temurun seharusnya dimanfaatkan dengan baik dan
dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, yang hidup dan menggambarkan
realitas lingkungan yang seharusnya mengacu pada nilai-nilai baik yang
pernah ada pada masyarakat tertentu, yang juga merupakan kearifan lokal.
Tari tradisional merupakan salah satu bentuk folklor sebagian
lisan. Folklor terbagi menjadi tiga, folklor lisan, folklor sebagian lisan dan
folklor bukan lisan. Di Indonesia tiga macam folklor tersebut masih tetap
ada, folklor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbal
folklore), dan folklor bukan lisan (non verbal folklore).
42
Folklor lisan yang masih ada di Indonesia antara lain, bahasa
daerah, pangkat kebangsawanan, pepatah tradisional, pantun, cerita rakyat
atau legenda, nyanyian daerah, dan masih banyak lagi.
Folklor sebagian lisan yang ada di Indonesia, yang oleh orang
“modern” seringkali disebut takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat
lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib,
seperti tarian tradisional, permainan rakyat, teater rakyat, upacara rakyat,
pesta rakyat, arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah atau rumah adat,
bentuk lumbung padi, dan sebagainya), pakaian dan perhiasan tubuh.
Folkor bukan lisan terbagi menjadi dua kelompok, material dan
yang bukan material. Bentuk bentuk folklor yang tergolong material antara
lain: kerajinan tangan rakyat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-
obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara
lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi
rakyat. 59
Folklor memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi yakni sebagai alat
untuk menjalankan norma-norma yang ada dan dipercaya di setiap daerah
agar kebudayaan yang dimiliki di masing-masing daerah dapat tetap
dilestarikan dan para penerus tetap dapat mengenal apa yang telah
ditinggalkan oleh para leluhurnya. Folklor juga sebagai alat pengawas
59 James Danandjaja, op.cit Hlm. 21-22
43
diberlakukannya norma-norma yang ada didalam masyarakat untuk selalu
dipatuhi.
Folklor adalah kebudayaan yang tersebar dan diwariskan turun-
temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat. Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional,
baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat,
yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan
nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun.60
Folklor sebagai bagian dari kebudayaan suatu kolektif, tentunya
memiliki ciri-ciri tersendiri yang merupakan identitas pembeda dengan
kebudayaan yang lain. Seperti folklor sebagian lisan, yang kebanyakan
orang atau pada umumnya dikenal dengan tahyul, seperti halnya tarian
tradisional yang sebagian besar memiliki tahapan-tahapan atau langkah-
langkah yang jika dilakukan pada masa sekarang ini kurang bisa diterima
akal sehat, atau dengan kata lain tahyul.
Folklor sebagian lisan lebih dikenal sebagai kebudayaan yang
berbau tahyul, mitos, atau kepercayaan akan hal-hal yang berhubungan
dengan segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat atau
tidak logis, tetapi jika diartikan lebih lanjut hal-hal tersebut memiliki
60
Arif Lutviansori, op.cit Hlm. 7
44
makna yang pada dasarnya sarat akan pelajaran atau tuntunan tuntunan
untuk manusia dalam menjalani kehidupan.
Pada dasarnya para leluhur memberikan pelajaran memang tidak
hanya melalui lisan tetapi juga melalui ajaran tidak lisan, seperti tarian
tradisional. Tarian tradisional yang memiliki arti, makna disetiap
gerakannya, tidak hanya pada gerakannya saja tetapi bagaimana tata cara
sebelum ataupun sesudah tarian ditampilkan, dimulai dari pemilihan bagi
para penari yang akan menarikan tariannya, ritual yang harus dijalani para
penari sebelum menarikan tariannya, hal-hal yang harus dihindari atau
yang tidak boleh dilakukan oleh para penari maupun orang orang yang
akan menyaksikan pertunjukan tarian tersebut, semua hal yang
menyangkut atau berhubungan dengan pertunjukan tarian tersebut memilki
arti atau makna sendiri yang telah dilakukan ditanamkan dan diajarkan
sejak dahulu kala oleh para leluhur.
Tari tradisional merupakan salah satu kebudayaan yang termasuk
dalam folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Tarian yang merupakan suatu
ajaran yang kemudian direfleksikan dengan gerak dan olah tubuh dan
memilki arti, inilah mengapa tarian digolongkan sebagai folklor sebagian
lisan,karena merupakan pencampuran dua unsur yang disebutkan
sebelumnya, yaitu unsur lisan dan bukan lisan.
45
Folklor sebagian lisan dikenal dengan cara turun temurun dari
generasi tua ke generasi muda. Seperti halnya folklor sebagian lisan tarian
tradisional yang kemudian dikenal dengan cara turun temurun. Tarian
tradisional yang pada dasarnya tidak dijelaskan atau tidak secara tertulis
diketahui penciptanya tetapi tetap dipercaya masyarakat merupakan
warisan dari para leluhur yang harus tetap dijaga dan dilestarikan dan
inilah yang kemudian menjadikan negara melakukan perlindungan agar
warisan kebudayaaan yang dalam hal ini adalah tarian tradisional tetap
ada, lestari dan tidak punah.
b. Tarian tradisional merupakan kebudayaan yang dilindungi di
Indonesia
Tari tradisional di Indonesia sangat beragam, setiap daerah di
Indonesia memiliki tarian daerahnya masing-masing. Tari tradisional di
setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, di Bali ada tarian pendet,
gabor, baris dan sanghyang, dari Jawa ada tarian Bedhaya,61
tarian-tarian
tersebut berperan penting dalam kegiatan keagamaan, kegiatan adat istiadat,
dan digolongkan sebagai tarian suci atau untuk upacara. Tarian-tarian
tersebut ditampilkan dengan berbagai macam ritual, sesaji ataupun hanya
orang-orang tertentu saja yang boleh dan bisa membawakan tarian tersebut.
Tari tradisional di Indonesia memiliki banyak keunikan yang tidak
dimiliki oleh negara lain, keberagaman tata cara membawakan tarian yang
61 Edi Sedyawati, op.cit Hlm. 13
46
sarat akan tahyul atau mitos mitos yang dipercaya agar tarian dapat
ditampilkan dengan sempurna oleh para penari, yang diturunkan dari para
leluhur menjadi ciri khas tarian tradisional di Indonesia.
Tarian tradisional yang merupakan salah satu jenis kebudayaan
atau folklor termasuk seni pertunjukan yang dimiliki negara Indonesia yang
kemudian dilindungi keberadaannya oleh negara dengan diaturnya folklor di
dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002, yang terdapat dalam
Pasal 10.
Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia dari berbagai daerah
sangat beragam, hal ini yang mendorong pemerintah untuk melindungi
kebudayaan yang ada agar bisa tetap lestari, dikenal dan menjadi ciri khas
dari negara Indonesia yang memiliki kebudayaan yang beragam.
Keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia juga memiliki nilai yang
sangat strategis, dengan adanya perlindungan hukum Hak Cipta terhadap
folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka pelestarian terhadap budaya
bangsa akan tercapai. Hak Cipta sebagai kekayaan immateriil dalam
pemikiran hukum adat tidak didukung dengan referensi yang memadai,
dengan kata lain, konsep itu merupakan pemahaman teori semata, pada
kenyataannya tida ditemukan adanya aturan mengenai Hak Cipta.62
Jika
perlindungan terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini dapat
direalisasikan, maka diharapkan hal ini dapat memberikan nilai ekonomi.
62 Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 121
47
Artinya dengan direalisasikan nya perlindungan terhadap folklor maka
folklor yang ada, seperti tarian tradisional dapat menarik para wisatawan
untuk datang dan melihat kekayaan budaya Indonesia.
Tari-tarian merupakan salah satu folklor yang berbentuk ekspresi.
Syarat untuk menentukan bahwa sebuah tarian dianggap sebagai folklor dan
hasil kebudayaan rakyat yang mempengaruhi nilai tradisional antara lain :
a. Tarian tersebut harus diikuti masyarakat
b. Harus diakui masyarakat
c. Berkembang di masyarakat
d. Menjadi kesepakatan masyarakat
e. Diajarkan secara turun-temurun
Ketentuan Undang – Undang Hak Cipta pada Pasal 10 menyatakan
bahwa ;
(1) negara memegang hak cipta atas karya peninggalan
prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi. Dan hasil seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut,
orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari instansi yang terkait dalam
masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh
negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini diatur
dengan Peraturan Pemerintah.63
63
LihatPasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
48
Pemerintah dalam hal ini berkewajiban penuh untuk memberikan
perlindungan terhadap seluruh kebudayaan yang dimiliki Indonesia,
termasuk diantaranya tarian tradisional.
Berdasarkan Pasal tersebut seni tari tradisional dilindungi dan hak
ciptanya dimiliki oleh negara. Hak Cipta atas ciptaan yang dipegang atau
dilaksanakan oleh negara seperti folklor dan hasil kebudayaan rakyat,
termasuk tari tradisional yang menjadi milik bersama berlaku tanpa batas.
Bentuk hak eksklusif dari negara atas karya cipta terhadap folklor dan hasil
kebudayaan rakyat adalah hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
atau memberi izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan menurut
undang-undang yang berlaku. Apabila ada pihak asing yang memanfaatkan
ciptaan tersebut untuk kepentingan komersil, maka negara dapat menuntut
ganti rugi atas pemanfaatan tersebut.
Bagi orang yang bukan warga negara Indonesia yang akan
memperbanyak, mengumumkan atau mengambil untuk kepentingan
komersil terhadap folklor termasuk tarian tradisional harus lebih dulu
meminta izin kepada negara. Perlindungan hukum yang diberikan negara
hanya terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002,
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, adapun peraturan lain terdapat
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya, namun uu
tersebut hanya melindungi warisan budaya yang bersifat fisik, bukan yang
bersifat ekspresi seperti tarian-tarian.
49
Sebagai salah satu contoh yang digunakan dalam penelitian ini, tari
Bedhaya yang merupakan tarian klasik yang sangat tua usianya dan
merupakan kesenian asli Jawa. Tari Bedhaya adalah Tari yang di ilhami dari
hubungan mistis antara Panembahan Senapati. Raja Mataram pertama
dengan Kanjeng Ratu Kidul. Tari Bedhaya menjadi sebuah tradisi yang
berkembang di kalangan Istana. Hal itu berkaitan erat dengan fungsi tari
Bedhaya merupakan lambang kebesaran kraton dan menjadi kelengkapan
upacara penobatan Raja.64
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada
arti dan makna dari setiap tarian yang diturunkan dari leluhur, begitupun tari
bedhaya ini yang sarat akan makna. Tarian bedhaya ini masih terus
dilindungi keberadaannya terlihat dengan tetap ditampilkannya tarian ini di
acara-acara tertentu yang diselenggarakan oleh Keraton setahun sekali, ini
menjadi salah satu wujud perlindungan bahwa tarian ini merupakan tarian
dan kebudayaan asli Jawa Indonesia.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas, maka
penulis akan membahas mengenai perlindungan hukum hak cipta atas tari
tradisional serta menghubungkannya dengan undang-undang terkait, teori-teori,
dan doktrin.
64
http://warisanbudayaindonesia.info/detail/warisan/109/Bedaya_Semang_Tari_Klasik_Gaya
_Yogyakarta_ Diakses tanggal 27 Oktober 2014
50
1. Tari Tradisional di dalam Hak Cipta merupakan bagian dari
folklor
Tari tradisional merupakan warisan kebudayaan yang diwariskan
secara turun temurun yang harus dilestarikan dan dipertahankan sebagai salah
satu keragaman budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia. Banyak keragaman
budaya Indonesia yang tidak terpublikasi, artinya masih banyak masyarakat
Indonesia yang tidak mengenal keragaman atau kekayaan yang dimiliki
bangsanya. Keragaman budaya yang dimiliki Indonesia merupakan karya cipta
asli dari masyarakat Indonesia yang diwariskan turun temurun, yang memiliki
makna masing-masing dan diciptakan dengan nilai-nilai yang mengandung
banyak filosofi tentang kehidupan masyarakat. Masyarakat tradisional pada
umumnya merasa memiliki kebudayaan yang mereka kenal dari para leluhur
mereka, yang diwariskan dengan maksud agar kebudayaan yang diwariskan
tersebut terus dikenal, dilestarikan dan dijaga sebagai kebudayaan yang mereka
miliki.
Traditional knowledge merupakan aspek yang sangat penting
diperjuangkan oleh negara-negara yang memiliki potensi di bidang ini untuk
mendapatkan perlindungan hukum. Secara teoritis traditional knowledge dapat
dilindungi, pertama, dengan perlindungan hukum dan perlindungan non
51
hukum.65
Perlindungan dalam bentuk hukum contohnya adalah Hukum Hak
Kekayaan Intelektual, sedangkan perlindungan dalam bentuk non hukum,
adalah dengan perlindungan yang bersifat tidak mengikat, perlindungan
dilakukan oleh organisasi nonpemerintah masyarakat profesional dan sektor
swasta.66
Menurut masyarakat tradisional suatu karya cipta yang telah
diumumkan kepada masyarakat langsung menjadi milik bersama (public
domein). Siapa saja boleh meniru dan mencontoh ciptaan tersebut dan
penciptanya juga tidak mempermasalahkan. Ciri khas masyarakat tradisional
adalah sifat kolektif atau kebersamaan. Hak cipta tidak mempunyai akar
budaya dalam masyarakat tradisional. Nilai falsafah yang mendasari pemilikan
individu terhadap suatu karya cipta manusia baik di bidang ilmu penegtahuan,
sastra, maupun seni adalah nilai budaya barat yang menjelma dalam sistem
hukumnya67
. Begitu pula dengan tari tradisional yang juga merupakan salah
satu wujud dari keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Ada berbagai
macam tarian tradisional yang dimiliki Indonesia. Setiap daerah di Indonesia
memiliki tarian daerahnya masing-masing, dengan gerakan dan makna yang
berbeda-beda pula.
65
WIPO. “Intergovernmental Committe on Intellectual Property and Genetic Resource
Traditional Knowledge and Folklore,”Survey on Exsiting Form of Intellectual Property Protection for
Traditional Knowledge Prepered by the Secretariat. Baca Budi Agus Riswandi. Hlm. 37
66 Ibid. Hlm 37-38
67 Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, op.cit Hlm. 204-205.
52
Hak Cipta merupakan hak kekayaan yang bersifat immaterial dan
merupakan hak mutlak atau hak absolut. Sifat hak absolut ini dapat lihat
dalam rumusan pasal-pasal tentang pemindahan hak cipta, pendaftarannya
dan yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa menurut Undang-
Undang Hak Cipta Indonesia. Prof. Mahadi mengatakan,
Hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan
bertentangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak
diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan
yang ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak baik untuk
menuntut penyerahan benda tersebut menjadi miliknya ataupun
untuk menuntut suatu benda itu dimusnahkan atau dirusak sehigga
tidak dapat dipakai lagi. Hak cipta tersebut juga memberikan hak
yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang
tanda masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah,
pertunjukan atau pameran yang melanggar hak cipta. (wawancara
Ida Hariati, S.H., dengan Prof. Mahadi, S.H., tentang Hak Cipta, 16
Oktober 1987, dikutip dari skripsi yang ditulis oleh Sdr. Ida
Hariati.)68
Hak absolut atau hak mutlak, merupakan hak yang memberikan
wewenang atau kekuasaan kepada setiap orang untuk melakukan suatu
perbuatan yang harus dihormati oleh orang lain. Hak mutlak terdiri dari:
a. Hak kepribadian, merupakan hak yang melekat pada pribadi
seseorang. Misalnya hak untuk hidup dan hak atas namanya.
b. Hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga, adalah hak yang
timbul karena adanya hubungan antara suami istri dan karena
adanya hubungan antara orang tua dan anak.
c. Hak mutlak atas suatu benda, disebut juga hak kebendaan.69
68
H. OK. Saidin, op.cit Hlm. 51 69
Rahmi Jened Parinduri Nasution, 2013. Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum
Persaingan (Penyalahgunaan HKI), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 23-25.
53
Tari tradisional sendiri di dalam Hak Cipta merupakan bagian dari
folklor. Folklor dilihat sebagai suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya,
karena muncul dalam masyarakat komunal yang secara riwayatnya tidak dapat
diketahui penciptanya secara jelas. Tari tradisional merupakan suatu karya
cipta yang tidak diketahui dengan jelas penciptanya, artinya tidak ada bukti
konkrit yang dapat menjelaskan siapa pencipta dari suatu tari tradisional. Itulah
mengapa tari tradisional di dalam Hak Cipta merupakan bagian dari folklor.
Folklor telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
Pasal 10, sebagai berikut;
(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan
prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan
tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga Negara
Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi
yang terkait dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang
oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini,
Folklor yang dimaksud adalah segala ungkapan budaya yang dimiliki
secara bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat tradisional. Ketentuan
lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Akan tetapi
sampai sejauh ini, peraturan yang dimaksud masih dalam tahap penyusunan.
54
Sehingga sampai saat ini pula belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur
pasal tersebut.
Menurut James Danandjaja, agar dapat membedakan folklor dari
kebudayaan lainnya, “Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam
bentuk relatif tetap atau dalam betuk standar. Disebarkan di antara kolektif
tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).”70
Folklor
ada dalam versi yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena folklor
disebarkan dari mulut kemulut (secara lisan). Tidak terkecuali tari tradisional
yang juga disebarkan atau diturunkan secara lisan, lalu kemudian direfleksikan
dalam gerakan.
Tari-tarian merupakan salah satu folklor yang berbentuk ekspresi.
Syarat untuk menentukan bahwa sebuah tarian dianggap sebagai folklor dan
hasil kebudayaan rakyat yang mempengaruhi nilai tradisional antara lain :
a. Tarian tersebut harus diikuti masyarakat,
b. Tarian tersebut harus diakui masyarakat,
c. Tarian tersebut berkembang di masyarakat,
d. Menjadi kesepakatan masyarakat,
e. Diajarkan secara turun menurun.
Tari tradisional yang merupakan bagian dari folklor termasuk
dalam Hak Cipta, diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002, sebagaimana telah dijelaskan.
70 James Danandjaja, op.cit Hlm. 3.
55
2. Tari tradisional sebagai bagian dari folklor sebagian lisan
Folklor termasuk kedalam warisan budaya. Warisan budaya pada
dasarnya mengandung nilai kearifan lokal yang sangat tinggi sudah
seharusnya mendapat perhatian serius untuk dilindungi dan dilestarikan oleh
semua pihak. Perlindungan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah
saja, melainkan seluruh elemen masyarakat juga dituntut berkontribusi.
Persoalan warisan budaya sering kali diabaikan apalagi belum adanya
persamaan persepsi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, penegak
hukum, akademisi dan masyarakat terkait perlindungan dan pelestarian
warisan budaya ini. Padahal penegakan hukum baru dapat dibuat jika ada
persamaan persepsi antara keseluruhan pihak-pihak yang berperan tersebut.
Folklor dibagi menjadi tiga macam, folklor lisan (verbal folklore),
folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan folklor bukan lisan (non
verbal folklore).
Folklor lisan yang masih ada di Indonesia antara lain, bahasa
daerah, pangkat kebangsawanan, pepatah tradisional, pantun, cerita rakyat
atau legenda, nyanyian daerah, dan masih banyak lagi.
Folklor sebagian lisan yang ada di Indonesia, yang oleh orang
“modern” seringkali disebut takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat
lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib,
seperti tarian tradisional, permainan rakyat, teater rakyat, upacara rakyat,
56
pesta rakyat, arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah atau rumah adat,
bentuk lumbung padi, dan sebagainya), pakaian dan perhiasan tubuh.
Folkor bukan lisan terbagi menjadi dua kelompok, material dan
yang bukan material. Bentuk bentuk folklor yang tergolong material antara
lain: kerajinan tangan rakyat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-
obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara
lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi
rakyat.71
Tari tradisional termasuk bagian dari folklor sebagian lisan. Folklor
sebagian lisan merupakan campuran dari unsur lisan dan bukan lisan. Pada
dasarnya tarian tradisional memilki makna disetiap gerakan tarinya. Selain
memiliki makna dalam gerakannya, sebuah tarian juga tercipta dari suatu
cerita yang dimiliki penciptanya, dengan maksud memberikan suatu
pelajaran hidup bagi para penikmatnya, yang akan direalisasikan pada saat
tarian ditampilkan.
Indonesia dengan beragam tarian yang dimiliki tiap-tiap daerah
hanya memiliki satu peraturan yang melindungi hak cipta dari tari
tradisional yaitu Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
Yang di dalam undang-undang tersebut tari tradisional merupakan bagian
dari folklor.
71 Ibid. Hlm 5
57
Terlepas dari undang-undang tersebut dan minimnya pengetahuan
masyarakat tentang folklor, masyarakat Indonesia masih cukup memiliki
kepedulian terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh daerahnya masing-
masing. Kebudayaan yang ada, dalam hal ini tarian tradisional masih cukup
dikenal meskipun tidak banyak yang mengetahui secara rinci tentang suatu
tarian di daerah asalnya, tetapi masyarakat paling tidak pernah menyaksikan
tarian tradisional ditampilkan dalam suatu acara adat. Inilah yang bisa
membantu pemerintah dalam mengimplementasikan perlindungan hukum
bagi folklor (tari tradisional), dengan adanya acara adat dan menampilkan
kebudayaan daerah masing-masing termasuk didalamnya tari tradisional.
Acara-acara adat yang diselenggarakan akan banyak melibatkan
masyarakat dan ini kemudian bisa memberikan pengetahuan terhadap
masyarakat tentang kebudayaan yang jika dilakukan secara rutin maka akan
menimbulkan rasa memiliki terhadap kebudayaan yang diwariskan para
leluhur yang kemudian menimbulkan rasa untuk melindungi, melestarikan
apa yang sudah menjadi pemberian dari leluhur.
Di Indonesia seni tari merupakan salah satu cabang dari kesenian
dan merupakan satu dari sekian banyak keterkaitan yang kokoh dalam
kebudayaan. Seni tari menjadi salah satu alat untuk mempresentasikan
identitas budaya suatu daerah. Sejak lama seni tari telah mampu
memperkokoh kehidupan perseorangan serta masyarakat. Seni tari diartikan
sebagai keindahan bentuk anggota badan manusia yang bergerak, berirama
58
dan berjiwa yang harmonis. Menyaksikan suatu karya tari tentunya tidak
dilihat dari wujudnya saja, melainkan juga menangkap pesan atau makna
apa yang ada di balik pertunjukan tersebut. Hal ini sesuai dengan sifat tari
yang pengekspresiannya diungkapkan melalui gerak simbolis dan abstrak.72
Kebudayaan Indonesia tidak pernah lepas dari pengaruh
kepercayaan leluhur dan mitos. Semua adat dan kebudayaan itu tidak pernah
lepas dari kata-kata atau prosesi ritual. Ketika sebuah kesenian tari akan
dipertunjukan, baik langung maupun tidak langsung, biasanya melakukan
ritual terlebih dahulu. Setiap tarian memiliki ritual yang berbeda, tegantung
dengan ajaran para leluhur masing-masing yang mewariskan tarian tersebut
lengkap dengan ritualnya. Hal-hal semacam inilah yang menjadikan seni tari
Indonesia harus diberikan perlindungan, karena memiliki keunikan
tersendiri, meskipun tidak secara spesifik dituliskan, hanya termasuk
didalam folklor sebagian lisan.
Pembahasan mengenai perlindungan folklor di Indonesia sangat
penting, setidak-tidaknya karena tiga alasan yaitu: adanya potensi
keuntungan ekonomis yang dihasilkan dari pemanfaatan folklor, keadilan
dalam sistem Perdagangan dunia dan perlunya perlindungan hak masyarakat
lokal. Disadari atau tidak perlindungan hukum akan menjamin lestarinya
kebudayaan Indonesia, dan juga dapat menambah pendapatan negara.
72
M. Thoyibi, dkk, 2003. Sinergi Agama dan Budaya : Dialektika Muhammadiyah dan Seni
Lokal, Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hlm. 89
59
Keunikan yang dimiliki Indonesia atas kebudayaan terlebih
terhadap tariannya inilah yang kemudian menarik bagi para penikmat
pertunjukan tari. Ini juga yang kemudian menarik bagi negara lain untuk
kemudian meniru, mengambil dan memanfaatkan kebudayaan yang kita
miliki, selain menambah pendapatan negara dengan menarik untuk
disaksikan bagi para wisatawan yang kemudian memberikan pemasukan
bagi negara, hal ini juga dapat memicu perselisihan dengan negara lain yang
juga akan memanfaatkan kebudayaan yang kita punya tanpa seizin
pemerintah.
Seperti halnya tari Bedhaya yang digelar oleh Keraton Yogyakarta
Hadiningrat, yaitu tari Bedhaya Semang, tarian ini memiliki makna khusus
dan sakral. Dikatakan sebagai tari sakral karena tarian tersebut ditampilkan
tidak sembarangan waktu dan tidak dengan sembarang penari. Riasan dan
kostum sudah dibakukan dan di dalam menarikannya diberikan dasar yang
harus dijalankan sebagai upacara ritual, sebagaimana diketahui keraton
sebagi pusat tradisi kejawen (dianggap sebagai masyarakat asli Jawa) yang
penuh dengan ritual bernafaskan keagamaan.73
Ini menjadi sebagai salah
satu contoh bahwa folklor sebagian lisan yang merupakan campuran antara
folklor lisan dengan bukan lisan, dengan melihat makna dari tarian tersebut,
73
Rr. Nur Suwarningdyah, 2011. Pergeseran Tari Bedhaya di Keraton Yogyakarta : Sakral
dan Profan, Yogyakarta: Kepel Press. Hlm. 9
60
baik yang terlihat dari gerak tarinya maupun makna yang melatar belakangi
diciptakannya tarian tersebut.
Alasan tari bedhaya Semang menjadi tarian yang sakral dilihat dari,
pemilihan para penarinya, tempat, waktu pementasan, sesaji yang khusus
dan tidak sembarangan, karena sesuatu yang sakral berarti suci. Waktu
penyelenggaraan adalah pada saat peringatan hari kelahiran Sultan dan
kenaikan Tahta.74
Hal ini menunjukkan bahwa tari Bedhaya merupakan bentuk
aktivitas religi nan sakral yang dibingkai dalam sebuah budaya yang
berwujud seni tari, yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat Jawa.
Tari Bedhaya memiliki dua versi atau jenis. Pertama, seperti yang
disebutkan diatas yaitu tari Bedhaya Semang dari Keraton Yogyakarta.
Kedua, tari Bedhaya Ketawang dari Keraton Surakarta. Pada dasarnya
kedua versi tersebut memiliki makna yang sama dan tercipta dengan latar
belakang cerita yang sama, hanya saja karena berasal dari dua keraton
berbeda yang kemudian menjadikan tarian tersebut berbeda. Tidak banyak
perbedaan yang ada pada tarian tersebut, karena dua keraton tersebut juga
memiliki keterkaitan pula. Meski berasal dari akar budaya yang sama, tetapi
karena hidup dan berada pada dua lingkungan kerajaan yang berbeda, maka
74
Ibid Hlm. 33
61
pada akhirnya tarian ini memiliki kekhususan masing-masing sebagai
ekspresi jati diri dan konsep ideologi yang berbeda.75
Muatan makna simbolik filosofis yang begitu tinggi dan dalam tari
Bedhaya, menyebabkan genre tari ini senantiasa ditempatkan sebagai salah
satu bentuk seni pertunjukan yang paling penting di kasultanan Yogyakarta
dan kasunanan Surakarta. Selain keraton Yogyakarta, keraton Surakarta juga
memiliki Tari Bedhaya, yaitu Bedhaya Ketawang. Bedhaya Ketawang
adalah sebuah tari yang disakralkandan hanya digelar dalam setahun sekali,
konon di dalamnya sang Ratu Kidul ikut menari sebagai tanda
penghormatan kepada Raja-Raja penerus Dinasti Mataram.76
Dalam upacara-upacara atau ritus kerajaan yang bersifat sakral
dengan menghadirkan tari Bedhaya itu, berfungsi sebagai alat kebesaran
raja, sama dengan alat-alat kebesaran yang lain yang memiliki kekuatan
magis seperti berbagai macam senjata, payung kebesaran, mahkota, dan
benda-benda lainnya. Bedhaya dan benda-benda dengan kekuatan magis
yang terkandung di dalamnya, berfungsi sebagai regalia atau pusaka
kerajaan, yang senantiasa turut memperkokoh maupun memberi
perlindungan, ketenteraman, kesejahteraan kepada raja beserta seluruh
75
Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 253
76 Suwardi Endraswara, op.cit Hlm. 52
62
kerabatnya. Tarian ini hanya ditarikan setahun sekali dalam acara tertentu
saja,77
hal ini menandakan kesakralan dari tari Bedhaya.
Tari Bedhaya merupakan satu dari banyak kekayaan budaya yang
Indonesia miliki, yang patut dilindungi karena keunikan dan kesakralannya.
Tidak semua negara memiliki kebudayaan seperti yang Indonesia miliki.
3. Folklor termasuk salah satu ciptaan yang dilindungi
Folklor merupakan ciptaan tradisional yang dibuat oleh masyarakat
tradisional untuk menunjukkan budaya suatu kelompok masyarakat yang
diikuti dan diwariskan secara turun temurun. Folklor adalah karya cipta
yang tidak ketahui secara pasti siapa penciptanya, artinya tidak ada bukti
yang dapat menjelaskan secara pasti siapa pencipta dari suatu karya yang
hidup dan berkembang di suatu kelompok masyarakat. Meskipun tidak
diketahui secara pasti siapa pencipta suatu karya, tetapi folklor termasuk
slah satu ciptaan yang dilindungi. Hal ini terbukti dengan diaturnya folklor
dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Pasal 10 ayat (2) ;
“Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.”
Pasal 10 ayat (2) menjadi bukti bahwa suatu ciptaan kebudayaan
yang tidak diketahui yang telah berkembang dan dikenal oleh masyarakat
tradisional juga termasuk suatu ciptaan yang dilindungi, begitu juga dengan
77 Ibid. Hlm. 56
63
folklor yang tidak secara pasti diketahui penciptanya. Selain itu negara juga
memberikan Hak Eksklusif atas karya cipta terhadap folklor dan hasil
kebudayaan rakyat dengan memberikan hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan menurut undang-undang yang berlaku. Artinya, apabila ada
pihak asing yang memanfaatkan ciptaan tersebut untuk kepentingan
komersil, maka negara dapat menuntut ganti rugi atas pemanfaatan tersebut.
Bagi orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang akan memanfaatkan
ciptaan tersebut harus terlebih dahulu meminta izin kepada negara.
Meskipun sampai saat ini pihak asing masih beranggapan bahwa
kebudayaan bersifat publik, artinya milik umum, dapat dipergunakan,
dimanfaatkan dan merupakan milik masyarakat umum, tanpa perlu izin.
Namun Indonesia memiliki aturan terhadap kebudayaan tradisional dengan
adanya Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, dan
sampai saat ini belum ada kesepakatan antar negara untuk melakukan
perlindungan hak cipta terhadap ciptaan tradisional. Maka indonesia
memiliki tanggung jawab yang lebih dalam melindungi folklor dan
kebudayaan tradisional yang dimiliki agar tidak begitu saja dimanfaatkan
pihak asing.
4. Perlindungan hukum Hak Cipta atas tari tradisional
Bila diuraikan menurut istilahnya, arti kata perlindungan menurut
kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat untuk berlindung atau
64
perbuatan melindungi78
, sedangkan maksud dari kata perlindungan disini
adalah perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap hak-hak orang
lain juga menjadi suatu aturan yang wajib ditaati. Etika menjadi orientasi
dan penuntun perilaku masyarakat untuk mau menghormati hak-hak orang
lain,79
ini menjadi salah satu usaha perlindungan hukum bagi hak-hak orang
lain oleh masyarakat. Menurut Kamus Hukum sebagaimana dikutip oleh
Andi Hamzah, arti kata hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib dan
pelanggaran terhadap peraturan tersebut berakibat diambilnya tindakan
hukum.80
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.81
Sebenarnya yang
dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini adalah agar setiap
orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang-
wenang. Begitupun dengan hak cipta atas kebudayaan suatu negara dalam
hal ini tari tradisional yang pada dasarnya dipegang oleh Negara. Maka
78
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Hlm. 674
79 Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 119
80 Andi Hamzah, 1986. Istilah Hukum, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm .410
81
Ajip Rosidi, 1984. Undang-Undang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam , Jakarta:
Djambatan. Hlm. 3
65
pemerintah yang harus memberikan perlindungan terhadap kebudayaan di
negaranya.
Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa
Indonesia, jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut
dapat dilihat dari segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya,
tampak sekali bahwa dengan adanya perlindungan hukum terhadap folklor
dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka pelestarian terhadap budaya bangsa
akan tercapai.
Perlindungan hukum merupakan pengakuan hak oleh Negara
kepada setiap warga Negara di dalam peraturan perundang-undangan,
sehingga setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum dibagi menjadi dua,
yaitu perlindungan hukum yang diberikan secara represif dan preventif.
Perlindungan hukum terhadap folklor dapat dilakukan dengan perlindungan
hukum defensif, yaitu dengan menyusun database. Database termasuk Hak
Cipta yang dilindungi yang diatur di dalam UUHC. Diaturnya database
didalam Undang-Undang Hak Cipta yang terdapat dalam Pasal 12 ;
(1) Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup:
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout)
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
66
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis
dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,
dan pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan
seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan
karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta
atas ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum
diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.82
Pasal tersebut jelas mengatur database sebagai Hak Cipta yang
dilindungi, maka penyusunan database sebagai salah satu langkah
melakukan perlindungan hukum dengan cara melakukan inventarisasi dan
dokumentasi kebudayaan daerah khususnya folklor, ini sebagai salah satu
bentuk perlindungan hukum defensif yang dapat dilakukan Negara.
Hak atas kebudayaan merupakan salah satu hak dasar yang dijamin
oleh instrumen hukum hak asasi internasional setiap orang termasuk
kelompok minoritas mempunyai hak untuk hidup dan menikmati
82 Lihat Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
67
kebudayaannya serta berhak untuk mempertahankan integritas budayanya.
Indonesia dengan keragaman budayanya juga memiliki hak yang sama
untuk bisa melindungi kebudayaan yang ada tumbuh dan berkembang di
Indonesia. Negaralah yang memegang hak cipta atas kebudayaan atau
folklor yang ada di Indonesia. Hal ini disimpulkan berdasarkan Pasal 11
Undang-Undang Hak Cipta, yang mana dijelaskan bahwa “negara
memegang Hak Cipta atas suatu ciptaan yang tidak diketahui
penciptanya”.83
Bagi orang yang bukan warga negara Indonesia jika akan
mengumumkan, memperbanyak, atau mengambil manfaat untuk
kepentingan komersil atau ekonomi atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat
termasuk seni tari tradisional harus izin kepada negara. Pengertian
pengumuman dan perbanyakan terdapat dalam Pasal 1 angka 5 dan 6
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
Pasal 1 angka 5
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan, dengan menggunakan
alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara
apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat
orang lain.
Pasal 1 angka 6
Perbanyakan dalam hal ini adalah penambahan jumlah suatu
ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat
83
Lihat penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta
68
substansial dengan mengunakan bahan–bahan yang sama ataupun
tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau
temporer.
Pemanfaatan folklor oleh pihak asing berdasarkan Undang-Undang
Hak Cipta harus mendapatkan izin dari pemerintah melalui instansi terkait.
Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar Tahun 1945
sebagai konstitusi dan landasan hukum bagi pelaksana hukum di Indonesia.
Terdapat dua pasal di dalam UUD 1945 yang menjadi dasar perlindungan
hukum berkaitan dengan hak cipta atas folklor, dijabarkan sebagai berikut :
Pasal 28 j UUD 1945
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.
Artinya, setiap orang berhak dihormati hak nya, dan setiap orang
juga berkewajiban menghormati hak orang lain sebagai masyarakat yang
demokratis, demi menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. Setiap orang
juga memiliki kebebasan untuk memenuhi haknya, dengan tidak
mengganggu kebebasan hak orang lain.
Pasal 28 I ayat (3) dan (4) UUD 1945
69
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara
terutama pemerintah.
Artinya masyarakat tradisional dan folklor yang hidup dan
berkembang di masyarakat tertentu dilindungi dan diakui seiring dengan
perkembangan zaman. Seluruh hak masyarakat tradisional baik dalam
perlindungan folklor, perkembangan folklor, penegakan hukum folklor
adalah tanggung jawab pemerintah sebagai pemenuhan hak asasi manusia.
Karena budaya adalah sebuah penentu kemampuan suatu negara untuk
makmur dan budayalah yang membentuk pemikiran para penerusnya.
Secara khusus nilai-nilai budaya membentuk prinsip-prinsip
masyarakat hingga saat ini. Nilai-nilai budaya ini adalah nilai-nilai yang
disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan, tuntunan, dengan karakteristik tertentu yang dapat
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa
yang akan terjadi atau sedang terjadi dan menjadi pedoman bagi kehidupan
masyarakat pada suatu komunitas tertentu.
Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
memberikan perlindungan terhadap folklor. Pengenalan atau sosialisasi
terhadap kebudayaan yang dimiliki Indonesia harus terus dilakukan, terlebih
terhadap generasi penerus. Tetap melestarikan budaya bangsa merupakan
70
pekerjaan rumah tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga bagi
masyarakatnya. Pemerintah dalam hal ini juga harus memfasilitasi
masyarakat.
Upaya pemerintah melakukan perlindungan terhadap folklor
didalam Undang-Undang Hak Cipta belumlah efektif, karena perlindungan
tersebut masih sulit diimplementasikan, karena sampai saat berlakunya
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 belum ada Peraturan
Pemerintah yang mengatur undang-undang ini.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ini tak
lantas menyelesaikan segala permasalahan terkait masalah Hak Cipta.
Diperlukan sosialisasi mengenai Hak Cipta kepada masyarakat dan perlunya
pemahaman mengenai Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
kepada para aparatur penegak hukum untuk meningkatkan pemahamannya
terhadap Hak Cipta itu sendiri, sehingga permasalahan yang ada dapat
diselesaikan dengan baik.
Menurut penjelasan Undang-Undang Hak Cipta, suatu karya harus
terwujud dalam bentuk yang khas, maka perlindungan Hak Cipta tidak
diberikan pada ide semata, karena ide pada dasarnya tidak mendapatkan
perlindungan, sebab ide belum memiliki wujud yang dapat dilihat, dibaca
atau didengar.84
84 Endang Purwaningsih, op.cit Hlm 4
71
Pengaturan Hak Cipta dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia
merupakan suatu upaya Negara dalam melindungi karya cipta yang dibuat
oleh setiap warga Negara Indonesia agar memperoleh perlindungan dari sisi
hukum. Kelemahan Undang-Undang Hak Cipta ini adalah pelaksanannya
belum maksimal karena belum ada Peraturan Pemerintah hingga saat ini.
Perlindungan hukum hak cipta atas folklor khususnya tarian tradisional
hanya sebatas terdapat pada Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta, dimana
tidak diterangkan secara jelas mengenai hak cipta atas kepemilikan folklor.
Hanya secara umum bahwa untuk folklor, Negaralah yang berhak atas
pemegang hak cipta tersebut.
Pasal 10
(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan
prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti
cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya
seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan
tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga Negara
Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari
instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang
dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Artinya Negara merupakan pemegang Hak Cipta atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya yang
terdapat di Indonesia. Negara pemegang Hak Cipta atas folklor dan hasil
72
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, babad lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi
dan karya seni lainnya. Folklor diartikan sebagai sekumpulan ciptaan
tradisional baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam
masyarakat yang menunjukan identitas sosial dan budayanya berdasarkan
standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun menurun.
Setiap warga Negara asing yang ingin mengumumkan dan memperbanyak
ciptaan yaitu folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama (cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya) wajib mendapatkan izin
terlebih dahulu dari instansi yang berkaitan dengan hak cipta atas folklor.
Upaya perlindungan folklor dan hasil kebudayaan daerah,
pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta
tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin Negara
sebagai pemegang Hak Cipta. Adanya ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai budaya tersebut.
Pengaturan pelaksanaan terkait hak cipta yang dipegang oleh Negara, diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Hingga saat ini Peraturan
Pemerintah yang telah dirancang dari awal pembentukan Undang-Undang
Hak Cipta ini belum terlaksana.
Undang-Undang Hak Cipta yang merupakan bentuk dari konsep
HKI yang sifatnya individual berbeda dengan folklor yang sifatnya kolektif.
73
Artinya dua sifat yang berbeda ini tidak bisa diatur dalam satu peraturan
perundang-undangan. Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta seharusnya
tidak membahas mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Tidak Diketahui
Penciptanya. Namun tidak ada satu pasal pun dalam Undang-Undang Hak
Cipta yang mengatur mengenai pendaftaran atas folklor, perjanjian lisensi
atas folklor, pembagian keuntungan dan penyelesaian sengketa atas folklor.
Sejauh ini selain Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang
Hak Cipta, Indonesia juga telah meratifikasi Bern Convention. Sistem Hak
Cipta tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis mengenai dapat
atau tidaknya folklor ini dilindungi dengan menggunakan mekanisme Hak
Cipta.
Sulitnya mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap
folklor disebabkan minimnya pengetahuan tentang folklor. Masyarakat
masih sangat asing dengan istilah folklor, masyarakat pada umumnya
mengartikan folklor berkaitan dengan cerita rakyat, padahal folklor sendiri
tidak hanya mengenai cerita rakyat tetapi lebih luas lagi, tentang ciptaan
tradisional yang diwariskan turun temurun. Minimnya pengetahuan
masyarakat menjadi kendala yang cukup besar dalam upaya perlindungan
hukum terhadap folklor.
Nilai-nilai budaya keteraturan, keselarasan, penghormatan dan
penghargaan terhadap hak-hak orang lain sesungguhnya sudah sejak lama
ada di masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta adanya pengaruh
74
pengajaran nilai-nilai kebaikan pada warga masyarakat Indonesia sejak
kanak-kanak hingga saat ini.85
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi Hak
Cipta tentang seni tari tradisional selama ini hanya sebatas pelestarian,
pembinaan, dan pengembangan. Hal ini berbeda dengan upaya pemerintah
terhadap bidang sejarah dan kepurbakalaan, yang telah meliputi pelestarian,
pemeliharaan, dan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya dan
kawasan cagar budaya serta pengembangan permuseuman yang mana telah
diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya.
Interaksi antara pencipta dan masyarakat norma untuk
menghormati ciptaan dan hak orang lain menjadi relevan. Seorang pencipta
dituntun oleh norma untuk memanfaatkan hasil ciptaannya dan masyarakat
dituntun pula oleh norma untuk menghormati hak-hak yang melekat pada
ciptaan tersebut.86
Hal ini menjelaskan bahwa, norma yang ada pada
masyarakat adat juga memilki peranan penting dalam memberikan
perlindungan bagi pencipta dan ciptaannya. Perlindungan dan penghargaan
bagi pencipta dan ciptaannya tidak hanya bisa dan harus dilakukan oleh
penyelenggara negara saja, tidak melalui hukum saja dapt dilakukan
perlindungan, tetapi dapat dimulai dari masyarakat.
85
Henry Soelistyo, op.cit Hlm. 169
86
Ibid. 171
75
Kebudayaan nasional merupakan warisan leluhur yang diturunkan
kepada kita sebagai penerus bangsa, yang apabila tidak dilestarikan dan
dijaga maka akan punah atau bahkan akan dimanfaatkan pihak asing, yang
pada akhirnya merugikan bangsa kita karena akan kehilangan kebudayaan
yang seharusnya dimiliki dan dijaga kelestariannya. Selain itu apabila
generasi penerus tidak mengenal kebudayaan dan tidak mencintai budaya
yang dimiliki bangsanya maka kebudayaan tradisional yang ada akan
tergeser dan tergantikan oleh kebudayaan atau budaya barat yang lebih
modern.
Selain tuntutan zaman seni tari Indonesia bergerak atau mengarah
menjadi sebuah hiburan yang juga menjadi santapan rohani yang
memperkaya pengalaman batin, karena sarat akan nilai-nilai keagamaan dan
nilai kehidupan.87
Begitu pula yang terlihat di berbagai tarian di Indonesia,
seperti halnya Tari Bedhaya yang memiliki nilai-nilai disetiap gerakannya,
yang merefleksikan keindahan, kelembutan yang memperkaya pengalaman
batin. Ini pula yang menjadikan tarian tradisional menjadi sangat penting
untuk dilindungi dan dilestarikan, oleh berbagai elemen masyarakat, baik
secara hukum ataupun nonhukum, karena memiliki banyak makna dan
keunikan disetiap tarian tradisional.
87 Sal Murgiyanto. 2004. Tradisi dan Inovasi : beberapa Masalah Tari Di Indonesia. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra. Hlm. 44
76
Peranan masyarakat dirasa sangatlah penting untuk
mengimplementasikan perlindungan yang diupayakan Pemerintah.
Perlindungan Hak Cipta atas kebudayaan termasuk tari tradisional tidak
hanya menjadi tugas Pemerintah sebagai pelaksana negara, tetapi juga
masyarakat yang juga memiliki peranan penting dalam melindungi Hak
Cipta kebudayaan tradisional atau ciptaan tradisional agar tidak
dimanfaatkan pihak asing, agar tetap dapat dilestarikan sebagai warisan dan
keragaman budaya Indonesia.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlindungan hukum Hak Cipta atas tari tradisional, perlindungan
hukum defensif, yaitu melakukan inventarisasi dan dokumentasi dengan
menyusun database. Perlindungan hukum diberikan secara represif dan
preventif. Perlindungan hukum represif yaitu upaya perlindungan hukum
yang dilakukan oleh Negara jika ada klaim dari Negara lain atas folklor
yang ada di Indonesia, oleh karenanya upaya inventarisasi dan dokumentasi
yang telah disusun dalam database oleh pihak Kementerian yang berwenang
untuk melakukan itu. Perlindungan hukum hak cipta atas folklor khususnya
pada tari tradisional di indonesia masih belum maksimal. Perlindungan hak
cipta terhadap folklor dan tari tradisional tidak hanya bisa dilakukan melalui
hukum saja, tetapi juga nonhukum, yaitu dengan pelestarian dan terus
memperkenalkan folklor tarian tradisional kepada masyarakat luas atas
kekayaan budaya tradisional yang dimiliki Indonesia.
Namun minimnya pengetahuan tentang folklor menjadi salah satu
dari berbagai kendala dalam pengimplementasian perlindungan hukum yang
diupayakan pemerintah, yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Hak
Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Pasal dalam undang-undang ini tidak banyak
memberikan manfaat, karena masyarakat masih sangat asing dengan istilah
folklor, pemahaman yang kurang terhadap folklor menjadikan masyarakat
78
tidak mengetahui tentang folklor itu sendiri. Undang-Undang Hak Cipta
yang bersifat individual juga menjadi salah satu kendala perlindungan
hukum Hak Cipta atas tari tradisional, mengingat Pasal 10 yang mengatur
tentang perlindungan Hak Cipta atas tari tradisional tersebut bersifat
komunal.
79
B. Saran
Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan khusus tentang
folklor yang terpisah dari Undang-Undang Hak Cipta. Peraturan Pemerintah
sebagai aturan pelaksana dari undang-undang tersebut perlu dibuat sebagai
aturan pelaksana undang-undang tersebut. Peran serta masyarakat dalam
merealisasikan perlindungan hukum Hak Cipta terhadap tari tradisional
sangat dibutuhkan, kesadaran memiliki dan tanggung jawab untuk menjaga
dan melestarikan kebudayaan yang telah diwariskan oleh leluhur menjadi
sangat penting agar terwujudnya perlindungan hukum Hak Cipta atas tari
tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Asikin, Zainal, Amirudin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT
RajaGrafindo, Jakarta.
Danandjaja, James, 2002, Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-
lain, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah, 2014, Hak Milik Intelektual, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung
Endraswara, Suwardi, 2013, FOLKLOR NUSANTARA Hakikat, Bentuk, dan
Fungsi, OMBAK, Yogyakarta
Hadjon, M. Philipus,1998, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya.
Hamzah, Andi, 1986. Istilah Hukum, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ibrahim, Johnny, 2008, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif,
Banyumedia Publishing, Malang
Koentjaraningrat, 1986, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta
Lindsey, Tim, 2002, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni,
Bandung.
Lutviansori, Arif, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Margono, Suyud. 2010. Hukum Hak Cipta Indonesia : Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization – TRIPs Agreement.
Ghalia Indonesia, Bogor.
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta
Murgiyanto, Sal, 2004, Tradisi dan Inovasi : Beberapa Masalah Tari di
Indonesia, Wedatama Widya Sastra, Jakarta
Nasution, Rahmi Jened Parinduri, 2013, Interface Hukum Kekayaan Intelektual
dan Hukum Persaingan (Penyalahgunaan HKI), PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Purwaningsih, Endang, 2005, Perkembangan Hukum Intelektual Property
Rights, Ghalia Indonesia, Bogor
Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan
Budaya Hukum. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Rosidi, Ajip. 1984. Undang-Undang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang
Awam, Djambatan, Jakarta.
Saidin, OK. 2010. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Sardjono, Agus, 2010, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan
Tradisional, PT Alumni, Bandung.
Sedyawati, Edy, 2002, INDONESIAN HERITAGE Seni Pertunjukan , Buku
Antar Bangsa, Jakarta.
____________, 2008, KeIndonesiaan Dalam Budaya, Buku 2 Dialog Budaya :
Nasional dan Etnik Peranan Industri Budaya dan Media Massa Warisan
Budaya dan Pelestarian Dinamis, Wedatama Widya Sastra, Jakarta.
Soefwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1981, Hukum Perdata : Hukum Benda,
Liberty, Yogyakarta.
Soelistyo, Henry, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1989, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sugono, Bambang, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Supramono, Gatot, 2010, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, PT RINEKA
CIPTA, Jakarta.
Suwarningdyah, Rr. Nur, 2011. Pergeseran Tari Bedhaya di Keraton
Yogyakarta : Sakral dan Profan, Kepel Press. Yogyakarta.
Thoyibi, M. dkk, 2003. Sinergi Agama dan Budaya : Dialektika
Muhammadiyah dan Seni Lokal, Muhammadiyah University Press,
Surakarta.
Undang-undang :
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85.
Karya Ilmiah :
Tesis Artry Ahdini, 2014, Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Folklor Di
Cirebon, MIH UNSOED, Purwokerto.
Sumber-sumber lainnya :
Kamus Besar Bahasa Indonesia Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Depdikbud.
http://www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-Pemerintah-dalam-
Perlindungan-Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-
Profesi-di-Bidang-Hukum / Diakses tanggal 30 Agustus 2014.
http://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-
yogyakarta/Diakses tanggal 31 Agustus 2014.
http://warisanbudayaindonesia.info/detail/warisan/109/bedhaya_Semang_Tari_
Klasik_Gaya_Yogyakarta Diakses tanggal 27 Oktober 2014