perkembengan dan penyalahgunaan Ipa Dan Iptek
-
Upload
chica-mayonnaise -
Category
Documents
-
view
1.990 -
download
1
description
Transcript of perkembengan dan penyalahgunaan Ipa Dan Iptek
MAKALAH
PENGEMBANGAN DAN PENYALAHGUNAAN IPTEK
Disusun Oleh :
Nama : Riza Julianti
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan memberikan kesehatan kepada penyusun sehingga
Makalah yang berjudul “PENGEMBANGAN DAN PENYALAHGUNAAN
IPTEK” dapat diselesaikan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusnya hingga akhir zaman.
Ilmu alam dan Ilmu teknologi merupakan dua hal yang sangat berhubungan erat
bagi kehidupan manusia atas dasar kata di atas maka penulis berusaha
mempelajarinya dan berharap dapat ditiru dan diikuti oleh generasi penerus di
masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan dari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih baik dikesempatan
yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan pembaca pada umumnya, Amin.
Cianjur , Oktober 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup di dunia ini tidak bisa lepas dari ketergantungan dalam
menjalani kehidupan di dunia ini. Ketergantungan itu juga didominasi banyak
sekali factor yang mempengaruhi dan yang paling besar berhubungan dengan
manusia pasti adalah ketergantungan manusia akan alam dan Ilmu
Pengetahuan tentang bagaimana cara untuk memanfaatkan alam tersebut.
Tak lepas tentang bagaimana cara memanfaatkan alam ini, maka manusia pun
banyak yang mempelajari akan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan
berharap dapat menciptakan suatu alat yang canggih dan mutakhir untuk
mengolah kekayaan alam di dunia ini.
Namun,tanpa disadari karena begitu rakusnya manusia, semua alat yang serba
modern pun dibuat yang mana alat tersebut tanpa arus banyak menggunakan
tenaga manusia itu sendiri dalam mengolah alam ini dan tanpa disadari pula
alat-alat yang serba canggih ,mutakhir dan modern tersebut ternyata banyak
membuat suatu kerusakan yang membuat anak,cucu kita sebagai sebagai
generasi penerus, menerima akibatnya. Diakui atau tidak ternyata semua
teknologi yang diciptakan manusia di dunia ini membawa dampak yang positif
dan negatif .dan dari sekian banyak manusia di dunia ini yang menggunakan
teknologi tersebut untuk kemaslahatan umat, masih juga harus menghadapi
umat manusia yang lainnya yang menggunakan atau memanfaatkan teknologi
tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang
ditimbulkan bagi manusia banyak bahkan sampai generasi penerus
B. Tujuan
Adapun tujuan utama dari makalah ini adalah semata-mata untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) Akan tetapi tujuan lain
dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Pengembangan IPTEK di era
Globalisasi saat ini
2. Mengetahui dampak positif dan negative dari pengembangan IPTEK
dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DAMPAK PERKEMBANGAN IPA DAN IPTEK BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan IPA yang
cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari,bahkan merupakan
tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama
perkembangan IPTEK adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang
lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan IPA dan IPTEK,
telah banyak berpengaruh bagi kehidupan manusia pada umumnya. Misalnya
dengan adanya Internet ,mobil, motor, Alat-alat industri yang serba
canggih,obat-obat pertanian yang semua itu adalah hasil perkembangan IPA
dan IPTEK dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sangat berpengaruh bagi
manusia dewasa ini.
Dengah adanya internet,setiap orang di manapun kapanpun dapat mengakses
informasi di bumi belahan manapun cukup dengan duduk di depan computer
atau alat yang dapat mengakses internet.Dengan kemudahan itu,dunia
sekarang ini sedang berubah secara revolusioner dari masyarakat pertanian
menjadi masyarakat perindustrian,dari manual menjadi serba digital dari
bisnis yang hanya bersifat nasional kini telah berubah menjadi bisnis yang
transnasional (antar negara) sebagai akibat dari semakin cepatnya peredaran
informasi di dunia yang menuntut manusia untuk bergerak lebih cepat.
Namun demikian,internet bukanlah sarana yang sepenuhnya menguntungkan
manusia, ini karena disamping internet memberi kemaslahatan bagi manusia,
internet pun menyumbang dampak yang negatif, bahkan dampak yang
dihasilkan internet tidak dapat dipandang remeh. Kerusakan yang
disebabkannya tergolong dalam tingkat yang serius
Sebagai contoh Teknologi informasi seperti internet sangat menunjang setiap
orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, namun dampak buruk
dari perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa yang akan datang.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia
bisnis yang revolusioner karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan
dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain,
berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap
sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak
pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime”
atau kejahatan mayantara.
Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian
semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa
depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime
(kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai (kejahatan serius) dan
transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu mengancam
kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana
atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan modern dari
masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya
peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang”
informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
Pornografi dan pornoaksi adalah dampak perkembangan teknologi yang akhir-
akhir ini sangat disorot di Indonesia yang pada tahun 2008 lalu telah
diresmikan Undang pornografi dan Pornoaksi,ini membuktikan bahwa
dampak buruk teknologi internet utamanya telah sangat meresahkan
masyarakat Banyaknya tindak criminal Pemerkosaan dan pelecehan seksual
menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi juga menimbulkan dampak
yang buruk
Dalam bidang pertanian, manusia menemukan cara yang yang lebih efektif
untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik yaitu dengan menggunakan
berbagai macam pupuk buatan yang dijual secara bebas.dengan menggunakan
pupuk tersebut para petani dapat mendapatkan hasil yang berlipat ganda dalam
waktu yang relatif singkat
Akan tetapi keuntungan yang begitu menggiurkan tersebut juga tidak luput
dari dampak yang negative bagaimana tidak,hampir semua teknologi untuk
pertanian menggunakan bahan yang bersifat kimia yang bila dikonsumsi dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit yang membahayakan. Kita ambil
contoh tumbuhan padi di Indonesia kini hampir pasti menggunakan pupuk
yang bersifat kimiawi memang hasil yang diperoleh terlihat lebih baik dan
lebih berkualitas namun jika dikonsumsi secara terus menerus maka bahan
kimia yang ada dalam padi akan mengendap dalam tubuh yang dapat
menggangu kesehatan manusia.
Dalam bidang industri juga berperan besar dalam memanfaatkan
perkembangan IPTEK dan IPA alat-alat yang digunakan dalam industri, kini
telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagian besar industri di dunia
kini telah beralih ke mesin yang serba canggih dan otomatis hasil
perkembangan IPTEK.Dengan mesin-mesin itu, produksi dapat ditingkatkan
sedemikian rupa tanpa terbayangkan sebelumnya sehingga dapat
menggantikan tenaga manusia, ini juga merupakan suatu dilema yang
menyedihkan karena dengan bertambah banyaknya alat-alat yang canggih itu,
justru tenaga kerja yang dibutuhkan juga semakin sedikit sehingga jumlah
pengangguran di dunia semakin banyak dari tahun ke tahun.Selain itu,industri
juga menyumbang pencemaran udara yang kian hari, kian memprihatinkan.
Pencemaran udara yang semakin hari semakin parah ini sekarang telah
menimbulkan fenomena alam yang dahsyat yang kita sebut Global Warming
(pemanasan global) yang ada akhirnya mengancam kelangsungan hidup
manusia sendiri, pemanasan yang terjadi di bumi ini menimbulkan fenomena
alam yang tak menentu pasang air laut yang di luar batas kewajaran
mengakibatkan beberapa pulau kecil di bumi ini telah tenggelam sebagai
akibat mencairnya gunung es di kutub utara dan selatan sekarang tinggal kita
tunggu saja kapan daratan yang kita diami ini juga tenggelam jika tidak ada
solusi yang tepat untuk permasalahan ini.
Dengan adanya dampak IPTEK yang sedemikian besar terlepas baik atau
buruk,perkembangan IPTEK dan IPA tidak seharusnya dihambat bahkan
harus didukung dan diarahkan ke arah yang positif dan menguntungkan tidak
hanya dari segi ekonomi tapi juga dari segi ekologi dan sosial misalnya
dengan menciptakan alat-alat yang ramah terhadap lingkungan
Dalam hal pencemaran lingkungan misalnya,kita dapat menggunakan prinsip
3 R yaitu Reduce (mengurangi) dampak negatif bagi lingkungan Recycle
(mendaur Ulang) bahan-bahan yang masih dapat dimanfaatkan kembali dan
Reuse (Menggunakan kembali) barang-barang yang massih dapat digunakan
dengan jalan ini diharapkan dampak negative teknologi terhadap lingkungan
dapat setidaknya diminimalisasi
Supaya masalah penyalahgunaan teknologi ini tidak menjadi keresahan sosial
bagi masyarakat luas,sebaiknya implementasi hukum di dalam kehidupan
masyarakat moderen yang memakai teknologi tinggi harus mampu untuk
mengurangi perilaku yang dapat merugikan kepentingan bagi orang atau pihak
lain, meskipun adanya hak dan kebebasan individu dalam mengekspresikan
ilmu atau teknologinya dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks.
Harus diingat, perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang
dapat menimbulkan kejahatan, sedangkan kejahatan itu telah ada dan muncul
sejak permulaan zaman sampai sekarang ini dan masa akan datang yang tidak
mungkin untuk diberantas tuntas. Satu hal yang patut diperhatikan adalah
bahwa kejahatan sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan
dan diakui untuk menjadi suatu tradisi atau budaya yang selalu mengancam
dalam setiap saat kehidupan masyarakat. Di sini perlu ada semacam batasan
hukum yang tegas di dalam menanggulangi dampak sosial, ekonomi dan
hukum dari kemajuan teknologi modern yang tidak begitu mudah ditangani
oleh aparat penegak hukum di negara berkembang seperti halnya Indonesia
yang membutuhkan perangkat hukum yang jelas dan tepat dalam
mengantisipasi setiap bentuk perkembangan teknologi dari waktu ke waktu
B. Dampak IPTEK Pada Bidang Teknologi Informasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat
sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan
masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek
adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah,
murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi
(information technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang
mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal
dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan secara
“potong kompas”. Dampak buruk dari perkembangan “dunia maya” ini tidak
dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat moderen saat ini dan masa
depan.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia
bisnis yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah,
murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi
lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang
gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan
tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan
“cybercrime” atau kejahatan mayantara.
Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian
semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa
depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime
(kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan
serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu
mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat.
Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan
moderen dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan
meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital,
“perang” informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
Peristiwa kejahatan mayantara yang pernah menimpa situs Mabes TNI, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Mabes Polri dan Departemen
Luar Negeri Republik Indonesia merupakan sisi gelap dari kejahatan teknologi
informasi yang memanfaatkan kecanggihan internet. Begitu juga situs
Microsoft, NASA dan Pentagon tidak luput pula dari para hacker nakal untuk
mengacaukan sistem informasi dan data yang dimiliki oleh negara adidaya,
Amerika Serikat. Ketegangan antara Cina dengan Amerika Serikat sempat
pula mengarah pada perang hacker karena mengubah situs FBI menjadi wajah
pilot Cina yang tewas dalam suatu insiden di Laut Cina Selatan dengan
pesawat pengintai Amerika yang berada di wilayah udara Cina.
Semua peristiwa di atas adalah beberapa contoh disalahgunakannya kemajuan
teknologi informasi untuk tujuan buruk yang dapat merugikan pihak lain
dalam tatanan dunia semakin maju dalam globalisasi ekonomi. Inilah
sebenarnya salah satu sisi paling buruk yang tidak dapat dihindarkan dan
disembunyikan dari kemajuan teknologi informasi dewasa ini sebagaimana
pernah diramalkan oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdene bakal ada
perubahan dunia menjadi perkampungan global (global village) dengan pola
satu sistem perekonomian atau single economy system, yaitu sistem ekonomi
kapitalis. Sistem ekonomi demikian dapat menyebabkan orang menghalalkan
segala cara, terutama pada saat berlakunya pasar bebas (free market) untuk
mencapai tujuannya dengan menggunakan sarana teknologi canggih. Masalah
ini segera menjadi pusat perhatian dari masyarakat internasional. Pada
International Information Industry Congress (IIC) 2000 Millenium di Quebec,
Kanada, tanggal 19 September 2000 merumuskan perlunya kewaspadaan
terhadap perkembangan cybercrimes yang dapat merusak sistem dan data vital
teknologi perusahaan dalam kegiatan masyarakat industri. Panitia Kerja
Perlindungan Data Dewan Eropa (The Data Protection Working Party of
Europe Council) menyatakan pula bahwa cybercrimes adalah bagian sisi
paling buruk dari masyarakat informasi yang perlu ditanggulangi dalam waktu
singkat. Konperensi Cybercrimes International di London, Februari 2001
menyatakan dengan tegas bahwa cybercrime adalah salah satu dari aktivitas
kriminal yang paling cepat tumbuh di planet bumi ini. Kerugian yang
ditimbulkan luar biasa besarnya yang mencapai US $ 40 miliar per tahun. Di
Amerika Serikat menurut hasil penelitian dari United States of Computer
Security Institute (USCSI) menunjukkan bahwa sekitar 90% perusahaan
(corporates) berskala besar mengaku telah mendeteksi adanya pelanggaran
keamanan terhadap sistem komputerisasi yang mereka gunakan dalam
kegiatan industri. Sebanyak 273 perusahaan di sana telah mengalami finantial
losses yang cukup signifikan untuk tambahan modal bagi perkembangan
perusahaan tersebut. Nilai kerugian mencapai US $ 265 juta dan sebagian
besar dari transaksi ilegal.
Bagi Indonesia sebagai suatu negara berkembang dan kepulauan yang cukup
besar tidak akan luput dari pengaruh perkembangan buruk teknologi informasi
dewasa ini maupun masa depan. Masalah ini perlu ditanggulangi supaya tidak
menjadi korban kejahatan mayantara dengan kerugian besar bagi warga
masyarakat, bangsa dan negara mengingat negeri ini amat rentan dengan
pelbagai bentuk kejahatan sebagai dampak dari kemajuan iptek, baik oleh
hacker/cracker nakal di dalam maupun luar negeri.
C. Makna dan Perkembangan Kejahatan Mayantara
Adanya penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan
pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat moderen
sebagai dampak dari pada kemajuan iptek yang tidak dapat dihindarkan lagi
bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi (the culture of
technology). Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat manusia dalam dunia yang semakin “sempit” ini. Semua ini
dapat dipahami, karena teknologi memegang peran amat penting di dalam
kemajuan suatu bangsa dan negara di dalam percaturan masyarakat
internasional yang saat ini semakin global, kompetitif dan komparatif. Bangsa
dan negara yang menguasai teknologi tinggi berarti akan menguasai “dunia”,
baik secara ekonomi, politik, budaya, hukum internasional maupun teknologi
persenjataan militer untuk pertahanan dan keamanan negara bahkan kebutuhan
intelijen. Contohnya adalah teknologi yang dimiliki Amerika Serikat, Jerman,
Jepang dan Israel. Supaya masalah penyalahgunaan teknologi ini tidak
menjadi keresahan sosial bagi masyarakat luas, seyogianya implementasi
hukum di dalam kehidupan masyarakat moderen yang memakai teknologi
tinggi harus mampu untuk mengurangi perilaku yang dapat merugikan
kepentingan bagi orang atau pihak lain, meskipun adanya hak dan kebebasan
individu dalam mengekspresikan ilmu atau teknologinya dalam kehidupan
sosial yang semakin kompleks. Harus diingat, perkembangan teknologi
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, sedangkan
kejahatan itu telah ada dan muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang
ini dan masa akan datang yang tidak mungkin untuk diberantas tuntas.
Suatu hal yang patut diperhatikan adalah bahwa kejahatan sebagai gejala
sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk menjadi suatu
tradisi atau budaya yang selalu mengancam dalam setiap saat kehidupan
masyarakat. Di sini perlu ada semacam batasan hukum yang tegas di dalam
menanggulangi dampak sosial, ekonomi dan hukum dari kemajuan teknologi
moderen yang tidak begitu mudah ditangani oleh aparat penegak hukum di
negara berkembang seperti halnya Indonesia yang membutuhkan perangkat
hukum yang jelas dan tepat dalam mengantisipasi setiap bentuk
perkembangan teknologi dari waktu ke waktu. Kemampuan hukum pidana
menghadapi perkembangan masyarakat moderen amat dibutuhkan mengingat
pendapat Herbert L. Packer “We live today in a state of hyper-consciousness
about the real of fancied breakdown of social control over the most basic
threats to person and proverty”. Artinya, dewasa ini kita hidup dalam suatu
negara dengan kecurigaan tinggi seputar kenyataan pengendalian sosial dari
khayalan melebihi ancaman paling dasar terhadap orang dan harta benda.
Roberto Mangabeira Unger pernah mengemukakan, “the rule of law is
intimately associated with individual freedom, even though it fails to resolve
the problem of illegitimate personal dependency in social life”. Artinya, aturan
hukum merupakan lembaga pokok bagi kebebasan individu meskipun ia
mengalami kegagalan untuk memecahkan masalah ketergantungan pribadi
yang tidak disukai dalam kehidupan sosial. Wajar hukum harus mampu
mengantisipasi setiap perkembangan pesat teknologi berikut dampak buruk
yang ditimbulkannya, karena amat merugikan. Penyalahgunaan teknologi
informasi ini akan dapat menjadi masalah hukum, khususnya hukum pidana,
karena adanya unsur merugikan orang, bangsa dan negara lain. Sarana yang
dipakai dalam melakukan aksi kejahatan mayantara ini adalah seperangkat
komputer yang memiliki fasilitas internet. Penggunaan teknologi moderen ini
dapat dilakukan sendiri oleh hacker atau sekelompok cracker dari rumah atau
tempat tertentu tanpa diketahui oleh pihak korban. Kerugian yang dialami
korban dapat berupa kerugian moril, materil dan waktu seperti rusaknya data
penting, domain names atau nama baik, kepentingan negara ataupun transaksi
bisnis dari suatu korporasi atau badan hukum (perusahaan) mengingat
kejahatan mayantara atau teknologi informasi ini tidak akan mengenal batas
wilayah negara yang jelas. Kejahatan teknologi informasi ini menurut
pendapat penulis dapat digolongkan ke dalam supranational criminal law.
Artinya, kejahatan yang korbannya adalah masyarakat lebih luas dan besar
terdiri dari rakyat suatu negara bahkan beberapa negara sekaligus. Kejahatan
dengan jangkauan korban yang memiliki data penting ini dapat menimpa siapa
dan kapan saja mengingat akses teknologi mayantara pada masa depan sulit
untuk menyembunyikan sesuatu data yang paling dirahasiakan, termasuk data
negara.
Kejahatan ini beraspek pada masalah hukum internasional mengingat
pendapat J.G Starke, bahwa ada kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan
berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi internasional, hubungan satu
sama lain dan hubungan negara-negara dengan individu serta kaidah-kaidah
hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non
negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan atau badan non-negara
tersebut penting bagi masyarakat internasional. Kejahatan mayantara sudah
jelas akan dapat menjangkau pada kepentingan masyarakat internasional. Ini
cukup berarti menurut Romli Atmasasmita, karena adanya standar hukum
pidana yang telah berkembang di dalam kumpulan masyarakat tersebut yang
harus dapat melindungi kepentingan semua pihak. Segala macam penggunaan
jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi
adalah menyalahgunakan kemudahan teknologi digital untuk kepentingan
tertentu yang sangat merugikan bagi pihak lain. Bentuk-bentuk kejahatan
tersebut dapat berupa spionase informasi, pencurian data, pemalsuan kartu
kredit (credit card), penyebaran virus komputer, pornografi orang dewasa dan
anak, penyebaran e-mail bermasalah hingga kampanye anti suku, agama, ras
dan antar golongan (SARA), terorisme dan ekstrimisme di internet. Semua
bentuk kejahatan mayantara tersebut amat merugikan bagi kepentingan
individu, kelompok masyarakat, bangsa dan negara bahkan internasional yang
mendambakan selalu terwujudnya perdamaian abadi dalam tatanan
masyarakat ekonomi global.
Pada Kongres PBB ke X tahun 2000, pengertian atau definisi dari cybercrime
dibagi dua, yaitu pengertian sempit, yakni “any illegal behaviour directed by
means of electronic operations that targets the security of computer systems
and the data processed by them”. Artinya, kejahatan ini merupakan perbuatan
bertentangan dengan hukum yang langsung berkaitan dengan sarana
elektronik dengan sasaran pada proses data dan sistem keamanan komputer.
Di dalam pengertian luas, cybercrime didefinisikan sebagai : “any illegal
behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or
network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing
information by means of a computer system or network”. Artinya, perbuatan
yang melawan hukum dengan menggunakan sarana atau berkaitan dengan
sistem atau jaringan komputer termasuk kejahatan memiliki secara illegal,
menawarkan atau mendistribusikan informasi melalui sarana sistem atau
jaringan komputer. Selain itu, cybercrime dapat juga diartikan sebagai “crime
related to technology, computers, and the internet”. Artinya, kejahatan yang
berkaitan dengan teknologi, komputer dan internet.
Dari pengertian di atas memberikan gambaran betapa pengertian dan
kriminalisasi terhadap cybercrime cukup luas yang dapat menjangkau setiap
perbuatan ilegal dengan menggunakan sarana sistem dan jaringan komputer
yang dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, supaya jelas dalam
kriminalisasi terhadap cybercrime harus dibedakan antara harmonisasi
materi/substansi yang dinamakan dengan tindak pidana atau kejahatan
mayantara dengan harmonisasi kebijakan formulasi kejahatan tersebut.
Perbedaan ini penting untuk menentukan, apakah jenis kejahatan ini akan
berada di dalam atau di luar ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) ataupun undang-undang pidana khusus yang membutuhkan kerangka
hukum baru untuk diberlakukan secara nasional. Saat ini telah ada konsep
KUHP Baru yang dapat menambahkan pasal-pasal sanksi ancaman terhadap
pelaku dari kejahatan mayantara dan RUU tentang Teknologi Informasi antara
lain mengatur soal yurisdiksi dan kewenangan pengadilan (Bab VIII),
penyidikan (Bab X) dan ketentuan pidana (Bab XI). Pemberlakuan undang-
undang ini tidak hanya untuk ius constitutum sebagai hukum positif, yakni
hukum yang diberlakukan saat ini akan tetapi juga ius constituendum atau
hukum masa depan.
Merujuk pada sistematika Draft Convention on Cybercrime dari Dewan Eropa
(Council of Europe) yaitu Draft No. 25, Desember 2000 dimana konvensi ini
ditandatangani oleh 30 negara pada bulan November 2001 di Budapest,
Bulgaria, maka Barda Nanawi Arief memberikan kategori cybercrime sebagai
delik dalam empat hal sebagai berikut. Pertama, delik-delik terhadap
kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data dan sistem komputer termasuk
di dalamnya (a) mengakses sistem komputer tanpa hak (illegal acces), (b)
tanpa hak menangkap/mendengar pengiriman dan pemancaran (illegal
interception), (c) tanpa hak merusak data (data interference), (d) tanpa hak
mengganggu sistem (system interference), (e) menyalahgunakan perlengkapan
(misuse of devices). Kedua, delik-delik yang berhubungan dengan komputer
berupa pemalsuan dan penipuan dengan komputer (computer related
offences : forgery and fraud). Ketiga, delik-delik yang bermuatan tentang
pornografi anak (content-related offences, child pornography). Keempat,
delik-delik yang berhubungan dengan masalah hak cipta (offences related to
infringements of copyright).
Sementara Mardjono Reksodiputro dengan mengutip pendapat Eric J. Sinrod
dan William P. Reilly melihat kebijakan formulasi cybercrime dapat dilakukan
dalam dua pendekatan. Pertama, menganggapnya sebagai kejahatan biasa
(ordinary crime) yang dilakukan dengan pemakaian teknologi tinggi (high-
tech) dan KUHP dapat dipergunakan untuk menanggulanginya dengan
penambahan pasal tertentu dalam konsep RUU KUHP Baru. Kedua,
menganggapnya sebagai kejahatan baru (new category of crime) yang amat
membutuhkan suatu kerangka hukum baru (new legal framework) dan
komprehensif untuk mengatasi sifat khusus teknologi yang sedang
berkembang dan tantangan baru yang tidak ada pada kejahatan biasa
(misalnya masalah yurisdiksi) dan karena itu perlu diatur secara tersendiri di
luar KUHP.
Kendati ketentuan dalam KUHP belum bisa menjangkau atau memidana para
pelaku kejahatan ini dengan tepat dan undang-undang teknologi informasi
belum ada yang dapat mengatur masalah penyalahgunaan teknologi, akan
tetapi kejahatan mayantara harus tetap menjadi prioritas utama penegak
hukum kepolisian untuk menanggulanginya. Dampak buruk teknologi menjadi
masalah serius bagi umat manusia pada masa depan, apabila disalahgunakan
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan maksud untuk menarik
keuntungan ataupun mengacaukan data penting pihak lain bahkan negara bisa
menjadi korbannya.
Keadaan ini tidak dapat dihindarkan mengingat salah satu ciri dari masyarakat
moderen adalah kecenderungan untuk menggunakan teknologi dalam segenap
aspek kehidupannya. Perkembangan teknologi digital tidak dapat dihentikan
oleh siapa pun sebagai wujud dari hasil kebudayaan. Di sini menjadi tugas
dari pihak pemerintah, penegak hukum kepolisian dan warga masyarakat
untuk mampu mengantisipasi setiap bentuk kemajuan teknologi digital yang
pesat sehingga dampak buruk perkembangan yang merugikan dapat
ditanggulangi lebih dini.
D. Bentuk-bentuk Kejahatan Mayantara
Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak
hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan
tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama,
kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan
negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah satu
sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional.
Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan
dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun
kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang
amat menarik bagi para penjahat digital.
Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi selama ini dapat muncul dalam
berbagai macam bentuk atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan
masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan
internasional. Kejahatan mayantara dewasa ini mengalami perkembangan
pesat tanpa mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), karena
kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku cukup canggih dalam aksi
kejahatannya. Para hacker dan cracker bisa melakukannya lewat lintas negara
(cross boundaries countries) bahkan di negara-negara berkembang
(developing countries) aparat penegak hukum, khususnya kepolisian tidak
mampu untuk menangkal dan menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber
daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki. Di sisi lain,
kemampuan para hacker dan cracker dalam “mengotak-atik” internet juga
semakin andal untuk mengacaukan dan merusak data korban. Mereka dengan
cepat mampu mengikuti perkembangan baru teknologi bahkan menciptakan
pula “jurus ampuh” untuk membobol data rahasia korban atau virus perusak
yang tidak dikenal sebelumnya. Perbuatan ini jelas akan menimbulkan
kerugian besar dialami para korban yang sulit untuk dipulihkan dalam waktu
singkat mengingat ada pula antibody virus tidak mudah ditemukan oleh
pembuat software komputer.
Wajar kejahatan mayantara akan menjadi momok baru yang menakutkan bagi
setiap orang bahkan masyarakat internasional dewasa ini dan masa depan
akibat kemajuan teknologi yang digunakan bukan untuk tujuan kemaslahatan
umat manusia, akan tetapi menghancurkan hasil rasa, karsa dan cipta orang
lain. Berdasarkan catatan dari National Criminal Intellengence Services
(NCIS) di Inggris terdapat 13 macam bentuk-bentuk cybercrime. Pertama,
Recreational Hackers, kejahatan ini dilakukan oleh netter tingkat pemula
untuk iseng-iseng mencoba kekurangandalan dari sistem sekuritas atau
keamanan data suatu perusahaan. Tujuan iseng-iseng ini oleh pelaku
dimaksudkan sekedar hiburan akan tetapi mempunyai dampak pada kejahatan
mayantara yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain.
Kedua, Crackers atau Criminal Minded Hackers, yaitu pelaku kejahatan ini
biasanya memiliki motivasi untuk mendapatkan keuntungan finansial,
sabotase, dan penghancuran data pihak korban. Sebagai contoh pada tahun
1994 Citibank AS di Inggris mengalami kebobolan senilai US $ 400.000 oleh
cracker dari Rusia. Pelaku akhirnya dapat ditangkap dan dijatuhi pidana
penjara selama tiga tahun serta harus mengembalikan sejumlah uang yang
dijarah. Tipe kejahatan ini dapat terjadi dengan bantuan orang dalam yakni
biasanya adalah staf karyawan yang “sakit hati” atau datang dari kompetitor
dalam kegiatan bisnis sejenis. Ketiga, Political Hackers, yakni aktivis politik
atau hactivist melakukan perusakan terhadap ratusan situs web untuk
mengkampanyekan program-program tertentu bahkan tidak jarang digunakan
untuk menempelkan pesan untuk mendiskreditkan lawan politiknya. Usaha
tersebut pernah dilakukan secara aktif dalam usaha untuk kampanye anti
Indonesia pada masalah Timor Timur yang dipelopori oleh Ramos Horta dan
kawan-kawan sehingga situs Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
sempat mendapat serangan yang diduga keras dari kelompok anti integrasi
sebelum dan setelah jajak pendapat tentang Referendum Timor Timur tahun
1999 lalu. Keempat, Denial of Service Attack. Serangan tujuan ini adalah
untuk memacetkan sistem dengan mengganggu akses dari pengguna jasa
internet yang sah. Taktik yang digunakan adalah dengan mengirim atau
membanjiri situs web dengan data sampah yang tidak perlu bagi orang yang
dituju. Pemilik situs web menderita kerugian, karena untuk mengendalikan
atau mengontrol kembali situs web tersebut dapat memakan waktu tidak
sedikit yang menguras tenaga dan enerji. Kelima, Insiders (Internal) Hackers
yang biasanya dilakukan oleh orang dalam perusahaan sendiri. Modus
operandinya adalah karyawan yang kecewa atau bermasalah dengan pimpinan
korporasi dengan merusak data atau akses data dalam transaksi bisnis. Contoh
Departemen Perdagangan dan Perindustrian Inggris pernah mengumumkan
bahwa tahun 1998 perusahaan di negeri itu menderita kerugian senilai 1,5
miliar poundsterling, akibat kelakuan musuh dalam “selimut” ini. Keenam,
viruses. Program pengganggu (malicious) perangkat lunak dengan melakukan
penyebaran virus yang dapat menular melalui aplikasi internet, ketika akan
diakses oleh pemakai. Sebelum ditemukan internet, pola penularan virus oleh
hackers hanya bisa melalui floppy disk. Akan tetapi dengan berkembangnya
internet dewasa ini, virus dapat bersembunyi di dalam file dan downloaded
oleh user (pemakai) bahkan menyebar pula melalui kiriman e-mail. Seperti
“dunia kedokteran”, maka pada “dunia komputer” memang telah menciptakan
jurus anti virus seperti Melissa 1999 atau Lovebug 2000 dan sebagainya,
namun masih belum dapat berbuat banyak untuk membasmi semua jenis virus
komputer yang terus berkembang dengan pesat.
Ketujuh, piracy. Pembajakan software atau perangkat lunak komputer
merupakan trend atau kecenderungan yang terjadi dewasa ini, karena dianggap
lebih mudah dan murah untuk dilakukan para pembajak dengan meraup
keuntungan berlipat ganda. Pihak produsen software yang memproduksi
piranti induk (master) dari permainan (games), film dan lagu dapat kehilangan
profit atau keuntungan karena karyanya dibajak melalui download dari
internet dan dikopi ke dalam bentuk CD-ROM yang selanjutnya diperbanyak
secara ilegal atau tanpa seizin penciptanya melalui video caset decoder (vcd),
compact disc (cd), play station dan cassete recorder. Kedelapan, fraud adalah
sejenis manipulasi informasi keuangan dengan tujuan untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai contoh adalah harga tukar saham yang
menyesatkan melalui rumour yang disebarkan dari mulut ke mulut atau
tulisan. Begitu juga dengan situs lelang fiktif dengan mengeruk uang masuk
dari para peserta lelang karena barang yang dipesan tidak dikirim bahkan
identitas para pelakunya tidak dapat dilacak dengan mudah. Kesembilan,
gambling. Perjudian di dunia mayantara semakin global sulit dijerat sebagai
pelanggaran hukum apabila hanya memakai hukum nasional suatu negara
berdasarkan pada locus delicti atau tempat kejadian perkara, karena para
pelaku dengan mudah dapat memindahkan tempat permainan judi dengan
sarana komputer yang dimilikinya secara mobil. Dari kegiatan gambling ini,
uang yang dihasilkan dapat diputar kembali di negara yang merupakan the tax
haven, seperti Cayman Island yang juga merupakan surga bagi para pelaku
money laundering. Indonesia sering pula dijadikan oleh pelaku sebagai negara
tujuan pencucian uang yang diperoleh dari hasil kejahatan berskala
internasional. Upaya mengantisipasinya adalah diterbitkan UU No. 15 Tahun
2002 tentang Pencucian Uang. Kesepuluh, pornography and paeddophilia.
Perkembangan dunia mayantara selain mendatangkan berbagai kemaslahatan
bagi umat manusia dengan mengatasi kendala ruang dan waktu, juga telah
melahirkan dampak negatif berupa “dunia pornografi” yang mengkhawatirkan
berbagai kalangan terhadap nilai-nilai etika, moral dan estetika. Melalui news
group, chat rooms bahkan mengeksploitasi pornografi anak-anak di bawah
umur, kegiatan hackers ini amat meresahkan bagi kalangan orang tua,
agamawan dan masyarakat beradab. Kesebelas, cyber stalking adalah segala
bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki oleh user atau junk e-mail yang
sering memakai folder serta tidak jarang dengan pemaksaan. Walaupun e-mail
“sampah” ini tidak dikehendaki oleh para user bahkan secara paksa
memperoleh identitas personal secara detail tentang calon para korbannya,
akan tetapi kiriman ini sangat merepotkan dan menghabiskan waktu user
untuk membersihkan halaman komputernya dari “sampah” tidak diundang ini.
Para pemakai komputer hanya bisa menggerutu terhadap pelakunya.
Duabelas, hate sites. Situs ini sering digunakan oleh hackers untuk saling
menyerang dan melontarkan komentar-komentar yang tidak sopan dan vulgar
yang dikelola oleh para “ekstrimis” untuk menyerang pihak-pihak yang tidak
disenanginya. Penyerangan terhadap lawan atau opponent ini sering
mengangkat pada isu-isu rasial, perang program dan promosi kebijakan
ataupun suatu pandangan (isme) yang dianut oleh seseorang/kelompok,
bangsa dan negara untuk bisa dibaca serta dipahami orang atau pihak lain
sebagai “pesan” yang disampaikan. Ketigabelas, criminal communications.
NCIS telah mendeteksi bahwa internet dijadikan sebagai alat yang andal dan
moderen untuk melakukan kegiatan komunikasi antar gangster, anggota
sindikat obat bius dan bahkan komunikasi antar “hooligan” di dunia sepakbola
Inggris. Komunikasi lewat internet merupakan alat atau sarana yang cukup
ampuh untuk melakukan kejahatan terorganisir. Bagaimanakah dengan kasus
kriminalitas atau modus operandi yang berbasiskan pada teknologi digital di
Indonesia?. Beberapa kasus kejahatan mayantara yang terjadi dan ditangani
oleh penegak hukum kepolisian lebih banyak bermotifkan pada masalah
ekonomi antara lain pembobolan rekening bank yang dialami BNI Cabang
New York (1987) dengan kerugian Rp. 30 miliar, Bank Danamon Jakarta
(1990) sebanyak Rp. 372 miliar, Bank Panin Cabang Senayan, Jakarta (1995)
sebanyak Rp. 4,2 miliar, Hongkong Bank di Jakarta (1996) sebanyak Rp. 96
miliar. Kasus penyadapan credit card pada beberapa daerah sempat marak
pada tahun 2001 lalu. Bentuk-bentuk dari kejahatan mayantara lain bukan
berarti tidak pernah terjadi di Indonesia, akan tetapi karena tidak dilaporkan
oleh para korban pada pihak kepolisian, maka masalah ini tidak menonjol dan
menjadi prioritas penegakan hukum. Keadaan demikian sebenarnya akan
menjadi kejahatan tersembunyi (hidden crime of cyber) pada masa depan
apabila tidak ditanggulangi secara hukum.
E.Upaya Penanggulangan Kejahatan Mayantara
Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang
cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya
mengantisipasi kejahatan mayantara seperti dilakukan oleh negara-negara
maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada
perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan telematika
yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih ragu-ragu dalam
bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan mayantara yang
bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Di Inggris dan Jerman membentuk suatu institusi bersama yang ditugaskan
untuk dapat menanggulangi masalah Cybercrime Investigation dengan nama
National Criminal Intellegence Service (NCIS) yang bermarkas di London.
Pada tahun 2001, Inggris meluncurkan suatu proyek yang diberi nama
“Trawler Project” bersamaan dibentuknya National Hi-tech Crime Unit yang
dilengkapi dengan anggaran khusus untuk cyber cops. Sementara itu, Amerika
Serikat membentuk pula Computer Emergency Response Team (CERT) yang
bermarkas di Pittsburg pada tahun 1990-an dan Federal Bureau Investigation
(FBI) memiliki Computer Crime Squad di dalam menanggulangi kejahatan
mayantara. Beberapa negara Asia lain ternyata telah maju selangkah dengan
membentuk perangkat undang-undang teknologi informasi seperti The
Computer Crime Act 1997 (Malaysia), The Computer Misuse Act 1998
(Singapura), dan The Information Technology Act 1999 (India), Pihak
kepolisian Indonesia telah membentuk suatu unit penanggulangan kejahatan
mayantara dengan nama Cybercrime Unit yang berada di bawah kendali
Direktrorat Reserse Kriminal Polri. Pembentukan unit kepolisian ini patut
dipuji, namun amat disayangkan apabila unit ini bekerja tidak dilengkapi
dengan perangkat legislasi anti cybercrime. Mengantisipasi kejahatan ini
seyogianya dimulai melalui pembentukan perangkat undang-undang seperti
dalam Konsep KUHP Baru dan RUU Teknologi Informasi yang disusun oleh
Pusat Kajian Cyberlaw Universitas Padjadjaran. Model yang digunakan adalah
Umbrella Provision atau “undang-undang payung”, artinya ketentuan
cybercrime tidak dibuat dalam bentuk perundang-undangan tersendiri
(khusus), akan tetapi diatur secara umum dalam RUU Teknologi Informasi
dan RUU Telematika.
Selain melakukan upaya dengan mengkriminalisasikan kegiatan di cyberspace
dengan pendekatan global, Pemerintah Indonesia sedang melakukan suatu
pendekatan evolusioner untuk mengatur kegiatan-kegiatan santun di
cyberspace dengan memperluas pengertian-pengertian (ekstensif interpretasi)
yang terdapat dalam Konsep KUHP Baru. Artinya, Konsep KUHP Baru
sebelumnya tidak memperluas pengertian-pengertian yang terkait dengan
kegiatan di cyberspace sebagai delik baru.
Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan yang ditempuh dalam Konsep
KUHP Baru yang berkaitan dengan kegiatan cyberspace antara lain (1) dalam
Buku I (ketentuan umum) dibuat ketentuan mengenai (a) pengertian “barang”
(Pasal 174) yang di dalamnya termasuk benda tidak berwujud berupa data dan
program komputer, jasa telepon atau telekomunikasi atas jasa komputer. (b)
pengertian “anak kunci” (Pasal 178) yang di dalamnya termasuk kode rahasia,
kunci masuk komputer, kartu magnetik, sinyal yang telah diprogram untuk
membuka sesuatu. (c) pengertian “surat” (Pasal 188) termasuk data tertulis
atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, media penyimpanan komputer
atau penyimpanan data elektronik lainnya. (d) pengertian “ruang” (Pasal 189)
termasuk bentangan atau terminal komputer yang dapat diakses dengan cara-
cara tertentu oleh pelaku. (e) pengertian “masuk” (Pasal 190) termasuk
mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer. (f) pengertian
“jaringan telepon” (Pasal 191) termasuk jaringan komputer atau sistem
komunikasi komputer. (2) dalam Buku II memuat delik-delik baru yang
berkaitan dengan kemajuan teknologi dengan harapan dapat menjaring kasus-
kasus cybercrime antara lain (a) menyadap pembicaraan di ruangan tertutup
dengan alat bantu teknis (Pasal 263), (b) memasang alat bantu teknis untuk
tujuan mendengar atau merekam pembicaraan (Pasal 264), (c) merekam
(memiliki) atau menyiarkan gambar dengan alat bantu teknis di ruangan tidak
untuk umum (Pasal 266), (d) merusak atau membuat tidak dapat dipakai
bangunan untuk sarana atau prasarana pelayanan umum, seperti bangunan
telekomunikasi atau komunikasi lewat satelit atau komunikasi jarak jauh
(Pasal 546), dan (e) pencucian uang (Pasal 641 – 642). Usaha yang dilakukan
di atas adalah melalui regulasi undang-undang dengan menggunakan sarana
penal, yakni memperluas pengaturan cyberspace dalam Konsep KUHP Baru
dan membuat suatu RUU Teknologi Informasi dan RUU Telematika yang
berkaitan dengan kegiatan di cyberspace. Akan tetapi yang perlu diperhatikan
adalah pengkajian lebih intensif terhadap masalah yang hendak
dikriminalisasikan sebagai upaya penanggulangan kejahatan mayantara.
Persyaratan pokok adalah kerugian korban yang signifikan dengan perbuatan
pelaku. Ketentuan pidana harus dapat dioperasionalkan dan keyakinan bahwa
tidak ada sarana lain yang betul-betul dapat mengatasinya. Meskipun hukum
pidana merupakan sarana terakhir (ultimum remedium), tetapi hukum pidana
bukanlah alat yang cukup ampuh untuk menanggulangi kejahatan mayantara
karena penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana hanya pengobatan
simptomatik sehingga dibutuhkan sarana lain yang bersifat non penal. Sarana
non penal ini dapat dilakukan melalui saluran teknologi (techno-prevention)
pada pendekatan budaya, karena teknologi merupakan hasil dari kebudayaan
itu sendiri yang dapat digunakan manusia, baik untuk tujuan baik maupun
jahat. Pendekatan budaya ini dilakukan untuk membangun atau
membangkitkan kepekaan tinggi warga masyarakat dan aparat penegak hukum
terhadap setiap masalah cybercrime dan menyebarluaskan atau mengajarkan
etika penggunaan komputer yang baik melalui media pendidikan. Pentingnya
pendekatan ini adalah dalam upaya mengembangkan kode etik dan perilaku
(code of behaviour and ethics) dalam pemakaian teknologi internet.
Pendekatan non penal ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran hukum
yang menggunakan sarana teknologi sebagai bentuk pencegahan kejahatan.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini patut disyukuri
sebagai hasil budaya manusia moderen. Seyogianya kemajuan teknologi
menolong kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun kemajuan
teknologi membawa dampak buruk dalam kehidupan masyarakat berupa
kejahatan mayantara sehingga harus diantisipasi dengan tersedianya perangkat
hukum atau undang-undang yang tepat. Dampak buruk teknologi yang
disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab menjadi masalah
hukum pidana dan harus segera ditanggulangi melalui sarana penal yang dapat
dilakukan oleh penegak hukum kepolisian. Sayangnya, perangkat undang-undang
belum tersedia sebagai sarana penal dalam menanggulanginya.
Namun perkembangan teknologi digital tidak akan dapat dihentikan oleh
siapapun, karena telah menjadi “kebutuhan pokok” manusia moderen yang
cenderung pada kemajuan dengan mempermudah kehidupan masyarakat melalui
komunikasi dan memperoleh informasi baru. Dampak buruk teknologi menjadi
pekerjaan rumah bersama yang merupakan sisi gelap dari perkembangan
teknologi yang harus ditanggulangi.
Mengingat kemajuan teknologi telah merambah ke pelosok dunia, termasuk
kepedesaan di Indonesia, maka dampak buruk teknologi yang menjadi kejahatan
mayantara pada masa depan harus ditanggulangi dengan lebih hati-hati, baik
melalui sarana penal maupun non penal agar tidak menjadi masalah kejahatan
besar bagi bangsa dan negara yang mengalami krisis ekonomi.