PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942 TESIS
Transcript of PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942 TESIS
PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
Dalam Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh:
PERTIWIH SIAHAAN 147050004
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
NAMA : PERTIWIH SIAHAAN
GELAR AKADEMIK : Sarjana Pendidikan
ALAMAT RUMAH : Jalan Turi Ujung No 187 Kota Medan
INSTANSI : Mahasiswa Prodi S2 Ilmu Sejarah FIB USU
ALAMAT INSTANSI : Jalan Universitas No. 19 Kampus USU Medan,
Prodi. Magister Sejarah
TELEPON : -
HANDPHONE : 085296084646
EMAIL : [email protected]
WEBSITE : -
PENDIDIKAN TERAKHIR : Strata 1 (S-1)
HASIL KARYA : -
Universitas Sumatera Utara
PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh:
PERTIWIH SIAHAAN 147050004
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Bagi pemerintah kolonial Belanda, pengembangan agama Kristen dengan hadirnya zending RMG di Tarutung memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya. Misi Zending RMG melakukan pekabaran Injil di Tarutung melalui metode peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan.. Tahun 1879 kolonial Belanda menetapkan kota Tarutung menjadi Onderafdeling Silindung sebagai pusat administrasi untuk menjalankan berbagai aktivitas pemerintah kolonial. Belanda membangun berbagai fasilitas yang berkaitan langsung untuk mendukung pemerintah seperti, pasar dengan berbagai kegiatan ekonomi, pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah, pembangunan jalur transportasi untuk perdagangan, dan pembangunan gereja sebagai tempat ibadah.
Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan teori kota dan pendekatan dalam ilmu sosial. .Untuk metode penelitian, penelitian tesis ini menggunakan metode sejarah. Tahapan awal dalam penelitian ini adalah mencari data pendukung ke berbagai perpustakaan dan lembaga yang dianggap dapat menjadi sumber data dalam penelitian, misalnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta, Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan Tarutung, Kantor Bupati Tarutung, Kantor Pusat Pearaja Tarutung, Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologia Siantar, dan Perpustakaan USU. Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya adalah menyaring data-data yang telah didapat kemudian untuk dianalisis dan tahapan terakhir adalah tahapan penulisan tesis. Penelitian Tesis ini menjelaskan bagaimana perkembangan kota Tarutung 1864-1942. Kehadiran kolonialisme Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan Kota Tarutung. Kata Kunci : RMG, Belanda, Kota, dan Tarutung
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
For the Dutch colonial government, the expansion of Christianity with the arrival of zending RMG in Tarutung made it easier for the Dutch to expand their control. The mission of the zending RMG in Tarutung through increased services in education and health. The Dutch colonial 1879 had set the city of Tarutung into a Onder Afdeling Silindung as an administrative center for running the various activities of the colonial government. The Netherlands is constructing directly related facilities to support government, markets with various economic activities, the construction of hospitals, the establishment of schools, the construction of transportation pathways for trade, and the construction of churches as places of worship.
This thesis research used the approach to urban theory and the approach to social science. For research methods, this thesis research employed the historical method. The first stage in this study is to search backenary data to libraries and institutions that are believed to be the source of data in research, such as to the National Archives of the Republic of Indonesia in Jakarta, Tengku Luckman Sinar Library, North Sumatra University Library, Medan City Library, Tarutung Library, Office Regent of Tarutung, Head Office of Pearaja Tarutung, The Theological Library of Siantar , and USU Library. After data is collected, the next stage is to sift through the data that has been acquired and then analyze and the last stage is the writing of thesis. The thesis study explained how the city of Tarutung develop 1864-1942. The presence of Western colonialism in its religious, military, administrative and economic form forms a part that encouraged the growth of the City of Tarutung.
Keywords: RMG, Netherlands, City, and Tarutung
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan ini saya, Pertiwih Siahaan, menyatakan bahwa tesis ini adalah asli
hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan
persyaratan untuk memperoleh gelar keserjanaan baik Strata Satu (S1), Strata Dua
(S2), maupun Strata Tiga (S3) pada Universitas Sumatera Utara maupun
perguruan tinggi lain.
Semua informasi yang dimuat dalam tesis ini yang berasal dari penulis lain
baik yang dipublikasikan maupun tidak telah diberikan pengharagaan dengan
mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari tesis ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya pribadi sebagai penulis.
Medan, 2020 Penulis
Pertiwi Siahaan
NIM.147050004
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai
dari bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada
penulis.
Suatu kebahagian tersendiri bagi penulis ketika mampu menyelesaikan
rangkaian penelitian dan penulisan tesisuntuk memperoleh gelar Magister
Humaniora (M.Hum) di Program Studi Magister Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul penulisan ini adalah
PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942. Dalam penyelesaian
tesis ini, penulis merasakan banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang
cukup berharga dari berbagai pihak, terutama staf pengajar di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara serta rekan-rekan yang telah banyak
membantu penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi penulis sendiri.
Medan, 2020
Penulis
Pertiwih Siahaan S.Pd
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah
diberikan dalam menyelesaikan tesis ini :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai Pembimbing yang telah banyak
memberikan dorongan, nasehat dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua
Tim Penguji yang telah memberikan masukan.
3. Bapak Warjio, Ph.D, sebagai pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan saran dan masukan untuk kelancaran penulisan tesis ini.
4. Ibu Lila Pelita Hati, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara sekaligus anggota Tim Penguji yang
telah memberikan nasehat dan saran terhadap tesis ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu yang
diberikan dapat penulis amalkan.
Universitas Sumatera Utara
6. Jajaran Staf Akademik dan Pegawai di Fakultas Ilmu Budaya maupun
Program Studi Magister Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan informasi kepada
penulis, khususnya Kak Lyly dan Kak Tapi.
7. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, Pusat
Dokumentasi dan Informasi Tarutung, Perpustakaan USU, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia yang telah bersedia memberikan informasi dan
data-data untuk penulisan tesis ini.
8. Terima kasih juga penulis hanturkan kepada seluruh narasumber dalam
penulisan tesis ini yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan
tesis ini.
9. Kepada sahabatku Marlina, dan Hairul dan seluruh kawan-kawan
Mahasiswa/i Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan.
10. Akhirnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang tiada kira dan rasa sayang
kepada kepada orang tua Ny.Siahaan /Rustina Gultom, dan adik-adik penulis,
Perida Siahaan, Lamhot Siahaan, Fernando Siahaan, Mariana Hutahaean,
Marta Gultom. Berkat dukungan materil dan moril yang mereka berikan
sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala kontribusi yang
diberikan dari semua pihak baik yang sudah disebutkan maupun yang belum, tak
sempat tersebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga kebaikan saudara-
saudariku yang telah penulis terima sampai saat ini dapat terbalaskan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Medan,
Penulis
Pertiwih Siahaan
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... .. 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ .15
1.3 Fokus Penelitian ................................................................................... .15
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... .16
1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................. .17
1.6 Teori dan Kerangka Konseptual ........................................................... .22
1.7 Metode Penelitian ................................................................................. .29
1.8 Sistematika Penelitian ......................................................................... .33
BAB II TARUTUNG SEBELUM MASUKNYA BELANDA
2.1 Kondisi Geografis dan Demografi ....................................................... 35
2.2 Kehidupan Sosial Masyarakat Tarutung .............................................. 43
2.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat Tarutung .............................................. 52
2.4 Sistem Pemerintahan Tradisional Masyarakat Batak Toba .................. 56
BAB III PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG
3.1 Terbentuknya Kota Tarutung ............................................................... 62
3.2 Tarutung Pusat Pemerintahan Kolonial Belanda.................................. 66
Universitas Sumatera Utara
3.3 Kedatangan Zending di Tarutung ......................................................... 74
BAB IV PEMBANGUNAN FISIK SETELAH TERBENTUKNYA
TARUTUNG SEBAGAI KOTA
4.1 Pasar Tarutung ...................................................................................... 92
4.2 Pembangunan Sekolah-Sekolah di Tarutung ....................................... 97
4.3 Terbukanya Jalur Transportasi ............................................................ 105
BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 113
LAMPIRAN .................................................................................................... 117
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Alur dari perkembangan kota menurut pemikiran evolusionis dari E.E
Bergel, bahwa kota pada awalnya adalah sebuah desa yang mengalami perubahan
terus-menerus sehingga menjadi sebuah kota, maka pada hakikatnya seluruh wilayah
di dunia ini terus-menerus mengalami perubahan. Desa-desa akan berubah menjadi
kota kecil1,kota kecil akan berubah menjadi kota sedang, kota sedang akan berubah
menjadi kota besar kota besar akan berubah menjadi metropolis ‘kota yang amat
besar’, dan metropolis akan berubah menjadi megapolis ‘kota yang super besar’.2
Pertumbuhan dan berkembangnya suatu kota dengan kota yang lain dapat
dikatakan berbeda-beda. Claessen dan Skalnik berpendapat bahwa pada dasarnya
latar belakang munculnya suatu kota terbagi atas dua model pembentukan kota yaitu:
(1) kota yang terbentuk dari unit yang lebih kecil misalnya dari sebuah kampung,
desa, atau gabungan dari beberapa desa, dan (2) kota yang terbentuk dengan
1S.Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hlm. 24. Kri
teriakota kecil adalah kota yang berpenduduk kurang dari 100.000 orang, kota sedang adalah kota yang berpenduduk kurang dari 500.000 jiwa sedangkan kota besar adalah kota yang yang berpenduduk di atas 500.000 sampai 2.000.000 orang sedangkan Kriteria tersebut digunakan untuk menggolongkan kota secara administratif, antara kota besar dan kota kecil.
2Purnawan Basundoro, Sejarah Kota, Yogyakarta:Ombak, 2012, hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
rancangan serta perencanaan dari awal3, akan tetapi perkembangan setiap kota
kemudian memiliki perencanaan dan skenario masing-masing.
Faktor-faktor ekonomi, sosial, teknologi dan politik juga sering dianggap
mendasari tumbuhnya suatu kota. Oleh karena itu dalam berbagai definisi tentang
kota tercakup unsur-unsur keluasan atau wilayah, kepadatan penduduk,
kemajemukan sosial, pasar, dan sumber kehidupan, fungsi administratif, dan unsur-
unsur budaya yang membedakan kelompok sosial di luar kota4.
Secara umum pembabakan sejarah kota-kota yang terletak di negara yang
dijajah, dikaitkan dengan era kolonial. Pembabakannya adalah sebagai berikut : era
kota tradisional (atau sering disebut kota prakolonial), era kota kolonial, dan era kota
pascakolonial.5
Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah
kekuasaan penguasa-penguasa lokal, seperti raja dan bupati, sebelum kedatangan
bangsa penjajah di kawasan tersebut. Kemunculan kota-kota baru juga terlihat pada
3Claessen & Skalnik, The Early State, Den Haag: The Hague, 1984. Lihat Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945, Skripsi Sarjana, Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 2.
4Jones Emrys,Towns and Cities. London: OxfordUniversity,1966, hlm.1-
8.lihat juga Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945,Skripsi Sarjana, Depok : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 3.
5Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm.7.
Universitas Sumatera Utara
periode kolonial, yaitu ketika kota-kota berada di bawah kendali pemerintahan
kolonial atau pemerintah jajahan.6
Salah satu ciri utama kota kolonial adalah suatu kota yang dirancang dan
dibangun oleh orang-orang Belanda, sehingga bentuk fisiknya juga disesuaikan
dengan kepentingan, kebutuhan, dan selera orang-orang Belanda yang berasal dari
Eropa. Di samping itu, kota-kota kolonial juga menjadi pusat pemerintahan
penjajahan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal. Kota pascakolonial adalah
kota-kota setelah ditinggalkan oleh penjajah Belanda dan Jepang.7
Berdirinya suatu kota tidak bisa dilepaskan dengan proses terbentuknya
permukiman-permukiman awal di berbagai tempat. Permukiman- permukiman ini
ada yang menjadi kota, dengan berbagai dorongan dari unsur-unsur eksternal, tetapi
ada juga yang tidak. Untuk mengetahui suatu masyarakat yang memiliki tradisi
permukiman desa atau kota, bisa ditelusuri dari konsep-konsep hunian pemukiman
nya seperti yang ada di beberapa daerah.8
Padang dulunya dihuni oleh perantau Minangkabau. Orang Minangkabau
berasal dari dataran tinggi yang turun ke daerah pesisir kemudian mendirikan desa-
desa baru (nagari). Sebagian besar Nagari Padang masih berbentuk daerah
pedesaan. Perkampungan tradisional Minangkabau adalah desa, nagari, dan
gagasan kota adalah konsep asing. Pusat Nagari adalah mesjid atau balai adat,
6Ibid.,hlm.8. 7Ibid.,hlm.9. 8Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 25-26.
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pusat kota terdiri dari benteng penjajahan Belanda dan pasar.
Permukiman urban belum sampai terjadi secara sempurna meskipun Minangkabau
sejak abad ke 14 (1347) sudah ada kesultanan yang dipimpin Sri Maharajo Dirajo
yang berkedudukan di Pariaman. Kota sebagai permukiman yang terkonsentrasi
dengan pusat kekuasaan feodal tidak dibina dalam tradisi Minangkabau. Kota-kota
di Minangkabau berkembang lebih disebabkan karena faktor-faktor eksternal seperti
penjajahan.9
Di Palembang konsep awal tentang kota tercermin dalam konsep negara.
Konsep Negara yang dimulai dengan pendirian kompleks keraton atau kediaman
penguasa berada dalam titik lingkaran inti yang disebut negara. Kota Palembang
pada masa kesultanan tidak berbeda jauh dengan kota-kota di Jawa. Keraton
ditempatkan sebagai pusat kota, oleh karena itu, bagi Pemerintah Belanda ketika
menduduki Palembang, keraton sebagai pusat kota dijadikan model awal mereka
membangun kantor komisaris dan gedung dewan, pusat pemerintahan, administrasi
dan ekonomi Belanda untuk membentuk citra kolonialnya.10
Kota hingga akhirnya berkembang karena menjadi pusat pemerintahan,
sehingga dalam struktur pemerintahan kota kecil biasanya merupakan ibukota
kecamatan atau ibu kota kabupaten. Setingkat lebih tinggi adalah kota otonom, yang
9Feek Colombijn, Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di Indonesia pada abad ke-20 dan Penggunaan uang Kota, Yogyakarta: Ombak, 2006, hlm. 56.
10Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan
Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial, Yogyakarta: Omabak, 2011, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
masa lalu dikenal dengan istilah kotamadya atau kotapraja. Sebagian kotamadya ada
yang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi, bahkan hampir semua ibu kota
provinsi berstatus sebagai kotamadya.11
Kota dapat dipandang sebagai suatu ruang yang digunakan untuk dan
dihasilkan oleh manusia. Diantara kota-kota yang tersebar di kepulauan Nusantara
dikenal adanya kota Tarutung. Latar belakang munculnya kota Tarutung apabila
dikaitkan dengan tentang konsep pembentukan kota menurut Claessen dan Skalnik
dapat dikaitkan dengan model pertama. Kota terbentuk dari unit yang lebih kecil
dari sebuah kampung, desa, atau gabungan dari beberapa desa. Kota Tarutung pun
pada mulanya adalah sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-
Toba.
Terletak ditimur rura Silindung pemukiman kampung Tarutung
berkembang sesuai dengan pola pendirian huta pada masyarakat Batak-Toba. Rura
Silindung atau Lembah Silindung merupakan sebuah lembah subur yang memiliki
luas 400 kilometer persegi dan terletak di ketinggian 900 meter.12 Dikelilingi bukit
dan gunung diapit oleh Bukit Siatas Barita di sebelah Timur dan Gunung
Martimbang di sebelah Barat, dialiri dua sungai yaitu sungai Sigeaon dan Sungai
Situmandi yang menjadi satu di daerah Husor menjadi sungai Batang Toru.13
11Purnawan Basundoro,op.,cit, hlm.28. 12R.Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta:Kanisius, 2006, hlm.
16. 13Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah
Batak, Medan:Universitas HKBP Nommensen, 2005, hlm. 94.
Universitas Sumatera Utara
Perkampungan tradisional Batak-Toba itu dibangun dengan benteng-benteng
yang dapat melindungi mereka dari serangan dari luar. Kampung (huta) dikelilingi
oleh oleh tembok yang tinggi dan tebal yang ditumbuhi oleh bambu berduri, dan
untuk jalan masuk dan keluar perkampungan melalui gang yang sempit.14
Disamping itu, tembok dan bambu juga berfungsi untuk menstabilkan suhu udara di
dalam desa agar tetap hangat dan melindungi huta dari serangan angin kencang dan
dingin serta serangan angin kiriman musuh berupa guna-guna, tenung, racun serta
penyakit yang aneh. Parit atau sungai kecil juga seringkali dibuat mengelilingi huta
sekaligus mempersulit musuh dalam meyerang.15
Vergouwen juga secara jelas melukiskan bagaimana keadaan dan suasana di
tanah Batak-Toba. Huta Batak-Toba dikelilingi parik (tembok terbuat dari tanah
atau batu) yang tingginya sampai 2 meter dan lebar 1 meter. Kalau terbuat dari
tanah, maka diatasnya ditanami bambu duri. Kalau dari batu maka di bagian luar
parik di tanami juga bambu duri. Gunanya sebagai benteng, melindungi huta dari
serangan musuh.16
14Gomar Gultom, dkk., Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8.
15Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Politik Huta Batak Toba, Medan: Laporan Penelitian, IDKD Depdikbus, S.U. 1980.
16Vergouwen, The Social Organisation and Customary Law of the Toba-Batak of Northern Sumatra, Martinus Nilhoff, The Haque, 1964, hlm. 105.
Universitas Sumatera Utara
Pemimpin huta yang disebut raja17ni huta adalah pendiri kampung atau para
keturunannya.18 Pemimpin huta ini bertugas mengelola kampung, menegakan
hukum, adat, ketertiban dan disiplin serta bertanggung jawab atas pemeliharaan
pelataran kampung, dan temboknya. Ia juga mengatur agar baris rumah-rumah
lurus.19 Batak-Toba memiliki sejumlah persyaratan agar suatu ruang wilayah dapat
menjadi pemukiman. Persyaratan-persyaratan tersebut berkaitan dengan jalan pikirin
magis nenek moyang mereka. Akan tetapi, jalan pikiran magistik itu selalu dikaitkan
dengan kesejahteraan, kesehatan, keturunan, dan keamanan. Tempat yang baik untuk
permukiman adalah di kaki gunung, baik di sisi kiri maupun kanan.20 Munculnya
mitos-mitos dalam proses pendirian kota pada periode kota tradisional sebenarnya
merupakan cerminan ketidakberdayaan pikiran manusia pada waktu itu untuk
menerjemahkan situasi disekeliling mereka dengan nalar yang rasional. Hampir
17Pada masa silam di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja yaitu pemimpin kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi kekuasaannya tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri Belanda.Mereka lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja digunakan juga dalam acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk mereka yang termasuk kelompok marga dari mana mempelai wanita berasal. Raja Parhata adalah mereka yang biasanya menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu kelompok marga dari suami si wanita. Sebutan raja yang lazim digunakan pada waktu acara adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan untuk menghormati seseorang atau satu golongan. Lihat Bisuk Siahaan, Batak Toba : Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005, hlm. 225-226.
18Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan Di Sumatra Tapanuli1915-1940, Jakarta: KPG, 2001, hlm.6.
19Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta : LkiS
Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142. 20Bungaran Antonius Simanjuntak ,Konflik Status Dan Kekuasaan Orang
Batak Toba, Jakarta :Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 93.
Universitas Sumatera Utara
semua lokasi pendirian kota pada awalnya merupakan kawasan kosong, hutan-
hutan atau tanah yang berawa-rawa.21
Dalam kamus bahasa Batak, Tarutung mempunyai arti sebagai buah
durian.22 Masyarakat Tarutung meyakini latar belakang dari nama Tarutung
berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah kota
tersebut. Perkampungan Tarutung dijadikan pusat kegiatan transaksi perdagangan
sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan
pendatang dari daerah lain yang menjualkan hasil alamnya di pasar Tarutung , selain
itu pendatang dari wilayah lain seperti wilayah Barus mengunjungi kampung
Tarutung untuk membeli kemenyan.23
Dilokasi pohon tersebut, lama kelamaan berkembang dan dijadikan
sebagai pusat pertemuan oleh penduduk Tarutung. Di samping lokasinya yang
strategis juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya
pohon yang paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan
sebuah patokan untuk pertemuan.24
Kegiatan aktivitas perdagangan penduduk mulai berkembang dan dilakukan
di Onan. Onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari
21Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 51. 22J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm, 30 23Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear
der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.
24Jubil Raplan Hutauruk, op.,cit, 2011, hlm. 265.
Universitas Sumatera Utara
pertemuan para raja untuk memutuskan berbagai perkara.25 Onan
Sitahuru,Tarutung merupakan sebuah perkampungan yang berpusat dibawah sebuah
pohon durian, yang merupakan tempat transaksi pasar tradisional dilakukan dengan
sistem barter atau pertukaran barang.26 Orang-orang dari daerah Silindung,
Humbang, Samosir, Toba, Dairi, termasuk dari arah selatan seperti Pahae, Sipirok
maupun sekitar Sibolga dan Barus berkunjung ke pasar tersebut untuk melakukan
transaksi dagang. Untuk bisa tiba di kampung Tarutung para pedagang garam dari
Sibolga membawa dagangan nya dengan menelusuri jalan selama dua hari
masyarakat perlu melewati jalan-jalan setapak ditengah hutan dan bukit serta sungai
yang merupakan jalur jalan yang menghubungkan ke lembah Silindung,Tarutung.27
Kampung Tarutung berkembang menjadi pusat perdagangan dan
berkumpulnya masyarakat dari berbagai wilayah di tanah Batak selain untuk tempat
mendagangkan hasil alam juga dijadikan menjadi pusat pertemuan oleh setiap raja-
raja untuk berkumpul menyelesaikan masalah yang terjadi di kampung tersebut.
Perdagangan pada masa itu masih dominan menggunakan sistem barter yaitu
pertukaran barang antar sesama pedagang. Komoditi barang kebutuhan sehari-hari
seperti bahan pangan, ternak, ikan asin, garam, beras, tembakau, umbi-umbian,
25Jubil Hutauruk,Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus. Sejarah 150 tahun HKBP, Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2011, op.cit.,hlm. 27.
26Jubil Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857-
2011), Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm 17. 27Jubil Raplan Hutauruk,2011, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
termasuk juga komoditi ekspor saat itu seperti kemenyan yang banyak dipasok dari
kawasan Humbang, Pahae, dan Silindung.
Kegiatan di atas menunjukkan bahwa kota-kota tradisional berdiri dengan
sebuah perencanaan yang teratur dengan syarat-syarat tertentu seperti berdirinya
alun-alun, pasar dan tembok atau pagar keliling (benteng).28 Keberadaan tembok
dan terbukanya pasar di Tarutung yang dijadikan sebagai pusat pertemuan dari
berbagai kampung di wilayah Batak-Toba merupakan salah satu ciri kota-kota
tradisional.
Dalam perkembangannya kota Tarutung, mucullah kolonialisme Eropa
dengan kota kolonial yang dibangun oleh para pendatang dari Eropa dan kemudian
berkembang menjadi pusat pemerintahan jajahan.29 Pada tahun 1861, zending
Rheinische Missions-Gesellschaft (RMG) sebuah misi Jerman yang berpusat di
Barmen, di daerah Rheinland mulai masuk ke Tarutung.30 Para misionaris telah
menargetkan daerah Tanah Batak-Toba yang padat penduduknya sebagai wilayah
penginjilan. Zending RMG kemudian membuka penginjilan baru di Sumatera yang
dinamakan Battakmision atau Mission-Batak.31 Misi zending mulai masuk dan
28Purnawan Basundoro,osp.,cit, hlm. 45. 29Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Jakarta: Masup
Jakarta, 2009, hlm. 59. 30Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di
Sumatra Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178. 31Jubil Raplan Hutauruk,op.,cit,2001,hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
perlahan-lahan mulai mengubah system adat dan kehidupan penduduk kota
Tarutung.
Peningkatan pelayanan yang dilakukan para zending antara lain di bidang
pendidikan dengan membangun sekolah dan mengajarkan anak-anak belajar. Sistem
pendidikan menjadi sarana stratifikasi sosial yang membuka peluang terutama pada
golongan rendah seperti hatoban (budak). Masyarakat melihat bahwa pendidikan
membuka kesempatan bagi anak-anak mereka untuk menjadi guru ataupun pegawai
pemerintah, kedudukan yang menurut mereka jauh lebih terhormat dari sekedar
pekerja kasar (petani). Selain itu, layanan kesehatan dengan mendirikan klinik
mengobati masyarakat yang sakit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.32
Berlangsungnya berbagai aktivitas di Tarutung juga membuat tumbuhnya sarana
yang menguntungkan sehingga terbentuk menjadi sebuah kota baru serta
mempunyai berbagai fasilitas seperti sekolah dan klinik, yang dihasilkan dari
aktivitas para zending.
Mengikuti jejak misionaris RMG, Belanda tahun 1872 berhasil memasuki
wilayah pedalaman, yang datang dari arah Sibolga menuju Tarutung untuk
memperluas wilayah kekuasaannya di Tanah Batak.33 Bagi pemerintah kolonial
Belanda, pengembangan agama Kristen oleh zending akan memudahkan Belanda
memperluas kekuasaannya di wilayah Tanah Batak. Belanda mulai bergerak
32Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.
33Daniel Perret, op.,cit, hlm. 240.
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Distrik Batak telah
diresmikan pembentukannya pada tahun 1883, namun secara de facto belum
semua tanah Batak dapat dikuasai. Sebagian besar masih merdeka atau masih
dibawah pengaruh Raja Sisingamangaraja XII.34
Penguasaan Belanda secara aktif ketika pada tahun 1879 kota Tarutung
ditetapkan sebagai tempat controleur Onderafdeling Silindung.35 Belanda mulai
gencar melakukan “provokasi” dengan memasukkan wilayah tepi selatan danau
Toba dalam bagian kekuasaan pemerintah kolonial. Atas perintah Residen Boyle
dari Sibolga dikirimlah Kontrelir Howel didampingi oleh Kapten Scheltens untuk
mengontrol wilayah kekuasaan baru di Tarutung.36 Penguasaan wilayah tanah Batak
yang dilakukan Belanda ternyata membuat Sisingamangaraja XII, yang merupakan
penguasa atas wilayah tanah Batak menjadi marah dan tidak menerima pendudukan
Belanda. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para pejuangnya untuk menyerang
sebagai upaya untuk menunjukkan perlawanan rakyat terhadap keberadaan pasukan
Belanda. Tindakan penyerangan yang dilakukan oleh Sisingamangaraja XII ternyata
membuat Belanda khawatir, sehingga memutuskan untuk melakukan pengejaran
terhadapnya sampai ke daerah Bakara.37
34Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.,cit, hlm. 69. 35Staatsblad van Nederlands Indie1879 Nomor. 353 36O.L Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta:
Yayasan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja, 1972, hlm. 130. 37Daniel Perret, op.,cit, hlm. 239.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Belanda dari penyerangan
Sisingamangaraja XII, didirikanlah bangunan pertahanan markas pimpinan militer
di kota Tarutung. Kota Tarutung terletak di lembah rura Silindung dan merupakan
jalur persimpangan jalan menuju wilayah di tanah Batak seperti Sibolga, Sipaholon,
Siborong-borong, dan Pahae38 dan menjadi lokasi yang strategis untuk menjadi
pusat markas pertahanan melancarkan serangan-serangan keberbagai wilayah yang
dikuasai Sisingamangaraja XII. Markas militer ini juga menjadi tempat penyuplai
berupa bantuan perlengkapan persenjataan dari Residen Boyle di Sibolga.39 Maka
pada tahun 1890 kemudian meningkatkan status wilayah Silindung dan Toba
menjadi Afdeeling Silindung en Toba40 yang berkedudukan di Tarutung yang
dipimpin oleh seorang asisten residen.
Dengan status Afdeeling Silindung maka Tarutung mulai berkembang
menjadi kota. Banyak perubahan fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha
pembangunan pra-sarana militer dan ekonomi kolonial. Pemerintah Belanda
membangun tata pemerintahan nya dan beragam sarana penunjang, antara lain
bangunan perkantoran, jalan, irigasi, dan lain-lain.41
38Gusti Asnan, Dunia Maritim pantai Barat Sumatera, Yogyakarta : Ombak, 2007, hlm. 326.
39O.L.Napitupulu, op.,cit, hlm.150. 40Staatsblad van Nederlands Indie1890 Nomor. 91 41Ibid.,hlm. 26-27.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1917 Belanda membangun jalan dari Parapat menuju Tarutung,
yang sejak 1915 telah dihubungkan dengan Teluk Tapiannauli Sibolga. Mulailah
tahun 1920 daerah sekitar Danau Toba terbuka untuk lalulintas dengan
pengangkutan bus.42 Sarana lalulintas yang baru sangat memudahkan
perdagangan.43
Masuknya kolonial Belanda turut mempengaruhi budaya dan sosial
masyarakat Tarutung. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa telah terjadi
perkembangan kota Tarutung. Kota Tarutung, yang pada awalnya sebuah
perkampungan (huta) dengan adanya benteng-benteng, kemudian oleh pemerintah
kolonial Belanda menjadikan Tarutung sebagai pusat pemerintahan sipil dan
militer.44 Pembangunan dan peningkatan prasarana selama masa pemerintahan
Belanda ditingkatkan untuk kepentingan penjajah. Selain itu perkembangan dalam
masyarakat Tarutung juga terjadi perkembangan fisik bangunan yang semakin
meningkat.
42Sitor Situmorang, 1993,op.cit., hlm. 22. 43Pertemuan penduduk Tanah Batak dan orang luar hanya terbatas di
pelabuhan-pelabuhan di Baros, Sibolga, Natal dan Batangonang. Pertemuan-pertemuan tersebut dalam rangka transaksi dagang. Dari penduduk Batak menjual emas, kemenyan, benzoin, kulit manis dan lainnya. Dari luar didagangkan batangan besi, kain, garam dan lainnya. Jalan-jalan setapak antar huta ini semakin berkembang seiring dengan semakin intensnya system pertukaran dan munculnya pedagang antar huta atau pedagang lintas huta. Para pedagang lintas huta inilah yang menjadi penghubung dalam transaksi dagang di pelabuhan-pelabuhan.
44R. Kurris, op.cit., hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan yang terjadi membuat kota Tarutung semakin berkembang
dengan unsur budaya tradisional yang masih tetap ada. Kegiatan pembangunan fisik
di Tarutung menjadi salah satu faktor berkembangnya kota Tarutung. Hal tersebut
merupakan kajian menarik untuk ditelusuri lebih mendalam. Mengamati
perkembangan kota Tarutung terkhususnya setelah terbukanya Toba oleh jalan raya
yang pada akhirnya memperlancar perubahan orientasi dibidang geografi dan sosial-
budaya masyarakatnya. Dari latar belakang yang telah diuraikan , adapun
permasalahan yang akan diungkap dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tarutung sebelum masuknya Belanda ?
2. Bagaimana Perkembangan Tarutung menjadi kota ?
3. Bagaimana perkembangan fisik setelah terbentuknya Tarutung menjadi
kota ?
1.3 Fokus Penelitian
Aspek permasalahan dan kajian sejarah kota sangat kompleks. Kota
Tarutung ini mulai mengalami perkembangan baik dari segi sosial, ekonomi dan
budaya bahkan dalam hal pembangunan komponen fisik (pos zending, sekolah,
rumah sakit, jalur transportasi, pasar). Perkembangan yang terjadi pada masyarakat
Batak Toba adalah bagian dari sebuah proses difusi yang membawa perubahan-
perubahan dengan meminjam budaya asing.
Adapun scope temporal yang diambil dalam penelitian ini adalah dari
tahun 1864 sampai 1942. Penentuan tahun 1864 karena didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
masuknya para missionaris dan kedatangan Belanda yang mulai membangun
infrastuktur Tarutung. Tahun 1942 dipilih sebagai batas akhir penulisan dilandasi
dengan alasan bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa
penjajahan Belanda yang kemudian diganti oleh pendudukan Jepang. Dengan
berakhirnya penjajahan, di kota Tarutung maka semestinya kebijakan mengenai
pemerintahan yang dikeluarkan oleh bangsa penjajah tidak berlaku lagi dan
digantikan oleh kebijakan dari pemerintah Indonesia. Pembandingan antara masa
penjajahan dan kemerdekaan menjadi hal yang menarik untuk melihat
perkembangan Tarutung masa itu. Pusat perhatian penelitian ini bukan pada
pengguna ruang itu sendiri, melainkan pada cara manusia mengubah
penggunaannya, yang pada akhirnya membentuk kota.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian sejarah ini dimaksudkan dalam rangka :
1. Menganalisis Tarutung sebelum masuknya Belanda
2. Mengetahui perkembangan Tarutung menjadi kota.
3. Menganalisis pembangunan fisik setelah terbentuknya Tarutung sebagai
kota.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini antara lain :
1. Untuk menambah pengetahuan tentang Tarutung sebelum masuknya
Belanda
Universitas Sumatera Utara
2. Memperkaya khasanah dan melengkapi kajian tentang sejarah lokal di
Tarutung serta aspek-aspek yang mempengaruhi dinamika era kolonial
Belanda yang menjadikan Tarutung menjadi kota.
3. Mengungkap sejarah lokal Tarutung, khususnya dalam menganalisis
pembangunan fisik setelah terbentuknya Tarutung sebagai kota.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sebagai sebuah ilmu yang mempelajari masa lampau umat manusia, maka
studi sejarah Kota Tarutung menggunakan rekaman peristiwa masa lalu sebagai
sumber dokumen yang akan diteliti. Penelitian ini merujuk pada sejumlah buku
utama yang isi pembahasannya sangat berkaitan dengan topik yang tengah dikaji.
Karya Purnawan Basundoro45 dalam bukunya membahas tentang Sejarah Kota
banyak membantu penulis dalam membandingkan perkembangan kota-kota di
Indonesia. Munculnya kolonialisme Eropa di Indonesia menjadi benih munculnya
kota kolonial di Indonesia, mereka mengembangkan kota-kota yang di datangi. Kota
kolonial berlanjut dengan berkembangnya menjadi pusat pemerintahan penjajahan
dan juga dijadikan sebagai kota dagang yang menjadi tujuan awal pendatang Eropa.
Adanya intervensi orang kolonial pada pembangunan kota ini, kemudian dibarengi
untuk memenuhi kebutuhan mereka tentang sarana dan prasarana dalam
menjalankan kehidupannya di kota jajahannya. Adanya akses jalan jalan utama
yang menghubungkan ke pusat kota. Sarana-sarana seperti gedung pemerintahan,
45Purnawan Basundoro, Sejarah Kota,Yogyakarta:Ombak, 2012.
Universitas Sumatera Utara
gedung perusahaan, sekolah, gereja, landmark monumen dan juga adanya sarana
transportasi seperti pelabuhan, kereta api, dan trem untuk menjalankan kehidupan
sosial dan ekonomi mereka. Orang-orang Belanda melakukan pembangunan itu juga
mengharapkan kota tersebut dapat menghasilkan penataan kota yang teratur, arus
lalu lintas yang nyaman, lingkungan yang sehat. Terlihat dari ciri-ciri fisik kota
kolonial, yakni pemukiman yang sudah stabil, terdapat garnisun dan pemukiman
pedagang yang merupakan tempat kontak dagang, serta tempat penguasa-penguasa
kolonial dapat menyelenggarakan perjanjian dagang dengan penguasa-penguasa
pribumi. Terjadi perubahan pada kota-kota di Indonesia pada masa kolonial yakni
menjadi ibu kota pemerintahan tradisional setempat. Sistem pemerintahan kolonial
menggunakan struktur pemerintahan tradisional, menggunakan kota-kota yang ada
sebagai ibu kota pemerintahan secara berjenjang pula. Terdapat kota otonom yang
memiliki pemerintahan sendiri terpisah dengan pemerintah pusat namun masih
bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Kota-kota besar dijadikan gemeente dan
sebagian besar menjadi ibu kota Keresidenan.
Buku Paco-Paco Kota Padang Sejarah sebuah kota di Indonesia abad ke-
20 dan Penggunaan Ruang Kota46, karya Freek Colombijn ditulis sekitar tahun
1990-an kemudian buku ini diterjemahkan oleh tim BWSB. Pengaturan pemerintah
kolonial terutama sejak status Gemeente diberikan kepada Kota Padang sekitar
tahun 1906 membentuk dan mengatur penataan pada ruas-ruas jalan utama kota,
mulai menguasai sektor-sektor produktif di kawasan perkotaan seperti pasar,
46Freek. Colombijin, Paco-Paco Kota Padang, Yogyakarta: Ombak, 2006.
Universitas Sumatera Utara
penyediaan air bersih, listrik dan telepon. Sementara daerah-daerah yang
dibelakangnya seperti kampung-kampung pribumi kurang ditata atau diperhatikan.
Transformasi simbolik ruang kota mengindikasikan terjadinya pergeseran mengisi
pemanfaatan ruang kota. Memahami sejarah kota, mencermati setiap tahap
perkembangannya, berguna untuk membuat sejarah masa depan kota agar lebih baik.
Buku Venesia Dari Timur : Memaknai Produksi Dan Reproduksi Simbolik
Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial47,karya Dedi irwanto
Muhammad Santun merupakan studi komprehensif tentang munculnya konstruksi
fisik atas Kota Palembang. Berakhirnya masa Kesultanan Palembang dan mulainya
kekuasaan kolonial Belanda menandai perubahan wajah Kota Palembang. Kota air
pada masa kesultanan, dirombak sedemikian rupa untuk menjadi kota daratan pada
masa kolonial. Mula-mula pergantian fisik ini masuk dalam wilayah politik, Banteng
Kuto Besak, sebuah keratin yang dianggap symbol penguasa Pribumi, dikelilingi
bangunan-bangunan kolonial. Di bagian timur Benteng Kuto Besak, Kraton Kuto
Batu, disulap kolonial menjadi rumah Residen Palembang, lalu diikuti dengan
bagian baratnya, dibangun societiet, balai pertemuan dan schouwburg, gedung
pertunjukan di atas taman keratin serta pada bagian belakang dibangun gedung
bioskop. Bangunan-bangunan ini diberi jaringan transportasi jalanan daratan dengan
menimbun anak-anak sungai yang mengitari pusat kota. Konstruksi fisik ini
kemudian makin menjadi jelas ketika Palembang berubah menjadi sebuah gemeente
47Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial, Yogyakarta: Omabak, 2011.
Universitas Sumatera Utara
pada awal abad ke-20. Ruang fisik menjadi lebih teratur, wilayah ini dibagi menjadi
empat zona. Konstruksi fisik dan berbagai symbol ini sebenarnya mengarah kepada
suatu pengertian konsep pada apa yang disebut sebagi symbolik universe, semesta
simbolik yang mengandung pengertian bahwa konstruksi fisik, pengetahuan tentang
fisik juga memiliki makna pada suatu konstruksi ideologis. Simbol-Simbol kolonial
tersebut diciptakan untuk suatu tujuan konstruksi ideologis mengubah “wajah kota”
dari kota dagang dengan wajah tradisional menuju modern, baik secara fisik maupun
roh warga kotanya.
Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera, Tapanuli481915-
1940,(2001) merupakan sebuah disertasi Lance Castles yang telah diterjemahkan
dan kini menjadi buku yang mengungkapkan perubahan yang terjadi di Tapanuli,
yang menggunakan isu-isu sosial budaya, agama dan politik sebagai lensa
analisisnya. Buku ini banyak memberikan kontribusi informasi mengenai gambaran
perubahan Tapanuli akibat kolonialisme Belanda dalam kehidupan masyarakat
Batak serta tekanan-tekanan pemerintah kolonial terhadap masyarakat
Batak.Sebelum masuknya pengaruh misionaris Kristen yang didukung kolonialis
Belanda di Tapanuli, etnis Batak selama berabad-abad tidak terganggu oleh
pengaruh luar.Isolasi pusat Tanah Batak, tempat tinggal Batak Toba jauh dan
terlindung oleh hutan yang luas dan bergunung-gunung, bermukimlah orang Batak
Toba yang tidak terganggu. Masuknya kaum misionaris Kristen yang didukung
kolonialisme Belanda merubah peta sosial, ekonomi politik di Tapanuli.Banyak
48Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Karasedinan Di Sumatra : Tapanuli 1915-1940, Jakarta: KPG, 2001.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan kolonialisme Belanda di Tapanuli yang berusaha memecah belah
masyarakat Batak. Pengkotakan etnis Batak yang dilakukan oleh kolonialisme
Belanda sebagai tindakan politik adu domba (Devide et Impera) untuk menguasai
Tanah Batak.
Karya Sitor Situmorang yang berjudul Toba Na Sae (1993)49
menggambarkan tentang wilayah Batak Toba yang pada masa penjajahan Belanda
disebut Bataklanden serta pokok-pokok sejarah Batak Toba sebelum dan pada masa
penjajahan Belanda.Dalam buku tersebut secara ringkas diuraikan sejarah Teluk
Tapian Na Uli yang dikenal dengan kota Sibolga. Dusun Tapiannauli berfungsi
sebagai pangkalan pengambilan garam untuk orang Toba, bahkan sebagai pangkalan
perahu-perahu mancanegara untuk mengambil air minum keperluan pelayaran jauh.
Pembangunan di Teluk Tapian Na Uli dengan mengeringkan rawa-rawa untuk
pembangunan Pelabuhan di Sibolga menjadi titik awal dibentuknya Karasedinan
Tapanoeli dengan ibu kota Sibolga.
Dengan melihat kajian kajian terdahulu tersebut yang menjelaskan
perkembangan kota-kota di Indonesia yang diawali oleh kolonialisme bangsa Eropa.
Kota dagang merupakan tujuan awal kedatangan Eropa hingga akhirnya berkembang
menjadi pusat pemerintahan jajahan. Untuk memenuhi kebutuhan kolonial
dibangunlah sarana dan prasarana dalam menjalankan kehidupannya di kota
jajahannya. Mayarakat Indonesia sebelum kedatangan kolonial Belanda telah
memiliki sebuah perdaban budaya yang unik dan kaya. Salah satu nya yaitu
49Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Batak Toba di Tarutung telah yang juga telah memiliki aturan dari
sosial dan budaya seperti struktur silsilah marga, konsep religius, persekutuan
masyarakat, konsep hukum, hak kepemilikan tanah dan pemecahan masalah yang
terjadi antar masyarakat . Perkembangan dan perubahan dari segi sosial dan budaya
mulai merambat pada masyarakat Batak-toba Tarutung yang didukung oleh
kehadiran zending dan kolonial Belanda. Pembangunan sekolah, rumah sakit
dilakukan oleh zending sebagai salah satu metode pendekatan mereka untuk dapat
memperkenalkan misi oleh para zending. Kolonial Belanda juga membangun
sarana dan prasarana dalam menjalankan kehidupannya di kota jajahannya.
1.6 Teori dan Kerangka Konseptual
Terkait dengan penelitian tentang perkembangan kota Tarutung, penelitian
ini menggunakan konsep kota. Konsep tersebut digunakan dalam studi ini
dimaksudkan untuk memperjelas isi dalam penelitian tesis ini.
Definisi kota menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1) Dinding
(tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan. 2) Daerah permukiman yang terdiri
atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan
masyarakat. 3) Daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi,
budaya, dan sebagainya.50
50Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-2, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hlm. 528.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat Nurhadi, kota dapat diartikan sebagai bangunan tembok
keliling yang berfungsi sebagai suatu pengaman/batasan satuan ruang. Di dalam
satuan ruang tersebut tinggal penguasa beserta segala kelengkapan kekuasaannya.
Dengan demikian, kota dapat diartikan pula sebagai pusat dari administrasi politik.
Sementara itu dalam pengertian yang luas, kota merupakan tempat pusat kehidupan
perekonomian (ditandai dengan keberadaan pasar) sekaligus juga sebagai pusat
ruang temu manusia, transaksi barang, jasa, dan informasi. Pada masa kolonial
terdapat perkembangan baru pada lingkup ruang tersebut yang ditandai dengan
munculnya administrasi kolonial dan sarana militer untuk mengimbangi kekuasaan
politik penguasa lokal yang telah ada sebelumnya.51
Perkampungan Tarutung merupakan pusat kegiatan transaksi perdagangan
sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan
pendatang dari daerah lain. Kegiatan aktivitas perdagangan penduduk dilakukan di
onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari pertemuan para
raja untuk memutuskan berbagai keputusan.
Kota juga dapat dikatakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi,
kebudayaan.52 Dari aspek kebudayaan berawal dari munculnya proses interaksi dan
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat kota akhirnya melahirkan peradaban-
51Nurhadi, “Arkeologi Kota: Sebuah Pengantar”, Buletin Arkeologi Amoghapasa 2(I), 1995, hlm. 4.
52MagdaliaAlfian “Kota dan Permasalahannya”, Makalah disampaikan
pada acara Diskusi Sejarah, Yogyakarta 11-12 April, 2007, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
peradaban yang lebih tinggi dari sebelumnya.53 Terjadinya proses interaksi dan
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dengan pengenalan budaya
baru, seiring masuknya kolonialisme Barat dalam bentuk keagaaman, militer dan
ekonomi, menjadi salah satu bagian proses terjadinya perkembangan kota Tarutung.
Dilihat dari segi fisik, kota adalah suatu tempat bermukim berupa bangunan-
bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai berbagai fasilitas.
Fasilitas tersebut berfungsi sebagai pendukung kebutuhan para penduduknya seperti
jalan, saluran air, penerangan, sarana ibadah, pemerintahan, rekreasi dan olahraga,
ekonomi, komunikasi, serta lembaga lembaga yang mengatur kehidupan bersama
para penduduknya.54
Sejak dijadikannya Tarutung sebagai tempat Afdeeling Silindung maka
pemerintahan kolonial Belanda menguasai Tarutung. Berbagai fasilitas fisik
dibangun untuk mendukung aktivitas Belanda seperti usaha pembangunan pra-
sarana militer, bangunan perkantoran, rumah-rumah gaya Eropa, pembangunan
jalan, irigasi, dan lain-lain. Kota yang muncul dari dampak perluasan kekuasaan
kolonial dirancang untuk mendukung fungsi pengendalian perdagangan pribumi, dan
untuk mendukung jaringan pusat administratif untuk membantu kontrol politik
terhadap pribumi. Hal ini menimbulkan suatu karakteristik yang khas yaitu kota
yang bercorak kolonial.
53Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 2000, hlm. 11.
54Menno dan Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali, 1992, hlm.24.
Universitas Sumatera Utara
Kota memiliki sifat dinamis yaitu selalu berubah dan mengalami
perkembangan secara terus menerus baik perubahan fisik bangunan maupun
kehidupan sosialnya. Perkembangan kota secara langsung dapat menggambarkan
suatu proses budaya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota/wilayah
merupakan representasi kegiatan masyarakat yang ada atau yang berpengaruh
terhadap daerah tersebut. Diatur maupun tidak, sebuah daerah akan tumbuh dan
berkembang berdasarkan keterkaitan yang ada antara penduduk, aktivitas,
penggunaan lahan dan peraturan yang ada. Oleh sebab itu perkembangan dan
pertumbuhan kota akan sangat beragam tergantung pada karakteristik masing-
masing daerah. Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi satu sama lain namun
pada setiap kota terdapat faktor pendorong perkembangan kota yang paling
dominan, hal ini membentuk karakteristik dari kota tersebut. Faktor dominan ini
akan memberikan efek kelanjutan terhadap unsur-unsur lain dan bersama-sama
secara evolutif berperan dalam perkembangan kota.55
Perubahan sosial (social change) terjadi dalam pola interaksi masyarakat
seiring dengan berubahnya sebuah kebudayaan yang muncul dari sebuah proses
utama terhadap adanya pengetahuan, teknologi dan pengalaman baru berakibat pada
penyesuaian cara hidup dan kebiasaan dalam situasi yang baru pula. Seperti
kedatangan kolonial Belanda di Tarutung sebagai peradaban atau kebudayaan baru.
Perubahan sebenarnya berlangsung secara terus-menerus. Terjadi reorganisasi
55Ari, Rini, Septiana Hariyani, dan Christia Meidiana, Sistem Visual Kawasan Kota Lama di Malang: Tinjauan Kawasan Alun-Alun Tugu dan Kawasan Jalan Ijen-Semeru, Jurnal Teknik 3(VIII), 2000, hlm. 1–10.
Universitas Sumatera Utara
berkelanjutan yang merupakan sifat mendasar dari sifat utama dari sebuah
perubahan.56
Adapun karakteristik kota kolonial menurut T.G. McGee dikutip dalam
Anwar 57 ialah permukiman yang cenderung lebih stabil, terdapat markas militer dan
permukiman perdagangan, terdapat tempat kontak dagang antara pihak kolonial dan
pribumi, lokasinya berada di dekat jalur transportasi seperti dekat laut, sungai, atau
persilangan jalan, dan penataan struktur kotanya menyerupai wajah fisik kota-kota
Eropa.
Djoko Soerjo58 menyatakan bahwa awal kehadiran bangsa Eropa di Asia
Tenggara dan Indonesia, selalu ditandai dengan usaha untuk membangun jaringan
kota yang ditujukan untuk menguasai perdagangan di daerah yang ada di bawah
pengaruhnya. Kota-kota tersebut kemudian tumbuh menjadi pusat permukiman baru
bagi penduduk kota yang suasananya berbeda dengan sebelumnya. Bangunan kota
dengan tata ruang permukimannya dan pengelompokan sosialnya sesuai dengan
pelapisan sosial yang disusun oleh pemerintahan kolonial, segera tercipta sebagai ciri
baru kota yang bercorak kolonial.
56Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya IndonesiaSuatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 16.
57Anwar, Banda Aceh: dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial, Tesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM,2002, hlm. 23. 58Djoko Soerjo, Kota-Kota di Jawa Pada Abad 17–19, Yogyakarta:
Proyek Javanologi, t.th, hlm. 10–11.
Universitas Sumatera Utara
Sjoberg menambahkan, dua hal merupakan faktor utama dalam
perkembangan kota yaitu faktor teknologi dan faktor struktur kekuasaan (kekuasaan
politis). Faktor teknologi ini berperan dalam proses pengkotaan suatu tempat. Faktor
struktur kekuasaan terlihat dari pola penempatan tempat tinggal anggota kelompok
berkuasa yang terkonsentrasi, yang kemudian menjadi titik awal perkembangan
kota.59 Struktur kekuasaan pada sebuah masyarakat seperti yang dinyatakan oleh
Sjoberg tersebut, kemudian membentuk suatu struktur sosial masyarakat kota.
Gist dan Halbert menjelaskan lebih lanjut, bahwa struktur sosial suatu kota
adalah mosaik kelompok-kelompok etnis yang saling bersaing satu sama lain. Hal
ini dapat dilihat dari adanya perbedaan ras, agama, kebangsaan, dan standar prilaku
kehidupan. Perbedaan dan persaingan antar kelompok etnis ini berpotensi
menimbulkan permasalahan dalam kota.60
Dalam rangka menjaga keharmonisan antar kelompok masyarakat di
perkotaan, maka munculah kebutuhan akan pengorganisasian kekuasaan dan
pengelolaan masyarakat dalam kota. Oleh karena itu, penguasa kota berkewajiban
untuk mengadakan lahan rekreasi, olahraga, kesehatan lingkungan, sarana
59Sjoberg, Gideon, The Preindustrial City: Past and Present,New York: The Free Press, 1960, hlm. 65, 67.
60Gist, dan Halbert, Urban Society Edisi ke-3, New York: Thomas Y.
Crowell Company, 1950, hlm. 361-362.
Universitas Sumatera Utara
transportasi, pendidikan, dan kemakmuran dengan disertai infrastruktur penunjang
kebutuhan hidup lainnya sebagai bentuk pengelolaan suatu masyarakat kota.61
Berdasarkan keterangan di atas, pengelolaan suatu masyarakat kota
kemudian berubah menjadi pola penguasaan masyarakat yang semakin kompleks,
hal inilah yang memunculkan kebutuhan akan administrasi publik. Dalam kaitan
tersebut, penguasa masyarakat kota memiliki peran di dalamnya, sehingga dalam
perannya tersebut penguasa berupaya agar dapat mengkonsilidasi dan
mempertahankan kekuasaannya. Struktur kekuasaan yang telah berkembang baik
tersebut berpengaruh terhadap pembentukan dan titik awal perkembangan sebuah
kota.62
Pendekatan ilmu politik merupakan usaha untuk mengetahui segala aktifitas
yang berhubungan dengan kekuasaan yang memiliki maksud untuk mengubah atau
mempertahankan suatu susunan masyarakat.63 Bagi pemerintah kolonial Belanda,
pengembangan agama Kristen oleh zending akan memudahkan Belanda
memperluas kekuasaannya di wilayah Tanah Batak. Belanda mulai bergerak
mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Dengan status Afdeeling
Silindung maka Tarutung mulai berkembang menjadi kota. Banyak perubahan
fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha pembangunan pra-sarana militer dan
61Hudiyanto, Pemerintahan Kota Madiun 1918–1941, Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM, 2002, hlm.8.
62Ibid., hlm. 9. 63Sartono Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982, hlm.40
Universitas Sumatera Utara
ekonomi kolonial. Pemerintah Belanda membangun tata pemerintahan nya dan
beragam sarana penunjang, antara lain bangunan perkantoran, jalan, irigasi, dan lain-
lain.
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini
adalah menggunakan metode sejarah. Langkah-langkah dalam metode sejarah
tersebut adalah heuristik (pengumpulan/seleksi sumber), kritik sumber (kritik
ekstern dan kritik intern), interpretasi, dan historiografi64.
Dalam rangka mengumpulkan sumber-sumber bagi penelitian ini, maka
penulis melakukan penelitian melalui studi arsip dan kepustakaan. Studi arsip
penting dilakukan mengingat scope temporal yang diambil adalah periode awal
tahunj 1800-an, yang pasti banyak membutuhkan arsip-arsip. Studi arsip penelitian
ini dilakukan dengan mengunjungi lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI).
Sumber-sumber yang diperoleh dari ANRI adalah : (1) Handelingen van de
Tweede en Eerste Kamer der Staten- Generaal 1911-1912 30 december 1911, yang
merupakan notula dari Majelis Tinggi dan Rendah pada Dewan Perwakilan Rakyat
yang mendiskusikan tentang anggaran Hindia berupa laporan pemerintahan Hindia-
Belanda mengebai proses pembangunan sekolah zendingdi Tarutung. Dalam laporan
ini juga dibahas adanya keinginan untuk membangun sekolah dengan kualitas sama
64Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Edisi II), Yogyakarta: Tiara wacana, 2003, hlm. 173.
Universitas Sumatera Utara
yang akan digunakan untuk masyarakat pribumi yang beragama Islam.(2)
Handelingen van de Tweede Eerste Kamer 1893-189424 November 1893.Laporan
Kielstra yang menyampaikan gagasan nya tentang pembangunan kantorasisten-
resident di Tarutung yang harus segera dibangun. Tujuan pembangunan kantor
asisten-resident ini dapat mempermudah pengerjaan laporan administrasi.
Selain itu ada laporan-laporan perang Belanda yang digunakan
diantaranya(1) Koloniaal Verslag1895. Berisi data pasukan Batalion Belanda yang
mempunyai kedudukan atau tempat pertahanan yang tetap dalam suatu wilayah
kekuasaan, pada saat itu Tarutung menjadi salah satu pusat adminstrasi militer.(2)
Koloniaal Verslag 1908. Laporan ini berisi tentangpembuatan desain pembangunan
jalan dari Sibolga ke Tarutung.
Sumber lainnya adalah Memorie van Overgave (MvO) yaitu Memorie van
Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch. Rapp 1928-1931. Tulisan ini
merupakan penjelasan tentang kegiatan-kegiatan masyarakat Batak di wilayah
Toba. Salah satunya menceritakan tentang pusat produksi terbesar kemenyan yang
ada di Parmonangan Negeri Simanulang Dolok Sanggul. Perdagangan dilakukan di
Tarutung dengan mengendarai sembilan truk menuju Tarutung. Selain berdagang
kemenyan, ikan dan barang-barang yang lain, Tarutung juga digambarkan sebagai
pusat perdagangan yang didatangi oleh pendatang dari luar wilayah Toba seperti
dari Barus, mereka tidak hanya bertujuan untuk membeli kemenyan tetapi juga
berdagang hasil produksi buatan mereka yang didagangkan di pasar Tarutung. Di
Universitas Sumatera Utara
dalam MvO ini juga dijelaskan tentang pembangunan transportasi Tarutung-
Sibolga agar mempermudah proses perdagangan.
Selain itu, diuraikan juga tentang pembangunan sekolah-sekolah bagi
penduduk pribumi. Pembangunan itu disaksikan oleh para misionaris. Para orang
tua mengantarkan anak-anaknya ke sekolah dengan suatu harapan bahwa ketika
anaknya akan memperoleh pendidikan nantinya dapat mengubah nasib keluarga
menjadi lebih baik.
Burgerlijke Openbare Werken 1914-1942 no 1321. Tulisan ini berisikan
proses perencanaan pembentukan jembatan Aek Sigeaon Tarutung yang tujuan nya
dapatmempermudah proses perdagangan dari wilayah lain menuju Tarutung.
Insyinur F.Engel adalah arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan dari
Tarutung ke Balige sejauh ± 550 km. Tujuan pembangunan ini untuk
mempermudah kegiatan transaksi perdagangan.
Ada pula Staatsblad yaitu ketetapan pemerintah kolonial yang berfungsi
sebagai undang-undang, dalam hal ini digunakan Staatsblad van Nederlands
Indie1879 Nomor. 353 berisikan data pembentukan Controleur Onderafdeling
Silindungdi wilayah Silindung yang beribukota di Tarutung.
Staatsblad van Nederlands Indie1890 Nomor. 91tentang peningkatan
perluasan status wilayah Silindung dan Toba menjadi Afdeeling Silindung en
Toba yang berkedudukan di Tarutung dipimpin oleh seorang asisten residen.
Universitas Sumatera Utara
Regeerings Almanak Tahun 1914, tentang pembagian kelompok masyarakat
heterogen di wilayah Onder Afdeeling Silindung (Wilayah Silindung) yang
ibukotanya berada di Tarutung. Bermukim masyarakat mayoritas dari keturunan
kelompok marga Guru Mangaloksa dan keturunan marga Naipospos seperti
Simorangkir, Panggabean, Lumban Tobing, Sitompul, Hutagalung, Hutapea,
Hutabarat, Situmeang, Sipahutar, Hutauruk, Simanungkalit, Pagarbatu, Sibaganding,
Hutabarat Lumban Garoga, Lumban Dolok, Lumban Toruan.
Inventaris Arsip Sumatera Weskust no.145 De Bataklanden op Sumatera.
Berisikan tentang perjalanan misionaris Jerman yang menuliskan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat Batak-Toba diantaranya filosofi rumah bolon, kegiatan
masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme dengan menyembah pohon
dan patung-patung serta gambaran kegiatan perdagangan masyarakat Batak-Toba
terkhusunya masyarakat Tarutung.
Koleksi foto-foto KITLV Sumatera Utara yang menggambarkan aktifitas
ekonomi, sosial masyarakat Tarutung . Adanya aktifitas penjulan beras dipasar
Tarutung, para pedagang tembikar, penjual benang, penjual babi, penjual bakul,
permainan tradisional anak-anak, foto sekolah kedua untuk pribumi, penyortiran
bermacam-macam kemenyan, suasana perkampungan Tarutung dan jalan-jalan km
60 dengan pohon-pohon sepanjang jalan di Tarutung.
Penulis juga melakukan studi kepustakaan dengan mengunjungi beberapa
perpustakaan seperti Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perspustakan Tarutung,
Universitas Sumatera Utara
Kantor Bupati Tarutung, Kantor Pusat Pearaja Tarutung, Perpustakaan Sekolah
Tinggi Teologia Siantar.
1.8 Sistematika Penulisan
Hasil dari penelitian ini disusun ke dalam enam bab. Bab I merupakan
pendahuluan,latar belakang masalah, rumuan masalah, fokus penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kajian sebelumnya, kerangka teoridan pendekatan,
metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Keadaan Tarutung sebelum masuknya Belanda baik secara geografis dan
demografis, sistem pemerintahan tradisional, sistem ekonomi, dijelaskan dalam bab
II.
Perkembangan kota Tarutung dipengaruhi oleh kedatangan Misionaris RMG
dalam rangka menyampaikan injil. Pada awalnya Tarutung merupakan bagian dari
residen Tapanuli yang berkedudukan di Sibolga. Selanjutnya Belanda membentuk
asisten resident di Tarutung. Selain membentuk asisten resident pada saai itu
Belanda juga menjadikan Tarutung sebagai basis militer. Hal ini akan dibahas
dalam bab III.
Pembangunan fisik di kota Tarutung semakin meningkat, hal ini dilihat dari
terbentuknya pasar, berdirinya sekolah, rumah sakit, dan terbukanya jalur lalu lintas
perdagangan yang menghubungkan kota Tarutung dengan daerah lain yang ada di
sekitarnya, hal ini akan dibahas dalam bab IV.
Universitas Sumatera Utara
Bab V merupakan bab terakhir yang menurunkan kesimpulan dari penelitian
tesis ini, yaitu perkembangan kota Tarutung 1864-1942, dan akan menjawab
rumusan masalah yang telah diuraikan di awal tulisan
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TARUTUNG SEBELUM MASUKNYA BELANDA
2.1 Kondisi Geografi dan Demografi
Tarutung secara geografis teritorialnya berada di daerah Sumatera Utara,
tepatnya sebelah barat bagian utara Danau Toba, dan bila ditinjau dari segi
geografis administrasi kolonial daerah ini adalah onderafdeeling Silindung en
Keresidenan Tapanuli, dan saat ini identik dengan Kabupaten Tapanuli Utara di
Kota Tarutung, propinsi Sumatera Utara.65 Bila diamati peta66 wilayahnya
Afdeeling Batak Landen (Tanah Batak) terdiri atas Onderafdeeling yaitu
onderafdeeling Silindung, onderafdeeling Toba, onderafdeeling Samosir,
onderafdeeling Dairi, onderafdeeling Barus. Onderafdeeling Silindung
beribukota di Tarutung.67
65 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara dan Perkembangannya Dari tahun 2005-2015 , Darlis Samuel Gultom, Prof. Dr. Isjoni M,Si dan Drs. Ridwan Melay, M.Hum . Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau . Hlm 6
66 Peta Terlampir. O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak
Toba Marserak, Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba, 1997, Medan: Monora, hlm.28.
67 Staatblad Tahun 1906 No. 49 dan Staatblad tahun 1907 No. 398
Universitas Sumatera Utara
Keletakan astronomis Tarutung berada pada posisi 1°20’- 2°4 Lintang Utara
dan 98°10’–99°35’ Bujur Timur dengan luas wilayah seluruhnya 1.060.530 Ha.
Berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Tarutung
berbatasan langsung dengan Siatas Barita di sebelah barat, Sipoholon di sebelah
utara, Adiankoting di sebelah selatan, dan Siatas Barita dan Sipahutar di sebelah
Timur. Topografi dan kontur tanah Tarutung beraneka ragam yaitu yang tergolong
datar (3,16 %), landai (26,86 %), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %).68
Foto 1. Batas-Batas Tarutung
Sumber:BPS Tapanuli Utara
68Badan Pusat Statisika Kabupaten Tapanuli Utara
Tarutungberbatasandengan
ü Utara : Sipoholon ü Selatan : Adian koting ü Barat:Siatasbarita ü Timur:Sipahutar
Universitas Sumatera Utara
Tarutung adalah kampung yang berada disebuah rura Silindung
(Lembah Silindung). Rura berarti lembah, karena daerah tersebut berbentuk
seperti lembah atau lebih mirip dengan kuali bila di lihat dari tempat yang lebih
tinggi.69 Tarutung dikelilingi oleh bukit dan gunung hijau, dan diapit oleh Bukit
Siatas Barita dan Gunung Martimbang.70 Sebuah sungai bernama Aek Sigeaon
membentang seperti membelah kota Tarutung yang mengalirkan airnya, disambung
oleh Aek Situmandi ke laut bebas, Lautan Indonesia.71
Mengenai asal usul nama Tarutung, ada beberapa versi yang dijadikan
sebagai rujukan. Dalam kamus bahasa Batak, Tarutung mempunyai arti sebagai
buah durian.72 Masyarakat Tarutung meyakini latar belakang dari nama Tarutung
berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah
kampung tersebut. Perkampungan Tarutung merupakan pusat kegiatan transaksi
perdagangan sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau
juga dengan pendatang dari daerah kawasan tanah Batak seperti Humbang, Samosir,
Tobasa dan Dairi.73 Dilokasi pohon tersebut, lama kelamaan dijadikan sebagai
69R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.16. 70Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel di Tanah Batak,
Medan: Percetakan Universitas HKBP Nommensen, 2006, hlm. 93. 71Simon D. Harianja, dkk., Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari
Sabungan Lumbantobing, Medan: CVMitra Medan, 2016, hlm.5. 72J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm. 30. 73Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear
der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.
Universitas Sumatera Utara
tempat berjanji dagang. Tempat ini juga digunakan oleh para raja Silindung
sebagai tempat partungkoan (pertemuan). Di samping lokasinya yang strategis
juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya pohon yang
paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan sebuah patokan
untuk pertemuan.74 Hingga kini, pohon durian itu masih dapat dijumpai tidak
jauh dari kantor Bupati Tarutung dan berada di depan Sopo Partungkoan
merupakan Gedung kesenian Tarutung dan bentuknya hampir mirip dengan rumah
adat Tarutung di jalan Jend. Ahmad Yani (gambar terlampir).
Pengertian lain tentang Tarutung menurut Bezemer,75 bahwa Tarutung
adalah Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah Tanah
Batak di Tapanuli dan menjadi lokasi tempat tinggal pimpinan asisten residen. Pada
Peta Taroetoeng Topographische Inrichting Batavia 1907 (peta terlampir)
digambarkan Tarutung menjai lokasi tempat tinggal pimpinan asisten resident
Belanda. Tanah Batak ini mulai dikuasai oleh Tentara Belanda terutama setelah
penyerahan Sumatra Barat oleh penguasaan Inggris kepada pemerintahan Kolonial
Belanda. Maka Belanda pun menjejakkan kakinya di Silindung dan mendirikan
markasnya persis di pusat kota Tarutung sekarang yang disebut Tangsi. Belanda
ingin memperluas wilayah kekuasaannya di tanah Batak dengan menduduki wilayah
74Jubil Raplan Hutauruk, op.cit, 2011, hlm. 265. 75Bezemer, T.J. , Beknopte encyclopædie van Nederlandsch-Indië, Den
Haag: Nijhoff, 1921, hlm. 548.
Universitas Sumatera Utara
Tarutung. Daerah ini merupakan wilayah sangat menguntungkan sebagai lintas
jalan Toba yang strategis, Tarutung dilewati menuju Sibolga, selain itu bila
melalui jalur lain seperti melalui Siborong Borong maka harus melewati Balige.
Para pedagang yang melakukan kegiatan berdagang didekat Tangsi yang tentu saja
menguntungkan para militer Belanda dan keluarganya yang tinggal di Tangsi
tersebut.
Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië76 menjelaskan tentang Tarutung
yang merupakan Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah
Tanah Batak di Tapanoeli dan menjadi lokasi pimpinan asisten residen. Di sebelah
selatan yaitu Danau Toba, di sisi barat dataran Silindung, pada ketinggian 1076 M
di atas permukaan laut. Tarutung merupakan pusat penting bagi seluruh dataran
Toba: zending memilih Tarutung sebagai titik awal untuk menyebarkan Kristen
kepada penduduk Batak Toba.
Mengenai jumlah penduduk sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Tarutung
sebelum missioner Jerman datang ke daerah suku bangsa Batak, terdapat beberapa
wilayah sudah mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Tahun 1820-an
daerah Toba Silindung berisi 82 kampung dengan penduduk antara 80.000-100.000
jiwa.77 Hal tersebut telah disaksikan dan dilaporkan dalam laporan perjalanan
76Paulus, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Den Haag: Nijhoff, 1917, hlm. 283.
77 O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak,
Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba, Medan: Monora, 1997, hlm.55.
Universitas Sumatera Utara
Richard Burton dan Nathanel Ward78 yang mencatat seperti apa dan bagaimana
pedalaman Tarutung di mata mereka. Pada saat mereka tiba di kampung Saitnihuta
Tarutung dilaksanakanlah pertemuan akbar (bius) ditengah desa Saitnihuta yang
dihadiri oleh para raja dan masyarakat lebih kurang 2000 orang79 dan terdapat
sekitar 20 atau 30 desa di Tarutung, dengan penduduk di setiap desa berkisar 20-60
orang.80
Sekitar dua dasawarsa berikutnya, F.Junghuhn menemukan gambaran yang
hampir sama tentang jumlah penduduk. Junghuhn memberitahukan bahwa tahun
78Kedua misionaris tersebut dengan biaya pemerintah Inggris, melakukan perjalanan misi ke pedalaman Sumatera, dataran tinggi tanah Batak, yaitu kedataran tinggi lembah Silindung. Sebelum pergi menuju Rura Silindung, Tarutung mereka tiba di Bengkulu tahun 1824 dan langsung menghadap Gubernur Sir Stamford Raffles, untuk meminta petunjuk dan arahan.Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan menjelaskan beberapa hal mengenai keadaan Pulau Sumatera dan menjelaskan agar tidak melayani dibagian Selatan karena masyarakat disana telah menganut agama Islam, untuk itu mereka pergi kea rah sebelah utara tempat suku Batak yang masih menganut paham Animisme. Tuan Burton dan Ward (1864)adalah pengunjung pertama yang datang ke Tarutung. Mereka berangkat menuju Sumatera bagian Utara dengan melewati pantai selatan yaitu melalui Padang-Natal Tapanuli Selatan sampai ke Sibolga yang bertujuan untuk mengetahui rute perjalanan. Setelah mengamati daerah tempat pelayanan tersebut mereka bersiap kembali menuju Sibolga.Kehadiran misionaris Inggris ini diterima dan disambut baik oleh raja di wilayah itu.Disana mereka belajar bahasa dan tulisan Batak, sehingga mengetahui ± 1500 suku kata. Lihat Simon Lumban Tobing, Parolopolopon Barita 90 Taon dung ojak Gereja Dame, Tarutung :Saitnihuta,1864-1954, hlm.6.
79Ibid.,hlm. 20. 80Ibid.,hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
1840 penduduk Silindung sangat padat. Pada waktu itu penduduk lembah
Silindung saja terdapat ± 10.500 jiwa. 81.
Jumlah penduduk tersebut tersebar di wilayah kampung-kampung di
Tarutung antara lain kampung Simangambat, Liang, Banjarnahor, Sigotom,
Pangaribuan, Bukit Sitarindok, Lumban Siagian, Hutagalong, Saitnihuta, Siandor-
andor, Hutapea Banuarea, Parbubu Pea, Parbubu II, Parbubu Dolok, Hutatoruan
VIII, Parbubu I, Hutatoruan I, Sosunggulon, Parbaju Toruan, Hapoltahan,
Hutatoruan IV, Aek Sian Simun, Hutatoruan V, Hutatoruan VI, Hutatoruan XI,
Hutatoruan IX, Hutatoruan X, Hutatoruan VII, Partali Toruan, Parbaju Tonga,
Simamora, Hutagalung Siwalu ompu, Siraja Oloan, Hutauruk, Parbaju Julu, Partali
Julu, Sitampurung, Jambur Nauli, Sihujur, Hutatoruan III.82
Adapun pasogit lobu parserakan, atau huta tempat memencar cenderung
terpolakan mengikuti kelompok marga.83 Awalnya satu huta merupakan tempat
tinggal dari satu marga (clan) ialah keluarga dari satu galur keturunan yang sama.
Marga yang pertamakali mendirikan huta disebut marga sipungka huta ialah
keturunan langsung dari marga yang pertamakali mendirikan huta. Penghuni huta
81 Ibid.,hlm.54. 82Bezemer, T J, op.,cit, hlm. 44. 83Kata “m arga” bagi masyarakat Batak dapat memiliki makna tanpa
batas yang pasti, bisa menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil maupun yang lebih besar, dan juga kelompokkelompok yang paling besar, yakni: bisa menunjuk pada “kelompok suku”, “marga induk” atau “marga”. Tiap marga induk kemudian berkembang menjadi apa yang disebut sebagai marga dan tiap marga berkembang lagi menjadi cabang marga. lihat J.C. Vergouwen, op.,cit, hlm. 36, 38.
Universitas Sumatera Utara
kemudian berkembang sehingga tidak lagi dihuni hanya oleh keturunan marga
sipungka huta melainkan sudah ada marga pendatang. Dengan demikian dalam suatu
huta atau desa berdiam juga anggota marga lain selain anggota marga penguasa atau
keturunan pendiri dan pemilik desa.
Mereka digolongkan sebagai kelompok marga boru jika mengawini anak
perempuan keturunan pendiri desa dan kelompok marga panombang (marga
pendatang atau penumpang) jika tidak ada kaitan dengan perkawinan atau keturunan
dengan marga pemilik desa. Karena itu penghuni huta pada akhirnya dapat
dikelompokkan atas: sipungka huta, boru dan pendatang. Satu huta kemudian
berkembang dan semakin banyak penghuninya sehingga sebagian dari mereka
membuka satu perkampungan baru dan biasanya dekat dengan huta.84
Sementara itu berkaitan dengan asal usul penduduk, pada umumnya
penduduk di Tarutung dihuni oleh etnik Batak-Toba. Mereka pertama kali bermukim
di Sianjur Mulana atau Sianjur Mula-mula setelah mereka bermigrasi dari sekitar
daerah perbatasan Burma (Myanmar)/Siam (Thailand). Sianjur Mulamula terletak di
kaki Pusuk Buhit di tepi Danau Toba arah barat kota Pangururan di Sumatera Utara
dan merupakan kampung induk atau bona ni pinasa dari etnik Batak Toba.
Kelompok yang bermukim di Sianjur Mulamula ini kemudian menjadi suku bangsa
84Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 116.
Universitas Sumatera Utara
yang disebut Batak Toba.85 Mereka menganggap merupakan bangsa pertama yang
mendiami Sumatera. Dari daerah kampung induk inilah masyarakat Batak Toba
kemudian marserak atau menyebar atau bermigrasi.86 Penduduk mulai menempati
pinggiran danau dan kemudian membuka huta yang baru. Setelah mengetahui
bahwa daerah tersebut dapat memberikan sejumlah kemudahan dan kenyamanan.87
Seiring berjalannya waktu ketika jumlah penduduk semakin banyak, sejumlah orang
memutuskan untuk pindah ke daratan Silindung (Tarutung) dan membuka huta.88
2.2 Kehidupan Sosial Masyarakat Tarutung
Dalam memahami pembentukan kampungnya, penduduk tradisional masih
lekat dengan pemikiran primitif dan tidak rasional yang mempercayai bahwa
terbentuknya kampung mereka berdasarkan pada magis (kekuatan alam), yang
85Wilayah Batak Toba atau yang sering disebut dengan istilah Tanah Batak, meliputi wilayah yang cukup luas, yang terdiri dari: Daerah Tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, dan Silindung, Daerah Pegunungan Pahae, dan Habinsaran. Wilayah ini luasnya lebih kurang 10.000 km2dan berada pada ketinggian 700-2.300 m di atas wilayah ini luasnya lebih kurang 10.000 km2dan berada pada ketinggian 700-2.300 meter di atas permukaan laut lihat. Siahaan, t.t.
86Elvis. F. Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu
Deskripsi, Medan: Monora, 1997, hlm.22-25 87Anthony Reid, Sumatera Tempo Doleloe, Jakarta: Komunitas Bambu,
2010, hlm. 217. 88Daratan Silindung meliputi daerah Tarutung, Sipaholon, Sipahutar,
pangaribuan, Garoga, dan daerah Pahae. Jadi bila di sebut ‘parSilindung’ (orang Silindung) berarti masyarakat salah satu dari beberapa daerah tersebut. Istilah Silindung merupakan pembagian dari daerah tapanuli pada masa dulu sebelum adanya struktur Pemerintahan dan daerah.
Universitas Sumatera Utara
kemudian dianggap menjadi syarat dalam mendirikan huta (perkampungan) baru.
Kepercayaanyang dianut bahwa untuk mendirikan huta (perkampungan) yang baru,
seseorang harus bermohon terlebih dahulu kepada raja huta atau raja doli di
kampungnya. Kemudian seseorang tersebut harus pergi ke lokasi yang dipilih untuk
menyampaikan persembahan (bunti) kepada dewa penguasa tanah. Persembahan
diletakkan di tengah lokasi dan kemudian pada keempat titik sudutnya, dibuat tanda-
tanda berupa batas (pago-pago).89
Untuk mengetahui keserasian lokasi permukiman yang akan ditempati
(dalam arti kelak akan memberikan keselamatan, kesejahteraan dan
sebagainya),dilakukan upacara magis yang disebut marmanuk di ampang. Apabila
upacara magis memberi tanda-tanda kebaikan dan keserasian, maka pendiri desa
melaksanakan upacara pemberian makan adat kepada raja huta induk. Huta yang
pertama kali didirikan merupakan titik awal dari berdirinya huta-huta berikutnya
yang didirikan oleh keturunan pendiri huta atau kerabat yang sama. Dimanapun
mereka berada dan mendirikan huta akan tetap terikat dengan huta yang pertama
didirikan oleh kakek moyang mereka.90
Huta tradisional dibangun serta dikelilingi oleh parik (pagar benteng) yang
berfungsi sebagai pelindung atau barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar.
Selain itu, digunakan juga batu-batu besar sebagai pelindung, hal tersebut dapat
dilihat dari banyaknya temuan megalith (batu-batu besarnya). Benteng-benteng yang
89Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.ci.,hlm.169. 90Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015,op.cit.,hlm.24-25.
Universitas Sumatera Utara
dibangun menggunakan lapisan tanah dan memiliki beberapa ruang rahasia. Selain
itu, di atas benteng juga ditanami oleh bambu berduri.91 Di dalam sebuah
perkampungan terdapat seorang pemimpin yaitu seorang raja.92
Vergouwen melukiskan gambaran huta pada masyarakat Batak Toba. Luas
huta berupa lapangan kecil, di tengahnya sebuah pekarangan yang terbuka. Di satu
sisi pekarangan terdapat sejumlah rumah kediaman, biasanya berjejer letaknya.
Dibelakang rumah ada kebun untuk keperluan sehari-hari. Dihadapan rumah-rumah
kediaman itu berdiri sebarisan lumbung (sopo), juga terdapat sata atau dua tempat
berkubang. Keseluruhannya dikelilingi tembok yang ditanami dengan bambu,
kadang-kadang di sekitar temboknya digali parit. Sekawanan babi berkeliaran di
kolong-kolong rumah, anjing-anjing mencari makanannya, ayam mengais-ngais
ditanah. Seorang wanita duduk menghadapi alat tenun di depan salah satu rumah,
sementara seorang gadis menumbuk padi di lesung besar dan anak-anak bermaindi
91WTP Simarmata, Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8.
92Di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja yaitu pemimpin
kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi kekuasaannya tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri Belanda.Mereka lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja digunakan juga dalam acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk mereka yang termasuk kelompok marga asal mempelai wanita. Raja Parhata adalah mereka yang biasanya menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu kelompok marga dari suami si wanita. Raja Huta adalah keturunan pendiri huta menurut garis bapak yang bertanggung jawab mengenai peraturan kampung. Sebutan raja yang lazim digunakan pada waktu acara adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan untuk menghormati seseorang atau satu golongan. LihatBisuk Siahaan, Batak Toba: Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005, hlm. 225-226.
Universitas Sumatera Utara
teduh pohon. Tumpukan balok dan papan yang sudah bertahun-tahun terlihat di
sebidang tanah kosong. Huta adalah sebuah dunia mandiri yang tertutup, sebuah
kesatuan yang didiami oleh sekolompok kecil manusia yang terjalin oleh tali
kekerabatan.93
Burton dan Ward, juga menyaksikan pemandangan huta di Silindung
(Tarutung). Menurut mereka,rumah-rumah yang didirikan penduduk saling berjajar
dan berhadapan dengan bentuk yang sama, tetapi lebih sederhana,rumah itu
digunakan untuk tempat beristirahat pada malam hari serta juga sebagai tempat
lumbung padi, dan pada siang hari digunakan sebagai tempat anggota keluarga
beraktivitas. Huta itu dari 24 rumah yang berjejer dalam satu garis lurus,sehingga
huta itu kelihatandua barisan yang sama bentuknya. Semua atap rumah menghadap
jalan dan setiap rumah dipisahkan jarak sekitar tiga atau empat yard (kurang lebih
2,7 meter – 3,6 meter). Rumah yang menghadap gunung atau sombaon dinamakan
ulu ni huta (kepala huta). Bagian ulu ni huta adalah tempat berdirinya rumah raja
huta dan keluarganya yang terdekat.94
Ruang antara langit-langit dan atap rumah digunakan sebagai lumbung padi
sekaligus gudang guna menyimpan tengkorak musuh-musuh mereka. Pintu masuk
ke dalam rumah berada jdi bawah lantai atau kolong rumah. Bagian dalam terdiri
dari sebuah ruangan besar tanpa kamar-kamar terpisah, panjangnya kurang lebih 9-
93Vergouwen, op.cit., hlm. 127-128 94Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015, op.cit.,hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
12 m dan lebar 6 m. Pada keempat sudut ruangan tersedia tempat perapian yang
berfungsi sebagai dapur. Tetapi tidak ada jendela atau pun lubang angin untuk
mengeluarkan asap dapur tersebut.95
Setiap rumah dibangun lima atau enam kaki (kurang lebih 1,5 – 2 meter) di
atas tanah dengan ditopang oleh tiang kayu besar. Dinding papan yang dibangun
sekitar empat kaki (kurang lebih 1,2 meter) dari lantai menghadap ke luar dari bawah
sampai atas. Ujung-ujung nya juga dibangun dengan bentuk yang sama, terus ke
puncak atap, membentuk semacam nok atap yang tinggi. Atap rumah sangat besar
dan ke bawah sementara ujung-ujung nya mencuat dan menghadap ke atas,
sementara masing-masing puncaknya melengkung menyerupai kepala dan tanduk
kerbau.96
Melihat bentuk atap rumah Batak yang lancip dan tinggi serta melengkung di
bagian tengah, Burton dan Ward menganggap bahwa atapnya lebih besar dari badan
rumah itu sendiri.Konstruksi rumah itu berbeda dengan rumah-rumah di daerah
pesisir.Burton dan Ward mengapresiasi struktur dan konstruksi rumah Batak yang
menunjukkan keahlian yang tinggi. Dibangun menggunakan bahan-bahan
berkualitas, dan rumah-rumah tersebut dihiasi dengan ukiran dan ornamen-
ornamen.97
95Simon D. Harianja, dkk,op.cit.,hlm,21. 96Anthony Reid, op.cit.,hlm. 217. 97Simon D. Harianja, dkk,loc.cit
Universitas Sumatera Utara
Selain kepercayaan pada takhayul jahat, begu (hantu), setan, arwah nenek-
moyang, dan roh-roh jahat lainnnya masyakat batak punya konsep tentang satu
Wujud Tertinggi, Sang Pencipta Alam Semesta yang mereka namakan Debata
Hasiasi (Debata Asiasi). Setelah Debata Asiasi menciptakan alam semesta, dia
menyerahkannya kepadaketiga anaknya, Batara Guru, Soripada, dan Mangana Bulan
(Mangala Bulan). Penduduk desa berupaya menyenangkan hati para dewa tersebut
dengan mempersembahkan kurban.98
Dalam konteks kepercayaan terhadap roh yang baik dan jahat itu, ilmu
perdukunan sangat penting. Setiap huta memiliki seseorang datu (dukun, ahli
tenung dansekaligus dokter magis) yang kadang-kadang adalah kepala desa sendiri.
Sang Datu melengkapi dirinya dengan buku parhalaan yang berisikan table-tabel
atau tanda-tanda yang harus dibaca untuk ditafsirkan. Selain buku itu, sang datu juga
dibantu oleh dua tongkat magis, tondunghujur dan tondung ranggas. Lambang-
lambang yang terukir pada kedua tongkat itu dapat memberikan petunjuk bagi sang
datu untuk menemukan barang yang hilang atau dicuri.99
Tampilan fisik orang Batak Tarutung mirip dengan orang Hindu, yang
umumnya berperawakan sedang, kuat dan tegap dan wajah mereka terutama hidung
sangat menonjol keluar. Kulit mereka halus dan berwarna lebih terang dari pada
penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Mereka memanjangkan rambut dan
98Ibid., hlm. 26. 99Bisuk Siahaan, Batak Toba: Kehidupan di Balik Tembok Bambu,
Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005,hlm.27.
Universitas Sumatera Utara
mengikatnya di atas kepala, sementara kaum perempuan membelah rambutnya
tepat di tengah-tengah persis seperti perempuan India.100
Wajah anak-anak kebanyakan terlihat elok, ekspresi wajah mereka
merupakan gabungan antara kelembutan dan semangat tinggi, tetapi ketika
menginjak usia 10 atau 12 tahun, gigi depan mereka dikikir rata hingga mendekati
gusi dan pangkal gigi dihitamkan, sehingga merusak penampilan mereka. Anak
gadis yang beranjak dewasa pada umumnya sudah kehilangan semua jejak
kecantikannya, hal tersebut berkaitan tugas-tugas mereka yang bekerja di sawah dan
tugas-tugas rumah tangga serta kegiatan menenun kain.101
Sementara itu dalam hal berpakaian, kaum laki-laki Batak Silindung
mengenakan dua kain dengan motif garis-garis yang berwarna-warni dengan
panjang 2,5 yard (kurang lebih dua meter). Kain yang satu dililitkan di pinggang,
dikencangkan dengan sabuk dan dibiarkan menggantung hingga ke kaki. Sementara
kain yang satu lagi disampingkan ke bahu seperti selendang. Kain yang dikenakan
para kepala desa dihiasi rumbai-rumbai yang disulam rapi pada bagian ujungnya.
Sementara bagi rakyat jelata, pada umumnya menggunakan ikat kepala berupa sabuk
dari jerami atau pepagan (kulit kayu) yang diikatkan di sekeliling kepala, tepatnya
sedikit di atas kuping, sehingga pucuk kepala dibiarkan terbuka. Ada pula yang
mengenakan ikat kepala berupa karangan daun. Selain itu, para kepala desa juga
mengenakan anting emas berukuran besar
100Elvis. F. Purba, op,cit, hlm.22-25. 101Ibid., hlm.120.
Universitas Sumatera Utara
Motif rotan sendiri banyak digunakan karena rotan merupakan tumbuhan
yang kuat dan dapat hidup di air dan di darat sama halnya dengan orang Batak Toba
yang memiliki pribadi yang kuat dan dapat hidup di mana saja. Masyarakat Batak
dari jaman dulu merupakan masyarakat pegunungan, di mana hutan merupakan
salah satu sumber mata pencaharian mereka. Rotan banyak dan mudah ditemukan di
daerah tanah Batak dan menjadi alat pengingkat barang yang paling sering
digunakan karena kekuatan dan ketahan dari rotan itu sendiri. Sehingga rotan
dijadikan corak pada kain ulos sebagai lambang dari ikatan yang kokoh dalam. Pada
jaman dulu pewarnaan untuk ulos sendiri juga berasal dari alam. Contohnya dari
getah kayu, batu alam, kerang dan tumbuhan102
Hal berbeda dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak mengenakan ikat
kepala dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, dalam hal berpakaian para
wanita Batak Toba di daerah tersebut juga memiliki perbedaan, yaitu setelah
menikah mereka hanya mengenakan selembar kain yang dililitkan di selangkangan,
sedangkan bagian tubuh dari pinggang ke atas dibiarkan telanjang. Sementara bagi
wanita yang belum menikah, menggunakan kain tambahan yang dipakai untuk
menutup dada.103
102Yana Erlyana, Kajian Visual Keragaman Corak Pada Kain Ulos, Fakultas Teknologi dan Desain Universitas Bunda Mulia : Program Studi Desain Komunikasi Visual, April 2016, hlm. 39.
103Ibid.,hlm. 220.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pola kehidupan, masyarakat Batak Toba menganut prinsip patrilineal
yang menjadi seorang laki-laki mempunyai kedudukan lebih tinggi dibandingkan
dari perempuan. Meskipun demikian, wanita lebih mempunyai pekerjaan dan
tanggungjawab yang lebih besar terutama dalam hal pendidikan keluarga.104 Hal
tersebut merupakan tradisi yang telah berkembang di dalam masyarakat Batak Toba
sebagian kebudayaan tradisional.
Tradisi masyarakat Batak Toba didaerah Tarutung tersebut telah berlangsung
lama dan hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan tradisional yang menjadi
ciri khas penduduknya.Tradisi-tradisi tradisional dijalankan dengan baik oleh
masyarakatnya sebagai bagian dari rasa patuh dan bangga terhadap kebudayaan yang
dimiliki.
Penduduk Tarutung tidak mengonsumsi minuman beralkohol kecuali tuak
(arak dari pohon enau). Akan tetapi, laki-laki dan perempuan, tua dan muda suka
merokok. Rokok dilinting dengan menggunakan tanaman tertentu yang memiliki zat
narkotik sebagai ganti tembakau yang sulit didapat. Banyak kaum laki-laki yang
menggunakan masa senggang dengan duduk-duduk lebih lama memegang
cangklong mereka.105
Beberapa tanaman bahan makanan penduduk Tarutung seperti untuk
makanan pokok yaitu nasi dan ubi liar (gadong) yang dibubuhi banyak sekali garam.
104Jan SAritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: BPK. Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm. 57.
105Simon D. Harianja, dkk.,op.cit.,hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
Penduduk mengkonsumsi daging hewan hanya pada saat-saat tertentu, terutama pada
pesta-pesta (adat dan agama). Penduduk tidak mengharamkan daging hewan
tertentu, semua dapat dikonsumsi: kuda, kerbau, sapi, babi, unggas, kambing juga
daging anjing, kucing, ular, monyet, kelelawar, dan lain-lain. Mereka tidak
membedakan rasa daging hewan yang mati secara alamiah dan mati diburu, juga
tidak membedakan daging segar dan daging yang hampir busuk. Daging dimasak
dengan menggunakan darah hewan itu sebagai saus yang disiramkan di atas daging
yang sudah dimasak. Untuk menambah cita rasa daging, mereka hanya
menggunakan garam.106 Hal tersebut menunjukan bahwa penduduk Tarutung
merupakan pengkonsumsi garam yang cukup besar.
Selisih paham antar individu maupun kelompok di satu desa selalu muncul,
tetapi jarang berlanjut menjadi kontak fisik. Perang antar desa pun jarang terjadi.
Kalau terjadi perang antar desa, dapat berlangsung selama 5-6 tahun, tetapi jarang
berakibat fatal, misalnya pembakaran sebuah desa atau pembunuhan massal. Korban
yang gugur dari masing-masing pihak paling banyak dua atau tiga orang. Pihak-
pihak yang bermusuhan tidak pernah merampok hasil panen atau ternak milik pihak
lawan.
2.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat Tarutung
Masyarakat Tarutung, dalam kehidupan sehari hari menggantungkan
kehidupan sehari-hari mereka pada aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian
106Bungaran Simanjuntak,op.cit.,hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Tarutung diantaranya adalah menjual hasil panen sawah atau ladang,
menjual hasil kebun seperti kemenyan, kopi, serta beternak babi, kerbau, dan sapi.107
Sejak penduduk mengenal beras dan ubi, tanaman tersebut menjadi makanan
utama. Kegiatan penduduk dalam mengelolah persawahan banyak ditemukan di
Tarutung. Di dalam bukunya De Bataks, Joustra menyebutkan berladang
merupakan pekerjaan utama untuk menghasilkan beras oleh penduduk Silindung.108
Mengusahakan sawah berarti menghasilkan beras sebagai bahan makanan utama.
Sawah-sawah di Tarutung pada umumnya terpelihara dengan baik dengan
pengalaman petani yang sudah sangat panjang, masyarakat sudah mahir mengelola
tanah persawahan. Letak Tarutung yang berada di tengah lembah yang strategis
karena dialiri oleh anak sungai sehingga pengairan dapat dibuat dengan baik.
Kegiatan ekonomi yang sudah sejak dahulu kala terkenal ialah berdagang.
Tarutung merupakan pusat produksi dan perdagangan haminjon atau kemenyan.109
Kegiatan perdagangan kemenyan ini dilakukan dengan penduduk setempat atau
107Bungaran simanjuntak,2011, op.cit., hlm. 51. 108Joustra M, De Bataks, Leiden: Sc van Doesburgh, 1912, hlm. 37-38. 109Kemenyan merupakan getah dari berbagai jenis pohon dari Asia golongan
Styrax. Terdapat dua kelompok jenis, kemenyan dari Sumatera dan Siam. Kemenyan Sumatera berasal dari pohon Styrax benzoin, Styrax paralleloneurum. Kemenyan disebut haminjon dalam bahasa Batak Toba. Bagi orang Batak Toba, jenis terbaik disebut haminjon toba, sedangkan jenis yang kurang baik disebut haminjon dairi atau haminjon durame. Orang Batak merupakan daerah utama penghasil kemenyan sejak beberapa abad. Lihat Daniel Parret, Lobu Tua: Sejarah Awal Barus, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2002, hlm. 283-285
Universitas Sumatera Utara
juga dengan pendatang dari daerah lain.110 Hubungan dagang dengan dunia luar
sudah lama terjadi sejak berabad-abad lalu. Perdagangan itu dalam hasil hutan dan
pertanian, yaitu kapur barus, kemenyan, dan kopi. Ekspor dilakukan melalui bandar
Barus.
Kemenyan diolah dengan cara disadap atau dipotong kulitnya secara tidak
rata tetapi kuat dari pohonnya, cara ini memungkinkan getahnya keluar dan
mengeras. Getahnya ini jika sudah mengeras akan berbentuk seperti air mata. Hasil
panen dari getah kemenyan akan dijual kepada seorang pengumpul yang bekerja
sebagai petani sekaligus pedagang. Petani lebih suka menjual kepada anggota
keluarganya, tetapi tidak menolak kemungkinan menjual kepada pedagang yang
memberikan tawaran tinggi.111
Usaha peternakan juga merupakan mata pencarian penduduk Tarutung.
Usaha peternakan sebagain besar masih untuk keperluan sendiri. Ada juga yang
diperdagangkan misalnya babi dan ayam. Terutama karena kedua ternak tersebut
merupakan bagian utama adat mereka. Menurut Joustra ternak yang erat hubungan
nya dengan manusia serta adat-istiadat yaitu kerbau, lembu dan kuda juga
110Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.
111Ibid., hlm. 292.
Universitas Sumatera Utara
diusahakan oleh penduduk di Tarutung, Simalungun, Toba, lembah Sipirok yang
terletak di dataran tinggi.112
Tidak ada spesialisasi atas usaha peternakan ini. Usaha beternak sangat erat
hubungan nya dengan kebutuhan penduduk yaitu dibidang adat istiadat (pesta adat),
maupun untuk membantu penduduk mengerjakan sawah (membajak) dan
pengangkutan (kereta lembu) untuk hasil-hasil bumi. Pemanfaatan tenaga ternak
juga digambarkan dalam MvO113 yang membutuhkan tenaga kuda karena kondisi
jalan yang berbukit dan bergunung maka dibuatlah kereta kuda untuk mengangkut
hasil-hasil bumi menuju pasar Tarutung.
Kegiatan ekonomi masyarakat Tarutung yang lain adalah bertenun ulos.
Ibu-ibu akan duduk bertenun dihalaman rumahnya. Sebagian besar hasil tenun nya
digunakan untuk keperluan sendiri, tetapi kadang ada juga yang dibawa ke onan
(pasar) untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Dalam aktivitas
perekonomian nya para pedagang di Tarutung menggunakan sistem tukar-menukar
(barter) barang dagangan dengan para pendatang. Para pedagang dan penduduk
berkumpuldi tengah-tengah pasar dengan mejual beragam barang– barang
kehidupan keseharian manusia.114 Ketika uang masih belum dikenal, perdagangan
dilakukan dengan cara tukar-menukar (barter). Sarana pertukaran yang paling
112Joustra, M, op.cit.,hlm. 40-41 113Memorie vanOvergave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch.
Rapp 1928-1931. 114Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang
Batak Toba, Jakarta: Obor Indonesia, 2011, hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
banyak dilakukan ialah padi karena lebih muda ditakar atau diukur.115 Barter atau
pertukaran dari hasil pertanian mereka lakukan untuk mendapatkan barang-barang
keperluan hidup mereka yang lain. Pertukaran ini biasa dilakukan dengan penduduk
lain dalam satu desa maupun dengan penduduk di desa lain.
Onan berlangsung pada hari tertentu, sekali atau dua kali dalam seminggu,
dinamakan onan godang onan metmet (hari pekan pasar atau pekan kecil). Salah
satu tempat yang punya catatan sejarah tersendiri dalam sejarah sosial
dankekristenan di Silindung yaitu Onan Sitahuru yang termasuk salah satu onan
(pekan, pasar, tempat berbelanja dan berdagang) yang dikenal oleh kaum Batak di
luar Tarutung karena di sana sering digelar rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua-
tua dan raja-raja di Silindung. Selain raja-raja dari Silindung aktivitas tersebut
biasanya juga diikuti oleh raja-raja dari Humbang atau Toba.116
2.4 Sistem PemerintahanTradisional Masyarakat Batak Toba di Tarutung
Sistem pemerintahan tradisional masyarakat Tarutung yang diuraikan dalam
hal ini adalah sistem pemerintahan sebelum masuknya kolonialisme Eropa.Secara
kultural, setiap masyarakat tradisional memiliki karakteristik sendiri dalam mengatur
tata kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan. Tata kehidupan bermasyarakat
dan berpemerintahan masyarakat Batak Toba tradisional akan berbeda dengan
115Bisuk. Siahaaan, Batak-Toba Kehidupan Di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Kempala Foundation, 2005, hlm. 133.
116Simon D. Harianja, dkk.,op.cit., hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat tradisional di Jawa atau di daerah lainnya karena masyarakat Batak Toba
memiliki budaya yang berbeda dengan budaya masyarakat lainnya.
Demikian juga halnya dengan Batak Toba sebagai satu kelompok
masyarakat yang besar dan bertempat tinggal disatu wilayah yang luas pasti sudah
memiliki memiliki pemerintahan yang mengatur hidup bersama mereka. Tidak
mungkin sekelompok besar masyarakat dapat hidup tenteram jika tidak ada
pemerintahan yang mengatur seluruh kehidupan bersama dari masyarakat tersebut.
Bentuk pemerintahan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba tradisional yang
ada di Sumatera adalah kerajaan, bahasa setempat disebut harajaon (harajaon juga
dapat berarti pemerintahan atau kekuasaan).117
Pemerintahan dalam masyarakat Batak Toba tradisional merupakan
pemerintahan berdasarkan religi dan adat. Religi dan adat menjadi landasan dan
ideologi dalam penyelenggaraan pemerintahan atau kerajaan tradisional Batak Toba.
Wujud yang paling nyata dari harajaon dalam masyarakat Batak Toba tradisional
ialah harajaon huta, harajaon horja dan harajaon bius. Kemudian tumbuh satu
harajaon yang memiliki cakupan tata kelola yang lebih luas yaitu Dinasti
Singamangaraja.118
Terbentuknya harajaon atau pemerintahan dalam masyarakat Batak Toba
tradisional melalui proses tersendiri. Pada awalnya didirikan satu “pemerintahan”
117Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 56.
118Ibid., hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
yang disebut huta. Huta didirikan dan diatur oleh marga pendiri hutaatau raja
huta.119 Beberapa huta bergabung membentuk satu pemerintahan baru maka wadah
penggabungan itu disebut horja.120
Adapun batas-batas wilayah pemerintahan horja121 sama dengan batas
wilayah huta yang menjadi bagian dari horja. Jumlah horja juga semakin
119Raja Huta adalah pendiri huta atau raja-raja huta pertama dari garis keturunan bapak berdasarkan prinsip “Progmogeture” (hak waris ditangan garis tertua atau putera sulung). Jabatan ini akan diwariskan secara turun-temurun. Konsep pengertian raja huta dalam masyarakat Batak bukan sebagai kepala pemerintahan pada saat ini, tetapi adalah semua berkaitan dengan tanggung jawab. Administrasi raja huta meliputi bermacam-macam bidang aspek kehidupan dalam huta. Ia mengawasi pemeliharaan dan tembok benteng, mengatur lokasi bangunan-bangunan dan melakukan kontrol atas sawah dan ladang termasuk tanah huta. Raja huta membimbing perilaku hukum warganya dan mendampinginya apabila warga mengajukan suatu tuntutan hukum pada pihak lain. Ia bertindak sebagai kuasa mengurus kepentingan huta dan kelomponya seketurunan dalam persoalan dengan dunia luar. Warga huta wajib mematuhi kepemimpinannya dan warga membuktikan kepatuhannya dengan memberi penghormatan padanya dalam berbagai transaksi misalanya perkawinan, penjualan hewan, pindah tangan sawah, berupa pemberian upa raja. Lihat Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142.
120Sangti B, Sejarah Batak, Balige: Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 401. 121Horja terjadi karena penggabungan dari beberapa huta. Wakil-wakil yang
duduk di dalam horja dipilih oleh raja-raja huta. Selain bertanggungjawab atas penyelenggaraan upacara persembahan kurban di tingkat horja, raja horja berhak menyatakan perang atau damai, mengatur pekerjaan-pekerjaan besar yang ada kaitannya dengan kepentingan horja maupun kepentingan huta yang menjadi bagian dari horja dan warganya. Tetapi jika berkenaan dengan urusan intern huta tertentu, biasanya raja horja tidak ikut campur kecuali diminta pandangannya. Dia hanya mengurusi urusan huta lain hanya sebagai penengah. Tetapi jika menyangkut atau melibatkan antar huta, maka raja horja akan bertindak untuk memberikan solusi terbaik. Dalam kegiatan kerohanian, raja horja mengatur persiapan upacara horja santi rea sebagai upacara persembahan yang besar serta membawakan tonggo-tonggo atau doa-doa ritual. Lihat Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 161.
Universitas Sumatera Utara
bertambah dan tiap horja memiliki kepentingan yang mungkin sama atau mungkin
berbeda dengan horja lain sehingga dirasakan memerlukan pengaturan bersama.
Untuk itu sejumlah horja membentuk satu pemerintahan yang lebih besar yang
disebut Bius. Jadi dalam kaitan ini bius merupakan persekutuan masayarakat hukum
adat dalihan na tolu yang tertinggi.122 Adapun batas wilayah dari setiap
pemerintahan bius123 adalah sama dengan batas wilayah dari setiap harajaon huta
yang berada di bius.
Raja Bius Silindung didampingi oleh raja-raja huta dari kerajaan Bius
Silindung. Kerajaan Bius terletak sekitar lembah Silindung (Tarutung) yang
diperintah oleh seorang rajadari Siopat Pusoran (raja-raja Hutatoruan, Sitompul,
122Sangti B, loc.cit., 123Jalannya pemerintahan di dalam harajaonbius langsung dari Raja Bius
kepada raja-raja huta.Raja Biusbertanggung jawab atas keamanan dantunduk pada undang-undang yang sebagian besar bersumber pada adat dan keputusan-keputusan yang diambil atau ditetapkan dalam rapat-rapat rakyat.Selain itu, Raja Bius mempunyai tugas lain yaitu berupaya mendatangkan hujan pada saat kemarau panjang, berupaya agar panen bagus, atau menyelesaikan perselisihan antarhuta atau antar wilayah. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, raja dibantu oleh pengetua-tua adat dari rakyat biusdan oleh raja-raja huta. Jadi, berjalan nya pemerintahan kerajaan Bius tersebut telah menyerupai bentuk legislatif yang sederhana, sesuai dengan kondisi dan situasi pada situasi pada zamannya. Raja bius merangkap tugas selaku panglima tertinggi dalam kerajaan bius, oleh karena itu seorang raja bius adalah seorang prajurit. Dalam rapat tertinggi fungsi legislatif, maka raja hanya mengetahui adanya rapat dan ia hanya sekedar menjaga lancarnya sidang, sedangkan usul-usul sebagian besar datang dari pemuka-pemuka rakyat atau raja-raja adat dan dari raja-raja huta. Ada kalanya usul atau persoalan itu datang dari raja bius itu sendiri.Seorang raja bius dipilih langsung atau tidak langsung oleh rakyatnya.Dalam rapat-rapat telah diterapkan musyawarah untuk mufakat dengan pengertian mengambil suatu keputusan dari hasil suara terbanyak.O.L.Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta: 1972, hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara
Hutabarat, Sipaholon) dari keturunan Raja Mangalongsa (Mangaloksa).Kerajaan
Bius Silindung disebut juga Kerajaan Bius Martimbang.124
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pertahanan dan
keamanan dari bius maka harajaon bius bergabung dengan harajaon bius lain.
Untuk itu sejumlah “pemerintahan” bius kemudian meyatakan bergabung dengan
satu harajaon bius bakkara yaitu Kerajaan Dinasti Singa Mangaraja.Bakkara
memiliki dua kerajaan yaitu Harajaon Bius Bakkara atau Bius Sionom Ompu dan
Kerajan Dinasi Singa Mangaraja. Walaupun harajaon huta telah berkonfederasi
menjadi horja, harajaon horja menjadi bius dan harajaon bius masuk dalam Dinasti
Singamangaraja, tiap harajaon huta tetap menjadi daerah yang memiliki otonomi.125
Pemerintahan konfederasi dalam bentuk Harajaon (Huta, Horja, Bius dan
Dinasti) sekaligus melukiskan skema pembentukan struktur harajaon dalam
masyarakat Batak Toba tradisional yang dinyatakan dalam ungkapan Batak Toba
berikut: Marga do mula ni harajaon Huta (marga membentuk/berasal dari
pemerintahan/kerajaan Huta), Huta do mula ni harajaon Horja
(pemerintahan/kerajaan Horja bermula/berasal dari Huta), Horja do mula ni
harajaon Bius (pemerintahan/kerajaan Bius bermula/ terbentuk dari Horja), Bius do
124O.L.Napitupulu, op.cit., hlm.98. 125Ulber Silalahi, op.cit., hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
mula ni harajaon Toba (pemerintahan/kerajaan Batak Toba Bius bermula/terbentuk
dari Bius).126
Dari uraian diatas, terlihat adanya badan atau lembaga eksekutif yang
dipegang oleh raja bius dengan pembantunya, badan atau lembaga legislatif yang
beranggotakan raja-raja huta, raja-raja adat dan pemuka-pemuka rakyat, badan atau
lembaga yudikatif dipegang oleh raja adat yang erat hubungannya dengan raja bius
atau raja huta. Pelaksanaan keputusan peradilan menjadi tanggung jawab seorang
raja, dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang untuk pelaksanaannya.
126Ibid.,hlm.61.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG
Corak kota kolonial, sebagaimana didefinisikan oleh Peter J.M. Nas127
dipengaruhi oleh peranan proses kedatangan orang-orang Eropa sebagai akibat dari
pasca Liberalisasi Tahun 1870. Kondisi ini berpengaruh kuat pada perubahan tata
kota yang disesuaikan untuk mendukung aktifvitas sosial orang-orang Eropa
sebagai golongan yang dominan secara politik di kota pada masa itu.
Di kota Tarutung, kehadiran kolonisasi Barat dalam bentuk keagamaan,
militer, administrasi, dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan
Kota Tarutung. Kegiatan misionaris yang menyebarkan injil membutuhkan jaminan
keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman, di samping itu Pemerintah
Belanda juga memiliki kepentingan untuk dapat menjaga keamanan dan ketertiban
mayarakat pribumi. Kedua kepentingan ini menjadi saling berkaitan. Pemerintah
Belanda mendapat kemudahan karena kegiatan para zending secara tidak langsung
telah membuat kehidupan mayarakat menjadi lebih teratur. Berikut ini akan
diuraikan pengaruh kedatangan orang-orang Eropa, Jerman dan kolonial Belanda ke
Kota Tarutung yang membawa perubahan pada tata kota Tarutung.
3.1 Terbentuknya kota Tarutung
Perebutan monopoli dagang yang terjadi di pesisir barat Sumatera
berkembang karena adanya intrik antara sesama negara Barat Inggris dan
127Peter J.M. Nas 1986:7–9
Universitas Sumatera Utara
Belanda.128 Kedua negara seberang lautan ini unggul dalam percaturan politik,
ekonomi dan militer di Eropa setelah menggeser Portugis dan Spayol sesudah tahun
1588 dan mereka bersaing menguasai seluruh dunia, khususnya Asia Tenggara.
Kehadiran Inggris dan Belanda mempunya akibat yang besar dalam berbagai aspek
kehidupan terkhususnya di Sumatera.129
Setelah terjadi persaingan yang kuat, maka ditandatanganilah Perjanjian
London tahun 1824 oleh Inggris dan Belanda. Dalam perjanjian itu, Belanda
menyerahkan Melaka serta wilayah-wilayah jajahannya di India kepada Inggris dan
berjanji tidak akan menjalin hubungan dengan para pemimpin Melayu di
Semenanjung Melayu. Sebaliknya Inggris menyerahkan kepada Belanda wilayah-
wilayah miliknya di Sumatera dan berjanji tidak akan menetap di Sumatera atau
berhubungan dengan salah satu pemimpin di Sumatera.130
Hasil perjanjian itu membuat Belanda semakin leluasa memperluas wilayah
monopoli perdagangannya di Nusantara dalam kekuasaan Kerajaan Belanda. Nota
Van den Bosch merupakan program pemerintah kolonial Belanda, agar
menaklukkan daerah-daerah yang masih merdeka (onafhankelijke gebieden) di
128Sitor Situmorang, 1993, op.cit., hlm. 19. 129Bonar Sidjabat, Ahu Sisingamangaradja,Jakarta : Sinar Harapan, 1982,
hlm. 413. 130Daniel Perret, op.cit., hlm. 177.
Universitas Sumatera Utara
Nusantara supaya terbentuk daerah eksploitasi yang lebih luas untuk pengembangan
kekuasaan kolonialnya di bidang politik, ekonomi, dan militer.131
Sebagai langkah pertamanya dengan keputusan Komisaris Jenderal
Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 11 Oktober 1833, No. 310 dibentuklah
Battadistrict. Berdasarkan keputusan tersebut secara yuridis pemerintah Hindia
Belanda secara resmi menguasai tanah Batak, bersamaan dengan kekalahan kaum
Paderi pimpinan Tuanku Tambusai dari tentara Hindia Belanda di seluruh daerah
tanah Batak bagian selatan.132
Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa distrik Batak meliputi
disebelah selatan berbatasan dengan Rauo (bekas daerah kekuasaan Tuanku Rao,
pemimpin umum kaum Paderi). Di utara sampai ke daerah Singkil (Aceh) sampai
timur pantai Tapanuli yang menjadi wilayah kekuasaan Belanda.133 Belanda mulai
bergerak mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Perluasan
wilayah kolonial Belanda juga di lakukan pada kota-kota pelabuhan di daerah
pesisir Barat Tapanuli mulai dari Natal, Sibolga, Barus hingga Singkel. Pada
tahun 7 Desember 1842 berdasarkan Regerings Besluit Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, dibentuklah Keresidenan Tapanoeli yang merupakan bagian dari
Propinsi Pantai Barat Sumatera yang meliputi seluruh daerah pedalaman antara
131Bonar Sidjabat, op.cit., hlm. 414. 132Joustra, Batakspiegel, Leiden: Uitgaven van Het Bataksch Institut-
No.21, 1926, hlm. 31. 133N. Siahaan, Sejarah Kebudayaan Batak, Medan: C.V Napitupul dan Sons,
1964, hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
Aceh dan Minangkabau, yaitu Angkola Mandailing, Toba, dan Dairi-Pakpak dan
Pulau Nias. (tiga daerah yang terakhir masih belum dikuasai waktu itu).134
Walaupun distrik Batak telah diresmikan pembentukannya pada tahun
1833, namun secara de facto sebenarnya belum semua tanah Batak dapat dikuasai.
Sebagian besar wilayah Tanah Batak itu masih merdeka, masih dibawah pengaruh
Raja Sisingamangaraja XII. Belanda berusaha merebut dan merencanakan untuk
mengadakan persiapan aneksasi seluruh daerah batak merdeka, yang masih setia
kepada Sisingamangaraja XII dengan mengadakan perlawanan perang.135
Sisingamangaraja XII tidak menerima pendudukan Belanda atas sebagain dari
daerah Tanah Batak.
Pada tahun 1872, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Residen Tapanuli
Boyle yang berkedudukan di Sibolga berhasil memasuki wilayah Silindung
(Tarutung). Mengikuti jalan yang sudah dibuka oleh para zending dari Rheinische
Missionsgesellschaft yang masa sebelumnya di kawasan ini telah ada upaya untuk
menyebarkan agamanya pada penduduk setempat. Bagi pemerintah kolonial
Belanda, pengembangan agama Kristen di pedalaman Tapanuli ini akan
memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya. Mereka terus berusaha untuk
meluaskan kekuasaannya ke dataran tinggi Toba (hoogvlake van Toba).136
134Sitor Situmorang, op,cit., hlm. 20. 135Bungaran Simanjuntak, 2011,op.cit.,hlm. 52. 136Mohd. Yusuf Harahap, Dkk,, Sumatera Utara Dalam Lintasan
Sejarah, Medan, 1994, hlm.148.
Universitas Sumatera Utara
Mereka membentuk sebuah rencana dengan taktik psy-war atau perang urat
syaraf untuk dapat menguasai Tarutung, Pearaja dan kampung-kampung sekitarnya.
Untuk dapat melaksanakan taktik tersebut, maka daerah Silindung (Tarutung) dan
sekitarnya (Silindung en Omstreken) akan dimasukan terlebih dulu di bawah
kekuasaan Belanda dan dijadikan daerah gubernemen atau gouvernements-gebiel
dibawah resident Tapanuli.137 Penguasaan Tarutung secara hukum diumumkan
dengan resmi oleh pemerintah Belanda di Sibolga bahwa dalam Regerings Besluit
1876 daerah Silindung (Tarutung) termasuk daerah Gubernemen yang harus patuh
pada putusan-putusan pemerintah yang ditentukan oleh Residen Sibolga.138
3.2 Tarutung Pusat Pemerintah Kolonial Belanda
Dalam perkembangan selanjutnya kota Tarutung beralih secara bertahap ke
tangan penguasa militer dan administrasi Belanda mulai tahun 1878.139 Maka dalam
Staatsblad No. 353 bahwa kota Tarutung pada tahun 1879 ditetapkan sebagai
tempat controleur Onderafdeling Silindung.140 Di daerah administratif tersebut,
137 A. Sibarani, Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII,
Jakarta: Ever Ready Ltd, 1979, hlm. 40. 138Regerings Besluit,1876 139Ibid.,hlm. 240. 140Staatsbladvan Nederlands Indie1879, No. 353.
Universitas Sumatera Utara
Belanda menempatkan seorang kontrolir yang diberi perintah untuk menjalankan
berbagai aktivitas pemerintahan kolonial.141
Kontrelir Howel didampingi oleh Kapten Scheltens dengan beberapa
pengawal diperintahkan ke Pearaja (Tarutung) untuk melaksanakan tugas yang
sudah direncanakan. Mereka menjumpai dan mempengaruhi Nomensen dan raja-
raja Batak Kristen di Tarutung seperti R.Pontas Lumbantobing, R.Djuara agar
mendukung Belanda dengan mengabarkan berita bahwa pasukan-pasukan
Sisingamangaraja XII akan melakukan pemberontakan dengan merusak dan
membakar gereja-gereja. Waktu itu telah ada bangunan-bangunan gereja yang
sederhana. Howel menambahkan, bahwa pasukan itu akan merampok harta di
setiap kampung dan akan adanya peperangan di Tanah Batak.142
Kondisi yang aman dan tentram yang biasanya meliputi alam kehidupan di
kampung perdamaian Huta Dame dan sekitarnya di Tarutung berubah menjadi
suasana yang mencurigai dengan timbulnya perselisihan-perselisihan karena
perbedaan pendapat antara raja-raja dan tokoh-tokoh terkemuka dalam
masyarakat. Politik devide et impera dari Residen Boyle berhasil memecah belah
raja-raja di Tarutung. Raja-raja dan para kepala huta yang beragama Kristen
141Sitor Situmorang, 2009, op.cit.,hlm.311. 142O.L.Napitupulu, op.cit.,hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
mengadakan musyawarah besar dan memutuskan untuk mendukung kekuasaan
Belanda.143
Belanda memanfaatkan situasi perselisihan tersebut dengan
mengetengahkan diri sebagai pembela dan pelindung pengikut-pengikut agama
Kristen, untuk melaksanakan wig politik merdeka. Pemerintah Belanda menjamin,
bahwa mereka akan melindungi semua raja-raja dan semua pengikut-pengikutnya
dari raja-raja yang belum masuk agama Kristen serta pasukan Sisingamanagraja
XII.144
Tindakan yang dilakukan Belanda ternyata membuat Sisingamangaraja XII,
yang merupakan penguasa atas wilayah tersebut menjadi marah dan tidak menerima
pendudukan Belanda. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para pejuangnya untuk
menyerang daerah tersebut sebagai upaya untuk menunjukkan perlawanan rakyat
terhadap keberadaan pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII melatih kira-kira 100
pemuda sehat dan besar untuk menjadi komandan. Penduduk dikerahkan untuk
dilatih memanggul senjata yang terdiri atas tombak, pedang, dan golok. Penyerangan
yang dilakukan oleh Sisingamangaraja XII ternyata membuat Belanda khawatir,
sehingga memutuskan untuk melakukan pengejaran terhadapnya sampai ke daerah
Bakara yang menjadi tempat tinggal Sisingamangaraja XII.145
143A. Sibarani, op.cit., hlm. 47. 144loc.cit. 145Daniel perret, op.cit., hlm. 239.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran kolonial Belanda yang ingin memperluas daerah kekuasaannya
sangat berpengaruh terhadap masyarakat Tarutung. Pemerintah kolonial yang ingin
menguasai daerah-daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih
merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada waktu
itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan jawaban
terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak. Pada Tahun
1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang pada
umumnya adalah orang Batak Toba, dengan tujuan untuk membantu Belanda
mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial Belanda.146
Di sebelah Barat lembah Tarutung dibangunlah perkampungan Simaung-
maung, yang terhubung ke pebukitan tangsi arah ke kota. Lokasi tangsi ini dijadikan
sebagai tangsi militer. Dibangun asrama militer dan perkantoran, yang masih
digunakan hingga sekarang. Di dalam benteng tersebut kemudian berkembang
permukiman awal komunitas orang-orang Belanda.147 Benteng kompeni di pusat
kota Tarutung didirikan di (sekarang Jalan Sudirman) yang sekarang disebut
Tangsi.148 Seperti halnya pola penaklukan kompeni setelah menguasai suatu daerah,
146Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.50.
147Handinoto dan Paulus H. Soehargo, Perkembangan Kota dan
Arsitektur Kolonial Belanda di Malang, Yogyakarta, 1996, hlm. 15. 148Sebutan “Tangsi” dinamai sejak penjajahan Belanda dulu sebagai
kawasan pembenahan pembangunan langsung ke jalan Afdeeling yang berhubungan langsung ke jalan Arteri-Primer jalan Sisingamangaraja Kota Tarutung.
Universitas Sumatera Utara
maka langsung didirikan suatu bangunan benteng yang bertujuan untuk memperkuat
kedudukannya.
Lokasi tangsi ini sejak zaman Belanda dijadikan sebagai tangsi militer. Di
sana dibangun asrama militer dan sekarang asrama militer berganti menjadi kantor
polisi Tapanuli Utara di (jalan Letjend Suprapto). Setelah menjadikan Tarutung
sebagai bagian penting dari pemerintahan kolonial, Belanda mulai memperkuat
posisinya di wilayah tersebut dengancara mendatangkan tangsi militer yang lengkap
dengan alat persenjataanya. Tangsi militer Belanda di Tarutung juga mendapatkan
bantuan berupa perlengkapan persenjataandari Residen Boyle di Sibolga.
Foto 2. Tangsi Militer Belanda di Tarutung
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, KITLV 405560
Ramainya suatu pemandangan berwarna hijau yang diperlihatkan oleh
serdadu-serdadu Belanda ketika mondar-mandir di pasar Tarutung dengan
mengosongkan beberapa perkampungan rakyat untuk tempat beristirahat dan
Universitas Sumatera Utara
menginap bagi tamu serdadu-serdadu Belanda pada saat menunggu diberangkatkan
ke Siborong-borong sebagai bukti penguasaan Tarutung oleh kolonial Belanda.149
Pada 1890 setelah kekuasaan kolonial Belanda sudah cukup kuat di Tarutung
sehingga membentuk daerah administratif di kota Tarutung dengan nama Afdeeling
Silindung dengan Staatsblad No. 91, yang dipimpin oleh seorang asisten
residen.150 Pemerintah kolonial kemudian menunjuk Ypes yang merupakan seorang
pejabat tinggi Belanda sebagai Asisten Residen di Tarutung.151
Letak kantor asisten residen masih sederetan dengan tangsi. Perkantoran
Belanda sekarang berganti menjadi kantor bupati Taput di Jalan Soeprapto No 1
Tarutungdan di depan kantor tersebut berdiri Tugu Sisingamangaraja XII menjadi
salah satu ikon kota Tarutung. Dan masih sederetan dengan tangsi, di bagian paling
ujung arah Siwaluompu berdiri RSU Tarutung yang dibangun oleh kolonial Belanda
yang sekarang tepat berhadapan dengan jembatan Naheong pintu masuk ke kota
Tarutung dari arah Timur.
Dengan kondisi tersebut, semakin tampak usaha Belanda untuk menjadikan
Tarutung sebagai lokasi bagi pasukan militernya. Lokasi yang dijadikan oleh
Belanda sebagai markasnya militernya merupakan “jantung-nya” Rura Silindung
149O.L.Napitupulu,op.cit.,hlm.190. 150Staatsbladvan Nederlands Indie1890, No. 91. 151Sitor Situmorang, 2009,op.cit., hlm.69-70.
Universitas Sumatera Utara
yang terletak pada persimpangan jalan menuju Sibolga, Sipaholon, Siborong-borong,
Pahae dan jurusan-jurusan lain yang mengarah kekampung-kampung.152
Dampak lain dari pembentukan daerah administratif yang dilakukan Belanda
terhadap Tarutung tidak hanya menjadikannya sebagai bagian dari negara kolonial
Hindia Belanda, tetapi juga mengubah kawasan yang sebelumnya memiliki berbagai
sistem dan tradisi politik menjadi satu kesatuan politis. Perubahan tersebut dapat
dilihat dari diperkenalkannya struktur birokrasi yang sebelumnya tidak dikenal
dalam konsep politik tradisional masyarakat setempat. Munculnya struktur birokrasi
kolonial ternyata berdampak terhadap hilangnya keberadaan fungsi lembaga-
lembaga politik tradisional.153
Dengan berkuasanya Belanda, keadaan politik di daerah-daerah tepi barat
daya dan selatan Danau Toba juga ikut berubah. Berbeda halnya dengan residentie
Pesisir Timur, residentie Tapanuli diperintah langsung oleh pemerintah Batavia,
tanpa melibatkan Zelfbestuur setempat. Pada mulanya, satuan masyarakat di utara
Tapanuli yang menurut pegawai pemerintah kolonial dianggap tepat untuk
menjalankan fungsi politik adalah Horja.154 Horja yang cukup besar menjadi
152Ibid., hlm.150. 153Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatra, Yogyakarta: Ombak,
2007, hlm.326. 154Horja adalah bentuk kerja sama antara keturunan dan pendatang yang
terbentuk oleh kelompok marga raja yang mempunyai pengaruh besar. Dalam sistem Pemerintahan Bius, tiap horja memilih dan mengutus para wakilnya menjadi anggota dewan secular Bius, serta menjadi pendeta/perbaringan untuk duduk dalam organisasi perbaringan, lihat Sitor Situmorang, op.cit., hlm. 48-49.
Universitas Sumatera Utara
hundulan dan dikepalai oleh seorang raja ihutan. Horja-horja yang terlalu kecil
digabungkan untuk membentuk suatu hundulan.155 Raja ihutan menjadi semacam
pegawai pemerintah pribumi,sehingga memiliki posisi yang kurang nyaman ketika
berhadapan dengan rakyat. Secara bersamaan, di dalam hundulan, pemerintah
berusaha menghapuskan jabatan pemimpin huta dengan menggabungkan mereka ke
dalam kelompok-kelompok yang dipimpin kepala kampung. Sedikit demi sedikit,
para raja huta mulai kehilangan pengaruh dan posisi mereka mulai mengalami
kemunduran.156
Berbagai kemunduran yang dialami oleh raja di Tarutung tidak lepas dari
kuatnya pengaruh pemerintah kolonial. Pengaruh tersebut secara perlahan-lahan
telah menghilangkan kebiasaan tradisional penduduk setempat sehingga akhirnya
mulai menghilang. Di bawah kekuasaan pemerintah kolonial dikenalkan sistem baru
yang dianggap lebih canggih dan cepat sehingga dapat diterima oleh penduduk
setempat.
Pada akhirnya, penempatan Tarutung sebagai tempat pusat militer pasukan
kolonial ternyata ikut mengembangkan kawasan tersebut menjadi wilayah yang lebih
maju. Keberadaan pasukan militer Belanda ternyata memiliki daya tarik tersendiri
bagi masyarakat Tarutung, sehingga banyak rakyat datang ke kota tersebut dan
155Hundulan yaitu penggabungan horja-horja yang terlalu kecil menjadi horja yang besar yang di kepalai oleh seorang raja ihutan.Dalam pemerintah kolonial, raja ihutan menjadi semacam Pegawai Pemerintah Pribumi yang harus berhadapan dengan rakyat. Secara bersamaan, pemerintah kolonial ingin menghapus jabatan pemimpin yang mereka pegang dan menggabungkannya dalam kelompok yang di pimpin kepala kampung, lihat Daniel Perret, op.cit., hlm.240.
156 Gusti Asnan, Ibid., hlm.240.
Universitas Sumatera Utara
membuka berbagai aktivitas baru baru. Secara perlahan-lahan berbagai kegiatan
masyarakat membuat kota Tarutung menjadi ramai dan berdampak pada upaya
untuk meningkatkan berbagai infrastruktur di dalamnya.
3.3 Kedatangan Zending di Tarutung
Gerakan Zending didasari oleh perkembangan keyakinan di Eropa. Para
penganut ajaran Kristen memiliki keyakinan bahwa kesuksesan di dunia merupakan
indikator bagi kesuksesan di akhirat (Etika Protestan). Keyakinan ini menjadi dasar
bagi orang Kristen untuk melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Keyakinan ini
kemudian memunculkan berbagai gerakan Pekabaran Injil yang biasa disebut
dengan istilah organisasi zending. Organisasi ini berusaha melakukan kebaikan
dengan menyebarkan kabar Kristus sebagai juru selamat.
Para penginjil dari dunia Barat membuka lapangan penginjilan di Tanah
Batak sekalipun informasi tentang keadaan daerah tersebut masih sangat kurang.
Pelabuhan di pantai Sumatera bagian Barat seperti Padang, Natal dan Sibolga
merupakan jalur untuk masuk nya zending dari Barat (Eropa dan Amerika).
Kegiatan zending berawal dari percobaan Kristenisasi di Sumatera bagian utara yang
berlangsung sebelum 1820 ketika Sir Stamford Raffles bertugas menjadi Gubernur
di Bengkulu. Usaha tersebut dilakukan oleh Baptis Inggris yang mengutus tiga orang
penginjil, yaitu Richrad Burton, Nathanael Ward dan Evans. Selanjutnya dari
Sibolga mereka berpencar menuju daerah pelayanan masing-masing, dimana Evans
pergi ke Tapanuli Selatan sedangkan Tuan Burton dan Nathanael Ward bersama-
Universitas Sumatera Utara
sama menuju ke wilayah lembah Silindung dengan ahli-ahli ilmu bahasa yang
bergabung dengan badan penginjil sebelum menuju Tapanuli.157
Misi kedua para misionaris yaitu dari sebuah badan Zending yaitu American
Board Of Commissioners for Foreign Missions (ABCFM) mempunyai perhatian
pula terhadap usaha zending di Sumatera. Pada tanggal 13 Mei 1834 dikirimlah
Henry Lyman dan Samuel Munson dan mereka menuju Sibolga melalui Nias dengan
menyewa perahu layar. Tanggal 17 Juni mereka menginjakkkan kaki di Tanah
Sibolga. Mereka meniru hal yang dilakukan oleh Burton, tetapi mereka kemudian
dibunuh oleh penduduk di wilayah pedalaman di dekat Sakka dalam perjalanan
mereka ke lembah Silindung.158
Walaupun mereka ini belum berhasil membuat penduduk Batak Toba
menerima Injil, dan belum banyak memberikan perubahan dalam hal perkembangan
sosial dan budaya masyarakat Tarutung bahkan perkembangan kota yang masih
tetap dengan kota tradisional Batak Toba, namun usaha mereka tidaklah sama sekali
sia-sia. Catatan perjalanan mereka maupun traktat-traktat dan terjemahan bagian-
bagian Alkitab yang telah mereka upayakan kelak membawa manfaat besar bagi
para pelanjut usaha mereka. Dapat memberikan gambaran aktifitas kehidupan
masyarakatnya Batak Toba yang sudah memiliki sistem sosial, politik, budaya,
agama dan bentuk kota tradisionalnya yang terbentuk dan wujud yang asli termasuk
di Tarutung, Silindung.
157Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178
158Hoveker en Zoon, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
Selain para zending, seorang ahli bahasa yang memanfaatkan karya ahli
lingustiknya yaitu Herman Neubronner van der Tuuk juga pernah mengunjungi
Tanah Batak. Ia mengadakan penelitian di Tanah Batak dan pada tahun 1848
menerjemahkan sebagian Perjanjian Baru ke dalam bahasa Toba dan menyusun
sejumlah literasi mengenai bahasa, aksara, dan sastera Batak.159 Walaupun Van der
Tuuk bukan seorang zendeling, melainkan seorang linguis penganut Humanisme,
namun karya-karyanya sangat banyak menolong para zending lain yang ingin
menginjili di Tanah Batak. Bahkan para zending dapat belajar berbahasa Batak
termasuk zending RMG.160
Rheinische Missions-Gesellschaft merupakan sebuah misi Jerman yang
memusatkan perhatian ke benua Asia dan Afrika dan mendidik para penginjil di dan
berpusat di Barmen, di daerah Rheinland.161 Pada tahun itu memang gerakan misi
159 H.N van der Tuuk lahir di Malaka tahun 1824. Ayahnya ketua weeskamer
dan Raad van Justitie Surabaya. Ia dikirim ke Belanda tahun 1837 dan awalnya belajar ilmu hukum sebelum belajar linguistik. Ditugaskan oleh Nederlandsche Bijbelgenootschap untuk menterjemahkan Alkitab dalam bahasa “Batak”, ia berangkat ke Sumatra tahun 1848, setelah mempelajari manuskrip “Batak” di British Museum London. Karyanya dibaca luas di Eropa dan menarik badan penginjil disana. Ia menjadi orang Eropa yang pertama diketahui melihat Danau Toba. Peristiwa ini terjadi tahun 1853. Van der Tuuk tinggal di daerah itu selam 10 tahun sebelum kembali ke Belanda dan menerbitkan sejumlah karangan tentang bahasa-bahasa “Batak”, khususnya kamus Batak-Belanda pertama. Setelah itu, ia menaruh perhatian pada bahsa-bahasa Nusantara lain. Lihat Ramlan Hutahaean, Tetap Di Dalam Kristus Sejarah 150 Tahun HKBP Dalam Gambar, Tarutung: Pearaja, 2011, hlm. 30.
160Jan SAritonang, op.cit., hlm. 7. 161Lembaga zending Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) didirikan pada
tahun 1828.Medan zending RMG di Afrika (mulai tahun 1829), Cina (mulai 1846),
Universitas Sumatera Utara
tersebut mendirikan empat cabang di Selatan Danau Toba, di daerah-daerah yang
masih belum beragama monoteis (Sipirok, Waringan, Bungabanda dan
Silindung).162 Zending RMG menyadari bahwa penginjilan di daerah masyarakat
pesisir atau yang sudah dikuasai Belanda kurang berhasil dijalankan karena
penduduk daerah itu sebagian besar sudah beragama Islam. Sebab itu mereka segera
mengambil keputusan untuk mulai bekerja di pedalaman Tanah Batak dan hingga
tiba di Tarutung yang oleh pemerintah kolonial disebut daerah merdeka
(onafhankelijk gebied). Zending RMG kemudian membuka penginjilan baru di
Sumatera yang dinamakan Battakmision atau Mission-Batak.
Pada tanggal 7 Oktober 1861 dibuka suatu daerah penginjilan baru di
Sumatera, “Bataklanden” atau Tanah Batak. Daerah penginjilan baru ini di beri
nama “ Battamission” yang kemudian disebut “ Batak mission “ atau “Mission –
Batak “.Batakmission dalam hal ini berarti himpunan dari seluruh para utusan
RMG di Tanah Batak beserta asetnya yang mencakup seluruh pargodungan dan
jemaat serta pelayan pribumi. Tanggal lahir Batak Mission di tentukan pada 7
Oktober 1861 bertepatan dengan tanggal dari rapat pertama para penginjill utusan
Kalimantan (1836-1859) dan Sumatera (mulai 1861).Bagi misi ini, di Indonesia mereka berkarya di Kalimantan tetapi akibat perang Banjar beberapa misionaris mereka terbunuh. Situasi itu mendorong RMG untuk mengalihkan perhatian ke tanah Batak.
162Daniel Perret, op.cit., hlm. 179.
Universitas Sumatera Utara
RMG di Tanah Batak. Hari lahir Batak Mission tersebut disambut pengurus sending
RMG (Rheinischen Missions- Gesellschaft) di Jerman dengan rasa sukacita.163
Para zending RMG menentukan tempat pelayanan di Tanah Batak. Yaitu
Klam mermenerima Sipirok sebagai tempat pelayanan; Betz di Bungabondar yang
tidak jauh dari Sipirok; sedangkan Van Asselt dan penginjil muda Heine merintis
penginjilan di bagian Utara Tanah Batak yang masih bebas dari pendudukan kolonial
Belanda. Setelah pembukaan tersebut, tidak lama kemudian I.L. Nommensen
bergabung dengan mereka. Sejak awal pendiriannya, para misionaris telah
menargetkan daerah Toba dan Silindung yang padat penduduknya sebagai wilayah
penginjilan. Sementara pemerintah kolonial tampak tidak bersikap anti-zending,
tetapi sebaliknya mereka sangat mendukung upaya penginjilan.164
Kegiatan organisasi zending ini sempat mengalami perpecahan dengan
jemaat Kristen pribumi. Permasalahan ini kemudian dapat diatasi setelah organisasi
zending melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi melalui pelayanan
pendidikan dan kesehatan. Para Zending menjadikan pelayanan kesehatan sebagai
sebuah metode dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi. Ketika
pelayanan kesehatan ini dapat diterima oleh masyarakat, usaha zending pun dapat
dilakukan dengan lebih efektif.
163Jubil Raplan Hutauruk, 2001,op.cit.,hlm. 4. 164Ibid., hlm. 42.
Universitas Sumatera Utara
Setelah kedatangan Batakmission, terjadi kemajuan pesat di Tanah Batak
secara keseluruhan. Kemajuan yang terjadi di Tanah Batak antara lain terutama
berlangsung dalam hal peningkatan pelayanan yang dilakukan para zending
terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan dinilai sangat efektif sebagai
langkah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi sekaligus untuk
mempermudah aktivitas mereka. Sistem pendidikan menjadi sarana stratifikasi sosial
yang membuka peluang terutama pada golongan rendah seperti hatoban (budak),
dan kesehatan modern untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.165
Misi zending RMG yang melahirkan peradaban baru di Tarutung
diberitakan dalam surat kabar Algemeen Handelsblad yang mengabarkan
peningkatan pelayanan zending RMG yang berkembang di Tanah Batak. Sebuah
karya yang memiliki arti besar bagi orang-orang Batak yang energik.
3.3.1 Pendirian Huta Dame
Kegiatan zending RMG di Tarutung berawal pada saat Ingwer Ludwig
Nommensen pindah ke lembah Silindung, Tarutung tahun 1864 dengan bantuan
raja Pontas Lumbantobing.166 Pada tanggal 29 Mei 1864, dibangunlah sebuah
huta (kampung), yang diberi nama Huta Dame di Saitnihuta Tarutung oleh
Nomensen yang menjadi pioner yang membangun kampung orang-orang Batak
165loc.cit. 166Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam
Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
Toba yang telah menerima agama Kristen.167 Pembangunan kampung tersebut
dicirikan dengan adanya tembok yang mengelilingi kampung tersebut. Tujuan itu
adalah untuk melindungi huta tersebut dari serangan raja-raja yang menolak
kehadiran Nomensen. Kampung ini berkembang dengan penduduk nya yang
menerima ajaran RMG.
Foto 3. Huta Dame
Sumber : Kunjungan langsung penulis ke Tarutung 16 Februari 2018
Untuk memulai misinya, Nommensen membangun hubungan baik dengan
penguasa-penguasa pribumi seperti Raja Singa Mangaraja XII. Sesuai dengan
pernyataan Sangt168 bahwa terbukti, dengan dibiarkannya Nommensen, melakukan
kegiatan-kegiatan yang serius di Tarutung sejak bulan Mei 1864.
167Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen: NV Me to Exp, 7 Juni 1939, edisi 44 No. 119.
168Sangti, Batara, Sejarah Batak, Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen Di tanah Batak, Jakarta: Gunung Mulia,1977, hlm.344.
Universitas Sumatera Utara
Di Huta Dame, Nommensen mulai mengajari penduduk tentang kesehatan,
seperti merebus air, mencuci pakaian, membuat WC dengan tujuan agar penduduk
kampung menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit kolera. Pada bulan Maret
1866 di daerah kampung-kampung sekitar Saitnihuta timbul epidemi cacar hitam
yang menimbulkan banyak korban, setiap satu hari terdapat 20-30 anak-anak yang
meninggal. Di Huta Dame, kampung yang didirikan oleh Nommensen tidak seorang
pun yang meninggal.169 Pedersen juga menyinggung hal ini dalam bukunya bahwa
berpuluh-puluh anak dari kampung tetangga yang meninggal, tetapi tidak ada
seorang pun dari penghuni Huta Dame yang meninggal. Melihat hal tersebut banyak
penduduk kampung sekitar Saitnihuta membawa anak-anaknya yang sakit ke Huta
Dame untuk berobat.170
3.3.2. Pembangunan Gereja
Pembangunan gereja juga memiliki nilai yang penting bagi masyarakat
Tarutung sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah. Gereja Batak berkembang
dengan mandiri, dan banyaknya jumlah penduduk Batak yang menjadi jemaat di
gereja sebanyak 30.000 pada tahun 1930, dan bertambah lagi lebih dari 300.000.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh baptisan anak-anak anggota jemaat dalam
jumlah 14.500, signifikansi yang lebih besar adalah bahwa 10.500 orang kafir
169Simon D Harianja, op.cit., hlm.83. 170Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, terj. Maria Sidjabat &
W.B Sidjabat, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1975, hlm. 58.
Universitas Sumatera Utara
beralih ke agama Kristen. Pendidikan juga berkembang, mencapai 480
pembangunan sekolah dengan 780 guru dan 35.684 murid.171
Mayoritas penduduk Tarutung merupakan pemeluk agama protestan,
sehingga salah satu kebutuhan bagi penduduknya ialah pembangunan gereja. Rura
Silindung (Tarutung) yang berada pada ketinggian 900 meter sudah sejak lama
penduduknya memeluk agama Protestan. Bangunan Seminarium Sipaholon yang
terletak di lereng utara Silindung dan kompleks pusat HKBP di Pearaja yang
letaknya di lereng barat di ambang jalan menuju Sibolga, terbentang sebuah
panorama yang tampil bagaikan Tanah Perjanjian. Hampir di setiap huta, yang
terpancar di tengah tanah-tanah pertanian, menjulang menara-menara gereja, bahkan
ada huta-huta yang memiliki dua dua-tiga buah gereja.172
Nomensen mendirikan gereja di Pearaja yang merupakan tanah sumbangan
yang diberikan oleh Raja Pontas. Lokasi ini juga dipilih karena letaknya yang diatas
bukit dan tidak akan banjir oleh luapan air sungai. Jumlah anggota jemaat di gereja
Pearaja 18.000 anggota.173 Penduduk kampung dengan rela bergotong royong
untuk mendirikan Gereja di Pearaja. Jemaat laki-laki dengan sukarela mencari kayu
ke hutan dan wanita dan anak-anak juga berpartisipasi. Sebagian peralatan
bangunan dari Gereja masih dapat difungsikan dan diangkat kebukit Pearaja.
Beberapa tiang masih ada yang dapat dipergunakan . Nommensen sangat gembira
171P. den Hengst and Son,Algemeen Handelsblad, Amsterdam, 22 September 1931, Edisi 104 No.33980
172R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.87. 173Loc.,cit
Universitas Sumatera Utara
melihat keseriusan dan semangat gotong-royong para penduduk atau jemaat yang
dengan rela memberikan waktunya dan tenaganya. Maka dari tahun 1872, gereja
yang ada digedung Huta Dame Saitnihuta resmi pindah ke Pearaja baik bangunan
Gereja serta Inventaris yang ada serta seluruh anggota jemaat. Dengan kata lain
Gereja HKBP Pearaja yang sekarang ini sebelumnya berada di gedung Huta Dame
Saitnihuta,maka sejak tahun 1872 yang menjadi pusat perkabaran injil di tanah Batak
adalah Pearaja.
Foto 4. Pembangunan Gereja Pearadja
Sumber:Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara No.Foto 934/68
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Pembangunan Rumah Sakit
Pembangunan rumah sakit di kota Tarutung sebenarnya telah dilakukan oleh
para zending pada awal kedatangan mereka ke wilayah tersebut. Meskipun
demikian, perkembangan rumah sakit di Tarutung mengalami peningkatan pesat
sejak kehadiran Belanda. Bagi masyarakat Tarutung, adanya rumah sakit sangat
membantu mereka. Hal tersebut disebabkan oleh adanya wabah penyakit menular di
wialayah tersebut. Salah satu sumber penyakit yang kerap menyerang penduduk
setempat adalah wabah kolera. Wabah penyakit kolera ini menular di wilayah
Tarutung. Melihat kondisi inilah Batakmission perlu melakukan pelayanan
kesehatan, sehingga semakin mempermudah usaha zending memerangi praktek
pengobatan datu yang dinilai keliru.174
Foto 5. Rumah sakit dan rumah zending RMG tahun 1930
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, KITLV 405563
174SimonD. Harianjadkk, op.cit.,hlm.100.
Universitas Sumatera Utara
Rumah sakit dibangun di Pearaja (Tarutung), dibangun oleh seorang tenaga
dokter medis Dr.Julius Schreiber dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 2 Juni
1900.175 The Rheinische Mission Gesellschaftet membangun rumah sakit dengan
klinik rawat jalan di Pearaja, pantai Barat Sumatra. Dalam surat kabar De Sumatera
Post176 juga dilaporkan bahwa Dr.Schreiber pada hari pertama membuka klinik
rumah sakitnya hanya ada dua pasien. Di hari kedua bertambah menjadi enam belas
orang yang membutuhkan bantuan medis. Kemudian pada hari kelima belas
bertambah banyak menjadi seratus pasien yang dirawatnya. Dr. Schreiber hanya
membawa sedikit peralatan medisnya. Hanya alat-alat medis yang paling penting
lah yang ia bawa. Persediaan obat sangat terbatas. Gambaran kondisi rumah
sakitnya pun masih sederhana. Hanya ada meja praktek yang terdiri dari kursi dek.
Pada Januari 1902, Dr. Winkler, ditugaskan juga ke rumah sakit Pearadja Tarutung.
Kedua dokter medis inilah yang merintis pembangunan rumah sakit serta
meningkatkan pelayanan medis dengan menggunakan metode pengobatan baru yang
175Johannes Winkler, Im Dienst der Liebe.Das Missionshospital in Pearaja 1900-1928, Barmen im Jubileumsjahr 1928, hlm.7 (seterusnya disingkat J.Winkler 1928). Terjemahan bebasnya ke dalam bahasa Indonesia:”Dalam Pelayanan Kasih. Rumah Sakit Zending di Pearaja 1900-1928.” Ditulis dalam rangka Jubileum Rumah Sakit Pearaja 28 tahun.
176De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No.
214, hlm .5.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan diagnosa penyakit, dan juga dengan melakukan upaya penerangan serta
penyuluhan langsung kepada masyarakat desa.177
Disamping Rumah Sakit, dibuka pula poliklinik semacam pusat kesehatan
masyarakat. Di Tarutung terdapat tiga poliklinik, yang pertama dibuka di daerah
kampung Hutabarat oleh Dr.med. Julius Schreiber tahun 1911, sebagai bagian dari
rumah sakit induk Pearaja. Alasan mendirikan poliklinik tersebut karena kondisi
jumlah pasien dari di setiap desa seperti kampung Hutabarat hanya 270 orang setiap
tahun, padahal jaraknya menuju Pearaja cukup jauh. Pada tahun 1912 dibuka lagi
poliklinik di Pansurnapitu, dilayani oleh dua orang suster Jerman. Poliklinik yang
ketiga di Simorangkir tahun 1913. Dengan dibukanya poliklinik ini semakin
dibutuhkan tenaga para pelayan pribumi, para perawat pribumi.178
Foto 6. Poliklinik di Pearaja
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara No.Foto 935/5
177I.R. Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857-2011),
Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm.46. 178Ibid.,hlm.47.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Zending Pearaja
dapat berjalan lancar juga didukung oleh sikap simpati dan rasa tanggungjawab
pemerintah kolonial Belanda. Tarutung sejak 1878 sudah berada di bawah
pemerintahan dan administrasi pemerintah. Pemerintah Belanda memberikan
bantuan dana seiring dengan peraturan pemerintah tentang kesehatan penduduk.
Pada tahun 1919 Rumah Sakit Zending Pearaja menerima bantuan dari pemerintah
Belanda sejumlah 75% dari pengeluaran pembangunan fisik Rumah Sakit tersebut
yang digunakan sepanjang tahun 1913-1918, berjumlah fl 4349,42. Bantuan tersebut
dipergunakan untuk melanjutkan pembangunan yang dibutuhkan serta pengadaan
alat-alat medis lainnya.179
Melihat kondisi penduduk Tarutung yang sering menderita penyakit kolera
dan disentri maka RMG melakukan tindakan dengan memindahkan Rumah Sakit
Zending Pearaja. Pemindahan ini dilakukan karena lokasi Rumah Sakit Zending
Pearaja yang jauh diatas bukit sehingga menyulitkan penduduk yang kampung nya
jauh. Surat Kabar De Sumatra Post Van Maandag mengabarkan peristiwa
pendirian Rumah Sakit Tarutung yang baru pada tahun 1932 dan dipindahkan ke
daerah yang lebih luas dan strategis di Tarutung. Jumlah para pelayanRMG dan
pribumi yaitu terdapat 4 dokter, 12 perawat, 70 perawat mantri, 25-30 perawat
murid,15-20 bidan, 60 bidan pribumi yang masih belajar. Untuk tenaga pelayan
179J.Winkler, Im Dienst der Liebe: Das Missionshospital in Pearaja 1900-1928, Barmen: im Jubileumsjahr 28,1928, hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
dibagian dapur, tempat mencuci, dan yang lain adalah pekerja yang tidak terlatih
atau pribumi yang lebih rendah. Rata-rata per tahun pasien klinik rawat jalan selama
empat tahun terakhir berjumlah 77.412 dan rata-rata per tahun untuk pasien yang
hanya konsultasi yaitu 270.812, umumnya pasien ini pasti penyakitnya sembuh.180
Perkembangan rumah sakit di Tarutung berjalan baik dan diterima oleh
penduduk dengan datang untuk berobat ke rumah sakit. Dalam Kolonial Verslag
1930 dilaporkan fasilitas yang telah disediakan di Rumah Sakit Tarutung. Rumah
sakit memiliki kapasitas rawat inap dengan 92 tempat tidur dan 10 tempat tidur
anak-anak. Sejak 1929 10 tempat tidur telah ditambahkan dengan menggunakan
rumah perawat. Pada tahun 1931 awal akan dibuat dari total bangunan baru. Pada
tahun 1930 di rumah sakit bekerja 2 dokter Eropa, 2 perawat Eropa, 7 perawat
pribumi, 16 perawat pupul dan 20 pembantu perempuan tambahan, yang juga dilatih
dalam kebidanan. Sebuah buku pelajaran dalam bahasa Batak sedang dipersiapkan
untuk para bidan yang sedang dilatih. Laporan statisitik resmi pasient pria adalah
1.262 dan 1.060 pasien wanita, dan rata-rata 103.2 pasien rawat inap per hari. Di
rumah sakit terdapat 96 anak yang dilahirkan. Operasi bedah dilakukan 449 kali.
Kondisi pasien yang meninggal, yaitu 24 pasien pria dan 28 pasien wanita.
Konsultasi pasien rawat jalan adalah 18.147 dan 8.620 pasien baru (rata-rata pasien
180De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No. 214, hlm .5.
Universitas Sumatera Utara
per hari untuk rawat jalan 88,1 dan 41,8 pasien baru)ada 3 klinik rawat jalan yang
dikunjungi pasient setiap bulan.181
Berdirinya rumah sakit di Tarutung merupakan wujud nyata dari kepedulian
para pemberita injil Barat kepada pribumi sejak lahirnya pelayanan zending di
Tanah Batak. Berdirinya rumah sakit baru di Tarutung memudahkan masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sebelum beridirinya
rumah sakit,biasanya penduduk di wilayah tersebut sering menggunakan jasa orang
pintar (dukun) untuk mengobati penyakit mereka. Setelah berdirinya rumah sakit
masyarakat mulai menggunakan jasa tenaga medis yang ada di rumah sakit. Dengan
demikian, masyarakat Tarutung sangat merasakan dampak berdirinya rumah sakit,
sehingga pola kesehatan mereka semakin membaik. Pelayanan kesehatan oleh
pegawai dinas kesehatan yang memberikan vaksin atau penyuluhan kepada
penduduk pribumi maupun penduduk Eropa.182
Keberadaan rumah sakit di wilayah Tarutung mengindikasikan bahwa kota
tersebut menjadi telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Rumah sakit di
Tarutung menjadi salah tempat perawatan yang diandalkan oleh penduduk untuk
mengobati mereka ketika sedang sakit. Dengan demikian, keberadaan rumah sakit
ikut mendorong perkembangan kota Tarutung, apabilagi didukung oleh kedatangan
orang-orang dari wilayah lainnya untuk mendapatkan pengobatan di tempat tersebut.
181Kolonial Verslag 1930 182Algemeene Secretarie Grote Bundel TZg Agenda tahun 1891-1942 No
6921
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Batak Toba setelah mengalami perjumpaan dengan pihak RMG,
telah banyak mengalami berbagai hal. Di satu sisi mereka semakin menyadari atau
mengenal apa yang mereka miliki dan harus dipertahankan. Di satu sisi lain mereka
menyadari bahwa ada bagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem yang mereka
miliki itu yang tidak dapat lagi dipertahankan. Mereka melihat bahwa banyak hal
yang dibawa dan ditawarkan RMG lebih menguntungkan atau lebih menjawab
kebutuhan mereka pada waktu itu.183
Para zending memahami bahwa penduduk Batak Toba telah memiliki sistem
sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk dilingkungan tempat
tinggal mereka. Tidak mudah untuk para zending memahami dengan tepat sistem
sosial masyarakat tersebut. Mereka yang pada mulanya hendak menerapkan konsep-
konsep yang mereka bawa dari negerinya tetapi terdapat ketidaksesuaian. Tetapi
melalui proses perjumpaan yang cukup panjang, didukung oleh upaya belajar dari
pihak-pihak lain baik kalangan zending ataupun kalangan non zending, mereka
semakin memahami dengan tepat sistem yang dimiliki masyarakat Batak Toba itu.
183Jan SAritonang, op.cit., hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBANGUNAN FISIK SETELAH TERBENTUKNYA TARUTUNG
SEBAGAI KOTA
Seiring dengan perjalanan waktu, kota mengalami perkembangan sebagai
akibat dari pertambahan penduduk, perubahan budaya dan politik, serta interaksinya
dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Secara fisik perkembangan suatu kota
dapat dicirikan dari jumlah penduduknya yang bertambah semakin padat,
bangunannya yang semakin rapat, permukiman yang cenderung semakin luas, dan
semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan penduduknya. Dalam
pada itu, kota sebagai sebuah kawasan yang strategis selalu identik dengan titik pusat
atau titik sentral dari sebuah proses kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang
di dalamnya terkandung berbagai macam fungsi strategis yang meliputi: pusat
pemerintahan, pusat kebudayaan dan pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, pusat
informasi, dan pusat rekreasi serta hiburan.184
Perubahan administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu kota
berakibat pula pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baru akan sarana yang
mendukung dan sesuai dengan penyelenggaraan suatu pemerintahan. Sering kali hal
ini terwujud dalam bentuk-bentuk karya arsitektur, tata ruang perkotaan, dan
sirkulasi jaringan jalan yang berfungsi sebagai media penyampaian pesan politis dari
pihak penguasa. Hal ini dapat dicirikan baik dengan pembangunan fasilitas fasilitas
184Mulyadi Dedi, Tata Ruang Kota Berkarakter Pikiran Rakyat Online, 2003.
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan langsung untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun
fasilitas tidak langsung yang bersifat mendukung kehidupan masyarakat golongan
penguasa.
Wilayah Tarutung dapat dikatakan mengalami proses modernisasi yang
cepat. Perkembangan mulai meningkat di berbagai bidang diantaranya ialah bidang
pendidikan, perdagangan dan perekonomian.185 Beberapa hal yang mengalami
perkembangan yang terjadi sejak berkuasanya Belanda di Tarutung diantaranya
ialah berdirinya pasar, pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah, pembangunan
jalur transportasi untuk perdagangan, dan pembangunan gereja. Berdirinya berbagai
infrastruktur baru pada akhirnya ikut membantu mengembangkan Tarutung menjadi
kota yang memiliki berbagai fasilitas penting di wilayahnya. Berikut ini akan
diuraikan fasilitas-fasilitas pendukung administrasi kolonial Belanda di Kota
Tarutung yang mempengaruhi perkembangan Kota Tarutung.
4.1 Pasar Tarutung
Salah satu kegiatan yang cukup menonjol sejak berubahnya status Tarutung
menjadi sebuah kota ialah dijadikannya pasar menjadi tempat untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat. Pasar merupakan tempat strategis bagi orang-orang yang
menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut. Kegiatan yang berlangsung di pasar
185Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.127.
Universitas Sumatera Utara
menjadi salah satu pendorong tumbuhnya perekonomian masyarakat sehingga hal
tersebut sangat menguntungkan penduduk Tarutung.
Sebelum kolonial Belanda datang, Pasar Tarutung telah tumbuh sebagai
pasar. Setidaknya begitulah yang disaksikan oleh Burton dan Ward , seorang
missionaris Inggris yang berkunjung ke Tarutung pada 1824 7yang dipandu samapi
di desa Sait ni Huta dan Onan Sitahuru. Di tengah pasar itu tumbuh sepohon hariara
sejenis semut yang membuat sarang di atas pohon , di tempat itu raja-raja kampung
bertemu (partungkoan) pada setiap hari pasar. Onan Sitahuru termasuk salah satu
onan (pecan, pasar, tempat belanja dan berdagang) . Kegiatan berdagang di pasar
Tarutung banyak dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari Desa Simanduma.
Selain masyarakat dari desa tersebut biasanya menggunakan kuda (marhoda boban)
dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk membawa hasil-hasil pertanian ke
pasar (onan)..186 Lokasinya Onan Sitahuru berdekatan dengan Gereja Huta Dame
HKBP sekarang.
Kehadiran Onan Tarutung kemudian mematikan Onan Sitahuru. Karena
kemudian raja-raja kampung, khususnya dari kelompok Siopat Pusoran yang
"bersahabat" dengan Belanda, lebih suka berkumpul di bawah pohon tarutung yang
ditanam Belanda. Maka jadilah kota Tarutung berpusat di situ, dan sekarang Pasar di
Tarutung berada di Jalan Raja Saul Lumbantobing, Hutatoruan VI.
186Simion Harianja, Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CV. Mitra Medan, 2016, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan pasar menjadi semakin penting dengan meningkatnya jumlah
dan ragam kebutuhan hidup masyarakat seiring masuk dan bermukimnya para
pendatang dari berbagai etnis. Sebagai tambahan, kegiatan ekspor impor di
pelabuhan pemerintah, perdagangan antar pulau, dan pedalaman di pelabuhan rakyat
juga membutuhkan wadah untuk menyimpan
Pembangunan pasar di Tarutung secara perlahan-lahan sangat
menguntungkan bagi penduduk setempat, karena hal tersebut membuat pedagang
dari daerah lainnya seperti dari Pahae dan kampung Saitnihuta.187 Pedagang-
pedagang yang berada di sekitar Tanah Batak sering melakukan transaksi secara
bersama-sama dan saling tukar barang yang dibutuhkan. Pasar di Tarutung menjadi
salah satu tempat yang sangat ramai dengan berbagai aktivitas penduduk dengan
banyaknya jenis barang-barang yang diperdagangkan.188
187Memorie van Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch.Rapp 1928-1931.
188Antony Reid, op.cit., hlm. 213.
Universitas Sumatera Utara
Foto 7 : Para Pedagang penjual Babi dan Benang di Pasar Tarutung 1927
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 676/16 dan 279/32
Tarutung juga menjadi pusat perdagangan berupa barang-barang diantaranya
ialah kain bahkan benang untuk bahan dasar memproduksi kain. Sementara itu para
pedagang yang datang dari wilayah seperti dari Barus, menjual hasil produksi
barang-barang mereka bawa(kapur). Selain itu biasanya juga membeli kemenyan
dan gambir dari pasar-pasar di Tarutung. Pada tahun 1928, ketika melakukan
pemasaran barang tersebut, masyarakat Barus menggunakan sembilan truk untuk
membawa barang dagangannya, tetapi ketika kondisi jalan buruk maka mereka akan
menggunakan bantuan kereta kuda.189
189Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931 bundel serie 2E dan Serie 3E.
Universitas Sumatera Utara
Foto 8 : pengeringan daun gambir di pasar Tarutung dan kemenyan yang
telah disortir di Pasar Tarutung 1927
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 633/38 dan 279/32
Salah satu jenis kegiatan yang berlangsung di pasar Tarutung dilakukan oleh
para pedagang eceran yang melakukan aktivitas untuk menjual barang dagangannya.
Para pedagang eceran tidak hanya menjual barang daganganya di toko maupun
dirumah, mereka menggunakan pasar untuk berjualan dengan menggelar barang
nya di atas hampara n tikar di tanah, atau di atas gerobak.190
Meningkatnya aktivitas pasar membuat kegiatan perdagangan tidak hanya
dilakukan di sekitar Tanah Batak tetapi juga sampai ke Pulau Jawa (Batavia) . Pada
tahun 1928 dari kota Tarutung dilakukan penjualan barang yaitu kemenyan. Dalam
surat kabar diberitakan kegiatan penjualan pengiriman kemenyan ke Hindia
190Freek Colombijin, op.cit., hlm. 315.
Universitas Sumatera Utara
Belanda. Pedagang Kemenyan memperoleh 180 gulden untuk satu pikol kualitas
pertama; sementara untuk kualitas rendah hanya 25 hingga 80 gulden per pikol. Pada
tahun 1928, Tapoenoeli dan Palembang diekspor ke wilayah lain di Hindia Belanda
2.891.000 kg. benzoin dengan nilai 2.288.000 gulden.191
Pasar merupakan tempat penting dalam aktivitas ekonomi suatu masyarakat.
Keberadaan Pasar Tarutung berperan untuk mengembangkan perekonomian suatu
kota . Oleh karena itu, pemeliharaan dan penataan landmark ekonomi kota Tarutung
oleh pemerintah kota harus dilakukan secara berkesinambungan.
4.2 Pembangunan Sekolah-Sekolah
Pendidikan masyarakat Tarutung sangat jauh tertinggal pada masa sebelum
masuknya agama Kristen. Namun, setelah masuknya agama Kristen di Tanah Batak
yang dipelopori para Zending yaitu Zendelingen RMG dari Jerman maka mulai
berkembang pendidikan masyarakat Tarutung. Pendidikan yang diterima merupakan
pelajaran membaca, tulis dan berhitung layaknya pendidikan yang ada di Eropa.
Perkembangan pendidikan di Tarutung berlangsung dengan cepat dan pesat seiring
dengan pengaruh Zending, kemudian menyebabkan masyarakat Tarutungi terbuka
akan pengaruh dari luar.
Sementara Pemerintahan NICA-Belanda semakin mudah untuk memasuki
dan menguasai Tanah Batak yang perlahan-lahan mulai mendapat pendidikan dari
191Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen, 25 April 1930.
Universitas Sumatera Utara
agama Kristen. Setelah masuk dalam administrasi pemerintahan NICABelanda,
mereka mulai memainkan perannya dalam pendidikan di Tarutung. Untuk wilayah
Tarutung, Pemerintah NICA-Belanda hanya memberikan subsidi terhadap sekolah-
sekolah yang dibangun Zending yang memenuhi standar. Pengurus dan pendidiknya
ditentukan oleh pihak Zending yang mengkelola secara penuh. Peranan para
zending dalam perkembangan pendidikan lebih merata pada lapisan masyarakat
yang tertinggal. Dalam hal ini terbukti jumlah sekolah-sekolah yang dibangun
zending maupun masyarakat bertambah jumlahnya. Perubahan dalam masyarakat
dalam hal pendidikan mulai tampak dengan adanya usaha para orang tua yang
menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Serta
tumbuhnya rasa gengsi akan pendidikan yang lebih tinggi, sehingga masyarakat di
yang orang tuannya memiliki ekonomi yang cukup menyekolahkan anaknya hingga
ke Batavia ataupun hingga ke Eropa (Belanda).192
Selain menerapkan pendidikan model Barat terhadap masyarakat Batak para
zending RMG juga memperkenalkan pelayanan melalui sekolah yang
diselenggarakan oleh zending maka pendidikan modern diterapkan bagi penduduk
Batak. Tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan bahwa majalah dan selebaran
yang disebarluaskan oleh organisasi . Penduduk Batak menjadi lebih pandai, bukan
hanya mengenai aktifitas gereja dan pelajaran agama Kristen, tetapi juga tentang
masalah yang menyangkut pemerintah pelajaran secara lisan.
192Kristina Meilina Sinaga, Tumpal Simarmata, Sejarah Pendidikan Perempuan Di Tapanuli Utara (1868-1945), JUPIIS VOLUME 4 Nomor 2 Desember 2012, hlm. 59.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun pada kenyataan bahwa kurikulum sekolah zending lebih
menekankan pada pelajaran agama Kristen, mutu pendidikan yang diberikan pada
dasarnya lebih tinggi dari pada sekolah yang dibuka oleh pemerintah kolonial
Belanda. Sekolah pemerintah kolonial Belanda hanya memberikan sejauh kelas tiga ,
sementara sekolah zending mendidik muridnya sampai kelas enam. Namun dalam
perkembangan selanjutnya tingkat pendidikan yang ditawarkan oleh pemerintah
kolonial Belanda semakin membaik. 193
Setelah kedatangan Batakmission terjadi perkembangan cukup pesat di
Tarutung. Perkembangan tersebut diantaranya dipengaruhi oleh kondisi politik yang
relatif stabil di bawah pemerintahan kolonial sehingga berdampak pada peningkatan
ekonomi rakyat. Bagi masyarakat Tarutung, zaman penjajahan tidak hanya bernilai
negatif, tetapi hal tersebut juga membawa dampak yang positif terutama dari segi
pendidikan.194
Perkembangan yang berlangsung di Tarutung juga diuntungkan oleh
gerakan Kristenisasi melalui pengembangan pendidikan juga mengubah cara hidup
dan sistem berpikir masyarakatnya.Cara hidup yang sebelumnya tertutup di dalam
desa-desa marga, mulai terbuka ke arah sistem hidup bersama. Selain itu, sistem
193 ANRI, Sok Serie Ie No.reel film 21, MvO H.E.C. Quast, 1913, hlm.34.
194Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam
Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 78.
Universitas Sumatera Utara
sosial yang berorientasi mulai berkembang kearah orientasi organisasi modern yang
memperkenalakan status formal berupa jabatan-jabatan.195
Berdirinya sekolah-sekolah menambah pengetahuan kepada penduduk
setempat. Adanya dukungan Batakmission yang memang bertujuan untuk
mendukung kolonialisme. Perkembangan sekolah di Tanah Batak Toba tidak hanya
ditentukan oleh prakarsa zending tetapi juga oleh dukungan pemerintah Belanda,
terutama dalam pendanaan sekolah. Semua sekolah zending yang memenuhi
persyaratan diberikan subsidi oleh pemerintah Belanda.196
Meskipun dalam kebijakan pemerintah kolonial, pendidikan hanya
diutamakan kepada golongan tertentu mereka biasanya hanya mengizinkan
penduduk dari golongan tertentu seperti anak Raja (seperti anak raja Pontas
Tobing), namun penduduk di Tarutung dapat memasukkan anak-anak mereka ke
sekolah.197
Pada tahun-tahun pertama pendirian sekolah di Tarutung Batakmission
melalui pengerejanya yaitu bangsa Eropa maupun pribumi, masih mengalami
kesulitan dalam menanamkan pengertian manfaat pendidikan bagi masyarakat
195Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Obor Indonesia, 2011, hlm.149.
196Simon D. Harianja, dkk, Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari
Sabungan Lumbantobing, Medan: CV.Mitra Medan, 2016, hlm,79. 197Beberapa jenis sekolah yang berlangsung pada masa pemerintah kolonial
di Tanah Batak ialah Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Puteri, Sekolah Anak Raja, Sekolah Dasar Berbahasa Belanda, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Industri, Sekolah Perawat, Sekolah Pertanian, lihat, Jan S. Aritonang, hlm. 216-221.
Universitas Sumatera Utara
setempat. Akan tetapi lambat laun, minat masyarakat dengan cepat tumbuh, bahkan
tak jarang mereka menuntut kesempatan dan fasilitas belajar lebih besar dari yang
disediakan zending.198
Jenis-jenis sekolah yang diselenggarakan RMG dan kolonial Belanda adalah :
1. Sekolah latihan Hollands Batakse School (sejak 1914 menjadi HIS)
Vervolgschool kemudian tahun 1920-an menjadi Vervolgschool, Yang I di
Tarutung (1910) lama pendidikan 5-7 tahun dan merupakan sekolah yang
bersubsidi dan dipimpin oleh zendeling atau guru-guru
2. Sekolah untuk pendidikan Guru yaitu Sikola Mardalan-dalan 1874
3. Volksschool atau Sekolah Rakyat. Sekolah ini didirikan oleh pemerintah
kolonial yaitu di Lumbansoit hanya terdiri atas dua kelas, yaitu kelas satu dan
kelas dua. Sebagian dari anak-anak ada yang sudah tamat kemudian melanjutkan
pendidikan ke Standaardschool Misi di Desa Hutabarat. Untuk menempuh
perjalanan ke desa tersebut, mereka menggunakan jalan setapak di atas tanggul
Aek Sigeaon, rumputnya lembut bagi kaki yang tak beralas, dan dari atas mereka
dapat menonton kendaraan-kendaraan di pasar yang sedang menyelusuri sungai.
Semua penduduk daerah sangat beruntung karena penguasa kolonial juga
membangun bendungan khas Belanda guna mencegah terjadinya banjir-banjir
besar yang sejak dulu menggenangi seluruh Rura Silindung.199
198Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220
199R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.91.
Universitas Sumatera Utara
4. Sekolah Standaardschool Misi terletak di pinggir jalan di kaki perbukitan,
mempunyai dua kelas yang masing-masing terdiri dari 20 sampai 25 murid yang
kebanyakan berasal dari Lumbansoit dan dari Lumbansormin dekat
Pangaribuan,Tarutung, sementara anak-anak dari Hutabarat hanya sedikit yang
menempuh pendidikan. Di sekolah yang sangat sederhana tersebut, mereka
diberi pelajaran bahasa Belanda, karena justru mata pelajaran inilah yang paling
diminati. Bila setelah tamat ada siswa yang ingin melanjutkan studi sampai kelas
enam, maka mereka terpaksa harus pindah ke Balige.200
5. Sekolah Dasar berbahasa Belanda (Hollandsch Bataksche School), yang
kemudian menjadi HISdi Sigompulan-Tarutung. Sejak tahun 1908, beberapa
zending memberi pelajaran bahasa Belanda sebagai bab pelajaran tambahan
kepada sejumlah tamatan SD.
6. Kursus Perawat merupakan sekolah yang didirikan sebagai tindak lanjut dan
pengembangan pelayanan medis yang dimulai oleh para dokter Batakmission,
sejak 1903 di Pearaja diselenggarakan juga kursus perawat. Dengan datangnya
guru atau Schwester khusus dari Jerman, pada tahun 1905 dibuka pula kursus
bidan di Pearaja Tarutung. Pada perkembangan selanjutnya, kursus-kursus
tersebut telah meningkat statusnya menjadi sekolah perawat dan bidan di
Tarutung dan Balige. Salah satu tujuan penyelenggaraan kursus dan sekolah
tersebut adalah memerangi praktek pengobatan dan persalinan oleh para datu
200Ibid.,hlm 91.
Universitas Sumatera Utara
dan sibaso (dukun beranak).201 Dampak positif dari kegiatan tersebut kematian
bayi menurun tajam sejak bertambahnya jumlah perawat dan bidan yang
tersebar di berbagai penjuru kampung Hutabarat.202
7. Pada tahun 1927, pemerintah kolonial membuka sekolah menengah berbahasa
Belanda MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang pertama di Tarutung,
tempat kedudukan asisten residen Belanda (ibu kota wilayah Toba) dan pusat
HKBP.203 Dengan dibukanya sekolah tersebut, para orang tua berharap anaknya
dimasa depan dapat merubah ekonomi keluarganya menjadi lebih baik.204
Penduduk di kota tersebut telah berfikir bahwa pendidikan dapat mengubah
nasib mereka menjadi lebih baik dan nantinya dapat diterima sebagai pegawai
pemerintahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola pikir masyarakat telah
maju sehingga menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama bagi anak-anak
mereka.
Berdirinya sekolah-sekolah yang diprakarsai oleh Batakmission maupun
pemerintah kolonial, berhasil membuat masyarakat di tanah batak sebagai salah satu
suku bangsa yang paling mengetahui huruf-huruf di seluruh negeri jajahan hindia
201Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220.
202Bezemer, T J,op.,cit, hlm.44. 203Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad
XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.121. 204Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch,
Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.
Universitas Sumatera Utara
Belanda dibandingkan wilayah lain di Nusantara. Pada akhirnya meskipun hanya
menampatkan sekolah pada jenjang yang rendah mereka akan mudah memperoleh
pekerjaan di luar bidang pekerjaan tradisional.205
Sementara itu bagi para lulusan sekolah menengah umum dan kejuruan,
disamping meningkatkan kesejahteraan ekonomis, hal tersebut akan meningkatkan
status sosial mereka. Melihat peluang yang begitu besar dalam memperoleh
penghasilan serta meningkatkan status sosial menjadi alasan yang menyebabkan
orang-orang di tanah batak menyekolahkan anak mereka.206
Pendidikan adalah motor utama pengembangan agama Kristen di Tanah
Batak dan bahkan merupakan basis kemajuan menyeluruh bagi Tanah Batak.
Setelah perkembangan agama Kristen semakin meningkat dan pada sisi tenaga
misionaris masih terbatas, maka semakin dibutuhkan tenaga-tenaga pribumi sebagai
pendamping dalam usaha pengembangan dan pelayanan umat Kristen yang baru
tersebut. Dengan demikian tumbuhlah suatu lapisan sosial baru di tengah-tengah
orang Batak yaitu guru dan pendeta Batak yang selalu bekerjasama dengan orang
Barat, serta cara hidupnya sudah dianggap sama dengan orang Barat. Kedudukan
lapisan sosial baru tersebut dinilai sangat terhormat, bahkan digolongkan sebagi
sumber penghasilan jenis baru disamping sumber tradisioanl yakni bertani,
berkebun, beternak, dan berburu.
205Jan S. Aritonang, loc.cit. 206Ibid., hlm. 398.
Universitas Sumatera Utara
Setelah terbukanya hubungan langsung Tanah Batak dengan Sumatera Timur
dan tersiarnya berita bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan
asing membutuhkan tenaga-tenaga terdidik, maka orang Batak berlomba-lomba
bersekolah agar dapat bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, serta di kantor-
kantor pemerintah.207 Hal tersebut berdampak positif karena dapat meningkatkan
status sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
4.3 Terbukanya Jalur Transportasi
Jalan darat merupakan satu-satunya sarana perhubungan utama di Kota
Tarutung. Jalan rintisan dan jalan setapak semakin penting untuk mempercepat arus
perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial bertindak sebagi
pencipta skenario dengan mengerahkan banyak tenaga untuk pembangunan jalan
tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain.
Pembangunannya dimulai dari daerah yang telah dikuasai dan selanjutnya ke daerah-
daerah merdeka yang dimasukkan ke dalam wilayah administrasi mereka. Seiring
dengan semakin pentingnya peran wilayah-wilayah di Tanah Batak bagi pemerintah
kolonial, mendorong bangsa asing tersebut untuk membuka berbagai jalur
transportasi yang terutama digunakan untuk mengangkut hasil produksi berbagai
jenis tanaman.208
207Simon D. Harianja, dkk, Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CV.Mitra Medan, 2016, hlm,82.
208 Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.91.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan jalur transportasi yang diprakarsai oleh pemerintah kolonial
(meskipun menggunakan tenaga penduduk lokal) ikut membantu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan ekonomis masyarakat.209 Walaupun dalam
pembangunan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda membutuhkan
banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi dan masyarakat diperas dengan
kerja paksa (rodi/ ‘herrendiensten’) yang menyebabkan penderitaan bagi
masyarakat.210
Jalan raya - lintas Sumatera - antara kota pelabuhan Sibolga ke Tarutung
dibuka tahun 1915. 211 Dua tahun berikutnya pada tahun 1917, pemerintah kolonial
Belanda membangun, jalan raya dari Parapat (pinggir danau Toba) ke Tarutung juga
sudah dibuka. Sampai kini, jalan (aspal) yang menghubungkan Medan, Pematang
Siantar, Parapat, Tarutung dan Sibolga menjadi jalur lintas Sumatera yang berguna
memperlancar arus barang impor-ekspor dari pantai timur ke pantai barat Sumatera.
Dengan demikian, jantung Negeri Batak (yang disebut Bataklanden oleh Belanda),
yaitu daerah sekitar Danau Toba telah terbuka untuk lalu lintas modern dengan
angkutan bus. Setelah itu, lalu lintas perdagangan dan penggunaan mata uang juga
mulai mengalami peningkatan disebabkan oleh akses jalan yang semakin mudah.212
209Jan S, Aritonang, op.cit., hlm. 397. 210 Elvis. F. Purba, op.cit., hlm. 91. 211Budi Susanto, NASIONALITAS KAMP(ung) TEKNOLOGI, Medan:
Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2013, hlm.16. 212Sitor Situmorang, op.cit.,hlm.9.
Universitas Sumatera Utara
Terbukanya daerah Toba melalui jalan raya, ikut memperlancar perubahan
orientasi Toba di berbagai hal, seperti dalam bidang geografi dan dibidang sosial-
budaya. Hal tersebut berlangsung bersamaan dengan semakin meningkatnya
pengaruh Missi Zending lewat kegiatan gereja di bidang pendidikan dan sosial
(kesehatan), yang telah masuk sampai ke desa-desa terpencil pada tahun 1920-an.
Tahun 1920-an, kota Tarutung telah mulai menikmati aliran listrik. Tenaga listrik
dihasilkan oleh PLTA setempat di Aek Siborgung, di pinggiran kota Tarutung.213
Pada sepanjang jalan raya yang menghubungkan antara Parapat dan Tarutung,
tumbuh perkotaan (urbanisasi) berbentuk pasar-pasar yang menggantikan peran
pasar (onan) tradisional. Akibat aktivitas yang semakin meningkat tersebut,
kemudian mendorong Belanda untuk menghubungkan jalan lintas Sumatera hingga
mencapai ke berbagai pelosok Toba.214
Pembangunan jalan-jalan baru yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
sangat menguntungkan tidak hanya bagi bangsa asing tersebut, tetapi juga untuk
masyarakat di Toba dan Tarutung. Aktivitas perekonomian masyarakat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan sehingga secara perlahan mereka merasakan
perubahan positif. Masyarakat Tarutung setelah itu tidak lagi mengalami kesulitan
untuk menjalankan aktivitas perekonomiannya karena didukung oleh infrastruktur
baru yaitu dibukanya jalan-jalan untuk jalur perdagangan di wilayah tersebut.
213 Budi Susanto, op.,cit.hlm.16. 214Sitor Situmorang, Toba Na Sa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993,hlm,22-23.
Universitas Sumatera Utara
Persis di tengah kota, mengalir Aek Sigeaon, yang selama ratusan tahun
melintas dengan setia membelah Tarutung menjadi dua. Sungai yang airnya
kekuningan ini sangat bermanfaat bagi penduduk Tarutung. Walaupun tanggul
sungai tersebut pernah rusak. Pemerintah segera melakukan perkuatan tanggul
dengan tembok permanen, sehingga bahaya banjir bisa diantisipasi. Pembangunan
jembatan tersebut sangat menguntungkan bagi penduduk lokal karena hal tersebut
sangat membantu dan mempermudah kegiatan perdagangan mereka terutama untuk
memasarkan kemenyan.215 Pembangunan Aek Sigeaon Tarutung dipimpin oleh
Insyinur F.Engel yang menjadi arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan
dari Tarutung ke Balige sejauh 95 km.216
Dengan terbentuknya berbagai infrastruktur baru, berhasil mendorong kota
Tarutung menjadi wilayah yang semakin berkembang dan menjadi salah satu daerah
yang penting di Tanah Batak. Jalan transportasi darat merupakan satu- satunya
sarana perhubungan utama di Tapanuli (kecuali sekitar Danau Toba). Jalan-jalan
semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke daerah
lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut orang Batak Toba untuk dipekerjakan
untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun
untuk tujuan lain. Jalan yang biasa ditempuh dalam beberapa hari perjalanan,
setelah kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin
215Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.
216Burgerlijke Openbare Werken 1914-1942 no 1321.
Universitas Sumatera Utara
lancar dan perjalanan semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar
akibat dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari
Tarutung menuju Sibolga (1915- 1922), Jalan Siborong- borong – Doloksanggul-
Sidikalang (1930) Tarutung – Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul-
Pakkat – Barus-Sibolga merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli. 217
Foto 9 : suasana jalan kampung Pearaja menuju Tarutung 1927 kiri kanan jalan dikeliling sawah
Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 935/10
217Elvis. F. Purba,op.,cit,hlm. 91.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tesis ini ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai
kesimpulan berkaitan dengan perkembangan kota Tarutung 1864-1942. Sebelum
Tarutung terbentuk menjadi sebuah kota baru, pada masa tradisional pertumbuhan
kota Tarutung sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-Toba.
Awalnyapemukiman ini bermula di hutan-hutan yang menjadikan pohon-pohon
besarsebagai tempat tinggal mereka. Perkampungan tradisional penduduk dibangun
serta dikelilingi oleh parik(pagar benteng) yangberfungsi sebagai pelindung atau
barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar. Sistem adat dan budaya yang
berlaku memperlihatkan bahwa kampung Tarutung sudah memiliki ciri terbentuknya
kota tradisional. Perkampungan Tarutung dijadikan sebagi pusat kegiatan transaksi
perdagangan yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga pendatang dari
daerah lain. Tarutung terletak di lokasi strategis dan menguntungkan untuk
melakukan kegiatan perdagangan karena sebagai jalur lintas jalan Toba yang harus
dilewati. Perdagangan hasil hutan dan pertanian menjadi sektor utama mata
pencarian penduduk Tarutung seperti kapur barus, kemenyan dan kopi. Kegiatan
perdagangan berlangsung di Onan Sitahuru Tarutung yang selain berfungsi menjadi
tempat terjadinya transaksi jual beli barter barang-barang juga berfungsi sebagai
tempat di laksanakannya rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua-tua dan raja-raja di
Tarutung untuk mnyelesaikan masalah adat masyarakat Tarutung.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran kolonialisme Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi
dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan Kota Tarutung. Misi
Zending RMG melahirkan peradaban baru di Tarutung melalui peningkatan
pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut dinilai sangat efektif
sebagai langkah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi sekaligus
untuk mempermudah aktivitas para zending.Mereka mendirikan sekolah, rumah
sakit. Para zending memahami bahwa penduduk Tarutung telah memiliki sistem
sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk. Melalui proses panjang
sistem sosial yang diterapkan oleh zending mulai diterapkan oleh masyarakat
Tarutung. Mereka melihat bahwa banyak hal yang ditawarkan oleh RMG lebih
menguntungkan atau lebih menjawab kebutuhan penduduk Tarutung.
Kegiatan misionaris yang menyebarkan injil membutuhkan jaminan
keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman. Selain itu Pemerintah
Belanda juga memiliki kepentingan yang ingin meluaskan kekuasaannya ke
dataran tinggi Toba. Bagi pemerintah kolonial Belanda, pengembangan agama
Kristen dengan hadirnya zending RMG di Tarutung akan memudahkan Belanda
memperluas kekuasaannya. Penguasaan Tarutung secara hukum diumumkan
dengan resmi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1876 bahwa Tarutung
dijadikan daerah gubernemen dibawah resident Tapanuli. Perkembangan
selanjutnya tahun 1879 kota Tarutung ditetapkan menjadi Onderafdeling
Silindung pusat administrasi yang menempatkan seorang kontrolir untuk
menjalankan berbagai aktivitas pemerintah kolonial.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan administrasi dan penyelenggaran segala kegiatan pemerintah
Belanda berakibat pada pemenuhan kebutuhan baru akan sarana yang mendukung.
Belanda membangun berbagai fasilitas yang berkaitan langsung untuk mendukung
pemerintah maupun fasilitas tidak langsung yang bersifat mendukung kehidupan
masyarakat golongan penguasa. Beberapa fasilitas yang dibangundi Tarutung
diantaranya ialah, tumbuhnya pasar dengan berbagai kegiatan ekonomi,
pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah baru, pembangunan jalur transportasi
untuk perdagangan. Berdirinya berbagai infrastruktur barutersebut pada akhirnya
mengembangkan Tarutung menjadi sebuah kota yang memiliki berbagai fasilitas
penting di wilayahnya. Setelah terbentuknya Tarutung menjadi sebuah kota baru,
dirasakan oleh penduduknya yang mengalami perubahan hidup ke arah modern.
Selain itu, penduduk Tarutung juga mulai merasakan perubahan ekonomi ke arah
yang lebih baik. Masyarakat Tarutung mulai mengalami perubahan ekonomi yang
lebih baik karena akses yang semakin memudahkan mereka dalam beraktifitas.
Universitas Sumatera Utara
KEPUSTAKAAN
Sumber Arsip
Extrct Uit Het Register De Besluiten van den Resident van Tapanoeli 5 Desember
1927.
Handelingen Eerste Kamer 1911-1912 30 December 1911
Handelingen Eerste Kamer 1912-191329October 1912
Koloniaal Verslag over het jaar 1895
Koloniaal Verslag over het jaar1908
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der
Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.
Memorie van Overgave, Jaarverslag Der Handelsvereniging, Sibolga Over Het
Jaar 1937bundel Serie 2E dan Serie 3E.
Memorie van Overgave,Militaire Memorie van de Residentie Tapanoeli Tarutung
1930 bundel serie 1e no reel 26.
Staatsblad van Nederlandsh-Indie 1937 No 563
Staatsblad van Nederlands 1890.Nomor.353
Staatsblad van Nederlands 1890 dengn Nomor.91
Buku
Abdurahman,Dudung.2007.MetodologiPenelitianSejaraH.Yogyakarta:Ar-Ruz MediaGroup.
Alfian, Magdalia. 2007. “ Kota dan Permasalahannya”. Makalah disampaikan pada
acara Diskusi Sejarah.Yogyakarta 11-12 April. Arif, Muhammad.2009 .Pengantar Kajian Sejarah.Jakarta : Y ramaWidya Aritonang, S Jan. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak. Kwitang: PT.
BPK. Gunung Mulia Jakarta Bagian Ilmu Sejarah Gereja dan Pekabaran Injil.1984.Benih Yang Berbuah.Hari
Peringatan 150 Tahun Ompu I Ephorus Dr. Ingwer Ludwig Nommensen Almarhum. Pematang Siantar: Sekolah Tinggi Theologia HKBP
Universitas Sumatera Utara
Basundoro, Purnawarman. 2012. Sejarah Kota.Yogyakarta : Ombak. Castels, Lance. 2001. Kehidupan Politik Suatu Karasedinan di Sumatera, Tapanuli.
1915-1940. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Colombijn, Freekdkk. 2005.Kota Lama, Kota Baru Sejarah Kota-Kota Di Indonesia
Sebelum Dan Setelah Kemerdekaan.Yogyakarta : Ombak. Colombijin, Freek. 2006. Paco-Paco (Kota) Padang. Yogyakarta: Ombak. Djoened Marwati, Notosusanto Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia IV.1984.
Jakarta: PN Balai Pustaka Daniel, Perret.2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur
Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Djunaedi Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota.Yogyakarta:
Gadja Mada University Press. Firdaus,Rifki. 2010. Perkembangan Kota Padang 1870-1945. Skripsi Sarjana,
Depok : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Girsang, Irene dan Besten Julia. 2011. Menabur Kasih Berbuah Berkat. Yayasan
Arsip dan Museum VEM/UEM. Harahap, E. 1960. Perihal Bangsa Batak.Jakarta:Dep.PPdanK. Handinoto dan Paulus H. Soehargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta: Andi. H.Robert, Lauer. 2001.Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Kozok, Uli. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba : Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kuntowijoyo. 2013. Metodologi Sejarah. Jogyakarta : Tiara Wacana Yogya. Kurris, R . 2006. Pelangi di Bukit Barisan.Yogyakarta: KANISIUS. Lumban Tobing, Afif.1997. Riwayat Hidup dan Perjuangan Pahlawan
Kemerdekaan Nasional DR. Ferdinand Lumban Tobing. Jakarta : Dwi Grafika.
Universitas Sumatera Utara
Manalu, Ismail. 1985. Mengenal Batak. Medan: C.V Kiara. Margana, Sri dan Barjiyah Umi. 2010. Pendahuluan Kota-kota di Jawa: Identitas,
Gaya Hidup, Dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta: Ombak Menno, S dan Alwi, Mustawin. 1994. Antropologi Perkotaan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Muchtar, Adeng. 2005.Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka Setia. Napitupulu, O.L. 1972. Perang Batak Perang Sisingamangaraja. Jakarta: Yayasan
Pahlawan Nasional Sisingamangaraja. Nas,Peter J.M dan Welmoet Boender. 2007. “Kota Indonesia dalam Teori
Perkotaan”dalam Kota-Kota Indonesia Bunga Rampai. Yogyakarta; Gajah Mada University
OnggangParlindunganMangaraja. 2007.TuankuRao.Yogyakarta:LkiS Pelangi
Aksara Yogyakarta. Pasaribu, Patar. 2004. Dr. Ingwer Ludwig. Nommensen Apostel di Tanah
Batak.Medan: Percetakan Universitas HKBP Nommensen. Priyadi, Sugeng. 2012. Sejarah Lokal, Konsep Metode dan Tantangannya,
Yogyakarta: Ombak. Raplan, Jubil. 2004. Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas
Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.
___________. 2009. Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1875-2011).
Pematang Siantar : Unit Usaha Percetakan HKBP Pematang Siantar. ___________. 2011. Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus. Sejarah 150
Tahun Huria Kristen Batak Protestan 7 Oktober 1861- 7 Oktober 2011.Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.
___________. 2013. Tebarkanlah Jalamu. Johannes Warneck Di Nainggolan-
Samosir, 1893-1895. Tarutung :Kantor Pusat Pearaja Tarutung. Said, Mohammad. 1961. Tokoh Sisingamangaraja II. Medan: Waspada. Sangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company.
Universitas Sumatera Utara
Schreiner,Lothar. 2010. Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen Di tanah Batak. Trans. P.S. Naipospos, Th.van den End & J.S. Aritonang. Jakarta: Gunung Mulia
Shuon,Frizjof. 1987. Mencari Titik Temu Agama- agama. terj,Jakarta: Pustaka
Firdaus. Siahaan, Bisuk.2005. Batak-Toba. Kehidupan Di Balik Tembok Bambu. Jakarta:
Kempala Foundation. Siahaan, Nalom. 1964. Sedjarah Kebudajaan Batak. Medan: C.V.Napitupulu &
Sons Sibarani, A. 1979.Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII. Jakarta:
C.V. Ever Ready Ltd. Sidjabat, W. 1982.Ahu Sisingamangaraja. Jakarta: Sinar Harapan. Sihombing, PTD. 2004. Benih Yang Disemai dan Buah Yang Menyebar. Jakarta:
Albert-Orem Ministry. Simanjuntak, Bungaran. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga
1945, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ___________________. 2011. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak
Toba.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Situmorang, Sitor. 1993. Toba Na Sae.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Tjandrasasmita, Uka. 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di
Indonesia. Kudus:Menara Kudus. Weber, Max. 2000. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, diterjemahkan oleh
Yusup Priyasudiarja, Surabaya: Pustaka Promethea.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
1. Peta geografis administrasi kolonial Afdeling Bataklanden 1936
2. Foto Pohon Durian di Tarutung
Universitas Sumatera Utara
3. Peta Taroetoeng , Topographische Inrichting Batavia 1907
Universitas Sumatera Utara