Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru
description
Transcript of Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru
![Page 1: Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072107/5695d3841a28ab9b029e3480/html5/thumbnails/1.jpg)
PERKEMBANGAN HUKUM DAN KEBIJAKAN POLITIK
PADA MASA ORDE BARU
Pada awal perjalanannya, pemerintah Orde Baru menunjukkan langgam
libertarian yang sebenarnya adalah langgam transisi sambil mencari format baru
bagi konfigurasi politik. Program pembangunan yang menitikberatkan pada
bidang ekonomi harus diamankan dengan “stabilitas nasional” yang dianggap
sebagai prasyarat yang realisasinya ternyata menuntut langgam otoritarian. Sejak
penemuan format baru politik Indonesia pada tahun 1969/1971, Indonesia mulai
menampilkan konfigurasi politik yang otoriter birokratis yang diperlukan untuk
mengamankan jalannya pembangunan. Dan karenanya produk hukum pun
menjadi konservatif/ortodoks.1
Pada masa Orde Baru, kebijakan dasar yang diambil adalah kebijakan
untuk melaksanakan UUD secara murni dan konsekuen, dan kemudian segera
melaksanakan pembangunan. Anti-kolonialisme dan anti-imperialisme tidak lagi
dikumandangkan secara khusus sebagai bagian dari strategi nasional.2 Pemerintah
orde baru lebih bertekad untuk lebih mementingkan pembangunan ekonomi
bangsa daripada mementingkan usaha merebut peran politik yang progesif dan
revolusioner dalam percaturan politik antar bangsa. Indikator keberhasilan
perjuangan bangsa dialihkan ke keberhasilan pembangunan ekonomi.3
Supersemar menjadi alat legitimasi yang sangat efektif bagi Angkatan
Darat untuk melangkah lebih jauh dalam panggung politik. Presiden Soekarno
sendiri praktis kehilangan kekuasaannya setelah mengeluarkan Supersemar,
kendati secara resmi masih menjabat presiden dalam status “presiden
konstitusional”. Secara khusus dalam Sidang Umum telah dikeluarkan ketetapan
1 Moh.Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2014,hlm.195.2 Soetandyo Wignjosoebroto. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional; Dinamika sosial-politik dalam perkembangan hukum di Indonesia, Jakarta: HuMa;VVI-Leiden;KITLV-Jakarta;Epistema Institute,2014,hlm 205.3 Ibid.,hlm.206
![Page 2: Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072107/5695d3841a28ab9b029e3480/html5/thumbnails/2.jpg)
MPRS no IX/MPRS/1966 yang menguatkan Supersemar sebagai landasan
berpijak bagi beroperasinya pemerintahan Orde Baru.4
Pada tahun 1967, tak lama setelah lahirnya Supersemar, perusahaan-
perusahaan asing yang diambil alih semasa pemerintahan presiden Soekarno
dikembalikan ke pemiliknya. Undang-undang Penanaman Modal Asing dibuat
untuk menarik investasi dari luar.5
Rencana Pembangunan Lima Tahun I (1969) mengakui peran hukum (rule
of law) yang penting untuk pelaksanaan pembangunan nasional yang mencakup
tiga unsur kebijakan yaitu hak-hak asasi manusia diakui dan dilindungi, peradilan
harus bebas dan tidak memihak, dan bahwa asas legalitas akan dipegang teguh,
baik dalam hal memberlakukan hukum formil maupun materiil. Memperkuat ide
rule of law yang hendak menjamin kebebasan hakim dan aparat kehakiman dibuat
Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman pada tahun 1970.6
Dalam fungsinya sebagai tool of social engineering, bukan sekali dua kali
hukum undang-undang produk badan legislatif (yang telah dikontrol oleh badan
eksekutif) akan juga difungsikan sekaligus untuk merasionalisasi kebijakan-
kebijakan eksekutif.7 Mochtar Kusumaatmadja mengetengahkan konsep Roscoe
Pound tentang perlunya memfungsikan law as a tool of social engineering. Ia
berargumentasi bahwa pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa
masyarakat menurut skenario kebijakan pemerintah (dalam hal ini eksekutif)
amatlah terasa diperlukan oleh Negara-negara yang sedang berkembang.8 Saran-
saran Mochtar harus diakui sangat penting dan berpengaruh dalam menetapkan
arah perkembangan hukum nasional pada era Orde Baru (Wignjosoebroto:1978)9
Madhab Mochtar tidak selalu diikuti dan disokong oleh kalangan ahli
hukum lain khususnya yang duduk dalam pemerintahan. Di kalangan ahli hukum
praktik yang selama ini mempelajari hukum menurut tradisi hukum Eropa
(khususnya Belanda), berbeda dengan Mochtar yang sempat mengikuti 4 Moh.Mahfud MD. Op.Cit.hlm 1975 Soetandyo Wignjosoebroto. Op.Cit.hlm 2066 Ibid.,hlm 2087 Ibid.,hlm.2108 Ibid.,hlm 2119 Ibid.,hlm 212
![Page 3: Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072107/5695d3841a28ab9b029e3480/html5/thumbnails/3.jpg)
pendidikan hukum (internasional) di Amerika Serikat, mengembangkan hukum
nasional Indonesia dari modal dasar hukum kolonial yang telah dikaji ulang
berdasarkan Grundnorm Pancasila adalah upaya yang harus dipandang paling
logis.10
Hukum di Indonesia dalam perkembangannya pada masa Orde Baru
benar-benar sempurna menjadi government social control dan berfungsi sebagai
tool of social engineering. Hukum perundang-undangan menjadi kekuatan kontrol
di tangan pemerintah yang terlegitimasi (secara formal-yuridis), walau tidak
selamanya merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral, dan wawasan kearifan
yudisial yang sebenarnya, sebagaimana yang sesungguhnya hidup di dalam
kesadaran hukum masyarakat awam.11
Pada masa Orde Baru merebaklah konflik agraria yang bersifat vertikal.
Yaitu, negara di satu pihak yang seringkali bergandengan dengan pemilik modal
berhadapan dengan masyarakat adat & petani pada pihak lain. Konflik-konflik
tersebut tentu saja diwarnai pula oleh benturan dua sistem hukum. Yaitu hukum
negara dalam bentuk perundang-undangan di satu pihak, berhadapan dengan
hukum adat (hukum rakyat) yang tidak tertulis di pihak lain.12
Di satu pihak, aparatur negara merasa berhak untuk menguasai tanah dan
hutan serta memberikan hak kepada pihak lain untuk mengelola hutan serta
mengusir masyarakat adat yang bermukim disitu, karena begitulah kata undang-
undang kehutanan. Sementara di pihak lain, masyarakat adat merasa berhak untuk
menguasai tanah dan hutan karena secara defacto mereka sudah menguasainya
jauh sebelum adanya Negara Republik Indonesia.13
Peran hukum adat dalam percaturan pembangunan hukum nasional kian
terdesak, dan maknanya pun secara riil tak tercatat terlalu besar, kecuali klaim-
klaimnya akan kebenaran moralnya; sedangkan manakala soal operasionalisasi
dan pengefektifan sudah mulai dibicarakan, paham hukum sebagai perekayasa di
10 Ibid.,hlm 21611 Ibid.,hlm 22412 Hedar Laujeng, Hukum Kolonial di Negara Merdeka. Diakses dari www.huma.or.id pada tanggal 2 November 201513 Ibid.
![Page 4: Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072107/5695d3841a28ab9b029e3480/html5/thumbnails/4.jpg)
tangan pemerintah itulah yang nyata-nyata kalau lebih mampu berbicara dan
bangkit untuk berperan secara efektif.14
Pada masa Orde Baru, hukum kita dalam arti undang-undang bersifat
elitis, bersumber dari lembaga eksekutif yang secara politik dipaksakan agar
menjadi hukum. Pada waktu itu, peran DPR maupun parpol hampir tidak ada di
dalam proses pembuatan hukum. Artinya, lebih bersifat formalistis. Hukum selalu
disiapkan di istana kepresidenan, kemudian dibahas segi bahasa dan tata tulisnya
oleh DPR, tanpa ada perubahan yang substantif. Selain bersifat elitis, pada masa
lalu juga tercatat bahwa hukum kita bersifat positivistik-instrumentalistik.
Artinya, hanya menjadi alat pembenar atas kehendak penguasa, baik yang
terlanjur maupun yang akan dilakukan. Dengan watak seperti ini, seringkali
hukum atau undang-undang menjadi alat untuk membenarkan kebijakan yang
sebenarnya salah atau tidak baik.15
Produk hukum dalam arti undang-undang harus diterima sebagai
kebenaran yang final sehingga tidak ada satu lembaga pun yang bisa melakukan
pengujian, apalagi untuk membatalkannya. Undang-undang yang dibuat oleh
pemerintah dan DPR(legislatif) tidak bisa diganggu gugat meskipun di dalamnya
terdapatkesalahan. Gugatan atas undng-undang waktu itu hanya bisa dilakukan
melalui satu jalur, yaitu legislative review. Dengan kata lain, sebuah undang-
undang hanya bisa dibatalkan oleh pembuatnya sendiri. Meskipun sebuah undang-
undang sudah jelas-jelas salah, kalau DPR dan pemerintah sebagai lembaga
legislatif tidak mau mengubahnya maka undang-undang itu tidak bisa berubah.16
14 Soetandyo Wignjosoebroto. Op.Cit. hlm 22215 Mahfud MD. Capaian dan Proyeksi Kondisi Hukum Indonesia. Jurnal Hukum NO. 3 VOL. 16 JULI 2009: 291 – 310. Diakses dari law.uii.ac.id pada tanggal 2 November 201516 Ibid.
![Page 5: Perkembangan Hukum Dan Kebijakan Politik Masa Orde Baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072107/5695d3841a28ab9b029e3480/html5/thumbnails/5.jpg)
Daftar Pustaka
Buku
Moh.Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,
2014.
Soetandyo Wignjosoebroto. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional; Dinamika
sosial-politik dalam perkembangan hukum di Indonesia, Jakarta:
HuMa;VVI-Leiden;KITLV-Jakarta;Epistema Institute,2014,hlm 205.
Jurnal
Hedar Laujeng, Hukum Kolonial di Negara Merdeka. Diakses dari
www.huma.or.id pada tanggal 2 November 2015
Mahfud MD. Capaian dan Proyeksi Kondisi Hukum Indonesia. Jurnal Hukum
NO. 3 VOL. 16 JULI 2009: 291 – 310. Diakses dari law.uii.ac.id pada
tanggal 2 November 2015