Perkawinan adat

5
A. Definisi Perkawinan Adat Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita; sabab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria calon mempelai saja, tatapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara- saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum adat perkawinan itu bukan hanya merupaka peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan dikuti oleh arwah-arwah paras leluhur kedua belah pihak. Dan dari arwah-arwah inilah kedua belah pihak beserta seluruh keluarganya mengharapkan juga restuanya bagi kedua mempelai, hingga mereka ini setelah menikah salanjutnya dapat hidup rukun bahagia sabagai suami istri samapai “ kaken-kaken ninen-ninen” ( istilah Jawa yang artinya sampai sang suami menjadi kakaek-kakek dan sang istri menjadi nenek-nenek yang bercucu-cicit) Hukum perkawinan adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia. B. Ketentuan Perkawinan Adat Yang Diadopsi Dalam UU No.1 Tahun 1947 Walaupun UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan sudah berlaku, tetapi hukum adat masih juga berlaku. Di dalam UU Perkawinan ini, tidak diatur bentuk-bentuk perkawina, cara peminangan (pelamaran) upacara perkawinan dan lainnya dalam ruang lingkup hukum adat. Kedudukan hukum adat UU No.1 tahun 1974 tidak terlihat secara jelas, tetapi terdapat dalam beberapa pasal: - Pasal 2 : sah perkawinan berdasarkan hukum agama

Transcript of Perkawinan adat

Page 1: Perkawinan adat

A. Definisi Perkawinan Adat

Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita; sabab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria calon mempelai saja, tatapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing.

Dalam hukum adat perkawinan itu bukan hanya merupaka peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan dikuti oleh arwah-arwah paras leluhur kedua belah pihak. Dan dari arwah-arwah inilah kedua belah pihak beserta seluruh keluarganya mengharapkan juga restuanya bagi kedua mempelai, hingga mereka ini setelah menikah salanjutnya dapat hidup rukun bahagia sabagai suami istri samapai “ kaken-kaken ninen-ninen” ( istilah Jawa yang artinya sampai sang suami menjadi kakaek-kakek dan sang istri menjadi nenek-nenek yang bercucu-cicit)

Hukum perkawinan adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia.

B. Ketentuan Perkawinan Adat Yang Diadopsi Dalam UU No.1 Tahun 1947

Walaupun UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan sudah berlaku, tetapi hukum adat masih juga berlaku. Di dalam UU Perkawinan ini, tidak diatur bentuk-bentuk perkawina, cara peminangan (pelamaran) upacara perkawinan dan lainnya dalam ruang lingkup hukum adat.

Kedudukan hukum adat UU No.1 tahun 1974 tidak terlihat secara jelas, tetapi terdapat dalam beberapa pasal:

- Pasal 2 : sah perkawinan berdasarkan hukum agama- Pasal 37 : mengenai harta benda diatur oleh hukumnya masing-masing

(termasuk hukum adat)- Pasal 35 : sampai pasal 36 mengenai harta perkawinan memuat ketentuan

hukum adat yang dikenal dengan harta gono-gini (ada harta bawaan dan harta bersama)

C. Berlakunya Hukum Perkawinan Adat Saat Ini (Ketentuan Mana Yang Berlaku)

D. Sistem Perkawinan Adat

Page 2: Perkawinan adat

3 macam sistem perkawinan. Diantaranya:

1. Sistem Endogami

Dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari suku keluarganya sendiri. Sistem perkawinan ini jarang terdapat di Indonesia salah satunya hanya di Toraja.

2. Sistem Exogami

Dalam sistem ini orang diharuskan kawin dengan orang luar suku keluarganya. Sistem demikian terdapat di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru, dan Seram.

3. Sistem Eleutherogami

Sistem ini tidak mengenal larangan-larangan itu atau keharusan-keharusan halnya dalam sistem Endogami ataupun Exogami, Eleutherogami ternyata paling meluas di Indonesia. Diantaranya daerah Aceh, Sumatera Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Minahasa, Aulawai Selatan, Ternate, Irian Jaya Timur, Bali, Lombok, dan seluruh Jawa-Madura.

E. Bentuk Perkawinan AdatSusunan masyarakat yang berbeda diantaranaya patrilineal, matrilineal. Dan

parental/bilateral, maka bentuk perkawinan beragam:

1. Susunan Masyarakat PatrilinealBentuk perkawinannya adalah perkawinan jujur. Umumnya berlaku di daerah Gayo,

Batak, Nias, Lampung, Bali dan Maluku.Pihak kerabat calon suami, sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita

keluar dari adat persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk ke dalam persekutuan suaminya.

Setelah perkawina, istri berada dibawah kekuasaan kerabat suaminya, dan merupakan tanggung jawab kerabat suaminya. Harta bawaan istri dikuasai oleh suami, kecuali ditentukan lain.

Umum dalam perkawinan jujur tidak dikenal cerai dan bila si wafat, si istri mengawini saudara suami, perkawinan ini dikenal dengan perkawinan pengganti.

Variasi atau macamnya:- Perkawinan ganti suami-Bapak Toba = PareakhonDengan wafatnya suami, istri kawin dengan saudara laki-laki dari suami tidak sama

dengan pembayaran jujur.- Perkawinan ganti istri

Page 3: Perkawinan adat

Lampung : turun/naik ranjang Pasemah : kawin tongkat

Dengan wafatnya istri, suami kawin dengan saudara wanita istri yang wafat tersebut.- Perkawinan mengabdi

Batak : madindingKarena tidak terjadinya kesepakatan tentang syarat-syarat perkawinan yang diminta

oleh pihak wanita, setelah perkawinan suami tinggal dalam kerabat istri.

- Perkawinan ambil beri (perkawinan bertukar) Minangkabau : perkawinan bako Lampung : ngejuk ngakuk

Perkawinan yang terjadi antara kerabat yang sifatnya symetris,dimana suatau masa kerabat A mengambil istri dari kerabat B, pada masa lain sebaliknya.

2. Susunan Masyarakat MatrilinealBentuk perkawinannya adalah perkawinan semenda dalam rangka mempertahankan

garis keturunan pihak ibu. Dalam perkawinan semenda calon mempelai pria dilamar oleh kerabat calon mempelai wanita.

Setelah perkawinan terjadi, maka suami berda di bawah kekuasaan kerabat istri, dan kedudukan hukumnya tergantung pada bentuk perkawinan semenda, terbagi atas:

- Semenda raja-raja berarti suami-istri kedudukan seimbang.- Semenda lepas berarti suami mengikuti tempat kediaman istri.- Semenda bebas berarti suami tinggal pada keluarganya.- Semenda anak dagang berarti suami hanya datang sewaktu-waktu.- Semenda ngangket : bila keluarga tidak mempunyai anak wanita kemudian dicari

anak wanita lain untuk dikawin dengan anak laki-laki untuk meneruskan harta keluarganya.

Pada umumnya dalam bentuk perkawinan semenda kekuasaan pihak wanita yang lebih berperan, sedangkan suami tidak ubahnya sebagai istilah ngijam jago (meminjam jantan), hanya sebagai pemberi bibit saja dan kurang bertanggung jawab dalam keluarga (rumah tangga).

3. Perkawinan Bebas (Mandiri)Perkawinan bebasa atau perkawinan mandiri pada umumnya berlaku di lingkungan

masyarakat adat yang bersifat parental seperti masyarakat Jawa, Sunda, Aceh, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dilingkungan masyarakat parental bias saja terjadi perkawinan ganti suami atay ganti istri.

Dalam masyarakat Jawa dan Sunda, ada perkawinan manggih kaya yaitu suami yang kaya diikutu oleh istrinya yang miskin. Ada juga perkawinan nyelindung kegelung yautu istri yang kaya diikuti oleh suami yang miskin (si suami bergantung dengan istrinya)

Page 4: Perkawinan adat

Bentuk perkawinan bebas ini dikehendaki oleh UU No.1 tahun 1974, simana kedudukan suami istri berimbang sama, suami sebagai kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.

4. Bentuk Perkawinan Mentas (Bilateral)Tidak ada keharusan untuk jujur, hanya berupa pemberian yang sifatnya bukan

sebagai jujur. Setelah perkawinan suami/istri berpisah dari keluarga/kerabat dan berdiam dalam rumah sendiri.

F. Pertunangan AdatG. Mas Kawin dan Uang Jujur

Pembayaran jujur tidak sama dengan mas kawin menutut hukum islam.- Mas kawin

Mas kawin adalah kewajiban agama ketika dilaksanakan akad nikah yang harus dipenuhi oleh mempelai pria untuk mempelai wanita. Mas kawin boleh diutangkan.

- Uang jujurUang jujur adalah kewajiban adat ketika dilakukan pelamaran yang harus dipenuhi

oleh kerabat pria kepada kerabat wanita. Uang jujur tidak boleh diutangkan.

H. Alasan Perceraian