Perjuangan KH. Qusyaeri

97
PERJUANGAN KH. QUSYAERI DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-IKHLASH KANGGRAKSAN CURUG KECAMATAN HARJAMUKTI KOTA CIREBON SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Islam (S.Hum.I) Pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah Disusun Oleh : Syahri Nugraha NIM 14103110018 KEMENTRIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2014 M/ 1435 H

description

pdf

Transcript of Perjuangan KH. Qusyaeri

Page 1: Perjuangan KH. Qusyaeri

PERJUANGAN KH. QUSYAERI DALAM PENGEMBANGAN PONDOK

PESANTREN AL-IKHLASH KANGGRAKSAN CURUG KECAMATAN

HARJAMUKTI KOTA CIREBON

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Islam (S.Hum.I)

Pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah

Disusun Oleh :

Syahri Nugraha

NIM 14103110018

KEMENTRIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2014 M/ 1435 H

Page 2: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 3: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 4: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 5: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 6: Perjuangan KH. Qusyaeri

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Syahri

Nugraha, lahir di Cirebon pada tanggal 24 April

1991. Penulis adalah anak pertama, putera dari

Bapak Nurochmat Wiznudin dan Ibu Kurniasih.

Beralamat di Dusun I Rt/Rw 003/002 Desa Curug,

Kecamatan Susukan Lebak, Kabupaten Cirebon.

Adapun riwayat pendidikan yang penulis tempuh adalah:

1. SDN 1 Curug tahun 1996 – 2002

2. MDA Nur Hidayah Curug tahun 1998-2002

3. SMP N 2 Susukan Lebak tahun 2003-2006

4. Pondok Pesantren Muallimin Babakan Ciwaringin Cirebon tahun 2006-

2011

5. Madrasah Al Hikamus Salafiyyah (MHS) tahun 2007-2011

6. MAN MODEL Ciwaringin tahun 2007-2009

7. IAIN Syekh Nurjati Cirebon Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah Jurusan

Sejarah Peradaban Islam (SPI) tahun 2010-2014

8. Pondok Pesantren Al- Ikhlash Kanggraksan Curug tahun 2012- Sekarang

Selain itu selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif di berbagai

organisasi kampus dan diluar kampus diantaranya adalah:

1. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Syekh Nurjati

Cirebon

2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam (HIMASPI)

3. Anggota Komunitas Pusaka Kendi Pertula Cirebon

4. Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah (SEMA-

FUAD)

Page 7: Perjuangan KH. Qusyaeri

MOTO

“When There A Will There is A Way”

Dimana Ada Kemauan Disana Ada Jalan

Page 8: Perjuangan KH. Qusyaeri

PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Saya Persembahkan Kepada Ayahanda Dan Ibunda

Tercinta yang tak pernah bosannya selalu mendo’akan penulis.

Dan tak lupa juga kepada guru-guruku yang tak pernah lelah

mengajarkan ilmunya.

Page 9: Perjuangan KH. Qusyaeri

ABSTRAKSI

Syahri Nugraha. NIM 14103110018. “PERJUANGAN KH. QUSYAERI

DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-IKHLASH

KANGGRAKSAN KECAMATAN HARJAMUKTI KOTA CIREBON”.

Skripsi. Cirebon : Fakultas Adab Dakwah Ushuluddin, Jurusan Sejarah

Peradaban Islam, Juni 2014.

Figur seorang Kyai di pesantren merupakan hal yang pokok dalam tatanan

pengembangan Pondok Pesantren agar lebih maju, terlebih perjuangan seorang

Kyai dalam mengembangkan Pesantren agar selalu berdiri tegak di berbagai

zaman, dengan tujuan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman di masyarakat.

Penelitian tentang KH. Qusyaeri ini, penulis memposisikan sebagai jawaban atas

sesosok figur tersebut. Selain sebuah potret perjalanan hidup seorang tokoh lokal,

penulis ingin lebih menggali sesuatu lebih mendalam lagi dengan merokunstruksi

melalui genersi penerus pesantren selanjutnya, khususnya kepada keturunan tokoh

pejuang Islam di wilayah Kanggraksan Curug Kota Cirebon. Penulis merasa

tertarik untuk mengkajinya lebih lanjut mengenai KH. Qusyaeri yang merupakan

tokoh pejuang dari Pesantren, yang notabene hanyalah lulusan dari sekolah

informal atau pesantren-pesantren, akan tetapi beliau mampu mengembangkan

pesantren sampai sekarang.

Yang akan penulis bahas dalam penelitan ini yaitu mengenai Perjuangan

Pengembangan Pesantren yang dilakukan oleh KH. Qusyaeri. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis yaitu suatu metode yang

digunakan untuk menggambarkan cerita yang telah terjadi di masa lampau secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta untuk memperoleh

kesimpulan yang kuat dengan pendekatan observasi dan melakukan wawancara

dengan keluarga, kerabat maupun yang mengetahui sejarahnya.

Dari hasil penelitian di lapangan, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan,

yaitu: Pertama, KH. Qusyaeri adalah putera pertama dari pasangan Bapak Kastari

dan Nyai. Hj. Habibah yang terlahir dari keluarga sederhana pada tanggal 29

Oktober 1936 M di desa Kepompongan Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.

KH. Qusyaeri pertama belajar di Volks Scholl (sekolah zaman Belanda) namun

tidak sampai selesai. Kemudian ia lebih memilih melanjutkan ke Pesantren di

tanah Jawa ini untuk memperdalam ilmu agama Islam. Kedua, Pondok Pesantren

al-ikhlash didirikan pada tahun 1935 oleh KH. Makdum. Ketiga, seorang KH.

Qusyaeri yakni merupakan tokoh pejuang dalam memajukan pengembangan

Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

Page 10: Perjuangan KH. Qusyaeri

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua termasuk penulis,

sehingga alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Strata Satu (S1)

pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI), yakni penulisan skripsi. Shalawat

serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan kajian singkat tentang Perjuangan KH.

Qusyaeri Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug

Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa

terima kasih kepada:

Ungkapan ini penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Maksum Mukhtar, M.A, selaku Rektor IAIN Syekh

Nurjati Cirebon.

2. Dr. H. Adib, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab

Dakwah.

3. Dedeh Nur Hamidah, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Sejarah

Peradaban Islam (SPI) yang selalu memberikan nasihatnya kepada

penulis.

4. Dr. H. Didin Nurul Rosyidin, M.A, P.hD, selaku pembimbing I dan

Zaenal Masduqi, M.Ag, M.A, selaku pembimbing II yang dengan

tulus ikhlash memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian

tugas akhir ini.

5. KH. Zamzami Amin, KH. Marzuki Amin beserta keluarga besar.

selaku guru dan Pengasuh Pondok Pesantren Mua‟llimin Babakan

Ciwaringin Cirebon yang tak pernah lelah mengajari penulis tentang

Page 11: Perjuangan KH. Qusyaeri

ilmu agama yang hakiki, memberikan nasihat-nasihat yang berguna

bagi penulis di masa yang akan datang.

6. Hj. Maemanah, selaku istri KH. Qusyaeri (Alm) sekaligus Pengasuh

Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan

Harjamukti Kota Cirebon yang telah memberikan restu kepada

penulis untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

7. Para pengurus, dan Asatidz/Asatidzah Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon yang telah

berkenan membantu penulis dengan memberikan selama proses

penelitian dan pencarian dokumen tentang KH. Qusyaeri.

8. Ayahanda tercinta Nurochmat Wiznudin dan Ibunda tercinta

Kurniasih, yang selalu memberikan do‟a kepada penulis dari

semenjak kecil hingga dewasa, yang sampai saat ini penulis belum

bisa membalasnya.

9. Adik-adik tercinta Hikmatul Maula dan Roja Roihatul Jannah, yang

menjadi sumber inspirasi penulis sehingga bisa terselesaikan dengan

baik.

10. Kawan-kawan Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang selalu

memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak, demi kemajuan penulis di masa yang

akan datang.

Cirebon, Juni 2014

Penulis

Page 12: Perjuangan KH. Qusyaeri

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

PERSETUJUAN .................................................................................... ii

NOTA DINAS ........................................................................................ iii

PERNYATAAN OTENSITITAS SKRIPSI .......................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi

MOTO .................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN .................................................................................. viii

ABSTRAKSI .......................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ............................................................................ x

DAFTAR ISI .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 7

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7

E. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 9

F. Metode dan Sumber Penelitian ..................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................... 14

Page 13: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB II BIOGRAFI KH. QUSYAERI

A. Latar Belakang Keluarga .............................................................. 16

B. Pendidikan ................................................................................... 17

C. Pengabdian Beliau ........................................................................ 26

D. Sakit dan Wafat ............................................................................ 29

BAB III SEKELUMIT PONDOK PESANTREN AL-IKHLASH

A. Pondok Pesantren di Cirebon ........................................................ 31

a. Pondok Pesantren Buntet ........................................................ 33

b. Pondok Pesantren Ciwaringin ................................................. 34

c. Pondok Pesantren Kempek ..................................................... 35

B. Pesantren Al-Ikhlash .................................................................... 36

a. Sejarah Pondok Pesantren Al-Ikhlash ..................................... 36

b. Tujuan Berdiri Pondok Pesantren Al-Ikhlash .......................... 37

c. Sistem Pesantren Al-Ikhlash ................................................... 38

1. Wetonan ........................................................................... 39

2. Ceramah ........................................................................... 40

3. Sistem Klasikal ................................................................. 40

d. Kurikulum Pesantren .............................................................. 40

e. Kondisi Objektif Pesantren Al-Ikhlash ................................... 43

a) Lokasi Pesantren .............................................................. 43

b) Tenaga Pendidik/Guru ...................................................... 44

c) Santri ................................................................................ 44

d) Struktur Pengurus Pondok Pesantren Al-Ikhlash ................ 44

BAB IV PERJUANGAN KH. QUSYAERI DALAM PENGEMBANGAN

PONDOK PESANTREN AL-IKHLASH

A. Perjuangan KH. Qusyaeri ............................................................ 47

1. Sistem Pengajaran di Al-Ikhlash ............................................. 47

2. Kurikulum pesantren Al-Ikhlash ............................................. 48

3. Kajian yang KH. Qusyaeri Ampu ........................................... 50

Page 14: Perjuangan KH. Qusyaeri

4. Metode Pendidikan dan Pengajaran ........................................ 51

1. Tariqah al-qudwah ........................................................... 51

2. Tariqah al-talqin............................................................... 52

3. Tariqah takwin al-‘adah al-hasanah ................................. 52

4. Tariqah al-syugl auqat al-farag ........................................ 53

5. Tariqah al-masubah wa al-‘uqubah .................................. 53

B. Nasihat/ Fatwa KH. Qusyaeri ....................................................... 54

1. Tidak Boleh keluar Malam ..................................................... 55

2. Jangan Main Bola di Tanah Orang .......................................... 55

3. Jangan Sering Pulang .............................................................. 55

4. Melaksanakan Perintah Allah dan Menjauhi Larangannya ...... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 58

B. Saran ............................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 61

Page 15: Perjuangan KH. Qusyaeri

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengajian Ba‟da Shubuh ........................................................... 41

Tabel 1.2 Pengajian Ba‟da Isya ................................................................ 42

Tabel 3.1 Lokasi Pesantren ...................................................................... 43

Tabel 4.1 Kelas I ...................................................................................... 48

Tabel 4.2 Kelas II .................................................................................... 49

Tabel 4.3 Kelas III ................................................................................... 49

Tabel 5.1 Kajian yang KH. Qusyaeri Ampu ............................................. 50

Page 16: Perjuangan KH. Qusyaeri

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapan wawancara dengan Ust. Haris Ustman Hakim ......... 65

Lampiran 2 Rekapan wawancara dengan Nyai Hj. Maemanah ................. 68

Lampiran 3 Denah Pesantren ................................................................... 70

Lampiran 4 Peta Pesantren ....................................................................... 71

Lampiran 5 KH. Qusyaeri ........................................................................ 72

Lampiran 6 Pondok Pesantren Al-Ikhlash ................................................ 73

Lampiran 7 Kegiatan Haul KH. Qusyaeri ................................................. 74

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian Al-Ikhlash ................................. 77

Lampiran 9 Surat Keputusan Pembimbing Skripsi ................................... 78

Lampiran 10 Surat Pengantar Penelitian ................................................... 79

Page 17: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada abad ke XV agama Islam sudah berkembang di Pulau Jawa,

terutama di Jawa Timur, Maulana Malik Ibrahim membuka Pesantren bagi siapa

saja yang berminat mempelajari agama Islam. Sebagian besar santrinya datang

dari daerah-daerah sekitarnya dan hanya sedikit dari mereka asal dari Jawa Barat.

Meski demikian bukan berarti di Jawa Barat tidak berperan dalam perkembangan

Islam paling awal. Sebaliknya melalui daerah yang bernama Gunung Jati yang

merupakan wilayah negeri atau daerah bawahan Pajajaran.1 Jawa Barat berperan

lebih dulu dalam melakukan gerakan Islamisasi Nusantara. Karena letaknya yang

strategis di tepi pelabuhan Muara Jati, pedagang-pedagang asing Muslim yang

datang ke wilayah ini, baik dari Cina, Arab, Gujarat maupun Pantai Barat India.

Selain sebagai pedagang, mereka juga berperan sebagai Mubaligh yang sengaja

membawa ajaran Islam keseluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk Nusantara.

Sekitar tahun 1420 M datanglah serombongan pedagang dari Baghdad

yang dipimpin oleh Syekh Idhofi Mahdi (Syekh Dzatul Kahfi) mereka ke

Pelabuhan Muara Jati meminta izin kepada Ki Jumanjan Jati agar diperkenankan

menetap di perkampungan sekitar Muara Jati dengan alasan untuk memperlancar

dagangnya. Ki Jumanjan Jati memberi izin kepada rombongan Syekh Idhofi

untuk tinggal di kampung Pasambangan yang sekarang terdapat di wilayah

Gunung Jati.2 Di tempat Syekh Idhofi mengajarkan ilmu agama Islam kepada

masyarakat sekitar dengan mendirikan sebuah pengguron atau lebih dikenal

dengan pondok pesantren. Secara umum sebagaimana dikatakan oleh Muhaimin

AG, bahwa penyebaran Islam di Cirebon ini mengikuti tradisi pembelajaran Islam

1 Wahyudi Asnan, Kisah Wali Sanga.( Surabaya: Karya Ilmu, 2001), hlm 5.

2 Musthofa Bisri, Kitab Tarikh Auliya. (Kudus: Menara Kudus, 1952), hlm 11-12.

Page 18: Perjuangan KH. Qusyaeri

di seluruh Jawa.3 Tradisi pembelajaran yang demikian kita sebut dengan sebuah

istilah pesantren.

Pondok pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama

Islam sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji” ilmu agama Islam. Pondok

pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung

makna keaslian (indigenious) Indonesia.4 Terlebih di Jawa Barat yakni Cirebon,

yang dalam perkembangannya mampu menjadi tempat berseminya dakwah Islam

hingga tersebar luas di wilayah Jawa Barat.

Menurut Babad Cirebon, daerah Cirebon tumbuh dan berkembang

dengan kegiatan belajar mengajar dari lembaga yang mirip pesantren yang disebut

pengguron atau peguron. Dengan cara ini, pesantren memperoleh pengakuan,

legitimasi dan dukungan politis penuh dari Kraton. Karena dalam penyebaran

Islam, Kraton sendiri mengambil dan memantapkan misi dari pesantren itu

sendiri.

Ada dugaan kuat bahwa pada masa awal Kraton, penyebaran Islam di

Cirebon berpusat di desa.5 Sejak Cirebon memiliki sendiri dewan kekuasaan yang

merdeka di bawah Pangeran Cakrabuana dan kemudian dikembangkan oleh

Sunan Gunung Jati (1570 M) dan penerusnya, Panembahan Ratu (sekitar 1650

M), pusat penyebaran Islam berpindah dari desa ke lembaga kekuasaan (Kraton).

Pada sekitar awal abad ke- 19-20 M, Cirebon menjadi salah satu pusat

pesantren di Jawa dengan berdirinya beberapa pesantren seperti Pesantren Buntet,

Pesantren Bale Rante, dan Pesantren Ciwaringin. Hal ini tidak terlepas dari

3 Tradisi pembelajaran Islam di Jawa dalam penjelasannya yang mengutip dari

Dhofier seperti, kewajiban pengucapan kalimat syahadat. Sebagai contoh, di Jawa pembacaan syahadat di saat bayi yang baru lahir, orang menikah, dan sebagainya. Zamakhsyari Dhofier,

Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm 18-24.

4 Muhtarom H.M, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi Resistansi Tradisional Islam.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 5.

5 Masa awal kraton diartikan sebagai masa awal-awal Cirebon berdiri. Sedangkaan

contoh yang berpusat di desa seperti pesantren Syekh Kahfi Di Amparan Jati.

Page 19: Perjuangan KH. Qusyaeri

pembatasan tindakan-tindakan yang dilancarkan oleh Pemerintah Kolonial

Belanda terhadap proses pendidikan dan penyebaran agama Islam di dalam

Kraton sejak awal abad ke- 18 .

Cirebon dikenal dengan ajaran Islamnya yang kuat. Tidak heran jika

Cirebon memiliki banyak pesantren. Di Pasambangan terdapat sebuah pesantren

yang bernama Pasambangan yang dipimpin oleh Syekh Dzatul Kahfi (Syekh

Nurul Jati) yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal Pesantren di Cirebon, sebelum

nantinya pusat pendidikan Islam di Cirebon berpindah ke Kraton. Di pesantren

inilah Pangeran Walangsungsang (putra raja Pajajaran, Prabu Siliwangi) dan

adiknya, Nyai Rara Santang, pertama kali mendapat pendidikan agama Islam.6

Pesantren di daerah Cirebon dari satu ke masa itu semakin berkembang pesat.

Begitu pun juga di daerah Kanggraksan Curug Cirebon di mana terdapat pondok

pesantren dengan nama Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

Pondok Pesantren Al-Ikhlash didirikan pada tahun 1935 M yang terletak

di Kanggraksan Curug Harjamukti Kota Cirebon, dengan pendiri dan pengasuh

pertama dipegang oleh KH. Makdum (cucunya KH. Imam Prabu). Imam Prabu

merupakan kakek dari KH. Makdum yang ikut membantu mendirikan pesantren.

Cikal bakal berdirinya berawal dari kepulangan beliau dari melaksanakan ibadah

Haji, beliau mendapatkan tanah warisan dari Ibu mertuanya seluas ± 1680 m2,

yang kemudian digunakan untuk membangun Pesantren Al-Ikhlash.

Pasca wafatnya KH. Makdum tampuk kepemimpinan pesantren

diteruskan menantunya KH. Qusyaeri yang pernah menjadi santrinya KH.

Makdum selama 4 tahun, dari tahun 1955-1959 M. Selama masa kepemimpinan

KH. Qusyaeri banyak melakukan gebrakan dalam rangka mengembangkan

pondok pesantren.

6 http://www.dessykomalawatiblogspot.com/2011/sejarah-cirebon.html.oleh Dessy

Komalawati. Diunggah 26 Februari 2014 pukul 16.11 WIB

Page 20: Perjuangan KH. Qusyaeri

Seiring dengan perkembangan kepemimpinan pesantren dan perjalanan

waktu sistem pendidikan pondok pesantren, serta banyaknya santri yang mukim

dan berasal dari daerah sewilayah III Cirebon dan bahkan juga dari luar Jawa.

KH. Qusyaeri dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1936 M dari pasangan

Nyai Hj. Habibah dan Bapak Kastari. Beliau biasa disapa dengan panggilan Eri.

Kiai ini merupakan putera pertama dari empat bersaudara. Beliau disekolahkan di

volkschool (pada zaman dulu) di desa Kepompongan Kecamatan Talun Kabupaten

Cirebon, akan tetapi hanya sampai kelas IV, beliau sekolah dan tidak sampai

lulus. Beliau memilih pendidikan lanjutannya dengan hanya melanjutkan ke

Pesantren di berbagai tempat selama 8 tahun, diantaranya di Tegal 2 tahun,

Sindang Laut Kabupaten Cirebon 2 tahun, kemudian di Kanggraksan Curug Kota

Cirebon 4 tahun.7

Sepanjang perjalanan hidupnya KH. Qusyaeri termasuk orang yang

sederhana dari kalangan keluarga biasa. Meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat,

beliau tidak pernah putus harapan. Dengan memiliki kepribadian yang baik dan

bekal ilmu selama mengenyam pendidikannya di pesantren, beliau akhirnya

dipercayai oleh KH. Makdum. Bahkan beliau dijadikan sebagai menantu sang

Kiai, untuk meneruskan kepemimpinan KH. Makdum di Pesantren Al-Ikhlash.

Tepat pada hari Kamis malam Jum‟at tanggal 12 Djulhijjah 1380 H/1959 M,

beliau dinikahkan dengan putri bungsu KH. Makdum yang bernama Hj.

Maemanah, dan dikaruniai 13 (tiga belas) anak, yang meninggal 6 (lima) yang

hidup 7 (tujuh). Kemudian KH. Qusyaeri menikah lagi pada tahun 1970 M,

dengan Nyai Hj. Hafsah binti Kyai Sholihin Kampung Grenjeng Kecamatan

Harjamukti Kota Cirebon, dan dikarunia 8 (delapan) anak, yakni 3 (tiga) laki-laki,

dan 5 (lima) perempuan.

7 Tuti Alawiyah, “Kepemimpinan Pondok Pesantren: (Studi Kasus Kepemimpinan dan

Perjuangan KH. Qusyaeri Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlash Curug Kanggraksan Cirebon) ,

Tesis Megister Manajemen Pendidikan Islam (Cirebon: IAIN Syekh Nurjati, 2012) hlm. 125, tidak

diterbitkan.

Page 21: Perjuangan KH. Qusyaeri

Di dalam mengembangkan pesantren KH. Qusyaeri memiliki strategi-

strategi yang jitu seperti halnya dalam mengambil keputusan, penyelesaian

konflik, dan pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash:

a. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan di Pondok Pesantren Al-Ikhlash senantiasa

dilakukan dengan musyawarah mufakat dari jajaran level santri, organisasi santri,

guru, dan pengurus. Demikian juga dalam proses pengambilan keputusan dalam

perencanaan pendanaan pondok melalui proses musyawarah. Misalnya dalam hal

keuangan, KH. Qusyaeri tidak memegang keuangan, namun beliau tahu masuk

dan keluarnya dana tersebut. Karena kiai selalu meminta laporan kepada

bendahara pondok, agar selalu melaporkan sirkulasi keuangan pondok.

b. Penyelesaian Konflik dan Perkembangan

Di dalam menyelesaikan konflik yang terjadi pada santrinya, KH.

Qusyaeri tidak turun tangan langsung menangani masalah tersebut melainkan

beliau menyerahkan urusan itu kepada pengurus terlebih dahulu. Jikalau dari

pengurus itu sendiri tidak mampu, barulah permasalahan itu diselesaikan oleh

beliau.

Selain itu di Pondok Pesantren Al-Ikhlash beliau juga menerapkan sistem

pengajaran yang masih mempertahankan unsur ke tradisionalan pesantren pada

umumnya, yakni wetonan/bandungan, sistem ceramah, dan juga sistem klasikal.

a. Wetonan

Wetonan atau disebut bandungan adalah metode yang paling utama di

lingkungan pesantren. Zamakhsyari Dhofier menerangkan bahwa metode wetonan

(bandungan) ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru membaca,

Page 22: Perjuangan KH. Qusyaeri

menterjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa

Arab sedang sekelompok mendengarkannya.8

Kegiatan pengajian wetonan ini KH. Qusyaeri menggunakan kitab-kitab

yang beliau kaji dengan konsep perpaduan antara salafi dan modern, yakni dari

kitab salafi beliau menerangkannya serta mengkorelasikan dengan konteks

kekinian, hal ini yang bisa memudahkan para santri untuk bisa memahami maksud

dari kitab yang sedang di kaji tersebut.

b. Ceramah

Kegiatan ini dilakukan KH. Qusyaeri dalam penyampaian materi

pengajian kepada santrinya, yang dilaksanakan satu minggu sekali yaitu dengan

mendengarkan mauidhoh hasanah atau tausiyah dari beliau pada malam jum‟at

sebelum melaksanakan tahlil bersama. Isi dari mauidhoh hasanah itu, beliau

menyampaikan materi dengan cara bercerita, kemudian cerita tersebut di dukung

dengan dalil-dalilnya.

c. Sistem klasikal

Kegiatan ini dilakukan oleh pengurus, anak, dan cucu beliau yang

memiliki kompeten dan mendapat kepercayaan dari KH. Qusyaeri untuk

mengabdi dan mengajarkan ilmunya kepada para santri. Sistem klasikal yang di

terapkan di Pesantren Al-Ikhlash ini disesuaikan dengan kadar kemampuan

masing-masing santri mulai dari kelas 1 s/d III. Dan kegiatan ini dilakukan pada

ba’da shubuh dan ba’da isya’.

Berangkat dari pemaparan diatas, KH. Qusyaeri memang sangat

memiliki peranan yang besar. Banyak alasan mengapa penulis ingin menulis

penelitian mengenai KH. Qusyaeri. Salah satunya karena kurangnya informasi

dan pembahasan mengenai perjuangan seorang ulama yang sebenarnya mereka

memiliki peran yang sangat besar dalam mengembangkan pondok pesantren dan

8Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996, hlm 143.

Page 23: Perjuangan KH. Qusyaeri

ikut andil dalam penyebaran agama Islam, akan tetapi tidak diketahui khalayak

umum. Banyak para ulama yang kurang dikenal oleh masyarakat,

karena mereka menutup diri sehingga banyak yang tidak mengenalnya. Oleh

karena itu, penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai “Perjuangan KH.

Qusyaeri dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan

Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon”.

B. Rumusan Masalah

Kajian ini secara umum berusaha untuk memenuhi dan mengetahui peran

dari tokoh KH. Qusyaeri sebagai salah satu tokoh yang berhasil dalam

pengembangan pesantren yakni Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug

Cirebon.

Secara spesifik berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini dapat dijabarkan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimanakah biografi KH. Qusyaeri?

2. Bagaimana sejarah Pondok Pesantren Al-Ikhlash?

3. Bagaimanakah perjuangan KH. Qusyaeri dalam pengembangan Pondok

Pesantren Al-Ikhlash ?

C. Tujuan dan kegunaan penelitian

Tujuan penelitian ini merupakan target yang hendak dicapai melalui

serangkaian aktivitas penelitian, karena segala yang diusahakan pasti mempunyai

tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya. Sesuai dengan persepsi

tersebut dan berpijak pada rumusan masalah yang telah disebutkan, maka

penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui Biografi KH. Qusyaeri.

2. Untuk mengetahui sejarah Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

3. Untuk mengetahui perjuangan KH. Qusyaeri dalam pengembangan

Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

Page 24: Perjuangan KH. Qusyaeri

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini banyak membutuhkan referensi untuk menambah bobot

kajian tentang sejarah tokoh KH. Qusyaeri. Sumber pustaka yang di gunakan

dalam kajian ini baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier dengan

harapan mampu memberikan informasi-informasi yang relevan terhadap

penelitian ini.

Tidak banyak buku yang menceritakan tentang KH. Qusyaeri, akan tetapi

masih ada beberapa yang bisa menjadi sumber rujukan dalam penelitian ini,

diantaranya yaitu sebagai berikut:

1. Kepemimpinan pondok pesantren: (Studi Kasus Kepemimpinan dan

Perjuangan Dakwah KH. Qusyaeri Pengasuh Pondok Pesantren Al-

Ikhlash Curug Kanggraksan Cirebon). Sebuah tesis yang disusun oleh

Tuti Alawiyah mahasiswi Program Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati

Cirebon tahun 2012. Dalam tesis ini dijelaskan tentang kepemimpinan dan

perjuangan dakwah KH. Qusyaeri selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-

Ikhlash dalam memajukan lembaga pendidikan ini. Urgensi dari penelitian

tesis tersebut memberikan acuan pembahasan bagi kajian pembahasan ini.

Di dalam tesis tersebut belum terdapat tentang biografi dan peran KH.

Qusyaeri secara rinci, yang menjadi fokus skripsi ini. Sumber ini akan

penulis jadikan sebagai bahan bab II dan bab III

2. Tradisi Pesantren Studi Tentang Hidup Kyai. Sebuah buku yang disusun

oleh Zamakhsyari Dhofier. Dalam pembahasan buku ini banyak

memberikan pengetahuan tentang peranan kiai dalam memelihara dan

mengembangkan faham Islam tradisional di Jawa. Sumber ini akan penulis

jadikan sebagai bahan bab I dan bab IV.

3. Menggerakan Tradisi Esai-Esai Pesantren. Sebuah buku yang disusun

oleh Abdurrahman Wahid. Dalam pembahasannya buku ini menjelaskan

gagasan-gagasan tentang peran dan kedudukan institusi pesantren dalam

modernisasi. Sumber ini akan penulis jadikan sebagai bahan bab I.

Page 25: Perjuangan KH. Qusyaeri

4. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren Studi Pada Pondok

Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang. Sebuah skripsi yang disusun

oleh Khoirun Nuri mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

semarang. Dalam pembahasannya skripsi ini menjelaskan tentang arti

penting moderniasasi dalam sistem pembelajaran di Pondok Pesantren Al-

Hikmah, bagaimana proses modernisasinya pesantren tersebut. Sumber ini

akan penulis jadikan sebagai bahan bab III.

5. Reproduksi Ulama di Era Globalisasi Resistansi Tradisional Islam.

Sebuah buku yang disusun oleh Dr. H. Muhtarom H.M. Dalam

pembahasannya buku ini menjelaskan tentang kredibilitas pondok

pesantren dalam menangani pengaruh globalisasi dan mampu

mengeksplorasi reproduksi ulama pondok pesantren tradisional. Sumber

ini akan penulis jadikan sebagai bahan bab IV.

6. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.

Buku yang disusun oleh Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag. dalam

pembahasannya buku ini menjelaskan tentang transformasi kepemimpinan

pesantren, sistem pendidikan pesantren, kurikulum pesantren, dan

transformasi pendidikan pesantren. sumber ini akan penulis jadikan

sebagai bahan bab I dan bab III.

E. Kerangka Pemikiran

Perjuangan merupakan suatu usaha untuk meraih sesuatu yang

diharapkan demi kemuliaan dan kebaikan. Karena pada dasarnya, segala apa pun

yang ingin diraih dengan kesuksesan yang gemilang itu membutuhkan

perjuangan.9 Seperti halnya perjuangan yang dilakukan oleh seorang ulama/kiyai

untuk mempertahankan dan mengembangkan pesantrennya, itu memerlukan

perjuangan yang amat sangat. Selain itu, perjuangan juga memerlukan kesabaran

9 http://cerianurrohmah.blogspot.com/2012/11/sejarah-perjuangan-bangsa-indonesia-

dan.html. Oleh: Nur Rochmah. (Diunduh pada 30 Agustus 2014).

Page 26: Perjuangan KH. Qusyaeri

serta keikhlasan yang penuh segenap jiwa dan raga. Karena tanpa adanya sifat-

sifat tersebut, sebuah perjuangan itu tidak berbuah kesuksesan.

Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia

seringkali bahkan merupakan pendirinya. Istilah kyai memiliki pengertian yang

plural. Kata Kyai bisa berarti:

1. Sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam);

2. Alim ulama;

3. Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebgainya);

4. Kepala distrik (di Kalimantan Selatan);

5. Sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah

(senjata, gamelan, dan sebagainya);

6. Sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati

hutan).10

Menurut asal-usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk

tiga gelar yang saling berbeda:

1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;

umpamanya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta

emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar

kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia

juga sering disebut alim (orang yang dalam pengetahuan islamnya).11

Gelar kyai dewasa ini juga dianugerahkan sebagai bentuk penghormatan

kepada seorang ulama yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan,

10 Ibid, hlm 27.

11

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta: LP3ES, 1982, hlm 55.

Page 27: Perjuangan KH. Qusyaeri

walaupun yang bersangkutan tidak memiliki pesantren. Dengan kata lain, bahwa

gelar kyai tetap dipakai bagi seorang ulama yang mempunyai ikatan primordial

dengan kelompok Islam tradisional. Bahkan dalam banyak hal, gelar kyai ini juga

sering dipakai oleh para da’i yang biasa memberikan tausiyah dalam rangka

menyiarkan Islam.12

Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok

pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat

seorang kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik)

dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan penddikan

tersebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal

para santri.13

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam

tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah

bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan „Kyai”.

Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren di

mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk

beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain.

Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi tembok untuk dapat mengawasi keluar

dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.14

Pada kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama,

tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah

pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana para santri biasanya tinggal

di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab

umum, yang bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta

12http://mughits-sumberilmu.blogspot.com/2011/10/pengertian-kyaiustadz-dan-

penceramah.html. Oleh Mughits. (Diunduh pada 31 Agustus 2014).

13 Mujamil Qomar, Op. Cit hlm. 15.

14

Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit, hlm. 44.

Page 28: Perjuangan KH. Qusyaeri

mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan

pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari pengertian diatas bisa di tarik kesimpulan bahwa pondok pesantren

adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri-ciri khas

tersendiri. Di mulai dari tempat, sistem pengajaran, guru-guru (pendidik), dan

juga para penghuninya yakni para murid yang biasa dikenal dengan sebutan

santri.

F. Metode dan Sumber Penelitian

Metode penelitian sejarah menurut Nugroho Notosusanto meliputi empat

langkah yaitu heuristik, verifikasi, interprestasi dan historiografi.15

Metode

penelitian sejarah menurut Nugroho Notosusanto:

a. Heuristik

Tahapan pertama yaitu mencari dan mengumpulkan sumber yang

berhubungan dengan topik yang akan dibahas baik sumber primer maupun

sekunder.

Sumber primer adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata. Hal ini

bisa dalam bentuk lisan maupun bentuk dokumen. Untuk sumber primer itu

sendiri belum ditemukan, dan sumber primer lisannya berupa wawancara dengan

saksi mata sejarah tokoh pesantren pada masa itu.

Sumber sekunder adalah sumber yang disampaikan bukan oleh saksi

mata. Sumber sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis yang tidak

sejaman. Dan sumber sekunder lisannya berupa wawancara dengan para tokoh

yang mengetahui benar tentang KH. Qusayeri berdasarkan fakta.

Dokumen-dokumen tertulis yang diperoleh diantaranya, Perpustakaan

IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Perpustakaan Umum 400, berbagai koleksi buku

pribadi dan buku dari Dosen maupun buku dari rekan-rekan kuliah mengenai KH.

Qusyaeri.

15Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta:

Dep. HANKAM Pusat ABRI, 1978, hlm. 18.

Page 29: Perjuangan KH. Qusyaeri

b. Verifikasi (Kritik Sumber)

Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan heuristik

kemudian dilakukan penyeleksian dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni

sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin. Tahap verifikasi merupakan

kritikan untuk memperoleh kredibilitas sumber. Dalam hal ini dilakukan uji

keabsahan tentang keaslian sumber melalui kritik ekstern dan kredibilitas sumber

yang ditelusuri melalui kritik intern.

Pada kritik ekstern artinya peneliti melakukan pengujian atas asli atau

tidaknya sumber, yaitu peneliti menyeleksi sumber yang ditemukan. Dalam hal ini

berkaitan dengan memastikan keabsahan sumber sejarah, jenis tulisan dan kertas,

menentukkan pribadi penulis dan waktu serta tempat penulisan. Bila sumber yang

ditemukan berupa dokumen tertulis maka sumber itu harus diteliti dengan diuji

melalui pertanyaan-pertanyaan pokok mengunakan rumus 5W+1H yaitu what

(apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how

(bagaimana). Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut maka peneliti dapat melihat

jawabannya sesuai dengan fakta atau tidak, karena dari sini peneliti dapat

mengklasifikasikan kualitas dari sumber-sumber-sumber tersebut.

Pada kritik intern membahas keadaan mental (kejiwaan) yang dilalui oleh

penulis sumber sejarah, dan kritik ini berusaha mengetahui jelas tujuan penulis

dari apa yang ia tulis, mengetahui apakah penulis yakin akan apa yang ia tulis, dan

apakah ada alasan cukup yang menjadikannya yakin dengan keabsahannya itu.16

Peneliti harus bisa menetapkan kredibilitas sumber sehingga tidak terjadi

kekeliruan.

c. Interpretasi

Interpretasi disebut juga dengan analisis sejarah. Ada dua metode yang

digunakan dalam tahap interpretasi, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti

menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan.

16 Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah, penerjemah: H.A. Muin Umar, dkk.

(Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI. 1986). hlm.

79.

Page 30: Perjuangan KH. Qusyaeri

Kegiatan penafsiran fakta ini bertujuan memberikan makna dan

pengertian serta menghidupkan kembali proses sejarah. Tahapan ini merupakan

kelanjutan dari tahapan sebelumnya karena setelah melakukan kritik sejarah,

maka harus dikembangkan pada pengambilan pengertian fakta dan data. Sehingga

dapat membuat sesuatu analisa terhadap sumber.

Dalam proses interpretasi sejarah, peneliti menggunakan metode analisis

yaitu menguraikan suatu peristiwa sejarah. Dalam menguraikan suatu peristiwa

sejarah ini maka peneliti berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya peristiwa. Interpretasi dilakukan peneliti dengan

memperbandingkan data guna menyingkap peristiwa-peristiwa mana yang terjadi

dalam waktu yang sama. Untuk mengetahui sebab-sebab dalam peristiwa sejarah

maka peneliti harus mengetahui data peristiwa masa lalu (lampau) guna

memberikan gambaran mengenai situasi pelaku, tindakan, maupun tempat

peristiwa itu terjadi.

Seperti pada penelitian skripsi ini setelah data-data mengenai perjuangan

KH. Qusyaeri dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash melalui

tahapan kritik, maka peneliti menginterpretasikannya dengan cara menguraikan

kronologi Perjuangan KH. Qusyaeri dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-

Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon disertai

peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi pada masa itu.

d. Historiografi

Historiografi merupakan penulisan hasil penelitian sejarah yang telah

dilakukan. Penulisan hasil penelitian sejarah ini memberikan gambaran yang jelas

mengenai proses penelitian dari awal sampai akhir. Tahapan penulisan ini,

tegasnya menyampaikan informasi kepada khalayak dalam memberikan jawaban

terhadap rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Pada tahap

historiografi ini peneliti memaparkan dalam bentuk dokumen tertulis data-data

yang didapat selama melakukan penelitian mengenai Perjuangan KH. Qusyaeri

dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug

Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.

Page 31: Perjuangan KH. Qusyaeri

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan ini, akan dijabarkan lebih

lanjut mengenai pembagian bab-bab yang sesuai dengan alur diakronis, sehingga

terungkap Perjuangan KH. Qusyaeri dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-

Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Secara

keseluruhan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab, dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

Pada Bab I, akan menjelaskan mengenai latar belakang pengambilan

tema tokoh ini, sehingga bisa dibahas secara detail. Bab ini merupakan

pendahuluan dari keseluruhan kajian dalam sebuah deskripsi rinci yang

memperlihatkan rencana-rencana bagaimana kajian ini akan dikerjakan dan

diselesaikan.

Bab II, mendeskripsikan biografi KH. Qusyaeri secara terperinci. Dalam

bab ini akan membahas tentang latar belakang keluarga, pendidikan, pengabdian

beliau, sakit dan wafatnya.

Bab III, mendeskripsikan Sekelumit Pondok Pesantren Al-Ikhlash.

Dalam bab ini akan membahas Pondok Pesantren di Cirebon, sejarah berdirinya

Pondok Pesantren Al-Ikhlash, tujuan pesantren, sistem pesantren, kurikulum

pesantren, dan kondisi objektif pesantren.

Bab IV, mendeskripsikan Perjuangan KH. Qusyaeri dalam

Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlash. Dalam bab ini akan membahas

Perjuangan yang dilakukan beliau seperti: Sistem Pengajaran di Al-Ikhlash,

Pembaharuan Kurikulum Pesantren, kajian yang KH. Qusyaeri ampu, Metode

Pendidikan dan Pengajaran.

Bab V, penutup. Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan dari semua

pembahasan, serta saran-saran untuk penelitian tersebut.

Page 32: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB II

BIOGRAFI KH. QUSYAERI

A. Latar Belakang Keluarga

Diberi nama Qusyaeri oleh orang tuanya, lahir dari keluarga sederhana

pada tanggal 29 Oktober 1936 M di desa Kepompongan Kecamatan Talun

Kabupaten Cirebon. Ia terlahir dari pasangan Nyai Hj. Habibah dan Bapak

Kastari. Ayahnya bekerja sebagai petani biasa sekaligus guru ngaji kampung,

sedangkan ibunya hanyalah seorang Ibu rumah tangga. Keadaan ekonomi pada

masa itu, sangatlah memprihatinkan artinya masih serba kekurangan, karena saat

itu Indonesia dalam keadaan di Jajah oleh Kolonial Belanda. Beliau biasa disapa

dengan panggilan Eri. Kiai ini merupakan putera pertama dari empat bersaudara

yakni Shobari (wafat), Nuriah (wafat), Mureti, dan Sunani (mereka bekerja

sebagai petani dan masih tinggal di desa Kepompongan).

Beliau disekolahkan di Volks School17

(pada zaman dulu) desa

Kepompongan Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon. akan tetapi hanya sampai

kelas IV, beliau sekolah dan tidak sampai lulus. Alasan yang dikemukakan adalah

bahwa beliau merasa bosan dengan apa yang diajarkan disana. Beliau lebih

memilih pendidikan lanjutannya dengan melanjutkan ke pesantren di berbagai

tempat selama 8 tahun, di antaranya di Tegal (Kaliwungu) 2 tahun, Sindang Laut

Kabupaten Cirebon (Buntet) 2 tahun, kemudian di Kanggraksan Kota Cirebon

(Pondok Pesantren Al-Islamiyah) yang sekarang berubah nama menjadi Pondok

Pesantren Al-Ikhlash 4 tahun.18

17

Sekolah Desa atau Volkschool, adalah sekolah yang disediakan oleh Pemerintah

Jajahan Belanda untuk menampung hasrat anak-anak desa yang ingin bersekolah. Lama waktunya

hanya 3 tahun. Setelah selesai, bagi yang berminat bisa meneruskan ke Sekolah Lanjutan atau

Vervolgschool yang lebih dikenal dengan Sekolah Ongko Loro, sampai tamat klas 5.

http://rzhakim.blogspot.com/2012/10/mengenal-volkschool-atau-sekolah-desa.html, oleh RZ

Hakim. (Diunduh 21 Maret 2014).

18

Tuti Alawiyah, “kepemimpinan Pondok Pesantren: (Studi Kasus Kepemimpinan dan

Perjuangan KH. Qusyaeri Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlash Curug Kanggraksan Cirebon) ,

Page 33: Perjuangan KH. Qusyaeri

Sepanjang perjalanan hidupnya, KH. Qusyaeri termasuk orang yang

sederhana dari kalangan keluarga biasa. Hal ini bisa dilihat dari strata sosial dan

mata pencaharian kedua orang tuanya yakni sebagai petani biasa dan Ibu rumah

tangga. Meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat, beliau tidak pernah putus harapan,

beliau terus melanjutkan pencarian ilmunya di berbagai pesantren. kedudukan

yang dimilikinya serta berbagai prestasi selama mengikuti pendidikan di

pesantren, beliau berhasil mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari

kiainya. Bahkan kepekaan yang dimiliki akhirnya menghantarkan beliau diangkat

menjadi menantu KH. Makdum. Status perkawinan ini mengangkatnya sebagai

calon penerus kepemimpinan pesantren. Maka setelah KH. Makdum wafat, KH.

Qusyaeri diangkat sebagai pengasuh pesantren pengganti KH. Makdum.

KH. Makdum atau KH. Abdul Shomad merupakan ayahanda dari istri

KH. Qusyaeri Hj. Maemanah dan sekaligus pengasuh pertama Pondok Pesantren

Al-Ikhlash. Tepat pada hari Kamis malam Jum‟at tanggal 12 Dzulhijjah 1380

H/1959 M, KH. Qusyaeri dinikahkan dengan putri bungsu KH. Makdum yang

bernama Hj. Maemanah. Dalam pernikahan ini KH. Qusyaeri dikaruniai 13 (tiga

belas) anak, yang meninggal 6 (enam) yaitu Abdul Azis, Abdullah Sahid, Imron

Rosidi, Suaebah, Faridah, dan Rabiatul Adawiyah. Sedangkan yang masih hidup

ada 7 (tujuh) di antaranya adalah Roikhah (pedagang, Desa Arga Sunya Cirebon)

Abdullah Syafi‟i (pedagang, Karang Jalak Sunyaragi Cirebon) , Afifah (istri KH.

Suja‟i Pengasuh Pondok Pesantren Az-Ziyadah Kanggraksan Curug), Haris

Usman Hakim (penasehat Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug),

Atikah (Pedagang, Kanggraksan Curug), Syukron (Wiraswasta, Kanggraksan

Curug), dan Makmun (pedagang, Penggung Cirebon).19

Kemudian KH. Qusyaeri menikah lagi pada tahun 1970 M, dengan Nyai

Hj. Hafsah binti Kyai Sholihin Desa Grenjeng Kecamatan Harjamukti Kota

Tesis Megister Manajemen Pendidikan Islam. (Cirebon: IAIN Syekh Nurjati, 2012) hlm. 125,

tidak diterbitkan.

19 Wawancara dengan Nyai Hj. Maemanah (isteri KH. Qusyaeri) di kediamannya pada

tanggal 09 Mei 2014.

Page 34: Perjuangan KH. Qusyaeri

Cirebon, dan dikarunia 8 (delapan) anak, yakni 3 (tiga) laki-laki, diantaranya

adalah Asep kholil dan Agus Ali (biasa dipanggil Edi) sedangkan 5 (lima)

perempuan, diantaranya adalah Siti Masitoh, Siti Masruroh, Fariyah, Siti Faizah,

dan Halimatus Sa‟diyah.

B. Pendidikan

Pada masa KH. Qusyaeri muda, ada dua sistem pendidikan yang tersedia

bagi penduduk pribumi Indonesia. Pertama adalah sistem pendidikan yang

disediakan untuk santri muslim di pesantren dengan fokus pengajarannya adalah

ilmu agama. Kedua adalah sistem pendidikan Barat yang dikenalkan oleh

pemerintah Kolonial Belanda dengan tujuan menyiapkan para siswa untuk

menempati posisi-posisi administrasi pemerintahan baik tingkat rendah maupun

menengah.

Sejak awal abad 19 diperkenalkanlah sistem sekolah desa atau Volks

school, yang pendiriannya tergantung atas kemampuan masyarakat setempat dan

subsidi serta bimbingan pemerintah. Pada tahun 1819 M, Gubernur Jendral van

den Capellen mempunyai inisiatif untuk mendirikan sekolah dasar bagi penduduk

pribumi, agar dapat membantu pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya

kepada para Bupati tersebut sebagai berikut: “Dianggap penting untuk secepat

mungkin mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya

kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih

mudah untuk menaati undang-undang dan hukum negara”.20

Jiwa dari surat edaran diatas menggambarkan tujuan daripada

didirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan agama Islam yang ada di

pondok pesantren, masjid, mushalla dan lain sebagainya dianggap tidak

membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok pesantren masih dianggap

buta huruf Latin. Setelah menyelesaikan sekolah yang bisa diselesaikan dalam

20 Zuhairini Muchtarom, dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),

Cet. 10, hlm. 148.

Page 35: Perjuangan KH. Qusyaeri

waktu 3 (tiga) tahun ini dan yang diajarkan hanyalah sekedar kepandaian

membaca, menulis dan berhitung sederhana saja.21

Usaha Belanda untuk membatasi pendidikan terhadap kalangan pribumi

terus berlanjut, hingga saat muncul kritik dari para kaum humanis Belanda.

Sindiran dan kritik para kaum humanis yang dituangkan dalam tulisan seperti,

Max Havelaar (Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading

Company, Multatuli, 1860) sedikit banyak telah memaksa Belanda untuk

memberlakukan politik etis (Ethical Policy - „Ethische Politiek), atau juga dikenal

sebagai politik balas budi, pada sekitar tahun 1901. Tiga poin utama dalam

politik etis Belanda pada masa itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam

poin edukasi, pemerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk

kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak

menjadi sebuah sarana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang

disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung,

membaca, dan menulis. Setelah lulus dari sekolah, mereka akan dipekerjakan

sebagai pegawai kelas rendah untuk kantor-kantor Belanda di Indonesia.22

Setelah munculnya politik etis yang dimotori van Deventer dan Baron

van Hoevel, maka terjadi perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Sistem

persekolah dan kurikulum mengalami banyak perubahan. Semula jenjang

pendidikan terlama di bangku sekolah dasar hanya tiga tahun, dengan kebijakan

baru berubah menjadi 5 (lima) tahun dan 6 (enam tahun). Model persekolahan ini

dinamakan Schakel School dan HIS (Holland Inlandsche School). Materi

pengajaran mengalami perubahan yang cukup banyak. Tingkat kesulitan

mengalami peningkatan dan tidak setiap anak bangsa bisa menjadi siswa di

sekolah ini. Kedua sekolah ini tetap mempertahankan sistem lama dalam

penerimaan siswa baru. Mereka yang berasal dari kalangan rakyat biasa tetap

21 Marwati Djoned Poesponegoro Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia

Jilid V. (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993), Cet. 8, hlm. 122.

22 http://eckobager.blogspot.com/2012/09/pendidikan-masa-kolonial.html, oleh Eko.

(Diunduh pada 27 April 2014).

Page 36: Perjuangan KH. Qusyaeri

tidak diperbolehkan memasuki jenjang pendidikan HIS. Mereka yang berasal dari

kalangan priyayi rendah, tentu saja harus ngenger dahulu agar dapat diterima

menjadi siswa sekolah ini. Di dalam persekolahan ini, Bahasa Belanda menjadi

bahasa pengantar dalam kegiatan belajar.

Di Jawa dan Sumatra keberadaan sekolah-sekolah Belanda maupun

pribumi telah mengakibatkan mobilitas sosial masyarakat. Kaum terpelajar

tersebut muncul sebagai hasil pendidikan Pemerintah Kolonial Belanda yang

otomatis pula meningkatkan derajatnya. Banyak dari mereka yang pada awalnya

berasal dari kelas rendah meningkat menjadi golongan kelas atas karena pengaruh

pendidikan. Contohnya para pegawai pemerintah kolonial Belanda yang berasal

dari bangsa pribumi. Di Indonesia Bagian Timur dan di Betawi telah lama ada

sekolah gubernemen bagi pribumi, sedangkan di Jawa tahun 1840-an.23

Namun pendidikan untuk pribumi itu sangat terbatas sekali. Dari

kalangan masyarakat pribumi, hanya anak-anak keluarga priyayi tinggi yang dapat

mendaftarkan diri. Masa belajar juga dibatasi hanya tujuh tahun dan mereka yang

berharap melanjutkan pendidikan harus ke negeri Belanda. Namun orang-orang

Eropa dan Timur Asing (yaitu Cina dan Arab) mendapat kesempatan lebih baik

untuk belajar di sekolah Model Barat yang berkualitas. Karena golongan tersebut

akan lebih mudah memberikan sumbangan terhadap sekolah. Adapun sekolah-

sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda di antaranya sebagai berikut:

1. Sekolah Kelas Satu

Didirikannya sekolah kelas satu pada awalnya diperuntukkan untuk anak

aristokrasi dan orang berada, sedangkan sekolah kelas dua untuk rakyat pada

umumnya. Sekolah Kelas Satu, sekolah yang terbaik yang tersedia bagi anak-anak

Indonesia, hanya terdapat di kota-kota penting di Jawa. Pulau-pulau di luar jawa

padahal ini dianaktirikan. Sekolah Kelas Satu di luar Jawa pertama kali didirikan

pada tahun 1909 M, sewaktu Jawa telah memiliki 60 sekolah serupa itu. Hal ini

23 http://blog-pelajaransekolah.blogspot.com/2013/10/sistem-pendidikan-pada-masa-

kolonial.html, oleh Luci Huki. (Diunduh 07 April 2014).

Page 37: Perjuangan KH. Qusyaeri

menimbulkan rasa tidak puas di kalangan penduduk luar Jawa, yang tidak diberi

kesempatan untuk memperoleh pendidikan Barat yang sangat di dambakkan itu.

2. Sekolah Kelas Dua

Sekolah Kelas Dua hanya mempunyai kurikulum yang sederhana, yakni

meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah Kelas Dua yang

dimaksud sebagai Sekolah Rakyat yang memberi pendidikan sederhana bagi

seluruh rakyat. Akibat dari krisis finansial yang sedang melanda Belanda, maka

keuangan pemerintah tidak mengizinkan pengeluaran yang demikian banyak,

sehingga perluasan Sekolah Kelas Dua menjadi sangat terhambat, bahkan di

hentikan. Keberatan lainnya ialah perluasan Sekolah Kelas Dua yang cepat dapat

menimbulkan bahaya terbentuknya sejumlah besar manusia yang menjauhkan diri

dari kehidupan desa dan pekerjaan kasar dan yang menginginkan pekerjaan pada

kantor pemerintah.

3. Sekolah Desa (Volks School)

Pada tahun 1907 M diciptakanlah sekolah baru, yakni Sekolah Desa. Di

samping pelajaran membaca, menulis, dan berhitung juga di ajarkan pekerjaan

tangan membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Yang digunakan sebagai

tempat belajar sementara ialah pendopo, sambil mendirikan sekolah dengan

bantuan murid-murid. Guru-guru diambil dari kalngan penduduk sendiri. Sekolah

itu sendiri primitif, di mana murid-murid duduk di lantai seperti di rumah sendiri,

alas tulisnya pun masih sangat sederhana yakni kaleng kosong yang diperoleh dari

toko-toko Cina digunakan sebagai alas untuk menulis. Sebidang tanah dipagari

sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau saat mereka sedang belajar

yang diawasi oleh seorang pengawas sekolah. Sekolah ini dibuka pada jam 09.00-

12.00 dan 13.00-15.00.

4. ELS (Eropesch Lagere School)

Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan inggris pada tahun

1816 M oleh para Komisaris Jenderal, maka pendidikan ditanggapi secara serius

dan sungguh-sungguh. Akan tetapi mereka lebih tertuju kepada anak-anak

keturunan Belanda saja. Sekolah Belanda atau (ELS) dimaksudkan agar sama

Page 38: Perjuangan KH. Qusyaeri

dengan yang ada di Nederland, walaupun terdapat perbedaan dengan muridnya.

Sebelum tahun 1870 M hanya sedikit sekali dari murid-murid yang sanggup

berbahasa Belanda.

5. HCS (Holland Chinese School)

Di Indonesia berdiri perkumpulan Cina, Tung Hoa Hwee Kuan (THHK)

pada tahun 1900 M. Awalnya mendirikan gedung pertemuan untuk menyebarkan

kebiasaan dan moral Cina menurut ajaran Kong Fu Tse. Kemudian lambat laun,

Perhatian mereka tertuju pada pendidikan, yakni dengan cara mendirikan sekolah.

Pada mulanya Bahasa Belanda termasuk ke dalam kurikulum sekolah, akan tetapi

ternyata orang belanda kurang suka menggunakan bahasanya kepada bukan orang

Belanda. Karena sukar memasuki ELS maka mereka menggaji guru Belanda

dengan gaji tinggi agar dapat mengajarkan bahasa Belanda, namun permintaan

mereka itu ditolak. Karena permintaan mereka ditolak, kemudian mereka

memanggil orang Inggris untuk mengajar bahasa Inggris. Karena mereka sadar di

luar sana banyak yang menguasai bahasa Inggris dan selain itu orang-orang

Inggris dengan senang hati menyebarkan bahasa Inggris.

Keadaan itu menyadarkan Pemerintah Belanda untuk segera

meninggalkan politik non-intervensi dalam pendidikan anak Cina. Kemudian

mereka mendirikan Hollands Chinese School (HCS) pada tahun 1908 M.

Tujuannya ialah agar dengan bahasa Belanda dapat dengan mudah mempelajari

bahasa dan kebudayaan Cina. Kurikulum HCS sama dengan ELS agar dapat

memberikan pendidikan yang murni kepada anak-anak Cina.

6. HAS (Holland Arab School) sekolah yang didirikan Pemerintah

Kolonial Belanda untuk golongan bangsa Arab/Timur Tengah.

7. HIS (Holand Inlandsche School)

Didirikannya HIS karena keinginan dari rakyat Indonesia sendiri untuk

mendapatkan pendidikan ala Barat. Hal itu merupakan akibat dari perubahan

kondisi social ekonomi di kawasan timur jauh yang telah diperkenalkan pada

masa politik etis, yang masa itu berlaku di Indonesia. Selain itu juga didorong

Page 39: Perjuangan KH. Qusyaeri

oleh organisasi-organisasi yang telah berdiri di Indonesia pada waktu itu, sperti

Budi Utomo dan Sarekat Islam.

HIS pada awalnya adalah sekolah kelas Satu, dan resmi diganti menjadi

HiS pada tahun 1914 M. Tanggapan dari pihak Belanda dengan berdirinya

sekolah ini kurang begitu baik. Karena kekhawatiran Belanda akan munculnya

orang pandai yang menyaingi orang Belanda. Kurikulum yang dipakai adalah

sesuai dengan yang tercantum dalam Statua 1914 No. 764, yaitu meliputi semua

pelajaran ELS. Selain itu peserta didik juga diajarkan membaca dan menulis

bahasa daerah dalam aksara latin dan Melayu, yang ditulis dalam tulisan Arab dan

latin. Namun yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda bahkan

sejarah negeri Belanda pun dipelajari.

8. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)

MULO adalah bagian dari sistem pendidikan zaman Kolonial Belanda di

Indonesia. Sekolah lanjutan tingkat pertama yang merupakan singkatan dari Meer

Uitgebreid Lager Onderwijs dengan tingkatan yang sama dengan SMP / SLTP

pada masa kini. MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Pada akhir tahun 30-an, MULO sudah ada hampir di setiap kota kawedanaan (

Kabupaten ).

9. AMS (Algemene Middelbare School)

AMS yang merupakan bagian dari sistem pendidikan zaman Kolonial

Belanda di Indonesia. AMS setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada

saat ini yakni pada jenjang sekolah lanjutan tingkat atas. AMS menggunakan

pengantar bahasa Belanda dan pada tahun 1930-an, sekolah-sekolah AMS hanya

ada di beberapa ibu kota Provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera),

Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur),

Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan

Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta) dan beberapa kota Karesidenan

seperti di Malang. Selain itu ada beberapa AMS Swasta yang dipersamakan

dengan Negeri di Provinsi Borneo (Kalimantan) belum ada AMS.

Page 40: Perjuangan KH. Qusyaeri

10. HBS (Hogere Burger School)

HBS (Hogere Burger School) yang merupakan sekolah lanjutan tinggi

pertama untuk warga negara pribumi dengan belajar selama 5 tahun, dan

menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pendidikan HBS

selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah masanya lebih pendek dari pada

melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid yang

pandai, terutama bahasa Belanda. Bung Karno merupakan salah satu murid HBS

di Surabaya sebelum beliau masuk THS ( sekarang ITB ) di Bandung. Pada waktu

itu HBS hanya ada di kota Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta dan Medan,

sedangkan AMS ada di kota Jakarta, Bandung, Medan, Yoyakarta dan Surabaya.24

Mayoritas penduduk pribumi yang sebagian besar muslim, tidak

mendapatkan kesempatan itu. Hal ini, dilatar belakangi oleh politik Belanda

dalam menstabilkan pendanaan sekolah, karena orang-orang tersebut itu tentu

akan memberikan sokongan dan dukungan dana bagi pengembangan sekolah.

Mereka yang kaya akan berusaha memberikan partisipasi dana yang maksimal

agar anak-anaknya bisa sukses di sekolah.25

Jadi, karena pembatasan pemerintah,

institusi yang tersedia bagi mayoritas penduduk pribumi hanyalah pesantren.

Belajar di pesantren26

tidak hanya terjangkau, maksudnya pesantren

dalam hal ini memiliki aturan-aturan, administrasi, dan kurikulum yang mudah

dipahami, selain itu juga ada nilai ibadahnya yaitu berupa penuntutan ilmu agama.

Jumlah pesantren yang cukup banyak dapat menampung masyarakat, khususnya

karena pesantren seringkali terletak di dalam atau di dekat desa. Secara umum

24

http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/04/sekolah-jaman-kolonialbelanda.html.

Oleh Ivan Sujatmoko. (Diunduh 08 Mei 2014).

25 http://konsepblackbook.blogspot.com/2012/03/sistem-pendidikan-indonesia-pada-

masa.html. Oleh Himpunan Mahasiswa IPS terpadu UNM 2012-2013. (Diunduh 11 April 2014).

26 Pesantren adalah sekolah tradisional Islam berasrama di Indonesia. Institusi

pengajaran ini memfokuskan pada pengajaran agama dengan metode pengajaran tradisional dan

mempunyai aturan-aturan, administrasi, dan kurikulum pengajaran yang khas. Pesantren biasanya

dipimpin oleh seorang guru agama atau ulama yang sekaligus sebgai pengajar para santri. Untuk

tinjauan yang lebih lengkap, lihat Karel A. Steenbrink , Pesantren, Madrasah, Dan Sekolah:

Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. (Jakarta: LP3ES, 1986).

Page 41: Perjuangan KH. Qusyaeri

dapat dikatakan bahwa beberapa pesantren, memfokuskan pada pengajarran

tingkat tinggi, sementara yang lainnya hanya menyediakan pengajaran tingkat

dasar. Ketenaran suatu pesantren tergantung pada reputasi pemimpinnya,

kemampuannya dalam menarik murid, dan ketinggian ilmu agamanya.27

Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang

dalam masyarakat, yaitu pertama, pondok pesantren tardisional/salafi yaitu

pondok pesantren yang masih mempertahankan unsur aslinya dengan semata-mata

mengajarkan kitab yang ditulis ulama abad ke-15 dengan menggunakan bahasa

arab. Pola pengajarannya pun menerapkan sisitem halaqah28

yang dilaksanakan di

Masjid atau Surau. Kedua, pondok pesantren modern yaitu pondok pesantren

yang belajarnya cenderung berorientasi pada sistem pembelajaran secara modern

dan meninggalkan sistem pembelajaran tradisional. Penerapan sistem belajar

modern ini terutama nampak pada penggunaan kelas-kelas belajar baik dalam

bentuk madrasah atau sekolah. Kurikulum yang dipakai pun menggunakan

kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Ketiga, pondok

pesantren komprehensip yaitu pondok pesantren yang menerapkan sistem

penggabungan antara tradisional dan modern. Artinya di dalamnya diterapkan

pendidikan dan pengajaran kitab dengan metode sorogan29

, bandongan atau

wetonan30

, namun secara reguler sistem persekolahan pun terus dikembangkan.

27Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari

(Yogyakarta: Lkis, 2000), hlm. 22-23.

28

Halaqah; dalam sistem pengajaran di lembaga pendidikan islam tradisional pesantren

dikenal dengan dua metode utama pengajaran: sorogan dan Halaqah. Untuk tinjauan yang lebih

lengkap, lihat Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. (Jakarta: Djambatan

Anggota IKAPI, 1992).

29 Sorogan, yakni suatu metode dimana santri menghadap kiai seorang demi seorang

dengan membawa kitab yang akan dipeljarinya. Untuk tinjauan yang lebih lengkap, lihat Samsul

Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 287.

30 Weton berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian

tersebut di berikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan sholat

fardhu. Untuk tinjauan yang lebih lengkap, lihat Tuti Alawiyah, Kepemimpinan Pondok

Pesantren; (Studi Kasus Kepemimpinan KH. Qusyaeri Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Curug kanggraksan cirebon), Tesis Megister Manajemen Pendidikan Islam. (Cirebon: IAIN Syekh

Nurjati, 2012, hlm. 84.

Page 42: Perjuangan KH. Qusyaeri

Dalam hal ini, KH. Qusyaeri menempuh pendidikannya di pesantren tradisional

sampai bertahun-tahun lamanya.

Sudah menjadi hal biasa bagi para santri mengikuti pelajaran di berbagai

pesantren, mengingat masing-masing pesantren mempunyai spesialisasi dalam

pengajaran ilmu agama.31

Tradisi pesantren dalam mencari ilmu inilah yang

memberi kesempatan pada KH. Qusyaeri untuk mendalami ilmu agama secara

sempurna yaitu dengan melalui penjelajahannya belajar ke pesantren-pesantren di

tanah Jawa ini, seperti Pesantren Kaliwungu yang dipimpin KH. Khumaidullah,

Pesantren Sindang laut (Buntet), dan yang terakhir di Pondok Pesantren Al-

Islamiyah Kanggraksan Curug Cirebon (sekarang berubah nama menjadi Pondok

Pesantren Al-Ikhlash) yang masa itu dipimpin oleh KH. Makdum.

C. Pengabdian Beliau

Pasca wafat mertuanya yaitu KH. Makdum tahun 1958 M, tampuk

kepemimpinan pesantren digantikan oleh sang menantu yakni KH. Qusyaeri

dikarenakan beliau merupakan santri yang alim dan dipercaya oleh KH. Makdum,

sehingga beliau mendapatkan wasiat/amanat untuk meneruskan pesantren. Maka

dari sinilah di mulainya era baru pengabdian beliau terhadap pesantren.

Pengabdian KH. Qusyaeri di Pondok Pesantren Al-Ikhlash ini terbilang cukup

lama, yang mana telah banyak jasa-jasa beliau dalam memajukan pesantren. baik

itu dari segi akhlak, pendidikan, serta pengembangan pesantren itu sendiri. pada

tahun 1956-1964 M dengan ditemani KH. Abbas (putera KH. Makdum), KH.

Maksudi (putera/kakak ipar Hj. Maemanah), dan Hj. Farihah bersama-sama

berupaya mengabdi dan mengembangkan pesantren.32

Pada tahun 1964 M pondok pesantren mengalami fase kevakuman,

dikarenakan saat itu sedang terjadi insiden Gerakan 30 September Partai Komunis

31 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit, hlm. 24.

32

Wawancara dengan Ust. H. Harits Usman Hakim (putera KH. Qusyaeri) di

kediamannya pada tanggal 24 Maret 2014.

Page 43: Perjuangan KH. Qusyaeri

Indonesia (PKI) atau biasa dikenal dengan istilah G30 S/PKI. Awalnya peristiwa

ini terjadi tahun 1948 M saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan Madiun

(Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuh banyak tokoh

agama, dimana pada saat itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI.33

Oleh karena itu,

PKI saat itu menutup rapat-rapat lembaga-lembaga yang berkaitan dengan

keagamaan untuk menjalankan aktifitasnya, sehingga membuat santri-santri

membubarkan diri dari pesantren.

Dengan adanya kejadian tersebut, demi menyelamatkan diri KH.

Qusyaeri beserta keluarganya hijrah ke Jakarta. Disana beliau menetap cukup

lama hingga beberapa tahun sampai keadaan daerah Cirebon dan sekitarnya dirasa

sudah aman. Pada tahun 1979 M beliau kembali ke Cirebon dan sudah membawa

2 (dua) orang anak yaitu Roikhah (Desa Arga Sunya Cirebon) dan Abdullah

Syafi‟i (Karang Jalak Sunyaragi Cirebon), di tahun itu beliau mencoba merintis

pesantren kembali dengan membuka pengajian di pondok kecil yang berada di

dalam rumahnya. Pembangunan pondok saat itu, masih sangat sederhana sekali

yaitu dengan hanya menggunakan triplek kayu sebagai pembatas tempat untuk

mengaji.

Di awal perintisan pondok pesantren, beliau hanya memiliki 2 (dua)

santri saja, yaitu Suryana (sampai sekarang masih tinggal di Majalengka) dan

Samsuddin (sekarang tinggal di Indramayu) yang berasal dari Majalengka sekitar

tahun 1985-1986 M. Walaupun demikian adanya, beliau tetap memberikan

pengajaran ilmu agama terhadap santrinya itu. Selain mengajar ilmu agama

kepada para santri, beliau dibantu KH. Soleh juga membuka pengajian untuk para

lansia (lanjut usia) yang dilaksanakan setiap hari Rabu, yang sampai saat ini

pengajian tersebut masih diteruskan oleh sang anak yakni Nyai Hj. Afifah (istri

KH. Suja‟i Pengasuh Pondok Pesantren Az- Ziyadah).

Kemudian setelah mengalami perubahan zaman, pesantren ini mulai

tumbuh dan berekembang pesat. Santri-santri mulai banyak berdatangan dari

33

http://ferisyanurfitriana.blogspot.com/2013/01/gerakan-pembaharuan-pendidikan-

di.html. (Diunduh 13 April 2014).

Page 44: Perjuangan KH. Qusyaeri

berbagai daerah, tidak hanya Jawa Barat saja melainkan dari daerah luar Jawa pun

ada. Selain aktif mengajar, beliau juga aktif dalam mengembangkan dakwah Islam

di Tanah Cirebon ini. Diantaranya beliau mengisi pengajian di berbagai daerah

seperti di daerah Megu Cilik dan Megu Gede (Plered), Indramayu dan daerah

lainnya. Selain itu, Sosok seorang KH. Qusyaeri ini adalah sebagai figur kiai/da‟i

yang kharismatik mudah dipercayai masyarakat sekitar dikarenakan beliau

memiliki karakter sebagai berikut34

:

1. Bijak dalam Bertindak

Segala masalah yang dihadapi baik berkaitan dengan pesantren maupun

masyarakat, dalam mengambil keputusan beliau bersikap bijak. Artinya beliau

tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, namun melalui pertimbangan

yang matang agar dapat menghasilkan keputusan yang tepat. Dalam hal ini, sikap

bijak bisa dijadikan panutan bagi santri-santrinya terutama pengurusnya.

2. Tegas dalam Berfikir

Perkataan beliau dalam berdakwah baik dalam hal tausiyah terhadap

santri maupun masyarakat bersifat tegas dan jelas, sehingga bisa diterima dengan

mudah. Artinya alur pikirannya itu tepat mengenai pokok pembahasan

pembicaraan, dan ucapannya tersebut tidak hanya di mulut saja melainkan di

aplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

3. Selalu Mengarahkan Santri-Santrinya untuk Pintar

Setiap kegiatan pengajian KH. Qusyaeri selalu memberi motivasi agar

selalu rajin belajar dan pintar, sehingga bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Karena dengan ilmu yang bermanfaat diharapkan para santri mampu

mengamalkan ilmunya kepada masyarakat di daerah masing-masing, sepulang

dari mesantren. Kalaupun tidak demikian, maka ilmu tersebut cukup untuk diri

sendiri sebagai benteng pondasi hidup.

34 Tuti Alawiyah,, Op.Cit, hlm. 149-150 .

Page 45: Perjuangan KH. Qusyaeri

4. Memberikan Nasihatnya Bersifat Paternalistik

Dalam memberikan fatwa dan nasihat kepada para santrinya bersifat

paternalistik yakni selayaknya memberikan nasihat bapak kepada anaknya,

sehingga tidak ada kecanggungan diantara beliau dan santrinya. Artinya disini

santri tidak hanya dianggap sebagai murid saja, melainkan beliau menganggap

para santri itu seperti anak kandung beliau sendiri. Sehingga dengan adanya

perlakuan ini, para santri tidak lagi merasa sungkan atau malu untuk meminta

nasihat atas masalah yang dihadapi santri.

D. Sakit dan Wafat

Pada tahun 1990-1995 M beliau mulai merasakan sesak nafas atau asma.

Sering sekali asma tersebut kambuh di waktu-waktu tertentu seperti menjelang

shubuh dan sore hari, namun dalam keadaan seperti itu beliau masih tetap saja

aktif dalam melakukan aktifitasnya, yakni mengisi pengajian rutinnya di daerah

Megu Cilik (hari selasa), dan Megu Gede (minggu ke-3) yakni di Madrasah At

Tarwiyah. Kejadian ini berawal dari ketika beliau mengisi pengajian di

Indramayu. Sekitar tahun 1972 M Ketika beliau pernah mengalami kecelakaan

beserta 4 orang santrinya dikarenakan supirnya mengantuk sewaktu berkendara.

Kemudian beliau dilarikan ke rumah sakit, setelah beberapa hari beliau sembuh

dan mulai menjalankan aktivitas seperti biasa.

Kemudian kejadian kecelakaan serupa tersebut terulang kembali, yaitu

saat beliau pulang dari pengajian di daerah Megu (Plered) sekitar jam 12 siang.

Pada saat itu beliau mengendarai sepeda motor lalu dari arah belakang ditabrak

oleh sepeda motor hingga mengakibatkan beliau terjatuh dari motornya. Pasca

kecelakaan itu, lalu oleh sang pelaku beliau dibawa ke rumahnya terlebih dahulu,

karena melihat keadaan beliau yang semakin parah, akhirnya mereka bergegas

membawanya ke Rumah Sakit Ciremai Kesambi Cirebon. Sesampai dirumah

sakit, beliau langsung dibawa ke UGD. Setelah melewati pemeriksaan di UGD,

beliau di rawat di ruang kelas 3 untuk beristirahat. Sekitar 15 menit di rawat,

beliau menghembuskan nafas terakhir tepat pada hari Selasa tanggal 28 Juni 2011

Page 46: Perjuangan KH. Qusyaeri

M pukul. 13.25 WIB. Lalu beliau di makamkan di pemakaman yang bersebelahan

dengan pondok pesantren.

Untuk menghormati hari wafat KH. Qusyaeri, Pondok Pesantren Al-

Ikhlash pada setiap tahunnya mengadakan acara haulan. Haul Ini, dilaksanakan

pada waktu ba’da dzuhur (khusus santri) dan ba’da ashar (santri dan masyarakat

sekitar). Dalam pelaksanaan Haul tersebut ada beberapa prosesi rangkaian acara

yang harus dilaksanakan di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pada ba’da dzuhur para santri membaca al-Qur‟an yang masing-masing

orang membaca satu juz.

2. Ba’da ashar para santri dan seluruh masyarakat sekitar untuk

melaksanakan do’a dan tahlil bersama di pesantren, dan

3. Acara yang terakhir yakni seluruh santri baik putra maupun putri wajib

mengikuti tahlil di Maqbarah KH. Qusyaeri.

Dengan adanya agenda kegiatan ini, diharapkan pondok pesantren al-

ikhlash mendapatkan keberkahan dari para sesepuh pendiri pesantren, dan

sekaligus mengajarkan para santri untuk tidak pernah lupa bersyukur atas segala

nikmat, serta memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, karena hakikatnya kita

hidup di dunia ini hanyalah sementara.

Page 47: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB III

SEKELUMIT TENTANG PESANTREN AL-IKHLASH

A. Pondok Pesantren di Cirebon

Pondok pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama

sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji” ilmu agama Islam. Pondok

pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung

makna keaslian “(indigenious)” Indonesia.35

Di Jawa Barat khususnya Cirebon,

merupakan tempat berseminya dakwah Islam paling awal di Pulau Jawa, memiliki

sejarah yang panjang terkait keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan

Islam.

Sekitar tahun 1420 M sejarah pesantren di Cirebon erat kaitannya dengan

serombongan pedagang sekaligus ulama (mubaligh) dari Baghdad yang dipimpin

oleh Syekh Idhofi Mahdi (Syekh Dzatul Kahfi) datang ke pelabuhan Muara Jati,

salah satu pelabuhan utama pada abad ke-15 di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa

selain Tanjung Priuk, Jepara dan lain-lain. Mereka kemudian meminta izin kepada

Ki Jumanjan Jati penguasa pelabuhan Muara Jati, untuk diperkenankan menetap

di perkampungan sekitar Muara Jati dengan alasan untuk memperlancar

dagangnya. Ki Jumanjan Jati yang menyambut rombongan Syekh Idhofi tersebut

mengizinkan tamunya tinggal di Kampung Pasambangan yang sekarang terdapat

di wilayah Gunung Jati.36

Di tempat baru tersebut, Syekh Nurjati tidak hanya saja mengajarkan

agama Islam kepada para pengikutnya yang memang sudah menjadi muslim, akan

tetapi juga giat berdakwah mengajak masyarakat lokal/pribumi untuk mengenal

dan memeluk agama Islam. Setelah mendengar tentang agama baru itu, orang-

orang pribumi berdatangan dan menyatakan diri masuk Islam dengan tulus ikhlas.

35

Muhtarom H.M, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi Resistansi Tradisional Islam,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 5.

36

Musthofa Bisri, Kitab Tarikh Auliya, (Kudus: Menara Kudus, 1952), hlm 11-12.

Page 48: Perjuangan KH. Qusyaeri

Oleh karenanya, semakin hari semakin banyak jumlah orang yang menjadi

pengikut Syekh Nurjati.37

Dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar, akhirnya Syekh Nurjati

juga mengajarkan metode perkawinan dengan penduduk lokal. Ketika ia menikah

dengan Hadijah, cucu Haji Purwa Galuh Raden Bratalegawa, yang diyakini

sebagai pribumi pertama di wilayah Jawa Barat yang memeluk Islam. Hadijah

adalah janda dari seorang saudagar kaya raya yang berasal dari Hadramaut. Berkat

dukungan material dari istrinya itu, Syekh Nurjati mendirikan sebuah pondok

pesantren yang diberi nama Pasambangan Jati sesuai dengan nama tempat di

mana pondok itu berada. Pondok Pesantren ini diyakini sebagai pondok

pesanteran tertua di wilayah Cirebon (saat itu masih bernama Nagari Singapura)

dan pondok pesantren tertua kedua di Jawa Barat (saat itu masih bernama

Kerajaan Galuh), setelah Pondok Pesantren Quro di Karawang, yang didirikan

oleh Syekh Quro (Syekh Hasanudin/Syekh Mursahadatillah).38

Di kampung Pesambangan, Syekh Nurjati melakukan dakwah Islam.

Dengan menggunakan cara yang bijaksana dan penuh khidmat dalam

mengajarkan agama Islam, maka dalam waktu relatif singkat pengikutnya

semakin banyak, termasuk putra-putri Prabu Siliwangi dari istrinya yang bukan

Nyi Mas Subanglarang antara lain Pangeran Walangsungsang beserta istrinya, Nyi

Indang Geulis/ Nyi Endang Ayu dan adiknya, Nyi Mas Ratu Rarasantang

ketiganya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memperdalam ilmu agama

Islam yang telah mereka terima dari Ibunya dan guru Ibunya, Syekh

Hasanudin/Syekh Quro.

Cirebon dikenal sebagai pusat penyebaran Islam di Bagian Barat Pulau

Jawa. Tidak heran jika Cirebon dikenal dengan keberadaan Pondok Pesantren

Pasambangan dan kokohnya agama Islam di Cirebon terutama setelah ada di

37 Bambang Irianto, dan Siti Fatimah, Syekh Nurjati (Syekh Dzatul Kahfi) Perintis

Dakwah dan Pendidikan, (Cirebon: STAIN Press, 2009), hlm 14.

38

Ibid, hlm. 15.

Page 49: Perjuangan KH. Qusyaeri

tangan Sunan Gunung Jati. Dalam periode berikutnya Cirebon memiliki banyak

pesantren terutama sejak pertengahan abad ke-18. Dari masa ke masa pesantren di

Cirebon sekarang semakin berkembang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif

seperti halnya di Pesantren Buntet, Ciwaringin, dan Kempek yang sampai

sekarang telah menorehkan sejarah dan eksistensinya di wilayah Cirebon ini.

a. Pondok Pesantren Buntet

Pondok Pesantren Buntet didirikan oleh Kyai Muqayim pada tahun 1758

M. Pada awalnya, Mbah Muqayim (sebutan untuk Kyai Muqayim bagi anak

cucunya) membuka pengajian dasar-dasar al-Quran, bagi masyarakat Desa

Dawuan Sela, sekitar 1 Km ke sebelah Barat dari Desa Mertapada Kulon (lokasi

Pondok Pesantren Buntet sejak tahun 1750-an). Tempat berlangsungnya pengajian

itu adalah sebuah Panggung Bilik Bambu ilalang yang di dalamnya terdapat

beberapa kamar tidur atau pondokan yang dindingnya terbuat dari bambu dan

atapnya terbuat dari pohon ilalang (sejenis rumput yang tinggi). Pendirian sebuah

pesantren bukan saja dilakukan beliau, melainkan banyak dilakukan oleh kyai

atau ulama lain yang disamping untuk memberikan pendidikan agama bagi umat

Islam, juga sebagai simbol dan basis perlawanan terhadap Penjajah Belanda pada

waktu itu.39

Mbah Muqayim adalah seorang pejuang yang selama hidupnya selalu

dikejar-kejar tentara Belanda sehingga beliau selalu berpindah-pindah dari satu

daerah ke daerah lain dalam upaya mencari perlindungan hingga beliau

menemukan “daerah aman” dari kejaran tentara Belanda. Di daerah itulah, ia

mendirikan sebuah bangunan untuk “tempat berlindung” dari kejaran tentara

Belanda. Bangunan yang berukuran 8 x 12 M itulah di kemudian hari dikenal

dengan sebutan “Buntet” yang berarti tempat perlindungan. Di dalam “Buntet”

itu, Mbah Muqayim membangun mushalla yang berfungsi sebagai tempat shalat

dan pendidikan keagamaan. Namun, tidak lama kemudian tempat persembunyian

itu ditemukan oleh tentara Belanda, akibatnya tempat itu dibakar. Mbah

39

Ahmad Zaeni Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan Kiai Abbas, Pesantren

Buntet, dan Bela Negara, (Jakarta: Elsas, 2000), hlm. 18.

Page 50: Perjuangan KH. Qusyaeri

Muqayyim bersama beberapa santrinya berhasil meloloskan diri dan pergi menuju

ke arah timur untuk beberapa saat. Ketika sudah dirasa aman, Mbah Muqoyyim

memutuskan untuk kembali lagi ke “wilayah Buntet” sebelah utara (konon,

wilayah ini kemudian menjadi desa Buntet). Di daerah baru ini beliau mendirikan

pondok pesantren.

b. Pondok Pesantren Ciwaringin

Babakan adalah suatu pedukuhan kecil terletak di bagian Barat Daya

Kabupaten Cirebon ± 25 Km dari pusat keramaian kota. Pondok Pesantren

Ciwaringin yang berada di Babakan merupakan salah satu dari sekian banyak

pondok pesantren yang berdiri di bumi pertiwi ini. Sebagaimana pondok

pesantren lain, Babakan hingga kini masih mampu bertahan, berdiri kokoh, bak

batu karang di tengah hutan.

Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon didirikan sekitar tahun

1127 H. / 1705 M, oleh Kiai Jatira. Kiai Jatira adalah gelar dari KH. Hasanuddin

putra KH. Abdul Latief dari desa Mijahan Plumbon Cirebon.40

KH. Hasanuddin adalah seorang pejuang agama yang sangat dekat

dengan masyarakat miskin. Desa yang kering dengan lahan pertanian yang kurang

subur menjadikan dirinya berpacu mengembangkan pondoknya sebagai tempat

peristirahatan yang jauh dari keramaian terutama dari pengaruh kekuasaan dan

penjajah belanda. Maka dirintislah sebuah pesantren sederhana yang diberi nama

Pesantren Babakan.

Stagnasi kepemimpinan dalam pesantren terjadi ketika Kyai Jatira

meninggal dunia, kesalahan dalam proses kaderisasi di Pesantren Babakan telah

mengakibatkan terputusnya kegiatan pesantren sampai sarana fisik pun tidak

berbekas. Sampai kemudian KH. Nawawi menantu dari Kyai Jatira mambangun

kembali Pondok Pesantren Babakan yang letaknya satu kilometer ke arah selatan

40

http://indra-andarun.blogspot.com/2011/10/pesantren-babakanciwaringincirebon.html.

(Diunduh pada 07 April 2014).

Page 51: Perjuangan KH. Qusyaeri

dari tempat semula. Dalam mengasuh pesantren beliau dibantu oleh KH. Adzro‟i.

Setelah itu pesantren dipegang oleh KH. Ismail putra KH. Adzro‟i tahun 1225

H/1800 M. Mulai tahun 1916 M pesantren diasuh oleh KH. Amien Sepuh bin KH.

Arsyad.

c. Pondok Pesantren Kempek

Salah satu lembaga pondok pesantren yang telah lama berkiprah dalam

mencerdaskan bangsa adalah Pondok Pesantren Kempek Kecematan Gempol

Kabupaten Cirebon. Pondok Pesantren yang terletak kurang lebih 14 KM arah

barat kota Cirebon ini didirikan pada tahun 1908 M oleh Mbah KH. Harun, putra

pasangan KH. Abdul Jalil (Pekalongan) dengan Ny. Hj. Kamali (Kedongdong).

KH. Harun adalah seorang ulama karismatik yang disegani akan keilmuannya

terutama dalam penguasan Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf.41

KH. Harun sendiri sepanjang hidupnya membaktikan seluruh waktu dan

tenaganya untuk mengajarkan santri-santri kedua ilmu tersebut, dan ilmu-ilmu

kitab kuning lain yang kelak menjadi ciri yang tidak bisa dipisahkan dari Pondok

Pesantren Kempek. Setelah KH. Harun wafat ( 23 Maret 1935 M ), kepemimpinan

pesantren dipegang oleh putra beliau yang tertua yakni KH. Yusuf Harun.

Kepemimpinan Putra sulung KH. Harun ini berlangsung singkat, karena

tidak lama kemudian beliau wafat menyusul Ayahanda tercinta. Kemudian setelah

beliau meninggal, Pesantren diteruskan oleh adiknya KH. Umar Sholeh Harun

yang dibantu oleh Saudara-saudaranya. Disaat inilah diperkenalkan pengajian

baca Al Qur'an dengan pola khusus ala Kempekan yang digagas oleh Mbah Umar.

Pengajian baca Al-Qur‟an ala kempekan sampai saat ini juga merupakan

keistimewaan Pesantren Kempek yang tidak ditemukan di pesantren lain.

41 http://aspek-kempek.blogspot.com/2009/06/sejarah-pondok-pesantren-kempek.html,.

(Diunduh pada 08 April 2014).

Page 52: Perjuangan KH. Qusyaeri

B. Pesantren Al-Ikhlash

a. Sejarah Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Jauh sebelum Indonesia merdeka sejarah mencatat perjalanan seorang

hamba Allah yang mendapatkan kemuliaan untuk menegakkan kalimat Allah di

Muka Bumi Nusantara umumnya dan di Kawasan Cirebon khususnya. Ia adalah

KH. Abdul Shomad di mana masyarakat menyebutnya dengan panggilan KH.

Makdum. Ia lahir di desa kecil yang bernama Kanggraksan Curug sekitar tahun

1895 M. Setelah mengahabiskan perjalanan waktunya untuk menyebarkan Islam,

ia wafat pada tahun 1958 M.

Pondok Pesantren Al-Ikhlash pertama kali didirikan pada tahun 1935 M

dan terletak di Kanggraksan Curug kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Pendiri

dan pengasuh pertama pesantren ini adalah KH. Makdum atau KH. Abdul

Shomad yang merupakan anak dari pasangan KH. Abdul Majid dengan R. Priatna.

Cikal bakal berdirinya berawal dari kepulangannya dari melaksanakan ibadah

haji, beliau mendapatkan tanah warisan dari Ibu mertuanya seluas ± 1680 m2,

yang kemudian digunakan untuk membangun Pesantren Al-Ikhlash.

Pasangan KH. Makdum dan Hj. Aminah dikaruniai 13 (tiga belas) orang

anak dengan laki-laki 4 (empat) yaitu Abbas, H. Mukhlash, Muh. Mukti, dan

Muktadi. Sedangkan perempuan ada 9 (enam) yaitu Fatimah, Farikhah,

Maemunah, Water, Kusasih, Zuhroh, Umroh, Munawwaroh , dan Hj. Maemanah.

Untuk saat ini, 10 (sepuluh) orang telah meninggal dunia yaitu Fatimah, Abbas,

H. Mukhlash Farikhah, Water, Kusasih, Zuhroh, Umroh, Muh. Mukti,

Munawwaroh, dan Muktadi , yang tersisa tinggal 2 (dua) orang perempuan, yakni

urutan ke-3 (tiga) yaitu Maemunah dan ke-13 (tiga belas) yaitu Hj. Maemanah.42

Dalam pembangunan pesantren tidak terlalu mengalami kendala, walaupun dalam

pembangunannya beliau tidak menerima sumbangan dari manapun, tetapi beliau

hanya mengandalkan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh ibu mertuanya.

42

Wawancara dengan Nyai Hj. Maemanah (isteri KH. Qusyaeri) di kediamannya pada

tanggal 09 Mei 2014.

Page 53: Perjuangan KH. Qusyaeri

Dengan tekad yang kuat yang beliau miliki dan dukungan dari sang istri, akhirnya

pembangunan pesantren pun dapat terealisasi.

Atas inisiatif KH. Makdum, beliau menyediakan fasilitas gedung

sederhana yang terdiri atas 4 kamar, dapur dan kamar mandi yang dapat

menampung santri mukim dari santri putera, agar bisa membentuk pribadi yang

“tafaqquh Fi al-Adin”.43

Pasca wafatnya KH. Makdum tampuk kepemimpinan

pesantren diteruskan menantunya KH. Qusyaeri yang pernah menjadi santri KH.

Makdum selama 4 tahun, dari tahun 1955-1959 M. Maka dari sinilah kemudian

KH. Qusyaeri banyak melakukan gebrakan dalam mengembangkan pondok

pesantren.

Pada saat KH. Qusyaeri sakit pondok pesantren menjadi tidak terarur,

dan mengalami keterpurukan. Satu per satu santri Al-Ikhlash membubarkan diri

dari pesantren karena ketidak efektivan pesantren tersebut baik itu dari segi

peraturan maupun proses pembelajarannya . kemudian pada tahun 2011 M

Pondok Pesantren Al-Ikhlash kembali, yang saat itu hanya terdiri dari lima orang

santri yaitu Ahmad Zamzami (Tegal), Aef Saeful Bahri (Majalengka), Syahroni

Aziz (Tegal), Wawan Gunawan (Majalengka), dan Nashir (Losari Cirebon).

Barulah pada tahun 2012 M santri-santri baru mulai berdatangan kembali. Pasca

wafatnya KH. Qusyaeri tampuk kepemimpinan pesantren digantikan oleh istrinya

Nyai Hj. Maemanah sampai sekarang. Setelah pergantian kepemimpinan

pesantren, barulah pesantren ini sedikit demi sedikit mulai berkembang pesat.

b. Tujuan Berdiri Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Tujuan Pesantren Al-Ikhlash secara umum adalah membina warga negara

agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam, dan

43 Tafaqquh Fi al-din artinya mendalami ilmu agama Islam secara mendalam dengan

cara mengaji di pondok pesantren. untuk lebih lengkapnya, lihat Muhtarom H.M, Reproduksi

Ulama di Era Global Resistensi Tradisional Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Page 54: Perjuangan KH. Qusyaeri

menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan. Adapun tujuan

khusus Pondok Pesantren Al-Ikhalsh adalah sebagai berikut44

:

1. Mendidik santri untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada

Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kesadaran, berketerampilan,

serta sehat lahir dan bathin.

2. Mendidik santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-

kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlash, tabah, tangguh,

wiraswasta dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara utuh dan

dinamis.

3. Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal

semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia

pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab

kepada pembangunan bangsa dan negara.

4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan

regional (masyarakat dan lingkungannya).

5. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang mencakup dalam

berbagai sektor pembangunan khususnya pembangunan mental

spiritual.

6. Mendidik santri untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat

dalam rangka usaha pembangunan bangsa.

Tujuan pendidikan Pesantren Al-Ikhlash juga diarahkan pada

pengkaderan ulama yang mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam

berkepribadian, menyebar agama, menegakkan kejayaan Islam dan umat di tengah

masyarakat (izzul Islam wa al-muslimin), serta mencintai ilmu dalam rangka

mengembangkan kepribadian manusia.45

44

Arsip Pondok Pesantren Al-Ikhlash, 2011. 45 Tuti Alawiyah, “Kepemimpinan Pondok Pesantren: (Studi Kasus Kepemimpinan Dan

Perjuangan Dakwah KH. Qusyaeri Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlash Curug Kanggraksan

Cirebon)”, Tesis Megister Pendidikan Islam, (Cirebon:IAIN, 2012), hlm 104, tidak diterbitkan.

Page 55: Perjuangan KH. Qusyaeri

c. Sistem Pesantren Al-Ikhlash

Pada awalnya pemikiran berdirinya Pesantren Al-Ikhlash adalah karena

niat ikhlash dan pengabdian KH. Makdum. Yang mana pada kepemimpinannya

itu, beliau masih menerapkan sistem pesantren tradisional yang kolot, artinya

penerapan sistem pendidikan tersebut masih belum menerima unsur-unsur

kemodernan.

Dengan berjalannya waktu, pemikiran dan orientasi Pesantren Al-Ikhlash

mulai ada perubahan. Perubahan mulai terlihat ketika KH. Qusyaeri memimpin

Pesantren Al-Ikhlash pada 1970-2010 M. Perubahan ini tentunya merupakan

konsekuensi logis dalam menghadapi kemajuan zaman yang penuh dengan

tantangan terutama dinamika masyarakat yang disebut era modernitas.

Dalam hal ini, KH. Qusyaeri tidak meninggalkan tradisi lama, hanya saja

dimasukan sedikit unsur-unsur modern dengan tujuan untuk mengikuti

perkembangan pada zaman modern ini. Maka dari itu, Pondok Pesantren Al-

Ikhlash menerapkan sistem pengajaran yang masih mempertahankan unsur ke

tradisionalan pesantren pada umumnya, hanya diaplikasikan secara modern yaitu

wetonan/bandungan, sistem ceramah, dan juga sistem klasikal.

1. Wetonan

Wetonan atau disebut bandungan adalah metode yang paling utama di

lingkungan pesantren. Zamakhsyari Dhofier menerangkan bahwa metode wetonan

(bandungan) ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru membaca,

menterjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa

Arab sedang sekelompok santri mendengarkannya.46

Kegiatan pengajian wetonan ini KH. Qusyaeri menggunakan kitab-kitab

yang beliau kaji dengan konsep perpaduan antara salafi dan modern, yakni dari

kitab salafi beliau nenerangkannya dan mengkorelasikan disesuaikan dengan

46

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996), hlm 143.

Page 56: Perjuangan KH. Qusyaeri

zaman sekarang, hal ini yang bisa memudahkan para santrinya untuk bisa

dipahami.

2. Ceramah

Kegiatan ini dilakukan KH. Qusyaeri dalam penyampaian materi

pengajian kepada santrinya, yang dilaksanakan satu minggu sekali yaitu dengan

mendengarkan mau’idhoh hasanah atau tausiyah47

dari beliau pada malam jum‟at

sebelum melaksanakan tahlil bersama. Isi dari mauidhoh hasanah itu, beliau

menyampaikan materi dengan cara bercerita, kemudia cerita tersebut di dukung

dengan dalil-dalilnya.

3. Sistem klasikal

Kegiatan ini dilakukan oleh pengurus, anak, dan cucu beliau yang

memiliki kompeten dan dapat kepercayaan dari KH. Qusyaeri untuk mengabdi

dan mengajarkan ilmunya kepada para santri dengan sistem klasikal yang

disesuaikan dengan kadar kemampuan santri masing-masing mulai dari kelas 1 s/d

III. Dan kegiatan ini dilakukan pada ba’da shubuh dan ba’da isya’.

Walaupun pada masa ini kepemimipinannya masih bersifat single

management tapi tampak terjadi adanya perubahan dan pergeseran orientasi.

Perubahan yang terjadi saat itu, ditandai dengan dibukanya sistem pendidikan

madrasah (persekolahan). Dengan dibukanya sitem persekolahan, baik metode

maupun penyelenggaraan pendidikannya mulai menyesuaikan dengan lembaga

pendidikan modern yaitu dibentuknya kepemimpinan madrasah, digunakan kelas,

penjadwalan mata pelajaran dan spesialisasi guru serta ditentukan perjenjangan

dalam pendidikan. Perubahan ini pula membawa konsekuensi pada kebutuhan

terhadap fasilitas bangunan maupun perangkat pembelajaran lainnya.

47

al-mauidzah al-hasanah adalah memberi nasehat dan memberi ingat

(memperingatkan) kepada orang lain dengan bahasa yang baik yang dapat menggugah hatinya

sehingga pendengar mau menerima nasehat tersebut. (Masyhur Amin,

pengertianblogspot.com/2011/12/pengertian-al mauidzah-al-hasanah.html (Diunduh pada 21 Maret

2014).

Page 57: Perjuangan KH. Qusyaeri

d. Kurikulum Pesantren

Kurikulum pendidikan ialah suatu perangkat mata pelajaran yang

diajarkan pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren Al-Ikhlash. Kurikulum Al-

Ikhlash merupakan penjabaran dari undang-undang pesantren “dua perintah dan

sembilan larangan Guru”, dengan tujuan membentuk insan muslim yang pintar

dan benar. Insan yang pintar yaitu insan yang mampu membedakan antara haq

dan bathil, sedangkan insan yang benar yaitu insan yang memiliki akhlaqul

karimah dengan serta merta berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan tercela yang

bertentangan dengan Agama dan Negara. Dengan demikian, diharapkan Pondok

Pesantren Al-Ikhlash mampu melahirkan manusia yang memiliki derajat taqwa,

mulia, dan bahagia di dunia dan di akhirat.48

Adapun kurikulum yang diterapkan di Pesantren Al-Ikhlash adalah

sebagai berikut:

Pengajian Ba’da Shubuh

Kelas Hari Pelajaran Pengajar

I

Senin Tauhid Ust. Sya‟roni Azizi

Selasa Pegon Ust. Syahri Nugraha

Rabu Fiqih Ustdz. Siti Aminah

Kamis B. Arab Ust. Wawan Gunawan

Jum‟at Ziarah Kubur -

Sabtu Akhlak Ust. Moh. Chaerul Umam

Minggu Tajwid Ust. Moh. Chaerul Umam

II

Senin Akhlak Ust. Moh. Chaerul Umam

Selasa B. Inggris Ustdz. Ayu Utami

Rabu B. Arab Ust. Wawan Gunawan

Kamis Tajwid Ust. Moh. Chaerul Umam

Jum‟at Ziarah Kubur -

Sabtu Tauhid Ust. Sya‟roni Azizi

Minggu Safinah N Ust. Syahri Nugraha

III

Senin Bulughul Maram Ust. Haris Utsman Hakim

Selasa Bulughul Maram Ust. Haris Utsman Hakim

Rabu Akhlak Ust. Moh. Chaerul Umam

48 Izzudin, “Strategi Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin

Cirebon Dalam Mengembangkan Fikih Lingkungan” Penelitian Individu, (Cirebon:IAIN Syekh

Nurati, 2012), hlm. 68. Tidak diterbitkan.

Page 58: Perjuangan KH. Qusyaeri

Kamis Kaelani Ust. Aef Saeful Bahri

Jum‟at Ziarah Kubur -

Sabtu Mabadi Awwaliyyah Ust. Moh. Khotimussalam

Minggu Risalah Mahidh Ust. Sya‟roni Azizi

IV

Senin Jauharul Maknun Ust. Moh. Khotimussalam

Selasa Risalah Mu‟awwanah Ust. Sya‟roni Azizi

Rabu Fathul Mu‟in Ust. Haris Utsman Hakim

Kamis Fathul Mu‟in Ust. Haris Utsman Hakim

Jum‟at Ziarah Kubur -

Sabtu Riyadus Solihin Ust. Haris Utsman Hakim

Minggu Riyadus Shalihin Ust. Haris Utsman Hakim

Tabel. 1.1

Pengajian Ba’da Isya

Kelas Hari Pelajaran Pengajar

I

Senin B. Inggris Ustdz. Ririn Karina

Nuraeni

Selasa Tarikh Ust. Moh. Chaerul Umam

Rabu Shorof Ust. Aef Saeful Bahri

Kamis Diba‟iyyah Putra -

Jum‟at Nahwu Ust. A. Dzu‟izzin

Sabtu Ta‟lim / Diskusi -

Minggu Dibaiyyah Putri -

II

Senin Shorof Ust. Aef Saeful Bahri

Selasa Nahwu Ust. Moh. Khotimussalam

Rabu Tarikh Ust. Moh. Chaerul Umam

Kamis Diba‟iyyah Putra -

Jum‟at Nahwu Ust. Moh. Khotimussalam

Sabtu Ta‟lim / Diskusi -

Minggu Dibaiyyah Putri -

III

Senin Taqrib Ust. Haris Utsman Hakim

Selasa Nahwu Ust. Sya‟roni Azizi

Rabu Nahwu Ust. Sya‟roni Azizi

Kamis Diba‟iyyah Putra -

Jum‟at Taqrib Ust. Haris Utsman Hakim

Sabtu Ta‟lim / Diskusi -

Minggu Dibaiyyah Putri -

IV

Senin Musyawarah

Bulughul Maram -

Selasa Musyawarah Fathul

Mu‟in -

Rabu Musyawarah Jauharul

Maknun -

Kamis Diba‟iyyah Putra -

Page 59: Perjuangan KH. Qusyaeri

Jum‟at Musyawarah Fathil

Mu‟in -

Sabtu Ta‟lim / Diskusi -

Minggu Dibaiyyah Putri -

Tabel. 1.2

Itulah beberapa kegiatan pengajian yang dilakukan setiap hari di

Pesantren Al-Ikhlash, adapun kegiatan yang sifatnya mingguan adalah ba’da

shalat Jum’at selalu ziarah ke makam sesepuh pendiri Pondok Pesantren Al-

Ikhlash yakni KH. Makdum dengan membacakan tahlil dan surat yasin serta

mengadakan bahsul masail setiap malam minggu.

e. Kondisi Objektif Pesantren Al-Ikhlash

a) Lokasi Pesantren

Pesantren Al-Ikhlash letaknya berdekatan dengan dua pesantren, yaitu

Pesantren Al-Istiqomah, dan Pesantren Siti Fatimah. Adapun Pesantren Al-Ikhlash

itu sendiri berada tepatnya di Kelurahan Kanggraksan Curug Cirebon, ada dua

jalan yang dapat ditempuh apabila menuju Pesantren Al-Ikhlash, yaitu melalui

jalan Kanggraksan dan melalui jalan Penggung. Apabila melalui jalan

Kanggraksan hal ini dapat dilalui oleh angkutan kota GC jika dari terminal

Harjamukti Cirebon, dan jalan lainnya dapat melalui angkutan Cirebon Kuningan

dan turun di Yayasan Sosial dan Anak Yatim Piatu Daar Sholihin.Untuk lebih

detailnya lihat tabel berikut di bawah ini.

Pondok

Puteri

M

Pondok

Putera

Kel. Kanggraksan Curug

Jl. Brigjen Darsono Jl. Jend. A. Yani

Rumah Warga Pon-Pest Siti

Fatimah Yayasan Daar

Sholihin

Page 60: Perjuangan KH. Qusyaeri

Tabel. 2.1

b) Tenaga Pendidik/ Guru

Tenaga pendidik di Al-Ikhlash seluruhnya berjumlah 11 orang. Beberapa

tenaga pendidik sevbagian besar dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.

Adapaun tenaga pendidik Pondok Pesantren Al-Ikhlash di antaranya sebagai

berikut:

1. Ust. H. Haris Utsman Hakim

2. Ust. Wawan Gunawan

3. Ust. Moh. Chaerul Umam

4. Ust. A. Dzu‟izzin

5. Ust. Syahri Nugraha

6. Ust. Sya‟roni Azizi

7. Ustdz. Ayu Utami

8. Ust. Moh. Khotimussalam

9. Ustdz. Ririn Karina Nuraeni

10. Ust. Aef Saeful Bahri

11. Ustdz. Siti Aminah

c) Santri

Saat ini santri Pondok Pesantren Al-Ikhlash seluruhnya berjumlah kurang

lebih 49 orang. Dengan orientasi santri putera 21 orang, sedangkan santri putri 28

orang. Santri Al-Ikhlash memiliki latar sosial dan pendidikan yang berbeda-beda,

namun sebagian besar sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Mereka berasal dari berbagai pelosok daerah, seperti Indramayu, Cirebon,

Kuningan, Majalengka, Subang, Brebes, dan Tegal (Jawa Tengah).

d) Struktur Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Pada masa kepemimpinan KH. Qusyaeri, struktur kepengurusan

pesantren di pimpin oleh seorang kepala pondok yang dipilih langsung oleh KH.

Qusyaeri. Seorang kepala pondok akan memimpin kepengurusan selama satu

Page 61: Perjuangan KH. Qusyaeri

periode.49

Adapun kepengurusan dibawahnya hanya sedikit lebih lengkap pada

kepengurusan masa setelah wafatnya KH. Qusyaeri, yaitu kepemimpinan

pesantren oleh para penerusnya.

Kepengurusan Al-Ikhlash pada masa paska KH. Qusyaeri dijabat oleh

santri senior dengan cara dipilih secara langsung oleh santri. Sedangkan Kiai dan

keluarganya (ahlil-bait) dalam kepengurusan secara formal hanya duduk sebagai

pengasuh dan penasehat.

Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Iklash ini terdiri atas Pengasuh

dengan satu orang Kyai/Nyai, Penasehat, ketua/kepala pondok, sekretaris,

bendahara, dan empat seksi, yaitu seksi pendidikan, seksi kerohanian, seksi

kebersihan, dan seksi keamanan. Adapun struktur kepengurusan Pondok

Pesantren Al-Ikhlash masa khidmat 1434-1435 H/2013-2014 M adalah sebagai

berikut:

PUTERA AL-IKHLASH

Pengasuh : Nyai Hj. Maemanah

Penasehat : Ust. H. Haris Usman Hakim

Pembimbing : - Ust. Choirul umam

- Ust. A. Zamzami

- Ust. Wawan Gunawan

- Ust. Aef Saeful Bahri

Ketua : Ust. Syahroni Azis

Sekretaris : Syahri Nugraha

Bendahara : Ali Nurdin

49 Muzaki, “Pengaruh Kepemimpinan Kyai Terhadap Kecerdasan Emosi Santri Pondok

Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon”, Penelitian Individu (Cirebon: IAIN

Syekh Nurjati, 2012), tidak diterbitkan, hlm. 48.

Page 62: Perjuangan KH. Qusyaeri

Seksi-seksi

Seksi Pendidikan : Ust. Khotimus Salam

Seksi Kerohanian : Ahmad Dzu‟izin

Seksi Kebersihan : Budi Sujati

Seksi Keamanan : Tajudin

PUTERI AL-IKHLASH

Pengasuh : Nyai Hj. Maemanah

Penasehat : Ust. H. Haris Usman Hakim

Ketua : Ustz. Ayu Utami

Sekretaris : Diayatul Khoiriyah

Bendahara : Afif Nur Afifah, Neni Nur‟aeni

Seksi-seksi

Seksi Pendidikan : Ririn Karina Nur‟aeni

Seksi Kerohanian : Nurlelah

Seksi Kebersihan : Siti Aminah

Seksi Keamanan : Dewi Rikana, Safitri Wulandari

Page 63: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB IV

PERJUANGAN KH. QUSYAERI

DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-IKHLASH

KH. Qusyaeri merupakan salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al-

Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, yang berhasil

memimpin dan membimbing santri yang terdiri dari tingkat pendidikan menengah

sampai dengan perguruan tinggi. Hal ini bisa kita lihat, bahwa santri-santrinya itu

sebagian besar tingkat pendidikannya itu SMA/SMK sampai Perguruan Tinggi.

Pesantren Al-Ikhlash ini memiliki program kegiatan di antaranya dengan

menyelenggarakan pengajian baik dengan sistem wetonan/bandongan, sistem

ceramah, ataupun sistem klasikal yang harus diikuti oleh semua santri, baik itu

santri putra maupun santri putri.

A. Perjuangan KH. Qusyaeri

1. Sistem Pengajaran di Al-Ikhlash

a. Wetonan atau Bandungan

Wetonan atau disebut bandungan adalah metode yang paling utama di

lingkungan pesantren. Zamakhsyari Dhofier menerangkan bahwa metode wetonan

(bandungan) ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru membaca,

menterjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa

Arab sedang sekelompok santri mendengarkannya.50

Kegiatan pengajian wetonan ini KH. Qusyaeri menggunakan kitab-kitab

yang beliau kaji dengan konsep perpaduan antara salafi dan modern, yakni dari

kitab salafi beliau nenerangkannya dengan mengkorelasikan dengan konteks

kekinian, hal ini yang bisa memudahkan para santri untuk bisa memahami maksud

dari kitab yang sedang di kaji tersebut.

50

Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996, hlm 143.

Page 64: Perjuangan KH. Qusyaeri

b. Ceramah

Kegiatan ini dilakukan KH. Qusyaeri dalam penyampaian materi

pengajian kepada santrinya, yang dilaksanakan satu minggu sekali yaitu dengan

mendengarkan mauidhoh hasanah atau tausiyah dari beliau pada malam jum‟at

sebelum melaksanakan tahlil bersama. Isi dari mauidhoh hasanah itu, beliau

menyampaikan materi dengan cara bercerita, kemudia cerita tersebut di dukung

dengan dalil-dalilnya.

c. Klasikal

Model klasikal mulai diperkenalkan melalui madrasah dan sekolah-

sekolah Islam, terutama yang dibentuk oleh Muhammadiyah. Meluasnya

pembentukan madrasah yang menjadi mediator antara keperluan transmisi

pemikiran dan pengetahuan keislaman dan penguasaan pengetahuan umum,

madarasah dengan sistem klasikal tidak lagi menggunakan halaqah. Dalam sistem

klasikal guru menjelaskan materi kurikulum yang diajarkannya di depan kelas dan

murid-murid duduk menerima pengajaran dari gurunya.51

Maka kegiatan ini juga

diterapkan di Pesantren Al-Ikhlash pada tahun 2011.

Kegiatan ini dilakukan oleh pengurus, anak, dan cucu beliau yang

memiliki kompeten dan dapat kepercayaan dari KH. Qusyaeri untuk mengabdi

dan mengajarkan ilmunya kepada para santri dengan sistem klasikal yang

disesuaikan dengan kadar kemampuan santri masing-masing mulai dari kelas 1 s/d

III. Dan kegiatan ini dilakukan pada ba’da shubuh dan ba’da isya’.

2. Pembaharuan Kurikulum Pesantren

Pembaharuan (inovasi) kurikulum adalah suatu gagasan atau praktek

kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum

tersebut dengan tujuan memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.

Dengan kata lain, pembaharuan itu di ajukan berkenaan dengan ide dan teknis

51 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam Di Indonesia Pasca Kemerdekaan,

(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2009), hlm. 203.

Page 65: Perjuangan KH. Qusyaeri

pada skala yang terbatas. Pembaharuan selalu berkaitan dengan masalah kreasi

dan atau penciptaan sesuatu yang baru dan menuju ke arah yang lebih baik.

Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu

kurikulum yang sesuai dengan keadaan sepanjang masa, kurikulum harus dapat

menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung berubah.

Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat untuk

mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang

senantiasa berubah dan terus berlangsung.

Pada masa pendiri dahulu masih bersifat tradisonal, mungkin yang

diajarkan hanyalah kitab-kitab karangan ulama klasik, terlebih ditekankan pada

Al-Qur‟an. Sedangkan pada masa KH. Qusyaeri ini dimasukan sedikit unsur

modern namun tidak meninggalakan unsur tradisi yang telah melekat di pesantren,

seperti materi bahasa (bahasa Arab dan bahasa Inggris). Karena beliau

beranggapan bahwa bahasa Inggris ini adalah merupakan bahasa yang penting

dipelajari dikarenakan bahasa Inggris itu bahasa internasional, sehingga sudah

selayaknya umat Islam pun menguasai bahasa tersebut. Adapun materi-materi

yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Ikhlash adalah:

KELAS I

No Nama Kitab Materi

1. - Pegon (agar bisa mengabsahi kitab kuning serta

membacanya)

2. Tukhfatul Athfal Tajwid

3. Aqidatul Awam Tauhid

4. Akhlaqul Banin Juz I Akhlak

5. Tashrif Al-Amtsilah Shorof

6. Nahwul Wadih Nahwu

7. Mabadiul Fiqhiyyah Fiqh

8. - Bahasa Arab

Page 66: Perjuangan KH. Qusyaeri

9. - Bahasa Inggris

Tabel.3.1

KELAS II

No Nama Kitab Materi

1. Tashrif Al-Amtsilah Shorof

2. Jurmiyah Nahwu

3. Safinatun Najah Fiqh

4. Tijan Ad-Darori Tauhid

5. - Bahasa Arab

6. - Bahasa Inggris

Tabel.3.2

KELAS III

No Nama Kitab Materi

1. Nadhom Maqshud Shorof

2. Mutamimah Nahwu

3. Fatkhul Qorib Fiqh

4. Mabadiul Awwaliyyah Ushul Fiqh/Qowaidhul Fiqh

5. Bahjatul Wasail Ushuluddin, Fiqh, Tasawuf

Tabel.3.3

Itulah beberapa kegiatan pengajian yang dilakukan setiap hari di

Pesantren Al-Ikhlash, adapun kegiatan yang sifatnya mingguan adalah ba’da

shalat Jum’at selalu ziarah ke makam sesepuh pendiri Pondok Pesantren Al-

Ikhlash yakni KH. Makdum dengan membacakan tahlil dan surat yasin serta

mengadakan bahsul masail setiap malam minggu.

3. Kajian yang KH. Qusyaeri Ampu

Kitab-kitab yang diajarkan sebagian besar mempelajari syariat yaitu

hukum dan tata aturan pelaksanaan ibadah dan mempelajari ilmu alat (kitab yang

Page 67: Perjuangan KH. Qusyaeri

berkaitan dengan Nahwu dan Shorof). Serta metode penyampaiannya dengan

ceramah.52

Adapun kitab- kitab yang beliau kaji adalah:

No Nama Kitab Waktu

1. Durrotun Nashihin Ba‟da Ashar

2. Tafsir Jalalain Ba‟da Maghrib

Tabel.4.1

4. Metode Pendidikan dan Pengajaran

Program pendidikan dalam persfektif Islam, seperti yang dikatakan Ali

Ahmad Madkur, dapat mempergunakan beberapa macam al-tariqah (metode): al-

tariqah al-qudwah (metode keteladanan), al-tariqah al-talqin (metode

memahamkan secara lisan), al-tariqah al-masubah wa al-‘uqubah (metode

memberikan ganjaran dan hukuman), al-tariqah al-qissah (metode cerita), tariqah

takwin al-‘adah al-hasanah (metode membuat tradisi/kebiasaan yang baik),

tariqah al-tarbiyyah bi al-ahdas (metode kajian perkara baru), tariqah al-

tarbiyyah ‘an tariq istismar al-taqah al-hasanah (metode pendidikan dengan

pengembangan kekuatan untuk melahirkan kekuatan baik), tariqah al-syugl auqat

al-farag (metode mengisi waktu kosong), tariqah al-munaqasyah wa al-hiwar

(metode perdebatan dan diskusi), tariqah hill al-musykilat (metode pemecahan

masalah), dan sebagainya.53

Pendidikan yang dominan dipergunakan oleh Pondok Pesantren Al-Ikhlash

terdiri dari:

1. Tariqah al-qudwah (Metode Keteladanan)

Bentuk aktivitas pendidikan yang mempergunakan metode keteladanan

(tariqah al-qudwah) tampak pada keteladanan dari diri Kyai maupun Ustadz

52 A. Syathori, “Modernisasi Pendidikan Di Pesantren (Studi Sistem Pendidikan

Pesantren al-shighor gedongan kec. Pangenan kab. Cirebon)” Penelitian Individu , (Cirebon:IAIN

Syekh Nurati, 2012), hlm. 54-55. Tidak diterbitkan.

53

H. M, Mukhtarom. Reproduksi Ulama Di Era Globalisasi Resistensi Tradisional

Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 172-173.

Page 68: Perjuangan KH. Qusyaeri

dalam aspek ilmu, akhlak, ide-ide dan ibadah. Santri dikondisikan untuk

meneladani aspek-aspek tersebut pada Kyai sebagai pewaris Nabi. Santri dalam

persfektif psikologi, dan sebagai individu dalam sistem sosial di pondok pesantren

agaknya dikondisikan untuk masuk ke dalam koridor proses imitasi. Imitasi yang

berproses di Pondok Pesantren Al-Ikhlash, seperti dalam proses pembelajaran

bahasa Arab dan bahasa Inggris, cara santri menyatakan terima kasih, cara

memberi hormat, cara berpakain dan ekspresi lain sebagai hasil mengimitasi.

Proses imitasi yang dibangunnya merangsang perkembangan pribadi dan

mendorong santri/siswa untuk melaksanakan perbuatan yang baik. Apabila

seseorang telah dididik dalam suatu tradisi tertentu yang melingkupi segala situasi

sosial maka orang itu memiliki sebuah kerangka cara-cara tingkah laku dan sikap-

sikap moril yang dapat menjadi pokok pangkal untuk memperluas

perkembangannnya dengan positif.

2. Tariqah al-talqin (Metode Memahamkan secara Lisan)

Modus dominan dalam sistem pendidikan pesantren tradisional adalah

pembelajaran secara lisan. Transfer ilmu pengetahuan berlangsung melalui

interaksi verbal di sebuah ruangan atau kelas. Kenyataan ini di temukan di

Pondok Pesantren Al-Ikhlash dalam pembelajaran kitab klasik dengan bentuk

sorogan, dan wetonan /bandungan oleh Kyai.

Pengajaran terhadap kitab klasik di kelas-kelas juga memakai bahasa

Jawa yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ustadz adalah

orang yang menguasai isi kitab-kitab kuning yang ia ajarkan. Kebanyakan dari

ustadz sendiri mengajarkan kitab klasik sebagaimana gurunya dahulu

mengajarkan.

3. Tariqah takwin al-‘adah al-hasanah (Metode Membentuk Tradisi atau

Kebiasaan Baik)

Metode untuk membentuk tradisi atau kebiasaan baik (tariqah takwin al-

‘adah al-hasanah) di pakai oleh Pondok Pesantren Al-Ikhlash. Pemakaian ini,

Page 69: Perjuangan KH. Qusyaeri

diawali dengan memahamkan secara lisan di ruang-ruang atau kelas-kelas, dan

dilakukan secara berkelanjutan sehingga cenderung menjadi tradisi atau

kebiasaan.

Proses dari pemahaman ini, Kyai dan para ustadz memahamkan teori-

teorinya terhadap santri dan di prakatekan dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah pembiasaan membaca al-Qur‟an setiap selesai shalat Maghrib,

membiasakan shalat berjama‟ah, dan membaca tahlil setiap malam Jum‟at setelah

shalat Maghrib, dan lain sebagainya.

Metode pembiasaan ini di pandang oleh Pondok Pesantren Al-Ikhlash

sebagai metode pendidikan Islam yang baik, karena kebiasaan yang baik di kala

muda akan menjadi kebiasaan baik pula ketika dewasa.

4. Tariqah al-syugl auqat al-farag (Metode Mengisi Waktu Kosong)

Kesaharian santri/siswa diisi dengan belajar dan kegiatan-kegiatan lain

yang bersifat pedagogis dan rekreatif. Sebenarnya pengajian kitab kuning di luar

sistem pengajaran klasikal di madrasah bukanlah semata-mata sebagai upaya

pengisi waktu kosong bagi santri/siswa, melainkan sudah menjadi upaya sadar

melestarikan tradisi pondok pesantren dalam mentransfer keilmuan Islam dari

kitab kuning sebagai bekal bagi kader-kader ulama

5. Tariqah al-masubah wa al-‘uqubah (Metode Memberikan Ganjaran dan

Hukuman)

Metode memberikan ganjaran atau hadiah telah lama di pergunakan

dalam dunia pendidikan. Ganjaran diberikan pada peserta didik manakala mereka

telah berhasil dengan baik dalam menyelesaikan pelajarannya, ataupun bilamana

mereka selalu mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dalam lembaga

pendidikan. Sebaliknya, hukuman diberikan pada mereka manakala mereka

melanggar aturan dan tidak mentaati norma-norma yang berlaku di lembaga

pendidikan.

Page 70: Perjuangan KH. Qusyaeri

Hukuman sebenarnya merupakan metode yang buruk, tetapi harus

dilakukan dalam kondisi tertentu dengan maksud untuk memperbaiki peserta

didik (curative) yang melakukan penyimpangan atau kesalahan dan bukan

dilakukan untuk balas dendam. Pendidik dalam masalah ini sepakat berpegang

teguh pada prinsip mengutamakan tindakan preventif daripada tindakan kuratif.

Metode memberikan ganjaran dan hukuman yang di pakai oleh Pondok

Pesantren Al-Ikhlash. Kyai dan ustadz memberikan ganjaran atau hadiah kepada

santri yang berprestasi, untuk lebih memberikan motivasi kepada mereka agar

tetap menjaga prestasi baik yang telah diraihnya dan memotivasi santri lain agar

mereka berupaya mendapatkan prestasi juga. Sebaliknya, hukuman diberikan

kepada santri yang melanggar tat tertib atau peraturan pondok pesantren.

Hukuman diberikan setelah diberi peringatan dan nasihat, namun tidak berhasil.

Bilamana pelanggaran yang dilakukan santri cukup berat, seperti mencuri, maka

hukuman yang diberikan adalah dikeluarkan dari pondok pesantren.

B. Nasihat/Fatwa KH. Qusyaeri

Selain KH. Qusyaeri sebagai pembaharu dan sekaligus pendakwah,

fatwa-fatwa yang dikemukakan beliau selalu di dengar baik oleh santrinya atau

pun maasyarakat sekitar, oleh karena itu KH. Qusyaeri bisa dikatakan kiai yang

memiliki karismatik setelah KH. Makdum mertuanya.

Nasihat KH. Qusyaeri kepada santri-santrinya untuk menjadi orang yang

pintar dan benar, karena memang pada kenyataannya banyak orang yang menjadi

pintar karena sekolah pada perguruan tinggi atau universitas yang terkenal, tetapi

tidak jarang setelah menjadi pintar, kepintaran atau kepandaiannya

disalahgunakan untuk menipu orang lain. Atau setelah mempunyai kedudukan

atau jabatan mereka melakukan tindakan penggelapan ataupun tindakan korupsi

yang bertentangan dengan agama.54

Selain nasihat atau perintah pada para

santrinya sebagaimana di jelaskan diatas, KH.Qusyaeri pun memberikan larangan-

larangan, di antaranya sebagai berikut:

54 Tuti Alawiyah, Op. Cit, hlm. 153

Page 71: Perjuangan KH. Qusyaeri

1. Tidak Boleh Keluar Malam

Prinsip KH. Qusyaeri dalam memberi larangan tidak boleh keluar malam

kepada para santrinya dengan tujuan agar para santrinya bisa mengikuti kegiatan

yang ada di pondok dan menjaga fitnah dari pandangan masyarakat serta menjaga

nama baik almamater Pesantren Al-Ikhlash. Artinya bahwa budaya keluar malam

baik itu di lingkungan pesantren maupun lingkungan masyarakat itu adalah

perbuatan yang buruk, karena dapat menimbulkan fitnah, di antaranya bisa

menimbulkan keresahan bagi warga atau kecurigaan warga sekitar terhadap

terjadinya pencurian.

2. Jangan Main Bola di Tanah Orang

KH. Qusyaeri melarang para santrinya untuk bermain bola di tanah

orang, karena dengan fasilitas yang terbatas para santri suka main bola di tanah

orang, dan hal tersebut dilarang oleh beliau. Sehingga beliau ada niatan dan

rencana untuk membangun kembali lantai atas untuk fasilitas olahraga, agar tidak

mengganggu orang lain. Pelarangan yang ditekankan disini adalah main di tanah

orang lainnya itu, karena KH. Qusyaeri berpandangan bahwa menggunakan

fasilitas yang bukan hak milik sendiri itu merupakan tindakan yang tidak baik atau

buruk.

3. Jangan Sering Pulang

Menuntut ilmu tidak boleh sering pulang ke kampung halaman. Hal ini

karena hanya akan menimbulkan perasaan tidak betah tinggal di pesantren. selain

itu, santri juga akan ketiggalan materi pengajian pesantren, sehingga ketika lulus

dari pesantren itu belum bisa menguasai ilmu agamanya secara sempurna. Artinya

jikalau santri menginginkan ilmunya berhasil dan berkah, maka ia jangan sering

pulang. Karena KH. Qusyaeri berpendapat bahwa jikalau sering pulang itu akan

mengakibatkan susahnya mengejar materi yang ditinggalkan serta daya tangkap

untuk menyerap ilmu menjadi berkurang.

Page 72: Perjuangan KH. Qusyaeri

4. Melakasanakan Perintah Allah dan Menjauhi Segala Larangan-Nya

Orang yang mencari ilmu, dan ingin mendapatkan ilmu yang barokah

harus melaksanakan semua perintah Allah yang wajib, sunnah, dan menjauhi

larangan-Nya baik yang haram ataupun makruh. Atas dasar realitas yang demikian

itu, maka wajib bagi penuntut ilmu, dan ingin mendapatkan ilmu yang barokah

harus selalu beribadah kepada Allah. Yakni dengan melakasanakan semua

perintah Allah yang wajib, sunnah dan menjauhi larangan-Nya baik yang haram

ataupun makruh. Artinya KH. Qusyaeri menyuruh para santri untuk bertaqwa

kepada Allah SWT.

Menurut Muhammad Mutwalli Asy-Sya‟rawi, dalam al-Qur‟an takwa secara

umum berarti mencegah diri dengan menggunakan tameng atau perisai dari suatu

yang membahayakan diri kita. Kata-kata Fattaqun-naar yang berarti cegahlah

dirimu dari api dan yang dimaksud oleh al-Qur‟an ialah api neraka. Penjelasannya

ialah “Jadikanlah antara kamu dengan api neraka perisai dari amal saleh”.55

Jadi arti taqwa disini ialah menjauhkan diri dari api neraka atau dengan

arti lain, bila terjadi kobaran api karena kebakaran atau lainnya, api disiram

dengan air sampai padam atau dijauhi sampai api padam sendiri. Arti kata

Ittaqullah bukan jauhi Allah tetapi jauhi siksa Allah atau jauhi murka Allah atau

cegahlah dirimu dari adzab Allah atau dijadikan perisai dari ketaatan dan

kepatuhan kepada Allah untuk mencegah dirimu dari adzab.

Menurut M. Quraish Shihab kata takwa (taqwa’) dalam literatur

keagamaan dan kebahasaan (Arab) terambil dari kata waqa‟, yang oleh banyak

ulama dinilai terambil dari akar kata waqa yaqiy yang bermakna “menjaga atau

melindungi dari bencana atau sesuatu yang menyakitkan”. Ada juga yang

berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata waqwa, kemudian huruf wawu pada

awalnya diganti dengan ta’ sehingga berbunyi taqwa, yang berarti terhalang.

55

Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, (Jakarta:

Gema Insani, 2007), Cet. I, hlm. 553-554.

Page 73: Perjuangan KH. Qusyaeri

Dalam al-Qur‟an, perintah untuk bertakwa, ittaqu, terulang sebanyak

enam puluh sembilan kali, umunya terhadap Allah dengan redaksi, ittaqu Allah,

dan juga perintah bertakwa dari api neraka serta hari pembalasan. Ada sisipan kata

yang terdapat antara “ittaqu” dan “Allah”, yaitu “siksa” atau “sanksi” atau yang

semakna dengannya. Sehingga perintah bertakwa kepada Allah berarti perintah

untuk berlindung dari siksa Allah atau sanksi hukum-Nya.56

56

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut

Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), hlm. 901-902.

Page 74: Perjuangan KH. Qusyaeri

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara mendalam tentang

perjungan KH. Qusyaeri dalam mengembangkan pesanttren, yang peneliti lakukan

di Pondok Pesantren Al-Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota

Cirebon dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. KH. Qusyaeri dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1936 M dari pasangan

Bapak Kastari dan Nyai. Hj. Habibah desa Kepompongan Kecamatan

Talun Kabupaten Cirebon. KH. Qusyaeri belajar di sekolah Volks School

(sekolah zaman dulu) namun tidak lulus, tetapi beliau lebih banyak

mengenyam pendidikan di pesantren-pesantren. Selama di pesantren

beliau banyak mengabdi kepada guru/kyai, sehingga ketika di Pesantren

Al-Islamiyah (sekarang Pesantren Al-Ikhlash) beliau diangkat menjadi

menantu oleh KH. Makdum (Pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Al-

Ikhlash). Pada tahun 1959 M beliau dinikahkan dengan Nyai Hj.

Maemanah (Puteri KH. Makdum). Kemudian pada tahun 1970 M dengan

Nyai Hj. Hafsah puteri Kyai Sholihin desa Grenjeng Kecamatan

Harjamukti Kota Cirebon.

2. Pondok Pesantren Al-Ikhlash didirikan pada tahun 1935 M oleh KH.

Abdul Shomad atau KH. Makdum. Tanah pesantren berasal dari hibbah

mertua KH. Makdum, dan kemudian membangun pesantren yang

sederhana, yakni hanya memiliki 4 kamar, dapur, dan kamar mandi. KH.

Qusyaeri memimpin pada tahun (1958-2011 M), sedikit demi sedikit

bangunan pesantren mulai berkembang.

3. KH. Qusyaeri merupakan salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al-

Ikhlash Kanggraksan Curug Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, yang

berhasil memimpin dan membimbing santri yang terdiri dari tingkat

pendidikan menengah sampai dengan perguruan tinggi. Hal ini, bisa

Page 75: Perjuangan KH. Qusyaeri

dibuktikan dengan perjuangan beliau dalam hal mengembangkan

pesantren sampai dengan sekarang. Diantara perjuangan beliau adalah

memperbaharui sistem pengajaran pesantren meski tidak jauh berbeda

dengan yang terdahulu, memperbaharui kurikulum pesantren yang di

bantu oleh santrinya yang senior atau pengurus, memperbaharui metode

pembelajaran, dan yang terakhir beliau bisa berperan sebagai guru

sekaligus seorang bapak bagi para santrinya, yakni karena beliau selalu

memberikan motivasi dan nasihat yang membangun kepada santri-

santrinya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, berikut ini penulis menyampaikan saran-

saran yang merupakan sumbangan hasil pemikiran untuk meningkatkan penelitian

selanjutnya jika suatu saat masalah diatas akan dibahas kembali, yaitu sebagai

berikut:

1. Pentingnya membahas lebih mendalam mengenai sejarah lokal yang

bersangkutan dengan para Ulama zaman dahulu dari kakalangan

pesantren-pesantren yang ada di tanah Jawa umumnya, dan di tanah

Cirebon ini khususnya. Karena terbukti lembaga ini banyak memilki

peranan penting dalam mengibarkan dan mempertahankan ideologi

keislaman yang membumikan Islam di tengah-tengah masyarakat luas

seperti yang kita rasakan saat ini.

2. Estafet perjuangan dan pengibaran Islam memerlukan penelitian dan

pelajaran dari para tokoh dan pejuang Islam untuk dijadikan studi

perbandingan dan suri tauladan bagi penerus perjuangan Islam di masa

kini dan yang akan datang. Untuk itu perlu kiranya peningkatan dalam

menyusun buku-buku sejarah pesantren yang lebih sistematis, agar apa

yang disampaikan dapat menjadi pelajaran penting bagi kalangan muda

intelektual Islam.

3. Tidak semua tradisi pesantren harus menganut tradisi tradisional yang

kolot, yang tidak mau menerima tradisi modern. Namun demi mengikuti

Page 76: Perjuangan KH. Qusyaeri

perkembangan zaman, maka pesantren di harapkan lebih terbuka dalam

menerima tradisi modern.

4. Penulis mengharapkan agar masyarakat Pesantren Al-Ikhlash mampu

melakukan upaya-upaya yang lebih inovatif, dan mampu memberikan

kontribusi pemikiran yang modern dalam mengembangkan dan

memajukan pesantren untuk lebih maju di masa yang akan datang.

Page 77: Perjuangan KH. Qusyaeri

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Alawiyah, Tuti. 2012. “Kepemimpinan Pondok Pesantren (Studi Kasus

Kepemimpinan Dan Perjuangan Dakwah KH. Qusyaeri Pengasuh

Pondok Pesantren Al-Ikhlash Curug Kanggraksan Cirebon)”.

Cirebon: IAIN Syekh Nurjati.

Arsip Pondok Pesantren Al-Ikhlash, 2010.

Asnan, Wahyudi. 2001. Kisah Wali Songo. Surabaya: Karya Ilmu.

Bishri, Musthofa. 1952. Tarikh Auliya. Kudus: Menara Kudus.

Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup

Kiyai, Cet I. Jakarta: LP3ES.

Djamas, Nurhayati. 2009. Dinamika Pendidikan Islam Di Indonesia Pasca

Kemerdekaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

H. M, Mukhtarom. 2005. Reproduksi Ulama Di Era Globalisasi Resistensi

Tradisional Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hasan, Ahmad Zaeni. 2000. Perlawanan dari Tanah Pengasingan Kiai Abbas,

Pesantren Buntet, dan Bela Negara. Jakarta: Elsas.

Irianto, Bambang. dan Fatimah, Siti. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Dzatul Kahfi)

Perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: STAIN Press.

Izzudin. 2012. “Strategi Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan

Ciwaringin Cirebon dalam Mengembangkan Fikih Lingkungan”.

Cirebon: IAIN Syekh Nurjati.

Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari.

Yogyakarta: LkiS.

Page 78: Perjuangan KH. Qusyaeri

Muchtarom, Zahairini, dkk. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi

Aksara.

Mutawalli, Muhammad. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab, Cet I. Jakarta:

Gema Insani.

Muzakki. 2012. “Pengaruh Kepemimpinan Kiyai terhadap Kecerdasan Emosi

Santri Pondok Pesantren Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon”.

Cirebon: IAIN Syekh Nurjati.

Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah

Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.

Notosusanto, Nugroho. 1978. Norma-Norma Penelitian dan Penulisan Sejarah.

Jakarta: Dep. HANKAM Pusat ABRI.

................. 1993. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid V, Cet 3. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Qomar, Mujamil. 1996. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.

Quraish Shihab, M. 2008. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman

yang Patut Anda Ketahui. Jakarta: Lentera Hati.

Steenbrink, Karel A. 1986. Pesantren, Madrasah, dan Sekolah: Pendidikan Islam

dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES.

Syathori, A. 2012. “Modernisasi Pendidikan Di Pesantren (Studi Sistem

Pendidikan Pesantren Al-Shighor Gedongan Kecamatan Pangenan

Kabupaten Cirebon)”. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati.

Tim IAIN Syekh Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:

Djambatan Anggota IKAPI.

Page 79: Perjuangan KH. Qusyaeri

Usman, Hasan. 1986. Metode Penelitian Sejarah. Terj. Muin Umar, dkk. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen

Agama RI.

B. Website

http://aspek-kempek.blogspot.com/2009/06/sejarah-pondok-pesantren

kempek.html. Diunduh 8-4-2014.

http://blog-pelajaransekolah.blogspot.com/2013/10/sistem-pendidikan-pada-masa-

kolonial.html. Oleh:Luci Hakim. Diunduh 7-9-2014.

http://cerianurrohmah.blogspot.com/2012/11/sejarah-perjuangan-bangsa-

indonesia-dan.html. Oleh: Nur Rochmah. Diunduh 31 -8-2014.

http://dessykomalawatiblogspot.com/2011/sejarah-cirebon.html.Oleh:Dessy

Komalawati. Diunduh 26-2-2014.

http://eckobager.blogspot.com/2012/09/pendidikan-masa-kolonial.html.Oleh:Eko.

Diunduh 27-4-2014.

http://ferisyanurfitriani.blogspot.com/2013/01.html. Oleh: Ferisya Nur Fitriani.

Diunduh 13-4-2014.

http://indraandarun.blogspot.com/2011/10/pesantrenbabakanciwaringincirebon.ht

ml. Oleh: Indra. Diunduh 7-4-2014.

http://konsepblockbook.blogspot.com/2012/03/sistempendidikan-indonesia-pada-

masa.html. Oleh: Himpunan Mahasiswa IPS terpadu di UNM 2012-

2013. Diunduh 11-4-2014.

http://mughits-sumberilmu.blogspot.com/2011/10/pengertian-kyaiustadz-dan-

penceramah.html. Diunduh 31-8-2014.

http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/04/sekolah-jaman-

kolonialbelanda.html. Oleh: Ivan Sujatmoko. Diunduh 8-5-2014.

Page 80: Perjuangan KH. Qusyaeri

http://pengertianblogspot.com/2011/12/pengertian-almauidzah-al-hasanah.html.

Oleh: Masyhur Amin. Diunduh 21-3-2014.

C. Wawancara

Wawancara dengan Ust. H. Haris Usman Hakim, putera KH. Qusyaeri pada

tanggal 29 Maret 2014 pukul 18.45 WIB.

Wawancara dengan Nyai. Hj. Maemanah , istri KH.Qusyaeri pada tanggal 9 Mei

2014 pukul 09.00 WIB.

Page 81: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 82: Perjuangan KH. Qusyaeri

Rekapan Wawancara dengan Ust. H. Haris Utsman Hakim

Sebelum wawancara peneliti terlebih dahulu memberikan surat pengantar

penelitian yang di dapat dari Fakultas kepada nara sumber. Setelah surat tersebut

di baca sampai selesai dan menjelaskan maksud dari wawancara tersebut, barulah

peneliti di persilahkan untuk melakukan wawancara. Tepatnya pada tanggal 29

Maret 2014, pukul 18.45 WIB, peneliti melakukan wawancara dengan nara

sumber yakni Ust. H. Haris Ustman Hakim selaku penasehat dan sekaligus putera

dari Alm. KH. Qusyaeri di kediaman beliau sendiri.

Berikut Hasil wawancara peneliti dengan Ust. H. Haris Ustman Hakim

Peniliti : Bagaimana sebenarnya latar belakang KH. Qusyaeri itu?

Nara Sumber : Nama lengkap beliau adalah Qusyaeri, beliau lahir di desa

Kepompongan kec. Comberan Kab. Cirebon. Terlahir dari

pasangan Kiai Kastari dan Hj. Habibah yang merupakan anak

pertama dari empat bersaudara.

Peneliti : Jenjang pendidikan apa sajakah yang telah di tempuh oleh KH.

Qusyaeri?

Nara Sumber : Sebelum mondok ke pesantren beliau sekolah dulu di Volk School

(sekolah zaman dulu), namun tidak sampai selesai. Kemudian

beliau hanya melanjutkan pendidikannya ke pesantren-pesantren,

diantaranya beliau mondok selama 3 tahun di Brebes yakni sekitar

tahun 1952-an, lalu tahun 1953-1955 mondok di Kaliwungu yang

pada saat itu pimpinan pesantrennya adalah KH. Khumaidullah,

KH. Irfan, dan KH. Asror. Kemudian tahun 1956 beliau kembali ke

Cirebon mondok di Pesantren Al-Islamiyyah selama 4 tahun, yang

saat itu pimpinan pesantrennya adalah KH. Makdum. Kemudian

beliau dinikahkan dengan puteri bungsu KH. Makdum pada usia ±

17 tahun.

Page 83: Perjuangan KH. Qusyaeri

Peneliti : Bagaimanakah permulaan KH. Qusyaeri mengabdi di Pondok Pesantren

Al-Ikhlash?

Nara Sumber : Setelah pernikahan beliau dengan puteri KH. Makdum. KH.

Qusyaeri di percaya untuk melanjutkan tampuk kepemimpinan pesantren.

Pada tahun 1956-164 di temani KH. Abbas (putera KH. Makdum) dan

KH. Maksudi serta Hj. Farihah, mereka bersama-sama berupaya untuk

meneruskan dan memajukan pesantren. Tahun 1964 pondok pesantren

mengalami kebangkrutan, karena pada saat itu sedang terjadi insiden G

30 S/PKI. Kemudian KH. Qusyaeri hijrah/pindah untuk sementara ke

Jakarta dengan membawa kedua orang puteranya.

Setelah insiden itu selesai, Pada tahun 1979 M beliau kembali ke Cirebon

dan sudah membawa 2 (dua) orang anak yaitu Roikhah dan Abdullah

Syafi‟i, di tahun itu beliau mencoba merintis pesantren kembali dengan

membuka pengajian di pondok kecil yang berada di dalam rumahnya.

Pembangunan pondok saat itu, masih sangat sederhana sekali yaitu

dengan hanya menggunakan triplek kayu sebagai pembatas tempat untuk

mengaji.

Di awal perintisan pondok pesantren, beliau hanya memiliki 2 (dua)

santri saja, yaitu Suryana dan Samsuddin yang berasal dari Majalengka.

Selain itu. beliau juga aktif mengisi pengajian di berbagai daerah seperti

di daerah Megu Cilik dan Megu Gede (Plered), Indramayu dan daerah

lainnya.

Peneliti : Bagaimanakah keadaan KH. Qusyaeri / peristiwa apa yang terjadi

sebelum beliau wafat?

Nara Sumber : Pada tahun 1990-1995 beliau mulai merasakan sesak nafas atau

asma. Sering sekali asma tersebut kambuh di waktu-waktu tertentu

seperti menjelang shubuh dan sore hari, namun dalam keadaan

seperti itu beliau masih tetap saja aktif dalam melakukan

aktifitasnya, yakni mengisi pengajian rutinnya di daerah Megu

Page 84: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 85: Perjuangan KH. Qusyaeri

Rekapan Wawancara dengan Nyai Hj. Maemanah

Sebelum wawancara peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada nara

sumber untuk melakukan wawancara. Kemudian peneliti menjelaskan maksud

dari wawancara tersebut, barulah peneliti di persilahkan untuk melakukan

wawancara. Tepatnya pada tanggal 09 Mei 2014, pukul 09.00 WIB, peneliti

melakukan wawancara dengan nara sumber yakni Nyai Hj. Maemanah selaku

Pengasuh Pesantren Al-Ikhlash dan sekaligus isteri Alm. KH. Qusyaeri di

kediaman beliau sendiri.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan Nyai Hj. Maemanah

Peneliti : Tahun berapakah lahir dan wafatnya KH. Makdum? Serta siapa

ayah dan ibunya beliau?

Nara sumber : Kebetulan untuk lahirnya sendiri saya kurang tahu kapan

tahunnya, tetapi saya hanya ingat tahun wafatnya saja yaitu tahun

1958 bertepatan dengan umur 63 tahun dari umur beliau. Mungkin

untuk kelahirannya, anda bisa menghitung dari tahun wafatnya

beliau dikurangi dengan umur beliau. Beliau lahir dari pasangan

KH. Abdul Hamid dan R. Priatna.

Peneliti : Ada berapa dan siapa sajakah anak-anak dari KH. Makdum?

Nara Sumber : KH. Makdum dan Hj. Aminah mempunyai anak 13 (tiga belas)

dengan laki-laki 4 (empat) yaitu Abbas, H. Mukhlash, Muh. Mukti,

dan Muktadi. Sedangkan perempuan ada 9 (enam) yaitu Fatimah,

Farikhah, Maemunah, Water, Kusasih, Zuhroh, Umroh,

Munawwaroh , dan Hj. Maemanah. Untuk saat ini, 10 (sepuluh)

orang telah meninggal dunia yaitu Fatimah, Abbas, H. Mukhlash

Farikhah, Water, Kusasih, Zuhroh, Umroh, Muh. Mukti,

Munawwaroh, dan Muktadi , yang tersisa tinggal 2 (dua) orang

perempuan, yakni urutan ke-3 (tiga) yaitu Maemunah dan ke-13

(tiga belas) yaitu Hj. Maemanah.

Page 86: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 87: Perjuangan KH. Qusyaeri

Lokasi Pondok Pesantren Al-Ikhlash di lihat dari denah

Page 88: Perjuangan KH. Qusyaeri

Lokasi Pondok Pesantren Al-Ikhlash di lihat dari satelit

Page 89: Perjuangan KH. Qusyaeri

KH. Qusyaeri (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlash)

Page 90: Perjuangan KH. Qusyaeri

Pondok Pesantren Al-Ikhlash (2010-sekarang)

Page 91: Perjuangan KH. Qusyaeri

Foto Kegiatan Haul KH. Makdum dan KH. Qusyaeri

Ba‟da Dzuhur Pembacaan Al-Qur‟an per Juz

Page 92: Perjuangan KH. Qusyaeri

Ba‟da Ashar Tahlil Bersama Warga di Pesantren Al-Ikhlash

Page 93: Perjuangan KH. Qusyaeri

Tahlil di Maqbarah KH. Qusyaeri dan KH. Makdum

Page 94: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 95: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 96: Perjuangan KH. Qusyaeri
Page 97: Perjuangan KH. Qusyaeri