Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama...

169
Perjuangan Ekonomi-Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU): Studi atas Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: Muhammad Nashirulhaq NIM. 11141120000049 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama...

Page 1: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

Perjuangan Ekonomi-Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU):

Studi atas Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Muhammad Nashirulhaq

NIM. 11141120000049

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

Page 2: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan
Page 3: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan
Page 4: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan
Page 5: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

v

ABSTRAK

Skripsi ini mencoba menganalisis visi ekonomi-politik FNKSDA melalui

pisau analisa sosialisme dan politik agraria populisme sebagai antitesis dari

akumulasi dalam kapitalisme, khususnya yang dalam waktu mutakhir berwujud

kapitalisme ekstraktif. Selain itu, skripsi ini juga berusaha menelisik strategi

perjuangan FNKSDA dalam upayanya mewujudkan tujuannya, terutama dalam

penguatan internal dan hubungannya dengan gerakan lain. Penelitian ini bertujuan

menjelaskan satu pandangan ekonomi-politik sekelompok generasi muda yang

terafiliasi kelompok keagamaan tertentu, dan kemudian diejawantahkan dalam

perjuangan yang diupayakan melalui gerakan yang mereka dirikan dan motori.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan

data melalui wawancara mendalam (in-depth interview), studi dokumentasi, dan

observasi partisipatoris dengan mengamati langsung kegiatan-kegiatan kelompok

FNKSDA. Setelah data terkumpul, lalu diolah dan dianalisis menggunakan

kerakan teori berupa ekonomi-politik sebagai operasionalisasi konsep, akumulasi

dalam kapitalisme dan kapitalisme ekstraktif untuk melihat struktur dan corak

ekonomi-politik yang ada hari ini, serta sosialisme dan politik agraria populisme

sebagai tawaran FNKSDA atas tata-kelola SDA.

Dari hasil analisis menggunakan kerangka ini, didapat bahwa paradigma

pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia tidak bergeser jauh,

meskipun aktor-aktor dan mekanismenya sudah berganti. Jika di masa Orde Baru,

Soeharto dan orang-orang dekatnya menjadi pemain utama dan disebut oligark

yang sultanistik (Winters, 2011), maka di era otonomi daerah pasca-Reformasi

hari ini, justru semakin banyak aktor “politiko-birokrat predatoris” yang muncul

di tingkat daerah sebagai ekses dari desentralisasi kekuasaan (Hadiz & Robison,

2004). Tatanan oligarkis yang ditandai akumulasi kekayaan segelintir pihak ini

akan menguntungkan para pemilik modal yang mengekspansi ladang usahanya

terutama dalam sektor industri ekstraktif.

Industri ekstraktif yang bertumpu pada penguasaan ruang dan lahan ini

laluu mau tak mau akan meminggirkan rakyat banyak dan mencerabut mereka

dari tanah sebagai alat produksi mereka yang kebanyakan adalah petani. Di desa-

desa, banyak petani yang harus menghadapi tantangan ini adalah nahdliyyin yang

mayoritasnya memang bergantung pada sektor agraris. Namun kenyataan ini tak

mendapat respon memadai dari organisasi induk Nahdlatul Ulama itu sendiri. Hal

inilah yang mendorong sekelompok anak muda NU membentuk wadah tersendiri

di luar NU, namun tetap terafiliasi secara kultural dengannya, yang memfokuskan

diri pada isu ekonomi-politik guna menghadang laju kapitalisme ekstraktif.

Melihat tak berdaulatnya rakyat atas sumber daya alam mereka sendiri,

maka FNKSDA mempunyai visi jangka panjang akan kedaulatan masyarakat pada

tata kuasa SDA, yang lalu diturunkan dalam konsep tata milik, tata kelola, dan

tata guna. Tawaran FNKSDA atas pengelolaan SDA adalah model kooperasi di

mana rakyat sendiri yang menguasaai, mengelola, dan mengatur kekayaan alam.

Kata Kunci: FNKSDA, Generasi Muda NU, Fiqh Agraria, Kapitalisme

Ekstraktif, Politik Agraria Populisme, Kedaulatan SDA, Sosialisme.

Page 6: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

vi

KATA PENGANTAR

Meskipun seperti tampak di muka, skripsi ini diajukan sebagai prasyarat

untuk memperoleh gelar S.sos, tapi penulis mengerjakan karya ilmiah ini dengan

sangat serius, dan tidak sekadar untuk menjadi “penghias” perpustakaan. Peneli-

tian yang dilakukan pun bukan semata didasarkan atas motif “keingintahuan” atau

jargon netral lain yang bertumpu pada paradigma “ilmu untuk ilmu”, yang

sebenarnya menyimpan selubung liberalisme dalam dunia kademis.

Skripsi ini ditulis sebagai sebentuk penghargaan terhadap mereka yang tak

mencari ekspos dan popularitas, dan bergerak dalam sunyi untuk memperjuang-

kan visi pembebasan. Banyak di antara mereka yang mempunyai kemapanan

dalam hal akademik maupun finansial, tetapi merelakan diri untuk “bunuh diri

kelas” dengan penuh kesadaran bahwa di luar mereka, masih banyak orang-orang

yang dikalahkan, dimarjinalkan, bahkan ditindas dan diperas.

Penelitian ini tak akan mencapai bentuknya yang sekarang jika bukan

karena usaha yang keras, rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dan dukungan

dari berbagai pihak, secara individual maupun kolektif. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.

2. Dr. Iding Rosyidin Hasan selaku Ketua Prodi Ilmu Politik beserta Ibu Suryani, M.

Si selaku sekretaris Prodi Ilmu Politik.

3. Bapak Dr. A. Bakir Ihsan, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan

tidak mengenal bosan dalam memberikan pencerahan kepada penulis selama

Page 7: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

vii

proses penulisan skripsi ini. Terima kasih Pak Bakir atas segala kritik masukan

yang konstruktif dan membuka ruang dialektis selama proses bimbingan

berlangsung di tengah kesibukannya.

4. Seluruh dosen Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah yang memberi banyak

pengetahuan dan ilmu selama proses kuliah berlangsung.

5. Untuk ayahanda Muhammad Hamdan Rasyid dan Ibunda Uswatun Hasanah yang

berjasa besar selama hidup penulis, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang

tanpa putus serta memotivasi penulis. Semua yang keduanya berikan menjadi

semangat besar bagi penulis dan berperan besar dalam penyelesaian skripsi.

6. Terima kasih pula untuk keluarga besar, terutama santri-santri Pondok Pesantren

Baitul Hikmah, tempat penulis mengabdi sebagai pendidik selama tiga tahun

terakhir. Merekalah yang—meskipun menyita sebagian waktu penulis—menjadi

teman dan saksi bagi proses penulisan skripsi ini sejak awal.

7. Terima kasih kepada kawan-kawan FNKSDA, terutama yang penulis temui dalam

momen Pesantren Agraria Cirebon Raya. Mereka yang kebanyakan berasal dari

“daerah” dan kampus-kampus “tak ternama”, menyadarkan penulis akan betapa

arogannya mahasiswa-mahasiswa Jakarta, yang sebenarnya hanya “besar mulut”.

8. Juga kepada kawan-kawan yang di tengah jalan, dengan caranya masing-masing,

membantu proses penyusunan skripsi, terutama dengan menyediakan data-data

yang diperlukan: Bung Wahyu Eka Setiawan (FNKSDA Surabaya dan Walhi

Jawa Timur), Bung Muslih Bahamoed (Koordinator FNKSDA Yogyakarta), Bung

Oden (juga dari Yogya), dan Bung Usman (Koordinator FNKSDA Banyuwangi).

Page 8: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

viii

9. Tak lupa, kepada para interlokutor, yang selain informasinya yang berharga, juga

memberi banyak pelajarah hidup bagi penulis: Gus Syatori, Gus Fayyadl, Gus

Roy Murtadho, Gus Faiz, Bung Bosman Batubara, dll.

10. Kepada kawan-kawan Editor Islam Bergerak alias Editor Pravda, saya bangga

menjadi bagian dari mereka: Mbak Rizki Affiat, Bib Azhar Irfansyah, Mas

Taufiq, Bung Gegen, Bung Toni Malakian sang ilustrator handal, Bung Khalid,

Gus Irza, dan tentu saja Gus Riza.

11. Kawan-kawan Forum Islam Progresif (FIP) Jakarta, tempat penulis menimba

banyak ilmu dan bertemu banyak sosok “intelektual” yang begitu rendah hati.

Terutama: Bung Yazid, Bung Fajar, Fathimah Fildzah Izzati (peneliti LIPI), dan

tentu saja Iqra Anugrah, sang kandidat doktor ilmu politik dari North Illinois

University, tempat penulis banyak menimba pengetahuan.

12. Teman-teman Kolektif Kaji Dialektika (KKD) yang sementara ini sedang vacuum:

Bang Fathun Karib, sosok dosen yang tak berjarak, dan sama sekali tak feodal

serta sangat egaliter pada kami yang masih pemula ini. Banyak konsep dalam

skripsi ini yang saya pelajari dalam diskusi-diskusi teks di KKD.

13. Kamerad-kamerad Sarekat Studen Demokratik (SS-Dem) dan Diskusi Ekonomi

Politik. Yang saya rasa perlu disebut: Bung Yusuf, Bung Edo, Bung Diki, Kawan

Nje (satu dari sedikit presiden Dema/HMJ yang tidak kariris dan masih mau

“turun ke bawah”), Bung Adam , Bung Haidar, Bung Alif Faiz, Bung Tomo,

Bung Chendy, Bung Villarian, dll. Keteguhan, komitmen, dan militansi kalian

begitu menggetarkan dan mengagumkan saya.

Page 9: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

ix

14. Teman-teman seperjuangan selama menjalankan KKN Bersama di Cengkong

Abang, Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Tak lupa juga perangkat desa dan

warga di sana. Kehangatan mereka rasanya masih begitu lekat di ingatan.

15. Kawan-kawan sekelas di Ilmu Politik B 2014 yang semakin jarang bertemu di

semester-semester akhir.

16. Juga kawan-kawan HIMAPOL 2016, DEMA FISIP 2017, Dismapol, dan Inter-

Major Forum (IMF) Discussion. Saya pernah menjadi bagian dari mereka,

meskipun pada akhirnya saya harus menelan pil pahit kekecewaan akan betapa

jumudnya iklim kampus hari ini.

Demikian ucapan terima kasih penulis sebesar-besarnya yang mungkin belum

bisa membalas kebaikan hati mereka. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk

kemaslahatan rakyat. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk

pembaca yang selalu ditunggu-tunggu kritik dan masukan bermanfaatnya.

Depok, 4 Desember 2017

Muhammad Nashirulhaq

Page 10: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................iv

ABSTRAK ..........................................................................................................v

KATA PENGANTAR ........................................................................................vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................1

B. Pertanyaan Penelitian ..............................................................................14

C. Tujuan & Manfaat Penelitian ..................................................................15

D. Tinjauan Pustaka .....................................................................................16

E. Metode Penelitian ....................................................................................23

F. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................24

G. Teknik Analisis Data ...............................................................................25

H. Sistematika Penulisan .............................................................................26

BAB II KERANGKA TEORI

A. Ekonomi-Politik ......................................................................................28

B. Kapitalisme, Akumulasi, dan Akumulasi Primitif ..................................33

C. Kapitalisme Ekstraktif .............................................................................38

D. Sosialisme ...............................................................................................44

E. Politik Agraria Populisme .......................................................................50

BAB III PROFIL FNKSDA

A. Proses Berdirinya FNKSDA ...................................................................54

Page 11: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

xi

B. Motivasi Bergabung dan Aktif dalam FNKSDA ....................................68

C. Pola Keorganisasian dan Keanggotaan dalam FNKSDA .......................78

BAB IV VISI EKONOMI-POLITIK FNKSDA & STRATEGI

PERJUANGANNYA

A. Ketimpangan & Konflik Agraria di Indonesia Mutakhir ........................82

B. Ekonomi-Politik & Kapitalisme Ekstraktif Sebagai Isu Utama FNKSDA

.................................................................................................................90

C. Kedaulatan dalam Tata Milik, Tata Guna, dan Tata Kelola sebagai Visi

Ekonomi-Politik FNKSDA .....................................................................93

D. Fiqh Agraria dan Fiqh SDA sebagai Landasan Perjuangan ....................109

E. Bahtsul Masa’il, Halaqah, dan Tradisi Nahdliyyin Sebagai Metode ......123

F. Merumuskan Strategi Hubungan dengan NU & Organisasi Lainnya .....129

G. Visi tentang Bentuk & Strategi Gerakan di Masa Mendatang ................137

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................143

B. Saran ..........................................................................................................148

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................150

LAMPIRAN .......................................................................................................157

Page 12: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

xii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 3.1: Deklarasi FNKSDA dan rilis pernyataan sikap Resolusi Jihad

Jilid II di Tebuireng, Jombang .................................................................... 67

2. Gambar 3.2: Pesantren Agraria Cirebon Raya, pengkaderan FNKSDA yang

paling terakhir dilaksanakan ....................................................................... 77

3. Gambar 4.1: Diskusi yang diadakan FNKSDA menyoal konsep kedaulatan

negara dalam kasus Freeport ....................................................................... 101

4. Gambar 4.2: Kajian rutin Das Capital oleh FNKSDA Bandung ................ 109

5. Gambar 4.3: Penyampaian materi Fiqh Agraria dalam Pesantren Agraria

Cirebon Raya, Oktober 2017....................................................................... 110

6. Gambar 4.4: Shalawat Marhaen yang disusun oleh Muhamad Al-Fayyadl 123

7. Gambar 4.5: Salah satu kegiatan keagamaan yang dilakukan FNKSDA ... 128

8. Gambar 4.8: Rilis dukungan Forum Kiai Muda Jateng atas pendirian pabrik

semen di Kendeng, Rembang. ..................................................................... 132

Page 13: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Orientasi Politik Agraria ........................................................................... 52

Tabel 3.1: Daftar basis NU yang menghadapi konflik Sumber Daya Alam .............. 60

Tabel 4.1: Susunan jenis tata kelola air berdasarkan peran kunci rakyat ................ 107

Page 14: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak berdirinya, Nahdlatul Ulama (NU) telah mendeklarasikan diri sebagai

jam‟iyyah diniyyah islamiyyah (organisasi keagamaan Islam) yang bertujuan

mempertahankan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Aswaja) berdasarkan empat

madzhab. Namun demikian, bukan berarti NU sebagai ormas keagamaan hanya

membatasi diri berkutat di isu-isu agama an sich dan menutup mata dari

persoalan-persoalan di bidang lain, sepersi ekonomi, politik, dan problem sosial-

kemasyarakatan.1

Hal ini terlihat, misalnya, dalam Anggaran Dasar pertama yang diputuskan

pada tahun 1930, yang menyebutkan bahwa salah satu upaya NU adalah “mendiri-

kan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian dan perniagaan jang

tiada dilarang oleh sjara‟ agama Islam”.2 Klausul ini dengan jelas menunjukkan

perhatian NU pada urusan perekonomian organisasi maupun para anggotanya.

Tentu penting pula untuk diingat, bahwa kelahiran NU didahului oleh berdirinya

beberapa organisasi yang juga bergerak di berbagai sektor, seperti Nahdlatul

Wathan yang bercorak nasionalis, Tashwirul Afkar yang bergerak di bidang

pendidikan, dan yang utama tentu saja Nahdlatut Tujjar yang berfungsi mirip

seperti koperasi bagi para saudagar kecil.3

1 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Solo: Duta Aksara

Mulia, 2010 [1985]), hlm 19. 2 Dikutip dari lampiran dalam buku Martin van Bruinessen, NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa,

dan Pencarian Wacana Baru (Yogyakarta: LKiS, 1994), hlm 307. 3 Untuk literatur yang khusus membahas tentang Nahdlatut Tujjar, baca: Jaringan Komisi

Fatwa Surabaya, Sekilas Nahdlatut Tujjar (Surabaya-Yogyakarta: Jarkom Fatwa; Pustaka

Page 15: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

2

Karenanya, tak mengherankan jika dalam perjalanannya sampai hari ini, NU

kerap kali menaruh perhatian pada isu-isu di luar isu keagamaan an sich,

meskipun tetap meninjau suatu masalah dengan kacamata agama. Menurut

seorang Indonesianis yang diakui otoritasnya dalam kajian tentang NU, Martin

van Bruinessen, puncak dari perhatian serius NU pada problem-problem kemasya-

rakatan, terutama yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, terjadi pada tahun 1980-

an sampai menjelang pergantian milenium pada tahun 1990-an, ketika NU berada

di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak kemenangannya

sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-26 di Situbondo (1984).4

Di tahun-tahun itu, menurut van Bruinessen, terdapat “pencarian wacana-

wacana baru” di kalangan generasi muda NU, yang ditandai dengan suatu proses

pembaruan pemikiran, khususnya dalam bidang keagamaan, yang begitu dinamis

dan jauh berkembang bila dibandingkan dengan generasi pendahulunya. Hal ini

karena, muktamar NU pada tahun 1984 tidak saja menandai kepemimpinan Gus

Dur, tetapi juga tonggak kembalinya NU ke khittah dan keluarnya NU dari

gelanggang politik praktis yang telah diikuti NU semenjak menjadi partai.

Pada muktamar sebelumnya di Semarang pada 1979, anggota muda NU

memunculkan konsep yang disebut syu‟un ijtima‟iyyah atau kepedulian sosial

sebagai wacana alternatif terhadap politik praktis. Artinya bahwa NU harus

memberikan pelayanan sosial yang lebih kepada warganya, dan tak sekedar

pelayanan keagamaan semata. Meskipun konsep ini kemudian ditafsirkan secara

Pesantren; dan LKiS, 2004). Literatur ini menjadi salah satu bahan bacaan dalam pengkaderan

FNKSDA, khususnya dalam sesi materi “Kooperasi dan Kemandirian Ekonomi”. Penulis

berterimakasih kepada Bung Bosman Batubara yang telah memberikan literatur ini. 4 van Bruinessen, NU, terutama pada Bab 8.

Page 16: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

3

beragam, sebagian besar kelompok muda NU memahaminya dalam kerangka

keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah. Hal ini terungkap

secara eksplisit, bahwa NU harus memberi sumbangsih dalam

“proses demokratisasi, upaya penghapusan kebodohan, kemiskinan dan

keterbelakangan, upaya untuk membentuk rule of law dan membela keadilan,

upaya untuk memelihara sumber daya alam dan melindunginya dari

pengrusakan, penyalahgunaan, dll”.5

Selain dipicu kekecewaan terhadap politik praktis yang dijalankan NU,

gagasan pembaharuan ini juga muncul seiring dengan semakin banyaknya kader

muda NU yang terlibat dalam ornop (organisasi non-pemerintah) yang bergerak

dalam isu serupa (pemberdayaan masyarakat dan keadilan sosial) pada dasawarsa

1970-an. Abdurrahman Wahid, misalnya, memulai debut intelektualnya dengan

terlibat dalam proyek pengembangan masyarakat pedesaan dari lembaga yang

yang sangat produktif ketika itu, LP3ES (Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Ekonomi dan Sosial). Selain itu masih ada nama-nama lain, seperti Abdullah

Syarwani atau Said Budairi.6 Wahid sendiri selalu menekankan keyakinannya

bahwa NU harus memainkan peranan dalam masalah-masalah sosial-ekonomi,

dan jika tidak, kehadirannya niscaya tidak relevan.7

Selain melalui proyek pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi secara

kerjasama dengan berbagai lembaga lain, upaya mengarahkan orientasi kepada

syu‟un ijtima‟iyyah tadi juga dilakukan secara tak langsung melalui halaqah-

halaqah (lingkar studi), yang diadakan secara rutin, baik oleh NU secara

kelembagaan atau oleh lembaga yang terafiliasi dekat dengan NU, utamanya P3M

5 Ibid, hlm 250.

6 Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan : Permulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia

(Jakarta: Mizan, 2012), hlm 390. 7 van Bruinessen, NU, hlm 197.

Page 17: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

4

(Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), dengan Masdar F.

Mas‟udi (mantan pemimpin mahasiswa dan salah satu pemikir NU paling populer

ketika itu) sebagai tokoh utamanya.

Majelis-majelis halaqah ini memusatkan perhatian pada topik yang berkaitan

dengan masalah sosial-politik dan problem kemasyarakatan yang selama ini telah

terabaikan oleh para ulama NU. Mereka menggelar diskusi-diskusi untuk

membahas tema ini dan mencetak publikasi-publikasi guna menyebarluasakan

gagasan mereka. Para pengorganisir halaqah ini memang mempunyai tujuan

ganda. Pertama, untuk membuat ulama semakin peka terhadap problem-problem

sosial-ekonomi. Di sisi lain, mereka juga ingin memperluas wacana fiqh yang ada,

sehingga mampu mengungkapkan problem-problem masyarakat yang sedang

berkembang dan menyatakan solidaritas kepada mereka yang lemah dan tertindas

sebagai sebuah keprihatinan keagamaan.8

Seperti sudah terlihat dari watak dan komitmennya terhadap pembelaan

masyarakat lemah, halaqah ini seringkali membahas masalah yang terbilang peka

dan sensitif, termasuk ketika mereka memperlihatkan keberpihakan terhadap

kelompok tertindas yang berhadapan dengan pemerintah. Yang paling menge-

muka, misalnya, ketika marak kasus pengambilan tanah oleh negara dan peng-

gusuran penduduk desa untuk pembangunan, yang memuncak pada Kasus

Kedungombo (proyek pembangunan bendungan besar yang menyebabkan banyak

masyarakat tergusur tanpa ganti rugi memadai).

8 Ibid, hlm 224, 229.

Page 18: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

5

Hal ini direspon dengan mengadakan halaqah pada Oktober 1993, yang

membicarakan masalah tanah, termasuk isu pengambilalihan tanah oleh negara

untuk tujuan-tujuan pembangunan dan penggusuran para penghuninya. Halaqah

ini kemudian melahirkan rumusan dan kumpulan tulisan yang diberi judul

“Teologi Tanah”.9 Kesimpulan dan rekomendasinya cukup radikal untuk ukuran

saat itu, ketika kekuasaan Orde Baru masih cukup kuat. Salah satunya

menyatakan,

“Dari segi teori, dapat disimpulkan bahwa ideologi developmentalisme/

pembangunanisme yang melatarbelakangi program-program pemerintah

dalam kenyataannya sudah menggeser ideologi Pancasila. Penerapan

ideologi developmentalisme telah memunculkan berlapis-lapis masalah, yang

kesemuanya memfokus pada terjadinya ketidakadilan sosial. Ideologi pemba-

ngunan telah mengakibatkan proses makin tersingkirnya orang-orang yang

sudah di tepi (marginalisasi); semakin termiskinkannya orang-orang yang

sudah miskin; dan semakin tak berdayanya orang-orang yang sudah kurang

berdaya”.

Sebelumnya, halaqah ini juga membicarakan “Agama dan Hak Rakyat” pada

Mei 1993.10

Kesimpulannya juga tegas: bahwa negara harus menghargai hak

rakyat, termasuk mengembalikan lahan dan tanah yang diambilalih secara paksa.

Tentu di bawah rezim otoritarian, langkah ini cukup luar biasa, apalagi dilakukan

oleh sekumpulan agamawan atau aktivis ormas keagamaan.

Selain itu, NU sendiri secara kelembagaan meresponnya melalui forum untuk

memutuskan hukum, bahtsul masa‟il, terutama di tingkat pusat, dalam kegiatan

muktamar atau musyawarah nasional (munas). Pada Bahtsul Masail Muktamar

NU Ke-29, di PP. Cipasung, Tasikmalaya, 4 Desember 1994, misalnya, NU

menetapkan bahwa penggusuran tanah rakyat oleh pemerintah hanya diperbo-

9 Masdar F. Mas‟udi (ed), Teologi Tanah (Jakarta: P3M, 1994)

10 Masdar F. Mas‟udi (ed), Agama dan Hak Rakyat (Jakarta: P3M, 1993)

Page 19: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

6

lehkan jika memang benar-benar demi kepentingan umum (al-maslahah al-

„ammah) yang dibenarkan oleh syara‟, di mana kemaslahatannya harus lebih besar

daripada mudaratnya. Selain itu harus dengan ganti rugi yang memadai. Dan cara

terbaik dalam menentukan ganti rugi penggusuran tanah ditempuh melalui

musyawarah atas dasar keadilan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.11

Bahtsul Masail Munas Alim Ulama di Ponpes Qomarul Huda Bagu, Pringga-

rata, Lombok Tengah, 7-10 November 1997 memperkuat kembali sikap di atas

dengan mengeluarkan putusan bahwa “pembebasan” tanah dengan harga yang

tidak memadai dan tanpa kesepakatan dua belah pihak, tergolong perbuatan zalim

karena termasuk bai‟ al-mukrah (jual-beli yang dipaksakan) dan hukumnya haram

serta tidak sah. Dan bahwa keuntungan yang diperoleh dari proses ini hukumnya

haram, meskipun digunakan untuk membangun sarana ibadah.12

Lebih jauh, NU bahkan mendorong dilakukannya Reforma Agraria untuk

merombak struktur penguasaan tanah yang timpang melalui keputusan Bahtsul

Masail al-Diniyah al-Maudlu'iyyah Muktamar NU XXX, di PP. Lirboyo Kediri,

Jawa Timur, 21-27 November 1999. Dalam keputusan tersebut, NU merekomen-

dasikan pemerintah untuk memberikan Hak Tanam atas tanah negara yang

menganggur kepada petani yang kekurangan atau tak memiliki lahan dalam

jangka panjang. Hal ini mengingat kecilnya lahan yang dimiliki rata-rata petani,

yaitu kurang dari 0,5 hektar.13

11

Lajnah Ta‟lif wa al-Nasyr PBNU, Ahkam al-Fuqaha‟: fi Muqarrarati Jam‟iyyati Nahdhatil

Ulama (Solusi Problematika Aktual Hukm Islam: Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes

Nahdlatul Ulama 1926-2010) (Surabaya: Khalista, 2011), hlm 507. 12

Ibid, hlm 548. 13

Ibid, hlm 576.

Page 20: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

7

Dalam hal tata kelola sumber daya alam (SDA) yang menjadi hajat hidup

orang banyak, seperti air, tanah, hutan, dan energi, NU juga dengan tegas menolak

adanya privatisasi dan “menegur” pemerintah yang memberi konsesi-konsesi

penguasaan SDA pada pihak swasta tertentu. Dalam keputusan Bahtsul Masail

PWNU Jawa Timur di PP Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang, 25-27 Februari

2014 dengan tegas dinyatakan,

“Sumber daya alam dalam bentuk air sungai, air laut, mata air, hasil hutan,

dan garam yang terkandung dalam tanah mubahah (tanah yang tidak dimiliki

oleh individu, tetapi dikuasai oleh negara) tidak boleh dimonopoli oleh

segelintir individu. Tindakan pemerintah yang memberikan hak kepemilikan &

pengaturan sumber daya alam ini kepada pihak swasta tidaklah dibenarkan.”

Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyah al-Qanuniyyah Muktamar NU Ke-33

di Jombang, 1-5 Agustus 2015, bahkan merekomendasikan hal yang lebih tegas,

supaya pemerintah melakukan moratorium terhadap semua izin perusahaan

berskala besar di bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan pesisir, serta

meninjau ulang semua kebijakan dan izin yang diterbitkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah dalam bidang SDA. Dan agar pemerintah mengembalikan

tanah dan sumber daya air milik rakyat yang dikuasai oleh perusahaan ataupun

pemerintah kepada pemiliknya semula.14

Munculnya satu generasi muda dalam NU yang memiliki kepekaan dan

kepedulian pada isu-isu sosial-ekonomi rakyat, terutama sejak dekade 1980-an

menurut van Bruinessen, disebabkan beberapa faktor. Pertama, makin meluasnya

modernisasi pendidikan yang menyentuh kalangan NU. Salah satu wujudnya

adalah semakin berkembangnya pengadopsian sistem pendidikan berbasis kelas

14

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU (Jakarta: LTN NU,

2015) hlm 241.

Page 21: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

8

dan kurikulum yang lebih modern di madrasah-madrasah di kantong-kantong NU.

Padahal sebelumnya mereka lebih akrab dengan model pendidikan pesantren

tradisional dengan penekanan utama pada penguasaan khazanah kitab klasik dan

cenderung mengabaikan “pendidikan umum”.15

Kedua, semakin banyaknya generasi muda NU yang mengenyam pendidikan

tinggi. Mereka lalu bersentuhan dengan gagasan baru yang selama ini cukup asing

bagi mereka dan generasi sebelumnya ketika di pesantren.16

Jika sebelumnya

hanya kalangan muslim modernis yang sudah menerima gagasan-gagasan

Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, atau Rasyid Ridha, kini mahasiswa

muslim tradisionalis juga mempelajari pemikiran tokoh yang bahkan paling

mutakhir saat itu, seperti Hassan Hanafi, Mohammed Arkoun, Sayyed Hossein

Nasr, dan Nasr Hamid Abu Zayd.

Meningkatnya jumlah mahasiswa berlatarbelakang NU yang bersentuhan

dengan gagasan-gagasan baru mendorong dinamika pemikiran mereka. Hal ini

sebagaimana digambarkan oleh van Bruinessen

“Terutama dalam diskusi-diskusi informal di kalangan santri tua dan

mahasiswa berlatar belakang NU, perdebatan dan pencarian sebuah wacana

baru benar-benar hidup. Banyak di antara orang muda ini sudah

berpengalaman dalam berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, dan

memiliki kepedulian kepada masalah-masalah keadilan sosial dan

ekonomi…Diskusi-diskusi di lingkungan mereka akhir-akhir ini menjurus ke

pokok persoalan keterbelakangan Dunia Ketiga, keadilan ekonomi dan hak

asasi. Perdebatan di lingkungan mahasiswa ini akan semakin memberikan

tekanan kepada ulama di Syuriah untuk menyoroti masalah yang sama dan

memikirkan kembali banyak pandangan fiqh yang mapan”.17

15

Karel Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Waktu

Modern (Jakarta: LP3ES, 1986). 16

Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad

ke-20 (Jakarta: Democracy Project, 2012), 17

van Bruinessen, NU, hlm 233-234.

Page 22: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

9

Para sarajana, utamanya akademisi Barat, mengungkapkan kekaguman atas

dinamika pemikiran dan gerakan anak muda NU ketika itu. Banyak yang juga lalu

membandingkan kondisi mereka dengan situasi kelompok muda modernis, yang

selama ini diasosiasikan lebih “maju” dan “modern” dibanding kelompok NU

yang dianggap tradisionalis. Ben Anderson, salah satu Indonesianis paling

terkemuka, misalnya, menyebut generasi muda NU “showing themselves to be far

more modern than the modernist” (memperlihatkan diri mereka jauh lebih modern

dibanding kelompok modernis).18

Van Bruinessen, dalam kesempatan lain juga mengungkapkan kekagumannya

“Saya seringkali bertemu dengan orang-orang muda berlatar belakng

pesantren yang secara intelektual berpikiran lebih terbuka dan lebih besar

rasa ingin tahunya ketimbang kebanyakan modernis yang saya kenal......

Dalam kenyataannya, sebagian dari pemikir muslim paling menarik di

Indonesia berasal dari latar belakang tradisionalis, bukan modernis

….Tradisionalisme pesantren dan otoritarianisme kyai jelas tidak menghalangi

munculnya arus-arus pemikiran tandingan. Kenyataannya, saya sering

terpesona oleh kemandirian berpikir dan sikap kritis generasi muda pesantren

dibandingkan para lulusan sekolah bertipe modern di Indonesia”.19

Apa yang disebut “kemandirian berpikir” oleh van Bruinessen, menurutnya

bisa dilihat dari adanya sekelompok anak muda NU yang mengembangkan

“Marxist-inspired modes of analysing social inequalities and a progressive (and

anti-establishment) restatement of basic principles of Islam” (model analisis

ketimpangan sosial yang diinspirasi oleh Marxisme dan prinsip-prinsip dasar

ajaran Islam yang sudah dikonsep ulang). 20

18

Benedict Anderson, “Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant”, New Left Review 50

(Maret-April 2008), hlm 56. 19

van Bruinessen, NU, hlm 12. 20

Martin van Bruinessen dan Farid Wajidi, “Syu‟un Ijtima‟iyyah and The Kiai Rakyat:

Traditionalist Islam, Civil Soeciety, and Social Concerns” dalam Henk Schulte Nordholt (ed.),

Indonesian Transitions (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm 212.

Page 23: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

10

Hal yang sama juga terlihat ketika van Bruinessen menyinggung dinamika di

kalangan anak muda NU menjelang Reformasi. Ia menceritakan:

“more than their modernist peers, they were attracted to social issue such as

land conflicts, which brought them in contact with secular, leftist activists

and stimulated an interest in Marxist literature – whereas the Modernists

remained staunchly anti-communist. In 1998, the year of massive student

protest, PMII activists tended to cooperate with leftist and Christian students

rather than joining the newly established muslim student‟s action front,

KAMMI. They were active in such movements as Jakarta‟s Forkot and

Famred, that demanden the overthrow, rather than reform of the New

Order”.

“(dengan derajat) yang lebih dibanding dengan rekan modernis mereka,

mereka (kalangan muda NU) lebih tertarik pada isu-isu sosial seperti konflik

lahan, yang membuat mereka menjalin kontak dengan kelompok „sekular‟,

aktivis „kiri‟, dan dari situ mereka juga terstimulasi dan tertarik pada literatur

Marxis—di mana kelompok muda modernis masih begitu anti-komunis. Pada

1998, tahun di mana aksi protes mahasiswa berlangsung masif, aktivis PMII

cenderung bekerjasama dengan kelompok „kiri‟ dan mahasiswa Kristen, alih-

alih bergabung dengan front aksi mahasiswa muslim yang baru didirikan,

KAMMI. Mereka (kelompok muda NU) juga aktif di gerakan-gerakan seperti

Forkot dan Famred di Jakarta, yang menuntut penggantian Orde Baru, alih-

alih reformasi terhadapnya.21

Ketiga, tumbuhnya dinamika pemikiran dan gerakan dalam tubuh NU

sendiri, menurut banyak sarjana, tak bisa dilepaskan dari sosok Abdurrahman

Wahid yang memegang kendali NU sejak 1984-1999. Ia lah yang mendorong

anak muda NU untuk “mencari wacana-wacana baru” dalam berbagai bidang,

demi mendobrak kejumudan yang ada dalam NU sendiri. Selain itu, karena

pengetahuannya yang juga luas dan melebihi rata-rata tokoh tradisionalis ketika

itu, ia juga yang memperkenalkan generasi muda NU pada gagasan-gagasan baru

ini. Peran Gus Dur yang tak kalah penting adalah menjadi patron dan pelindung

21

Martin van Bruinessen, “Back to Situbondo: Nahdlatul Ulama Attitudes Towards

Abdurrahman Wahid‟s Presidency and His Fall” dalam Henk Schulte Nordholt dan Irwan

Abdullah (ed), Indonesia: in Search of Transition (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm 25.

Page 24: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

11

anak muda yang dinamis ini dari serangan generasi tua yang cenderung konserva-

tif dalam tubuh NU.22

Meskipun dalam beberapa kesempatan, NU sudah menaruh perhatian pada

isu ekonomi-politik dan kedaulatan SDA, namun hal ini dianggap belum cukup

oleh sebagian generasi muda NU mutakhir. Atas dasar itu, mereka lalu memben-

tuk satu gerakan yang mandiri dan independen dari NU, namun terafiliasi secara

kultural dengannya, dan memfokuskan diri pada perjuangan ekonomi-politik

untuk mencapai kedaulatan masyarakat dalam tata milik, tata kelola, dan tata guna

SDA. Gerakan ini mereka namai Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber

Daya Alam. Dalam lembar kerjanya, dijelaskan motif berdirinya organisasi ini.

“pada tahun 2012, melalui Konferensi Besar (Konbes) di Cirebon, PBNU di

bidang ekonomi merekomendasikan „renegosiasi kontrak-kontrak karya

pertambangan agar memberi manfaat yang lebih besar bagi pemasukan

Indonesia dan kesejahteraan warga. Elemen lain yang dekat dengan NU‟.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) malah memiliki tuntutan yang

lebih tinggi. Pada tahun 2012, PMII menuntut dilakukannya nasionalisasi

terhadap aset pertambangan dan energi. Sementara Ikatan Sarjana Nahdlatul

Ulama (ISNU) menyatakan bahwa tujuan akhir dari tata kelola energi adalah

kedaulatan dan ketahanan energi nasional. Akan tetapi secara organisatoris,

hampir tidak ada gelombang advokasi yang masif dari kelompok NU terhadap

warga yang mengalami persoalan konflik SDA. PBNU sendiri lebih banyak

bermain di level regulasi seperti judicial review UU Migas, tetapi tidak banyak

mendorong pengurus untuk turun ke bawah.”23

FNKSDA dideklarasikan pada 9 Desember 2013 di Pondok Pesantren

Tebuireng, Jombang. Pendirian organisasi ini sendiri didahului oleh diskusi

tematik yang bertajuk “NU dan Konflik Tata Kelola SDA”, yang diadakan di

pendopo Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) di Yogyakarta pada 4 Juli

2013. Diskusi ini memotret berbagai kasus konflik lahan sehubungan dengan tata

22

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di Kalangan

Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur (Jakarta: Kompas, 2010). 23

Lembar Kerja FNKSDA (2013), hlm 3.

Page 25: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

12

kelola sumber daya, yang berdampak pada dan mengorbankan banyak rakyat

kecil, utamanya di daerah-daerah yang menjadi basis nahdliyyin (warga NU).

Dalam diskusi tersebut juga terungkap, dalam banyak kasus perebutan ruang

hidup yang diperjuangkan masyarakat, bahkan oleh kalangan nahdliyyin, jarang

ada pembelaan serius yang muncul dari dalam tubuh NU.

Karena itulah, salah satu hasil diskusi ini ialah kesepakatan pembentukan satu

wadah yang bergerak dalam isu tata kelola SDA, yang kemudian mewujud dalam

bentuk FNKSDA. Dalam AD/ART FNKSDA sendiri secara eksplisit disebutkan,

bahwa organisasi ini bertujuan “memperkuat dan mendukung perjuangan

ekonomi-politik dan kultural masyarakat korban konflik Sumber Daya Alam

(SDA) di Indonesia” dan “mengokohkan kedaulatan masyarakat dalam tata milik,

tata kelola, dan tata guna SDA”.24

Saat ini cabang-cabang FNKSDA yang sudah berdiri, di antaranya di

Jombang, Gresik, Probolinggo, Samarinda, Semarang, Yogyakarta, Batam, Cire-

bon, Malang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Bandung, Kuningan, Surabaya, dan

Kebumen. FNKSDA memang memprioritaskan mendirikan cabang di wilayah-

wilayah kantong nahdliyyin yang sedang menghadapi konflik tata kelola SDA.

Selain mendirikan cabang-cabang, FNKSDA juga berjejaring dan beraliansi

dengan organisasi dan gerakan lain yang mempunyai satu visi. Dalam situsnya,

daulathijau.com, disebutkan bahwa organisasi ini bekerjasama dengan Sajogyo

Institute (LSM yang bergerak aktif dalam isu agraria, terutama dalam hal riset),

Yayasan Desantara, SOFI (Social Movement for Indonesia) Institue,

24

AD/ART Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam.

Page 26: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

13

islambergerak.com, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), Lembaga Kajian

Islam dan Sosial (LKIS).25

Selain memperkuat internal organisasi dengan menggalakkan pengkaderan,

saat ini FNKSDA mencoba membangun jejaring dan menginisiasi berdirinya

Aliansi Korban Pembangunan Infrastruktur. Hal ini dengan pertimbangan bahwa

selama beberapa tahun terakhir, problem ekonomi-politik yang paling mengemuka

adalah soal-soal penggusuran, perampasan lahan, dan perebutan ruang hidup

rakyat akibat pembangunan, baik oleh korporasi maupun pemerintah.26

Dalam gerakannya, ketika merespon atau menganalisa suatu kasus, FNKSDA

menggunakan kerangka analisis ekologi dan bencana industri, serta isu utama

yang dibangun dan direproduksi adalah keselamatan warga dan kedaulatan

pangan.27

Namun demikian, dalam pengkaderan-pengkaderannya, literatur yang

menjadi rujukan adalah literatur ekonomi-politik yang mempunyai kecenderungan

sosialisme, atau bahkan jelas-jelas Marxisme.28

Selain itu, secara personal, banyak pula eksponen gerakan ini yang menggu-

nakan pisau analisa Marxisme dalam tulisan-tulisan mereka. Tulisan-tulisan ini

biasanya dimuat dalam kanal khusus yang memang disediakan untuk menampung

corak tulisan semacam ini, seperti jurnal daring (dalam jaringan/online)

indoprogress.com dan islambergerak.com.

25

www.daulathijau.org/?cat=5 26

http://www.daulathijau.org/?p=1059 27

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 6. 28

Literatur-literatur yang digunakan dalam pengkaderan FNKSDA bisa dilihat dalam:

FNKSDA, Pedoman Pengkaderan FNKSDA (2015). Penulis berterima kasih kepada Bung

Bosman Batubara yang telah menyediakan dokumen ini.

Page 27: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

14

Muhammad Al-Fayyadl, koordinator nasional FNKSDA, misalnya, dalam

beberapa tulisan, mencoba mengawinkan pisau analisa ekonomi-politik Marxisme

dengan khazanah keislaman tradisionalis ala nahdliyyin yang bertumpu pada kitab

turats ulama klasik. Hal ini seperti terlihat dalam tulisan “Apa Itu Islam

Progresif?”; “Mengapa Islam Progresif?”; “Membangun Keberislaman yang

Materialis: Butir-Butir Pemikiran Tentang Arah Perjuangan Ekonomi-Politik

Islam Progresif”; “Melampaui „Negara Kelas‟ dengan Islam Progresif: Pikiran-

Pikiran Baru tentang Hubungan Islam & Negara”.29

Tentu ini menjadi deviasi dan pengecualian dari kesimpulan disertasi Ahmad

Suhelmi, bahwa pada umumnya umat Islam, terutama elite politiknya bersifat

antipati terhadap segala sesuatu yang berbau “kiri”, apalagi terang-terangan

bercorak Marxis atau komunis.30

Semua hal yang dipaparkan di atas menjadi latar belakang dari penelitian

ini. Meskipun FNKSDA bisa dibaca sebagai kelanjutan dari kelompok

berkecenderungan “kiri” dalam NU yang beberapa kali disinggung van

Bruinessen, namun ia menjadi lebih menarik untuk diteliti, karena ia bukan lagi

sekadar sekumpulan orang, tetapi sudah mewujud dalam bentuk gerakan dan

organisasi yang lebih baku, formal, dan kukuh.

29

Semua tulisan ini dimuat dalam jurnal daring islambergerak.com. Masing-masing pada

tanggal 10 Juli 2015, 29 Juli 2016, 7 Oktober 2016, 24 Februari 2017. 30

Ahmad Suhelmi, Islam dan Kiri: Respons Elite Politik Islam Terhadap Isu Kebangkitan

Komunis Pasca-Soeharto (Jakarta: Yayasan SAD Satria Bhakti, 2007).

Page 28: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

15

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, mengingat bahwa masih minimnya kajian atas

FNKSDA dan masih banyak hal-hal elementer yang belum diketahui dari gerakan ini,

maka penelitian ini akan lebih menggali aspek-aspek inti dan mendasar dalam FNKSDA

yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian:

a. Apa visi ekonomi-politik FNKSDA?

b. Apa langkah yang dilakukan FNKSDA untuk mendorong secara bertahap

terwujudnya visi ekonomi-politik mereka?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan menganalisis kemunculan FNKSDA oleh kelompok muda

NU yang berfokus pada bidang ekonomi-politik, suatu sektor yang selama ini

hampir tak digarap secara serius oleh kalangan internal NU.

2. Mengetahui upaya, strategi, dan gerakan kelompok ini untuk mendorong

secara bertahap terwujudnya visi ekonomi-politik mereka.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi literatur, referensi, dan

informasi tambahan bagi peneliti yang tertarik mengkaji perkembangan pemiki-

ran, termasuk wacana keagamaan di kalangan generasi muda NU, sebagai

representasi dari kelompok keagamaan yang paling dinamis. Selain itu, penelitian

ini juga bisa melihat perkembangan lain yang cukup menarik dari variasi gerakan

Page 29: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

16

keagamaan yang muncul di Indonesia, terutama setelah Reformasi. Yaitu

kalangan santri yang berfokus pada persoalan ekonomi-politik, suatu sektor yang

selama ini seakan jauh dari perhatian kelompok ini.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini didorong, salah satunya, karena kegelisahan penulis melihat

kelompok muslim Indonesia dari berbagai coraknya, baik yang “radikal”,

moderat, maupun liberal, yang jarang menaruh perhatian pada problem material

atau ekonomi-politik yang membelenggu umat. Kelompok muslim di Indonesia

terlalu banyak membuang energi dalam persoalan yang tidak urgen dan menjawab

kebutuhan umat, seperti isu politik identitas, perda syariah, dan semacamnya.

Penelitian ini coba menunjukkan bahwa ada corak keberislaman yang lain, yang

tak menjadikan Islam sebatas sebagai identitas, tetapi menjadikan nilai-nilainya

sebagai landasan untuk bergerak dan mencoba menjawab problem penting umat,

yaitu sistem ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan dan hanya

menguntungkan segelintir pihak (baca: kapitalisme). Karenanya, penulis berharap

hasil penelitian ini dapat sedikit berkontribusi untuk mendorong kelompok

muslim untuk lebih peka dan bersuara terhadap permasalahan ekonomi-politik.

D. Tinjauan Pustaka

Studi tentang dinamika generasi muda NU sebenarnya bukan hal yang baru

dalam NU-Studies. Namun studi-studi ini lebih banyak melihat dinamika

pemikiran keagamaan dan benturan yang terjadi antara kalangan muda yang

Page 30: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

17

membawa pembaruan dengan generasi sebelumnya yang cenderung konservatif.

Belum banyak studi yang coba menyelami gerakan anak muda NU dalam

kaitannya dengan isu ekonomi-politik, dan yang secara spesifik menjadikan

FNKSDA sebagai objek kajian.

Ada beberapa literatur yang penulis anggap berhubungan dengan penelitian

ini. Dan meskipun sebagian di antaranya sudah membahas tentang FNKSDA,

tetapi menurut penulis terdapat beberapa hal yang belum tersentuh atau didalami,

dan coba dibahas dalam skripsi ini. Studi-studi itu akan didedah untuk

kepentingan tinjauan pustaka, dengan menganalisis pertanyaan penelitian, metode

penelitian, dan temuan penelitian masing-masing karya.tersebut.

Pertama, karya Martin van Bruinessen, Indonesianis yang dianggap sebagai

salah seorang yang paling otoritatif bicara tentang NU, berjudul NU: Tradisi,

Relasi Kuasa, dan Wacana-Wacana (LKiS, 1994). Selain buku Chairul Anam

yang berjudul Pertumbuhan dan Perkembangan NU, buku ini merupakan yang

pertama-tama membahas NU secara komprehensif, termasuk dinamika dan

perkembangan wacana di kalangan generasi mudanya.

Pertanyaan penelitian utama buku ini adalah, bagaimana dinamika pemiki-

ran dan keagamaan dalam NU serta kondisi apa yang mendorong dinamika ini,

sehingga NU—ketika buku ini ditulis—menjadi salah satu civil sosciety paling

penting yang coba mengiimbangi hegemoni Orde Baru.

Sedangkan temuan penelitian ini adalah: bahwa dinamika dalam NU

digerakkan oleh generasi mudanya yang mengalami proses “modernisasi” karena

mendapat akses informasi dan mengenyam jenjang pendidikan yang berbeda dari

Page 31: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

18

generasi sebelumnya. Proses ini terutama dimulai sejak NU kembali ke khittah

dan memutuskan keluar dari gelanggang politik praktis. Dan dinamikanya

terutama bertumpu pada perhatian terhadap aspek sosial-ekonomi masyarakat,

khususnya nahdliyyin, dan pembaharuan pemikiran keagamaan agar relevan

dengan kondisi dunia yang semakin berubah.

Kedua, karya Djohan Effendi yang berasal dari disertasi penulisnya di

Deakin University berjudul, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana

Keagamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur

(KPG, 2010). Buku ini berangkat setidaknya dari dua pertanyaan penelitian.

Pertama, bagaimana corak wacana keagamaan yang berkembang di kalangan

generasi muda NU. Kedua, faktor apa yang menyebabkan generasi muda NU bisa

mempunyai wacana keagamaan yang bagi penulis buku ini cukup progresif.

Metode penelitian yang dilakukan dalam riset ini adalah dengan kajian pustaka,

wawancara, ditambah dengan observasi untuk menangkap dinamika dalam hajat-

hajat NU seperti muktamar, forum halaqah, dan bahtsul masa‟il.

Temuan buku ini di antara adalah: bahwa pembaruan yang berkembang di

kalangan generasi muda NU tidak hendak membongkar tradisi itu sendiri, alih-

alih justru masih berlangsung dalam koridor tradisi keislaman. Contoh paling

terlihat adalah, bukannya anti-madzhab, tetapi pembaruan yang dilakukan adalah

berupa pembaruan manhaj (metodologi) penetapan hukum fiqh yang masih

merujuk pada manhaj dalam madzhab fiqh.

Sedangkan faktor yang, mendorong kemunculan gerakan pembaruan di

kalangan muda NU, menurut Djohan, ada beberapa hal. Pertama, diadopsinya

Page 32: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

19

sistem pendidikan sekolah yang berbasis klasikal dan kurikulum di kalangan

tradisionalis. Kedua, faktor nilai-nilai yang dipegang oleh kalangan tradisionalis

sendiri, yang memberi ruang bagi dilakukannya pembaruan, seperti tergambar

dalam adagium al-muhafadzatu „ala al-qadim as-shalih wa al-akhdzu bil jadid al-

ashlah. Faktor terakhir yang disebut oleh penulis buku ini adalah kepemimpinan

Gus Dur dalam tubuh NU, yang memang cukup terbuka dengan gagasan-gagasan

baru serta apresiatif terhadap anak-anak muda yang menawarkan ide-ide

menyegarkan, sehingga juga melindungi dan menjadi patron mereka.

Ketiga, buku karya Laode Ida berjudul NU Muda: Kaum Progresif dan

Sekularisme Baru (Erlangga, 2005). Buku ini berasal dari disertasi berjudul

“Gerakan Sosial Kelompok Nahdlatul Ulama Progresif”, yang dipertahankan

penulisnya di Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia. Karena itu, pendekatan

dan metodologi yang digunakan pun adalah teori-teori sosiologi, yang dalam hal

ini berupa teori gerakan sosial (social movement theory).

Penelitian ini mempunyai setidaknya 4 tujuan, yaitu untuk: 1) mengetahui

tipologi kelompok progresif NU; 2) mengidentifikasi kondisi-kondisi yang

menjadikan kelompok progresif NU melakukan gerakan sosial; 3) berupaya

mengetahui perkembangan dan arah gerakan kelompok NU progresif, utamanya

sejak kembali ke khittah 1926; 4) menggambarkan tentang peta faksional dalam

NU sebagai konsekwensi dari keberadaan gerakan sosial kelompok progresifnya.

Temuan penelitian ini adalah: Pertama, yang disebut oleh penulis sebagai

NU progresif adalah sekolompok nahdliyyin yang mempunyai orientasi berbeda

dan dianggap lebih maju daripada generasi NU yang lebih dulu yang dianggap

Page 33: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

20

lebih “konservatif”. Penulisnya lalu membagi kelompok ini menjadi 3 kelompok

yang lebih kecil, dengan kecenderungannya masing-masing, yaitu progresif-

moderat, progresif-transformatif, dan progrsif-radikal.

Kedua, dalam melihat pola gerakan yang dilakukan, Laode mendaftar

beberapa strategi, seperti: penguasaan posisi strategis di NU, pelembagaan dalam

bentuk program formal, difusi gagasan melalui jaringan internal, penggunaan

kesempatan dari pola relasi dalam NU yang bersifat informal, penyebaran wacana

melalui media massa, dan berjejaring dengan berbagai kelompok lain.

Keempat, skripsi Ahmad Fikri Syahrul Mubarak di Program Studi

Sosiologi Fisipol Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015, yang berjudul

“Gerakan Sosial-Lingkungan Pemuda NU: Studi pada Front Nahdliyin untuk

Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)”.

Skripsi ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan

data berupa wawancara mendalam (in-depth interview), observasi lapangan

dengan berpartisipasi langsung dalam kegiatan-kegiatan FNKSDA, dan studi

pustaka atas dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Pertanyaan penelitiannya hanya

satu, yaitu bagaimana para pemuda NU dalam FNKSDA menjalankan agenda-

agenda gerakan sosial-lingkungan. Penulis coba menganalisis temuan penelitian

dengan kerangka teori gerakan sosial, terutama dalam melihat mobilisasi sumber

daya (resource mobilization) berupa jejaring yang dimanfaatkan. Hasil temuan-

nya, seperti yang dituliskan oleh penulis dalam bagian kesimpulan, bahwa

FNKSDA memanfaatkan jejaring informal yang sudah ada dalam komunitas

Page 34: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

21

nahdliyyin sebagai sumber daya, baik dalam merekrut anggota maupun dalam

menjalankan agendanya.

Penelitian ini menempatkan FNKSDA semata sebagai satu varian dari gera-

kan lingkungan yang sebenarnya sudah banyak. Penulis melihat FNKSDA sebatas

dalam kerangka gerakan sosial, sehingga hanya menelisik upaya yang dilakukan

kelompok ini dalam memobilisasi sumber daya, tapi justru tidak mendalami aspek

internal, seperti visi ekonomi-politik atau dinamika internal. Peneliti juga tidak

coba melihat keunikan dan kekhasan FNKSDA dengan isu dan gerakannya jika

dibandingkan organisasi lain dalam NU atau yang terafiliasi dengannya.

Kelima, artikel yang ditulis oleh Abdul Kodir dan In‟amul Mushoffa dalam

Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Vol. 25 No.1 (Juni 2017), berjudul

“Islam, Agrarian Struggle, and Natural Resources: The Exertion of Front

Nahdliyin for Sovereignty of Natural Resources Struggle Towards Socio-

Ecological Crisis in Indonesia”. Sayangnya, sepertinya tulisan ini dipaksakan

terbit dalam bahasa Inggris sehingga banyak sekali kesalahan gramatikal di sana-

sini yang akhirnya menyulitkan pemahaman.

Studi yang terbilang singkat jika dibandingkan literatur sebelumnya (karena

hanya ditulis sebagai artikel jurnal) ini menggunakan metode kualitatif dengan

teknik pengumpulan data berupa studi dokumentasi dan observasi partisipatoris.

Status kedua penulisnya sebagai anggota FNKSDA Malang Raya memudahkan

mereka dalam mengakses arsip internal dan terlibat dalam kegiatan FNKSDA.

Artikel ini sendiri coba melihat landasan dan logika berpikir yang dibangun

FNKSDA sebagai dalil untuk menuntun upaya perjuangan mereka.

Page 35: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

22

Temuan penelitian ini adalah bahwa FNKSDA mempunyai dasar bagi

perjuangannya, yang diambil (di-istinbath) dari sumber-sumber primer hukum

Islam (mashadir al-ahkam), terutama berupa Al-Qur‟an dan hadis. Dalil-dalil ini

seperti ayat yang menyatakan bahwa alam semesta merupakan ciptaan Allah yang

dititipkan penguasaannya kepada manusia selaku khalifah Allah di muka bumi.

Karenanya, sudah menjadi rtugas manusia untuk menjaga dan melestarikan alam,

dan bukan justru merusaknya dengan mengeksploitasinya tanpa memikirkan dam-

pak yang ditimbulkan dan peruntukan kekayaan alam bagi generasi mendatang.

Menurut penulis, studi ini masih bersifat permukaan dan “dangkal” karena

didasarkan pada interpretasi yang tidak mendalam atas dokumen-dokumen

FNKSDA. Bahkan setelah penulis membaca sendiri arsip-arsip primer FNKSDA,

tulisan ini jadi terkesan hanya memindahkan pernyataan-pernyataan dalam AD/

ART, Kertas Kerja, dan Lembar Kerja FNKSDA, dan mengalihbahasakannya ke

dalam bahasa Inggris.

Berangkat dari kesadaran akan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam

studi-studi lain sebelumnya, penulis coba mengisi dan melengkapinya dalam

skripsi ini, meskipun tentu saja penelitian ini mengandung kekurangannya sendiri.

Berbeda dengan skripsi Mubarak, penulis menempatkan FNKSDA tidak

sebatas gerakan sosial yang concern pada isu lingkungan. Alih-alih, penulis justru

berusaha menggali kekhasan FNKSDA. Dibanding gerakan sosial-lingkungan

lain, FNKSDA tidak bisa disamakan karena ia lahir dari rahim tradisionalisme

Islam. Tetapi, di sisi lain, ia juga tidak serupa dengan badan-badan otonom di

bawah NU, karena ia menaruh perhatian utama pada sektor ekonomi-politik.

Page 36: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

23

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu

satu model riset yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis berdasar-kan

temuan di lapangan atau data-data yang bukan kuantitatif berupa statistik dan

angka-angka, seperti dokumen, arsip, dan artikel. Proses dan makna (perspektif

subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan

sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Metode

kualitatif sendiri bertujuan mengejar ketajaman dan kedalaman atas objek pene-

litian dan konteks yang melingkupinya. Diasumsikan bahwa objek penelitian me-

rupakan suatu fenomena yang harus dipahami secara mendalam. Karena sifatnya

yang interpretatif, maka peneliti dituntut untuk memahami dan mendalami

fenomena dari berbagai pendekatan dan teori yang digunakan.31

Penelitian yang dilakukan merupakan kajian mendalam terhadap kemun-

culan FNKSDA sebagai organisasi yang mewadahi kelompok muda NU yang me-

naruh perhatian serius pada persoalan ekonomi-politik. Bagaimana sekelompak

anak muda berlatar belakang santri ini bersentuhan dengan berbagai realita

ketimpangan dan konflik agraria yang begitu dengan dengan lingkungan masya-

rakat mereka, sehingga mendorong mereka berjuang di sektor ekonomi-politik

(yang jarang digeluti kalangan santri), termasuk dengan membentuk FNKSDA,

merupakan pertanyaan yang mengemuka. Namun tak cukup hanya di situ, selain

latar belakang di tingkat mikro, konteks makro juga harus dilihat sebagai

31

Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar (Jakarta: PT. Indeks, 2012), hlm 7-10.

Page 37: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

24

pendorong dari kemunculan organisasi ini sendiri. Yang dimaksud adalah kondisi

ekonomi-politik di sektor agraria yang menjadi perhatian kelompok ini sendiri.

Bagaimana upaya yang mereka lakukan untuk mendrong terwujudnya visi

ekonomi-politik mereka, juga menjadi pertanyan-pertanyaan yang harus dijawab.

Selain itu, sebagai konsekuensi logis dari pilihan itu, bagaiman mereka

berhadapan dengan kalangan internal NU sehubungan dengan isu yang mereka

perjuangkan, terlebih dengan adanya elite-elite NU yang terlibat dalam eksploitasi

ekonomi-politik, merupakan suatu hal yang juga penting untuk digali.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wawancara adalah

proses tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan

atau pendapatnya mengenai suatu hal.32

Sementara itu, menurut Yakob

Vredenberg, dasar dari metode wawancara adalah pengumpulan data tentang

sikap, kelakuan, pengalaman, cita-cita, dan harapan seperti yang dikemukakan

oleh responden atas pertanyaan peneliti.33

Metode wawancara ini penting untuk

menggali konteks mengenai wacana yang sedang didiskusikan, dan untuk

mengelaborasi serta mengonfirmasi data dan temuan di lapangan.

Dalam penelitian ini, wawancara dipusatkan kepada pihak-pihak yang

terlibat langsung dalam pengorganisiran FNKSDA, yaitu para pengurus dan

32

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm 1172. 33

Yacob Vredenberg, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1978),

hlm 34.

Page 38: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

25

pegiat, baik di tingkat komite nasional maupun wilayah. Untuk menggali

kedalaman, wawancara juga menyasar pegiat-pegiat FNKSDA di tingkat lokal,

untuk menggali permasalahan lingkungan dan ekopol serta dinamika kelompok

ini dengan NU struktural di masing-masing wilayah.

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam atau in-

depth interview. Wawancara yang dilakukan mengambil dua bentuk, yaitu

wawancara formal dan informal. Wawancara formal berarti wawancara yang

dilakukan secara resmi berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan responden dan

direkam dengan alat perekam. Sedangkan wawancara informal dilakukan secara

kondisional dengan menyasar mereka yang terlibat dalam kegiatan FNKSDA.

b. Dokumentasi dan Studi Pustaka

Yang dimaksud dengan studi pustaka adalah penggunaan literatur yang

berkaitan dengan tema penelitian.34

Metode ini penting sebagai landasan dari data

yang ada di lapangan. Literatur ini bisa berupa dokumen dan pernyataan resmi

organisasi (terutama AD-ART FNKSDA yang selesai dirumuskan awal 2015),

publikasi, tulisan atau artikel dari aktivis gerakan ini, dan data sistematis yang

berkaitan dengan isu yang digeluti kelompok ini.

3. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah dikumpulkan, lalu dianalisis dengan metode analisis

data kualitatif.35

Menurut Lexy J. Moleong, analisis data kualitatif adalah upaya

analisis yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

34

Sarosa, Penelitian Kualitatif, hlm 61. 35

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: Rosda Karya,

2010), hlm 248.

Page 39: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

26

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, lalu mensintesakannya,

kemudian mencari dan menemukan pola, dan menemukan apa yang penting dari

apa yang dipelajari, serta dari situ, lalu memutuskan apa yang dapat diceritakan.

Hasil wawancara dan dokumen keorganisasian FNKSDA sebagai data

primer, lalu penulis gabungkan dengan telaah atas artikel-artikel yang ditulis oleh

pegiat FNKSDA, guna mendapat jawaban dari pertanyaan penelitian berupa visi

ekonomi-politik organisasi FNKSDA serta wujud aksi yang dilakukan sebagai

pengejawantahan visi dan ideologi organisasi ini. Selain itu, data sekunder berupa

literatur dan tulisan penunjang, penulis gunakan sebagai penguat dari data primer.

Setelah semua data terkumpul, penulis mula-mula melakukan sistemati-

sasi pada data yang ada, hingga semua data tertata secara rapi dan mendetail.

Setelah itu, penulis coba menginterpretasikannya dengan cara meletakkan data-

data tadi dalam kerangka teori yang digunakan, yaitu ekonomi-politik, logika

akumulasi kapitalisme, kapitalisme ekstraktif, sosialisme, dan corak agraria

populisme yang diasumsikan punya pengaruh atas visi dan gerakan FNKSDA.

Setelah melalui proses ini, lalu kesimpulan dapat diambil. Penarikan

kesimpulan dilakukan dengan melihat pola relasi antara data dan realitas yang

terjadi dengan kerangka teori yang menjadi acuan. Sebagiannya, berupa

pembahasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk menyampaikan hasil penelitian secara sistematis, peneliti membagi

skripsi ini ke dalam 5 bab, dengan rincian sebagai berikut:

Page 40: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

27

Bab 1 menerangkan latar belakang penelitian ini dan kenapa topik yang

dipilih, dianggap penting untuk diteliti. Selain penting, tentu penelitian ini juga

harus memberi manfaat dan mempunyai tujuan. Selain itu, untuk menjelaskan apa

yang coba dijawab penelitian ini, bagaimana cara menjawabnya (metodologi

penelitian), dan dengan cara apa data dikumpulkan.

Bab 2 memaparkan teori yang digunakan untuk menganalisis masalah

yang diteliti. Yaitu penggunaan operasionalisasi konsep ekonomi-politik (ekopol),

akumulasi primitif dan kapitalisme ekstraktif untuk melihat struktur dan corak

ekopol hari ini yang mendorong munculnya FNKSDA, serta sosialisme dan poli-

tik agraria populisme untuk menganalisis tawaran visi ekonomi-politik FNKSDA.

Bab 3 lebih bersifat deskriptif terhadap subjek yang hendak diteliti. Dalam

bab ini digambarkan profil FNKSDA, berupa proses berdirinya, motif anggota-

anggotanya untuk bergabung dengan kelompok ini, dan hal-hal internal lain

seperti pola keorganisasian dan kenggotaan dalam FNKSDA..

Bab 4 merupakan bagian terpenting dalam penelitian ini. Pada intinya, bab

ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan tentang visi ekonomi-

politik FNKSDA, landasan-landasan yang menjadi pijakan perjuangannya, dan

bagaimana upaya yang dilakukan kelompok ini guna mewujudkan tujuannya.

Bab 5 atau bab terakhir, berisi penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.

Bagian ini coba mempersatukan simpul-simpul tentang latar belakang, visi

ekonomi-politik, dan gerakan serta strategi perjuangan FNKSDA.

Page 41: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

28

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Ekonomi Politik

Cukup sulit untuk mencari konsep ekonomi-politik yang disepakati oleh para

teoretisi bidang ini. Hampir pasti, konsep ekonomi politik yang digagas oleh para

akademisi sangat kental dipengaruhi pandangan dan visi mereka sendiri tentang

bagaimana sistem ekonomi yang ideal, pandangan filosofis tentang manusia, dan

bagaimana hubungan antara ekonomi dan politik.

Samapai tahun 1880, istilah ekonomi-politik (political economy) mencakup

pada wilayah kajian tentang pemikiran sosial dalam bidang yang hari ini dikenal

sebagai ―ekonomi‖.1 Para ahli menyatakan bahwa para pemikir ekonomi klasik di

abad ke-18 dan ke-19 adalah yang pertama-tama menggunakan istilah ―ekonomi-

politik‖ dalam pengertian yang disebut di awal. Namun, uniknya, penyebutan

tokoh-tokoh ini sebagai ekonom klasik justru mulanya dilakukan oleh Karl Marx.2

Saat ini, istilah ekonomi-politik sendiri dipakai untuk merujuk banyak

pengertian. Namun, seiring dengan pasangnya dominasi mazhab ekonomi

neoklasik pada abad ke-20, istilah ini lebih sering digunakan untuk merujuk pada

pemikiran ekonomi selain neo-klasik, utamanya teori-teori Marxian. Tetapi,

selama beberapa dekade terakhir, mazhab ekonomi ortodoks (baca: neoklasik)

juga menggunakan istilah ini untuk menjelaskan logika institusi (termasuk

institusi politik) yang berlaku sesuai alur pilihan rasional (rational choice theory).

1 George Ritzer, Encyclopedia of Social Theory volume II (London: Sage Publication, 2005),

hlm 563. 2 James A. Caporaso dan David P. Levine, Teori-Teori Ekonomi Politik (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008), hlm 68-69

Page 42: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

29

Tetapi, sebagaimana banyak digunakan dalam literatur ilmu sosial, istilah

ekonomi-politik yang dipakai di sini juga lebih cenderung berada dalam kerangka

Marxian, yang masih menjadi rujukan utama dalam penggunaan istilah ―ekonomi-

politik‖ ini.3

Pada mulanya, ekonomi klasik yang muncul pada akhir abad ke-17 dan mulai

berkembang pada abad ke-18—ditandai oleh karya monumental Adam Smith, The

Wealth of Nations pada 1776—menganggap terdapat pemisahan antara ranah

ekonomi dan domain politik (negara), dan memang idealnya tak boleh ada

interaksi antara keduanya. Bahkan dalam pandangan ini, negara tidak boleh

mencampuri dan mengintervensi pasar, karena pasar bisa mempunyai hukum-

hukumnya sendiri, dan berjalan dengan mekanismenya sendiri, dan intervensi

negara terhadapnya justru akan merusak berjalannya sistem ini.

Mekanisme ini sendiri lalu dikenal sebagai prinsip ―invisible hand‖ atau

tangan tak terlihat. Artinya, meskipun seakan-akan pasar berjalan dengan anarkis

(tanpa ada otoritas yang mengaturnya), tetapi sesungguhnya individu-individu

yang terlibat di dalamnya sudah membentuk aturan-aturan tersendiri, yang

diibaratkan sebagai tangan (yang mengatur) yang tak terlihat. Dalam model ini,

seringkali dikatakan bahwa negara berfungsi minimal (minimum state) dan hanya

menjadi selayaknya ―penjaga malam‖ yang tidak punya wewenang lebih dari itu.4

Marx lalu mengkritik paradigma mereka yang coba mendemarkasikan antara

ranah ekonomi dan ranah politik. Menurut Marx, meski keduanya merupakan

ranah yang berbeda, namun domain ekonomi dan politik adalah dua entitas yang

3 Ritzer, Encyclopedia of Social Theory, hlm 563.

4 Caporaso dan Levine, Teori-Teori Ekonomi Politik, hlm 73.

Page 43: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

30

tidak bisa dipisahkan karena saling berkait kelindan satu sama lain. Tidak ada

ekonomi yang tidak dipengaruhi ekonomi, dan tidak ada politik yang steril dari

kepentingan ekonomi.

Dalam konsep materialisme-historis ala Marx, perjalanan sejarah manusia

ditentukan oleh aspek-aspek material, alih-alih hal yang sifatnya ideasional

(seperti dalam pandangan Hegel). Karenanya, Marx lalu melakukan periodisasi

sejarah berdasarkan mode produksi (mode of production) yang ada dalam tiap

masyarakat dan tiap era. Sejak awal mula sampai era hidupnya, menurut Marx,

masyarakat (terutama dalam konteks Eropa) sudah mengalami beberapa tahap

perkembangan sejarah5, mulai dari masyarakat tribal (komunal-primitif), era

perbudakan, masyarakat feodal, sampai masyarakat borjuis.6

Dan sebagaimana dinyatakannya dalam The Communist Manifesto, dalam

setiap tahapan sejarah itu (kecuali era komunal-primitif), selalu terbentuk kelas-

kelas berdasarkan strata sosial-ekonomi, yang memiliki hubungan relasional satu

sama lain dan bersifat antagonistik, di mana satu kelas dengan kelas yang lain

memiliki kepentingan yang kontradiktif, karena ada kelas yang mengeksploitasi

dan kelas yang dieksploitasi. Karenanya, tanpa ragu ia menyatakan bahwa sejarah

manusia adalah sejarah pertentangan dan perjuangan kelas (class struggle).7

5 Hal ini dituliskannya dalam Karl Marx dan Friedrich Engels, The German Ideoogy: Critique

of Modern German Philosophy. https://www.marxists.org/archive/marx/works/download/

Marx_The_German_Ideology.pdf 6 Marx sendiri sebenarnya tak pernah menggunakan istilah ―kapitalisme‖ untuk menyebut

sistem ekonomi yang berlangsung di masa hidupnya. Kosakata yang digunakannya adalah kapital

(capital), kapitalis (capitalist), dan masyarakat borjuis (bourgeois society). Lihat: Coen Pontoh,

―Kapitalisme-Neoliberal Sebagai Proyek Kelas: Sebuah Analisis Marxis‖ Jurnal IndoPROGRESS

Vol 01 Nomor 01/2014, hlm 6. 7 Dalam adagium yang sangat terkenal, ia menyatakan ―the history of all hitherto existing

society is the history of class struggles‖. Lihat: Karl Marx dan Friedrich Engels, The Communist

Page 44: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

31

Dalam konteks inilah sebenarnya, negara, kekuasaan, dan otoritas politik

menjadi medan pertentangan, pertarungan, dan perebutan oleh kelas-kelas yang

saling bertentangan, dan perjuangan ekonomi-politik menjadi dimungkinkan.

Seperti dinyatakan Marx dalam teks yang sama, bahwa negara dan kekuasaan

politik dalam masyarakat borjuis bersifat: ―political power, properly so called, is

merely the organised power of one class for oppressing another‖8 (kekuasaan

politik [atau negara adalah] kekuasaan terorganisasi dari suatu kelas untuk

menindas kelas yang lain). Lebih lanjut, bahkan ia menggambarkan watak

eksekutif dalam negara semacam itu, ―the executive of the modern state is but a

committee for managing the common affairs of the whole bourgeoise‖ (eksekutif

negara modern adalah sebuah komite yang mengelola kepentingan bersama kaum

borjuis secara keseluruhan, pen).9

Artinya, setidaknya dalam pandangan Marxian, dapat dipahami bahwa lagi-

lagi ranah ekonomi dan politik adalah dua hal yang relasional dan tak bisa di-

pisahkan. Kekuatan ekonomi, hampir secara otomatis akan berpengaruh terhadap

politik. Sebaliknya, kekuasaan politik juga mempengaruhi hampir semua sektor,

termasuk ekonomi. Bahkan meskipun kita bersepakat bahwa negara tidak boleh

campur tangan terhadap pasar, tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa negara

memiliki kuasa atas bidang ini, dengan membuat kebijakan dan lain sebagainya.

Hal ini lebih-lebih sangat relevan dalam konteks Indonesia. Dalam banyak

kajian ekonomi-politik dalam konteks Indonesia, terutama dalam pembahasan

Manifesto, hlm 14. Diunduh dari https://www.marxists.org/archive/marx/works/download/pdf/

Manifesto.pdf 8 Marx dan Engels, The Communist Manifesto, hlm 27.

9 Marx dan Engels, The Communist Manifesto, hlm 15.

Page 45: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

32

kapitalisme di indonesia, hampir semua akademisi bersepakat bahwa kapitalisme

yang berkembang di Indonesia bukanlah kapitalisme yang ―murni‖, mandiri, dan

otonom dari kekuasaan negara. Sebaliknya, pertumbuhan kapitalisme dan kelas

kapitalis di Indonesia ditopang oleh kekuasaan negara terutama yang berwatak

otoritarian (baca: Orde Baru). Dalam literatur-literatur tersebut dijelaskan bahwa

negara memberi banyak konsesi kepada para pengusaha, bahkan tak jarang juga

bantuan pinjaman dari bank milik pemerintah, atau bahkan dari anggaran negara

sendiri. Semua ini dengan timbal balik berupa rente yang diberikan pengusaha

kepada para pejabat yang bekerja sama dengannya, terutama, dalam konteks Orde

Baru tentu saja keluarga Cendana.10

Motif keuntungan lalu menesampingkan pertimbangan-pertimbangan lain.

Tak jarang, negara memberi izin pembalakan hutan, pembukaan tambang,

pengalihan fungsi lahan untuk perkebunan komoditas yang menguntungkan, tanpa

mempertimbangkan sama sekali dampak lingkungan yang ditimbulkannya, atau

dampak ekonomi dan kehidupan masyarakat sekitar secara lebih holistik.11

Aparatus-aparatus negara, baik itu aparatus ideologis (ideological state

apparatus/ISA) maupun aparatus represif (repressive state apparatus) lalu

menjadi penyokong dari negara yang berpihak pada kelas kapitalis ini. Ideologi

10

Pembahasan tentang ini sudah muncul sejak studi eonomi-politik Indonesia yang mula-mula,

seperti karya Richard Robison yang kini menjadi klasik, tentang perkembangan kapitalisme di

Indonesia. Meskipun para akademisi berbeda secara konseptual dalam melihat fenomena ini

(sepeti Kunio Yoshihara yang menyebutnya sebagai ―kapitalisme semu‖, namun semuanya

mengamini adanya dengan fakta ini. Lihat: Richard Robison, Indonesia: The Rise of Capital

(Singapura: Equinox Publishing, 2009); Yoshihara Kunio, Kapitalisme Semu Asia Tenggara

(Jakarta: LP3ES, 1990); Vedi R. Hadiz, Dinamika Kekuasaan: Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-

Soehartao (Jakarta: LP3ES, 2005). 11

Dalam sektor agraria, misalnya, beberapa dampak dari pembukaan keran kapitalisme oleh

negara ini menyebabkan berbagai konflik agraria dengan masyarakat di masa itu. Selengkapnya

baca: Noer Fauzi Rahman, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia

(Yogyakarta: Insist Press, 1999), hlm 197.

Page 46: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

33

developmentalisme lalu menjadikan pembangunan sebagai sesuatu yang tak boleh

diganggu gugat. Siapa yang coba mennghalangi pembangunan, meskipun mereka

adalah masyarakat yang terdampak ekses pembangunan, akan dicap sebagai anti-

pembangunan dan musuh negara. Tak jarang, untuk melancarkan pembangunan,

alat-alat koersif negara dikerahkan dengan menggunakan kekerasan, semisal

dalam kasus warga yang menolak penggusuran.

Dengan bekal pemahaman semua ini, bisa diandaikan bahwa negara,

khususnya Indonesia tidaklah netral dalam persoalan ekonomi-politik. Terlebih

dalam keadaan negara yang masih tersandera oleh kepentingan kelompok oligarki,

maka negara tentu akan cenderung berpihak kepada mereka.12

B. Kapitalisme, Akumulasi, dan Akumulasi Primitif

Berdasarkan data yang dirilis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam

Catatan Akhir Tahunnya pada 2016 lalu, selama satu tahun tersebut, sedikitnya

terjadi 450 kasus konflik agraria dengan luasan wilayah mencapai 1.265.027

hektar dan melibatkan sampai 84.745 KK di seantero wilayah di Indonesia.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang ―hanya‖ mencatat 252 konflik

agraria, maka kenaikannya hampir mencapai dua kali lipat. Karenanya, jika dirata-

rata, hampir setiap hari terjadi konflik agraria dengan rerata luas wilayah sekitar

7.756 hektar.

Untuk lebih memahami watak konflik ini, penting juga untuk ditelisik faktor-

faktor utama dari kemunculannya. Berdasarkan data yang sama, dinyatakan

12

12

Page 47: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

34

bahwa kebanyakan konflik terjadi akibat sektor perkebunan yang ―menyerobot‖

lahan masyarakat, dengan angka mencapai 163 konflik (36,22%), selanjutnya ada

sektor properti yang menyentuh angka 117 konflik (26,00%), sektor infrastruktur

dengan jumlah 100 konflik (22,22%), sektor kehutanan sebanyak 25 konflik

(5,56%), sektor tambang sampai 21 konflik (4,67%), dan sektor migas sebanyak 7

konflik (1,56%).13

Artinya, dari data-data tersebut dapat terlihat, bahwa dalam berbagai kasus

konflik agraria yang muncul di Indonesia, hampir keseluruhannya diakibatkan

korporasi di berbagai sektor, yang coba ―mencaplok‖ lahan milik masyarakat,

baik secara langsung, maupun setelah upaya ―ganti-rugi‖ yang ditolak warga.

Kenyataan ini seperti diamini sendiri oleh KPA, dengan menyatakan ―tanah dan

SDA masih dipandang sebagai kekayaan alam yang harus dikelola oleh investor

skala besar, baik nasional maupu asing‖. Selain itu, penyebab lannya, menurut

KPA adalah ―korupsi dan kolusi dalam pemberian konsesi tanah dan sumber daya

alam‖, suatu praktik yang, kita tahu, sudah bertahan setidaknya sejak Orde Baru.

Hampir mustahil rasanya untuk memahami persoalan-persoalan ekonomi-

politik yang berkaitan langsung dengan kehdupan rakyat, seperti seperti konflik

agraria yang diakibatkan korporasi di atas, tanpa memahami salah satu logika

utama yang berjalan dalam sistem kapitalisme, yaitu konsep tentang akumulasi.

Menurut Marx dan kalangan Marxian, berbeda dengan corak produksi

primitif yang bertujuan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan orang-orang

yang bekerja, dalam mode produksi kapitalisme, suatu komoditas dihasilkan oleh

13

Konsorsium Pembaruan Agraria, Catatan Akhir Tahun 2016 Konsorsium Pembaruan

Agraria: Liberalisasi Agraria Diperhebat, Reforma Agraria Dibelokkan (Jakarta: KPA, 2016),

hlm 4.

Page 48: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

35

kelas kapitalis dari alat-alat prosuksi (means of production) yang terdiri dari bahan

baku (raw materials), mesin, dan tenaga kerja (labor force). Tujuannya, bukan

lagi semata-mata mencukupi kebutuhan hidup, tetapi adalah mencari keuntungan

(profit motive). Karenanya, tak heran jika komoditas yang dihasilkan pun bisa

sangat banyak, melebihi dari kebutuhan itu sendiri.

Dalam proses membeli dan mengolah means of production ini menjadi

komoditas, kelas kapitalis menggunakan privilesenya berupa kepemilikan modal

dan alat produksi, berhadapan dengan kelas pekerja yang tak mempunyai apa-apa

selain tenaga dan kemampuan yang dijualnya kepada kelas kapitalis tadi. Setelah

menghasilkan komoditas, maka kelas kapitalis akan menjualnya dengan tujuan

profit, sehingga ia harus menjualnya dengan nilai lebih dari modal yang

dikeluarkannya untuk berproduksi tadi. Surplus yang diterimanya dari penjualan

komoditas tadi, akan digunakannya untuk mengakumulasi kekayaannya dengan

cara menanamkan modalnya kembali dalam proses produksi lainnya.

Logika ini diformulasikan Marx dalam rumusan matematis:

M = money/uang Lp = Labor Power/tenaga kerja

C = commodity/komoditas Mp = Means of Production/alat produksi

P = production/produksi M’ (▲M) = more money/lebih banyak uang

Proses yang digambarkan dalam ilustrasi di atas menjelaskan bahwa dengan

uangnya (money) sebagai modal/capital, seorang kapitalis pertama-tama akan

membeli komoditas awal untuk berproduksi, berupa alat produksi dan tenaga

kerja. Komoditas tadi lalu akan menjalani proses produksi yang menghasilkan

Page 49: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

36

komoditas baru, yang lalu dijual di pasar. Penjualan ini akan menghasilkan

keuntungan berupa nilai lebih yang nanti akan diakumulasikan lagi. Sehingga

proses akumulasi kapital yang berjalan terus menerus dan tak berhingga.

Karenanya, menurut M.C. Howard dan J.E. King, sistem kapitalisme

dicirikan oleh beberapa hal yang tak terpisah satu sama lain. Di antaranya adslah

adanya hasrat dan kehendak untuk mengakumulasi kekayaan tanpa batas, dengan

mengeksploitasi tenaga kerja dan terhadap alam, yang melintasi batasan teritorial,

dan waktu. Dan sebagai konsekuensi dari kehendak akumulasi ini, kapitalisme

berwatak ekspansionis, dengan cara memperluas operasinya ke wilayah baru atau

suatu masyarakat yang sebelumnya tak terpenetrasi oleh sistem ini.14

Dalam teori tentang tahap perkembangan masyarakat, khususnya dalam

menjelaskan transisi dari mode produksi feodalisme menuju kapitalisme, Marx

menyebutkan bahwa ada satu proses yang menjadikan relasi kerja yang dikenal

hari ini (baca: relasi upahan) menjadi mungkin.

Secara singkat, ketika terjadi peralihan dari feodalisme menuju kapitalisme

(yang menurut Marx dimulai sejak abad ke-16), masyarakat lalu tercerabut dari

alat produksi, terutama berupa tanah, dan teralienasi darinya, sehingga

penguasaan alat produksi ini menjadi terkonsentrasi di tangan segelintir orang,

yang oleh Marx disebut sebagai kelas borjuasi.15

Proses ini menyebabkan kelompok-kelompok masyarakat yang tak memiliki

alat produksi, tak memiliki pilihan lain selain menjadu pekerja yang menyerahkan

14

M.C. Howard, dan J.E. King, The Political Economy of Marx (New York: New York

University Press, 1985), hlm 8. 15

Dalam Communist Manifesto, Marx dan Engels menyebut pemilik alat produksi sebagai

kelas borjuis, dan yang tidak memiliki alat produksi sebagai kelas proletariat. Marx dan Engels,

The Communist Manifesto, hlm 14.

Page 50: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

37

tenaganya kepada kelas borjuis untuk dipertukarkan dengan upah, yang menjadi

alat pemenuhan kebutuhan subsistennya untuk bertahan hidup dan memulai lagi

proses kerja upahan keesokan harinya. Pembahasan tentang akumulasi kekayaan

kelompok pemodal tidak bisa dilepaskan dari tema ini, karena proses inilah yang

menjadi awal dari tahapan akumulasi bisa terjadi dan dimungkinkan.16

Proses

pencerabutan kelompok masyarakat dari alat produksinya yang memaksanya

menjual tenaganya ini sering disebut proses ―proletarianisasi‖ atau proses yang

dialami seseorang yang sebelumnya tidak terikat dalam hubungan kerja subordinat

dengan orang lain, lalu kemudian menjadi proletariat.

Karena lagi-lagi proses ini juga menjadi bagian dari proses akumulasi,

beberapa kali Marx juga menyebutnya sebagai akumulasi primitif (primitive

accumulation). Artinya, suatu proses awal yang memungkinkan terjadinya

akumulasi secara berkelanjutan. Oleh David Harvey, konsep ini dikembangkan

lebih lanjut. Ia sendiri menyebut proses ini sebagai ―accumulation by

disposession‖ karena menurutnya, proses awal dalam akumulasi ini tak jarang

menggunakan cara-cara brutal, kekerasan, ancaman, intimidasi, bahkan dengan

memanfaatkan aparatus koersif milik negara.17

Dengan memahami hal ini, maka kita tidak bisa mengisolir konflik agraria

yang dijelaskan di awal sebagai konflik biasa. Dalam konflik tersebut terdapat

pertaruhan jangka panjang berupa alat produksi milik masyarakat, yang jika

berhasil dicerabut dari mereka, maka juga akan memiliki konsekuensi panjang

16

Karl Marx, The Grundrisse (edited by David McLellan) (New York: Harper Toch Books,

1971), hlm 49. 17

David Harvey, The New Imperialism (Oxford: Oxford University Press, 2003). Terutama

dalam Bab 4 yang secara khusus berbicara tentang accumulation by disposession.

Page 51: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

38

bagi kehidupan mereka, keluarga, dan keturunan mereka. Kesadaran akan hal

inilah, salah satunya, yang mendorong FNKSDA untuk ―melibatkan diri secara

aktif dalam perjuangan masyarakat korban konflik SDA melawan kekuatan

kapitalisme‖, seperti termaktub dalam AD/ART mereka.

C. Kapitalisme Ekstraktif

Hampir semua pembicaraan tentang kapitalisme ekstraktif tidak bisa

dilepaskan dari nama James Petras. Hampir semua kajian tentang tema ini selalu

merujuk pada namanya. Hal ini karena, bisa dibilang, Petras menjadi akademisi

pertama yang coba menteorisasikan apa yang kemudian disebutnya sebagai

extractive capitalism/imperialism secara rigid dan sistematis, terutama melalui

karya masterpiece-nya yang ditulisnya bersama Henry Veltmeyer, Extractive

Imperialism in the Americas: Capitalism‟s New Frontier.

Menurutnya, selama lebih dari satu dekade terakhir, satu bentuk baru dari

kapitalisme telah muncul yang menandai era yang disebutnya “post-Washington

Consensus”. Bentuk baru kapitalisme ini diindikasikan oleh beberapa perubahan.

Yang paling mencolok, menurutnya berupa ledakan permintaan akan komoditas

primer, yang menyebabkan gelombang masuknya investasi asing, guna mencari

pasokan sumber daya alam, dengan cara mengakuisisi lahan-lahan di negara dunia

ketiga dan proses ekstraksi sumber daya alam, mulai dari fosil dan biofuel, sampai

mineral industri dan logam mulia.

Perkembangan kapitalisme dan imperialisme mutakhir ini, menurutnya, bisa

dideskripsikan secara representatif dengan istilah yang oleh para ahli ekonomi

Page 52: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

39

disebut “extractivism‖. Ia sendiri mengartikan extractivism yang dihubungkannya

dengan konsep kapitalisme ekstraktif sebagai,

“economic development based on the extraction of natural resources such

as fossil and biofuels, minerals and agro-food products extracted in a

process of „large-scale investment in land acquisition‟ (or, in the discourse

of critical agrarian studies, „landgrabbing‟).

(pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada proses ekstraksi sumber daya

alam seperti fosil dan biofuel, mineral, dan produk agro-foods yang

diekstraksi dalam satu proses investasi skala besar dengan cara mengakuisisi

lahan (atau, dalam diskursus studi agraria kritis, proses ini disebut

landgrabbing alias perebutan atau perampasan lahan) 18

Extractivism ini sendiri akan memunculkan satu rezim yang bergantung pada

kapitalisme ekstraktif, yang oleh Paul Gellert disebut sebagai extractive regime.

“An extractive regime is defined by its reliance on extraction of multiple

natural resources in the formation of an economic and political order that is

also supported by global and regional forces… The extractive regime relied

on a combination of developmental and predatory practices in which states

“extract at the expense of society”. The combination has, in turn, been

supported by exports of multiple extractive commodities, including oil, gas,

timber, and minerals.

(Rezim ekstraktif didefinisikan dari ketergantungannya pada beberapa

sumber daya alam dalam formasi ekonomi dan tatanan politik yang juga

didukung kekuatan global dan regional…Rezim ekstraktif bergantung pada

kombinasi dari pembangunan dan praktik-praktik predatoris, di mana negara

melakukan esktraksi ―dengan mengorbankan masyarakat’. Kombinasi ini

didukung oleh ekspor beberapa komoditas ekstraksi, termasuk minyak, gas,

kayu, dan mineral).19

Ekstraksi sumber daya alam sendiri bisa terbagi menjadi beberapa sektor,

seperti ekstraksi pertambangan (mining extraction), ekstraksi di sektor perikanan

(fisheries extraction), ekstraksi kayu dan hasil hutan (timber and forestry

extraction), dan ekstraksi hasil pertanian dan perkebunan (agro-extraction).

18

James Petras & Henry Veltmeyer, Extractive Imperialism in the Americas: Capitalism‟s New

Frontier (Leiden: Koninklijke Brill nv, 2014), hlm 1. 19

Paul Gellert, ―Extractive Regimes: Toward a Better Understanding of Indonesian

Development‖, Rural Sociology 75(1), 2010, hlm 28–29.

Page 53: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

40

Sebenarnya, boleh dibilang tak ada yang baru dalam proses ini. Baik

extractivism maupun strategi yang digunakan berupa ekspor komoditas primer

dari satu negara sudah menjadi bagian dari sejarah kapitalisme dan imperialisme

itu sendiri. Proses ini selalu berarti penjarahan. Barang-barang rampasan20

dari

kekayaan masyarakat berupa sumber daya alam, ditransfer dari daerah perifer

(yang umumnya adalah negara dunia ketiga ata negara berkembang) menuju pusat

dari sistem ini (baca: neoliberalisme dan kapitalisme global) dengan tujuan untuk

akumulasi modal atau memperkaya pemegang kekuasaan.

Namun, yang baru dari corak mutakhir ini, menurut Petras & Veltmeyer

adalah kondisi, struktur, keadaan (circumstances) dan aktor yang berbeda dari

proses serupa sebelumnya. Dalam proses pengambilalihan alias perampasan lahan

dan sumber daya (land and resource grabbing) hari ini, yang tak bisa dilepaskan

adalah peran yang dimainkan oleh MNCs/TNCs (multi-national corporations/

trans-national corporations) sebagai agensi utama yang menjadi operator dari

tatanan kapitalisme global hari ini. Juga peran negara-negara kuat dalam

mengembangkan dan menyokong perburuan sumber daya dan upaya-upaya

ekstraksi lainnya.

Operasi dari korporasi-korporasi ini dalam mengembangkan apa yang oleh

Petras disebut sebagai extractive capital, dan dukungan yang disediakan oleh

negara-negara imperial telah memunculkan satu dinamika baru dalam

perkembangan kapitalisme dimana kekuatan-kekuatan lalu bermunclan, baik yang

mendukung proses ini, maupun yang resisten terhadapnya.

20

Petras & Veltmeyer menggunakan dua kosakata yang sebenarnya mempunyai arti mirip,

yaitu plunder dan looting, untuk merujuk pada barang rampasan. Extractive Imperialism, hlm 19.

Page 54: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

41

Ekspansi dari extractive capitalism dalam satu dasawarsa terakhir ini, bisa

dijelaskan sebagai respon dari (pe)modal dan negara atas kesempatan ekonomi

(economic opportunities) yang disediakan oleh kenaikan permintaan global atas

kebutuhan energi, mineral, dan hasil sumber daya alam lainnya. Menurut Petras &

Veltmeyer, kapitalisme ekstraktif juga tak bisa dilepaskan dari krisis finansial

yang menghantam negara-negara Barat, sehingga banyak pemilik modal yang

mengalihkan modalnya di sektor riil berupa industri ekstraktif ini.

Hal ini diamini oleh Gellert, yang menyatakan bahwa meskipun mungkin

praktik serupa ini bukanlah fenomena baru, tetapi ―An extractive regime is not a

timeless or abstract form of capitalist development but a historically produced

and concrete form.‖ (rezim ekstraktif tidaklah tak terbatas waktu atau merupakan

satu bentuk abstrak dari tahap perkembangan kapitalisme, tetapi suatu fenomena

yang diproduksi secara historis dan merupakan bentuk konkret). Gellert sendiri

coba menganalisa fenomena ini dengan menggunakan world-system analysis.

Sehingga baginya, proses ekstraksi dan ekspor yang terjadi ini merupakan

sebentuk pemenuhan kebutuhan bahan baku (raw materials) oleh negara-negara

inti (core) kapitalisme yang dilayani oleh negara-negara pinggiran (periphery).

Karenanya, untuk memahami Rezim Ekstraktif secara utuh, baginya sangat

diperlukan ―understandings of the hierarchical workings of global capitalism and

hegemonic power‖ (pemahaman akan kerja yang hierarkis dari kapitalisme global

dan kekuatan hegemonik).

Biasanya, untuk menyokong stabilitas ekonomi yang dihasilkan melalui

ekstraksi tadi, rezim ini bergantung pada dominasi politik dan legitimasi guna

Page 55: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

42

mempertahankan diri dalam jangka waktu yang panjang. Ariel Heryanto,

misalnya, mencatat bahwa salah satu kata kunci yang digunakan oleh Orde Baru,

selain Pancasila adalah ―pembangunan‖ (development). Dengan dalih ini, semua

yang menentang program pemerintah akan dicap ―anti-pembangunan‖ dengan

konotasi yang buruk dan resiko yang tidak sederhana.21

Guna mendorong permintaan dan pasar akan produk ekstraksi SDA ini,

pemodal besar, negara-negara kuat, dan organisasi perekonomian global (seperti

IMF, WTO, dan World Bank, yang sering disebut unholy trinity), mendorong

banyak negara, terutama negara-negara berkembang, untuk menggenjot

pembangunan (development) terutama berupa infrastruktur, yang diklaim akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada kaitkelindan yang sangat erat

antara industri ekstraktif dan pembangunan infrastruktur.

Di Indonesia, hal ini terlihat misalnya dari rencana pembangunan pabrik dan

penambangan semen di Pegunungan Kendeng, yang meliputi wilayah Pati dan

Rembang, yang saat ini masih pada tahap pembangunan pabrik. Padahal,

berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Asosiasi Semen Indonesia,

tercatat bahwa sejak 2015, produksi semen di Indonesia sudah surplus dan

melebihi kebutuhan. Artinya, produksi semen terus digenjot untuk memenuhi

kebutuhan pasar dunia yang sedang gencar ―membangun‖, juga program-program

rezim di Indonesia yang hari ini sedang menggalakkan pembangunan infrastrktur

di mana-mana.22

21

Ariel Heryanto, ―Development of Development‖, dalam Jurnal Indonesia, No. 46/Okt 1988,

hlm 22. 22

―Antara Kebutuhan Semen dan Ancaman Merusak Alam‖, URL: https://tirto.id/antara-

kebutuhan-semen-dan-ancaman-merusak-alamceBC

Page 56: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

43

Lalu apa hubungan antara kapitalisme ekstraktif ini dengan kehidupan rakyat

di bawah, khususnya petani?

Seiring dengan semakin masifnya penanaman modal untuk pembukaan

industri ekstraktif, maka artinya semakin diperlukan pembukaan lahan-lahan yang

diindikasikan potensial menghasilkan produk-produk ekstraksi alam, seperti

bahan bakar, logam yang bernilai jual tinggi (precious metal), atau barang

tambang lainnya. Juga biofuel atau produk agro-foods yang utamanya dihasilkan

melalui sektor perkebunan.23

Kebutuhan akan lahan ini berarti juga memaksa

konversi lahan-lahan yang sebelumnya dimiliki oleh rakyat, untuk dibuka demi

kepentingan eksploitasi ini. Dalam proses inilah terjadi apa yang disebut oleh

Petras & Veltmeyer sebelumnya sebagai landgrabbing alias perampasan lahan,

yang tentunya berarti penyingkiran rakyat dari habitat mereka dan pencerabutan

mereka dari lahan penghidupan mereka.

Di Rembang, misalnya. Ketika akan dibangun pabrik semen yang hendak

menggusur warga dan lahan persawahan mereka, muncul banyak penolakan yang

berlangsung terus-menerus hingga hari ini. Tetapi proses pembangunan pabrik

terus berjalan meskipun izin atas pembangunan ini sudah dikalahkan warga

melalui gugatan yang mereka menangkan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha

Negara), dan terbukti tidak sesuai dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan). Justru Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, memberi izin baru

23

Dalam kasus Indonesia, hal ini bisa dibaca misalnya dalam Mohamad Zaki Hussein, ―Bisnis

Biofuel, Perkebunan Sawit, dan Perampasan Tanah‖ dalam Jurnal IndoProgress Online, 1 Maret

2017; atau Zahari Zen, Colin Barlow dan Ria Gondowarsito, ‖Oil Palm in Indonesian Socio-

Economic Improvement: A Review of Options‖¸working paper tidak diterbitkan.

Page 57: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

44

atas pembangunan pabrik ini, bahkan setelah izin sebelumnya digugurkan oleh

pengadilan.24

Industri ekstraktif juga tercatat menjadi salah satu aktor utama terjadinya

berbagai pelanggaran HAM. Dalam kasus Indonesia, misalnya, Komnas HAM

mencatat bahwa pada tahun 2013, dari sekitar 6000-an laporan pelanggaran HAM

yang masuk, 70% di antaranya berkaitan dengan kasus konflik agraria dan

eksploitasi SDA, yang melibatkan pemerintah daerah, pengusaha atau perusahaan

perkebunan dan pertambangan, dan polisi/BRIMOB/TNI.25

Karenanya, dengan melihat berbagai dampak yang ditimbulkan industri eks-

traktif, menurut ekonom peraih hadiah nobel, Joseph Stiglitz, anggapan yang

menyebut bahwa suatu negara bisa sejahtera dari sektor ini adalah anggapan yang

semu dan salah secara fatal. Menurutnya, pandangan semacam ini muncul karena

satu pihak hanya melihat sektor ini dari apa yang dihasilkannya, tetapi tidak

melihat harga tak sedikit yang harus dibayar, berupa krisis ekologi, konflik sosial,

dan hilangnya alat produksi utama berupa lahan pertanian.26

D. Sosialisme

Meskipun istilah sosialisme sendiri baru mulai digunakan sejak awal abad ke-

19, namun sebagai sebuah konsep dan praktik, usianya bisa lebih panjang dari itu.

Sebagian kalangan bahkan berpandangan bahwa konsep ini bisa ditelusuri dalam

24

Mengenai proses perlawanan warga Kendeng atas rencana pembangunan pabrik semen yang

akan menggususr mereka dan merusak lingkungan mereka, baca: Dwicipta dan Hendra Try

Ardianto, Rembang Melawan: Membongkar Fantasi Pertambangan Semen di Pegunungan

Kendeng (Yogyakarta: Literasi Press: 2015). 25

Eko Cahyono, ―Masalah – Masalah Agraria dan Kedaulatan Bangsa,‖ makalah disampaikan

dalam kegiatan Pesantren Agraria FNKSDA Malang Raya, 17 Juni 2016. 26

Joseph E. Stiglitz, Amartya Sen, Jean-Paul Fitousi, Mengukur Kesejahteraan: Mengapa

Produk Domestik Bruto Bukan Tolak Ukur yang Tepat untuk Menilai Kemajuan? (Tanggerang

Selatan: Marjin Kiri, 2011), xxiv – xxv.

Page 58: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

45

sumber-sumber Biblikal (Injil). Di kemudian hari, sebagian sosialis yang

menyebut diri mereka Soialis-Kristen (Christian socialists) memang coba

menggali pemahaman mereka tentang sosialisme dari Perjanjian Baru.27

Sosialisme mencakup berbagai jenis teori ekonomi dan sosial, mulai dari

yang ―sekadar‖ mengkampanyekan kepemilikan publik atas sumber daya alam

(yang sebelumnya dimonopoli segelintir orang), sampai yang mempromosikan

sepenuhnya tatanan komunal berbasis sosialisme. Menurut Henry J. Schmandt,

sosialisme tidak mempunyai basis doktrinal yang konsisten dan seragam. Namun,

kesatuan yang dimilikinya terletak pada program rekonstruksi dan transformasi

sosialnya daripada premis-premis teoritisnya.28

Sementara, perbedaan di antara aliran sosialisme berkisar pada beberapa hal

yang mendasar, seperti: 1. Doktrin ideologis dan filosofis yang menjadi dasar

program-programnya; 2. Cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

mereka; 3. Sejauh mana dan sampai tingkat apa kepemilikan kolektif dan kontrol

bersama itu dijalankan. Yang pertama berkaitan dengan apakah ia kediktatoran

atau demokratis, sedangkan yang kedua dibedakan berdasarkan cara-cara yang

evolusioner atau revolusioner. Sementara yang ketiga, berkaitan dengan apakah

tatanan yang dituju akan sama sekali tidak mengakui kepemilikan pribadi (private

property), atau apakah tetap mengakui hak milik, tetapi dengan batasan tertentu

atau dengan mekanisme redistribusi pendapatan.

Jika cara yang ditempuh cenderung evolusioner dan menggunakan jalur

demokratis (elektoral), dan masih mengakui hak milik pribadi, maka sering

27

Sergent, Contemporary Political Ideologies, hlm 118. 28

Henry J. Schmandt, Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai

Zaman Modern (Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2002), hlm 510.

Page 59: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

46

disebut sebagai sosialisme-demokrat. Sedangkan apabila cara yang ditempuh

cenderung revolusioner dan kepemimpinan yang dibentuk setelahnya bersifat

kediktatoran, maka lebih sering disebut sebagai komunisme.

Sumber-sumber dari ideologi sosialisme ini pun beragam. Ada sosialis yang

menerima pemahaman materialisme dialektik tetapi menolak cara revolusi dengan

kekerasan. Banyak pula aliran sosialisme yang diilhami oleh nilai-nilai idealisme

etis, mulai yang bersifat ―sekuler‖ dan bertolak dari humanisme yang rasional,

sampai aliran yang lebih dimotivasi oleh doktrin agama.29

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ideologi apapun, biasanya merupakan

respon atas kondisi status-quo yang dihadapi suatu masyarakat, tak terkecuali

dengan ideologi sosialisme. Sejak mulanya, perkembangannya, bahkan hingga

sekarang, sosialisme menjadi respon atas kapitalisme yang masih bertahan hingga

hari ini. Ketika awal kemunculan sosialisme sendiri, kapitalisme sedang

menghadapi salah satu masa pasangnya, yang mewujud dalam bentuk Revolusi

Industri. Di tengah ketimpangan, kesenjangan, dan kondisi memprihatinkan yang

ditimbulkan oleh Revolusi Industri ini, beberapa pemikir Perancis dan Inggris lalu

mempertanyakan sistem yang berlaku (kapitalisme) dari sudut pandang moral-etis

dan nilai-nilai seperti keadilan. Mereka juga mempertanyakan proposisi dasar

kapitalisme yang menganggap bahwa mekanisme pasar akan melakukan

mekanisme redistribusi dan menimbulkan pemerataan.

Para pemikir dari Inggris dan Perancis itu, seperti Henri Saint Simon (1760-

1825), Charles Fourier, Louis Blanc (1811-1882), dan Robert Owen (1771-1837)

29

Schmandt, Filsafat Politik, hlm 570.

Page 60: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

47

lalu mengusulkan tatanan alternatif yang menekankan prinsip kerjasama dan

kesederhanaan (sebagai lawan dari ketamakan dan keserakahan yang diidentikkan

dengan kapitalis yang tidak pernah puas mengakumulasi kekayaannya) yang

digambarkan dalam adagium ―dari tiap-tiap orang menurut kemampuannya, dan

bagi tiap orang sesuai kebutuhannya‖, namun dengan corak dari masing-masing

pemikir tersebut.

Meskipun dalam beberapa hal berbeda satu sama lain, namun, tatanan

alternatif yang mereka tawarkan adalah berupa satu komunitas pedesaan yang

mengkombinasikan antara produksi agrikultur dan prduksi industrial, namun

dengan ketentuan bahwa alat produksi, pengelolaan, dan proses produksi yang

berlangsung haruslah dimiliki dan dikerjakan secara bersama, dengan tujuan

untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri (bukan untuk mencari dan

mengakumulasi profit).

Namun, oleh para pemikir setelah itu, pandangan tokoh-tokoh di atas diangap

masih terlalu romantik dan tidak ilmiah, karena hanya didasarkan pada

pengamatan sekilas dan rasa empati atas kemiskinan yang mereka saksikan.

Karenanya, oleh Friedrich Engels, sosialisme ala mereka, lalu disebut sebagai

sosialisme yang utopis (sebagai lawan dari sosialisme ilmiah yang muncul

kemudian, dan identik dengan cara baca dan kritik ekonomi-politik Marxisme).30

Menurut Lyman Tower Sargent, ada beberapa karakteristik dasar yang

mencirikan sosialisme-demokratik, seperti:

30

Schmandt, Filsafat Politik, hlm 511-512.

Page 61: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

48

Sebagian besar kepemilikan (alat produksi), termasuk sebagian besar

industri, penyediaan kebutuhan dasar (air bersih, pangan, listrik, bahan bakar,

dan sumber energi lainnya), dan sistem transportasi dimiliki oleh publik, yang

diwakili oleh negara dan pemerintah (sosialis) yang terpilih melalui pemiliu

yang demokratis.

Adanya aturan yang membatasi akumulasi dari kepemilikan pribadi.

Pengaturan sektor ekonomi oleh pemerintah (ekonomi tidak dibiarkan

berjalan dalam mekanisme pasar)

Adanya bantuan finansial secara ekstensif (luas) kepada publik, dan

program jaminan sosial bagi kalangan rentan (pensiun, pengangguran, orang

miskin, orang cacat, dan lainnya).

Tidak menjadikan prinsip efisisensi sebagai satu-satunya pedoman

dalam mengaturr kehidupan ekonomi. Tetapi, dalam setiap kebijakannya juga

harus mempertimbangkan aspek pelayanan (service) dan memperhitungkan

biaya sosial (social cost) yang tidak langsung tampak dalam setiap penerapan

kebijakan.

Lebih lanjut, Sargent menambahkan bahwa kepemilikan yang dipegang oleh

publik adalah terbatas pada hal-hal yang sifatnya produktif, atau infrastruktur

yang signifikan, yang dibutuhkan oleh hampir semua orang. Tetapi, hal ini tidak

berlaku pada hal-hal yang memang dimiliki secara pribadi, seperti rumah, bisnis

yang skalanya kecil, dan lainnya. Hal ini penting dijelaskan, menurutnya, untuk

Page 62: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

49

menghindari kesalahpahaman bahwa sosialisme akan merampas semua hal yang

kita miliki, sehingga banyak orang yang fobia terhadap sosialisme.31

Di Indonesia, beberapa peraturan perundang-undangan yang disusun oleh

para pe\ndiri bangsa, sebenarnya mempunyai kecenderungan yang sosialistik. Hal

ini sudah terlihat, misalnya, dalam konstitusi Indonesia, UUD 1945, khususnya

dalam Pasal 33 yang menyatakan bahwa:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas

kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat

hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Selain itu, terdapat pula Pasal 34 yang sifatnya jaminan sosial, ―fakir miskin

dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Tentu ini belum menyebut contoh-

contoh lain, termasuk yang berada di luar kerangka perundang-undangan, seperti

konsep Mohammad Hatta tentang Koperasi dan perekonomian sosialis32

, atau

gagasan Soekarno tentang kemandirian ekonomi atau ekonomi berdikari (berdiri

di atas kaki sendiri) yang dicanangkannya dan Trisakti-nya.

Namun, amanat undang-undang ini ternyata tak sesuai dengan kenyataan

kehidupan bernegara yang kite temukan hari ini. Hal ini juga yang mengundang

perhatian utama dari FNKSDA.

31

Sergent, Contemporary Political Ideologies, hlm 117. 32

Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia (Jakarta: Penerbit Djambatan,

t.th).

Page 63: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

50

E. Politik Agraria Populis

Menurut para ahli agraria, berdasarkan orientasinya, politik agraria bisa

dibedakan dengan ditinjau dari tiga hal yang membedakan antara satu model

dengan model lainnya. Tiga hal itu mencakup: (1) penguasaan tanah, (2) tenaga

kerja yang menggarap tanah, dan (3) pemegang otoritas yang berwenang

mengambil keputusan terkait proses produksi, akumulasi, dan investasi.

Berdasarkan ketiga kriteria itu, para ahli lalu mengategorikan setidaknya ada tiga

orientasi politik agraria33

, yaitu corak politik agraria Kapitalis, model politik

agraria Sosialis-Komunis, dan orientasi politik agraria Populis.

Secara sederhana, dalam model agraria kapitalis, alat produksi utama berupa

tanah dimiliki dan dikuasai oleh individu atau kumpulan individu (seperti

korporasi) yang tidak menggarap langsung tanah tersebut dan mempekerjakan

petani penggarap yang menjual tenaganya kepada pemilik tanah, dan terlibat

dalam relasi upahan dengannya. Artinya, pekerja di sini statusnya sebagai

komoditas yang melengkapi kebutuhan produksi (means of production) pemilik

modal (dalam hal ini pemilik tanah) dalam menjalankan proses produksi usahanya

33

Istilah ini adalah yang digunakan oleh dua ahli agraria Indonesia, Gunawan Wiradi dan

Dianto Bachriadi dalam buku mereka, Six Decades of Inequality (Bandung: Agrarian Resource

Center, Bina Desa, dan KPA, 2011), hlm

6. Sementara di buku lain, Gunawan Wiradi menggunakan istilah lain untuk merujuk hal yang

sama, yaitu tipe/model transformasi agraria (type/mode of agrarian transformation). Baca: Moh.

Shohibuddin, Metodologi Studi Agraria: Karya Terpilih Gunawan Wiradi (Bogor, Soyogjo

Institue, 2009), hlm 138; dan Gunawan Wiradi, Seluk Beluk Masalah Agraria: Reforma Agraria

dan Penelitian Agraria (Yogyakarta: STPN, 2009), hlm 141. Sedangkan para ahli lain juga

menggunakan istilah yang berbeda. Noer Fauzi Rachman, salah seorang ahli agraria lain dari

Indonesia yang berbeda generasi, menggunakan istilah ―strategi agraria‖. Baca: Noer Fauzi

Rachman, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia (Yogyakarta:

Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar, 1999), hlm 10. Dan ahli agraria asing, seperti John Harris,

menggunakan istilah “path of agrarian change‖ (langkah perubahan agraria).

Page 64: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

51

guna mengakumulasi kekayaan yang berasal dari modalnya, sesuai dengan siklus

M – C – M’ yang sudah disinggung di atas.

Sedangkan dalam model agraria sosialis-komunis, sarana produksi yang

utamanya berupa tanah, dikuasai oleh satu organisasi kolektif (yang biasanya

berwujud negara atau badan-badan yang mendapat mandat darinya) atas nama

kelompok pekerja yang menggarap tanah itu. Pekerja-pekerja ini akan

memperoleh imbalan dari hasil kerjanya, sesuai yang disepakati oleh kolektif

pekerja tadi, utamanya sesuai dengan kinerjanya. Atau sesuai dengan prinsip

―setiap orang bekerja sesuai kemampuannya, dan mendapat menurut prestasi atau

hasil kerjanya‖.34

Karena penguasaan lahan dimiliki secara kolektif, maka

pengambilan keputusan produksi, dll, dipegang oleh organisasi yang menaungi

kolektifpekerja penggarap di lahan tersebut.

Adapun model agraria populisme didasarkan pada pengembangan satuan-

satuan usaha keil rumah tangga yang padat modal. Sehingga satuan yang memiliki

tanah dan menggarap lahan adalah unit keluarga inti (nuclear family) keluarga

tani. Karenanya, proses produksi secara umum merupakan wewenang unit

tersebut, meskipun negara juga biasanya terlibat dengan memberikan bantuan

kebutuhan selama proses produksi.

Indonesia, jika ditilik dari peraturan perundang-undangan yang ada, seperti

Pasal 33 UUD 1945, atau peraturan agraria yang utama, yaitu UU No 5/1960

tentang Peraturan-Peraturan Pokok Agraria, mempunyai kecenderungan dekat

dengan model agraria neo-populis, meskipun dalam UU itu sendiri disebutkan

34

Njoto, ―Sosialisme Indonesia‖, dalam Marxisme: Ilmu dan Amalnya (Paparan Populer)

(Jakarta: Harian Rakjat, 1962), hlm 52.

Page 65: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

52

bahwa ia disusun guna menuju ―sosialisme Indonesia‖. Hal ini disepakati oleh

hampir seluruh ahli agraria, baik dalam maupun luar negeri.35

Komponen Agraria Orientasi Politik Agraria

Kapitalisme Sosialis-Komunis Populisme

Penguasaan Tanah Individu non-

penggarap

Negara a.n.

pekerja

Keluarga petani

Tenaga Kerja Petani penggarap/

pekerja upahan

Pekerja yang

diorganisir

Keluarga petani

Pengambil keputusan

terkait produksi,

akumulasi & investasi

Individu non-

penggarap

(pemilik tanah)

Negara a.n.

pekerja

Keluarga petani

yang diorganisir

melalui koperasi.

Tabel 2.1. Sumber: Rahman, Petani dan Penguasa (1999), hlm 10.

Salah satu indikasi utama dari corak populisme agraria Indonesia adalah

program reforma agraria, khususnya reforma tanah (land reform), yang menjadi

amanat dari UUPA 1960. Pada intinya, program land reform bertujuan untuk

merombak stratifikasi sosial yang timpang dalam sektor agraria, yang dibuktikan

dengan munculnya diferensiasi kelas, seperti buruh tani, petani penggarap, petani

misin, petani, sedang, petani kaya, dan tuan tanah, akibat kepemilikan lahan yang

tidak merata, dengan cara melakukan redistribusi ulang atas penguasaan lahan

yang timpang..36

Meskipun sudah menjadi mandat keputusan UUPA 1960, namun

pelaksanaannya macet di 5 tahun awal, dan semakin sulit diterapkan ketika terjadi

gejolak politik yang berujung transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di

35

Wiradi dan Bachriadi, Six Decades of Inequality, hlm 6; Shohibuddin, Metodologi Studi

Agraria: Karya Terpilih Gunawan Wiradi, hlm 138; Wiradi, Seluk Beluk Masalah Agraria, hlm

141. Rachman, Petani dan Penguasa, hlm 11; Anton Lucas & Carrol Warren, ―The Land, The

Law, And The People‖, dalam Land for the People: The State and Agrarian Conflict in Indonesia

(Athens: Ohio University Press, t.t.), hlm 7. 36

Mengenai dinamika perkembangan isu land reform di masa ini, baca: Andi Achdian, Tanah

Bagi Yang Tak Betanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965 (Bogor, Kekal

Press, 2008). Sedangkan dinamika perjalanan perjuangan Reforma Agraria dalam rentangan waktu

yang lebih panjang di Indonesia, baca: Noer Fauzi Rachman, Lnad Reform dari Masa ke Masa

(Yogyakarta, STPN Press, 2012). Juga buku Noer Fauzi Rachman yang lain, Bersaksi untuk

Pembaruan Agraria (Yogyakarta: Insist Press, KPA, dan KARSA, 2003).

Page 66: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

53

tahun 1965-1966. Meskipun keberlakuan UUPA tidak dihapuskan, namun

keputusannya sama sekali tidak dijalankan oleh Orde Baru. Bahkan rezim ini

justru menerapkan sat pola ekonomi lain yang justru bertentangan dengan isi

UUPA 1960 ini, yang oleh Gunawan Wiradi disebut,

“The New Order followed the capitalist mode of economic growth as the

main means of achieving development, land and natural resources were

objects to be exploited as intensively as possible. Issuing large-scale

forestry and mining concessions were part of this process. The huge scale of

land provision either for investment or speculation purposes created

extreme inequality in landholdings and caused violent conflicts, mostly

triggered by evictions leading to serious human right abuses. Most of the

land allocated for commercial, business and private interests was done in

the name of development or national economic interest.‖

(Orde Baru mengikuti model pertumbuhan ekonomi bercorak kapitalis,

sebagai alat utama guna mencapai ―pembangunan‖. Tanah dan sumber daya

alam menjadi objek yang dieksploitasi seintensif mungkin. Memberi izin

hak penguasaan hutan [HPH] dalam skala besar dan konsesi pertambangan

menjadi bagian dari proses ini. Keputusan untuk menjadikan tanah sebagai

investasi atau guna tujuan spekulatif lainnya, telah menciptakan

ketimpangan yang ekstrim dalam kepemilikan lahan and menyebabkan

konflik dengan kekerasan, yang kebanyakan disebabkan oleh pengusiran

yang berakibat pada pelanggaran HAM. Kebanyakan tanah untuk tujuan

komersial, bisnis, dan kepentingan pribadi dialokasikan atas nama pemba-

ngunan dan kepentingan ekonomi nasional).37

37

Wiradi dan Bachriadi, Six Decades of Inequality, hlm 10.

Page 67: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

54

BAB III

PROFIL FRONT NAHDLIYYIN UNTUK KEDAULATAN SUMBER

DAYA ALAM (FNKSDA)

Untuk menyelami profil dan perjuangan kelompok/organisasi FNKSDA,

diperlukan penelisikan terhadap unsur-unsur internal dan elemen-elemen eksternal

dari gerakan ini, agar mendapat pemahaman yang utuh. Hal ini dapat menjelaskan

faktor dan latar belakang kenapa kelompok ini berdiri, baik dari sisi inisiatif aktor-

aktornya selaku agensi, maupun struktur di luar mereka yang menjadi prakondisi

yang mendorong mereka untuk membentuk gerakan FNKSDA. (Selanjutnya

FNKSDA akan digunakan secara berganti-gantian dengan “front” atau “front

nahdliyyin”, seperti anggota gerakan ini menyebut organisasi mereka).

Karenanya, bab yang membahas tentang profil gerakan ini akan dibagi

dalam tiga bagian besar. Bagian pertama menelusuri dinamika internal yang

memunculkan FNKSDA ini. Bagian kedua menelisik motif yang mendorong

generasi muda NU melibatkan diri dalam FNKSDA. Sedangkan bagian ketiga

akan lebih menyoroti hal-hal teknis internal gerakan ini, seperti struktur

keorganisasian dan keanggotaan.

A. Proses Berdirinya FNKSDA

Bagian ini akan mencakup mulai dari inisiatif dan latar belakang yang

mengantarkan pada deklarasi dan pendirian FNKSDA, sampai pembahasan

tentang teknis dan hal internal dalam organisasi ini.

Karena FNKSDA merupakan organisasi gerakan yang terbilang baru dan

belum mendapat banyak sorotan, serta tak banyak pemaparan terkait profil

Page 68: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

55

organisasi ini dari publikasi mereka sendiri, maka bagian ini akan bertumpu pada

wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa penurus FNKSDA,

terutama yang terlibat menjadi inisiator gerakan ini, sebagai rujukan informasi

utama. Selain itu, juga ditopang dengan data tambahan berupa cerita dan materi

yang disampaikan dalam pengkaderan FNKSDA, terutama dalam sesi yang

berjudul “Ke-FNKSDA-an”.

Meskipun mungkin ada prakondisi yang memungkinkan dan mendorong

lahirnya gerakan ini, namun berdirinya FNKSDA diawali dari perjumpaan-

perjumpaan yang tak terduga (unintended encounters), begitu cerita Bosman

Batubara, salah seorang yang terlibat sejak awal, bahkan sebelum lahirnya

FNKSDA.1 Seorang pengurus FNKSDA lain, Muhammad Al-Fayyadl—sering

disapa sebagai Gus Fayyadl (saat ini menjadi komite nasional FNKSDA bersama

A. Syatori [Gus Syatori])—bahkan menyebut FNKSDA sebagai serendipity, alias

sesuatu yang berharga yang ditemukan tanpa sengaja. 2

Dalam bagian prolog buku yang sebenarnya menceritakan konflik agraria di

Urutsewu, Kebumen, Bosman menceritakan detail perjumpaan-perjumpaan yang

mengantarkan pada lahirnya FNKSDA.3 Bosman sendiri membuka tulisannya

dengan pernyataan bahwa perjumpaannya dengan gerakan di Urutsewu, yang

1 Wawancara dengan Bosman Batubara, 16 Oktober 2017, di tengah acara pengkaderan

FNKSDA yang bertajuk “Pesantren Agraria Cirebon Raya”, yang bertempat di Aula Ponpes

Masyariqul Anwar, Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Saat ini ia menjadi korrdinator Biro Litbang

FNKSDA dan sedang mengerjakan penelitian disertasinya di bidang pengelolaan air, di UNESCO-

Institute for Water Education dan University of Amsterdam. 2 Wawancara dengan Gus Fayyadl, 17 Oktober 2017, di PP Masyariqul Anwar, Babakan

Cirebon. 3 Anna Mariana dan Bosman Batubara, Seni dan Sastra untuk Kedaulatan Petani Urutsewu:

Etnografi Wilayah Konflik Agraria di Kebumen (Yogyakarta, Literasi Press, 2015). Ketika saya

mewawancarai Bosman, ia memberikan buku ini dan menyarankan saya membaca dan merujuk

buku ini untuk mengetahui proses lahirnya FNKSDA.

Page 69: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

56

bermuara pada pendirian FNKSDA merupakan persentuhan yang tak pernah didga

sebelumnya, “Bagi saya, perjumpaan dengan gerakan di Urutsewu adalah

bagian dari perjalanan hidup. Begitulah, hidup selalu memberikan kejutannya.”

Mulanya, Bosman yang adalah seorang geolog cum aktivis sosial di isu

lingkungan yang sudah beberapa tahun terlibat dalam penelitian dan advokasi

masyarakat korban Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Pada akhir Mei 2013, ia

pergi ke Porong, Sidoarjo, untuk menghadiri acara Peringatan 7 Tahun Lumpur

Lapindo yang rencananya diadakan pada 29 Mei. Pada 29 Mei siang yang panas

di atas tanggul penahan lumpur, ia tak sengaja melihat seorang memakai jaket

beratribut Nahdlatul Ulama (NU). Secara spontan, hal ini menimbulkan respon

primordialnya dan ketertarikannya sebagai sesama warga nahdliyyin.

Karenanya, secara refleks, Bosman menyapa orang tersebut, yang dilanjut

dengan saling bertanya dan mengobrol. Orang itu ternyata adalah Ubaidillah—

yang kelak menjadi komite nasional pertama FNKSDA. Ia berasal dari Kebumen,

Jawa Tengah, dan aktif bergiat sebagai pengurus NU lokal di sana. Ubaidillah

bercerita bahwa ia hadir di Porong sebagai bentuk solidaritas untuk korban

Lumpur Lapindo. Kebetulan ia sendiri, bersama masyarakat Urutsewu juga

memahami betul bagaimana rasanya harus tergusur dan tercerabut dari lingkungan

asal dan dipaksa pindah secara sewenang-wenang, karena mereka sedang

menghadapi konflik agraria berhadapan dengan militer.

Karena kebetulan Ubaidillah sedang menempun pendidikan pascasarjana di

CRCS (Cross Religion and Cultural Studies) UGM, dan Bosman juga berdomisili

di Yogyakarta, keduanya bertukar kontak dan berjanji untuk bertemu sekembali-

Page 70: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

57

nya ke Yogyakarta, guna membahas apa yang kira-kira bisa mereka lakukan

dalam menghadapi konflik agraria di Urutsewu.

Sekembainya mereka ke Yogyakarta, sesuai janji, mereka lalu bertemu,

yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi-diskusi intensif setelahnya. Pertemuan

dan diskusi intensif ini tentunya tak hanya melibatkan mereka berdua, tetapi juga

jaringan pertemanan yang memiliki visi yang sama, dan mempunyai perhatian

terhadap isu-isu kerakyatan, lingkungan, dan kedaulatan sumber daya alam.

Bosman, misalnya, yang sudah bergiat sebagai aktivis sosial di isu-isu ini dan

terkoneksi dengan jaringan pertemanan sesama aktivis muda NU di Yogyakarta,

melibatkan jaringan ini selama diskusi intensif tersebut.

Dalam diskusi-diskusi intensif yang terjadi selama proses ini, karena

mayoritas yang terlibat adalah kalangan muda dari latar belakang nahdliyyin,

muncul kesadaran bersama bahwa ternyata banyak sekali terjadi konflik agraria di

berbagai wilayah di Indonesia. Dan dalam kasus-kasus ini, khususnya yang terjadi

di Pulau Jawa, tak jarang yang menjadi korban justru adalah warga nahdliyyin

yang memang basisnya di pedesaan dan mayoritas berprofesi sebagai petani.

Sayangnya, NU secara kelembagaan dirasa belum memberi perhatian yang

memadai terkait konflik-konflik agraria ini.4

Karenanya, dalam diskusi-diskusi intensif ini sudah mulai muncul kesadaran

akan kebutuhan adanya suatu gerakan yang menaruh perhatian terhadap konflik

tata kelola SDA, khususnya yang berwujud konflik agraria. Terlebih, jika itu

4 Abdul Kodir dan In’amul Mushoffa, Islam, Agrarian Struggle, and Natural Resources: The

Exertion of Front Nahdliyin for Sovereignty of Natural Resources Struggle Towards Socio-

Ecological Crisis in Indonesia, dalam Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Vol. 25 No.1,

Juni 2017, hlm 57.

Page 71: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

58

berkaitan langsung dengan warga nahdliyyin yang menjadi korban. Alih-alih

membatasi diri hanya berfokus di isu konflik agraria di Urutsewu, diskusi-diskusi

ini menghasilkan keputusan untuk mengadakan forum diskusi yang lebih luas,

yang melibatkan aktivis sosial di berbagai daerah—utamanya yang sudah saling

terkoneksi sebelumnya dalam jaringan pertemanan generasi muda NU—guna

membahas isu tata kelola SDA dan konflik agraria secara lebih luas.

Lalu, diputuskanlah untuk mengadakan diskusi bertajuk “NU & Konflik

Tata Kelola SDA” yang terlaksana pada 4 Juli 2013 dengan bertempat di Pendopo

LKiS (Lembaga Kajian Islam & Sosial), Yogyakarta. Diskusi ini melibatkan

angkatan muda NU yang menaruh perhatian pada isu pengelolaan sumber daya

alam dan ekses yang ditimbulkan oleh pembangunan infrastruktur, pertambangan,

dan perkebunan terhadap kedaulatan masyarakat lokal pada alam dan lingkungan

mereka. Mereka datang dari berbagai daerah. Tercatat ada perwakilan dari Pati,

Batang, Kalimantan Timur, Cirebon, Mojokerto, Kulonprogo, Mandailing Natal,

dan berbagai daerah lainnya.5

Umumnya mereka sudah terlibat dan melakukan advokasi atas permasala-

han kedaulatan SDA yang ada di lingkungan mereka. Seperti Ubaidillah, yang

disebutkan sebelumnya. Atau Mohammad Zaki, seorang berlatarbelakang santri

dari Kuningan yang terlibat dalam gerakan penolakan rencana pendirian

pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) oleh PT. Chevron di TNGC

(Taman Nasional Gunung Ciremai), Jawa Barat. Juga ada Mokh. Sobirin yang

tergabung dalam JMPPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) dan

5 Mariana dan Batubara, Seni dan Sastra untuk Kedaulatan Petani Urutsewu, hlm 6. Untuk

daftar selengkapnya bisa dilihat dalam “Daftar Hadir Pertemuan 4 Juli 2013 di LKiS, Yogyakarta”.

Page 72: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

59

Omah Kendeng, yang berupaya menolak pendirian pabrik semen di kawasan

pegunungan karst di Kendeng.6

Bisa disimpulkan bahwa, diskusi ini mengangkat tema “NU & Konflik Tata-

Kelola SDA” setidaknya dengan dua pertimbangan. Pertama, bahwa NU sebagai

organisasi sosial masyarakat dengan konstituen yang cukup besar, harusnya tak

lagi hanya bergulat dengan isu keagamaan semata. Dengan potensi dan kebesaran

yang dimilikinya, harusnya NU juga menaruh perhatian dan ikut bersuara atas

persoalan ekonomi-politik yang berkaitan dengan hajat hidup banyak orang,

terlebih dalam hal konflik tata-kelola SDA yang seringkali mengorbankan

masyarakat kecil. Tak jarang pula, banyak di antara elemen masyarakat yang

terdampak pembangunan infrastruktur, pembukaan lahan perkebunan dan

pertambangan adalah warga nahdliyyin. Sebagai korban, mereka kehilangan lahan

pertanian yang digusur dan dirampas dengan semena-mena dan akhirnya mereka

tercerabut dari tanah sebagai alat produksi utama mereka. Hal ini seperti

dijelaskan dalam dokumen Lembar Kerja FNKSDA,

“Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi kemasyarakatan yang memiliki

tujuan di bidang ekonomi untuk “mengusahakan pemerataan kesempatan

untuk menikmati hasil pembangunan dengan mengutamakan

berkembangnya ekonomi rakyat” sudah sepatutnya memiliki sikap ter-

hadap persoalan ini. Terlebih-lebih, dalam banyak kasus konflik SDA di

Indonesia, warga NU seringkali menjadi korban langsung. Misalnya kasus

Lumpur Lapindo di Porong, penanaman dinamit untuk melakukan survei

seismik oleh Exxon di Jombang, konflik warga dengan perusahaan migas di

6 Secara lebih lengkap, Ahmad Fikri Syahrul Mubarak menyatakan dalam skripsinya,

“…gerakan sosial-lingkungan yang mengikuti halaqoh deklarasi jihad FNKSDA 8-9 Desember

2013 di Jombang, terdapat beberapa gerakan...Sebut saja: gerakan menggugat Porong-Sidoarjo,

Gerakan Petani Urut Sewu-Kebumen, Gerakan Petani Kulon Progo, Gunung Ciremai-Kuningan

(menolak pembangunan proyek geothermal, Chevron), gerakan menolak tambang di Tuban dan

Blora, Gerakan rakyat Wonogiri (menolak rencana pembangunan pabrik Semen Indonesia).

Ahmad Fikri Syahru Mubarak “Gerakan Sosial-Lingkungan Pemuda NU: Studi pada Front

Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)” (Yogyakarta: Skripsi Sosiologi

UGM, 2015), hlm 51.

Page 73: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

60

Sumenep, konflik air antara warga dengan PT Aqua Danone di Klaten,

konflik warga dengan tentara dan perusahaan tambang di Kebumen, dll.”

Kedua, dalam banyak kasus, kelompok masyarakat semacam ini masih

kurang mendapat perhatian dari NU secara struktural, baik di tingkat pengurus

besar maupun tingkat di bawahnya. Bahkan dalam diskusi tersebut terungkap,

dalam beberapa kasus konflik antara korporasi dan warga, seperti di Pati dan

Banyuwangi, pengurus NU justru memihak perusahaan yang akan didirikan.

Karena itulah, para inisiator FNKSDA merasa gerakan ini memang diperlukan,

Sejauh ini PBNU kurang memberikan perhatian terhadap permasalahan ini.

Hal ini misalnya dibuktikan dengan tidak adanya badan yang secara

menerus hirau mengurusi permasalahan ini di dalam struktur PBNU. Di

lain sisi, konflik SDA dengan pola yang hampir sama sudah sangat banyak

terjadi dan memerlukan solusi terpadu. Karena itu, diskusi tentang NU &

Konflik Tata Kelola SDA yang telah dilaksanakan di Yogyakarta pada 4 Juli

2013 adalah langkah awal untuk merumuskan agenda NU di bidang ini.

Baik ia akan masuk di struktur NU ataupun sama sekali di luar 7

Salah satu hasil dari diskusi pada 4 Juli tadi adalah kesepakatan agar segala

pembahasan yang ada tak hanya berakhir dalam ruang diskusi, tetapi perlu diben-

tuk suatu gerakan sebagai tindak lanjut atas penelaahan terhadap berbagai feno-

mena tata kelola SDA yang utamanya melibatkan warga nahdliyyin ini.

Tabel 3.1: Daftar basis NU yang menghadapi konflik Sumber Daya Alam.

Kelompok No Daerah Korporasi Permasalahan

Air minum,

tambak, dan

lingkungan.

1 Jombang Aqua-danone Diusir oleh GUSDURian Jombang;

alasan penolakan karena bagi hasil

yang tidak adil, kompensasi yang tidak

jelas, dan ancaman kekeringan.

Air minum,

irigasi, tanah,

dan bencana.

2 Pati Semen Gresik Warga menolak pendirian pabrik

semen.

Tambang 3 Jepara PT. Rantai Mas

CV. Guci Mas

Warga menolak pendirian tambang

pasir besi.

7 FNKSDA, Lembar Kerja FNKSDA (2013), hlm 2. Penulis berterimakasih kepada Bung

Bosman Batubara yang telah menyediakan dokumen ini.

Page 74: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

61

Nusantara

PT. Alam Mineral

Lestari

4 Kulon

Progo

PT. Jogjas

Mangasa Mining

Warga menolak pendirian tambang

pasir besi.

5 Banyuwan

gi

PT. Indo Multi

Niaga (IMN)

Konflik tambang emas (Tumpang

Pitu).

6 Kebumen PT. Mitra

Niagatama

Cemerlang

Konflik lahan untuk pasir besi

Energi 7 Tenggaron

g/Kaltim

PT. Kaltim Prima

Coal, PT. Adaro

Indonesia, PT.

Kideco Jaya

Agung, PT.

Arutmin

Indonesia, PT.

Berau Coaldll

Konflik dampak tambang batubara

serta Blog Migas.

8 Jombang Exxon Masyarakat menolak eksplorasi migas.

9 Porong PT. LBI Lumpur Lapindo.

10 Cirebon PT. Chevron Warga tidak mau ada geothermal.

11 Sumenep PT. Kangean

Energy Indonesi,

Santos, Husky

Oil, SPE

Petroleum, PT

EML

Konflik migas.

Catatan: daftar ini masih sangat mungkin bertambah (atau berkurang)

Sumber: Notulensi diskusi tanggal 4 Juli 2013.8

Seminggu kemudian, tepatnya pada 11 Juli 2013 diadakan pertemuan di

tempat yang sama, yaitu pendopo LKiS, guna merancang pembangunan gerakan,

sebagai bentuk tindaklanjut atas salah satu keputusan diskusi. Utamanya mereka

yang mengikuti agenda ini adalah kelompok muda NU yang memang berdomisili

di Yogyakarta dan sekitarnya, karena kegiatan ini memang baru persiapan yang

sifatnya masih informal. Di antaranya adalah Heru Prasetya (pegiat Jaringan

8 Dikutip dari Mubarak “Gerakan Sosial-Lingkungan Pemuda NU”, hlm 37.

Page 75: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

62

Gusdurian), Hairus Salim (Direktur LKiS), Bosman Batubara (Yayasan

Desantara), dan Nur Khalik Ridwan (intelektual muda NU).

Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan. Yang paling utama,

dalam rangka pembangunan gerakan, pertemuan ini juga menghasilkan keputusan

akan didirikannya suatu organisasi yang berafiliasi secara kultural dengan NU,

namun tidak terikat sebagai badan otonom (banom) di bawahnya, yang bergerak

di isu ekonomi-politik, tata-kelola SDA, lingkungan, dan advokasi atas dampak

kapitalisme ekstraktif bagi masyarakat, khususnya petani. Lalu disepakatilah

bahwa gerakan ini akan bernama “Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber

Daya Alam”.9 Hal ini dilakukan karena digerakkan kesadaran bahwa yang sudah

dilakukan oleh NU sejauh ini dalam isu kedaulatan SDA sangat jauh dari

memadai, dan seakan hanya teriakan dalam ruang kedap suara tanpa aksi nyata.

Dalam pernyataannya, FNKSDA menyebut,

“Sebenarnya persoalan seperti ini pernah diperbincangkan di lingkungan

NU… pada tahun 2012, melalui Konferensi Besar (Konbes) di Cirebon,

PBNU di bidang ekonomi merekomendasikan “renegosiasi kontrak-kontrak

karya pertambangan agar memberi manfaat yang lebih besar bagi

pemasukan Indonesia dan kesejahteraan warga. Elemen lain yang dekat

dengan NU, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) malah

memiliki tuntutan yang lebih tinggi. Pada tahun 2012, PMII menuntut

dilakukannya nasionalisasi terhadap aset pertambangan dan energi.

Sementara Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menyatakan bahwa

tujuan akhir dari tata kelola energi adalah kedaulatan dan ketahanan

energi nasional. Akan tetapi secara organisatoris, hampir tidak ada

gelombang advokasi yang masif dari kelompok NU terhadap warga yang

mengalami persoalan konflik SDA. PBNU sendiri lebih banyak bermain di

level regulasi seperti judicial review UU Migas, tetapi tidak banyak

mendorong pengurus untuk turun ke bawah.”10

9 Wawancara dengan Gus Roy Murtadho, Biro Litbang Komite Nasional FNKSDA, 30

Oktober 2017 di Sekretariat KPRI, Mampang, Jakarta. 10

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 3.

Page 76: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

63

Penggunaan istilah “nahdliyyin” di sini dilakukan dengan beberapa pertim-

bangan. Pertama, untuk menunjukkan bahwa FNKSDA bukan banom NU, tetapi

mempunyai ikatan kultural dengan NU. Kedua, alih-alih berfokus pada NU

sebagai jam‟iyyah (organisasi struktural), FNKSDA akan lebih menaruh perhatian

pada problem tata kelola SDA yang menyangkut nahdliyyin sebagai

warga/jama‟ah NU. Ketiga, untuk menggambarkan bahwa FNKSDA digerakkan

oleh pegiat-pegiat, terutama generasi muda yang berasal dari kultur nahdliyyin,

sehingga secara strategis, hal ini akan memudahkan pendekatan terhadap

komunitas nahdliyyin yang terdampak konflik tata kelola SDA. Keempat,

bukannya mengikatkan diri pada NU secara kelembagaan, FNKSDA mengambil

spirit pendirian NU sendiri, yaitu nahdlah atau kebangkitan. Nahdliyyin disini

dimaknai sebagai “orang-orang yang bangkit”, khususnya juga sebagai penyema-

ngat bagi rakyat yang sedang mempertahankan kedaulatan alamnya. Kelima,

karena nahdliyyin dimaknai tidak secara sempit dan eksklusif sebagai “warga

NU” semata, maka penggunaan kata nahdliyyin juga tidak menutup ruang

kemungkinan orang-orang yang tidak datang dari kultut Islam tradisionalis ala NU

untuk tetap bisa bergabung dan bergiat dalam FNKSDA. Keenam, meskipun tidak

hendak mengikatkan diri dengan NU secara struktural, namun harus diakui bahwa

sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, NU masih mempunyai nilai strategis

dengan kebesaran namanya. Dengan menautkan diri pada NU, meskipun secara

kultural, FNKSDA mempunyai legitimasi soial-politik tersendiri, yang sangat

bermanfaat dalam perjuangannya, utamanya ketika harus berhadapan dengan

Page 77: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

64

pihak-pihak yang bertentangan dengan visi FNKSDA, seperti korporasi atau

birokrat yang hendak merampas ruang hidup rakyat.11

Berdasarkan cerita Muhammad Fuad Faizi—akrab dipanggil Gus Faiz—, di

awal pembahasan pendirian FNKSDA muncul dinamika dan perbedaan terkait

penggunaan kata “Nahdliyyin” ini.

“saya kira dari cerita semua orang, seperti yang sampean lihat sendiri

waktu pesantren agraria kemarin, kebanyakan yang tertarik ke front itu

mungkin ya karena awalnya tertarik dengan kata ‟nahdliyyin‟ ini. Dulu

waktu awal-awal ini ada perdebatan hebat. Ada salah satu orang yang

ngajak front nahdliyyin ini diganti jadi front nasional. Lalu karena tak

disetujui, dia memilih keluar, menulis dan mengkritik front ini.

Alasan dia, kalau pakai nama „nahdliyyin‟ nanti akan membenturkan

dengan NU [yang dalam beberapa kasus, seperti terlihat nanti, justru

mendukung korporasi, pen], ya sekalian aja ganti front nasional. Tapi bagi

saya, front nasional ini nggak strategis. Karena semua elemen bisa masuk,

dan itu justru bisa tambah cair. Nggak jelas tradisi dan keberpihakannya

gitu lho. Menurutku kalo seperti itu justru akan makin termoderasi

perlawanannya.

Lebih lanjut, ketika ditanya kemungkinan menggandeng gerakan atau

badan di luar NU, ia menjawab,

“kita tidak menutup kemungkian (untuk menggandeng, pen) di luar NU.

Dulu saya kira pernah didiskusikan waktu di LKiS itu. Ya nahdliyyin

diartikan secara luas, orang-orang yang bangkit. Dan itu sebenarnya

semua elemen bisa masuk. Meskipun dengan konotasi “nahdliyyin” itu juga

pertimbangan strategis juga. Itu makanya waktu ada usulan untuk diganti

jadi front nasional itu ya nggak disetujui.”12

Tak lama setelah itu, tepatnya pada 16 Juli 2013, diadakan silaturahim

pertama dengan salah satu ketua PBNU, KH. Imam Aziz, di Yogyakarta, guna

11

Dismpaikan oleh A. Syatori—biasa disapa Gus Syatori—, Komite Nasional FNKSDA dalam

materi “Ke-FNKSDA-an” dalam rangka Pesantren Agraria Cirebon Raya, pda 14 Oktober 2017.

Selain diikuti langsung oleh penulis, materi dan penjelasan dalam kegiatan ini dituliskan oleh

Panitia Pesantren Agraria Cirebon Raya, “Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya”

(14-17 Oktober 2017). Keterangan dalam materi ini diperkuat dengan penjelasan yang

disampaikannya dalam wawancara dengan penulis pada 15 Oktober 2017. 12

Wawancara dengan Gus Faiz, pengurus Bidang Pengkaderan FNKSDA, pada 18 Oktober

2017, di Sekretariat Saung Daulat Amarjati, Cirebon.

Page 78: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

65

membicarakan gerakan ini. Beliau memang sebelumnya salah seorang senior di

LKiS dan dekat dengan anak muda NU yang bergiat di sana (yang kemudian juga

turut menginisiasi pembentukan FNKSDA). Ia sendiri menyatakan bahwa dirinya

menjadi bagian dari gerakan ini secara organik, meskipun tidak secara formal

menjadi pegiat FNKSDA. Ia juga akan mendukung perjuangan FNKSDA,

terutama dengan posisinya di PBNU, seperti dengan mengadakan halaqah-

halaqah terkait sumber daya alam sebagai upaya mainstreaming isu ini.13

FNKSDA lalu secara resmi dideklarasikan pada 8 Desember 2013. Untuk

semakin menguatkan gambaran bahwa organisasi ini memang digerakkan oleh

sekelompok anak muda NU yang menaruh perhatian pada isu ekonomi-politik dan

pengelolaan SDA, deklarasi organisasi ini mengambil tempat di Pondok Pesantren

Tebuireng, Jombang, salah satu pesantren yang amat disegani dan dikenal dalam

komunitas nahdliyyin.14

Deklarasi ini juga dibarengi dengan rilis pernyataan sikap yang diberi judul

“Resolusi Jihad Jilid II: Mempertahankan Tanah Air dari Rongrongan

Kapitalisme Ekstraktif”. Penggunaan judul “Resolusi Jihad” tentu saja merujuk

pada suatu deklarasi yang diteken oleh PBNU pada tahun 1946 di bawah

pimpinan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, yang menyatakan bahwa

mempertahankan tanah aiar NKRI dari rongrongan penjajah yang akan datang

kembali merupakan fardhu „ain bagi muslim dalam jarak tertentu.

Pernyataan sikap berupa “Resolusi Jihad Jilid II” dengan bertempat di

Pesantren Tebuireng tentu ingin menapaktilasi dan mengembalikan memori

13

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 5. 14

AD/ART FNKSDA, Bab 1 Pasal 2.

Page 79: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

66

kolektif akan Resolusi Jihad yang dinyatakan di tempat yang sama puluhan tahun

sebelumnya. Deklarasi dan pernyataan sikap ini juga hendak memberi kesan,

bahwa setelah puluhan tahun kalonialisme secara fisik meninggalkan bumi

pertiwi, rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, dan terlebih khusus lagi warga

nahdliyyin menghadapi musuh dan ancaman yang tak kalah berbahayanya, yaitu

kapitalisme ekstraktif yang merongrong dan merenggut banyak rakyat dari

penghidupannya, sehingga menyebabkan kemiskinan dan kesengsaraan.

Selain dihadiri oleh berbagai elemen warga dan perwakilan organisasi

dalam NU, deklarasi ini juga mengundang kelompok-kelompok terdampak

konflik tata-kelola SDA, dan organisasi-organisasi dengan satu visi, seperti Omah

Kendeng (Pati), Gusdurian, Persatuan Petani Urut Sewu (Kebumen), Aktivis Lumpur

Lapindo (Sidoarjo), Jaringan Anti Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Serikat

Petani Kulonprogo (SPK), LKIS, Yayasan Silvagama (Kuningan, Jawa Barat), dan

ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama). Setelah berdirinya FNKSDA, organisasi-

organisasi ini menjadi mitra dan jaringan FNKSDA dalam menjalankan programnya

dan menyelenggarakan kegiatannya.15

Di antara inti petisi dan pernyataan sikap FNKSDA dalam deklarasi dan

halaqah pada 8-9 Desember tersebut, yang terpenting adalah:

1. Menuntut kepada Pemerintahan Republik Indonesia untuk menghentikan

usaha-usaha kapitalis ekstraktif yang membahayakan kedaulatan Republik

Indonesia merdeka dan Agama.

2. Menuntut PB Nahdlatul Ulama agar memerintahkan perjuangan “fi

sabilillah” guna merebut penguasaan sumber daya alam demi tegaknya

kedaulatan Republik Indonesia merdeka dan Agama Islam.

15

Hal ini diakui sendiri oleh FNKSDA. Seperti terlihat dalam publikasinya mengenai mitra dan

jaringan FNKSDA. URL: www.daulathijau.org/?cat=5

Page 80: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

67

3. Menyerukan kepada semua warga Nahdliyin dan ummat Islam untuk

mempertahankan tanah air dari rongrongan kapitalisme ekstraktif dengan

merebut dan menasionalisasi penguasaan Sumber Daya Alam.

4. Menuntut pemerintah Republik Indonesia untuk membatalkan, mencabut,

menolak semua kontrak/ijin pengelolaan SDA yang merusak dan berpotensi

merusak daya hidup masyrakat, lingkungan dan tidak sesuai kebutuhan

nasional.

5. Menuntut Pemerintahan Republik Indonesia mengembangkan dan

memajukan energi terbarukan.16

Pernyataan ini sekali lagi menunjukkan bahwa Resolusi Jihad di awal

kemerdekaan perlu untuk di perbarui dan dikontekstualisasi. Hal ini bertujuan

untuk meneruskan perjuangan para pendahulu yang telah berkorban dengan darah

dan nyawa mereka. Jika mereka berjuang untuk kemerdekaan bangsanya dan

kedaulatan tanah airnya, maka sudah menjadi tugas generasi saat ini untuk

mempertahankan kedaulatan rakyat sebagai manifestasi dari kemerdekaan dan

kedaulatan bangsa.

Gambar 3.1: Deklarasi FNKSDA dan rilis pernyataan sikap Resolusi Jihad Jilid II di Tebuireng, Jombang

16

FNKSDA, Resolusi Jihad Jilid II: Mempertahankan Tanah Air dari Rongrongan

Kapitalisme Ekstraktif (2013).

Page 81: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

68

B. Motivasi Bergabung dan Aktif dalam FNKSDA

Selain menelisik proses pendirian dan hal-hal yang melatarbelakangi

lahirnya FNKSDA secera kelembagaan, seperti yang sudah diulas pada bagian

sebelumnya, penting juga untuk mengetahui motif dan hal-hal yang mendorong

orang-orang, terutama generasi muda NU untuk aktif terlibat dalam FNKSDA.

Hal ini berguna untuk menjadi pintu masuk guna mengetahui corak dan proses

yang ada dalam FNKSDA serta persepsi mereka terhadap gerakan ini, baik ketika

mereka belum bergabung maupun sesudahnya.

Gus Syatori, ketika menyampaikan materi tentang “Ke-FNKSDA-an”

menyuguhkan cerita menarik bagaimana awal persentuhannya dengan gerakan ini.

“Awal perkenalan saya dengan front nahdiyyin cukup mengesankan.

Saat itu, saya tidak tahu apa itu Front Nahdliyyin. Yang saya tahu pokoknya

ada kata sumber daya alam di situ, yang berkaitan dengan lingkungan. Saat

itu saya di ajak ke suatu pertemuan di Jombang pada 2015 awal. Saya

bertanya kepada Gus Faiz, „ini organisasi apa?‟. Kata beliau, „sudah

pokoknya ikut saja, itu penting untuk gerakan sosial‟. Karena sebelumnya

saya kuliah di jurusan sosiologi, dan kebetulan juga menggeluti kajian-

kajian gerakan sosial, maka saya ngikut saja. Saya berangkat dengan cukup

lugu, karena saya sebagai dosen di IAIN, sok-sok intelek karena baru

pulang dari Jakarta kuliah dari UI. Berangkat itu dengan pertanyaan yang

sangat banyak, saya akan dapat apa kira-kira. Acara bagus tapi suruh beli

tiket sendiri. Kok aneh. Ah gapapa mungkin nanti diganti. Saya pikir

awalnya ini semacam pertemuan akbar biasa, yang ada penyandang

dananya, dan nanti setiap peserta akan diberi uang untuk transport dan

akomodasi.

Ternyata pas sampai di sana, saya justru kaget. Di situ yang

berkumpul malah banyak teman-teman yang sedang menghadapi masalah,

orang-orang curhat dengan masalah mereka, masalahnya sekitar

lingkungan, sumber daya alam. Banyak waktu itu dari Urutsewu, Kebumen,

yang punya maslah soal pasir besi. Areal pertanian warga yang kemudian

mengandung pasir besi diklaim oleh TNI untuk tempat latihan, dan untuk

disewakan. Ada juga Merah Johansyah yang waktu itu di bagian advokasi

Jatam Kaltim (kini menjadi koordinator nasional Jaringan Advokasi

Tambang [JATAM] sekaligus tergabung juga dalam FNKSDA, pen) yang

cerita banyak soal akibat pertambangan di sana. Kebetulan kasus yang

saya bawa waktu itu dengan teman-teman Cirebon adalah kasus geotermal,

Page 82: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

69

Kuningan, yaitu rencana pembangunan Pembangkit Listrik tenaga panas

bumi yang tendernya dimenangkan oleh Chevron.”.17

Dari persentuhan itu, Gus Syatori memaparkan bahwa ada 3 hal yang

baginya menarik dalam FNKSDA, yang membuatnya mantap meemutuskan

bergabung dengan gerakan ini.

1. Masalah yang konkret. Pembahasan dalam pertemuan-pertemuan dan diskusi-

diskusi FNKSDA, termasuk yang dihadiri oleh Gus Syatori, semuanya adalah

kondisi riil yang dihadapi oleh masyarakat. Menurutnya, selaku dosen,

akademisi,18

dan orang yang juga lama bergiat dalam kajian dan gerakan LSM, di

kampus, di forum, dan di mana-mana, banyak orang berdebat berdiskusi suatu hal,

tetapi tidak punya kaki dan hanya mengawang-awang. Banyak teori dibicarakan

dan hal-hal yang berbusa-busa, tetapi banyak yang tidak mendarat, alias tidak

bersentuhan secara langsung, dan tidak dalam rangka menyelesaikan masalah.

Sementara saat itu, dalam pertemuan yang dihadirinya, dari mulai pertama

pertemuan sampai ditutup tidak ada persoalan yang tidak membumi. Semuanya

persoalan yang dihadapi oleh mereka yang hadir, semua konkrit, seperti

pertanyaan-pertanyaan bagaimana persoalan kita, sesungguhnya tanah kita ini

seperti apa, bagaimana kita perjuangkan, dst.

Gus Syatori lalu menyambung ceritanya,

“zaman muda saya dulu, saya juga aktivis. Aktivisme saya juga dulu

seperti itu, agak melangit, banyak teori, banyak konsep, banyak mimpi-

mimpi, banyak hal-hal yang tidak konkrit apa yang dihadapi. Di akhir

kuliah, saya berkenalan dengan aktivis sosial yang lebih membumi, saat

saya masih jadi santri Lirboyo sambil kuliah S1 di Kediri Jawa Timur. Saya

aktuf di Surabaya, bergiat di eLSAD (Lembaga Studi Agama dan

17

Panitia Pesantren Agraria, “Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya”, hlm 1. 18

Gus Syatori menyandang gelar master dari Jurusan Soisologi Universitas Indonesia, dan

gelar doktor dari Jurusan Sejarah universitas yang sama.

Page 83: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

70

Demokrasi), tidak berhubungan dengan hal-hal seperti itu. Latihan di

pasar, observasi, sudah memulai melekat. Tapi kemudian hilang, sudah

tidak lagi berhubungan dengan hal semacaam itu ketika di Jakarta. Jakarta

itu tempatnya wacana, tempat mengkhayal, padahal persoalan sosial sangat

konkrit di Jakarta. Aktivis banyak yang menghayal kemana-mana, tapi tidak

mendarat.

Ketika kembali ke Cirebon, dibawa Gus Faiz ke Front Nahdliyyin, saya

menemukan titik balik dari hal itu. Ini yang dari dulu saya inginkan,

bertemu banyak orang aktivis berbicara persoalan yang dihadapi bersama,

bukan persoalan yang lain. Apa persoalannya, bagaimana strateginya,

sama-sama saling menguatkan. Ini gue banget. Ini yang saya cari. Dari

sanalah saya memahami front.”

2. Kemandirian. FNKSDA sangat menekankan kemandirian ekonomi dalam

organisasinya dan gerakan yang mereka lakukan. Organisasi ini sangat berhati-

hati, dan sejauh ini menghindari, bahkan belum pernah menerima sama sekali

uang dari lembaga donor. Memang, dalam AD/ART disebutkan bahwa pendanaan

organisasi ini berasal dari tiga sumber, yaitu uang iuran anggota, sumbangan yang

tidak mengikat, dan usaha mandiri yang sesuai dengan prinsip perjuangan.19

Dan

menurut pegiat gerakan ini, uang dari lembaga donor sama sekali tidak termasuk

salah satu dari tiga sumber ini.

Hal ini karena, meskipun terlihat netral, tetapi lembaga donor pasti mempunyai

kepentingan ketika menggelontorkan dananya. Terlebih, kebanyakan lembaga

donor dibentuk untuk menampung dana CSR (Corporate Social Responsibility)

yang seringkali justru bertujuan memoderasi perlawan terhadap korporasi tertentu.

Karenanya, FNKSDA bertekad murni menjadi gerakan rakyat dan tidak bekerja

dengan cara serta tidak mau disebut sebagai LSM yang menerima uang dari

penyandang dana dan bahkan menggarap proyek-proyek pesanan, termasuk

proyek penelitian. Kenyataan ini dipahami dan disadari betul oleh pegiatnya,

19

AD/ART FNKSDA Bab IX Pasal 20 tentang Keuangan.

Page 84: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

71

karena tak sedikit di antara mereka yang sudah berpengalaman banyak dalam

dunia LSM dan tahu betul seluk-beluk dunia ini.

FNKSDA lebih memilih metode iuran anggota untuk mendanai kegiatan-

kegiatannya, atau dalam khazanah Islam tradisionalis sering disebut “bantingan”

alias patungan. Selain itu, di beberapa wilayah mulai diupayakan pembentukan

koperasi sebagai usaha mandiri untuk mendanai gerakan. Mengingat pentingnya

kemandirian ini, maka sesi “Pengorganisiran & Kedaulatan Ekonomi” menjadi

salah satu materi wajib dalam forum-forum pengkaderan FNKSDA. Titik tekan

dan tawaran alternatifnya adalah pada bentuk koperasi sebagai usaha bersama

yang menjadi antitesa dari kapitalisme berwujud korporasi yang hendak mengaku-

mulasi kekayaan pribadi.20

Berkaitan dengan ini, muncul anekdot dan kelakar seputar pendanaan organisasi-

organisasi, khususnya yang ada dalam tubuh NU. Gus Fayyadl, koordinator

nasional FNKSDA menturkan, dilihat dari sumber keuangannya, NU terbagi

menjadi 3 mazhab. Pertama, adalah mazhab proposal, kedua adalah mazhab

bantingan alias patungan, dan ketiga adalah mazhab kebanting alias kolaps secara

keuangan. Disebut bahwa FNKSDA termasuk glongan yang kedua, meskipun

terkadang juga termasuk kelompok ketiga.21

Menurut Gus Fayyadl, kemandirian dari ikatan ketergantungan dengan pihak lain

inilah yang membuat FNKSDA nothing to lose dan total dalam perjuangannya.

“dari segi kemandirian, saya melihat ada kebebasan kita dalam memihak, dalam

20

FNKSDA, Pedoman Pengkaderan FNKSDA (2015). Penulis berterimakasih kepada Bung

Bosman Batubara yang telah memberikan dokumen ini. 21

Disampaikan oleh Gus Fayyadl selaku Komite Nasional dalam Rapat Nasional FNKSDA di

Ponpes Masyariqul Anwar, Babakan, Ciwaringin, Cirebon, pada 16 Oktober 2017 malam.

Page 85: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

72

membela kasus, dst, itu karena kita ndak punya ketergantungan dengan siapapun.

Tidak ada patron, senior-yunior dalam front.”

Satu cerita mungkin dapat memberi gambaran tentang komitmen ini.

Suatu waktu pada 2016, beberapa aktivis dari berbagai macam gerakan dan LSM

yang sebelumnya sudah saling kenal dan terhubung melalui jaringan pertemanan

informal (terutama yang berdomisili di Jakarta), menginisiasi pendirian suatu

aliansi luas yang melibatkan banyak gerakan dari berbagai sektor dan isu.

Gerakan itu dinamai Gema Demokrasi (Gedor). Saat itu, termasuk FNKSDA

digandeng dan diajak bergabung. Sejak awal, FNKSDA sudah menyampaikan

klausul bahwa gerakan ini bisa saja bergabung dalam Gedor, dengan syarat bahwa

aliansi ini tidak menerima funding. FNKSDA menginginkan adanya swadaya

bersama-sama, dimana tiap organisasi berkontribusi dengan patungan sesuai

kemampuan dan kapasitasnya. Kesepakatan awal seperti itu.

Selang beberapa waktu, pada satu kegiatan yang diadakan oleh Gedor, terpam-

pang logo funding Tifa Foundation (satu organisasi yang dikenal menjadi

pemyandang dana bagi banyak LSM di Indonesia. Ketika hal ini diketahui,

muncul perdebatan hebat dalam internal FNKSDA, sampai di titik di mana ada

beberapa anggota front yang betul-betul keukeuh, dan bertekad akan keluar dari

front jika front masih berada dalam Gedor. Soal ini dianggap bukan perkara

sepele, karena sudah menyangkut hal prinsipil dan kemandirian organisasi.

Akhirnya diputuskan bahwa FNKSDA keluar dari Gedor. Setelah menceritakan

hal ini, Gus Syatori menambahkan,

“Teman-teman front sadar betul, kalau aktivisme sosial kita di Indonesia

dan arah gerakan kita sudah terbeli dengan wacana funding. Kalau ada

Page 86: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

73

funding kita kaya terpenjara. Kelihatan seperti aktivis, aktif, padahal ketika

dana habis, kita tidak melakukan apa-apa. Itu terjadi di mana-mana. Misal

ada program pengawalan pemilu untuk memberikan kesadaran kepada

pemilih pemula, dengan dana 100 juta untuk waktu 1 tahun. Kita rancang

semua kegiatan, dengan visi bahwa ini kan kebaikan supaya kita memilih

calon yang baik. Dalam 3 bulan dana sudah habis, masih ada 9 bulan lagi.

Program masih panjang, apa yang terjadi? Lari sendiri-sendiri.

Saya dulu pengalaman sendiri. Saya tidak bermaksud menyalahkan

paradigma organisasi, tapi ini memang serangan kapitalisme. Apa

hubungan funding dengan kapitalisme? siapa funding-funding ini.

Kepentingan mereka apa? Nanti dapat diketahui bahwa mereka ini CSR-

nya perusahaan-perusahaan besar. Lembaga donor dibuat oleh raksasa

kapitalis di Amerika untuk memuluskan kepentingan mereka. Bagi mereka

kecil namun bagi kita besar. Itu hanya berapa persen dari dana perusahaan

mereka, tidak ada apa-apanya dibanding dana iklan.

Kita Front menyadari betul adanya dilema gerakan sosial seperti ini

dalam aktivisme kita. Bagaimana kita harus melepaskan diri dari jeratan

itu. Percuma kita capek-capek mengadvokasi masyarakat, kalau akhirnya

setelah selesai kemudian diklaim sama mereka. Kita jadi agen pengumpul

data saja. Data disusun, advokasi, laporan selesai, lalu dikasihkan ke

lembaga funding. Mereka mau bikin apa, kita nggak tau. Tiba-tiba bikin

alfamart. Kita sadari betul bahaya dari adanya funding ini. Untuk

lepas/tidak tergantung ini memang susahnya minta ampun.

Selama 8 putaran ini, PA (pesantren agraria, pen) tidak ada dana dari

donor. Temen-temen front punya kas, kita bantingan. Kita sedang menuju

gerakan koperasi front, kita sendiri yang membiayai dananya dan kita

gunakan untuk kegiatan kita. Jangan dikira ada kata Nahdliyyin lalu sama

dengan NU. Kita hindari kata NU, lebih menyukai kata Nahdliyyin, kita

ingin mengembalikan semangat dulu mbah-mbah awal pendiri NU, seperti

apa membangun NU. Semangat swadaya, swakelola, dan kemandirian

organisasi itu penting, sampai titik darah penghabisan tidak mau menerima

funding.22

Dalam tiap agenda FNKSDA, seperti musyawarah nasional (munas) atau menjadi

pemateri dalam pesantren agraria, anggota FNKSDA harus mengeluarkan sendiri

biaya untuk transportasinya, tanpa mengharapkan mendapat “amplop” sebagai

gantinya. Hal ini juga sekaligus menjadi seleksi, bahwa mereka yang aktif bergiat

dalam FNKSDA adalah mereka yang benar-benar berkomitmen dengan visi

gerakan dan perjuangan FNKSDA.

22

Panitia Pesantren Agraria, “Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya” hlm 2.

Page 87: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

74

Terkait hal ini, Gus Syatori mengenang bagaimana kemandirian itu betul-betul

ditunjukkan dalam laku yang konkret. Semisal, dalam pertemuan FNKSDA yang

dihadirinya, semua datang dan pulang dengan bekal masing-masing. Warga

Urutsewu yang datang berombongan dengan 1 bus, misalnya, membawa segala

macam perbekalan sendiri, seperti hasil panen, untuk kebutuhan mereka selama 3

hari di sana (di Jombang, tempat pertemuan), bahkan untuk dibagikan kepada

peserta lain.

Hal ini, menurut Gus Syatori, mengingatkannya akan cerita muktamar NU yang

pertama pada pertengahan dekade 1920-an, ketika NU belum menjadi rebutan

partai-partai dan pihak-pihak yang berkepentingan dan menggelontorkan dana.

Kala itu, konon warga nahdliyyin sampai merelakan menjual ternak mereka untuk

sekedar menghadiri muktamar dan bertemu dengan para kiai, walaupun bahkan

mereka tak berperan apa-apa dalam muktamar itu. “Itu dulu, mbah-mbah kita

seperti itu. Sekarang sudah berubah karena racun-racun partai”, begitu tuturnya.

3. Isu yang diangkat berkaitan dengan sumber daya alam. Persoalan ini merupakan

persoalan yang urgen di tengah masyarakat, dan bukan persoalan yang lain,

karena berkaitan langsung dengan hajat hidup dan penghidupan rakyat itu sendiri.

Ketika kita berbicara negara, maka tak lain sesungguhnya kita sedang

membicarakan tanah dan air. Tetapi, tanah air sekarang sekedar dipahami secara

simbolis saja di negeri ini. Klaim atas tanah menjadi sesuatu yang sangat urgen,

karena sumber-sumber kehidupan berawal dari tanah. Persoalan atas tanah, dirasa

harus menjadi perhatian utama. Karena tanah juga menjadi medan perebutan

antara pemilik modal yang akan mengivestasikan modalnya dengan menggunakan

Page 88: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

75

tanah (entah untuk perkebunan, pertambangan, pembangunan pabrik, hingga

pembangunan infrastruktur) dan petani yang mempertahankan penghidupannya.

Menurut Gus Syatori, ketika kasus terkait perebutan sumber hidup ini semakin

hari semakin menumpuk, isu ini justru semakin terlewatkan oleh aktivis-aktivis

populis. Mereka, sebut Gus Syatori, lebih suka menggarap proyek-proyek pesanan

dan isu-isu yang digemari lembaga donor, seperti mengurusi pemilu, toleransi,

pluralisme, atau deradikalisasi. Ketika kemudian ada gerakan yang konsen di ditu

dengan gerakan yang sedemikian militan dan isu yang begitu konkret, serta

persoalan yang dihadapi begitu urgen sekali, maka FNKSDA menjadi menarik di

matanya ketika itu, yang mendorongnya untuk aktif digerakan ini, bahkan sampai

muncul tekad “saya akan terus dengan Front Nahdliyyin”.

Terlebih, yang menjadikannya semakin menarik, karena FNKSDA digerakkan

oleh kalangan yang lahir dari tradisi keislaman yang kuat dan memiliki afiliasi

ideologis-kultural dengan NU sebagai ormas keagamaan Islam, namun umumnya

isu agraria dan tata kelola sumber daya alam tak menjadi perhatian utama, karena

kebanyakan kalangan nahdliyyin, termasuk pengurus NU secara struktural, belum

menganggap persoalan ini sebagai perkara seirius, sama seriusnya dengan tema

terorisme, kontra-radikalisme, ancaman terhadap kebhinekaan dan toleransi, dan

isu-isu lain yang hari ini masih menjadi perhatian utama di kalangan NU.

Gus Fayyadl sendiri sebagai sosok kharismatik yang disegani dalam gerakan ini

karena keluasan pengetahuannya, sudah mendorong agar kalangan santri tidak

membatasi diri hanya bergiat dalam aktivitas yang selama ini sudah menjadi

mainstream bagi mereka. Ia mendorong supaya aktivis muslim (baca: aktivis yang

Page 89: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

76

datang dari latar belakang kultur dan tradisi Islam yang kuat) memasuki spektrum

pergerakan yang lain. Dalam satu wawancara dengan media progresif ternama, ia

menyatakan,

“Dahulu, para aktivis muslim kita memiliki spektrum pergerakan yang

luas. Mereka bergerak di perserikatan buruh, jurnalisme, keperempuanan,

kepemudaan, pendidikan rakyat, sampai pada jalur politik formal-

parlementer. Semua untuk misi pembebasan. Sekarang, berapa banyak

tokoh muslim yang aktif di perburuhan? Ini satu contoh kecil. Sektor-

sektor yang berhubungan dengan rakyat, dan paling rawan terdampak

ketidakadilan, justru ditinggalkan oleh para aktivis agama. Kalau „pos-

pos‟ itu bisa diisi kembali, akan berbeda cerita agama di negeri ini”.23

Dengan segala pertimbangan di atas, FNKSDA memutuskan untuk memfokuskan

diri bergiat di isu tata kelola dan kedaulatan SDA, khususnya yang berkaitan

dengan sektor agraria. Hal ini mengingat sebagian besar kalangan nahdliyyin di

desa-desa masih terkonsentrasi di sektor agraria, dan karena sektor ini yang paling

rawan terdampak oleh maraknya pembangunan akhir-akhir ini.

Karenanya, pengkaderan mereka pun dinamai pesantren agraria (PA). Memang, di

hampir setiap kegiatan, diutamakan untuk diadakan di pesantren. Seperti yang

paling mutakhir, PA Cirebon Raya diadakan di Ponpes Masyariqul Anwar,

Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa selayak-

nya nahdliyyin, FNKSDA juga berangkat dari pesantren. FNKSDA yang keba-

nyakan kadernya adalah santri, bahkan tak jarang juga keluarga pengelola pesan-

tren, berharap kedepannya pesantren tidak terisolir dari problem yang dihadapi

umat, utamanya nahdliyyin. Dan harapannya, pesantren juga menjadi episentrum

gerakan yang membela kalangan santri.

23

Rio Apinino, “Muhammad Al-Fayyadl: Pada Level Aksiologis: Islam dan Marxisme

Menjadi Sangat Kompatibel”, wawancara Muhammad Al-Fayyadl dengan Rio Apinino, 29

Agustus 2015, Jurnal IndoProgress Online. URL: https://indoprogress.com/2015/08/muhammad-

al-fayyadl-pada-level-aksiologis-islam-dan-marxisme-menjadi-sangat-kompatibel/

Page 90: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

77

Gambar 3.2: Pesantren Agraria Cirebon Raya, pengkaderan FNKSDA yang paling terakhir dilaksanakan.

Seperti dituturkan Gus Syatori, basis petani dan rakyat yang berkonflik dalam

urusan agraria, memang kebanyakan warga nahdliyyin. Jika ditelisik, warga

Urutsewu itu nahdliyyin, rakyat Kertajati yang desanya hendak digusur untuk

bandara juga adalah nahdliyyin. Aktivitas mereka menunjukkan bahwa mereka

semua adalah nahdliyyin, setidaknya secara kultural. Ada istighosah, tahlil, ziarah

kubur, peringatan maulid nabi dan hari besar Islam lainnya yang menjadi indikasi.

Ia melanjutkan,

“Semua yang terkonflik agraria ternyata Nahdliyyin. Kemudian kenapa

anda yang orang NU tidak mau mengurusi persoalan agraria yang konkret

sedang dihadapi, bukan persoalan yang lain. Mungkin anda sekarang

nyaman-nyaman saja tinggal di rumah. Tapi kalau ternyata di bawah

rumahmu ada kandungan mineral, gas, siap-siaplah digusur, dan itu tidak

kita sangka-sangka waktunya. Sekarang lagi musim eksplorasi eskploitasi.

Kalau dulu jaman penjajahan, orang ngambil/menjajah itu di atas tanah.

Belanda nganmbil kopi, ngambil cengkeh. Sekarang penjajahan itu di

bawah tanah, yang diambil gas, emas, tembaga, geotermal, minyak dll.

Bumi kita sedang dikerowoki, dikeroposi dan itu besar-besaran. Orang

Page 91: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

78

yang punya uang ingin mengakumulasi modalnya dengan cara

mengkeroposi bumi. Kita sedang tidak berdaulat dengan sumber daya alam.

Dalam beberapa tahun ke depan sangat memprihatinkan.”24

C. Pola Keorganisasian dan Keanggotaan dalam FNKSDA

“FNKSDA berbentuk persyarikatan dan jaringan” (AD/ART FNKSDA

Bab 1 Pasal 3)

Pada intinya, seperti ditunjukkan oleh AD/ART, FNKSDA bersifat jejaring

yang tidak terpusat, tetapi terdesentralisir. Itulah salah satu alasan mengapa

digunakan istilah “front”, selain untuk menunjukkan konotasi sifatnya yang

“militan, demokratis, dan independen”.25

Dalam front nahdliyyin, semua wilayah mempunyai kemandirian dan

kewenangan mengelola aktifitasnya, tapi tetap dikoordinasikan dengan pengurus

wilayah lain dan anggota komite nasional. Namun, pada prinsipnya tetap tidak ada

pimpinan, karena komite nasional berfungsi sebatas kordinator saja, yang bagian

tugasnya adalah “mensosialisasikan hasil-hasil Munas, mengkoordinasikan antar

koordinator wilayah dalam pengambilan keputusan, dan mengkomunikasikan isu-

isu terkait SDA pada pihak-pihak terkait baik internal maupun eksternal”.26

Karenanya, “tidak ada garis komando dalam front, adanya garis koordinasi”,

menurut Gus Syatori. Lebih lanjut, Gus Fayyadl menambahkan, “kita secara

nasional itu memberi keleluasaan kepada kawan-kawan untuk bereksperimen

sesuai daerahnya masing-masing”.

Bisa dibilang, gerakan FNKSDA mulai tertata semenjak Munas pertama di

Kuningan pada April 2015. Seiring dengan semakin rapinya organisasi, proses

24

Panitia Pesantren Agraria, “Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya” hlm 4-5. 25

AD/ART FNKSDA Bab I Pasal 3. 26

AD/ART FNKSDA Bab IV Pasal 9.

Page 92: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

79

pengkaderan juga mulai berjalan. Setelah Munas, mulai diadakan Pesantren

Agraria (PA) yang pertama kali bertempat di Jombang. Sampai saat ini, sudah 8

kali kegiatan pesantren agraria diadakan, meliputi wilayah Jombang, Gresik,

Probolinggo, Samarinda, Semarang, Yogyakarta, Batam, dan terakhir Cirebon. Di

wilayah-wilayah yang diadakan PA, secara otomatis telah berdiri cabang

FNKSDA, dan setiap peserta yang telah mengikuti PA dan mengisi formulir

anggota, secara otomatis juga menjadi anggota FNKSDA.

Namun, bukan berarti bahwa FNKSDA Wilayah baru bisa terbentuk setelah

diadakan PA. AD/ART tidak mengatur khusus soal ini, dan faktanya ada beberapa

FNKSDA Wilayah yang tidak terbentuk melalui proses PA, seperti FNKSDA

Malang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Bandung, dan Kuningan. Juga di

Urutsewu, Kebumen, yang bahkan sejak awal berdirinya FNKSDA sebenarnya

sudah aktif bahkan terlibat aktif dalam agenda-agenda front, seperti pertemuan

dan Munas.27

Meskipun mungkin dalam upaya lokal mereka tidak secara formal

menonjolkan bendera front. Terkait hubungan antara petani Urutsewu dengan

FNKSDA ini, ada hal menarik yang diceritakan Gus Fayyadl,

“jama‟ah front ini artinya orang yang tertarik dengan isu-isu yang diangkat

oleh front, tetapi ndak bisa aktif di situ. Dan yang seperti ini, basis dari

nahdliyyin itu sebenarnya. Karena banyak orang-orang, misalnya petani-

petani yang tertarik sekali, bahkan mengaku „saya sudah front nahdliyyin‟

katanya, padahal baru ikut diskusi saja. Itu terjadi di Kebumen, di

Urutsewu. Sempat ketika kita tanya, mereka merasa lebih NU dengan front

nahdliyyin dibanding dengan NU itu sendiri.”.28

Dalam AD/ART hanya diatur bahwa,

27

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017, bertempat di Sekretariat Saung Dulat

Amarjati. 28

Disampaikan oleh Gus Fayyadl dalam Rapat Nasional FNKSDA di Babakan, Cirebon, 16

Oktober.

Page 93: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

80

“Syarat minimal pendirian wilayah adalah memiliki anggota 7 orang,

termasuk di dalamnya pengurus; dengan pertimbangan sebagai berikut:

Tiga orang akan menjadi pengurus Wilayah (Koordinator wilayah,

Sekretaris wilayah, dan Kepala Biro Litbang), satu orang untuk mengurus

pengkaderan, satu orang membangun jaringan, satu orang mengatur

diskusi 3 bulanan, satu orang menjadi bagian dari Biro Litbang”.29

Dalam perekrutan anggota pun, FNKSDA memang menghindari formalitas

dan agenda-agenda seremonial. Ketika seseorang sudah mengikuti PA dan

menyetujui aturan dan prinsip yang berlaku di front, serta bersedia mengisi

formulir keanggotaan, maka dia sudah menjadi anggota front, tanpa ada proses

seperti pembaiatan. Hal ini, menurut Gus Fayyadl, untuk menghindari adanya

fanatisme dan fetishisme alias pemujaan berlebih terhadap organisasi, alih-alih

visi perjuangan organisasi itu sendiri yang sebenarnya merupakan tujuan yang

lebih penting. Opsi ini dipilih setelah melihat pengalaman organisasi-organisasi

lain yang kader-kadernya banyak terjebak dalam pemujaan semacam ini.

Selain itu, FNKSDA juga berusaha menjadi satu organisasi yang sehat,

termasuk dengan mengikis praktik-praktik buruk yang selama ini ada di organisasi

lain, termasuk NU sendiri, seperti kultur patronase, feodalisme, atau senioritas. Di

front, misalnya, sebisa mungkin dihindari stratifikasi sosial, seperti antara gus

(putra atau keluarga kiai) dan santri biasa. Karenanya, di FNKSDA, semua orang

dipanggil gus, tanpa memandang latar belakangnya. Gus Faiz menjelaskan,

“Panggilan Gus itu memang dulu kesepakatan waktu di Jogja. Karena di

zaman pergerakan dulu, era pra-merdeka kan panggilannya bung. Bung

Karno, Bung Hatta, dll. Makanya kita sebagai Nahdliyyin harus punya

panggilan akrab, dipilihlah panggilan „Gus‟. Gus itu sebenarnya kalau di

gerakan ya „bung‟. Nahdliyyin kita artikan secara luas adalah orang-orang

yang bangkit untuk berjuang. Jadi kalo di kita, gus itu bukan panggilan

29

AD/ART FNKSDA Bab III Pasal 18

Page 94: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

81

sekedar untuk anak kiai, tapi semua yang berjuang. Karena kita di front ini

semua sedang berjuang, makanya dipanggil gus semua.”30

Pengikisan terhadap feodalisme yang selama ini menjangkiti dunia pesan-

tren dan kelompok nahdliyyin ini betul-betul diterapkan dalam laku sehari-hari.

Sebagai contoh, yang penulis saksikan sendiri, dalam Pesantren Agraria, anggota-

anggota yang sudah menjadi pengurus, bahkan Komite Nasional, yang sebenarnya

terpaut jarak dengan peserta biasa, baik dari segi usia, pengalaman, maupun kelas

sosial (gus dan bukan), makan dan duduk bersama secara egaliter dalam satu

majelis, dan sama sekali tak ada pembedaan, baik itu dalam hal fasilitas,

akomodasi, konsumsi, dan pelayanan lainnya.

Berdasarkan Rapat Nasional FNKSDA di Semarang, disepakati bahwa

keanggotaan dalam front akan dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah

pegiat, sementara yang kedua adalah jama’ah. Pegiat berarti anggota-anggota

yang betul-betul aktif terlibat dalam kegiatan dan agenda-agenda front, terutama

mereka yang menjadi pengurus, baik di tingkat nasional maupun wilayah.

Sedangkan jama’ah adalah mereka yang mengikuti pengkaderan front atau terlibat

terbatas dalam agenda front, tetapi tidak bisa aktif sepenuhnya dalam front.

Contoh dari jamaah adalah masyarakat terdampak konflik agraria atau tata kelola

SDA yang diadvokasi oleh front lalu tertarik, tetapi tak bisa aktif mengurus

FNKSDA secara keorganisasian. Dalam AD/ART memang disebutkan31

, bahwa

kader FNKSDA dicari, salah satunya dari elemen “masyarakat marjinal yang

berada di ruang konflik”.

30

“Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya”, hlm 4. 31

AD/ART FNKSDA, Bab II Pasal 10.

Page 95: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

82

BAB IV

VISI EKONOMI-POLITIK FNKSDA DAN STRATEGI

PERJUANGANNYA

A. Ketimpangan & Konflik Agraria di Indonesia Mutakhir

Idham Arsyad, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, dengan

eksplisit menyebut ―Kusutnya Keagrariaan Kita‖ dan menjadikannya sebagai

judul salah satu tulisannya tentang persoalan ini. Dalam tulisan tersebut, ia

menjabarkan fakta ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia sebagai berikut:

“Di sektor kehutanan, 531 izin atas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan

Hutan Tanaman Industri (HTI) yang luasnya mencapai 35,8 juta hektar

telah dikuasai beberapa konglomerat nasional dan asing. Sementara ada 57

izin pengelolaan hutan oleh masyarakat dengan luas Cuma 0,25 juta hektar.

Artinya, hanya 0,19 persen masyarakat pedesaan mendapatkan akses

secara legal atas kawasan hutan.

Di sektor perkebunan, terdapat 11,5 juta hektar lahan perkebunan sawit,

52% milik swasta dan 11,69% milik perusahaan negara. Di pertambangan,

tercatat sejak 1998-2010 hampir 8.000 perizinan tambang dikeluarkan dan

3 juta hektar kawasan hutan lindung beralih fungsi menjadi kawasan

pertambangan.

Termasuk dalam sektor kelautan, lebih dari 20 pulau telah di kavling orang

dan badan hukum asing untuk industri pariwisata dan sekitar 50.000 hektar

konsesi budidaya di bawah penguasaan asing. Sekitar 1 juta hektar

ekosistem pesisir sudah dikonversi untuk perluasan perkebunan sawit dan

pembangunan reklamasi pantai.

Sementara itu, potret ketimpangan kian nyata bila dibandingkan dengan

penggunaan lahan untuk sektor pertanian. Berdasarkan data BPS (2003),

37,7 juta rumah tangga petani hanya menggunakan lahan pertanian 21,5

juta hektar. Dari 37,7 juta rumah tangga petani itu, 36%-nya adalah petani

tak bertanah dan 24,3 juta petani yang menguasai tanah rata-rata hanya

0,89 hektar per rumah tangga‖.1

Data yang dirilis tak lama setelah artikel Idham Arsyad ini terbit juga

mencengangkan. Disebutkan bahwa di tahun 2004 hanya terdapat 13 unit usaha

pertambangan yang mengalihfungsikan hutan lindung seluas 925.000 hektar.

1 Idham Arsyad, ―Kusutnya Keagrariaan Kita‖, Kompas, 25 September 2012.

Page 96: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

83

Angka itu meningkat tajam pada tahun 2012 menjadi 924 unit usaha dengan luas

total 6.578.421 hektar. Menurut data Kementrian Energi dan Sumber Daya

Mineral (ESDM), hingga November 2012 tercatat ada 10.677 Izin Usaha

Pertambangan (IUP) telah selesai didata ulang dan dilabeli sertifikat Clean and

Clear (CnC) yang berarti tidak berkonflik dengan manajemen hutan yang lain,

seperti hutan lindung.2

Permasalahan ini tidak jarang memicu konflik agraria di berbagai wilayah di

Indonesia. Pada tahun 2013 tercatat ada 232 konflik SDA dan agraria di 98

kabupaten kota di 22 provinsi di Indonesia yang mengorbankan warga, yang

dalam banyak kasus adalah petani. Dari 232 konflik ini, 69% di antaranya adalah

dengan aktor korporasi (swasta), dengan Perhutani 13%, taman nasional 9%,

pemerintah daerah 3%, dan instansi lain 1%.

Sementara itu, menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),

sepanjang periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saja,

terjadi 1.391 konflik agraria di Indonesia, dengan areal seluas 5.711.396 hektar.

Terdapat lebih 926.700 keluarga menghadapi ketidakadilan agraria. Di sektor

perkebunan ada 536 kasus, infrastruktur ada 515 kasus, kehutanan ada 140 kasus,

tambang 90 kasus, pertanian 23 kasus, dan pesisir-kelautan enam kasus.

Sementara pemerintah kerap kali tidak menunjukkan keberpihakannya kepada

rakyat, bahkan menggunakan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer

yang mengakibatkan sekitar 1.354 orang ditahan, 553 luka-luka, 110 tertembak

aparat, serta 70 orang tewas. Itu baru yang tercatat, sementara yang tidak tercatat

2 Lembar Kerja FNKSDA, hlm 1.

Page 97: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

84

mungkin lebih banyak lagi. Maraknya konflik agraria disebabkan oleh salah urus

sumber-sumber agraria yang berkepanjangan. Salah urus ini ditandai dengan

absennya perhatian pemerintah atas persoalan rakyat, baik dalam pemenuhan

kesejahteraan maupun penanganan krisis sosial-ekologis yang semakin hari

semakin memburuk.3

Karena absennya peran pemerintah dalam menangani konflik agraria ini, dan

bahkan justru terkadang pemerintah membela pihak-pihak yang bersengketa dan

akan merugikan rakyat, maka tak heran jika desa sebagai basis dari pertanian

masih menjadi penyumbang angka kemiskinan di Indonesia. Tercatat per-Maret

2016, sebanyak 17,67 juta penduduk miskin hidup di desa, sementara 10,34 juta

penduduk miskin hidup di kota, dengan 60% dari total keseluruhan sekitar 28 juta

penduduk miskin adalah petani dan keluarganya. Persentase penduduk miskin di

daerah perdesaan ini naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11

persen pada Maret 2016. Kemudian, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari

2,40 di tahun 2015 menjadi 2,74 dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,67

di tahun 2015 menjadi 0,79 di tahun ini.4

Salah satu akar kemiskinan di desa ini adalah karena monopoli pemilikan

dan penguasaan tanah maupun sumber agraria lainnya bukannya berkurang,

namun terus terjadi di negara ini. Sektor pertanian pangan tak luput dari praktik

ini. Laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian berjalan begitu cepat dan

meluas, sekitar 200.000 Ha/tahun. Jika pun bertahan sebagai lahan pertanian,

3 Konsorsium Pembaruan Agraria, Laporan Akhir Tahun 2013: Warisan Buruk Masalah

Agraria di Bawah Kekuasaan SBY (Jakarta: KPA, 2013). 4 Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2016, dalam Berita Resmi

Statistik No. 66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016.

Page 98: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

85

pemilikannya telah berpindah tangan ke perusahaan-perusahaan pertanian skala

besar. Tercatat, lahan-lahan pertanian telah dikuasai oleh 2.452 usaha pertanian

berskala besar. Demikian juga lahirnya kawasan-kawasan industri baru

menyebabkan konversi lahan dan konflik agraria.5

Kepemilikan tanah kaum tani yang semakin kecil akibat perampasan tanah

secara sistematis dan berkelanjutan, akibat perluasan perkebunan, proyek

infrastruktur, properti, kawasan industri, dan sebagainya, ini bahkan diakui sendiri

oleh pemerintah. Menteri Agraria dan Tata Ruang, dalam salah satu kesempatan

menyatakan bahwa ―berdasarkan konsep Gini Rasio, penguasaan tanah di

Indonesia mendekati angka 0,59 yang artinya hanya sekitar 1 persen penduduk

yang menguasai 59 persen sumber daya agraria, tanah dan ruang‖.6

Sementara itu, di waktu yang bersamaan, dari waktu ke waktu pergolakan ini

semakin sengit seiring dengan kemerosotan dan himpitan ekonomi yang dialami

oleh kaum tani. Pada saat lapangan pekerjaan semakin sulit didapatkan, biaya

hidup semakin tinggi, biaya produksi pertanian meningkat di tengah harga

produksi yang merosot menjadi penyebab utama masyarakat pedesaan mengalami

kemiskinan yang semakin kronis dan kesulitan untuk sekedar bisa bertahan hidup,

ditambah dengan kenaikan berbagai tarif pajak dan listrik, pencabutan subsidi

publik dan lain-lain.

Kemudian, monopoli terhadap benih juga menjadi persoalan lain yang tak

kalah pelik. Berdasarkan data dari Aliansi Petani Indonesia (API), pemerintah

5 Konsorsium Pembaruan Agraria, ―Pernyataan Sikap Hari Tani Nasional 2016‖, 27 September

2016. URL: http://www.kpa.or.id/news/blog/pernyataan-sikap-hari-tani-nasional-2016/ 6 http://www.bpn.go.id/BERITA/Siaran-Pers/hantaru-2016-wujudkan-reforma-agraria-dan-

tata-ruang-yang-berkeadilan-64410

Page 99: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

86

hanya mengontrol sekitar 196 ton benih jagung, selebihnya 36.613 ton benih

jagung dikontrol korporasi. Untuk benih padi, total kebutuhan di Indonesia sekitar

330.000an ton setiap tahun, penyedia benih bersubsidi yaitu PT Sang Hyang Sri

dan PT Pertani hanya menyediakan sekitar 50 ribu sampai dengan 100 ribu ton

pertahun.7

Semua hal ini menyebabkan profesi sebagai petani mulai ditinggalkan, karena

dirasa semakin tidak menjanjikan dan menguntungkan, atau karena keterpaksaan

sebab penggusuran petani dari lahan mereka sendiri. Sensus pertanian yang

dilakukan oleh BPS pada 2013 menunjukkan bahwa jumlah rata pertanian

mengalami penurunan signifikan dalam 10 tahun, terhitung sejak 2003. Selama

kurun waktu itu, rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan menyusut dari

sekitar 30 juta keluarga, menjadi hanya 25 juta keluarga, 10 tahun kemudian. BPS

mencatat bahwa peurunan ini mencapai prosentase 15,35%. Di sisi lain, jumlah

keluarga petani gurem (petani tak bertanah atau bertanah kurang dari 0,5 hektar)

juga mengalami penurunan yang sama, dengan prosentase yang lebih besar, yaitu

dari 19 juta menjadi 14 juta keluarga, yang berarti penyusutan sebanyak 25,07%.8

Penurunan jumlah petani, khususnya petani gurem, menunjukkan makin

sulitnya mereka mendapat akses lahan. Hal ini justru semakin diperburuk dengan

keluarnya regulasi baru berupa UU No 19 Tahun 2013 yang judulnya ―Tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, namun justru menyengsarakan banyak

petani dengan rincian pasal-pasalnya. Salah satu yang dikeluhkan adalah adanya

kebijakan baru untuk menarik uang sewa terhadap petani gurem yang menggarap

7 Konsorsium Pembaruan Agraria, ―Pernyataan Sikap Hari Tani Nasional 2016‖.

8 Sensus Pertanian BPS 2013. URL: https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php

Page 100: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

87

lahan terlantar milik negara. Padahal sebelumnya mereka tidak diharuskan

membayar sewa ini. Menurut sebagian petani, negara justru harusnya memberikan

insentif pada sektor pertanian dengan keudahan-kemudahan, agar semakin banyak

orang yang mau kembali ke pertanian, bukan malah membebani mereka dengan

pembiayaan-pembiayaan yang memberatkan. Karena UU ini alih-alih melindung

petani, seperti judulnya, namun justru menyusahkan mereka, maka sebagian

petani lalu menggugat keberlakuan UU ini melalui mekanisme judicial review ke

Mahkamah Konstitusi, yang akhirnya membatalkan berlakunya UU ini.9

Lahan memang adalah jaminan kesejahteraan bagi petani. Satu studi menun-

jukkan bahwa petani yang memiliki lahan sawah dua hektar akan mendapat

keuntungan sekitar Rp 21,9 juta sekali panen (jangka waktu 4 bulan), atau sekitar

Rp 5,48 juta per bulan. Bila petani memiliki lahan sawah 5 hektar, pendapatan per

bulan mencapai sekitar Rp 13,7 juta, dan bila petani hanya memiliki 1 hektar,

pendapatan per bulan hanya Rp 2,7 juta. Pendapatan dari usaha tani padi dinilai

cukup layak bagi penghidupan keluarga petani apabila petani memiliki lahan

sawah 2 hektar, atau minimal 1 hektar.

Namun, sayangnya, secara prosentase, tak banyak petani yang memiliki lahan

seluas itu. Sekitar 60% dari seluruh petani adalah petani penggarap yang tak

punya lahan, atau petani dengan lahan kurang dari 0,5 hektar. Secara rata-rata,

luasan lahan yang dimiliki petani Indonesia adalah sekitar 0,5 hektar, berbeda jauh

9 Seperti ditunjukkan dalam wawancara dengan Amin Jalalain dalam fim dokumenter 5 Tahun

DPR #2 Public Policy yang diproduksi Watchdoc. URL: https://youtu.be/1hLwYZTqMqI

Page 101: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

88

jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia yang rata-

rata lahan petaninya adalah 4 hektar, dan Thailand sebanyak 5 hektar.10

Padahal, sejak era pemerintahan SBY, ia sudah menyatakan bahwa ada

sekitar 9 juta hektar lahan yang bisa diredistribusikan kepada petani, tetapi tak

terlaksana hingga hari ini. Padahal, apabila program ini benar-benar berjalan, di

mana setiap petani mendapat 1 hektar lahan, dan setiap hektar akan menghasilkan

rata-rata 1,8 ton beras, maka Indonesia akan mengalami penambahan produksi

16,2 juta ton beras. Dengan jumah ini, Indonesia akan mengulangi kesuksesan

swasembada pangan, bahkan bisa mengekspor surplusnya ke luar negeri.11

Dalam perkembangannya, monopoli perusahaan besar asing dan dalam negeri

atas tanah menjadi semakin luas dan intensif, terutama melalui program PIS-

AGRO (Partnership for Indonesian Agriculture Sustainable/Kemitraan Pertanian

Berkelanjutan). Dalam laman resmi program ini disebutkan bahwa,

“PISAgro dicetuskan pada pertemuan World Economic Forum on East Asia

di Jakarta pada Juni 2011 dan resmi beroperasi pada tahun 2012.

Kemitraan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia

melalui Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Pertanian

dan Kementerian Perdangangan‖.12

Tujuh perusahaan pendiri PIS-AGRO mayoritasnya adalah perusahaan-

perusahaan besar asing dan melibatkan perusahaan lokal, yakni: Nestle, Unilever,

Syngenta, Bayer, McKinsey & Company, Sinar Mas, dan Indofood. Hingga

sekarang, perusahaan besar asing dan nasional terus bertambah, seperti Monsanto,

10

Sumarno dan Unang G. Kartasasmita, ―Kemelaratan Bagi Petani Kecil di Balik Kenaikan

Produktivitas Padi‖, Sinar Tani (Edisi 30 Des ‘09 – 5 Januari 2010; No. 3335 Tahun XL), hal 18. 11

Dianto Bachriadi, ―Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program

Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY‖,

disampaikan dalam Pertemuan Organisasi-Organisasi Rakyat Se-Jawa di Magelang, 6-7 Juni 2007.

Diunduh dari http://ikuswahyono.lecture.ub.ac.id/files/2015/11/DBReforma-Agraria-untuk-

Indonesia.pdf 12

https://www.smart-tbk.com/pdfs/Announcements/PISAgro%20Data%20dan%20Fakta.pdf

Page 102: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

89

Duppont, Cargill, BASF, Louis Dreyfus Commodities, IDH, Mercy Corps

Indonesia, Tiga Pilar Sejahtera, BT-Cocoa, Kirana Megatara, Gunung Sewu

Group. Lembaga khusus pembiayaan juga telah disiapkan melalui anak

perusahaan Bank Dunia International Finance Corporation (IFC), kemudian

RaboBank13

, dengan mitra lokalnya Bank Mandiri, BNI, dan BRI.14

Produk

komoditas pertanian yang ditargetkan oleh program ini meliputi: beras, jagung,

kentang, holtikultur, kopi, kakao, kelapa sawit, karet, kedelai, dan susu sapi perah.

Namun, jangan bayangkan perusahaan-perusahaan itu hendak mensejahterakan

rakyat Indonesia. Hasil produksi pangan dari program ini saja berorientasi ekspor,

bukan untuk kebutuhan dalam negeri dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat

hingga terwujudnya kedaulatan pangan.15

Karenanya, bisa dibilang, keberadaan korporasi-korporasi besar ini, bukannya

menguntungkan rakyat Indonesia, tapi justru merugikan mereka, setidaknya dalam

dua tingkat. Pertama, perusahaan-perusahaan ini mengambil alih lahan-lahan

produktif yang harusnya menjadi hak petani Indonesia untuk kemakmuran

mereka, dan memonopolinya serta mengeruk keuntungan dari hasilnya. Kedua,

produksi hasil pertanian dan perkebunan dari lahan-lahan ini, bukannnya

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri rakyat Indonesia, justru untuk

dilempar kepasar dunia dengan cara diekspor. Karenanya, prestasi-prestasi dalam

bidang agraria yang beberapa kali diklaim oleh pemerintah, seperti peningkatan

13

http://www.pisagro.org/members 14

http://www.beritasatu.com/ekonomi/248576-konsorsium-swasta-realisasikan-investasi-

agrobisnis-rp-76-m.html; http://www.pisagro.org/agri-finance 15

Selain diindikasikan oleh berbagai LSM di isu agraria, kenyataan ini juga diakui sendiri oleh

PIS-AGRO dalam beberapa laporannya. Baca misalnya PISAgro NEWS, Buletin Triwulan,

Januari 2015, No. 9.

Page 103: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

90

produktifitas hasil pertanian, menjadi tidak berarti karena dampaknya sama sekali

atau minim sekali dirasakan oleh rakyat Indonesia itu sendiri.

B. Ekonomi-Politik dan Kapitalisme Ekstraktif Sebagai Isu Utama FNKSDA

Sejak diskusi-diskusi pra-pendirian FNKSDA, sudah terlihat bahwa gerakan

ini akan berfokus di isu ekonomi-politik, khususnya yang menyebabkan konflik

tata kelola SDA dengan rakyat Indonesia. Dalam AD/ART FNKSDA sendiri

secara jelas dinyatakan bahwa salah satu tujuan gerakan ini adalah “memperkuat

dan mendukung perjuangan ekonomi-politik dan kultural masyarakat korban

konflik Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia‖.

Dalam pokok-pokok perjuangannya, dengan eksplisit juga disebutkan bahwa

secara ekonomi-politik, FNKSDA akan menentang tatanan kapitalisme beserta

ekses-eksesnya, ―melibatkan diri secara aktif dalam perjuangan masyarakat

korban konflik SDA melawan kekuatan kapitalisme dan upaya perusakan alam‖.

Frasa terakhir ―upaya perusakan alam‖ secara tidak langsung menunjukkan bahwa

di antara sekian banyak sektor dalam kapitalisme, FNKSDA akan lebih berfokus

pada isu kapitalisme ekstraktif, yang berdampak langsung pada sektor agraria.16

Mengenai pemilihan isu kapitalisme ekstraktif, selain didasari pertimbangan

bahwa banyak nahdliyyin yang terdampak oleh sektor kapitalisme ini dan belum

banyak yang memberi perhatian terhadapnya, khususnya dalam elemen NU

sendiri, juga dilandasi kenyataan bahwa sektor ini memang sektor yang sangat

16

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 7. Dan teks ―Resolusi Jihad Jilid II: Mempertahankan Tanah

Air dari Rongrongan Kapitalisme Ekstraktif‖.

Page 104: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

91

urgen dan merupakan mata rantai utama dalam kapialisme mutakhir hari ini.

Mengenai ini, Gus Syatori menyatakan,

―setelah mendengarkan banyak cerita di Jombang itu, saya jadi tersadarkan

kalau persoalan sumber daya alam merupakan persoalan yang urgen di

masyarakat, bukan persoalan yang lain, karena menyangkut pada hajat

hidup mereka. Tanah, air, udara sekarang memang masih bebas, tetapi

sekarang lagi dirongrong, khususnya tanah dan air. Di mana-mana ketika

berbicara negara ya tanah air, lalu tanah air apa, terkadang kita lupa

tanah dan air. Tanah air sekarang sekedar simbolis saja di negara kita, kita

tidak berbicara betul-betul terkait tanah dan air.

Klaim atas tanah menjadi sesuatu yang sangat urgen, karena sumber-

sumber kehidupan yang lain berawal dari tanah. Persoalan tanah harus

menjadi perhatian. Semua aktifitas manusia seperti proyek kapitalis pun

sumbernya dari tanah. Bagaimana mungkin orang yang punya 1 trilyun

mau mengelola uangnya tanpa membutuhkan tanah. Emang bisa bikin

pabrik atau perkebunan di awang-awang? Bikin pabrik ya di atas tanah.

Kalau ga punya tanah, ya nyerobot. Caranya bisa dengan cara halus dibeli

dengan harga yang gila-gilaan, atau dengan yang lebih parah dirampas

dengan modus yang bermacam-macam, dengan hukum, undang-undang,

intimidasi. Karena berlindung di bawah payung hukum akhirnya dia bisa

menang.

Isu konflik agraria di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Bagaimana orang-orang berebut soal sumber hidup ini. Kasus terkait

sumber hidup semakin hari semakin menumpuk.17

Anggota Komite Nasional yang lain, Gus Faiz juga menyatakan hal yang

hampir sama ketika ditanya terkait pemilihan isu ini.

―(pertimbangan memilih isu kapitalieme ekstraktif, pen) itu realistis aja

sebenarnya. Bagi saya—kamu nanti baca juga tawaran yang saya tulis

dalam tulisan Fiqh Agraria—, kalau dalam istilahnya orang-orang LSM,

kapitalisme ekstraktif itu pohon masalahnya. Masalah utama yang

melahirkan berbagai masalah-masalah lain itu, ujungnya ada di situ

(kapitalisme ekstraktif). Jadi kita berusaha menggempur jantung permasa-

lahannya. Karena banyak orang ketika menganalisis sesuatu itu terjebak di

cabang masalahnya, tidak menariknya ke level yang lebih tinggi. Dan dari

isu global yang sedang terjadi, sebenarnya apa jantungnya.

Dan saya kira, kebanyakan pegiat front juga sadar soal itu kok sebetulnya.

Mereka dalam melihat permasalahan akan menarik ke situ, karena sudah

sadar bahwa jantungnya ya memang di situ.

17

Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya, hlm 4.

Page 105: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

92

Jadi pemilihan concern di isu agraria dan kapitalisme ekstraktif itu benar-

benar dengan pertimbangan, tidak ngasal ikut. Bahkan sebenarnya kalau

mau hitung-hitungan secara kuantitatif, data sebenarnya juga menunjukkan

kalau masalah terbesar itu adalah masalah agraria. Sekarang kan ya model

baru kapitalisme, kalau James Petras menyebutnya kapitalisme ekstraktif.

Itu yang memang kita tembak. Permasalahan yang lain dalam kapitalisme

itu boleh dikatakan ya implikasi lah dan sifatnya permukaan, bukan akar-

nya. Kita sering teralihkan, bicara ini-itu, tapi terlepas dari pokoknya.”18

Sebagai turunan dari tema kapitalisme ekstraktif sebagai perhatian utama, isu

yang akan dibangun dan direproduksi oleh FNKSDA dalam gerakan mereka

adalah keselamatan rakyat dan kedaulatan pangan. Sementara kerangka analisis

yang dipakai dalam melihat satu kasus adalah ekologi dan bencana industri.

Keselamatan warga menjadi sangat masuk akal dijadikan sebagai salah satu

materi kampanye apabila berkaca dari kasus bencana industri Lumpur Lapindo.

Hal inilah yang sudah dilakukan di Jombang dalam penolakan masuknya Exxon

Mobile yang akan melakukan eksplorasi dengan meledakkan dinamit.

Sementara kedaulatan pangan berarti jaminan terhadap ketersediaan kebutu-

han pangan, dengan kepedulian terhadap asal usul bahan pangan tersebut.

Sebagian besar warga nahdliyin adalah kaum tani yang menyuplai beras untuk

masyarakat di Indonesia, khususnya mereka yang tinggal di kota. Apabila

penyuplai bahan pangan berada dalam kondisi kritis, maka otomatis kalangan

yang disuplai pun akan berada dalam kondisi kritis pula.

Lebih jauh, isu keselamatan warga dan ketahanan pangan ini dapat dibingkai

dengan kerangka analisis ekologi dan bencana. Cara pandang ekologi akan

membantu untuk melihat persoalan secara runtut dan saling terkoneksi

18

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017 di Saung Daulat Amarjati (SDA) Cirebon.

Page 106: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

93

(ekosistemik). Sementara, kerangka bencana akan meningkatkan kewaspadaan,

terutama dalam hal ini yang bersifat industrial.19

C. Kedaulatan dalam Tata Milik, Tata Guna, dan Tata Kelola sebagai Visi

Ekonomi-Politik FNKSDA

Jika FNKSDA sudah berkomitmen untuk melibatkan diri dalam perjuangan

ekonomi-politik, dan menjadikan kapitalisme sebagai lawan utamanya, maka

seperti apa sebenarnya tatanan yang dikehendaki oleh gerakan ini?

Menurut beberapa anggotanya, FNKSDA sendiri beberapa kali dituduh

reaktif dan anti-pembangunan karena mengadvokasi beberapa kasus atau cukup

kencang menyuarakan beberapa kasus besar, seperti penolakan pendirian pabrik

semen di Pegunungan Kendeng, Rembang; penyerobotan lahan rakyat oleh TNI di

Urutsewu, Kebumen; penggusuran warga Desa Sukamulya, Majalengka, yang

tanahnya akan dipergunakan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa

Barat (BIJB); dan penolakan atas rencana pendirian geotermal di Gunung Cire-

mai, Kuningan, tetapi dianggap tak mempunyai tawaran dan asal tolak sana-sini.20

Tetapi, menurut mereka, pandangan ini sama sekali tidak benar, dan hanya

dilontarkan oleh pihak yang tidak mengetahui proses internal FNKSDA dan

sebatas melihat upaya-upaya FNKSDA yang tampak di luar. Bagi mereka, jika

memang FNKSDA hanya bersifat reaktif dengan merespon kasus-kasus yang

terjadi, maka gerakan ini tak akan melakukan penguatan internal seperti kaderisasi

dan pertemuan-pertemuan guna mematangkan visi gerakan. Gus Faiz menyatakan,

19

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 6. 20

Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya, hlm 6.

Page 107: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

94

“Kita sering dikritik dan dianggap anti-pembangunan. Bukan kita tidak

setuju atau semata-mata menolak. Misalnya dalam kasus penolakan pabrik

semen, banyak orang bertanya, kalau semen tidak mau dieksploitasi, lah

terus mau diapain. Tapi pada intinya kita melihat pada tataran nilai guna.

Kita lihat siapa yang paling banyak mendapatkan untung dari suatu

eksploitasi atau tata kelola SDA. Di Rembang itu, yang mengambil manfaat

bukan warga di sekitarnya kok. Warga Papua sendiri mengeluh, mereka

tidak mendapatkan manfaat dari adanya eksploitasi gunung emas oleh

Freeport sejak tahun 67.

Makanya kita punya visi tentang kedaulatan rakyat atas tata kuasa SDA.

Dari tata kuasa lalu diturunkan pada 3 hal: Tata Milik, Tata Kelola, dan

Tata Guna.

Kalau benar-benar mengusasi SDA, pengaturannya itu di tata milik,

harusnya rakyat yang memiliki. Tapi itu saja belum cukup. Bisa jadi kita

memiliki, tapi kita tidak dilibatkan dalam pengelolaan itu, jadi kita

gampang saja ditipu, sehingga tidak memperoleh manfaat. Tata kelola akan

mengatur seperti apa agar nanti kegunaannya benar-benar kita yang

merasakan. Tawaran front: pengelolaan secara kooperatif, sumber daya

alam milik bersama, dikelola bersama, manfaat bisa dirasakan bersama.

Tapi memang belum disebar secara umum karena perlu kita matangkan.

Kita berangkat dari khasanah tradisi NU, lebih jauh akan dijelaskan dalam

materi fiqh agraria―.21

Dalam AD/ART FNKSDA memang disebutkan bahwa salah satu tujuan

utama gerakan ini adalah untuk ―mengokohkan kedaulatan masyarakat dalam tata

milik, tata kelola, dan tata guna SDA‖. Ketiga hal ini, jika dirangkum akan

membentuk konsep tata kuasa. Kedaulatan dalam tata milik dipahami bahwa

rakyat berhak memiliki sumber daya mereka sendiri, bukan malah pihak luar

seperti pemerintah apalagi korporasi, baik dalam maupun luar negeri.

Memang, pemerintah dalam beberapa hal mempunyai wewenang memiliki,

seperti yang terwujud dalam konsep Hak Menguasai oleh Negara (HMN) yang

menjadi amanat UUPA 1960. Tetapi, yang tak boleh dilalaikan adalah bahwa

penguasaan oleh negara ini bersifat sementara sebelum dilaksanakan land reform

atau Reforma Agraria, di mana diberlakukan redistribusi tanah untuk rakyat.

21

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017 di Saung Daulat Amarjati (SDA) Cirebon.

Page 108: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

95

Selain itu, yang juga penting untuk dicatat, bahwa dalam konsep ini juga terkan-

dung pemahaman bahwa tanah mempunyai fungsi sosial. Jadi, negara tak boleh

meliberalisasi sektor pertanahan ini dengan justru menggadaikannya pada pihak

swasta. Seperti amanat pasal 33 UUD 1945, ―Bumi, air, dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.22

Karenanya, belajar dari penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru atas

wewenang yang terlalu besar yang diberikan oleh konsep HMN ini, FNKSDA

juga mendorong adanya kedaulatan dalam tata kelola. Selama ini, atas nama

rakyat, negara memonopoli penguasaan dan pengelolaan sektor-sektor yang

dianggap menjadi hajat hidup rakyat, seperti listrik, penyediaan air, dan sektor

migas (minyak dan gas), tetapi sama sekali tanpa melibatkan rakyat, dan alih-alih

justru bekerjasama dengan pihak swasta, khususnya swasta asing.

Karenanya, tak mengherankan jika meskipun negara berdalih mengelola

sektor-sektor vital itu di bawah BUMN, pada kenyataannya toh sebagian saham

BUMN juga bisa dimiliki swasta. Secara regulasi, memang pihak swasta bisa

memiliki hingga 49% saham BUMN, yang artinya hampir berimbang dengan

saham yang dikuasai negara itu sendiri. Padahal, disebutkan bahwa prosentase

tersebut diperuntukkan untuk masyarakat, tetapi yang bisa mengakses itu justru

investor swasta.

BUMN sendiri tak malu mengakui hal ini. Dalam suatu siaran pers belum

lama ini, dinyatakan bahwa Menteri BUMN bahkan mendorong ―harmoni‖ antara

22

Rahman, Petani dan Penguasa, hlm 72-76.

Page 109: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

96

BUMN dan investor swasta dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.23

Seringkali, dalih bahwa BUMN sebagai badan usaha yang dimiliki negara dan

bertujuan untuk pembangunan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat, justru

menjadi legitimasi yang digunakan ketika badan ini terlibat konflik dengan rakyat.

Hal ini seperti yang terjadi dalam kasus penolakan pendirian pabrik PT. Semen

Indonesia di Kendeng, Rembang atau penolakan warga Sukamulya, Majalengka,

yang menolak desanya sebagai lahan bandara oleh PT. Angkasa Pura (salah satu

BUMN), di mana rakyat akan dianggap melawan pemerintah.

Padahal, jika ditinjau secara kritis, yang dimaksud dengan klausul ―dikuasai

oleh negara‖ dalam Pasal 33 UUD 1945, seperti dijelaskan salah seorang pendiri

bangsa, Mohamad Hatta, bukanlah bahwa negara sebagai pemilik atau

―onderneme―, melainkan sebagai pengatur yang membuat pengaturan agar

kegiatan ekonomi dapat berjalan tanpa ada ―penghisapan‖ orang yang lemah oleh

pemilik modal, atau penguasaan sumber daya oleh segelintir orang tertentu.

Dengan demikian, monopoli negara harusnya bukan dimaknai sebagai penguasaan

sektor strategis oleh negara sebagai aktor tunggal, tetapi bahwa tidak ada pihak

swasta-privat yang boleh menguasai hajat hidup rakyat, dan negara boleh—

bahkan harus—melibatkan rakyat itu sendiri dalam pengelolaan SDA, berdasar-

kan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.24

Dengan melihat kasus-kasus ini, FNKSDA menjadikan kedaulatan tata kelola

SDA sebagai salah satu visi utamanya. Hal ini didasari kesadaran bahwa rakyatlah

23

Kementerian BUMN, ―Siaran Pers Harmonisasi BUMN & Investor Swasta‖, Siaran Pers

Nomor: PR-25/S.MBU.3/9/2017. URL: https://www.bumn.go.id/berita/1-Siaran-Pers-harmonisasi-

BUMN—investor-swasta 24

Ratih Lestari, ―Pasal 33 UUD 1945 dan Penerapannya sejak Pemerintahan Soekarno,

Soeharto, dan Era Reformasi‖, ADIL : Jurnal Hukum Vol. 4 No.1, hlm 110.

Page 110: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

97

yang paling paham akan kebutuhan mereka, bukannya negara yang bisa semaunya

datang mendiktekan kehendak mereka, dengan merasa paling tahu segalanya.

Apabila pengelolaan SDA memang diserahkan pada rakyat, mereka akan punya

kalkulasinya sendiri tentang bagaimana alam mereka dikelola.25

Semisal, jika mereka hidup di lingkungan pegunungan karst yang subur untuk

persawahan, namun di sisi lain juga berpotensi menjadi areal produksi semen,

mereka akan menentukan sektor ekonomi yang terbaik dan berkelanjutan bagi

kehidupan mereka dan generasi mendatang. Berbeda jika pengelolaan SDA

diserahkan pada subjek abstrak bernama ―negara‖ yang seringkali menjadi medan

pertarungan dari aktor-aktor yang menjadi kekuatan politik, maka tak menutup

kemungkinan, dan pada kenyataannya tak jarang, justru negara akan mengorban-

kan rakyatnya atas nama ―pembangunan‖ dan ―kepentingan umum‖.

Kedaulatan tata kelola SDA oleh rakyat ini juga erat kaitannya dengan tata

guna SDA. Rakyat tentu akan mengelola sumber daya alam mereka sesuai dengan

nilai guna yang mereka perlukan. Kedaulatan dalam tata guna juga berarti bahwa

rakyat harus berdaulat dan bisa mengakses kegunaan dan manfaat dari kekayaan

alam mereka. Jangan sampai untuk bisa mengambil manfaat dari alam Indonesia

yang oleh UUD 1945 jelas-jelas diperuntukkan bagi kemakmuran rakyat, rakyat

justru dibatasi, karena penguasaannya dan pengelolaannya sudah dimiliki pihak

25

Penting dicatat bahwa sumber daya alam yang dimaksud oleh FNKSDA adalah SDA secara

luas, termasuk sumber daya air, sumber daya agraris, dan sumber daya laut, bukan hanya berupa

kekayaan alam yang bisa diekstraksi seperti tambang.

Page 111: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

98

lain, seperti yang terjadi dalam kasus masuknya perusahaan air minum kemasan

swasta yang mengelola sumber mata air di Indonesia.26

Karenanya, meskipun mendukung penuh kedaulatan, FNKSDA berhati-hati

untuk tidak terjebak dalam pemahaman kedaulatan yang etatis, yang menjadikan

negara sebagai pusat dari segala kontrol atas teritori dan semua yang terkandung

di dalamnya, termasuk rakyat dan kekayaan alam.27

FNKSDA juga tak mau

terseret dalam permainan jargon-jargon populistik yang menipu, seperti ―nasional-

isasi‖ yang sempat marak pada pembicaraan terkait perusahaan tambang emas PT.

Freeport McMoran beberapa bulan terakhir.

Pemahaman yang menempatkan negara sebagai sentral dan jargon-jargon

populistik ini, menurut Roy Murtadho (salah seorang pengurus Komite Nasional

FNKSDA), rawan mengabaikan dua hal besar. Pertama, nasionalisasi yang

menjadikan negara sebagai pemilik utama berbagai perusahaan yang bergerak di

sektor vital, bukanlah pengalaman baru bagi Indonesia. Faktanya, hal ini tak

menjamin bahwa pengelolaan oleh negara akan ―menetes‖ dan dampaknya

dirasakan langsung oleh rakyat. Alih-alih, seperti yang terjadi pada nasionalisasi

perusahaan asing semasa darurat militer pada 1957-1958, atau penguasaan

Pertamina oleh Ibnu Sutowo di awal era Orde Baru, banyak perusahaan-

26

Soal ini, baca misalnya: Erwin Endaryanta, ―Politik Air: Studi Politik Privatisasi Air dalam

Relasi Ekonomi Politik Negara dan Trans-National Corporations (TNC), Studi Kasus Pemetaan

Kuasa dan Eksploitasi Sumber Air Si Gedhang – Klaten oleh PT TIA-D (Aqua-Danone)‖ (Skripsi

Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM, 2005). 27

Karenanya, kedaulatan atas SDA yang diperjuangkan FNKSDA tak sama dengan kedaulatan

negara yang cenderung fasistik. Alih-alih, kedaulatan ala FNKSDA lebih tepat dimaknai sebagai

kedaulatan rakyat (yang hakiki, dan bukan hanya jargon), di mana rakyat benar-benar berdaulat

dan terlibat dalam penguasaan dan pengelolaan SDA mereka sendiri. Mengenai konsep kedaulatan

negara ini sendiri sudah dikritik, misalnya oleh Hizkia Yosie Polimpung dalam tesisnya yang

menggunakan psikoanalisis Lacanian, ―Psikoanalisis Paradoks Kedaulatan Kontemporer: Kasus

Kebijakan Global War on Terror Amerika Serikat Semasa Pemerintahan George W. Bush, Jr‖

(Tesis Master Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, 2010).

Page 112: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

99

perusahaan milik negara ini justru jatuh dan ―dipegang‖ oleh kalangan penguasa,

terutama militer.28

Penguasaan ini berarti perusahaan-perusahaan milik negara menjadi sapi

perah bagi pejabat-pejabat perusahaan tersebut, seperti direktur dan komisarisnya,

maupun bagi instansi asal pejabat tersebut, seperti militer. Di era Orde Baru,

sudah menjadi rahasia umum bila perusahaan-perusahaan negara ini menjadi

penyumbang dana tetap bagi militer, selain ―jatah‖ yang sudah dialokasikan dalam

anggaran resmi negara. Karenanya, dana-dana ini disebut ―extra-budgetary/off-

budget expenditure‖.

Richard Robison dan Vedi Hadiz dalam buku mereka tentang oligarki bahkan

mengungkap bahwa extra-budget yang dihasilkan perusahaan negara ini diguna-

kan untuk menopang institusi politik dan jejaring patronase penguasa, selain

untuk memperkaya diri sendiri (personal enrichment). Alih-alih demi kesejahtera-

an rakyat, dana hasil perusahaan negara ini lebih kental nuansa politik guna

menarik legitimasi bagi pemerintah yang ada, dengan ditujukan untuk kampanye,

mulai dari untuk membangun masjid, sampai menyediakan kucuran dana bagi

Golkar, utamanya menjelang hajat politik seperti pemilu.29

Belum lagi kenyataan bahwa penunjukan orang-orang yang akan memegang

jabatan dalam perusahaan negara memang bersifat politis, alih-alih benar-benar

berdasarkan kemampuan personal (meritokrasi). Di era Orde Baru, misalnya, yang

28

Benedict R. O‘G. Anderson, ―Soekarno and The Fossilization of Soekarno‘s Thought‖ dalam

jurnal Indonesia No 74 (Oktober 2002); Mengenai nasionalisasi perusahaan di era ini, lihat

William A. Redfern, ―Sukarno‘s Guided Democracy and The Takeovers of Foreign Companies in

Indonesia in The 1960s‖ (disertasi di University of Michigan, 2010). Juga Richard Robison,

Indonesia: The Rise of Capital (Singapore: Equinox, 2009 [1986]). 29

Richard Robison dan Vedi Hadiz, Reorganising Power in Indonesia: The Politics of

Oligarchy in The Age of Market (New York: Routledge Curzon, 2004), hlm 53-55.

Page 113: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

100

bisa menjabat sebagai komisaris dan direktur BUMN pastilah keluarga Soeharto

atau orang dekat keluarga Cendana. Sedangkan di era Reformasi hari ini, jabatan-

jabatan ini termasuk dalam mekanisme ―bagi-bagi kue kekuasaan‖ bagi para

pendukung rezim.

Kenyataan inilah yang menurut Roy Murtadho perlu diperhatikan & diwaspa-

dai ketika kita membicarakan kedaulatan dengan nada populistik & etatis.30

Kedua, dengan menyerahkan pengelolaan SDA sepenuhnya pada negara—

tanpa keterlibatan rakyat sama sekali—, menurut Roy, pembicaraan tentang rakyat

justru menjadi hilang. Dengan menam-pilkan diri sebagai representasi rakyat,

negara bisa melakukan tindakan apa saja, bahkan yang mengorbankan rakyat

sekalipun, dengan dalih kepentingan umum yang lebih besar. Hal ini seperti yang

berulangkali terjadi pada masa Orde Baru, yang tak segan menggusur rakyatnya

atas nama ―pembangunan‖, semisal pada kasus pembangunan waduk

Kedungombo yang menghilangkan pemukiman dan areal persawahan ribuan

rakyat dari beberapa kecamatan. Sayangnya, dengan dalih semacam ini, banyak

rakyat yang terbujuk dan justru mendukung program-program pemerintah.

Hal ini, dalam pandangan Roy, tampak dalam isu nasionalisasi PT. Freeport

McMoran belum lama ini. Dengan jargon-jargon indah yang ditampilkan

pemerintah, bahwa dengan nasionalisasi, pemerintah akan menguasai pengelolaan

SDA, yang artinya hasil kekayaan alam Indonesia akan masuk ke kas negara

Indonesia, yang akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Tapi, yang absen

dalam argumen yang diamini banyak orang ini, bagi Roy adalah nasib rakyat

30

Wawancara dengan Roy Murtadho, 30 Oktober di Sekretariat KPRI, Mampang, Jakarta.

Page 114: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

101

Papua itu sendiri yang paling merasakan dampak eksploitasi pertambangan selama

lebih dari 40 tahun terakhir. Mereka yang terusir dari wilayah mereka sendiri,

kehilangan tanah adat, kehilangan sumber pangan, dan akses pada sumber daya

alam berupa hutan yang menjadi sumber berbagai pemenuhan kebutuhan mereka,

yang kini sudah dirusak akibat eksploitasi tambang.31

Gmbar 4.1: Diskusi yang diadakan FNKSDA menyoal konsep kedaulatan negara dalam kasus Freeport

Karenanya, alih-alih mendukung konsep kedaulatan yang selama ini dipaha-

mi, yang menempatkan pengelolaan SDA pada pemerintah, FNKSDA mendorong

konsep kedaulatan rakyat, yang menempatkan rakyat sebagai pengelola utama

31

Roy Murtadho, ―Freeport, Papua, dan Hubbul Wathan Minal Iman‖ dalam Jurnal

IndoProgress Online, 24 Februari 2017. URL: https://indoprogress.com/2017/02/Freeport-Papua-

dan-Hubbul-Wathan-Minal-Iman/

Page 115: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

102

SDA mereka, Sebab itu, redaksi yang digunakan dalam AD/ART FNKSDA

adalah ―mengokohkan kedaulatan masyarakat dalam tata milik, tata kelola, dan

tata guna SDA‖. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi dan koperasi

yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945.32

Dalam Kertas Kerja FNKSDA dijelaskan, dalam tata kelola SDA dikenal

empat konsep, yaitu pengelolaan oleh swasta, kemitraan antara swasta dengan

publik (public-private partnership), pengelolaan oleh publik, dan tata kelola

bersama (common-pool).

Dari spektrum tata kelola yang ada dalam sektor air (private, public-private

partnership, public, dan common-pool), misalnya, maka praktik materialnya dapat

ditemukan dengan mudah. Yang pertama adalah tata kelola yang dipegang oleh

sektor swasta seperti yang dilakukan oleh PT Aqua Danone. Yang kedua adalah

model tata kelola oleh pemerintah, seperti yang terdapat dalam PDAM di Indone-

sia. Yang ketiga adalah tata kelola kombinasi, private-public partnership, seperti

Palyja di Jakarta. Lantas bagaimana praktik material tata kelola bersama?

Tata kelola bersama dalam hal ini mengacu pada pengertian bahwa komunitas

lokal menjalankan aturan yang mereka buat sendiri dan bertanggungjawab untuk

memastikan ketersediaan yang berkelanjutan dari sumber daya terkait. Sumber

daya dimiliki secara bersama dan keputusan untuk menjualnya pun selalu melibat-

kan seluruh anggota masyarakat.33

Di beberapa negara, seperti Bolivia dan Finlandia, tata kelola bersama ini

hadir dalam bentuk kooperasi. Tata kelola bersama perlu diinstitusionalisasikan

32

Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya, hlm 6. 33

Kertas Kerja #4 FNKSDA, ―Menafsir Pasal 33: Analisis Terhadap Putusan MK Nomor

85/PUU-XI/2013 tentang UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air‖ (2015).

Page 116: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

103

secara ekonomi, disertai dengan aturan yang jelas untuk menghindari terjadinya

“tragedy of the commons”, dimana sumber daya habis karena absennya aturan

yang disepakati dalam mengontrol kebersamaan.34

Namun dalam kertas kerja yang sama dijelaskan bahwa masih banyak pihak

yang belum sepenuhnya memahami pemetaan tentang spektrum tata-kelola SDA

ini. Dengan berkaca pada kasus gugatan terhadap UU tentang sumber daya air di

Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya, tawaran tata kelola bersama oleh rakyat

dalam bentuk koperasi justru tidak muncul, karena dalam bagian-bagian

permohonan para pemohon, nampak bahwa tata kelola air oleh pihak negara

(public), dalam bentuk BUMN/D diasumsikan sebagai antitesis tata kelola oleh

swasta. Padahal, kalau ditilik secara analitik, seharusnya antitesis tata kelola oleh

swasta adalah tata kelola bersama. Kesalahan pemahaman konseptual seperti ini

sangat umum terjadi dalam tata kelola SDA.

Sayangnya, seperti tampak dalam pernyataan-pernyataan pihak-pihak pemo-

hon dalam gugatannya terhadap UU tentang Sumber Daya Air ini, kebanyakan

mereka justru masih menyamakan pengelolaan SDA secara kooperasi oleh rakyat

sebagai pihak yang berdaulat atasnya dengan swastanisasi. Dan celakanya, permo-

honan ini, seperti yang dapat dilihat dalam amar putusan MK, dikabulkan seluruh-

nya, tanpa ada diskusi kritis soal tata kelola ini. Menurut FNKSDA, ini mengaki-

batkan hilangnya perbincangan tentang potensi radikal dan emansipatoris dari tata

kelola air itu sendiri.35

34

Bosman Batubara, ―Belajar dari Kooperasi SAGUAPAC dan Revolusi Air di Chocabamba,

Bolivia: Tata Kelola Air Global‖. URL: http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Belajar-

Kooperasi-SAGUAPAC-Revolusi-Chocabamba-Bolivia/; 35

Kertas Kerja #4 FNKSDA, ―Menafsir Pasal 33‖, hlm 5.

Page 117: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

104

FNKSDA sendiri mendorong pengelolaan SDA yang lebih radikal, di mana

bukan lagi negara yang dianggap mewakili rakyat, tetapi rakyat secara langsung

terlibat dalam kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam, sesuai dengan

prinsip ―kedaulatan masyarakat‖ yang mereka perjuangkan dan ―demokrasi

ekonomi‖ yang dijunjung tinggi oleh konstitusi. Bentuknya terutama berupa

kooperasi, tidak seperti yang sudah berjalan sejauh ini, di mana negara menjadi

pemilik tunggal hak kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam.

Prinsip dan model ini, menurut FNKSDA, sudah diamanatkan oleh pasal 33

(1) UUD 1945 yang menyatakan ―Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan‖, dan Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyatakan

―Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat‖.

Asas kekeluargaan, menurut Mohamad Hatta yang mengusulkannya, diambil

dari konsep Taman Siswa, yang dalam dunia ekonomi bisa diterjemahkan sebagai

bentuk koperasi.

“Asas kekeluargaan itu ialah koperasi. Asas kekeluargaan itu adalah istilah

dari Taman Siswa untuk menunjukkan bagaimana guru dan murid-murid

yang tinggal padanya hidup sebagai suatu keluarga. Itu pulalah hendaknya

corak koperasi Indonesia. Hubungan antara anggota koperasi satu sama lain

harus mencerminkan sebagai orang-orang yang bersaudara, satu keluarga.

Rasa solidaritas harus dipupuk dan diperkuat.

Anggota dididik mempunyai sifat “individualitas”, insaf akan harga dirinya.

Apabila ia telah insaf akan harga dirinya, tekadnya akan kuat membela

kepentingan koperasinya. Ingatannya akan tertuju kepada kepentingan

bersama.

„Individualitas‟ menjadikan seorang anggota koperasi sebagai pembela dan

pejuang yang giat bagi koperasinya. Dengan naik dan maju koperasinya,

kedudukannya sendiri ikut naik dan maju. Dalam pelajaran dan usaha

koperasi di bidang manapun juga, ditanam kemauan dan kepercayaan pada

diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan “self-help” dan oto-

aktivitas untuk kepentingan bersama.

Page 118: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

105

Dalam mengasuh anggota koperasi selalu diutamakan cinta kepada

masyarakat yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri

sendiri. Oleh karena itu anggota koperasi harus mempunyai tanggung jawab

moral dan sosial. Apabila tanggung jawab yang dua itu tidak ada, maka

koperasi tidak akan tumbuh, tidak akan menjadi.”36

Dengan model keterlibatan rakyat dalam kepemilikan dan pengelolaan SDA

semacam ini, menurut FNKSDA, klaim penguasaan penuh oleh negara, yang

justru meminggirkan rakyat, seperti dalam kasus penguasaan tanah dan penetapan

Perhutanan Sosial, atau pembangunan pabrik semen dengan dalih bahwa

perusahaan tersebut ilik negara (BUMN), serta pembajakan kekayaan Indonesia

oleh segelintir oligark bisa di hindari. Dengan catatan bahwa rakyat benar-benar

dilibatkan dan pihak ‗‖swasta‖ tidak sewenang-wenang dimasukkan dalam

kategori ―rakyat‖.

Hal ini sebenarnya sudah diatur oleh Konstitusi Indonesia. Bagi FNKSDA,

dari Pasal 33 UUD 1945 dapat diambil beberapa pengertian sebagai berikut.

1. Sumber Daya Alam yang ada di dalam wilayah geografis Indonesia secara

umum dimiliki oleh rakyat, bukan perorangan atau segelintir orang saja.

2. Kewajiban pemerintah adalah mengatur pengeloalaan SDA untuk

didistribusikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk

perorangan atau segelintir orang saja.

3. Pengelolaan SDA oleh pemerintah harus didasarkan atas demokrasi ekonomi,

yaitu dengan prinsip-prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelan-

jutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional.37

Dengan mengakui prinsip ―efisiensi-berkeadilan‖ maka artinya penafsiran

FNKSDA terhadap Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 sebagai landasan konstitusional

dalam penyelanggaraan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi :

(1) tidak anti terhadap kompetisi dan sistem ekonomi pasar, maka perekonomian

36

Pidato Mohamad Hatta pada peringatan Hari Koperasi tahun 1977. 37

Kertas Kerja FNKSDA, ―Fiqh Sumber Daya Alam‖, hlm 9.

Page 119: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

106

nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi, juga dipengaruhi oleh

mekanisme pasar yang kompetitif namun tetap dikendalikan oleh pemerintah

menuju pasar yang efisien, (2) tidak anti privatisasi dan mengakui kepemilikan

pribadi, peran swasta tidak dibatasi selama tidak terkait dengan cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, serta

kepemilikan faktor produksi oleh perorangan dibatasi oleh undang-undang,

hukum adat, dan norma kepentingan komunal. Disepakatinya prinsip efisiensi

berkeadilan diharapkan akan memajukan dan memberdayakan semua pelaku

ekonomi secara seimbang dan berkelanjutan menuju pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas, yaitu pertumbuhan ekonomi yang menjamin pemerataan yang adil.38

Namun Pada kenyataannya dalam perekonomian nasional masih banyak

kebijakan liberal yang hanya diorientasikan untuk efisiensi saja, maka kebijakan

yang demikian tidak berpihak kepada masyarakat, dan dipandang bertentangan

dengan prinsip ―efisiensi-berkeadilan‖ yang harus terintegrasi dalam satuan

kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan dinamis untuk

mencapai keseimbangan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat, sebagai strategi

pembangunan yang lebih tepat dan sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi,

bukan kebijakan-kebijakan liberal yang bersifat final dan statis yang hanya

merepresentasikan kepentingan segelintir orang. Kebijakan tersebut harus pula

mengacu kepada kehendak seluruh rakyat yang tertuang dalam konstitusi. Cita-

cita, dasar-dasar, dan prinsip-prinsip penyelenggaraan kehidupan bernegara, harus

38

Kartika Restuti, ―Prinsip Efisiensi Berkeadilan Dalam Mewujudkan Perekonomian Nasional

Berdasarkan Demokrasi Ekonomi Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945‖, Tesis Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, 2014, hlm 201.

Page 120: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

107

menjadi ruh dalam penyusunan regulasi untuk mewujudkan demokrasi ekonomi.

Seluruh undang-undang di bidang perekonomian harus selaras dengan apa yang

diatur dalam Pasal 33 UUD 194539

, seperti dinyatakan oleh FNKSDA,

“Sementara, dalam lingkup perekonomian dan keindonesiaan, UUD '45

yang seharusnya menjadi tolok ukur, sudah sangat jauh dikhianati oleh

kenyataan. Realitas sekarang pada dasarnya sudah tidak cocok dengan

yang termaktub dalam UUD '45. UUD 45' menyatakan bahwa kehidupan

bangsa Indonesia adalah dengan asas kekeluargaan, kenyataan yang ada

adalah menonjolnya sikap individualisme. Kebersamaan sebagai falsafah

hidup bangsa berganti menjadi kapitalisme yang eksploitatif dan menindas.

Cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang

banyak serta dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat

secara adil dan merata yang seharusnya dikuasai oleh negara, kini dikuasai

oleh korporasi dan segelintir orang.”40

Hal ini diperkuat dengan tafsir MK atas frasa ―dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat‖ yang menjunjung tinggi pemanfaatan oleh, pemerataan

untuk, partisipasi, dan penghormatan terhadap hak rakyat dalam tata kelola

sumber daya alam. Persis di titik inilah, ide tata kelola bersama seperti kooperasi

menjadi sangat penting, karena ia memberikan peran kunci yang paling besar bagi

rakyat. Bahkan boleh dibilang, model ini lebih sesuai dengan amanat Pasal 33

UUD 1945 dibanding pengelolaan SDA oleh negara secara tunggal melalui

BUMN/D. Jika disusun, berdasarkan peran kunci rakyat, maka akan tampak

seperti pada tabel di bawah ini. Dari kanan ke kiri peran rakyat semakin strategis.

Tabel 4.1: Susunan jenis tata kelola air berdasarkan peran kunci rakyat.

Jenis tata

kelola

Bersama Negara/Daerah Kerjasama

Negara-Swasta

Swasta

Contoh Kooperasi PDAM Palyja Aqua Danone

Peran

rakyat

Pemilik Pembeli; ada aliran

dana lewat APBN/D

Pembeli Pembeli

Dikutip dari: Kertas Kerja #4 FNKSDA, “Menafsir Pasal 33”

39

Ibid, hlm 203. 40

Lembar Kerja FNKSDA, hlm 12.

Page 121: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

108

Dalam tata kelola private, public-private partnership, dan public, rakyat

diposisikan sebagai obyek pembeli air. Barangkali secara retoris, rakyat ikut

memiliki PDAM yang dikelola oleh BUMD melalui skema pajak dan APBN/D.

Namun praktiknya bukan itu yang terjadi, karena justru dalam banyak kasus,

BUMN/D dikelola laiknya sektor swasta. Selain itu, besarnya peran yang

diberikan pada negara tanpa kontrol yang memadai oleh rakyat juga menyebabkan

banyak masalah pada BUMN/D itu sendiri, seperti penunjukan pejabat yang tidak

transparan, banyaknya korupsi di tubuh BUMN/D yang merugikan negara dan

justru menyebabkan lembaga ini defisit, sampai pelayanan yang asal-asalan dan

tidak memuaskan rakyat. Belum lagi soal peran BUMN/D yang justru menjadi

―sapi perah‖ bagi para pejabat dan menjadi ―lahan rebutan‖ partai-partai politik

untuk menjadi sumber dana kepentingan mereka. Inilah yang dimaksud dengan

pengelolaan BUMN/D dengan sistem swasta.41

Apakah visi ekonomi-politik ini bisa disebut sosialisme? Menurut Gus Faiz,

―ya memang visi besar front ini dekat dengan sosialisme, jika diistilahkan

dengan istilah-istilah kiri. Tapi kalo hitung-hitungan strategi, kita memang

menghindari istilah sosialisme ini, karena asosiasinya kan dekat dengan

komunisme. Dan komunisme di Indonesia ini punya beban sejarah yang

berat. Ya kalo kita mau mengusung isu-isu itu secara vulgar, berarti kita

harus mengusung isu-isu PKI, harus menyelesaikan dulu isu-isu terkait PKI.

Dan ini kan satu pekerjaan yang akan lama dan tidak mudah.

Meskipun sebenarya isu-isu itu sebelum tahun 65 ya biasa saja dibicarakan,

istilah-istilah seperti sosialisme disebut, dan masyarakat familiar dengan

itu. Tetapi untuk saat ini, itu tidak strategis menurut saya. Dan itu kerja dua

kali jadinya. Lha wong membawa satu isu saja ndak selesai-selesai. Dengan

membawa isu itu (sosialisme), kita akan mudah dilemahkan.

Mending kita membawa konsep baru, yang silahkan orang menilai itu dekat

dengan sosialisme, tetapi sebenarnya yang kita bawa itu adalah hal yang

baru. Jadi sebenarnya kita lebih berangkat dari tradisi khazanah keislaman,

seperti kitab, fiqh, dan pendapat ulama salaf, yang itu perlu dimaknai

41

Ibid, hlm 9.

Page 122: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

109

ulang, dan direvitalisasi. Tapi artinya, pembacaan secara ekonomi-politik

sebagai satu cara pandang tetap penting, dan secara personal kita semua

(yang di front) menguasai itu. Karena dalam pembacaan khazanah klasik

pun, kerangka ekonomi-politik tetap perlu, tetapi yang dikedepankan di

front bukan soal itu.”42

Gambar 4.2: Kedekatan paradigma FNKSDA dengan sosialisme atau bahkan Marxisme sulit ditampik.

Dalam modul pengkaderan dan diskusi rutinnya, karya-karya kunci Marx menjadi rujukan utama, seperti

dalam kajian rutin Das Capital oleh FNKSDA Bandung ini.

D. Fiqh Agraria dan Fiqh SDA sebagai Landasan Perjuangan

Salah satu hal yang membedakan FNKSDA dari gerakan ekologi, lingkungan,

dan yang fokus di isu tata kelola SDA lainnya adalah adanya fiqh agraria & SDA

sebagai salah satu paradigma dan landasan perjuangannya. 43

Nilai penting hal ini

disadari penuh oleh para pegiat FNKSDA, karena bagaimanapun mereka adalah

orang-orang yang berasal dari tradisi keagamaan yang kuat, khususnya kultur

nahdliyyin, dan salah satu sasaran utama mereka adalah warga nahdliyyin yang

terdampak konflik tata kelola SDA, di mana mereka juga adalah orang-orang

agamis yang memerlukan legitimasi teologis sebagai landasan perjuangannya.

42

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017. 43

Wawancara dengan Gus Fayyadl, 17 Oktober 2017 di Ponpes Babakan, Cirebon.

Page 123: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

110

Karenanya, selain ―Analisis Ekonomi-Politik Kapitalisme‖, materi ―Fiqh

Agraria‖ menjadi salah satu tema utama yang disampaikan dalam pengkaderan

FNKSDA. Dalam pedoman pengkaderannya, disebutkan bahwa,

“Bagian ini berisi penjelasan teologis dari korpus keislaman untuk

memperkuat keimanan peserta berjuang di jalan penyelamat ruang-hidup

dan tanah-air… Islam sebagai Teologi Pembebasan di sini diformulasikan

sebagai alat bergerak untuk membawa kaum Nahdliyyin keluar dari

ketertindasan dalam konteks tata kelola SDA.‖44

Gambar 4.3: Penyampaian materi Fiqh Agraria dalam Pesantren Agraria Cirebon Raya, Oktober 2017.

Desain rumusan fiqh agraria FNKSDA bertolak dari satu kenyataan

kontradiktif dan pertanyaan besar. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya

akan sumber daya alam. Berbagai hasil laut maupun bumi sangat melimpah. Dua

pertiga perairan Indonesia mengandung kekayaan perikanan, terumbu karang,

tambang dan mineral. Sepertiga yang lain berupa daratan yang mengandung lahan

subur untuk berbagai macam pertanian dan perkebunan. Indonesia pun memiliki

44

Pedoman Pengkaderan FNKSDA, ―Menegakkan Kedaulatan, Menyelamatkan Ruang-Hidup

dan Tanah-Air‖, hlm 4. Penulis berterimakasih kepada Bung Bosman Batubara yang sudah

menyediakan dokumen ini.

Page 124: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

111

kekayaan tambang dan mineral yang luar biasa. Kekayaan SDA ini sesungguhnya

merupakan modal dan potensi yang menjanjikan bila dikelola secara baik.

Seharusnya, konsekuensi logis dari adanya potensi SDA yang melimpah ini

adalah terjaminnya kesejahteraan bangsa. Namun, pada realitasnya, Indonesia

menjadi negara yang masih tergolong tertinggal dan semakin terpuruk. Berdasar-

kan data statistik nasional, lebih dari 28 juta orang hidup dalam garis kemiskinan.

Mengapa demikian? Kemanakah kekayaan SDA? 45

Sebagai negara yang memiliki basis ekonomi agraris, sampai saat ini

Indonesia belum bisa mengatur harga beras dan hasil pertanian lain secara

mandiri. Kekayaan laut yang melimpah pun sampai saat ini belum berbanding

lurus dengan kesejahteraan masyarakat nelayan. Selain itu, potensi pertambangan

yang dimiliki hanya dinikmati oleh korporasi asing yang bercokol dimana-mana.

Jika demikian, kedaulatan negeri khatulistiwa ini terhadap SDA sendiri masih

dipertanyakan. Era reformasi justru semakin memberikan kewenangan besar bagi

korporasi-korparasi untuk menggarap SDA Indonesia yang berakibat pada

peminggiran masyarakat lokal.

Dengan melihat banyaknya persoalan SDA di Indonesia, di manakah Islam

memposisikan persoalan tersebut. Bagaimanakah Islam merespon persoalan tata

kelola SDA dan berbagai kasus lingkungan dan kemanusiaan yang ada.

Karenanya, FNKSDA sadar bahwa tentu dibutuhkan kajian yang serius dan

mendalam karena melihat mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam. FNKSDA

berusaha merespon permasalahan ini dengan menggali khazanah Islam tentang

45

Kertas Kerja FNKSDA, ―Fiqh Sumber Daya Alam: Prinsip-Prinsip Dan Tata Kelola SDA Di

Indonesia‖, hlm 5.

Page 125: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

112

tata kelola SDA agar pengelolaan SDA mampu membawa kesejahteraan bagi

rakyat Indonesia. Rumusan ini dituliskan dalam bentuk kertas kerja yang berjudul

―Fiqh Sumber Daya Alam: Prinsip-Prinsip Dan Tata Kelola SDA Di Indonesia‖.46

Tawaran Fiqh SDA FNKSDA berangkat dari konsep-konsep dasar dalam

ushul fiqh dan qawa‟id fiqh yang menjadi metodologi utama dalam memproduksi

hukum fiqh (istinbath al-ahkam). Yang utama adalah konsep maqashid as-

syari‟ah atau tujuan dari ditetapkan syariah itu sendiri oleh Allah SWT. Ibn

Qayyim al-Jauziyyah, salah seorang ulama klasik paling otoritatif dalam bidang

ushul fiqh, dalam salah satu magnum opus-nya, I‟lam al-Muwaqqi‟in, tepatnya

pada bab as-syari‟atu mabniyyatun „ala mashalihil „ibad (syariah dibangun atas

kemaslahatan manusia) menyatakan:

―Bab ini mempunyai manfaat yang sangat besar, yang apabila

seseorang tidak mengetahui hal ini, niscaya akan jatuh pada

kesalahpahaman yang fatal terhadap syariah. ...Sesungguhnya dasar dan

pondasi dari syariat Islam adalah hikmat dan kemaslahatan bagi manusia.

Maka yang disebut syariat secara keseluruhan seharusnya berdasar dari

nilai keadilan, rahmat, dan kemaslahatan. Jadi, setiap hukum yang

berpaling dari keadilan menuju ketidak-adilan, dari rahmat menuju

lawannya, dari maslahat menuju mafsadat, dari hikmat menuju kesia-siaan,

maka bukanlah termasuk syariat, meskipun dihasilkan dari penafsiran

terhadap nash (al-Qur‘an & Hadits). Syariat adalah keadilan Allah kepada

hamba-hambanya; rahmat Allah kepada makhluk-makhluk-Nya; naungan-

Nya di dunia; dan hikmah yang menunjukkan kebenaran-Nya dan Rasul-

Nya secara sempurna.‖47

Prinsip tersebut lalu disistematisasikan pertama kali oleh Hujjatal Islam

Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghozali sebagai al-Kulliyatu al-Khoms, yakni

(1) Hifdzu al-Din (menjaga agama), (2) Hifdzu al-Aql (menjaga akal), (3 dan 4)

Hifdzu al-‘Irdli wa al-Nasl (menjaga harga diri dan keturunan) dan (5) Hifdzu al-

46

Kodir dan Mushoffa, Islam, Agrarian Struggle, and Natural Resources, hlm 57 47

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqqi‟ien „an Rabb al-„Alamin, (al-Maktabah al-

Syamilah; tanpa tahun), juz 3 hlm 149.

Page 126: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

113

Mal (menjaga harta). Kelima prinsip universal Islam tersebut menurut Abed Al-

Jabiri berlaku dimana pun dan kapan pun, karena prinsip-prinsip tersebut inti dari

hak-hak kemanusiaan dan HAM tidak memandang batas ruang dan waktu.

Berdasarkan interpretasi tersebut, menurut FNKSDA, jelas bahwa masalah

degradasi lingkungan dan pelanggaran HAM yang terjadi di sekitar area industri,

khususnya pertambangan, sudah melanggar prinsip-prinsip universal dalam Islam

tersebut. Konflik dan kejahatan kemanusiaan, akibat dari militerisasi di sekitar

kawasan industri jelas melanggar prinsip Hifdzu al-Nafs. Bencana alam,

kerusakan ekosistem, kelangkaan SDA dan pemiskinan pribumi merupakan

pelanggaran terhadap prinsip Hifdzu al-Mal. Sedangkan UU yang tidak memberi

akses demokratis terhadap aspirasi rakyat untuk menentukan hidupnya dapat

dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip Hifdzu al-Aql. Dengan

demikian kasus-kasus yang menjadi dampak dari eksploitasi SDA yang tidak

bertanggung jawab oleh investor dan pemerintah itu tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip kemanusiaan yang diajarkan dalam Islam, bahkan menurut akal sehat dan

hati nurani manusia secara umum.48

Selain itu, ekses-ekses dari eksploitasi SDA yang serampangan ini juga

menunjukkan bahwa kegiatan tersebut memang bertentangan dengan kaidah-

kaidah fiqh. Kebijakan pemerintah yang membiarkan praktik ini, bahkan memberi

izin atasnya, misalnya, jelas-jelas bertentangan dengan kaidah

49ف عرصش عاش ب صذخال طثب ١خ

―kebijakan penguasa terhadap rakyatnya harus didasarkan atas kemaslahatan‖

48

Kertas Kerja FNKSDA, ―Fiqh Sumber Daya Alam‖, hlm 5. 49

Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr As-Suyuthi, Al-Asybah wa an-Nadza‟ir fi al-Furu‟

(Beirut: Dar al-Kutub Al-Islamiyyah, t.th), hlm 83.

Page 127: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

114

Persoalan eksploitasi yang mengorbankan rakyat, dalam konteks fiqih

dikatakan sebagai persoalan yang mengandung mafsadat (kerusakan). Hal ini

bertentangan dengan tujuan pokok hukum Islam (fiqih) sendiri yang adalah

mendatangkan mashlahat (kebaikan) dan menghindari atau menghilangkan

mafsadat (kerusakan), baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain atau

umum. Seperti yang dinyatakan dalam rumusan:

ت صبخج فبعذ ا دسءا

―mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan‖.

Bahkan meskipun misalnya pemerintah berdalih bahwa ―pembangunan‖ yang

mereka lakukan akan mendatangkan manfaat berupa bertambahnya pemasukan

negara dan terbukanya lapangan kerja, tetapi di saat yang sama juga

mengorbankan rakyat yang digusur dari pemukiman dan lahan persawahannya

(seperti dalam kasus pembangunan Waduk Kedung Ombo, rencana pembangunan

pabrik semen di Rembang, atau rencana pembangunan bandara di Majalengka,

Jawa Barat), yang berarti mendatangkan mafsadat/kerusakan, maka dalam

pandangan agama, hal ini tetap dilarang, seperti tercermin dalam kaidah

فبعذ دسءا مذ ت صبخج ا

―menolak/menghindari kemafsadatan lebih didahulukan daripada menarik/men-

datangkan kemanfaatan”.50

Selain itu, kasus semacam ini juga bisa dilihat dengan sudut pandang lain.

Bahwa meskipun mengadakan pembangunan merupakan sesuatu yang ja‟iz

(boleh) dan dihalalkan, tetapi ketika itu disertai perbuatan yang menyengsarakan

terhadap rakyat, seperti pemaksaan pindah dan perampasan lahan, yang

50

Ibid, hlm 62.

Page 128: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

115

merupakan tindakan dzalim dan jelas-jelas haram, maka hal ini juga dicegah oleh

agama, sebagaimana tergambar dalam kaidah

ع إرااجز ذشا غتا ذشا ا ذلي ا

―apabila terjadi percampuran antara yang halal dan haram, maka yang menang

adalah haram (artinya hal tersebut dihukumi haram)‖.51

Di antara kaidah-kaidah lain yang layak untuk diterapkan sebagai prinsip

dasar pengelolaan SDA adalah sebagai berikut:

لضشاسلضشس

“Bahaya (kerusakan) harus dihilangkan”

Kaidah yang dimaksud merupakan kaidah yang bersifat universal yang

mencakup berbagai persoalan kemanusian yang berkaitan dengan kebaikan dan

kerusakan. Segala persoalan yang mengandung dlarar (bahaya) harus sebisa

mungkin dihilangkan bila sudah terlanjur ada. Adapun jika bahaya itu belum

nampak, namun diindikasikan akan timbul, maka wajib untuk dicegah. Mengenai

pencegahan bahaya yang belum timbul dikuatkan oleh kaidah yang menjadi

turunan atau cabang dari kaidah di atas, yaitu:

اضشس٠ضايثمذسالىب

“Kerusakan harus ditolak atau dicegah semampu mungkin”52

Kaidah tersebut jelas menangkis alasan dan tujuan pemerintah dalam meng-

eksploitasi SDA untuk kesejahteraan dan pembangunan. Lagi pula paradigma

pembangunan untuk selalu mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut tidak pernah

menunjukkan hasil yang posotif dalam mencapai kesejahteraan rakyat dan

penghapusan kemiskinan. Sampai detik ini kemiskinan masih menjadi masalah

51

Ibid, hlm 74. 52

Kertas Kerja FNKSDA, ―Fiqh Sumber Daya Alam‖, hlm 5.

Page 129: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

116

utama negara Indonesia. Bahkan, rasio gini (kesenjangan antara si kaya dan si

miskin) justru semakin melebar. Dengan kata lain, paradigma tersebut telah

membuktikan kegagalannya dalam menarik mashalih bagi rakyat dan justru

menimbulkan mafasid yang diderita rakyat.

Adapun secara furu‟iyah tindakan eksploitasi yang menimbulkan perusakan

lingkungan dan penderitaan rakyat secara tegas dilarang. Yang dijelaskan oleh

suatu kitab

ل للي١لرفغذا جي ا ي جي فغبدفيالسضث ا عجذبع للا فالسضثعذإصلدبب ويب

لز وض١شال أ بس ٠شأ رغ لطعأشجبس ل بص رخش٠ت ابطل

―Dalam ayat tersebut (al-A‘raf 56), Allah melarang manusia untuk berbuat keru-

sakan di atas bumi dalam bentuk apapun, baik sedikit atau banyak. Termasuk tin-

dakan pengrusakan adalah membunuh manusia, merobohkan rumah-rumah mere-

ka, merusak tanaman-tanaman mereka dan mencemari sungai-sungai mereka”.53

ليعيويفغيبدلرعب:)لرفغذافالسضثعذإصلدب(ف١غأخادذحأعجذبي

ليبياضيذبن:عيبلرعيسا أوضشثعذصلحلأوضش.فعاععياصيذ١خياللياي.

ابءاع١للرمطعااشجشاضشضشاسا.

―Dalam ayat tersebut Allah melarang setiap bentuk pengrusakan, baik sedikit

ataupun banyak, setelah Allah menciptakan bumi dalam keadaan baik, sedikit

ataupun banyak. Menurut pendapat yang sahih, ayat ini berlaku umum. Menurut

Imam ad-Dhahhak, arti ayat ini: janganlah merusak air dan janganlah memotong

tanaman-tanaman, karena akan menimbulkan mudarat”.54

Lebih jauh, mengenai munculnya mafasid di berbagai daerah sekitar industri

di Indonesia, siapakah yang semestinya bertanggung jawab atas segala mafasid

tersebut? Pasalnya, mafasid yang ada sampai saat ini belum terurus dan ditangani

dengan serius, khususnya oleh pemerintah. Demikian itu dijelaskan dalam fiqh

bahwa yang paling bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan kejahatan

53

Muhammad bin Ali as-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (al-Maktabah as-Syamilah digital), juz

3 hlm 47. 54

Muhammad Ibn Abu Bakr al-Anshari al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (al-Maktabah as-

Syamilah digital), juz 7 hlm 226.

Page 130: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

117

kemanusiaan di sekitar industri adalah pemerintah dan orang-orang kaya (swasta/

korporasi) yang melakukan eksploitasi SDA itu.

ا زعذ ا أ ذى دحلفب زعذ ادذأضشاس جتا ١يعالإرارشرجذعاغ ج زشرجيخضيشاسازغيجت٠ضي

. ٠ض مطعثزغجتآخش ا مطعلفإ ٠ ثبل١ب أصشرغجج بدا ل عرغجج

―apabila karena suatu sebab, terjadi (beberapa) kerusakan, maka hukumnya bagi

pihak yang menyebabkan kerusakan itu harus mengganti semua akibat yang

ditimbulkan olehnya, baik kerusakan itu sendiri maupun efek turunannya, selama

pengaruh (atsar) dari perbuatan yang merusak tersebut masih berlangsung.

Apabila suatu kerusakan memang disebabkan faktor lain, maka ia tak perlu

menggantinya.”55

ادذ) فو ٠زصش عزيبد ا عيمظثغيجتدفيش جيبسويأ أضيش إ عيبدح( عا ى ن)ف ل ا )

رهضشس ع ا ثئش؛ل رغ١شثذش أ عيبدحجذاسجبس ا ىي ث ف رعذ(فرصيش لجبثش)فإ

شزمص١ش ظب ب و خج١شا ذث ش ٠بوأ ظبل لطعبأ ذ بر ) )ض

―apabila seorang pemilik (tanah) menimbulkan kerusakan bagi tetangganya,

seperti dinding tetangganya yang roboh karena tanah yang digalinya, atau sumur

tetangganya yang berubah (kering) karena tanaman yang ditanamnya, maka ia

wajib mengganti kerusakan yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya,

meskipun di atas tanah miliknya sendiri.”56

Tak hanya pengrusakan, menurut FNKSDA, Islam juga melarang kepemili-

kan pribadi atas objek vital yang menjadi hajat hidup orang banyak, seperti

sumber air, hutan, gunung, tambang, dan kiang-kilang minyak atau gas, yang hari

ini dikenal dengan istilah ―privatisasi‖.

بءالبساعبخوب١دجخافشادذبالبساعظ١خ:ىاديذالزفيببثيلفغيداثي

ل»ديذ٠ش«ابطششوبءفصلس:ابءاىي ايبس»أساض١لثششطعذالضشاسثبغ١شلذذ٠ش:

«ضشسلضشاس

―air sugai yang bersifat umum, seperti sungai Nil, Tigris, Eufrat, dan sungai-

sungai besar lainnya, boleh dimanfaatkan (al-intifa‟) oleh setiap orang, baik

untuk kebutuhan dirinya, ternaknya, atau tanahnya (untuk irigasi), dengan syarat

bahwa pemanfaatan itu tidak merugikan orang lain. Hal ini berdasarkan hadis

yang menyatakan bahwa manusia bersekutu dalam 3 hal, yaitu air, padang

rumput (yang lalu di-qiyas-kan juga dengan hutan), dan api (sumber energi). Dan

55

Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, al-Mausu‟at al-Fiqhiyyah (Ensiklopedi

Keputusan Fiqh) (al-Maktabah as-Syamilah digital), juz 28 hlm 226. 56

Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj „ala Syarh al-Minhaj (al-Maktabah as-Syamilah

digital), juz 6 hlm 210.

Page 131: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

118

hadis yang menyatakan bahwa „(seseorang) tidak boleh merugikan dan dirugikan

(oleh orang lain)‟”.57

از٠جشفجبسعبخغ١شوخلديذلإيبيجبعيخل :اباشاثعـبءالبساعبخ

دى:ألهلدذفزالبسللفابء ضا١دجخافشادذبالبساعظ١خ.

فاجشلثدكجبعخوبلفىادذدكالزفببثبلثبشفخ)عمفغداث(اششةل

)عمصسعأشجبس(لشكاجذايبلصتا٢لدع١بجشابءلسضلذبيعيب

فعييثييبشأثييبغ١شأالزفييببثبييبءليي١ظذييبوييعأدييذييالزفييببثىيياجييلإرايي٠ضييشا

فإراأضشلفىاديذياغي١ ثبجبعخ.وباذىامشسثبلزفببفاطشقأاشافكاعبخ.

عأاذذرصشفلصايخاضيشس؛ليديكعبيخاغي١لإثبديخازصيشففيدميشيشطخ

إرلضييشسلضييشاس.اييذ١عييوييييزالييبسغ١ييشثبزفييبءاضييشسلوبلزفييببثييبشافكاعبييخل

ايبطشيشوبءفيصيلس:في» وخلدذلإباذكف١بشببج١ع:لع١اصيلحاغيل:

شييشوخاييبطف١ييبشييشوخإثبدييخللشييشوخييهلعييذ«اييخ»(فييسا٠ييخ1«)اييبءاىيي اييبس

فالزفببثببابءاعبلف١ضجذدكاششة.إدشاصبلفعاء

―jenis air yang keempat adalah air sungai yang (dimiliki) umum. Yaitu air yang

mengalir di aliran yang dimiliki umum dan tidak dimiliki secara pribadi. Adapun

air jenis ini diperuntukkan bagi masyarakat (jama‟ah), seperti Sungai Nil, Tigris,

Eufrat dan sungai-sungai besar lainnya. Dan hukumnya adalah, bahwa air ini tak

bisa dimiliki oleh siapapun, baik airnya maupun alirannya. Tetapi ia menjadi hak

bagi masyarakat keseluruhan. Maka bagi setiap orang, ada hak pemanfaatan (al-

intifa‟) atasnya, baik untuk mengairi dirinya, ternaknya, ataupun tanamannya.

Termasuk dengan membuat anakan sungai dan memasang alat untuk mengalirkan

air ke lahannya, dan tindakan-tindakan pemanfaatan air sungai lainnya.

Dan seorang hakim tidak boleh melarang seseorang untuk memanfaatkan air

sungai dengan alasan apapun, selama pemanfaatan tersebut tidak menimbulkan

mudarat pada sungai itu sendiri, orang lain, atau masyarakat. Hal ini sebagai-

mana hukum yang juga berlaku untuk penggunaan jalan dan kemanfaatan (fasili-

tas) umum lainnya.

Maka apabila suatu pemanfaatan memang menimbulkan mudarat, setiap muslim

justru harus mencegahnya dan membatasi pemanfaatan tersebut untuk menghi-

langkan mudaratnya, karena sungai tersebut merupakan hak bagi muslim secara

umum, dan untuk penmanfaatannya disyaratkan tidak ada mudarat, karena tidak

boleh berbuat mudarat pada orang lain.58

Namun, oleh karena pemerintah belum secara serius memenuhi tanggung

jawabnya untuk mencegah dan menanggulangi berbagai kerusakan lingkungan

yang ada, dan kemunculan korporasi swasta yang justru membatasi rakyat untuk

mengambil manfaat dari SDA mereka sendiri, akhirnya tidak jarang terjadi

57

Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (al-Maktabah as-Syamilah digital), juz

6 hlm 16. 58

Ibid, juz 6 hlm 480.

Page 132: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

119

bentrok dan konflik antara rakyat pribumi dengan pemerintah dan swasta. Rakyat

pribumi setempat misalnya, melakukan pemblokiran akses jalan dan menduduki

wilayah pengeboran dengan maksud menuntut hak-hak mereka. Dalam hal ini

ulama syafi‟iyyah membenarkan tindakan rakyat tersebut.

جغيل لبياشبفع١خ:صبدتاذكاعز١فبءدمثفغثأطش٠كلعاءأوبجظدميلأيغ١يش

[لاإعييبلجزفعييبلجاثضييييبعييلجزثيي 40/42مييرعييب:اجييضاءعيي١ئخعيي١ئخضييب اشييس:

جذع١بعيذ»اض١خ١غذوجلإبفابي.مع١اغل:[121/11 اذ:

(عسأاشبفع١خف١بإراوباأخرجظدمليغ١يشل3افكاذف١خ) «.سجفأدكث

يزابطيخفيافزثا١وبلبياثعبثذ٠جاصالخيزيجيظاذيكأيغ١يشلفغيبدا

فبءاذ٠.

―para ulama Syafi‟iyyah berpendapat: bagi orang yang berhak atas suatu harta,

boleh mengusahakan kembalinya hartanya (apabila itu dicerabut darinya)

dengan jalan apapun, berdasarkan firman Allah Ta‟ala pada QS As-Syura 40 dan

QS An-Nahl 126, serta hadis Nabi yang menyatakan bahwa seseorang yang

mendapati hartanya ada pada orang lain (yang merebutnya) lebih berhak atas

harta tersebut (dengan cara mengambilnya kembali). Dan pandangan ulama

Hanafiyyah sesuai dengan pendapat ulama Syafi‟iyyah di atas, seperti yang

dicontohkan oleh Ibn „Abidin (salah seorang ulama Hanafiyyah), bahwa seseo-

rang yang dihutangi boleh menarik harta dari orang yang berhutang, sesuai

dengan jumlah hutangnya, apabila orang tersebut menunda-nunda pembayaran

hutang, padahal ia sudah mampu atasnya”.59

Selain itu, menurut Gus Faiz ketika menyampaikan materi Fiqh Agraria,

bahwa Al-Qur‘an pun memperbolehkan seorang muslim untuk mengadakan per-

lawanan apabila dizalimi, untuk mempertahankan diri dan tanah mereka.60

Hal ini

seperti dinyatakan dalam ayat

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena

sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar

Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari

kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka

berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." (QS Al-Hajj 39-40)

59

Ibid, juz 5 hlm 480. 60

Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya, hlm 12.

Page 133: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

120

Menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, tapi

bukan dengan jargon-jargon ―pembangunan‖ yang justru mengorbankan dan

semakin menyengsarakan masyarakatnya. Bahkan, kalau perlu, pemerintah harus

melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan harta untuk mengemban tugas

ini, sebagai bagian dari mekanisme distribusi kekayaan dan keadilan sosial.

ججخششعبعوغدذهص٠بدحعوفب٠خعخعزشعسحاعبساذمقاا

ب٠مثذج١خر١لإطعباجب علفهأع١شغلوزارثزفص١لعبسحعسثذلوفب٠خ

صوبحزسوفبسحلفامب ١ثذفظبلام١بثشأبصخضذثبغ١غ١شرهلإرذفعثذ

ص١خعاصبخث١ذابيعذشءف١أعز١ظبلفإرالصشالغ١بءعره

اذمقثزام١دجبصغطبالخزعذجدامزضصشففصبسف.

"termasuk kewajiban yang ditetapkan oleh syara‟ bagi orang yang kaya dan

memiliki kelebihan harta untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya selama satu

tahun adalah menutupi „auratnya orang yang telanjang (karena tidak mampu

membeli pakaian yang layak, dengan membelikannya pakaian), memberi makan

orang yang kelaparan, membebaskan tawanan dari kalangan muslim dan kafir

dzimmi dengan cara menebusnya, memakmurkan warga negara, mencukupi

kebutuhan mereka, dan membantu apabila ada hal-hal (buruk) yang menimpa

umat Islam, dll, apabila semua ini tak terpenuhi dari dana zakat, nadzar, dan

kafarat, wakaf, wasiat, serta dana baitul mal. Apabila para orang kaya enggan

memenuhi hal-hal tadi, maka pemerintah diperbolehkan untuk mengambil paksa

sebagian harta mereka dan membelanjakannya untuk keperluan di atas.61

عذاضشسحعجضث١ذايبيصيشفعيشيااذيخاشع١يخالغ١بءبب٠فشضالبع

اضشس٠خضفمبداجذاغلحعذدبجبداذزبج١ذره

―dan pemerintah boleh mewajibkan orang-orang kaya (untuk mengeluarkan

hartanya), terutama dalam keadaan darurat dan ketidakmampuan baitul mal

untuk mengatasi persoalan negara dan rakyat, seperti menggaji pasukan dan

membeli persenjataan. Juga untuk memenuhi hajat hidup dasar bagi rakyat yang

membutuhkannya serta contoh-contoh lain”62

Berdasarkan kutipan-kutipan hadis dan pendapat ulama di atas, menurut

FNKSDA, jelas bahwa hak atas sumber daya alam, terlebih yang vital dan

61

Abd ar-Rahman bin Muhammad, Bughyat al-Mustarsyidin (al-Maktabah as-Syamilah

digital), hlm 322. 62

Abdullah Ibn Umar Ibn Sulaiman ad-Damiji, al-Imamat al-„udzma „inda Ahlis Sunnah wal

Jama‟ah (al-Maktabah as-Syamilah digital), hlm 325.

Page 134: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

121

menjadi hajat hidup orang banyak harus dimiliki bersama oleh rakyat dan tidak

boleh dikuasai sebagian pihak saja.

Berangkat dari paradigma ekonomi politik, landasan fiqh sumber daya alam,

dan prinsip-prinsip regulasi yang disusun oleh para pendiri bangsa, FNKSDA

menawarkan konsep syirkah (kooperasi) sebagai model tata kelola SDA yang

mereka perjuangkan. Hal ini karena, menurut mereka, jika dilihat dari konsep

kepemilikan SDA dalam Islam yang menyatakan bahwa SDA adalah milik rakyat

secara kolektif (syuroka‟), maka dalam syariat Islam, syirkah menjadi konsekuen-

si logis dari model tata kelola yang harus dipilih. Pemilihan syirkah terutama

didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menggunakan kata syuroka‟ yang

berasal dari kata syaroka, dan syirkah merupakan kata benda (mashdar) darinya.

Syirkah secara etimologi berarti bercampur. Sedangkan secara terminologi,

menurut Imam Syafi‘i, syirkah adalah tetapnya hak atas kemilikan bersama pada

suatu benda oleh satu orang atau lebih.63

Adapun dalam syirkah, terdapat syarat

saling memberi izin antara orang-orang yang berserikat itu dalam mengolah obyek

syirkah tersebut. Kesemuanya harus saling menghargai hak masing-masing. Salah

satu di antara mereka tidak diperkenankan menggunakan harta syirkah dengan cara

yang menimbulkan kerugian. Keuntungan dan kerugian yang dialami menjadi

tanggungan bersama sesuai dengan kepemilikannya masing-masing. Oleh karena

itu, dalam syirkah, transparansi, kejujuran dan keadilan menjadi prinsip dasar yang

sangat dijunjung tinggi.

63

Muhammad Ibnu Qasim, Fath al Qarib al Mujib, (Surabaya: Darul Ulum, TT), hal. 34.

Page 135: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

122

Tak jauh berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Muhammad Al-

Syarbini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah, ―ketetapan hak pada

sesuatu harta untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur

(diketahui).‖64

Yang dimaksud dengan cara yang masyhur di atas yaitu cara yang

diketahui, dikenal, dan terbukti kebaikannya. Jadi, seperti apa model dan

mekanisme pengelolaannya, selama ia membawa pada kebaikan pada banyak

orang, maka ia bisa dipakai atau dijalankan atas dasar kesepakatan. Konsep

syirkah ini sebenarnya dalam bahasa Indonesia adalah koperasi. Namun dalam

perjalanannya, koperasi ini telah mengalami distorsi pada era orde baru dan

menjadi tidak sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945 tentang demokrasi

ekonomi. Oleh karena itu, kata kooperasi dikedepankan dalam konsep pengelolaan

SDA sebagai petunjuk untuk kembali pada prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.65

Dalam konteks Indonesia, pengelolaan SDA bertumpu pada Pasal 33 UUD

1945. Pemimpin dalam hal ini berperan sebagai penguasa demokratis yang

memimpin syirkah (kooperasi) pemanfaatan SDA. Sedangkan yang menjadi

pemilik (anggota) syirkah adalah seluruh rakyat Indonesia, terutama warga yang

ada di sekitar lokasi SDA. Adapun yang menjadi tujuan akhir syirkah ini yaitu

kesejahteraan seluruh elemen rakyat. Oleh karena itu, pola kebijakan pengelolaan

harus didasarkan pada hasil musyawarah bersama rakyat tanpa ada tindakan-

tindakan yang mengandung aspek diskriminatif, kecurangan, dan ketidakadilan.66

64

Muhammad Syarbini Al-Katib, Al-Iqna‟ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja‟ (Beirut: Dar al-Ihya‘ al-

Kutub al-Arabiyah, 1981). 65

Kertas Kerja FNKSDA, ―Menafsir Pasal 33‖, hlm 8. 66

Kertas Kerja FNKSDA, ―Fiqh Sumber Daya Alam‖, hlm 11.

Page 136: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

123

E. Bahtsul Masa’il, Halaqah, dan Tradisi Nahdliyyin Sebagai Metode Gerak

Gambar 4.4: Shalawat Marhaen yang disusun oleh Muhamad Al-Fayyadl

Selain berangkat dari khazanah pengetahuan klasik yang digalinya sendiri,

FNKSDA juga menjadikan keputusan-keputusan hukum yang dihasilkan oleh

forum-forum bahtsul masa‟il dalam NU atau yang terafiliasi dengannya sebagai

salah satu landasan bergerak. Hal ini mengingat kuatnya putusan hukum yang

disepakati para ulama sebagai legitimasi, baik dalam pandangan nahdliyyin

maupun ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus konflik

tata kelola SDA.

Karenanya, dalam beberapa kasus, FNKSDA juga mendorong diadakannya

bahtsul masa‟il dan halaqah yang membahas persoalan SDA, khususnya yang

berhubungan dengan kasus-kasus spesifik di suatu wilayah, seperti ketika mereka

Page 137: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

124

menghadapi rencana pembangunan geotermal oleh PT. Chevron di Gunung

Ciremai, mereka memasukkan kasus ini dalam salah satu agenda pembahasan di

bahtsul masail dalam rangkaian agenda ―Halaqah Fiqh Sumber Daya Alam:

Respon Islam terhadap Tata Kelola SDA di Indonesia‖ yang bertempat di Pondok

Pesantren Buntet, Cirebon, pada April 2015, 67

yang akhirnya memutuskan bahwa

pembangunan geotermal ini adalah haram. Atau ―Halaqah Kedaulatan Tanah

Sumenep‖ yang diadakan karena mulai maraknya investasi yang meminggirkan

rakyat Sumenep, Madura, dari tanah mereka sendiri.68

Di antara beberapa hasil bahtsul masail NU, yang paling utama menjadi

rujukan FNKSDA adalah: Pertama, keputusan Bahtsul Masail al-Diniyah al-

Maudlu'iyyah Muktamar NU XXX, di PP. Lirboyo Kediri, Jawa Timur, 21-27

November 1999, yang menetapkan bahwa:

1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan Hak Tanam

kepada petani yang kekurangan atau tak memiliki lahan pada tanah negara

dalam jangka panjang, supaya mereka bisa mengambil manfaat darinya.

2. Pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor agraria diharapkan menjadi

tulang punggung ekonomi nasional di masa mendatang.

3. Untuk membangun ekonomi rakyat, hal mendasar yang harus

diperhatikan adalah kecilnya lahan yang dimiliki rata-rata petani, yaitu

kurang dari 0,5 hektar. Untuk itu, kita perlu mengatur kembali

penggunaan aset tanah melalui mekanisme Reforma Agraria untuk

menjamin hak petani dalam menggunakan lahan.

4. Pembangunan demokrasi dalam ruang politik merupakan pondasi dari

kebijakan yang lebih baik. Pembangunan ekonomi harusnya didasarkan

pada sumber daya alam yang bisa diperbarui dan sumber daya manusia.

Kekuatan sumber daya NU yang berasal dari massa petani harus disadari,

diperhatikan, dan diperkat.

5. Untuk mencapai tujuan di atas, pemerintah harus memberdayakan dan

melindungi hak rakyat miskin (baik secara fisik, sosial, ekonomi, polituk,

maupun kultural) dari eksploitasi dan agresi kelompok yang lebih kuat.

67

Wawancara dengan Gus Syatori, 14 Oktober 2017 di Ponpes Masyariqul Anwar, Cirebon;

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017 di Sekretariat Saung Daulat Amarjati, Cirebon.

Juga artikel ―Halaqah Fiqh SDA di Pesantren Buntet‖, URL: www.daulathijau.org/?p=482 68

www.daulathijau.org/?p=906

Page 138: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

125

Negara/pemerintah yang tidak menunjukkan komitmen pada keadilan dan

perlindungan kelompok lemah, dalam perspektif Islam, tidaklah diakui.

6. Menjadi tanggung jawab setiap orang, terutama melalui wakil yang

mereka pilih, untuk menjalankan fungsi kontrol sosial (amar ma‟ruf nahi

munkar) secara terus menerus di semua tingkat, mulai dari desa sampai

pusat negara, sehingga tidak ada sepeser rupiahpun uang negara yang

digunakan untuk kepentingan pribadi penguasa atau disalahgunakan untuk

hal yang justru merugikan rakyat dan menghalangi keadilan dan kesejah-

teraan bersama.69

Kedua, Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyah al-Qanuniyyah Muktamar NU

Ke-33 di Jombang, 1-5 Agustus 2015, yang menetapkan bahwa NU menuntut

pemerintah untuk:

1. Melakukan moratorium terhadap semua izin perusahaan berskala besar di

bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan pesisir, serta meninjau

ulang semua kebijakan dan izin yang diterbitkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah dalam bidang SDA.

2. Menghentikan segala bentuk penanganan konflik yang disebabkan oleh

persoalan pengelolaan sumber daya alam dengan cara kekerasan dan

mengutamakan proses dan cara-cara dialogis.

3. Membentuk lembaga khusus yang berfungsi menyelesaikan konflik agraria

yang memiliki wewenang untuk membuat rekomendasi untuk

dilaksanakan oleh Pemerintah.

4. Mengembalikan tanah dan sumber daya air milik rakyat yang dikuasai

oleh perusahaan ataupun pemerintah kepada pemiliknya semula.70

Ketiga, Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur di PP Bahrul Ulum

Tambak Beras, Jombang, 25-27 Februari 2014, yang menetapkan bahwa:

1. Sumber daya alam dalam bentuk air sungai, air laut, mata air, hasil hutan,

dan garam yang terkandung dalam tanah mubahah (tanah yang tidak

dimiliki oleh individu, tetapi dikuasai oleh negara tidak boleh dimonopoli

oleh segelintir individu. Tindakan pemerintah yang memberikan hak

kepemilikan dan pengaturan sumber daya alam ini kepada pihak swasta

tidaklah dibenarkan.

2. Terhadap sumber daya air, baik yang berada di tanah yang mati (mawat),

tanah yang dimiliki negara, atau tanah yang dimiliki individu,

69

Lajnah Ta‘lif wa al-Nasyr PBNU, Ahkam al-Fuqaha‟: fi Muqarrarati Jam‟iyyati Nahdhatil

Ulama (Solusi Problematika Aktual Hukm Islam: Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes

Nahdlatul Ulama 1926-2010) (Surabaya: Khalista, 2011), hlm 576. 70

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU (Jakarta: LTN NU,

2015) hlm 241.

Page 139: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

126

pengaturannya harus memperhatikan keseimbangan alam dan ekosistem,

sehingga tidak menimbulkan dampak yang merusak lingkungan.

3. Penambangan emas, perak, gas, batubara, bijih besi, timah, nikel, bauksit,

dan semacamnya yang terkandung dalam tanah yang dikuasai negara,

harus diatur dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat, dengan

tetap memperhatikan keseimbangan alam dan kerusakan lingkungan.

Tindakan pemerintah yang lebih memberi perhatian pada kepentingan

investor dalam hal ini tidaklah dibenarkan.

4. Apabila dalam kasus semacam itu, terdapat kerusakan atau kerugian yang

ditimbulkan, maka menjadi tanggung jawab investor untuk mengusaha-

kan perbaikannya.

Selain itu, menurut FNKSDA, bahtsul masail NU juga sudah mengatur

tentang land reform atau Reforma Agraria. Dalam Bahtsul Masail di Jakarta pada

11-13 Oktober 1961, NU tidak melarang land reform. Penolakan NU, bagi

FNKSDA, hanya ditujukan pada aksi sepihak yang kala itu dilakukan BTI

(Barisan Tani Indonesia) di berbagai daerah. Karenanya, muncul kesan bahwa

implementasi program land reform justru berubah menjadi land grabbing alias

perampasan tanah.71

Sebagaimana diketahui, di masa Orde Baru, pertumbuhan ekonomi menjadi

program prioritas pemerintah, yang mempunyai efek turunan berupa penggusruran

tanah rakyat atas nama pembangunan. Hal ini memantik respon NU yang pada

Bahtsul Masail Muktamar NU Ke-29, di PP. Cipasung, Tasikmalaya, 4 Desember

1994, menetapkan bahwa:

1. Penggusuran tanah rakyat oleh pemerintah hanya diperbolehkan jika

memang benar-benar demi kepentingan umum (al-maslahah al-„ammah)

yang dibenarkan oleh syara‘, di mana kemaslahatannya harus lebih besar

daripada mudaratnya. Dan harus dengan ganti rugi yang memadai.

2. Cara yang terbaik dalam menentukan ganti rugi penggusuran tanah

menurut fiqh ditempuh melalui musyawarah atas dasar keadilan dan tidak

ada pihak yang merasa dirugikan.72

71

Gita Anggraini, Islam dan Agraria: Telaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam dalam

Merombak Ketidakadilan Agraria (Yogyakarta: STPN Press, 2016), hlm 61-65. 72

Lajnah Ta‘lif wa al-Nasyr PBNU, Ahkam al-Fuqaha‟, hlm 507.

Page 140: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

127

Bahkan setelah keluarnya keputusan ini, mengingat ―pembebasan‖ dan peng-

gusuran tanah secara paksa masih terus terjadi, bahkan semakin meningkat, NU

dalam Bahtsul Masail Munas Alim Ulama di Ponpes Qomarul Huda Bagu, Pring-

garata, Lombok Tengah, 7-10 November 1997 memperkuat kembali sikap di atas

dengan mengeluarkan putusan bahwa:

1. Pembebasan tanah dengan harga yang tidak memadai dan tanpa

kesepakatan dua belah pihak, tergolong perbuatan zalim karena termasuk

bai‟ al-mukrah dan hukumnya haram serta TIDAK SAH.

2. Yang bertanggungjawab adalah semua pejabat instansi pemerintahan yang

terkait.

3. Keuntungan yang diperoleh dari proses ini hukumnya HARAM. Meski-

pun digunakan untuk membangun sarana ibadah juga tetap haram.73

Selain mendorong bahtsul masail yang membahas konflik tata kelola SDA

pada kasus tertentu, FNKSDA juga memproduksi tulisan-tulisan yang meninjau

suatu kasus dalam sudut pandang agama Islam, khususnya dalam sudut pandang

hukum fiqh, seperti dalam kasus yang sama di Gunung Ciremai dan kasus rencana

pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng, Rembang. Juga tulisan-

tulisan seputar lingkungan hidup dan agraria menurut sumber-sumber Islam,

seperti Al-Qur‘an dan Hadits.74

FNKSDA juga membuat ―amalan-amalan‖ yang terutama ditujukan untuk

petani dan kalangan lainnya, untuk menghindari dari musibah alam seperti kekeri-

ngan dan gagal panen, dengan ber-wasilah kepada Nabi Muhammad SAW, dan

73

Ibid, hlm 548. 74

Seperti tulisan Fuad Faizi, ―Teologi Gunung Dalam Al-Qur‘an: Refleksi atas Rencana

Eksplorasi ―Fracking‖ Panas Bumi di Gunung Ciremai Kuningan Jawa Barat‖. Saya berterima

kasih pada Gus Faiz yang sudah memberitahukan adanya tulisan ini.; Atau tulisan Muhammad Al-

Fayyadl, ―Kasus Rembang dalam Perspektif Hukum Islam‖, URL: www.daulathijau.org/?p=581;

dan ―Ngaji Hadits-Hadits Lingkungan Hidup dan Agraria‖, URL: www.daulathijau.org/?cat=2

Page 141: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

128

untuk menapaktilasi semangat perjuangan beliau dalam membela mustadh‟afin.

Bacaan ini mereka namai Shalawat Bumi75

dan Shalawat Marhaen.76

Gambar 4.5: Salah satu kegiatan keagamaan yang dilakukan FNKSDA.

Dan dalam upaya perlawanan mereka terhadap pihak-pihak yang hendak

mengorbankan rakyat, mereka juga tak ragu menggunakan cara-cara yang identik

dengan tradisi nahdliyyin, seperti doa bersama dan istighosah, pengajian umum di

daerah konflik, bahkan sampai peringatan Hari Santri bersama warga terdampak

konflik tata kelola SDA.77

75

Muhammad Al-Fayyadl yang mengarang Shalawat Bumi ini menyatakan, dengan berkah

shalawat ini, diharapkan bahwa: 1) yang mengamalkannya terhindar dari tergolong orang yang

terlibat dalam pengrusakan alam (mufsidun); 2) yang mengamalkannya akan termasuk golongan

orang yang berjihad memperbaiki alam dan kehidupan di dalamnya (mushlihun); 3) dengan

ditujukan pada tembat yang gersang, kekeringan, atau terkena pengrusakan, maka tempat-tempat

itu akan dipulihkan kesuburannya. 76

Untuk Shalawat Marhaen bisa dilihat di URL https://youtu.be/GSVFs1C2NF4 77

Seperti kegiatan yang mereka lakukan pada 27 Maret 2015 di Ponpes Roudhotut Tholibin

dengan tema ―Istighosah Akbar untuk Keselamatan Pegunungan Kendeng dan Sumber Daya Alam

Indonesia Bersama para Alim Ulama‖, URL: www.daulathijau.org/?p=906; ―Ngaji Agraria:

Menolak Lupa Tragedi Urutsewu 16 April 2011‖ berupa peringatan penembakan petani di Urut

Page 142: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

129

F. Merumuskan Strategi Hubungan dengan NU & Organisasi Lainnya

Bagian ini membahas relasi yang dikembangkan oleh FNKSDA, baik dengan

organisasi lain di luar (eksternal) NU yang memiliki satu visi, maupun dalam

menghadapi kalangan dalam (internal) NU sendiri.

Dengan organisasi-organisasi yang sempat disinggung pada bagian

sebelumnya, seperti Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan

Hidup (WALHI), Omah Kendeng, Jaringan Masyaraat Peduli Pegunungan

Kendeng (JMPPK), Forum Komunikasi Masyarakat Agraria (FKMA), dan

Yayasan Desantara, FNKSDA membangun hubungan partnership demi mendo-

rong kemajuan perwujudan visi mereka tentang kedaulatan masyarakat atas

sumber daya alam sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan.

Banyak juga inisiator FNKSDA yang tergabung dalam LSM-LSM dan

gerakan ini. Sepanjang organisasi tersebut mempunyai tujuan dan visi yang tidak

bertentangan dengan prinsip FNKSDA, maka keanggotaan ganda pada organisasi

lain tidak dilarang dalam FNKSDA. Misalnya, Merah Johansyah Ismail yang ikut

terlibat dalam pembentukan FNKSDA, merupakan pegiat JATAM Kalimantan

Timur kala itu, dan sejak 2016 menjadi koordinator nasional (kornas) JATAM

Nasional. Atau Moh. Sobirin yang juga aktif dalam perumusan FNKSDA, juga

peneliti aktif di Omah Kendeng.78

Dalam kerjasama dengan jaringan organisasi lain yang satu visi ini, FNKSDA

berharap bisa menjadi jembatan yang menghubungkan gerakan-gerakan di isu

lingkungan, agraria, dan SDA dengan kalangan internal NU, baik itu pengurus

Sewu oleh TNI, URL: www.daulathijau.org/?p=1070; ―Santri-Tani Nyawiji, Peringatan Hari

Santri di Tenda Perjuang-an‖, URL: www.daulathijau.org/?p=960 78

Mubarak ―Gerakan Sosial-Lingkungan Pemuda NU‖, hlm 51.

Page 143: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

130

struktural NU maupun warga nahdliyyin. Di satu sisi, kalangan internal NU

diharapkan mendapat pendidikan secara perlahan dari interaksi mereka dengan

gerakan-gerakan ini. Di sisi lain, gerakan ini juga diharapkan mempunyai basis

aktif di masyarakat, dan tidak berhenti perannya sebagai peneliti dan pengamat

dari luar masyarakat.

Sedangkan dalam berhadapan dengan kalangan internal NU, FNKSDA akan

menempuh jalan yang ―moderat‖ dalam berinteraksi dengan mereka. Meskipun

sepintas terlihat sederhana, tetapi ini sebenarnya langkah yang tak mudah.

Terutama karena dalam beberapa kasus, kelompok dalam NU, khususnya

pengurus strukturalnya cenderung abai pada persoalan ekonomi-politik yang

membelenggu umat, dan terkadang justru berpihak pada korporasi yang

mengeksploitasi dan berhadapan dengan rakyat.79

Misalnya, dalam kasus rencana pendirian pabrik semen di Pegunungan

Kendeng yang mendapat penolakan keras oleh masyarakat. Sekumpulan keluarga

pendok pesantran (yang jelas terafiliasi dengan NU) yang mengatasnamakan

Forum Kyai Muda (FKM) Rembang dan sekitarnya justru mengeluarkan

pernyataan tegas mendukung pendirian pabrik tersebut dengan dalih hal itu

membawa maslahat. Sementara itu sikap PBNU terhadap hal ini dinilai ambigu,

karena tak kunjung memberi pernyataan tegas, dan bahkan justru menerima

bantuan dari PT. Semen Indonesia sebagai pihak yang akan mendirikan pabrik

semen di Pegunungan Kendeng. Bahkan sosok kyai kharismatik KH. Maimoen

Zubair juga membingungkan sikapnya. Sebelumnya, beliau menerima perwakilan

79

Lembar Kerja FNKSDA (2013), hlm 5.

Page 144: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

131

warga yang menolak pendirian pabrik semen dan telah mendengar kesaksian serta

keluh kesah mereka. Tetapi, setelah itu, dalam satu wawancara juga muncul kesan

kalau beliau membenarkan rencana pendirian pabrik semen itu.80

Dalam kasus-kasus di mana pengurus NU atau sosok agamawan yang

menjadi rujukan masyarakat cenderung membela pihak (khususnya korporasi)

yang berkonflik dengan masyarakat, muncul selentingan bahwa orang-orang ini

telah ―dibeli‖ dan menerima aliran dana oleh pihak perusahaan. Tetapi dalam

komunitas nahdliyyin, tentu menjadi tabu untuk mengumbar pembicaraan bahwa

figur-figur yang dihormati tersebut telah menerima ―gratifikasi‖ sehingga berpi-

hak pada korporasi.81

Dalam hal seperti ini, posisi FNKSDA terkadang cukup dilematis. Di satu sisi

tentu organisasi ini harus membela rakyat yang akan jadi korban dari kapitalisme

ekstraktif, sesuai komitmen pendirian organisasi ini. Yang artinya, organisasi ini

mesti mengambil sikap berbeda dengan NU secara struktural atau tokoh-tokoh

masyarakat yang disegani (utamanya figur kiai). Tetapi, mereka juga harus

mengemas perbedaan sikap ini sehalus dan sesantun mungkin, agar tak muncul

kesan bahwa mereka adalah sekelompok pembangkang, yang justru akan kontra-

produktif bagi kelangsungan gerakan kelompok ini dalam jangka panjangnya.

80

Hal ini lalu ditanggapi dengan cukup bijak oleh Muhammad Al-Fayyadl selaku Komite

Nasional FNKSDA, melalui satu tulisannya, ―Menakwil Penyikapan Mbah Maimoen atas Kasus

Semen Rembang‖, URL: www.daulathijau.org/?p=1028; 81

Seperti dituturkan oleh Bung Usman, koordinator FNKSDA Banyuwangi yang menceritakan

bahwa dalam rencana pembukaan penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi,

yang mendapat penolakan warga, terbukti ada aliran dana yang diberikan korporasi kepada

pengurus NU lokal dan pondok-pondok pesantren di sana. Bahkan karena kritik FNKSDA atas

fakta ini, organisasi ini sudah ―di-merah-kan‖ alias dicap ―kiri‖, bahkan ―komunis‖ oleh pengrus

PCNU di sana. Wawancara dengan Bung Utsman, 16 Oktober 2017 di Babakan, Cirebon.

Page 145: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

132

Gambar 4.8: Rilis dukungan Forum Kiai Muda Jateng atas pendirian pabrik semen di Kendeng, Rembang.

Fakta-fakta semacam ini sudah diidentifikasi dalam diskusi pra-pendirian

FNKSDA pada 4 Juli 2013 di Pendopo LKiS. Karenanya, dalam merumuskan

hubungan internalnya dengan NU, FNKSDA memutuskan untuk tetap menjadi

independen dan bergerak secara organik dalam tubuh NU. Artinya, FNKSDA tak

berkehendak untuk menjadi salah satu badan otonom di bawah kepengurusan NU.

Meskipun sebenarnya tawaran kepada front untuk bergabung menjadi salah satu

badan otonom dalam NU sudah pernah dilontarkan. Seperti diceritakan Gus Faiz,

―sempat kok tawaran-tawaran itu datang, kita diajak duduk bareng, tapi akhirnya

nggak jadi. Ketika itu tawarannya tidak untuk masuk (ke dalam NU), tetapi untuk

ketemu, berdiskusi, tapi kita tahu arahnya ke mana‖.82

Salah satu pertimbangan utamanya adalah karena dalam NU sudah terlalu

banyak kepentingan yang ―bermain‖, dan bahwa dengan adanya fakta pengurus

82

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017.

Page 146: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

133

NU yang berpihak pada korporasi yang berkonflik dengan rakyat, maka lebih baik

FNKSDA tetap berada di luar struktur keorganisasian NU, terutama untuk

menghindari intervensi. Hal ini seperti yang diungkapkan Gus Syatori83

,

“Kita (FNKSDA) memang tidak meng-underbow ke NU. Banyak yang

bertanya-tanya, karena ada kata Nahdliyyin FNKSDA ini apanya NU ya.

Kita tidak memilih itu (menjadi badan otonom dalam NU) karena banyak

hambatan struktural. Semuanya di front ini aktivis NU, dan tahu betul

bagaimana kondisi struktural di NU. Ketika kita memilih itu (menjadi

underbow), sama saja bunuh diri. Kita sedang ingin mandiri supaya lebih

leluasa. Kita ingin bebas, memberikan sesuatu secara utuh, tidak

tergantung dengan siapapun terhadap persoalan yang kita hadapi. Tidak

berarti kita lepas. Hampir di setiap momen kita selalu kritis. Pernah juga

kita bersebrangan dengan NU sendiri. Misalnya di muktamar (NU ke-33 di

Jombang), kita lagi hajar semen, eh sana (NU struktural) malah terang-

terangan, kalo muktamar malah dapat (uang) dari situ. Suatu saat, bisa saja

kita bikin kegiatan bareng (dengan NU) kalau memang satu arah. Kita tidak

antipati kok terhadap NU. Kalau prinsipnya sama, kenapa tidak?‖.

Sikap kritis terhadap NU memang benar-benar dibuktikan dalam tindakan

nyata. Contoh paling baik untuk menggambarkan hal ini terjadi ketika PBNU

memutuskan untuk bekerjasama dengan Bank Mandiri dalam memberi bantuan

ekonomi kepada warga nahdliyyin, bahkan sampai logo bank ini terpasang dalam

kartu tanda anggota NU (Kartanu) yang pembuatannya sedang digalakkan oleh

PBNU kala itu. Selain memang menolak sektor perbankan sebagai manifestasi

dari kapitalisme finansial, argumen penolakan FNKSDA dalam hal ini semakin

dikuatkan dengan fakta bahwa Bank Mandiri merupakan penyandang dana utama

dalam pembiayaan pendirian pabrik semen di Rembang yang ditolak oleh warga

karena akan menghancurkan lingkungan dan mengusir mereka dari tanah airnya.

Penolakan FNKSDA disampaikan dalam bentuk rilis permohonan terbuka yang

83

―Notulensi Kegiatan Pesantren Agraria Cirebon Raya‖, hlm 5-6.

Page 147: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

134

meminta PBNU membatalkan kerjasamanya dengan Bank Mandiri dengan bebe-

rapa pertimbangan di atas.84

Selain itu, penolakan juga disampaikan oleh personil-

personil FNKSDA melalui akun media sosial mereka masing-masing.

Hal ini senada dengan yang disampaikan Gus Faiz,

―dalam menghadapi NU struktural atau para kiai, yang jelas tradisi NU

tetap kita pegang ya. Tapi kita tidak mau terjebak di situ saja. Kalau

memang suatu saat, dalam menghadapi kasus kita berseberangan secara

ideologis, ya kita akan berhadap-hadapan. Tapi ya kita harus mengedepan-

kan cara-cara tadi dulu, tabayyun dulu, ketemu dulu, silaturahim dulu, kalo

ke kiai ya tradisi sowan.

Kita dulu juga pernah coba lakukan audiensi dengan PBNU, tapi masih

mental. Makanya kalau dikatakan bahwa kita akan berbenturan dengan

struktur, ya tidak dong. Lha wong kita masih mau audiensi kok‖.85

Dalam kasus di mana figur-figur ulama dianggap mendukung korporasi,

FNKSDA tidak sepenuhnya menyalahkan atau menunjuk hidung sosok tersebut.

Seperti disampaikan oleh Gus Faiz Syaerozi dalam sesi materi ―NU, Pesantren,

dan Gerakan Agraria di Indonesia‖ pada kegiatan Pesantren Agraria, kebanyakan

sikap kiai ini dikarenakan ketidaktahuannya atas konstelasi konflik yang ada.

Karenanya, terhadap mereka, bukannya memusuhi atau menyalahkan, tindakan

yang harusnya diambil adalh mendatanginya dan mengabarkan keadaan sebenar-

nya dalam suatu kasus. Dalam istilahnya,

“Terkadang kiai sebenarnya tidak memiliki pemahaman yang berbeda

dengan kita. Tinggal bagaimana kita melakukan suatu pemahaman terha-

dap kiai, untuk kemudian menyatukan pemahaman bersama, sehingga kita

melakukan suatu gerakan bersama, bukan hanya masyarakat biasa, tetapi

para kiai juga terlibat. Intinya adalah, banyak sekali kiai yang harus

disadarkan, entah itu dilakukan oleh siapa, tetapi di situlah permasalahan

kiai, yaitu kurangnya informasi terhadap permasalahan sosial yang ada di

84

FNKSDA, ―Permohonan Terbuka Kepada PBNU Terkait Kerjasama dengan Bank Mandiri‖,

17 Juni 2016. URL: www.daulathijau.org/?p=861 85

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017.

Page 148: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

135

sekitarnya. Jadi tergantung siapa yang bisikin duluan. Apakah setannya

(korporasi) atau malaikatnya (rakyat).‖86

Namun, meskipun bersikap kritis dan menyadari banyak ―kebobrokan‖ dan

―permainan‖ dalam tubuh NU, bukan berarti FNKSDA sama sekali antipati terha-

dap organisasi ini. Bagaimanapun, FNKSDA menyadari bahwa NU merupakan

organisasi besar dengan potensi yang juga besar, yang tidak bisa ditinggal begitu

saja, apalagi dimusuhi. Seperti dijelaskan sebelumnya, dengan menyandang nama

nahdliyyin, mereka sebenarnya juga menyasar kelompok-kelompok yang terafilia-

si dengan NU.

Dalam AD/ART mereka sendiri dengan jelas dinyatakan bahwa salah satu

sasaran untuk menjaring kader adalah dari ―organ yang berhubungan dengan NU

terutama dari kalangan anak muda‖. Selain itu, dalam pergerakannya, AD/ART

juga memaklumatkan bahwa FNKSDA di berbagai daerah bertugas untuk

―menyelenggarakan kegiatan bersama dengan organ NU (misalnya: pesantren,

PWNU, Fatayat, PMII, IPNU/IPPNU, atau Lakpesdam) dengan tema SDA‖.87

Dalam gerakannya, tidak menutup kemungkinan FNKSDA akan bermitra dan

berjejaring dengan kepengurusan NU atau organisasi turunannya, seperti GP

(Gerakan Pemuda) Ansor atau IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), baik di

tingkat nasional maupun lokal, terutama di cabang-cabang yang dalam pandangan

FNKSDA, mempunyai personil dan kecenderungan ―cukup progresif‖ dan satu

visi dengan FNKSDA. Selain itu, FNKSDA juga akan melakukan upaya untuk

86

―Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya‖, hm 20-21. 87

AD/ART FNKSDA Bab II Pasal 10 dan Pasal 17.

Page 149: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

136

menjadikan isu ekonomi-politik dan kedaulatan rakyat Indonesia atas sumber daya

alamnya mendapat perhatian lebih dalam komunitas nahdliyyin.88

FNKSDA juga tak ragu menggandeng PBNU, yang dibuktikan dengan

pernyataan bersama yang dikeluarkan keduanya di masa-masa awal berdirinya

front. Pernyataan ini sendiri berisi dukungan terhadap rakyat yang sedang meng-

hadapi kasus konflik agraria melaan korporasi, seruan kepada aparat negara agar

berlaku adil dalam menangani kasus-kasus sengketa tata-kelola SDA dan menja-

min perlindungan terhadap rakyat yang terlibat di dalamnya, menyerukan kepada

pemerintah daerah untuk menghentikan beroperasinya kegiatan perusahaan tam-

bang yang merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyat, dan instruksi agar

jajaran NU berperan aktif dalam pengawasan praktik-praktik ekstraksi SDA di

wilayah mereka.89

Secara lebih lengkap, rumusan strategi mereka dalam hubungannya dengan

internal NU adalah sebagai berikut:

halaqah-haloqah (perkumpulan) yang membahas isu SDA di

kantong-kantong NU dengan tujuan pengarusutamaan tema ini. Setiap simpul

daerah yang tergabung dalam FNKSDA, bisa mengadakan halaqah di daerah

masing-masing dan memobilisasi jaringan FNKSDA untuk hadir dalam

halaqah terkait.

terbuka dengan isu ini untuk membangun aliansi dan pengaruh yang lebih luas

bagi FNKSDA. Akan tetapi, dalam melakukan silaturrahmi, dipastikan dulu

bahwa pengurus NU Pengurus Cabang (PC), Pengurus Wilayah (PW) dan

Pengurus Besar) yang akan diajak silaturahmi belum bersikap dalam sebuah

kasus konflik SDA, atau kalau sudah bersikap, pengurus NU terkait berada

dalam barisan kepentingan jamaah. Daerah-daerah yang sudah "panas" seperti

Pati dan Banyuwangi, ditunggu dulu kematangan gerakan sebelum melakukan

silaturahmi dengan kelompok NU seperti ini. Apabila secara politik dirasa

gerakan sudah matang, maka FNKSDA akan mengambil langkah progresif

88

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017, di Saung Daulat Amarjati (SDA), Cirebon. 89

FNKSDA dan PBNU, ―Pernyataan Bersama FNKSDA & PBNU‖ URL:

www.daulathijau.org/?p=295

Page 150: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

137

yang dibutuhkan dalam menyadarkan kelompok NU yang sudah bersikap

kontra-jamaah. Dengan demikian, sangat penting untuk mengidentifikasi aktor

yang bisa diajak bergabung dalam FN-KSDA.

hal manajemen SDA dengan multiperspektif ilmu pengetahuan (misalnya:

ekonomi, budaya, hukum, sosial, ekologi, politik, dan agama). Salah satu

langkah awal dalam membangun pengetahuan ini adalah dengan

mengumpulkan artikel-artikel atau orasi Gus Dur yang berkait dengan konflik

SDA (misalnya: orasi Gus Dur yang menyatakan ia akan puasa sendirian kalau

di Jepara dibangun PLTN).90

-masing simpul jaringan FNKSDA diharapkan membentuk

komunitas relawan yang akan bertugas memberikan informasi kepada pengurus

NU daerah dalam hal bahaya industri ekstraktif.

memiliki keterwakilan, dengan cara sebisa mungkin melibatkan elemen NU.91

G. Visi tentang Bentuk & Strategi Gerakan di Masa Mendatang

Sebagai sebuah gerakan yang terhitung baru, FNKSDA masih dalam masa

pencarian bentuk dan pematangan organisasinya. Hampir semua personil front

bersepakat bahwa, setidaknya dilihat dari strukur keorganisasiannya saja, front

masih belum mapan dengan pola kerja dan pola komunikasi antar-pengurus yang

belum jelas. Selain itu, ketergantungan pada figur-figur tertentu juga menjadi

salah satu poin catatan evaluasi mereka.92

Pun, masih banyak hal yang perlu dimatangkan dan dibicarakan bersama

secara internal, yang hingga saat ini belum terbahas dan menjadi rumusan, seperti

posisi mereka terhadap negara, hubungan mereka dengan NU, konsep mereka

tentang Aswaja sebagai prinsip perjuangan FNKSDA dan bagaimana arah gerak

serta strategi perjuangan FNKSDA kedepannya.

90

Atau kutipan Gus Dur yang menjadi pembuka Lembar Kerja FNKSDA, ―Ada tiga macam

sumber alam [yang] harus direbut kembali, dipakai untuk memakmurkan Bangsa kita… Satu,

sumber hutan; kedua, sumber pertambangan dalam negeri; tiga, sumber kekayaan laut‖. 91

Lembar Kerja FNKSDA (2013), hlm 7. 92

Hasil obrolan penulis dengan berbagai pengurus FNKSDA, terutama Gus Roy dan Gus

Azka.

Page 151: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

138

Hal ini mungkin bisa dimaklumi. Setelah serangkaian diskusi yang mengantar

pada pendirian FNKSDA, dan deklarasi sekaligus rilis pernyataan sikap bertajuk

―Resolusi Jihad Jilid II‖ pada Desember 2013 di Tebuireng, Jombang, serta munas

pertama FNKSDA untuk melengkapi dokumen keorganisasian dan memilih kepe-

ngurusan baru pada April 2015 di Kuningan, praktis FNKSDA belum mengada-

kan lagi forum pertemuan guan membahas persoalan-persoalan tadi secara menda-

lam, demokratis, dan disepakati semua elemen.

Para pegiatnya mungkin hanya bertemu secara informal, utamanya ketika

mereka sama-sama menjadi pemateri dalam kegiatan Pesantren Agraria. Untuk

itu, direncanakan akan diadakan Munas Kedua FNKSDA pada tahun 2018, sekitar

bulan Agustus/September, yang bertempat di Semarang dengan estimasi akan

dihadiri sekitar 200 peserta yang datang dari berbagai wilayah FNKSDA, guna

memantapkan kembali arah gerakan organisasi ini.93

Namun, sebelum munas dilaksanakan dan berbagai keputusan dihasilkan di

dalamnya, penting untuk melihat pendapat-pendapat personal pegiat FNKSDA

dalam merencanakan dan membayangkan FNKSDA di masa mendatang, terkait

beberapa isu kunci, seperti visi tentang gerakan, strategi, dan posisi-posisi

ideologis yang lebih matang.

Dalam hal hubungan FNKSDA dengan NU kedepannya, misalnya, dan

bagaimana FNKSDA melalui kader-kadernya memposisikan NU, mendatangkan

tanggapan yang berbeda-beda dari pegiat front. Gus Faiz, sebagai satu contoh,

mengatakan,

93

Poin-Poin Kesepakatan Rapat Nasional FNKSDA di Ponpes Masyariqul Anwar, Babakan,

Ciwaringin, Cirebon, 16 Oktober 2017. Penulis berterimakasih kepada Gus Fayyadl yang sudah

menyediakan dokumen ini.

Page 152: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

139

―Memang menjadi kesada-ran bersama juga bahwa posisi dalam NU ya

strategis, dan sebenarnya itu sudah kita wacanakan untuk merebut basis-

basis struktur NU, dari tingkat PC, PW, sampai ke PB. Dan sejauh ini

sudah kita jalankan saya kira. Fayyadl (koordinator komite nasional)

sendiri kan sudah di PC atau PW ya? Kita tidak anti struktur (dalam NU)

Tapi, saya kira front sebagai organisasi tetap perlu dipertahankan sebagai

wadah penggodokan, tidak harus melebur dengan NU, dan kalau perlu ya

tetap di luar. Mungkin kita akan menjalankan fungsi sebagai pengimbang.

Karena memang perlu posisi seperti itu bagi NU. Tidak perlu semua

kemudian harus di-banom-kan dan harus dilebur, kemudian dia menjadi

anaknya yang bisa diperintah ke sana ke sini‖.94

Sebaliknya, Muhammad Azka Fakhriza—akrab disapa Gus Azka—salah satu

pegiat front lainnya justru menyatakan bahwa yang ideal, front ke depannya justru

benar-benar menjadi kekuatan tandingan yang menantang hegemoni NU di

kantong-kantong muslim tradisionalis di pedesaan. Baginya, sudah sulit untuk

memperbaiki NU dari dalam dengan menempatkan kader-kader yang progresif—

seperti yang ditempa dalam front—melalui strategi yang dikenal sebagai ―politik

diaspora‖. Dalam kondisi ini front idealnya justru ―merebut‖ massa yang

sebelumnya terafiliasi secara kultural dengan NU—sebagai nahdliyyin—, dan

menawarkan apa yang disebutnya ―satu bentuk keber-NU-an yang lain‖.

―menurutku yang paling sulit adalah bahwa front suka atau tidak suka akan

menghadapi pertarungan sengit dengan NU struktural. Apalagi di level

bawah sebanarnya akan sangat sulit tugas front itu, menurutku. Karena,

kalau kita ngomong soal kedaulatan agraria, misalnya, itu akan

bersinggungan dengan elit-elit dari NU sendiri, bahkan yang secara

kultural. Dan menurutku sejak awal front harus menyiapkan itu. Artinya

bahwa kawan-kawan front yang memang berangkat dari latar belakang

keluarga priyayi kiai-kiai pesantren ini ya harus siap menghadapi kenya-

taan bahwa kerja-kerja mereka akan menggembosi privilese yang selama

ini mereka nikmati”.95

94

Wawancara dengan Gus Faiz, 18 Oktober 2017. 95

Wawancara dengan Gus Azka Fakhriza, 30 Oktober 2017 di Sekretariat KPRI, Mampang,

Jakarta

Page 153: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

140

Terkait tema penting soal strategi, khususnya dalam jangka panjang, tentang

seperti apa bentuk dan strategi gerakan front di masa mendatang, para personil

front juga belum bisa memberi jawaban pasti dan masih meraba-raba. Ketika

ditanya kemungkinan FNKSDA akan ikut terlibat dalam perjuangan di jalur

elektoral, seperti yang diwacanakan beberapa kelompok gerakan lainnya dalam

bentuk partai alternatif atau partai rakyat, misalnya—mengingat visi FNKSDA

tentang tata kelola, tata guna, dan tata milik merupakan isu ekonomi-politik yang

harus diupayakan melalui pembentukan kebijakan politik—, jawaban mereka pun

tak seragam.96

Roy Murtadho, misalnya, justru mendorong FNKSDA punya visi itu, karena

baginya, memperjuangkan kedaulatan rakyat dengan hanya bergerak di luar

pusaran kekuasaan ibarat berteriak di ruang kedap suara. Caranya dengan

mendorong langkah yang hari ini dikenal sebagai ―unifikasi gerakan‖, berupa

pembentukan satu payung besar aliansi gerakan-gerakan rakyat dengan visi yang

sama, sehingga gerakan rakyat tak terpecah belah dan hanya bergerak di sektornya

sendiri (seperti perburuhan, agraria, lingkungan, dan masyarakat adat), serta

perjuangan atas isu kerakyatan tak lagi dijalankan secara parsial dan sporadis.97

Sementara itu, Azka Fakhriza memang sepakat bahwa front tak boleh terisolir

dari gerakan lainnya, yang hanya akan mengulangi egoisme sektoral gerakan-

gerakan lain sebelumnya. Selain juga mengingat keterbatasan jangkauan

96

Pembicaraan serius mengenai ide partai gerakan oleh kelompok progresif, bisa ditemui

dalam KPRI (Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia), ―Partai Gerakan: Wujudkan Mimpi Jadi

Nyata‖, tema uama majalah organisasi ini, Bergerak, untuk edisi Agustus-September 2016. 97

Wawancara dengan Roy Murtadho, 29 Oktober 2017 di Sekretariat KPRI.

Page 154: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

141

FNKSDA itu sendiri, terutama terkait penggunaan identitas ―nahdliyyin‖ dan

pembatasan pada isu ―sumber daya alam‖ dan ―kapitalisme ekstraktif‖. Baginya,

―untuk kota-kota yang lebih kosmopolit, front itu ndak akan bisa (cocok,

pen). Aku melihat jika dengan platformnya hari ini, seperti front ini ndak

akan kokoh di kota seperti Jakarta. Harus ada tawaran baru. Tapi memang

harusnya begitu, front harusnya fokus ke basis-basis yang bisa terjangkau,

jangan terlalu muluk-muluk (mau punya cabang di setiap daerah, pen). Kita

boleh punya front di tingkat nasional, tapi ya jangan berharap kemudian

harus ada di semua daerah. Makanya kayak saya ini di Jakarta, dulu

sempat ada omongan kita harus bikin front di Jakarta. Aku udah bikin

grupnya itu dulu. Terus saya pikir-pikir lagi, ngapain kita bikin itu. Terus

siapa yang mau diajak, masak kita Cuma kumpulan aja tiga orang gitu

(anggota FNKSDA yang berdomisili di Jakarta, pen).98

Namun ia tidak sepakat bahwa aliansi besar di mana FNKSDA kan tergabung

di masa mendatang akan bertarung di jalur elektoral. Kalaupun kemudian

nyatanya terbentuk apa yang disebut ―partai gerakan‖ atau ―partai rakyat‖,

sebaiknya ikatan FNKSDA dengan organisasi ini bukanlah ikatan keorganisasian,

tetapi sekadar afiliasi ideologis.

Kesadaran akan pentingnya berjejaring dan membentuk wadah pertemuan

gerakan yang lebih luas juga disuarakan personil lain, kali ini adalah Muhammad

Al-Fayyadl, komite nasional FNKSDA. Ia sendiri sudah menggagas satu bentuk

ormas Islam progresif, mengingat ormas-ormas Islam yang sudah ada dianggap

tak cukup menyuarakan problematika riil dan secara serius memperjuangkan

kepentingan umat. Ormas Islam ini, dibayangkannya akan melampaui sekat-sekat

kultur keislaman, seperti modernis-tradisionalis, namun dipersatukan oleh kesa-

maan keyakinan bahwa Islam merupakan ―agama pembebasan‖ yang menolak

98

Selain pegiat front, ia bersama beberapa anak muda lain yang datang dari latar belakang

corak dan afiliasi organisasi Islam di Jakarta (seperti PII, HMI, Muhammadiyah, dll) yang

sepemikiran dalam melihat realitas ekonomi-politk yang ada, juga menginisiasi terbentuknya

Forum Islam Progresif (FIP) Jakarta. Inilah yang disebutnya sebagai tawaran lain dan alternatif

dari FNKSDA, yang lebih cocok untuk konteks masyarakat urban.

Page 155: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

142

semua bentuk eksploitasi dan mendorong terciptanya tatanan yang setara,

berkeadilan, dan berupaya mewujudkan kesejahteraan & kemakmuran rakyat.99

Namun yang jelas, dari berbagai pegiat FNKSDA yang diwawancarai, semua

sepakat bahwa salah satu tugas utama front dalam jangka waktu pendek adalah

memperkuat internal FNKSDA dengan merapikan organisasi, memantapkan

aspek ideologis, dan terutama menjangkau basis yang lebih luas. Poin terakhir ini

didasari kesadaran bersama bahwa penting bagi FNKSDA benar-benar menjadi

organisasi massa, dan tidak hanya dalam bentuknya sebagai organisasi kader yang

diisi segelintir elite terpelajar. Salah satu langkah yang ditempuh guna menuju

arah ini adalah dengan menggalakkan pengkaderan di berbagai daerah dan menja-

ga ritme wilayah-wilayah yang simpul gerakannya sudah berdiri. Hal ini karena,

seperti dituturkan Gus Faiz, sebelum menjaring massa, tetap diperlukan adanya

kader-kader inti yang akan menjadi motor gerakan.

99

―Draft Rancangan Pemikiran Tentang Pembentukan Organisasi Islam Progresif‖ (2016).

Ormas ini sendiri, rencananya kan dinamai Nahdhatu Ulil Albab war Rai‟iyyah (Kebangkitan

Cendekiawan dan Rakyat). Saya berterima kasih kepada Gus Fayyadl yang sudah berkenan

membagikan dokumen ini.

Page 156: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

143

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti dinyatakan sendiri oleh FNKSDA, bahwa salah satu tujuan utama

gerakan ini adalah “memperkuat dan mendukung perjuangan ekonomi-politik dan

kultural masyarakat korban konflik Sumber Daya Alam di Indonesia”, maka

penelitian ini mengambil tema tentang perjuangan ekonomi-politik organisasi ini,

mulai dari visi ekonomi-politiknya sampai pada upaya dan strategi yang mereka

lakukan untuk mewujudkan tujuannya.

Ditilik dari sudut ini, maka FNKSDA menjadi sebuah gerakan yang menarik

jika dibanding organisasi keislaman lainnya, karena alih-alih berfokus di isu

agama an sich, organisasi ini justru menaruh perhatian utamanya pada sektor

ekonomi-politik yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak,

termasuk umat Islam, dan khususnya lagi kalangan nahdliyyin yang menyusun

komposisi sangat besar di negeri ini.

Pembahasan tentangnya juga menjadi sesuatu yang menyegarkan di tengah

kajian—memijam istilah Ahmad Baso—NU Studies yang masih terjebak

dikotomi melihat kelompok “pembaharu” dan “konservatif” dalam tubuh NU,

atau kajian Islamic Studies secara umum di Indonesia yang juga mengulang-ulang

dikotomi adanya kelompok “moderat” vs “radikal” dalam corak Islam Indonesia.

Pendirian FNKSDA didahului oleh serangkain diskusi yang menyoal “NU &

Konflik Tata Kelola SDA” dan deklarasinya pada Desember 2013 di pesantren tua

Tebuireng, ditandai oleh pernyataan sikap yang diberi judul “Resolusi Jihad Jilid

Page 157: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

144

II: Mempertahankan Tanah Air dari Rongrongan Kapitalisme Ekstraktif”.

Pendirian FNKSDA sendiri menjadi sebntuk kritik dari generasi muda NU

terhadap absennya perhatian oleh “elite-elte” yang duduk dalam jabatan NU

struktural terhadap persoalan urgen yang dihadapi banyak nahdliyyin. Kebanyak

personilnya sendiri merupakan aktivis muda NU yang sebelumnya bergiat di

banom-banom NU dan tahu betul bagaimana kondisi yang “tidak kondusif” dalam

NU, sehingga kecewa dan memilih lebih bergiat di FNKSDA dan mempertahan-

kannya agar tetap di luar NU, setidaknya sampai saat ini.

FNKSDA sudah mengambil sikap akan bergiat di isu agraria dalam melawan

kapitalisme dan upaya perusakan alam oleh sektor yang hari ini disebut kapital-

isme ekstraktif. Pemilihan sektor ini tidak dilakukan secara arbitrer dan asal, tetapi

melalui pertimbangan matang. Selain karena kebanyakan nahdliyyin yang menjadi

korban dalam konflik tata kelola SDA memang berada di sektor agraria, juga

karena kapitalisme ekstraktif dianggap sebagai jantung permasalahan yang

melahirkan masalah-masalah lain sebagai turunan.

Selain itu juga dengan mengingat bahwa hari ini Indonesia—baik pemerintah

maupun korporatnya—sedang menggenjot pembangunan infrastruktur dengan visi

developmentalisme yang konsekuensinya berupa pencerabutan dan konversi alat

produksi utama rakyat berupa lahan-lahan pertanian, menjadi pabrik, jalan tol,

pembangkit listrik, atau bandara. Belum lagi dengan tuntutan liberalisasi ekonomi

yang membuka kesempatan bagi pemilik modal besar untuk mengakumulasi

kekayaan-nya di sektor perkebunan, pertambangan, dan kehutatan, yang juga

meminggirkan rakyat dari sumber daya alam mereka sendiri. Hal ini dibuktikan

Page 158: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

145

dengan data maraknya konflik agraria yang terjadi di Indonesia dalam beberpa

tahun terakhir.

Isu yang akan dibangun dan direproduksi oleh FNKSDA dalam gerakan

mereka adalah keselamatan rakyat dan kedaulatan pangan. Sementara kerangka

analisis yang dipakai dalam melihat satu kasus adalah ekologi dan bencana

industri. Keselamatan warga menjadi sangat masuk akal dijadikan sebagai salah

satu materi kampanye, berkaca dari banyaknya kasus bencana ekologis yang

disebabkan industri ekstraktif, seperti kekeringan atau pencemaran lingkungan.

Kasus yang paling besar dalam contoh ini tentu saja tragedi Lumpur Lapindo.

Sementara kedaulatan pangan pada intinya berarti jaminan terhadap kebutu-

han pangan dengan kepedulian terhadap asal usul bahan pangan tersebut, dan

dengan mempertimbangkan kondisi faktual bahwa warga nahdliyyin sebagian

besar adalah kaum tani. Mereka pada dasarnya menjadi penyuplai beras utama

untuk masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang tinggal di kota. Apabila

penyuplai bahan pangan berada dalam kondisi kritis, maka otomatis kalangan

yang disuplai pun akan berada dalam kondisi kritis yang sama. Tak mengherankan

jika FNKSDA kemudian sering mengutip kata-kata Hadrats Syaikh KH. Hasyim

Asy’ari yang menyatakan bahwa “petani itulah peahlawan penolong negeri”.

Lebih jauh, isu keselamatan warga dan ketahanan pangan ini dapat dibingkai

dengan kerangka analisis ekologi dan bencana. Cara pandang ekologi akan

membantu untuk melihat persoalan secara runtut dan saling terkoneksi

(ekosistemik). Sementara, kerangka bencana akan meningkatkan kewaspadaan,

terutama dalam hal ini yang bersifat industrial.

Page 159: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

146

Visi tatanan ekonomi-politik yang dituju FNKSDA sendiri adalah kedaulatan

rakyat dalam tata milik, tata kelola, dan tata guna SDA, yang kesemuanya dirang-

kum dalam konsep tata kuasa. Konsep-konsep ini akan menentukan siapa yang

berhak atas kepemilikan dan kemanfaatan SDA dan sejauh mana serta seperti apa

batasan pemanfaatan dan pengelolaan SDA bisa dilakukan. Dengan konsep

kedaulatan rakyat atas hal-hal tadi, maka tawaran FNKSDA adalah kooperasi

sebagai bentuk kepemilikan dan pengelolaan bersama oleh rakyat, dan bukan

penyerahan pengelolaan SDA sepenuhnya pada negara.

Dalam hal agraria, misalnya, menurut mereka hal ini sudah terkandung dalam

UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 yang bercorak politik agraria populis.

UUPA ini memaklumatkan Reforma Agraria sebagai upaya redistribusi guna

mencapai keadilan sosial dan apa yang secara eksplisit disebut “sosialisme

Indonesia”.

Apakah konsep kedaulatan rakyat dan tawaran akan bentuk kooperasi ini bisa

dikategorikan sebagai model sosialisme dalam tatanan ekonomi-politik? Para

pegiat FNKSDA tak menyangkalnya, bahkan mengafirmasinya, atau paling tidak

menganggap bahwa visi ekonomi-politik mereka memang “mempunyai kedekatan

dengan sosialisme”. Namun dengan pertimbangan strategis bahwa paham ini

mempunyai beban sejarah yang berat di Indonesia, kebanyakan mereka menghin-

dari penampilan jargon-jargon atau simbol semacam ini secara vulgar.

Sebaliknya, dengan berkaca bahwa sasaran gerakan mereka dan pegiatnya

sendiri adalah kelompok nahdliyyin yang menganut corak Islam-tradisionalis,

FNKSDA menggali pandangan ekonomi-politiknya dari khazanah keislaman

Page 160: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

147

klasik berupa tradisi fiqh dan kitab-kitab karangan ulama, yang kesemuanya dekat

dengan kultur tradisionalisme Islam. Selain itu, mereka juga memanfaatkan

forum-forum semisal bahtsul masa’il atau halaqah sebagai salah satu metode dan

medium dalam gerakan mereka.

Dulam hubungannya dengan NU struktural, FNKSDA tetap mempertahankan

sikap kritis, tetapi tanpa menolak dan meninggalkannya sama sekali, mengingat

sebagai sebuah organisasi besar, posisi NU tetap strategis. Sikap kritis ini dibukti-

kan dengan fakta bahwa FNKSDA tak ragu “mengingatkan“ NU apabila langkah

yang ditempuhnya justru merugikan konstituen nahdliyyinnya, atau berseberangan

dengan prinsip-prinsip dalam FNKSDA. Tetapi, ketika memungkinkan, FNKSDA

juga berusaha menggandeng NU secara struktural dengan mengadakan audiensi

atau membuat pernyataan bersama yang sesuai dengan isu yang diperjuangkan

FNKSDA.

Selain itu, FNKSDA juga masih menyasar dan menjaring kader-kader dari

kantong-kantong NU, atau orang-orang yang sebelumnya aktif dalam badan-

badan otonomi dalam NU, terutama yang berkaitan dengan generasi muda, seperti

IPNU (Ikatan Pelajar NU), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) atau

GP (Gerakan Pemuda) Ansor.

Di tahun-tahun mendatang, dalam jangka pendek, FNKSDA sedang memper-

kuat keorganisasian dengan merapikan struktur, mematangkan pembagian dan

pola kerja, serta memantapkan kerangka ideologis dan posisi yang diambilnya.

Selain itu juga dengan menggiatkan pengkaderan dalam rangka pengembangan

organisasi dan perluasan wilayah kerja. Hal ini ditempuh untuk menuju FNKSDA

Page 161: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

148

sebagai organisasi massa, alih-alih organisasi kader yang hanya diisi segelintir

elite terpelajar.

Meskipun untuk visi tentang gerakan FNKSDA, belum dibicarakan secara

keorganisasian dan disepakati seluruh anggota. Sebagian besar memang mendo-

rong agar FNKSDA tidak mengisolir diri dan menjadi bagian dari gerakan rakyat

yang lebih luas. Namun, apakah FNKSDA juga akan mendorong aliansi besar ini

terlibat dalam perjuangan elektoral, juga baru dibicarakan secara informal oleh

sesama pegiat dan pengurus.

B. Saran

Studi ini, boleh dibilang baru sebatas pengantar atau yang dikenal dengan

istilah preliminary-analysis atas FNKSDA, mengingat usianya yang terbilang

baru dan minimnya studi atas gerakan ini sebelumnya. Karenanya, tentu banyak

hal yang belum tergali dan bisa dieksplorasi dari tema ini. Penelitian ini sendiri

membatasi pembahasan pada aspek visi keorganisasian dan hal-hal internal lain-

nya, seperti strategi gerakan, hubungan dengan organisasi lainnya, dst.

Terbuka kemungkinan lebar untuk menggali dinamika di dalam gerakan,

seperti dialektika gagasan antar-pegiat, perbedaan-perbedaan kecenderungan yang

dilandasi banyak faktor (seperti perbedaan latar belakang pendidikan, lingkungan,

dll), dan bagaimana suatu gagasan diperdebatkan dan dipertarungkan di dalam.

Selain itu menarik juga untuk merekam bagaimana upaya dan dinamika yang

beragam dari FNKSDA di tiap wilayah. Juga menarik untuk menelisik respon

Page 162: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

149

pihak luar, khususnya dari kalangan NU sendiri, mulai dari tingkat pusat sampai

tingkat daerah terhadap gerakan ini dan upaya-upaya yang dilakukannya.

Penulis juga merekomendasikan kepada peneliti lain yang tertarik mengambil

tema berkaitan dengan gerakan keagamaan yang menaruh perhatian utama pada

isu ekonomi-politik untuk meneliti gerakan lain di luar FNKSDA. Dalam bebera-

pa waktu terakhir, kita menyaksikan kebangkitan gerakan semacam ini, seperti

Forum Islam Progresif (FIP) di Jakarta atau bahkan Kristen Hijau yang juga sudah

mempunyai beberapa cabang di beberapa kota. Menarik juga melihat bagaimana

organisasi-organisasi dengan visi serupa ini berinteraksi satu sama lain melalui

perjumpaan-perjumpaan (encounters) para pegiatnya.

Page 163: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

150

Daftar Pustaka

a. Buku

ad-Damiji, Abdullah Ibn Umar Ibn Sulaiman. al-Imamat al-‘udzma ‘inda Ahlis

Sunnah wal Jama’ah. al-Maktabah as-Syamilah digital.

Agraria, Konsorsium Pembaruan. Catatan Akhir Tahun 2016 Konsorsium

Pembaruan Agraria: Liberalisasi Agraria Diperhebat, Reforma Agraria

Dibelokkan. Jakarta: KPA, 2016.

Agraria, Konsorsium Pembaruan. Laporan Akhir Tahun 2013: Warisan Buruk

Masalah Agraria di Bawah Kekuasaan SBY. Jakarta, KPA: 2013.

al-Haitami, Ibn Hajar. Tuhfatul Muhtaj ‘ala Syarh al-Minhaj. al-Maktabah as-

Syamilah digital.

al-Jauziyyah, Ibn Qayyim. I’lam al-Muwaqqi’ien ‘an Rabb al-‘Alamin. al-

Maktabah al-Syamilah digital.

Al-Katib, Muhammad Syarbini Al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’. Beirut: Dar

Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 1981.

al-Qurthubi, Muhammad Ibn Abu Bakr al-Anshari. Tafsir al-Qurthubi. al-

Maktabah as-Syamilah digital.

Althusser, Louis. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis,

Cultural Studies. Yogyakarta, Jalasutra: 2004.

Anggraini, Gita. Islam dan Agraria: Telaah Normatif dan Historis Perjuangan

Islam dalam Merombak Ketidakadilan Agraria. Yogyakarta: STPN Press,

2016.

As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr. Al-Asybah wa an-Nadza’ir fi

al-Furu’. Beirut: Dar al-Kutub Al-Islamiyyah, t.th.

as-Syaukani, Muhammad bin Ali. Tafsir Fathul Qadir. al-Maktabah as-Syamilah

digital.

az-Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. al-Maktabah as-Syamilah

digital.

Baradat, Leon P. Political Ideologies: Their Origins and Impacts. Glenview,

Pearson Education: 2011.

Page 164: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

151

Caporaso, James A. dan David P. Levine. Teori-Teori Ekonomi Politik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Effendi, Djohan. Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan

di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur. Jakarta:

Kompas, 2010.

Hadiz, Vedi R. Dinamika Kekuasaan: Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-

Soeharto. Jakarta: LP3ES, 2005.

Harvey, David. The New Imperialism. Oxford: Oxford University Press, 2003.

Hatta, Mohammad. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. Jakarta: Penerbit

Djambatan, t.th.

Howard, M.C. dan J.E. KIng. The Political Economy of Marx. New York: New

York University Press, 1985.

Ida, Laode. NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme Baru. Jakarta: Erlangga,

2001.

Kuwait, Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman. al-Mausu’at al-Fiqhiyyah

(Ensiklopedi Keputusan Fiqh). al-Maktabah as-Syamilah digital.

Latif, Yudi. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim

Indonesia Abad ke-20. Jakarta: Democracy Project, 2012.

Mariana, Anna dan Bosman Batubara. Seni dan Sastra untuk Kedaulatan Petani

Urutsewu: Etnografi Wilayah Konflik Agraria di Kebumen. Yogyakarta:

Literasi Press, 2015.

Marx, Karl dan Friedrich Engels, The Communist Manifesto, Diunduh dari

https://www. marxists.org/archive/marx/works/download/pdf/Manifesto.pdf

Marx, Karl dan Friedrich Engels. The German Ideoogy: Critique of Modern

German Philosophy. https://

marxists.org/archive/marx/works/download/Marx_The_German_Ideology.pd

f

Marx, Karl. The Grundrisse (edited by David McLellan). New York: Harper Toch

Books, 1971.

Moleong, Lexy J. Metodologi Pnelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Rosda

Karya, 2010.

Muhammad, Abd ar-Rahman bin. Bughyat al-Mustarsyidin. al-Maktabah as-

Syamilah digital.

Page 165: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

152

O'Hara, Phillip Anthony. Encyclopedia of Political Economy. Volume 2, L-Z. New

York: Taylor & Francis Routledge, 2001.

PBNU, Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr. Ahkam al-Fuqaha’: fi Muqarrarati Jam’iyyati

Nahdhatil Ulama (Solusi Problematika Aktual Hukum Islam: Keputusan

Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2010). Surabaya:

Khalista, 2011.

PBNU. Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 NU. Jakarta: LTN NU, 2015.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Qasim, Muhammad Ibnu. Fath al Qarib al Mujib. Surabaya: Darul Ulum, t.th.

Rahman, Noer Fauzi. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria

Indonesia. Yogyakarta: Insist Press, 1999.

Ritzer, George. Encyclopedia of Social Theory volume II. London: Sage

Publication, 2005.

Robison Richard dan Vedi Hadiz. Reorganising Power in Indonesia: The Politics

of Oligarchy in The Age of Market. New York: Routledge Curzon, 2004.

Robison, Richard. Indonesia: The Rise of Capital. Singapura: Equinox Publishing,

1986.

Safi, Omid (ed). Progressive Muslims: On Justice, Gender, and Pluralism.

Oxford: One World, 2003.

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT. indeks, 2012.

Schmandt, Henry J. Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno

Sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Sergent, Lyman Tower. Contemporary Political Ideologies: A Comparative

Analysis. Belmont: Wadsworth CENGAGE Learning, 2009.

Steenbrink, Karel Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun

Waktu Modern. Jakarta: LP3ES, 1986.

Suhelmi, Ahmad. Islam dan Kiri: Respons Elite Politik Islam Terhadap Isu

Kebangkitan Komunis Pasca-Soeharto. Jakarta: Yayasan SAD Satria Bhakti,

2007.

Page 166: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

153

van Bruinessen, Martin dan Farid Wajidi, “Syu’un Ijtima’iyyah and The Kiai

Rakyat: Traditionalist Islam, Civil Soeciety, and Social Concerns” dalam

Henk Schulte Nordholt (ed.), Indonesian Transitions. Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2006.

van Bruinessen, Martin. “Back to Situbondo: Nahdlatul Ulama Attitudes Towards

Abdurrahman Wahid’s Presidency and His Fall” dalam Henk Schulte

Nordholt dan Irwan Abdullah (ed), Indonesia: in Search of Transition.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

van Bruinessen, Martin. NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, dan Pencarian

Wacana Baru. Yogyakarta: LKiS, 1994.

Vredenberg, Yacob. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia, 1978.

Winters, Jeffrey. Oligarki. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Yoshihara Kunio, Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1990.

b. Artikel Jurnal dan Makalah

Anderson, Benedict. “Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant”. New Left

Review 50 (Maret-April 2008).

Anderson, Benedict. “Soekarno and The Fossilization of Soekarno’s Thought”.

Indonesia No 74 (Oktober 2002).

Bachriadi, Dianto. “Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang

Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala

Pemerintahan SBY”. Disampaikan dalam Pertemuan Organisasi-Organisasi

Rakyat Se-Jawa di Magelang, Juni 2007.

Kodir, Abdul dan In’amul Mushoffa. Islam, Agrarian Struggle, and Natural

Resources: The Exertion of Front Nahdliyin for Sovereignty of Natural

Resources Struggle Towards Socio-Ecological Crisis in Indonesia, Karsa:

Journal of Social and Islamic Culture Vol. 25 No.1, Juni 2017

Pontoh, Coen. “Kapitalisme-Neoliberal Sebagai Proyek Kelas: Sebuah Analisa

Marxis” Jurnal IndoPROGRESS Vol 01 Nomor 01/2014.

Wilson. “Kaum Pergerakan di Hindia Belanda 1930-an: Reaksi Terhadap

Fasisme”. Prisma No 10/1994.

Page 167: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

154

c. Buletin, Koran, Majalah, dan Situs Web

Arsyad, Idham. “Kusutnya Keagrariaan Kita”. Kompas, 25 September 2012.

BUMN, Kementerian. “Siaran Pers Harmonisasi BUMN & Investor Swasta”.

Siaran Pers Nomor: PR-25/S.MBU.3/9/2017.

KPRI. “Partai Gerakan: Wujudkan Mimpi Jadi Nyata”. Bergerak edisi Agustus-

September 2016.

PISAgro NEWS No. 9, Januari 2015.

Statistik, Badan Pusat. “Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2016”. Berita

Resmi Statistik No. 66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016

Sumarno dan Unang G. Kartasasmita. “Kemelaratan Bagi Petani Kecil di Balik

Kenaikan Produktivitas Padi”. Sinar Tani (Edisi 30 Des ’09 – 5 Januari 2010;

No. 3335 Tahun XL).

http://www.beritasatu.com/ekonomi/248576-konsorsium-swasta-realisasikan-

investasi-agrobisnis-rp-76-m.html

http://www.bpn.go.id/BERITA/Siaran-Pers/hantaru-2016-wujudkan-reforma-

agraria-dan-tata-ruang-yang-berkeadilan-64410 http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Belajar-Kooperasi-SAGUAPAC-

Revolusi-Chocabamba-Bolivia/

http://www.kpa.or.id/news/blog/pernyataan-sikap-hari-tani-nasional-2016/

http://www.pisagro.org/agri-finance

http://www.pisagro.org/members

https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php

https://www.daulathijau.com

https://www.indoprogress.com/

https://www.islambergerak.com https://www.smart-

tbk.com/pdfs/Announcements/PISAgro%20Data%20dan%20Fakta.pdf

https://youtu.be/1hLwYZTqMqI

Page 168: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

155

d. Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)

Endaryanta, Erwin. “Politik Air: Studi Politik Privatisasi Air dalam Relasi

Ekonomi Politik Negara dan Trans-National Corporations (TNC), Studi

Kasus Pemetaan Kuasa dan Eksploitasi Sumber Air Si Gedhang – Klaten oleh

PT TIA-D (Aqua-Danone)”. Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL

UGM, 2005.

Mubarak, Achmad Fikri Syahrul. “Gerakan Sosial-Lingkungan Pemuda NU: Studi

pada Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)”.

Skripsi Sosiologi UGM, 2015.

Polimpung, Hizkia Yosie. “Psikoanalisis Paradoks Kedaulatan Kontemporer:

Kasus Kebijakan Global War on Terror Amerika Serikat Semasa

Pemerintahan George W. Bush, Jr”. Tesis Master Program Pasca Sarjana

Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, 2010.

Redfern, William A. “Sukarno’s Guided Democracy and The Takeovers of

Foreign Companies in Indonesia in The 1960s”. Disertasi doktoral di

University of Michigan, 2010.

e. Dokumen

Resolusi Jihad Jilid II: Mempertahankan Tanah Air dari Rongrongan Kapitalisme

Ekstraktif (2013).

Lembar Kerja FNKSDA (2013).

AD/ART FNKSDA (2015).

Kertas Kerja #3 FNKSDA, “Fiqh Sumber Daya Alam: Prinsip-Prinsip Dan Tata

Kelola SDA Di Indonesia”, (2015).

Kertas Kerja #4 FNKSDA, “Menafsir Pasal 33: Analisis Terhadap Putusan MK

Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air” (2015).

Pedoman Pengkaderan FNKSDA, “Menegakkan Kedaulatan, Menyelamatkan

Ruang-Hidup dan Tanah-Air” (2015).

Draft Rancangan Pemikiran Tentang Pembentukan Organisasi Islam Progresif

(2016)

Notulensi Pesantren Agraria Cirebon Raya (2017).

Page 169: Perjuangan Ekonomi Politik Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42184/2/MUHAMMAD... · Teman-teman seperjuangan selama menjalankan

156

Butir-Butir Keputusan Rapat FNKSDA di PP Masyariqul Anwar, Babakan,

Cirebon, pada 16 Oktober 2017.

f. Wawancara

Wawancara dengan Ahmad Syatori (Koordinator Nasional FNKSDA), 15 Oktober

2017, di PP Masyariqul Anwar, Babakan, Cirebon.

Wawancara dengan Bung Usman (Koordinator FNKSDA Banyuwangi), 16

Oktober 2017, di PP Masyariqul Anwar, Babakan, Cirebon.

Wawancara dengan Bosman Batubara (Biro Litbang FNKSDA), 16 Oktober

2017, di PP Masyariqul Anwar, Babakan, Cirebon.

Wawancara dengan Muhammad Al-Fayyadl (Koordinator Nasional FNKSDA),

17 Oktober 2017, di PP Masyariqul Anwar, Babakan, Cirebon.

Wawancara dengan Fuad Faizi (Biro Pengkaderan FNKSDA), 18 Oktober 2017,

di Saung Daulat Amarjati, Cirebon.

Wawancara dengan Roy Murtadho (Biro Litbang FNKSDA), 20 Oktober 2017, di

Sekretariat KPRI, Mampang, Jakarta.

Wawancara dengan Muhammad Azka Fakhriza (FNKSDA Jakarta), 20 Oktober

2017, di Sekretariat KPRI, Mampang, Jakarta.