perjanjianbaku-prayud

9
Aspek hukum dalam perjanjian baku pada karcis Layanan Parkir Valet dikaitkan dengan ketentuan KUHPerdata dan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bab IPendahuluan Dalam sistem Hukum Perdata Indonesia,  perikatan dapat timbul dari dua hal, yaitu pertama dari perjanjian atau kesepakatan para  pihak dan kedua yaitu yang timbulnya karena undang-unda ng. Perikatan diartikan sebagai perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain ( pemenuhan prestasi) dan  pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu (kontra prestasi).Hukum  perjanjian dalam KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Konsensualisme berasal dari akar kata konsensus yang berarti sepakat. Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi tertentu[1]. Pihak yang berhak menuntut prestasi (kreditur) mendapatkan perlindungan hukum untuk meminta pemenuhan, atau pemulihan atau ganti rugi dalam hal pihak yang harus memenuhi prestasi (debitur) dalam keadaan tidak dapat (baik karena tidak mampu atau sebab lainnya) memenuhi prestasi dimaksud. Perjanjian pada umumnya bersifat  bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak hak yang diperolehnya. Sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan kebalikan dari kewajiban yang dibebankan padanya [2].Asas umum perjanjian dalam KUHPerdata terdapat dalam pasal 1320 dan pasal 1321 KHUPerdata yang berbunyi : Pasal 1320. Untuk s ahnya suatu  perjanjian diperlukan 4 syarat :a)  sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.b)  Kecakapan untuk membuat suatu perikatanc)  Suatu hal tertentu,d) suatu sebab yang halal.Pasal 1321. Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.Jasa pelayanan parkir valet (valet  parking service), adalah salah satu contoh perjanjian yang berdasarkan asas konsensualisme dianggap telah disepakati para pihak, secara serta merta ketika konsumen  pengguna jasa valet parkir (untuk kesederhanaan diartikan sebagai pemilik mobil) menyerahkan kunci mobilnya untuk diparkirkan oleh petugas parkir. Ketentuan- ketentuan yang mengatur (  general terms and conditions ) pada perjanjian valet parking terdapat dan tercetak pada lembaran kartu valet parkir yang diterima oleh konsumen. Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara konsumen (dalam hal ini dapat dipersamakan dengan kreditur jasa pelayanan valet parkir) dan Perusahaan (dalam hal ini dapat dipersamakan dengan debitur yang menyediakan jasa pelayanan valet parkir), merupakan perjanjian baku, yaitu perjanjian yang telah diberlakukan sepihak dan dianggap diterima oleh pihak lain seketika pihak lain tersebut menerima penawaran (accept the offer) jasa dimaksud. Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang  perlindungan konsumen dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.Prosedur baku dalam pelayanan jasa valet parkir adalah konsumen segera menyerahkan mobilnya dalam keadaan mesin menyala kepada petugas berseragam valet parking di tempat yang ditentukan (biasanya di depan lobby), dan menerima secarik tiket atau kertas sebagai bukti telah menyerahkan mobil untuk diparkirkan.Mengingat kedudukan para pihak dalam penentuan terms and conditions perjanjian baku tidak seimbang, dimana satu pihak (dalam hal ini konsumen)

Transcript of perjanjianbaku-prayud

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 1/9

Aspek hukum dalam perjanjian baku pada karcis Layanan Parkir Valet dikaitkan

dengan ketentuan KUHPerdata dan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen Bab IPendahuluanDalam sistem Hukum Perdata Indonesia, perikatan dapat timbul dari dua hal, yaitu pertama dari perjanjian atau kesepakatan para

 pihak dan kedua yaitu yang timbulnya karena undang-undang. Perikatan diartikan

sebagai perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain ( pemenuhan prestasi) dan

 pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu (kontra prestasi).Hukum

 perjanjian dalam KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Konsensualisme berasaldari akar kata konsensus yang berarti sepakat. Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian

tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi

tertentu[1]. Pihak yang berhak menuntut prestasi (kreditur) mendapatkan perlindungan

hukum untuk meminta pemenuhan, atau pemulihan atau ganti rugi dalam hal pihak yangharus memenuhi prestasi (debitur) dalam keadaan tidak dapat (baik karena tidak mampu

atau sebab lainnya) memenuhi prestasi dimaksud. Perjanjian pada umumnya bersifat

 bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian

itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak hak yangdiperolehnya. Sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban kewajiban juga

memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan kebalikan dari kewajiban yangdibebankan padanya[2].Asas umum perjanjian dalam KUHPerdata terdapat dalam pasal

1320 dan pasal 1321 KHUPerdata yang berbunyi : Pasal 1320. Untuk sahnya suatu

 perjanjian diperlukan 4 syarat :a)  sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.b) 

Kecakapan untuk membuat suatu perikatanc)  Suatu hal tertentu,d)  suatu sebab yang

halal.Pasal 1321. Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.Jasa pelayanan parkir valet (valet

 parking service), adalah salah satu contoh perjanjian yang berdasarkan asaskonsensualisme dianggap telah disepakati para pihak, secara serta merta ketika konsumen

 pengguna jasa valet parkir (untuk kesederhanaan diartikan sebagai pemilik mobil)menyerahkan kunci mobilnya untuk diparkirkan oleh petugas parkir. Ketentuan-ketentuan yang mengatur ( general terms and conditions) pada perjanjian valet parking

terdapat dan tercetak pada lembaran kartu valet parkir yang diterima oleh konsumen.

Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara konsumen (dalam hal ini dapatdipersamakan dengan kreditur jasa pelayanan valet parkir) dan Perusahaan (dalam hal ini

dapat dipersamakan dengan debitur yang menyediakan jasa pelayanan valet parkir),

merupakan perjanjian baku, yaitu perjanjian yang telah diberlakukan sepihak dan

dianggap diterima oleh pihak lain seketika pihak lain tersebut menerima penawaran(accept the offer) jasa dimaksud. Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

 perlindungan konsumen dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau

ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secarasepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian

yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.Prosedur baku dalam pelayanan jasa

valet parkir adalah konsumen segera menyerahkan mobilnya dalam keadaan mesinmenyala kepada petugas berseragam valet parking di tempat yang ditentukan (biasanya di

depan lobby), dan menerima secarik tiket atau kertas sebagai bukti telah menyerahkan

mobil untuk diparkirkan.Mengingat kedudukan para pihak dalam penentuan terms and

conditions perjanjian baku tidak seimbang, dimana satu pihak (dalam hal ini konsumen)

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 2/9

 berada pada posisi take it or leave it , maka perjanjian baku diharapkan tetap memenuhi

asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas keseimbangan, asas kepatutan, asas itikad

 baik dan tidak ada cacat tersembunyi serta memenuhi rasa keadilan hukum bagikonsumen dalam meningkatkan posisi tawarnya terhadap Perusahaan yang menawarkan

 jasa valet parkir. Bunyi perjanjian standar pada Layanan Parkir Valet pada umumnya

adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibatkerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya dan atau kendaraan pihak 

ketiga maupun kecelakaan terhadap seseorang selama kendaraan Anda berada di

lingkungan parkir perusahaan atau dikemudikan oleh petugas Layanan ParkingValet

2. Apabila anda kehilangan kartu parkir, Perusahaan tidak bertanggungjawab atas

kerugian yang ditimbulkan akibat penyerahan kendaraan serta isinya kepada pihak lain yang menyerahkan kartu parkir perusahaan.

Sedangkan dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumenmengenai klausul baku untuk tetap tegaknya asas kebebasan berkontrak berbunyi antara

lain sebagai berikut : Pasal 18(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasayang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

 baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a. menyatakan pengalihan

tanggung jawab pelaku usaha;….e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnyakegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;….. (2) Pelaku usaha

dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak 

dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.(3) Setiap

klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjianyang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan

 batal demi hukum.(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangandengan Undang-undang ini. Makalah ini akan mengkaji dan menguji secara hukumapakah ketentuan yang tercetak pada perjanjian baku tersebut telah memenuhi asas-asas

umum hukum perjanjian dan perlindungan bagi konsumen berdasarkan asas-asas hukum

yang hidup di masyarakat. Bab IIAsas-asas umum dalam suatu perjanjian

1. Asas-asas umum perikatan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perikatan dapat timbul dari dua hal

yaitu karena perjanjian dan atau karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari

 perjanjian adalah perikatan yang timbul atas dasar sepakat berdasarkan asas kebebasan

 berkontrak antar para pihak. Kesepakatan tersebut berlaku dan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dengan kesepakatan tersebut (pasal 1338

KUHPerdata).Terlepas dari sumber timbulnya perikatan, setiap perikatan harus

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[3] :a.  Hubungan hukumHubungan hukumtersebut melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya. Pelanggaran

oleh satu pihak atas hubungan tersebut, menempatkan hukum untuk berperan dalam

 pemenuhan atau pemulihannyab.  Kekayaan dan immaterialitasHubungan hukum yangdapat dinilai dengan uang merupakan suatu perikatan. Namun, sekalipun hubungan

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 3/9

hukum tidak dapat dinilai dengan uang, apabila rasa keadilan masyarakat menghendaki

agar suatu hubungan diberi akibat hukum, maka hukumpun akan melekatkan akibat

huykum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatanc.   Pihak – pihakPada setiap perikatan setidak-tidaknya harus ada satu pihak yang bertindak sebagai kreditur dan satu

 pihak sebagai debitur. Kreditur dan debitur dalam hal ini adalah pengertian yang luas

menyangkut kepada prestasi yang dituntut dan kontraprestasi yang diharapkan. Satukreditur dapat menjadi debitur pada saat yang sama, namun dengan prestasi dan

kontraprestasi yang resiprokal. Misalnya seorang penjual adalah kreditur terhadap harga

 penjualannya namun adalah merupakan debitur yang mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang atau jasa yang diperjanjikan. Hal yang sebaliknya berlaku bagi

 pembeli.d.  Prestasi (objek hukum)Pasal 1234 KUHPerdata membedakan prestasi dalam

 bentuk :1)  Memberikan sesuatu2)  Berbuat sesuatu3)  Tidak berbuat sesuatu

1. Asas-asas umum perjanjian

Asas-asas umum perjanjian ini pada umumnya berlaku secara universal baik dalam

sistem hukum kontinental maupun dalam sistem hukum anglo saxon. Asas-asas tersebutterdapat baik secara eksplisit maupun dalam sifatnya yang implisit dalam buku III

KUHPerdata tentang PerikatanAsas-asas umum perjanjian adalah[4] :a.  Asaskebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)Para pihak bebas menentukan isi serta

 persyaratan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang bersifat memaksa, baik ketentuan umum maupun perundang-undangan. b.  Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)Timbulnya berdasarkan

 perjumpaan atau persesuaian kehendak, tanpa terikat dengan bentuk formalitas

tertentuc.  Asas kepercayaand.  Asas kekuatan mengikatMengikat bagi para pihak,

tidak saja untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan tetapi juga untuk yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh suatu kepatutan, kebiasaan, atau undang-undange.   Asas

 persamaan hukumf. 

Asas keseimbanganAsas keseimbangan adalah asas yangmenghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut

 pemenuhan prestasi melalui kekayaan debitur. Debitur memikul pula kewajiban untuk 

melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik g.  Asas kepastian hukumh.  Asasmorali.  Asas kepatutanj.  Asas kebiasaanSuatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk 

apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim

diikuti

1. Perjanjian baku

Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang

dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhioleh konsumen.Secara sepintas, dapat terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau

tidak sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual,

mengingat terms and conditionnya telah ditetapkan ( pre determined ) secara sepihak. Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat syarat tersebut oleh pihak lainnya

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 4/9

dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk 

menerima persyaratan persyaratan dimaksud. Mengingat penundukan sukarela yang

demikian, maka penting dijaga bahwa terms and condition tersebut memenuhi unsur-unsur keadilan, kepatutan, keseimbangan dan perlindungan bagi pihak yang secara

objektif faktual berada dalam posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual

tersebut antara lain dapat berupa tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan- pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk 

merundingkan terms and conditions atau posisi tawar yang relatif lebih lemah baik karena

kedudukan monopolistis atau karena sifat barang dan/atau jasa yang menjadi objek  perjanjiannya. Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan

tersebut timbul mengingat sifat-sifat dari transaksi seperti berulang-ulang dan relatif 

homogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia

 perdagangan.Namun demikian, Undang-undang membatasi kebebasan dari satu pihak untuk mendiktekan ketentuan dan syarat-syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-

asas umum pada perikatan. Undang-undang no. 8 tahun 1999 dalam konsideransnya

menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandiriankonsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha

yang bertanggung jawab; Selain itu juga dalam pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen

sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;Berdasarkan

 penjelasan pasal 18 ayat 1 Undang-undang nomor 8 tahun 1999, pembatasan-pembatasan pada kontrak baku justru diperlukan untuk melindungi asas kebebasan berkontrak yang

 berlaku secara universal itu. Selengkapnya bunyi pasal 18 Undang undang nomor 8 tahun

1999 adalah sebagai berikut : Pasal 18(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang

dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat ataumencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a.

menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;b. menyatakan bahwa pelaku usaha

 berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang

dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen

kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukansegala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran;e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

 pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk 

mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek  jual beli jasa;g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

 baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku

usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;h. menyatakan bahwakonsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak 

gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.(2)

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulitterlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau

 perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dinyatakan batal demi hukum.(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 5/9

 bertentangan dengan Undang-undang ini. Sebenarnya pengaturan perundang-undangan

 perlindungan konsumen ini adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang

ada pada perikatan dalam KUHPerdata, pada pasal 1493 dan pasal 1494 yang berbunyisebagai berikut : Pasal 1493Kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa

 boleh memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini

dan bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajibmenanggung sesuatu apa pun.Pasal 1494Meskipun telah diperjanjikan bahwa penjual

tidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia tetap bertanggung jawab atas akibat dari

suatu perbuatan yang dilakukannya, segala persetujuan yang bertentangan dengan iniadalah batal. Satu hal yang sangat jelas pada kedua produk perundang-undangan di atas

adalah tidak diperbolehkannya satu pihak yang seyogianya bertanggungjawab tetapi

mengalihkan atau tidak mengakui tanggungjawab tersebut, atau yang disebut sebagai

klausul eksonerasi. D.  Perjanjian valet parkir sebagai perjanjian jasa untuk penitipan barangDari sisi KUHPerdata, perjanjian valet parkir dapat digolongkan sebagai perjanjian

 penitipan barang pada umumnya. Perjanjian penutupan barang diatur dalam KUHPerdata

mulai dari pasal 1694 sampai dengan pasal 1729. Perjanjian penitipan barang ini dapat

dianggap sebagai penitipan sukarela, karena pada dasarnya konsumen dapat memilihuntuk memanfaatkan jasa valet parkir atau tidak.Dalam pasal 1706 dan 1707 dinyatakan

sebagai berikut :Pasal 1706Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengansebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang kepunyaan sendiri.Pasal

1707Ketentuan dalam pasal di atas im wajib diterapkan secara lebih teliti:a.   jika

 penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu;b. 

 jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;c.   jika penitipan itu terjadi

terutama untuk kepentmgan penerima titipan;d.   jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa

 penerima titipan bertanggung jawab atau semua kelalaian dalam menyimpan barang

titipan itu. Dari pemaparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian penitipan barang adalah hal hal yang lumrah dan telah mendapat pengaturan

dasar dalam KUHPerdata. Pengaturan lanjut seperti dalam Peraturan Pemerintah atau

Peraturan Daerah mengenai hal ikhwal perparkiran pada umumnya atau valet parkir padakhususnya harus memperhatikan ketentuan hukum-hukum dasar dan hukum lainnya yang

secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen. Bab IIIAspek 

hukum dalam perjanjian baku pada karcis Layanan Parkir Valet dikaitkan dengan

Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenBunyi

 perjanjian standar pada Layanan Parkir Valet pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat

kerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya dan atau kendaraan pihak ketiga maupun kecelakaan terhadap seseorang selama kendaraan Anda berada di

lingkungan parkir perusahaan atau dikemudikan oleh petugas Layanan Parking

Valet2. Apabila anda kehilangan kartu parkir, Perusahaan tidak bertanggungjawab atas

kerugian yang ditimbulkan akibat penyerahan kendaraan serta isinya kepada

 pihak lain yang menyerahkan kartu parkir perusahaan.

3. Segera laporkan kepada manager on duty apabila kartu parkir anda hilang.Kendaraan yang tidak diambil sampai dengan pukul ….. WIB akan disimpan di

Posko Security Perusahaan

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 6/9

4. Kendaraan yang tidak diambil sampai dengan pukul …. WIB, akan dikenakan

denda Rp …….,-

Perjanjian tersebut dibuat dalam dalam dua bahasa, dengan versi bahasa Inggeris sebagai berikut :

1. The Company does not accept any responsibility for any damage or loss however 

caused to the car and its content and or to any third party’s cas being driven by

Valet Parking Staff 2. In the event of a ticket loss, the Company will not be held liable for loss and 

damage to the vechicle or its content, following release to the individual in

 possession of the ticket 

3. Please report to the Manager on Duty immediately in the event of ticket loss. Car that is not retrieved until 11.00 PM will be kept at Company’s Post 

4. A Rp. ……,- fine will be charged if the car is not retrieved by … AM 

 Apabila diperhatikan bunyi perjanjian baku yang bunyinya tercetak seperti di atas, padadasarnya memiliki beberapa kekeliruan mendasar. Penyimpangan dan kekeliruan dari

sisi legal adalah :a.  Pengelakan, pengalihan dan pembatasan

tanggungjawab perusahaan valet parkirPengelakan, pengalihan dan pembatasan

tanggungjawab perusahaan valet parkir dibedakan dalam dua hal, yaitu :1)  Ketika berada dalam lingkungan parkir perusahaanLingkungan

 parkir perusahaan sepenuhnya adalah dalam domain dan wilayah penjagaan Perusahaan.

Jadi adalah sesuatu yang naif dan tidak bertanggungjawab suatu perusahaan yanglingkungan kegiatan dan usahanya adalah untuk menerima penitipan barang, tetapi tidak 

 bertanggungjawab kalau ada kehilangan di wilayah yang merupakan domainnya tersebut.

Perusahaan harus berusaha dengan standar keamanan dan perlindungan yang wajar 

terhadap kendaraan yang dititipkan dalam lingkungan usahanya berdasarkan ketentuanyang umumnya berlaku. Suatu disclaimer atau exemption atau eksonerasi yang demikian

harus dianggap batal demi hukum. Perjanjian yang ada adalah perjanjian penitipan bukan perjanjian penyewaan lahan parkir. Perjanjiannya sendiri tetap dianggap sah, namun

klausul pembatasan tersebutlah yang tidak sah.[5]2)  Ketika

dikemudikan oleh petugas parkir perusahaanKlausul yang mengelak dari tanggungjawab

oleh perusahaan, ketika dikemudikan petugas parkir perusahaan baik terhadap kerusakandan kehilangan kendaraan maupun isinya serta terhadap pihak ketiga lainnya adalah salah

satu klausul yang sangat naif dan menjungkir balikkan logika. Pada hal asas yang umum

dalam hukum, adalah bahwa hukum itu harus mengikuti dan bersetuju terhadap hal-halyang rasional, atau yang dikenal dengan istilah Lex semper intendit quod convenit 

rationi. [6] Perusahaan atau petugas perusahaan ketika menerima mobil dari konsumennya

untuk diparkirkan, berarti telah mengambil alih tanggungjawab untuk memarkir,menyimpan dan akan mengembalikan kendaraan dan isinya dalam keadaan sebagaimana

diterima. Prinsip kecermatan, trust, due pofessional care dan fiduciary duties dapat

dianggap melekat pada perusahaan[7].Tidak ada klausul manapun pada peraturan

 perundang-undangan yang lain, seperti peraturan perlalu-lintasan atau peraturan asuransikecelakaan yang mengindemnify pelaku atas kemungkinan adanya celaka, loss atau

damage yang diakibatkannya.b.  Ketidakseimbangan hak dan

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 7/9

kewajiban pada terms bakuPeraturan baku perusahaan menyatakan bahwa apabila karena

konsumen kehilangan kartu valet parkir, yang mengakibatkan secara keliru petugas parkir 

menyerahkan kendaraan kepada orang lain, maka pihak perusahaan tidak dapatdimintakan tanggungjawab atas kerugian atau kehilangan kendaraan maupun isinya.

Sebagaimana diketahui dalam undang-undang perlindungan konsumen, tujuan utamanya

adalah untuk :

1. Mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggungjawab dalammenjalankan usahanya

2. Meningkatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku dunia usaha

Terms di atas tidak mendorong dan tidak mencerminkan pemenuhan terhadap amanat dancita-cita undang-undang itu. Perusahaan seyogianya menerapkan prinsip kehati-hatian,

 profesionalisme, alertness dan lain-lain sesuai dengan spesialisasinya di bidang jasa valet

 parkir. Dalam hal konsumen kehilangan bukti valet parkir, perusahaan seyogianya

terlebih dahulu meminta surat tanda nomor kendaraan dan bukti tambahan atau aksesorial

lainnya mengenai kepemilikan kendaraan, dan tidak serta-merta membangun tembok imunitas apabila petugas valet parkir salah memberikan kendaraan kepada orang lain

(yang bukan pemilik atau pengguna yang sah), hanya karena orang lain tersebut mampumenunjukkan bukti valet parkir yang mungkin tercecer dan ditemukannya.Akibat lebih

 jauh adalah apabila ada sindikasi kejahatan yang memalsukan kartu valet, dan

menggunakannya untuk mengambil kendaraan segera setelah ditinggalkan pemiliknyayang sah, akan menjadikan pemilik kendaraan pada posisi sulit dan rawan untuk 

mendapatkan kembali kendaraannya. Di sisi lain, sebagaimana dilihat pada terms baku

nomor satu, sekalipun pemilik kendaraan tetap menyimpan dan mampu menunjukkan

kartu valet parkir pada saat dia mau mengambil kendaraannya, tidak ada jaminan bahwadia akan diganti rugi atau dipulihkan hak-haknya manakala kendaraan dan/ atau isi

kendaraan tersebut berkurang, rusak atau hilang. Seperti telah dikutip pada babsebelumnya mengenai ketentuan-ketentuan KUHPerdata, pada dasarnya undang-undangdan ketentuan yang berlaku sebagai hukum positif tidak memberikan ruang untuk 

melakukan penyimpangan dari ketentuan yang ada. Terms and conditions pada lembar 

karcis tanda parkir valet tidak boleh diartikan sebagai lex specialist dari ketentuanundang-undang yang lebih tinggi. Justru sebaliknya asas yang semestinya digunakan

untuk menguji dan mengukur keabsahan klausul baku tersebut adalah adagium yang

menyatakan bahwa ketentuan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan denganketentuan yang lebih tinggi atau lex superior derogat legi inferiori. Berdasarkan asas

tersebut, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bertentangan dengan

 peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang mengatur materi yang sama,

maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggilah yang berlaku.[8] Selanjutnyaapabila diuji berdasarkan ketentuan keabsahan perjanjian sebagaimana dimaksud pada

 pasal 1320 KUHPerdata, seyogianya perjanjian yang demikian harus dianggap

 bertentangan dengan kausa halal. Selanjutnya berdasarkan pasal 1324 KUHPerdata,dinyatakan bahwa suatu perjanjian sudah mengandung unsur paksaan apabila perbuatan

itu sedemikian lrupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila

 perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya ataukekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Demikian juga,

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 8/9

apabila diuji dengan semangat, maksud dan diktum-diktum pada Undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen, klausul baku yang ada pada karcis valet parkir adalah

 bertentangan dan tidak sejalan dengan undang-undang tersebut. Pertentangan atau ketidak sesuaian dengan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen antara lain adalah [9]:

(1) a. pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;b. pembuktian atas hilangnya barang

atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;c. menyatakan tunduknya konsumenkepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan

lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan

 jasa yang dibelinya;(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yangletak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

 pengungkapannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan

oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usahawajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang

ini. Khusus mengenai diktum nomor (2) mengenai kesulitan membaca atau

 pengungkapan yang sulit dimengerti, sifatnya agak debatable karena tingkat kesulitan

tersebut adalah relatif, sekalipun dengan ukuran yang normal lay-out dan font huruf-hurufnya adalah sedemikian kecil, jauh dibawah besar huruf yang normal digunakan

seperti huruf-huruf surat kabar atau buku-buku bacaan.Namun demikian, andaikanpunhuruf-hurufnya sedemikian tebal dan terang tercetak, hal tersebut tidak mengurangi

makna bahwa konsumen tidak dalam posisi seimbang antara hak-hak dan kewajibannya

dengan produsen atau pengusaha valet parkir. Kondisi take it or leave it adalahkarakteristik nyata jasa valet parkir sejak konsumen memutuskan untuk menggunakan

 jasa tersebut. Kondisi tersebut adalah nyata dan sulit bagi konsumen untuk 

menegosiasikan kekhususan, kepantasan dan kepatutan dalam membuat perjanjian atau

klausul baku. Bab IVSIMPULANBerdasarkan uraian sebelumnya mengenaihakekat perjanjian berdasarkan KUHPerdata dan Undang-undang Perlindungan

Konsumen, ketentuan perjanjian baku pada karcis valet parkir adalah tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, khususnya menyangkut :

1. Pengelakan dan pengalihan tanggungjawab pengelola jasa valet parkir kepadakonsumen

2. Ketidak seimbangan terms and conditions pada klausul valet parkir yang

cenderung lebih memberatkan kepada konsumen3. Harapan untuk penguatan posisi tawar konsumen dan pemberian dorongan

tanggungjawab kepada pengelola jasa valet parkir yang tidak atau sangat kurang

Jakarta, Desember 2007 Sampe L. Purba Daftar PustakaA.  Buku Black’s

 Law dictionary, fifth edition, St Paul Minn, West Publishing Co., 1979Herlien Budiono, Asas keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2006IG Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2007Mariam Darus

Badrulzaman et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2001R.Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan ke 10, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995

 ————–, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, PT Intermasa, Jakarta 2005Sudikno

Mertokusumo, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty Yogyakarta, 2004B.  Perundang-

7/15/2019 perjanjianbaku-prayud

http://slidepdf.com/reader/full/perjanjianbaku-prayud 9/9

undanganKitab Undang-Undang Hukum PerdataUndang-Undang nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen

[1] R. Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan ke 10, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,hal. 3

[2] R. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, PT Intermasa, Jakarta 2005, hal. 30

[3] Mariam Darus Badrulzaman et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra AdityaBakti, Bandung 2001, hal. 1-4

[4] Herlien Budiono, Asas keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT CitraAditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 95-113

[5] Dalam kasus yang hampir sama, majelis kasasi MA ‘menolak’ kasasi secureparking dalam perkara nomor 1264K/Pdt/2005 dan menghukum Secure Parkingmembayar kehilangan mobil yang dialami konsumennya.

[6] Lex semper intendit quod convenit rationi means the law always intends what isagreable to reason, cf. Black’s law dictionary, fifth edition, St Paul Minn, WestPublishing Co., 1979, hal. 822

[7] Prinsip tersebut di atas, secara umum melekat pada direksi perusahaan yangmengemudikan jalannya perusahaan atas amanah pemegang saham. Sampai padaderajat tertentu analogi tersebut kiranya dapat dilekatkan pada perusahaan danpetugas valet parkir. Mengenai tanggungjawab kehati-hatian ini, dapat diperdalampada IG Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2007

[8] Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty Yogyakarta, 2004, hal.122

[9] Kutipan dari beberapa pasal 18 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen