PERITONITIS.docx

15
PERITONITIS 1. Latar Belakang Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dna lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Fungsi peritoneum Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan, Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen dan tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.B. 2. DEFINISI Peritonitis adalah infeksi puerperalis yang melalui jalan lympha yang menjalar ke peritoneum(R.scoot,james. 2002:248). Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, mauoun peritoneum viseral, yang terletak di atas visera atau organ-organ internal, meradang. (WHO.2002:63). Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh mikoorganisme yang masuk melalui aliran darah saluran genetal atau melalui lumen saluran cerna. (Wahidi.1993:846). Peritonitis adalah infeksi yang terjadi karena meluasnya endometritis tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingopharitis dan sellulitis pelvica. Selanjutnya kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvica

Transcript of PERITONITIS.docx

PERITONITIS

1. Latar BelakangPeritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dna lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Fungsi peritoneum Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan, Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen dan tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.B.2. DEFINISIPeritonitis adalah infeksi puerperalis yang melalui jalan lympha yang menjalar ke peritoneum(R.scoot,james. 2002:248). Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, mauoun peritoneum viseral, yang terletak di atas visera atau organ-organ internal, meradang. (WHO.2002:63). Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh mikoorganisme yang masuk melalui aliran darah saluran genetal atau melalui lumen saluran cerna. (Wahidi.1993:846). Peritonitis adalah infeksi yang terjadi karena meluasnya endometritis tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingopharitis dan sellulitis pelvica. Selanjutnya kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvica mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum sehingga menyebabkan peritonitis.( Prawirohardjo,Sarwono.2005:451)

3. PENYEBAB PERITONITISPenyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi) seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.4. TANDA DAN GEJALA KLINISDiagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.5. PATOFISIOLOGIPeritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga bdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.6. DIAGNOSISa. Gambaran KlinisGambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.1. Peritonitis Bakteri Primer nyeri abdomen demam nyeri lepas tekan bising usus yang menurun atau menghilang2. Peritonitis Bakteri Sekunder Adanya nyeri abdominal yang akut Nausea Vomitus syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik) demam distensi abdominal nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local difus atau umum dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang

3. Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) adanya keringat malam kelemahan penurunan berat badan distensi abdominal

4. Peritonitis granulomatosa nyeri abdomen yang hebat demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu

b. Pemeriksaan ToucherPada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.Terlihat teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan nyeri tekanc. Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat The International Ascites Club (IAC) merekomendasikan dilakukannya parasentesis (pungsiasites) pada penderita sirosis hepatik yang disertai dengan asites. Diagnosis PBS dapat ditegakkan bila dijumpai hasil Hitung sel polimorfonukleus (PMN) > 250/mm3 Lekosit > 300/mm3 (terutama granulosit) Protein 43 mmol/L Aktivitas protrombin < 45

d. Pemeriksaan X-RayIleus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.7. TERAPIa. Penggantian cairan Elektrolit Intravena (NaCL atau RL)Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasib. Pemberian antibiotic yang sesuai (selama 24 jam)Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasic. Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan NGT dan intestinalDrainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksid. Pembuangan focus septic/penyebab peradangan lain dilakukan dengan laparatomiPembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain8. KOMPLIKASIKomplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:a.Komplikasi dini Septikemia dan syok septic Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system Abses residual intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar)b.Komplikasi lanjut Adhesi Obstruksi intestinal rekuren

9. PENGKAJIANA. DATA SUBJEKTIF1. BIODATANama :Umur : biasanya terjadi pada wanita usia reproduktifPekerjaan : Untuk mengetahui taraf hidup sosial ekonomi yang berhubungan dengan nutrisi2. KELUHAN UTAMAIbu mengatakan Post SC (dengan jahitan yang tidak jadi atau mengalami kebocoran), post curret, operasi tumor kandungan atau kista.3. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANGIbu mengatakan sekarang sedang menderita penyakit Hati, Post SC (dengan jahitan yang tidak jadi atau mengalami kebocoran)4. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU Ibu mengatakan pernah mengalami penyakit kelamin(GO dan chlamidia) dan PID (salpingitis,endometritis, adeneksitis, miometritis5. RIWAYAT PERKAWINANBiasanya terjadi pada wanita yang menikah lebi dari satu kali/gonta-ganti pasangan sehingga biasanya terjadi infeksi lebih besar.6. RIWAYAT KEHAMILAN ,PERSALINAN DAN NIFASBiasanya terjadi pada perslinan dengan pertolongan dukun atau dengan pertolongan nakes namun alat tidak sterilTerjadi komplikasi pada saat persalinan (retensio plasenta, atonia uteri) sehingga dilakukan tindakan dengan memasukkan alat2 di jalan lahir atau alat yang digunakan tidak steril ,Biasanya setelah melakukan post curret atau post CS7. RIWAYAT KBibu pernah menjadi aseptor KB IUD8. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI Istirahat Penderita peritonitis mengalami :letih, kurang tidur, nyeri perut dengan aktivitas. Nutrisi Tejadi perubahan pola nutrisi : nafsu makan menurun, hilang karena nausea/ muntahEliminasiPasien mengalami penurunan berkemih, BAB tidak teratur(lebih lam dari biasanya)HygieneKelemahan selama aktivitas perawatan diriSeksualBiasanya pada wanita yang terkena infeksi (PID) masih aktif berhubungan seksual dan pada wanita yang bergonta-ganti pasangan2. B. DATA OBYEKTIF1) Pemeriksaan umumKU : dijumpai keadaan Pasien tampak sangat kesakitan sampai syok3. Kesadaran : kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik hingga koma misal:Composmentis [keadaan normal], apatis [acuh tak acuh],absence[ melamun,hilang ], tergantung tingkat kesakitanTanda-Tanda Vital :Pada kasus peritonitisTD = mengalami hipotensi,( 36,50 CBB : dijumpai adanya penurunan berat badan2) Pemeriksaan fisikMukahingga anemis atau syokpucatDijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal MataKonjungtiva pucat(kemungkinan anemis): normal Sclera DBNMata terlihat cekung (kemungkinan dehidrasi)Bibir pucat (kemungkinan anemis)Warna merah kering (kemungkinan dehidrasi)Lembab Dada sesakC/P DBN Abdomen :Pemeriksaan abdomenPerut terlihat lebih besar dari normalAdanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoranNyeri tekan lepasDinding perut tegang dan kaku seperti papanBising usus hilang/tidak terdengarGenetaliaDilakukan Pemeriksaan TuocherTeraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan nyeri tekanEktremitasTeraba hangat samapi panas karena biasanya pasien demamTeraba kulit kering dan lecetPemeriksaan Auskultasi abdomenBising usus hilang/ tidak terdengar4. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolic, LED dengan dilakukan tes darah lengkap Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapatb. Pemeriksaan X-RayIleus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi5. II. INTERPRETASI DATA DASARDx : Pada ibu P..post SC dengan nyeri abdomen akutDs : Ibu mengatakan telah melahirkan anaknya yang ke.. pada hari ke..dengan opersi, mengeluh nyeri perut,perut terasa kembung, mual-muntah, nafsu makan menurun, demam, sesak nafasDo : KU : lemah apatisKesadaran : composmentis TTVTD = mengalami hipotensi,( 36,50 CBB : dijumpai adanya penurunan berat badanAbdomenPemeriksaan abdomen : Perut terlihat lebih besar dari normal Adanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoran Nyeri tekan lepas Dinding perut tegang dan kaku seperti papan Bising usus hilang/tidak terdengar6. III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIALSyok (hipovolemik, septic, neuroghenik)7. IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA1. pasang infus RL2. berikan O2 + 2 atm atau sesuai kebutuhan dan sesuai advis dokter3. kolaborasi dengan spesialis Obgyn4. rujuk8. V. RENCANA INTERVENSI1. Jelaskan ibu tentang keadaanyaR/ ibu dapat mengetahui keadaanya sehingga ibu lebih kooperatif2. Pasang infus dan berikan cairan RLR/ memperbaiki kondisi umum menjadi lebih baik dan rehidrasi3. Observasi tekanan darah , suhu , nadi dan pernafasanR/ sebagai deteksi dini terjadinya komplikasi4. Infomed consent untuk dilakukan rujukanR/ bukti otentik persetujuan dilakukan rujukan5. Lakukan persiapan rujukanR/ memudahkan melakukan tindakan saat merujuk9. VI. IMPLEMENTASIMelaksanakan kegiatan dari Intervensi yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan Ibu10. VII. EVALUASIEVALUASIEvaluasi di RS (POLKAN)Jam : Tanggal :S : Ibu mengatakan masih terasa nyeri perut ibu, badan lemasO : kondisi ibu lemah TTV :TD: 85/65 mmhg N: 80 X/mnt rr: 24 kali/mnt S:37,8 0CPemeriksaan abdomen Perut terlihat lebih besar dari normal Adanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoran Nyeri tekan lepas Dinding perut tegang dan kaku seperti papan Bising usus hilang/tidak terdengarA : Pada ibu P.. post SC dengan nyeri abdomen akutP : lakukan pemeriksaan darah lengkap lakukan pemeriksaan X- Ray teruskan pemberian cairan infus observasi TTV11. Catatan perkembanga di (POLKAN)Jam : Tanggal :S : Ibu mengatakan masih merasakan nyeri perutO : kondisi ibu lemah TTV :TD: 85/65 mmhg N: 80 X/mnt rr: 24 kali/mnt S:37,8 0CPemeriksaan penunjangPemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolic, LED meningkatPemeriksaan X-RayIleus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasiA : Ibu P.post SC dengan PeritonitisP : lakukan informed consent pada ibu untuk MRS lakukan kolaborasi dengan dokter Obgyn untuk pemberian terapi dan tindakanSelanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002.Keperawatan Medikal Bedah 5.Jakarta: ECG

Price, Silvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:ECG

Doenges, Marilynn.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta:ECG

Wahidi, KemalaRita.1993. Standart ASKEP di Instalasi Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta:EGCMochtar,Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 : Jakarta: EGC

M. Wilson,Lorraine.1994.PatifisiologiKonsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Prawirohardjo,Sarwono.2005.IlmuKebidanan. Jakarta : YBP- SP

R.Scoot,James,dkk.2002.Obstetridan Ginekologi.Jakarta: Widya Medika

Taber,Ben-zion.1994.KapitaSelecta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC

WHO.2002.ModulSepsis Puerperalis.Jakarta:EG