Perhitungan turbin propeller poros horizontal

13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Awal Perancangan Dalam perancangan telah diktahui data teknis tentang Bendungan Bening, Saradan, Madiun adalah sebagai berikut : Informasi Sumber Air a. Nama Sumber Air : Bendungan Bening Saradan, Madiun b. Debet Andalan : 2 m 3 /s atau 2000 liter/s c. Tinggi Tekan Hidrolik max : 21.4 m 4.2. Analisa Grafis Penentuan Tipe Turbin Berdasarkan nilai debit desain dan tinggi jatuh hidrolik, maka secara grafis dapat dipelajari dan dipilih tipe turbin yang sesuai, sebagai berikut : Menurut hasil analisa grafis Gambar 4.1, turbin yang sesuai untuk debit (Q = 2000 l/ dt) dan tinggi jatuh hidrolik (Htotal) = 21,4 m adalah turbin tipe Crossflow atau tipe Francis, tetapi perancangan di desain ini pada head 6 meter untuk memberi spare (Jarak aman) mengingat head pada waktu tertentu dapat menurun namun dapat menghasilkan debit yang konstan. sehingga disimpulkan menggunakan tipe propeller untuk menambah kasanah pengalaman dalam desain dan pembuatan turbin tipe ini. Pertibangan lain adalah pada desain sudu pada turbin ini akan dibuat tetap (fixed blade) sehingga akan berpengaruh pada effisiensi turbin.

Transcript of Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Page 1: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Awal Perancangan

Dalam perancangan telah diktahui data teknis tentang Bendungan Bening,

Saradan, Madiun adalah sebagai berikut :

Informasi Sumber Air

a. Nama Sumber Air : Bendungan Bening Saradan,

Madiun

b. Debet Andalan : 2 m3/s atau 2000 liter/s

c. Tinggi Tekan Hidrolik max : 21.4 m

4.2. Analisa Grafis Penentuan Tipe Turbin

Berdasarkan nilai debit desain dan tinggi jatuh hidrolik, maka secara grafis

dapat dipelajari dan dipilih tipe turbin yang sesuai, sebagai berikut :

Menurut hasil analisa grafis Gambar 4.1, turbin yang sesuai untuk debit

(Q = 2000 l/ dt) dan tinggi jatuh hidrolik (Htotal) = 21,4 m adalah turbin tipe

Crossflow atau tipe Francis, tetapi perancangan di desain ini pada head 6 meter

untuk memberi spare (Jarak aman) mengingat head pada waktu tertentu dapat

menurun namun dapat menghasilkan debit yang konstan. sehingga disimpulkan

menggunakan tipe propeller untuk menambah kasanah pengalaman dalam desain

dan pembuatan turbin tipe ini. Pertibangan lain adalah pada desain sudu pada

turbin ini akan dibuat tetap (fixed blade) sehingga akan berpengaruh pada

effisiensi turbin.

Page 2: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Gambar 4.1 : Grafik pemilihan jenis turbin

Grafik diatas juga menunjukan daya yang dapat dibangkitkan secara grafis

sebesar 100 kW. Sehingga dapat disimpulkan bahwa turbin yang digunakan

adalah turbin propeller dan Effisiensi turbin ditetapkan pada nilai 0.9 atau 90%.

4.3. Kecepatan Spesifik

Dalam menentukan putaran spesifik pada sebuah turbin yang telah ada

diketahui dengan menemukan variabel yang belum diketahui dari persamaan berikut,

yaitu debit air yang masuk ke dalam turbin :

a. Perhitungan daya terbangkit/ daya turbin

Daya turbin (P)

P = ηT . ρ. G. Q. H, Watt (Satuan Internasional)

Dimana :

ηT = efisiensi total = ηt. ηg = 0,90 x 0,95 = 0,8145

ηt. = efisiensi turbin = 0,90

ηg = efisiensi generator = 0,95

ρ = berat jenis air (= 1000 kg/m³)

g = gravitasi (9,81 m/det²)

Page 3: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Q = debit desain (2 m³ / det)

H = tinggi jatuh hidolik netto (6 m)

P = 0,8145 x 1000 x 9,81 x 2 x 6

= 95.882,94 W

= 95,8 kW = 130 HP

Jadi daya actual yang terbangkit dari generator sebesar 130 HP

b. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran yang melewati turbin dapat digambarkan pada

persamaan energy potensial air yaitu :

V = √2 𝑥 𝑔 𝑥 𝐻 (Dietzel, 1980)

= √2 𝑥 9.81 𝑥 6

= 10.489 m/s

Dimana

Berat jenis air (ρ) = 1000 kg/m3

Percepatan Grafitasi (g) = 9.81 m/s2

c. Putaran Spesifik Turbin (ns)

Yang dimaksud dengan kecepatan spesifik dari suatu turbin ialah

kecepatan putaran runner yang dapat dihasilkan daya effektif 1 BHP untuk setiap

tinggi jatuh 1 meter atau dengan rumus dapat ditulis ( Lal, Jagdish, 1975 ) :

Kecepatan spesifik dinyatakan dengan persamaan :

𝑛𝑞 = 𝑛 √Ѷ

𝐻 34

(Dietzel, 1980) hal

diketahui : ns = kecepatan spesifik turbin

n = Kecepatan putaran turbin (rpm)

Hefs = tinggi jatuh effektif (m)

Ѷ = Kapasitas Aliran (m3/det)

Page 4: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Sehingga:

nq = 500 √2

(6)3/4

= 184 l/menit

4.4. Desain Roda jalan Turbin (Runner)

Konstruksinya bisa dibedalkan; sampai dengan alat pengarah pada

hakekatnya sama dengan turbin Francis. Dan pada leher poros terdapat kipas sudu

(4 sampai dengan 8 buah).

Kipas sudu pada gambar 4.2. sama seperti baling-baling pesawat terbang

yaitu membawa aliran dengan belokan yang hanya sedikit. Bila untuk pesawat

terbang maksudnya adalah supaya gaya ke atas, dengan tahanan yang sedikit

mungkin. Jadi bentuknya memang harus demikian. Tetapi pada turbin Kaplan

maksudnya adalah untuk mendapatkan gaya tangensial T (gaya putar yang bisa

menghasilkan torsi pada poros turbin), gambar 4.2

Sesuai dengan gambar 4.2 harga perkiraan untuk menentukan ukuran-

ukuran utama turbin Kaplan.

Page 5: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Gambar 4.2 : Segitiga kecepatan masuk dan segitiga kecepatan keluar,

bagan sudu roda jalan turbin Kaplan poros horizontal.

Besarnya gaya tangensial T tergantung pada selisih w u2 – w u1 atau yang

berhubungan dengan c u1 – c u2 yang harganya kecil. Pada perhitungan ini c u1 – c

u2 = 0.

Gambar 4.3 : Model runner turbin propeller poros horizontal

Dari diagram 4.4 didapat:

Page 6: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Gambar 4.4 : Harga perkiraan untuk menentukan ukuran-ukuran utama

turbin Kaplan (Dietzel, 1980).

𝑢1∗ = 1.75; 𝑢𝑁

∗ = 0.75; 𝑐𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑎ℎ∗ = 0.36

Kemudian harga-harga diatas dikalikan dengan

V= √2𝑔𝐻 yaitu dengan V=10.489 m/s

Sehingga:

𝑢1∗ = 1.75 x 10.489 = 18.3 m/detik;

D1 = 500 . 𝑢1

𝜋 .𝑛 = 0.5573 m Ɵ

𝑢𝑁∗ = 0.75 x 10.489 = 7.86 m/detik

D leher poros = 0,25 Ɵ ;

Dalam hal ini diameter sudu pengarah di bagian masuk dari gambar

Dari ketentuan dimensi maka kecepatan meridian 𝑐2 𝑚 = 𝑐2 pada bagian keluar

roda jalan = kecepatan masuk ke pipa hisap.

𝑐2 𝑚 = 𝑐2= V/A dengan penampang

A = (𝐷12 − 𝐷𝑛

2) . π/4 = 2 m2

𝑐2 𝑚 = 𝑐2 = 10.489 m2 /det : 0.91 m2 = 5.21 m/det

Segitiga kecepatan didapat dari:

Page 7: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

ηt . g . H = u . (cu1 - cu2)

ηt = 𝑃

𝐻.𝑉.𝑄.𝑔 =

100

6 .10.489 . 2 .9.81

= 0.8

Dengan cu2 = karena c2 adalah pengeluaran yang memiki sudut sebesar 122°

maka:

Gambar 4.5 : Sudut masuk dan keluar aliran

Nilai cu1 dapat dihasilkan dari perhitungan

cu1 = ηt .𝑔.𝐻

16,35

cu1 = 0.8 .9.81.6

16 ,35

cu1 = 2.88 m/detik

nilai tersebut dapat dijelaskan pula dalam bentuk grafis segitiga kecepatan.

Dimana komponen head mempengaruhi besarnya cu1.

Page 8: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Gambar 4.6: nilai cu1 yang digambarkan secara grafis

Dengan demikian bagan segitiga kecepatan dibagian tengah sudu jalan bisa

digambar, bagian tengah.

Gambar 4.7: Bagan kecepatan dan sketsa gambaran dari profil sudu.

Pada gambar 4.7 terlihat bahwa arah aliran alir u2=u1 menabrak sudu

turbin yang memiliki sudut 28 derajad dari garis tegak lurus poros, sehingga

putaran turbin yang dihasilkan searah dengan putaran jarum jam (Clock wise).

Tinggi air jatuh yang diketahui dari permukaan air atas dan permukaan air

bawah adalah H = 5 m. Jadi pada daerah setelah runner dan permukaan air bawah

(pipa isap) terdapat tekanan kerendahan sebesar 1 m. Gaya tangensial T dan gaya

geser S, harga perhitungan kasarnya adalah :

T = ὖ . π . B.cm . Q . (wu2 – wu1).

Harga D dalam hal ini diambil dari harganya DM.

DM =(D1 – DN)/2 = (0.5573 - 0,25) = 0.3 m

Page 9: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

B = 0.15 m adalah jumlah keseluruhan lebar sudu didapat dari (D1/2 – DN/2)

cm = c2 = 5.21 m/det adalah kecepatan air melalui seluruh penampang.

W2 u - W2 u = 2.81 m/det diambil dari gambar 4.7.

T = 0.3 . π . 0.15 . 2.81. 1000 kg/m3 . 5.21 m/det

T = 2068,64 kg m/det2 = N atau 2,08 kN

4.5. Perencanaan Poros

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa poros turbin berfungsi untuk

memindahkan daya dari putaran turbin. Beban yang diterima oleh poros turbin

antara lain beban puntir dan beban lentur, sehingga dengan adanya beban ini maka

akan terjadi tegangan puntir dan tegangan lentur sebagai akibat dari adanya

momen puntir dan momen lentur (Sularso, 1983)

Perhitungan kecepatan sudut

ω = 2 x 𝜋 x n

ω = 2 x 𝜋 x 500

ω = 3140 rpm

Gambar 4.8 : Poros

Momen torsi pada turbin dapat dinyatakan dengan persamaan :

Page 10: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

𝑀𝑝 = 9.74 𝑥 105𝑃

𝑛

𝑀𝑝 = 9.74 𝑥 105 95.882,94 W

500= 186779,9 N.mm

Momen puntir pada turbin dapat dinyatakan dengan persamaan :

𝑀𝑡𝑚𝑎𝑥 = 71620 p max

n

= 71620 95.882,94

500

= 13734,27 N.mm

Tegangan geserijin dapat dinyatakan dengan persamaan :

𝜏𝑎 =𝜏𝑏

𝑠𝑓1 𝑥𝑠𝑓2

Dimana:

Bahan poros Baja Krom Nikel Moliben (JIS G 4103) SNCM 1

τa = Tegangan izin poros (kg/mm2)

τb = Tegangan tarik bahan poros 85 (kg/mm2)

sf1 = Faktor kelelahan punter

sf2 = Faktor keamanan karena poros dibuat bertingkat dan diberi pasak

𝜏𝑎 =𝜏𝑏

𝑠𝑓1 𝑥𝑠𝑓2

𝜏𝑎 =850

6𝑥3 = 47,2 N/mm2

Harga Sf1 untuk bahan poros SF = 5,6 dan untuk bahan poros S-C = 6,

sedangkan harga dari Sf2berkisar sekitar 1,3 sampai 3 (Sularso, 1983).

Untuk diameter poros turbin dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑑𝑠 = [5,1𝑥 𝐾𝑡𝑥𝐶𝑏 𝑥𝑀𝑝

𝜏𝑎]

1

3 (Sularso, 1983)

Page 11: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

𝑑𝑠 = [5,1𝑥1,5𝑥2,5𝑥186779 ,9

47,2]

1

3 = 42.2 mm

Untuk beban yang dikenakan secara halus harga K t = 0,1 untuk beban yang

digunakan sedikit kejutan dan tumbukan harga K t = 1,0 – 1,5 dan jika beban yang

dikenakan dengan kejutan atau tumbukan harga K t = 1,3 – 3, karena poros juga

menerima beban lentur dari berat turbin maka diperlukan faktor koreksi untuk

beban lentur (Cb) yang harganya antara 1,2 – 2,3 (Sularso, 1983).

Tegangan yang terjadi pada poros

𝜏𝑡 =𝑚𝑡

𝑤𝑡

Dimana : 𝑤𝑡 =𝜋

16𝑑3(𝑚𝑚)

= 3.14

1642.23

= 14748,47 mm

Maka :

𝜏𝑡 =𝑚𝑡

𝑤𝑡

= 13734 ,27

14748 ,47

= 0.93 N/mm2

Pemeriksaan pasak terhadap tegangan geser yang terjadi :

Karena tegangan puntir pada poros = 0.93 N/mm2< 5,556N/mm2 dari

tegangan yang diijinkan maka aman.

4.6 Perencanaan Pasak

Bahan pasak dipilih baja jenis SNC 2 yang memiliki kekuatan tarik 85 kg/mm2.

Page 12: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

Gambar 4.9 Pasak

Tegangan Geser Yang Diijinkan Pada Pasak

𝜏𝑔 =𝜎𝑏

𝑠𝑓𝑘1 ∗𝑠𝑓𝑘2 (Sularso, 1983)

𝜏𝑔2 =85

6𝑥3= 4,72 𝑁/𝑚𝑚2

𝜎𝑏 = kekuatan tarik bahan 85 kg/mm2

𝑠𝑓𝑘1 = Faktor kelelahan puntir 5,6 – 6

𝑠𝑓𝑘2 = Faktor keamanan karena poros dibuat bertingkat dan diberi

pasak 1,3 – 3

Pada perencanaan poros ini terdapat dua perhitungan yang menghasilkan

diameter poros. Yaitu pada perhitungan segitiga kecepatan dimana gaya

tangensial T dan perhitungan kekuatan material terhadap bahan poros yang

digunakan. Sehingga didapatkan perbandingan nilai keduanya sebesar 1,68 dan

dianggab sebagai safety factor poros.

Menentukan Gaya Tangensial Terhadap Pasak:

𝐹 =𝑇

(𝑑𝑠2

)

𝐹 =2068,64

(42.2

2)

= 98.03 kg

Lebar Pasak

𝑤 =𝑑

4

Page 13: Perhitungan turbin propeller poros horizontal

𝑤 =42.2

4

𝑤 = 10.55 𝑚𝑚

Tinggi Pasak

𝑡 =2

3𝑥 𝑤

𝑡 =2

3𝑥 10.55

𝑡 = 7.03 𝑚𝑚

Panjang pasak :

𝐿 =𝜋 𝑥 𝜏𝑔1 𝑥 𝑑𝑠

2

8 𝑥 𝑡 𝑥 𝜏𝑔2

𝐿 =𝜋 𝑥 5,556N/mm2 𝑥 42.22

8 𝑥 7.03 𝑥 4,72

𝐿 = 117,03 𝑚𝑚