PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI …PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI MASYARAKAT JAWA...
Transcript of PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI …PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI MASYARAKAT JAWA...
PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS
BAGI MASYARAKAT JAWA
Tugas Akhir
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Murni Astuti (084114002)
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATAN DHARMA
YOGYAKARTA
Maret 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Tugas Akhir
PERGESESARAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS
BAGI MASYARAKAT JAWA
Oleh
Murni Astuti
NIM: 084114002
Telah disetujui oleh
tanggal 11 Februari 2013
tanggal 15 Februari 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Tugas Akhir
PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS
BAGI MASYARAKAT JAWA
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Murni Astuti
NIM: 084114002
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada 28 Februari 2013
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Ketua Drs. Hery Antono M.Hum.
Sekretaris Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum.
Anggota Dra. Fransisca Tjandrasih Adji M.Hum.
Drs. Hery Antono M.Hum.
Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum.
Yogyakarta, 28 Februari 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 7 Maret 2013
Penulis
Murni Astuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Murni Astuti
NIM : 084114002
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Pergeseran Makna
dan Fungsi Keris Bagi Masyarakat Jawa Saat Ini beserta perangkat yang
diperlukan (bila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya
di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 7 Maret 2013
Yang menyatakan,
Murni Astuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
karunia rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul Pergeseran
Makna dan Fungsi Keris Bagi Masyarakat Jawa dapat terselesaikan. Penulisan
Karya Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa baik dalam pengungkapan,
penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi karya ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Keterbatasan dan kekeliruan dalam karya ilmiah
ini merupakan tanggung jawab penulis bukan pembimbing. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua
pihak untuk perbaikan karya ilmiah ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih disertai
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dra. Fransisca Tjandrasih Adji M.Hum., selaku pembimbing pertama,
2. Drs. Hery Antono M.Hum., selaku pembimbing kedua,
3. Dosen Prodi Sastra Indonesia USD: Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., Dr.
Paulus Ari Subagyo M.Hum., Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus M.Hum.,
Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum.,
4. Sekeretarian Sastra Indonesia yang telah membantu dalam hal administrasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
5. Perpustakaan USD yang telah memberikan fasilitas buku-buku sebagai
sumber pustaka,
6. Narasumber yang telah banyak memberikan informasi hingga terselesaikannya
tulisan ini,
7. Lutse Lamber Daniel Morin, S.Sn.,M.Sn., suamiku dan Sokya Karmakayana
Vasarely Lutse Morin anakku yang telah memberikan motifasi dan semangat.
8. Alm. Boniman Mathodiharjo dan Asriyah sebagai orang tua yang telah
memberikan kasih sayang sejak kecil hingga sekarang,
9. Teman-teman Prodi Sastra Indonesia USD angkatan 2008.
Yogyakarta, 7 Maret 2013
Murni Astuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Astuti, Murni. 2013. “Pergeseran Makna dan Fungsi Keris bagi Masyarakat
Jawa Saat Ini”. Skripsi Strata I (S-1). Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini mengenai pergeseran makna dan fungsi keris bagi pecinta keris.
Keris diungkap bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga makna dan fungsi keris
bagi pemiliknya.
Keris sering dimaknai sebagai benda pusaka yang memiliki nilai estetika
yang tinggi, hasil olah spiritual empu pembuatnya, memiliki aura mitis, dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Banyak pecinta keris beralasan mengkoleksi keris
karena keris merupakan benda seni yang memiliki keindahan. Akan tetapi, pada
kenyataaannya mereka masih mempercayai tuah atau daya magis sebuah keris.
Hal ini terbukti dengan adanya penghargaan yang lebih terhadap keris yang telah
berusia tua dan penghitungan-penghitungan yang dilakukan ketika seseorang akan
membuat atau membeli keris untuk dikoleksi.
Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan keris dalam budaya Jawa,
pergeseran makna keris saat ini, dan pergeseran fungsi keris bagi pecinta keris
saat ini. Pendiskripsian ini diharapkan nantinya dapat menjadi sebuah catatan
tentang budaya keris.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi.
Data-data etnografi diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, dan studi
pustaka.Wawancara dilakukan penulis berdasarkan informasi beberapa kolektor
keris yang ada di Yogyakarta. Penentuan informan berdasarkan pada jenis profesi
yaitu kalangan praktisi pendidikan, kalangan seni, kalangan masayarakat biasa
dan kalangan yang berkecimpung dalam dunia pembuatan keris.
Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pergeseran makna dan fungsi
keris dari zaman dulu dan saat ini. Kepercayaan akan kekuatan mistis keris masih
melatar belakangi pengkoleksian keris saat ini. Pergesaran makna dan fungsi keris
tersebut disebabkan oleh perkembangan teknologi modern, ilmu pengetahuan, dan
sistem pemerintahan yang ada saat ini. Tetapi, nilai-nilai kearifan lokal yang ada
menjadikan keris masih dipercaya sebagai benda pusaka yang memiliki tuah atau
daya magis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Astuti, Murni. 2013. “the change of meanings and functions for the Javanese
keris”. Study Strata I (S-1). Indonesian Letters Department, Sanata
Dharma University.
This Study is about the change of meaning and function of keris. Keris is
being unfolded not just from it's physical side, but also from it's meaning and
function by it's owner.
Keris often meant as heirlooms with high aesthetic value, the result of the
master craftsman's spiritual manner, believed to have a mythic aura, and have high
economic value. Many of the keris lovers stated that they collect it for keris is an
art objects with beauty, but in reality, they still believe in charm and magical
power of keris. It is proven by the extra appreciation towards old keris and by
calculations done when someone is trying to make or buy a keris for collection.
The purpose of this research is to describe keris in Javanese culture, to
describe the etymology of keris by keris lovers or keris collector in modern days,
and to describe the shifting of functions by keris lovers or keris collector in this
time and age. This description is expected to be a note or record about the culture
of keris.
The methods used in this research is the ethnographic method.
Ethnographic data obtained through observation, interviews, and literature study.
Author interviews based on samples of several keris collectors in Yogyakarta
based on his profession, namely education practitioners, art societies, among
ordinary people, and among the keris makers society.
The conclusions of this research is the change of meaning and function of
keris from the past to the present. Belief in keris' mystical power is still affecting
keris collection these days. The friction of meaning and function of keris is caused
by development of modern technology, development of science, and
governmental system today. However, local wisdom values still believe keris as
an heirlooms with charm and magical power.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ..................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ................................................................... 3
1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 3
1.6 Landasan Teori .................................................................................. 5
1.7 Metode Penelitian ............................................................................... 7
1.7.1 Observasi .................................................................................... 8
1.7.2 Wawancara ................................................................................. 9
1.7.3 Studi Pustaka .............................................................................. 9
1.8 Sistematika Penyajian ......................................................................... 9
BAB II KERIS DALAM BUDAYA JAWA ....................................................... 11
2.1 Masyarakat Jawa ............................................................................... 11
2.2 Sejarah Keris ....................................................................................... 12
2.2 Proses Pembuatan Keris .................................................................... 16
2.3 Bagian-Bagian Keris .......................................................................... 18
2.3.1 Pesi ............................................................................................. 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
2.3.2 Ganja .......................................................................................... 19
2.3.3 Bongkot ...................................................................................... 20
2.3.4 Wadhuk ....................................................................................... 21
2.3.5 Pucuk ........................................................................................... 21
2.4 Macam-Macam Keris ........................................................................ 25
2.4.1 Berdasarkan Cara Pembuatannya ............................................... 25
2.4.2 Berdasarkan Bentuk dan Kelengkapan Bagian-Bagiannya......... 25
2.5 Tuah dan Daya Magis ......................................................................... 26
BAB III PERGESERAN MAKNA KERIS ........................................................ 28
3.1 Makna Keris Zaman Dahulu ............................................................ 28
3.1.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris ........................................... 28
3.1.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris ............................................ 33
3.1.3 Berdasarkan Perawatannya ......................................................... 34
3.2 Makna Keris Saat Ini ........................................................................ 36
3.2.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris ........................................... 36
3.2.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris .......................................... 44
3.2.3 Berdasarkan Perawatannya ........................................................ 48
3.3 Pergeseran Makna Keris ................................................................... 50
BAB IV PERGESERAN FUNGSI KERIS ......................................................... 54
4.1 Fungsi Keris Zaman Dahulu ............................................................. 54
4.1.1 Keris Sebagai Senjata ................................................................. 54
4.1.2 Keris Sebagai Benda Pusaka ..................................................... 57
4.1.3 Keris Sebagai Kelengkapan dalam Upacara ............................... 57
4.1.4 Keris Sebagai Identitas Pribadi .................................................. 58
4.1.5 Keris Sebagai Lambang Status Sosial ....................................... 58
4.1.6 Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana ...................................... 59
4.1.6.1 Ogleng atau Angoglenganke Keris .......................................... 59
4.1.6.2 Dederan atau Andoran............................................................. 60
4.1.6.3 Kewal atau Angewal Keris ....................................................... 61
4.2 Fungsi Keris Saat Ini ......................................................................... 62
4.2.1. Keris Sebagai Benda Pusaka .................................................... 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
4.2.3. Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana ..................................... 63
4.2.4. Keris Sebagai Benda Seni ......................................................... 64
4.2.5. Keris Sebagai Benda Koleksi .................................................... 64
4.3 Pergeseran Fungsi Keris .................................................................... 66
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72
LAMPIRAN .......................................................................................................... 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagian-Bagian Keris ........................................................................ 18
Gambar 2 Sor-Soran dan Ricikan Keris ............................................................ 22
Gambar 3 Hulu atau Gagang Keris ................................................................... 26
Gambar 4 Warangka Ladrangan ...................................................................... 24
Gambar 5 Warangka Gayaman ......................................................................... 24
Gambar 6 Relief di Candi Prambanan di Yogyakarta ....................................... 55
Gambar 7 Relief di Candi Borobudur di Jawa Tengah ..................................... 56
Gambar 8 Relief di Candi Penataran di Blitar Jawa Tengah ............................ 56
Gambar 9 Ogleng .............................................................................................. 60
Gambar 10 Dederan ........................................................................................... 61
Gambar 11 Kewal .............................................................................................. 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Periodisasi Zaman Pembuatan Keris di Pulau Jawa .................................. 15
Tabel 2 Mantra Zaman Dulu ................................................................................... 32
Tabel 3 Mantra Saat Ini .......................................................................................... 43
Tabel 4 Jenis-Jenis Pamor dan Tuah Keris ............................................................ 46
Tabel 5 Pergerseran Makna Keris .......................................................................... 50
Tabel 6 Pergerseran Fungsi Keris .......................................................................... 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu warisan budaya Jawa yang banyak dikenal orang adalah keris.
Sejak tanggal 25 November 2005, UNESCO telah menetapkan “keris sebagai
senjata tikam warisan dunia asli Indonesia” (Panji Nusantara, 2010:41). Keris
merupakan sebuah senjata tikam khas Indonesia yang dipergunakan pada zaman
dahulu. Penggunaan keris ini tersebar hampir di seluruh rumpun Melayu. Di
Indonesia, keris biasa digunakan di daerah Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumatra,
sebagian Kalimantan, serta sebagian Sulawesi.
Bagian-bagian pada keris di setiap daerah sama, yaitu ada bagian
pegangan, hulu keris, pamor atau ukiran pada keris, bagian antara pangkal keris
dengan pucuk keris, dan tempat keris atau biasa disebut warangka. Yang
membedakan antara keris satu daerah dengan daerah yang lain adalah ukiran yang
terdapat pada warangka maupun bentuk sarung keris itu sendiri. Tiap-tiap daerah
memiliki bentuk dan corak warangka yang berbeda. Dengan melihat ukiran atau
bentuk warangka, maka akan dapat diketahui dengan mudah dari mana keris itu
berasal.
Penelitian dalam tulisan ini membatasi hanya pada keris dari budaya
masyarakat Jawa. Keris dalam masyarakat Jawa akan dilihat lebih dalam dan
ditemukan pergeseran-pergesaran makna dan fungsi keris yang terjadi dari zaman
dahulu hingga sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Keris dalam masyarakat Jawa bukan hanya sebuah senjata warisan nenek
moyang, tetapi keris memiliki banyak makna. Di kalangan pecinta keris, keris
juga dimaknai sebagai benda pusaka yang memiliki nilai estetika yang tinggi,
hasil olah spiritual empu pembuatnya, memiliki aura mistis, dan memiliki nilai
ekonomis tinggi.
Selain makna, keris juga memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi keris
tersebut lebih didasarkan pada pemaknaan pamor-pamor yang terdapat pada
keris. Misalnya keris berpamor udan mas, sering digunakan oleh pedagang
sebagai jimat penglaris agar usahanya maju dan mendatangkan banyak
keuntungan.
Zaman dahulu keris digunakan sebagai senjata. Tahap perkembangan
berikutnya, keris dimaknai sebagai benda pusaka dan akhirnya menjadi benda
seni. Banyak pecinta keris di Yogyakarta menuturkan alasan mereka mengkoleksi
karena keris merupakan benda seni yang memiliki keindahan. Akan tetapi, pada
kenyataannya mereka masih mempercayai tuah atau daya magis keris. Hal ini
terbukti dengan adanya penghargaan yang lebih terhadap keris yang berusia tua
dan adanya penghitungan-penghitungan yang dilakukan ketika seseorang akan
membuat atau membeli keris.
Perkembangan makna dan fungsi ini bagi penulis menarik untuk diteliti
lebih mendalam. Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas pergeseran
fungsi dan makna keris di daerah Jawa khususnya Yogyakarta dilihat dari segi
nilai kepemilikan sebuah keris. Pemilihan ini didasari oleh belum adanya tulisan
yang membahas tentang pergesaran makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
1.2 Rumusan Permasalahan
Dalam tulisan ini, ada dua hal yang ingin disampaikan yaitu:
1.2.1 Bagaimana pergeseran makna keris dalam budaya Jawa?
1.2.2 Bagaimana pergeseran fungsi keris dalam budaya Jawa?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tiga tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Mendiskripsikan makna keris dalam budaya Jawa.
1.3.2 Mendeskripsikan pergeseran makna keris bagi masyarakat Jawa saat ini.
1.3.3 Mendiskripsikan pergeseran fungsi keris bagi masyarakat Jaw saat ini.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan pada perkembangan
ilmu budaya berupa pengetahuan tentang keris dalam budaya Jawa. Dengan
membaca tulisan ini, pembaca akan lebih dapat mengetahui pergeseran makna
dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa. Diharapkan pula tulisan ini dapat menjadi
sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian dalam bidang
budaya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Studi tentang keris sudah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya. Namun ada tiga pustaka yang dapat dikatakan sebagai pustaka
otoritatif. Pustaka tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Ki Hudoyo Doyodipuro, seorang sarjana psikologi yang juga menggeluti
dunia supranatural, telah menerbitkan beberapa buku tentang keris. Salah satunya
berjudul Keris Daya Magic-Manfaat-Tuah-Misteri yang diterbitkan tahun 1999.
Dalam bukunya ini dia menuliskan tentang budaya keris ditinjau dari bentuk fisik
dengan berbagai alternatif dan karakter, maupun yang berhubungan dengan
kepercayaan tentang kekuatan yang terdapat pada sebilah keris. Buku ini memiliki
kelemahan dalam hal pemaknaan keris bagi pemiliknya. Buku ini tidak
menjelaskan secara detail bagaimana sebilah keris dihormati dan dihargai oleh
pemiliknya. Bahasan bukunya lebih memaparkan tuah dan daya magis pada keris
yang dipercaya sudah ada sejak zaman dahulu.
F.L. Winter, tahun 2009 menulis buku yang berjudul Kitab Klasik Tentang
Keris mengenai keris secara fisik. Buku ini menjelaskan apa itu keris dan bentuk-
bentuk serta bagian-bagian dari sebuah keris. Kelemahan tulisan Winter adalah
hanya berfokus pada keris secara fisik dan tidak mendiskripsikan cara dan ritual-
ritual pembuatan keris. Winter hanya menuturkan bagaimana keris dibuat dari besi
yang ditempa berulang-ulang dan dibentuk menjadi sebilah keris. Dalam bukunya
tersebut Winter juga tidak menulis tentang makna-makna yang terdapat dalam
keris.
Moebirman dalam bukunya yang terbit tahun 1980 berjudul Keris Senjata
Pusaka menuliskan tentang keris dari segi seni tradisional. Keris merupakan
senjata yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun sejak zaman
prasejarah Indonesia hingga era 80-an. Dalam tulisannya, Moerbiman menuliskan
tentang pembuatan keris, bagian-bagian keris, macam-macam keris di Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dan fungsi keris pada zaman dulu. Kekurangan dalam tulisan ini adalah
Moebirman tidak menuliskan tentang berkembangan budaya keris dalam
masyarakat Jawa. Dia hanya berfokus pada keris zaman dahulu.
Dalam tulisan ini, penulis ingin memaknai keris bukan hanya dari segi
fisik, tetapi ingin lebih memaknai keris dari segi makna kepemilikan dan
fungsinya bagi pemiliknya. Penulis ingin memaparkan lebih jauh mengenai
pergeseran yang terjadi dalam hal makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa
saat ini. Studi ini juga akan dilengkapi dengan observasi dan wawancara terhadap
beberapa pecinta keris sehingga akan diperoleh data tentang makna dan fungsi
keris dalam masyarakat saat ini. Berdasarkan data tersebut penulis akan dapat
melihat bagaimana perkembangan dan pergeseran makna dan fungsi keris dari
zaman dahulu hingga saat ini.
1.6 Landasan Teori
Sebuah penelitian tidak lepas dari adanya teori-teori. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan beberapa pemikiran teoritis yang sudah ada dan diterapkan
dalam ilmu etnografi. Pemikiraa teoritis yang digunakan berdasarkan pada
pemikiran teoritis van Peursen mengenai tahapan perkembangan budaya.
C.A. van Peursen mengatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan
kebudayaan yaitu tahap mitis, tahap ontologis dan tahap fungsionil. Tahap
mitis yaitu tahap dimana manusia mempercayai adanya kekuatan gaib,
tahap ontologis adalah tahap dimana manusia mulai berpikir dan meneliti.
Tahap fungsionil adalah tahap manusia mulai berpikir modern (Peursen,
1989:18).
Yang dimaksud dengan tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan
dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan. Tahap ontologis ialah sikap manusia
yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan yang secara
bebas ingin meneliti segala hal ikhwal. Manusia mulai menyusun suatu ajaran
atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu (ontologi) dan mengenai segala
sesuatu menurut rincian (ilmu-ilmu). Tahap fungsionil ialah sikap dan alam
pikiran yang makin nampak dalam manusia modern. Ia tidak begitu terpesona lagi
oleh lingkungannya (sikap mitis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak
terhadap objek-objek penyelidikan (sikap ontologis). Ia ingin mengadakan relasi-
relasi baru, suatu kebertautan yang baru terhadap segala sesuatu dalam
lingkungannya.
Pemikiran van Peursen ini akan digunakan penulis untuk melihat
pergeseran makna dan fungsi keris mulai dari zaman dulu hingga sekarang.
Penulis akan menelaah lebih jauh pegeseran-pergeseran tersebut mulai dari makna
dan fungsi keris sebagai kelengkapan seorang laki-laki hingga makna dan
fungsinya saat ini. Penulis akan meneliti apakan pemikiran C.A. van Peursen
mengenai perkembangan kebudayaan juga berlaku pada kebudayaan keris saat ini.
Landasan pemikiran lain yang digunakan untuk meneliti adalah pemikiran
Koentjaraningrat tentang wujud kebudayaan.
Wujud kebudayaan itu ada tiga, yaitu: (1)Wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya; (2)wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan (3) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. (Koentjaraningrat,
1985:186-187)
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, penulis akan meneliti keris dari
tiga sisi bentuk kebudayaan seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Budaya keris akan dibedah dan dilihat lebih detail dari tiga wujud kebudayaan
yaitu ide, kompleks aktifitas dan artefak sehingga diketahui bagaimana sebuah
keris tercipta dan diterima di kalangan masyarakat.
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi.
“Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan
dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami(Spradley, 2007:5).”
Metode etnografi ini terdiri dari beberapa teknik tetapi penulis hanya
menggunakan tiga teknik saja yaitu observasi, wawancara dan studi pustaka.
pemilihan ketiga teknik ini didasari pada pemikiran bahwa dengan menggunakan
ketiga teknik ini saja, penulis sudah dapat mendapatkan jawaban dari
permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian terhadap
kolektor-kolektor keris di Yogyakarta dengan segala koleksi dan apa yang
dilakukannya dengan koleksinya tersebut. Penulis akan melihat dan memahami
makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa agar nantinya ditemukan jawaban
yang menjadi permasalahan. Dengan etnografi, penulis akan mendiskripsikan dan
membangun sebuah pengertian yang sistematis mengenai pergeseran makna dan
fungsi keris bagi masyarakat Jawa.
Ada beberapa teknik dalam etnografi, tetapi penulis hanya menggunakan
beberapa saja. Data-data etnografi akan diperoleh penulis melalui teknik
wawancara, observasi dan studi pustaka. Penulis hanya menggunakan ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
teknik ini saja karena hanya dengan ketiga teknik ini penulis sudah dapat
menemukan jawaban dari permasalahan yang diteliti.
1.7.1 Observasi
Observasi berarti meninjau secara cermat. Dalam etnografi, observasi
diartikan sebagai sebuah kegiatan dimana peneliti langsung ke lapangan untuk
meninjau dan melihat secara cermat suatu kebudayaan. Tujuan observasi adalah
untuk memahami pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli (Spradley,
2007:3).
Observasi dipakai oleh penulis agar penulis dapat melihat dan mengamati
sendiri serta mencatat perilaku dan kejadian yang dialami oleh informan. Hal ini
memungkinkan peneliti mencatat situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang
diperoleh langsung dari data.
Dalam penelitian lapangan, peneliti datang sendiri dan menceburkan diri
dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan keterangan tentang gejala
kehidupan manusia dalam masyarakat itu. Di sana, kecuali dari observasi
sendiri ia mendapatkan sebagian besar dari bahan keterangannya dari
orang-orang warga masyarakat yang didatangi itu, yang merupakan orang-
orang pemberi keterangan, atau informan.(Koentjaraningrat, 1985:42)
Seperti diungkapkan Koentjaraningrat tersebut, penulis akan langsung ke
lapangan untuk mengamati perkembangan budaya keris yang ada di Yogyakarta.
Penulis akan mencari keterangan ke berbagai narasumber secara langsung
sehingga penulis akan memahami benar keris dalam budaya Jawa dan
perkembangan makna serta fungsinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.7.2 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu cara mendapatkan informasi secara
langsung. Wawancara mendalam dan dilakukan berulang-ulang karena tingkat
keakuratan datanya akan lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Wawancara etnografis merupakan suatu strategi untuk membuat orang
berbicara mengenai hal yang mereka ketahui. Wawancara etnografis
adalah sebagai serangkaian percakapan persahabatan yang di dalamnya
peneliti secara perlahan memasukkan beberapa unsur baru guna membantu
informan memberikan jawaban sebagai seorang informan. (Spradley,
2007:85)
Wawancara dilakukan penulis dengan informan yaitu beberapa kolektor
dan pembuat keris yang ada di Yogyakarta. Penentuan informan berdasarkan
profesi yaitu dari kalangan praktisi pendidikan, kalangan seni, kalangan
masayarakat biasa dan kalangan yang bergerak dalam pembuatan keris.
1.7.3 Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan sebuah metode pengumpulan data yang
bersumber dari buku-buku, majalah-majalah ilmiah, dan sumber-sumber tertulis
lainnya. Penulis melakukan pembacaan-pembacaan terhadap naskah-naskah yang
memuat berbagai hal yang berhubungan dengan keris dan buku-buku yang
bersifat teoritis untuk mendapatkan informasi.
1.8 Sistematika Penyajian
Skripsi ini akan dibagi menjadi tiga bab. Bab satu yaitu pendahuluan
sebagai pengantar. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab dua membahas budaya keris dalam budaya Jawa yang dibagi menjadi
beberapa sub-bab. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih jauh tentang sejarah keris
berikut para empu pembuatnya, bagian-bagian keris, macam-macam keris, proses
pembuatan keris dan tuah atau daya magis keris.
Bab tiga merupakan pandangan masyarakat Jawa terhadap keris. Disini
penulis memaparkan data-data yang didapat dan menganalisnya untuk
menemukan pokok permasalahan yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah.
Bab ini akan dibagi menjadi beberapa sub-bab yang akan menjelaskan makna
keris zaman dahulu dan sekarang bagi masyarakat Jawa.
Bab empat berisi tentang fungsi keris bagi masyarakat Jawa. Bab ini akan
menjelaskan fungsi keris bagi masyarakat Jawa zaman dahulu dan saat ini.
Bab lima merupakan penutup. Semua diskripsi yang ada dan disertai data-
data yang sudah dianalisis akan disimpulkan hingga diperoleh suatu kesimpulan
mengenai pergeseran makna dan fungsi bagi masyarakat Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
KERIS DALAM BUDAYA JAWA
2.1 Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang mempunyai banyak tradisi
dan kepercayaan. Terminologi manunggaling kawulo lan Gusti menjadi semacam
pengakuan iman akan keberadaan Tuhan pencipta alam semesta (Masroer,
2004:20).
Manunggaling Kawula Gusti dapat diartikan sebagai hakekat hidup dan
kehidupan manusia sehingga mampu mencapai kesempurnaan hidup.
Manunggaling kawula Gusti tidak hanya bentuk penyatuan antara manusia
dengan Tuhannya, akan tetapi juga digunakan untuk memahami hakikat alam dan
manusianya. Darimana manusia berasal, untuk apa dan mau kemana nantinya
setelah manusia mati atau sering disebut dengan ngelmu sangkan paraning
dumadi. Kegiatan olah rasa kebatinan mengisyaratkan bahwa manusia memiliki
sifat lahir (lair) dan batin yang saling berhubungan. Dengan demikian,
manunggaling kawula Gusti tidak hanya dapat diartikan sebagai pola hubungan
manusia dengan Tuhan namun juga hubungan manusia dengan sesamanya
(Zoetmulder, 2000: 310)
Kerajaan yang ada memunculkan adanya doktrin kasta dan melahirkan
struktur sosial dalam masyarakat Jawa. Menurut Clifford Geertz, masyarakat Jawa
dapat digolongkan menjadi tiga yaitu priyayi, santri, dan abangan (Geertz,
1983:6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Priyayi merupakan kaum bangsawan dan orang-orang intelektual.
Golongan ini lebih menekankan pada kepercayaan Hindu. Kaum priyayi ini
berperan penting dalam pembentukan peran perilaku sosial dalam masyarakat.
Kaum santri merupakan golongan masyarakat Jawa yang telah menganut
agama Islam dan mulai meninggalkan hal-hal yang menjadi kepercayaan turun-
temurun dari nenek moyang mereka. Jumlah kaum santri ini relatif kecil. Kaum
santri berpandangan bahwa agama merupakan manifestasi hubungan interaksi
antara manusia sebagai pribadi kepada Tuhannya dan sekaligus interaksi antara
manusia dengan manusia.
Golongan abangan merupakan golongan penduduk Jawa yang rela
memeluk Islam, namun masih larut dalam kepercayaan-kepercayaan dan ritus-
ritus lama yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Golongan ini memandang
hakikat agama sebagai urusan pribadi. Agama masyarakat abangan merupakan
perpaduan unsur animisme, Hindu dan Islam (Geertz, 1983:6).
2.2 Sejarah Keris
Tidak banyak catatan-catatan yang menyebutkan sejarah keris dari awal
dibuat hingga perkembangannya saat ini. Sejarah yang tercatat selama ini hanya
tentang nama-nama empu pembuat dan beberapa karyanya. Sejarah para empu
tersebut banyak didokumentasi atau dimasukkan dalam catatan-catatan pada masa
Kerajaan Pajajaran maupun Majapahit dan diwariskan secara turun-temurun
hingga sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Istilah keris sesungguhnya sudah dijumpai pada beberapa prasasti kuno.
“Lempengan perungu bertulis dari Karangtengah berangka tahun 748 tahun Saka,
atau tahun 824 Masehi, menyebut-nyebut tentang beberapa peralatan, seperti lukai
1, punuka 1, wadung 1, patuk kres 1……..( Harsrinuksmo: 1988:19). ” Kres yang
dimaksud disini adalah keris.
“Keris yang tertua di pulau Jawa, diduga sekitar abad 6 dan 7. Keris itu
biasa disebut keris Buddha (Harsrinuksmo: 1988:14).” Bentuk dari keris ini masih
sangat sederhana. Pada bilahnya hampir tidak berpamor atau bahkan tidak
berpamor sama sekali. Seandainya ada, maka pamor tersebut tergolong pamor
tiban, yaitu pamor yang bentuk gambarnya tidak direncanakan oleh sang empu.
Bahan besi yang dibuat menjadi keris Budha tergolong besi pilihan dan cara
pembuatannya diperkirakan tidak jauh berbeda dengan keris yang dikenal
sekarang.
Prof. P.A. van der Lith (1909) dalam ensiklopedi Hindia Belanda
menyebutkan bahwa pada waktu stupa induk candi Borobudur yang dibangun
tahun 875 Masehi dibongkar, ditemukan sebilah keris yang kemudian disimpan di
Museum Etnografi di Leiden. Ada pula yang menduga budaya keris ini sudah
berkembang sejak menjelang tahun 1.000 Masehi. Hal itu terbukti dari laporan
seorang musafir Cina pada tahun 922 M. Diperkirakan zaman tesrebut adalah
zaman berkembangnya Kerajaan Kahuripan di tepian Sungai Brantas, Jawa
Timur. Menurut cerita, seorang raja Maharaja Jawa menghadiahkan pada kaisar
Tiongkok pedang pendek dengan hulu terbuat cula badak ( Harsrinuksmo:
1988:19-20).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Ma Huan nama musafir Cina tersebut menuliskan pengalamannya ketika
mengunjungi kerajaan Majapahit dalam bukunya yang berjudul Yingyai Shen-lan
pada tahun 1416 M. Kedatangannya ke Majapahit bersama Laksamana Cheng Ho
atas perintah kaisar Yen Tsung dari Dinasti Ming. Di Majapahit, Ma Huan melihat
bahwa semua lelaki di negeri itu memakai pulak, sejak kanak-kanak, bahkan sejak
umur tiga tahun. Pulak yang dimaksud oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus
atau berkelok-kelok yaitu keris (Harsrinuksmo: 1988:20-21).
Dalam laporannya, Ma Huan menulis: “These daggers have very thin strips
and whitish flowers and made of very best steel; the handle is of gold, rhinoceros
or ivory, cut into the shape of human or devil faces and finished carefully
(Harsrinuksmo: 1988:20-21).” Kutipan tersebut bila diterjemahkan sebagai
berikut: belati ini memiliki strip sangat tipis dan bunga-bunga berwarna
keputihan, dan terbuat dari baja yang terbaik; pegangan yang terbuat dari emas,
cula badak atau gading, dipotong menjadi bentuk wajah manusia atau iblis dan
diselesaikan dengan hati-hati.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa pada masa tersebut
teknik pembuatan keris sudah mulai berkembang. Keris tidak lagi lurus dan tanpa
pamor, tetapi sudah dibuat dengan motif bunga-bunga berwarna putih dengan
garis-garis tipis. Gagang atau hulu keris juga sudah dibuat menggunakan bahan
emas, cula badak atau gading, yang dipotong dan dibentuk menyerupai wajah
manusia atau iblis dan dibuat dengan hati-hati dan sebaik mungkin menggunakan
bahan berkualitas tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Selain catatan-catatan tersebut, banyak cerita-cerita rakyat yang
berkembang dalam masyarakat yang menceritakan tentang adanya seorang empu
yang membuat keris pusaka bertuah. Cerita ini juga menjadi salah satu
pembuktian adanya orang-orang yang membuat keris dan menjadikannya sebagai
senjata pada zaman dulu.
Dari sekian banyak empu yang tercatat pada naskah-naskah kerajaan, rata-
rata mereka hanya membuat tiga buah keris. Bahkan beberapa hanya membuat
satu buah keris saja (Koesni, 1979:40-57).
Berikut ini dipaparkan periodisasi pembuatan keris di Pulau Jawa.
Nama Kerajaan Perkiraan Abad Empu yang Terkenal
Zaman Kabudan Abad 6-9 Tidak diketahui namanya
Syailendra Abad 8 Tidak diketahui namanya
Kahuripan Sekitar abad 11 Tidak diketahui namanya
Jenggala Pertengahan abad 11 Tidak diketahui namanya
Singasari Pertengahan abad 11 Gandring, dan lain-lain
Madura Tua Abad 12-14 Kasa, Macan, dan lain-lain
Pajajaran Abad 12-14 Kuwung Sombro, dan lain-lain
Segaluh Sekitar abad 13 Tidak diketahui namanya
Tuban Abad 12-18 Peneti, Suratman, dan lain-lain
Blambangan Abad 12-13 Pitrang dan lain-lain
Majapahit Abad 13-14 Jigja, Jaka Sura, dan lain-lain
Pengging Witaradya Abad 13 Tidak diketahui namanya
Demak Abad 14 Ki saleh
Pajang Abad 14 Ki Umyang
Mataram Senopaten Abad 14-15 Tidak jelas namanya
Mataram Sultanagungan Sekitar abad 16 Supo Anom, Guling, dan lain-lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Mataram Amangkuratan Sekitar abad 17 Tidak jelas namanya
Kartasura Sekitar abad 18 Brajaguna I
Surakarta 1726-1945 Singawijaya, Jayakadga
Yogyakarta 1755-1945 Tarunagahana dan lain-lain
Republik Indonesia 1945-
Jeno Harumbrojo
Pauzan Puspasukadga
Suparman Wignyasukadga
Genya
Tabel 1
Periodisasi Zaman Pembuatan Keris di Pulau Jawa
Harsrinuksma, 1988:39
Moertjipto dan Prasetyo, 1993: 19
2.2 Proses Pembuatan Keris
Keris dibuat oleh seorang empu. Sebagai salah satu senjata yang biasa
digunakan masyarakat Jawa, keris dibuat dari perpaduan beberapa jenis besi yang
ditempa hingga membentuk bilah keris.
Pembuatan keris ini melalui beberapa tahapan. Pertama yaitu perenungan
sang empu untuk menentukan jenis keris. Setelah menerima pesanan keris, empu
akan merenung dan berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi petunjuk dalam
pembuatan keris.
Kedua, menentukan orang yang akan membantu sang empu membuat
keris. Setiap empu biasanya memiliki beberapa cantrik yang membantunya. Dari
beberapa cantrik ini, dia akan memilih dua orang yang akan membantunya
membuat keris.
Ketiga, mengadakan selamatan agar selama proses pembuatan keris
berjalan lancar dan keris yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.
Selamatan ini dilaksanakan dengan mengundang para tetangga untuk ikut berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dan meminta restu pada Tuhan agar proses penbuatan keris dapat berjalan lancar,
tidak ada gangguan dan godaan.
Keempat, pelaksanaan pembuatan keris dengan cara menempa besi yang
telah dipanaskan. Besi yang digunakan biasanya terdiri dari tiga macam jenis besi
yaitu besi penawang, besi purosani dan besi balitung. Proses penempaan besi ini
dilakukan berulang-ulang hingga membentuk lekukan-lekukan sesuai dengan
bentuk keris yang diinginkan (Harsrinuksmo, 2004:35-40).
Kelima, penyepuhan bilah keris. Penyepuhan merupakan proses
pembersihan besi yang telah ditempa dan menjadi sebilah keris. Sebelum
menyepuh biasanya sang empu akan masuk ke dalam sebuah ruangan atau bilik
untuk bersemadi. Ia berdoa memohon agar penyepuhan yang akan dilakukan
berhasil (Harsrinuksmo, 2004: 41).
Tahap terakhir pembuatan keris adalah mewarangi keris yang sudah jadi
dengan bisa ular dicampur jeruk nipis, atau bisa juga dengan minyak yang telah
dibuat khusus untuk mewarangi. Penggunaan arsenik dalam mewarangi keris
sudah jarang dilakukan lagi saat ini. Hal ini disebabkan karena cairan arsenik
dengan kadar tinggi dapat menggerus besi keris sehingga keris akan menjadi cepat
keropos. Arsenik digunakan hanya dengan kadar rendah dan dicampur dengan
minyak (Eko, wawancara pribadi, 4 Mei 2012)
Jika keris yang dibuat adalah keris tayuhan, maka setelah selesai
diwarangi, empu akan menayuh atau mendoakan keris agar memiliki daya atau
kekuatan. Empu akan membawa keris masuk kesebuah ruangan kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
bersemadi. Dia akan berdoa dan membaca mantra agar keris memiliki daya magis
atau kekuatan seperti yang diinginkan.
2.3 Bagian-Bagian Keris
Sebilah keris terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing memiliki
penamaan sendiri-sendiri. “Secara garis besar bagian keris dibagi menjadi lima
bagian utama, yaitu pesi, gonjo, bongkot, wadhuk dan bagian pucuk (Doyodipuro,
1999: 7).”
Gambar 1
Bagian-Bagian Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.3.1 Pesi
Pesi merupakan bagian bawah bilah keris atau pangkal keris. Berbentuk
bulat dengan garis tengah sekitar lima milimeter dan meruncing seperti rebung
bambu sepanjang tujuh centimeter. Pesi dibuat dari bahan yang sama dengan
bilahan keris. Kegunaan dari pesi adalah sebagai tangkai keris yang ditanam di
hulu keris.
Bagian pesi ini tidak boleh sampai patah atau retak dalam pembuatannya.
Jika sampai retak atau putus, keris menjadi cacat. Pesi yang retak ataupun putus
tidak dibenarkan untuk dibenahi atau diperbaiki lagi (Doyodipuro, 1999: 7).
2.3.2 Ganja
Ganja merupakan bagian keris yang terletak diatas pesi, letaknya
melintang, di tengahnya berlubang. Lubang ini berfungsi sebagai tempat
memasukkan pesi sehingga ganja bisa menempel pada bilah pangkal dari keris.
Ganja dibuat dari sebagian bahan keris yang telah ditempa sempurna lengkap
dengan pamornya. Pamor atau ukiran yang terdapat pada ganja merupakan
gambaran dari sebilah keris. Maksudnya, jika sebilah keris ganjanya mas
kumambang dengan ekor cecak yang runcing, maka bilah tersebut berpamor sama
dengan ganjanya dan berbentuk lekuk.
Berdasarkan pembuatannya, jenis ganjo ada tiga. Jenis pertama adalah
ganja iras. Disebut ganja iras karena ganja tersebut dibuat tidak terpisah dengan
bilahnya. Jenis kedua adalah ganja susulan, yaitu ganja yang dibuat terpisah dan
bahannya sama dengan bahan keris yang dibuat. Ketiga, ganja wulung yaitu ganja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
yang tidak ada pamornya. Ganja ini jika diwarangi hanya berwarna hitam
(Doyodipuro, 1999: 7).
Masing-masing jenis tersebut di atas, memiliki beberapa bentuk yang
berbeda-beda. Diantaranya ganja cecak karena menyerupai bentuk seekor cicak,
ganja tekek karena menyerupai seekor tokek yang merambat, ganja nguceng mati
karena menyerupai anak lele yang terapung, lainsebagainya. (Doyodipuro, 1999:
8-10).
“Berdarkan bentuknya, ganja dibagi menjadi empat macam yaitu ganja
kinatah, ganja sekar, ganja maskumambang dan ganja wulung (Koesni,
1979:67).” Ganja kinatah adalah ganja yang dihiasi dengan emas dan ditatah
menyerupai singa atau gajah. Bentuk singa atau gajah ini sering disebut bentuk
lunglungan. Ganja sekar adalah ganja yang terlihat pamornya baik dari atas
maupun kanan kirinya. Ganja maskumambang adalah ganja yang diberi pamor
tetapi hanya bagian atasnya. Ganja wulung merupakan ganja yang tidak diberi
perhiasan emas dan tidak memakai pamor.
2.3.3 Bongkot
Bongkot merupakan bagian pangkal keris. Pada bagian ini banyak terdapat
ricikan atau perlengkapan bilah keris. Baik pada bagian depan, tengah, maupun
bilahan keris. Jumlah ricikan ini bergantung dari motif bilahan keris.
Jumlah ricikan yang biasanya ada pada bongkot adalah dua puluh satu
jenis. Yaitu: bungkul atau bawang sabungkul, gandhik atau batu penghias alis,
pijetan atau blumbungan yang bentuknya menyerupai empang, tikel alis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
terletak di atas blumbungan dan terdapat tonjolan memanjang seperti alis. Selain
itu ada juga kembang kacang atau belalai gajah, jalen, lambe gajah (karena
menyerupai bibir gajah), jalu memet, sogokan yang terletak di tengah pangkal
bilahan mencuat ke atas, adongodo, pudak sategal, lis gusen, gereng, sogokan
bagian belakang, srawean, wadhidhang, tungkakan, rondho nunut, ri pandan,
thingil, dan kenyut (Doyodipuro, 1999: 10-11).
2.3.4 Wadhuk
Wadhuk merupakan bagian keris yang berada di antara pangkal keris
dengan pucuk keris. Pada bagian ini terdapat beberapa macam ricikan yaitu
kruwingan, gulu milir, adongodo, dan gusen. Sesungguhnya, wadhuk hanyalah
kelanjutan dari bagian bongkot.
2.3.5 Pucuk
Pada bagian ini tidak terdapat ricikan. Yang menjadikan satu pucuk keris
berbeda dengan pucuk keris yang lain adalah bentuk pucuk kerisnya. “Ada empat
macam bentuk pucuk keris, yaitu pucuk keris nyujen sate, pucuk keris gabah
kosong, pucuk keris buntut tumo, dan pucuk keris kembang gambir (Doyodipuro,
1999: 13).”
Penamaan pucuk keris tersebut didasari pada persamaan bentuk. Disebut
pucuk keris nyujen sate karena bentuknya runcing menyerupai tusuk sate. Disebut
gabah kosong, karena bentuk ujung keris menyerupai bulir padi yang kosong atau
tidak berisi. Disebut pucuk keris buntut tumo karena bentuknya menyerupai ekor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kutu. Pucuk keris sering disebut juga kembang gambir karena bentuknya
menyerupai kuntum bunga gambir yang masih kuncup.
Gambar 2
Sor-Soran dan Ricikan Keris
http://hadinataroslan.files.wordpress.com/2010/11/ricikankeris1.jpg
Diunduh 30/05/2011 0:16
Bagian lain yang menjadi kelengkapan sebuah keris adalah gagang atau
hulu keris dan warangka. Gagang keris biasanya terbuat dari kayu dan dihiasi
cincin yang disebut mendhak. Hulu keris sering dipahat seperti arca kecil sebagai
penghias keris. Cincin pada hulu keris seringkali juga dihiasi batu permata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Gambar 3
Hulu atau Gagang Keris
http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html
Diunduh 30/05/2011 0:16
Warangka merupakan sarung keris. “Warangka biasanya terbuat dari kayu
pilihan, atau kayu gading, bahkan bahan lain seperti bahan tanduk (Panji, 2010:
70).” Warangka dihasilkan oleh seorang pengrajin yang disebut mranggi.
Pembuatan warangka biasanya menggunakan patron atau blad. Bentuknya
sangat spesifik sesuai dengan daerah pembuatnya. Terkadang warangka dibuat
dengan balutan bahan perak atau emas bermata berlian yang diukir indah. Hal ini
dilakukan untuk menunjukkan tingkat martabat pemiliknya. Berdasarkan
bentuknya ada dua macam warangka. Yaitu warangka ladrang dan warangka
gayaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Gambar 4
Warangka Ladrangan
http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html
Diunduh 30/05/2011 0:30
Gambar 5
Warangka Gayaman
http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html
Diunduh 30/05/2011 01:10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.4 Macam-Macam Keris
Dikalangan para pencinta keris, muncul dua istilah keris, yaitu keris “luar”
dan keris “dalam”. Keris “luar” merupakan keris yang dimiliki oleh rakyat biasa
atau diluar keluarga kerajaan. Keris “dalam” merupakan keris yang dipakai oleh
raja-raja atau keluarga raja. Keris ini pada umumnya diberi gelar kyai, kanjeng
kyai, dan kanjeng kyai ageng. Keris-keris ini dibagi ke dalam beberapa golongan.
2.4.1 Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya, keris dibagi menjadi keris ageman dan
keris tayuhan. Keris ageman merupakan jenis keris yang lebih mengutamakan
segi keindahan lahiriah keris. Keris tayuhan merupakan jenis keris yang lebih
mengutamakan tuah atau kekuatan gaib yang terkandung di dalam keris tersebut.
Keris ageman merupakan keris yang hanya dihiasi dengan berbagai hiasan
dan dipakai dalam acara-acara biasa. Untuk membuatnya hanya dibutuhkan besi
belitung, besi purosani dan besi penawang sebagai ganti pamornya.
Keris tayuhan dibuat dari bahan yang sama dengan bahan yang digunakan
untuk membuat keris ageman. Perbedaannya terletak pada mantra-mantra yang
diucapkan oleh sang empu ketika membuat keris tersebut. Mantra-mantra inilah
yang menjadikan sebilah keris menjadi bertuah (Koesni, 1979:10).
2.4.2 Berdasarkan Bentuk dan Kelengkapan Bagian-Bagiannya
Berdasarkan bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris dibagi
menjadi dua ratus empat puluh dapur keris yang terbagi dalam keris lurus dan
keris yang berkelok-kelok atau luk. Jumlah kelokan atau luk secara konvensional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
atau berdasarkan pakem pembuatan keris ada tiga belas macam. Jumlah luk keris
selalu ganjil dimulai dari luk tiga, kemudian luk lima, luk tujuh, luk sembilan, luk
sebelas, dan luk tiga belas. Masing-masing luk memiliki pemaknaan sendiri-
sendiri (Harsrinuksmo, 2004:14).
Di luar dari bentuk konvensional tersebut, ada keris yang memiliki luk
lebih dari tiga belas, bahkan sampai dua puluh sembilan. Keris tersebut sering
disebut dengan nama keris palawoja (Tejo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012) .
2.5 Tuah dan Daya Magis
Pada hakikatnya, tuah merupakan kekuatan gaib yang terjadi karena
adanya berkah, berkat, atau barokah yang dikaruniakan Tuhan melalui sebilah
keris. Selain itu, ada keris yang tuahnya berasal dari doa-doa dan mantra-mantra
yang diucapkan oleh empu pembuatnya. Ada pula tuah keris yang berasal dari
kekuatan jin atau makhluk halus. Sesaji yang diberikan pada keris merupakan
sebuah harapan agar ada makhluk halus yang mau bertempat tinggal di dalam
keris tersebut. Diantara semua jenis tuah keris tersebut, keris yang paling tinggi
tuahnya adalah keris yang mengandung gabungan tuah dari ketiganya.
Dalam pembuatan keris, para empu juga memasukkan daya magis
kedalamnya. Daya magis ini merupakan sebuah sugesti yang disesuaikan menurut
kebutuhan si pemesan. Sugesti itu berupa kewibawaan, keberhasilan, keberanian,
kekayaan, bahkan bisa juga sakit, sial, maupun kematian. Tetapi ada juga keris
yang sugestinya berupa makhluk yang mengerikan seperti raksasa, naga dan
sebagainya (Doyodipuro, 1999: 15-20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Setiap keris memiliki tuah tersendiri bagi pemiliknya. Tuah tersebut
diciptakan melalui doa-doa atau mantra-mantra dari empu pembuatnya dan
diwujudkan dalam bentuk pamor. Sang empu sebagai pencipta, merangkul segala
daya pada bilah keris menjadi satu tujuan yaitu tercapainya apa yang dikehendaki
oleh pemesan.
Sebilah keris bukan hanya membawa manfaat bagi pemiliknya, tetapi juga
bisa membawa petaka. “Sebilah keris jika tidak cocok dengan pemilik dari keris
tersebut maka akan mendatangkan petaka bagi si pemilik keris tersebut (F.L.
Winter, 2009:65-69).” Misalnya seperti dikisahkan tentang Ken Arok dan keris
buatan Empu Gandring yang banyak memakan korban darah.
Daya kekuatan atau tuah yang timbul dari sebilah keris, biasanya hanya
disaksikan oleh pribadi seseorang. Hal ini tidak dapat diterangkan secara
terperinci dan tidak ada saksi-saksi yang menguatkan adanya kejadian yang
mustahil tersebut.
Kekuatan atau daya magis keris tergantung dari jenis keris. Misalnya keris
berpamor udan mas. Keris ini dipercaya dapat menjadikan suatu usaha lancar dan
mendapat banyak keuntungan. Bila seseorang berprofesi sebagai juru bicara atau
seorang pembawa acara, maka biasanya dia akan menggunakan keris jangkung
yang berluk lima. Keris ini dipercaya mampu membuat seseorang pandai dan
lancar dalam bertutur kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB III
PERGESERAN MAKNA KERIS
3.1 Makna Keris Zaman Dahulu
3.1.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris
Koesni dalam bukunya yang berjudul Pakem Pengetahuan Tentang Keris
menyebutkan ada perbedaan dalam pembuatan keris ageman dan keris tayuhan.
Keris ageman dibuat menggunakan bahan yang sama dengan bahan keris tayuhan.
Cara pembuatan keris ageman juga sama dengan pembuatan keris tayuhan.
Perbedaannya terletak pada ritual-ritual yang dilakukan sebelum, selama dan
sesudah membuat keris. Selain itu, adanya mantra-mantra dalam pembuatan keris
tayuhan tidak terdapat pada keris ageman.
Sebilah keris menjadi keris tayuhan atau keris yang bertuah karena adanya
beberapa ritual yang harus dijalani oleh sang empu. Enam hari sebelum membuat
keris, empu harus melakukan beberapa tahapan ritual. Hari pertama dipergunakan
empu untuk membersihkan besalen (tempat perapian), panyirepan (tempat air),
dulang landesan (tempat penempaan), dan ububan (tempat pembantu
menghembuskan angin). Hari kedua dipergunakan oleh empu untuk memikirkan
dan memilih orang-orang yang akan membantunya membuat keris. Hari ketiga
bahan-bahan yang dipilih untuk pembuatan keris harus dipersiapkan dan
dibersihkan. Hari keempat sang empu mengumpulkan para pembantu yang
dipilihnya dan diajak keluar untuk mencari tempat yang sepi untuk membicarakan
segala hal yang berkaitan dengan proses pembuatan keris. Hari kelima, empu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
mengadakan selamatan dengan mengundang para tetangga untuk meminta doa
restu agar pembuatan berjalan lancar dan terlepas dari segala godaan dan
halangan. Hari keenam sang empu segera menetapkan mantram apa dan tuah apa
yang akan disisipkan kedalam pusaka yang akan dibuat. Dan hari ketujuh, sang
empu akan memulai membuat keris tersebut.
Pagi hari sebelum matahari terbit, sang empu harus melaksanakan mandi
keramas dengan rangkaian lima macam bunga untuk sebaran dalam air. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk pensucian diri segala perasan dengki, marah, susah, dan
sombong.
Arti dari penggunaan bunga adalah barang siapa yang akan memulai
membuat keris pusaka harus selalu bersanding dengan rasa guna dari pancaindera
yang dinamakan pandulu (penglihatan), pangguru (pendengar), panggada
(penciuman), pangrasa (perasaan), dan pangucap (perkataan). Selama membuat
keris, jangan sampai pembuat keris tergoda oleh pemandangan lain dan jangan
menuruti hawa nafsu lain, tergoda oleh suara lain, dan jangan menuruti hawa
nafsu sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna (Koesni, 1979:12-13).
Selain mandi kembang, puasa juga wajib dijalani sang empu. Puasa untuk
persiapan ini dilakukan pada waktu senja semalam suntuk hingga terbit matahari.
Sebelum senja hari, terlebih dahulu sang empu mandi keramas lalu mencari
tempat suci. Sikap berpuasa harus duduk bersila dan tidak boleh bergerak.
Dilarang makan, minum maupun menghirup bebauan yang membawa sari
makanan dan minuman dan aroma yang tercela. Puasa ini biasa dilakukan di
tempat-tempat sunyi jauh dari dari keramaian atau tempat tempat keramat. Tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
berpuasa disebari bunga-bunga dan lain sebagainya agar bisa tercium aroma
wangi.
Pada tengah malam, sang empu akan meninggalkan tempat berpuasanya
untuk melakukan keperluan pribadi. Di waktu ini empu dapat minum tetapi tidak
boleh makan. Setelah selesai, ia harus kembali ke tempatnya dan melanjutkan
puasanya. Selama puasa, sang empu tidak berbicara sepatah katapun kepada orang
lain (Koesni, 1979:18).
Sebilah keris terbuat dari beberapa jenis besi. Hal ini disebutkan oleh
Koesni dalam bukunya Pakem Pengetahuan Tentang Keris.
Menurut Koesni, sebilah keris terbuat dari beberapa macam besi, yaitu besi
Balitung, besi Purosani, dan besi Penawang sebagai pengganti pamor.
Besi Balitung merupakan besi murni yang berwarna hitam kecoklat-
coklatan. Besi Purosani merupakan besi yang timbulnya sudah bercampur
dengan baja. Besi Penawang adalah besi lunak berwarna putih pudar tetapi
anti karat. Pada zaman dulu orang membuat keris dengan cara tradisional
(Koesni: 1979:10).
Langkah pertama membuat keris yaitu dengan memotong besi Purosani
kurang lebih sepuluh sentimeter kemuan dibakar, ditempa, dan dibentuk
memanjang lurus atau bengkok samar-samar. Setelah itu, besi Belitung selebar jari
manis dan panjang kurang lebih sepuluh sentimeter sebanyak dua lembar dibakar
dan di tengahnya disisipi besi Purosani lalu ditempa. Penempaan ini dilakukan
untuk menyatukan antara besi Belitung dan besi Purosani. Setelah menyatu dapat
dibentuk bengkok-bengkok menurut ketentuan dapurnya. Setelah sesuai dengan
bentuk yang diinginkan, besi tadi dipotong ujung belakannya untuk membuat pesi
yang panjangnya sekitar tujuh sentimeter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Langkah selanjutnya yaitu membuat lekuk-lekuk dan gambar yang sering
disebut ricikan yang diikuti dengan pembuatan ganja yang diambil dari bagian
pesi. Setelah ganja terbentuk, lalu diberi lubang di bawahnya yang nantinya akan
ditusukkan atau dimasukkan pada pesi. Besi tiga lapis yang sudah dibentuk
menyerupai keris ini disebut blabaran.
Setelah blabaran selesai, besi penawang sebesar dua milimeter sebanyak
dua lapis dibakar hingga leleh lalu ditumpahkan di tengah-tengah bagian atas
mulai dari ganja hingga pucuknya sambil terus ditempa. Cairan besi penawang
tersebut nantinya akan menjadi pamor penawang. Penyempurnaan blabaran ini
adalah dengan dihaluskan. Sang Empu akan meneliti dengan rabaannya bentuk
dari blabaran tersebut. Setelah segalanya sudah kelihatan dan terasa sempurna,
barulah Sang Empu berani menyebutnya sebagai keris yang sejati. Blabaran keris
yang sudah dihaluskan bentuk tangguh dan lain sebagainya tersebut, segera Sang
Empu menayuh keris tersebut (Koesni, 1979:14-17).
Pembuatan keris bertuah atau biasa disebut keris tayuhan tak lepas dari
adanya mantra-mantra atau doa-doa yang diucapkan oleh sang empu. Mantra-
mantra ini yang akan menjadikan bilah keris memiliki daya magis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Penggunaan Mantra Terjemahan
Sebelum empu
memasukkan
besi ke dalam
api yang
menyala
Aum, sembahning
anatha tinggalana de
trilokasarana.
Awignham astu, isun
mpu….. (nama sang
empu) tan awacana, de
nir-arthaka darpa.
Dang dahana bagni
niraweh sara sudharma
Ya Tuhan, semoga sembah
permohonan hamba ini Paduka
ketahui, sang Pelindung tiga buana.
Jangan ada halangan, hamba mpu…
(nama empu) tidak mengucapkan
kata-kata, yang tidak berguna dan
sombong.
Api yang menyala-nyala ini semoga
memberi pusaka yang berguna
Menempa besi
penawang
Semoga yang menyimpan diri saya
(keris itu) dan tekun memelihara
saya dengan jalan. Bersihkan setiap
selapan hari sekali (36 hari) dengan
air leri. Siramilah diri saya setiap
setahun sekali. Orang ini akan
didekati rezeki. Semoga yang Maha
Kuasa mengabulkan permohonan
saya ini
Sebelum mulai
menayuh
Aum, awighnam astu.
Hanata sara inarcaya,
yeka sara ulun. Ulun
yun miminta, iggita de-
inanugrahan ri-adika
Ya Tuhan, semoga tidak ada
halangan. Adalah pusaka yang
dihormati, ialah pusakaku. Hamba
ingin memohon, syarat tanda-tanda
diberi anugrah yang baik.
Tabel 2
Mantra Zaman Dulu
Khoesni, 1979:14-19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Setelah proses menayuh selesai, berarti proses pembuatan keris selesai dan
bisa diserahkan pada pemesan keris. Lama proses pembuatan dari awal hingga
akhir tidak bisa dibatasi waktunya. Jika lancar, maka dalam setengah bulan akan
selesai. Tetapi jika kurang lancar, bisa memakan waktu hingga tiga tahun bahkan
lebih (Koesni, 1979:17).
Berdasarkan uraian pembuatan keris di atas dapat dilihat bahwa keris
bukanlah senjata biasa seperti senjata-senjata tradisional lain pada umumnya.
Tetapi keris merupakan senjata yang memiliki kekuatan magis. Keris adalah
perwujudan tuah-tuah yang hanya bisa dirasakan dan disaksikan oleh pemegang
keris tersebut.
3.1.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris
Berdasarkan cara pembuatannya keris dibagi menjadi dua yaitu keris
ageman dan keris tayuhan. Keris ageman merupakan keris yang hanya digunakan
untuk hiasan atau dipakai dalam acara-acara biasa. Keris tayuhan adalah keris
yang memiliki kekuatan magis. Keris ini dibuat dengan berbagai ritual dan
mantra-mantra.
Berdasarkan bentuknya, keris dibagi menjadi dua yaitu dapur bener dan
dapur luk. Dapur bener merupakan keris yang memiliki bentuk lurus dan
meruncing diujungnya. Dapur luk merupakan keris dengan bentuk kerlekuk-lekuk
seperti bentuk ular yang sedang merayap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Dapur luk ini masih dibagi lagi menjadi beberapa jenis berdasarkan jumlah
luk atau lekuk pada keris. Jumlah luk ini selalu ganjil. Masing-masing bentuk
memiliki pemaknaan yang berbeda-beda.
Keris luk satu melambangkan sifat keberanian, kebenaran, kensentrasi dan
kemakmuran. Luk tiga melambangkan akal budi, perlawanan, dan inisiatif. Luk
lima melambangkan sifat kesatriya para Pandawa yaitu ketertiban dalam dunia,
disiplin, dan persenjataan. Luk tujuh melambangkan kesaktian, kegembiraan
dalam hidup, perguruan, dan ilmu pengetahuan. Luk sembilan melambangkan
ketuhanan, kepuasan hidup, dan pintu gerbang surga (Moerbiman,1980:31-33).
Berdasarkan macam-macam keris di atas dapat dilihat bahwa keris
merupakan perlambang dari sifat-sifat yang selalu ingin diraih oleh manusia.
Keris menjadi simbol harapan yang ingin diraih manusia.
3.1.3 Berdasarkan Perawatannya
Sebagai salah satu benda pusaka, keris haruslah dirawat dan disimpan
dengan baik. Zaman dahulu keris disimpan di tempat yang khusus dengan diberi
bunga-bunga ataupun wewangian. Jika keris yang disimpan merupakan keris
tayuhan yang bernilai tinggi, bunga yang disebarkan tidak akan layu tetapi
langsung kering tanpa adanya proses pembusukan. Keris kadang juga disimpan
bersatu dengan pakaiannya di dalam satu tempat. Keris disimpan dalam
selongsong (wadah dari kain) dalam kondisi benar-benar tertutup rapat (Khoesni,
1976:104-105).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Perawatan juga dilakukan untuk menjaga keris tetap dalam kondisi bagus
yaitu dengan memandikan keris atau sering disebut njamasi. Memandikan keris
biasanya dilakukan oleh seorang empu pembuat keris atau seorang mranggi yaitu
orang yang membuat warangka keris. Njamasi keris biasanya dilakukan pada
bulan Suro.
Njamasi dilakukan dengan cara merendam keris ke dalam wadah yang
diisi air dan kembang setaman. Dua buah pace atau buah mengkudu yang sudah
menguning disiapkan. Satu buah dihancurkan lalu diambil airnya, dan yang
satunya dibelah dua. Buah pace yang sudah dihancurkan tersebut kemudian
dicampurkan ke dalam air yang telah diberi kembang setaman dan air perasan
jeruk secukupnya. Ramuan ini dibiarkan antara sepuluh hingga lima belas menit.
Pegang keris dibagian pesinya kemudian diguyur dan dimandikan dengan air
tersebut hingga merata. Setelah itu keris dibersihkan dengan buah lerak yang telah
dibuang isinya. Buah lerak ini merupakan pengganti sabun saat ini. Keris
kemudian digosok dengan sikat dan bantuan air lerak berulang-ulang hingga
berbusa dan bersih. Perlu diperhatikan bahwa dalam menggosok keris harus satu
arah, tidak boleh dibolak-balik. Mulai dari pesi, ganja, sampai ke ujung keris
Pembersihan ini dilakukan hingga kotoran-kotoran yang menempel pada keris
hilang dan keris menjadi bersih.
Setelah bersih, keris kemudian dikeringkan dan langsung direndam ke
dalam air pace dan kembang setaman tadi selama sepuluh hingga lima belas
menit, lalu dikeluarkan dan digosok dengan buah pace yang dibelah. Tahap
selanjutnya yaitu mengolesi ramuan Garu-Ratus-Rasamala hingga dua atau tiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
menit, kemudian keris dibakar di atas api hingga kering lalu disikat kemudian
keris kembali digosok kembali buah pace pada keris lalu ditaburi dengan bubuk
kayu cendana. Terakhir keris dibakar di atas api hingga keris dan diberi bubuk
kayu jati kemudian disikat dengan bersih (Khoesni, 1976:104-107).
Selain perlakuan biasa terhadap keris, ada beberapa perlakuan khusus yang
dilakukan oleh para pecinta keris. Perlakuan tersebut berupa pemberian sesaji
pada malam-malam tertentu. Pemberian sesaji ini biasa dilakukan pada malam
Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Sesaji biasanya berupa kembang setaman dan
dupa atau kemenyan yang dibakar. Ritual dilakukan pemilik keris menjelang
magrib. Dupa atau kemenyan dibakar dan diletakkan di salah satu sudut ruangan
disertai dengan kembang setaman.
Perlakuan khusus yang lain adalah pemberian tumbal pada keris. Tumbal
diberikan kepada keris-keris yang berjenis khusus. Keris seperti ini biasa disebut
dengan keris Somyang. Keris ini biasanya digunakan untuk pesugihan. Sesaji-
sesaji yang diberikan merupakan wujud penghormatan kepada empu pembuat
keris, penghormatan kepada leluhur yang dahulu memiliki keris tersebut, dan
penghormatan kepada si penunggu keris (wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
3.2 Makna Keris Saat Ini
3.2.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris
Proses pembuatan keris diungkapkan oleh Bambang Harsrinuksmo dalam
bukunya yang berjudul Ensiklopedi Keris. Proses pembuatan keris diawali dengan
bersemadi. Sang empu akan berkonsentrasi dalam sebuah bilik tertutup,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
membakar kemenyan sambil berdoa dan mengucapkan beberapa mantra yang
berisi permohonan petunjuk dan bimbingan Tuhan.
Pada hari baik menurut perhitungan primbon, sang empu membuat
selamatan dan mengundang beberapa orang untuk berdoa bersama agar keris
buatannya kelak tidak mencelakakan pemiliknya maupun orang lain. Ia juga
memohon agar selama melaksanakan pekerjaan dapat berlangsung lancar dan
selamat. Selamatan diakhiri dengan makan bersama dan sang empu memberikan
penjelasan kepada para panjak atau orang yang membantunya dalam membuat
keris. Ia juga menerangkan teknis pembuatan keris tersebut (Harsrinuksmo, 2004:
35).
Bahan baku pembuatan keris adalah besi, baja, dan bahan pamor. Bahan
pamor ini ada empat macam, yaitu batu meteorit atau batu bintang yang
mengandung unsur titanium, nikel, senyawa besi, dan senyawa besi dari
daerah lain yang bila dicampurkan dengan bahan besi dari daerah tertentu
akan menimbulkan nuansa warna serta penampilan yang berbeda
(Harsrinuksmo, 2004: 11).
Besi pamor dipanaskan hingga membara, kemudian ditempa. Sang empu
memegang palu kecil atau biasa disebut palu penimbal di tangan kanannya dan
memegang capit atau alat penjepit di tangan kirinya kemudian memukul besi
berulang-ulang. Besi tersebut dibuat berlapis-lapis paling sedikit 64 lapisan.
Untuk keris berkualitas sederhana diperlukan lapisan sebanyak 128 buah.
Sedangkan yang berkualitas baik harus lebih dari 200 lapisan. Setelah diperoleh
ketajaman yang baik, disisipkan lapisan baja di tengahnya. Selama bekerja,
termasuk hari-hari kosong, sang empu biasanya jarang berbicara kecuali dirasa
perlu sekali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Setelah pekerjaan mencapai sembilan puluh persen, keris kemudian
disepuh. Proses ini merupakan proses yang paling menegangkan karena riskan
terhadap sebuah kegagalan. Jika penyepuhan gagal, berarti pekerjaan yang sudah
dilakukan menjadi sia-sia dan dia harus mengulang dari awal lagi mulai dari
kenduri dan seterusnya. Kegagalan dalam penyepuhan akan membuat bentuk
sebilah keris yang hampir selesai menjadi meliuk dan agak berbentuk pilin.
Karena besarnya risiko yang dihadapi, biasanya sang empu akan bersemadi untuk
memohon kepada Tuhan agar tahap penyepuhan keris dapat berlangsung dengan
selamat (Harsrinuksmo, 2004: 35-36).
Di Yogyakarta terdapat beberapa pengrajin keris. Baik keris yang bertuah,
tiruan keris zaman dulu, maupun keris sebagai kerajinan. Salah satu pengrajin
keris yang ada di Yogyakarta adalah di Desa Banyu Sumurup Imogiri Bantul
Yogyakarta. Di sini keris diproduksi sebagai kerajinan. Mereka membuat keris
untuk dijual sebagai hiasan, pelengkap busana, maupun cinderamata. Keris ini
tidak bertuah atau tidak memiliki daya magis, sehingga dalam pembuatannya
tidak terdapat berbagai ritual ataupun mantra-mantra.
Di Yogyakarta, juga terdapat pembuat keris bertuah. Proses pembuatan
keris bertuah ini membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan pembuatan
keris sebagai kerajinan. Seorang empu biasanya membuat sebilah keris
berdasarkan pesanan seorang kolektor atau pecinta keris. Bentuk keris disesuaikan
dari kehendak si pemesan. Hal inilah yang menyebabkan jumlah luk pada keris
saat ini bermacam-macam bahkan bisa mencapai luk dua puluh sembilan. Jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
luk ini melebihi dari jumlah konvensional yang sudah ada yaitu tiga belas (Tejo,
wawancara pribadi, 15 Januari 2012).
Pembuatan keris didasari oleh perenungan-perenungan untuk menemukan
ilham dalam membuat keris. Perenungan ini biasa lakukan di rumah atau tempat
yang tenang, namun bukan tempat-tempat keramat seperti yang dilakukan para
empu pada zaman dulu.
Faktor usia juga diperhatikan dalam pembuatan keris. Seseorang yang
berusia kurang dari empat puluh tahun dilarang menggunakan keris diatas luk
lima. Keris luk tujuh hingga tiga belas hanya boleh digunakan untuk orang yang
berusia lebih dari empat puluh tahun. Hal ini disebabkan karena luk lebih dari
lima tidak akan kuat atau terlalu berat bagi orang yang belum berusia empat puluh
tahun.
Ritual lain sebelum pembuatan keris adalah topo bisu atau puasa membisu
sebelum dan selama melaksanakan proses pembuatan keris. Selama menjalani
puasa tidak boleh berhubungan badan dengan seorang wanita. Jika itu dilakukan,
maka hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi. Misalnya, nyala api yang tidak
bisa pijar sehingga besi tidak dapat terbakar dengan bagus, atau keris yang
dihasilkan pecah.
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan keris saat jauh berbeda dari
zaman dulu. Batu meteorit yang sering digunakan sebagai batu pamor, mulai
susah ditemukan. Kalaupun ada harganya sangat mahal. Hanya orang-orang
tertentu saja yang memesan keris menggunakan batu meteorit. Dengan mahalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
harga batu meteorit tersebut, para pembuat keris kemudian menggantinya dengan
menggunakan nikel.
Para pembuat keris mulai mencari besi yang memiliki kandungan nikel
cukup banyak. Besi-besi tua atau knalpot sepeda motor zaman dulu biasanya
memiliki kandungan nikel yang bagus sehingga sering dicari sebagai bahan
pembuat keris. Selain besi tua atau knalpot, pembuat keris juga sering
menggunakan besi bekas gergaji listrik. Penggunaan besi-besi tersebut disebabkan
karena kualitas baja di dalamnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan jenis besi
yang lain (Tejo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012).
Pemakaian besi meteorit dalam pembuatan keris jarang dilakukan. Hanya
orang yang mampu saja yang menggunakannya. Saat ini bahan yang sering
digunakan dalam pembuatan keris adalah bekas gergaji mesin, besi bekas knalpot
motor Honda zaman dulu, dan panci blirik zaman dulu. Bahan tersebut menurut
pembuat keris memiliki kandungan nikel yang lumayan banyak. Penggunaan
bahan-bahan ini karena pembuat keris saat ini belum bisa memahami apa yang
sering disebut sebagai besi Purosani dan jenis besi lainnya yang dipakai oleh para
empu zaman dulu dalam membuat keris.
Setelah bahan terkumpul, dilakukan proses pembersihan dari karbon
dengan cara dibakar dan ditempa. Sebelum memulai membakar, biasanya
dilakukan pembuat sesaji. Sesaji yang digunakan dalam ritual tanda akan
dimulainya pembuatan keris adalah nasi gurih, nasi golong, tumpeng robyong
(nasi tumpeng lengkap), jajanan pasar, ingkung ayam, jenang-jenangan (seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
bubur untuk memperingati hari kelahiran), pisang raja satu tangkep atau dua
lirang, dan campur sari berupa kembang setaman dan kemenyan.
Proses pembakaran besi bertujuan untuk mensucikan besi dari hal-hal yang
negatif. Hal-hal negatif tersebut seperti darah yang menempel pada besi. Besi
pamor yang dibakar berupa plat besi ukuran satu milimeter sebesar kotak rokok
dicampur nikel dan titanium. Pembakaran besi jangan terlalu panas. Kira-kira dari
bahan lima kilogram menjadi tiga kilogram.
Setelah panas, besi pamor ditempa, kemudian plat dengan ukuran yang
sama, dibakar lalu ditempa. Kedua besi tersebut kemudian dijadikan satu dengan
cara ditempa dan dilipat-lipat tergantung berapa lipatan yang diinginkan.
Jika sudah dirasa cukup, besi dipotong sama panjang dan tengah-
tengahnya diberi aten-aten lalu dibentuk. Bentuk setengah jadi ini biasa disebut
kodokan atau bakal keris. Ujung kodokan kemudian dipotong untuk dijadikan
ganja. Setelah itu, baru kodokan dibentuk sesuai keinginan. Berbentuk lurus atau
berkelok-kelok yang sering disebut keris luk. Hal yang paling susah dilakukan
adalah menentukan tingkat kemiringan keris.
Setelah bahan menjadi kodokan, ia juga melakukan sesaji. Sesaji biasanya
berupa sanggan pisang raja (satu tundun pisang raja), kembang setaman (bunga
tujuh rupa), menyan (kemenyan), dan tumpeng robyong atau nasi tumpeng
lengkap. Pantangan yang selalu diingat adalah selama membakar besi untuk
dijadikan keris, tidak boleh berhubungan badan dengan seorang wanita.
Selain itu, ada doa-doa atau mantra-mantra khusus yang diucapkan
sebelum, selama dan sesudah membuat keris. Inti dari doa dan mantera adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
minta keselamatan, minta berkah, dan berdoa semoga keris yang dibuat nantinya
menjadi barang yang berguna dan bisa dipergunakan secara turun-temurun.
Bahasa yang digunakan dalam mantra tersebut adalah bahasa Jawa.
Proses terakhir yang dilakukan dalam membuat keris adalah penyepuhan.
Penyepuhan dilakukan menggunakan air sumur Jalatunda dari tiga sumber mata
air. Sebelum proses penyepuhan, pembuat keris juga selalu melakukan ritual dan
sesaji agar proses penyepuhan dapat berjalan lancar dan berhasil.
Lama proses pembuatan keris antara dua sampai tiga bulan. Untuk hulu
keris dan warangka keris tidak membuat sendiri. Pembuat keris biasanya hanya
memesan atau membelinya dari pengrajin hulu dan warangka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Berikut ini mantra-mantra yang biasa digunakan dalam pembuatan
keris saat ini sebagai berikut:
Penggunaan Mantra Terjemahan
Pada saat
selamatan
sebelum bekerja
Bismillahir Rahmannir
Rakhim
Assalamu’alaikum,
wa’alaikum salam
Asale wesi saka irenge
mripat
Asale waja saka putihe
mripat
Asale sepuh saka banyune
mripat
Pangerane braja ngadeg
ana satengahe mripat
Kang mengku sedaya wesi
aji
Iya Guru Sejati
Dengan menyebut nama Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Penyayang
Semoga keselamatan ada pada kita
semua
Besi berasal dari hitamnya
mata
Baja berasal dari putihnya
mata
Tua berasal dari air
mata
Pangerannya halilintar berdiri
di separoh mata
Yang berkuasa atas segala besi
bertuah
Yaitu Guru Sejati
Pada saat
penempaan
pertama
Salam ngalaikum salam
Niatingsun dadi pengulu
Saka karsaning Allah
Jodone wesi bumi
Lawan pamor akasa
Ket raket, ngalairake daya
suci
Daya rahayu
Saka karsa lan
penguwasaning Allah
La illaha Illallah…
Semoga kedamaian selalu menyertai
Niat saya menjadi penghulu
Atas izin Allah
Jodohnya besi bumi
Melawan pamor angkasa
Dirakit, melahirkan kekuatan
suci
Kekuatan menentramkan
Atas izin dan
kuasa Allah
Tiada Tuhan selain Allah…..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Tabel 3
Mantra Saat Ini
Harsrinuksmo, 1988:33-34
3.2.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris
Berdasarkan cara pembuatannya keris dibagi menjadi keris ageman dan
keris tayuhan. Keris ageman adalah keris yang mengutamakan segi keindahan
saja. Keris ini tidak dibuat melalui ritual dengan berbagai mantra dan digunakan
sebagai aksesoris atau barang kerajinan.
Pada saat
menyepuh keris
Salam ngalaikum salam
Tuk pitu, sumur pitu,
gumilir ilining warih
Saking kulon, saking
wetan
Saking ngandap, saking
nginggil
Saking lor, saking kidul,
Saking kiwa, saking
tengen
Kabeh-kabeh dadi
sambatan
Aweh daya, urun jaya
Saka keparenge Guru Alip
Raja ing Ngalampitu
Daya jaya kumpul
manjing karomah
Saka kersaning Allah
Semoga kedamaian selalu menyertai
Tujuh mata air, tujuh sumur,
mengalir aliran air bening
Dari barat, dari
timur
Dari bawah, dari
atas
Dari utara, dari selatan
Dari kiri, dari
kanan
Semuanya diminta
membantu
Memberi kekuatan, memberi
keunggulan
Atas pemberian Guru Alip (Allah)
Raja di tujuh alam
Kekuatan yang unggul menjadi satu
berkah
Atas izin Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Berdasarkan bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris dibagi
menjadi dua ratus empat puluh dapur keris yang terbagi dalam keris lurus dan
keris yang berkelok-kelok atau luk. Jumlah kelokan atau luk secara konvensional
atau berdasarkan pakem pembuatan keris ada tiga belas. Jumlah luk keris selalu
ganjil dimulai dari luk tiga, kemudian luk lima, luk tujuh, luk sembilan, luk
sebelas, dan luk tiga belas. Masing-masing luk memiliki pemaknaan sendiri-
sendiri(Harsrinuksmo, 2004:14).
Luk tiga mengandung arti permohonan kepada Gusti atau Tuhan Yang
Maha Esa. Hal ini mengingatkan sebagai manusia harus selalu menyatu dengan
Sang Penciptanya. Dalam filosofi Jawa, sering disebut dengan manunggaling
kawulo lan Gusti. Sedangkan jika didasarkan pada agama Islam bisa berarti alif,
lam, mim yang berarti manusia, Nabi Muhammad, dan Allah.
Luk lima berarti pancasila. Pancasila di sini adalah Pancasila berdasar
sotasoma, yaitu lima buah larangan atau sering disebut molimo. Molimo yaitu
larangan untuk minum, maling, main, madat lan madon. Pengertian ini bisa
dipahami sebagai larangan untuk minum minuman keras, larangan untuk mencuri,
larangan untuk bermain judi, larangan untuk mengkonsumsi narkoba, dan
larangan untuk bermain perempuan.
Luk tujuh berarti pitulungan atau pertolongan. Artinya, apapun
permintaanmu, mintalah pada Tuhan. Segala hal arahnya tetap kepada Tuhan.
Luk sembilan merupakan dapur hanibal atau sabuk tampar. Hal ini berarti
manusia harus selalu menutup babanan howo songo atau sembilan lubang yang
ada pada fisik manusia. Dan sebagai manusia harus selalu bersikap waspada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Luk sebelas merupakan sabuk inten yang berarti memanjakan perut.
Memanjakan perut bukan berarti selalu makan, namun selalu menjaga agar apa
yang di dapat selalu mendapatkan berkah dari Tuhan.
Luk tiga belas merupakan puncak bentuk luk keris. Luk ini berarti bahwa
sebagai manusia harus selalu menjaga kestabilan jiwa dan menjaga ketenangan
hati (Jiwo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012).
Saat ini muncul keris yang memiliki luk lebih dari tiga belas dan pamor di
luar pamor yang sudah ada. Keris ini disebut dengan keris kamardikan. Meskipun
bagian-bagian keris masih mengikuti pakem yang ada, namun pamornya lebih
bervariasi. Pamor-pamornya baru seperti pamor gelombang cinta yang diciptakan
Empu Sukamdi, dosen di ISI Solo.
Jumlah luk juga menjadi dasar penentuan usia pemegang keris. Jika
seseorang berusia kurang dari empat puluh tahun, maka dia hanya boleh
menggunakan keris berluk kurang dari tujuh. Dia hanya boleh menggunakan keris
luk tiga, luk lima atau keris lurus. Jika seseorang telah berusia lebih dari empat
puluh tahun, maka dia sudah diperbolehkan memiliki keris berluk lebih dari lima.
Berikut beberapa contoh jenis pamor dan tuahnya yang diyakini oleh para
pecinta keris.
Pamor Bentuk Tuah
Kulbuntet
Berbentuk seperti rumah siput, spiral
konsentrik yang terdapat pada sor-
soran
Menangkis senjata dan
untuk kesaktian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Batulapak
Seperti huruf u terbalik berlapis-lapis
di basisi bilah, biasanya persis di
pertemuan pesi dan bilah.
Pemiliknya tidak akan
kekurangan rejeki,
dikasihi bawahan dan
sesama
Kuthamesir
Seperti segi empat atau lingkaran
empat sisi dengan sudut tumpul,
berlapis-lapis konsentrik
Tidak terlihat musuh,
pemilik bisa menyimpan
harta, dan dikasihi
sesama.
Ujunggunung Seperti segitiga berlapis-lapis
terletak di sor-soran Menangkis bahaya
Udanmas Berupa pusar-pusar banyak
sepanjang bilah
Kekayaan, didekati
banyak rejeki
Kancingkulina Berupa pusar-pusar di tengah-tengah
sor-soran atau ujung bilah keris Derajat dan banyak rejeki
Alif
Berupa garis pamor tegak pendek
seperti huruf alif di dor-doran atau
ujung keris
Wibawa dan
kepemimpinan
Simbang Raja Tiga garis pamor membelit gandhik
atau kembang kacang
Derajat, dikasihi atasan,
kuat memegang derajat
tinggi
Buntel Mayit Berupa pita atau garis tebal, pamor
membelit kedua tepi bilah
Panas, hendak
membunuh orang
Pegat Waja Pamor di tepi retak-retak
Cocok untuk orang yang
sedang bertengkar,
menyebabkan sengsara
Kudhung Mayit Berupa pamor membelit ujung bilah Senjata makan tuan
Pedhot Terputus-putus, pamor retak tak
tersambung Selalu gagal dalam usaha
Tabel 4
Jenis-Jenis Pamor dan Tuah Keris
Wawancara Pribadi, 5 Oktober 2011- 25 April 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3.2.3 Berdasarkan Perawatannya
Perawatan keris saat ini dilakukan dengan menyimpan keris di sebuah
tempat khusus. Keris di simpan di sebuah almari yang memang khusus dibuat
untuk menyimpan keris. Rata-rata almari tersebut adalah almari kuno atau almari
kuno yang dipermak sehingga menjadi almari khusus penyimpanan keris.
Selain disimpan di almari, keris juga sering disimpan di sebuah rak yang
disebut ploncon. Rak ini hanya berupa bilahan kayu yang berlubang sebagai
tempat keris. Ploncon biasanya diletakkan di satu ruangan yang memang di
khususkan untuk menyimpan keris (Hedi, wawancara pribadi, 25 April 2012).
Perawatan keris saat ini tidak hanya dilakukan setiap bulan Suro saja.
Pembersihan keris dilakukan setiap saat jika keris tersebut terlihat kotor. Hal ini
disebabkan jika keris dibersihkan setiap bulan Suro saja maka akan berkarat dan
tidak lagi memiliki nilai jual tinggi.
Tidak ada ritual khusus sebelum membersihkan keris. Ritual hanya berupa
permohonan izin atau permisi kepada penunggu atau leluhur dengan cara berdoa
menurut kepercayaannya (Suhadi, wawancara pribadi, 10 April 2012).
Pembersihan keris dilakukan dengan cara merendam keris dalam air kelapa yang
diberi perasan jeruk nipis dan sabun colek selama tiga hari. Setelah itu keris
dibilas dengan air hingga bersih sambil disikat. Jika karat atau kotoran yang
menempel pada keris belum bisa hilang, maka keris kembali direndam dalam air
kelapa tersebut. Setelah benar-benar bersih, keris kemudian dijemur. Hasilnya
keris akan berwarna putih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Selain dengan air jeruk nipis dan sabun colek, keris sering juga
dibersihkan dengan minyak singer atau minyak yang biasa digunakan untuk
melumasi mesin jahit. Minyak ini bisa membantu menghilangkan karat. Caranya
keris diolesi minyak, didiamkan beberap menit, kemudian digosok dengan sikat
dan dibersihkan dengan kain. Setelah bersih, keris kembali diolesi hingga rata lalu
dibersihkan kembali. Tidak ada batasan waktu kapan dia harus membersihkan
kerisnya. Jika dirasa keris sudah kotor, maka dia akan membersihkannya (Eko,
wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
Proses njamasi selalu diikuti dengan proses mewarangi. Proses ini
dilakukan dengan cara merendam keris yang sudah bersih ke dalam warangan dan
direndam selama dua hari. Hal ini disebabkan jika keris hanya di jamasi saja,
maka keris akan cepat keropos dan rusak.
Fungsi utama mewarangi adalah untuk menjaga keris agar tidak mudah
berkarat dan kualitas besi akan terjaga. Saat ini mewarangi menggunakan
campuran minyak dan arsenik dalam kadar yang rendah. Jika kandaungan arsenik
tinggi justru akan menyebabkan besi keris lunak dan mudah hancur.
Selain perlakuan di atas, ada beberapa perlakuan khusus yang dilakukan
oleh para pecinta keris. Perlakuan tersebut berupa pemberian sesaji pada malam-
malam tertentu. Pemberian sesaji ini biasa dilakukan pada malam Jumat Kliwon
atau Selasa Kliwon. Sesaji biasanya berupa kembang setaman dan dupa atau
kemenyan yang dibakar. Ritual dilakukan pemilik keris menjelang magrib. Dupa
atau kemenyan dibakar dan diletakkan di salah satu sudut ruangan disertai dengan
kembang setaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Perlakuan khusus yang lain adalah adanya tumbal buat keris. Tumbal
diberikan kepada keris-keris yang berjenis khusus. Keris seperti ini biasa disebut
dengan keris Somyang, biasanya digunakan untuk pesugihan. Sesaji-sesaji yang
diberikan merupakan wujud penghormatan kepada empu pembuat keris,
penghormatan kepada leluhur yang dahulu memiliki keris tersebut, dan
penghormatan kepada si penunggu keris (Sumitro, wawancara pribadi, 20 Maret
2012).
3.3 Pergeseran Makna Keris
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pergeseran
makna keris dari zaman dahulu hingga saat ini sebagai berikut:
Keterangan Dahulu Sekarang
Berdasarkan Cara
Pembuatan Keris
Terdapat ritual
selamatan, puasa, dan
semadi.
Semadi dilakukan di
tempat sepi dan keramat.
Mantra-mantra
menggunakan bahasa
sansekerta.
Bahan yang digunakan
yaitu besi Balitung, besi
Purosani, dan besi
Terdapat ritual
selamatan, puasa,
semadi.
Semadi dilakukan di
dalam ruangan khusus
seperti kamar.
Mantara menggunakan
bahasa Jawa.
Bahan yang digunakan
yaitu besi bekas knalpot
atau bekas panci blirik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Penawang
Menggunakan batu
meteorit
Tidak selalu
menggunakan batu
meteorit
Berdasarkan
Macam-Macam
Keris
Jenis keris luk hanya
sampai luk tiga belas.
Pamor berdasarkan
pakem yang sudah ada.
Jenis keris luk lebih dari
luk tiga belas
Terdapat bentuk-bentuk
pamor baru yang
diciptakan.
Berdasarkan
Perawatannya
Keris disimpan di
tempat yang khusus
dengan diberi bunga-
bunga atau wewangian.
Njamasi keris biasanya
dilakukan pada bulan
Suro.
Pembersihan keris
dilakukan menggunakan
buah pace, kembang
setaman, air perasan
jeruk nipis, buah lerak,
bubuk kayu jati.
Keris selalu diberi bunga
atau wewangian.
Keris di sebuah sebuah
almari khusus atau rak
yang disebut ploncon.
Njamasi tidak dilakukan
setiap bulan Suro saja,
tetapi setiap saat jika
keris kotor
Pembersihkan keris
dilakukan menggunkan
air kelapa, air jeruk
nipis, sabun colek,
minyak singer, minyak
dan arsenik dalam kadar
yang rendah.
Pada malam-malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Terdapat perlakuan
khusus yaitu pemberian
tumbal pada pada jenis
keris tertentu.
tertentu di beri bunga
setaman.
Keris diberi sesaji
bahkan tumbal pada
malam-malam tertentu.
Tabel 5
Pergerseran Makna Keris
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat pergeseran makna keris zaman
dulu hingga saat ini. Pergeseran makna ini terlihat dari cara pembuatan keris.
Bahan yang dipergunakan untuk membuat keris zaman dulu dan sekarang
berbeda. Hal ini disebabkan karena pembuat keris saat ini kurang memahami apa
yang disebut yaitu besi Balitung, besi Purosani, dan besi Penawang. Bahan
meteorit juga jarang digunakan bahkan tidak digunakan karena sulit didapatkan.
Kalau ada, batu meteorit tersebut sangat mahal.
Pergeseran lain adalah ritual dan mantra-mantra yang digunakan. Ritual
dahulu hampir sama dengan saat ini. Perbedaannya hanya pada tempat bahasa
dalam mantra.
Jenis-jenis keris zaman dahulu dan saat ini hampir sama, masih sesuai
pakem dengan pemaknaan yang sama pula. Akan tetapi, saat ini muncul keris
dengan jumlah luk dan pamor diluar pakem yang ada. Hal ini memunculkan
pemaknaan baru diluar makna-makna yang sudah ada.
Dalam hal perawatan, keris zaman dahulu dan sekarang hampir sama.
Perbedaannya terletak pada bahan yang digunakan. Dahulu menggunakan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
yang lebih tradisional yang diambil dari alam, tetapi sekaran perawatan dilakukan
dengan bahan yang diproduksi pabrik.
Pemberian sesaji dan tumbal oleh beberapa kolektor keris masih
dilakukan. Mereka masih mempercayai tuah yang terdapat pada keris.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pergeseran makna keris terjadi
dalam hal makna. Keris dahulu dimaknai sebagai senjata pusaka yang harus
dimiliki laki-laki dan memiliki tuah atau daya magis sesuai dengan bentuk dan
pamor keris. Pergeseran ini disebabkan oleh perkembangan teknologi industri,
perkembangan pendidikan dan kreatifitas manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
BAB IV
PERGESERAN FUNGSI KERIS
4.1 Fungsi Keris Zaman Dahulu
Masyarakat Jawa hidup dengan berbagai jenis lapisan kepercayaan. Salah
satunya adalah kepercayaan mengenai benda-benda bertuah berupa keris. Keris
pada awal mulanya merupakan senjata yang kemudian menjadi barang keramat
dan dihormati memiliki beberapa fungsi.
4.1.1 Keris Sebagai Senjata
Pada awal pembuatannya, keris digunakan sebagai senjata. Keris
digunakan untuk bela diri dan untuk menikam musuh dalam sebuah perkelahian.
Oleh sebab itu, keris dibuat sangat tajam di kedua belah sisinya dan runcing di
bagian ujungnya agar keris dapat dipergunakan untuk menangkis dan mematahkan
pukulan-pukulan atau tusukan dari lawan.
Sebagai senjata tikam, keris sering digunakan oleh pejuang-pejuang
kemerdekaan dalam medan pertempuran melawan penjajah. Misalnya, Pangeran
Diponegoro, Imam Bonjol, Untung Suropati dan lain sebagainya.
Penggunaan keris sebagai senjata juga nampak pada cerita-cerita wayang.
Misalnya cerita tentang perang Bharatayuda. Dalam cerita ini dikisahkan
“Pandawa berperang melawan Astina dengan senjata keris pemberian para dewa”
(Doyodipuro, 1999:21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Perwujudan keris sebagai senjata juga terlihat dalam cerita atau legenda-
legenda yang berkembang dalam masyarakat Jawa. Salah satunya adalah legenda
Ken Arok. Legenda ini bercerita tentang keris Empu Gandring.
Keris juga digambarkan pada relief beberapa candi di Pulau Jawa. Terlihat
dalam relief-relief pembuatan keris dan penggunaan keris sebagai senjata. Candi-
candi yang pada dindingnya terdapat relief keris antara lain Candi Prambanan di
Yogyakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengan, Candi Sukuh di lereng Gunung
Lawu Jawa Tengah dan Candi Penataran di Blitar Jawa Timur.
Gambar 6
Relief di Candi Prambanan diYogyakarta
http://griyasenipusaka.blogspot.com/2010/12/keris-jalak-budha-tegak.html
Diunduh 03/02/2013 13:10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Gambar 7
Relief di Candi Borobudur di Jawa Tengah
wikipedia.org/wiki/Berkas:Keris_Relief_at_Sukuh_Temple.jpg
Diunduh 03/02/2013 13:00
Gambar 8
Relief di Candi Penataran di Blitar Jawa Tengah
http://kadewatan.blogspot.com/2012/02/keris-jalak-budha-tegak.html
Diunduh 03/02/2013 13:20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
4.1.2 Keris Sebagai Benda Pusaka
Masyarakat Jawa hidup dengan berbagai jenis lapisan kepercayaan. Salah
satunya adalah kepercayaan mengenai benda-benda bertuah berupa keris. Keris
diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai benda pusaka yang memiliki kekuatan dan
dihormati.
Keris sebagai benda pusaka merupakan sebuah pengakuan dan kepercayaan
yang mendalam sehingga menimbulkan sebuah anggapan bahwa keris buatan
empu mempunyai keampuhan dan keagungan . Dengan segala ritual dan mantra-
mantra, menjadikan keris memiliki daya magis hingga dikeramatkan dan menjadi
benda pusaka (Koesni, 1979:7).
4.1.3 Keris Sebagai Kelengkapan dalam Upacara
Selain sebagai senjata, keris juga digunakan dalam upacara-upacara
tertentu atau sebagai sesaji. Keris yang digunakan sering disebut keris sajen. Keris
sajen adalah keris kecil sederhana yang oleh orang Barat dalam beberapa buku
disebut keris Majapahit.
Di Pulau Jawa ditemukan berbagai prasasti yang menyebutkan bahwa
keris juga menjadi kelengkapan sesaji pada upacara-upacara keagamaan pada
waktu itu. Bahkan di desa-desa tertentu, pada akhir masa penjajahan Belanda,
untuk melakukan upacara bersih desa disertakan pula sebilah keris kecil yang
disebut keris sajen (Hasrinuksmo, 1988:15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
4.1.4 Keris Sebagai Identitas Pribadi
Dalam filosofi keraton, keris menjadi sombol seorang laki-laki. Seorang
laki-laki akan syah disebut sebagai laki-laki apabila dia memiliki lima unsur.
Kelima unsur tersebut adalah wisma (rumah atau tempat tinggal), garwa (wanita
atau istri), turangga (tunggangan atau kuda), kukilo (burung sebagai hiburan), lan
curiga (senjata berupa keris) (Moerbiman:1980:34).
Apabila kelima unsur tersebut telah dipenuhi, maka lelaki tersebut bisa
dibilang memiliki kehidupan yang sudah mapan. Sehingga wajib hukumnya bagi
seorang laki-laki memiliki sebilah keris agar ia dapat disebut sebagai seorang laki-
laki dan pantas untuk hidup berumah tangga karena hidupnya telah mapan.
Begitu tingginya nilai keris bagi filosofi Jawa, keris dianggap bisa menjadi
wakil pemiliknya ketika tidak bisa hadir dalam sebuah acara. Di pulau Jawa, pada
upacara pernikahan kalau pengantin pria berhalangan hadir, ia boleh mewakilkan
dirinya dengan sebilah keris miliknya. Keris itulah yang akan disandingkan
dengan pengantin perempuannya (Harsrinuksmo, 1988:15).
4.1.5 Keris Sebagai Lambang Status Sosial
Sebuah keris juga menjadi lambang status sosial seseorang, misalnya
seorang raja. Kekuasaan seorang raja baru dipandang sah oleh rakyatnnya
manakala raja itu mengenakan keris pusaka kerajaan. Keris yang yang digunakan
raja ini tentu berbeda dengan yang digunakan oleh seorang abdi dalem
(Harsrinuksmo, 1988:15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Para bangsawan dan kerabat kerajaan juga memiliki keris yang berbeda
dengan yang dimiliki oleh rakyat jelata. Perbedaan tersebut terletak bahan, pamor
keris, dan batu permata yang menempel pada keris. Keris seorang raja biasanya
berlapis emas dan bertahta berlian. Keris ini dibuat secara khusus oleh seorang
empu berdasarkan permintaan sang raja. (Iswandi, wawancara pribadi, 15 Januari
2012).
4.1.6 Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana
Seperti budaya-budaya yang lain, dalam dunia perkerisan juga terdapat
kebiasaan-kebiasaan, tata kesopanan dan etika. Hal tersebut berkaitan dengan
aturan-aturan yang harus ditaati ketika menggunakan keris sebagai kelengkapan
berbusana.
Penggunaan keris dalam busana Jawa bermacam-macam. Setiap letak
penggunaan keris memiliki makna yang berbeda-beda. Cara penggunaan keris ada
tujuh macam yaitu: ogleng atau angoglenganke keris, dederan atau andoran,
kewal atau angewal keris, sungkeman atau anyumkemke pusaka, anganggar
pusaka, sikep atau anyikep pusaka, dan brongsong atau ambrongsong pusaka
(Koesni, 1979:113).
4.1.6.1 Ogleng atau Angoglenganke Keris
Cara ini merupakan pemakaian keris yang diselipkan di sela-sela sabuk
antara tumpukan kedua atau ketiga dari atas. Keris diletakkan condong ke kanan,
dengan posisi warangka menengadah ke atas. Cara ini biasa digunakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
suasana gembira dan tidak mengkhususkan diri menemui seseorang atau dalam
pergaulan sehari-hari.
Gambar 9
Ogleng
http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int
erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Diunduh 30/08/2011, 0:41
4.1.6.2 Dederan atau Andoran
Dederan atau andoran merupakan cara penggunaan keris yang diselipkan
di sela-sela sabuk tumpukan kedua dan ketiga dari atas. Letak keris harus lurus ke
atas dengan posisi warangka tetap menghadap ke kiri. Penggunaan keris ini
diterapkan ketika akan menghadap sesepuh atau atasannya. Pemakaian keris
seperti ini bermakna bahwa pengguna keris menghormati orang yang didatangi
atau menghormati tempat yang dianggap suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Gambar 10
Dederan
http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int
erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Diunduh 30/08/2011, 01:31
4.1.6.3 Kewal atau Angewal Keris
Kewal atau angewal keris merupakan cara pemakaian keris di sela-sela
tumpukan sabuk antara larik kedua dan ketiga. Letak keris mendoyong ke kiri
dengan ukiran atau warangkanya menghadap ke atas. Pada masa dulu pemakaian
seperti ini biasa dilakukan oleh para prajurit dalam waktu siap siaga dan tidak
dibenarkan digunakan pada saat baris-berbaris (Koesni, 1979:114).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 11
Kewal
http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&sh
ow_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Diunduh 30/08/2011, 01:50
4.2 Fungsi Keris Saat Ini
Dalam perkembangannya, keris tidak hanya menjadi salah satu
kelengkapan seorang lelaki ataupun lambang kekuasann tertentu. Keris menjadi
sebuah benda pusaka dan benda seni yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
4.2.1 Keris Sebagai Senjata
Keris hingga saat ini masih digunakan sebagai senjata tetapi tidak seperti
zaman dulu. Sebagai benda koleksi, keris akan digunakan sebagai senjata ketika
pemiliknya dalam keadaan terdesak misalnya ada pencuri atau perampok yang
masuk ke dalam rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
4.2.1 Keris Sebagai Benda Pusaka
Keris sebagai benda pusaka oleh golongan tertentu saat ini dianggap
sebagai senjata yang bertuah dan merupakan harta turun-temurun yang harus
dihormati karena berasal dari sesepuh dan leluhur. Misalnya, keris peninggalan
Sri Pakualam ke VII. Keris ini diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa
sehingga oleh pemiliknya yaitu cucu Pakualam VII harus mendapat tempat khusus
dan diberi sesaji.
Saat ini keris peninggalan leluhur banyak dicari karena dinilai memiliki
kualitas bahan dan daya tuah yang lebih dibandingkan dengan keris-keris yang
dibuat saat ini. Seringkali seseorang rela melakukan puasa dan melakukan ritual-
ritual untuk mendapatkan sebilah keris pusaka.
Pengakuan keris sebagai benda pusaka juga terlihat pada penyimpanan dan
perawatan keris yang dilakukan oleh pemilik keris. Keris diperlakukan secara
khusus dengan dibuatkan tempat khusus dan pemberian sesaji (Lumintu,
wawancara pribadi, 25 April 2012).
4.2.3 Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana
Keris lebih banyak dijadikan koleksi ataupun kelengkapan dalam
berbusana. Busana yang dimaksud adalah busana Jawa dimana keris digunakan
dengan cara diselipkan pada jarik atau kain batik yang digunakan sebagai
penutup anggota badan bagian bawah.
Keris saat ini hanya digunakan sebagai kelengkapan busana Jawa pada
acara-acara pernikahan, upacara tradisional atau busana para abdi dalem keraton.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Sebagai kelengkapan berbusana, keris tidak lagi mengikuti pakem-pakem seperti
zaman dulu (Sumitro, wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
4.2.4 Keris Sebagai Benda Seni
Keris merupakan salah satu benda budaya yang berwujud karya seni yang
lahir dari akal budi manusia. Dalam keris terdapat seni tempa, seni ukir, seni
pahat, dan seni patung. Hiasan-hiasan pada keris, ukiran pada hulu keris, bentuk
dan ukiran warangka, pamor pada keris, merupakan bentuk hasil karya seni
tersebut. Semua itu membutuhkan rasa seni dan keahlian yang tinggi.
Keris sebagai benda seni yang memiliki nilai keindahan. Keindahan keris
yang paling dikagumi adalah pada pamornya. Ukiran pada gagang keris,
penambahan batu permata mada mendak, ukiran pada pendok merupakan menilai
tambah pada keindahan sebuah keris. Selain itu nilai filosofi yang terkandung
dalam keris menjadikan nilai keindahan keris menjadi lebih sempurna.
Karena nilai seni dan keindahannya, keris banyak dicari orang untuk
dikoleksi. Beberapa orang bahkan rela membeli dengan nilai tinggi apabila keris
tersebut dalam kondisi bagus dan kuno (Eko, wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
4.2.5 Keris Sebagai Benda Koleksi
Saat ini, keris lebih banyak difungsikan sebagai koleksi benda seni yang
memiliki nilai ekonomis tinggi hingga ratusan juta rupiah. Hal ini memunculkan
istilah “kolekdol” dalam dunia pecinta keris. Kolekdol berarti dikoleksi tapi
kemudian dijual lagi bila ada yang senang dan harganya cocok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Pengkoleksian keris ini juga tidak lepas dari hal-hal mistis yang walaupun
secara tidak langsung tidak diakui oleh para kolektor keris. Misalnya, pamor
buntel mayit dipercaya jika tidak cocok dengan pemiliknya maka akan
menimbulkan kesengsaraan. Namun bila cocok, keris tersebut akan mendatangkan
kemakmuran yang melimpah ruah. Oleh karena itu, tidak sembarang orang
bersedia mengkoleksi keris tersebut.
Contoh lain adalah keris berpamor junjung drajat. Keris ini berluk tiga
belas dan dipercaya mampu mengangkat ataupun menjaga seseorang ketika
menjadi pejabat atau memiliki kedudukan. Keris ini biasa dicari dan dikoleksi
oleh orang-orang yang memiliki kedududukan atau jabatan tinggi.
Koleksi keris ini sering juga difungsikan oleh kolektornya sebagai bisnis
dan sebagai tabungan. Sebilah keris yang berusia tua dan dalam kondisi yang
bagus akan memiliki nilai jual yang tinggi. Keris yang bernilai tinggi tersebut
disimpan dan jika suatu saat ketika dia membutuhkan uang, keris tersebut akan
dijual (Eko, wawancara pribadi, 10 April 2012).
Jual beli keris ini biasa di lingkungan para pecinta keris. Pada zaman
dahulu, digunakan istilah mas kawin atau mahar untuk membayar atau mengganti
keris dengan uang. Mas kawin ini biasanya berupa barang lain yang dianggap
pantas untuk mengganti keris. Barang-barang tersebut misalnya: ternak sapi atau
kambing, sawah, hasil panen, atau barang berharga lainnya seperti emas.
Perkembangan berikutnya keris dibayar atau ditukar dengan mata uang atau
dengan benda pusaka lainnya. Zaman dahulu tidak ada tawar-menawar dalam
proses jual beli keris ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Proses tawar-menawar tersebut masih dilakukan para kolekdol keris
ataupun para pembuat keris saat ini. Jika harganya cocok, maka keris tersebut
akan dilepas dan berpindah tangan dari satu orang ke orang yang lain (Eko,
wawancara pribadi, 10 April 2012).
4.3 Pergeseran Fungsi Keris
Berdasarkan uraian tersebut di atas, pergeseran fungsi keris dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Keterangan Zaman Dahulu Sekarang
Keris Sebagai Senjata
Untuk bela diri dan
menikam musuh
dalam sebuah
perkelahian
Digunakan
sebagai senjata
dalam keadaan
tertentu
Keris Sebagai Benda
Pusaka
Benda pusaka yang
memiliki kekuatan
dan harus dihormati.
Senjata yang bertuah
dan merupakan harta
turun-temurun yang
harus dihormati
karena berasal dari
sesepuh dan leluhur.
Keris Sebagai Identitas
Pribadi
Simbol dan
kelengkapan seorang
laki-laki
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Keris Sebagai Lambang
Status Sosial
Raja, bangsawana,
kerabat kerajaan,
orang kaya biasanya
menggunakan keris
bertahta berlian dan
berlapis emas.
-
Keris Sebagai
Kelengkapan Berbusana
Terdapat tata cara
menggunakan keris
seperti ogleng atau
angoglenganke keris,
dederan atau
andoran, kewal atau
angewal keris,
sungkeman atau
anyumkemke pusaka,
anganggar pusaka,
sikep atau anyikep
pusaka, dan
brongsong atau
ambrongsong pusaka
Keris hanya
digunakan sebagai
kelengkapan busana
Jawa pada acara-acara
pernikahan, upacara
tradisional atau para
abdi dalem. Sebagai
kelengkapan
berbusana, keris tidak
lagi mengikuti pakem-
pakem seperti zaman
dulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Keris Sebagai Benda Seni -
salah satu benda budaya
yang berwujud karya seni
yang lahir dari akal budi
manusia. Dalam keris
terdapat seni tempa, seni
ukir, seni pahat, dan seni
patung.
Keris Sebagai Benda
Koleksi
-
sebagai koleksi benda
seni yang memiliki nilai
ekonomis tinggi
Tabel 5
Pergerseran Fungsi Keris
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat kita lihat pergeseran fungsi keris
zaman dulu dan keris saat ini. Pergeseran ini terlihat pada fungsi keris lagi sebagai
senjata tetapi dalam keadaan yang khusus, keris sebagai identitas pribadi, dan
keris sebagai lambang status sosial. Keris lebih berfungsi sebagai benda pusaka
dan benda seni yang bernilai ekonomis tinggi sehingga banyak dijadikan benda
koleksi.
Pergeseran fungsi keris ini disebabkan karena perkembangan teknologi
yang semakin modern. Perang saat ini lebih didominasi oleh senjata-senjata yang
canggih seperti senapan, bom dan nuklir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Selain itu latar belakang pendidikan menjadikan seseorang berpikir lebih
realistis. Penelitian-penelitian terhadap keris mulai dilakukan baik dari segi
sejarah, keindahaan dan filosofi-filofofinya. Hal ini menjadikan keris sebagai
benda pusaka peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan.
Perkembangan teknologi dan pendidikan ini juga melatarbelakangi
pergeseran keris tidak lagi menjadi lambang status sosial. Saat ini walaupun masih
dihormati, tetapi sistem strata kerajaan mulai ditinggalkkan. Pemerintahan tidak
lagi berdasarkan monarki tapi demokrasi yang dipegang oleh pemerintah pusat
Indonesia. Seseorang yang mengkoleksi atau memiliki keris yang bagus belum
tentu keluarga kerajaan, karena saat ini keris telah banyak diperjual belikan
sebagai benda koleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna dan
fungsi keris telah bergeser. Keris saat ini dimaknai dan difungsikan bukan lagi
sebagai kelengkapan seorang lelaki, tetapi telah bergeser menjadi sebuah benda
seni yang dikoleksi dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Keris menjadi senjata
pusaka yang harus dirawat dan dipelihara.
Kepercayaan akan kekuatan mistis keris masih melatar belakangi
pengkoleksian keris saat ini. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa
masyarakat Jawa saat ini masih mempercayai kekuatan mistis yang terkandung
dalam sebilah keris. Hal ini jelas terlihat pada ritual dan mantra yang masih
digunakan pada saat pembuatan keris. Selain itu kepercayaan tentang daya magis
juga terlihat pada perawatan keris yang dilakukan para kolektor terhadap
koleksinya yaitu pada pemberian sesaji dan tumbal yang masih dilakukan hingga
saat ini. Kepercayaan pada kekuatan mistis sebuah keris hinga saat ini disebabkan
oleh adanya kearifan-kearifan lokal seperti masih perayaan sekaten, ritual mubeng
beteng pada malam satu suro dan lain sebagainya.
Pergesaran makna dan fungsi keris di sebabkan oleh perkembangan
teknologi modern, perkembangan ilmu pengetahuan, dan sistem pemerintahan
yang ada saat ini. Teknologi modrn menjadikan keris tidak dimaknai dan
difungsikan lagi sebagai senjata tetapi lebih kepada benda pusaka. Perkembangan
ilmu pengetahuan atau dunia pendidikan menjadikan keris dimaknai sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
benda seni peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan dan difungsikan
sebagai benda koleksi. Simtem pemerintahan demokrasi bukan lagi kerajaan
menjadikan keris tidak difungsikan sebagai lambang status sosial. Tetapi, nilai-
nilai kearifan lokal masih menjadikan keris sebagai benda pusaka yang dipercaya
memiliki tuah atau daya magis.
Van Peursen menuliskan bahwa “ada tiga tahapan kebudayaan yaitu tahap
mitis, tahap ontologis dan tahap fungsional”. (Peursen, 1989:18) Berdasarkan
keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa teori perkembangan budaya van
Peursen tidak dapat diterapkan dalam kebudayaan keris. Hal ini karena kenyataan
yang ada pada masyarakat Jawa di zaman teknologi modern ini masih
mempercayai adanya kekuatan magis pada sebuah keris. Masyarakat Jawa pecinta
keris kembali lagi pada tahapan mitis. Dia mempercayai tuah yang ada di dalam
keris dan merawat keris koleksinya dengan memberikan sesaji bahkan tumbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
DAFTAR PUSTAKA
Geertz, Clifford., 1983. Abangan, Santri Priyayi dalam Masyakat Jawa. Jakarta:
Pustaka Jaya
Harsrinuksmo, Bambang. 1988. Ensiklopedi Nasional Indonesia Keris dan
Senjata Tradisional Lainnya. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Harsrinuksmo, Bambang. 2004. Ensiklopesi Keris. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hudoyo Doyodipuro, Ki. 1999. Keris Daya Magic-Manfaat-Tuah-Miseri.
Semarang: Dahara Prize.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koesni. 1979. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV. Aneka.
Masroer. CH. J. 2004. The History of Java. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Jogjakarta.
Moerbiman. 1980. Keris Senjata Pusaka, Jakarta: Yayasan Sapta Karya.
Panji Nusantara. 2010. Keris For The World 2010. Panji Nusantara.
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Diterjemahkan oleh Misbah Zulfa
Elizabeth dari judul asli The Ethnographic Interview. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Peursen, C.A. van, Prof. Dr. 1989. Strategi Kebudayaan. Diterjemahkan oleh
Dick Hartoko dari Judul asli Cultuur In Stroomversnelling. Yogyakarta:
Kanisius.
P.J., Zoetmulder., 2000. Manunggaling Kawula Gusti : Pantheisme dan Monisme
dalam Sastra Suluk Jawa; Suatu Studi Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama. Winter , F.L. 2009. Kitab Keris Klasik Tentang Keris. Yogayakarta: Panji
Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sumber Internet:
http://hadinataroslan.files.wordpress.com/2010/11/ricikankeris1.jpg. Diunduh
30/05/2011 0:16
http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int
erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diunduh 30/08/2011, 01:31
http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html. Diunduh 30/05/2011 0:16
http://griyasenipusaka.blogspot.com/2010/12/keris-jalak-budha-tegak.html.
Diunduh 03/02/2013 13:10
http://kadewatan.blogspot.com/2012/02/keris-jalak-budha-tegak.html. Diunduh
03/02/ 2013 13:20
wikipedia.org/wiki/Berkas:Keris_Relief_at_Sukuh_Temple.jpg. Diunduh 03/02/
2013 13:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lampiran 1:
Daftar Informan
1. Nama : Eko Supriyono
Lahir : 5 Oktober 1956
Alamat :
Nyutran MG II/ 1594 Yogyakarta
Pekerjaan:
Pengusaha dan Kolektor Keris
2. Nama : Hedi Herianto
Lahir : 18 November 1962
Alamat :
Tempuran RT 09 Taman Tirto
Kasihan Bantul Yogyakarta
Pekerjaan:
Seniman dan Pengusaha
Kerajinan, Kolektor Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
3. Nama : Jiwo Diharjo
Lahir : 8 Juli 1935
Alamat :
Banyu Sumurup Imogiri
Yogyakarta
Pekerjaan:
Pembuat dan pengrajin keris
4. Nama : KRT Hastananegara
Lahir : 21 Juli 1935
Alamat :
Jl. Ibu Ruswo No. 45
Yogyakarta
Pekerjaan:
Wiraswasta, Kolektor Keris,
Pendiri Pametri Wiji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
5. Nama : Lumintu Suwarsono
Lahir : 1931
Alamat :
Pakualaman Yogyakarta
Pekerjaan:
Pensiunan wartawan, Kolektor
Keris, Pendiri Pametri Wiji
6. Nama : Prof. Dr. M. Dwi
Marianto, MFA, PhD.
Lahir : 19 Oktober 1956
Alamat :
Jalan Tunggal 5, Sidoarum,
Yogyakarta 55564
Pekerjaan:
Dosen Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, Kolektor Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
7. Nama : Suhadi
Lahir : 1952
Alamat :
Guwosari Pajangan Bantul
(timur Goa Slarong)
Pekerjaan: Mranggi
8. Nama : Sumitro
Lahir : 1949
Alamat :
Kompleks Ndalem Puro
Pakualaman Yogyakarta
Pekerjaan:
Karyawan, Kolektor Keris,
Trah Puro Pakualaman
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
9. Nama : Iswandi
Lahir : 13 April 1951
Alamat :
Jl. Bumijo No.6 Yogyakarta
Pekerjaan:
Pengusaha Katering, Kolektor
Keris
10. Nama : Tejo Bagus Suryono
Lahir : 15 Februari 1981
Alamat :
Cebongan Kidul RT 03 RW 01
Mlati Sleman
Pekerjaan: Pembuat Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 2:
Daftar Istilah
angsar daya kesaktian atau kekuatan yang dipercaya oleh sebagian orang yang
terdapat dalam sebuahkeris
dapur istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau tipe bilah keris
--dapur bener digunakan untuk
menyebut keris yang berbentuk
lurus dan ujungnya meruncing
--dapur luk digunakan untuk
menyebut bilah keris yang
berlekuk-lekuk atau berkelok-
kelok
empu seorang pandai besi pembuat keris
gandar bagian sarung keris yang
langsung membungkus bilah
keris, terbuat dari kayu, dan
masuk dalam bungkus yang
terbuat dari logam (pendok)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
ganja besi yang menjadi bagian atas keris, letaknya melintang, tengahnya
berlubang
dan masuk ke dalam besi yang menjadi tangkai keris, menempel pada bilah
bagian pangkal
--iras ganja yang menyatu pada bilah keris
--susulan ganja yang terpisah dengan bilah keris tetapi bahannya tetap sama
dengan bahan yang digunakan untuk membuat keris tersebut
keris sejenis senjata tikam bersarung yang terbuat dari logam bermata dua yang
ada di
nusantara, bilahnya berbentuk lurus atau berkelok-kelok
--keris dalam keris yang dipakai oleh keluaraga istana
--keris luar keris yang digunakan oleh orang diluar istana (bukan keluarga
keraton)
mendhak bagiann dari keris yang berfungsi memisahkan bilah keris agar tidak
bersentuhan langsung dengan warangka atau sarung keris, terbuat dari
beberapa jenis logam bahkan di beberapa titiknya bisa dilengkapi dengan
permata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
mas kawin pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat transaksi
atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak
njamasi mencuci atau memandikan keris dengan menggunakan zat arsenic
(zaman dulu dengan air jeruk nipis dicampur bisa ular), bertujuan untuk
mengawetkan bentuk-bentuk pamor (lihat pamor) agar terlihat jelas,
biasanya dilakukan satu tahun sekali pada saat tanggal satu suro
pamor gambar-gambar atau lukisan
yang terdapat pada bilah keris,
dihasilkan akibat perpaduan
dari campuran logam yang
digunakan untuk membuat
keris
--titipan/ceblokan pamor atau
lukisan yang disusulkan
pembuatannya, setelah bilah
keris selesai 90 persen
pendok pembungkus gandar (lihat
gandar) yang terbuat dari
logam seperti emas, perak dan
lain sebagainya, dan diberi
ukiran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
pesi besi yang menjadi tangkai atau
pangkal keris yang masuk ke
dalam ukiran atau hulu keris,
dengan panjang setelangkap
atau empat ibu jari, besarnya
hanya satu kelingking
ploncon rak untuk menyimpan keris
pusaka harta benda warisan peninggalan nenek moyang secara turun-temurun
yang harus dihormati, biasanya hanya dipakai dalam upacara-upacara
tertentu
singkep kantong atau sarung yang terbuat dari kain yang digunakan untuk
menyimpan keris agar tidak rusak
srumbungan istilah untuk menyebut tangkai keris yang pecah atau putus,
kemudian disambung atau diganti, atau sering juga disebut pesi cacat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
84
warangka sarung keris, terbuat dari kayu yang berserat, bertekstur indah,
berfungsi untuk melindungi keris
-- ladrang jenis warangka atau
wadah keris yang dikenakan
untuk menghadiri suatu
upacara, pesta, dan pemakai
tidak sedang melaksanakan
suatu tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
85
Lampiran 3:
Draft Pertanyaan ke Informan
Tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
Daftar pertanyaan:
1. Sejak kapan Anda menyukai keris dan apa alasannya?
2. Apa makna keris bagi Anda?
3. Difungsikan sebagi apakah keris koleksi Anda?
4. Sudah berapa banyak keris yang anda koleksi?
5. Bagaimana Anda mendapatkan koleksi-koleksi keris Anda tersebut?
6. Apakah Anda hafal dan mengetahui bagian-bagian keris?
7. Bagaimana Anda memperlakukan koleksi Anda tersebut?
8. Antar sesama pemilik keris terkadang saling pinjam. Apakah ada pesan
khusus ketika meminjam keris tersebut?
9. Dalam meminjam keris, biasanya secara gratis atau ada imbalannya?
10. Bagaimana reaksi peminjam keris?
11. Percayakah Anda dengan mitos-mitos tentang keris?
12. Selama mengoleksi keris, pernahkah Anda mengalami suatu peristiwa
yang tidak masuk akal?
13. Bagaimana Anda menyikapi terhadap mitos-mitos keris tersebut?
14. Saat ini, apa alasan Anda mengoleksi keris?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI