PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

43
PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 Oleh : Ida Ayu Dyah Maharani 197805102006042002 FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA Denpasar 2011

Transcript of PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Page 1: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21

Oleh :

Ida Ayu Dyah Maharani 197805102006042002

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA

Denpasar 2011

Page 2: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………….. i

Daftar Isi……………………………………………………………………………... ii

Daftar Gambar…………………………………………...…………………………... iv

Daftar Tabel ………...…………………………………...…………………………... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………………………...……………... 1

1.2. Identifikasi Masalah …………………………………………………………..… 2

1.3. Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian …………………………………… 2

1.4. Tujuan Penelitian …………………………………………………………...…... 3

1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………………………...….. 4

1.6. Metodologi Penelitian………………………………………………………….... 4

1.6.1. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah …………………………..... 4

1.6.2. Penentuan Tujuan Penelitian .………………………………………...…... 4

1.6.3. Studi Literatur……………………………………………………………... 5

1.6.4. Studi Lapangan ………………………………………………………….... 5

1.6.5. Analisis Pengukuran dan Fokus Perbaikan ………………………...……... 6

1.6.6. Kesimpulan dan Saran………………………………………………...…... 6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kualitas …………………………………………………………..……………... 7

2.2. Jasa …………………………………………………………………………...… 7

2.3. Penyusunan Kuisioner …………………………………………………..……… 8

2.3.1. Populasi ………………………………………………………………….... 8

2.3.2. Sampel ………………………………………………………………...…... 9

2.3.3. Ukuran Sampel untuk Populasi Terbatas………………………………..... 10

2.4. Pengukuran ………………………………………………………………...…... 10

2.5. Tingkatan Pengukuran ………………………………………….…………...….. 11

2.5.1. Skala Nominal……………………………………………………………... 11

2.5.2. Skala Ordinal……………………………………………………….....…... 11

2.5.3. Skala Interval…………………………………………..………………..... 11

Page 3: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

iii

2.5.3. Skala Rasio……………………………………………………………....... 11

2.6. Pengukuran pada Kuisioner dengan Menggunakan Skala Ordinal…………….... 11

2.6. Mystery Shopping…………………………………………………………...….... 12

2.6. Pareto Chart………………………………………………………………..….... 14

2.6. Fishbone Diagram……………………………………………………..……….... 14

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1. Kuisioner Awal…...……………………………………………………………... 15

3.2. Kuisioner………………………………………………………………………… 17

3.3. Mystery Shopping dan Pareto Chart…………………………………………..… 19

BAB IV ANALISIS PENGUKURAN DAN PRIORITAS PERBAIKAN

4.1. Kuisioner Awal……………………...…………………………………………... 24

4.2. Kuisioner…………………………………………………………..…………..… 24

4.3. Mystery Shopping…………………………………………………..…………… 25

4.4. Pareto Chart…………………………………...…….……………………...…... 26

4.5. Analisis Penyebab………………………………………….………………...….. 27

4.6. Langkah Perbaikan …………………………………………………………….... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan…………………………………………...…………………..……... 31

5.2. Saran…………………………………………………………………………..… 32

.

Page 4: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram alir studi lapangan……………………………………………. 5

Gambar 3.1. Grafik frekuensi responden nonton film di bioskop Cineplex

21……….……………………………………………………………… 15

Gambar 3.2. Grafik jumlah pengeluaran responden rata-rata untuk satu kali nonton

film…………………………………………………………………….. 16

Gambar 3.3. Pareto Chart untuk bioskop Cineplex 21 secara keseluruhan……...….. 23

Page 5: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jadwal pengiriman MS (Mystery Shopper)…………………………….... 3

Tabel 2.1. Perbedaan industri manufaktur dan industri jasa……………………….... 7

Tabel 3.1. Penyingkatan nama item pelayanan………………………...………….… 16

Tabel 3.2. Hasil kuisioner awal…………………………………………...………..... 17

Tabel 3.3. Data mentah hasil kuisioner……………………………………………… 18

Tabel 3.4. Perkalian jumlah pemilih dengan bobot.………………………………… 18

Tabel 3.5. Bobot untuk setiap item pelayanan dan ranking kepentingannya……...… 19

Tabel 3.6. Pengurutan prioritas konsumen bioskop Cineplex 21…….……………... 19

Tabel 3.7. Responden dan nomor skenario……………………………………..…… 21

Tabel 3.8. Hasil pengamatan Mystery Shopper…………………………………….... 22

Tabel 3.9. Tingkat keberhasilan bioskop Cineplex 21 dalam memuaskan

konsumennya untuk setiap item pelayanan……………………………… 23

Tabel 4.1. Pengurutan prioritas konsumen bioskop Cineplex 21………………..…... 25

Tabel 4.2. Urutan prioritas perbaikan untuk bioskop Cineplex 21 secara

menyeluruh……………………………………………………………… 26

Tabel 5.1. Penyebab masalah komunikasi dengan konsumen……………………..... 32

Page 6: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2003 Indonesia memasuki era perdagangan bebas Asia (AFTA), dimana persaingan antar para produsen di benua Asia akan menjadi lebih berat, karena setiap perusahaan mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih pangsa pasar di setiap negara di benua ini. Dalam menghadapi era persaingan bebas tersebut, setiap perusahaan baik manufaktur maupun jasa berusaha untuk melakukan segala cara untuk memuaskan konsumennya. Hal itu tentunya didukung oleh pengetahuan akan hal-hal yang diinginkan oleh konsumen (consumer’s voice).

Industri jasa sebagai salah satu bentuk industri yang menghadapi suatu tantangan tersendiri dimana konsumen tidak hanya menginginkan hasil atau produk yang baik, tanpa cacat atau kekurangan; melainkan juga pelayanan yang ramah, kemudahan mendapatkan pelayanan, jarak, waktu, dan sebagainya. Beberapa contoh industri jasa seperti industri rumah makan, industri hiburan dan sebagainya. Telah menjadi tugas bagi produsen untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam memilih produk.

Bagi pegusaha yang telah melebarkan sayapnya dengan membuka cabang dari usahanya, konsumen cenderung menuntut pelayanan yang sama untuk setiap cabang yang dibuka. Dalam industri hiburan khususnya bioskop yang menjadi obyek dalam penelitian ini pun berlaku hal seperti itu, sehingga pihak perusahaan harus melakukan standarisasi pelayanan hingga fasilitas-fasilitas fisiknya (seperti kondisi bangunan) untuk setiap cabang yang telah dibukanya. Saat ini faktor kepuasan konsumen telah disadari oleh sebagian besar perusahaan, dan mereka mulai melakukan penilaian terhadap apa yang telah mereka berikan kepada konsumen, mulai dari pelayanannya hingga fasilitas fisiknya. Dalam hal pelayanan, bila dirasa dibutuhkan, perusahaan mulai melakukan pelatihan terhadap karyawannya. Konsultan-konsultan pelatihan juga mulai bermunculan, sebagai pendukung bagi perusahaan yang membutuhkan training pelayanan konsumen.

Salah satu metode dalam mengukur performansi pelayanan suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa adalah dengan metode mystery shopping. Metode ini digunakan untuk merekam apa yang dialami oleh konsumen, dan kemudian hasilnya digunakan untuk mengukur tingkat pelayanan perusahaan tersebut. Dalam penelitian ini akan diambil contoh kasus di bioskop Cineplex 21. Satu hal yang unik dari metode mystery shopping adalah bentuk kuisioner yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya pasti, terukur, teramati, dan tidak melibatkan faktor emosi dan lainnya yang dapat menimbulkan subjektifitas. Itu sebabnya yang menjadi tujuan dari perhitungan ini adalah tingkat performansi perusahaan, bukan tingkat kepuasan konsumen.

Performansi perusahaan dinilai dari pihak perusahaan, sejauh mana mereka memberikan pelayanan yang terbaik terhadap konsumennya. Hal ini berbeda dengan tingkat kepuasan konsumen, yang dinilai dari sejauh mana kepuasan seorang konsumen terhadap pelayanan yang dialaminya. Dalam perhitungan tingkat kepuasan konsumen, sangat besar kemungkinan untuk melibatkan hal-hal yang bersifat subjektif, karena pada dasarnya

Page 7: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

2

tingkat kepuasan seseorang sangat relatif, dan berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Dalam penelitian ini masalah yang dapat diidentifikasi adalah adanya perbedaan pelayanan dan fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu cabang bioskop Cineplex 21 dengan cabang lainnya. Hal ini tentu saja tidak diinginkan, karena konsumen akan menginginkan pelayanan yang sama di setiap cabang yang dipilihnya, sehingga setiap konsumen tidak dapat mengatakan “ketika saya menonton film di bioskop Cineplex 21 cabang A lebih baik enjoy daripada di bioskop Cineplex 21 cabang B”. Hal seperti ini akan menyebabkan dua alternatif, yaitu konsumen akan menganggap pelayanan dan fasilitas fisik secara keseluruhan adalah buruk sehingga ia tidak lagi menonton film di bioskop Cineplex 21, atau konsumen tidak lagi menonton film di bioskop Cineplex 21 cabang B sehingga cabang B lama-kelamaan ditinggalkan konsumen sehingga bukan tidak mungkin lagi akan merugi.

Berdasarkan identifikasi masalah yang dijelaskan diatas, dapat dirumaskan masalah yang ada pada penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apa saja yang dianggap penting oleh konsumen dari bioskop Cineplex 21?

2. Bagaimana penguraian faktor-faktor yang disebut di atas pada perhitungan yang tangible?

3. Bagaimana penilaian kualitas pelayanan dan fasilitas fisik untuk setiap cabang dari bioskop Cineplex 21?

4. Faktor apa yang menjadi prioritas bagi bioskop Cineplex 21 dalam usaha memperbaiki kualitas pelayanan dan fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen?

5. Tindakan apa yang dapat diambil oleh pihak manajemen perusahaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas fisik terhadap konsumen ?

1.3. PEMBATASAN MASALAH DAN ASUMSI PENELITIAN

Pembatasan masalah dan asumsi penelitian yang dibuat adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran kuisioner dilakukan pada konsumen dan konsumen potensial dari bioskop Cineplex 21, dengan asumsi bahwa penyebaran data telah mencakup seluruh jenis konsumen yang datang ke bioskop Cineplex 21.

2. Populasi yang menjadi objek pengamatan adalah seluruh masyarakat yang pernah menjadi konsumen bioskop Cineplex 21. Karena jumlah populasi tersebut tidak dapat diketahui secara pasti, maka dilakukan pendekatan pengamatan sosial, yaitu populasi dianggap tak terbatas namun terhitung (invinite-countable). Oleh karena itu proses penentuan sampel tidak dapat dilakukan secara matematis, melainkan dengan melakukan pendekatan pengamatan sosial. Dalam pengamatan sosial, tidak ada aturan baku dalam menentukan jumlah sampel dari populasi yang tidak diketahui pasti

Page 8: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

3

jumlahnya, namun dalam banyak kasus 30 data adalah batas minimum agar analisis data statistik dapat dilakukan.

3. Jumlah kunjungan mystery shopper yang dilakukan terbatas, yaitu hanya 8 kali saja untuk setiap cabang (di Bandung, bioskop Cineplex 21 terdapat di Bandung Indah Plaza/BIP dan Bandung Super Mall/BSM), karena faktor waktu penelitian yang terbatas. Alasan dari pembatasan ini adalah karena adanya faktor biaya yang besar dalam penelitian ini. Dipilih dilakukan 8 kali kunjungan untuk setiap cabang adalah untuk menjangkau seluruh alternatif jenis konsumen yang datang, yaitu konsumen yang datang pada waktu masih jam kerja/jam sekolah (antara jam 12-16, karena bioskop mulai dibuka pada jam 12 siang) dan bukan jam kerja/jam sekolah . Semua itu dikombinasikan dengan kemungkinan kedatangan pada hari biasa dan akhir minggu/hari libur. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini.

Hari Waktu Kedatangan Bioskop Cineplex 21

BIP Bioskop Cineplex 21

BSM

Hari Biasa Jam kerja/sekolah 2 kali pengiriman MS 2 kali pengiriman MS

Bukan jam kerja/sekolah 2 kali pengiriman MS 2 kali pengiriman MS

Akhir Minggu/Libur Jam kerja/sekolah 2 kali pengiriman MS 2 kali pengiriman MS

Bukan jam kerja/sekolah 2 kali pengiriman MS 2 kali pengiriman MS

Tabel 1.1. Jadwal pengiriman MS (Mystery Shopper)

Adapun akibat dari pembatasan ini adalah berkurangnya keakuratan hasil dari penelitian, namun dalam tahap yang masih wajar.

4. Penelitian ini hanya terbatas pada bioskop Cineplex 21, sehingga bila hasil dari penelitian ini akan digunakan oleh perusahaan hiburan bioskop yang lain, tentunya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan keadaan yang ada. Alasannya adalah keadaan di setiap industri jasa selalu berbeda, bahkan untuk sesama jenis (sama-sama berupa bioskop) sekalipun. Penyesuaian yang harus dilakukan terutama adalah pada tahap pencarian dan pendefinisian faktor.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk:

1. Menemukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumen, dalam hal ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan dan fasilitas fisik lainnya yang diberikan kepada konsumen bioskop Cineplex 21.

2. Mencari faktor-faktor yang terukur (tangible) dari faktor-faktor yang berpengaruh

Page 9: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

4

3. Menilai kualitas pelayanan dan fasilitas fisik lainnya kepada konsumen pada bioskop Cineplex 21, dengan menggunakan mystery shopping sebagai alat pengukur.

4. Menerapkan metode-metode manajemen kualitas pada industri jasa, yaitu dengan menentukan prioritas perbaikan dengan bantuan Pareto Chart, dan mencari penyebab dasarnya dengan menggunakan Fish-bone Diagram.

5. Menyusun usulan langkah-langkah perbaikan yang dapat diambil oleh pihak manajemen bioskop Cineplex 21 dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas fisiknya terhadap konsumen.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat seperti berikut :

1. Membantu perusahaan untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas pelayanan dan fasilitas fisik yang diberikan kepada konsumennya.

2. Membantu perusahaan untuk melakukan evaluasi sendiri terhadap bioskopnya untuk meningkatkan tingkat pelayanan dan fasilitas fisik lainnya, dengan acuan yang dilakukan pada penelitian ini.

3. Memperkenalkan metode mystery shopping sebagai salah satu metode pengukuran tingkat kepuasan konsumen industri jasa.

4. Memberi masukkan kepada perusahaan tentang faktor-faktor yang harus diperbaiki.

1.6. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini merupakan langkah-langkah pembuatan tugas penelitian yang sistematis, terstruktur, dan logis. Metodologi penelitian dibuat untuk membantu pembaca agar mudah memahami langkah-langkah yang ditempuh dalam pembuatan tugas ini.

1.6.1. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Pada tahap ini masalah diidentifikasi dengan membaca beberapa laporan tugas akhir, text book, diktat pelatihan, wawancara, dan sumber-sumber lain yang relevan, dan kemudian hasilnya digunakan dalam perumusan masalah.

1.6.2. Penentuan Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang disusun sebelumnya, ditentukan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengukur kualitas pelayanan kepada konsumen serta fasilitas-fasilitas fisik lainnya, dan mengetahui faktor-faktor yang perlu diperbaiki oleh pihak manajemen bioskop Cineplex 21.

Page 10: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

5

1.6.3. Studi Literatur

Dalam tahap ini mulai mencari dan mempelajari metode-metode pengukuran kepuasan konsumen, melalui text book dan sumber-sumber lainnya. Tujuan dari studi literatur ini adalah untuk memberikan dasar yang cukup dalam melakukan pengukuran, terutama dengan metode mystery shopping yang akan digunakan sebagai alat/tools utama. Metode ini terutama dipelajari lewat diktat pelatihan.

1.6.4. Studi Lapangan

Tahap yang pertama dilakukan adalah dengan menyebarkan kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor pelayanan dan fasilitas fisik yang dianggap penting oleh konsumen, dan juga mengetahui pembobotan prioritas dari faktor-faktor tersebut. Tahap ini disebut juga dengan tahap pencarian faktor. Dalam tahap ini, yang menjadi responden dari kuisioner adalah masyarakat yang menjadi konsumen dari bioskop Cineplex 21. Selanjutnya dilakukan penyebaran ulang kuisioner tersebut dengan menambahkan faktor-faktor pelayanan dan fasilitas fisik yang disarankan oleh responden pada kuisioner sebelumnya.

Selanjutnya dicari perlakuan-perlakuan yang termasuk dalam setiap faktor tersebut, lalu dengan perlakuan-perlakuan tersebut dapat dirancang pertanyaan-pertanyaan bagi mystery shopper, skenario yang harus dijalankan, serta pelatihan mystery shopper agar terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Gambar 1.1. Diagram alir studi lapangan.

Mulai

Pencarian Parameter

Definisikan Pertanyaan

Pemilihan dan PelatihanMystery Shopper

Eksekusi Mystery Shopping

Selesai

Page 11: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

6

Tahap terakhir dalam studi lapangan adalah eksekusi dari mystery shopping. Pada tahap ini mystery shopper diturunkan ke lapangan, dengan merekam hal-hal yang telah dialaminya sebagai konsumen.

1.6.5. Analisis Pengukuran dan Fokus Perbaikan

Tahap ini adalah tahap pengolahan hasil pengukuran, dan mencari fokus perbaikan pelayanan dan fasilitas fisik yang harus dilakukan oleh pihak manajemen. Penentuan fokus ditentukan dengan metode-metode yang lazim digunakan dalam manajemen kualitas, seperti Pareto Chart dan diagram tulang ikan (fish-bone diagram).

1.6.6. Kesimpulan dan Saran

Tahap ini adalah bagian terakhir dari penelitian yang dilakukan, dimana tahap ini merangkum semua yang telah dilakukan, dan disesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini. Sedangkan pada bagian saran diberikan usulan hal-hal yang berguna bagi pihak manajemen bioskop Cineplex 21, dan juga bagi para pembaca, serta usulan untuk penelitian selanjutnya.

Page 12: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

7

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. KUALITAS

Pengertian kualitas sangat sulit dideskripsikan dalam beberapa kata, karena di dalamnya terkait banyak aspek dan fenomena bisnis, produksi, dan ilmu sosial. Kualitas berbasis konsumen sebagai target bagi usaha produsen telah menjadi sesuatu yang diterima oleh semua pihak. Untuk mencapai kualitas operasi yang baik, pihak manajemen harus mengintegrasikan manajemen pemasaran, kecocokan dengan standar yang diperlukan. Hal ini menimbulkan suatu pemikiran baru yang baru disadari oleh banyak pihak saat ini, yaitu pada intinya kualitas adalah pencapaian tingkat kepuasan konsumen.

2.2. JASA

Industri dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok umum, yaitu manufaktur dan non-manufaktur. Contoh dari industri non-manufaktur adalah industri jasa, agrikultur, dan pertambangan. Beberapa fungsi yang termasuk dalam industri jasa adalah pendidikan, perbankan, jasa pemerintahan (pertahanan, jasa otonomi daerah, kesejahteraan, dan lainnya), kesehatan, asuransi, pemasaran, jasa pribadi (seperti hotel dan motel), rumah makan, hiburan (bioskop, taman hiburan), biro perjalanan wisata, fasilitas umum (listrik, gas, dan jasa telepon) dan transportasi (kereta api, pesawat, dan bis).

Walaupun agak berbeda dengan industri manufaktur, industri jasa juga dapat menghasilkan produk yang terasa secara fisik/tangible. Hal ini menyebabkan industri jasa juga dapat diukur performansinya dan dapat dilihat kualitasnya. Perbedaan dari industri manufaktur dengan industri jasa dapat dilihat dalam hal-hal berikut ini :

Industri Manufaktur Industri Jasa

Produk terasa secara fisik/tangible. Jasa terdiri dari komponen tangible dan intangible.

Dimungkinkan adanya backorder dan inventory. Jasa tidak dapat disimpan. Bila tidak digunakan,

jasa tersebut hilang.

Produsen atau perusahaan adalah satu- satunya Produsen dan konsumen sama-sama terlibat

pihak yang terlibat dalam pembuatan produk. dalam penyampaian jasa.

Produk dapat dijual kembali. Jasa tidak dapat dijual kembali.

Konsumen biasanya membuat Spesifikasi baku tidak perlu disediakan oleh konsumen.

standar spesifikasi produk. Kenyataannya, dalam monopoli fasilitas umum seperti listrik,

gas, dan telepon, spesifikasinya ditentukan oleh undang-undang.

Tingkat kepuasan konsumen dari suatu Kepuasan konsumen sulit diukur karena adanya faktor perilaku

produk dapat diukur dengan mudah konsumen, sehubungan dengan penyaluran jasa tersebut.

Tabel 2.1. Perbedaan industri manufaktur dan industri jasa. Sumber: Mitra 1993, hal. 563

Page 13: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

8

2.3. PENYUSUNAN KUISIONER

Dalam penyusunan kuisioner, salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah pemilihan sampel. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Pengambilan sampel dilakukan terutama disebabkan oleh karena jumlah populasi yang harus diukur terlalu besar, sehingga tidak dapat dilakukan pendataan untuk setiap individu dalam populasi.

2.3.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi dapat dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu :

Berdasarkan jumlahnya, maka populasi dibagi menjadi dua, yaitu :

§ Populasi terbatas. Merupakan sumber data yang jelas batasnya secara kuantitatif, sehingga relatif dapat dihitung jumlahnya.

§ Populasi tak terbatas. Merupakan sumber data yang tidak dapat ditentukan batasnya sehingga relatif tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah. Jenis populasi ini dibagi dua, yaitu populasi tak terbatas namun terhitung (infinite-countable) dan populasi tak terbatas dan tak terhitung (infinite-uncountable). Populasi tak terbatas namun terhitung adalah populasi yang anggotanya dapat dihitung namun jumlahnya sangat banyak dan tidak dapat diketahui jumlah pastinya. Contohnya adalah jumlah penduduk yang pernah makan fast food, jumlah penduduk yang pernah menonton film di bioskop Cineplex 21, jumlah penduduk yang pernah mendiami kota Bandung, jumlah hewan pengerat di kota Bandung. Untuk perhitungan yang melibatkan populasi jenis ini, banyak dilakukan pendekatan perhitungan statistik sosial. Sedangkan populasi tak terbatas dan tak terhitung biasanya berupa benda yang tak terhitung, seperti jumlah air di sungai Cikapundung dan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Untuk menentukan jumlah populasinya biasanya dilakukan perhitungan pendekatan, sehingga populasi yang sesungguhnya tetap tidak dapat diketahui secara pasti.

Berdasarkan sifat populasi, maka populasi dibagi menjadi dua, yaitu :

§ Populasi Homogen. Merupakan sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif.

§ Populasi Heterogen. Merupakan sumber data yang unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Biasanya terdapat pada penelitian di bidang sosial dan objeknya manusia atau gejala dalam kehidupan manusia.

Berdasarkan pembedaan lain, maka populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

§ Populasi target. Merupakan populasi yang telah ditentukan sesuai dengan masalah penelitian.

§ Populasi survey. Merupakan populasi yang terliput dalam penelitian yang dilakukan.

Page 14: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

9

2.3.2. Sampel

Sampai saat ini, terdapat beberapa pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan sampel. Pendapat-pendapat tersebut antara lain: 1) Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Artinya sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. 2) Sampel adalah sebagian individu yang diselidiki. 3) Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki. Dalam menentukan sampel yang akan digunakan, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu:

Sampling probabilitas, menghasilkan sampel probabilitas yang merupakan sampel dari populasi, yang anggotanya diberi peluang yang dapat dihitung untuk dipilih menjadi anggota sampel.

§ Simple Random Sampling (Penentuan Sampel Acak Sederhana). Merupakan teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Cara-cara pengambilan simple random sampling adalah dengan cara mengundi individu anggota populasi dan dengan menggunakan tabel bilangan random (lebih cocok untuk populasi yang jumlahnya besar).

§ Proportionate Stratified Random Sampling (Penentuan Sampel Acak Terstratifikasi Proporsional). Metode penentuan sampel ini digunakan pada keadaan dimana karakteristik anggota populasi tidak homogen karena adanya perbedaan strata. Metode ini juga memerlukan adanya kriteria yang jelas untuk membuat stratifikasi populasi dan juga jumlah individu pada setiap strata.

§ Disproportionate Stratified Random Sampling (Penentuan Sampel Acak Terstratifikasi Tidak Proporsional). Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional, artinya ada lapisan populasi yang jumlah anggotanya relatif sangat kecil, sehingga semua anggota populasi tersebut diambil menjadi anggota sampel.

§ Cluster Sampling (Penentuan Sampel Daerah). Digunakan bila objek yang diteliti sangat luas, misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Teknik ini juga digunakan apabila tidak dimiliki data yang lengkap mengenai populasi sehingga anggota populasi dikelompokkan menurut gugus dan pengambilannya random.

Sampling Non Probabilitas. Dalam teknik ini, anggota populasi tidak diberi peluang yang dapat dihitung untuk dipilih menjadi anggota sampel. Anggota sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan harus representatif. Untuk itu, ciri populasi harus dikenal dengan baik.

§ Sampling Sistematis. Dalam teknik ini, hanya individu pertama yang dipilih secara acak, individu lainnya dipilih secara sistematis melalui pola tertentu. Cara ini digunakan untuk populasi yang besar agar pengambilan sampel bisa bersifat acak.

§ Sampling Kuota. Merupakan teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Sampling kuota

Page 15: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

10

didefinisikan sebagai sampling yang dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah responden yang diinginkan, dengan cara memilih responden yang paling dekat dengan peneliti, dan mereka yang memiliki karakteristik khusus yang diinginkan peneliti. Jadi di sini diutamakan pencapaian jumlah total sampel yang telah ditentukan, anggota sampel yang diambil terserah pencari data. Keuntungan dari sampling kuota adalah rendahnya biaya yang dikeluarkan, dapat menghasilkan data kasar secara cepat dan dapat memastikan representasi dari tipe responden tertentu yang diinginkan. Sedangkan kerugian dari penerapan sampling kuota adalah data yang tidak random sehingga tidak dapat diolah seperti data yang didapat dari sampling probabilitas.

§ Sampling Aksidental. Merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data.

§ Purpose Sampling. Merupakan pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian.

§ Sampling Jenuh/Sensus. Merupakan teknik sampling dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Biasanya dilakukan untuk populasi yang relatif kecil (<30).

§ Snowball Sampling. Digunakan untuk penelitian eksploratif karena kurangnya pengetahuan peneliti tentang karakteristik populasi. Merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil (beberapa orang), kemudian sampel ini disuruh memilih orang-orang lainnya untuk dijadikan sampel, begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.

2.3.3. Ukuran Sampel untuk Populasi Terbatas

Ada berbagai rumus atau cara yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian yang melibatkan populasi terbatas, diantaranya adalah :

§ Tabel Krejcie. Krejcie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas tingkat kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu memiliki kepercayaan 95% terhadap populasi.

§ Monogram Harry King. Harry King dalam menghitung sampel tidak hanya didasarkan atas kesalahan 5% saja, melainkan bervariasi sampai 15%. Tetapi jumlah populasi paling tinggi yang dapat dihitung sampelnya adalah 200.

2.4. PENGUKURAN

Proses pengukuran pada umumnya adalah proses pemberian sejumlah angka atau atribut terhadap suatu variabel. Dalam proses pengukuran tersebut, ada dua jenis pengukuran yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan atribut kualitatif dan atribut kuantitatif. Atribut kualitatif biasanya terdiri dari nama atau penjelasan dan jarang berupa angka, serta tidak bisa diolah secara matematis, contohnya warna kulit, aliran kepercayaan, alamat, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, atribut kualitatif dapat diberikan dalam bentuk angka, seperti nomer rumah, nomer telepon, dan nomer kamar hotel. Pada kasus-kasus tersebut, angka yang ada tidak dapat diolah secara matematis karena hanya menginformasikan suatu simbol atau membedakan hal yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan atribut

Page 16: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

11

kuantitatif adalah atribut yang dapat diukur dalam angka dan dapat diolah secara matematis, contohnya berat badan, panjang jalan, kedalaman laut, dan sebagainya. Atribut ini dinyatakan dalam bentuk angka.

2.5. TINGKATAN PENGUKURAN

2.5.1. Skala Nominal

Skala ini sebenarnya adalah sebuah sistem klasifikasi. Pada dasarnya diperlukan variabel terukur secara nominal, dan beberapa kategori (minimal dua), lalu dapat dibedakan atribut mana yang termasuk ke kategori yang pertama, dan atribut mana yang termasuk ke kategori yang berikutnya.

2.5.2. Skala Ordinal

Pada atribut kuantitatif, terdapat tiga tingkatan pengukuran, yaitu skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. Skala ordinal hanya digunakan untuk menentukan urutan/ rangking. Namun dalam skala ordinal tidak dapat dikatakan bahwa urutan pertama dalam rangking 2x lebih baik daripada urutan kedua, atau urutan kedua 2x lebih baik daripada urutan ketiga, dan seterusnya. Selain itu, skala ini juga tidak menjamin perbedaan nilai antara urutan pertama dengan kedua, sama besarnya dibandingkan perbedaan nilai antara urutan kedua dengan urutan ketiga.

2.5.3. Skala Interval

Skala interval juga digunakan dalam menentukan urutan/rangking seperti halnya skala ordinal.

2.5.4. Skala Rasio

Skala rasio adalah skala yang paling tinggi tingkatannya. Dalam skala ini hasil pengamatan yang dilakukan memungkinkan untuk diproses dengan perkalian maupun pembagian. Pada pelaksanaannya, skala ini memerlukan nilai nol mutlak, yang menyatakan ketidakadaan.

2.6. PENGUKURAN PADA KUISIONER DENGAN MENGGUNAKAN SKALA ORDINAL

Dalam kuisioner, responden memberikan jawaban sesuai dengan yang tertera pada kuisioner tersebut. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan hasil yang bisa diraih, harus digunakan skala pengukuran yang tepat. Pada skala ordinal, skala pengukuran yang ada antara lain :

§ Skala rangking, diberikan pada kuisioner bila peneliti ingin mengetahui prioritas responden terhadap beberapa hal. Artinya, peneliti memberikan beberapa variabel yang akan diukur, dan responden diminta untuk mengurutkan variabel-variabel tersebut sesuai dengan urutan prioritas yang cocok dengan dirinya.

Page 17: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

12

§ Skala Likert, diperkenalkan pada tahun 1932 dengan tujuan utama untuk meningkatkan variasi nilai yang didapat dari setiap responden. Hal ini dimungkinkan karena dalam skala Likert seseorang dapat memberikan pendapat yang sama namun intensitasnya berbeda untuk setiap pernyataan yang diberikan. Skala ini terbagi atas 5 atau 7 nilai, atau mungkin lebih. Biasanya yang lazim digunakan adalah 5 nilai, yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

§ Skala Guttman, disusun oleh Louis Guttman pada tahun 1944. Keunikan skala ini adalah hanya ada dua jawaban yang mungkin dari setiap pertanyaan. Dua jawaban ini dapat disandikan menjadi Ya dan Tidak, 1 dan 0, + dan -, atau lainnya. Perlu dicatat bahwa setiap item pernyataan yang ditanyakan harus melalui proses validasi muka (face validity). Proses validasi muka sendiri adalah suatu proses menentukan bahwa suatu pertanyaan benar-benar mengukur suatu tindakan yang diperkirakan oleh seorang peneliti, dan apakah ada cukup sampel yang dapat dicari.

Sebenarnya masih banyak skala pengukuran lainnya, seperti skala Faktor dan skala Interval-Rasio, namun karena kedua skala pengukuran tersebut tidak digunakan pada penelitian ini dan relatif jarang digunakan bila dibandingkan ketiga skala pengukuran diatas, maka skala pengukuran tersebut tidak dibahas.

2.7. MYSTERY SHOPPING

Mystery Shopping adalah suatu alat untuk mengukur kualitas pelayanan yang disampaikan kepada konsumen oleh cabang/outlet berdasarkan pengalaman yang dialami konsumen. Mystery Shopping diterapkan pada industri-industri jasa, seperti bank, restoran, supermarket, bioskop dan sebagainya. Keuntungan dari penggunaan Mystery Shopping dalam mengukur kualitas pelayanan adalah: 1) Dapat memberikan detail tentang hal nyata yang dialami konsumen. 2) Dapat memonitor performansi secara berkala dan konsisten. 3) Dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari setiap outlet atau cabang, maupun secara regional. 4) Dapat memberikan data yang objektif dan berorientasi konsumen (customer oriented). 5) Lebih berorientasi pada keadaan nyata terjadi di lapangan.

Mystery Shopping mempunyai suatu kelebihan dibandingkan tools lain yang juga membahas tentang kepuasan konsumen. Pada umumnya, berbagai metode yang mengukur tingkat pelayanan konsumen menggunakan kuisioner dalam melakukan pengukuran performansi, dan yang menjadi responden adalah konsumen yang datang. Konsumen yang datang memang akan menjadi sumber yang objektif, namun kelemahannya adalah mereka tidak disiapkan untuk menjadi orang yang melakukan penilaian, sehingga akan banyak yang lolos dari pengamatan mereka. Berbeda dengan hal itu, para mystery shopper merupakan para konsumen yang telah dilatih, mereka dibiayai untuk mengamati, dan sebelumnya mereka telah mendapat pelatihan.

Langkah-langkah dalam proses pelaksanaan Mystery Shopping adalah:

1. Merancang program. Dalam tahap ini didefinisikan program yang akan dilakukan. Harus ditentukan apakah akan diberitahukan rencana penilaian terhadap cabang yang akan diamati, atau tidak. Selain itu, juga ditentukan jangka waktu antar pengamatan. Jangka waktu antar pengamatan disesuaikan dengan keadaan perusahaan. Bagi perusahaan yang baru didirikan/sedang mengalami masalah, sebaiknya program ini dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Yang terakhir, harus didefinisikan lokasi

Page 18: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

13

pengamatan, apakah akan mengamati seluruh cabang, atau hanya beberapa cabang saja yang disoroti.

2. Menentukan atribut yang akan dievaluasi dan komponen pelayanan. Dalam tahap ini dipilih apakah pengukuran performansi dilakukan secara menyeluruh atau secara spesifik. Lalu juga ditentukan penyampaian jasa apa saja yang dilakukan terhadap konsumen, dan juga detail dari penyampaian jasa tersebut.

3. Menyusun kuisioner, penilaian, dan bobot. Dalam tahap ini disusun sebuah kuisioner yang mendapat input dari studi kepuasan konsumen. Untuk skor penilaian dan bobot dapat ditentukan sendiri oleh peneliti, namun akan lebih baik bila dilakukan penentuan bobot lewat kuisioner awal, sehingga dapat diketahui pembobotan kepentingan langsung dari konsumen.

4. Membuat skenario dan mengatur jumlah kedatangan. Perlu diingat bahwa mystery shopper hanya melakukan transaksi berdasarkan skenario. Dalam skenario tersebut, harus diperhitungkan semua kemungkinan transaksi yang dapat dilakukan. Dalam tahap ini juga perlu ditentukan pola kunjungan (seberapa sering kunjungan dilakukan). Hal ini ditentukan berdasarkan kemungkinan perbedaan keadaan pada waktu kunjungan.

5. Pengadaan dan pelatihan mystery shopper, yaitu suatu tahap membentuk tim responden yang disebut mystery shopper. Mereka harus diberikan pelatihan mengenai skenario yang telah disusun untuk mereka, sehingga mereka dapat memahami apa yang harus mereka lakukan selama menjadi tim mystery shopper. Perlu diingat bahwa tim tersebut harus mengerti apa yang akan mereka lakukan, dan mengingatnya di luar kepala. Bila diperlukan dapat dilakukan percobaan dengan pengawasan dari peneliti.

6. Di lapangan, dalam tahap ini dilakukan pengontrolan terhadap mystery shopper, untuk memastikan apa yang mereka lakukan sesuai dengan skenario yang telah disusun.

7. Analisis, dalam tahap terakhir ini dihitung performansi cabang, dan performansi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, juga dianalisis atribut/parameter yang perlu diperbaiki.

Dalam kuisioner mystery shopping, pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang hanya mempunyai dua pilihan, yaitu ya dan tidak. Hal tersebut harus ditunjang oleh pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tangible/ terukur/teramati, karena jawaban dari pertanyaan tersebut tidak boleh mengandung subjektifitas. Artinya pertanyaan itu akan menimbulkan jawaban yang sama dalam suatu keadaan walaupun orang yang mengisinya berbeda.

Jawaban dari pertanyaan tersebut dikonversikan kedalam bentuk bilangan, yaitu 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak. Bilangan tersebut selanjutnya disebut sebagai nilai konversi. Penilaian performansi cabang dilakukan secara kualitatif. Artinya penilaian diberikan dengan kriteria :

stdxDstdxCstdxstdxBstdx

stdxA

5,05,05,05,15,0

5,1

−<

+<≤−

+<≤+

+≥

Page 19: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

14

dimana x adalah nilai rata-rata nilai konversi yang didapat, dan std adalah nilai standar deviasi dari nilai konversi tersebut. Nilai performansi total dari perusahaan didapat dengan cara menjumlahkan seluruh hasil kali nilai konversi dengan bobot untuk setiap pertanyaan yang diajukan kepada mystery shopper. Nilai yang didapat selanjutnya dibandingkan dengan standar, yaitu 50. Bila nilai yang didapat sama dengan atau melebihi 50, maka perusahaan dinilai baik performansinya. Bila tidak, perusahaan dikategorikan memiliki performansi yang buruk, dan perlu diambil langkah-langkah perbaikan segera.

2.8. PARETO CHART

Pareto Chart adalah salah satu tools yang penting dalam proses peningkatan kualitas. Nama Pareto diambil dari nama seorang ekonom Italia bernama Alfredo Pareto, dan untuk pertama kali digunakan di bidang pengendalian kualitas oleh Joseph Juran. Pada awalnya, Pareto Chart digunakan untuk menyatakan bahwa distribusi kekayaan terfokus pada beberapa individu saja, akan tetapi sebagai pengembangannya Juran menyadari bahwa konsep ini juga berlaku untuk proses pengendalian kualitas.

Pareto Chart digunakan untuk membantu menemukan faktor-faktor kritis yang membutuhkan perbaikan (prioritas perbaikan), mendeteksi apakah masalah telah diselesaikan sesudah dilakukan perbaikan, dan juga untuk menentukan langkah berikutnya dalam memecahkan masalah yang ada.

Langkah-langkah penyusunannya adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data ke dalam klasifikasi tertentu. 2) Tentukan acuan perbandingan, misalnya data timbulnya masalah dibandingkan dengan akibatnya terhadap nilai jual, atau frekuensi terjadinya. 3) Urutkan kategori yang telah dibuat dari yang terpenting sampai yang paling tidak penting. 4) Hitung jumlah kumulatif dari kategori yang dipilih, sesuai dengan urutannya yang telah dibuat pada langkah ketiga. 5) Gambarkan sebuah diagram batang untuk memperlihatkan tingkat kepentingan relatif dari setiap area masalah dalam urutan menurun. Sedangkan nilai kumulatifnya digambarkan dengan grafik garis.

2.9. FISHBONE DIAGRAM

Fishbone diagram (atau juga sering disebut sebagai diagram sebab akibat, atau diagram Ishikawa) dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa, Ph.D. pada tahun 1943. Diberi nama Fishbone diagram karena bentuknya yang mirip dengan tulang ikan. Pada dasarnya, diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menyusun daftar masalah yang terjadi pada suatu proses. Dengan membuat daftar dari masalah yang ada, dapat diketahui penyebab dari masalah-masalah tersebut, bahkan dapat juga mencari sumber penyebab/ penyebab dasar dari penyebab masalah yang ada. Keuntungan dari penggunaan diagram ini adalah bahwa penyusunannya dapat menjelaskan hubungan yang terjadi dalam proses, dan juga menambah pemahaman tentang proses itu sendiri.

Page 20: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

15

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1. KUISIONER AWAL

Dalam mengetahui faktor-faktor yang dianggap penting oleh konsumen perlu dilakukan suatu survey untuk mengetahui urutan prioritas dari faktor tersebut, dan juga memberikan kesempatan kepada responden untuk memberikan masukan faktor-faktor penting yang mungkin akan berguna bagi penelitian ini. Kuisioner awal yang diedarkan kepada konsumen terdiri dari 10 faktor pelayanan dasar. Selain itu, diberikan juga kolom kosong yang dapat diisi oleh responden bila mereka merasa ada faktor-faktor diluar faktor yang ada pada kuisioner awal yang dirasakan penting. Dengan adanya kolom kosong ini, kuisioner awal menjadi kuisioner yang bersifat terbuka. Kuisioner awal disebarkan kepada 50 responden, dimana responden yang diberi kuisioner adalah konsumen bioskop cineplex 21 BIP (Bandung Indah Plaza) dan konsumen potensial bioskop cineplex 21 BIP. Dalam hal ini yang dimaksud dengan konsumen bioskop cineplex 21 BIP adalah orang-orang yang diberi kuisioner pada saat mereka akan menonton film di bioskop cineplex 21 BIP, sedangkan konsumen potensial adalah orang-orang yang diberikan kuisioner awal pada saat mereka tidak berada di bioskop cineplex 21 BIP, namun pernah nonton film di bioskop cineplex 21 BIP.

Selain dari kuisioner awal berupa item-item pelayanan yang akan diamati, kuisioner awal juga dilengkapi dengan lembar data konsumen. Lembar data konsumen berguna untuk mengetahui seberapa sering responden nonton film di bioskop cineplex 21 BIP. Hal ini akan menunjukkan pengalaman responden terhadap suasana dan pelayanan yang ada di bioskop cineplex 21 BIP dan pengetahuannya tentang item-item pelayanan lainnya yang perlu ditambahkan. Hasilnya dapat lihat pada gambar berikut ini.

Frekuensi Responden Nonton di Bioskop Cineplex 21 BIP

1017 21

20

10

2030

Lebih dariseminggu sekali

Seminggu ataudua minggu sekali

Dua minggusampai sebulan

sekali

Kurang darisebulan sekali

Frekuensi

Jumlah

resp

onde

n

Gambar 3.1. Grafik frekuensi responden nonton film di bioskop Cineplex 21

Selain dari frekuensi responden nonton film di bioskop Cineplex 21 BIP, lembar data responden juga digunakan untuk mengetahui anggaran rata-rata yang dikeluarkan oleh responden untuk nonton film satu kali (untuk satu orang). Hal ini akan menunjukkan

Page 21: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

16

kecenderungan responden hanya sekedar nonton film saja atau nonton film sambil membawa camilan, dan sebagainya. Hal ini diperlukan agar masukan yang mereka berikan sesuai dengan keadaan objek penelitian yaitu bioskop Cineplex 21 yang dimasukkan pada kategori kelas menengah. Perlu menjadi catatan, dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas secara kuantitatif. Proses validasi dilakukan dengan metode validasi muka, yaitu melalui wawancara dengan pihak lain yang ahli dan juga orang-orang yang berkecimpung di bidang yang diteliti. Proses uji reliabilitas juga dilakukan dengan proses uji reliabilitas kualitatif.

Jumlah Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran Responden untuk Satu Kali Nonton Film

9

29

102

0

10

20

30

40

Kurang dari Rp.15000,00

Rp. 15000,00 - Rp.20000,00

Rp. 20000,00 -Rp. 30000,00

Lebih dari Rp.30000,00

Anggaran

Jumlah

Resp

onde

n

Gambar 3.2. Grafik jumlah pengeluaran responden rata-rata untuk satu kali nonton film

Dalam perhitungan dan tabel-tabel berikutnya, untuk mempersingkat nama dan mempermudah pembahasan, nama item-item pelayanan akan disingkat/disederhanakan. Hal ini tidak merubah esensi dari item itu sendiri, karena penyingkatan ini ditujukan hanya untuk mempermudah pembahasan saja. Penyingkatan istilah ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Item Pelayanan Sebenarnya Disingkat menjadi

Fasilitas fisik (ruang nonton, furnitur, adanya tempat parkir, Fasilitas desain interior, penampilan jadwal film yang akan diputar) fisik Ketepatan (tidak terjadi penundaan waktu dalam pemutaran film) Ketepatan Ketanggapan terhadap keinginan konsumen dalam memesan karcis Ketanggapan Kejelasan menampilkan film-film yang sedang akan diputar Kejelasan Kesopanan pelayanan (keramahan) Kesopanan Kredibilitas pelayanan & garansi (penggantian tiket apabila pertunjukan Garansi dibatalkan) Kebersihan (ruang nonton, lobby tunggu, toilet) Kebersihan Kemudahan (mendapatkan tiket) Kemudahan Komunikasi dengan konsumen Komunikasi Berusaha untuk mengerti konsumen (membantu memberikan masukan Pengertian kepada konsumen yang bingung dalam memilih film/tempat duduk) Kecepatan diputarnya film dengan waktu antri Kecepatan

Tabel 3.1. Penyingkatan nama item pelayanan

Page 22: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

17

Hasil dari kuisioner awal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Item Pelayanan Banyaknya Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Fasilitas fisik 20 2 4 6 4 1 2 8 2 1 0 Ketepatan 7 4 6 7 6 11 0 5 3 0 1 Ketanggapan 5 10 8 9 4 3 5 1 1 2 2 Kejelasan 9 2 4 5 6 5 4 1 8 6 0 Kesopanan 2 12 11 4 6 8 4 2 1 0 0 Garansi 1 4 1 6 6 8 9 5 3 7 0 Kebersihan 8 9 8 7 7 2 4 1 3 0 1 Kemudahan 16 0 2 0 3 5 4 2 6 7 5 Komunikasi 0 2 2 2 6 5 8 6 12 7 0 Pengertian 3 1 4 2 2 2 9 10 11 5 1 Kecepatan 4 1 0 2 0 0 1 1 0 0 1

Tabel 3.2. Hasil kuisioner awal

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden memberikan suatu masukan faktor baru, yaitu faktor kecepatan diputarnya film (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket dengan waktu dimulainya pemutaran film, tidak terlalu lama). Skala prioritas ini tidak diolah, karena kuisioner awal difokuskan untuk memberikan kesempatan bagi para responden untuk memberikan masukan faktor baru, yang akan meningkatkan validitas dari kuisioner. Masuknya faktor baru disebutkan akan meningkatkan validitas kuisioner, karena dengan adanya faktor baru tersebut berarti semakin banyak faktor yang tercakup dalam penelitian sehingga penelitian akan menjadi semakin teliti.

3.2. KUISIONER

Setelah melalui tahap kuisioner awal, kuisioner yang sebenarnya dapat disusun. Pada dasarnya kuisioner ini adalah kuisioner awal yang telah ditambahkan dengan faktor-faktor baru yang diberikan oleh responden pada tahap kuisioner awal, dan dalam penelitian ini hanya terdapat satu faktor tambahan, yaitu kecepatan diputarnya film (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket dengan waktu dimulainya pemutaran film, tidak terlalu lama).

Pada kuisioner ini tidak disediakan kolom kosong, sehingga responden hanya dapat menentukan prioritas dari atribut-atribut yang ada pada kuisioner saja. Oleh karena itu, kuisioner ini bersifat tertutup. Sesuai dengan asumsi penelitian bahwa populasi yang diteliti adalah populasi yang tak terbatas namun terhitung (infinite-countable) maka perhitungan jumlah sampel yang representatif tidak dapat dihitung secara statistik. Untuk itu dilakukan pendekatan penelitian sosial, dimana sampel yang berjumlah lebih dari 30 responden sudah dianggap cukup representatif, namun dalam penelitian ini responden yang disurvey berjumlah 50 orang. Hasil dari kuisioner tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 23: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

18

Tabel 3.3. Data mentah hasil kuisioner

Dari data mentah hasil kuisioner diatas, proses selanjutnya adalah memberikan bobot pada masing urutan prioritas, yaitu dengan memberikan bobot 11 kepada prioritas pertama, dan 1 untuk prioritas terakhir (11), lalu bobot tersebut dikalikan dengan banyaknya pemilih pada prioritas dan item pelayanan tertentu. Contohnya pada item fasilitas fisik, ada 15 responden yang memberikan prioritas pertama. Bobot untuk prioritas pertama adalah 11, maka hasil perkalian nilai dan bobotnya adalah 165. Berikut adalah tabel lengkapnya :

Tabel 3.4.Perkalian jumlah pemilih dengan bobot

Proses selanjutnya adalah menentukan bobot untuk setiap item pelayanan. Bobot ini didapat dengan cara membagi jumlah hasil kali untuk setiap item pelayanan dengan skor total yang didapat dari penjumlahan jumlah hasil kali untuk semua item pelayanan lalu dikalikan 100%. Sebagai contoh perhitungan, bobot untuk item pelayanan fasilitas fisik sebesar 11.57% didapat dari :

( ) 11.57%x100%3594416 100% x

)397...333340416(3...18100198

==++++

++++

Item Pelayanan Jumlah pemilih x Bobot Jumlah

11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Fasilitas fisik 198 100 18 36 21 12 15 0 9 4 3 416 Ketepatan 66 60 36 8 56 54 15 32 9 4 0 340 Ketanggapan 44 10 45 72 63 48 30 4 15 0 2 333 Kejelasan 132 60 27 16 14 36 25 0 24 10 1 345 Kesopanan 55 60 18 32 21 6 10 16 6 10 16 250 Garansi 11 30 36 24 28 36 25 36 21 12 2 261 Kebersihan 132 110 27 16 14 30 25 12 6 4 3 379 Kemudahan 220 50 45 40 0 12 25 0 0 8 4 404 Komunikasi 22 10 18 24 21 12 15 32 33 20 5 212 Pengertian 22 30 45 40 35 24 15 8 9 22 7 257 Kecepatan 143 60 72 16 42 24 30 4 3 0 3 397

3594

Item Pelayanan1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Fasilitas fisik 18 10 2 4 3 2 3 0 3 2 3Ketepatan 6 6 4 1 8 9 3 8 3 2 0Ketanggapan 4 1 5 9 9 8 6 1 5 0 2Kejelasan 12 6 3 2 2 6 5 0 8 5 1Kesopanan 5 6 2 4 3 1 2 4 2 5 16Garansi 1 3 4 3 4 6 5 9 7 6 2Kebersihan 12 11 3 2 2 5 5 3 2 2 3Kemudahan 20 5 5 5 0 2 5 0 0 4 4Komunikasi 2 1 2 3 3 2 3 8 11 10 5Pengertian 2 3 5 5 5 4 3 2 3 11 7Kecepatan 13 6 8 2 6 4 6 1 1 0 3

Banyaknya Pemilih

Page 24: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

19

Setelah bobot didapat, dapat menentukan prioritas para konsumen yang diurutkan berdasarkan besarnya bobot untuk setiap item pelayanan. Selengkapnya bisa dilihat dari tabel berikut ini :

Item Pelayanan Bobot Rangking

(%) Kepentingan

Fasilitas fisik 11.57 1 Ketepatan 9.4 6 Ketanggapan 9.26 7 Kejelasan 9.6 5 Kesopanan 6.95 10 Garansi 7.26 8 Kebersihan 10.54 4 Kemudahan 11.24 2 Komunikasi 5.89 11 Pengertian 7.15 9 Kecepatan 11.05 3

Tabel 3.5. Bobot untuk setiap item

pelayanan dan rangking kepentingannya

Dari tabel diatas kita dapat melihat bahwa urutan prioritas konsumen bioskop cineplex 21 adalah terurut sebagai berikut:

Item Pelayanan Rangking Bobot

Kepentingan (%)

Fasilitas fisik 1 11.57 Kemudahan 2 11.24 Kecepatan 3 11.05 Kebersihan 4 10.54 Kejelasan 5 9.6 Ketepatan 6 9.4 Ketanggapan 7 9.26 Garansi 8 7.26 Pengertian 9 7.15 Kesopanan 10 6.95 Komunikasi 11 5.89

Tabel 3.6. Pengurutan prioritas konsumen

bioskop Cineplex 21

3.3. MYSTERY SHOPPING DAN PARETO CHART

Tahap berikutnya dalam proses pengukuran performansi pelayanan jasa ini adalah mystery shopping, yang dilakukan untuk membandingkan performansi pada bioskop Cineplex 21 di setiap cabang. Proses pelaksanaan dari tahapan mystery shopping dilakukan dengan

Page 25: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

20

bantuan tim mystery shopper yang menjadi konsumen rahasia, dimana mereka bertugas untuk memperhatikan bagaimana pelayanan yang mereka terima. Tentu saja para pelayan yang ada tidak boleh sampai mengetahui bahwa mereka sedang diamati agar performansi pelayanan yang dilakukan oleh para pelayan ada dalam taraf wajar dan tidak dibuat-buat.

Proses mystery shopping sendiri dilakukan dengan menggunakan 16 responden. Jumlah mystery shopper yang ada dalam penelitian ini adalah sebelas orang. Untuk memperjelas kredibilitas para mystery shopper, dilakukan pendataan terhadap mereka, meliputi tingkat pendidikan, usia, dan seberapa sering mereka nonton film di bioskop Cineplex 21. Setelah dilakukan pendataan, ternyata lima diantara mereka telah menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tinggi, sedangkan keenam sisanya sedang menyelesaikan pendidikan sekolah menengah. Usia mereka adalah antara 16-23 tahun, sehingga dapat dikatakan secara usia mereka mempunyai persepsi yang sama mengenai pertanyaan yang ada. Selain itu didapat data lainnya yaitu tentang seringnya mereka nonton film di bioskop Cineplex 21. Sembilan dari antara mereka ternyata sering nonton film di bioskop Cineplex 21, sedangkan dua orang lainnya tidak terlalu sering nonton film di bioskop Cineplex 21.

Dari sebelas mystery shopper yang ada, satu diantara mereka melakukan tiga kali kunjungan, tiga mystery shopper melakukan dua kali kunjungan, sedangkan tujuh mystery shopper lainnya hanya melakukan satu kunjungan. Pengulangan pengiriman ini dilakukan karena adanya keterbatasan waktu terutama waktu untuk melatih mereka. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mystery shopper harus melakukan transaksi sesuai dengan skenario yang telah disiapkan sebelumnya, dan sebelum melakukan pengamatan mereka telah mendapatkan training khusus yang mendukung kemampuan mereka untuk lebih jeli dalam mengamati apa yang terjadi selama mereka menjadi konsumen. Training ini dilakukan dengan melakukan pertemuan persiapan (briefing), lalu lembar kuisioner mystery shopping juga dibagikan pada mereka, namun tentu saja pada saat mereka melakukan pengamatan lembaran kuisioner ini tidak dibawa. Tujuan dari pembagian kuisioner sebelum pelaksanaan pengamatan adalah agar mereka mengerti hal-hal yang harus mereka perhatikan, dan bila terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan akan dapat dijelaskan sebelum pelaksanaannya. Selain itu, mystery shopper juga diberikan beberapa contoh kasus yang dapat dijadikan pegangan dalam mengisi kuisioner yang harus mereka isi. Skenario-skenario yang akan dijalankan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Page 26: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

21

Respon-den

Tempat Hari Waktu kedatangan Skenario

1 Cineplex 21 Pusat Hari biasa Jam kerja/sekolah A 2 Cineplex 21 Pusat Hari biasa Bukan jam kerja/sekolah B 3 Cineplex 21 Pusat Hari biasa Jam kerja/sekolah C 4 Cineplex 21 Pusat Hari biasa Bukan jam kerja/sekolah D 5 Cineplex 21 Pusat Akhir minggu Jam kerja/sekolah E 6 Cineplex 21 Pusat Akhir minggu Bukan jam kerja/sekolah F 7 Cineplex 21 Pusat Akhir minggu Jam kerja/sekolah G 8 Cineplex 21 Pusat Akhir minggu Bukan jam kerja/sekolah H 9 Cineplex 21 Cabang Hari biasa Jam kerja/sekolah I

10 Cineplex 21 Cabang Hari biasa Bukan jam kerja/sekolah J 11 Cineplex 21 Cabang Hari biasa Jam kerja/sekolah K 12 Cineplex 21 Cabang Hari biasa Bukan jam kerja/sekolah L 13 Cineplex 21 Cabang Akhir minggu Jam kerja/sekolah M 14 Cineplex 21 Cabang Akhir minggu Bukan jam kerja/sekolah N 15 Cineplex 21 Cabang Akhir minggu Jam kerja/sekolah O 16 Cineplex 21 Cabang Akhir minggu Bukan jam kerja/sekolah P

Tabel 3.7. Responden dan nomor skenario

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 16 skenario yang disiapkan untuk bioskop Cineplex 21 untuk kedua jenis hari, dan kedua jenis waktu kedatangan. Sebagai contoh bisa dilihat Skenario A. Skenario ini dilakukan dengan cara mengirim mystery shopper ke bioskop Cineplex 21 pusat (yang dianggap besar) pada hari biasa, pada jam kerja/sekolah. Skenario B dilakukan dengan cara mengirim mystery shopper ke bioskop Cineplex 21 pusat (yang dianggap besar) pada hari biasa, pada saat bukan jam kerja/sekolah, dan seterusnya. Ada beberapa skenario yang pada dasarnya sangat mirip pelaksanaannya dengan skenario lainnya, namun terdapat perbedaan pada waktu pelaksanaan dan tempatnya. Penjelasan skenario-skenario yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Skenario A, B, E, F, I, J, M, N : Pemesanan tiket dilakukan jauh sebelum loket penjualan tiket dibuka, mystery shopper akan menanyakan tentang film yang ditayangkan, jam berapa mulai diputar, dan meminta bantuan pelayan/pegawai dalam memilih pesanannya. Selain itu dia juga melakukan pembelian camilan secara terpisah, artinya mystery shopper sengaja membawanya dari rumah/tidak beli di tempat.

2. Skenario C, D, G, H, K, L, O, P : Pemesanan dilakukan saat loket penjualan tiket sudah lama dibuka, mystery shopper melakukan pemesanan seperti biasanya, seperti menanyakan tentang film yang ditayangkan, jam berapa mulai diputar, dan meminta bantuan pelayan/pegawai dalam memilih pesanannya. Selain itu dia juga melakukan pembelian camilan secara langsung, artinya mystery shopper sengaja membelinya di tempat.

Selain daripada alur skenario yang ada diatas, para mystery shopper akan melakukan beberapa hal yang sama, yaitu protes atau lainnya; memperhatikan kamar kecil dan kebersihannya, memperhatikan dekorasi dan tata ruangnya, menanyakan detil-detil film

Page 27: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

22

yang akan ditonton untuk memastikan bahwa film yang akan ditonton sesuai dengan promosi yang tercantum, dan juga memperhatikan waktu dimulainya penayangan film. Berdasarkan data yang didapat dari para responden, didapat hasil penilaian seperti pada tabel berikut :

Responden Skor/ Nilai Rata-rata

1

Cineplex 21 Pusat

80.95

74.42

2 79.11 3 77.52 4 69.39 5 69.74 6 79.94 7 76.62 8 62.15 9

Cineplex 21 Cabang

71.02

79.17

10 79.11 11 81.91 12 84.65 13 81.65 14 84.28 15 81.47 16 69.26

Tabel 3.8. Hasil pengamatan mystery shopper

Skor/nilai yang didapat merupakan “tingkat keberhasilan” pihak bioskop Cineplex 21 dalam hal memuaskan keinginan konsumennya. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat hal-hal apa yang menjadi kekurangan dari bioskop Cineplex 21 yang diamati. Data-data tersebut kemudian diolah untuk melihat prioritas perbaikan yang harus dilakukan untuk meningkatkan performansi pelayanan kepada konsumen. Tools yang digunakan dalam rangka melihat prioritas perbaikan yang harus dilakukan adalah Pareto Chart. Dalam membuatnya, diperlukan data tingkat kegagalan bioskop Cineplex 21 dalam memenuhi keinginan konsumen. Hal ini didapatkan dengan cara mencari selisih dari nilai total dengan rata-rata nilai aktual yang diamati oleh mystery shopper untuk setiap item pelayanan yang ada. Berdasarkan hasil dari kuisioner awal yang telah diperoleh sebelumnya, diketahui bahwa fasilitas fisiklah yang menjadi prioritas pertama dalam beberapa hal yang diperhatikan oleh para konsumen bioskop Cineplex 21. Sehingga ketika mytery shopper melakukan pengamatan di lapangan sesuai dengan skenario dibuat, diharapkan mystery shopper juga melakukan pengamatan terhadap beberapa item pelayanan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dengan fasilitas fisik sebagai salah satu item yang dominan sesuai dengan hasil dari kuisioner awal.

Page 28: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

23

Item Pelayanan Rata-rata Persen

Berhasil Tidak Berhasil Kegagalan

(%) (%)

Penampilan fisik 80.56 19.44 6.59 Kemudahan 33.33 66.67 22.60 Kecepatan 89.29 10.71 3.63 Kebersihan 79.46 20.54 6.96 Kejelasan 93.75 6.25 2.12 Ketepatan 93.75 6.25 2.12

Ketanggapan 90.63 9.38 3.18 Garansi 68.75 31.25 10.59

Pengertian 90.63 9.38 3.18 Kesopanan 59.82 40.18 13.62 Komunikasi 25.00 75.00 25.42

Tabel 3.9. Tingkat keberhasilan bioskop cineplex 21

memuaskan konsumennya untuk setiap item pelayanan

Data-data yang didapat ini digunakan untuk menyusun Pareto Chart untuk bioskop Cineplex 21 . Setelah melalui proses pengurutan, grafik yang didapat secara berturut-turut adalah:

Pareto Chart Keseluruhan

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

Komuni

kasi

Kemud

ahan

Kesop

anan

Garansi

Keam

anan

Penam

pilan

fisik

Kece

patan

Ketan

ggapa

n

Peng

ertian

Ketep

atan

Penje

lasan

Gambar 3.3. Pareto Chart untuk bioskop Cineplex 21 secara keseluruhan

Page 29: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

24

BAB 4 ANALISIS PENGUKURAN DAN PRIORITAS PERBAIKAN

4.1. KUISIONER AWAL

Kuisioner awal yang disebarkan kepada 50 responden adalah sebuah kuisioner awal yang digunakan sebagai sarana untuk menampung aspirasi dan masukan responden. Untuk itu, kuisioner ini disusun dalam bentuk kuisioner terbuka. Dari lembar data responden, dapat diketahui bahwa kebanyakan responden adalah orang-orang yang nonton film di bioskop Cineplex 21 dalam selang waktu dua minggu hingga sebulan sekali dan kurang dari sebulan sekali (masing-masing 34% dan 42% dari total responden). Hal ini menunjukkan rata-rata responden tidak terlalu sering maupun terlalu jarang nonton film di bioskop Cineplex 21. Didapat juga data rata-rata anggaran yang dikeluarkan oleh responden untuk satu kali nonton film di bioskop cineplex 21. Kebanyakan dari mereka (sekitar 58% responden) menghabiskan lima belas sampai dua puluh ribu rupiah untuk sekali nonton film di bioskop Cineplex 21 dan hanya 4% (2 responden) yang menyatakan bahwa mereka menghabiskan lebih dari tiga puluh ribu rupiah sekali nonton film. Dari hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa responden dari kuisioner awal merupakan konsumen yang sesuai dengan kelas dari bioskop Cineplex 21, yaitu kalangan menengah. Hal ini perlu dilakukan, untuk memastikan bahwa responden yang diambil adalah responden yang menjadi segmen pasar bioskop Cineplex 21 sehingga masukan yang mereka berikan juga sesuai dengan Cineplex 21.

Berdasarkan hasil data yang didapatkan dari kuisioner awal, terdapat 10 parameter pengukuran teoritis dan 1 parameter tambahan yang berasal dari masukan para responden, yaitu parameter kecepatan (kecepatan antara waktu dibukanya loket penjualan tiket dengan waktu pemutaran film). Dari 50 responden yang dimintai pendapatnya, ada 10 responden (20% dari seluruh responden) yang mencantumkan kecepatan sebagai salah satu hal yang penting dalam memilih nonton film di bioskop Cineplex 21. Oleh karena itu, kecepatan dimasukkan ke dalam kuisioner berikutnya yang berupa kuisioner tertutup sebagai salah satu parameter yang diukur.

4.2. KUISIONER

Berbeda dengan kuisioner awal, kuisioner ini (yang merupakan kelanjutan dari kuisioner awal) adalah suatu kuisioner yang bersifat tertutup, oleh karena itu responden hanya dapat memberikan pengurutan dari parameter-parameter yang ada saja, karena mereka tidak diberi kesempatan lagi untuk memberikan masukan kepada peneliti. Jumlah responden yang mengisi kuisioner ini sama dengan responden yang mengisi kuisioner awal, yaitu 50 orang. Hal ini dilakukan karena populasi yang ada termasuk jenis populasi infinite-countable (tidak terbatas namun terukur) yang tidak bisa diukur secara statistik, sehingga dilakukan pendekatan penelitian sosial yang menyatakan bahwa 30 responden telah cukup, namun dalam penelitian ini digunakan 50 responden.

Berdasarkan hasil yang didapat dari kuisioner ini, setelah diolah dengan memberikan bobot (sebelas untuk setiap prioritas satu, sepuluh untuk setiap prioritas dua, dan seterusnya)

Page 30: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

25

didapat bahwa faktor fasilitas fisik (kondisi fisik bioskop seperti langit-langit, kursi, akustik, AC dan sebagainya) merupakan faktor yang paling penting, disusul dengan kemudahan (dalam hal mendapatkan tiket) dan kecepatan (jarak waktu antara dibukanya loket penjualan tiket dengan pemutaran film yang tidak terlalu lama). Setelah diolah, bobot kepentingan tiap faktor yang ada dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Pengurutan prioritas konsumen bioskop Cineplex 21

Pembobotan ini dilakukan untuk mendapatkan bobot nilai setiap pertanyaan kuisioner mystery shopping.

4.3. MYSTERY SHOPPING

Dari kuisioner sebelumnya, didapat mengetahui bobot setiap item pelayanan yang ada. Tahap selanjutnya adalah menguraikan item-item pelayanan tersebut ke dalam butir-butir pertanyaan yang tangible, artinya pertanyaan tersebut harus mempunyai jawaban yang terukur (bisa dirasa) secara sama oleh setiap orang (bersifat objektif). Dalam hal ini, bobot tiap pertanyaan pada kuisioner mystery shopping didapat dari hasil pembagian bobot total untuk tiap faktor pelayanan dengan jumlah pertanyaan untuk faktor tersebut. Jumlah pertanyaan yang ada didapat dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, yang disesuaikan dengan item pelayanan yang akan diamati. Kuisioner ini disebarkan kepada 16 responden. Rata-rata skor tingkat pelayanan di bioskop Cineplex 21 adalah sebesar 76,8

Hal ini menunjukkan perbaikan diperlukan di bioskop Cineplex 21. Bervariasinya nilai yang diberikan oleh setiap mystery shopper menunjukkan belum adanya kesamaan performansi dari setiap pelayan yang bekerja. Seperti telah dijelaskan, Mystery Shopping merupakan tools yang sangat cocok untuk mengamati performansi kerja antar cabang-cabang.

Item Pelayanan Rangking Bobot

Kepentingan (%)

Fasilitas fisik 1 11.57 Kemudahan 2 11.24 Kecepatan 3 11.05 Kebersihan 4 10.54 Kejelasan 5 9.6 Ketepatan 6 9.4 Ketanggapan 7 9.26 Garansi 8 7.26 Pengertian 9 7.15 Kesopanan 10 6.95 Komunikasi 11 5.89

Page 31: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

26

4.4. PARETO CHART

Langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan. Prioritas perbaikan dapat diketahui dengan melakukan pengurutan menggunakan Pareto Chart. Data yang digunakan adalah data tingkat kegagalan pihak bioskop Cineplex 21 dalam memenuhi keinginan konsumen, yang didapat dari selisih nilai total dengan nilai aktual yang diamati oleh para mystery shopper.

Berdasarkan Pareto Chart, prioritas perbaikan yang ada berbeda antara bioskop Cineplex 21 pusat (yang dianggap besar) dan bioskop Cineplex 21 cabang (yang dianggap lebih kecil). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pelayanan yang ada di kedua bioskop Cineplex 21. Bila ditinjau secara keseluruhan, urutan prioritas perbaikan di bioskop Cineplex 21 ini (baik pusat maupun cabang) adalah seperti tabel berikut ini.

Gabungan

Urutan Tingkat Item

Prioritas kegagalan (%) Pelayanan

1 25.42 Komunikasi 2 22.60 Kemudahan 3 13.62 Kesopanan 4 10.59 Garansi 5 6.96 Kebersihan 6 6.59 Fasilitas fisik 7 3.63 Kecepatan 8 3.18 Ketanggapan 9 3.18 Pengertian

10 2.12 Ketepatan 11 2.12 Kejelasan

Tabel 4.2. Urutan prioritas perbaikan untuk

bioskop Cineplex 21 secara menyeluruh

Dari kedua tabel diatas, pihak manajemen bioskop Cineplex 21 dapat memilih dua alternatif, apakah akan memperbaiki pelayanan yang ada dengan kebijakan yang menyeluruh (dilakukan di seluruh bioskop Cineplex 21), atau memperbaiki pelayanan yang ada di bioskop Cineplex 21 tertentu (dilakukan hanya di satu bioskop Cineplex 21). Kedua pilihan ini tentu saja mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Bila pihak manajemen memutuskan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh di seluruh bioskop Cineplex 21, maka hal yang harus menjadi prioritas perbaikan adalah faktor komunikasi dengan konsumen. Hal ini mencakup adanya informasi kepada konsumen mengenai film yang menjadi favorit di bioskop Cineplex 21 ini, film spesial hari ini, informasi mengenai film yang sedang tayang, fasilitas-fasilitas baru yang ada dan sebagainya. Alternatif ini mempunyai keunggulan akan meningkatkan performansi pelayanan secara merata di seluruh cabang dan pusat sendiri, namun kerugian dari alternatif ini adalah membutuhkan banyak biaya dan waktu, karena karyawan dari seluruh

Page 32: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

27

cabang harus dikumpulkan untuk mendapatkan pelatihan secara bersama agar standar yang diberlakukan dapat diketahui oleh setiap karyawan.

4.5. ANALISIS PENYEBAB

Analisis penyebab dilakukan untuk mencari akar permasalahan yang ada, yang dijabarkan dengan menggunakan diagram tulang ikan (Fishbone Diagram atau diagram sebab akibat). Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan analisis secara dispersi, dimana penyebab-penyebab utama dari terjadinya suatu masalah ditelusuri secara mendalam melalui pencarian penyebab-penyebab dasar (subcauses). Penelitian ini menitikberatkan prioritas perbaikan pada perbaikan secara menyeluruh, artinya prioritas yang akan dibahas dan disusun langkah perbaikannya adalah prioritas masalah yang terjadi pada seluruh cabang, yaitu komunikasi dengan konsumen. Setelah ditelusuri, terdapat dua penyebab utama dari masalah komunikasi dengan konsumen, yaitu faktor manusia (karyawan) dan faktor lingkungan (konsumen).

Permasalahan yang diakibatkan faktor lingkungan

Permasalahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan kebanyakan merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan, karena lebih banyak tergantung pada sifat dari konsumen, contohnya ada konsumen yang bersifat pendiam, sehingga komunikasi menjadi satu arah. Penyelesaian dari hal ini adalah perlu adanya pembekalan bagi para karyawan mengenai perilaku konsumen yang mungkin terjadi, sehingga mereka dapat mengantisipasinya bila hal itu terjadi.

Selain sifat pribadi, latar belakang konsumen juga dapat mempengaruhi komunikasi antara karyawan dan konsumen, yaitu latar belakang sosial ekonomi, usia, dan pendidikan dari konsumen yang datang ke rumah makan. Dengan mengetahui latar belakang konsumen, pihak bioskop Cineplex 21 dapat menyesuaikan prosedur pelayanan yang diterapkan dengan konsumen mereka. Salah satu cara untuk mengetahui latar belakang konsumen adalah dengan melakukan riset pasar seperti menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang nonton film di bioskop Cineplex 21. Hal-hal yang dapat ditanyakan adalah usia, pendidikan, anggaran yang dikeluarkan setiap kali nonton film, dan pertanyaan lainnya yang relevan.

Permasalahan yang diakibatkan faktor manusia

Pada dasarnya, ada dua penyebab kurangnya komunikasi antara karyawan dengan konsumen yang diakibatkan faktor manusia (karyawan), yaitu kurangnya pengetahuan karyawan akan hal-hal yang perlu diinformasikan kepada konsumen, dan penyebab lainnya adalah kurangnya kemauan karyawan untuk menginformasikan berbagai hal dengan konsumen.

§ Kurangnya pengetahuan karyawan akan hal-hal yang perlu diinformasikan kepada konsumen pada dasarnya disebabkan saat ini tidak ada prosedur standar pelayanan konsumen. Para karyawan tidak mempunyai pedoman yang khusus, sehingga mereka hanya mengandalkan perintah dasar saja. Dengan adanya deskripsi kerja yang jelas dan dapat dimengerti oleh para karyawan, tentunya karyawan akan dapat lebih baik dalam melakukan komunikasi dengan konsumen sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan.

Page 33: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

28

Faktor berikutnya yang dapat menambah pengetahuan kerja seorang karyawan adalah pengalaman kerjanya. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, dan tampaknya pendapat itu benar adanya. Melebihi dari pelatihan dan pendidikan, pengalaman kerja adalah suatu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan kerja seseorang. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang menginginkan karyawannya telah mempunyai pengalaman kerja di bidang yang sejenis untuk beberapa waktu.

Faktor kurangnya pengetahuan juga dapat disebabkan kurangnya training yang ada. Saat ini, pelatihan yang ada adalah pendampingan (mentoring) dari karyawan lama, dalam arti karyawan baru melihat apa yang dilakukan oleh karyawan lama dalam melayani konsumen. Proses pendampingan ini pada dasarnya cukup baik, karena karyawan baru dapat langsung pekerjaan yang akan dilakukan olehnya, namun sayangnya karyawan lama yang mendampinginya juga tidak mempunyai pedoman kerja yang baku, terutama dalam hal komunikasi dengan konsumen. Akan lebih baik apabila pelatihan ulang dilakukan terhadap karyawan lama, dengan menerapkan prosedur kerja baku yang baru.

Kemampuan seseorang dalam bekerja (dalam pembahasan ini adalah sebagai karyawan) juga ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Memang secara ideal seorang pelayan bioskop Cineplex 21 telah mempunyai pendidikan yang sesuai dengan bidang itu. Pendidikan tersebut diperlukan karena mereka harus terbiasa dengan bahasa asing dan harus dapat belajar untuk menjalankan prosedur kerja yang ketat.

§ Kurangnya kemauan karyawan untuk melakukan komunikasi dengan konsumen dapat juga ditimbulkan oleh keengganan karyawan untuk melakukan interaksi. Penyebab pertama adalah kurangnya pengawasan (supervisi) karyawan saat mereka bekerja. Pada keadaan saat ini, pelayanan yang diberikan kepada konsumen murni merupakan tanggung jawab pelayan yang bersangkutan, dan performansinya benar-benar tanpa pengawasan yang berarti. Oleh karena itu, pihak bioskop Cineplex 21 juga kesulitan untuk melakukan penilaian apakah karyawan mereka telah bekerja dengan baik atau belum. Pihak perusahaan tampaknya perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat pada karyawannya, dengan pengawasan langsung dari pemilik maupun dengan penunjukan seorang supervisor. Keberatan penunjukan seorang supervisor adalah bertambahnya pengeluaran yang diperlukan untuk menggajinya, namun perusahaan dapat juga menunjuk salah satu karyawan yang telah berpengalaman untuk jabatan itu, sehingga pengeluaran perusahaan dapat ditekan.

Penyebab keduanya adalah faktor materi. Dilihat dari sisi materi, tidak dapat dipungkiri bahwa seorang karyawan akan lebih termotivasi dalam bekerja bila ia mendapatkan gaji/upah yang memadai. Di Indonesia, harus diakui bahwa kebanyakan karyawan terutama pada kalangan menengah ke bawah lebih mengutamakan kompensasi biaya daripada suasana kerja yang kondusif. Oleh karena itu, pihak manajemen perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Bentuk kompensasi kerja yang umum digunakan di kalangan profesi di Indonesia adalah gaji, komisi, dan bagi hasil. Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan Upah Minimum Regional (UMR) dalam menentukan batas minimum penerimaan seorang karyawan yang bekerja di suatu perusahaan, dan adalah suatu kewajiban bagi pihak perusahaan untuk memenuhi batas minimum tersebut. Besarnya UMR bervariasi pada setiap daerah, tergantung pada berapa besar biaya hidup minimum di daerah tersebut.

Page 34: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

29

Dengan adanya peraturan ini, maka gaji karyawan yang bekerja harus lebih besar dari batas tersebut. Namun tentunya dengan semakin tinggi gaji yang ditawarkan, para karyawan akan semakin bersemangat dalam bekerja. Selain dari gaji, ada bentuk lain kompensasi kerja yang sering digunakan, yaitu komisi dan bagi hasil. Konsep ini mulai berkembang semenjak akhir abad kesembilan belas di Inggris oleh Edward Chadwich dan diterapkan pada sistem deportasi kriminal ke Australia. Dalam keadaan saat ini, para karyawan hanya diberikan gaji tetap saja, dan tidak ada penghargaan secara materi untuk performansi kerjanya. Dengan itu, karyawan cenderung untuk melakukan hal yang biasa-biasa saja dan tidak memberikan nilai lebih dalam pekerjaannya.

Faktor ketiga adalah kurang mendukungnya suasana kerja. Suasana kerja yang ada saat ini belum menimbulkan suasana kompetitif diantara para karyawan. Idealnya, suasana kerja yang baik adalah suasana kerja sama tim (team work) yang kuat, namun juga didorong semangat kompetisi yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan regu kerja sesuai dengan jadwal jaga yang ada, dan melakukan penilaian akan kerja sama tim yang ada, dan akan diberikan penghargaan khusus bagi mereka yang meraih nilai tertinggi, dan untuk meningkatkan tingkat kompetisi diantara mereka juga dipilih seorang karyawan terbaik untuk bulan itu yang juga akan mendapatkan penghargaan khusus. Penghargaan khusus ini belum tentu dalam bentuk materi, namun dapat juga dalam bentuk yang lain, seperti pemasangan pengumuman di tembok bioskop Cineplex 21 yang menyebutkan nama-nama karyawan dari regu kerja terbaik, menempelkan foto dari karyawan terbaik untuk bulan itu, pemberian atribut khusus kepada karyawan terbaik, seperti pin, atau tanda khusus lainnya. Dengan adanya penghargaan tersebut, para karyawan akan terpacu untuk melakukan performa yang terbaik.

Faktor terakhir yang dapat mempengaruhi kemauan karyawan untuk melakukan komunikasi adalah sifat dari karyawan itu sendiri. Hal tersebut cukup sulit untuk diubah, namun hal itu dapat dicegah pada saat seleksi karyawan. Dalam proses seleksi tersebut, sebaiknya pihak perusahaan meminta calon karyawan tersebut untuk memperagakan bagaimana cara melayani seorang konsumen dan berkomunikasi dengan konsumen. Bentuk dari peragaan tersebut dapat dilakukan dalam sebuah role-play.

4.6. LANGKAH PERBAIKAN

Berdasarkan uraian tadi, ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pihak bioskop Cineplex 21 dalam meningkatkan komunikasi dengan konsumennya, yaitu dengan :

1. Membuat penelitian tentang latar belakang pendidikan konsumen, usia konsumen, dan riset pasar lainnya yang mendukung. Tujuan dilakukannya riset pasar ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat umum dari konsumen yang datang, sehingga pihak manajemen dapat menentukan panduan pelayanan yang tepat, terutama tentang cara-cara mengkomunikasikan berbagai hal dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membagikan kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan seperti usia konsumen, latar belakang pendidikan, dan anggaran yang dikeluarkan setiap kali nonton.

2. Membuat panduan kerja yang jelas, yaitu proses sejak konsumen masuk ke dalam bioskop Cineplex 21, apa saja hal yang harus dikatakan kepada konsumen, mengucapkan terima kasih, dan sikap-sikap lainnya yang harus dilakukan dalam

Page 35: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

30

melayani konsumen. Panduan tersebut harus dibakukan, agar karyawan dapat mempelajarinya setiap waktu.

3. Melakukan pengawasan yang lebih ketat untuk memperhatikan performansi kerja dari setiap pelayan yang ada. Pengawasan ini selain dilakukan untuk mencegah kesalahan/ kekurangan dalam pelayanan terhadap konsumen, tapi juga memberikan penilaian lebih kepada karyawan yang memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. Penilaian tersebut dapat dijadikan pedoman dalam memilih karyawan terbaik tiap bulannya. Pengawasan dapat dilakukan oleh pemilik/kepala regu.

4. Memberikan name tag kepada setiap karyawan yang ada, dengan tujuan agar konsumen mengetahui nama karyawan yang melayaninya.

5. Melakukan pelatihan terhadap karyawan lama setelah adanya prosedur kerja yang baru, agar pada saatnya mereka dapat memberikan pendampingan kepada karyawan yang baru.

6. Melakukan seleksi yang tepat dalam proses menjaring tenaga kerja baru, contohnya dengan peragaan bagaimana melayani seorang konsumen. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana calon karyawan mampu berkomunikasi dengan konsumen, mengingat komunikasi dengan konsumen menjadi fokus yang harus diperbaiki.

7. Menyediakan kotak saran, kertas, dan alat tulis yang dapat digunakan konsumen untuk memberikan usul dan saran yang berguna bagi perusahaan.

Page 36: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian di bioskop Cineplex 21 dan melakukan analisis yang didasari data-data yang telah diolah, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari tugas ini, yaitu:

1. Faktor-faktor yang dianggap penting oleh konsumen bioskop cineplex 21 adalah fasilitas fisik, kemudahan, kecepatan, kebersihan, kejelasan, ketepatan, ketanggapan, garansi, pengertian, kesopanan dan komunikasi.

2. Penguraian faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan mencari hal-hal yang tangible, yaitu berbagai hal yang dapat dirasakan secara objektif.

3. Penilaian kualitas pelayanan pada bioskop Cineplex 21 cabang ternyata lebih baik daripada bioskop Cineplex 21 pusat. Hal ini dapat dilihat dari raihan nilai rata-rata di bioskop Cineplex 21 cabang yang mencapai nilai 79,17, lebih tinggi daripada bioskop Cineplex 21 pusat yang hanya mencapai nilai 74,43. Namun secara keseluruhan kedua bioskop tersebut telah mempunyai performansi yang cukup baik (diatas batas nilai 50).

4. Terdapat beberapa masalah yang terjadi dalam pelayanan di bioskop Cineplex 21, dan masalah yang paling utama adalah kurangnya komunikasi dengan konsumen.

5. Masalah tersebut diakibatkan oleh dua faktor, yaitu lingkungan (konsumen) dan manusia (karyawan). Kedua faktor tersebut saling berkaitan, namun akan dapat dipecahkan bila dilakukan perbaikan dengan langkah-langkah yang tepat.

6. Masalah yang diakibatkan dari faktor lingkungan terutama diakibatkan dari kurangnya pemahaman akan latar belakang konsumen. Oleh karena itu, dapat dilakukan riset pasar untuk mengetahui latar belakang dari para konsumen.

7. Masalah yang diakibatkan dari faktor manusia adalah kurangnya kemampuan melakukan pelayanan yang baik, kurangnya kemauan untuk berkomunikasi dengan konsumen. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikannya adalah dengan pelatihan dan pendampingan (training dan mentoring), proses seleksi karyawan baru yang tepat, prosedur kerja yang jelas, pengawasan, dan insentif.

Page 37: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Performansi Bioskop Cineplex 21

32

Masalah :Komunikasi dengan konsumen

No. Kurangnya kemampuan Kurangnya kemauan

1 Prosedur kerja yang tidak jelas Kurangnya pengawasan kerja

2 Kurangnya pengalaman kerja Kurangnya insentif

3 Kurangnya pelatihan Suasana kerja yang kurang kompetitif

4 Pendidikan yang kurang sesuai Proses seleksi yang kurang tepat

Tabel 5.1. Penyebab masalah komunikasi dengan konsumen

5.2. SARAN

Setelah melakukan analisis dan menarik kesimpulan, terdapat dua saran, yaitu bagi perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya.

5.2.1. Bagi Perusahaan

Bagi bioskop Cineplex 21, disarankan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan yang perlu, terutama dalam hal komunikasi dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan terutama dengan penyusunan petunjuk kerja yang lebih jelas, pengawasan yang diperketat, dan mendorong suasana kompetisi yang sehat diantara para karyawan.

5.2.2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bila dilakukan penelitian lanjutan, dapat dilakukan riset pasar yang lebih mendalam yang mendukung pendalaman penelitian ini, serta analisis perbaikan untuk prioritas-prioritas perbaikan yang selanjutnya, yaitu kemudahan konsumen.

Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan untuk mengetahui hal mana yang sebenarnya menyebabkan kurangnya komunikasi dengan konsumen, apakah faktor kurangnya pengetahuan karyawan, atau kurangnya kemauan untuk berkomunikasi. Dengan adanya penelitian tersebut, dapat lebih difokuskan perbaikan agar hasilnya lebih terarah.

Page 38: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

LAMPIRAN 1 : KUISIONER AWAL

Terima kasih karena Anda bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini diberikan kepada Anda untuk mengetahui hal-hal yang Anda nilai penting dalam pelayanan di bioskop Cineplex 21.

Pada kuisioner ini Anda diminta untuk menilai urutan kepentingan item pelayanan yang ada pada bioskop Cineplex 21. Caranya adalah dengan memberikan angka 1 (satu) untuk item pelayanan yang terpenting, 2 (dua) untuk item pelayanan penting berikutnya, dan selanjutnya secara terurut berdasarkan tingkat kepentingannya sampai semua terisi. Anda dapat menambahkan jenis pelayanan lainnya yang Anda nilai perlu pada kolom kosong di bagian bawah, dan berikan pula tingkat kepentingannya.

Item Pelayanan Urutan Prioritas

Kepentingan

Fasilitas fisik (ruang menonton, furniture, desain interior, lobby tunggu

dan sebagainya)

Ketepatan (tidak terjadi kesalahan dalam waktu pemutaran film)

Ketanggapan terhadap keinginan konsumen

Kejelasan tentang film dan waktu pemutaran film

Kesopanan pelayanan (keramahan)

Kredibilitas pelayanan & garansi (penggantian bila dalam pemutaran film

ada kesalahan/pembatalan)

Kebersihan (ruang menonton, lobby tunggu, toilet)

Kemudahan (dalam mendapatkan tiket)

Komunikasi dengan konsumen (memberikan informasi terbaru

tentang film)

Berusaha untuk mengerti konsumen (membantu memberikan

masukan kepada konsumen yang bingung dalam memilih)

Page 39: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

LAMPIRAN 2 : LEMBAR DATA RESPONDEN

Untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, lingkarilah jawaban yang Anda pilih.

1. Apakah Anda pernah nonton film di bioskop Cineplex 21?

a. Pernah.

b. Tidak pernah.

2. Apakah Anda pernah nonton film di bioskop lainnya (selain Cineplex 21)?

a. Pernah.

b. Tidak pernah.

3. Berapa sering Anda nonton film (bioskop dimanapun)?

a. Lebih dari seminggu sekali.

b. Seminggu atau dua minggu sekali.

c. Dua minggu sampai sebulan sekali.

d. Kurang dari sebulan sekali.

4. Bila Anda nonton film di bioskop, berapa anggaran rata-rata yang Anda keluarkan untuk satu kali nonton film (untuk satu orang) disana?

a. Kurang dari Rp. 15000,00

b. Rp. 15000,00 – Rp. 20000,00

c. Rp. 20000,00 – Rp. 30000,00

d. Lebih dari Rp. 30000,00

Page 40: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

LAMPIRAN 3 : KUISIONER (TERTUTUP)

Terima kasih karena Anda bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini diberikan kepada Anda untuk mengetahui hal-hal yang Anda nilai penting dalam pelayanan di bioskop Cineplex 21.

Pada kuisioner ini Anda diminta untuk menilai urutan kepentingan item pelayanan yang ada pada bioskop Cineplex 21. Caranya adalah dengan memberikan angka 1 (satu) untuk item pelayanan yang terpenting, 2 (dua) untuk item pelayanan penting berikutnya, dan selanjutnya secara terurut berdasarkan tingkat kepentingannya sampai semua terisi. Anda dapat menambahkan jenis pelayanan lainnya yang Anda nilai perlu pada kolom kosong di bagian bawah, dan berikan pula tingkat kepentingannya.

Item Pelayanan Urutan Prioritas

Kepentingan

Fasilitas fisik (ruang menonton, furniture, desain interior, lobby tunggu

dan sebagainya)

Ketepatan (tidak terjadi kesalahan dalam waktu pemutaran film)

Ketanggapan terhadap keinginan konsumen

Kejelasan tentang film dan waktu pemutaran film

Kesopanan pelayanan (keramahan)

Kredibilitas pelayanan & garansi (penggantian bila dalam pemutaran film

ada kesalahan/pembatalan)

Kebersihan (ruang menonton, lobby tunggu, toilet)

Kemudahan (dalam mendapatkan tiket)

Komunikasi dengan konsumen (memberikan informasi terbaru

tentang film)

Berusaha untuk mengerti konsumen (membantu memberikan

masukan kepada konsumen yang bingung dalam memilih)

Kecepatan (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket

dengan waktu pemutaran film tidak terlalu lama)

Page 41: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

LAMPIRAN 4 : MYSTERY SHOPPER

Di bawah ini merupakan beberapa item fasilitas fisik yang perlu diamati oleh mystery shopper karena berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebar sebelumnya, fasilitas fisik pmerupakan item pelayanan yang mendapatkan urutan pertama yang harus diperhatikan.

1. Warna bahan lantai yang dipergunakan mendukung suasana saat menonton film

2. Pemilihan material lantai mendukung kenyamanan saat menonton film

3. Pemilihan tekstur lantai mendukung kenyamanan saat menonton film

4. Pemilihan warna bahan dinding menciptakan suasana saat menonton film yang nyaman

5. Tekstur permukaan dinding yang halus mendukung kenyamanan suasana saat menonton film

6. Pemilihan warna plafond mendukung suasana saat menonton film

7. Penggunaan material pada plafond tidak bendukung kenyamanan ruang belajar

8. Pemilihan bahan pada plafond mendukung kenyamanan saat menonton film

9. Pemilihan tekstur pada plafond mendukung suasana saat menonton film

10. Ukuran ruang menonton yang dipergunakan sangat luas dan dapat menampung seluruh penonton

11. Dimensi pintu mendukung sirkulasi keluar masuk penonton

12. Perletakan pintu sudah tepat dan mendukung sirkulasi

13. Pengaturan ventilasi sudah memadai untuk mendukung sirkulasi udara dalam ruang.

14. Pencahayaan non alami dapat mendukung kenyamanan saat menonton film

15. Penghawaan alami di dalam ruang sudah mendukung kegiatan sehingga tidak dibutuhkan AC

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

Page 42: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

16. Penghawaan dalam ruang terasa nyaman karena didukung oleh sirkulasi udara yang baik

17. Ukuran kursi sudah nyaman untuk mendukung kegiatan saat menonton film

18. Pemilihan bahan kursi sudah tepat dan mendukung kenyamanan di dalam pemakaiannya

19. Pemilihan konstruksi kursi sudah tepat dan menjamin kekuatan dan kenyamanan setelah dipakai

20. Jarak antar kursi satu dengan lainnya terasa lebar dan luas

21. Layar film cukup lebar sehingga mendukung kenyamanan saat menonton film

22. Jarak layar film dengan kursi penonton cukup ideal

23. Akustik (sistem peredam suara) mendukung kenyamanan saat menonton film

24. Sound system mendukung kenyamanan saat menonton film

25. Kebersihan dalam ruang nonton sudah cukup dapat terjaga

26. Fire system sudah dapat menjamin keselamatan penonton jika terjadi kebakaran

27. Loket pembelian tiket sudah nyaman

28. Lobby tunggu sudah dapat menampung penonton (luas ruangnya)

29. Tempat duduk di lobby tunggu sudah memadai jumlahnya

30. Kebersihan di lobby tunggu sudah dapat terjaga

31. Toilet sudah terjaga kebersihannya

32. Adanya kios-kios makanan kecil yang sudah memadai/dapat memenuhi kebutuhan penonton

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

SS S TS STS

Page 43: PERFORMANSI BIOSKOP CINEPLEX 21 - ISI DPS

Di bawah ini merupakan beberapa item pelayanan yang perlu diamati oleh mystery shopper untuk dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan setiap item sehingga dapat ditentukan prioritas yang manakah yang harus didahulukan oleh perusahaan untuk diperbaiki.

Item Pelayanan Nilai

Fasilitas fisik (ruang menonton, furniture, desain interior, lobby tunggu

dan sebagainya)

Ketepatan (tidak terjadi kesalahan dalam waktu pemutaran film)

Ketanggapan terhadap keinginan konsumen

Kejelasan tentang film dan waktu pemutaran film

Kesopanan pelayanan (keramahan)

Kredibilitas pelayanan & garansi (penggantian bila dalam pemutaran film

ada kesalahan/pembatalan)

Kebersihan (ruang menonton, lobby tunggu, toilet)

Kemudahan (dalam mendapatkan tiket)

Komunikasi dengan konsumen (memberikan informasi terbaru

tentang film)

Berusaha untuk mengerti konsumen (membantu memberikan

masukan kepada konsumen yang bingung dalam memilih)

Kecepatan (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket

dengan waktu pemutaran film tidak terlalu lama)