Perencanaan Pengajaran terkait Usia dan Kesiapan Siswa untuk Pemenuhan Prasyarat Memasuki ...
Transcript of Perencanaan Pengajaran terkait Usia dan Kesiapan Siswa untuk Pemenuhan Prasyarat Memasuki ...
TUGAS Akhir Psikologi Pendidikan
Perencanaan Pengajaran terkait Usia dan Kesiapan
Siswa untuk Pemenuhan Prasyarat Memasuki
Pendidikan Sekolah Dasar
Oleh :
Riasri Nurwiretno
(209000053)
Program Studi PsikologiFakultas Falsafah dan Peradaban
Universitas ParamadinaTahun 2010
Perencanaan Pengajaran terkait Usia dan Kesiapan Siswa
untuk Pemenuhan Prasyarat Memasuki Pendidikan Sekolah Dasar
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian............................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................3
2.1 Perencanaan Pelajaran Learner-centered.........................................................3
2.2 Pendekatan Konstruktivis social Vigotsky untuk Pembelajaran.........................3
2.3 Teori Perkembangan Usia Jean Piaget.............................................................4
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................5
3.1 Program Pembelajaran Memasuki Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar............5
3.2 Interaksi sebagai Dasar Perkembangan Anak...................................................7
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................9
4.1 Kesimpulan........................................................................................................9
4.2 Saran..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia dini sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Taman Kanak-kanak (disingkat TK) merupakan jenjang pendidikan anak usia dini yakni
usia 6 tahun atau di bawahnya dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan
pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak yang duduk di bangku Taman Kanak-kanak mengutamakan contoh serta bentuk
visualisasi dalam setiap proses pembelajaran, oleh karena itu dalam hal ini guru akan
bertindak sebagai role model bagi murid-muridnya.
Selain itu, umumnya guru akan membentuk kelompok-kelompok kecil di kelas,
interaksi setiap anak dalam kelompok akan terlihat berbeda. Potensi anak untuk menangkap
dan memahami materi yang diberikan juga beragam , terpaut pada sejauh apa atensi
mereka terhadap hal yang diajarkan. Perbedaan ini terkait pada perkembangan aktivitas
sosial-emosional dari masing-masing anak. Dari hal tersebut adanya kemungkinan anak
yang mendominasi dalam kelompok serta anak yang didominasi. Keberhasilan proses
belajar ini bergantung pada kondusivitas kelompok-kelompok yang dibuat, di sisi lain hal
yang terpenting adalah cara dan perencanaan guru dalam mengkondisikan kegiatan belajar
mengajar yang “kondusif” tersebut di kelas.
Keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi belajar di kelas nantinya menentukan
kesiapan murid Taman Kanak-kanak untuk memasuki jenjang pendidikan formal
selanjutnya. Sebab, berdasarkan kebijakan yang ada siswa yang akan memasuki jenjang
pendidikan Sekolah Dasar diharuskan memenuhi syarat-syarat tertentu. Standar usia siswa
yang akan masuk Sekolah Dasar harus berusia tujuh tahun, kemudian setelah standar usia
terpenuhi baru akan dilihat kemampuan membaca dan menulis dari siswa tersebut. Seiring
berkembangnya tuntutan di bidang pendidikan maka Taman Kanak-kanak (TK) yang
merupakan bentuk pendidikan anak usia dini jalur formal melakukan berbagai penyesuaian
untuk memenuhi prasyarat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Seperti apa program perencanaan pembelajaran yang diterapkan di Taman Kanak-
kanak Rembulan?
2. Lalu apa yang dilakukan untuk mempersiapkan anak agar memenuhi prasyarat untuk
masuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar?
3. Bagaimana interaksi anak dalam kelompok serta peran guru di kelas?
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui program perencanaan pembelajaran yang diterapkan di Taman
Kanak-kanak Rembulan.
2. Mengetahui bagaimana Taman Kanak-kanak Rembulan mempersiapkan anak
untuk memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
3. Menjelaskan kondusivitas kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak-kanak
Rembulan dilihat dari interaksi anak serta guru di kelas.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perencanaan Pelajaran Learner-centered
Instruksi dan perencanaan learner-centered adalah pada siswa, bukan guru. Dalam
sebuah studi, persepsi murid terhadap lingkungan pembelajaran yang positif dan hubungan
interpersonal dengan guru merupakan faktor paling penting yang memperkuat motivasi dan
prestasi murid (McCombs, 2001; McCombs & Quiat, 2001). Prinsip ini menekankan
pembelajaran dan pelajaran yang aktif dan reflektif.
Prinsip learner –centered yang dikembangkan oleh gugus tugas American
Psychological Association (APA) dapat di klasifikasikan berdasarkan empat faktor: kognitif
dam metakognitif, motivational dan emosional, perkembangan dan social, dan
perbedaan individual.
2.2 Pendekatan Konstruktivis social Vigotsky untuk Pembelajaran
Konstruktivisme menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila
mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman. Secara umum,
pendekatan konstruktivis social menekankan pada konteks social dari pembelajaran dan
bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksikan secara bersama (mutual).
Pendekatan ini sangat relevan dengan teori konstruktivis dari Vigotsky. Model vigotsky
menyatakan bahwa anak berada dalam konteks sosiohistoris, ia menekankan pada
pentingnya kultur dalam pembelajaran.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa guru harus menciptakan banyak kesempatan
bagi murid untuk belajar dengan guru atau teman sebaya dalam mengkonstruksi
pengetahuan bersama.
2.3 Teori Perkembangan Usia Jean Piaget
Piaget mengatakan pentingnya memilih aktivitas belajar yang sesuai dengan usia
anak, tanpa pengetahuan mengenai perkembangan intelektual ini, maka efektivitas
mengajar tidak akan tercapai.
Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget :
Sensori motor (0 – 2 tahun)
Sifat perkembangan pada tahap ini :
- Intentionality
- Objek permanen
- Trial-error
Preoperational Stage (2 – 6/7 tahun)
Sifat pada tahap ini :
- Egocentric
- Converse
- Inability to converse
- Centration
Concrete Operational (6/7 – 11/12 thn)
Tahap ini merupakan tahapan dimana anak-anak sudah dapat :
a. Melakukan reversibility dan konservasi
b. Mengklasifikasikan berdasarkan satu karakteristik tertentu
c. Sudah dapat menarik kesimpulan berdasarkan logika
d. Class inclusion, yaitu kemampuan untuk melihat hubungan keseluruhan dan
bagian-bagiannya
Tahap formal operational (11 thn – dewasa)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, membuat hipotesa/asumsi, serta
melakukan generalisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Program Pembelajaran Memasuki Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan kepada Kepala Taman Kanak-
kanak Rembulan, saya ketahui bahwa ketika anak akan memasuki jenjang pendidikan
Sekolah Dasar, anak harus sudah siap membaca dan menulis. Menyesuaikan dengan hal
tersebut maka Taman Kanak-kanak Rembulan menjalankan kurikulum mengajar mengacu
pada Satuan Kegiatan Mingguan Semester (SKMS), yang kemudian dibuat target rutin per
hari berdasarkan materi yang akan diajarkan hari itu ke dalam Satuan Kegiatan Harian
(SKH). Sistem mengajar SKMS ini mengutamakan keaktivan siswa di kelas, menekankan
proses pembelajaran learner-centered. Focus pembelajaran terbagi ke dalam lima bagian
yakni pembiasaan, bahasa, seni, fisik-motorik dan kognitif. Jika dikaitkan dengan prinsip
learner –centered yang dikembangkan oleh gugus tugas American Psychological
Association (APA) yang dibagi menjadi empat faktor terdapat beberapa kesamaan. Empat
faktor tersebut yakni: kognitif dan metakognitif, motivational dan emosional, perkembangan
dan social, dan perbedaan individual.
Kemudian yang menjadi masalah adalah ketentuan dari Pemerintah sendiri yang
belum memperbolehkan pengajaran baca dan tulis di jenjang Taman Kanak-kanak. Di lain
pihak Orangtua murid menuntut anaknya mampu baca dan tulis agar dapat diterima di
Sekolah Dasar sesuai yang mereka inginkan. Salah satu guru yang mengajar TK Rembulan
pun mengaku bahwa keadaan ini memang menyusahkan. Kemudian pihak TK Rembulan
dengan kesepakatan bersama oleh instansi Taman Kanak-kanak yang lain membuat
beberapa kebijakan. Pihak taman Kanak-kanak melakukan penyesuaian dari Kurikulum
yang ada berdasarkan tuntutan yang harus terpenuhi. Seperti ketentuan Pemerintah bahwa
jenjang Taman Kanak-kanak belum diperbolehkan pengajaran baca dan tulis, maka
dibuatlah penyesuaian materi pembelajaran dengan dalih “melatih jari” atau “pengenalan
huruf dan angka”, padahal faktanya secara tidak langsung mereka sudah diajarkan baca
dan tulis. Hal ini dilakukan semata-mata demi kemajuan Taman Kanak-kanak itu sendiri.
Dari empat kelas yang ada di Taman Kanak-kanak Rembulan, terdapat satu kelas
yang sebagian besar terdiri dari anak-anak yang mengulang dari tahun sebelumnya. Hal ini
dikarenakan oleh usia mereka yang belum mencukupi untuk memasuki jenjang Sekolah
Dasar, serta kurangnya kemandirian serta keberanian. Selain itu juga dilihat kematangan
emosi, kemampuan fisik dan mental dari anak tersebut yang disesuaikan dengan
perkembangan usia anak. Berdasarkan teori dari Jean Piaget, pakar psikologi dari Swiss,
Piaget membagi 4 stadium yakni stadium sensorimotorik (0-18 bulan), stadium
praoperasional (1.5-7 tahun), stadium operasional kongkret (7-11 tahun) dan stadium
operasional formal (11 tahun ke atas). Ia menekankan pentingnya metode mengajar anak
yang seimbang dengan usia serta perkembangan fisik dan mental anak.
Dalam psikologi pendidikan, anak yang tinggal kelas tergolong sebagai anak yang
underachiever atau tidak terpenuhi kebutuhannya. Prof. Dr. Conny Semiawan, seorang
pakar pendidikan, lebih jauh menjelaskan bahwa anak yang underachiever dalam
kesehariannya kurang mendapat pengarahan sesuai dengan kebutuhannya. Conny
mengibaratkan otak atau potensi seorang anak cerdas-berbakat bagaikan sebuah kendi
besar, kalau kendi itu tidak diisi penuh si anak akan membuat masalah.
Kemudian ketika membahas mengenai kesiapan anak didik untuk memasuki jenjang
Sekolah Dasar, Kepala TK Rembulan menyatakan bahwa Taman Kanak-kanak Rembulan
mencoba memenuhi prasyarat yang ada dengan memberikan pelajaran tambahan seusai
kelas bagi siswa yang usianya sudah mencukupi standar yang ada. “Sebisa mungkin
setelah lulus dari sini, anak didik saya dapat diterima di Sekolah Dasar sesuai yang
diinginkan serta memenuhi seluruh prasyarat yang ada”, tutur Bu Syamsiah selaku Kepala
Taman Kanak-kanak Rembulan.
3.2 Interaksi sebagai Dasar Perkembangan Anak
Lingkungan kedua setelah rumah adalah sekolah. Sikap guru serta cara guru
berkomunikasi dengan anak akan mempengaruhi prestasi anak. Selain itu permusuhan
dengan teman juga bisa mengahambat prestasi. Dalam proses belajar mengajar, tidak
hanya berlangsung interaksi instruksional, tapi juga interaksi pedagogis yang
mengutamakan sentuhan-sentuhan emosional sehingga anak merasa senang belajar. Anak
akan bisa belajar dengan baik kalau diliputi perasaan senang dan aman serta bebas dari
paksaan.
Instruksi dan perencanaan learner-centered adalah pada siswa, bukan guru. Salah
satu faktor paling penting yang memperkuat motivasi dan prestasi murid adalah hubungan
interpersonal dengan guru. Kemudian pada teori pendekatan konstrukstivisme yang
menyatakan bahwa perlu diciptakan banyak kesempatan bagi murid untuk belajar dengan
guru atau teman sebaya dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama.
Sahabat dan kawan bermain..
Dari hasil observasi yang saya lakukan di kelas serta obrolan singkat salah satu guru
yang saya temui seusai kelas, terlihat bahwa pengaruh kelompok cukup besar dalam
memotivasi belajar anak. Contohnya ketika anak yang malas dan cenderung pasif ketika
berada di kelompok anak yang aktif, maka ia pun akan tergerak untuk ikut aktif mengikuti
teman-temannya yang lain. Namun adapula kondisi dimana anak-anak yang terkenal
‘bandel’ di kelas berada dalam satu kelompok, hal ini akan membuat anak itu merasa
memiliki teman yang cocok dan akan semakin ‘bandel’.
Pergaulan dangan teman-teman mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan
anak. Melalui pergaulan itulah anak belajar hidup dan bergaul dengan masyarakat luas di
luar keluarga. Secara teori pun kita tahu bahwa anak sebaiknya memilih sendiri teman-
teman dan sahabatnya. Namun, persahabatan dan pergaulan dapat kita nilai baik, apabila
hal itu berpengaruh baik dan saling mengoreksi kekurangan masing-masing. Tujuannya
ialah merangsang hubungan-hubungan yang bersifat korektif terhadap anak.
Memuji dan mengkritik..
Kebanyakan orang mengira bahwa pujian menumbuhkan kepercayaan diri anak.
Tetapi dalam hal pujian, ada segi lain yang perlu diperhatikan. Terkadang anak merasakan
sebuah pujian sebagai beban, seperti sebuah tuntutan bahwa ia harus berbuat sesuai yang
dipujikan. Maka itu, anak malah bandel seolah menyatakan tidak setuju. Anak merasa
dirinya tidak demikian. Atau merasa tak mampu memenuhi tuntutan yang terkandung dalam
pujian itu.
Berkomunikasi..
Guru Taman Kanak-kanak pandai “menangkap udang di balik batu”. Biasanya Guru
tau apa yang tersembunyi di balik pertanyaan anak. Ia memberi jawaban yg melegakan, dan
si kecil tersenyum lega. Cara baru berkomunikasi dengan anak harus berdasarkan sikap
menghormati dan keterampilan. Ini berarti dua hal: (a) tegur-sapa tidak boleh melukai harga
diri anak, (b) lebih dahulu kita harus menunjukkan pengertian kepada anak, baru kemudian
memberikan nasehat atau perintah.
Para ahli psikologi berpendapat bahwa usia dini sangat menentukan kemampuan
anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak.
Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4
tahun. Perkembangan otak menjadi sempurna melalui pengalaman dari hari ke hari yang
dialami oleh anak. Saat-saat kritis masa penyempurnaan itu terjadi sejak masa konsepsi
hingga usia 6 tahun.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kerangka pendidikan anak usia dini menjadi sangat strategis, sebab jenjang
ini merupakan masa yang paling baik untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi
perkembangan mental emosional, akhlak dan potensi otak anak. Para ahli sering menyebut
masa kanak-kanak sebagai usia emas (golden age). Maka anak usia Taman Kanak-kanak
perlu diberi perhatian dan rangsangan, dengan cara memberikan pengalaman yang
beragam.
Tujuannya yaitu meningkatkan daya cipta anak-anak dan memacunya untuk belajar
mengenal bermacam-macam ilmu pengetahuan melalui pendekatan nilai budi bahasa,
agama, sosial, emosional, fisik/motorik, kognitif, bahasa, seni, dan kemandirian. Semua
dirancang sebagai upaya menumbuhkembangkan daya pikir dan peranan anak kecil dalam
kehidupannya. Semua kegiatan belajar ini dikemas dalam model belajar sambil bermain.
Tak hanya itu, hal ini juga bertujuan untuk memepersiapkan anak agar memenuhi prasyarat
untuk memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
4.2 Saran
Penjelasan di atas menggambarkan kepada kita semua bahwa pada masa kanak-
kanak semua potensi berkembang secara pesat. Oleh karena itu, layanan pendidikan anak
usia Taman Kanak-kanak haruslah memenuhi standar mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Perhatian pemerintah pun seharusnya lebih intensif terhadap
pendidikan anak usia dini, mengingat bahwa Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
mampu membangun seluruh potensi kecerdasan manusia sehingga berkembang secara
optimal dan bermanfaat bagi diri, masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum
diharapkan dapat disesuaikan dengan tuntutan yang ada, baik berdasarkan kebijakan
Sekolah dasar maupun kebijakan Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Ginott, Haim G. (1965). Memesrakan Hubungan Anda dan Anak Anda. Jakarta: PT.
Gramedia
Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidiakan. Jakarta: Kencana
Yahya, Supriyapto LR. (1999). Kumpulan Artikel Psikologi Anak: Tidak Bodoh tapi Tinggal
Kelas. Jakarta: PT Gramedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_kanak-kanak diakses pada Jumat, 7 Mei 2010 pukul
17.34
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/kolom/arahan/6.html diakses pada Jumat, 7
Mei 2010 pukul 17.53